Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

87
Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

description

Etika Filsafat Komunikasi. Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta. Pokok Bahasan. Filsafat Ilmu Etika Komunikasi Etika / Kode Etik Profesi Komunikasi 1. Kode Etik Jurnalistik 2. Pedoman Perilaku Penyiaran 3. Kode Etik Perhumas - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Page 1: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Oleh:Drs. Arief S. Safrianto, M.M.

Universitas Mercu Buana Jakarta

Page 2: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Pokok Bahasan

I. Filsafat IlmuII. Etika KomunikasiIII. Etika / Kode Etik Profesi Komunikasi

1. Kode Etik Jurnalistik2. Pedoman Perilaku Penyiaran3. Kode Etik Perhumas4. Kode Etik Insan Kehumasan Pemerintah5. Etika Pariwara Indonesia

Page 3: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

FILSAFAT ILMU

Filsafat Ilmu : Ilmu yang mempelajari sebab yang sedalam - dalamnya mengenai hakekat persolan ilmu.

Hakekat Persoalan Ilmu : • Ontologi • Epistemologi • Aksiologi

Bidang Filsafat :1. Ontologi/metafisika ➽ apa ilmu itu ?2. Epistemologi (Bagaimana cara peroleh Ilmu) a. Logika b. Metodologi c. Filsafat ilmu3. Aksiologi (nilai) : Untuk apa ilmu itu dipergunakan a. Etika : Cabang filsafat yang mempelajari baik/buruk tindakan b. Estetika : Cabang filasafat yang mempelajari indah/tidaknya tindakan

Page 4: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Objek Etika : ♦ Manusia dinilai manusia lain dari tindakannya Katagori penilaian tindakan : ➽ ● baik – buruk (etika) ● Indah – jelek (estetika) ● Sehat – kurang sehat ➽ dari segi kesehatan/medis♦ Tindakan dinilai Baik - Buruk (etika) terhadap orang lain berarti tindakan itu dilakukan dengan sadar atas pilihan atau dengan sengaja. • Faktor kesengajaan mutlak ada dalam penilaian baik-buruk ➽ disebut penilaian kesadaran etis / moral • Sengaja : Berarti ada rasa tahu dan bisa memilih. Tidak ada Kesengajaan maka tidak ada penilaian baik – buruk • Tahu dan memilih ➽ harus ada dalam penilaian moral • Etika, khusus dilakukan pada tindakan - tindakan manusia yang dilakukan

dengan sengaja♦ Objek Materia Etika : Manusia♦ Objek Forma Etika : Tindakan manusia yang dilakukan dengan sengaja

Page 5: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

♦ Objek Materia Etika : Manusia♦ Objek Forma Etika : Tindakan manusia yang dilakukan dengan sengaja♦ Penilaian Etis hanya dapat dilakukan jika ada kehendak bebas ═

kehendak memilih♦ Manusia tidak bebas,karena dipengaruhi 2 hal, yaitu : - Determinisme materialistik

“ Manusia berada di alam,sehingga ia harus tunduk oleh hukum-hukum alam” - Determenisme Religius. “ Kehendak manusia ditentukan Tuhan, karena ia maha kuasa”

Page 6: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

KESADARAN MORAL

♦ Kesadaran Moral yang sudah timbul disebut KATA HATI ! orang pingsan → tidak ada kesadaran etisnya

♦ Cara Kerja Kata Hati : ▪ Ada kesadaran atau pengetahuan umum tentang baik - buruk

▪ Setiap orang bertindak secara etis, ada penerangan mengenai tindakan kenkrit ▪ Sesudah ada tindakan (atas pilihan) ada penentuan (vonis) bahwa tindakan itu baik/buruk ♦ Penilaian Objektif : tindakan lepas dari subjek yang melakukan tindakan itu, sehingga lepas pula dari situasinya dan tindakan itu diukur baik-buruknya diluar subjek ♦ Penilaian Subyektif : Putusan yang diambil berdasarkan KATA HATI demi tidak terikat ukuran/norma di luar subjek ♦ Kesadaran Etis/Moral : Pengetahuan bahwa ada baik dan buruk

Page 7: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

ETIKA KOMUNIKASI

Etika : - Hendak mencari ukuran baik-buruk - Hendak mengetahui bagaimana manusia seharusnya

bertindak

Komunikasi : Usaha manusia dalam menyampaikan IP – nya kepada manusia lain.Jadi :Etika Komunikasi : “ Penilaian baik-buruk ataui bagaimana manusia seharusnya bertindak

dalam usahanya menyampaikan IP-nya kepada manusia lain.”

Tanggung Jawab : Manusia harus bertanggung jawab terhadap tindakanya yang

disengaja.Artinya manusia dapat mengatakan dengan jujur kepada kata hatinya, tindakan itu sesuai kata hati dan tindakan itu baik.

Tanggung Jawab :➽Kepada kata hati ➽Kepada orang lain.

Page 8: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

A. PENGERTIAN :Etika :Verderber : Etika adalah standar - standar moral yang mengatur perilaku

manusia bagaimana harus bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika pada dasarnya merupakan dialektika antara kebebasan dan tangguing jawab, antara tujuan yang hendak dicapai dan cara untuk mencapai tujuan itu. Ia berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak benar, yang baik dan tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak berguna, dan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.I.R. Poedjawijatna : Manusia yang berkepribadian etis adalah manusia

yang dalam tindakannya selalu memilih yang baik sesuai dengan penerangan budinya. Manusia yang berkepribadian (etis)

adalah manusia susila.

Page 9: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Jadi Etika Adalah :- Ilmu yang mempelajari apa yang baik dan yang buruk, dan tentang hak dan

kewajiban moral.- Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau

masyarakat.- Ilmu yang secara mendasar akan mendapat jawaban atas pertanyaan

bagaimana manusia harus hidup dan bertindak menurut norma-norma.- Mengarahkan manusia agar pada gilirannya dapat mengerti mengapa harus

bersikap begini atau begitu, dan mampu bertanggung jawab atas kehidupan dan tindakan apa yang telah dilakukan.

♦ Etika Komunikasi : Seorang komunikator dengan motif - motif tertentu berupaya mencapai tujuan

tertentu pada khalayak tertentu dengan menggunakan (secara sengaja atau tidak) sarana-sarana atau teknik-teknik komunikasi untuk mempengaruhi khalayak.

