OPTIMALISASI FUNGSI MASJID DI MASA PANDEMI COVID-19 …

185
OPTIMALISASI FUNGSI MASJID DI MASA PANDEMI COVID-19 (Studi Kasus pada Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh FATRIANA SAFITRI HARSYAM 105381120116 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI 2021

Transcript of OPTIMALISASI FUNGSI MASJID DI MASA PANDEMI COVID-19 …

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
“Jangan bandingkan prosesmu dengan orang lain karena tidak semua bunga
tumbuh dan mekar bersamaan”
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada kedua orang tuaku sebagai tanda bakti, hormat,
dan rasa terima kasih tidak terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada
mamaku tersayang (Hartati Thamrin, S. Pd. I), papaku tercinta (Syamsul Alam),
serta keluargaku yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta
kasih yang tiada hingga yang tiada mungkin bisa kubalas hanya dengan selembar
kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah
awal untuk membuat kedua orang tuaku bahagia. Terima kasih telah memberikan
motivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakan, dan selalu
menasehati.
vii
ABSTRAK
Fatriana Safitri Harsyam, 2021. Optimalisasi Fungsi Masjid di Masa Pandemi
Covid-19 (Studi Kasus pada Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar). Skripsi.
Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar. Di bimbing oleh Muhammad Nawir sebagai
pembimbing I dan Sam’un Mukramin sebagai pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis cara
mengoptimalisasi fungsi masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar pada masa
pandemi Covid-19. Penelitian ini dilakukan di Masjid Al-Markaz Al-Islami
Makassar. Metode penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan
menerapkan pendekatan studi kasus yang dilakukan secara intensif, terinci dan
mendalam tentang Optimalisasi fungsi masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar di
masa pandemi Covid-19. Sumber data yang diolah merupakan sumber data primer
dan data sekunder. Teknik analisis data melalui berbagai tahapan yaitu, reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan teknik keabsahan data
menggunakan triangulasi sumber, metode dan triangulasi teknik.
Dalam mengoptimalisasi fungsi masjid baik pada tingkat intensifikasi
maupun ekstensifikasi, berperan dalam pembinaan masyarakat, bukan saja dalam
aspek dalam keguatan ibadah sebagai upaya peningkatan spiritual tapi juga bagi
pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan lainnya
sesuai perkembangan zaman.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Optimalisasi fungsi Masjid Al-
Markaz Al-Islami Makassar dimasa pandemi Covid-19 ini bahwa surat edaran dari
Kementrian Agama Republik Indonesia No. SE 15 Tahun 2020 tentang
pelaksanaan protokol penanganan Covid-19 pada rumah Ibadah atau masjid.
Sebelum pandemi Covid-19 terjadi berbagai macam fungsi masjid seperti: fungsi
keagamaan, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi dan jasa, fungsi sosial dan
kesehatan, dan fungsi hubungan masyarakat. Akan tetapi, dari beberapa fungsi
tersebut dibatasi atau sebagian ditiadakan, memberikan pengawasan penerapan
protokol kesehatan, kegiatan di masjid harus dibatasi, kerja sama pengurus masjid
dan Satgas Gugus Covid-19 atau petugas kesehatan lainnya, menyediakan fasilitas
cuci tangan, memberikan arahan kepada jama’ah agar mematuhi protokol
kesehatan, menjaga jarak minimal 1 meter, wajib memakai masker pada saat
memasuki area masjid dan mengecek suhu badan jama’ah pada saat masuk di pintu
1.
viii
ABSTRACT
Fatriana Safitri Harsyam, 2021. Optimizing the Function of Mosques during the
Covid-19 Pandemic (Case Study at the Al-Markaz Al-Islami Mosque in Makassar).
Essay. Department of Sociology Education, Faculty of Teacher Training and
Education, Muhammadiyah University of Makassar. Guided by Muhammad Nawir
as supervisor I and Sam'un Mukramin as mentor II.
This study aims to determine and analyze how to optimize the function of
the Al-Markaz Al-Islami Makassar mosque during the Covid-19 pandemic. This
research was conducted at the Al-Markaz Al-Islami Mosque in Makassar. This
research method is a type of qualitative research by applying a case study approach
which is carried out intensively, in detail and in depth regarding the optimization
of the function of the Al-Markaz Al-Islami mosque in Makassar during the Covid-
19 pandemic. The data sources that are processed are primary data sources and
secondary data. The technique of analyzing data through various stages, namely,
data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Meanwhile, the data
validity technique used source triangulation, method and technique triangulation.
In optimizing the function of the mosque both at the level of intensification
and extensification, it plays a role in community development, not only in the aspect
of the power of worship as an effort to increase spirituality but also for fostering
aspects of social, political and economic insight as well as other insights according
to the times.
The results of this study indicate that, optimizing the function of the Al-
Markaz Al-Islami Mosque in Makassar during the Covid-19 pandemic that the
circular from the Ministry of Religion of the Republic of Indonesia No. SE 15/2020
concerning the implementation of the Covid-19 handling protocol in houses of
worship or mosques. Before the Covid-19 pandemic, various functions of mosques
occurred, such as: religious functions, educational functions, economic and service
functions, social and health functions, and public relations functions. However,
some of these functions are limited or partially eliminated, providing supervision
of the implementation of health protocols, activities in mosques must be limited,
cooperation between mosque administrators and the Covid-19 Task Force or other
health workers, providing hand washing facilities, giving directions to
congregations to comply health protocol, maintaining a minimum distance of 1
meter, must wear a mask when entering the mosque area and check the body
temperature of the congregation when entering at door 1.
Keywords: Optimization, Mosque Function, Covid-19 Pandemic.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Swt atas segala rahmat, hidayat dan karunia
pertolongan-Nya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw sosok teladan
umat dalam segala perilaku keseharian yang berorientasi kemuliaan hidup di dunia
dan akhirat. Alhamdulillah atas hidayah dan inayah-Nya, Sehingga penulis
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Optimalisasi Fungsi Masjid di Masa
Pandemi Covid-19 (Studi Kasus pada Masjid Al-Markaz Al-Islami
Makassar)” yang merupakan salah satu syarat guna menempuh ujian gelar Sarjana
Pendidikan Sosiologi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah menyumbangkan tenaga, pikiran, ilmu pengetahuan, motivasi beserta
doa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Keberhasilan dalam
penyelesaian skripsi ini tidak hanya terletak pada diri peneliti semata tetapi
tentunya banyak pihak yang memberikan sumbangsi khususnya kepada orang tua,
ibunda tercinta Hartati Thamrin, S. Pd. I dan ayahanda tercinta Syamsul Alam M
yang selama ini telah memberikan dukungan dan do’a yang tidak pernah putus dan
hampir tidak mungkin bisa dibalaskan oleh apapun serta kakak ku tercinta
Zulhijrianti Harsyam dan adik-adik ku tercinta Muhammad Ivan Firdaus Harsyam,
Muhammad Arief Rivan Harsyam, Adriana Aisyah Harsyam dan kakak sepupu
x
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M. Ag selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
menimba ilmu pengetahuan di kampus tercinta ini. Bapak Erwin Akib, M. Pd., Ph.D
selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar. Bapak Drs. H. Nurdin, M. Pd. Ketua Program Studi Pendidikan
Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Bapak Kaharuddin, S. Pd,.
M. Pd., Pd. D Sekertaris Jurusan Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Bapak Dr. Muhammad Nawir, M. Pd selaku pembimbing I yang telah
memberikan saran, motivasi dan sumbangan pemikiran kepada penuliasn sehingga
tersusunnya skripsi ini. Bapak Sam’un Mukramin, S. Pd., M. Pd sekalu
pembimbing II yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran membimbing dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Muhammadiyah Makassar yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas
bimbingan, arahan dan jasa-jasa yang tak ternilai harganya kepada penulis. Bagian
akademik yang telah melayani kami mahasiswa selama empat tahun menjadi
mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Andi Fitri Wulandari Ishan dan Nur Azizah Zulhak Liwang sebagai sahabat
dari bangku SMA yang tidak berhenti memberikan semangat kepada peneliti. Sitti
xi
Rahmi, Nur IndahSari, Nur Indah Fajrini, Sri Wahyuni, Siti Asma, Elsa Asmiralda
sebagai sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada peneliti.
Semua teman-teman Kelas Sosiologi E 2016, yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, jangan cepat puas dengan hasil yang di capai dan sampai jumpa dipuncak
kesuksesan dan terima kasih atas dukungannya.
Teman-teman Magang 3 dan P2K yang tidak sempat disebut satu persatu,
terima kasih atas segala dorongan dan selalu menghibur dan mendukung peneliti.
Semua pihak yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu yang telag membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
Demikianlah mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti
khususnya dan pembaca pada umumnya. Semoga Allah melimpahkan pahala yang
berlipat ganda atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini, Aamiin Yarobbal Alamin.
Makassar, 06 Januari 2021
A. Kajian Konsep ......................................................................................... 9
D. Kerangka Pikir ....................................................................................... 27
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ............................................................ 29
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 30
C. Fokus Penelitian ...................................................................................... 30
D. Informan Penelitian ................................................................................. 30
F. Instrumen Penelitian .............................................................................. 32
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ........................................... 36
A. Deskripsi Umum Daerah Penelitian ....................................................... 36
1. Sejarah Singkat Kota Makassar ....................................................... 36
2. Keadaan Penduduk berdasarkan Umat Beragama ............................ 36
3. Jumlah Masjid berdasarkan Kecamatan Bontoala ............................ 37
B. Deskripsi Khusus Latar Penelitian .......................................................... 38
1. Sejarah Masjid Al-Markaz Al-Islami ................................................ 38
2. Struktur Organisasi atay Yayasan .................................................... 43
3. Keadaan Keagamaan ........................................................................ 44
4. Keadaan Pendidikan ......................................................................... 45
6. Kegiatan Lain .................................................................................... 46
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 48
A. Simpulan ................................................................................................. 65
B. Saran ...................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67
Gambar 1.2 Struktur YIC Al-Markaz Al-Islami ........................................ 43
Gambar 1.3 Keadaan Masjid di masa Pandemi Covid-19 ......................... 49
Gambar 1.4 Pelaksanaan TPA di masa Pandemi Covid-19 ....................... 52
Gambar 1.5 Pelaksanaan Pindah Agama (Mualaf) .................................... 53
Gambar 1.6 Pelaksanaan Shalat Jum’at .................................................... 54
Gambar 1.7 Area Wajib Masker dan Cuci Tangan .................................... 55
1
disebabkan oleh sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (Sars-CoV-2). Penyakit ini
pertama kali ditemukan pada Desember 2019 di Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei
China, dan sejak itu menyebar secara global, mengakibatkan pandemi coronavirus
2019-2020. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah
coronavirus 2019-2020 sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat Internasional
(PHEIC) pada 30 Januari 2020, dan pandemi 11 Maret 2020. Wabah penyakit ini
begitu sangat mengguncang masyarakat dunia, mengingat hampir 200 Negara di
Dunia terjangkit oleh virus ini termasuk Indonesia. Berbagai upaya pencegahan
penyebaran virus Covid-19 pun dilakukan oleh pemerintah di negara-negara di
dunia guna memutus rantai penyebaran virus Covid-19 ini, yang disebut dengan
istilah lockdown dan social distancing.
