OPTIMASI ANTIOKSIDAN DENGAN LAMA FERMENTASI … · Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya...
Transcript of OPTIMASI ANTIOKSIDAN DENGAN LAMA FERMENTASI … · Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya...
OPTIMASI ANTIOKSIDAN DENGAN LAMA
FERMENTASI YANG BERBEDA PADA TELUR
INFERTIL AFKIR INDUSTRI PENETASAN
SKRIPSI
Oleh
RAJMA FASTAWA
I 111 11 284
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
OPTIMASI ANTIOKSIDAN DENGAN LAMA
FERMENTASI YANG BERBEDA PADA TELUR
INFERTIL AFKIR INDUSTRI PENETASAN
SKRIPSI
Oleh
RAJMA FASTAWA
I 111 11 284
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : RAJMA FASTAWA
NIM : I 111 11 284
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli.
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam
Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia
dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Agustus 2015
RAJMA FASTAWA
NIM. I 111 11 284
sl0z sntsnSY
rr8{Bura}ad lpa}s ErBrSord Bn}ox'cs'tr{'e{Bletr{ I}B^relulcu'!H'rlrp'r0 }ordtr
ulo88uy 8u1qur1quretr etuel1 Bulqulqua6'dI I "ld's 'urppnrBtrN Brulsd'r( 'dIA{ "ld's 'qBIrBt{B^\ 'ro
: qolo 1n[n1os1g uup Bs{Irodlq qelal 1ul IsdIqS
VSZII III I !
BraBlsB[ uufug :
EBsElAuad
$tsnpq rTluv t$reJul rnlol EpBd Gpeqrog 8uu,{
Jsrfuertrrad urnaa uu8uap uapl$'ltoprry ;sutupdg :
BraslsBqBfi {npul rLrlu,, \
==ffi
NVT{VS !{ONAd NVI^TVTTH
rsdr.rls Inf r j
: snln-I [E;:;r
EE?t
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas rahmat dan
taufik-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi
Antioksidan dengan Lama Fermentasi yang Berbeda pada Telur Infertil
Afkir Industri Penetasan”. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman dan pembawa rahmat bagi makhluk
seluruh alam. Dalam penulisan ini, penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan. Hal ini terlepas dari dari keterbatasan penulis sebagai manusia
dengan segala kekurangan.
Penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang
tua Ayahanda Abd. Rajab dan Ibunda Djamilah yang telah yang telah melahirkan,
membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap langkah penulis serta limpahan
doa, kasih sayang serta dukungan moral dan materil yang telah diberikan tanpa
henti kepada penulis. Penulis juga menghanturkan terima kasih kepada saudara –
saudaraku yang telah menjadi inspirasi dalam hidup penulis.
Penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini
kepada:
1. Ibu Dr. Nahariah, S.Pt., MP. sebagai pembimbing utama dan Ibu Dr. Fatma
Maruddin, S.Pt., MP. selaku pembimbing anggota yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan
nasehat serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
v
2. Kepada Bapak Ir. Mustakim Mattau, MS., Ibu drh. Faridah Nur Yuliati, M.Si.,
dan Ibu Endah Murpi Ningrum, S.Pt., MP. atas masukan, arahan dan saran-
saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Jasmal A Syamsu, M.Si., selaku Penasehat Akademik yang telah
membimbing dalam melaksanakan kegiatan akademik mulai penulis masuk
sampai selesai di Fakultas Peternakan.
4. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ir. H. Sudirman
Baco, M.Sc.
5. Segenap dosen Fakultas Peternakan yang telah membekali banyak pengetahuan
kepada penulis dalam menempuh studi di Fakultas Peternakan.
6. Segenap pegawai Fakultas Peternakan yang telah memberikan layanan yang
baik bagi penulis.
7. Teman-teman mahasiswa Fakultas Peternakan yang telah memberikan bantuan
dan banyak menjadi inspirasi bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini.
Semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis
dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin.
Makassar, Agustus 2015
Penulis
Rajma Fastawa
vi
ABSTRAK
RAJMA FASTAWA (I111 11 284). Optimasi Antioksidan dengan Lama
Fermentasi yang Berbeda pada Telur Infertil Afkir Industri Penetasan. Dibimbing
oleh NAHARIAH dan FATMA MARUDDIN.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi yang
berbeda terhadap optimasi antioksidan pada telur infertil hasil afkir industri
penetasan. Telur ayam ras infertil masa penetasan 18 hari sebanyak 45 butir
dipecahkan disterilisasi selama 15 menit kemudian difermentasi menggunakan
Lactobacillus plantarum selama 0, 2 dan 4 hari. Parameter yang diukur dalam
penelitian ini adalah aktivitas antioksidan, konsentrasi antioksidan,
Thiobarbituric-acid (TBA) dan kadar lemak. Analisis data penelitian adalah
analisis ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan tiga
perlakuan dan lima kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase
rata-rata aktivitas antioksidan pada telur infertil hasil afkir penetasan berpengaruh
sangat nyata meningkat sejalan dengan bertambahnya lama fermentasi berturut-
turut 0 hari 87,44±0,94; 2 hari 96,75±4,64 dan 4 hari 99,38±0,28. Konsentrasi
antioksidan pada telur infertil hasil afkir penetasan berpengaruh sangat nyata
menurun sejalan dengan bertambahnya lama fermentasi berturut-turut 0 hari
11,56±0,81; 2 hari 10,66±0,30 dan 4 hari 11,11±0,10. Nilai TBA pada telur
infertil hasil afkir penetasan berpengaruh sangat nyata menurun sejalan dengan
bertambahnya lama fermentasi berturut-turut 0 hari 0,08756±0,02; 2 hari
0,0759±0,00 dan 4 hari 0,05116±0,05. Persentase lemak pada telur infertil hasil
afkir penetasan berpengaruh sangat nyata menurun sejalan dengan bertambahnya
lama fermentasi berturut-turut 0 hari 11,5598±0,81, 2 hari 10,6586±0,30 dan 4
hari 11,1094±0,10. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan
aktivitas antioksidan serta penurunan konsentrasi antioksidan, nilai TBA dan
persentase lemak sejalan dengan peningkatan lama fermentasi, namun tidak ada
perbedaan antara lama fermentasi 2 hari dan 4 hari.
Kata Kunci: Telur Infertil, Lactobacillus plantarum, Lama Fermentasi.
vii
ABSTRACT
RAJMA FASTAWA (I111 11 284). Antioxidants Optimization with Different
Fermentation Older of Infertile Egg Rejected from Hatchery Industry. Under
supervisor: NAHARIAH and Co-supervisor: FATMA MARUDDIN.
The aim of this study was to determine the effect of different fermentation older
for the optimization of antioxidants in infertile egg rejected from Hatchery
industry. The infertile eggs were rejected on 18th day many as 45 grains separated
from the shell, then sterilized for 15 minutes then fermented using Lactobacillus
plantarum for 0, 2 and 4 days. The parameters measured in this study is the
antioxidant activity, the concentration of antioxidants, thiobarbituric-acid (TBA)
and fat content. the results analyzed using ANOVA completely randomized
design (CRD) using three treatments and five replications. The results showed that
the average percentage of the activity of antioxidants in infertile eggs hatching
rejects the results very significantly increases with the length of fermentation
consecutive days 0, 87.44 ± 0.94 ; 2nd days, 96.75 ± 4.64 and 4th day 99.38 ±
0.28. The concentration of antioxidants in infertile eggs rejects from hatchery
industry the results very significantly decreased concomitant increasing
fermentation time in succession days 0,11.56 ± 0.81; 2nd days 10.66 ± 0.30 and
4th days 11.11 ± 0.10. TBA value on the results of salvage hatching eggs infertile
very significant effect decreased with increasing fermentation time in succession
days 0 , 0.08756 ± 0.02 ; 2nd days 0.0759 ± 0.00 and 4th days 0.05 ± 0.05116.
The percentage of fat in infertile eggs hatching rejects the results very
significantly decreased with increasing fermentation time in succession days 0,
11.5598 ± 0.81, 2nd days 10.6586 ± 0.30 and 4th days 0.10 ± 11.1094. The
conclusion of this study is an increase in antioxidant activity as well as a decrease
in the concentration of antioxidants, TBA value and percentage of fat in line with
the increase in the length of fermentation, but there is no difference between
fermentation time 2nd days and 4th days.