Page 10: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Jadi etika komunikasi mempersoalkan penilaian pada :- Komunikator dan motifnya dalam penyampaian pesan

- Tujuan Komunikasi- Khalayak sasaran komunikasi- Sarana dan teknik komunikasi yang digunakan.

B. MANFAAT ETIKA :- Agar disenangi, disegani, dan dihormati orang lain.- Memudahklan hubungan dengan orang lain, sehingga

melancarkan kegiatan hidup dan kerja.- Memelihara suasana menyenangkan di lingkungan keluarga,

tempat kerja, dan handai tolan.- Memberi keyakinan pada diri sendiri saat menghadap orang lain.- Meningkatkan citra pribadi seseorang di mata masyarakat.

Page 11: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Ukuran Baik :1. Menurut aliran Hedonisme : Semua tindakan manusia cenderung untuk mencapai : • Kepuasan semata (lihido Sexualitas) ➽S.Freud • Kepuasan dalam memiliki kekuasaan ➽Alder

2. Menurut aliran Utilitarisme : Yang baik adalah yang berguna. Jadi baik-buruknya sesuatu, dinilai dari kegunaannya untuk mencapai tujuan.

3. Menurut Aliran Vitalisme : Yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup.

Kekuatan dan kekuasaan menaklukan orang yang lemah,itulah ukuran baik,Manusia yang kuasa itulah manusia baik.

4. Menurut aliran sosialisme Masyarakat terdiri dari manusia, maka masyarakat yang

menentukan baik - baik tindakan individu anggota masyarakat. Ukuran baik adalah yang lazim dianggap baik oleh masyarakat tertentu.

Page 12: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

5. Menurut aliran Religionisme : Ukuran baik berdasarkan kehendak Tuhan ➽Kendala menetukan ukuran baik : jika berbeda ukuran baik menurut tiap-tiap agama yang berbeda.6. Menurut aliran Humanisme : yang baik adalah yang sesuai kodrat manusia. Jadi tindakan yang

baik adalah tindakan yang sesuai dengan derajat manusia atau tidak mengurangi atau menentang kemanusiaan

Contoh :Manusia makan dan minum, untuk mempertahankan hidup,memulihkan kekuatan➽Kodrat manusia Manusia minum untuk ketenangan kemudian mabuk➽ini buruk

Page 13: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Norma : Secara Etimologi : Norma (bahasa Latin) = penyiku (alat tuk Kayu) Norma : pedoman, ukuran, aturan/kebiasaan Fungsi Norma : a. Sebelum terjadi sesuatu,dipakai sebagai pedoman/haluan untuk menunjukan bagaimana sesuatu terjadi. b. Sesudah terjadi sesuatu, dipakai sebagai ukuran untuk mempertimbangkan apakah sesuatu itu terjadi seperti yang seharusnya. Fungsi Norma kalau diterapkan pada perilaku manusia : a. Berfungsi sebagai pedoman,pemandu, petunjuk, perintah hukum

: bagaimana seharusnya manusia berperilaku dihari depan. b. Berfungsi sebagai ukuran sesudah perbuatan selesai :apakah

perilaku sesuai norma atau tidak.

Page 14: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Bentuk-bentuk Norma :

1.Peraturan Sopan-Santun ➽ hanya berdasarkan konvensi2.Norma Hukum ➽• Pelaksanaannya dapat dituntut/ dipaksakan • Pelanggarannya dapat ditindak (oleh penguasa sah)

3. Norma Moral ➽ Norma yang menjadi dasar menilai seseorang dari segi baik-buruknya. “Semua kesepakatan mengenai baik - buruk dalam masyarakat disebut norma etika masyarakat tersebut.”

Catatan :Tanpa adanya Norma kehidupan manusia akan kacau. Manusia tidak menginginkan keadaan tidak senonoh dan perilaku tidak tertib. Untuk itu perlu norma sebagai aturan mencapai ketertiban.

Page 15: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Kode Etik Profesi :

Code : Sistem aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang telah disetujui dan diterima oleh masyakarat atau kelas tertentu atau kelompok tertentu dalam masyarakat.

Profesi : Pekerjaan terutama yang memerlukan pendidikan lanjutan dan

latihan khusus, seperti : Arsitektur, hukum kedokteran, jurnalistik.

Kode Etik Profesi :“ Suatu sistem norma-norma (aturan) etika yang telah disetujui oleh anggota-

anggota organisasi profesi tertentu ”, seperti : • Kode etik Kedokteran ➽ IDI • Kode etik Jurnalistik ➽ PWI • Kode etik Jurnalistik ➽ Dewan Pers

Page 16: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

ETIKA DAN HUKUM

1.Etika berbicara tentang pikiran sikap dan tingkah laku yang dianggap baik dan buruk.

2.Hukum berbicara tentang aturan, ketentuan atau batasan yang dianggap benar dan salah.

3.Perbedaan Sanksi4.Perbedaan Daya Laku5.Perbedaan Mekanisme Pembuatan

Suatu pelanggaran dapat saja dimaafkan atau bebas secara hukum, tetapi tidak dapat dimaafkan

secara etika (minimal sanksi moral)

Page 17: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

MENGAPA KODE ETIK DIPERLUKAN:

• Merupakan acuan/pedoman tingkah laku yang jelas dalam bertugas.

• Menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap profesi tersebut (akuntabilitas)

• Untuk mencapai tujuan, visi, missi yang diemban (pesan terwujud)

• Penghargaan terhadap profesi (penegakkan integritas)

• Merupakan syarat profesionalisme.

Page 18: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

SYARAT SUATU LEMBAGA PROFESI• Pendidikan (knowledge)

formal dan non-formal• Ketrampilan / keahlian (skill) menulis, pidato, dsb• Lembaga praktek, pekerjaan penuh waktu

penerbitan, kantor humas, dsb• Kode Etik Profesi

KEJ, Kode etik Kehumasan, dsb• Berdedikasi tinggi thd pekerjaaan dan bersifat

otonomi

Page 19: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

KARAKTERISTIK KODE ETIK PROFESI

• Dibuat oleh lembaga profesi itu sendiri• Untuk mengatur anggota profesinya• Pengawasan pentaatan oleh organisasi • Sanksi atas pelanggaran oleh

organisasi profesi tersebut

Page 20: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

PRINSIP KODE ETIK

Pada dasarnya kode etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggungjawab pentaatannya berada terutama pada hati nurani masing-masing insan profesional tersebut.