Istilah lockdown dan social distancing ini juga dianjurkan dalam ajaran
Islam. Jauh sebelum kasus ini muncul, telah terdapat juga sebuah wabah yang
dikenal dengan istilah Tho'un. Lalu apakah Corona bisa disamakan dengan tho'un.
Melihat definisi para Ulama, wabah Corona ini tidak bisa dikategorikan thoun,
karena thoun lebih khusus dan spesifik dibandingkan dengan wabah, namun
walaupun berbeda dari sisi penamaan, penyakit ini sama-sama berbahaya dan
menular yang tidak bisa disepelekan. Jika diturut dari sejarah terjadinya, penyakit-
penyakit wabah semacam corona ini ataupun tho'un, sudah ditemukan sejak masa
2
Nabi Muhammad SAW dan bahkan jauh sebelum nabi diutus, yaitu pada zaman
Bani Isra'il. Sehingga pada akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) fatwa Nomor
14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Ibadah dirumah dalam situasi terjadi
Wabah Covid-19 yang berbunyi "Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga
kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar
penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama".
Adapun surat edaran yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama Republik
Indonesia No. SE. 15 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Protokol Penanganan
Covid-19 pada Rumah Ibadah/Masjid. Dengan himbauan sebagai berikut; 1)
Pastikan seluruh area rumah ibadah bersih dengan melakukan pembersihan area
rumah ibadah dengan menggunakan disinfektan, terutama pada menjelang aktivitas
padat (pagi, siang, dan sore hari) di setiap media dan lokasi representatif (ruang
utama peribadahan, pegangan pintu, tombol lift, pegangan eskalator, dan lain-lain);
2) Gulung dan sisihkan karpet dengan menggunakan sajadah/alas milik sendiri
untuk beribadah; 3) Siapkan alat deteksi suhu tubuh di pintu masuk dan jika suhu
tubuh masyarakat terdeteksi ≥ 38° C, dianjurkan untuk segera memeriksakan
kondisi tubuh ke fasilitas layanan kesehatan terdekat; 4) Sampaikan pesan menjaga
kesehatan dengan pastikan ada pesan terkait pentingnya menjaga kebersihan dan
kesehatan dalam rangka mencegah penyebaran penyakit khususnya Covid-19 dan
hindari kebiasaan bersalaman atau bercium pipi; 5) Biasakan cuci tangan secara
teratur dan menyeluruh dengan pajang poster mengenai pentingnya cuci tangan dan
tata cara cuci tangan yang benar, pastikan rumah ibadah memiliki akses untuk cuci
tangan dengan sabun dan air atau hand sanitizer, tempatkan media pembersih
3
tangan di tempat-tempat yang strategis dan muda dijangkau oleh jama’ah dan
pastikan dapat diisi ulang secara teratur; 6) Mensosialisasikan etika batuk/bersin
dengan memajang poster tentang mengenai pentingnya menerapkan etika
batuk/bersin serta tata caranya yang benar di rumah ibadah; 7) Memperbaharui
informasi tentang Covid-19 secara reguler dengan menyediakan media komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) mengenai pencegahan dan pengendalian Covid-19 di
lokasi yang mudah dijangkau; 8) Mengajak kepada seluruh umat beragama untuk
terus waspada dan senantiasa berdoa kepada Allah Swt, Tuhan yang Maha Esa
untuk memohon perlindungan dan keselamatan dari berbagai musibah dan
marabahaya, terutama dari ancaman Covid-19.
Seperti yang diketahui bahwa masjid adalah salah satu simbol Islam. Di
samping ia merupakan barometer atau ukuran dari suasana dan keadaan masyarakat
muslim. Masjid merupakan perangkat masyarakat yang pertama didirikan oleh
Rasulullah Saw begitu beliau sampai di Madinah setelah menempuh perjalanan
hijrah yang melelahkan. Di zaman Nabi Muhammad Saw masjid telah menjadi
pusat kegiatan dan informasi sebagai masalah kehidupan umat muslim. Selain itu,
menjadi tempat bermusyawarah, mengadili perkara, menyampaikan penerangan
agama, dan dapat menyelenggarakan pendidikan baik anak-anak maupun orang
dewasa.
Pada dasarnya didalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang membahas
tentang masjid, seperti dalam ayat berikut :


4
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,
serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak
takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At-Taubah (9) :
18).
Adapun masa dimana Khalifah Bani Umayyah masjid berfungsi sebagai
tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama tentang kegamaan. Pada masa
Bani Abbas dan masa perkembangan kebudayaan Islam masjid yang didirikan oleh
pengusaha pada umumnya dilengkapi berbagai macam sarana dan fasilitas
bertujuan untuk tempat pendidikan anak-anak, pendidikan pengajian, tempat untuk
berdiskusi dan muhadzarah dalam berbagi ilmu pengetahuan yang cukup banyak
(Anis, 2015: 3).
Masjid adalah tempat ibadah sekaligus pusat peradaban umat Islam. Masjid
menjadi sentral kegiatan kaum Muslim di berbagai bidang seperti pemerintahan,
politik, sosial, ekonomi, peradilan, bahkan kemiliteran dibahas dan dipecahkan di
masjid, masjid juga sebagai pusat pengembangan kebudayaan. Di kota Makassar,
ada satu masjid yang indah nan megah sekaligus menjadi pusat peradaban Islam di
Indonesia bagian timur. Namanya Masjid Al-Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf.
Sesuai dengan namanya, markaz dalam bahasa Arab artinya adalah pusat. Masjid
ini menjadi kebanggaan masyarakat kota Angin Mamiri. Masjid tersebut berlokasi
di jalan Masjid Raya Makassar No. 57, Kelurahan Timongan Lompoa, Kecamatan
Bontoala, Makassar Sulawesi Selatan (Sulsel), yang mulai di bangun pada 8 Mei
1994 dan diresmikan pada 12 Januari 1996. Pembangunan masjid ini diprakarsai
Andi Muhammad Jusuf Amir alias Jenderal (Purnawirawan) M. Jusuf yang pernah
5
menjabat sebagai Mentri Pertahanan dan Keamanan RI pada tahun 1978-1983.
Adapun beberapa kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di masjid tersebut yaitu,
menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, pusat belajar
masyarakat), mengadakan pengajian rutin, menyelenggarakan dakwah Islam/tabliq
akbar, menyelenggarakan hari besar Islam, menyelenggarakan shalat jum’at dan
menyelenggarakan ibadah shalat fardhu.
Ditahun 2020 akhir bulan Februari pertama kali diberitakan adanya wabah
Covid-19 masuk di Indonesia dan di awal bulan Maret 2020 tercatat 2 kasus pasien
positif corona. Data Indonesia menunjukkan ada 27.549 orang yang tersebar di 34
provinsi positif Covid-19 dan 1.663 orang diantaranya meninggal dunia, hingga
saat ini jumlah data mengenai pasien positif Covid-19 terus meningkat di Indonesia.
Dengan adanya pandemi Covid-19 ini pemerintah menerapkan PSBB (Pembatasan
Sosial Berskala Besar) di seluruh tempat yang sering dikunjungi banyak orang.
Maka dari itu, kegiatan keagamaan, pendidikan, olahraga dan kesenian di masjid
tersebut hampir semua ditiadakan untuk umum atau ditutup untuk umum dan hanya
pengurus dan imam masjid saja yang dapat melaksanakan shalat dan ada beberapa
kegiatan yaitu pengajian dilaksanakan sehari sekali dengan memutar rekaman radio
tahun lalu, aula masjid sudah tidak disewakan untuk acara pernikahan atau acara
yang lainnya dan peserta mualaf dibatasi pengantar hanya 1 orang. Di awal bulan
Juni 2020 pemerintah mengumumkan bahwa kegiatan masjid sudah dapat
difungsikan kembali dengan diberi tanda merah untuk tempat duduk jama’ah agar
jaga jarak, penyediaan handsinitizer, pengecekan suhu, wajib memakai masker dan
dilaksanakan kegiatan seperti shalat jum’at, bazar jum’at, TPA (Taman Pendidikan
6
Al-Qur’an), dan kegiatan lainnya. Hal ini terjadi dengan adanya Satgas Gugus
Covid-19 yang menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mengantisipasi
penularan wabah Covid-19.
maupun ekstensifikasi, berperan dalam pembinaan masyarakat, bukan saja dalam
aspek dalam kegiatan ibadah sebagai upaya peningkatan spiritual tapi juga bagi
pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan lainnya
sesuai dengan tuntunan dan perkembangan zaman. Dalam situasi apapun, idealnya
masjid dapat dijadikan pusat kegiatan dan pembinaan masyarakat demi
mewujudkan tatanan sosial yang lebih baik. Namun nyatanya, fungsi masjid dalam
menyelesaikan permasalahan sosial keagamaan semakin mengalami kemunduran
akibat adanya pandemi Covid-19 ini.
Penelitian ini berupaya mengkaji tentang optimalisasi fungsi masjid di
masa pandemi Covid-19. Melihat kenyataan yang ada dimana fungsi masjid
sekarang ini sudah tidak berjalan sesuai fungsi masjid sebelum adanya wabah
Covid-19, maka dari itu penulis memilih tertarik untuk meneliti dan mengkaji
mengenaai “Optimalisasi Fungsi Masjid Di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus
Pada Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar)”.
7
Berangkat dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu
Bagaimana optimalisasi fungsi Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar di masa
pandemi Covid-19?
optimalisasi fungsi Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar di masa pandemi Covid-
19.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat dan
mampu menambah ilmu pengetahuan kegamaan (Islam) bagi masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat
masa pandemi Covid-19.
b. Bagi peniliti
1) Peneliti dapat memahami tentang optimalisasi fungsi masjid di masa
pandemi Covid-19.
Covid-19.
8
1. Optimalisasi
Optimalisasi adalah suatu proses pencarian solusi yang terbaik, tidak selalu
keuntungan yang paling tinggi yang bisa dicapai jika tujuan pengoptimalan
adalah memaksimumkan keuntungan.
2. Fungsi masjid
Fungsi masjid yaitu sebagai tempat ibadah, tempat berdiskusi tentang ilmu
keagamaan Islam, tempat pengajian para ibu-ibu Majelis Taklim dan tempat
untuk meningkatkan spiritual masyarakat.
infeksi saluran pernapasan, seperti batuk, flu berat dan sesak napas.
