POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL GANGGANG …digilib.unila.ac.id/56788/3/SKRIPSI FULL TANPA BAB...

79
POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL GANGGANG MERAH (Eucheuma cottonii L.), LAMUN (Enhalus acoroides L.) DAN TAURIN TERHADAP RESPON HISTOPATOLOGI SERTA KADAR MALONDIALDEHID OTAK MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI GLIFOSAT (Skripsi) Oleh WINDA YULIA NINGTYAS FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Transcript of POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL GANGGANG …digilib.unila.ac.id/56788/3/SKRIPSI FULL TANPA BAB...

i

POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL GANGGANG MERAH

(Eucheuma cottonii L.), LAMUN (Enhalus acoroides L.) DAN TAURIN

TERHADAP RESPON HISTOPATOLOGI SERTA KADAR

MALONDIALDEHID OTAK MENCIT (Mus musculus L.)

YANG DIINDUKSI GLIFOSAT

(Skripsi)

Oleh

WINDA YULIA NINGTYAS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

ii

ABSTRACT

ANTIOXIDANT POTENTIAL OF MACROALGAE EXTRACT (Eucheuma

cottonii L.), SEAGRASS EXTRACT (Enhalus acoroides L.) AND TAURINE

ON HISTOPATHOLOGY AND MALONDIALDEHYDE LEVELS OF

MICE (Mus musculus L.) BRAIN INDUCED BY GLYPHOSATE

By

Winda Yulia Ningtyas

Glyphosate is a widely used organophosphate herbicide. The use of glyphosate

leaves a residue that can danger the farmers and consumers because it can trigger

oxidative stress. The aim of this study was to investigate the protective role of

seagrass (Enhalus acoroides L.) extract, macroalgae (Eucheuma cottonii L.) extract

and taurine to histopathological response and malondialdehyde (MDA) levels of

mice brain against glyphosate. The Deutschland Denken Yoken (DDY) strains mice

were randomly divided into five groups for 7 and 14 days treatment : Group I

received food and drink until the end of the study, Group II received glyphosate at

a dose of 13,225mg/BW/each 2 days until the end of the study, Group III received

seagrass extract (8,4mg/BW/day) and glyphosate, Group IV received red algae

extract (15,86mg/BW/day) and glyphosate, Group V received taurine

(15,6mg/BW/day) and glyphosate. The results showed that the administration of

both methanol extract of seagrass, red algae, and also taurine were able to restore

brain tissue of male mice from damage caused by glyphosate induction (p<0.05).

Keywords: antioxidant, glyphosate, red algae, seagrass, and taurine

iii

ABSTRAK

POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL GANGGANG MERAH

(Eucheuma cottonii L.), LAMUN (Enhalus acoroides L.) DAN TAURIN

TERHADAP RESPON HISTOPATOLOGI SERTA KADAR

MALONDIALDEHID OTAK MENCIT (Mus musculus L.)

YANG DIINDUKSI GLIFOSAT

Oleh

Winda Yulia Ningtyas

Glifosat adalah herbisida organopospat yang banyak digunakan di dunia.

Penggunaan glifosat meninggalkan residu yang dapat meracuni petani maupun

konsumen karena dapat memicu terjadinya stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan

untuk menguji potensi antioksidan dari ekstrak metanol lamun (Enhalus acoroides

L.) dan alga merah (Eucheuma cottonii L.) serta taurin pada mencit jantan (Mus

musculus) yang diinduksi glisofat yang dilihat pada kadar malondialdehyde (MDA)

serta jaringan otak. Hewan uji yang digunakan yaitu 25 ekor mencit jantan galur

Deutschland Denken Yoken (DDY) berumur 3-4 bulan dengan berat badan 30-35

gram yang didapat dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV),

Lampung. Mencit dibagi dalam 5 kelompok perlakuan 7 dan 14 hari dengan:

(Kelompok 1) diberi pakan dan minum hingga akhir penelitian, (Kelompok 2)

diinduksi glifosat 13,225 mg/35mgBB/2 hari secara intraperitonial (IP), (Kelompok

3) diinduksi lamun 8,4 mg/35mgBB/hari dan glifosat, (Kelompok 4) diinduksi alga

merah 15,96 mg/BB/hari dan glifosat (Kelompok 5) diinduksi taurin 15,6

iv

mg/35mgBB/hari dan glifosat. Pemberian ekstrak metanol lamun, alga merah, dan

taurin mampu memulihkan kembali jaringan otak mencit jantan dari kerusakan

akibat induksi glisofat (p<0.05).

Kata kunci : antioksidan, lamun, ganggang merah, glifosat, dan taurine.

vi

POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL GANGGANG MERAH

(Eucheuma cottonii L.), LAMUN (Enhalus acoroides L.) DAN TAURIN

TERHADAP RESPON HISTOPATOLOGI SERTA KADAR

MALONDIALDEHID OTAK MENCIT (Mus musculus L.)

YANGDIINDUKSI GLIFOSAT

Oleh

WINDA YULIA NINGTYAS

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Menggala, pada tanggal 25 Juli 1997. Penulis merupakan

anak bungSu dari dua bersaudara oleh pasangan Bapak Sarman dan Ibu Supami.

Penulis mulai menempuh pendidikannya di Taman Kanak-Kanak Swasembada,

selanjutnya menempuh Sekolah Dasar di SD 02 Cempaka Jaya. Kemudian penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Banjar Agung

pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas

Negeri 01 Pagar Dewa pada tahun 2012.

Penulis melanjutkan jenjang pendidikan perguruan tinggi di Unversitas Lampung

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun

2015 melalui seleksi SBMPTN. Selama menjadi mahasiswa di Jurusan Biologi

FMIPA Unila, Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Sistem

Perkembangan Hewan (SPH).

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan Januari-Maret 2018

di Desa Guring, Kecamatan Pematang sawa, Kabupaten Tanggamus dan

melaksanakan Kerja Praktik di Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Laboratorium

Agronomi untuk Evaluasi Produk Bioteknologi, Cibinong pada bulan Agustus-

September 2018 dengan judul penelitian “Analisis Keanekaragaman Garut

(Marantha arundinaceae L.) M3 Menggunakan Metode Random Amplified

Polimorphic DNA (RAPD)”.

x

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan Rejeki, Rahmat,

Ridho, dan Karunia-Nya yang tak hentinya Dia berikan,

Kupersembahkan karyaKU ini untuk :

Kedua orangtua ku tercinta yang senantiasa memberi kasih

sayangnya, atas doa yang dipanjatkan pada sang khalik, yang

selalu menyemangati dan mendukung dalam setiap jalan

hidupku

kakak-kakakku yang mendidik ku dengan baik, yang memberi

dukungan dan semangat dan juga menjadi penghibur diwaktu

yang berat

Bapak dan Ibu Dosen yang selalu memberikanku ilmu yang

bermanfaat dan mengisi pengetahuan ku akan hal baru

Teman-teman yang selalu memotivasi, mendengar keluh kesah,

dan tempat berbagi pengalaman

serta Almamaterku tercinta.

xi

MOTTO

Go study with supportive people rather than competitive people. -Anonymous-

Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,

Sesunggungnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. -QS Al Insyiash 5-6

Karunia Allah yang paling lengkap adalah kehidupan yang didasarkan

pada ilmu pengetahuan. -Ali bin Abi Thalib-

You dont need to be as good as everyone else,

just be the best version of yourself -@adimpil-

xii

SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan segala

bentuk nikmat hidup serta rahmat dan hidayah, sholawat beriring salam semoga

senantiasa tercurah kepada pemimpin, murrobbi serta guru kita sepanjang zaman

Nabi besar Muhammad SAW. Penulis telah menyelesaikan skripsi berjudul

“Potensi Antioksidan Ekstrak Lamun (Enhalus acoroides L.), Ganggang

Merah (Eucheuma cottonii L.) dan Taurin Terhadap Respon Histopatologi

Serta Kadar Malondialdehid Otak Mencit (Mus musculus L. ) yang

Diinduksi Glifosat”. Penelitian ini merupakan sebagian dari penelitian Pusat

Penelitian dan Pengembangan Pesisir dan Kelautan LPPM , Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang telah berperan memberikan bantuan, bimbingan, kritik dan saran

hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini:

1. Kedua orangtua serta kakak-kakak ku tercinta yang selalu memberikan doa,

dukungan, motivasi, didikan, serta kasih sayang kepada penulis dalam setiap

langkah hidup penulis

2. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D. selaku Dosen Pembimbing 1 penulis

atas kesediaannya memberikan bimbingan, ilmu, saran, dan pengarahan,

selama masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian, dan penyusunan skripsi

xiii

3. Ibu Prof. Dr. Ida Farida Rivai selaku pembimbing 2, atas segala waktu yang

diluangkan, ilmu, nasihat serta bimbingan terhadap penulis

4. Bapak Dr. Gregorius Nugroho Susanto, M.Sc. selaku pembahas atas saran,

pengetahuan serta bimbingan yang diberikan pada penulis

5. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Suratman Umar, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik

penulis serta selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Lampung

7. Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si., Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Lampung

8. Ibu Dr. Emantis Rosa, M.Biomed. selaku Kepala Laboratorium Biologi

Molekuler dan Mbak Nunung Cahyawati, A.Md. selaku Laboran yang telah

mengizinkan dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di

Laboratorium biomolekuler, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Lampung

9. Seluruh dosen jurusan Biologi FMIPA Universitas lampung, atas ilmu yang

telah diberikan selama masa perkuliahan

10. Ibu Arum dan Ibu Ari dari laboratorium Bakteriologi Balai Penyidikan dan

Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung atas bantuan

serta arahan kepada penulis dalam pelaksaan penelitian

11. Mba Iffa Afiqa Khairani, Mba Riska Rifianti, Mba Wulan Ayu, dan Kak

Yogi Kurnia, terima kasih telah banyak memberikan ilmu dan bantuan dalam

pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi penulis

12. Teman seperjungan Biomol Squad Lili Utami, Yonathan Cristiyanto,

Noufallia Fikri Arra, Sri Rahmaning Tiyas, Tia Annisa, dan Inas Fadilah atas

xiv

dukungan serta canda tawa nya selama perkuliahan, penelitian dan juga

penyusunan skripsi

13. Sahabatku tercinta (Caluling Inc.) Siti Mardianna, Sri Rahmaning Tiyas, Tia

Annisa, Nouvallia Fikri Arra, Inas Fadilah, Yunita, Sundari Ayu Oktalia,

Dewi larasati dan Nada Risa Zain atas dukungan, semangat, nasihat ,

kerjasama, do’a, tempat berbagi cerita dan pengalaman serta terimakasih telah

menjadi sahabat terbaik penulis

14. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) Desa Guring, terimakasih atas

dukunganya

15. Kepada teman-teman Biologi angkatan 2015, terimakasih atas semangat serta

kekeluargaannya yang telah terjalin selama ini

16. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

memberikan penulis dukungan, semangat berbagai kritik dan saran.

Semoga kebaikan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan dari

Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam

penyusunan skripsi ini, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan

pengetahuan kepada setiap orang yang membacanya.

Bandar Lampung, 12 April 2019

Penulis,

Winda Yulia Ningtyas

xv

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN ................................................................................ i

ABSTRACT ........................................................................................... ii

ABSTRAK ............................................................................................. iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................. v

HALAMAN JUDUL DALAM ............................................................... vi

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... vii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ viii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................ ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ x

MOTTO ................................................................................................. xi

SANWACANA ...................................................................................... xii

DAFTAR ISI .......................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xviii

DAFTAR TABEL .................................................................................. xx

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian........................................................................ 6

E. Kerangka Pikir ............................................................................. 6

F. Hipotesis ...................................................................................... 8

xvi

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Radikal Bebas .............................................................................. 9

1. Pengertian radikal bebas ......................................................... 9

2. Jenis radikal bebas .................................................................. 9

3. Jenis ROS ............................................................................... 10

B. Stres Oksidatif .............................................................................. 12

1. Pengertian stres oksidatif ........................................................ 12

2. Kondisi Patologis Akibat Stres Oksidatif ................................ 13

C. Antioksidan .................................................................................. 14

1. Pengetian antioksidan ............................................................. 14

2. Mekanisme Pertahanan Antioksidan ....................................... 15

D. Biologi Ganggang Merah ............................................................. 18

1. Klafikasi Gangangang Merah ................................................... 18

2. Deskripsi Tumbuhan Ganggang Merah ..................................... 19

3. Kandungan Senyawa Bioakif Ganggang Merah ........................ 20

E. Biologi lamun ............................................................................... 22

1. Klasifikasi Tumbuhan Lamun .................................................. 22

2. Deskripsi Tumbuhan Lamun .................................................... 23

3. Kandungan Bioaktif Lamun ..................................................... 23

F. Taurin .......................................................................................... 24

G. Glifosat ........................................................................................ 25

H. Biologi Mencit ............................................................................. 27

I. Peroksidasi lipid ........................................................................... 28

1. Pengertian Peroksidasi Lipid .................................................... 28

2. Mekanisme Peroksidasi Lipid ................................................... 29

J. Anatomi Otak ............................................................................... 31

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ....................................................................... 34