Rosihan Anwar, salah satu tokoh pers menyatakan : pers yang tidak memegang kaidah kode etik sama dengan “teroris”.

Page 21: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Etika dan Prinsip Utama Jurnalisme (Dennis Mc Quale) 1. Bebas dan Independen - Orientasi kepentingan masyarakat luar - Isi redaksional pers tidak dikontrol secara formal (UU)2. Tertib dan menciptakan Solidaritas - Pers terlibat aktif tetapi tidak seperti dipersepsikan pemerintah, elit politik dll - Menahan diri : sara, perilaku menunjang3. Keragaman - Merefleksikan keragaman masyarakat - Akses bagi berbagai pihak dan menjadi wacana publik4. Objektivitas - Faktual, isinya benar, sesuai fakta tanpa ditambah- tambahi atau didramatisir, tidak membuat interprestasi atau opini - Impartial, tidak memihak, tidak subyektif, Seimbang

Page 22: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

ETIKA DAN KOMPETENSI WARTAWAN

Pengertian Kompetensi : “Kemampuan wartawan untuk melaksanakan kegiatan jurnalistik yang menunjukkan tingkat pengetahuan dan tanggung jawab sesuai tuntutan profesionalisme yang disyaratkan”.Kompetensi juga diartikan sebagai “kewenangan”

Tiga Katagori Kompetensi :1.Pengetahuan (Knowledge) : - Umum

- Khusus2. Keterampilan (Skill) : - Menulis

- Wawancara dsb3. Dilandasi Kesadaran (Awareness), mencakup : - Etika

- Kode Etik - Hukum

Page 23: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Kode Etik JurnalistikAsas Demokratis KEJ

• Menghasilkan berita berimbang• Bersikap independen• Wartawan Indonesia melayani hak jawan • Wartawan Indonesia melayani hak koreksi

Asas Profesional KEJ• Membuat berita akurat• Menunjukan identitas kepada narasumber• Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya• Selalu menguji informasi• Dapat membedakan fakta dan opini• Tidak membuat berita bohong dan fitnah• Jelas dalam mencantuman waktu peristiwa dan atau pengambilan/penyiaran gambar• Mengharga ketentuan embargo,informasi latar belakang (background infromation) dan

off the record• Rekaulang harus dijelaskan

Page 24: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Asas Moralitas KEJ

1. Tidak boleh beritikad buruk2. Tidak membuat berita cabul dan sadis3. Tidak menyebut identitas korban kesusilaan 4. Tidak menyebut identitas korban atau pelaku kejahatan anak-anak5. Tidak menerima suap6. Tidak berprasangka dan diskrimitatif terhadap jender, SARA dan bahasa7. Tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin dan sakit (jasmani &

rohani)8. Menghormati kehidupan pribadi (kecuali untuk kepentingan umum)9. Mencabut dan meralat serta (kalau perlu) minta maaf terhadap

kekeliruan berita yang dibuat

Page 25: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Asas Supremasi Hukum KEJ

1. Wartawan tidak melakukan plagiat2. Menghormati prinsip asas praduga tidak

bersalah3. Tidak menyalahgunakan profesinya4. Memiliki hak tolak

Page 26: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Dibandingkan dengan KEWI 1999, KEJ 2006 agak lebih lengkap. Akan tetapi, kita tidak dapat mengharapkan tersusunnya kode etik selengkap sebagaimana yang lazim diperlukan oleh masing-masing media pers sebagai pedoman dalam menjalankan pekerjaan jurnalistiknya.

Setiap media pers biasanya masih perlu melengkapi kode etik—yang bersifat umum ini—dengan rincian panduan bagi para wartawannya. Umpamanya, yang menyangkut masalah penggunaan bahasa dan petunjuk perilaku (code of conduct), yang dicatat dalam apa yang disebut stylebook.

Page 27: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Pengaturan KEJ dalam UU No. 40 Tahun 1999 TentangPers :• Pasal 1, butir 14: Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan

etika profesi kewartawanan. • Pasal 7, ayat (2): Wartawan memiliki dan menaati Kode

Etik Jurnalistik. • Penjelasan pasal 7, ayat (2): Yang dimaksud dengan

“Kode Etik Jurnalistik” adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.

• Pasal 15, ayat (2), huruf c: Dewan Pers melaksanakan fungsi [antara lain]: menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.

Page 28: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran: a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta

sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai [dengan] keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Page 29: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Penjelasan

Butir b tentang pengertian “akurat” (kata sifat) atau “akurasi” (kata benda).

Kata-kata tersebut mengandung makna “kecermatan, ketelitian, dan ketepatan.” Artinya, informasi yang dipublikasikan oleh media pers sesuai dengan keterangan yang didengar wartawan dari narasumber atau sesuai dengan peristiwa yang disaksikannya.

Akan tetapi, berita yang akurat tidak selamanya dapat dipastikan “sepenuhnya mengandung kebenaran,” walaupun para wartawan haruslah didorong agar berusaha mencari kebenaran dalam setiap informasi yang hendak dipublikasikan.

Page 30: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran:Cara-cara yang profesional adalah:a. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber.b. Menghormati hak privasi. c. Tidak menyuap. d. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya.e. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran

gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang.

Page 31: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

f. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara. g. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri. h. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Page 32: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Penjelasan butir b,g dan hAgaknya perlu dijelaskan beberapa pengertian, seperti

yang tercantum pada penafsiran butir b, g, dan h.

Butir b: Menghormati hak privasi atau privacy tidak berarti bahwa pers samasekali dilarang meliput dan memberitakan kehidupan pribadi atau privat. Larangan seperti itu lazimnya hanya menyangkut kehidupan pribadi yang samasekali tidak berkaitan dengan kepentingan publik.

Di kalangan para praktisi dan pengamat pers dikenal konvensi yang berlaku universal bahwa “semakin tinggi kedudukan atau jabatan seseorang, atau semakin terkenal seseorang, kian mungkin memberitakan kehidupan pribadinya.”