9
telah di tetapkan.
agar ditemukannya solusi terbaik dari sekumpulan alternatif solusi yang ada.
Optimalisasi dilakukan dengan tidak melanggar batasan yang ada. Dengan adanya
optimalisasi, suatu sistem dapat meningkatkan efektifitasnya, yaitu seperti
meningkatkan keuntungan, meminimalisir waktu proses, dan sebagainya.
Menurut Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia (1994) Optimalisasi
merupakan proses, cara atau perbuatan mengoptimalkan. Mengoptimalkan berarti
menjadikan paling baik, paling tinggi atau paling menguntungkan.
Pengertian optimalisasi dalam Kamus Bahasa Indonesia, W. J. S.
Poerdwadarminta (1997) dikemukakan bahwa: “Optimalisasi adalah hasil yang
dicapai sesuai dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil
sesuai harapan secara efektif dan efisien”. Optimalisasi banyak juga diartikan
sebagai ukuran dimana semua kebutuhan dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan. Menurut beberapa para ahli pengertian optimalisasi dapat
didefinisikan sebagai berikut:
10
1) Menurut Winardi (1999, h. 363) Optimalisasi adalah ukuran yang menyebabkan
tercapainya tujuan sedangkan jika dipandang dari sudut usaha, Optimalisasi
adalah usaha memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan keuntungan yang
diinginkan atau dikehendaki.
2) Singiresu S Rao, John Wiley dan Sons (2009) Optimalisasi juga dapat
didefenisikan sebagai proses untuk mendapatkan keadaan yang memberikan
nilai maksimum atau minimum dari suatu fungsi.
Optimalisasi banyak juga diartikan sebagai ukuran dimana semua
kebutuhan dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Optimalisasi
adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya tujuan. Secara umum optimalisasi
adalah pencarian nilai terbaik dari yang tersedia dari beberapa fungsi yang
diberikan pada suatu konteks.
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa optimalisasi hanya dapat
diwujudkan apabila dalam perwujudannya secara efektif dan efisien. Senantiasa
tujuan diarahkan untuk mencapai hasil secara efektif dan efisien agar optimal.
2. Masjid
Masjid merupakan salah satu unsur penting dalam struktur masyarakat
Islam. masjid bagi umat Islam memiliki makna yang besar dalam kehidupan, baik
makna fisik maupun makna spiritual. Kata masjid itu sendiri berasal dari kata
sajada-yasjudu-masjidan (tempat sujud) Harahap (dalam Aprianto. 2018).
Sementara menurut Gazalba (1994) menguraikan tentang masjid; dilihat dari segi
harfiah masjid memanglah tempat sembahyang. Perkataan masjid berasal dari
bahasa Arab. Kata pokoknya sujadan, fi’il madinya sajada (ia sudah sujud) fi’il
11
sajada diberi awalan ma, sehingga terjadilah isim makan. Isim makan ini
menyebabkan perubahan bentuk sajada menjadi masjidu, masjida. Jadi ejaan
aslinya adalah masjid (dengan a). Pengambil alih kata masjid oleh bahasa Indonesia
umumnya membawa proses perubahan bunyi a menjadi e, sehingga terjadilah bunyi
mesjid. Perubahan bunyi ma menjadi me, disebabkan tanggapan awalan me dalam
bahasa Indonesia. Bahwa hal ini salah, sudah biasa. Dalam ilmu bahasa sudah
menjadi kaidah kalau suatu penyimpangan atau kesalahan dilakukan secara umum
ia dianggap benar. Menjadilah ia kekecualian.
Menurut Az-Zarkashi (2003), karena sujud merupakan rangkaian shalat
yang paling mulia, mengingat betapa dekatnya seorang hamba dengan Tuhannya
ketika sujud, maka tempat tersebut dinamakan masjid dan tidak dinamakan marka’
(tempat ruku’). Arti masjid dikhususkan sebagai tempat yang disediakan untuk
mengerjakan shalat lima waktu, sehingga tanah lapang yang biasa digunakan untuk
mengerjakan shalat hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan lainnya tidak dinamakan
masjid.
Adapun menurut istilah yang dimaksud masjid adalah suatu bangunan yang
memiliki batas-batas tertentu yang didirikan untuk tujuan beribadah kepada Allah
seperti shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an dan ibadah lainnya. Dan lebih spesifik
lagi yang dimaksud masjid di sini adalah tempat didirikannya shalat berjama’ah,
baik ditegakkan di dalamnya shalat jum’at maupun tidak (Faisal, 2012). Allah
berfirman :
-
12
18).
Dalam ayat yang Allah Swt berfirman :

-
Terjemahan : “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang
menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-
masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu
tidak sepatunya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali
dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat
kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. Al-
Baqarah (1) : 114).
Masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang di
bangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama shalat berjama’ah. Pengertian
ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk shalat Jum’at disebut
Masjid Jami’. Karena shalat Jum’at diikuti oleh orang banyak maka masjid Jami’
biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk shalat lima waktu,
bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak
terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan keperluan, disebut Musholla, artinya
tempat shalat.
Menurut Sutarmadi (dalam Andika, 2017) Bagi umat Islam masjid tidak
bisa dipisahkan karena masjid merupakan pusat dari semua kegiatan umat Islam,
sebagaimana yang pernah dilakukan pada masa Rasul dan hingga sekarangpun
masjid tetap menjadi pusat dari segala aktivitas umat Islam.
13
Adapun beberapa fungsi masjid yaitu : a). Fungsi masjid di zaman
Rasulullah. Di dalam sejarah peradaban umat Islam terdahulu telas dijelaskan
bahwa ketika Rasulullah Saw mendapat perintah dari Allah Swt untuk berhijrah
dari kota Mekkah ke kota Madinah, hal yang pertama yang dilakukan Rasul adalah
membangun masjid, yaitu yang kita kenal dengan masjid Quba. Dan disinlah
pertama kalinya didirikannya shalat jum’at berjama’ah bagi kaum muslimin.
Kemudian setelah membangun masjid Quba, masjid kedua yang di bangun
Rasul adalah yang kita kenal dengan masjid Nabawi. Dan para ulama mengatakan
bahwasanya masjid Nabawi ini dibangun atas dasar taqwa, dan banyak sekali
keutamaan-keutamaan yang kita dapatkan ketika beribadah di masjid Nabawi
dibandingkan masjid-masjid lainnya. Menurut Shalih Muslim (dalam Andika,
2017) Sebagaimana hadits Rasulullah Saw :Artinya : “Shalat di masjidku (Masjid
Nabawi) ini lebih utama dari seribu kali shalat di masjid lain, kecuali Masjidil
Haram.”
Hadits ini menjelaskan kepada kita tentang keutamaan bagi kita jika kita
shalat di masjid Nabawi, tidak hanya untuk shalat saja ketika belajar maupun
mengajarkan sebuah ilmu di dalam masjid maka kita akan mendapatkan pahala dari
Allah Swt. Mendalami ilmu agama adalah ibadah yang dianjurkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah, keutamaannya akan berlipat ganda apabila
dilakukan di masjid Nabawi (Ghani, 2014 : 18).
Pada masa modern sekarang ini dalam mengoptimalkan fungsi masjid tentu
kita harus mengacu pada fungsi-fungsi dan peranan masjid pada masa Rasulullah
14
Saw. Dengan mengacu pada peranan dan fungsi masjid pada zaman Rasulullah Saw
maka kita akan mendapatkan acuan sehingga kita tidak menyimpang dalam
memfungsikan masjid dari maksud utama didirikannya masjid. Pada masa Rasul
masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat shalat saja akan tetapi masjid pada
masa itu memang berfungsi secara optimal dan sebagai persatuan umat saat itu,
tidak itu saja masjid juga berfungsi sebagai sarana untuk menuntut ilmu agama,
pembinaan masyarakat, sosialisasi, bahkan sebagai pelatihan militer dan menyusun
strategi perang. Hal itu tentu bisa terlaksana karena banyak hal salah satunya adalah
bersatunya umat muslim saat itu karena pada saat itu langsung dipimpin oleh
Rasulullah Saw, dan tumbuhnya kesadaran dari diri kaum muslimin untuk
berpegang pada nilai-nilai syariat Islam. b). Fungsi masjid zaman sekarang Rentang
waktu dari masa Rasulullah hingga sekarang sangatlah jauh hingga mencapai 1400
tahun. Keadaan kini berubah sehingga muncul lembaga-lembaga baru yang
mengambil alih sebagai peranan masjid di masa lalu, yaitu organisasi-organisasi
keagamaan non-pemerintahan dan lembaga-lembaga pemerintahan sebagai
pengarah kehidupan duniawi dan ikhrawi umat beragama (Ayub, 1996 : 30).
Meskipun keadaan telah berubah, tentu upaya optimalisasi fungsi masjid yang
dilakukan Rasul adalah yang terbaik yang pernah ada, dan kita pada masa sekarang
seharusnyaa dapat menjadikan hal tersebut acuan untuk pengoptimalan fungsi
masjid pada masa zaman sekarang.
Fungsi-fungsi masjid dizaman sekarang yaitu, tempat untuk melakukan
ibadah, tempat untuk melakukan kagiatan pendidikan kegamaan, tempat
bermusyawarah kaum muslimin, tempat konsultasi kaum muslimin, tempat
15
pengelolaan shadaqah, infaq dan zakat.
Adapun fungsi masjid dengan mengikuti contoh-contoh Nabi dan para
sahabat dapat diperinci sebagai berikut:
a. Pusat kegiatan keagamaan dan kegiatan khusus
Fungsi masjid yang utama adalah untuk sujud kepada Allah Swt, untuk
shalat, dan untuk beribadah kepada Allah Swt. Sehubungan dengan ini, Rasulullah
Saw bersabda, "Shalat yang paling baik adalah shalat yang dilakukan di rumah
kecuali untuk shalat fardu. Shalat fardu yang lebih baik dilakukan di masjid".
Lima kali sehari dianjurkan bagi umat Islam mengunjungi masjid guna
melaksanakan shalat fardu. Masjid juga merupakan tempat yang paling banyak
dikumandangkan nama Allah Swt, seperti adzan, tahlil, qamat, tasbih, tahmid
istigfar, dan ucapan-ucapan lain yang dianjurkan dibaca di masjid.
Di samping itu, pada bulan Ramadhan disunatkan iktikaf, yaitu tinggal di
masjid untuk beribadah. Iktikaf ini terutama dilakukan pada sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan.
Lima kali dalam sehari masjid dijadikan sebagai tempat membina
persamaan dan persaudaraan. Saling mengucap salam di tiap akhir shalat. Dalam
waktu-waktu tersebut seseorang dapat bertatap muka dengan setiap muslim sebagai
sesama hamba Allah Swt yang rukuk dan sujud bersama-sama mengahadap-Nya.