B. Alat dan Bahan ............................................................................. 34

C. Metode ......................................................................................... 35

1. Rancangan Percobaan ............................................................. 35

2. Populasi dan Sampel ............................................................... 36

D. Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 36

1. Persiapan Hewan Uji .............................................................. 36

2. Persiapan Bahan Uji ............................................................... 37

2.1 Persiapan Ekstrak ................................................................... 37

2.2 Persiapan Taurine ................................................................... 38

2.3 Uji Fitokimia .......................................................................... 38

2.4 Induksi Glifosat ...................................................................... 39

2.5 Pemberian Ekstrak .................................................................. 40

2.6 Pemberian Taurin ................................................................... 40

xvii

2.7 Pengamatan Berat Badan ........................................................ 40

2.8 Pembuatan Preparat Histologi ................................................. 41

2.9 Pengukuran Kadar MDA ........................................................ 43

3. Diagram Alir .......................................................................... 45

4. Parameter Uji ......................................................................... 46

5. Analisis Data .......................................................................... 46

IV. PEMBAHASAN

A. Uji Fitokimia ................................................................................ 47

B. Rerata Berat Badan Mencit ........................................................... 51

C. Rerata Berat Basah Organ Otak .................................................... 55

D. Rerata Indeks Berat Organ Otak .................................................. 58

E. Rerata Kadar MDA Otak .............................................................. 59

F. Pengamatan Histopatologi Jaringan Otak...................................... 65

1. Rerata Kerusakan Sel Otak Mencit Perlakuan 7 dan 14 Hari .. 65

2. Gambaran Histopatologi Setiap Kelompok ............................ 67

a. Histopatologi Otak Kelompok Normal (K1) ..................... 67

b. Histopatologi Otak Kelompok Positif (K2) ...................... 70

c. Histopatologi Otak Kelompok lamun(K3) ........................ 73

d. Histopatologi Otak Kelompok Ganggang Merah (K4) ...... 76

e. Histopatologi Otak Kelompok Taurin (K5) ...................... 78

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Mekanisme Kerja Antioksidan Endogen Enzimatik ................. 15

Gambar 2. Eucheuma cottonii basah dan kering ....................................... 19

Gambar 3. Enhalus acoroides ................................................................. 22

Gambar 4. Struktur Kimia Taurin ............................................................. 25

Gambar 5. Rumus Bangun Glifosat .......................................................... 26

Gambar 6. Mencit yang digunakan ........................................................... 28

Gambar 7. Tahap-tahap peroksidasi lemak ............................................... 30

Gambar 8. Reaksi MDA dengan TBA ..................................................... 31

Gambar 9. Susunan saraf pusat serta pembagiannya ................................. 33

Gambar 10. Mekanisme Pembuatan Ekstrak ........................................... 37

Gambar 11. Diagram Alir Penelitian ....................................................... 45

Gambar 12. Reaksi dugaan flavonoid dan serbuk Mg ............................... 49

Gambar 13. Reaksi dugaan antara tannin dan FeCl3 ....................................................... 49

Gambar 14. Rerata berat badan mencit antar kelompok perlakuan 7 hari .. 51

Gambar 15. Rerata berat badan mencit antar kelompok perlakuan 14 hari 53

Gambar 16. Rerata berat basah organ otak mencit perlakuan 7 hari .......... 55

Gambar 17. Rerata berat basah organ otak mencit perlakuan 14 hari ........ 56

Gambar 18. Rerata Indeks Berat Organ Otak............................................ 58

Gambar 19. Rerata kadar MDA otak mencit perlakuan 14 hari ................. 59

Gambar 20. Rerata kerusakan sel otak mencit perlakuan 7 dan 14 hari .... 65

Gambar 21. Gambaran histopatologi jaringan otak mencit kelompok

normal (K1) perlakuan 7 hari (A) dan 14 hari (B) dengan

Pewarnaan H-E Perbesaran 400x. Ket: (a) neuroglia (b) sel

nekrosis tahap piknosis (c) sel piramidal ............................. 67

Gambar 22. Gambaran histopatologi jaringan otak mencit kelompok

xix

yang diinduksi glifosat 13,225 mg/bb/2 hari(K2) perlakuan

7 hari (A) dan 14 hari (B) dengan Pewarnaan H-E Perbesaran

400x. Ket: (a) neuroglia (b) sel nekrosis tahap piknosis

(c) sel piramidal (d) Sel nekrosis tahap karioeksis ............... 70

Gambar 23. Gambaran histopatologi jaringan otak mencit kelompok yang

diinduksi glifosat 13,225mg/bb/2hari dan lamun (K3)

perlakuan 7 hari (A) dan 14 hari (B) dengan Pewarnaan H-E

Perbesaran 400x. Ket: (a) neuroglia (b) sel nekrosis tahap

piknosis (c) sel piramidal .................................................... 73

Gambar 24. Gambaran histopatologi jaringan otak mencit kelompok

yang diinduksi glifosat 13,225mg/bb/2hari dan ganggang

merah (K4) perlakuan 7 hari (A) dan 14 hari (B) dengan

Pewarnaan H-E Perbesaran 400x. Ket: (a) neuroglia (b) sel

nekrosis tahap piknosis (c) sel piramidal (d) Sel nekrosis

tahap karioeksis .................................................................. 76

Gambar 25. Gambaran histopatologi jaringan otak mencit kelompok

yang diinduksi glifosat 13,225mg/bb/2hari dan taurin (K5)

perlakuan 7 hari (A) dan 14 hari (B) dengan Pewarnaan H-E

Perbesaran 400x. Ket: (a) neuroglia (b) sel nekrosis tahap

piknosis (c) sel piramidal .................................................... 78

xx

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan kimia Ganggang Merah ........................................... 21

Tabel 2. Pembagian Kelompok Perlakuan ................................................ 35

Tabel 3. Nilai yang digunakan untuk mengukur kerusakan otak mencit .... 46

Tabel 4. Hasil uji fitokimia ekstrak ganggang merah dan lamun ............... 47

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani.

Para petani di Indonesia umumnya menggunakan herbisida sebagai pembasmi

gulma pertanian. Hal ini karena herbisida lebih mudah didapatkan, cepat,

murah dan lebih efisien karena hemat tenaga kerja (Tjitosoedirjo et al., 1984).

Sebagian besar petani Indonesia mengaplikasikan herbisida pada lahan

pertanian tanpa alat pembantu keselamatan seperti masker, sepatu boot, dan

sarung tangan yang menyebabkan para petani berpotensi besar untuk kontak

langsung dengan bahan aktif herbisida. Kurangnya pemahaman petani dalam

menggunakan pestisida berdampak pada kesehatan petani, keluarga petani

serta konsumen (Yuantari et al., 2013). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

memperkirakan terjadi 1 – 5 juta kasus keracunan herbisida setiap tahun pada

pekerja pertanian dengan tingkat kematian mencapai 220.000 korban jiwa.

Angka keracuan pada negara-negara berkembang mencapai kurang lebih 80%

(Peduto et al., 1996).

Roundup merupakan salah satu herbisida dengan bahan aktif utama glifosat

yang banyak digunakan untuk sektor pertanian di Indonesia. Glifosat

digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman perkebunan, tanaman

2

pangan, tanaman buah dan sayur (EPA, 2016). Penggunaan glifosat selain

dapat meracuni petani dapat juga meracuni konsumen karena menimbukan

residu pada hasil panen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kesuma

et al. (2015) penggunaan glifosat dengan dosis 4,5 l ha-1 menunjukkan

konsentrasi residu yang tinggi pada padi hasil panen yaitu 0,272 mg/kg-1 dan

0,147 mg/kg-1 untuk residu jerami. Angka tersebut melewati batas konsentrasi

residu glifosat maksimum pada komoditas beras berdasarkan SNI 7313-2008

yaitu 0,1 mg/kg-1 (BSN, 2008). Batas konsentrasi residu glifosat pada jerami

belum ditetapkan akan tetapi jerami biasanya digunakan sebagai pakan ternak

(Makarim et al., 2007).

Glifosat termasuk senyawa toksik yang dapat meningkatkan kadar radikal

bebas dalam tubuh. Menurut Kevin et al., (2006) dan Valko et al., (2007),

radikal bebas dapat mengakibatkan kerusakan oksidatif yang bersangkutan

dengan berbagai kondisi patologis seperti kerusakan sel, jaringan, dan organ

seperti ginjal, hati dan jantung baik pada manusia maupun hewan. Kerusakan

oksidatif dapat mengakibatkan kematian sel sehingga dapat mempercepat

timbulnya berbagai penyakit degeneratif. Radikal bebas dapat diperoleh

dalam bentuk polusi udara, herbisida, makanan, asap rokok, aktifitas fisik

terlalu berat, sinar UV maupun terbentuk secara alami melalui mekanisme

dalam tubuh. Radikal bebas merupakan suatu molekul yang sangat reaktif

karena kehilangan satu atau lebih elektronnya. Radikal bebas di dalam tubuh

berperan dalam komunikasi antarsel, aktivasi sel Kupffer, dan apoptosis atau

peristiwa matinya sel (Wu et al., 2004).

3

Ketidakseimbangan antara kadar radikal bebas dengan kadar antioksidan,

dimana jumlah radikal bebas lebih banyak bila dibandingkan dengan

antioksidan akan menyebabkan suatu keadaan yang disebut stres oksidatif

(Halliwell, 2006). Apabila produksi radikal bebas lebih tinggi dari

kemampuan antioksidan intrasel untuk menetralkannya, maka kelebihan

radikal bebas sangat potensial menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan ini

disebut sebagai sress oksidatif, yaitu kondisi rusaknya biomolekul penyusun

sel yang disebabkan oleh reaksinya dengan radikal bebas. Radikal bebas yang

bersifat reaktif akan merusak biomolekul seperti lipid yang akan

menghasilkan produk akhir Malondialdehyde (MDA), kerusakan protein,

karbohidrat, dan Deoxyribonucleic Acid (DNA) (Kevin et al., 2006). Salah

satu kelompok radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif

adalah Reactive Oxygen Species (ROS).

ROS merupakan radikal bebas yang dapat menyebabkan peroksidasi

biomelekul lipid. Peroksidasi lipid merupakan proses yang bersifat kompleks

akibat reaksi antara asam lemak tak jenuh ganda penyusun fosfolipid

membran sel dengan ROS (Setiawan dan Suhartono, 2007). Produk

peroksidasi lipid (MDA) akan bereaksi dengan protein tubuh dan

menyebabkan terbentuknya senyawa yang bersifat karsinogen. Produk hasil

peroksidasi lipid di dalam tubuh akan mempersempit pembuluh darah karena

penumpukan kolesterol, menyebabkan timbulnya arterosklerosis, yang akan

memicu penyakit jantung koroner (Braunwald, 2005).

4

Tingginya paparan senyawa radikal di lingkungan dan juga mekanisme tubuh

secara alami dapat menghasikan senyawa radikal, harus diimbangi dengan

kadar antioksidan. Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah

terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi, dengan

cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006). Tubuh

secara alami menghasikan enzim maupun senyawa non enzim yang bersifat

sebagai antioksidan. Kadar radikal bebas yang terlalu tinggi karena pengaruh

lingkungan akan menyebabkan antioksidan dalam tubuh tidak mampu lagi

menetralisir sehingga dibutuhkan antioksidan eksogen yang dapat diperoleh

dari asupan. Banyak buah-buahan serta sayur mayur yang mengandung

metabolit sekunder seperti golongan flavonoid, terpenoid, steroid, saponin,

alkaloid dan tanin. senyawa- senyawa tersebut dapat menghambat radikal

bebas, seperti senyawa flavonoid misalnya, akan menyumbangkan satu atom

hidrogen untuk menstabilkan radikal peroksi lemak (Hamid et al., 2010).

Salah satu senyawa yang bersifat antioksidan adalah taurine. Taurine (2-

aminoethane sulfonic acid) tidak memiliki gugus karboksil sehingga tidak

termasuk asam amino. Taurine diketahui sebagai zat antioksidan dengan

menghambat inisiasi radikal bebas dan membran dengan menyumbang

elektron untuk molekul radikal bebas sehingga lipid tidak teroksidasi dan

membran stabil. Taurine juga dapat menghambat propagasi radikal bebas

dengan melakukan penyerapan HOC1 (salah satu jenis ROS yang bersifat

sangat reaktif) (Stapleton et al., 1998). Selain taurine, sumber antioksidan

alami lain dapat diperoleh dari tumbuhan dianataranya adalah tumbuhan laut

5

lamun dan gangang merah. Lamun (Enhalus acoroides L.) mengandung

senyawa metabolit sekunder fenolik yang bersifat sebagai antioksidan.

Semakin tinggi kandungan fenolik maka akan semakin baik dalam

menghambat radikal bebas. Senyawa fenolik merupakan antioksidan yang

dapat menghentikan atau menghambat tahapan inisiasi antara radikal asam

lemak atau menghambat propagasi dengan bereaksi dengan radikal peroksi

atau radikal aloksil (Sahidi dan Warnasundara, 1997).

Ganggang merah juga menunjukkan potensi yang baik sebagai antioksidan.

Menurut Wardani et al., (2017), ekstrak etanol ganggang merah (Eucheuma

cottonii L.) dapat meningkatkan jumlah enzim Superoxide Dismutase dan

Glutathione peroksidase pada hati mencit yang dinduksi Timbal (II) Asetat.

Ekstrak etanol ganggang merah juga mampu menurunkan kadar peroksidasi

lipid MDA pada hati mencit yang dinduksi Timbal (II) Asetat. Oleh karena

itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi antioksidan lamun,

ganggang merah, dan taurin dalam menghambat stres oksidatif yang

disebabkan oleh glifosat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

yaitu apakah pemberian ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.), ganggang

merah (Eucheuma cottonii L.) dan taurine dapat melindungi sel-sel otak

mencit (Mus musculus L.) dari kerusakan otak mencit pasca induksi glifosat.

6

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi antioksidan dari ekstrak

lamun (Enhalus acoroides L.) ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) dan

taurin terhadap respon histopatologi otak mencit (Mus musculus L.) yang

diinduksi glifosat.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai sumber informasi

ilmiah mengenai kemampuan ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.),

ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) dan taurin yang berpotensi sebagai

antioksidan eksternal dan menghambat senyawa radikal bebas.

E. Kerangka Pikir

Stres okidatif merupakan kondisi dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh

tidak diimbangi dengan jumlah antioksidan eksogen dan endogen yang

cukup. Senyawa radikal yang sangat reaktif karena kehiangan salah satu

elektronnya akan berikatan secara bebas dengan molekul-molekul penyusun

sel dan menyebabkan kerusakan pada membran sel. Salah satu penyebab stres

oksidatif adalah paparan herbisida roundup dengan senyawa aktif glifosat.

