Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

13
PAPER “OPTIMALISASI PENGGUNAAN PAKAN LOKAL PADA TERNAK” UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 2011

description

Usaha ternak unggas secara intensif ditandai dengan produktivitas yang tinggi seiring dengan input produksi yang memadai.Salah satu input produksi peternakan yang utama adalah pakan. Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak karena mampu menyajikan unsur hara atau nutrisi yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan , reproduksi. Untuk tumbuh secara optimal, ternak memerlukan pakan yang mengandung sumber gizi lengkap dan tentunya bernilai ekonomis tinggi seperti bungkil kedelai, tepung ikan, jagung, produk samping gandum/ polar dan beberapa pakan tambahan seperti mineral dan vitamin. Di Indonesia, sebagian besar bahan-bahan pakan tersebut masih diimpor dengan harga yang cukup mahal (Wawo, 2005). Oleh karena itu, perlu diupayakan alternatif penyediaan dan penggunaan bahan pakan lokal secara optimal.

Transcript of Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

Page 1: Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

PAPER

“OPTIMALISASI PENGGUNAAN PAKAN LOKAL PADA TERNAK”

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN2011

Page 2: Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak.

Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu

menyajikan unsur hara atau nutrisi yang penting untuk perawatan tubuh,

pertumbuhan, penggemukan , reproduksi (birahi, konsepsi, kebuntingan) serta laktasi

(produksi susu) (Masir, 2010). Faktor kuantitas dan kualitas pakan merupakan faktor

utama penentu keberhasilan usaha peternakan unggas. Pakan merupakan biaya

terbesar dari total biaya produksi, karena hampir 2/3 biaya produksi berasal dari

pakan. Oleh karena itu, perhatian terhadap asupan zat makanan ke ternak akan

sangat menentukan keberhasilan budidaya peternakan (Hanafi, 2008).

Usaha ternak unggas secara intensif ditandai dengan produktivitas yang tinggi

seiring dengan input produksi yang memadai. Input produksi mencakup bibit, pakan,

pencegahan penyakit dan termasuk manajemen pemeliharaan yang seksama. Salah

satu input produksi peternakan yang utama adalah pakan. Secara umum, pakan pada

unggas diberikan dalam bentuk ransum yang disusun dari berbagai bahan baku pakan

(Tangendjaja, 2007). Bahan baku pakan dikelompokkan ke dalam sumber energi,

sumber protein baik nabati maupun hewani, hasil samping industri pertanian, sumber

mineral, suplemen pakan yang mengandung gizi seperti asam amino, vitamin dan

mineral mikro.

Tabel 1. Klasifikasi bahan baku pakan didasarkan atas sumber gizinya

Sumber Jenis Bahan Baku

Energi

Protein nabati

Protein hewani

Mineral

Tambahan (supplemen)

Imbuhan (additives)

Jagung, gaplek, sorgum, minyak sawit

Bungkil kedelai, corn gluten meal, bungkil kanola (rapeseed), bungkil

kacang tanah, dried distillers grain and solubles (DDGS), bungkil biji

matahari

Tepung ikan, tepung daging, tepung bulu, tepung darah

DiCalcium Phosphate, MonoCalcium Phosphate, tepung tulang, tepung

batu, garam, tepung kulit kerang

Asam amino (lisin, metionin, treonin, triptofan), vitamin, premiks,

termasuk choline, trace element mix

Growth promoter (antibiotik dan bahan kimia), coccidiostat, enzim,

pengawet, processing aid, dll.

Page 3: Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

Pemenuhan kebutuhan nutrien dalam menyusun ransum dilakukan untuk

merangsang pertumbuhan ternak. Untuk tumbuh secara optimal, ternak memerlukan

pakan yang mengandung sumber gizi lengkap dan tentunya bernilai ekonomis tinggi

seperti bungkil kedelai, tepung ikan, jagung, produk samping gandum/ polar dan

beberapa pakan tambahan seperti mineral dan vitamin. Di Indonesia, sebagian besar

bahan-bahan pakan tersebut masih diimpor dengan harga yang cukup mahal (Wawo,

2005). Oleh karena itu, perlu diupayakan alternatif penyediaan dan penggunaan

bahan pakan lokal secara optimal.

