Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas
description
Transcript of Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas
PAPER
“OPTIMALISASI PENGGUNAAN PAKAN LOKAL PADA TERNAK”
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak.
Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu
menyajikan unsur hara atau nutrisi yang penting untuk perawatan tubuh,
pertumbuhan, penggemukan , reproduksi (birahi, konsepsi, kebuntingan) serta laktasi
(produksi susu) (Masir, 2010). Faktor kuantitas dan kualitas pakan merupakan faktor
utama penentu keberhasilan usaha peternakan unggas. Pakan merupakan biaya
terbesar dari total biaya produksi, karena hampir 2/3 biaya produksi berasal dari
pakan. Oleh karena itu, perhatian terhadap asupan zat makanan ke ternak akan
sangat menentukan keberhasilan budidaya peternakan (Hanafi, 2008).
Usaha ternak unggas secara intensif ditandai dengan produktivitas yang tinggi
seiring dengan input produksi yang memadai. Input produksi mencakup bibit, pakan,
pencegahan penyakit dan termasuk manajemen pemeliharaan yang seksama. Salah
satu input produksi peternakan yang utama adalah pakan. Secara umum, pakan pada
unggas diberikan dalam bentuk ransum yang disusun dari berbagai bahan baku pakan
(Tangendjaja, 2007). Bahan baku pakan dikelompokkan ke dalam sumber energi,
sumber protein baik nabati maupun hewani, hasil samping industri pertanian, sumber
mineral, suplemen pakan yang mengandung gizi seperti asam amino, vitamin dan
mineral mikro.
Tabel 1. Klasifikasi bahan baku pakan didasarkan atas sumber gizinya
Sumber Jenis Bahan Baku
Energi
Protein nabati
Protein hewani
Mineral
Tambahan (supplemen)
Imbuhan (additives)
Jagung, gaplek, sorgum, minyak sawit
Bungkil kedelai, corn gluten meal, bungkil kanola (rapeseed), bungkil
kacang tanah, dried distillers grain and solubles (DDGS), bungkil biji
matahari
Tepung ikan, tepung daging, tepung bulu, tepung darah
DiCalcium Phosphate, MonoCalcium Phosphate, tepung tulang, tepung
batu, garam, tepung kulit kerang
Asam amino (lisin, metionin, treonin, triptofan), vitamin, premiks,
termasuk choline, trace element mix
Growth promoter (antibiotik dan bahan kimia), coccidiostat, enzim,
pengawet, processing aid, dll.
Pemenuhan kebutuhan nutrien dalam menyusun ransum dilakukan untuk
merangsang pertumbuhan ternak. Untuk tumbuh secara optimal, ternak memerlukan
pakan yang mengandung sumber gizi lengkap dan tentunya bernilai ekonomis tinggi
seperti bungkil kedelai, tepung ikan, jagung, produk samping gandum/ polar dan
beberapa pakan tambahan seperti mineral dan vitamin. Di Indonesia, sebagian besar
bahan-bahan pakan tersebut masih diimpor dengan harga yang cukup mahal (Wawo,
2005). Oleh karena itu, perlu diupayakan alternatif penyediaan dan penggunaan
bahan pakan lokal secara optimal.
B. Rumusan Masalah
Salah satu tantangan dalam membuat ransum unggas adalah menghasilkan
ransum dengan kualitas standar yang telah ditentukan serta harga bahan pakan yang
terjangkau tanpa mengurangi kebutuhan nutrisinya. Disisi lain, permasalahan ada
pada suplai bahan baku yang mengalami fluktuasi tergantung musim. Pada saat
panen misalnya, suplai melimpah dan harga menurun. Hal ini tidak hanya
mengakibatkan harga berubah tetapi juga kualitas bahan baku berfluktuasi akibat
penanganan pascapanen yang kurang optimal. Permasalahan lain yakni adanya
persaingan pangan dengan manusia. Masalah ini kemudian membatasi penggunaan
bahan baku pakan yang sama dengan pangan manusia seperti jagung, gandum, dan
lain sebagiannya.