Paparan glifosat dapat meningkatkan produksi ROS dalam tubuh.

ROS dapat terbentuk secara alami karena mekanisme tubuh dan dapat pula

terbentuk karena pengaruh lingkungan seperti polusi udara, asap rokok, bahan

kimia berbahaya, peptisida dan lainnya. ROS akan menyerang sel dengan

7

cara mengoksidasi lipid yang berada pada membran sel. Lipid yang

teroksidasi ini akan menyebabkan membran sel lisis dan sel mengalami

kematian. Selain okidasi lipid pada membran sel, kondisi yang diakibatkan

oleh radikal bebas adalah kerusakan protein dan DNA yang dalam jangka

panjang akan menyebabkan mutasi DNA. Mutasi tersebut akan menyebabkan

beberapa penyakit degeneriatf dan juga kanker.

Salah satu penanda stres oksidatif adalah adanya senyawa MDA dalam tubuh.

MDA terbentuk karena ROS yang berikatan dengan asam lemak tak jenuh

seperti pada membran sel. Senyawa ini merupakan senyawa aldehid beracun

yang merupakan hasil akhir dari peroksidasi lemak. Kerusakan yang

diakibatkan oleh ROS ini dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak

dan sel-sel saraf.

Pengendalian terhadap senyawa radikal bebas dapat dilakukan dengan

meningkatkan jumlah antioksidan dalam tubuh. Antioksidan merupakan zat

yang dapat mencegah senyawa radikal bebas mengoksidasi makro molekul

pada sel. Antioksidan memiliki efek protektif dengan menetralkan radikal

bebas yang bersifat toksik dengan memproduksi metabolisme sel alami.

Taurin (2-aminoethanesulfonic acid) merupakan asam amino semi esensial

yang merupakan hasil turunan dari asam amino sistein. Taurine memiliki

kemampuan antioksidan dan mampu berikatan radikal bebas sehingga

kerusakan sel akibat senyawa radikal tidak terjadi. Taurine diketahui dapat

menghentikan produksi anion peroksida di mitokondria. Hal-hal berikut yang

menyebabkan taurin dapat menurunkan produksi ROS.

8

Selain taurin, kandungan pada ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.) dan

ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) juga dapat berpotensi sebagai

antioksidan. Menurut beberapa penelitian, ganggang merah (Eucheuma

cottonii L.) dan lamun (Enhalus acroides L.) memiliki kemampuan dalam

menurunkan kadar MDA sehingga kerusakan sel-sel saraf akibat peroksidasi

lemak berkurang akibat radikal bebas.

Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengenai potensi

antioksidan dari ekstrak metanol tumbuhan lamun (Enhalus acoroides L.),

ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) dan taurin terhadap respon

histopatologi dan kadar MDA otak mencit (Mus musculus L.) yang dipapar

herbisida glifosat sebagai salah satu upaya pencegahan stres oksidatif akibat

radikal bebas.

F. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ekstrak metanol

tumbuhan lamun (Enhalus acoroides L.), ganggang merah (Eucheuma

cottonii L.) dan taurin dapat melindungi sel-sel otak mencit (Mus musculus

L.) dari kerusakan akibat stres oksidatif pasca induksi glifosat.

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Radikal Bebas

1. Pengertian Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan suatu molekul, atom, atau beberapa atom yang

mempunyai satu atau lebih elektron pada orbital terluarnya yang tidak

berpasangan sehingga bersifat sangat reaktif. Suatu molekul bersifat stabil

bila elektron pada orbit luarnya berpasangan, apabila tidak berpasangan

maka molekul tersebut akan berusaha mencari pasangan elektronnya

dengan berikatan sembarang pada molekul lain. Bila molekul radikal ini

mengambil elektron dari senyawa lain maka molekul radikal tersebut akan

menjadi stabil sedangkan molekul yang digunakan elektronnya menjadi

tidak stabil dan berubah menjadi radikal karena kehilangan elektron dan

akan menyebabkan reaksi berantai (Yuniastuti, 2008).

2. Jenis Radikal Bebas

Terdapat dua jenis senyawa radikal bebas, yaitu yang berasal dari luar

tubuh dan dari dalam tubuh. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh

diantaranya adalah polutan seperti asap rokok, asap obat nyamuk bakar,

asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan yang berlemak,

alkohol, kopi, obat- obatan, minyak jelantah, bahan racun peptisida dan

10

lain-lain (Pham-huy et al., 2008). Secara rutin sel menghasilkan radikal

bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS) yang merupakan bagian dari

proses metabolisme (Urso, 2003; Daniel et al., 2010). Radikal bebas alami

dalam tubuh diantaranya yaitu ROS dan Reactive Nitrogen Species (RNS).

ROS merupakan molekul oksigen yang kehilangan satu atau lebih

elektronnya. Reaksi fosforilasi oksidatif yang terjadi di mitokondria dalam

rantai transpor elektron menghasikan ROS sebagai produk samping.

Reaksi fosforilasi oksidatif bertujuan untuk menghasilkan energi dalam

bentuk ATP. Menurut Ngurah (2007), dibutuhkan oksigen (O2) pada

proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk ATP, tetapi tidak semua O2

berikatan dengan hidrogen (H2) untuk membentuk air, sekitar 4% - 5%

berubah menjadi radikal bebas.

3. Jenis ROS dan RNS

Tidak hanya molekul radikal bebas, namun molekul lain seperti 1O2 dan

H2O2- yang bersifat sangat reaktif juga termasuk kedalam molekul ROS.

Berikut adalah beberapa jenis ROS dan RNS yang terdapat dalam tubuh

menurut Kurnani (2001):

1. Anion superoksida (O2-)

Molekul ini dapat membentuk reduktan logam transisi dalam

pembentukan radikal hidroksil yaitu hidrogen peroksida.

2. Asam hipoklor (HOCl)

Terbentuk dari H2O2 dan Cl- yang dihasilkan oleh netrofil pada proses

inflamasi yang dikatalisis oleh mieloperoksidase.

11

3. Hidrogen peroksida (H2O2-)

Molekul ini terlibat dalam pembentukan HOCl dan juga merupakan

sumber radikal hidroksil dalam kondisi jenuh ion logam transisi.

Hidrogen peroksida tidak termasuk radikal bebas tetapi dikategorikan

sebagai ROS. Senyawa ini dapat melewati membran sel dan akan

mengoksidasi sejumlah makromolekul dalam sel secara perlahan,

namun pada kadar rendah kurang reaktif (Silalahi, 2006).

4. Nitrogen oksida (NO)

Radikal bebas dalam bentuk gas yang termasuk RNS. Molekul ini

bersifat sitotoksik namun memiliki peran yang penting dalam berbagai

proses biologi salah satunya adalah sinyal untuk relaksasi otot polos.

5. Oksigen singlet (1O2)

Termasuk molekul pengoksidasi kuat, dapat terbentuk melalui

penyinaran UV.

6. Peroksinitrit (ONOO-)

Molekul ini seperti NO, merupakan RNS yang terbentuk dari reaksi NO

dengan O2.

7. Radikal hidroksil (OH)

Molekul radikal yang dapat bereaksi dengan hampir seluruh biomolekul

karena termasuk molekul radikal pengoksidasi yang sangat reaktif.

Tubuh tidak memiliki enzim yang dapat merubah OH- menjadi molekul

yang aman bagi tubuh.

8. Radikal peroksil (LO2)

Tidak hanya Malondialdehyde (MDA), radikal peroksil termasuk

molekul yang terbentuk ketika peroksidasi lipid.

12

B. Stres Oksidatif

1. Pengertian Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan antara konsentrasi

radikal bebas dan kadar antioksidan dalam tubuh. Stres oksidatif terjadi

disebabkan oleh dua hal, yaitu kurangnya antioksidan dan produksi atau

paparan radikal bebas berlebihan (Rush, 2005). Stres oksidatif terjadi

ketika produksi ROS yang meningkat, berkurangnya produksi antioksidan,

atau keduanya (Halliwell et al., 2007). Peningkatan ROS dapat diakibatkan

karena paparan terhadap oksigen meningkat, paparan senyawa toksik yang

dapat menghasilkan spesies ROS, dan adanya ROS alami yang dihasikan

tubuh karena sistem aktivasi yang berlebih seperti aktivasi sel-sel fagosit

pada inflamasi kronis (Abdollahi et al., 2004; Wikana, 2011).

Menurut Lieberman dan Marks (2009), stres oksidatif dapat terjadi apabila

produksi ROS meningkat. ROS ini akan berikatan dengan asam lemak tak

jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid – PUFA) yang banyak terdapat pada

membran sel dan menghasilkan produk akhir berupa MDA, peristiwa ini

disebut peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid akan menyebabkan sel lisis dan

rusak karena lipid merupakan substansi penting pada membran sel.

2. Kondisi Patologis Akibat Stres Oksidatif

Stres oksidatif menjadi faktor penting beberapa kondisi patologis

sebagaimana perannya dalam menyebabkan kerusakan sel, mutasi

Deoxyribonucleic Acid (DNA), penuaan sel maupun kematian sel. Berikut

13

merupakan beberapa kelainan patologis pada sistem saraf yang terkait

dengan stres oksidatif:

1. Alzheimer

Kondisi kelainan ini ditandai dengan penurunan daya ingat, penurunan

kemampuan berpikir dan berbicara, serta perubahan perilaku pada

penderita akibat gangguan di dalam otak yang sifatnya progresif atau

perlahan-lahan. ROS diduga berperan terhadap inisiasi cedera seluler

pada penyakit neurodegeneratif ini (Rahman, 2007).

2. Kanker

ROS menjadi salah satu faktor penyebab kanker, seperti misalnya

kanker otak. ROS berperan pada semua tahap karsinogenesis, yaitu

tahap inisiasi, promosi, maupun progresi. Radikal bebas dapat

menyebabkan mutasi gen karena bereaksi dengan komponen DNA dan

memicu terjadinya kanker (Rahman, 2007).

3. Glukoma

Glukoma termasuk kelainan mata akibat penuaan yang menjadi salah

satu penyebab kebutaan yang bersifat ireversibel (Quigley and Broman,

2006). Glukoma merupakan neuropati optik yang ditandai dengan

degenerasi progresif sel ganglion retina yang mati melalui proses

apoptosis. Peningkatan ROS diduga menjadi salah satu faktor penyebab

glukoma melalui mekanismenya memicu stres oksidatif. Kadar pro-

oksidan dan antioksidan yang tidak seimbang telah diprostulatkan

sebagai faktor penyebab cidera retina dini (Aslan et al., 2008).

14

4. Penyakit parkinson, dll

Menurut Dalaen dan Aiman (2014), beberapa penelitian menunjukkan

penyakit parkinson dipengaruhi dengan ROS, yaitu peningkatan

kerusakan oksidatif pada DNA, protein dan lemak yang disebabkan

karena oksidasi makromolekul oleh ROS.

C. Antioksidan

1. Pengertian Antioksidan

Menurut Hillbom dalam Sulistyowati (2006), antioksidan adalah senyawa

yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat oksidasi biomolekul

dalam tubuh sehingga dapat menetralisir atau mengkontrol radikal bebas.

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat

menyumbangkan elektron terluarnya kepada molekul radikal bebas yang

kekurangan elektron tanpa terganggu fungsi dari dirinya sendiri dan dapat

memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2007).

Salah satu faktor penting dalam menjaga kesehatan dan menghindari stres

oksidatif serta penuaan adalah dengan cara meningkatkan kadar

antioksidan. Sen et al. (2010), menyatakan bahwa antioksidan merupakan

zat yang dapat mengikat radikal bebas dan mencegah radikal bebas

merusak sel. Tubuh secara alami menghasilkan antioksidan yang dapat

mengikat radikal bebas yang bersifat toksik namun prosesnya tidak 100%

efektif jika dalam keadaan produksi radikal bebas melimpah di lingkungan

dan keefektifannya juga menurun karena penuaan. Selain antioksidan

15

endogen, antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan seperti tumbuh-

tumbuhan atau buah-buahan yang tinggi vitamin A, vitamin C, karotenoid

dan lain sebagainya.

2. Mekanisme Pertahanan Antioksidan

Mekanisme pertahanan antioksidan endogen ketika terdapat molekul

radikal bebas ditunjukan pada (Gambar 1).

Gambar 1. Mekanisme kerja Antioksidan Endogen Enzimatik

(Finkel, 2011)

Antioksidan endogen dibedakan menjadi antioksidan endogen enzimatik

dan antioksidan endogen non-enzimatik seperti yang tertera dibawah ini:

1. Antioksidan endogen enzimatik

a. Superoxide Dismutase (SOD)

Enzim SOD merupakan protein oligometrik yang aktivitasnya

tergantung pada kofaktor logam Cu, Fe, Mn, dan Zn. Enzim SOD

akan mengubah ROS yang dihasilkan dari respirasi atau berasal dari

16

lingkungan yaitu radikal superoksida (Gambar 1), menjadi hidrogen

peroksida (H2O2), yang masih bersifat reaktif. SOD terdapat di

dalam sitosol dan mitokondria (Faraci et al., 2004; Halliwell and

Gutteridge, 2007). Berikut merupakan reaksi antara anion

superoksida dan enzim SOD.

SOD

2O2- +2H+ H2O2 + O2

b. Glutation

Glutation (l-γ-glutamyl-cysteinyl-glysin) adalah suatu tripeptida yang

terdiri dari asam amino glisin, glutamat dan sistein. Glutation

mengandung gugus sulfihidril/tiol (-SH) yang terdapat pada asam

amino sistein. Gugus sulfihidril inilah yang menyebabkan glutation

memiliki kemampuan sebagai pendonor elektron kuat (Safyudin dan

Subandrate, 2015). Menurut Murray et al. ( 2003), pada eritrosit dan

jaringan lain terdapat enzim glutation peroksidase (GPx) yang

mampu melindungi lipid membran dan hemoglobin dari oksidasi

oleh H2O2, sehingga mencegah membran lisis dan hemolisis, dapat

mengkatalisis destruksi H2O2 dan lipid hidroperoksida dengan

menggunakan glutation tereduksi (GSH). GSH harus terus tersedia

untuk membantu GPx dalam mekanisme pertahanan tubuh dari

radikal bebas. GSH yang telah dioksidasi menjadi GS-SG, direduksi

kembali menjadi GSH dengan bantuan enzim glutation reduktase.