Page 33: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Butir g: Larangan kode etik jurnalistik terhadap plagiarisme sangat keras, seperti juga terhadap tiga jenis pelanggaran lainnya, yaitu: • menyiarkan berita yang sejak semula diketahuinya bohong; • menerima suap dengan ikatan janji untuk memberitakan atau tidak memberitakan suatu kasus; atau• mengungkapkan narasumber anonim, rahasia, konfidensial yang dapat mengancam jiwa narasumber itu atau keluarganya.

Hukuman moral bagi wartawan yang melanggar salah satu larangan ini lazimnya ialah bahwa ia harus serta merta melepaskan profesi kewartawanan—untuk selama-lamanya.

Page 34: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Butir h: Dalam upaya melakukan peliputan berita investigasi (investigative reporting), wartawan dapat mengabaikan beberapa ketentuan kode etik jurnalistik bila tidak ada cara lain untuk dapat mengungkapkan suatu kasus yang penting diketahui oleh publik.

Akan tetapi, pengabaian ketentuan kode etik ini haruslah berdasarkan alasan yang sangat kuat, misalnya karena: • hendak membongkar korupsi atau rencana kejahatan;• bermaksud mengungkapkan kasus yang mengancam keselamatan atau kesehatan penduduk.

Selain itu, jika dalam proses peliputan investigatif terjadi pelanggaran hukum oleh wartawan, maka konsekuensi hukum tetap harus ditanggung oleh wartawan tersebut dan media persnya.

Page 35: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran: a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck

tentang kebenaran informasi itu. b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu

pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Page 36: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

“Judgmental opinion” adalah murni pendapat reporter peliput atau redaktur penyunting.

Sedangkan “interpretative opinion” hanyalah upaya wartawan untuk menjelaskan fakta-fakta di lapangan agar pembaca, pendengar, dan penonton memahami duduk perkaranya.

Pembedaan ini penting agar pers masih dapat menyajikan pemberitaan yang jelas bagi khalayak dengan memberikan penafsiran atau informasi latar belakang (background information) bagi fakta-fakta peristiwa atau masalah.

Tetapi, sebaliknya, wartawan tetap tidak boleh mencapuradukkan fakta yang ditemukan dalam kegiatan peliputan dengan opininya sendiri.

Page 37: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran: a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui

sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis

dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Page 38: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 5: Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran:a. Identitas adalah semua data dan informasi yang

menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.

b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Page 39: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Identitas subjek berita tidak hanya berupa nama lengkap dan foto, melainkan apa pun yang memudahkan khalayak melacak keberadaannya, seperti alamat jelas, nama anggota keluarganya, dan nama rekan kerja atau teman sekolahnya.

Pers perlu melindungi identitas korban pelecehan atau perundungan seksual agar mereka tidak mengalami “trauma kedua,” atau seperti kata pepatah “Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.”

Penting pula melindungi identitas pelaku tindak kejahatan yang masih kanak-kanak—lazimnya belum berumur 16 tahun—karena perilaku mereka masih dapat berubah dan mereka dapat menjadi warga yang baik serta berguna setelah dewasa.

Page 40: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 6: Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran: a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang

mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.

b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Page 41: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Hukuman moral yang keras bagi wartawan penerima suap sehubungan dengan kegiatan pemberitaannya telah diuraikan dalam catatan untuk pasal 2, butir g. Yaitu, serta merta melepaskan profesi kewartawanan tanpa perlu menunggu peringatan pertama sekalipun.

Sedangkan “tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum” dapat terjadi, umpamanya, dalam kegiatan meliput masalah keuangan dan pasar saham.

Wartawan, dengan demikian, hanya dapat bersama-sama publik memanfaatkan informasi yang semula tertutup setelah disiarkan secara terbuka.

Page 42: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 7: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran:a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan

identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.

Page 43: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Page 44: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Hak tolak dijamin oleh undang-undang pers yang berlaku sekarang, yaitu hak wartawan untuk tidak mengungkapkan narasumber anonim, rahasia, atau konfidensial kepada siapa pun, termasuk para penegak hukum sekalipun.

Akan tetapi, seandainya pengadilan memutuskan bahwa seorang wartawan harus mengungkapkan narasumber yang sudah dijanjikan akan dirahasiakan, maka wartawan tersebut harus menanggung konsekuensi hukum yang ditetapkan oleh pengadilan.

Page 45: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Oleh karena itu, penetapan seseorang sebagai narasumber anonim sebaiknya dilakukan oleh media pers secara amat selektif dan hanya untuk kasus yang informasinya sangat penting bagi pengetahuan publik.

Akan tetapi, hak tolak bukan berarti bahwa wartawan perlu menolak permintaan penegak hukum, biasanya polisi, untuk memberi keterangan di kantor kepolisian. Hanya saja, keterangan yang diberikan oleh wartawan tidak akan “mengkhianati” kepercayaan yang diberikan oleh narasumber anonim.

Page 46: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran: a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik

mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Page 47: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Wartawan tidak sepatutnya bersikap “pilih kasih” kepada narasumber dan subjek berita berdasarkan perbedaan seperti dijelaskan dalam pasal 8, yaitu berbeda dalam suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa.

Sikap selektif dalam penilaian terhadap informasi dan pendapat yang akan dipublikasikan, dengan demikian, bukanlah berdasarkan perbedaan-perbedaan itu, melainkan karena pertimbangan atas bobot bahan berita itu dan kepentingannya bagi publik.

Page 48: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 9: Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran: a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan

diri dan berhati-hati. b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan

seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Page 49: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran: a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin,

baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.

b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Page 50: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

KEJ 2006 tidak lagi mencantumkan penafsiran atau penjelasan seperti yang dijumpai dalam KEWI 1999 bahwa “Ralat ditempatkan pada halaman yang sama dengan informasi yang salah atau tidak akurat.”

Ketentuan seperti tercantum dalam KEWI 1999 sebetulnya tidak lazim dalam kode etik jurnalistik di mana pun.

Pelaksanaan ketentuan demikian tidak selamanya praktis karena ralat tidak selalu dapat menemukan ruangan yang sama dengan tempat pemuatan berita yang diralat pada media pers cetak.

Page 51: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Yang penting, pemuatan ralat, ataupun hak jawab, perlu dilakukan secara mencolok, bukan “berdesakan” dengan iklan atau foto-foto, misalnya.