B. Rumusan Masalah

Salah satu tantangan dalam membuat ransum unggas adalah menghasilkan

ransum dengan kualitas standar yang telah ditentukan serta harga bahan pakan yang

terjangkau tanpa mengurangi kebutuhan nutrisinya. Disisi lain, permasalahan ada

pada suplai bahan baku yang mengalami fluktuasi tergantung musim. Pada saat

panen misalnya, suplai melimpah dan harga menurun. Hal ini tidak hanya

mengakibatkan harga berubah tetapi juga kualitas bahan baku berfluktuasi akibat

penanganan pascapanen yang kurang optimal. Permasalahan lain yakni adanya

persaingan pangan dengan manusia. Masalah ini kemudian membatasi penggunaan

bahan baku pakan yang sama dengan pangan manusia seperti jagung, gandum, dan

lain sebagiannya.

Page 4: Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

II. PEMBAHASAN

Usaha untuk menggali sumber bahan pakan lokal dapat dilakukan dengan

mencari bahan baku inkonvensional yang terdapat di Indonesia untuk menggantikan

bahan pakan import. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk menggali

bahan baku inkonvensional termasuk menganalisa kandungan gizinya dan

mengujinya terhadap penampilan ayam untuk melihat seberapa banyak bahan baku

tersebut dapat digunakan untuk menyusun ransum.

Sumber pakan lokal dari bahan baku inkonvensional telah diuji termasuk biji

turi (Tangendjaja, 1990), biji lamtoro (Tangendjaja et al., 1985), biji saga (Resnawati

et al., 1985), berbagai jenis tepung daun (Tangendjaja dan Lowry, 1985), konsentrat

protein, biji kapas (Tangendjaja, 1987). Umumnya semua bahan baku inkonvensional

dapat digunakan dalam jumlah terbatas, beberapa mengandung faktor anti nutrisi

sehingga tidak dapat digunakan. Namun, bahan baku inkonvensional ini belum bisa

diaplikasikan di Industri pakan, karena ketersediaannya tidak melimpah.

Meskipun demikian, masih terdapat banyak alternative pakan lokal lainnya

untuk mensubtitusi pakan import di Indonesia. Alternatif pakan lokal dapat dipenuhi

dari hasil samping komoditas pertanian atau limbah yang tersedia cukup melimpah.

Tabel 8. Produksi komoditas pertanian 1999 – 2003 (ribu ton)

Komoditas 1999 2000 2001 2002 2003

Beras 50.866 51.899 50.461 51.490 51.849Jagung 9.204 9.677 9.347 9.654 10.821Kedelai 1.383 1.018 827 673 678Kacang tanah 660 737 710 718 760Ubi kayu 16.459 16.089 17.055 16.913 17.723Sayuran 8.078 7.559 6.920 7.631 7.965Buah-buahan 7.541 8.378 9.959 10.899 12.154Gula 1.541 1.690 1.725 1.755 1.725Minyak nabati 10.393 12.204 13.980 15.078 ***Minyak sawit 6.005 7.581 9.048 9.902 ***Minyak inti sawit 1.393 1.575 1.810 1.980 ***Minyak kelapa 2.995 3.048 3122 3.196 ***Kopi 532 625 622 623 ***Kakao 367 374 381 433 ***

Sumber : Tangendjaja (2007)

Page 5: Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

Tabel 8 menggambarkan produksi komoditas pertanian yang selain

menghasilkan produk utama juga akan dihasilkan hasil samping atau limbah dalam

jumlah tertentu yang dapat dipakai untuk bahan pakan. Dari produksi beras akan

dihasilkan dedak padi dan jerami, dari minyak nabati akan dihasilkan bungkil inti

sawit, lumpur sawit, bungkil kelapa, dari perkebunan adalah limbah kopi dan coklat

yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Apabila diperhitungkan dari neraca

bahan baku pakan maka Indonesia mempunyai keunggulan kompetitif dalam

mengembangkan ternak ruminansia karena hasil samping industri/pertanian

Indonesia yang melimpah.

Dilihat dari bahan baku yang ada dan belum banyak dimanfaatkan seperti

bungkil inti sawit, bungkil kelapa, polar gandum, dedak padi, singkong maka terdapat

peluang lebih kompetitif untuk mengembangkan industri pakan dengan protein

rendah. Jenis pakan ini dijumpai pada pakan ayam petelur atau ternak ruminansia,

karena komoditas ini membutuhkan protein yang lebih rendah dan lebih toleran

terhadap kadar serat yang tinggi. Bahan baku yang sangat potensial saat ini adalah

yang seringkali diekspor seperti bungkil inti sawit, bungkil kelapa dan wheat bran.