Berikut merupakan reaksi antara H2O2 dan enzim glutation:

GPx

2H2O2 2H2O + O2

17

c. Enzim Katalase

Katalase adalah enzim yang disusun oleh lebih dari 500 asam amino

dan memiliki gugus forfirin. Enzim ini mengkatalis reaksi reduksi

senyawa hidrogen peroksida (H2O2) menjadi oksigen (O2) dan air

(H2O). Enzim Katalase mampu mengubah 2 molekul H2O2 menjadi

2 H2O dan O2 menggunakan satu molekul H2O2 sebagai substrat

donor elektron dan satu molekul H2O2 menjadi akseptor elektron.

Berikut merupakan reaksi enzim katalase:

Katalase

2H2O2 2H2O + O2

(Murray et al., 2009)

2. Antioksidan Endogen Non-enzim

a. asam urat

Dalam kadar normal, asam urat berperan penting dalam sistem

pertahanan tubuh terhadap radikal bebas. Asam urat membersihkan

sekitar 60% radikal bebas dalam plasma dikarenakan sifatnya yang

dapat larut dalam plasma sehingga memudahkan dalam menangkap

senyawa radikal dan melakukan chelasi ion logam transisi yang

merusak sel. Asam urat berfungsi mencegah degradasi enzim

antioksidan SOD untuk mempertahankan fungsi vaskular dan

endotel. Mekanisme antioksidan asam urat dimulai dari bereaksi

dengan peroksida nitrit yang bersifat toksik dan membentuk donor

nitrit oxide yang stabil (Lingga, 2012).

18

b. bilirubin

Sel darah merah akan mengalami pemecahan setelah 120 hari,

pemecehan tersebut membentuk senyawa bilirubin. Sel darah merah

mengandung hemoglobin yang pada proses pemecahan akan dipecah

menjadi heme dan goblin. Selanjutnya, heme akan diubah menjadi

bilirubin. Bilirubin termasuk senyawa antioksidan non enzim yang

larut dalam air (Winarsi, 2007).

c. albumin

Albumin merupakan molekul karier yang diperlukan untuk

mengangkut bilirubin dari tempat produksi ke dalam hati untuk

disekresi. Albumin termasuk antiokdan non-enzim yang larut dalam

lemak (Winarsi, 2007).

D. Ganggang Merah (Eucheuma cottonii L.)

1. Klasifikasi Ganggang Merah

Klasifikasi ganggang merah menurut Anggadiredja et al., (2008) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Familiy : Solieriaceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii L.

19

Gambar 2. Eucheuma cottonii

2. Deskripsi Tumbuhan Ganggang Merah

Menurut Soenardjo (2011), rumput laut merupakan tumbuhan laut

berthallus karena akar, batang dan daun belum dapat dibedakan. Rumput

laut terbagi menjadi tiga jenis utama berdasarkan kandungan pigmen yang

terdapat dalam thallusnya, yaitu Chlorophyceae (Alga Hijau),

Rhodophyceae (Alga merah), dan Phaeophyceae (Alga coklat). Ketiga

golongan rumput laut ini yang sering dimanfaatkan adalah Rhodophyceae

(alga merah) dan yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah

marga Eucheuma (Saputra, 2012).

Atmadja (1996), menyatakan bahwa rumput laut Eucheuma cottonii L.

memiliki beberapa ciri-ciri fisik yaitu talus berbentuk silindris, permukaan

20

licin, cartilogineus (lunak seperti tulang rawan), berwarna hijau atau hijau

kuning, dan merah (Gambar 2). Duri-duri pada talus agak jarang dan

runcing memanjang. Menurut Anggadireja et al., (2008), percabangan

talus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi tonjolan-tonjolan (nodulus)

dan duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat

dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan

tiga-tiga). Cabang lamun menggunakan alat perekat berupa cakram untuk

saling melekat ke substrat. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh

berbentuk rumpun yang rimbun dengan ciri-ciri khusus mengarah ke arah

datangnya sinar matahari.

3. Kandungan Senyawa Bioakif Ganggang Merah

Makroalga diketahui kaya akan komponen bioaktif seperti polisakarida

dan juga senyawa metabolit sekunder lain. Senyawa metabolit sekunder

makaroalga telah diuji memiliki aktifitas biologis seperti antioksidan, anti-

infamasi, anti-bakteri, anti-virus, anti-koagulasi dan aktifitas apoptosis

(O’Sullivan et al., 2010). Eucheuma cottonii L. memiliki kandungan

antioksidan yang mampu menghambat stres oksidatif. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan Wardani et al., (2017), ekstrak etanol Eucheuma

cottonii L. 800 mg/kg BB dapat meningkatkan kadar enzim antioksidan

Superoxide Dismutase (SOD) dan Glutathione Peroksidase (GPx) pada

hati mencit yang dinduksi Timbal (II) Asetat. Selain itu, ekstrak etanol

Eucheuma cottonii juga mampu menurunkan kadar MDA pada hati mencit

21

yang diinduksi Timbal (II) Asetat. Berikut merupakan kandungan kimia

beserta kadarnya yang terdapat dalam ganggang merah:

Tabel 1. Kandungan kimia Ganggang Merah (Eucheuma cottonii L.)

Kandungan Kimia Nilai

Air (%) 83,3

Protein (%) 0,7

Lemak (%) . 0,2

Abu (%) 3,4

Serat makanan tidak larut (g/100g) 58,6

Serat makanan larut 10,7

Serat total serat makanan 69,3

Mineral Zn (mg/g) 0,01

Mineral Mg (mg/g) 2,88

Mineral Ca (mg/g) 2,80

Mineral K (mg/g) 87,10

Mineral Na (mg/g) 11,93

Sumber: Santoso, 2014.

Kadar lemak rumput laut sangat rendah dengan ± 0,7% (tabel 1), tetapi

susunan asam lemaknya sangat penting bagi kesehatan. Lemak rumput laut

mengandung asam lemak omega-3 dan omega-6 dalam jumlah yang cukup

tinggi. Kedua asam lemak ini merupakan asam lemak yang penting bagi

tubuh terutama sebagai pembentuk membran jaringan otak. Dalam 100 g

rumput laut kering mengandung omega-3 berkisar antara 128-1.629 mg

dan asam lemak omega-6 berkisar 188-1.704 mg (Winarno 1990).

22

E. Tumbuhan Lamun (Enhalus acoroides L.)

1. Klasifikasi Tumbuhan Lamun

Berikut adalah klasifikasi tumbuhan lamun menurut Kuo and Hartog

(2001), yaitu sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Division : Angiospermae

Class : Monocotyledonae

Ordo : Helobeae

Famili : Hydrocharitaceae

Genus : Enhalus

Spesies : Enhalus acoroides L.

Gambar 3. Enhalus acoroides

(Balai Taman Nasional Karimunjawa, 2007).

23

2. Deskripsi Tumbuhan Lamun

Lamun merupakan tumbuhan yang mampu tumbuh subur pada daerah

terbuka terutama pada daerah pasang surut dan perairan pantai yang

bersubstrat pasir, lumpur, kerikil, maupun pecahan karang mati dengan

kedalaman hingga 4 meter. Pada daerah tropis lamun dapat berkembang

sangat baik dan dapat tumbuh diberbagai habitat mulai pada kondisi

nutrien rendah sampai nutrien tinggi (Dahuri et al., 2001). Enhalus

acoroides L. merupakan jenis lamun (seagrass) yang tumbuh terbenam di

perairan laut dangkal dan pesisir pantai di Indonesia (Christon et al.,

2012). Lamun memiliki karakter dan bentuk fisik lebih besar dibandingkan

dengan spesies lamun yang lain. Secara morfologis (Gambar 3), lamun

memiliki bentuk daun seperti sabuk yang panjang dan lebar, lebar daun

mencapai lebih dari 3 cm, panjang daun 30-150 cm, dan rimpang yang

berdiameter lebih dari 1 cm (Moriarty and Boon, 1989).

3. Kandungan Bioaktif Lamun

Kannan (2010) pada penelitiannya menyatakan bahwa Enhalus acoroides

L. memiliki kadar antioksidan total setara dengan 1 gram asam askorbat.

Di negara-negara maju, lamun digunakan untuk mencegah berbagai

penyakit degeneratif dan digunakan sebagai sumber antioksidan.

Kandungan antioksidan yang tinggi tersebut dapat dimanfaatkan untuk

memenuhi asupan antioksidan masyarakat menggunakan bahan alami.

24

Penelitian yang dilakukan Rina dan Antarsih (2017) menyatakan bahwa

ekstrak daun Enhalus acoroides L. yang diperoleh dari Pulau Pari

Kepulauan Seribu DKI Jakarta menggunakan etil asetat pada uji fitokimia

secara kualitatif mengandung senyawa metabolit sekunder saponin, tanin,

alkaloid, steroid, dan glikosida. Senyawa fenolik merupakan antioksidan

alami yang dapat menghentikan atau menghambat tahapan inisiasi dengan

antara radikal asam lemak atau menghambat propagasi dengan bereaksi

dengan radikal peroksida atau radikal aloksil.

Oleh karena itu semakin tinggi kandungan senyawa fenolik dalam ekstrak

seperti tanin, antosianin, dan asam-asam fenolat akan memberikan efek

penghambatan peroksidasi lebih besar (Sahidi dan Warnasundara, 1997).

Pelarut yang paling baik dalam ekstraksi daun Enhalus acoroides dan

menghasilkan kandungan fenolik yang sangat kuat secara berturut-turut

didapat dari ekstrak yang menggunakan pearut metanol, etil asetat, dan n-

heksana (Rumiatin, 2011).

F. Taurin

Taurin (2-aminoethanesulfonic acid) bukan merupakan asam amino, karena

tidak memiliki gugus karboksil. Hal ini dikarenakan taurin mengandung gugus

sulfonat, sehingga dapat disebut asam sulfonat amino. Pada mamalia, taurin

disintesis di dalam pankreas melalui jalur asam sistein sulfinik, dimana

kelompok sulfhidril dari sistein mula-mula teroksidasi menjadi asam sistein

sulfinik oleh aktivitas enzim sistein dioksigenase. Sistein asam sulfinik,

25

selanjutnya didekarboksilasi oleh enzim dekarboksilase sulfinoalanin

membentuk hypotaurine. Taurin tidak ikut dalam sintesis protein dan banyak

ditemukan dalam jaringan otot jantung dan otak manusia. Kebutuhan taurin

dengan konsentrasi tinggi dapat diperoleh dari ikan laut, jaringan otot mamalia

dan tiram (Guz et al., 2007).

Gambar 4. Struktur Kimia Taurin

(Asha, 2009)

Taurin memiliki dua ikatan rangkap oksigen pada strukturnya (Gambar 4).

Bahan makanan hewani merupakan sumber utama taurin dalam makanan.

Taurin banyak ditemukan pada daging, ikan, dan Air Susu Ibu (ASI). Ikan

merupakan sumber taurin potensial, taurin banyak ditemukan pada ikan jenis

cod, mackerel, salmon, tuna albakaor, ikan pari dan beberapa jenis ikan

lainnya (Susanto dan Fahmi, 2012).

G. Glifosat

Roundup adalah herbisida dengan bahan aktif glifosat yang banyak digunakan

di dunia terutama di Indonesia. Glifosat memiliki rumus empiris C3H8NO5P

(Gambar 5) dengan nama kimia (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan

26

untuk mengontrol gulma dan rumput liar pada berbagai tanaman pertanian,

seperti padi, jagung, dan kacang kedelai (Jasper et al., 2012). Glifosat bekerja

menghambat metabolisme tanaman, beberapa hari setelah penyemprotan,

tumbuhan menjadi layu, kuning, dan akhirnya mati. Herbisida glifosat

mengandung bahan kimia yang membuat herbisida menempel pada daun

sehingga glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam sel

tumbuhan (Djau, 2009).

Gambar 5. Rumus Bangun Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine)

(Tomlin, 2010)

Herbisida bersifat racun pada gulma atau tumbuhan pengganggu juga

terhadap tanaman. Pemberantasan gulma terjadi karena herbisida mengubah

pengaruh bahan kimia di dalam jaringan gulma, yang dapat mematikan

jaringan itu atau merusak suatu sistem fisiologis yang dibutuhkan untuk hidup

atau pertumbuhan. Bila pernafasan, fotosintesis, pembelahan sel, dan

pemanjangan sel terganggu, gulma akan menghabiskan cadangan energi.

Tanpa fotosintesis gulma tidak mampu berkompetisi dengan tanaman dalam

hal menyerap larutan hara (Riadi, 2011). Glifosat adalah herbisida

berspektrum luas yang bersifat non selektif. Mekanisme kerja glifosat dalam

menghambat pertumbuhan tanaman adalah dengan cara menghambat kerja

enzim 5-enopyruvyshikimate-3-phospate syntase (EPSPS) yang berfungi

27

untuk sintesis asam amino aromatik seperti phenylalanin, tyrosine, dan

tryptophan pada tumbuhan (Arango et al., 2014).

Selain bersifat racun bagi tumbuhan, glifosat juga bersifat racun bagi hewan,

terutama mamalia dan manusia. Jasper et al. (2012) mengatakan bahwa

pemaparan glifosat terhadap mencit albino Swiss jantan dan betina

mengakibatkan toksik pada hati, kerusakan hematologikal dan efek oksidatif.