Masjid sebagai tempat komunikasi rutin umat Islam dapat menghilangkan jarak
16
rohaniah dan mengurangi dampak negatif produk teknologi di bidang komunikasi
(misalnya, telepon, mobil, koran, radio, dan televisi).
Di masjid pimpinan dan bawahan dapat berhubungan lebih akrab
daripada ketika di tempat kerjanya. Tidak ada rasa kaku dengan segan duduk
berdampingan antara pimpinan dan bawahan, antara guru dan muridnya, antara si
kaya dan si miskin. Rasa persaudaraan dan persamaan ini dapat mendekatkan
hubungan sesama muslim di tengah kesibukan masing-masing.
c. Pusat dakwah dan pendidikan
Masjid berfungsi sebagai pusat dakwah dan pendidikan. Secara informal
sesama muslim dapat saling bertukar informasi, saling menasehati, dan saling
bertukar pikiran pada saat-saat sebelum atau sesudah shalat. Secara formal,
misalnya, pada shalat jum'at, shalat tarwih, pengajian-pengajian, dan sebagainya.
Pada saat itu segala masalah hukum dan segala pengetahuan tentang agama dapat
langsung ditanyakan kepada Rasulullah Saw. Pada saat sekarang kita tak dapat
langsung bertanya, tetapi dapat dicari di dalam kepustakaan Islam yang tugas
pengadaannya dibebankan kepada masjid. Membaca dan menulis adalah kunci
sampainya pengetahuan tentang agama.
d. Tempat kegiatan kemasyarakatan
Masjid sebagai pusat kebudayaan di samping pusat ibadah juga
menampung semua jenis kegiatan kemasyarakatan yang berada dalam batas-batas
taqwa, atau yang menunjang tercapainya kondisi rohani taqwa. Pada kurun Nabi
Muhammad Saw masjid sebagai tempat belajar dan mengajar, mengurus barang
17
wakaf dan zakat, kas negara, pengadilan, pernikahan, dan tempat membicarakan
soal-soal budaya.
Apabila shalat yang dilakukan di masjid dengan penuh khusuk, dengan
melepaskan diri dari ikatan duniawi, maka akan terbentuk suasana yang tentram,
damai, dan penuh zikrullah (mengingat Allah Swt). Manusia dipandang sebagai
yang mempunyai harga diri dan dinilai sama derajatnya; bebas dari tingkat, derajat,
dan golongan; lepas dari warna kulit dan bangsa. Itu semua mendorong tiap insan
untuk memandang dan menilai diri sendiri.
Dengan demikian, masjid merupakan tempat yang baik untuk latihan
kontrol dan kritik diri kita serta perbaharuan iktikad baik. Semuanya itu memupuk
taqwa dalam diri yang melahirkan ketenangan hidup.
f. Tempat istirahat musafir
Salah satu fungsi sosial masjid adalah sebagai tempat tinggal sementara
bagi para musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan. Orang yang mencari
masjid sebagai tempat bermalam adalah mereka yang dalam keadaan darurat.
g. Fungsi masjid secara umum
Masjid adalah tempat mengerjakan, membicarakan dan memutuskan
segala prinsip dan semua pokok kehidupan Islam. Namun, tetap harus diingat
bahwa masjid adalah tempat suci. Segala ucapan dan tingkah laku, dan perbuatan
yang dikerjakan di dalamnya wajiblah suci juga sifatnya, yakni yang dilahirkan oleh
taqwa. Oleh karena itu, tidak sembarangan pekerjaan boleh dikerjakan di dalam
18
hendaklah merupakan manifestasi taqwa.
Corona virus disease 19 yang disingkat dengan Covid-19 adalah keluarga
besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Virus ini
ditemukan pada 31 Desember 2019 di Wuhan, China. WHO (Wordl Health
Organization) memberi nama Covid-19 dengan nama Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2).
Covid-19 merupakan virus RNA strain tunggal positif. Virus ini disebut
dengan virus zoonotik, yaitu virus yang distransmisikan dari hewan kepada
manusia bersifat sensitif terhadap panas. Virus ini dapat diinaktifkan oleh
disinfektan.
Virus ini berbahaya, karena tranmisi atau penyebarannya yang cepat dan
lebih mudah dibandingkan wabah SARS yang pernah melanda dunia pada tahun
2003. Virus ini menyerang saluran pernapasan manusia. Virus ini dapat menyebar
melalui tetesan kecil (droplet) dari hidung atau mulut penderita pada saat batuk atau
bersin.
Adapun proses transmisinya dapat terjadi dengan tiga metode yaitu:
pertama, droplet penderita pada saat batuk atau bersin jatuh pada benda di
sekitarnya. Kemudian, ada orang lain menyentuh mata, hidung, atau mulut (segitiga
wajah) sebelum mencuci tangan, maka orang tersebut dapat terinfeksi Covid-19.
Kedua, seseorang tanpa sengaja menghirup droplet dari penderita Covid-19. Ketiga,
kontak pribadi seperti berjabat tangan.
19
Adapun gejala awal dari penyakit yang disebabkan Covid-19 adalah demam
(suhu tubuh di atas 38 derajat celcius, batuk kering, pilek, gangguan pernapasan,
sakit tenggorokan, letih, dan lesu. Ada beberapa gejala lain yang juga bisa muncul
pada infeksi virus Covid-19, akan tetapi jarang terjadi, yaitu: diare, sakit kepala,
konjungtivitas, hilangnya kemampuan mengecap rasa atau mencium bau, ruam di
kulit. Gejala-gejala Covid-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2
minggu setelah penderita terpapar virus corona. Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) 6 persen penderita mengalami gejala kritis seperti gangguan pada
paru, septic shock hingga risiko kematian. Sebanyak 14 persen mengalami gejala
berat seperti demam, batuk dan beberapa memiliki pneumonia.
Meski penyakit Covid-19 tidak mematikan, akan tetapi penyakit ini
dinyatakan sangat berbahaya untuk kesehatan. Sebab, pertama, penyakit ini
merupakan penyakit infeksi. Kedua, virusnya begitu agresif. Ketiga, tingkat
penularan yang tinggi. Keempat, penularannya bisa melalui interaksi antar personal.
Kelima, bagi orang yang memiliki riwayat penyakit tertentu lebih rentan terkena
virus corona dan mengalami komplikasi parah ketika positif Covid-19. Keenam,
dapat merusak paru-paru, bahkan dapat menyebabkan kerusakan paru permanen
bagi penderita yang memilki kemampuan regenerasi paru yang rendah seperti pada
lansia, pasien yang memiliki penyakit penyerta, dan perokok.
Adapun kelompok yang sangat rentan dan berpotensi memiliki gejala berat
hingga kritis jika terinfeksi Covid-19 adalah lansia, penderita penyakit lain seperti
asma, diabetes, laki-laki perokok.
ini pada dasarnya dapat dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas
penelitian. Sehubungan dengan masalah yang akan di teliti perlu ada penelitian
yang sudah ada dianggap relevan dengan penelitian ini.
Penelitian terdahulu tersebut antara lain sebagai berikut:
Machendrawaty dkk, 2020 meneliti tentang Optimalisasi Fungsi Masjid di
Tengah Pandemi Covid 19 (Telaah Syar'i, Regulasi dan Aplikasi). Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis optimalisasi peran masjid pada masa sosial
distancing akibat penyebaran pandemic Coronavirus Disease (Covid-19). Metode
penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menerapkan pendekatan
studi literatur dan kepustakaan disertai observasi atas aplikasi yang terjadi di
lingkungan masyarakat. Hasil dan pembahasan penelitian menujukkan bahwa
masjid mempunyai fungsi yang istimewa tidak saja sebagai media transedental
melainkan juga media peningkatan hubungan sosialnya umat Islam. Bahkan masjid
dinilai sebagai pondasi lahirnya perdaban umat manusia. Munculnya pandemic
Coronavirus Disease (Covid-19) menyebabkan lahirnya variasi kebijakan sebagai
respon terhadap aturan pembatasan ibadah pada masa pandemic Covid-19 yang
dikeluarkan oleh pemerintah sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran
Covid-19 terbukti melahirkan kebijakan variatif di seluruh masjid yang ada di
Indonesia, disatu sisi menimbulkan pemahaman atas kebijakan yang ada disisi lain
menimbulkan konflik keberagaman dalam kehidupan masyarakat. Adapun
perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti, penelitian ini
21
lebih kepada pengoptimalan fungsi masjid di masa pandemi Covid-19 sedangkan
penelitian relevan dari Machendrawaty dkk ini lebih kepada munculnya Covid-19
menyebabkan lahirnya variasi sebagai respon terhadap aturan pembatasan ibadah
pada masa pandemi Covid-19.
Sadiah dkk, 2020 meneliti tentang Strategi Pengelolaan Jama’ah Masjid
Melalui Pendidikan Nilai dalam Pencegahan Covid-19 (Studi Deskriptif Analisis di
Masjid Al-Muhajirin Kabupaten Bandung). Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini, upaya
pengelolaan jama’ah melalui pendidikan nilai dalam pencegahan pandemi Covid-
19, yang dilakukan DKM dan jajarannya melalui: musyawarah, memberikan
informasi, memberikan pemahaman, pelaksanaan ibadah shalat berjama’ah di
rumah masing-masing, saling mengingatkan antara jama’ah masjid, dan berdoa
bersama supaya wabah Covid-19 cepat hilang dari muka bumi. Evaluasi
pengelolaan jama’ah masjid melalui pendidikan nilai dalam pencegahan pandemi
Covid-19, kegiatan ibadah ritual di masjid ditiadakan diganti dengan
pelaksanaannya di rumah masing-masing, memberikan pengumuman lewat WA
dalam rangka menghindari virus corona, memberikan tausiah lewat WA grup, dan
hasil musyawarah terakhir dengan semua pengurus menyatakan dengan tegas
bahwa segala kegiatan ibadah diberhentikan termasuk shalat tarawih dan idul fitri,
hanya adzan yang diperbolehkan oleh seorang atau dua orang jama’ah masjid Al-
Muhajirin. Perbedaan penelitian ini dengan penellitian yang akan saya teliti,
penelitian ini lebih kepada pengurus masjid dan petugas Satgas Gugus Covid-19
bekerja sama memberikan himbauan kepada masyarakat sekitar agar mematuhi
22
kegiatan ibadah ritual di masjid ditiadakan diganti dengan pelaksanaannya di rumah
masing-masing, memberikan pengumuman lewat WA dalam rangka menghindari
virus corona.
Supriatna, 2020 meneliti tentang Wabah Corona Virus Disease Covid 19
dalam Pandangan Islam. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode penelitian kepustakaan dengen pendekatan kualitatif untuk
memperoleh data deskriptif. Hasil dalam penelitian ini yaitu berbagai upaya dalam
rangka pencegahan, pengobatan, dan sebagainya pun telah dilakukan dalam
mencegah penyebaran virus corona, hingga lockdown dan social distancing di kota-
kota besar sudah dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus corona.