Juga penting diperhatikan bahwa ralat atau hak jawab menggunakan huruf yang ukurannya tidak lebih kecil dari ukuran huruf tubuh berita yang diralat atau ditanggapi dengan hak jawab.

Lagi pula, campur tangan “pihak luar” atau “pihak lain”—yang mengharuskan pemuatan informasi atau pendapat, termasuk ralat dan hak jawab, di halaman tertentu—dipandang sebagai tekanan terhadap independensi redaksi. Ini dapat diartikan sebagai tekanan pula atau hambatan terhadap kebebasan pers.

Page 52: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran:a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok

orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Page 53: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Bagaimana menempatkan tulisan berisi hak jawab di halaman media pers cetak, yang diatur berdasarkan kebijakan redaksi, sebagaimana dijelaskan dalam uraian tentang pasal 10. Tanggapan yang dimaksudkan sebagai hak jawab lazimnya tidak lebih panjang dari tulisan yang ditanggapi.

Sedangkan penyiaran hak jawab oleh stasiun radio dan televisi biasanya lebih dari satu kali, dan salah satu di antaranya diupayakan pada jam siaran yang sama dengan siaran yang ditanggapi oleh pengguna hak jawab.

Page 54: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

• Bagian penutup : Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

Dewan Pers hanya memberikan penilaian dan pendapat tentang pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan atau kontributor media pers.

Putusan dan pelaksanaan sanksi bagi wartawan dan kontributor hanya dapat ditetapkan dan dijalankan oleh perusahaan pers yang menyiarkan karya jurnalistik mereka.

Bagi wartawan, sanksi juga dapat diberikan oleh organisasi tempat wartawan itu menjadi anggota.

Page 55: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIANOMOR 02 TAHUN 2007

Tentang

PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DASAR :Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan berdasarkan pada nilai-nilai agama,norma-norma yang berlaku dan diterima dalam masyarakat, kode etik, standar profesi dan pedoman perilaku yang dikembangkan masyarakat penyiaran, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.ARAH :Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan untuk menghormati asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hokum, asas keamanan, asas keberagaman,m asas kemitraan, etika, asas kemandirian, dan asas kebebasan dan tanggung jawab.

Page 56: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

PENGHORMATAN TERHADAP SUKU, AGAMA, RAS DAN ANTAR GOLONGAN

1. Lembaga penyiaran harus menyayikan program isi siaran yang menghormati perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan.

2. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program dan isi siaran yang merendahkan, mempertentangkan, dan/atau melecehkan perbedaan Suku, Agama, Ras , dan Antargolongan

Page 57: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

PENGHORMATAN TERHADAP NORMA KESOPANAN DAN KESUSILAANLembaga penyaiaran harus senantiasa berhati-hati agar isi siaran yang dipancarkannya tidak merugikan dan menimbulkan efek negative terhadap keberagaman khalayak baik dalam agama, suku, budaya, usia, dan latar belakang ekonomi.PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK-ANAK, REMAJA DAN PEREMPUANLembaga penyaiaran dalam memproduksi dan menyiarkan berbagai program dan isi siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak,remaja dan perempuan.

Page 58: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

PELARANGAN DAN PEMBATASAN ADEGAN SEKSUAL

1. Lembaga penyiaran televisi dilarang menampilkan adegan yang secara jelas didasarkan atas hasrat seksual

2. Lembaga penyiaran televisi dibatasi menyajikan adegan dalam konteks kasih sayang dalam keluarga dan persahabatan, termasuk di dalamnya mencium rambut, mencium pipi, mencium kening/dahi, mencium tangan, dan sungkem.

Page 59: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Pelarangan dan Pembatasan Adegan Kekerasan dan Sadisme

1. Program dikatakan mengandung muatan kekerasan secara dominan apabila sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang lain, antara lain yang menampilkan secara terus menerus sepanjang acara adegan tembak-menembak, perkelahian dengan menggunakan senjata tajam, darah, korban dalam kondisi mengenaskan, penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan maupun kepentingan pemberitaan (informasi)

Page 60: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

2. Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan atau sadistis.

3. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan

4. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau klip video music yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau mendorong kekerasan.

5. Program atau promo program yang mengandung muatan kekerasan secara dominan dan jelas, dibatasi waktu penayangannya.

Page 61: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

PENGOLONGAN PROGRAM SIARAN TELEVISI1. Lembaga penyiaran televisi wajib mencantumkan

dan/atau menyebutkan informasi klasifikasi program isi siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan

2. Penggolongan isi siaran diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelompok usia, yaitu :Klasifikasi A : Tayangan untuk Anak, yakni khalayak berusia dibawah 12 tahun;Klasifikasi R : Tanyangan untuk Remaja, yakni khalayak berusia 12-18 tahun;Klasifikasi D : Tanyangan untuk Dewasa; danKlasifikasi SU : Tanyangan untuk Semua Umur;

3. Untuk memudahkan khalayak penonton mengidentifikasi,informasi penggolongan program isi siaran ini harus terlihat di layar televise di sepanjang acara berlangsung.

Page 62: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

4. Secara khusus atas program isi siaran yang berklasifikasi Anak dan/atau Remaja,lembaga penyiaran dapat memberi peringatan dan himbauan tambahan bahwa materi program isi siaran klasifikasi Anak dan/atau Remaja perlu mendapatkan arahan dan bimbingan orangtua.

5. Peringatan atau himbauan tambahan tersebut berbentuk kode huruf BO (Bimbangan Orangtua) ditambah berdampingan dengan kode huruf A untuk klasifikasi Anak,dan/atau R untuk klasifikasi Remaja.Kode huruf BO tidak berdiri sendiri sebagai sebuah klasifikasi Remaja.Kode huruf BO tidak berdiri sendiri sebagai sebuah klasifikasi penggolongan program isi siaran, namun harus bersama-sama dengan klasifikasi A dan R.

Page 63: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

PRIVASI

Dalam menyelenggaran suatu program siaran baik itu bersifat langsung (live) atau rekaman (recorded),lembaga penyiaran wajib menghormati hak privasi,sebagai hak atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi dari subyek dan obyek berita.