Hal ini berkaitan dengan induksi ROS. ROS adalah senyawa pengoksidasi

turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang terdiri atas kelompok

radikal bebas dan non radikal. Kebanyakan radikal bebas bereaksi secara

cepat dengan atom lain untuk mengisi orbital yang tidak berpasangan,

sehingga radikal bebas normalnya berdiri sendiri hanya dalam periode waktu

yang singkat sebelum menyatu dengan atom lain (Surya, 2011).

H. Biologi Mencit (Mus musculus L.)

Klsifikasi mencit (Mus musculus L.) berdasarkan Arington (1972) adalah

sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Bangsa : Rodentia

Suku : Muridae

Marga : Mus

Jenis : Mus musculus L.

28

Gambar 6. Mencit yang digunakan

Menurut Priyambodo (2003), mencit laboratorium merupakan turunan dari

mencit liar yang mengalami domestikasi. Mencit dimasukkan ke dalam

Chordata anak filum Vertebrata dan kelas Mamalia karena memiiki tulang

belakang dan menyusui (Gambar 6). Kebiasaan mengerat dari mencit

menyebabkannya masuk ke dalam bangsa Rodentia (hewan pengerat), suku

Muridae, dengan marga Mus dan jenis Mus musculus L. Mencit merupakan

hewan percobaan yang sering digunakan dalam penelitian in vivo. Hewan ini

termasuk hewan pengerat kosmopolit yang tersebar di seluruh dunia. Mencit

laboratorium yang biasa digunakan untuk penelitian, merupakan mencit liar

yang telah didomestikasi secara selektif, sehingga memiliki beberapa sifat

yang berbeda dengan hewan asalnya (Yuwono, 2009).

I. Peroksidasi Lipid

1. Pengertian Peroksidasi Lipid

Membran sel sangat rawan terhadap peroksidasi lipid karena mengandung

asam lemak polyunsaturated pada fosfolipid membran. Reaksi antara asam

29

lemak tak jenuh ganda penyusun fosfolipid membran sel dengan senyawa

ROS membentuk hidroperoksida, peristiwa tersebut ialah peroksidasi lipid

(Dean et al., 1997). Peroksidasi lemak ini menyebabkan terputusnya rantai

asam lemak dan menghasikan senyawa- senyawa yang beracun terhadap

sel seperti MDA (Marks et al.,2000).

2. Mekanisme Peroksidasi Lipid

Peroksidasi lipid merupakan kerusakan oksidatif pada biomolekul lipis

akibat reaksinya dengan senyawa radikal. Menurut Setiawan dan

Suhartono (2007), peroksidasi lipid terjadi karena oksidasi oleh ROS,

memiliki 3 reaksi utama yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Proses

Inisiasi terjadi karena putusnya atom hidrogen dari gugus metilen pada

rantai asam lemak karena adanya paparan radikal bebas (Gambar 7),

terutama OH- dan ROO-. Akibatnya, dihasilkan elektron yang tidak

berpasangan pada karbon, sehingga membentuk asam lemak radikal atau

radikal karbon. Pada proses propagasi, radikal karbon yang terbentuk

selama proses inisiasi, akan bereaksi dengan molekul O2 membentuk

ROO- yang kemudian akan memutus atom hidrogen (LH) yang berada

didekatnya pada rantai lemak yang lain, sehingga membentuk lemak

hidroperoksida (LOOH). LOOH tersebut akan dipecah menjadi produk

peroksidasi lemak sekunder (radikal lemak aloksil dan peroksi lemak)

akibat reaksi dengan logam atau pemanasan. Kedua jenis radikal ini juga

dapat menginisiasi reaksi pada rantai lemak selanjutnya. Selain itu, radikal

lemak aloksil akan melangsungkan reaksi beta cleavage membentuk

30

senyawa aldehid yang bersifat sitotoksik dan genotoksik, seperti MDA.

Terakhir adaah proses terminasi, radikal karbon yang terbentuk pada reaksi

inisiasi, cenderung menjadi stabil melalui reaksi dengan radikal karbon

maupun radikal lain yang terbentuk pada tahap propagasi. Berikut

merupakan tahap-tahap peroksidasi lemak:

Gambar 7. Tahap-tahap Peroksidasi lipid

(Allesio, 2000)

Pada pengujian laboratorium, MDA digunakan sebagai salah satu indikator

terjadinya stres oksidatif. Hasil peroksidasi lipid (MDA) apabila

direaksikan dengan asam tiobarbiturat akan membentuk kromogen MDA-

31

TBA (Gambar 8) yang berwarna merah muda dan diserap pada panjang

gelombang 530 nm menggunakan spektrofotometer (Yunus, 2001).

Gambar 8. Reaksi MDA dengan TBA

(Yunus, 2001)

J. Anatomi Otak

Otak memiliki 3 bagian utama, yaitu otak depan, tengah, dan belakang

(Gambar 9). Pada bagian otak depan, terdiri atas dua bagian yaitu cerebrum

(bagian terbesar dari otak) dan diencephalon. Pada bagian otak belakang,

terdiri atas tiga bagian yaitu pons, medulla oblongata, dan cerebellum

sedangkan bagian otak tengah terdiri atas satu bagian sendiri (Paulsen dan

Waschke, 2013). Berikut merupakan bagian-bagian utama dari otak:

1. Cerebrum

Cerebrum terdiri atas dua hemisferium cerebri (kanan dan kiri) yang

dihubungkan oleh corpus callosum. Fissura longitudinalis cerebri

merupakan sebuah celah yang memisahkan hemisferium. Setiap

hemisferium memiliki rongga didalamnya yang disebut ventriculus

lateralis (Snell, 2012). Cerebrum terbagi menjadi 4 lobus, yaitu lobus

frontalis berfungsi sebagai pusat fungsi intelektual, lobus oksipitalis

32

berfungsi sebagai pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan, lobus

temporalis berfungsi sebagai pengatur daya ingat visual, verbal,

pendengaran dan perkembangan emosi, serta lobus parietalis berfungsi

sebagai pusat kesadaran (Ganong, 2013).

2. Diencephalon

Diencephalon terdiri atas dua bagian, yaitu hypothalamus yang berada di

ventral dan thalamus yang berada di dorsal. Kedua bagian diencephalon

ini tidak teriat dari permukaan otak. Thalamus terletak di kanan dan kiri

ventriculus tertius (Gambar 8). Hypotalamus membentuk bagian bawah

dinding lateral dan dasar ventriculus tertius (Snell, 2012).

3. Otak tengah (mesencephalon)

Otak tengah adalah bagian otak yang menghubungkan otak depan dengan

otak belakang. Mesencephalon terdiri atas dua belahan lateral yang

disebut pedunculus cerebri. mesencephalon memiliki rongga di

dalamnya,rongga sempit yang disebut dengan aqueductus cerebri yang

berfungsi untuk menghubungkan ventriculus tertius dengan ventriculus

quartus (Snell, 2012).

4. Otak belakang

Terdiri atas 3 bagian yaitu pons, medulla oblongata, dan cerebellum. Pons

memiliki fungsi sebagai penghubung kedua belahan dari cerebellum.

Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus

otot (Purves, 2004). Cerebellum berada di posterior dari pons dan medulla

oblongata. Medulla oblongata memiliki berntuk kerucut dan menjadi

penghubung pons dengan medulla spinalis (Snell, 2012).

33

Berikut merupakan anatomi organ otak pada potongan median :

Gambar 9. Susunan saraf pusat potongan median

(Putz dan Reinhard, 2006).

34

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 sampai dengan November

2018. Pemeliharaan hewan uji, penginduksian glifosat , pemberian ekstrak

lamun (Enhalus acoroides. L.), ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) dan

taurin serta pembedahan dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler,

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Lampung. Proses mikroteknik dan pengamatan histopatologi

otak dilakukan di Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lampung. Pengujian kadar MDA dilakukan di Balai Penyidikan dan

Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit,

tempat makan dan minum mencit. Alat gelas yang digunakan seperti gelas

beaker, Erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi dan cawan petri. Alat lain yang

digunakan adalah syringe 1 cc, sonde, timbangan analitik, centrifuge,

spektrofotometer, vortex, waterbath, mikropipet, ice box, minorset, vortex,

mikropaste, mikrotube 1,5 ml, alat diseksi, papan parafin, botol sampel,

mikroskop, spuit, serta mikrotome. Hewan uji yang digunakan dalam

35

penelitian ini adalah mencit jantan. Bahan lain yang digunakan adalah bubuk

taurin, lamun, ganggang merah, pakan pelet standar, larutan trikloroasetat

(TCA) 20%, larutan tiobarbiturat (TBA) 0,67%, Phosphat Bufer Salin (PBS)

pH 8 dan 7,4, roundup, methanol, buffer formalin 10 %, aquadest, aquabidest,

larutan Mayer Hematoxylin-Eosin, parafin, xylol, kanada basam, ethanol

70%, 80%, 90% dan absolut.

C. Metode

1. Rancangan Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan

percobaan yang digunakan adalah Rancang Acak Kelompok Lengkap

(RAKL). Berikut merupakan pembagian kelompok hewan uji (Tabel 2):

Tabel 2. Pembagian Kelompok Perlakuan

Kelompok Perlakuan Uji

K1 Kelompok kontrol negatif yang diberi

pakan standar hingga akhir penelitian

K2 Kelompok kontrol positif yang diinduksi

glifosat 13,225mg/bb/2 hari

K3 Kelompok yang diinduksi glifosat 13,223

mg/bb/2 hari diikuti dengan ekstrak lamun

dengan dosis 8,4mg/bb/hari

K4 Kelompok yang diinduksi glifosat 13,225

mg/bb/2 hari diikuti dengan induksi ekstrak

ganggang merah 15,86mg/bb/hari

K5 Kelompok yang diinduksi glifosat 13,225

mg/bb/2 hari diikuti dengan induksi taurin

15mg/bb/hari

36

2. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan yang

diperoleh dari BPPV Lampung. Sampel penelitian adalah sebagian populasi

yang memenuhi kriteria yaitu: berusia kurang lebih 3-4 bulan, berat badan

30-40 gram dan sehat. Jumlah ulangan dilakukan berdasarkan rumus

Frederer (1983) t (n-1) ≥ 15 dengan t adalah jumlah perlakuan dan n adalah

jumlah ulangan.

t (n-1) ≥ 15

5(n-1) ≥ 15

5n-5 ≥ 15

5n ≥ 20

n ≥ 4

Berdasarkan perhitungan rumus Federer jumlah sampel yang akan digunakan

pada tiap kelompok adalah 4 ekor mencit jantan namun pada penelitian ini

jumlah pengulangan ditambah menjadi 5 dan dikalikan dengan 10 sehingga

jumlah mencit yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 ekor.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencit jantan (Mus

musculus L.) berjumlah 50 ekor berumur 3-4 bulan dengan berat badan

berkisar 30-40 g. Mencit diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian

Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung. Mencit dipelihara pada

bak berbahan plastik berukuran 20 x 30 cm dengan penutup berbahan

37

kawat yang dilengkapi wadah pakan, dan wadah air minum. Mencit

diaklimasi selama 7 hari dengan diberi pakan dan minum secara adlibitum.

Aklimatisasi ini dilakukan dengan tujuan agar mencit terbiasa dengan

tempat tinggal yang baru dan tidak mengalami stres. Hewan uji yang

mengalami penurunan berat badan drastis tidak digunkan dalam penelitian.

2. Persiapan Bahan Uji

2.1 Persiapan Ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.) dan ganggang

merah (Eucheuma cottonii L.)

Gambar 10. Mekanisme Pembuatan Ekstrak

Tumbuhan lamun dan gangang merah dicuci dengan

air mengalir dan dikering anginkan

Dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 40oC

selama 48 jam (hingga sampel kering)

Dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi

bubuk halus

Maserasi sampel selama 1 x 24 jam menggunakan

pelarut methanol

Metanol dalam ekstrak diuapkan menggunakan rotary

evaporator

Dimasukkan ke oven untuk mendapatkan ekstrak

dalam bentuk pasta.

Sampel kemudian di saring menggunakan corong

bunchner dan kertas saring hingga diperoleh maserat

38

2.2 Persiapan Taurine

Dosis normal pemberian taurin menurut Shao dan Hathcock (2008), yang

diberikan kepada manusia adalah sebesar 3 g/70 kg berat badan. Tabel

konversi menunjukkan bahwa nilai konversi dari manusia ke mencit yaitu

0,0026 untuk mencit 20 gram (Nugraha, 2011). Perhitungan berdasarkan

hasil konversi dosis normal taurin yang diberikan kepada mencit yaitu

3000 mg x 0,0026 x 2 = 15,6 mg/bb/hari.

2.3 Uji fitokimia

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit

sekunder yang terkandung dalam ekstrak tumbuhan lamun (Enhalus

acoroides L.) dan ganggang merah (Eucheuma cottonii L.). Pengujian

fitokimia ini meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid,

dan saponin. Berikut adalah metode pengujian fitokimia:

a. Pemeriksaan alkaloid

Pemeriksaan senyawa akaloid dilakukan dengan menambahkan 5 tetes

kloroform dan beberapa tetes pereaksi Mayer ( 1 gram bubuk KI

ditambah aquades hingga volume 20 ml kemudian ditambah 0,271

gram HgCl2 hingga larut ) ke dalam 0,5 ml sampel. Bila terbentuk

endapan warna putih, mengindikasi adanya alkaloid (Darwis, 2000).

b. Pemeriksaan flavonoid

Menurut Sangi et al., (2008) pemeriksaan senyawa flavonoid dilkukan

dengan menambahkan 0,5 gram serbuk Mg dan 5 mL HCL pekat

kedalam tabung reaksi yang berisi 0,5 ml sampel ekstrak dengan

39

perahan. Keberadaan flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna

merah tua atau kuning dalam waktu 3 menit.

c. Terpenoid dan Steroid

Pemeriksaan senyawa steroid dan terpenoid menurut Kadarisman

(2000) dapat dilakukan dengan cara menambahkan 1 ml

asam asetat glasial dan 1 ml H2SO4 pekat (Liberman-Burchard) ke

dalam 1 ml sampel. Jika warna berubah menjadi biru/ungu

menandakan adanya senyawa steroid Sedangkan perubahan sampel

menjadi warna merah atau kuning menandakan adanya senyawa

terpenoid.

d. Pemeriksaan saponin

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan senyawa saponin adalah

metode Forth. Sebanyak 0,5 ml sampel ekstrak lamun dan ganggang

merah masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Kemudian

ditambahkan kedalam tabung reaksi tersebut 2 ml aquades dan tabung

dikocok selama 30 detik. Keberadaan saponin ditandai dengan

terbentuknya busa yang tidak hilang daam 30 detik (Darwis, 2000).