Keywords: Infertile eggs, Lactobacillus plantarum, Older Fermentation
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
Gambaran Umum Telur ..................................................................... 3
Gambaran Umum Telur Infertil ......................................................... 5
Aktivitas Antioksidan ....................................................................... 7
Konsentrasi Antioksidan .................................................................... 11
Gambaran Umum Bakteri Lactobacillus plantarum ......................... 12
Penggunaan Lactobacillus plantarum pada Produk-Produk
Pangan................................................................................................ 13
HIPOTESIS ................................................................................................. 15
METODE PENELITIAN ............................................................................ 16
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 16
Materi Penelitian ................................................................................ 16
Rancangan Penelitian......................................................................... 16
Prosedur Penelitian ............................................................................ 17
Parameter yang Diukur ...................................................................... 17
Analisis Data ...................................................................................... 21
ix
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 22
Aktivitas Antioksidan ........................................................................ 22
Konsentrasi Antioksidan ................................................................... 24
Thiobarbituric Acid (TBA) ................................................................ 25
Uji Kadar Lemak ............................................................................... 26
Hubungan antara Aktivitas Antioksidan dan
Konsentrasi Antioksidan .................................................................... 28
Hubungan antara Aktivitas Antioksidan dan Nilai TBA ................... 30
Hubungan antara Nilai TBA dengan Kadar Lemak .......................... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 33
LAMPIRAN ................................................................................................ 38
RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Komposisi Telur Ayam Konsumsi per 100 Gram .................................. 4
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Potongan melintang telur ..................................................................... 4
2. Lactobacillus plantarum ...................................................................... 12
3. Bagan alir penelitian ............................................................................ 20
4. Aktivitas Antioksidan pada telur infertil afkir industri penetasan
dengan lama fermentasi yang berbeda ................................................ 22
5. Konsentrasi antioksidan pada telur infertil afkir industri
penetasan dengan lama fermentasi berbeda .......................................... 24
6. Nilai TBA pada telur infertil afkir industry penetasan dengan
lama fermentasi yang berbada ............................................................... 25
7. Persentase lemak pada telur infertil afkir industry penetasan dengan
lama fermentasi yang berbeda ............................................................. 27
8. Hubungan antara aktivitas antioksidan dan konsentrasi antioksidan ... 29
9. Hubungan antara aktivitas antioksidan dan nilai TBA ........................ 30
10. Hubungan antara nilai TBA dengan kadar lemak ................................ 31
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Analisis sidik ragam pengaruh lama fermentasi terhadap aktivitas
antioksidan telur infertil afkir industri penetasan ................................ 38
2. Analisis sidik ragam pengaruh lama fermentasi terhadap nilai TBA
telur infertil afkir industri penetasan .................................................... 39
3. Analisis sidik ragam pengaruh lama fermentasi terhadap konsentrasi
antioksidan telur infertil afkir industri penetasan ................................ 40
4. Analisis sidik ragam pengaruh lama fermantasi terhadap kadar lemak
telur infertil afkir industri penetasan .................................................... 41
5. Dokumentasi kegiatan penelitian ........................................................ 42
1
PENDAHULUAN
Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan
terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Telur dapat diperoleh dari
peternakan ayam komersil maupun telur hasil limbah penetasan. Industri
penetasan dapat menghasilkan telur ayam yang tidak fertil atau infertil. Telur
infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan sehingga tidak dapat
menetas dalam proses penetasan.
Telur infertil dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk memenuhi
kebutuhan gizi. Nimalaratne, dkk. (2011) menambahkan bahwa telur mengandung
antioksidan yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Antioksidan dapat mencegah
penyakit dengan menangkal radikal bebas yang dapat merusak sel didalam tubuh.
Namun, berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa telur infertil mengandung antioksidan yang rendah.
Proses fermentasi diharapkan mampu meningkatkan nilai manfaat telur
infertil, khususnya peningkatan nilai antioksidan. Nahariah, dkk. (2013)
menyatakan bahwa fermentasi dimanfaatkan sebagai bahan fungsional yang baik
untuk kesehatan, memudahkan penyerapan, untuk memperpanjang masa simpan
produk, dan sebagai salah satu metode untuk pengembangan produk. Beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa fermentasi dapat meningkatkan antioksidan
dan mengurangi ketengikan (Yang, 2000; Ðordevic, 2009; dan Chu, 2005).
Teknologi fermentasi pada bahan pangan dengan menggunakan mikroba
telah banyak dilakukan seperti bakteri jenis Lactobacillus. Pemanfaatan bakteri
jenis Lactobacillus antara lain L. helvaticus, L. bulgaricus, L. plantarum maupun
2
kombinasi dari berbagai jenis Lactobacillus telah banyak dilakukan pada produk
pangan (Nahariah, dkk., 2013). Namun, penelitian fermentasi menggunakan L.
plantarum untuk meningkatkan nilai manfaat telur infertil belum banyak
dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai optimasi
antioksidan dengan lama fermentasi yang berbeda pada telur infertil hasil afkir
industri penetasan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi
yang berbeda terhadap optimasi antioksidan pada telur infertil hasil afkir industri
penetasan.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi ilmiah baik
bagi mahasiswa, dosen, masyarakat, dan industri penetasan mengenai penentuan
lama fermentasi yang tepat untuk menghasilkan antioksidan yang optimal pada
telur infertil.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Telur
Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan
terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat karena telur merupakan
bahan pangan yang mengandung zat – zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna
(Sudaryani, 2003). Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki
rasa yang lezat dan bergizi tinggi. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan
pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya (Asih,
2010).
Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2 – 0,4 mm yang berkapur dan
berpori. Bagian sebelah dalam kulit telur, ditutupi oleh dua lapisan yang
menempel satu dengan yang lain, tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur
yang tumpul membentuk kantung udara. Putih telur atau albumen merupakan
bagian telur yang berbentuk seperti gel, mengandung air dan terdiri atas empat
fraksi yang berbeda kekentalannya. Bagian putih telur yang terletak dekat kuning
telur lebih kental dan membentuk lapisan yang disebut kalaza (kalazaferous).
Kalaza ini berbentuk tali yang bergulung dan yang satu menjulur ke arah ujung
tumpul, dan yang lain ke arah ujung lancip dari telur. Kalaza ini dapat
mempertahankan kuning telur pada telur segar berada di tengah – tengah telur
(Winarno, 2002).
Telur terdiri atas 3 bagian komponen pokok, yaitu kulit telur atau
cangkang, putih telur/albumin, dan kuning telur. Bagian - bagian telur secara jelas
disajikan pada Gambar 1.
4
Gambar 1. Potongan melintang telur (Suprapti, 2002).
Telur mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Komposisi telur ayam ras disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Telur Ayam Konsumsi per 100 Gram
Komponen Putih Telur Kuning Telur Telur utuh
Air (%) 88,57 48,50 73,70
Protein (%) 10,30 16,15 13,00
Lemak (g) 0,03 34,65 11,50
Karbohidrat (g) 0,65 0,60 0,65
Abu (g) 0,55 1,10 0,90
Sumber: Winarno (2002)
Di Indonesia kebanyakan telur diperdagangkan tanpa pengolahan terlebih
dahulu. Kesulitan dalam pengolahan telur diantaranya karena sifat – sifatnya,
antara lain (Hadiwiyoto, 1983) :
a. Kulit telur sangat mudah pecah, retak, dan tidak dapat menahan tekanan
mekanis yang besar, sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar
pada suatu wadah.
b. Telur tidak mempunyai bentuk ukuran yang sama besar, sehingga betuk
elipnya memberikan masalah untuk penanganan secara mekanis dalam
suatu sistem yang kontinyu.
5
c. Udara kelembaban relatif dan suhu dapat mempengaruhi mutunya
terutama kuning telur dan putih telurnya yang menyebabkan perubahan –
perubahan secara kimiawi dan bakteriologis.
d. Mutu isi yang baik, namun kenampakan luar berpengaruh dalam penjualan
telur, terutama mempengaruhi harga.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas telur, diantaranya
perbedaan kelas, strain, famili, kandungan zat gizi pakan ayam, penyakit, umur
ayam dan suhu lingkungan (Sudaryani, 2003). Telur dapat mengalami kerusakan,
baik kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroba. Mikroba dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat
pada kulit telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam. Telur harus
mendapatkan cara pengawetan dan penyimpanan yang baik agar kualitas telur
tetap terjaga (Haryoto, 1993; Jawet, dkk., 1996). Jumlah mikroba dalam telur
makin meningkat sejalan dengan lamanya penyimpanan. Mikroba ini akan
mendegradasi atau menghancurkan senyawa – senyawa yang ada di dalam telur
menjadi senyawa berbau khas yang mencirikan keusakan telur (Winarno, 2002).
Cara mempertahankan mutu telur yaitu dengan mencegah penguapan air
dan terlepasnya gas – gas lain dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan
tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara menutup pori – pori kulit telur atau mengatur kelembaban dan
kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan (Winarno, 2002).
Gambaran Umum Telur Infertil
6
Telur infertil merupakan telur hasil afkir (candling) dari perusahaan
penetasan (hatchery) yang tidak bisa ditetaskan karena dalam proses produksinya
telur tersebut tidak dapat terbuahi. Telur infertil biasanya telah diseleksi dan
dipisahkan dari mesin penetas pada hari ke-10 penetasan. Secara fisik kualitas
telur ini sudah turun karena komponen putih telur (albumen) dan kuning telur
(yolk) sudah menyatu namun masih layak untuk dikonsumsi. Telur infertil
biasanya dijual ke konsumen dengan harga sangat rendah dibanding dengan telur
segar (Ningrum, dkk., 2013).
