Wardhani. Niken Dyah_D2006.pdf
Transcript of Wardhani. Niken Dyah_D2006.pdf
APLIKASI MULSA Chromolaena odorata (L.) Kings and Robinson DAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA TANAH
LATOSOL UNTUK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI Pueraria javanica
SKRIPSI NIKEN DYAH WARDHANI
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
NIKEN DYAH WARDHANI. D24101083. 2006. Aplikasi Mulsa Chromolaena odorata (L.) Kings and Robinson dan Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Tanah Latosol Untuk Pertumbuhan dan Produksi Pueraria javanica. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.S, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr Lahan yang tersedia untuk pengembangan peternakan khususnya penanaman hijauan pakan ternak sebagian besar merupakan lahan marjinal yang miskin unsur hara, salah satunya adalah mineral P. Ketersediaan mineral P dalam tanah penting bagi tanaman karena berpengaruh terhadap pembelahan sel, pembangunan dan pembuahan termasuk pembentukan biji, perkembangan akar, kekuatan batang, mutu tanaman dan kekebalan terhadap penyakit tertentu (Buckman dan Brady, 1990). Kondisi lahan yang kurang subur tentunya berpengaruh terhadap kondisi ternak karena rendahnya kualitas hijauan yang dihasilkan. Salah satu alternatif untuk meningkatkan ketersediaan mineral P dalam tanah selain melalui pemupukan adalah dengan pemulsaan bahan organik dan inokulasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA). Bahan mulsa organik yang potensial adalah gulma Chromolaena odorata. Chromolaena odorata mengandung mineral organik, terutama P yang cukup tinggi dan lebih mudah terdekomposisi dalam tanah sehingga dapat lebih cepat mensuplai unsur hara bagi tanaman. Untuk meningkatkan kemampuan penyerapan unsur hara tanaman terutama unsur P, salah satunya adalah dengan menginfeksi akar tanaman dengan cendawan mikoriza arbuskula. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi pemulsaan bahan organik Chromolaena odorata dan cendawan mikoriza arbuskula pada tanah latosol terhadap pertumbuhan dan produksi Pueraria javanica. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang dibagi dalam dua kelompok yaitu: kelompok I (tanpa mikoriza), terdiri dari dua perlakuan C0 = kontrol dan C1 = mulsa Chromolaena odorata 6%. Kelompok II (dengan CMA), terdiri dari dua perlakuan C2 = CMA dan C3 = mulsa Chromolaena odorata 6% + CMA. Setiap perlakuan terdiri dari sepuluh ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), selanjutnya jika berbeda nyata dilakukan uji Duncan. Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi vertikal tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, serapan P, persentase infeksi akar, jumlah spora, dan identifikasi spora. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi pemulsaan Chromolaena odorata 6% dan inokulasi CMA meningkatkan tinggi vertikal tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar (P<0,01) dan serapan P (P<0,05). Kata-kata kunci : Mulsa, Chromolaena, Pueraria, mikoriza, phospor, latosol
ABSTRACT
Improvement of Pueraria javanica Growth and Production by Application of Chromolaena odorata as Mulch Material and Mycorrhiza Arbuskula on Latosol
N.D. Wardhani., P.D.M.H.Karti., L. Abdullah
Latosolic soil is characterized by low availability of nutrient for plant, especially available P. Application of Chromolaena odorata as mulch material increased availability of phosphorus. Mycorrhizas are such form of mutualistic symbioses between certain group of soil fungi and plant root, which able to generate the absorption of available phosphorus. This research was aimed to investigate the effect of application of Chromolaena odorata as mulch material combined with Mycorrhiza Arbuskula inoculation on latosol to improve Pueraria javanica growth and production. The Randomized Block Design was selected for these experiments. The parameters are plant vertical height, dry weight of plant biomass, dry weight of plant root, P absorption, root infection, spore number, and spore identification. Data were analyzed using ANOVA and Duncan method. The result showed that combination of Chromolaena mulch and Mycorrhiza inoculation increased (P<0,01) vertical height, dry weight of biomass, dry weight of roots, and P absorption (P<0,05) significantly. Identified spores on the soil were Gigaspora margarita, Glomus manihotis, Glomus etinocatum, Acaulospora sp. Key words : Mulch, Chromolaena, Pueraria, mycorrhiza, latosol, phosphorus
APLIKASI MULSA Chromolaena odorata (L.) Kings and Robinson DAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA TANAH
LATOSOL UNTUK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI Pueraria javanica
NIKEN DYAH WARDHANI
D24101083
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tulungagung Jawa Timur pada tanggal 16 April 1982,
sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Surjono dan Ibu
Rusmaningsih. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN
Kampungdalem 03. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun
1998 di SLTPN 1 Tulungagung dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan
pada tahun 2001 di SMUN 2 Tulungagung.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama di Institut
Pertanian Bogor (TPB IPB) melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(UMPTN) pada tahun 2001. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi
Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
dengan judul Aplikasi Mulsa Chromolaena odorata (L.) Kings and Robinson dan
Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Tanah Latosol untuk Pertumbuhan dan
Produksi Pueraria javanica.
Terbatasnya jumlah lahan yang tersedia untuk penanaman hijauan makanan
ternak di Indonesia, mendorong berbagai upaya untuk memaksimalkan penggunaan
lahan marjinal salah satunya adalah tanah latosol. Tanah latosol merupakan tanah
yang bersifat masam dan miskin unsur hara terutama mineral phospor karena
sebagian besar mineral ini diendapkan dalam bentuk senyawa besi dan aluminium.
Pemulsaan dengan bahan organik dan inokulasi mikoriza arbuskula
merupakan salah satu alternatif perbaikan kondisi tanah yang diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas tanaman. Bahan mulsa potensial yang digunakan adalah
gulma Chromolaena odorata, karena tumbuhan ini mengandung P total yang cukup
tinggi sehingga diharapkan dapat memperbaiki dan mensuplai P tersedia dalam
tanah. Sedangkan asosiasi akar tanaman dengan mikoriza dapat meningkatkan
kemampuan akar untuk menyerap unsur hara dari tanah terutama unsur P.
Diharapkan dengan kombinasi pemulsaan bahan organik Chromolaena dan inokulasi
cendawan mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas Pueraria
javanica.
