Olch Dra. Niken Wirasanti, M - Kemdikbud

7
■vtm mpw Menata Kawasan Cagar Budaya Berbasis Ekosistem Olch Dra. Niken Wirasanti, M.Si Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Univcrsitas Gadjah Mada, Yogyakarta 1. Pengantar Tidak dapat dipungkiri Indonesia mempunyai kekayaan situs purbakala yang melimpah. Selanjutnya dalam tulisan ini istilah situs purbakala dimasukan dalam katagori cagar budaya yang tidak hanya menampilkan keunikan tinggalan arsitekturnya tetapi juga karakter geofisik sehingga membentuk setting budaya suatu kawasan yang memerlukan perlindungan atau pelestarian. Artinya kawasan tersebut perlu diJindungi karena memiliki komponen-komponen yang bernilai budaya, sehingga memunculkan karakter khas lingkungan budaya (Ikaputra 2000). Dalam Keppres 32/1990 disebutkan definisi Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan dimana lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai dnggi maupun bentukan geologi alami yang khas. Adapun kriterianya adalah berupa tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya duggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Cagar budaya sering keberadaannya menyatu dengan sumberdaya alam (sumbedaya hayati dan sumberdaya non hayati) di suatu kawasan, baik kawasan hutan lindung, kawasan cagar alam ataupun kawasan taman wisata alam. Oleh karena fungsi ketiga kawasan tersebut sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan maka wajib ditetapkan sebagai kawasan konservasi, atau kawasan lindung. Pengertian kawasan konservasi adalah hutan lindung yang merupakan kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan di sekitarnya diantaranya kawasan cagar budaya (Rustiadi, 2009). Contohnya adalah hutan lindung di Dataran Tinggi Dieng (Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara) yang di dalamya terdapat kawasan cagar budaya ( Kompleks Candi Dieiig), selain itu juga hutan lindung di lereng selatan Gunungapi Ungaran (kabupaten Semarangjawa Tengah) yang menyatu dengan kompleks Candi Gedongsongo. Kedua kawasan cagar budaya tersebut terintegrasi dengan sumberdaya alam membentuk suatu ekosistem Dataran Tinggi Dieng (kawasan Candi Dieng), ekosistem Gunungapi Ungaran (Kawasan Candi Gedongsongo). Sebagai suatu ekosistem tergambar hubungan dua arah saling tergantung dan saling pengacuh antara komponen sumberdaya alam (hayati dan non hayati) dan cagar budaya hingga tercapai suatu bentuk keseimbangan. Terjaganya keseimbangan daya dukung lingkungan suatu ekosistem rnaka terjaga pula kelestarian kawasan cagar budaya, yaitu kompleks candi. Dengan kata lain kondisi kelestarian kawasan cagar budaya dapat dimengerti apabila kawasan tersebut dilihat sebagai suatu sistem yang utuh, yang dikenal dengan ekosistem. Pengertian ekosistem dalam Undang Undang nomer 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 1 ayat 5 disebutkan ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Untuk itu pengaturan dan penataan kawasan cagar budaya hendaknya berbasis ekosistem dan dilakukan secara terpadu dengan menata lingkungannya, hingga tercapai berbagai keseimbangan. Sebagai suatu ekosistem yang utuh, sumberdaya alam dan budaya bersifat dinamis mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Artinya dalam ekosistem apabila salah satu komponen tidak berfungsi akan berakibat terganggunya roda dinamika ekosistem, yaitu laju pemanfaatan tidak seimbang dengan laju pemulihan. Roda dinamika eksistem akan semakin cepat berubah apabila banyak mendapat intervensi manusia. Asumsinya jika salah satu sumberdaya di eksploitasi berlebihan maka akan mengganggu kondisi daya dukung lingkungan dan dapat dipastikan terjadi beragam bencana yang akan mengancam sumberdaya lainnya termasuk kawasan cagar budaya. Keberadaan kompleks Candi Dieng dan Candi Gedongsongo yang menyatu di kawasan hutan lindung tentunya akan terkena imbas apapun yang terjadi di lingkungan tersebut. Apabila hutan beralih fungsi dan tidak sesuai dengan peruntukannya dapat dipastikan terjadi degradasi lingkungan dan daya dukung tnenjadi labil, sehingga akan berpengaruh pada kelestarian cagar budava, demikian pula sebaliknva.

Transcript of Olch Dra. Niken Wirasanti, M - Kemdikbud

Page 1: Olch Dra. Niken Wirasanti, M - Kemdikbud

■vtm mpw

Menata Kawasan Cagar Budaya Berbasis Ekosistem

OlchDra. Niken Wirasanti, M.Si

Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu BudayaUnivcrsitas Gadjah Mada, Yogyakarta

1. PengantarTidak dapat dipungkiri

Indonesia mempunyai kekayaansitus purbakala yang melimpah.Selanjutnya dalam tulisan ini istilahsitus purbakala dimasukan dalamkatagori cagar budaya yang tidakhanya menampilkan keunikantinggalan arsitekturnya tetapi jugakarakter geofisik sehinggamembentuk setting budaya suatukawasan yang memerlukanperlindungan atau pelestarian.Artinya kawasan tersebut perludiJindungi karena memilikikomponen-komponen yang bernilaibudaya, sehingga memunculkankarakter khas lingkungan budaya(Ikaputra 2000). Dalam Keppres32/1990 disebutkan definisiKawasan Cagar Budaya dan IlmuPengetahuan adalah kawasandimana lokasi bangunan hasilbudaya manusia yang bernilai dnggimaupun bentukan geologi alamiyang khas. Adapun kriterianyaadalah berupa tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budayaduggi, situs purbakala dan kawasandengan bentukan geologi tertentuyang mempunyai manfaat untukmengembangkan ilmupengetahuan.