2.4 Induksi Glifosat terhadap Hewan Uji

Mencit yang termasuk kelompok perlakuan K2, K3, K4 dan K5 di suntik

glifosat secara intraperitonial sebanyak 0,5 cc dengan dosis 13,225 mg/bb

(El-Shenawy , 2009) untuk berat mencit rata-rata 35 gram. (El-Shenawy,

2009) pada penelitiannya menggunakan dosis 52,59 mg/BB untuk tikus

dengan berat 200 gram. Tabel konversi untuk tikus ke mencit adalah 0,14

40

dengan berat mencit 20 gram. Sehingga 52,59 mg/bb x 0,14 x 1,75 =

13,225 mg/bb. Penyuntikan dilakukan setiap dua hari sekali selama 7 dan

14 hari penelitian.

2.5 Pemberian Bahan Uji Ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.) dan

ganggang merah (Eucheuma cottonii L.)

Dosis ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.) yang diberikan secara oral

dengan berat badan 30 – 40 g yaitu 8,4 mg/ BB. Dosis pemberian ekstrak

ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) untuk berat badan 30 – 40 g

adalah 15,96 mg/bb. Dosis ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan

oleh Abu Bakar et al., (2015) yang menggunakan dosis 60 mg/ BB untuk

tikus dengan berat 200 gram. Jika dikonversikan untuk mencit maka 60

mg/bb x 0,14 x 1,75 = 15,96 mg/ BB. Penyekokan dilakukan setiap hari

dengan volume 0,2 cc.

2.6 Pemberian Bahan Uji Taurin

Dosis taurin yang digunakan untuk pengujian dalam penelitian ini yaitu

15,6 mg/BB/hari (Agata et al., 2017). Pemberian tairine dilakukan setiap

hari secara oral dengan volume 0,2 cc.

2.7 Pengamatan Berat Badan dan Berat Basah Jaringan Otak Mencit

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengamatan berat badan mencit

pada setiap kelompok. Pengamatan berat badan mencit dilakukan pada

hari ke-3, ke-7 dan ke-14 . Pada akhir perlakuan, dilakukan pembedahan,

41

pengambilan serta pengukuran berat basah organ otak dari setiap

kelompok.

2.8 Pembuatan Preparat Histologis Otak Mencit

Metode yang digunakan dalam melihat preparat histologis adalah

prosedur double blinded. Metode teknik pewarnaan histopatologi dibagi

menjadi 10 proses yaitu:

1. Fiksasi

Proses dilakukan dengan cara jaringan otak difiksasi dengan larutan

buffer formalin 10% kemudian dicuci dengan air mengalir.

2. Trimming

Organ dipotong hingga berukuran ± 3 mm. Kemudian organ

dimasukkan ke dalam embedding cassette.

3. Dehidrasi

Embedding cassette dikeringkan dengan meetakkannya pada kertas

tisu agar air keuar. Kemudian dilakukan perendaman organ otak

dalam alkohol bertingkat 80% dan 90% masing-masing selama 2 jam.

Selanjutnya dilakukan perendaman alkohol 95%, absolute I, II, III

selama 1 jam. Penambahan alkohol bertingkat ini bertujuan untuk

mengeluarkan kandungan air yang berada dalam jaringan.

4. Clearing

Penjernihan dilakukan dengan cara organ otak direndam pada xylol I,

II, III masing-masing selama 1 jam.

42

5. Impregnasi

Proses impregnasi dilakukan dengan menggunakan parafin I, II, III

masing-masing selama 2 jam.

6. Embedding

Parafin dipanaskan beberapa saat dan diusap emnggunakan kapas agar

parafin bersih. Parafin cair kemudian di masukan kedaam oven

dengan suhu 58oC. Parafin cair kemudian dituangkan ke dalam pan.

Satu-persatu dari embedding cassette dipindahkan ke dasar pan

dengan mengatur jarak satu dengan yang lainnya dan pan dimasukkan

ke dalam air. Parafin yang berisi potongan otak dilepaskan dari pan

dengan di masukkan ke dalam suhu 4oC beberapa saat. Parafin

kemudian di kikis bagian yang tidak terdapat organ dengan

menggunakan scalpel. Dilakukan bloking dengan parafin agar

memudahkan pemotongan dengan mikrotom.

7. Cutting (Pemotongan)

Sebelum dilakukan pemotongan blok, parafin didinginkan terlebih

dahulu kemudian dilakukan pemotongan menggunakan mikrotom

dengan ketebalan 4-5 mikron. Hasil potongan diletakkan ke dalam

waterbath selama beberapa detik agar jaringan mengembang

sempurna. Jaringan diambil menggunakan slide. Slide yang berisi

jaringan ditempatkan pada inkubator (suhu 37oC) selama 24 jam

sampai jaringan melekat sempurna.

43

8. Staining (Pewarnaan)

Pewarnaan dilakukan dengan mengunakan pewarna Harris

Hematoxylin Eosin. Setelah jaringan melekat sempurna pada slide,

kemudian jaringan diwarnai dengan cara preparat direndam dalam

xylol I, II, III masing masing selama 5 menit. Preparat direndam

dalam alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 5 menit.

Preparat dicuci dengan aquades selama 1 menit. Potongan organ

dimasukkan dalam zat warna Harris Hematoxylin Eosin selama 20

menit. Potongan organ otak dimasukkan dalam aquades selama 1

menit dengan sedikit mengoyang-goyangkan organ. Organ dicelupkan

dalam asam alkohol sebanyak 2-3 celupan, kemudian preparat dicuci

dalam aquades bertingkat masing-masing 15 menit. Potongan organ

dimasukkan dalam eosin selama 2 menit, secara berurutan potongan

organ dimasukkan dalam alkohol 96% selama 2 menit, dan alkohol III

dan IV masing-masing selama 3 menit. Terakhir dimasukkan ke dalam

xylol IV dan V masing-masing selama 5 menit.

9. Mounting

Setelah pewarnaan selesai slide ditempatkan di atas kertas tisu pada

tempat datar, kemudian ditetesi dengan bahan mounting yaitu kanada

balsam dan ditutup dengan gelas penutup, dicegah jangan sampai

terbentuk gelembung udara pada preparat.

10. Pengamatan Slide Jaringan

Slide diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x (Ali,

2007).

44

2.9 Pengujian Kadar MDA pada Otak

2.9.1 Pembuatan Homogenat Jaringan Otak

Jaringan otak ditimbang seberat 50 mg, kemudian ditempatkan di dalam

mikrotube 1,5 ml dan ditambahkan 250 μl PBS 0,1 M dengan pH 7,4.

Mikrotube yang berisi jaringan organ, dipasangi micropestle, kemudian

di vorteks hingga homogen. Ke dalam mikrotube, kemudian

ditambahkan kembali PBS 0,1 M dengan pH 7,4 sebanyak 250 μl,

sehingga volume menjadi 500 μl. Homogenat kemudian disentrifugasi

dengan kecepatan 5.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang

terbentuk, kemudian dipindahkan ke mikrotube lain dan disimpan pada

suhu -200C, sampai digunakan (Susantiningsih, 2014).

2.9.2 Pengujian Kadar MDA Otak

Pengukuran MDA dilakukan menggunakan modifikasi metode uji asam

Tiobarbiturat (TBA) secara spektrofotometri. Sebanyak 400 µl sampel

direaksikan dengan 200 µl Trichloroacetic Acid (TCA) 20% untuk

deproteinisasi. Larutan kemudian divorteks dan disentrifuge dengan

kecepatan 5.000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan

ditambahkan 400 µl TBA 0,67%. Selanjutnya sampel divorteks dan

diinkubasi dalam penangas air pada suhu 960C selama 1 jam, kemudian

diangkat dan didinginkan pada suhu ruang. Absorban larutan kemudian

dibaca pada panjang gelombang 530 nm (Zainuri dan Wanandi, 2012).

45

3. Diagram Alir

Gambar 11. Diagram Alir Penelitian

Mencit yang sesuai dengan kriteria di aklimatisasi selama 7 hari

dan dilakukan randomisasi

Kontrol

Normal

10 ekor

(K1)

Kontrol

Positif

10 ekor

(K1)

Perlakuan

3

10 ekor

(K1)

Perlakuan

4

10 ekor

(K1)

Perlakuan

5

10 ekor

(K1)

Induksi glifosat secara intraperitonial dengan dosis

13,225mg/bb/2 hari hingga akhir penelitian

Diberi

pakan dan

minum

standar

hingga

akhir

penelitian

Diberi

pakan dan

minum

standar

hingga

akhir

penelitian

Diberi

ekstrak

lamun

8,4mg/bb/h

ari hingga

akhir

penelitian

Diberi

ekstrak

ganggang

merah

15,8mg/bb/

hari hingga

akhir

penelitian

Diberi

ekstrak

lamun

8,4mg/bb/

hari

hingga

akhir

penelitian

Perlakuan selama 7 hari dan 14 hari

1. Penimbangan berat badan hari ke-3,ke-7 dan ke-14

2. Nekropsi dan diambil organ Otak

3. Penimbangan berat basah otak

4. Pengkuran kadar MDA

5. Pengamatan Histipatologi Otak

Analisis Data

46

4. Parameter Uji

Parameter yang diukur dalam penelitian ini antara lain :

a. Uji fitokimia ekstrak lamun dan ganggang merah

b. Rerata berat badan mencit

c. Rerata berat basah organ otak mencit

d. Rerata indeks organ otak mencit

e. Pengukuran MDA

f. Gambaran kerusakan histologi sel otak mencit

Preparat yang telah dibuat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran

400x. Penghitungan sel dilakukan dengan metode lima lapang pandang

dengan parameter kerusakan nekrosis sel. Sel yang dihitung merupakan

seluruh sel neuron dan sel glia yang mengalami nekrosis. Sel-sel yang

mengalami nekrosis tersebut dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya.

Berikut ini merupakan penilaian kerusakan sel yang mengalami nekrosis:

Tabel 3. Nilai yang digunakan untuk mengukur kerusakan otak mencit

Skor Kerusakan Jumlah Neuron Nekrosis

0 Normal 0

1 Ringan 1-10

2 Sedang 11-20

3 Berat >20

Sumber: Theodorus (2018).

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dihomogenkan terlebih dahulu menggunakan uji

levene. Kemudian dianalisis menggunakan metode statistik One Way Anova

pada taraf nyata 5% (p<0,05), jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan

dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf nyata 5%.

80

V. KESIMPULAN

Simpulan

Berikut merupakan simpulan yang diperoleh dari penelitian ini:

1. Induksi glifosat dengan dosis 13,225 mg/bb/2 hari meningkatkan

kerusakan sel otak perlakuan 7 hari dan 14 hari

2. Pemberian ekstrak lamun selama 14 hari mampu menurunkan berat basah

organ otak hewan uji

3. Ekstrak lamun dengan dosis 8,4 mg/bb/hari, ganggang merah dengan dosis

15,96 mg/bb/hari dan taurin dengan dosis 15,6 mg/bb/hari mampu

mereduksi kerusakan sel otak pasca induksi glifosat.

Saran

1. Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan uji fitokimia secara kuantitatif

untuk mengetahui kadar senyawa metabolit sekunder dan masing-masing

jenis spesifiknya

2. Penggunaan variasi dosis untuk mengetahui dosis optimal dari masing-

masing ekstrak

3. Waktu penelitian diperpanjang untuk mengetahui efek glifosat jangka

panjang pada sistem saraf pusat terutama otak, dan juga dilakukan variasi

dosis glifosat untuk mengetahui dosis terkecil yang toksik.

81

DAFTAR PUSTAKA

Abdollahi, M., A. Ranjbar, S. Shadnia, S. Nikfar, A. Rezaie. 2004. Pesticides and

Oxidative Stress: a review. Medical Science Monit. 10(6): 141-147.

Abbot, N. J. dan I. A Romero. 1996. Transporting Therapeutics Across the Blood-

Brain-Barrier. Molec. Med. Today. Vol 2. Hal. 106-113.

Abu Bakar, N., V. U. Anyanji, N. M. Mustapha, S. Lim, and S. Mohamed. 2015.

Seaweed (Eucheuma cottonii) Reduced Inflammation, Mucin Synthesis,

Eosinophil Infiltration and MMP-9 Expressions in Asthmainduced Rats

Compared to Loratadine. Journal of Functional Food. 19: 710–722.

Agata, A., E. L. Widiastuti, dan G. N. Susanto. 2017. Respon Histopatologi Hepar

Mecit (Mus musculus) yang Diinduksi Benzo(α)piren terhadap Pemberian

Taurin dan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata). Jurnal Natur

Indonesia. Vol 16 : 54-63.

Aksenova, V., Marina, and Y. Aksenov. 2005. Cell Culture Models of Oxidative

Stress and Injury in the Central Nervous System. University of South

California. USA. Current Neurovasculer. Vol. 2. Hal. 73-89.

Ali, H. T. 2007. Beneficial Efects Of Nigella sativa On The Testis Tissues Of

Mice Exposed to UV Irradiation. Biology Departement/ Educatioan

College/ Mosul University.

Alessio, H. M., Hagerman, A. E., Fulkerson, B. K., Ambrose, J., Rice, R. E., and

Wiley, R. L. 2000. Generation of Reactive Oxygen Species After

Exhaustive Aerobic and Isometric Exercise. Med Sci Sports Exerc.