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, selama 7 bulan (Agustus 2004 -
Februari 2005), meliputi proses persiapan selama 3 bulan dan pemeliharaan selama 4
bulan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang
bermanfaat terutama dalam meningkatkan produktivitas hijauan pakan ternak.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan- lahan yang subur lebih
banyak digunakan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan yang lebih berorientasi
pada penyediaan bahan pangan dan industri, sehingga jumlah lahan yang tersedia
untuk penanaman hijauan pakan ternak sangat terbatas. Lahan yang tersedia untuk
pengembangan peternakan merupakan lahan- lahan marjinal yang miskin unsur hara
dan bersifat masam. Kondisi lahan yang kurang subur tentunya menyebabkan
rendahnya produktivitas dan kualitas hijauan yang dihasilkan. Salah satu jenis tanah
marjinal adalah tanah latosol. Tanah latosol merupakan jenis tanah utama di
Indonesia. Jenis tanah ini sebagian besar tersebar di pulau Jawa dan Sumatera
(Soepardi, 1983).
Tanah latosol merupakan tanah yang bersifat masam yang miskin ion Ca dan
P diendapkan dalam bentuk senyawa Fe atau Al yang sukar dilarutkan oleh
perakaran tanaman, sehingga tanaman yang tumbuh pada tanah masam sering
mengalami defisiensi P. Tanaman hanya dapat menyerap fosfor dalam bentuk
tersedia. Salah satu alternatif untuk meningkatkan ketersediaan fosfor selain melalui
pemupukan adalah dengan pemulsaan bahan organik dan inokulasi Cendawan
Mikoriza Arbuskula (CMA) pada akar tanaman. Mulsa adalah semua bahan tidak
hidup yang dipergunakan untuk memperlakukan tanah dengan tujuan memperoleh
beberapa keuntungan dengan cara menghamparkan bahan dipermukaan tanah.
Pemulsaan dapat memberikan keuntungan dalam berbagai segi tujuan pengawetan
tanah, diantaranya dalam usaha pengendalian erosi pada lahan miring, memperbaiki
tanah-tanah rusak serta usaha memelihara dan meningkatkan produktivitas tanah
(Purwowidodo, 1983). Bahan mulsa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Chromolaena odorata. Chromolaena odorata merupakan jenis gulma yang banyak
tumbuh dalam vegetasi hutan sekunder pada perladangan berpindah di daerah
Sulawesi dan Kalimantan (Abdullah, 2002). Tumbuhan ini mengandung P total yang
cukup tinggi sehingga penggunaan biomassa Chromolaena odorata sebagai mulsa
diharapkan dapat memperbaiki P tersedia dalam tanah.
Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara
cendawan dan perkaran tumbuhan tingkat tinggi. Manfaat penambahan Cendawan
Mikoriza Arbuskula (CMA) yaitu meningkatkan pertumbuhan tanaman, serta
meningkatkan serapan hara P dan hara-hara yang relatif tidak mobil di dalam tanah
(Yusniani et al., 1999). Kemampuan ini disebabkan karena mikoriza mempengaruhi
eksudasi akar berupa asam-asam organik dan enzim fosfatase yang memacu proses
mineralisasi fosfor organik. Asam-asam organik yang bermuatan negatif dapat
mengkelat Al3+ dan Fe3+ sehingga phospor yang terfiksasi oleh kation-kation tersebut
dapat larut dalam tanah dan diserap oleh tanaman. Kombinasi pemulsaan C. odorata
dan inokulasi Mikoriza Arbuskula pada tanah latosol diharapkan dapat memperbaiki
kondisi tanah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi hijauan yang
ditanam. Pueraria javanica merupakan hijauan leguminosa yang memiliki
keunggulan tersendiri. Kelebihan legum ini antara lain tahan terhadap tanah masam
dan tanah yang kekurangan Ca dan P.
Perumusan Masalah
Tanah latosol merupakan tanah yang berstatus nutrisi rendah, bahan organik
rendah, sehingga kesuburan kimianya rendah. Salah satu unsur makro yang
ketersediaannya rendah adalah unsur P, karena unsur P pada tanah latosol terikat oleh
senyawa Fe dan Al sehingga sukar dilarutkan oleh perakaran tanaman. Akibatnya
tanaman yang tumbuh pada tanah latosol seringkali mengalami defisiensi P. Untuk
meningkatkan ketersediaan P dalam tanah maka dilakukan pemberian mulsa C.
odorata dan inokulasi mikoriza arbuskula yang dapat meningkatkan kemampuan
akar dalam menyerap P, sehingga produktivitas tanaman meningkat.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh kombinasi penggunaan mulsa Chromolaena odorata
dan inokulasi cendawan mikoriza arbuskula pada tanah latosol terhadap
pertumbuhan dan produksi Pueraria javanica.
2. Pemanfaatan gulma Chromolaena odorata sebagai bahan mulsa untuk
memperbaiki kualitas tanah.
3. Penggunaan mikroorganisme pembenah tanah berupa cendawan mikoriza
arbuskula untuk membantu penyerapan unsur hara oleh akar tanaman.
TINJAUAN PUSTAKA
Mulsa
Mulsa dapat didefinisikan sebagai bahan yang dipergunakan di atas
permukaan tanah dengan tujuan untuk mencegah kehilangan air melalui evaporasi,
memperkecil proses dispersi, merangsang agregasi tanah, memperbaiki struktur
tanah, mempertahankan kapasitas memegang air serta menekan aliran permukaan
dan erosi (Sinukaban et al.,1991). Bahan mulsa meliputi semua bahan tidak hidup
yang dipergunakan untuk memperlakukan tanah dengan tujuan memperoleh
beberapa keuntungan dengan cara menghamparkan bahan dipermukaan tanah.
Berdasar asal bahan, mulsa dapat dikelompokkan sebagai mulsa alami dan mulsa
buatan. Mulsa alami terutama berupa mulsa bonggol tanaman. Mulsa buatan meliputi
bahan mulsa baik berupa tanaman pupuk hijau, sisa-sisa panen, bahan kimia, maupun
limbah lainnya yang sengaja dikembalikan ke lahan melalui praktek pemulsaan
(Purwowidodo, 1983).
Beberapa keuntungan dari praktek pemulsaan antara lain: 1) melindungi
agregat-agregat tanah dari daya rusak butir hujan; 2) meningkatkan penyerapan air
oleh tanah; 3) mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan; 4) memelihara
temperatur dan kelembaban tanah; 5) memelihara kandungan bahan organik tanah; 6)
mengendalikan pertumbuhan gulma; 7) meningkatkan kegiatan biologis tanah
(Purwowidodo, 1983).