Sumber pakan lokal yang melimpah di Indonesia lebih banyak dimanfaatkan

sebagai pakan ruminansia karena memiliki kandungan serat yang tinggi. Sehingga

upaya optimalisasi sumber pakan lokal akan lebih intensif jika dikembangkan untuk

ternak ruminansia. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dapat

diaplikasikan pada ternak unggas. Pemanfaatan sumber pakan lokal pada unggas

dilakukan dengan menerapkan teknologi pengolahan pakan sehingga dapat

terbentuk pakan yang rendah serat dan memiliki energi metabolis diatas 2500

kkal/kg.

Teknologi sendiri didefinisikan sebagai metode atau cara untuk mencapai

tujuan praktis berdasarkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, teknologi pakan

dapat mencakup bahan teknologi baku pakan dan proses pengolahan pakan

termasuk teknologi formulasi dan teknologi pengendalian mutu (quality control)

(Tangendjaja, 2007). Teknologi pakan akan mampu meningkatkan efisiensi dan

produktivitas industri unggas dan teknologi ini diperoleh baik melalui penelitian

maupun adopsi teknologi yang sudah berkembang di dunia.

Page 6: Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

Beberapa potensi sumber pakan lokal dari limbah pertanian melalui penerapan

teknologi pengolahan pakan:

1. Ampas Tahu

Ampas tahu merupakan hasil ikutan pembuatan tahu sebagai limbah industry

rumah tangga. Sebagai sumber pakan lokal, limbah ampas tahu tersedia cukup

banyak di sentra indutri tahu. Secara umum, ampas tahu berasal dari kacang tanah

dan kacang kedelai yang mempunyai kadar protein yang tinggi dengan asam amino

yang cukup lengkap. Oleh karena itu, limbah ikutan ini disebut sebagai limbah

dengan kandungan gizi yang baik terutama protein. Beberapa penelitian telah

membuktikan aplikasi pakan ampas tahu ke beberapa ternak mampu meningkatkan

performa produksinya, salah satunya Duldjaman (2004) yang menerapkan pada

domba. Dalam penelitiannya, Domba yang diberi perlakukan pakan ampas tahu

mampu meningkatkan konsumsi bahan kering, protein, TDN, keefisienan

penggunaan pakan dan pertambahan bobot hidup. Dengan demikian, ampas tahu

selain berkontribusi terhadap kebutuhan protein juga mampu merangsang

peningkatan konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan.

2. Limbah Sayuran

Bahan pakan lokal hasil pertanian dan ikutannya termasuk limbah sayuran dari

pasar tradisional dapat menjadi altematif pakan ternak. Limbah sayuran berpotensi

untuk dijadikan bahan pakan altematif. Secara fisik, limbah sayuran mudah busuk

karena berkadar air tinggi, namun secara kimiawi mengandung protein, serta vitamin

dan mineral relatif tinggi dan dibutuhkan oleh ternak unggas maupun ruminansia.

Hasil penelitian Abun dkk (2007) menyebutkan pengolahan mekanis dengan cara

pengukusan mampu meningkatkan nilai nutrisi dan kecernaan limbah sayuran

sebagai pakan ternak.

3. Limbah Jagung

Limbah tanaman jagung juga dapat dimanfaatkan untuk pakan, tetapi hanya

untuk ternak ruminansia karena tingginya kandungan serat. Jerami jagung

merupakan bahan pakan penting untuk sapi pada saat rumput sulit diperoleh,

terutama pada musim kemarau. Jerami jagung yang diawetkan dengan pengeringan

matahari menghasilkan hay dan disimpan oleh petani untuk persediaan pakan sapi

pada musim kemarau. Ada beberapa macam limbah tanaman jagung dan produk

Page 7: Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

samping industry berbasis jagung dan salah satunya adalah tongkol / janggel jagung

yaitu bagian dari buah jagung setelah biji dipipil. Tongkol jagung merupakan limbah

pertanian yang biasanya hanya dibuang, namun dengan sedikit sentuhan teknologi

bahan yang semula hanya dianggap sampah itu dapat diubah menjadi pakan ternak

yang bergizi tinggi, bahkan dapat mengatasi kelangkaan pakan pada musim kemarau.

Permasalahan utama penggunaan tongkol jagung sebagai pakan ternak adalah

tingginya kandungan serat kasar yang mengakibatkan kecernaannya rendah dan

konsumsinyapun terbatas. Untuk dapat meningkatkan pemanfaatan tongkol jagung

sebagai pakan ternak maka diperlukan pengolahan terlebih dahulu, dapat berupa

fermentasi maupun silage (Yunizar dan I Stiana, 2009).

4. Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit merupakan salah satu potensi sumber pakan lokal yang

diperoleh dari hasil samping pemerasan daging buah inti sawit. Bungkil inti sawit

tinggi akan serat kasar (36%) dan protein (12-16%). Limbah ini sering dimanfaatkan

pada ternak rumiansia sebagai sumber energy atau protein. Namun untuk pakan

unggas masih terbatas karena tingginya kadar serat kasar, kandungan polisakarida

bukan pati (PBP) dan adanya protein yang berikatan dengan karbohidrat serta

rendahnya kadar dan kecernaan asam amino. Meski demikian, Yatno dkk (2008)

dalam penelitiannya mampu meningkatkan pemanfaatan bungkil inti sawit menjadi

pakan dengan protein konsentrat berkualitas tinggi yang menyamai nilai retensi

protein bungkil kedelai melalui metode ekstraksi fisik-kimiawi. Melalui teknologi ini

diharapkan pemanfaatan bungkil inti sawit sebagai sumber pakan lokal lebih optimal

untuk ternak ruminansia juga pada ternak unggas lainnya, sehingga lebih efisien dan

tersubtitusi dari bahan pakan import lainnya.

Page 8: Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

III. KESIMPULAN

Usaha peternakan memegang peran kunci dalam penyediaan protein hewani

bagi masyarakat Indonesia. Di sisi lain, pakan masih merupakan komponen biaya

terbesar dalam usaha ternak. Untuk memenuhi permintaan pakan, Indonesia

mengimpor bahan baku pakan yang belum mampu disediakan di dalam negeri

terutama dari sumber protein. Padahal sumber pakan lokal baik dari hasil pertanian

maupun hasil ikutannya masih tersedia cukup melimpah dan belum banyak

dimanfaatkan, seperti bungkil inti sawit, bungkil kelapa, polar gandum, dedak padi,

singkong. Upaya optimalisasi pemanfaatan sumber pakan lokal melalui adopsi

teknologi pengolahan pakan diharapkan mampu mensubstitusi penggunaan pakan

import. Selain lebih efisien, adopsi teknologi pada sumber pakan lokal juga mampu

menekan biaya pakan pada industri peternakan.

Page 9: Optimalisasi Penggunaan Pakan Lokal pada Ternak Unggas

DAFTAR PUSTAKA

Abun, D. Rusmana, D. Saefulhadjar. 2007. Efek Pengolahan Limbah Sayuran Secara Mekanis Terhadap Nilai Kecernaan pada Ayam Kampung Super JJ-101. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 7 (2): 81 – 86.

Duldjaman, M. 2004. Penggunaan Ampas Tahu untuk Meningkatkan Gizi Pakan Domba Lokal. Jurnal Media Peternakan. Vol. 27 (3) : 107-110.

Hanafi, Nevy Diana. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Artikel Ilmiah. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Masir, Ummul. 2010. Kaitan Bioteknologi Pakan Ternak Dengan Mikroba Rumen. Artikel Ilmiah. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Resnawati, H., R. Anggorodi, A.T. Karossi dan F. Safuan. 1985. Penggunaan biji saga pohon (Adenanthera pavonina Lin.) dalam ransum terhadap penampilan ayam pedaging. Pros. Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak, Balai Penelitian Ternak. hlm. 48 – 55.

Tangendjaja, B. 1987. Pengolahan biji kapas untuk makanan ternak. Jurnal Litbang Pertanian. Vol.6(1): 22 – 26.

Tangendjaja, B. 1990. Biji turi sebagai bahan pakan: 1. Komposisi kimia, TME dan performans terhadap ayam pedaging. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Vol.4(2): 238 – 242.

Tangendjaja, B. 2007. Inovasi Teknologi Pakan Menuju Kemandirian Usaha Ternak Unggas. Wartazoa. Vol. 17 No. 1

Tangendjaja, B., J.B. Lowry and T.A. Budiman. 1985. Nilai gizi biji lamtoro dan sifat racunnya pada ayam pedaging: Pengaruh penambahan besi sulfat dan natrium karbonat. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Vol.2(1): 45 – 50.

Wawo, Baharuddin. 2005. Memanfaatkan Limbah Bulu Unggas Sebagai Pakan Ternak. Artikel Ilmiah.

Yatno., N. Ramli, P. Hardjosworo, A. Setiyono, T. Purwadaria. 2008. Sifat Kimia dan Nilai Biologis Konsentrat Protein Bungkil Inti Sawit Hasil Ekstraksi Kombinasi Fisik-Kimiawi. Jurnal Media Peternakan. Vol. 31(3) : 178-185

Yunizar, N., S. I stiana. 2009. Pengelolaan Ternak Secara Berkelanjutan. Modul Pelatihan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.