32(9):1576-1581.

Anggadiredja, J. T., A. Zatnika, H. Purwoto, dan S. Istini. 2008. Rumput Laut.

Penebar Swadya. Jakarta.

Arango, L., K. Buddrus-Schiemann, K. Opelt, T. Lueders, F. Haesler, M. Schmid,

D. Ernest, and A. Hartmann. 2014. Effects of Glyphosate on the Bacterial

Community Associated With Roots of Transgenic Roundup Ready®

soybean.

82

Ariyanto, N. 2016. Cara Memilih Lokasi untuk Budidaya Rumput Laut Eucheuma

cottonii. http://Saungmuslim.com/2016/05/cara-memilih-lokasi-

untukbudidaya.html. Diakses 25 Oktober 2018.

Archibald, F. S. dan M. N. Duong. 1984. Manganese Acquisition by Lactobacillus

plantarum. J Bacteriol. 158:1‑8.

Arrington, L. R. 1972. Introduction Laboratory Animal Science: The Breeging,

Care, and Management Of Experimental Animals. The Interstate Printers

and Publishers Inc. Danville.

Asha, K. K. 2009. Biochemical Studies on the Protective Effect of Taurine on

Experymentally Induced Fulminat Hepatic Failure in Rats. Tesis. Cochin

University. India.

Athiperumalsamy, T., V. Kumar, dan L. Louis-Jesudass. 2008. Survey and

Phytochemical Analysis of Seagrasses in the Gulf of Mannar, South East

Coast of India. Bot Mar. 51: 269-77.

Athiperumalsamy, T., D. Rajeswari, S. Hastha-Poorna, V., Kumar, dan L. Louis-

Jesudass. 2010. Antioxidant Activity of Seagrasses and Seaweeds. Bot Mar.

53: 251-7.

Atmadja, W. S. 1996. Pengenalan Jenis Alga Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis

Jenis Rumput Laut Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI Batas Maksimum Residu Hasil Pestisida

Pada Hasil Pertanian. Badan Standadisasi Nasional. Jakarta.

Balcombe, J. P., Barnard, N. D., dan Sandusky, C. 2004. Laboratory Routines

Cause Animal Stress. Contemporary Topics. Vol. 43(6). Hal. 42-51.

Bougatef, A., Naima, N., Laila M., Rozenn R., Ahmed B., Didier G. dan Moncef,

N. 2010. Purification and Identification of Novel Antioxidant Peptides From

Enzymatic Hydrolysates of Sardinelle (Sardinella aurita) by-Products

Protein. Food Chemistry. 118: 559-565.

Bo li B, Jin, Y., Xu, Y., Wu, Y., Xu, J., dan Tu, Y. 2011. Safety Evaluation of Tea

(Camellia sinensis (L.) O Kuntze) Flower Extract: Assessment of

Mutagenicity, Acute and Subchronic Soxicity in Rat. Journal of

Enthopharmacology. 133. 153-90.

Braunwald, E. 2005. Approach to the Patient With Cardiovascular Disease. In :

Kasper D. L, Longo, S. L, Hauser (editors). Harrison's Principles Internal

Medicine. Volume 2. 16th Ed. 208 : 1301-1304.

83

Cavuşoğlu, K., Yapar, K., Oruç, E., dan Yalçın, E. 2011. Protective Effect of

Ginkgo biloba L. leaf Extract Against Glyphosate Toxicity in Swiss Albino

Mice. J Med Food. 14:1263‑72.

Christon, Djunaedi, O., dan Purba N. 2012. Pengaruh Pasang Surut Terhadap

Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun (Enhalus acoroides) di Pulau Pari

Kepulauan Seribu Jakarta. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): 287–94.

Clarkson, P. M and H. S Thompson. 2000. Antioxidant: What Role Do They Play

in Physical Activity and Health? Am. J. Clin. Nutr. 72 (Suppl): 637S-646S.

Dahuri, R., R. Jacub, P. G Sapta, dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber

daya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dalaen, S. M. A. and Aiman, I. Q. 2014. Oxidative Stress Versus Antioxidants.

American Journal of Bioscience and Bioengineering. 2(5): 60-71.

Daniel, R. M., Stelian, and S., Dragomir, C. 2010. The Effect of Acute Physical

Exercise on the Antioxidant Status of the Skeletal and Cardiac Muscle in the

Wistar Rat. Romanian Biotechnological Letters. Vol. 15. No. 3.

Supplement. p 56-61.

Darwis, D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan

Alam Hayati, Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam

Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati FMIPA Universitas Andalas.

Padang.

De María, N., Becerril, J. M., García-Plazaola, J. I., Hernández, A., De Felipe, M.

R., dan Fernández-Pascual, M. 2006. New Insights on Glyphosate Mode of

Action in Nodular Metabolism: Role of Shikimate Accumulation. J Agr

Food Chem. 54:2621-8.

Dean, R. T., Fu, S., Stocker, R., Davies, M. J. 1997. Biochemistry and Pathology

of Radical- Mediated Protein Oxidation. Review article - Biochem. Jounal.

324: 1-18.

Dewi, C. S. U. 2010. Potensi lamun Jenis Enhallus acoroides dan Thalassia

hemprichii Dari Kepulauan Pramuka. DKI Jakarta Sebagai Bioantifouling

(Skripsi). FKIP IPB.SBogor.

Dewi, C. S. U., Soedharma, D., dan Kawaroe. 2012. Komponen Fitokimia dan

Toksisitas Senyawa Bioaktif Dari lamun Enhallus acoroides dan Thalassia

Hemprichii Dari Pulau Pramuka, DKI Jakarta. Jurnal Teknologi Perikanan

dan Kelautan. Vol 3(2). 23-27.

Djau, R. A. 2009. Faktor Risiko Kejadian Anemia dan Keracunan Pestisida pada

pekerja Penyemprot Gulma di Kebun Kelapa Sawit PT. Agro Indomas Kab.

Seruyan Kalimantan Tengah. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

84

Dolorosa, M. T., Nurjanah, Purwaningsing, S., Anwar, E., dan Hidayat, T. 2017.

Kandungan Senyawa Bioaktif Bubur Rumput laut Sargassum

plagyophyllum dan Euchema cottonii Sebagai Bahan Baku Krim Pencerah

Kulit. PHPI. Vol. 20 No. 3. Hal. 633-644.

Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid I. Banyu Media Publising.

Malang.

El-Shenawy, N. S. 2009. Oxidative Stres Responses of Rats Exposed to Roundup

and Its Active Ingredient Glyphosat. Enviromental Toxicology and

Pharmacology Journal. 28: 379-385.

EPA. 2016. Glyphosate. United States Environmental Protection Agency. USA.

1hlm.

Essiz, D., Altintas, L., Das, Y. K. 2006. Effects of Aflatoxin and Various

Adsorbents on Plasma Malondialdehyde levels in Quails. Bull Vet Inst

Pulawy. 50:585–588.

Finkel, T. 2011. Signal Transduction by Reactive Oxygen Species. J. Cell. Biol.

194(1) : 7-15.

Ganong, W. F. 2013. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

Guan, X., Dei-Anane, G., Liang, R., Gross, M. L., Nickkholgh, A., Kern, M. et al.

2008. Donor Preconditioning with Taurine Protects Kidney Grafts from

Injury After Experimental Transplantation. J Surg Res. 146: 127-34.

Gurel, A., Coskun, O., Armutcu, F., Kanter, M., dan Ozen, O. 2005. Vitamin E

Against Oxidative Damage Caused by Formaldehyde in Frontal Cortex and

Hippocampus: Biochemical and Histological Studies. J Chem Neuroanat.

29:173–8.

Guz, G., E. Oz, N. and Lortlar. 2007. The Effect of Taurine on Renal Ischemia-

Reperfusion Injury. 32(3): 405–411.

H. A. Quigley and A. T. Broman. 2006. “The Number of People with Glaucoma

World Wide in 2010 and 2020. British Journal of Ophthalmology. vol. 90.

no.3. pp. 262–267.

Harborne, J. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Cetakan Kedua. Penerjemah, K dan I. Soediro. ITB. Bandung

H. O. Odeoga, D. E. Okwu, and B. O. Mbaebie. 2005. Phytochemical

Constituents of Some Nigerian Medicinal Plants. African Journal of

Biotechnology. Vol. 4(7). 685688.

85

Halliwel, B. 2006. Reactive Species and Antioxidants. Redox Biology is A

Fundamental Theme Af Aerobic Life. Plant Physiology. 141: 312-322.

Halliwell, B. and Gutteridge, J. M. C. 2007. Cellular Response to Oxidative Stress

: Adaptation, Damage Repair, Senescence and Death. In Free Radical in

Biology and Medicine. 4th ed. London. Oxford : University Press. 2: 187 –

267

Hamid, A. A., Aiyelaagbe, O. O., Usman, L. A, Ameen, O. M., Lawal, A. 2010.

Antioxidant : its Medical and Pharmacological Applications. African

Journal of Pure and Applied Chemistry. vol.4 (8), pp. 142151.

Hasina, E. I., Kolenchenko, E. A., Sgrebneva, M. N., Kovalev, V.V. dan

Khotimchenko Yus. 2003. Antioxidant Activities of a Low Etherified

Pectin from the Seagrass Zostera marina. Russian J Mar Biol. 29(4): 259-

61.

Health Benefits of Lycopene [homepage on the internet]. Available from:

http://tomatoesweb.com/tomatoes/Health+Benefits+of+Lycopene. 2007

[update 2007; cited 2018 dec 19].

Irmark, M., Fadillioglu, E., Sogut, S., Erdogan, H., Gulec, M., Ozer, M., et al.

2003. Effects of Caffeic Acid Phenethyl Ester and Alpha-tocopherol on

Reperfusion Injury in Rat Brain. Cell Biochem Funct. 21:283–9.

Jasper, R., G. O. Locatelli, C. Pilati, C. Locatelli. 2012. Evaluation of

Biochemical, Hematological and Oxidative Parameters in Mice Exposed to

The Herbicide Glyphosate-Roundup. Interdiscip Toxicol. 5(3): 133-140.

Jaya, B. P. D., E. L. Widiastuti, E. Nurcahyani, and Sutiyarso. 2017. Taurine and

Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus) prevents oxidative damage in liver

of mice induced by paraquat. Biomedical and Pharmacology Journal. Vol.

10(4). Hal. 1993-2000.

Klaassen, C. D., Watkins, J. B., Casarett & Doull’s. 2003. Essentials of

Toxicology. USA: McGraw-Hill Companies. Hal 333–347:467.

Kannan, R. R. R., Arumugam, R., Anantharaman, P. 2010. In vitro Antioxidant

Activities of Ethanol Extract from Enhalus acoroides (L.f.) Royle. Asian

Pac J Trop Med. 898–901.

Kesuma, S. D., Hariyadi & Anwar, S. 2015. Dampak Aplikasi Herbisida IPA

Glifosat Dalam Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) Terhadap Tanah dan

Tanaman Padi Sawah. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan. 5(1). 61-70.

86

Kevin, C., Kregel, Hannah, J., Zhang. 2006. An Integrated View of Oxidative

Stress in Aging: Basic Mechanisms, Functional Effects, and Pathological

Considerations. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol. 292:R18-R36.

Kumalaningsih, S., Suprayogi. 2006. Tamarillo (Terung Belanda), Tanaman

Berkhasiat Penyedia Antioksidan Alami. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Kumar, V., Cotran, R. S., dan Robbins, R. S. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7;

alih bahasa, Beahm U., Pendt: Editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto,

Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari,- Ed. 7- Jakarta: EGC.

Kuo, J. dan C. den Hartog. 2006. Taxonomy and Biogeography of Seagrass. In

A.W.D. Larkum, R.J. Orth dan C.M Duarte (ed). Seagrass: Biology,

Ecology and Conservation. Springer. Dordrecht. Netherlands.

Kurnani, T. B. 2001. Radikal Bebas Dalam Polutan lingkungan. Dalam Seminar

Nasional dan lokakarya Penelitian Konsep Radikal Bebas dan Peran

Antioksidan Dalam Meningkatkan Kesehata Menuju Indonesia Sehat 2010.

Pusat penelitian kesehatan lembaga penelitian UNPAD. Bandung.

Larsen, K. E., Lifschitz, A. L., Lanusse, C. E., dan Virkel, G. L. 2016. The

Herbicide Glyphosate is A Weak Inhibitor of Acetylcholinesterase in Rats.

Environ Toxicol Phar. 45:41-4.

Lee Jeong-Sook. 2006. Effects of Soy Protein and Genistein on Blood Glucose,

Antioxidant Enzim Acivities, and lipid Profile in Stretozotocin-Induced

Diabetic Rats. Life Sciences 79:1578-1584.

Lieberman, M. and Marks, A. 2009. Mark’s Basic Medical Aiochemistry : A

Clinical Approach. Philadelphia : Wolter Kluwer / Lippincot Williams and

Wilkins.

Lingga, L. 2012. Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. PT. AgroMedia

Pustaka. Jakarta. Hal 3-4

M. Aslan. A., Cort., and I. Yucel. 2008.“Oxidative and Nitrative Stress Markers in

Glaucoma”. Free Radical Biology and Medicine. vol. 45. no.4. pp. 367–376.

Makarim, A. K., Sumarno, Suyamto. 2007. Jerami Padi: Pengelolaan dan

Pemanfaatan. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Marks, D. B., Marks, A. D., dan Smith, C. M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar.

(Brahm U.Pendit, Pentj). EGC. Jakarta

Marliana, E. 2005. Aktifitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Andong (Cordyline

fruticosa [L] A. Chaval ). Jurnal Mulawarman Scientifie. Vol 11(1)ISSN

1412-498X.

87

Matanjun, P., Mohamed, S., Kharidah, M. Noordin, M. M. 2010. Comparation of

Cardiovascular Protective Effect of Tropical Seaweeds Eucema cottonii,

Caulepra lentifilifera, and Sargasum polycytum on High Cholestrol / High

Fat Diet in Rats. J. of Medicine Food. 13(4). 792-800.