Chromolaena odorata
Chromolaena odorata (L.) R.M. King and H. Robinson yang dikenal dengan
nama kirinyu atau babanjajaran di Indonesia menyebar hampir di seluruh wilayah
nusantara (Sipayung et al., 1990). Menurut Soerjani et al. (1987), nama lain dari
tanaman ini adalah Eupotorium odoratum (L. f.) Koster, Siam weed, Kirinyu,
Babanjaran, Darismin (Sunda). Tumbuhan ini termasuk dalam famili Asteraceae,
dapat tumbuh dengan cepat pada lahan kosong yang tandus dari wilayah pesisir
pantai sampai daerah dengan ketinggian sekitar 1000 m di daerah ekuator. Menurut
Abdullah (2002), Chromolaena odorata banyak tumbuh dalam vegetasi hutan
sekunder pada lahan yang digunakan dalam perladangan berpindah di daerah
Sulawesi dan Kalimantan.
Tumbuhan ini dapat menyebar cepat dengan perakaran yang dalam,
bercabang sangat banyak sehingga membentuk semak yang tebal. Batang
Chromolaena odorata berbentuk silindris berwarna kekuning-kuningan dengan bulu-
bulu halus, bertekstur halus ketika muda dan semakin dewasa semakin keras.
Daunnya saling berhadapan, tiangular dengan urat daun yang menonjol, saat muda
berwarna coklat kemerah-merahan, daun berbau terpent in atau parafin yang
menyengat saat diremas. Bunga merupakan bunga tunggal dengan warna ungu muda
sampai keputih-putihan, dalam tumpukan tandan dapat mencapai 20-35 bunga
(Zokufika, 2002).
Chromolaena odorata merupakan gulma yang sukar dibasmi, selain itu
mengeluarkan zat alelofatik dan fitotoksin yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman lain (Ambika 1996). Kerugian dari gulma Chromolaena odorata adalah
menurunkan hasil panen dan mengurangi kapasitas tampung lahan penggembalaan.
Chromolaena odorata juga tidak memiliki nilai tambah untuk pakan sapi atau domba
dan beracun untuk ternak (Joshi, 2003).
Produksi biomassa Chromolaena odorata adalah 18,7 ton/ha dalam bentuk
segar dan 3.7 kg/ha dalam bentuk kering. Kandungan N 103,4 kg/ha; P 15,4 kg/ha; K
80,9 kg/ha; dan Ca 63,9 kg/ha (Tjitrosordirdjo et al., 1990). Chromolaena odorata
mempunyai P total yang lebih tinggi dibandingkan gulma Ficus subulata, Albizia
lebeck, Macaranga sp. dan Trycospermum sp. dengan rasio C/N/P dan kandungan
lignin, ADF serta selulosa yang rendah sehingga lebih mudah terdekomposisi
(Abdullah, 2002). Menurut Nurlatifah (2004) penambahan mulsa C. odorata pada
level 6% pada umumnya dapat meningkatkan pertumbuhan, produksi, penambatan
serta serapan nitrogen.
Gambar 1. Chromolaena odorata (L.) Kings and Robinson
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis yang bersifat mutualistik
antara akar tumbuhan dan cendawan. Nama mikoriza berasal dari bahasa Yunani
yang artinya secara harfiah ialah “cendawan akar” (Gunawan, 1993).
Berdasarkan bentuk dan cara infeksinya terhadap tumbuhan inang, mikoriza
dikolompokkan menjadi 2 tipe yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Rao, 1994).
Karakteristik ektomikoriza adalah; a) perakaran yang terinfeksi akan membesar dan
bercabang serta rambut-rambut akar tidak ada, b) dalam suatu penampang melintang
nampak permukaan akar ditutupi oleh miselia yang disebut dengan fungal sheat
(mantel), c) terdapat beberapa hifa yang menjorok ke luar. Hifa ini berfungsi sebagai
alat untuk penyerapan unsur hara dan air, d) hifa tidak masuk ke dalam sel, tetapi
hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks (Setiadi, 1989).
Karakteristik endomikoriza adalah; a) perakaran yang terkena infeksi tidak
membesar, b) cendawan tidak membentuk struktur lapisan hifa pada permukaan akar,
c) hifa menginfeksi sel korteks secara intra dan inter seluler, d) adanya struktur
khusus sistem percabangan hifa yang disebut arbuskula (Ervayenri, 1998). Menurut
Gunawan (1993) endomikoriza dicirikan oleh adanya hifa-hifa cendawan yang
menembus akar secara intraselular, jenis mikoriza ini kini lebih dikenal sebagai
Mikoriza Arbuskula. Cendawan Mikoriza Arbuskula tergolong ke dalam famili
Endogonaceae, ordo Endogonales, kelas Zygomycetes.
Perkembangan Mikoriza Arbuskula dapat dibagi dalam dua fase miselium :
1. miselium eksternal yang ada di dalam tanah dengan spora yang dibentuknya dan
tersebar disekitar akar.
2. miselium internal yang ada di dalam akar tanaman yang bermikoriza, terdiri atas
hifa tidak bercabang yang intraselular, hifa interselular, hifa intraselular yang
bercabang-cabang seperti pohon kecil (arbuskula), hifa membengkak menjadi bentuk
bulat atau bulat memanjang (vesikula) dan hifa yang melingkar- lingkar (hifa gelung).
Pada fase miselium eksternal, kolonisasi cendawan mikoriza arbuskula pada akar
dimulai dari penetrasi hifa cendawan yang berasal dari propagul-propagul cendawan
mikoriza arbuskula dari daerah rizosfer ke permukaan akar. Penetrasi ini didahului
oleh pembentukan apresorium akar atau hifa yang digunakan untuk melekatkan diri
pada inang- inangnya. Kemudian pada fase miselium internal, setelah pembentukan
apresorium, hifa akan menembus sel-sel korteks akar melalui sel epidermis atau
rambut akar. Masuknya hifa dapat secara interselular dan atau intraselular (Gunawan,
1993).
Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) banyak menyebar terutama pada
famili Gramineae dan Leguminosae. CMA terdistribusi secara luas pada semua
kingdom tanaman, juga secara geografi terdapat pada tanaman yang tumbuh pada
daerah artik, iklim sedang dan tropik (Fakuara,1988). Spora cendawan mikoriza
arbuskula terdapat didalam tanah di seluruh dunia. Pada musim kemarau dapat
ditemukan jumlah spora yang lebih banyak dibandingkan dengan musim hujan. Pada
musim kemarau untuk mengatasi lingkungan yang kering, CMA membentuk spora
untuk bertahan hidup. Sedangkan air yang cukup banyak di musim hujan akan
merangsang spora berkecambah. Dengan adanya air yang cukup, tanaman juga
distimulasi membentuk akar dan kemungkinan eksudat akar tanaman akan
merangsang perkecambahan spora (Gunawan, 1993).
Manfaat penambahan CMA yaitu meningkatkan pertumbuhan tanaman, serta
meningkatkan serapan hara P dan hara-hara yang relatif tidak mobil di dalam tanah.
Pada kondisi kahat fosfor, tanaman bermikoriza mampu memanfaatkan sumber
fosfor yang tidak tersedia melalui peningkatan laju pelarutan fosfor anorganik yang
tidak larut dan hidrolisis fosfor organik menjadi fosfor anorganik larut yang dapat
diserap oleh tanaman dengan bantuan enzim fosfatase (Yusniani dkk., 1999).
Tanah Latosol
Latosol merupakan tanah mineral yang berada pada daerah tropika basah
dengan curah hujan antara 2500 mm – 7000 mm. Secara fisik, tanah ini berwarna
merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan, atau kuning, tergantung dari
bahan induk, umur, iklim dan ketinggian tempat. Sifat fisik dari tanah ini adalah
memiliki konsistensi tanah remah hingga granular, bersolum dalam dengan stabilitas
tanah tinggi. Tanah ini telah mengalami proses hancuran iklim lanjut, sangat tercuci
dengan batas-batas horison baur, memiliki kandungan mineral primer dan unsur hara
yang rendah. Pada daerah humid seperti di Indonesia dengan curah hujan tinggi,
akibat proses pencucian basa tanah yang terjadi cukup intensif sehingga kandungan
basa rendah. Sifat kimia yang ada pada tanah ini adalah pH tanah rendah sebesar 4.5-
5.5, kejenuhan basa yang kurang dari 50%, terjadi akumulasi seskuioksida akibat
pencucian silika dan kandungan bahan organik rendah (Hardjowigeno, 1993)
Menurut Soepardi (1983) kapasitas tukar kation Latosol rendah. Hal ini sebagian
disebabkan oleh kadar bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat liat
hidro-oksida. Latosol miskin akan basa-basa dapat dipertukarkan dan demikian pula
dengan hara tersedia lainnya.
Tanah latosol yang berada di Laboratorium Agrostologi Fapet IPB memiliki
pH 4,3 (Kustiati, 2003). Kemasaman pada tanah menentukan tingkat fiksasi mineral
dalam tanah. Pada tanah yang terlalu masam (pH < 6,0) ketersediaan P menurun
karena adanya Fe dan Al. Kemasaman tanah yang ideal untuk ketersediaan P antara
6,5-7,0 (Penas dan Sander, 1993).
Fosfor Tanah
Fosfat yang ada di dalam tanah berada dalam tiga bentuk, yaitu P inorganik
terlarut yang terdapat dalam larutan tanah, P inorganik tak larut yang terdapat pada
kristal lattice, dan senyawa P organik seperti phytate. Fosfor relatif tidak mudah
bergerak di dalam tanah dan mengalami difusi yang lambat menuju akar tanaman.
Sebagai akibatnya dalam tanah yang memiliki P tersedia rendah, zona deplesi akan
segera terjadi di sekitar akar (Gunawan, 1993).
Ketersediaan fosfor inorganik sangat ditentukan oleh faktor-faktor berikut: 1)
pH tanah; 2) besi, aluminium, dan mangan larut ; 3) adanya mineral yang
mengandung besi, aluminium dan mangan; 4) tersedianya kalsium; 5) jumlah dan
tingkat dekomposisi bahan organik; dan 6) kegiatan jazad mikro. Jadi, masalah
menyeluruh dari fosfor adalah 1) jumlah sedikit yang terdapat dalam tanah; 2)
ketidak tersediaan fosfor yang sudah ada dalam tanah; dan 3) adanya fiksasi fosfor
yang menyolok (Soepardi, 1983).
Fungsi utama fosfor dalam pertumbuhan tanaman adalah 1) sebagai penyusun
metabolit dan senyawa kompleks. Fosfor terutama diserap dalam bentuk ion
hidrogen fosfat, H2PO4- ; 2) fosfor mempunyai peranan penting dalam metabolisme
energi yaitu dalam transfer dan penyimpanan energi hasil fotosintesis berupa ATP; 3)
fosfor mengatur banyak proses enzimatik diantaranya berfungsi sebagai aktivator
berbagai enzim (Soepardi, 1983).
Pueraria javanica
Pueraria javanica benth. Atau Puero (Inggris) dan kacang ruji (Jawa) berasal
dari daerah dataran rendah Asia Timur dan Asia Tenggara, merupakan legum
tahunan dengan batang memanjat atau melilit dan berbulu, panjang sulur 1-3 meter,
daun besar berjumlah tiga (trifoliat), bunga-bunganya kecil berwarna lembayung
muda hingga ungu. Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah yang miskin unsur hara
dan tahan terhadap naungan yang ringan maupun penyinaran yang penuh. Umumnya
ditemukan hingga ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut di pulau Jawa.
Tanaman ini menghasilkan biji yang relatif sedikit sehingga umumnya perbanyakan
dengan cara stek. Disamping sebagai hijauan sumber protein dan mineral yang
disukai ternak ruminansia, Pueraria javanica juga berperan sebaga i penutup tanah,
menekan pertumbuhan gulma, mengurangi erosi dan sebagai pupuk hijau.
Kandungan nutrisinya berkisar 2-4% N (12,5-25% protein kasar), 30-40% serat
kasar, 0.15-0.45% P dan 0.4-1.6% Ca (Mannetje dan Jones, 2000).
Puero berasal dari India Timur dan sekarang telah ditanam secara luas di
negara-negara di daerah tropik (Reksohadiprodjo, 1981). Puero mempunyai batang
stolon yang dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batangnya yang bersinggungan
dengan tanah. Perakarannya dalam dan bercabang-cabang, sehingga Puero dapat
berfungsi sebagai pencegah erosi, tahan musim kemarau yang tak terlalu panjang.