Telur infertil yang diperoleh dari proses candling pada saat penetasan telur
menggunakan mesin tetas jumlahnya dapat mencapai 26,7% dari total telur yang
masuk ke dalam mesin tetas. Apabila kapasitas mesin tetas yang digunakan
mencapai ribuan, maka telur infertil yang diperoleh juga akan banyak (Almunifah,
2013). Telur infertil (telur tidak dibuahi) yang berpeluang cukup besar sebagai
telur konsumsi, pada beberapa penetasan berkisar antara 7,75-26,02% (Wasito dan
Rohaeni, 1994).
Pada proses penetasan menggunakan mesin tetas biasanya diperoleh telur
ayam infertil pada saat candling. Telur infertil dideteksi dengan cara diteropong
(candling) menggunakan cahaya. Telur infertil akan tampak terang saat candling.
Telur yang nampak terang saat proses candling sebenarnya tidak hanya telur
infertil saja tetapi juga telur yang embrionya mengalami mati dini. Namun pada
proses candling semua telur tampak terang disebut sebagai telur infertil karena
penampakannya sama (Nuryati, dkk., 2002).
7
Telur infertil hasil candling pada proses penetasan menggunakan mesin
tetas tergolong telur yang sudah tidak segar lagi karena sudah mengalami
pemeraman hingga berhari-hari dengan suhu 38oC. Faktor lingkungan atau
kondisi pemeraman serta waktu pemeraman telur dapat mempengaruhi sifat telur.
Suhu pemeraman yang lebih tinggi daripada suhu ruang yakni 38oC merupakan
suhu fisiologis yang dapat mengakibatkan mikrobia cepat sekali berkembang
sehingga dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis protein dan lemak dalam telur.
Perubahan sifat telur terutama disebabkan oleh adanya kontaminasi mikrobia dari
luar yang masuk melalui pori-pori pada kerabang sehingga merusak isi telur.
Telur biasanya dimanfaatkan sebagai telur konsumsi dan sebagai bahan pada
industri pengolahan pangan. Sebagai telur konsumsi, zat gizi di dalam telur
tersebut perlu diperhatikan (Almunifah, 2013).
Nuryati, dkk. (2002) menyatakan telur tampak terang pada saat candling
disebabkan karena telur infertil atau embrio dalam telur mengalami mati dini.
Telur infertil sendiri dapat disebabkan karena perbandingan antara pejantan dan
induk kurang seimbang pada saat proses pembuahan, gizi pejantan dan induk
ayam kurang sempurna (vitamin A dan E), umur pejantan dan induk yang terlalu
tua atau muda, dan kurang aktif atau kualitas sperma kurang baik. Embrio di
dalam telur mengalami mati dini disebabkan karena faktor penyimpanan telur
tetas yang kurang baik dan penyimpanan terlalu lama, sehingga menyebabkan
mikrobia masuk ke dalam telur dan merusak isi telur serta fumigasi terlalu lama
atau dosis fumigan terlalu tinggi juga dapat menjadikan embrio telur mati dini.
Aktivitas Antioksidan
8
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat memberikan satu atau lebih
atom hidrogen pada radikal bebas sehingga aktivitas radikal bebas tersebut dapat
diredam.Antioksidan memiliki peranan yang cukup penting bagi kesehatan
khususnya dalam mempertahankan tubuh dari kerusakan sel akibat adanya unsur
radikal bebas. Berdasarkan sumbernya, terdapat antioksidan alami dan sintetik.
Antioksidan alami mampu melindungi tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh
unsur oksigen reaktif. Antioksidan alami umumnya memiliki gugus fenolik dalam
struktur molekulnya (Sunarni, 2005). Antioksidan sintetik seperti butil hidroksi
toluena (BHT), butyl hidroksi anisol (BHA) dan butil hidro kuinon (TBHQ)
dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan, selain itu antioksidan sintetik
mempunyai kelarutan yang lebih rendah dibanding dengan antioksidan alami
(Barlow, 1990). Penelitian yang telah dilakukan bahwa antioksidan sintetik seperti
BHT (Butylated Hydroxy Toluena) ternyata dapat meracuni binatang percobaan
dan bersifat karsinogenik sehingga industri makanan dan obat-obatan beralih
mengembangkan antioksidan alami dan mencari sumber-sumber antioksidan
alami baru (Takashi dan Takayuni, 1997).
Unsur radikal bebas dapat berasal dari polusi, debu maupun diproduksi
secara kontinyu sebagai konsekuensi dari metabolisme normal, sebab itu tubuh
kita memerlukan suatu substansi penting yakni antioksidan yang dapat membantu
melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak negatif
senyawa ini (Giorgio, 2000).Antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralisir
radikal bebas sehingga diharapkan dengan pemberian antioksidan tersebut proses
tua dihambat atau paling tidak “tidak dipercepat” serta dapat mencegah terjadinya
9
kerusakan tubuh dari timbulnya penyakit degeneratif (Takashi dan Takayuni,
1997).
Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami,
misalnya rempah-rempah, teh, coklat, dedaunan, biji-biji serelia, sayur-sayuran,
enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan
umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan
baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani, dkk.,
2002). Senyawa fenolik atau polifenolik antara lain dapat berupa golongan
flavonoid. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti
belakangan tahun ini, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau
mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas (Giorgio, 2000).
Berkaitan dengan reaksinya di dalam tubuh, status antioksidan merupakan
parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang. Tubuh manusia
memiliki sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas, yang
secara berlanjut dibentuk sendiri oleh tubuh. Jika jumlah senyawa oksigen reaktif
ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan menyerang
komponen lipid, protein, maupun DNA sehingga mengakibatkan kerusakan-
kerusakan yang disebut dengan stres oksidatif (Winarsi, 2007).
Antioksidan di dalam sel dibedakan menjadi dua, yaitu antioksidan
enzimatik dan nonenzimatik. Antioksidan enzimatik memiliki sifat preventif
(pencegahan), terdiri dari superoxide dismutase (SOD), catalase, dan glutathion
peroxidase, sedangkan antioksidan nonenzimatik memiliki sifat memecah rantai
akibat peroksidasi lipid. Antioksidan nonenzimatik ini digolongkan menjadi
10
beberapa kelompok yaitu yang larut dalam lemak (tokoferol, karotenoid,
flavonoid, quinon, dan birilubin), larut dalam air (asam askorbat, asam urat,
protein pengikat logam, dan protein pengikat heme) (Winarsi, 2007).
Proses pemanasan menyebabkan beberapa perubahan kualitas baik secara
fisik, biokimia, maupun komponen gizinya. Perlakuan pemanasan dapat
mempercepat oksidasi terhadap antioksidan yang terkandung dalam sistem bahan
alam dan mengakibatkan penurunan aktivitas antioksidan dengan tingkat yang
berbeda dan sangat dipengaruhi oleh jenis komponen yang berperan dalam proses
antioksidasi (Salunkhe dan Kadam 1990).Oksidasi bahan alam mengakibatkan
penurunan aktivitas antioksidan dengan tingkat yang berbeda dan sangat
dipengaruhi oleh jenis komponen yang berperan dalam proses antioksidasi dan
kandungan dalam bahan tersebut. Proses pemanasan dapat menurunkan
kandungan fenol (Kusuma, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antioksidan adalah (Pokorny,
dkk., 2001) :
1. Faktor fisik :
Tekanan oksigen yang tinggi, luas kontak dengan oksigen, pemanasan
ataupun iradiasi menyebabkan peningkatan terjadinya rantai inisiasi dan propagasi
dari reaksi oksidasi dan menurunkan aktivitas antioksidan yang ditambahkan
dalam bahan.
2. Faktor substrat :
Sifat antioksidan dalam lipida atau dalam pangan merupakan sistem yang
”dependent”. Tingkat inisiasi dan propagasi merupakan fungsi dari tipe dan
11
tingkat lipida tidak jenuh dan secara signifikan mempengaruhi aktivitas
antioksidan.
3. Faktor fisikokimia :
Dalam bahan pangan dan sistem biologi, sifat hidrofobik dan hidrofilik
senyawa antioksidan sangat mempengaruhi efektifitas antioksidatifnya. Semakin
polar antioksidan maka akan lebih aktif dalam lipida murni, sedangkan
antioksidan non polar lebih efektif dalam substrat yang polar seperti emulsi.
Konsentrasi Antioksidan
Konsentrasi antioksidan terdiri dari asam fenolik dan flavonoid memiliki
aktivitas antioksidan yang efektif menangkal radikal bebas (Pourmourad,
dkk.,2006). Senyawa fenolik adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
hdiroksil yang menempel di cincin aromatik (Vermerris dan Nicholson, 2006).
Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan umumnya
merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di
kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani, dkk., 2002).
Flavonoid adalah golongan senyawa polifenol yang diketahui memiliki sifat
sebagai penangkap radikal bebas, penghambat enzim hidrolisis dan oksidatif, dan
bekerja sebagai anti inflamasi sehingga disimpulkan bahwa flavonoid dapat
bekerja sebagai antioksidan (Pourmourad, dkk.,2006). Efek antioksidan senyawa
ini disebabkan oleh penangkapan radikal bebas melalui donor atom hidrogen dari
gugus hidroksil flavonoid. Beberapa penyakit seperti arterosklerosis, kanker,
diabetes, parkinson, alzheimer, dan penurunan kekebalan tubuh telah diketahui
dipengaruhi oleh radikal bebas dalam tubuh manusia(Amic, dkk., 2003).
12
Penelitian yang telah dilakukan oleh Nahariah, dkk. (2014) bahwa putih
telur bebek memiliki tingkat flavonoid dan asam fenolat yang tinggi, tetapi tingkat
aktivitas antioksidannya rendah. Telur ayam kampung memiliki aktivitas
antioksidan sedikit lebih tinggi dibandingkan telur ayam, tetapi tingkat flavonoid
dan asam fenolatnya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis ternak
menyebabkan perbedaan dalam tingkat aktivitas antioksidan diikuti oleh profil
antioksidan yang berbeda. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh komposisi
masing-masing konstituen dari senyawa antioksidan dari berbagai jenis telur
unggas.
Gambaran Umum bakteri Lactobacillus plantarum
Bakteri L. plantarum adalah bakteri asam laktat yang termasuk dalam
Filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, Famili Lactobacillaceae, dan Genus
Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan bentuk batang, umumnya dalam
berbentuk rantai pendek (Pelczar dan Chan, 2008; Fardiaz, 1993; Tamine and
Robinson, 1985; Buckle, dkk., 1987). L. plantarum disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Lactobacillus plantarum (Anonim, 2009)
Lactobacillus plantarum bersifat Gram positif, non motil, dan berukuran
0,6-0,8 μm x 1,2-6,0 μm. Bakteri ini memiliki sifat antagonis terhadap
mikroorganisme penyebab kerusakan makanan seperti Staphylococcus aureus,
13
Salmonella, dan Gram negatif. L. plantarum bersifat toleran terhadap garam,
memproduksi asam dengan cepat dan memiliki pH ultimat 5,3 hingga 5,6 (Buckle,
dkk., 1987). Dalam keadaan asam, L. plantarum memiliki kemampuan untuk
menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk (Delgado, dkk., 2001).
Lactobacillus plantarum merupakan jenis bakteri yang bersifat proteolitik
yang dapat mengurai senyawa protein menjadi senyawa yang lebih sederhana
untuk memperoleh nutrisi bagi pertumbuhan bakteri (Rostini, 2007). L. plantarum
yang merupakan bakteri asam laktat (BAL) juga menghasilkan bakteriosin yang
berfungsi sebagai zat antimikroba yang mampu menghambat bakteri Gram negatif
seperti Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Clostridia (Indarwati, dkk.,
2010; Jenie dan Rini, 1995). Pertumbuhan L. plantarum dapat menghambat
kontaminasi dari mikrooganisme patogen dan penghasil racun karena
kemampuannya untuk menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH substrat,
selain itu BAL dapat menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat berfungsi
sebagai antibakteri (Suriawiria, 1983).
Penggunaan Lactobacillus plantarum pada Produk – Produk Pangan
Fermentasi adalah proses secara aerob maupun anaerob yang
menghasilkan berbagai produk dengan melibatkan aktivitas mikroba terkontrol
(Darwis dan Sukara, 1989). Proses fermentasi akan mengubah laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa oleh aktivitas kultur starter sehingga akan mengurangi
gangguan pencernaan bila mengkonsumsinya (Afriani, 2010).
Penelitian yang dilakukan Sunarlim, dkk. (2007) mengenai fermentasi
susu dengan bakteri L. plantarum menunjukkan bahwa kadar air pada fermentasi
14
susu tersebut adalah 79,26 % dengan pH asam yaitu 4,55 dan total asam laktat
sebesar 0,69 % sedangkan total BAL sebesar 6,39 log. Penelitian Afriani (2010)
menunjukkan bahwa fermentasi dadih susu kerbau dengan bakteri L. plantarum
memiliki total asam laktat sebesar 0,5089 % sedangkan total BAL sebanyak 1,19
x 1013
CFU/m; dengan pH asam yaitu 4,2.
Penelitian Indarwati, dkk. (2010) mengenai penggunaan bakteri
L.plantarum pada tempe menunjukkan bahwa keberadaan bakteri asam laktat
dapat menurunkan pH larutan sehingga dapat mengurangi kontaminasi. Penelitian
ini menggunakan kombinasi konsentrasi penambahan bakteri L. plantarum dan
waktu perendaman sehingga menghasilkan total bakteri asam laktat yang
maksimum dan nilai minimum untuk E. coli. Hasil perlakuan terbaik yang
didapatkan, yaitu konsentrasi penambahan bakteri L. plantarum sebesar 109
CFU/ml dan waktu perendaman selama 9 jam diperoleh produk akhir berupa
tempe probiotik dengan total bakteri asam laktat sebesar 3,2 x 106 CFU/ml.
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Zubaidah dan Irawati (2010)
melaporkan bahwa mocaf yang dihasilkan dari kultur campuran dan lama
fermentasi 48 jam mempunyai hasil lebih baik daripada kontrol (tepung ubi kayu
tanpa fermentasi). Hasil fermentasi mocaf dengan menggunakan L. plantarum
yaitu nilai viskositas meningkat dengan meningkatnya lama fermentasi dan jenis
kultur. Semakin bertambahnya waktu maka meningkat pula aktivitas enzim dalam
mendegradasi pati, sehingga semakin banyak jumlah air terikat yang terbebaskan,
akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori. Keadaan ini menyebabkan
15
penguapan air selama proses pengeringan semakin mudah, dengan demikian kadar
air tepung mocaf semakin menurun dalam jangka waktu pengeringan yang sama.
Fermentasi menggunakan L. plantarum pada putih telur ayam ras
menghasilkan jumlah populasi bakteri L. plantarum selama proses fermentasi
yang diikuti dengan penurunan nilai pH dan peningkatan total asam tertitrasi pada
putih telur ayam ras dengan lama fermentasi yang berbeda (Nahariah, dkk., 2013)
16
HIPOTESIS
Hipotesis penelitian ini adalah diduga ada perbedaan jumlah aktivitas
antioksidan pada telur infertil hasil afkir industri penetasan dengan lama
fermentasi yang berbeda.
17
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015, bertempat di
Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Daging dan Telur Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Peralatan yang yang digunakan adalah tabung sampel, tabung reaksi, rak
tabung, erlenmeyer, micropipet, tip, spoit, gelas ukur, inkubator, autoclave,
magnetic stirrer, PCR Hood, spectrophometer UV-VIS, mikropipet 1000µm,
vortex mixer, labu ukur, pemanas, penangas air, destilator, eksikator, labu
Kjehldahl, timbangan digital dan waterbath.
Bahan yang digunakan adalah telur ayam ras infertil masa penetasan 18
hari sebanyak 45 butir, kultur bakteri Lactobacillus plantarum FNCC 0027, MRS
(Man Rogosa Sharpe) broth, sari tomat, DPPH, akuades, alkohol, methanol, asam
galat, asam fenolat, K2SO4, CuSO4, H2SO4, air es, lempeng Zn, larutan K2S 4%,
HCl, NaOH, Folin Ciocalteu, Na2CO3 10% dan Thiobarbituric-acid (TBA).
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan tiga
perlakuan dan Lima kali ulangan. Perlakuan tersebut terdiri atas :
1. F0: Tanpa Fermentasi (0 hari)
2. F2: Lama fermentasi 2 hari
3. F4: Lama fermentasi 4 hari
18
Prosedur Penelitian
Propogasi kultur. Lactobacillus plantarum FNCC 0027 diperoleh dari
Laboratorium Mikrobiologi Pusat studi Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta. Kultur disimpan pada media de Man Ragosa Sharpe (MRS) agar.
Pembuatan sub kultur dilakukan dengan menanam culture stock ke dalam media
cair MRS broth yang telah ditambahkan ekstrak tomat 20% dan diinkubasi selama
24 jam (Pramono, dkk., 2003). Sub kultur tersebut diinokulasikan sebanyak 10%
ke dalam putih telur dan 20% ekstrak tomat untuk menghasilkan kultur kerja
(Nahariah, dkk., 2013).