Cagar budaya seringkeberadaannya menyatu dengansumberdaya alam (sumbedaya hayatidan sumberdaya non hayati) di suatukawasan, baik kawasan hutanlindung, kawasan cagar alamataupun kawasan taman wisata alam.Oleh karena fungsi ketiga kawasantersebut sebagai perlindungansistem penyangga kehidupan makawajib ditetapkan sebagai kawasankonservasi, atau kawasan lindung.Pengertian kawasan konservasi

adalah hutan lindung yangmerupakan kawasan hutan yangmemiliki sifat khas yang mampumemberikan perlindungan kepadakawasan di sekitarnya diantaranyakawasan cagar budaya (Rustiadi,2009). Contohnya adalah hutanlindung di Dataran Tinggi Dieng(Kabupaten Wonosobo danKabupaten Banjarnegara) yang didalamya terdapat kawasan cagarbudaya ( Kompleks Candi Dieiig),selain itu juga hutan lindung dilereng selatan Gunungapi Ungaran(kabupaten Semarangjawa Tengah)yang menyatu dengan kompleksCandi Gedongsongo. Keduakawasan cagar budaya tersebutterintegrasi dengan sumberdayaalam membentuk suatu ekosistemDataran Tinggi Dieng (kawasanCandi Dieng), ekosistemGunungapi Ungaran (KawasanCandi Gedongsongo).

Sebagai suatu ekosistemtergambar hubungan dua arah salingtergantung dan saling pengacuhantara komponen sumberdaya alam(hayati dan non hayati) dan cagarbudaya hingga tercapai suatu bentukkeseimbangan. Terjaganyakeseimbangan daya dukunglingkungan suatu ekosistem rnakaterjaga pula kelestarian kawasancagar budaya, yaitu kompleks candi.Dengan kata lain kondisi kelestariankawasan cagar budaya dapatdimengerti apabila kawasan tersebutdilihat sebagai suatu sistem yangutuh, yang dikenal denganekosistem. Pengertian ekosistemdalam Undang Undang nomer 32tahun 2009 tentang Perlindungandan Pengelolaan LingkunganHidup, pasal 1 ayat 5 disebutkanekosistem adalah tatanan unsur

lingkungan hidup yang merupakankesatuan utuh menyeluruh dansaling mempengaruhi dalammembentuk keseimbangan,stabilitas, dan produktivitaslingkungan hidup. Untuk itupengaturan dan penataan kawasancagar budaya hendaknya berbasisekosistem dan dilakukan secaraterpadu dengan menatalingkungannya, hingga tercapaiberbagai keseimbangan.

Sebagai suatu ekosistemyang utuh, sumberdaya alam danbudaya bersifat dinamis mengalamiperubahan dari waktu ke waktu.Artinya dalam ekosistem apabilasalah satu komponen tidakberfungsi akan berakibatterganggunya roda dinamikaekosistem, yaitu laju pemanfaatantidak seimbang dengan lajupemulihan.

Roda dinamika eksistemakan semakin cepat berubah apabilabanyak mendapat intervensimanusia. Asumsinya jika salah satusumberdaya di eksploitasiberlebihan maka akan mengganggukondisi daya dukung lingkungandan dapat dipastikan terjadiberagam bencana yang akanmengancam sumberdaya lainnyatermasuk kawasan cagar budaya.Keberadaan kompleks Candi Diengdan Candi Gedongsongo yangmenyatu di kawasan hutan lindungtentunya akan terkena imbas apapunyang terjadi di lingkungan tersebut.Apabila hutan beralih fungsi dantidak sesuai dengan peruntukannyadapat dipastikan terjadi degradasilingkungan dan daya dukungtnenjadi labil, sehingga akanberpengaruh pada kelestarian cagarbudava, demikian pula sebaliknva.

Page 2: Olch Dra. Niken Wirasanti, M - Kemdikbud

wisata alam dan cagar budaya yangmenarik.

Kondisi hampir samaterjadi di ekosistem GunungapiUngaran, tempat keberadaankompleks Candi Gedongsongo,menunjukan adanya eksploitasimataair panas yang dimanfaatkandalam bentuk kolam pemandian airpanas. Fasilitas kolam dan fasilitaspelengkap Jainnya berupa kamarmandi, kamar ganb pakaian dan

budava, masih mengesampingkan sebuah taman juga pelebaran jalan

Konsep daya dukung (Carryingcapacity) berkembang seiringdengan bertambahnya tekananterhadap sumberdaya danlingkungan yang disebabkan olehaktivitas manusia (Rustiadi, 2009;Haryono, 2010).

Upaya melestarikankawasan cagar budaya yang berbasisekosistem seringkali dipandangbelum mendesak dilakukan.