Puero tahan pula terhadap tanah masam dan tanah kekurangan kapur dan phospor,
tahan permukaan air yang tinggi, dapat hidup di tanah-tanah yang erat maupun
berpasir (Reksohadiprodjo, 1985). Menurut Skerman (1977) legum ini tumbuh
dengan baik pada kisaran pH 4-5.
Gambar 2. Pueraria javanica
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, dimulai
pada bulan Agustus 2004 sampai bulan Februari 2005. Analisa bahan dilakukan di
Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan dan Laboratorium PAU IPB.
Materi
Bahan yang digunakan adalah benih legum Pueraria javanica, bahan mulsa
tanaman C. odorata dan media tanam jenis tanah Latosol Dramaga yang diperoleh
disekitar Laboratorium Lapang Agrostologi, cendawan mikoriza arbuskula berupa
mikofer yang diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan IPB,
dan pupuk NPK dengan dosis 200 kg/ha.
Peralatan yang digunakan antara lain : pot ukuran 5 kg, timbangan, alat ukur
(meteran), nampan plastik, alat penyiram tanaman, kertas semen, tabung film, pinset,
gunting, serta peralatan untuk menghitung jumlah spora dan persentase infeksi akar.
Rancangan Percobaan
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok, yang dibagi dalam
dua kelompok masing-masing kelompok terdiri dari dua perlakuan dengan sepuluh
ulangan, dimana ulangan sebagai kelompok.
Kelompok pertama (tanpa CMA), terdiri dari dua perlakuan :
C0 = Kontrol
C1 = Mulsa Chromolaena odorata 6%
Kelompok kedua (dengan CMA), terdiri dari dua perlakuan :
C2 = CMA
C3 = Mulsa Chromolaena odorata 6% + Cendawan Mikoriza Arbuskula
Model matematika yang digunakan adalah :
Xijk = µ + ?i + t j + ?ijk
Keterangan :
Xijk = nilai pengamatan pada perlakuan ke- i, kelompok ke-j, ulangan ke-k
µ = rataan umum
?i = efek perlakuan ke- i
t j = efek kelompok ke-j
?ijk = pengaruh acak pada perlakuan ke- i, kelompok ke-j, ulangan ke-k
Analisis data dilakukan dengan menggunakan sidik ragam Analysis of
Variance, selanjutnya jika berbeda nyata dilakukan uji Duncan (Steel and Torrie,
1993).
Peubah
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1.Tinggi vertikal tanaman
2. Berat kering tajuk
3. Berat kering akar
4. Serapan P
5. Infeksi akar
6. Jumlah spora
7. Identifikasi spora
Prosedur Penelitian
Persiapan Media Tanam
Tanah latosol yang akan digunakan untuk media tanam disterilkan terlebih
dahulu dengan cara dikukus selama 12 jam pada suhu ± 80 ºC. Kemudian tanah
dimasukkan kedalam pot masing-masing sebanyak 5 kg. Tujuan dari sterilisasi
adalah untuk menyeragamkan kondisi tanah dan mematikan mikroorganisme.
Pemulsaan
Bahan mulsa berupa gulma C. odorata dicacah dengan ukuran ± 6cm. Untuk
perlakuan yang menggunakan mulsa, ditambahkan mulsa C. odorata sebanyak 6%
dari berat kering tanah pada setiap pot. Mulsa C. odorata diletakkan diatas
permukaan tanah dan diinkubasi selama 14 hari supaya terjadi dekomposisi awal.
Tanah yang tidak diberi mulsa juga diinkubasi selama 14 hari.
Penyemaian dan Penanaman Pueraria javanica
Benih legum Pueraria javanica yang akan digunakan direndam dengan
Bayclin selama 2 menit dan dicuci sampai bersih, kemudian direndam dengan air
hangat selama 15 menit. Setelah itu benih disemai diatas media zeolit. Media zeolit
yang digunakan terlebih dahulu dicuci sampai bersih dan dioven pada suhu 90ºC
selama 2 hari. Benih yang tumbuh dari hasil persemaian diseleksi dan dipindahkan
kedalam pot, masing-masing 2 tanaman.
Inokulasi CMA
Pada kelompok perlakuan yang menggunakan CMA, tanaman diinokulasi
CMA dengan memasukkan inokulum CMA sebanyak 50g disekitar perakaran
tanaman. Inokulum CMA yang digunakan berupa mikofer yang dicampur dengan
media zeolit. Untuk kelompok perlakuan yang tidak menggunakan CMA, disekitar
perakaran tanaman diberi zeolit kosong (yang tidak dicampur mikofer) sebanyak
50g.
Pemeliharaan
Selama pemeliharaan dilakukan penyiraman, penyulaman, penyiangan gulma,
dan pemupukan. Penyiraman dilakukan sehari sekali. Penyulaman dilakukan untuk
mengganti tanaman yang mati. Pemupukan dilakukan satu kali pada awal penanaman
menggunakan pupuk NPK dengan dosis 200 kg/ha.
Tahap Analisis Peubah
1. Pengukuran Tinggi Vertikal Tanaman
Tinggi vertikal tanaman (dalam satuan cm) diukur setiap minggu dimulai pada
minggu ke-4 setelah tanam sampai minggu ke-17 setelah tanam.
2. Berat Kering Tajuk
Berat kering tajuk diperoleh dari pemanenan I pada minggu ke-11 dan pemanenan
II pada minggu ke-17. Setelah berat segarnya ditimbang, tanaman dibiarkan kering
udara setelah itu dimasukkan kedalam oven dengan suhu 70ºC kemudian ditimbang
beratnya, dinyatakan dalam satuan gram.
3. Berat Kering Akar
Akar yang sudah dibersihkan dibiarkan kering udara setelah itu dioven pada suhu
70ºC kemudian ditimbang beratnya, dinyatakan dalam satuan gram.
4. Infeksi Akar
Uji infeksi akar oleh mikoriza dilakukan dengan teknik pewarnaan akar (Koske dan
Gemma, 1989). Sampel akar segar dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam
tabung film yang berisi larutan KOH 2,5% selama 24 jam. Setelah 24 jam KOH
diganti dengan larutan yang baru dan didiamkan kembali selama 24 jam. Akar
dicuci dan disaring, kemudian direndam dalam HCl 2% selama 24 jam. Setelah itu
HCl dibuang dan diganti dengan larutan staining selama 24 jam. Kemudian
ditambahkan larutan destaining untuk membuang pewarna tryphan blue.