Perbedaan dari penelitian ini dengan peneliti yang akan saya teliti, penelitian ini
lebih kepada petugas atau pengurus masjid menghimbau kepada masyarakat
sekitar, memberikan tanda merah atau tanda agar jama’ah jaga jarak, penyediaan
disinfektan dan handsinitizer, pengecekan suhu badan sebelum memasuki area
masjid dan wajib memakai masker. Sedangkan penelitian relevan dari Supriatna
lebih kepada upaya dalam rangka pencegahan, pengobatan, dan sebagainya pun
telah dilakukan dalam mencegah penyebaran virus corona.
C. Kajian Teori
Teori struktural fungsional Talcott Parson dimulai dengan empat fungsi
penting untuk semua sistem “tindakan” yang disebut dengan AGIL. Melalui AGIL
ini kemudian dikembangkan pemikiran mengenai struktur dan sistem. Menurut
23
Parson (1974) fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan
kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan definisi ini Persons yakin bahwa
ada empat fungsi penting yang diperlukan semua sistem yang dinamakan AGIL
yang antara lain adalah :
harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan
itu dengan kebutuhannya.
Sebuah sistem harus mendefinisikan diri untuk mencapai tujuan utamanya.
c. Interagtion / Integrasi
lainnya (A, G, L).
d. Latency / Pemeliharaan Pola
menopang motivasi.
Agar dapat tetap bertahan, maka suatu sistem harus mempunyai keempat
fungsi ini. Parson mendesain skema AGIL ini untuk digunakan di semua tingkat
dalam sistem teorinya, yang aplikasinya adalah sebagai berikut :
a. Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi
adaptasi dengan menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan eksternal.
24
menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk
mencapainya.
bagian-bagian yang menjadi komponennya.
menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka
untuk bertindak.
diciptakannya. Tingkatan yang paling rendah dalam sistem tindakan ini adalah
lingkungan fisik organisme, meliputi aspek-aspek tubuh manusia, anatomi, dan
fisiologisnya. Sedangkan tingkat yang paling tinggi dalam sistem tindakan adalah
realitas terakhir yang mungkin dapat berupa kebimbangan, ketidakpastian,
kegelisahan, dan tragedi kehidupan sosial yang menantang organisasi sosial. Di
antara dua lingkungan tindakan itulah terdapat empat sistem yang diciptakan oleh
Parson meliputi organisme perilaku, sistem kepribadian, sistem sosial, dan sistem
kultural. Semua pemikiran Parson tentang sistem tindakan ini didasarkan ada
asumsi-asumsi berikut :
bergantung.
b. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau
keseimbangan.
c. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
25
d. Sifat dasar bagian dari suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-
bagian lain.
f. Alokasi dari integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan
untuk memelihara keseimbangan sistem.
g. Sistem cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri yang
meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-
bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang
berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem
dari dalam.
keteraturan masyarakat pada prioritas utama. Parson sedikit sekali memperhatikan
masalah perubahan sosial. Keempat sistem tindakan ini tidak muncul dalam
kehidupan nyata, tetapi lebih merupakan peralatan analisis untuk menganalisis
kehidupan nyata.
Max Weber mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu tentang institusi sosial.
Sosiologi Weber adalah ilmu tentang perilaku sosial. Menurutnya terjadi suatu
pergeseran tekanan ke arah keyakinan, motivasi, dan tujuan pada diri anggota
masyarakat, yang semuanya memberi isi dan bentuk kepada kelakuannya. Kata
perikelakuan dipakai oleh Weber untuk perbuatan-perbuatan yang bagi si pelaku
mempunyai arti subyektif. Pelaku hendak mencapai suatu tujuan ia didorong oleh
motivasi. Perikelakuan menjadi sosial menurut Weber terjadi hanya kalau dan
26
sejauh mana arti maksud subyektif dan tingkah laku membuat individu memikirkan
dan menunjukkan suatu keseragaman yang kurang lebih tetap.
Max Weber dalam memperkenalkan konsep pendekatan verstehen untuk
memahami makna tindakan seseorang, berasumsi bahwa seseorang dalam
bertindak tidak hanya sekedar melaksanakannya tetapi juga menempatkan diri
dalam lingkungan berpikir dan perilaku orang lain. Konsep pendekatan ini lebih
mengarah pada suatu tindakan bermotif pada tujuan yang hendak dicapai atau in
orer to movie.
tindakan sosial. Dimana tindakan sosial merupakan proses aktor terlibat dalam
pengambilan-pengambilan keputusan subjektif tentang sarana dan cara untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih, tindakan tersebut mengenai semua jenis
perilaku manusia, yang di tujukan kepada perilaku orang lain, yang telah lewat,
yang sekarang dan yang diharapkan diwaktu yang akan datang. Tindakan sosial
(social action) adalah tindakan yang memiliki makna subjektif (a subjective
meaning) bagi dan dari aktor pelakunya. Tindakan sosial seluruh perilaku manusia
yang memilki arti subjektif dari melakukannya. Baik yang terbuka maupun yang
tertutup, yang diutarakan secara lahir maupun diam-diam, yang oleh pelakunya
diarahkan pada tujuannya. Sehingga tindakan sosial itu bukanlah perilaku yang
kebetulan tetapi yang memiliki pola dan struktur tertentu dan makna tertentu.
Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat tipe yaitu:
27
Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang
didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan
tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
b. Tindakan rasional nilai (Werk Rational)
Sedangkan tindakan rasional nilai memilki sifat bahwa alat-alat yang ada
hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-
tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang
bersifat absolut.
c. Tindakan Afektif/Tindakan yang Dipengaruhi Emosi (Affectual Action)
Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi
intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak
rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Contohnya mahasiswa
yang melihat tabrakan di depan kampus Unismuh secara spontan berteriak dan lari
menuju tempat kejadian.
d. Tindakan Tradisional/ Tindakan karena Kebiasaan (Traditional Action)
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu
karena kebiasaan yang diperolah dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau
perencanaan. Contohnya mahasiswa pulang kampung disaat lebaran atau Idul Fitri.
D. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir adalah sebuah model atau gambaran yang berupa konsep
yang di dalamnya menjelaskan tentang hubungan antara variabel lainnya.
28
pengajian rutin, menyelenggarakan dakwah Islam/tabliq akbar, menyelenggarakan
hari besar Islam, menyelenggarakan shalat jum’at dan menyelenggarakan ibadah
shalat fardhu. Akan tetapi dengan adanya pandemi Covid-19 ini kegiatan
keagamaan di masjid tersebut hampir semua ditiadakan kecuali shalat fardhu
dengan syarat mengikuti prosedur protokol kesehatan. Hal ini terjadi dengan
adanya Satgas Gugus Covid-19 yang menerapkan protokol kesehatan secara ketat
untuk mengantisipasi penularan wabah Covid-19.
Bagan 1.1 Kerangka Pikir
Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar
Di masa Pandemi Covid-19
1. Jenis Penelitian
lapangan (Field research) dengan menggunakan jenis penelitian Kualitatif
Deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data
dilakukan dengan teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi (Sugiyono, 2015).
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan studi kasus. Studi kasus ialah
suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci, dan
mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat
perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh
pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut.
Dalam hal ini penulis menganalisis, mengetahui dan mendeskripsikan
mengenai Optimalisasi Fungsi Masjid di masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus
pada Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar).
30
Adapun lokasi penelitian yaitu di Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar
tepat di Jalan Masjid Raya No. 57, Timungan Lompoa, Kecamatan Bontoala
Kota Makassar Sulawesi Selatan.
November 2020 sampai bulan Januari 2021.
C. Fokus Penelitian
Fokus Penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif
sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana
data yang tidak relevan (Moleong, 2010). Oleh karena itu penelitian ini difokuskan
pada mengenai Optimalisasi Fungsi Masjid di masa Pandemi Covid-19 (Studi
Kasus pada Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar).
D. Informan Penelitian
Adapun teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive
sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
kriteria tertentu. Informan dalam penelitian ini adalah :
1. Imam Masjid Al-Markaz Al-Islami
2. Satgas gugus Covid-19
4. Masyarakat sekitar Masjid/Jama’ah Masjid
31
E. Jenis dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh. Apabila penelitian menggunakan lembar observasi atau wawancara
dalam pengumpulan datanya, maka sumber data tersebut disebut responden, yaitu
orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, baik
pertanyaan tertulis maupun lisan. Sumber data yang menjadi bahan baku penelitian,
untuk diolah merupakan data yang berwujud data primer dan sekunder.
Sugiyono (2010 : 15), data yang diperlukan dalam penelitian bersumber dari
data primer dan data sekunder:
1. Data Primer
data, maka melakukan wawancara secara langsung dan mendalam dengan
berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebagai alat pengumpulan
data. Dalam hal ini sumber data utama (data primer) diperoleh langsung dari setiap
informan yang diwawancarai secara langsung dalam penelitian.
2. Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2013 :308), data sekunder merupakan sumber data yang
tidak didapat secara langsung oleh peneliti. Data bukan berasal dari pihak pertama,
tetapi dari pihak kedua. Data yang didapat berupa data tertulis, yaitu sumber di luar
kata-kata dan tindakan yang termasuk sebagai sumber data kedua, namun tetap
penting untuk menunjang pengumpulan data penelitian. Adapun sumber data
sekunder dalam penelitian ini adalah yang di peroleh dari jurnal, dan data lain yang
relevan.
32
penelitian dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah
diolah. Peneliti sendiri sebagai instrumen utama (Human Instrumen). Adapun alat
bantu penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
wawancara yang dijadikan dasar untuk memperoleh informasi dari
informan yang berupa daftar pertanyaan.
2. Alat tulis menulis yaitu : buku, pulpen, atau pensil sebagai alat untuk
mencatat informasi yang didapat pada saat wawancara.
3. Lembar observasi, berisi catatan-catatan yang diperoleh penelitian pada saat
melakukan pengamatan langsung di lapangan.
4. Catatan dokumentasi, adalah data pendukung yang dikumpulkan sebagai
penguatan data observasi dan wawancara yang berupa gambar, data sesuai
dengan kebutuhan penelitian.
5. Kamera ponsel, sebagai alat dokumentasi setiap kegiatan peneliti.
6. Alat perekam, sebagai alat untuk merekam pada saat peneliti mewawancarai
informan.
dengan menggunakan metode sebagai berikut :
33
data yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui proses pengamatan
langsung di lapangan (Gulo, 2002 : 116).
2. Wawancara (Interview), adalah pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada
responden di catat dengan alat peneliti melakukan wawancara secara
langsung dengan narasumber dan wawancara dilakukan dengan cara
penyampaian sejumlah pertanyaan kepada narasumber, hingga keterangan
dianggap cukup untuk melengkapi informasi terhadap penelitian.