II. PEMBAHASAN
Usaha untuk menggali sumber bahan pakan lokal dapat dilakukan dengan
mencari bahan baku inkonvensional yang terdapat di Indonesia untuk menggantikan
bahan pakan import. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk menggali
bahan baku inkonvensional termasuk menganalisa kandungan gizinya dan
mengujinya terhadap penampilan ayam untuk melihat seberapa banyak bahan baku
tersebut dapat digunakan untuk menyusun ransum.
Sumber pakan lokal dari bahan baku inkonvensional telah diuji termasuk biji
turi (Tangendjaja, 1990), biji lamtoro (Tangendjaja et al., 1985), biji saga (Resnawati
et al., 1985), berbagai jenis tepung daun (Tangendjaja dan Lowry, 1985), konsentrat
protein, biji kapas (Tangendjaja, 1987). Umumnya semua bahan baku inkonvensional
dapat digunakan dalam jumlah terbatas, beberapa mengandung faktor anti nutrisi
sehingga tidak dapat digunakan. Namun, bahan baku inkonvensional ini belum bisa
diaplikasikan di Industri pakan, karena ketersediaannya tidak melimpah.
Meskipun demikian, masih terdapat banyak alternative pakan lokal lainnya
untuk mensubtitusi pakan import di Indonesia. Alternatif pakan lokal dapat dipenuhi
dari hasil samping komoditas pertanian atau limbah yang tersedia cukup melimpah.
Tabel 8. Produksi komoditas pertanian 1999 – 2003 (ribu ton)
Komoditas 1999 2000 2001 2002 2003
Beras 50.866 51.899 50.461 51.490 51.849Jagung 9.204 9.677 9.347 9.654 10.821Kedelai 1.383 1.018 827 673 678Kacang tanah 660 737 710 718 760Ubi kayu 16.459 16.089 17.055 16.913 17.723Sayuran 8.078 7.559 6.920 7.631 7.965Buah-buahan 7.541 8.378 9.959 10.899 12.154Gula 1.541 1.690 1.725 1.755 1.725Minyak nabati 10.393 12.204 13.980 15.078 ***Minyak sawit 6.005 7.581 9.048 9.902 ***Minyak inti sawit 1.393 1.575 1.810 1.980 ***Minyak kelapa 2.995 3.048 3122 3.196 ***Kopi 532 625 622 623 ***Kakao 367 374 381 433 ***
Sumber : Tangendjaja (2007)
Tabel 8 menggambarkan produksi komoditas pertanian yang selain
menghasilkan produk utama juga akan dihasilkan hasil samping atau limbah dalam
jumlah tertentu yang dapat dipakai untuk bahan pakan. Dari produksi beras akan
dihasilkan dedak padi dan jerami, dari minyak nabati akan dihasilkan bungkil inti
sawit, lumpur sawit, bungkil kelapa, dari perkebunan adalah limbah kopi dan coklat
yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Apabila diperhitungkan dari neraca
bahan baku pakan maka Indonesia mempunyai keunggulan kompetitif dalam
mengembangkan ternak ruminansia karena hasil samping industri/pertanian
Indonesia yang melimpah.
Dilihat dari bahan baku yang ada dan belum banyak dimanfaatkan seperti
bungkil inti sawit, bungkil kelapa, polar gandum, dedak padi, singkong maka terdapat
peluang lebih kompetitif untuk mengembangkan industri pakan dengan protein
rendah. Jenis pakan ini dijumpai pada pakan ayam petelur atau ternak ruminansia,
karena komoditas ini membutuhkan protein yang lebih rendah dan lebih toleran
terhadap kadar serat yang tinggi. Bahan baku yang sangat potensial saat ini adalah
yang seringkali diekspor seperti bungkil inti sawit, bungkil kelapa dan wheat bran.
Sumber pakan lokal yang melimpah di Indonesia lebih banyak dimanfaatkan
sebagai pakan ruminansia karena memiliki kandungan serat yang tinggi. Sehingga
upaya optimalisasi sumber pakan lokal akan lebih intensif jika dikembangkan untuk
ternak ruminansia. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dapat
diaplikasikan pada ternak unggas. Pemanfaatan sumber pakan lokal pada unggas
dilakukan dengan menerapkan teknologi pengolahan pakan sehingga dapat
terbentuk pakan yang rendah serat dan memiliki energi metabolis diatas 2500
kkal/kg.