Penghitungan persentase infeksi akar dengan cara meletakkan 10 buah potongan
akar dengan panjang 1 cm pada kaca preparat dan ditutup dengan cover glass.
Persentase akar yang terinfeksi dihitung dengan rumus :
Jumlah akar yang terinfeksi % infeksi akar = × 100 %
Jumlah contoh akar
5. Jumlah Spora
Penghitungan jumlah spora dilakukan dengan mengisolasi spora terlebih dahulu
melalui metode penyaringan basah dari Gaderman dan Nicholson (1963) yang
telah dimodifikasi. Isolasi spora dilakukan dengan cara menimbang 100 gram
tanah, kemudian ditambah air, diaduk dan didiamkan hingga membentuk suspensi.
Setelah itu suspensi disaring bertingkat sebanyak tiga kali ulangan. Tanah yang
terendap pada saringan 45 µm dimasukkan kedalam tabung sentrifuse dan
ditambah larutan sukrosa 60% kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm.
Supernatan hasil sentrifuse ditampung dengan saringan 45 µm dan disiram dengan
air mengalir agar sukrosanya hilang. Endapan yang tertinggal ditampung dalam
cawan petri untuk dilihat dengan mikroskop dan dilakukan penghitungan spora dan
identifikasi spora.
6. Identifikasi Spora
Spora yang didapat diidentifikasi dengan metode Schenk dan Perez (1990).
Identifikasi spora berdasarkan bentuk dan hiasan spora.
7. Serapan P
Dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Serapan P = (BK Tajuk × % P) + (BK Akar × % P)
Serapan P dinyatakan dalam satuan mg/pot. Analisa kandungan P tanaman
dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi Cimanggu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah tanah latosol Dramaga
yang diperoleh dari laboratorium lapang Agrostologi. Hasil analisa unsur makro
tanah sebelum percobaan (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil Analisa Tanah
Jenis Pengukuran Nilai
P-Bray 1,16
N- total 0,20
pH 4,30
Sumber : Laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi Cimanggu (Kustiati, 2003)
Reaksi tanah pada kisaran pH 4,0 – 5,0 adalah sangat masam, P yang dapat
dipertukarkan pada kisaran 0,5 – 1,6 dikategorikan sangat rendah, dan N pada
kisaran 0,11% - 0,5% dikategorikan sangat rendah (Prawiro, 1999). Menurut
Soepardi (1983), dengan menurunnya pH tanah aktivitas besi, aluminium, dan
mangan meningkat. Dalam keadaan demikian phospor akan diikat sebagai senyawa
kompleks besi, aluminium atau mangan yang tidak larut dalam air sehingga tidak
tersedia bagi tanaman.
Penggunaan bahan organik merupakan salah satu cara dalam meningkatkan
ketersediaan P dalam tanah. Selain meningkatkan ketersediaan P dalam tanah, bahan
organik dapat memperbaiki sifat biologi, fisik dan kimia tanah. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa asam-asam organik yang dihasilkan akar tanaman,
aktivitas mikroorganisme maupun hasil dekomposisi bahan organik dapat
melepaskan P-anorganik yang tidak tersedia menjadi P-anorganik yang tersedia
sehingga dapat diserap oleh tanaman dan mikroorganisme (Fox et al.,1990).
Hasil analisis ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol,
perlakuan pemulsaan C. odorata 6%, perlakuan CMA dan perlakuan kombinasi
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi vertikal tanaman, berat kering
tajuk panen I dan panen II, berat kering akar, infeksi akar dan jumlah spora. Keempat
perlakuan tersebut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap serapan P tanaman dan tidak
nyata berpengaruh terhadap rasio tajuk-akar.
Tabel 2. Hasil Analisis Ragam Setiap Peubah Berdasar Uji Lanjut Duncan
PEUBAH
PERLAKUAN
Kontrol C. odorata 6% CMA C. odorata 6% + CMA
Tinggi Vertikal 114,6B 188,5A 119,4B 190,8A Tanaman (Cm) ±43,5 ±56,1 ±30,1 ±87,07 Berat Kering Tajuk Panen I (g) 4,0C 16,8B 6,2C 22,4A ±2,9 ±7,8 ±3,2 ±2,5 Panen II (g) 12,8C 27,7A 14,3C 23,1B ±2,8 ±3,7 ±4,3 ±2,5 Berat Kering 12,1B 25,8B 18,9B 43,7A Akar (g) ±7,1 ±8,6 ±10,9 ±27,3 Rasio 1,4 1,2 1,0 0,8 Tajuk-Akar ±1,0 ±0,6 ±0,7 ±0,4 Serapan P 2,5b 8,0a 2,6b 10,2a (mg/pot) ±1,8 ±1,2 ±2,4 ±2,8 Infeksi Akar 27C 20C 81A 48B (%) ±19,4 ±16,2 ±10,1 ±21,2 Jumlah Spora 5,4C 6,9C 198,1A 132,7B (buah) ±3,3 ±2,2 ±93,3 ±57,8
Keterangan : Superskrip huruf besar pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) Superskrip huruf kecil pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Tinggi Vertikal Tanaman Pueraria javanica
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa, perlakuan mulsa C.
odorata 6% dan CMA baik diberikan secara terpisah maupun dikombinasikan
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi vertikal tanaman (Tabel 2). Hasil
uji lanjut Duncan (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi dan perlakuan
pemulsaan C. odorata 6% memiliki rataan tinggi vertikal yang sangat nyata (P<0,01)
lebih tinggi daripada perlakuan CMA dan kontrol.
Penambahan bahan organik berupa mulsa C. odorata pada perlakuan
kombinasi dan perlakuan mulsa C. odorata 6%, terbukti dapat memperbaiki kondisi
tanah sehingga dapat meningkatkan tinggi vertikal tanaman. Menurut Subhan dan
Rukmana (1994) pemulsaan C. odorata dapat menambahkan bahan organik dan
mineral yang akan tersedia pada saat bahan mulsa terdekomposisi. Selain itu
pemberian mulsa akan memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang baik bagi
tanaman karena dapat mengurangi evaporasi, mencegah penyinaran langsung sinar
matahari yang berlebihan pada tanah serta kelembaban tanah lebih terjaga sehingga
tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik. Hal tersebut dapat
meningkatkan aktivitas sel selama pertumbuhan tanaman.