Preparasi Sampel. Sampel yang digunakan adalah telur infertil masa penetasan 18
hari yang diperoleh dari PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. cabang Maros. Telur
dipisahkan dari kulitnya kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel sebanyak
100 ml selanjutnya disterilisasi dengan PCR Hood selama 15 menit. Sampel yang
telah steril ditambahkan kultur kerja sebanyak 10 ml dan selanjutnya
dihomogenkan dengan tube shaker, sampel selanjutnya difermentasi sesuai
perlakuan penelitian.
Parameter yang Diukur
Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode diphenyl-picrylhydrazyl (DPPH)
(Gasic, dkk., 2014). Sampel dilarutkan dengan konsentrasi 10mg/ml. Melakukan
pengenceran dengan menambah methanol sehingga diperoleh sampel dengan
konsentrasi 10, 30, 50, 70 dan 90 µg/ml. Masing-masing konsentrasi dipipet
sebanyak 0,2 ml larutan sampel dengan pipet mikro dan dimasukkan ke vial
kemudian ditambahkan larutan DPPH 5,8 µm sebanyak 3,8 ml dan larutan
19
methanol 0,2 ml. Campuran sampel dikocok dan dibiarkan selama 30 menit
ditempat gelap, selanjutnya larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 515 nm. Besarnya aktivitas antioksidan dihitung dengan
rumus :
DPPH Radical Scavenging Effect (%) = (ADPPH – Asample) х 100
ADPPH
Panjang ADPPH : Absorbansi DPPH
Asample : Absorbansi sampel
Uji Konsentrasi Antioksidan. Sebanyak 10 mg asam galat dilarutkan dengan
aquades kedalam labu takar 10 ml hingga tanda batas, mengambil 40 µl, 50µl, 60
µl dan 70µl kedalam labu takar 5 ml. Masing-masing ditambahkan 100 µl Folin
Ciocalteu, Na2CO3 10% dan dicukupkan volumenya dengan aquades hingga
tanda batas. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum 600-800nm.
Uji Kadar Lemak. Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode sokhlet. labu
lemak yang akan digunakan di oven selama 30 menit pada suhu 100-105ºC,
kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan
ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi sokhlet. Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai
sampel terendam dan dilakukan refluks atau ektraksi lemak selama 5-6 jam atau
sampai palarut lemak yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak
yang telah digunakan, disuling dan ditampung setelah itu ekstrak lemak yang ada
dalam labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 ºC selama 1 jam, lalu
20
labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Tahap pengeringan labu
lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan.
Uji TBA. Uji TBA untuk mengetahui adanya oksidasi lemak yang terbentuk pada
sampel. Penentuan angka TBA dilakuan dengan cara sampel ditimbang sebanyak
10 mg, ditambahkan HCl 2,5 ml dan 87,5 ml aquades, selanjutnya dipindah ke
dalam labu destilasi. Labu destilat dipasang pada alat destilasi. Destilasi
dijalankan dengan pemanasan 300-600 watt sehingga diperoleh destilat sebanyak
50 ml selama pemanasan 10 menit. Destilat yang diperoleh dipindahkan ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan reagen TBA sebanyak 5 ml (larutan 0,02 M
thiobarbituric-acid dalam 90% asam asetat glasial). Larutan dicampur dalam
tabung reaksi tertutup dan dimasukkan ke dalam air panas 75° selama 35 menit.
Tabung reaksi didinginkan dengan air mengalir kemudian diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Angka
TBA dihitung dan dinyatakan dalam mg malonaldehid/kg sampel.
21
Diagram alir pengujian aktivitas antioksidan, pengujian Konsentrasi
antioksidan, pengujian TBA dan uji kadar protein telur infertil dengan waktu
pemeraman yang berbeda sebagai berikut :
Gambar 3. Bagan Alir Penelitian.
Mensterilisasi dengan PCR
Hood selama 15 menit
Memasukkan dalam botol sampel
Inokulasi kultur kerja L.
plantarum (106)
Parameter
Sesuai lama fermentasi
Telur infertil masa
penetasan 18 hari
Pengujian aktivitas
antioksidan
Pengujian konsentrasi
antioksidan
Uji TBA
Inokulasi L. plantarum ke
media cair MRS broth +
20% ekstrak tomat selama
24 jam
Inokulasi kultur L.
plantarum 10% ke putih
telur ayam ras + 20%
ekstrak tomat selama 24 jam
Uji Lemak
22
Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan Analisis Ragam
berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gaspersz, 1991) dengan tiga
perlakuan dan lima kali ulangan. Model statistik yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Yij = µ + τi + εij
i = 1, 2, 3, …i = perlakuan
j = 1, 2, 3…j = ulangan
Keterangan :
Yij = variabel respon pengamatan
µ = nilai rata – rata hasil pengamatan
τi = pengaruh lama fermentasi telur infertil ke-i
εij = Pengaruh galat percobaan dari lama fermentasi telur infertil ke-i
dan ulangan ke-j
Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan
dilanjutkan dengan uji LSD (Gaspersz, 1991).
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Teknologi fermentasi dilakukan pada telur infertil hasil afkir industri
penetasan dengan menggunakan bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum.
Lama waktu fermentasi dapat mempengaruhi jumlah serta aktivitas dari bakteri
tersebut, sehingga memungkinkan untuk mempengaruhi aktivitas antioksidan
yang ada pada telur tersebut.
Aktivitas Antioksidan
Hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode diphenyl-picrylhydrazyl
(DPPH) dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Aktivitas antioksidan pada telur infertil hasil afkir industri penetasan
dengan lama fermentasi yang berbeda
Persentase rata-rata aktivitas antioksidan pada telur infertil hasil afkir
industri penetasan berpengaruh sangat nyata meningkat sejalan dengan
bertambahnya lama fermentasi berturut-turut 0 hari 87,44 ± 0,94 %, 2 hari 96,75 ±
4,64 % dan 4 hari 99,38 ± 0,28 %. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
fermentasi dengan bakteri L. plantarum dapat meningkatkan aktivitas antioksidan.
24
Peningkatan tersebut di duga akibat perombakan senyawa-senyawa struktural
seperti karbohidrat, protein dan lemak menjadi lebih sederhana yang disebabkan
oleh aktivitas metabolisme dari bakteri L. plantarum. Molin (2010) L.plantarum
secara umum merombak karbohidrat serta dapat mendegradasi senyawa struktural
seperti protein dan lemak. Menurut Primurdia, dkk. (2014) peningkatan aktivitas
antioksidan sejalan dengan peningkatan total fenol dan flavanoid dalam bahan
yang difermentasi dengan bakteri L. plantarum.
Perombakan protein menjadi senyawa-senyawa peptida menunjukkan
peningkatan aktivitas antioksidan, karena sebagian besar gugus peptida memiliki
sifat antioksidan (Bertrand, dkk., 2011). Perombakan senyawa kompleks menjadi
asam laktat oleh bakteri asam laktat yang bersifat sinergesis dengan memberikan
elektron pada radikal bebas sehingga meningkatkan aktivitas antioksidan
(Primurdia, dkk., 2014).
Hasil uji beda nyata LSD menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada
perlakuan lama fermentasi 0 hari berbeda nyata dengan fermentasi 2 hari dan
fermentasi 4 hari, sedangkan fermentasi 2 hari tidak berbeda dengan fermentasi 4
hari. Hal ini terjadi di duga karena jumlah senyawa struktural pada telur telah
terurai secara optimal pada lama fermentasi 2 hari, sehingga jumlah senyawa yang
terurai tidak bertambah pada lama fermentasi 4 hari.konsentrasi yang sama
tersebut menghasilkan aktivitas antioksidan yang sama pula. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tristanto, dkk. (2014); dan Molyneux (2004) salah satu faktor yang
mempengaruhi besarnya aktivitas antioksidan dalam suatu bahan yaitu senyawa
penyusun bahan itu sendiri.
25
Konsentrasi antioksidan
Konsentrasi antioksidan terdiri dari asam fenolik dan flavonoid memiliki
aktivitas antioksidan yang efektif menangkal radikal bebas (Pourmourad,
dkk.,2006). Senyawa fenolik adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
hidroksil yang menempel di cincin aromatik (Vermerris dan Nicholson, 2006).
Konsentrasi antioksidan pada telur infertil hasil afkir industri penetasan dengan
lama fermentasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Konsentrasi antioksidan pada telur infertil hasil afkir industri
penetasan dengan lama fermentasi yang berbeda
Konsentrasi antioksidan pada telur infertil hasil afkir industri penetasan
berpengaruh sangat nyata menurun sejalan dengan bertambahnya lama fermentasi
berturut-turut 0 hari 11,56 ± 0,81, 2 hari 10,66 ± 0,30 dan 4 hari 11,11 ± 0,10. Hal
ini diduga akibat peningkatan asam laktat dari hasil aktivitas metabolisme bakteri
L. plantarum. Menurut Anggraini (2007) semakin tinggi nilai asam maka semakin
rendah konsentrasi antioksidan. Namun penurunan ini dapat mengoptimalkan
aktivitas antioksidan. Menurut Gordon (1990) antioksidan dengan konsentrasi
26
yang terlalu tinggi khususnya untuk antioksidan golongan fenolik justru
mengakibatkan terjadinya prooksidan atau lenyapnya kemampuan antioksidan.