Ke^atan menata kawasan cagar

kondisi ekosistemnya, dan belummengkaitkan dengan isu-isuprogram pembangunan lingkunganyang lebih luas, sehingga upayamelestarikan cagar budaya tampaktidak maksimal. Sebagai contohadalah pengelolaan kompleks CandiArjuna (Dieng) yang ditata agarmenarik tentunya diharapkankompleks candi akan lestari danmampu mendongkrak tingkatkunjungan wisatawan. Namun yangterjadi tingkat kunjungan wisatamasih terkesan biasa-biasa saja danbelum menunjukkan tingkatkunjungan wisatawan yangsignifikan. Pengamatan secarakeseluruhan menunjukkan adanyasejumlah masalah lingkungan yaituhampir 80% kawasan hutan telahdikonversi menjadi ladang kentang.Kondisi ini berdampak terhadapmeningkatnya erosi dan sedimentasidi bagian hilir, rawan longsor,hilangnya keanekaragaman hayati.Ditambah lagi perilaku masyarakatdalam bertani yang menempatkantumpukan pupuk kandang disepanjang jalan menuju Diengsehingga tercium bau yang tidaksedap, termasuk jalan menujukompleks Candi Arjuna dan CandiDwarawati. Padahal harapanwisatawan, kawasan Dieng yangberada di ketinggian lebih dari 2000meter di atas permukaan lautdengan dikelilingi hutan lindung,dibavangkan memiliki udara sejuk-dingin ditami:)ah dengan panorama

setapak telah dibangun cukuprepresentatif. Lambat tapi pastiadanya fasilitas-fasilitas wisata yangdibangun di lereng seJatan GunungUngaran ini akan berpengaruhterhadap kelestarian cagar budayakompleks Candi Gedongsongo.Bagaimana tidak, karena fasilitaskolam air panas dibangun di lembahantara kompleks Candi III dankompleks Candi IV. Keberadaankolam airpanas akan menambahmasalah lingkungan di kawasan dilereng Gunungapi Ungaran, juga disejumlah lereng menunjukankondisi yang rentan terhadapgerakan massa tanah dan batuan.

Kondisi ekosistem Dataran

Tinggi Dieng dan ekosistemGunungapi Ungaran menunjukkansejumlah fasilitas yang dibangun danterjadinya alih fungsi lahandilakukan t^npa memperhatik^ndaya dukung lingkungannya,sehingga dapat diprediksi kawasantersebut akan menglami degradasilingkungan. Banyak fakta dari hasilstudi yang menunjukkan bahwaterjadinya degradasi lingkungansering berkaitan dengan adanyakesenjangan pendapatan, tingkatpendidikan yang rendah danketidakseimbangan distribusikekuatan politik (Terras dan Boyce,1998 dalam Rustiadi. 2009). Untukitu penataan kompleks candi tidakdibarengi dengan penataanlingkungan sebagai suatu ekosistem,maka sulit untuk mencapai target

yang diharapkan yaitu kelestarianfungsi lingkungan, termasukkelestarian kompleks candi.Disinilah pentingnya kajianarkeologi yang berorientasi spasialsebagai upaya untuk mengelolakawasan cagar budaya secaraterpadu dengan lingkungannya.Artinya penataan tata ruanghendaknya diselenggarakan denganmengintegrasikan berbagaikepentingan yang bersifat lintassektor, lintas wUayah dan lintaspemangku kepentingan (BudiSupriyanto, 2009).

Saat ini upaya menjagakelestarian kompleks percandianterkadang masih terfokus padapemugaran dan menata komplekscandi. Hal ini menunjukkan kegiatanpenanganan cagar budaya masihberorientrasi pada problernkerusakan bangunan da.nhalamannya, tetapi belum menatakompleks candi yang terintregrasipada pengaturan lingkungan hidup.Padahal keberadaan bangunan candiselalu terkait dengan kondisiekosistem yang melingkupinya.Dalam konteks melestarikan dayadukung lingkungan suatuekosistem, kegiatan pengelolaanharus dilakukan secara holistik dansemangat konservasi. Terkaitdengan hal itu dalam tuHsan ini akandiulas upaya menjaga kelestariankawasan cagar budaya yang menjadibagian dari suatu ekosistem. Dalambahasan kali ini akan disinggungsekilas contoh persoalan lingkunganpada kawasan Candi Dieng yangberada di ekosistem Dataran TinggiDieng dan kawasan CandiGedongsongo yang berada padaeksosistem Gunungapi Ungaran.Kedua candi tersebut berada dikawasan hutan lindung dan saat inimengalami degradasi lingkungansehingga berpengaruh padakelestarian candi. Selain itu akan

dibahas cakupan pengertiankawasan konservasi cagar budaya.

Page 3: Olch Dra. Niken Wirasanti, M - Kemdikbud

KfcMct^rewrAN-

'Dn'KAM OAN KHBUDA^AAN- k-';s-- VAS!

mengidentifikasi kawasankonservasi sebagai suatu sistem danalternadf menata kawasan cagar

budaya.