Perlakuan kombinasi memiliki nilai rataan tinggi vertikal yang sama secara
statistik dari perlakuan mulsa C. odorata 6%. Pada perlakuan kombinasi selain
terjadi penambahan bahan organik tanah hasil dekomposisi mulsa C. odorata, adanya
asosiasi akar dengan CMA dapat meningkatkan serapan P maupun hara yang lain
oleh tanaman sehingga pertumbuhannya lebih optimal. Menurut Gunawan (1993)
serapan ion oleh akar tanaman dari tanah diatur oleh dua faktor utama, yaitu transfer
ion melalui tanah dan kekuatan serapan akar. Mekanisme transfer ion ke akar terjadi
terutama melalui aliran massa dan difusi yang bergantung pada pergerakan ion di
dalam tanah. Pada kondisi hara yang memadai, ion-ion NO3- , SO4- dan Ca++
sebagian besar bergerak ke akar melalui aliran massa dan serapan ion ini ditentukan
oleh kapasitas serapan akar atau mikoriza. Sedangkan ion-ion yang sukar begerak
seperti H2PO4- , NH4+ , Zn++ dan Cu++ bergerak ke akar melalui proses difusi,
sehingga jumlah ion yang diserap tanaman bergantung pada gerakan ion tersebut
menuju permukaan akar. Pada keadaan ini dapat diperkirakan bahwa serapan ion
akan meningkat jika ion dipercepat gerakannya melalui hifa cendawan dari pada
hanya mengandalkan gerakan difusi. Dengan demikian asosiasi akar dengan
mikoriza dapat meningkatkan nutrisi P tanaman terutama pada tanah yang kahat P,
selain itu mikoriza dapat membantu serapan ion yang lain. Penyerapan unsur P
maupun unsur-unsur hara lain diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman
seperti bagian tajuk dan akar. Serapan P yang lebih tinggi (Tabel 2) dapat
meningkatkan tinggi vertikal tanaman.
Perlakuan CMA dan kontrol memiliki rataan tinggi vertikal yang tidak
berbeda nyata. Tidak adanya penambahan bahan organik pada kedua perlakuan
tersebut menyebabkan kondisi tanah tidak tersedia unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman sehingga pertumbuhannya tidak optimal.
Berat Kering Tajuk Pueraria javanica
Berat kering tajuk tanaman menunjukkan besarnya produksi hijauan yang
dapat dimanfaatkan sebagai pakan hijauan. Hasil analisis ragam pada panen I dan
panen II menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi, perlakuan pemulsaan C. odorata
6% dan perlakuan CMA berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering
tajuk (Tabel 2). Hasil uji lanjut (Tabel 2) pada panen I menunjukkan bahwa
perlakuan kombinasi memiliki rataan berat kering tajuk yang sangat nyata (P<0,01)
lebih tinggi dibanding berat kering tajuk pada perlakuan mulsa C. odorata 6%,
perlakuan CMA dan perlakuan kontrol. Perlakuan tunggal C. odorata nyata
menghasilkan biomasa tajuk lebih tinggi dibandingkan pemberian CMA secara
tunggal. Produksi biomasa pada panen II, menunjukkan bahwa perlakuan pemulsaan
C. odorata 6% meningkat menjadi sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan
dengan perlakuan kombinasi, perlakuan CMA dan perlakuan kontrol. Keadaan ini
menunjukkan bahwa C. odorata mampu menjadi pool nutrien dalam tanah yang
dapat tersedia lebih lama dibandingkan dengan CMA, yang memerlukan substrat
organik untuk membantu pertumbuhan dan aktivitasnya di dalam tanah.
Dekomposisi mulsa C. odorata mensuplai unsur hara bagi tanaman dan menciptakan
kondisi yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Penambahan mulsa C. odorata pada
32 hari nutriennya sudah dilepas sehingga dapat dimanfaatkan tanaman. Unsur P
yang dilepas hasil dekomposisi mulsa merupakan P tersedia sehingga akar tanaman
tinggal menyerapnya.
Berat Kering Akar Pueraria javanica
Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 2) perlakuan kombinasi, perlakuan
pemulsaan C. odorata 6% dan perlakuan CMA berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap berat kering akar. Berdasarkan hasil uji lanjut (Tabel 2), perlakuan
kombinasi memiliki berat kering akar yang sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dari
perlakuan mulsa C. odorata 6%, perlakuan CMA dan perlakuan kontrol. Pada
perlakuan kombinasi sela in ditambahkan mulsa pada permukaan tanah, akar tanaman
diinokulasi dengan CMA. Dekomposisi bahan organik dan pelepasan unsur P hasil
pemulsaan C. odorata memberikan kontribusi dalam meningkatkan ketersediaan
unsur hara dalam tanah. Menurut Islami dan Utomo (1995) unsur P dapat memacu
pertumbuhan akar. Ketersediaan P yang meningkat akan meningkatkan laju
fotosintesis yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan akar. Pada perlakuan
kombinasi adanya asosiasi akar tanaman dengan CMA mengoptimalkan kemampuan
akar dalam menyerap P maupun unsur hara lain. Menurut Karti (2003), tanaman
yang bermikoriza lebih mampu menyerap unsur hara seperti P, N, K, Ca, Mg, Fe, Cu,
Na, S, Mn dan Zn. Penyerapan unsur-unsur hara ini sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan vegetatif tanaman seperti bagian tajuk dan akar.
Perlakuan kombinasi terbukti dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan
produksi tanaman dibandingkan tiga perlakuan yang lain. Berat kering akar yang
tinggi pada perlakuan kombinasi menunjukkan bahwa perakaran tanaman sangat
berkembang. Hal ini merupakan investasi bagi tanaman untuk menunjang
pertumbuhan dan produksi pada panen-panen berikutnya. Menurut Soepardi (1983),
akar tanaman dalam tanah merupakan sumber energi bagi jasad mikro bila mati dan
bila hidup mempengaruhi keseimbangan unsur hara dalam larutan tanah dan
penyedia unsur hara bagi tanaman.
Rasio Tajuk – Akar
Rasio tajuk-akar adalah hubungan dari pertumbuhan ujung dan pertumbuhan
akar. Rasio tajuk-akar dipengaruhi oleh sifat genetis dan lingkungan. Hasil analisis
ragam (tabel 2) menunjukkan bahwa keempat perlakuan tidak nyata berpengaruh
terhadap rasio tajuk-akar. Perlakuan kontrol memiliki nilai rasio tajuk-akar paling
tinggi sedangkan perlakuan kombinasi memiliki nilai rasio tajuk-akar paling rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan kontrol lebih efisien menghasilkan tajuk.