Hasil uji beda nyata LSD menunjukkan bahwa konsentrasi antioksidan
pada perlakuan lama fermentasi 0 hari berbeda nyata dengan fermentasi 2 hari dan
fermentasi 4 hari, sedangkan fermentasi 2 hari tidak berbeda dengan fermentasi 4
hari. Hal ini terjadi di duga karena jumlah senyawa yang pada telur telah terurai
secara optimal pada lama fermentasi 2 hari, sehingga jumlah senyawa yang
terombak tidak bertambah pada lama fermentasi 4 hari. Hal ini sesuai dengan
pendapat Zubaidah, dkk. (2010) Lactobacillus plantarum dapat mengurai bahan
kompleks dalam suatu bahan dalam waktu 48 jam. Lama waktu yang di
butuhkan bakteri dalam mengurai suatu bahan di pengaruhi oleh komposisi dari
bahan tersebut.
Thiobarbituric Acid (TBA)
Hasil Uji TBA pada telur infertil hasil afkir industri penetasan dengan
lama fernentasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 6.
27
Gambar 6. Nilai TBA pada telur infertil hasil afkir industri penetasan dengan lama
fermentasi yang berbeda
Nilai TBA pada telur infertil hasil afkir industri penetasan berpengaruh
sangat nyata menurun sejalan dengan bertambahnya lama fermentasi berturut-
turut 0 hari 0,08756 ± 0,02, 2 hari 0,0759 ± 0,00 dan 4 hari 0,05116 ± 0,05.
Penurunan nilai TBA ini disebabkan karena penurunan oksidasi lemak akibat
peningkatan antioksidan pada telur infertil tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mudawaroch dan Sulfanita (2012) bahwa sifat antioksidan dapat
menunda atau menghambat oksidasi lemak. Terhambatnya oksidasi lemak akan
menunjukkan penurunan nilai TBA.
Nilai TBA pada telur infertil tidak melebihi ambang batas yang ditentukan.
Hal ini disebabkan karena dalam telur itu sendiri terdapat antioksidan yang
mampu menghambat proses oksidasi lemak. Hal ini sesuai pernyataan yang
dikemukakan Febrina (2012), bahwa batas ambang nilai TBA yaitu 1-2 mg/kg dan
nilai rata-rata TBA berpengaruh dengan waktu pengeraman yang disebabkan oleh
perubahan fisik telur yang mengalami proses oksidasi lemak yang dapat
meningkatkan nilai TBA.
Hasil uji beda nyata LSD menunjukkan bahwa nilai TBA pada perlakuan
lama fermentasi 0 hari berbeda nyata dengan fermentasi 2 hari dan fermentasi 4
hari, sedangkan fermentasi 2 hari tidak berbeda dengan fermentasi 4 hari. Hal ini
terjadi karena adanya hubungan antara nilai TBA dengan aktivitas antioksidan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada fermentasi 2 hari
sama dengan fementasi 4 hari. Nawar (1996) menyatakan nilai absorbansi
28
Thiobarbituric Acid (TBA) untuk mengetahui kemampuan antioksidan dalam
menghambat laju reaksi terminasi pada proses oksidasi lipid.
Uji Kadar Lemak
Hasil Uji kadar lemak pada telur infertil hasil afkir industri penetasan
dengan lama fernentasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Persentase lemak pada telur infertil hasil afkir industri penetasan
dengan lama fermentasi yang berbeda
Persentase lemak pada telur infertil hasil afkir industri penetasan
berpengaruh sangat nyata menurun sejalan dengan bertambahnya lama fermentasi
berturut-turut 0 hari 11,5598 ± 0,81%, 2 hari 10,6586 ± 0,30% dan 4 hari 11,1094
± 0,10%. Penurunan kadar lemak terjadi diduga karena aktivitas bakteri serta lama
penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ketaren (1986). Ketengikan
(rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan bau dan flavor dalam lemak atau
bahan pangan berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam lemak,
dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu: 1). Absorbsi bau oleh lemak, 2). Aksi oleh
enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak, 3). Aksi mikroba dan 4). Oksidasi
oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan
29
tersebut. Menurut Gordon (1990) Mekanisme oksidasi lemak dipengaruhi kondisi
oksidasi, yaitu temperatur, katalis, tipe asam lemak, distribusi dan bentuk ikatan
ganda, serta jumlah oksigen yang tersedia.
Fermentasi 0 hari mengandung rata 11, 55 % namun pada fermentasi 2
dan 4 hari mengalami penurunan sekitar 0.4 % - 0.8 %. Jumlah penurunan lemak
ini lebih rendah di bandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani
dan Sustriawan (2012) fermentasi dengan bakteri L. plantarum pada minuman
okara selama 48 jam dapat menurunkan lemak sekitar 8,84 % .
Rendahnya penurunan lemak dalam bahan tersebut diduga karena adanya
peningkatan aktivitas antioksidan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2002)
bahwa kecepatan oksidasi tergantung pada jenis asam lemaknya, adanya antioksidan,
prooksidan (katalis) dan faktor-faktor lainnya.
Hasil uji beda nyata LSD menunjukkan bahwa kadar lemak pada
perlakuan lama fermentasi 0 hari berbeda nyata dengan fermentasi 2 hari dan
fermentasi 4 hari, sedangkan fermentasi 2 hari tidak berbeda dengan fermentasi 4
hari. Hal ini terjadi di duga karena jumlah kadar lemak pada telur tersebut telah
terurai secara optimal pada lama fermentasi 2 hari, sehingga jumlah kadar lemak
yang terombak tidak berubah pada lama fermentasi 4 hari. Hal ini sesuai dengan
pendapat Setioningsih, dkk., (2004) Lactobacillus plantarum dapat mengurai
bahan kompleks seperti karbohidrat, lemak dan protein dalam suatu bahan dalam
waktu 48 jam.
Hubungan antara Aktivitas Antioksidan dan Konsentrasi Antioksidan
30
Hasil penelitian (Gambar 8) menunjukkan adanya hubungan yang berbanding
terbalik antara aktivitas antioksidan dan konsentrasi antioksidan dengan lama
fermentasi yang berbeda.
Gambar 8. Hubungan antara Aktivitas Antioksidan dan Konsentrasi Antioksidan
Aktivitas antioksidan semakin meningkat sedangkan konsentrasi
antioksidan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya lama fermentasi.
Menurut, Tristanto, dkk. (2014); dan Molyneux (2004) bahwa semakin besar
konsentrasi antioksidan mengakibatkan aktivitas antioksidan semakin kecil.
antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau
lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam. Semakin tinggi konsentrasi antioksidan semakin padat molekul,
sehingga elektron dari antioksidan tersebut tidak dapat bereaksi dengan radikal
bebas.
Konsentrasi yang lebih rendah dari antioksidan mengakibatkan aktivitas
antioksidan yang lebih tinggi. Konsentrasi antioksidan pada telur ayam kampung
lebih tinggi dibandingkan ayam ras karena kandungan proteinnya tinggi, tetapi hal
tersebut mengakibatkan aktivitas antioksidan menjadi lebih rendah (Nahariah,
31
dkk., 2014). Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh
pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik
sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Anggraini, 2007).
Hubungan antara Aktivitas Antioksidan dan Nilai TBA
Hasil penelitian (Gambar 9) menunjukkan adanya hubungan yang berbanding
terbalik antara aktivitas antioksidan dan nilai TBA dengan lama fermentasi yang
berbeda.
Gambar 9. Hubungan antara Aktivitas Antioksidan dan Nilai TBA
Aktivitas antioksidan semakin meningkat sedangkan nilai TBA semakin
menurun sejalan dengan bertambahnya lama fermentasi. Menurut (Karseno, dkk.,
2013) malonaldehid berbanding terbalik terhadap aktivitas antioksidan. Semakin
tinggi nilai absorbansi berarti aktivitas antioksidannya semakin rendah.
Malonaldehid (MDA) adalah salah satu senyawa aldehid yang dihasilkan dari
reaksi oksidasi lemak. Nilai malonaldehid diperoleh dengan melakukan
pengujian menggunakan Thiobarbituric Acid (TBA) untuk mengetahui
32
kemampuan antioksidan dalam menghambat laju reaksi terminasi pada proses
oksidasi lipid. Malonaldehid memiliki rumus kimia CH2(CHO)2 (Zakaria, 1996).