II. Cakupan KawasanKonservasi Cagar BudayaDalam teori-teori

pelestarian dikenal beberapatingkatan mulai dari historicbuilding/landmarks/monument,histordc sites, historic districts, sertahistoric cities (Sedawan dan Dalien,1998). Kegiatan konsen'asi yangdiartikan pelestarian hingga saat inimasih ditekankan pada renovasibangunan, dan benda-bendapurbakala, sedangkan kegiatankonservasi untuk sebuah kawasancagar budaya belum cukup denganmemugar dan menata halamantetapi harus terintegrasi denganpengelolaan lingkungan. Pengerdanpengelolaan lingkungan sepertidisebutkan dalam Undang-Undang32 tahun 2009 tentangPerlindungandan Pengelolaan Lingkungan Hiduppasal 1 ayat2 adalah upaya sistemadsdan terpadu yang dilakukan untukmelestarikan fungsi lingkunganhidup dan mencegah terjadinyapencemaran dan atau kerusakanlingkungan hidup yang melipudperencanaan, pemanfaatan,pengendalian, pemeliharaan,pengawasan, dan penegakanhukum.

Sejumlah disiplin ilmumenggunakan istilah konservasiyang berarti menyelamatkan,melindungi, melestarikan, danmenyimpan. Di bidang arkeologiterdapat perkembangan arti isdlahkonservasi (Uka Tjandrasasmita,1995) yang antara lain dapat dirunutdari piagam International(International Charter).International Commission onMonument and site (ICOMOS)tahun 1964, disebutkan pengertiantermasuk preservasi harusmempertahankan keadaan aslin\a,

ddak boleh ada konstruksi baru,

penghancuran atau modifikasi yangdapat mengubah hubungan-hubungan keseluruhan dan warna.Adapun Restorasi ialah memeliharadan menunjukkan nilai aestedk danhistoris monumen didasarkan

penllaian bahan asli dan dokumen5'ang authentik. Dalamperkembangannya (Burra CharterICOMOS Auatralia 1978, UkaTjnadrasasmita, 1995, AJpin, 2009)kegiatan konservasi mencakupproses-proses maintenance,preservasition, restoration,reconstruction, adaption yangmasing-masing mempunyai definisi.Konservasi merupakan kegiatanmelestarikan nilai penting budayapada suatu place baik situs, areal,dan bangunan atau kelompokbangunan termasuk iingkungannya.Mantenence berarti usaha

perlindungan yang terus menerusterhadap semua bahan yangdigunakan. Preservasi berarti usahamempertahankan fabric (semuabahan fisik yang dipakai) dan placesekaligus usaha menahan kerusakan.Adapun restorasi berartimengembalikan ataumenggabungkan kembalikomponen-komponen yang adatanpa ada penambahkan bahanbaru. Rekonstruksi berartimengembalikan suatu place sedapatmungkin mendekati keadaanawalnya dan tidak boleh dikacaukanoleh penciptaan kembali ataupunrekonstruksi berdasarkan perkiraan.Pengertian konservasi seringditambah dengan pengertianpreservasi yang berarti pengawetandan pemeliharaan yang satu samalain tidak dapat dipisahkan.Pengawetan dilakukan tanpapemeliharaan terasa sia-sia, begitupula sebaliknya. Konservasi danpreservasi memiliki pengertian yangluas tidak hanva terbatas padapembersihan dan treatment, tetapitermasuk juga reparasi, pembinaan

kembali dan pemugaran. (Soejono1979 dalam Uka Tjandrasasmita,1995,). Lebih tegas disebutkan olehSamidi dan Ismiyono (1986), dalammempreservasi monument,kegiatan restorasi tak dapatdipisahkan dengan konservasi.Dengan kata lain restorasi akanberhasil apabila ditunjang olehupaya-upaya konservasi. Restorasisukar dipisahkan dengan koservasi,karena restorasi melakukanpenangan aspek strukturaJ, dankonsen-asi penanganan pada aspekpengawetan bangunan.

Dari uraian tersebutpengertian konservasi di bidangarkeologi terkonsentrasi pada upavapenanganan benda purbakala danbangunannya, dan hal itu masihmenjadi porsi utama dalam menjagakelestarian benda cagar budaya.Meskipun salah satu bagian dalamCharter International sudahmenyebutkan pengertiankonservasi tidak hanya ditujukankepada bendanya tetapi jugaterhadap Iingkungannya, namunkegiatan konservasi dalam skalakawasan belum mendapat perhatianpenuh. Padahal dalam bukuPetunjuk teknis perlindungan danPembinaan Peninggalan Sejarah danPurbakala (1985) juga sudahdisebutkan bahwa konservasi

mencakup tindakan-tindakan vangdiambil untuk memelihara dan

mengawetkan benda-bendapeninggalan sejarah dan purbakalaagar terhindar dari kerusakan danpelapukan lebih lanjut. Selain itudisebutkan pula bahwa kegiatankonservasi tidak hanva ditujukankepada bendanva saja, tetapi jugaterhadap lingkungannva agarkondisinya dapat terkendalisehingga membantu langkah-langkah pengawetan.