3. Dokumentasi, merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen tertulis, gambar,
maupun elektronik.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang di peroleh observasi, wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
sintesa, menyusun kedalam pola. Memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
maupun orang lain. Dimana penyusunannya diarahkan untuk menjawab rumusan
masalah. Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif yaitu analisis
berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dikembangkan menjadi lebih rinci
hingga mudah dimengerti, yaitu dengan model Miles dan Huberman sebagaimana
34
dikutip Sugiyono (2008), Aktivitas yang dilakukan dalam teknik menganalisis data
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu :
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Data yang sudah dianalisis dengan mereduksi yang terkumpul. Mereduksi
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dalam hal ini, data yang tidak terkait dengan ciri
atau karakteristik pokok bahasan masalah diklarifikasikan sesuai dengan keperluan
dan tujuan penelitian.
Display data adalah penyajian data secara sistematis dengan memberikan
kronologis dan ditonjolkan pokok-pokoknya sehingga bisa dikuasai secara jelas
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagian hubungan antar kategori, flow chart
atau gambar (yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif). Adapun bentuk-bentuk display
ini bisa berupa grafik, matrik, network atau bentuk-bentuk yang lain. Tujuan
diperlukannya display data supaya peneliti dapat menguasai data secara cermat dan
tidak tenggelam dalam tumpukan data.
3. Pengambilan Kesimpulan (Conclusion Drawing)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti
menjadi jelas dapat berupa hubungan interaktif, hipotesisi atau teori, sehingga
kesimpulan awal dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan
35
berubah bila terdapat bukti-bukti baru. Namun jika kesimpulan pada tahap awal
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali
kelapangan maka kesimpulan tersebut adalah kesimpulan yang kredibel.
I. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data adalah proses mentriangulasi tiga data yang terdiri
dari data Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Adapun alat yang digunakan
untuk menguji keabsahan data yaitu :
1. Triangulasi Sumber Data adalah menggali kebenaran informasi tertentu
melalui berbagai metode dan sumber pengolahan data.
2. Triangulasi Metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau
data dengan cara yang berbeda.
3. Triangulasi Teknik, menurut Sugiyono (2013 : 330) triangulasi teknik
berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda
untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Peneliti menggunakan
observasi, wawancara mendalam, serta dokumentasi.
36
Kota Makassar pada masa H. M. Daeng Patompo (1965-1978) menjabat
Walikotamadya Makassar, yaitu pada tanggal 1 September 1971 berubah namanya
menjadi Kota Ujung Pandang setelah diadakan perluasan kota dari 21 km² menjadi
175,77 km², namun kemudian, pada tanggal 13 Oktober 1999 berubah namanya
menjadi Kota Makassar.
Kota Makassar biasa juga disebut Kota Daeng atau Kota Anging Mamiri.
Daeng adalah salah satu gelar dalam strata atau tingkat masyarakat di Makassar
atau di Sulawesi Selatan pada umumnya, Daeng dapat pula diartikan “kakak”. Ada
tiga klasifikasi “Daeng”, yaitu: nama gelar; panggilan penghormatan; panggilan
umum. Sedang Anging Mamiri artinya “angin bertiup” adalah salah satu lagu asli
daerah Makassar ciptaan Borra Daeng Ngirate yang sangat populer pada tahun
1960-an. Lagu ini sangat disukai oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno
ketika berkunjung ke Makassar pada tanggal 5 Januari 1962.
2. Keadaan Penduduk berdasarkan Umat Beragama
Kota Makassar adalah ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan didiami oleh
berbagai suku bangsa yang sudah barang tentu mempunyai adat, budaya,
kepercayaan, dan agama yang berbeda-beda. Mereka dapat hidup rukun dan damai
dalam membangun Kota Makassar dengan penuh kekeluargaan. Agama berperan
37
sebagai penggerak dan landasan motivasi kerja sehingga setiap gerak langkah dari
setiap orang yang beriman menyadari bahwa ia memikul misi untuk mengangkat
harkat kemanusiaan.
Kerukunan umat beragama terkadang terganggu karena terjadinya kesalah
pahaman, baik secara antar umat beragama, maupun intern umat beragama itu
sendiri. Keadaan masyarakat di Kota Makassar yang berbeda suku, adat,
kepercayaan dan agama inilah yang menjadi hal penting. Di Makassar ada berbagai
suku yang ada, misalnya; Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja, demikian juga
agama, yakni; Agama Kristen Khatolik, Agama Kristen Protestan, Agama Hindu,
Agama Budha, Agama Konghucu dan Agama Islam. Pemeluk agama yang disebut
terakhir yaitu Agama Islam adalah penduduk yang dominan mendiami Kota
Makassar ini dengan jumlah 983.006 penduduk.
3. Jumlah Masjid berdasarkan Kecamatan Bontoala
Adapun beberapa jumlah Masjid di Kecamatan Bontoala, terdiri dari:
a. Masjid Al-Markaz Al-Islami
b. Masjid Raya Makassar
38
1. Sejarah Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar
Masjid Al-Markaz Al-Islami yang bernaung di bawah Yayasan Islamic
Center (YIC) atau Yayasan Al-Markaz Al-Islami, diresmikan pemakaian oleh
Jenderal M. Jusuf selaku penggagas, pendiri, dan Ketua Umum YIC, pada hari
Jumat, tanggal 21 Sa’ban 1416 H atau 12 Januari 1996 M. Peresmian itu ditandai
dengan “penabuhan beduk” oleh Jend. M. Jusuf di hadapan sekitar 10.000 orang
jama’ah yang memadati masjid. Acara pengresmian tersebut didahului oleh
Sambutan Jend. M. Jusuf (Ketum YIC), Yogi S. M. (Mandagri), Edy Soedradjat
(Menhamkam), Jend. Feizal Tandjung (Panglima ABRI), Saadillah Musyid (Menag
Ad. Interim) dan Z. B. Palaguna (Gubernur Sulawesi Selatan).
Hadir juga antara lain: A. Amiruddin (Wakil Ketua MPR-RI), Mari’e
Muhammad (Menkeu), Ginandjar Kartasasmita (Menteri/ Ketua Bappenas),
Tungky Ariwibowo (Memperindag), T. B. Silalahi (Menpan), Aburizal Bakrie
(Ketua Umum KADIN), Tanri Abeng, Prayogo Pangestu, dan banyak lagi (ada
sektar 150 orang tamu khusus dari Jakarta). Tamu dari Sulawesi Selatan anta lain:
39
Mayjen Sulatin (Pandam VII Wirabuana), Dr. B. Mappangara (Ketua DPRD
Sulsel), Prof. Dr. Basri Hasanuddin (Rektor Universitas Hasanuddin), Drs. Malik
B Masri (Walikota Makassar), K. H. Sanusi Baco, Lc (Ketua Umum MUI Sulsel)
dan para Bupati/Walikota se-Sulsel.
Kemudian acara dilanjutkan dengan shalat Jum’at, dengan Prof. Dr. H.
Quraisy Sihab selaku khatib, Drs. H. Hasan Basri Akhmad sebagai imam dan
Habibi Hasan sebagai muadzin. Ceramah agama sesudah shalat Jum’at
disampaikan oleh Prof. Dr. H. Nurcholish Madjid.
Setelah dimanfaatkan selama sepuluh kali bulan Ramadhan, Masjid Al-
Markaz Al-Islami resmi menggunakan nama lengkap “Masjid Al-Markaz Al-Islami
Jenderal M. Jusuf”, sebagai penghargaan kepada almarhum Jenderal M. Jusuf
(wafat 8 September 2004), atas jasanya menggagas, mmeperkarsai, dan mendirikan
masjid yang megah dan indah di Makassar serta terbesar di luar Jakarta. Masjid itu
merupakan bangunan awal sebagai bagian dari Islamic Center atau Al-Markaz Al-
Islami, sebagai salah satu pusat pengembangan perdaban dan kajian Islam di
Indonesia dan Asia Tenggara.
Penggunaan nama “Masjid Al-Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf”
tersebut diresmikan oleh H. M. Jusuf Kalla, selaku Wakil Presiden Republik
Indonesia, pada tangga 11 Syawal 1426 H atau 13 November 2005 M. H. M. Jusuf
Kalla adalah juga Ketua Harian Yayasan Islamic Center (Al-Markaz Al-Islami).
Persmian itu ditandai dengan penandatanganan prasasti di hadapan Jama’ah yanh
memdati masjid sesudah shalat dzuhur. Prasasti itu kini terpasang di dinding depan,
lantai II masjid.
Nama Jenderal M. jusuf itu sesungguhnya sudah disepakati sejak akhir
Desember 1995, dalam rapat pengurus Yayasan Islamic Center di Jakarta, untuk
diberikan sebagai nama masjid di Makassar yang akan diresmikan sebelum bulan
Ramadhan 1416 H oleh pemrakarsa dan pendirinya. Namun Jenderal M. Jusuf
sendiri, belum mau menggunakan nama itu, kecuali jika “waktunya sudah tepat”.
Pertnyataan itu dipahami oleh semua pihak yang hadir sebagai sikap yang sangat
bijak, bahwa beliau tidak menolak penggunaan namanya, namun setelah beliau
sudah “tiada”. Disepakati pula bahwa untuk sementara nama yang akan digunakan
bagi masjid yang berdiri di bekas kampus Universitas Hasanuddin Makassar itu,
adalah “Masjid Al-Markaz Al-Islami” (Masjid Pusat Islam atau Masjid Islamic
Center).
Sejak resmi dimanfaatkan sebagai salah satu pusat ibadah, peradaban, dan
pengkajian Islam di Makassar, masjid yang berkapasitas sekitar 10.000 jama’ah itu,
hingga saat ini sangat terkenal diseluruh nusantara dan bahkan manca negara
dengan nama: Al-Markaz Al-Islami. Dalam waktu sekitar sepuluh tahun namanya
nama Masjid Al-Markaz Al-Islami, sudah melekat di hati umat Islam, sebagai
masjid yang megah di Indonesia dengan berbagai kegiatan ibadah, dakwah,
pendidikan, sosial, dan ekonomi. Justru itu nama Al-Markaz Al-Islami bagi masjid
ini sangat sulit dihapus dibenak tiga generasi, sehingga nama itu tetap
dipertahankan, namun dilengkapi dengan nama pemrakarsa dan pendirinya yaitu
Jenderal M. Jusuf, sehingga secara lengkap digunakan nama: “Masjid Al-Markaz
Al-Islami Jenderal M. Jusuf”.
dikalangan pengurus Yayasan dan juga dikalangan publik. Dari pihak keluarga
diusulkan hanya menggunakan nama: Muhammad Jusuf seperti yang tercantum
pada akta Yayasan Islamic Center (Akta Notaris no. 18 Tahun 1994) dan surat-surat
yang ditandatangani dalam kapasitas beliau sebagai Ketua Umum Yayasan Islamic
Center. Namun dari pihak lain, juga muncul versi yang berbeda, yaitu
menggunakan nama Jenderal M. Jusuf, untuk menjelaskan identitas beliau, sebagai
prajurit sejati yang berpangkat jenderal bintang empat (satu-satunya kelahiran
Sulsel di Angkatan Darat). Dengan identitas itu, nama beliau tidak akan dikacaukan
dengan orang-orang yang mempunyai nama yang sama, terutama dengan nama H.