McEwen, B. S. 1999. Stres and Hippocampal Plasticity. Annu Rev. Neurosci.

22:105-22. 116.

McVeigh, C., dan Passmore, P. 2006. Vascular Dementia Prevention and

Treatment. Review Clinical Intervention in Aging. 1(3):229-35.

Meyer, B. N., Ferigni, N. R., Putnam, J. E., Jacobsen, L. B,. Nicholas, D. E.,

Laughlin, J. L. 1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for

Active Plant Constituents. Planta Medica. Vol 45(3); 31 – 34.

Moriarty, D. J. W., Boon, P. I. 1989. Interaction of Seagrass With Sediment and

Water. In: Larkum AWW, Mc Comb AJ, Sheperd SA. Biology of Seagrass.

Aquatic Plant Studies 2. Elsevier. New York. P 501-527.

Mozaffari, M., Abdelsayed R, Patel C, Wimborne H, Liu JY, Schaff er SW. 2010.

Diff Erential Effects of Taurine Treatment and Taurine Deficiency on the

Outcome of Renal Ischemia Reperfusion Injury. J Biomed Sci.17C(Suppl 1):

32.

Murray, R. K., dan Granner, D. K. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi

22. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Ngurah. 2007. Peranan Antioksidan pada Olahraga. Medicina. 38 (1): 3-6.

Ning, M., M. Sasoh, S. Kawanishi, H. Sugiura, F. Piao. 2010. Protection Effect of

Taurine on Nitrosative Stres in The Mice Brain with Chronic Exposure to

Arsenic. Journal of Biomedical Science. 17 (Suppl 1) : S7.

Nugraha, L. S. A. 2011. Cara dan Rute Pemberian Obat Pada Hewan Percobaan

Mencit. Akademi Farmasi Theresiana. Semarang.

Odeoga, H. O., D. E. Okwu, dan B. O. Mbaebie. 2005. Phytochemical

Constituents of Some Nigerian Medicanal Plants. African journal of

Biotechnoloogy. Vol. 4 (7). Hal. 685-688.

Paulsen, F. dan J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi

Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta :

EGC.

Peduto,V.A., R. D’uva, M. Piga. 1996. Carbamate and Organic Phosphorus

Poisoning. Minerva Anestesiol. 62:33-54.

88

Peixoto, F. 2005.Comparative effects of the Roundup and Glyphosate on

Mitochondrial Oxidative Phosphorylation. Chemosphere. 61:1115‑22

Pham-Huy, L. A., Hua, H., dan C. Pham-Huy. 2008. Free Radicals, Antioxidants

in Diseases and Health. Int Journal Biomed Scince. 4 (2): 89-96.

Pradheeba, M., Dilipan, E., Nobi, E.P., Thangaradjou, T. dan Sivakumar, K. 2011.

Evaluation of Seagrass For Their Nutritional Value. Indian Journal of Geo

Marine Science 40(1): 105-111.

Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. Penebar

Swadaya. Jakarta. Vol : 6.

Puspita, E. V., G. N. Susanto, Sumardi, dan E. L. Widiastuti. 2016. Pengaruh

Taurin Terhadap Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase, Malondialdehida

dan Histologi pada Hati Mencit (Mus musculus) Jantan yang Diberi

Herbisida Glifosat. Natural B. Vol 3(3). Hal. 226-234.

Purves, W. K., D. Sadava, G. H. Orians, dan H. C. Heller. 2004. Life: The Science

of Biology. Sinuer ssociates, Inc & W. H. Freeman Company. Sunderland.

Putz, R. dan Reinhard P. 2006. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia jilid 1, edisi 22.

EGC: Jakarta.

Rahman, K. 2007. Studies on Free Radicals, Antioxidants, and Co-Factors.

Clinical Interventions in Aging. 2(2): 219-36.

Reid, H., dan Fallon, R. J. 1992. Bacterical Infections in: Adam, J. H., Duchen, .

W. (Eds). Greenfield`s Neuropathology. 5th. Edward Arnold. london.

Mebourne. Auckand. pp. 302-334

Riadi. 2011. Bahan Ajar Mata Kuliah : Herbisida dan Aplikasinya. Universitas

Hasanuddin. Sulawesi Selatan.

Rina, N., dan Antarsih. 2017. Efek Ekstrak Etil Asetat Daun Lamun [Enhalus

acoroides (L.F) Royle] Terhadap Kadar MDA dan GSH Mencit Jantan Tua.

Jurnal Penelitian Kesehatan. Vol. 4 No.2. 56-65.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB.

Bandung. Hal 71285.

Rumiatin, R. O. 2011. Kandungan Fenol, Komponen Fitokimia dan Aktivitas

Antioksidan Lamun [Enhalus acoroides]. FPIK Institut Pertanian Bogor.

Rush, J. W. E., Denniss, S. G., Graham, D. A. 2005. Vascular Nitric Oxide and

Oxidative Stress: Determinants of Endothelial Adaptations to

Cardiovascular Disease and To Physical Activity. Can J Appl Physiol 30(4):

442-474.

89

Samsel, A. dan Seneff, S.2015. Glyphosate, Pathways to Modern Diseases III:

Manganese, Neurological Diseases, and Associated Pathologies. Surg

Neurol Int. 6:45.

Sandi, C. 2004. Stres, Cognitive Impairment and Cell Adhesion Molecules.

Neurosci. 5:917-30.

Sangi, M., Runtuwene, M. R. J., Simbala, H. E. I. dan Makang, V. M. A. 2008.

Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara.

Chemistry Progress. 1: 47-53.

Santoso, J., Anwariyah, s., Rumiantin, R. O., Putri, A., Ukhty, N., and Yoshie-

Stark, Y. 2012. Phenol Content, Antioxidant Activity And Fibers Profile Of

Four Tropical Seagrasses From Indonesia. Journal of Coastal

Develpopment. Vol. 15. No. 2: 189-196.

Saputra, R. 2012. Pengaruh Konsentrasi Alkali dan Rasio Rumput Laut-Alkali

Terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi Refined Carrageenan (SRC)

dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Skripsi. Universitas Hasanuddin.

Makassar. 53 hlm.

Sen, S. et al., 2010. Free Radikals, Antioxidan, Diseases and Phytomedicines:

Current Status and Future Prospect Nitrogen Spesies. 3(1) pp.91–100.

Setiawan, B. dan Suhartono, E. 2007. Peroksidasi Lipid dan Penyakit Terkait

Stres Oksidatif pada Bayi Prematur. Medical Chemistry. 57 : 10-14.

Sahidi, F. and U. N. Wanasundara. 1997. Measurement of lipid Oxidation and

Evaluation of Antioxidant Activity. In: F. Shahidi (Ed), Natural

Antioxidant: Chemistry, Health and Application. AOCS Press Champaign.

Illionis.

Shao, A. and J.N. Hathcock. 2008. Risk Assessment For the Amino Acids

Taurine, Iglutamine and l-arginine. Regul Toxicol Pharmacol 50(3) : 376-

399.

Sharo, N. M., Ningsih, R. N., A. Nasichuddin, dan A. Hanapi. 2013. Uji

Toksisitas dan Idantifikasi Senyawa Ekstrak Alga Merah (Euchema cottonii

L.) Terhadap larva Udang Artenia salina LEACH. Alchemy. Vol.2 No. 3

Hal. 170-177.

Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Penerbit Kanisius Yokyakarta. Halaman

38-56

Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh

Sugarto, L. EGC. Jakarta.

90

Siregar, A. F., Sabdiono, A., dan Pringgenis, D. 2012. Potensi Antibakteri Ekstrak

Rumput laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus luteus. Journal of Marine

Research. Vol. 1 No. 2. Hal. 152-160

Soenardjo, N. 2011. Aplikasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii (Weber

van Bosse) dengan Metode Jaring Lepas Dasar (Net Bag) Model Cidaun.

Jurnal Buletin Oseanografi Marina. 1 : 36–44.

Stapleton, P.Philip, O., Lean, Redmond, Paul, Boucher Hayes, dan David J. 1998.

Neuroprotective Mechanisms of Taurine against Ischemic Stroke. Brain

sciences ISSN 2076-3425.

Steinberg, D., Parthasarathy, S., Carew, T. E., Khoo, J. C., and Witztum, J. 1989.

Modification of Low-Density Lipoprotein That Increase It’s Atherogenicity.

New England. J. Med.

Sudiono. J. et al. 2003. Patology. Cetakan 1. Penerbit buku kedokteran EGC.

Jakarta.

Sulistyowati, Y. 2006. Pengaruh Pemberian Likopen terhadap Status Antioksidan

(Vitamin C, Vitamin E dan Gluthation Peroksidase) Tikus (Rattus

norvegicus galur Sprague Dawley) Hiperkolesterolemik. Tesis. Semarang:

Fakultas Kedokteran, Universitas Dipenogoro.

Sureda, A., Box, A., Terrados, J., Deudero, S., dan Pons, A. 2008. Antioxidant

Response of the Seagrass Posidonia oceanica When Epiphytized by the

Invasive Macroalgae Lophocladia lallemandii. Mar Environ Res. 66: 359-

63.

Susantiningsih, T. 2014. Biokimia Stre Oksidatif dan Prosedur Laboratorium.

Aura Printing dan Publishing. Bandar Lampung.

Susanto, E. dan Fahmi, A. S. 2012. Senyawa Fungsional dari Ikan: Aplikasinya

dalam Pangan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vo. 1 No.4

Susetiono. 2004. Fauna padang lamun. Tanjung Merah Selat lambeh. Pusat

Penelitian Oseanografi-LIPI: 99 Hal.

Suryaningrum, D., Wikanta, T. dan Kristiana, H. 2006. Uji Senyawa Antioksidan

dari Rumput Laut Halymenia harveyana dan Euchema cottonii. Pascapanen

dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 1 (1):51–63.

Theodorus, E. 2018. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas

(Alpinia galanga) Terhadap Gambaran Histopatologi Otak Mencit Jantan

(Mus musculus L.) Yang Diinduksi Monosodium glutamate (MSG). Skripsi.

Fakultas Kedokteran. Universitas Lampung.

91

Tian, J., Fu, F., Geng, M., Jiang, J., Yang, J., Jiang, W., et al. 2005.

Neuroprotective Effect of 20(S)-Ginsenoside Rg3 on Cerebral Ischemia in

Rats. Neurosci Lett. 374:92–7.

Tiemeier, H., Bekker S. L. M., Hofman, A., Kaudstaal, P. J., dan Breteler M.

M. B. 2002. Cerebral Haemodynamics and Depression in the Elderly. J

Neurol Neurosurg Psychiatry. 73:34-9.

Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo & J. Wiroatmodjo. 1984. PengelolaanGgulma di

Perkebunan. Gramedia. Jakarta.

Tomlin, C. D. S. 2010. A World Compedium The Pesticide Manual. Fifteenth ed.

British Crop Protection Council. English. 1606 p.

Urso, M. L., and Clarkson, P. M. 2003. Oxidative Stress, Exercise, and

Antioxidant Supplementation. Toxicology 189(1-2):41-54.

Valko M, Rhodes, Moncol, Izakovic, Mazur. 2006. Free Radicals, Metals and

Antioxidants in Oxidative Stress-Induced Cancer. Chemico-Biological

Interactions. 160: 1-40.

Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soedani

Noerono Soewandi, Apt. Unversitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta

W. Sudjarwo dan N. Farida. 2018. Efektifitas Neprhoprotektor Ekstrak Rumput

laut Merah (Eucheuma cottonii) Pada Mencit yang Diinduksi Dengan logam

Berat Timbal. Journal Of Pharmay Science and Technology. Vol 1 2614-

0993

Wardani, G., N., Farida, Andayani, R., Kuntoro, M. dan Sudjarwo, S. A. 2017.

The Potency of Red Seaweed (Euchema cottonii) Extracts as

Hepatoprotektor on Lead Acetat-Induced Hepatotoxicity in Mice.

Pharmacognosy Res. 9(3): 282-286.

Wikana, J. 2011. Pemberian Kompleks Buah Berry Menurunkan Stres Oksidatif

dan Meningkatkan Pertahanan Oksidatif Pada Perokok Aktif. Tesis.

Universitas Udayana. Denpasar.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal. Penerbit Kanisius. Kota

Padang

Wu, G., Y. Z. Fang, S. Yang, J. R. Lupton, and N. D. Turner. 2004. Glutathione

Methabolism and Its Implications For Health. Recent Advances in

Nutritional Sciences.134(3):489-92.

Yuantari, M. G. C., Widiarnako, B., dan Sunoko, R. H. 2013. Tingkat

Pengetahuan Petani dalam Menggunakan Pestisida (Studi Kasus di Desa

Curut Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan). Jurnal Prosiding

92

Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 1 (2) :

67 – 78.

Yuan, Y. V. dan N. A., Walsh. 2006. Antioxidant and Antiproleferation Actifities

of Extract From a Variety of Edible Seaweeds. Food and Chemistry

Toxicology. Vol. 44. 1144-1150.

Yuwono. 2009. Mencit strain CBR Swiss Derived. Pusat Penelitian Penyakit

Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen

Kesehatan RI. Jakarta.

Yunus, M. 2001. Pengaruh Antioksidan Vitamin C Terhadap MDA Eritrosit Tikus

Wistar Akibat Latihan Anaerobik. Jurnal Pendidikan Jasmani. (1): 9-16.

Yuniastuti, A., 2008. Gizi dan Kesehatan. Cetakan I. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Zainuri, M. dan S. I. Wanandi. 2012. Aktivitas Spesifik Manganase Superoxide

Dismutase (MnSOD) dan Katalase pada Hati Tikus yang Diinduksi

Hipoksia Sistemik: Hubungannya dengan Kerusakan Oksidatif. Jurnal

Media Litbang Kesehatan. 22(2): 87-92.