Page 64: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

NARASUMBER

1. Dalam setiap program yang melibatkan narasumber,lembaga peyiaran harus menjelaskan terlebih dahulu secara terus terang, jujur, dan terbuka kepada narasumber atau semua pihak yang akan diikutsertakan, tentang sifat, bentuk, dan tujuan dari acara, sehingga dipastikan bahwa narasumber sudah benar-benar mengerti semua hal tentang acara yang akan mereka ikuti

2. Lembaga penyiaran wajib memperlakukan narasumber dengan hormat dan santun.

Page 65: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

BAHASA SIARAN

1. Lembaga penyiaran dalam menyajikan informasi wajib menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik tulisan kecuali bagi program siaran atau berita yang disajikan dalam bahasa daerah atau asing.

2. Lembaga Penyiaran yg menggunakan bahasa asing dalam pemberitaan, hanya boleh meyiar kan sebanyak 30 % dari total siaran acara.

3. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang menyiarkan program-program asing melalui saluran-saluran asing yang ada dalam paket siaran, harus membuat terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, baik dalam bentuk sulih suara atau berupa teks.

Page 66: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

PRINSIP JURNALISTIK

1. Lembaga Penyiaran dalam menyajikan informasi program factual wajib mengindahkan prinsip jurnalistik, yaitu akurat, berimbang, ketidakberpihakan, adil, tidak beritikad buruk, tidak mencampuradukan opini pribadi,tidak menonjolkan unsur kekerasan, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.

2. Lembaga Penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik wajib tunduk kepada peraturan perundangan-undangan dan Kode Etik Jurnalistik yang berlaku.

Page 67: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

SENSOR

1. Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF).

2. Lembaga penyiaran televisi wajib melakukan sensor internal secara mandiri atas materi siaran non berita seperti sinetron, program komedi, program music, klip video. Program features/documenter, baik asing maupun local, yang bukan siaran langsung.

Page 68: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

PENGAWASAN

1. KPI mengawasi pelaksanaan Pedoman Perilaku Penyiaran .

2. Pedoman Perilaku Penyiaran harus menjadi pedoman lembaga penyiaran dalam memproduksi suatu program siaran.

3. Pedoman Perilaku Penyiaran wajib dipatuhi oleh semua lembaga penyiaran.

Page 69: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

PENGADUAN

1. Setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku dapat mengadukan Ke KPI.

2. KPI menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan,sanggahan, serta kritik dan aspresiasi masayarakat terhadap penyelenggara penyaiaran.

3. Dalam hal KPI memutuskan untuk mempertimbang keluhan dan atau pengaduan, Lembaga Penyiaran tersebut diundang untuk didengar keterangannya guna mendapatkan klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut tentang materi program materi program yang diadukan tersebut.

Page 70: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

KODE ETIK PERHUMAS➽Pasal I : KOMITMEN PRIBADI

Anggota Perhumas harus : a. Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan. b. Berperan secara nyata dan sungguh – sungguh dalam upaya memasyarakatkan kepentingan Indonesia. c. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan.

➽Pasal II : PRILAKU TERHADAP KLIEN ATAU ATASAN

Angota Perhumas harus : a. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan

Page 71: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

b. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang bersaingan tanpa persetujuan semua pihak yang terkait.

c. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan maupun yang pernah diberikan mantan klien atau

mantan atasan.d. Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung

merendah martabak, klien, atasan, maupun mantan klien atau mantan atasan.

e. Dalam memberi jasa pada klien atau atasan tidak menerima pembayaran, komisi, atau imbalan dari pihak manapun selain klien atau atasan yang telah memperoleh jasa.

f. Tidak menyarankan pada calon klien atau atasan bahwa pembayaran atau imbalan jasa didasarkan pada hasil tertentu

➽Pasal III : PRILAKU TERHADAP MASYARAKAT DAN MEDIA MASSAAnggota Perhumas harus :a. Menjalankan profesi kehumasan dengan memperhati-kan kepentingan

masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.b. Tidak melibatkan diri dalam tindak untuk me- manipulasi integritas

sarana maupun jalur komunikasi massa.

Page 72: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

c. Tidak menyebarkan informasi yang tidak benar atau menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan

d. Senantiasa membantu menyebarluaskan informasi maupun pengumpulan pendapat untuk kepentingan Indonesia

➽Pasal IV : PRILAKU TERHADAP SEJAWAT

Praktisi kehumasan Indonesia harus :a. Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau

profesional sejawatnya. Namun bila sejawat yang bersalah karena melakukan tindak yang tidak etis, melanggar hukum, tidak jujur melanggar Kode Etik Kehumasan Indonesia maka bukti - bukti wajib disampaikan kepada Dewan Kehormatan Per- humasan

b. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan kedudukan sejawatnya

c. Membantu dan bekerjasama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung tingi dan mematuhi Kode Etik Kehumasan Indonesia.

Page 73: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

KODE ETIK INSAN KEHUMASAN PEMERINTAH

UMUM.

• Menjunjung Tinggi Profesi• Terus Menerus Meningkatkan Pengetahuan

dan Ketrampilan.• Meningkatkan Motivasi Kerja• Bertekad Memajukan Profesi Kehumasan

Indonesia.

Page 74: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

HUBUNGAN KERJA KE DALAM

1. Loyal, Integritas, Kinerja Tinggi dan Hubungan Antar Karyawan tempat.

2. Menjaga Citra Organisasi, MenyebarluaskanKebijakan Pemerintah dan Membina Hubungan Baik Dengan Masyarakat.

Page 75: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

HUBUNGAN KERJA KE LUAR

1. Dengan Sesama Aparat Humas (Memelihara Hubungan Kerjasama)

2. Dengan Media Massa (Menjalin Kerjasama)

3. Dengan Rekan Seprofesi (Pengetrahuan dan Ketrampilan)

4. Dengan Masyarakat Umum (Sikap, Berprilaku dan Pribadi Yang Baik)

Page 76: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

LARANGAN INSAN KEHUMASAN

1. Memberikan Informasi Rahasia2. Kegiatan Merugikan Profesi

Kehumasan3. Penengah, Harus Persetujuan4. Menerima Imbalan5. Mencemarkan Nama Baik

Page 77: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

TANGGUNG JAWAB

Insan Kehumasan Pemerintah dalam batas kewenangannya mempunyai tanggung jawab untuk menyajikan informasi berdasarkan data dan fakta yang telah diolah untuk disebarluaskan kepada masyarakat.