M. Jusuf Kalla yang menjadi Ketua Harian Yayasan Islamic Center, yang juga
sangat berjasa dalam pembangunan dan pembinaan masjid itu. Akhirnya H. M.
Jusuf Kalla sendiri lah yang waktu itu menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia,
memutusjan bahwa nama yang digunakan adalah nama yang menjelaskan identitas
dari tokoh yang dikaguminya itu, yaitu: Jenderal M. Jusuf.
Masjid yang dirancang oleh Ir. Achmad Nu’man (Direktur PT. Birano
Bandung), secara resmi dibangun dengan pemancangan tiang pertama dilakukan
oleh Yogi S. M. (Menteri Dalam Negeri) untuk masjid dan Edy Soedradjat (Menteri
Pertahanan dan Keamanan) untuk gedung lainnya pada tanggal 8 Mei 1994.
Pelaksanaan pembangungan mulai dilakukan pada awal Juli 1994 oleh PT. Adhi
Karya (persero), yang didampingi dan diawasi oleh Tim Teknis Al-Markaz Al-
Islami yaitu: Ir. Syarifuddin Patiwiri (Sipil), Ir. Junus Oesman (Arsitek), Prof. Dr.
Ir. Muhammad Arief (Elektro). Penentuan arah kiblat dilakukan tanggal 16 Juli
42
1994 oleh Tim IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Makassar (Prof. Dr. Syuhudi
Ismail, dkk) bersama pengurus YIC.
Yayasan Islamic Center (Al-Markaz Al-Islami) yang menaungi Masjid Al-
Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf, didirikan tanggal 20 Ramadhan 1414 atau 3
Maret 1994 dengan akta notaris No. 18 Tahun 1994. Yayasan itu kemudian
membentuk sekretariat dan menetapkan personalia (Iska Irawaty, S.E dan Agus
Salim Jamil, S.E). setelah masjid diresmikan penggunaannya, maka YIC
membentuk Badan Pengelola Harian (BPH) dan menetapkan struktur dan
personalianya. Koordinator BPH dijabat oleh Imam Besar (H. Dr. Rafii Junus,
M.A) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan ibadah dan dakwah. Imam Besar
di bantu oleh dua Imam Tetap (Drs. H. Mahmud Abbas dan Drs. H. Hasan Basri
Ahmad). Selain itu ditetapkan juga beberapa orang Muadzin Tetap dan Protokol
Tetap.
“sistem matriks”. YIC membentuk Badan Takmir Masjid di samping Badan
Pengelola Harian (BPH) Masjid dan menetapkan struktur dan personalianya. Imam
Besar (Prof. Dr. H. Abd. Rahman Getteng, M.A) diberi amanah menjadi Rais
Takmir Masjid, untuk memimpin sejumlah orang “profesional” yang berstatus
sebagai “pegawai tetap yayasan” dan memperoleh gaji perbulan. Sedang
Koordinator BPH Masjid saat ini (Prof. Dr. H. Basri Hasanuddin, M.A), diberi
amanah memimpin atau mengkoordinasikan sejumlah “relawan” (aktivitas atau
mantan aktivis) yang mengabdi secara ikhlas dan Lillahi Taala tanpa memperoleh
gaji. Rais Takmir dan Koordinator BPH bertanggung jawab kepada pengurus YIC.
43
Selama 20 tahun (1995-2015) Masjid Al-Markaz Al-Islami telah tumbuh
sebagai pusat ibadah den peradaban serta pengkajian Islam yang diharapkan lebih
berkembang lagi di masa depan. Kini Al-Markaz Al-Islami memiliki sebuah
perpustakaan, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK),
Taman Bacaan Al-Qur’an (TPA), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM(,
Pusat Pendidikan dan Pengkajian Dakwah (P3D), Pembinaan Lansia, Lembaga
Amil Zakat (LAZ), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH, Lembaga
Penerjemah Al-Qur’an, Lembaga Bahasa Asing (Arab, Inggris, Jepang, Perancis,
Jerman, Korea, dan Mandarin), Radio, Penerbitan, Koperasi, Baitul Maal
Watamwil (BMT), Kios Buku, Kios Busana Muslim, Bazar Jum’at/Ramadhan, dan
kegiatan lainnya.
Gambar 1.2 Struktur Yayasan Islamic Center Al-Markaz Al-Islami
44
Dalam keadaan keagamaan Masjid Al-Markaz Al-Islami yaitu ibadah dan
dakwah terdiri dari Shalat lima waktu, Shalat Jum’at, Shalat Tarawih, dan Shalat
Hari Raya (Idul Fitri & Idul Adha) berjalan dengan baik sesuai fungsi utama masjid.
Jama’ah yang mengikuti shalat lima waktu merupakan jama’ah tetap yang pada
umumnya bertempat tinggal di sekitar Masjid Al-Markaz Al-Islami. Namun
demikian banyak juga yang datang dari luar Makassar. Sejak peresmian (Jum’at,
12 Januari 1996 M atau 21 Sya’ban 1416 H) jama’ah yang melaksanakan Shalat
Jum’at sangat padat, begitu pula dengan Shalat Tarawih dan Hari Raya Idul Fitri
serta Idul Adha.
Kalaupun ada penceramah dari Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta akan diberikan
prioritas untuk berceramah atau menjadi khatib. Pelaksanaan dakwah dalam bentuk
ceramah dilakukan kerjasama dengan IAIN, MUI, dan lembaga-lembaga Islam
yang terbaik. Agar dakwah tetap menarik dan ramai diikuti oleh jama’ah dalam
masjid maka diperlukan peenggunaan metode yang lebih terencana dan
komunikatif terutama yang bersifat dialogis.
Majelis Taklim Perempuan yang rutin diadakan setiap hari Sabtu dihadiri
oleh kurang lebih 300 orang. Dengan lebih mengutamakan pengajian dasar dan
pendalamannya. Sedang imam, muadzin, penceramah dan khatib ditetapkan lebih
awal melakui seleksi dan senantiasa diadakan penyempurnaan.
45
Taman Kanak-kanak (TK). Sedang pendidikan non-formal, diselenggarakan dalam
bentuk Taman Bacaan Al-Qur’an (TPA), Pesantren Tahfizh Al-Qur’an (PTA),
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Pusat Pendidikan dan Pengkajian
Dakwah (P3D), dan Kursus Bahasa Asing (Arab, Inggris, Jepang, Perancis, Jerman,
Korea, dan Mandarin). Selain itu dilakukan juga kegiatan temporer seperti:
a. Pendidikan dan Pelayihan (Diklat) kepemimpinan, jurnalistik, fotografi,
muadzin, dan lain-lain.
narasumber berasal dari dalam dan luar negero, terutama dalam Ramadhan.
c. Kuliah Dhuha dilaksanakan setiap hari Ahad yang dihadiri oleh remaja,
pemuda, dan mahasiswa serta jama’ah masjid Al-Markaz Al-Islami.
d. Perkemahan Remaja telah berlangsung beberapa kali dengan mendatangkan
peserta dari SMP dan SMA se-Kota Makassar.
5. Keadaan Sosial Ekonomi
Suatu masjid yang indah akan lebih indah apabila masyarakat dan
jama’ahnya meningkat kehidupan dan kegiatan sosial ekonominya berkat kegiatan
bersama yang dilaksanakan oleh jama’ah masjid. Untuk itu kegiatan sosial ekonomi
jama’ah masjid dikembangkan lebih intensif.
Kegiatan sosial ekonomi jama’ah dimulai dari pengedaran kotak amal,
pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq, dan sedeqah. Untuk mengembangkan
usaha kecil telah berjalan intensif kegiatan sosial ekonomi berupa:
46
a. Koperasi Al-Markaz Al-Islami
b. Toko-toko buku dengan sistem pembayaran bagi hasil 60% pemilik toko buku
dan 40% masjid.
c. Bazar Jum’at di selasar sebelah selatan masjid setiap hari Jum’at dan Bazar
Ramadhan di halaman depan masjid (sebelah timur) dengan membayar infaq ke
masjid.
ruangan (aula) pada lantai I sebagai tempat pelaksanaan pesta perkawinan, seminar,
diskusi, pameran, dan lain-lain. Khusus untuk instansi/lembaga sosial akan
diberikan keringanan (diskon).
6. Kegiatan Lain
a. Radio Al Markaz telah berfungsi kurang lebih dua puluh tahun dan mengudara
setiap hari dari jam 04.30 sampai jam 24.00 WITA, radio terebut di samping
menyiarkan paket acara umum juga secara tetap merelay kegiatan dakwah
(Kajian, shalat, dan khotbah Jum’at, adzan, dan lain-lain) dengan jangkauan 60
Km2.
b. BMT Al Markaz dalam bentuk koperasi juga telah berjalan dengan
menghimpun dana awal dari pengurus dan jama’ah Masjid Al Markaz yang
sekaligus sebagai pendiri.
c. Perpustakaan Al Markaz telah berfungsi dengan baik. Koleksi buku di
perpustakaan Al Markaz telah berjumlah sedikitnya 27.000 exp. dengan 20.700
judul. Buku-buku yang terkumpul selain diadakan oleh masjid sendiri juga
47
/lembaga pemerintah dan swasta.
d. Penerbitan Al Markaz yang menerbitkan buletin Gema Al markas setiap Jum’at
dengan menampilkan bahan/materi khotbah Jum’at sebelumnya dan
tulisan/artikel lainnya.
Pandemi Covid-19
Masjid merupakan salah satu unsur penting dalam struktur masyarakat
Islam. Masjid bagi umat Islam memiliki makna yang besar dalam kehidupan baik
makna fisik maupun makna spiritual. Akan tetapi pada saat pandemi Covid-19
muncul, masjid merupakan salah satu tempat yang memilki dampak besar bagi
umat Islam karena seluruh tempat ibadah ditutup dan diberi himbauan agar shalat
dirumah masing-masing. Seperti yang ada disurat edaran Kementrian Agama
Republik Indonesia No. SE 15 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Protokol
Penanganan Covid-19 pada rumah/masjid, ada juga protokol kesehatan dari
Kepolisian dan Satgas Gugus Covid-19. Dengan adanya surat edaran tersebut
semua masjid ditutup untuk sementara selama Covid-19. Salah satunya Masjid Al-
Markaz Al-Islami Makassar yang ditutup untuk umum selama pandemi Covid-19.