Pengertian konservasidalam bidang ilmu arsitekturmenunjukan perkembangan bahwakonservasi pada awalnva herasal dan

Page 4: Olch Dra. Niken Wirasanti, M - Kemdikbud

konsep preservasi yang bersifatstatis. Maksudnya, bangunan yangmenjadi objek preservasidipertahankan persis sepertikeadaan aslinya. Konsep yangcenderung statis tersebut kemudianberkembang menjadi konsepkonservasi yang bersifat dinamis,dengan cakupan yang lebih luas.Sasaran kegiatan konservasi tidakhanya pada benda dan bangunanarkeologis saja tetapi jugakawasannya. Pada akhirnyapengertian konserrvasi menjadipayung dari segenap kegiatanpelestarian lingkungan binaan(budaya) yang meliputi preservasi.restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi,adaptasi, dan revitalisasi (EkoBudiarjo, 1997). Pengertiankonservasi juga mengacukesepakatan international yangdirumuskan dakam Piagam Burratahun 1981. Dalam piagam tersebutkonservasi disefinisikan sebagaisegenap proses pengelolaan suatutempat (place) agar makna kulturalterpelihara dengan baik. Placediartikan sebagai suatu tapak (site)area, bangunan, dan kelompokbangunan. Adapun makna kulturaldiartikan sebagai sejumlah nilai(keindahan, kesejarahan danpengetahuan) yang dapatmembangkitkan kenangan orangakan suatu tempat.

Akhir-akhir ini beberapakegiatan konservasi cagar budayayang terintegrasi dengan penataanlingkungan sudah mulaidiperhatikan, misalnya penelitianpemintakatan kawasan situs CandiGedongsongo yang dilakukan akhirtahun 2009. Kegiatan dimulaidengan mengidentifikasi isu danmasalah-masalah lingkungan hasilpenelitian para ahli yangberkompeten di bidangnya,kemudian masing-masing penelitimemberikan rekomer^dasi yangakan berguna untuk .rpenyusunmaster plan. l

Kegiatan penelitian tentangkawasan cagar budaya yangberdimensi keruangan sudah cukupbanyak ditulis para akademisidengan menggunakan teori-teoridan konsep dari sejumlah disiplinilmu yang banyak berkaitan denganruang dan waktu. Sebut sajaarsitektur, geografi, geologi, danilmu lingkungan. Di bidangarsitektur berkembang kajiankonservasi kawasan bersejarah,Geografi memiliki kajian kawasandengan pendekatan spatial,pendekatan ekologikal ataupunpendekatan lingkungan, danpendekatan regional kompleks

1 9 72). Geologimengembangkan pula sistempembelajaran yang cakupannyamencari hubungan antara budayadan lingkungan geologi ( Keller2000 dalam Sri Mulyaningsih 2010).Adap un Ilmu Lingkunganmengembangkan perspektif-perspektif mengenai peran manusiadi dalam alam (Tucker,2007; Evans1 999). Dalam dinamikakeUngkungan hubungan antaramanusia dengan alam terusmengalami perubahan baik polahublingan, struktur, maupunprosesnya. Disitulah tercerminberagam komponen lingkunganhidup saling berinteraksi dan salingketergantungan dalam ruang yangmengitarinya, sehingga antara ruangdan komponen lingkunganmerupakan suatu kesatuan sistem.Memahami tata ruang dalam suatuekosistem adalah penting untukmenata kawasan khususnya kawasancagar budaya yang akandikonservasi. Ruang adalah bagiandari alam yang merupakan wadahatau tempat yang di dalamnyaterdapat ataupun tidak terdapat, satuatau lebih zat atau materi dan

mengalami perubahan. Ruang-ruang atau seting-seting yangmengelompok dalam suatu sistemdan masing-masing ruang menjadi

wadah sumberdaya, maka sistemseting dalam suatu ruangdidefinisikan sebagai kawasan(Haryadi, 1995; Dilahur, 1991). Didalam ruang yang terdiri dari lahandan atmosfer terdapat berbagaikomponen lingkungan hidupmenempati dan melakukan proses.Ruang yang merupakan bagian darialam dapat menimbulkan suatupertentangan jika tidak diatur dandirencanakan dengan baik dalampenggunaan dan pengembangannya(Ristiadi, 2009). Oleh karena adanyadinamika kehidupan yang terusmenerus berubah, maka tata ruangjuga selalu bersifat dinamis dariwaktu ke waktu.

Menjaga agar dinamikaekosistem tetap pada keseimbanganitu mutlak dilakukan, karena akanberpengaruh pada kelestariankawasan cagar budaya. Dengandemikian sudah saatnya penelitianatau pelatihan konservasi untukkawasan cagar budaya digiatkanseperti halnya konservasi untukbenda cagar budaya. Artinyakegiatan konservasi untuk kawasancagar budaya hendaknya menyatudengan rencana-rencana programpengelolaan lingkungan. Untukmelaksanakan kegiatan tersebutlangkah yang diperlukan adalahpengaturan dan penataanlingkungan, dan perlu partisipasipelaksana dalam perencanaandokumen dan partisipasi pemikirdalam pelaksanaan perencanaan.Kegiatan biasanya melibatkaninstansi terkait misalnya, 4nstansiKehutanan, instansi Pertanian,Instansi Balai PelestarianPeninggalan Purbakala, instansiterkait Energi dan Sumberdayamineral. Adapun partisipasi pemikirvaitu melibatkan sejumlah penelitivang berkompeten di bidangnya.Para peneliti ini sesuai dengankompetensinya akan melakukanpengamatan kondisi fisik (iklim,.kemiringan lercng, ranah, batuan.