Teknologi sendiri didefinisikan sebagai metode atau cara untuk mencapai
tujuan praktis berdasarkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, teknologi pakan
dapat mencakup bahan teknologi baku pakan dan proses pengolahan pakan
termasuk teknologi formulasi dan teknologi pengendalian mutu (quality control)
(Tangendjaja, 2007). Teknologi pakan akan mampu meningkatkan efisiensi dan
produktivitas industri unggas dan teknologi ini diperoleh baik melalui penelitian
maupun adopsi teknologi yang sudah berkembang di dunia.
Beberapa potensi sumber pakan lokal dari limbah pertanian melalui penerapan
teknologi pengolahan pakan:
1. Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan hasil ikutan pembuatan tahu sebagai limbah industry
rumah tangga. Sebagai sumber pakan lokal, limbah ampas tahu tersedia cukup
banyak di sentra indutri tahu. Secara umum, ampas tahu berasal dari kacang tanah
dan kacang kedelai yang mempunyai kadar protein yang tinggi dengan asam amino
yang cukup lengkap. Oleh karena itu, limbah ikutan ini disebut sebagai limbah
dengan kandungan gizi yang baik terutama protein. Beberapa penelitian telah
membuktikan aplikasi pakan ampas tahu ke beberapa ternak mampu meningkatkan
performa produksinya, salah satunya Duldjaman (2004) yang menerapkan pada
domba. Dalam penelitiannya, Domba yang diberi perlakukan pakan ampas tahu
mampu meningkatkan konsumsi bahan kering, protein, TDN, keefisienan
penggunaan pakan dan pertambahan bobot hidup. Dengan demikian, ampas tahu
selain berkontribusi terhadap kebutuhan protein juga mampu merangsang
peningkatan konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan.
2. Limbah Sayuran
Bahan pakan lokal hasil pertanian dan ikutannya termasuk limbah sayuran dari
pasar tradisional dapat menjadi altematif pakan ternak. Limbah sayuran berpotensi
untuk dijadikan bahan pakan altematif. Secara fisik, limbah sayuran mudah busuk
karena berkadar air tinggi, namun secara kimiawi mengandung protein, serta vitamin
dan mineral relatif tinggi dan dibutuhkan oleh ternak unggas maupun ruminansia.
Hasil penelitian Abun dkk (2007) menyebutkan pengolahan mekanis dengan cara
pengukusan mampu meningkatkan nilai nutrisi dan kecernaan limbah sayuran
sebagai pakan ternak.
3. Limbah Jagung
Limbah tanaman jagung juga dapat dimanfaatkan untuk pakan, tetapi hanya
untuk ternak ruminansia karena tingginya kandungan serat. Jerami jagung
merupakan bahan pakan penting untuk sapi pada saat rumput sulit diperoleh,
terutama pada musim kemarau. Jerami jagung yang diawetkan dengan pengeringan
matahari menghasilkan hay dan disimpan oleh petani untuk persediaan pakan sapi
pada musim kemarau. Ada beberapa macam limbah tanaman jagung dan produk
samping industry berbasis jagung dan salah satunya adalah tongkol / janggel jagung
yaitu bagian dari buah jagung setelah biji dipipil. Tongkol jagung merupakan limbah
pertanian yang biasanya hanya dibuang, namun dengan sedikit sentuhan teknologi
bahan yang semula hanya dianggap sampah itu dapat diubah menjadi pakan ternak
yang bergizi tinggi, bahkan dapat mengatasi kelangkaan pakan pada musim kemarau.
Permasalahan utama penggunaan tongkol jagung sebagai pakan ternak adalah
tingginya kandungan serat kasar yang mengakibatkan kecernaannya rendah dan
konsumsinyapun terbatas. Untuk dapat meningkatkan pemanfaatan tongkol jagung
sebagai pakan ternak maka diperlukan pengolahan terlebih dahulu, dapat berupa
fermentasi maupun silage (Yunizar dan I Stiana, 2009).
4. Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit merupakan salah satu potensi sumber pakan lokal yang
diperoleh dari hasil samping pemerasan daging buah inti sawit. Bungkil inti sawit
tinggi akan serat kasar (36%) dan protein (12-16%). Limbah ini sering dimanfaatkan
pada ternak rumiansia sebagai sumber energy atau protein. Namun untuk pakan
unggas masih terbatas karena tingginya kadar serat kasar, kandungan polisakarida
bukan pati (PBP) dan adanya protein yang berikatan dengan karbohidrat serta
rendahnya kadar dan kecernaan asam amino. Meski demikian, Yatno dkk (2008)
dalam penelitiannya mampu meningkatkan pemanfaatan bungkil inti sawit menjadi
pakan dengan protein konsentrat berkualitas tinggi yang menyamai nilai retensi
protein bungkil kedelai melalui metode ekstraksi fisik-kimiawi. Melalui teknologi ini
diharapkan pemanfaatan bungkil inti sawit sebagai sumber pakan lokal lebih optimal
untuk ternak ruminansia juga pada ternak unggas lainnya, sehingga lebih efisien dan
tersubtitusi dari bahan pakan import lainnya.
III. KESIMPULAN
Usaha peternakan memegang peran kunci dalam penyediaan protein hewani
bagi masyarakat Indonesia. Di sisi lain, pakan masih merupakan komponen biaya
terbesar dalam usaha ternak. Untuk memenuhi permintaan pakan, Indonesia
mengimpor bahan baku pakan yang belum mampu disediakan di dalam negeri
terutama dari sumber protein. Padahal sumber pakan lokal baik dari hasil pertanian
maupun hasil ikutannya masih tersedia cukup melimpah dan belum banyak
dimanfaatkan, seperti bungkil inti sawit, bungkil kelapa, polar gandum, dedak padi,
singkong. Upaya optimalisasi pemanfaatan sumber pakan lokal melalui adopsi
teknologi pengolahan pakan diharapkan mampu mensubstitusi penggunaan pakan
import. Selain lebih efisien, adopsi teknologi pada sumber pakan lokal juga mampu
menekan biaya pakan pada industri peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abun, D. Rusmana, D. Saefulhadjar. 2007. Efek Pengolahan Limbah Sayuran Secara Mekanis Terhadap Nilai Kecernaan pada Ayam Kampung Super JJ-101. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 7 (2): 81 – 86.
Duldjaman, M. 2004. Penggunaan Ampas Tahu untuk Meningkatkan Gizi Pakan Domba Lokal. Jurnal Media Peternakan. Vol. 27 (3) : 107-110.
Hanafi, Nevy Diana. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Artikel Ilmiah. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Masir, Ummul. 2010. Kaitan Bioteknologi Pakan Ternak Dengan Mikroba Rumen. Artikel Ilmiah. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Resnawati, H., R. Anggorodi, A.T. Karossi dan F. Safuan. 1985. Penggunaan biji saga pohon (Adenanthera pavonina Lin.) dalam ransum terhadap penampilan ayam pedaging. Pros. Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak, Balai Penelitian Ternak. hlm. 48 – 55.
Tangendjaja, B. 1987. Pengolahan biji kapas untuk makanan ternak. Jurnal Litbang Pertanian. Vol.6(1): 22 – 26.
Tangendjaja, B. 1990. Biji turi sebagai bahan pakan: 1. Komposisi kimia, TME dan performans terhadap ayam pedaging. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Vol.4(2): 238 – 242.
Tangendjaja, B. 2007. Inovasi Teknologi Pakan Menuju Kemandirian Usaha Ternak Unggas. Wartazoa. Vol. 17 No. 1
Tangendjaja, B., J.B. Lowry and T.A. Budiman. 1985. Nilai gizi biji lamtoro dan sifat racunnya pada ayam pedaging: Pengaruh penambahan besi sulfat dan natrium karbonat. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Vol.2(1): 45 – 50.
Wawo, Baharuddin. 2005. Memanfaatkan Limbah Bulu Unggas Sebagai Pakan Ternak. Artikel Ilmiah.
Yatno., N. Ramli, P. Hardjosworo, A. Setiyono, T. Purwadaria. 2008. Sifat Kimia dan Nilai Biologis Konsentrat Protein Bungkil Inti Sawit Hasil Ekstraksi Kombinasi Fisik-Kimiawi. Jurnal Media Peternakan. Vol. 31(3) : 178-185
Yunizar, N., S. I stiana. 2009. Pengelolaan Ternak Secara Berkelanjutan. Modul Pelatihan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.