Sehingga keadaan masjid sebelum Covid-19 terjadi, ada beberapa fungsi masjid
atau kegiatan yang dilaksanakan dengan rutin baik itu tiap hari maupun tiap minggu
seperti bazar jum’at, belajar mengaji atau TPA, tahfizh Al-Qur’an dan olahraga
bersama di hari ahad.
Gambar 1.3. Keadaan Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar di masa Pandemi Covid-19.
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa keadaan masjid selama pandemi
Covid-19, kegiatan yang dilaksanakan sudah dibatasi, memasuki area masjid atau
badan masjid wajib memakai masker, saat memasuki pintu pertama wajib
memeriksa suhu badan, barisan shaf diberikan jarak minimal 1 meter.
Hal ini dipertegas lagi dengan hasil Wawancara peneliti dengan pengurus
Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar bapak MD (53th), bahwa:
Untuk sementara seluruh kegiatan Masjid Al-Markaz Al-Islami sedikit agak
berkurang seperti pengajian-pengajian yang sesudah dzuhur, magrib dan
subuh itu sisa pelaksanannya hanya pada saat pertama terjadinya masa
pandemi Covid-19 itu sama sekali ditiadakan dan baru satu minggu
terakhir ini pelaksanaan pengajian hanya diadakan sekali sehari yakni
sesudah shalat magrib. Tetapi, kegiatan jum’at tetap berlangsung seperti
khutbah jum’at, shalat jum’at dan lain-lain. Pada saat awal pandemi
Covid-19, himbauan kepada masyarakat agar tidak berjama’ah di Masjid
Al-Markaz Al-Islami. Kemudian yang bisa melaksanakan shalat fardhu di
masjid hanya pengurus dan karyawan kalau jama’ah lain tidak
diperbolehkan. Kemudian badan masjid tidak dipakai kecuali yang
dibelakang mihrab itu dipakai karena jama’ahnya hanya kurang lebih 5-10
orang dan itupun memakai protkes (protokol kesehatan) yakni memakai
masker, jaga jarak kurang lebih 1meter, melalui 1 pintu untuk pengurus dan
karyawan tetap melakukan pemeriksaan suhu badan (Wawancara,
08/12/2020)
keadaan Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar saat ini kegiatan sangat dibatasi
50
karena adanya himbauan dari Kementrian Agama Republik Indonesia, Kepolisian,
dan Satgas Gugus Covid-19. Dengan menutup atau membatasi kegiatan di masjid.
Dalam hal ini pengurus Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar bekerja sama untuk
mengoptimalkan fungsi masjid di masa pandemi Covid-19.
Dalam mengoptimalisasi fungsi masjid baik pada tingkat intensifikasi
maupun ekstensifikasi berperan dalam pembinaan masyarakat, bukan saja dalam
aspek kegiatan ibadah sebagai upaya peningkatan spiritual tapi juga bagi
pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan lainnya
sesuai dengan tuntunan dan perkembangan zaman. Dalam situasi apapun, idealnya
masjid dapat dijadikan pusat kegiatan dan pembinaan masyarakat demi
mewujudkan tatanan sosial yang baik. Namun nyatanya, fungsi masjid dalam
menyelesaikan permasalahan sosial keagamaan semakin mengalami penurunan
akibat adanya pandemi Covid-19.
mengoptimalisasikan fungsi masjid selama pandemi Covid-19, adanya himbauan
dari pemerintah kegiatan masjid sangat dibatasi agar dapat mematuhi protokol
kesehatan yang telah diterapkan dan pengurus juga memberikan himbauan kepada
jama’ah atau masyarakat sekitar masjid untuk tidak melaksanakan kegiatan ibadah
di masjid pada saat PSBB berlangsung.
Hal ini dipertegas lagi dengan hasil wawancara peneliti dengan pengurus
Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar bapak MD (53th), bahwa:
Dengan adanya himbauan Covid-19 dari pemerintah bahwa tempat-tempat
kegiatan atau shalat di masjid itu sama sekali langsung ditutup dan tidak
diperbolehkan shalat berjama’ah di masjid, kegiatan jum’at juga
ditiadakan untuk sememtara saat itu, bazar jum’at juga ditiadakan,
51
kegiatan seperti belajar mengaji atau yang di TPA diliburkan dan tahfizh
Al-Qur’an juga diliburkan. Solusinya dengan memberikan arahan kepada
jama’ah untuk tidak melaksanakan kegiatan ibadah di Masjid Al-Markaz
Al-Islami (Wawancara, 08/12/2020 )
Senada dengan apa yang dikatakan oleh ibu NW (20th). Sebagai jama’ah
Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, bahwa:
Sebagai jama’ah di masjid, untuk mengoptimalkan fungsi masjid dimasa
pandemi ini adalah kita senantiasa memakmurkan masjid, mengisinya
dengan hal-hal yang lebih bermanfaat, seperti melakukan pengajian rutin
setiap hari sekali dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Dengan
syarat mematuhi protokol kesehatan (Wawancara, 10/12/2020)
Dari hasil observasi dan wawancara bahwa dalam mengoptimalisasikan
fungsi masjid di masa pandemi Covid-19, pengurus Masjid Al-Markaz Al-Islami
Makassar berperan penting untuk melaksanakan himbauan dari Kementrian
Agama, Kepolisian dan Satgas Gugus Covid-19. Hal ini Satgas Gugus Covid-19
hanya memberikan surat edaran kepada ketua pengurus masjid dan disampaikan
kepada masyarakat sekitar masjid demi meminimalisasi penyebaran Covid-19.
Pengurus menyampaikan himbauan tersebut kepada masyarakat atau pendatang
agar dapat mengikuti protokol kesehatan apabila memasuki area Masjid Al Markaz
Al-Islami dan pengurus juga melakukan penjagaan yang ketat agar kegiatan-
kegiatan dibatasi untuk mengoptimalkan fungsi masjid di masa pandemi covi-19.
Adapun kegiatan yang dilaksanakan di Masjid Al-Markaz Al-Islami
Makassar seperti, menyelenggarakan kegiatan Hari Besar Islam,
menyelenggarakan Dakwah Islam atau Tabliqh Akbar, menyelenggarakan
pengajian rutin, menyelenggarakan kegiatan sosial ekonimi (koperasi masjid),
menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah pusat kegiatan belajar
masyarakat), Bazar jum’at, dan olahraga di hari ahad.
52
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa kegiatan Masjid Al-Markaz Al-
Islami sangat dibatasi karena adanya himbauan tentang penanganan Covid-19,
kegiatan yang dilakukan hanya TPA, pengajian hanya dilakukan sehari sekali
dengan menggunakan radio rekaman tahun lalu, dan bazar jum’at.
Gambar 1.4 Pelaksanaan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) di masa Pandemi Covid-19.
Hal ini dipertegas lagi dengan hasil wawancara peneliti dengan Pengurus
Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar bapak MD (53th), bahwa:.
Pada awal pandemi Covid-19 dengan aturan yang diterbitkan oleh
Kementrian Kesehatan yaitu PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
Kegiatan tetap dilaksanakan tetapi hanya untuk Imam dan karyawan
masjid. Dan kegiatan yang lainnya diliburkan tetapi pengajian
dilaksanakan menggunakan radio dengan rekaman tahun lalu. Kalau ada
pendaftar masuk Islam dan di Islamkan oleh Imam, tetapi sebelumnya
diberikan arahan atau dituntun membaca dua kalimat syahadat serta
memberi pemahaman tentang dasar-dasar Islam. yang mengantar hanya
dibatasi 1 orang dan pegantarnya itu tidak boleh mendampingi yang masuk
Islam kecuali dia sendiri menghadap ke Imam atau Kyai yang memberikan
pemahaman tentang dasar-dasar Islam seperti rukun Islam, rukun Imam
dan setelah masuk Islam pendaftar melakukan bagaimana seharusnya
perlakuan kepada orang tua maupun keluarga diberikan pemahaman
(Wawancara, 08/12/2020)
Dari hasil observasi dan wawancara bahwa kegiatan Masjid Al-Markaz Al-
Islami Makassar di masa pandemi Covid-19 sangat dibatasi. Kegiatan yang
dilakukan hanya pengajian, TPA, Bazar jum’at dan pendaftar yang ingin masuk
Islam tetapi dibatasi hanya 1 orang yang bisa mengantar ke Imam dan harus
mematuhi protokol kesehatan. Hal ini pengurus juga harus melakukan tindakan
agar dapat menangani Covid-19.
Gambar 1.5. Pelaksanaan Pindah Agama (Mualaf) di masa Pandemi Covid-19.
Tindakan yang dilakukan bukan hanya pengurus yang turun tangan akan
tetapi petugas satgas gugus Covid-19 juga. Dalam hal ini pengurus mempunyai
tugas masing-masing yang diberikan ketua pengurus seperti, dalam bidang
keamanan, kebersihan dan lain lain. Satgas gugus Covid-19 bertugas memberikan
arahan kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan.
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa tindakan pengurus dalam
melaksanakan kegiatan di masa pandemi Covid-19 yaitu ada berbagai macam tugas
masing-masing untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Hal ini dipertegas lagi dengan hasil wawancara peneliti dengan petuugas
Satgas Gugus Covid-19 bapak IF (21th), bahwa:
Kami sebagai petugas penanganan Covid-19 kita menghimbau ke
masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan terutama di tempat-tempat
ramai seperti di masjid yang dimana tempat untuk beribadah bagi umat
54
kegiatan di masji (Wawancara, 04/12/2020 )
Senada dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Imam Masjid Al-
Markaz Al-Islami Makassar bapak MB (50th), bahwa:
Pada saat terjadinya Covid-19, panitia masjid menghentikan seluruh
kegiatan di Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar (Wawancara,
08/12/2020)
Dan ditambah dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan bapak MD
(53th) sebagai pengurus Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, bahwa:
Sejak akhir februari diumumkannya bahwa terjadi wabah Covid-19 itu
seluruh kegiatan dihentikan dan dihimbau kepada jama’ah untuk shalat
dirumah. Setelah tanggal 4 Juni 2020 diumumkan lagi bahwa di Masjid Al-
Markaz Al-Islami sudah bisa difungsikan untuk pelaksanaan shalat fardhu
dan dibadan masjid diberi tanda merah untuk tempat duduk jama’ah yang
ingin ikut shalat fardhu (Wawancara, 08/12/2020)
Dari hasil observasi dan wawancara di atas bahwa tindakan yang dilakukan
Satgas Gugus Covid-19, pengurus, dan imam Masjid Al-Markaz Al-Islami
Makassar selama pandemi Covid-19 mereka menghimbau kepada masyarakat
sekitar dan jama’ah di Masjid Al-Markaz Al-Islami agar mematuhi aturan protokol
kesehatan agar dapat mengantisipasi penyebaran Covid-19 dan memberikan bentuk
bentuk pencegahan penyebaran Covid-19.
Gambar 1.6. Pelaksanaan Shalat Jum’at berjaemaah di masa Pandemi Covid-19.
55
selama pandemi Covid-1