Page 78: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Hak Jawab dan Hak Koreksi Apabila ada informasi yang tidak benar

atau menyesatkan, setiap Insan Kehumasan Pemerintah dapat memanfaatkan hak jawab dan hak koreksi guna meralat dan meluruskan informasi tersebut,sebagaimana diatur dalam undang-undang

Page 79: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Dewan kehormatan

Dalam rangka mengawasi,mengontrol, dan mengendalikan pelaksanaan Kode Etik Kehumasan Pemerintah ini,oleh anggota perlu di bentuk DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK KEHUMASAN PEMERINTAH

Mataram, 19 September 2003Peserta Pertemuan Tahunan Bakohumas

2003/Konvensi Kehumasan Pemerintah Tingkat Nasional 2003

Page 80: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

ETIKA PARIWARA INDONESIA

TATA KRAMA 1. ISI IKLAN 2. RAGAM IKLAN 3. PEMERAN IKLAN 4. WAHANA IKLAN

TATA CARA 1. PENERAPAN UMUM 2. PRODUKSI IKLAN 3. MEDIA PERIKLANAN

Page 81: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

ISI IKLAN1. HAK CIPTA MATERI PERIKLANAN HARUS ATAS IJIN TERTULIS DARI PEMILIK ATAU PEMEGANG

MERK.2. BAHASA A. MUDAH DIPAHAMI OLEH KHALAYAKNYA B. TIDAK BOLEH MENGGUNAKAN KATA-KATA SUPERLATIF “PALING” , “NOMOR SATU “ “TER” DSB., TANPA DIJELASKAN . C. PENGGUNAAN KATA-KATA TERTENTU - “100 %”, “MURNI”,”ASLI” DLL HARUS DAPAT DIBUKTIKAN DARI OTORITAS

TERTENTU - “HALAL” SERTIFIKAT DR MUI -”PRESIDEN”, “RAJA”, “RATU” DAN SEJENISNYA TIDAK UNTUK KONOTASI

NEGATIF3. TANDA ASTERIK (*) DI MEDIA CETAK TDK BOLEH UNTUK MENYEMBUNYIKAN , MENYESATKAN MEMBINGUNGKAN ATAU MEMBOHONGI KHALAYAK, HANYA BOLEH DIGUNAKAN UNTUK MEMBERI PENJELASAN LEBIH RINCI.

Page 82: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

4. PENGGUNAAN KATA “ SATU-SATUNYA MENYEBUTKAN DALAM HAL APA PRODUK TERSEBUT MENJADI YANG SATU-SATUNYA DAN HAL TERSEBUT HARUS DAPAT DIBUKTIKAN DAN DIPERTANGGUNG-JAWABKAN.

5. PEMAKAIAN KATA “GRATIS” TIDAK BOLEH DICANTUMKAN DALAM IKLAN, BILA TERNYATA KONSUMEN HARUS MEMBAYAR BIAYA LAIN.6. PENCANTUMAN HARGA HARUS DITAMPAKKAN DENGAN JELAS,SEHINGGA KONSUMEN MENGETAHUI.7. GARANSI GARANSI ATAU JAMINAN ATAS MUTU SUATU PRODUK,MAKA DASAR-DASAR JAMINANNYA HARUS DAPAT DIPERTANGGUNG-JAWABKAN8. JANJI PENGAMBILAN UANG WARRANTY) JIKA TERNYATA MENGECEWAKAN KONSUMEN,MAKA; SYARAT-SYARAT PENGEMBALIAN UANG TERSEBUT HARUS DINYATAKAN SECARA JELAS DAN LENGKAP,PENGIKLAN WAJIB MENGEMBALIKAN UANG KONSUMEN SESUAI JANJI YANG TELAH DIIKLANKANNYA,9. RASA TAKUT DAN TAKHAYUL IKLAN TIDAK BOLEH MENIMBULKAN ATAU MEMPERMAINKAN RASA TAKUT,MAUPUN MEMANFAATKAN KEPERCAYAAN ORANG TERHADAP TAKHAYUL, KECUALI UNTUK TUJUAN POSITIF.

Page 83: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

10. KEKERASAN IKLAN TIDAK BOLEH SECARA LANGSUNG MAUPUN TIDAKL LANGSUNG- MENAMPILKAN ADEGAN KEKERASAN YANG MERANGSANG ATAU MEMBERI KESAN MEMBENARKAN TERJADINYA TINDAKAN KEKERASAN.

11. KESELAMATAN IKLAN TIDAK BOLEH MENAMPILKAN ADEGAN YANG MENGABAIKAN SEGI- SEGI KESELAMATAN, UTAMANYA JIKA IA TIDAK BERKAITAN DENGAN PRODUK YANG DIIKLANKAN.12. PERLINDUNGAN HAK-HAK PRIBADI IKLAN TIDAK BOLEH MENAMPILKAN ATAU MELIBATKAN SESEORANG TANPA TERLEBIH DAHULU MEMPEROLEH PERSETUJUAN DARI YANG BERSANGKUTAN, KECUALI DALAM PENAMPILAN YANG BERSIFAT MASSAL, ATAU SEKADAR SEBAGAI LATAR, SEPANJANG PENAMPILAN TERSEBUT TIDAK MERUGIKAN YANG BERSANGKUTAN

Page 84: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

13. HIPERBOLISASI BOLEH DILAKUKAN IA SEMATA-MATA DIMAKSUD SEBAGAI PENAIK PERHATIAN ATAU HUMOR YANG SECARA SANGAT JELAS BERLEBIHAN ATAU TIDAK MASUK AKAL, SEHINGGA TIDAK MENIMBULKAN SALAH PERSEPSI DARI KHALAYAK YANG DISASARNYA.14. WAKTU TENGGANG (ELAPSE TIME) IKLAN YANG MENAMPILKAN ADEGAN HASIL ATAU EFEK DARI PENGGUNAAN PRODUK DALAM JANGKA WAKTU TERTENTU,HARUS JELAS MENGUNGKAPKAN MEMADAINYA RENTANG WAKTU TERSEBUT.15. PENAMPILAN PANGAN IKLAN TIDAK BOLEH MENAMPILKAN PENYIA-NYIAAN,PEMBOROSAN, ATAU PERLAKUAN YANG TIDAK PANTAS LAIN TERHADAP MAKANAN ATAU MINUMAN16. PENAMPILAN UANG A. HARUSLAH SESUAI DENGAN NORMA-NORMA KEPATUTAN, DALAM PENGERTIAN TIDAK