Page 5: Olch Dra. Niken Wirasanti, M - Kemdikbud

sruktur geologi, tata air), biotis(keanekaragaman hayati), dan sosialbudaya di wilayah studi. Datatersebut penting untuk bahananalisis potensi suatu wilayah secarautuh. Hasilnya memberirekomendasi land use planning yangmencakup perencanaanpenggunaan lahan dan tata ruang,

Suatu kompleks percandianyang menyatu dengan kawasansumberdaya alam memilikikarakteristik potensi yang beranekaragam di masing-masing wilayah,baik potensi sumberdaya hayatimaupun non hayati. Saat iniberbagai pihak memilikikepentingan untuk memanfaatkanpotensi sumberdaya alam dengansejumlah alasan yang berbeda-beda.Beragam kepentingan tersebuttampak pada pola pemanfaatansumberdaya alam yang akhirnyamenjadikan kawasan tersebut rawanterhadap konflik. Bersamaandengan itu karena laju pemanfaatansangat intensif hingga akhirnyaberpotensi mengalami degradasilingkungan yaitu suatu kondisi yangtidak memungkinkan sumberdayaalam mampu memulihkankondisinya secara alami.

Contoh kasus terjadi dikawasan hutan di dataran tinggiDieng berahh fungsi menjadi lahankentang, gas panas bumidieksploitasi menjadi energipembangkit listrik. Demikian pulahalnya di kawasan hutan lindungyang ada di sekeUling kompleksCandi Gedongsongo di ekosistemGunungapi Ungaran (sisi selatan),telah dibangun sejumlah fasilitasuntuk mendukung kegiatanpariwisata. Dapat diprediksipemanfaatan lahan ataumengeksploitasi sumberdaya alamyang cenderung terus meningkatdari waktu ke waktu akanberpengaruh pada fungsilingkungan hidup. Salah satu yangterkena dampaknya adalah cagar

budaya, dan memulihkan kembalirusaknya cagar budaya adalah suatuhal yang tidak mudah dilakukanuntuk tidak mengatakan sulit. Untukitu pilihannya adalah dilakukannyaperlindungan kawasan dalambentuk penataan ruang secaraterpadu berbasis ekosistem denganprinsip dan semangat konservasi.Berbasis ekosistem itu pentingkarena ruang merupakankomponen eksosistem dimanafungsi-fiingsi ekologis dari ruangmempengaruhi kesinambungan dankontinuitas dari suatu sistem

(Rustiadi,2009). Selanjumya secaraspesifik diuraikan, tujuan menataruang dilakukan sebagai: 1) optimasipemanfaatan sumberdaya gunaterpenuhinya efisiensi danproduktivitas, 2) alat dan wujuddistribusi sumberdaya gunaterpenuhinya prinsip pemerataan,keberimbangan, dan keadilan. 3)menjaga k e b e r 1 a n j u t a npembangunan, 4) menciptakan rasaaman, 5) kenyamanan ruang.

III. Kawasan Cagar Budayasebagai ekosistem

Ekosistem Dataran Tinggi

Dieng (Kompleks Candi Dieng) danekosistem Gunungapi Ungaran(Kompleks Candi Gedongsongo)merupakan contoh ekosistem yangsenantiasa berubah dari waktu kewaktu mengikuti proses interaksiberbagai kehidupan di dalamnyajuga intervensi dari luar. Itulah yangdisebut dinamika ekosistem, adanyasejumlah intervensi manusia dalamkawasan tersebut, maka dapatdibayangkan terjadi proses interaksiyang amat kompleks dalamekosistem tersebut. Terkait denganhal itu untuk melakukan penataansuatu kawasan yang akandikonservasi perlu dikenali caramenganalisis data lapangan, dansalah satunya adalah denganpendekatan sistem. Sistemdidefmisikan sebagai suatu kesatuan

dari berbagai komponen/bagianyang saling berinteraksi membentuksuatu fungsi/ tujuan tertentu.

Untuk mengenali dinamikaekosistem yang terjadi di suatukawasan maka perlu mengenali ciridari suatu sistem tersebut (FuadAmzyari, 1995) yaitu: 1) tujuan ataufungsi (system obyectives) yangingin dicapai oleh suatu sistem yangpada umumnya menggambarkanperan atau tujuan sistem tersebutsebagai suatu kesatuan yang umh. 2)batas suatu sistem (systemboundaries) dapat diartikan denganmenunjukkan batas wilayah ataubatas ekologis yang mengitariekosistem tersebut. 3) komponensuatu sistem (system component)atau subsistem adalah bagian-bagianpokok dalam sistem yang menjadidasar terbentuknya sistem tersebut,yaitu komponen biotis dankomponen abibiotis. 4) elemensistem ( system element)diasosiasikan dengan bagian sistemyang berperan strategis yaitu bagianmana dari sistem yang amat perludiperhatikan agar sistem tersebutberfungsi lancar. 5) pengelola sistem(system manager) adalah orang yangmengendalikan dan mengaturmekanisme kerja sustu sistemdengan harapan sistem akanbergerak sesuai dengan fungsi dantujuannya. 6) lingkungan suatusistem (system environment) adalahgejala sesuatu yang berada di luarbatas sistem yang amatmempengaruhi fungsi atau tujuansistem, namun berada di luar kontrolpengelola sistem.7) sumberdayaekosistem (system resources) yangdipakai oleh suatu sistem adalahsegala sesuatu yang terpakai untukmenggerakkan aktivitas suatuekosistem. Secara alamiah

sumberdaya ekosistem adalah sinarmatahari sebagai penggerakberbagai aktivitas kehidupan dalamekosistem tersebut.