Menurut Nawar (1996) mekanisme pembentukan malonaldehid yaitu
pada saat reaksi inisiasi atom H pada gugus metilen asam lemak yang teroksidasi
akan lepas. Kemudian radikal lipid akan terkonjugasi dan akan bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksil, serta bereaksi dengan asam lemak
yang lain dan akhirnya akan terjadi pemutusan pada gugus terkonjugasi disertai
terbentuknya radikal lipid yang lain.
Hubungan antara Nilai TBA dengan Kadar Lemak
Hasil penelitian (Gambar 10) menunjukkan adanya hubungan yang
berbanding lurus antara nilai TBA dan kadar lemak dengan lama fermentasi yang
berbeda.
Gambar 10. Hubungan antara Nilai TBA dengan Kadar Lemak
Kadar lemak berbanding lurus dengan nilai TBA yaitu semakin menurun
nilai TBA semakin menurun pula kadar lemak sejalan dengan bertambahnya lama
fermentasi. Thiobarbituric Acid (TBA) untuk mengetahui kemampuan
33
antioksidan dalam menghambat laju reaksi terminasi pada proses oksidasi
lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Mudawaroch dan sulfanita (2012) bahwa
sifat antioksidan dapat menunda atau menghambat oksidasi lemak. Terhambatnya
oksidasi lemak akan menunjukkan penurunan nilai TBA.
34
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah
dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada telur infertil hasil afkir
industri penetasan terjadi peningkatan aktivitas antioksidan serta penurunan
konsentrasi antioksidan, nilai TBA dan persentase lemak sejalan dengan
peningkatan lama fermentasi, namun tidak ada perbedaan antara lama fermentasi
2 hari dan 4 hari.
Saran
Untuk meningkatkan aktivitas antioksidan pada telur infertil hasil afkir
industri penetasan sebaiknya melakukan fermentasi selama 2 hari.
35
DAFTAR PUSTAKA
Afriani. 2010. Pengaruh penggunaan starter bakteri asam laktat Lactobacillus
plantarum dan Lactobacillus fermentum terhadap total bakteri asam
laktat, kadar asam dan nilai pH dadih susu sapi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan Mei. 8(6) : 279-285.
Amic, D., D.A Dusanka, D. Beslo dan Trinasjtia. 2003. Structure-radical
scavenging activity relationships of flavonoids. Croatia Chem Acta.
76(1): 55-61.
Anggraini, A. 2007. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Antioksidan Terhadap
Ketahanan Oksidasi Biodiesel dari Jarak Pagar (Jatropha curcas).
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Teknologi Bogor. Bogor.
Anonim. 2009. Lactobacillus plantarum. http:// microbewiki. kenyon.edu/ index.
php/lactobacillus_plantarum_and_its_biological_implications.html.
Diakses : 24 November 2014.
Asih, N. H. F. 2010. Kualitas Sensoris dan Antioksidan Telur Asin dengan
Penggunaan Campuran KCl dan Ekstrak Daun Jati. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Barlow, S.M. 1990. Toxicological aspect of antioxidants used as food additives.
In Food Antioxidants, Hudson BJF (ed.) Elsevier, London. Hal 253-307.
Bertrand. P, C.P Ting, Y. Mine, L.R. Juneja , T. Okubo, S. F. Gauthier and Y.
Pouliot. 2011. Comparative composition and antioxidant activity of
peptide fractions obtained by ultrafiltration of egg yolk proteinmenzymatic
hydrolysates. 1, 149-161; doi:10.3390/membranes1030149
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton.1987. Ilmu Pangan.
Universitas Press. Jakarta.
Chu, S., C. Chen. 2006. Effects of origins and fermentation time on the
antioxidant activities of kombucha. Food Chemistry. 98 : 502–507.
Cuendet. M, K. Hostettmann and O. Potteral. 1997. Flavonoids with Free
Radical Scavenging from Fagrae blumei. Helvetiva Chemica Acta.
(80). pp. 1144-1152
Darwis, A. A. dan E. Sukara. 1989. Teknologi Mikrobial. Pusat antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Delgado, A., D. Brito, P. Fevereiro, C. Peres, and J.F. Marques. 2001.
Antimicrobial activity of L. plantarum, isolated from a traditional lactic
acid fermentation of table olives. INRA, EDP Science. 81 (1): 203-215.
36
Ðordevic, M. T., S. S. Šiler-Marinkovic , S. I. Dimitrijevic´-Brankovic. 2009.
Effect of fermentation on antioxidant properties of some cereals and
pseudo cereals. Food Chemistry. 119 : 957–963.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Garfindo Pesada.
Jakarta.
Febrina. R. N. R. 2012. Pengaruh Tingkat Penambahan Nanas (Ananas comosu)
dan Lama Penyimpanan terhadap Tingkat Oksidasi Lemak dan Perubahan
Kualitas Dendeng Giling Daging Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Gaspersz, V.1991. Metode Rancangan Percobaan. Armico. Bandung.
Giorgio, P. 2000. Flavonoid an antioxidant. Journal National Product. 63:1035-
1045.
Gordon MH. 1990. The Mechanism of antioksidant Activity In Vitro. Di dalam:
BJF Hudson (ed). Food Antioxidants. London: Elseviere Appl Sci.
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil – Hasil Olahan : Susu, Ikan, Daging, dan Telur.
Liberty. Yogyakarta.
Handayani. I dan B. Sustriawan. 2012. Potensi Lactobacillus acidophillus dan
Lactobacillus plantarum untuk penurunkan kolesterol pada minuman
probiotik okara. Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 12 Nomor 1, hal
56 – 64
Haryoto. 1993. Pengawetan Telur Segar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Indarwati, A. R., S. Kumalaningsih, dan Wignyanto. 2010. Penambahan
konsentrasi bakteri Lactobacillus plantarum dan waktu perendaman pada
proses pembuatan tempe probiotik. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.
Jawet, Melnick, dan Adelberg’s. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba
Medica. Jakarta
Jenie, S. L. dan S. E. Rini. 1995. Aktivitas antimikroba dari beberapa spesies
lactobacillus terhadap mikroba patogen dan perusak makanan. Buletin
Teknologi dan Industri Pangan. 7(2) : 46-51.
Karseno, I. Handayani, R. Setyawati. 2013. Antioxidant activity and stabilty of
pigment extracted from algae Oscillatoria sp. Agritech, Vol. 33, No. 4
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press.
Kusuma, D. 2006. Identifikasi dan karakterisasi antioksidan dari jus aloe
chinensis dan evaluasi potensi aloe-emodin sebagai antifotooksidan
37
dalam sistem asam linoleat. Disertasi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Molin, G. 2010. Lactobacillus plantarum HEAL19. J. Appl. Microbiol., 85, 88-94
Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical dyphenylpicrylhydrazil
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Journals of Science and
Technology. 26:211-219.
Mudawaroch. R. E dan zulfanita. 2012. Kajian berbagai macam antioksidan alami
dalam pembuatan sosis. Surya Agritama Volume I Nomor 1.
Nahariah, A. M. Legowo, E. Abustam, A. Hintono, Y. B. Pramono, dan F. N.
Yuliati. 2013. Kemampuan tumbuh bakteri Lactobacillus plantarum pada
putih telur ayam ras dengan lama fermentasi yang berbeda. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Peternakan. 3(1) : 33-39.
Nahariah, A.M Legowo, E. Abustam, A. Hintono, P. Bintoro dan Y.B. Pramono.
2014. Endogeneous antioxidant activity in the egg whites of various types
of local poultry eggs in South Sulawesi, Indonesia. Int. J. Poultry Science.
13(1):21-25. ISSN: 1626-8356.
Nawar, W. (1996). Lipids Food Chemistry. hal 279-288. Marcel Dekker Inc.,
New York.
Ningrum, E. M., M. I. Said, dan M. Hatta. 2013. Pengaruh penggunaan daging
buah semu jambu mete dan telur infertil sebagai bahan dasar pembuatan
abon telur. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Nirmalaratne, C., D.L. Lutz, A. Schieber and J.Wu. 2011. Free aromatic amino
acids in egg yolk show antioksidan properties. Food Chemistry. 129: 155-
161.
Pelczar, M. J. dan E.C.S. Chan. 2008, Dasar-Dasar Mikrobiologi 2, UI Press.
Jakarta.
Pokorny, J., N. Yanishlieva, and M. Gordon. 2001. Antioxidant in Food. CRC
Press Cambridge. England.
Pourmourad, F., S.J Hosseinimehr and N. Shahabimajd. 2006. Antioxidant
activity, phenol and flavonoid contents of some selected iranian
medicinal plants. African J. Biotechnology. 5(11) : 1142-1145.
Pramono, Y. B., E. Harmayani, dan T. Utami. 2003. Kinetika pertumbuhan
Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus sp pada media MRS cair.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14(1) : 46-50.