MENGESANKAN PEMUJAAN ATAUPUN PELECEHAN YANG BERLEBIHAN B. SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA MERANGSANG ORANG UNTUK MEMPEROLEHNYA

DENGAN CARA-CARA YANG TIDAK SAH. C. PADA MEDIA CETAK TIDAK DALAM FORMAT FRONTAL DAN SKALA 1:1.BERWARNA

ATAUPUN HITAM-PUTIH. D. PADA MEDIA VISUAL HARUS DISERTAI DENGAN TANDA”SPECIMEN” JELAS 17. KESAKSIAN KONSUMEN (TESTIMONY) A. HANYA DAPAT DILAKUKAN ATAS NAMA PERORANGAN, BUKAN MEWAKILI LEMBAGA, KELOMPOK.ATAU MASYARAKAT LUAS.

Page 85: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

B. HARUS MERUPAKAN KEJADIAN YANG BENAR-BENAR DIALAMI, TANPA MELEBIH- LEBIHKANNYA. C. UNTUK PRODUK-PRODUK YANG HANYA DAPAT MEMBERI MANFAAT ATAU BUKTI KEPADA KONSUMENNYA DENGAN PENGGUNAAN YANG TERATUR DAN ATAU DALAM JANGKA WAKTU TERTENTU, MAKA PENGALAMAN HARUS TELAH MEMENUHI SYARAT-SYARAT KETERATURAN DAN JANGKA WAKTU TERSEBUT. D. HARUS DAPAT DIBUKTIKAN DENGAN PERNYATAN TERTULIS YANG DITANDA TANGANI OLEH KONSUMEN TERSEBUT. E. IDENTITAS DAN ALAMAT PEMBERI KESAKSIAN DAPAT DIMINTA OLEH LEMBAGA PENEGAK ETIKA.18. ANJURAN (ENDORSEMENT) PERNYATAN, KLAIM ATAU JANJI YANG DIBERIKAN HARUS TERKAIT DENGAN

KOMPETENSI YANG DIMILIKI OLEH PENGANJUR, HANYA DAPAT DILAKUKAN OLEH INDIVIDU, TIDAK DIPEROLEHKAN MEWAKILI LEMBAGA ,KELOMPOK, GOLONGAN, ATAU MASYARAKAT LUAS.

19. PERBANDINGANA. PERBANDINGAN LANGSUNG HANYA TERHADAP ASPEK-ASPEK TEKNIS PRODUK,

DAN DENGAN KRITERIA YANG TEPAT SAMA B. JIKA MENAMPILKAN DATA RISET, MAKA METODOLOGI,SUMBER DAN WAKTU PENELITIANNYA HARUS DIUNGKAPKAN SECARA JELAS, HARUS SUDAH MEMPEROLEH PERESETUJUAN ATAU VERIFIKASI DARI ORGANISASI PENYELENGGARA RISET TERSEBUT. C. DIDASARKAN PADA KRITERIA YANG TIDAK MENYESATKAN KHALAYAK.

Page 86: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

20. PERBANDINGAN HARGA HANYA DAPAT DILAKUKAN TERHADAP EFISIENSI DAN KEMANFAATAN

PENGGUNAAN PRODUK, DAN HARUS DISERTAI DENGAN PENJELASAN ATAU PENALARAN YANG MEMADAI.

21. MERENDAHKAN IKLAN TIDAK BOLEH MERENDAHKAN PRODUK PESAING SECARA

LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG.22. PENIRUAN A.IKLAN TIDAK BOLEH DENGAN SENGAJA MENIRU IKLAN PRODUK PESAING SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA DAPAT MERENDAHKAN PRODUK PESAING, ATAUPUN MENYESATKAN ATAU MEMBINGUNGKAN KHAYALAK. B. IKLAN TIDAK BOLEH MENIRU IKON ATAU ATRIBUT KHAS YANG TELAH LEBIH DULU OLEH IKLAN PRODUK PESAING DAN MASIH DIGUNAKAN HINGGA KURUN DUA TAHUN TERAKHIR.23. ISTILAH ILMIAH DAN STATISTIK IKLAN TIDAK BOLEH MENYALAHGUNAKAN ISTILAH-ISTILAH ILMIAH DAN

STATISTIK UNTUK MENYESATKAN KHALAYAK, ATAU MENCIPTAKAN KESAN YANG BERLEBIHAN

24. KETIADAAN PRODUK IKLAN HANYA BOLEH DIMEDIAKAN JIKLA TEL;AH ADA KEPASTIAN TENTANG TERSEDIANYA PRODUK YANG DIIKLANKAN TERSEBUT

Page 87: Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

25. KETAKTERSEDIAAN HADIAH IKLAN TIDAK BOLEH MENYATAKAN “ SELAMA PERESEDIAAN MASIH ADA”

ATAU KATA-KATA LAIN YANG BERMAKNA SAMA.26. PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI IKLAN TIDAK BOLEH MENGEKSPLOITASI EROTISME ATAU SEKSUALITAS

DENGAN CARA APAPUN, DAN UNTUK TUJUAN ATAU ALASAN APAPUN.27. KHALAYAK ANAK-ANAK A. IKLAN YANG DITUJUKAN KEPADA KHALAYAK ANAK-ANAK TIDAK BOLEH

MENAMPILKAN HAL-HAL YANG DAPAT MENGGANGGU ATAU MERUSAK JASMANI DAN ROHANI MEREKA, MEMANFAATKAN KEMUDAHPERCAYAAN , KEKURANGAN PENGALAMAN, ATAU KEPOLOSAN MEREKA. B. FILM IKLAN YANG DITUJUKAN KEPADA, ATAU TAMPIL PADA SEGMEN WAKTU SIARAN KHALAYAK ANAK-ANAK DAN MENAMPILKAN ADEGAN KEKERASAN, AKTIVITAS SEKSUAL, BAHASA YANG TIDAK PANTAS, DAN ATAU DIALOG YANG SULIT, WAJIB MENCANTUMKAN KATA-KATA ”BIMBINGAN ORANG TUA” ATAU SIMBOL YANG BERMAKNA SAMA.