Dengan mengidentitikasi

Page 6: Olch Dra. Niken Wirasanti, M - Kemdikbud

dinamika kawasan konservasi padasuatu ekosistem, misalnya kasus dikawasan Cagar Budaya Dieng dankawasan Cagar BudayaGedongsongo, maka diharapkanakan mudah memahami prosesperubahan yang sedang terjadi danmemprediksi kemungkinan yangakan terjadi. Langkah selanjutnyayang diperlukan adalah programpenataan ruang dalam suatu unitekosistem berdasarkan satuan lahan.

Penggunaan pendekatan satuanlahan dengan dasar pemikiranbahwa pada lahan tampak adanyakompleksitas antar unsur-unsurlingkungan. Artinya keberadaankomponen-komponen sumberdayadalam suatu ekosistem

mencerminkan keterkaitan antararuang dan lingkungan, jugaketerkaitan daya dukung dansumberdaya yang terkandung dalamruang. Cakupan pengertian dayadukung meliputi dua komponenyaitu kapasitas penyediaan(supportive capacity) dan kapasitastampung (assmilative capacity).

IV. Manata Kawasan KonservasiCagar Budaya

Kegiatan menata kawasankonservasi pada dasarnya menataruang terkait dengan upayamemanfaatkan ruang-ruang untukkeperluan yang berbeda-bedasehingga diharapkan kemampuanruang dalam mendukung kegiatan didalamnya dapat berkelanjutan.Dengan kata lain menata ruangkawasan konservasi adalah kegiatanmengubah pola dan strukturpemanfaatan ruang dalam wujudzonasi-zonasi berdasarkan sejumlahkriteria di antaranya berdasarkanstruktur tanah, batuan, topografi,dan tataair. Selain itu kriteria lainnyaadalah kawasan yang berdayadukung rendah atau sensitif harusdigolongkan sebagai kawasankonservasi (kawasan Undung), yaitukawasan yang ditetapkan dengan

fiingsi utama melindungi kelestarianfiingsi lingkungan yang mencakupkawasan suaka alam, kawasan cagarbudaya dan kawasan rawan bencana(Rustiadi,2009).

Dalam proses penataanruang terdapat filosofi yang harusdipahami yaitu (Rustiadi, 2009); 1)sebagai bagian dari upayamemenuhi kebutuhan masyarakatuntuk melakukan perubahan atauupaya untuk mencegah terjadinyaperubahan yang tidak diinginkan, 2)menciptakan keseimbanganpemanfaatan sumberdaya di masasekarang dan masa yang akan datang(pembangunan berkelanjutan), 3)disesuaikan dengan kapasitaspemerintah dan masyarakat untukmengimplementasikanperencanaan yang disusun, 4) upayamelakukan perubahan ke arah yanglebih baik secara terencana, 5)sebagai suatu sistem yang meliputikegiatan perencanaan, implementasidan pengendalian pemanfaatanruang, 6) dilakukan jika dikendakiadanya perubahan struktur dan polapemanfaatan ruang, artinya tidakdilakukan tanpa sebab ataukehendak.

Selain mendasarkan padafilosofis tersebut, kegiatan diawalidengan pemahaman tentangmacam-macam komponenlingkungan dan sub komponen padasuatu ekosistem kemudianmengamati interaksi antarkomponen untuk dapat memahamimekanisme proses kerja dandinamika sistem di lokasi penelitian.Dalam kegiatan penataan ruangkawasan dapat dilakukan denganpendekatan keruangan, danpendekatan lingkungan. Pendekatankeruangan dilakukan denganmenganalisis eksistensi ruang(space) yang berfungsi sebagaiwadah kegiatan manusia, yaitumengamati bagaimanakah polasebaran dari situs cagar budaya danbagaimanakah keterkaitan dengan

komponen lingkungan lainnya.Selanjutnya diamati pula perubahanapa saja yang terjadi di lokasipenelitian tersebut. Untukekosistem Dataran Tinggi Diengperubahan alih fungsi lahanmenyebabkan tingkat erosi sangattinggi dan sedimentasi tampak dihalaman-halaman sekeliling candi.Adapun untuk ekosistemGunungapi Ungaran (KompleksCandi Gedongsongo), tampak adabeberapa lokasi yang rawanlongsor/gerakan massa tanah danatau batuan yang berada dekatkompleks candi. Selanjutnyapendekatan lingkungan untukmengamati pola hubungan antarlapisan sphera yang ada dalamkesatuan ruang, dengan dasarpemikiran m a s i ng-m a s i ngsumberdaya memiliki karakter danpotensi yang berbeda-beda di setiapruangnya.