38
Primurdia, E.G. 2014. Antioxidant Activity of Probiotic Drink From Dates
Extract (Phoenix dactilyfera L.) With the Isolates of L. plantarum and L.
casei. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.3 p.98-109
Rostini, I. 2007. Peranan bakteri asam laktat (Lactobacillus plantarum) terhadap
masa simpan filet nila merah pada suhu rendah. Laporan Penelitian.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Salunkhe D.K and S.S. Kadam . 1990. Handbook of World Food Legumes:
Nutritional Chemistry, Processing Technology And
Utilization.Vol.1.CRC Press.
Sarastani, D., S.T. Soekarto, T.R. Muchtadi, D. Fardiaz dan A. Apriyanto. 2002.
Aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak biji atung.
JurnalTeknologi dan Industri Pangan. 8(2): 149-156.
Setioningsih E., R. Setyaningsih, A. susilowati. 2004. Pembuatan minuman
probiotik dari susu kedelai dengan inokulum Lactobacillus casei,
Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus acidophilus. Bioteknologi 1
(1): 1-6.
Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarlim, R., H. Setiyanto, dan M. Poeloengan. 2007. Pengaruh kombinasi starter
bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus dan
Lactobacillus plantarum terhadap sifat mutu susu fermentasi. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Besar Pertanian
Veteriner. Bogor.
Sunarni, T. 2005. Aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas beberapa
kecambah dari biji tanaman familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi
Indonesia. 2(2): 53-61.
Suprapti, L.M, 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin Tepung Telur dan Telur
Beku, Kanisius, Yogyakarta.
Suriawiria, U. 1983. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung.
Surrai P.F. 2003. Natural antioksidans in avian nutritions and reproduction.
Nottingham University Press. Nottingham. ISBN: 1-897676-95-6
Takashi, Miyake and S. Takayumi. 1997. Antioxidant activities of natural
compoundfound in plants. J. Agric. Food. Chem. 45(5): 1819–1822.
Tamine, A. Y. and Robinson, 1985. Yogurt: Science and Technology. Pergamon
Press Ltd: Cambridge, England.
39
Tristanto. R, M. A Putri, A. P. Situmorang dan Suryanti. 2014. Optimalisasi
pemanfaatan daun lamun thalassia hemprichii sebagai sumber antioksidan
alami. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 10 No.1 : 26-29
Vermerris, W and R. Nicholson. 2006. Phenolic Compound Biochemistry.
Publisher Springer. Netherlands. Hal. 88-90.
Wasito dan E. S. Rohaeni. 1994. Beternak Itik Alabio. Kanisius. Yogyakarta.
Winarno, F. G. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. M-
Brio Press. Bogor.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
Yan, J., J. Mau, P. Ko, L.Huang. 2000. Antioxidant properties of fermented
soybean broth. Food Chemistry. 71 : 249-254.
Zakaria, F.R. (1996). Sintesis senyawa radikal dan elektrofil dalam dan oleh
komponen pangan. Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem
Pangan: Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan dan
Penangkalan, 37.153-161.
Zubaidah dan M. Irawati. 2010. Pengaruh penambahan kultur (Aspergillus niger,
Lactobacillus plantarum) dan lama fermentasi terhadap karakteristik
mocaf. Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Zubaidah, E, N. Aldina, dan F.C. Nisa. 2010. Studi aktivitas antioksidan bekatul
dan susu skim terfermentasi bakteri asam laktat probiotik (Lactobacillus
plantarum dan Lactobacillus casei). Universitas Brawijaya Jl. Veteran –
Malang. Jurnal Teknologi Pertanian 11 (1): 11-17.
40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis sidik ragam pengaruh lama fermentasi terhadap aktivitas
antioksidan telur infertil afkir industri penetasan
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:DPPH
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 393.453a 2 196.726 26.208 .000
Intercept 134021.799 1 134021.799 1.785E4 .000
perlakuan 393.453 2 196.726 26.208 .000
Error 90.076 12 7.506
Total 134505.328 15
Corrected Total 483.529 14
a. R Squared = .814 (Adjusted R Squared = .783)
Multiple Comparisons
Dependent Variable:DPPH
(I)
perlaku
an
(J)
perlaku
an
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD F0 F2 -9.3080* 1.73278 .000 -13.0834 -5.5326
F4 -11.9380* 1.73278 .000 -15.7134 -8.1626
F2 F0 9.3080* 1.73278 .000 5.5326 13.0834
F4 -2.6300 1.73278 .155 -6.4054 1.1454
F4 F0 11.9380* 1.73278 .000 8.1626 15.7134
F2 2.6300 1.73278 .155 -1.1454 6.4054
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 7.506.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
41
Lampiran 2. Analisis sidik ragam pengaruh lama fermentasi terhadap nilai TBA
telur infertil afkir industri penetasan
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:TBA
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .003a 2 .002 6.952 .010
Intercept .077 1 .077 308.942 .000
perlakuan .003 2 .002 6.952 .010
Error .003 12 .000
Total .083 15
Corrected Total .006 14
a. R Squared = .537 (Adjusted R Squared = .460)
Multiple Comparisons
Dependent Variable:TBA
(I)
perlaku
an
(J)
perlaku
an
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD F0 F2 .011660 .0099698 .265 -.010062 .033382
F4 .036400* .0099698 .003 .014678 .058122
F2 F0 -.011660 .0099698 .265 -.033382 .010062
F4 .024740* .0099698 .029 .003018 .046462
F4 F0 -.036400* .0099698 .003 -.058122 -.014678
F2 -.024740* .0099698 .029 -.046462 -.003018
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .000.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
42
Lampiran 3. Analisis sidik ragam pengaruh lama fermentasi terhadap konsentrasi
antioksidan telur infertil afkir industri penetasan
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kon_antioks
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.030a 2 1.015 4.006 .046
Intercept 1851.237 1 1851.237 7.305E3 .000
perlakuan 2.030 2 1.015 4.006 .046
Error 3.041 12 .253
Total 1856.309 15
Corrected Total 5.071 14
a. R Squared = .400 (Adjusted R Squared = .300)
Multiple Comparisons
Dependent Variable:kon_antioks
(I)
perlaku
an
(J)
perlaku
an
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD F0 F2 .90120* .318384 .015 .20750 1.59490
F4 .45040 .318384 .183 -.24330 1.14410
F2 F0 -.90120* .318384 .015 -1.59490 -.20750
F4 -.45080 .318384 .182 -1.14450 .24290
F4 F0 -.45040 .318384 .183 -1.14410 .24330
F2 .45080 .318384 .182 -.24290 1.14450
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .253.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
43
Lampiran 4. Analisis sidik ragam pengaruh lama fermantasi terhadap kadar lemak
telur infertil afkir industri penetasan
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:uji_lemak
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 6.504a 2 3.252 29.428 .000
Intercept 1464.611 1 1464.611 1.325E4 .000
perlakuan 6.504 2 3.252 29.428 .000
Error 1.326 12 .111
Total 1472.442 15
Corrected Total 7.830 14
a. R Squared = .831 (Adjusted R Squared = .802)
Multiple Comparisons
Dependent Variable:uji_lemak
(I)
perlaku
an
(J)
perlaku
an
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD F0 F2 1.1460* .21025 .000 .6879 1.6041
F4 1.5560* .21025 .000 1.0979 2.0141
F2 F0 -1.1460* .21025 .000 -1.6041 -.6879
F4 .4100 .21025 .075 -.0481 .8681
F4 F0 -1.5560* .21025 .000 -2.0141 -1.0979
F2 -.4100 .21025 .075 -.8681 .0481
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .111.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
44
Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan
1. Preparasi sampel
1.a. Sterilisasi telur dengan PCR Hood 1.b. penambahan kultur kerja
1.c. Fermentasi sampel 1.d. Sampel telur hasil fermentasi
45
2. Uji DPPH
2.a. pengenceran sampel 2.b. sampel dihomogenkan
2.c. Penambahan larutan DPPH 2.d. Sampel
2.e. hasil aktivitas antioksidan pada spektrofotometer
46
3. Uji TBA
3.a. Destilasi sampel 3.b. penambahan reagen TBA
3.c. Sampel dimasukkan kedalam waterbath 3.d. Uji TBA
3.e. Hasil uji TBA
RIWAYAT HIDUP
Rajma Fastawa, lahir pada tanggal 24 Juli 1993 di Sinjai,
Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Abd. Rajab dan Ibu Djamilah.
Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh Penulis
Sekolah Dasar di SDN 183 Lembanna lulus tahun 2005. Kemudian penulis
melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Sinjai Barat lulus pada tahun 2008,
kemudian melanjutkan sekolah di Sekolah Pembangunan Pertanian (Snakma)
Negeri Rappang, lulus pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan SMA, penulis
diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makasssar. Selama kuliah penulis aktif sebagai asisten Laboratorium
ilmu produksi ternak unggas dan Ilmu Kesehatan Ternak. Penulis juga aktif
sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak Universitas
Hasanuddin (HIMATEHATE_UH).