Untuk memperkuat hasilanahsis maka dilakukan pengamatankenampakan geografis di lokasipenelitian dengan alat bantuketersediaan peta, foto udara,maupun citra satelit. Alat bantutersebut diperlukan untukmengamati sebaran berbagaifenomena di suatu ekosistem yang

kemudian dipetakan dalam sejumlahpeta tematik. Peta tematik yangbiasanya disiapkan adalah, petasatuan batuan, peta tanah, petatataair, peta satuan bentuklahan,peta kelerengan, peta kesesuaianlahan, peta kemampuan lahan, petarawan bencana dan peta sebarancandi. Peta-peta tersebut ditumpang susun (overlay) danmenghasilkan peta satuan lahan.Dengan pendekatan satuan lahantersebut akan tampak ruang-ruangyang mencerminkan gejalaketerkaitan antar komponensumberdaya. Berdasarkan satuanlahan tersebut dapat diketahuiberbagai ruang yang relatif sama,tetapi dari segi lingkungan

Page 7: Olch Dra. Niken Wirasanti, M - Kemdikbud

mempunyai perbedaan disebabkanoleh sejumlah faktor. Lahan yangmemiliki hambatan tinggidirekomensaikan sebagai kawasanlindung, dan sebaliknya dapatdijadikan kawasan budidaya. Hasilpenelitian berupa identifikasipermasalahan lingkungan dansejumlah rekomendasi yang dipakaidasar untuk membuat program-program rinci sesuai denganperuntukannya dalam bentuk poladasar penataan kawasan ekosistem.Berdasarkan pola dasar tersebutdisusunlah mintakat (zonasi) arahanpemanfaaatan ruang berupapengaturan penggunaan lahan.

V. PenutupKegiatan konservasi untuk

kawasan cagar budaya dalam suatuekosistem perlu terus digalakan,karena melestarikan kawasan cagarbudaya sama pentingnya denganmelestarikan benda cagar budaya.Itu artinya ke depan konservasihendaknya berorientasi spasial tidakhanya terfokus pada kegiatankonservasi untuk benda cagarbudaya. Dasar pemikirannya cagarbudaya sebagai sumberdaya beradadi sebuah ruang dan menyatudengan sumberdaya lainnya dalamsuatu bentang fisik (physicallandscape). Beragam sumberdayadalam ekosistem dimanfaatkan olehmanusia untuk melangsungkankehidupannya, maka sudahsemestinya kualitas ruang tetapterjaga keseimbangan daya dukunglingkungannya. Terkait dengan haltersebut mengkaji suatu kawasanhendaknya dipahami adanyakompleksitas dari komponen-komponen lingkungan yang bersifatdinamis, berubah secaraberkesinambungan dari waktu kewaktu, sehingga salah satu upayamengatur dan mengendalikanpemanfaatan sumberdaya adalahdengan penataan ruang.

M e n a t a kawasan

konservasi, termasuk kawasan cagarbudaya didasarkan pada strategiyang berorientasi pada pengaturandan penataan lingkungan berbasisekosistem dengan asas keterpaduan,kelestarian dan keberlanjutan.Artinya diperlukan pengamatanpersoalan lingkungan secaralengkap dari beragam disiplin ilmu.Asas keterpadukan dalam penataanruang kawasan cagar budaya beradadalam sebuah pajnang programpengelolaan lingkungan, dantentunya terintegrasi denganberbagai kepentingan yang bersifatlintas sektor ataupun lintas wdayah.Hasil kegiatan penataan ruangkonservasi berbentuk zoningberdasarkan daya dukunglingkungan dan kesesuaian lahan.Dengan demikian akan tercapaikualitas ekosistem yang serasi,seimbang, dan selaras, sehinggakawasan cagar budaya pun akanlestari. lEl

Daftar Pustaka

Alpin Graeme, 2002, HeritageIdentification, Conservation,

and Mangement, OxfordUnivesit)^ Press.

Budi Supriyanto, 2009, ManajemenTata Ruang, Jakarta, MediaBrilian.

Dilahur, 1991, Ruang, Lingkungandan Wilayah, Suatu Konsepdasar Geografi, ForumGeografi, no9 th V, him 1-12

Eko Bidiharjo, 1996, tata RuangPerkotaan, Bandung :Penerbit Alumni

Rustiadi, 2009, Perencanaan danPengembangan Wilayah,Jakarta Yayasan Obor.

Evans,John and Terry O'Connor,1999, EnvironmantalArchaeology, Principles andMethods, Sutton Publishinglimited.

Haggett, 1972, Geography AModern Synthesis, New York

•.Harper & Row.

Haryadi, 1995, kemungkinanPenerapan Konsep SisemSeting DalamPenemukenalsan Penataan

Ruang Kawasan, BerkalaArkeologi th XV.

Haryono, Paulus, 2010,Perencanaan PembangunanKota dan Perubahan

Paradigma, Yogyakarta,Pustaka Pelajar

Keller , Edward A, 2000,

Environmental Geology, 8thed, Pearson Prentice Hall

Publ.

Samidi, Ismiyono, 1986, TheRestoration of Monument in

the Site of Banten, The FordFoundation Project for theConservation and

Development of siteMuseum Of Banten, tidakdipublikasikan.

Sri Mulyani, 2010,PengantarGeologi Lingkungan,Jogyakarta Jalasutra.

Setiawan an DallenJ. Timothy, 1998,The Potential Use of ExistingUrban Management

Frameworok for HeritagrConservation in Indonesia,Unpublished paper.

Torras,M an JK Boyce, 1998,Income, Inequality, andPoUuyion.

Tucker, Mery Evelyn, 2007,Worldviews and Ecology:Religion, Philosopphy andEnvironment, New York :

Orbis Book.

Uka Tjandrasasmita, 1995, StrategiPelestarian Benda cagarBudaya Hubungannyadengan Arkeologi, Jakarta :Seminar nasional MetodologiRiset Arkeologi, tidakdipublikasikan.