Meskipun pada perlakuan kombinasi nilai rasio tajuk-akar rendah, perlakuan ini
menghasilkan berat kering akar yang paling tinggi. Perakaran yang sangat
berkembang pada perlakuan kombinasi menunjang pertumbuhan tajuk yang hasilnya
sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dari perlakuan kontrol. Akar dan tajuk
berkompetisi secara efektif terhadap hara, yang bertingkah laku sebagai dua
organisme simbiotik dengan produksi hasil fotosintesis oleh tajuk, dan
pengangkutannya ke akar menentukan kemampuan akar untuk memperoleh hara,
suplai hara ke tajuk mengontrol laju fotosintesis.
Serapan P Pueraria javanica
Berdasarkan analisis ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan
kombinasi, perlakuan mulsa C. odorata 6% dan perlakuan CMA berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap serapan P tanaman. Hasil uji lanjut serapan P tanaman (Tabel 2)
dapat diketahui bahwa perlakuan kombinasi dan perlakuan mulsa C. odorata 6%
memiliki serapan P yang nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada perlakuan CMA saja
dan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan mulsa C. odorata
6% nyata meningkatkan serapan P pada tanaman dibanding perlakuan tanpa mulsa.
Menurut Abdullah (2002) penambahan materi tanaman seperti praktek pemulsaan
pada tanah secara nyata mempengaruhi serapan P. Nilai serapan P paling tinggi
terdapat pada perlakuan kombinasi. Pada perlakuan kombinasi selain terjadi
peningkatan P tersedia hasil dekomposisi mulsa C. odorata, adanya infeksi mikoriza
pada sistem perakaran membantu penyerapan unsur hara terutama unsur P.
Menurut Gunawan (1993) serapan P oleh tanaman bermikoriza hanya berasal
dari sumber P terlarut di dalam tanah, dan cendawan mikoriza arbuskula tidak
mampu menggunakan sumber P yang tidak larut. Di dalam tanah, jumlah P yang
tersedia untuk tanaman sedikit dan mungkin hanya berkisar antara 1-5% dari total
kandungan P. Faktor ini menimbulkan suatu pendapat bahwa mikoriza arbuskula
mungkin mampu untuk melarutkan sumber P yang tidak tersedia bagi tanaman. Jika
mikoriza arbuskula mampu menggunakan sumber P tidak larut, ada beberapa
mekanisme yang mungkin terjadi : (1) Fosfat organik dapat dipakai oleh tanaman
bermikoriza melalui aksi enzim fosfatase. Aktivitas fosfatase pada umumnya
disebabkan oleh adanya mikroorganisme. Asam fosfatese yang dihasilkan oleh hifa
cendawan mikoriza arbuskula yang sedang aktif tumbuh dan peningkatan aktivitas
fosfatase pada permukaan akar sebagai hasil infeksi cendawan mikoriza
menyebabkan Pi dibebaskan dari fosfat organik pada daerah dekat permukaan sel
sehingga dapat diserap melalui mekanisme serapan hara. (2) Sumber P organik dapat
dilarutkan oleh adanya asam-asam organik. Sebagai bagian dari metabolisme
karbohidrat yang normal, banyak cendawan menghasilkan asam oksalat yang dapat
mengkelat ion Ca atau membuang ion tersebut dari larutan tanah dalam bentuk
kalsium oksalat. Asam oksalat dapat juga memacu pelepasan ion fosfat yang
diabsorpsi oleh hidroksida besi dan aluminium. (3) Beberapa bakteri pelarut fosfat
dan cendawan tanah dapat melepaskan P ke dalam pool P labil di tanah, dan tanaman
bermikoriza kemudian menyerap P tersebut. Hal ini terjadi bila ada interaksi
sinergistik antara cendawan mikoriza dan mikroorganisme pelarut P. Jika interaksi
ini tidak ada, maka keadaannya sama saja dengan akar lain yang tidak bermikoriza,
karena merekapun mampu memanfaatkan P yang telah dilepaskan oleh
mikroorganisme pelarut P.
Infeksi Akar Pueraria javanica
Persentase infeksi pada perlakuan CMA (Tabel 2) sangat nyata (P<0,01) lebih
tinggi dibanding perlakuan kombinasi, perlakuan mulsa C.odorata 6% dan kontrol.
Infeksi akar yang tinggi pada perlakuan CMA, menunjukkan bahwa CMA lebih aktif
berkembang pada kondisi tanah atau tanaman yang kahat P. Pada perlakuan
kombinasi persentase infeksi akar lebih rendah dari perlakuan CMA. Hal ini diduga
pemberian mulsa C. odorata dapat meningkatkan P tersedia di dalam tanah sehingga
dapat menurunkan aktivitas CMA pada akar. Menurut Buntan et al., (1997)
perubahan dalam kesuburan tanah sehubungan dengan pemberian bahan organik
dapat mempengaruhi aktivitas mikoriza. Persentase panjang akar yang terinfeksi oleh
CMA berkurang dengan penambahan P dalam tanah.
Menurut Gunawan (1993) beberapa faktor lingkungan dan edafik dapat
mempengaruhi perkembangan infeksi CMA dalam sistem perakaran. Satu faktor
yang paling penting dalam pengendalian infeksi ialah fosfor tanah dan tanaman.
Konsentrasi P didalam tanaman mengontrol tingkat kolonisasi dan sporulasi CMA.
Hal ini berhubungan dengan eksudasi akar. Eksudat akar diproduksi lebih banyak
pada perlakuan dengan takaran P yang rendah. Besarnya eksudasi berkorelasi dengan
penurunan fosfolipid dan penambahan permeabilitas membran akar. Kolonisasi akar
oleh CMA dihambat oleh kandungan P yang tinggi karena pada keadaan ini terjadi
penurunan eksudasi akar. Pada nutrisi P yang rendah, permeabilitas membran sel
akar meningkatkan terjadinya perombakan hasil metabolisme yang memacu
pertumbuhan cendawan mikoriza selama sebelum dan sesudah infeksi. Kemudian
infeksi ini menyebabkan keadaan nutrisi P akar menjadi lebih baik sehingga
kehilangan hasil proses metabolisme menurun. Eksudasi gula tereduksi dari tanaman
bermikoriza meningkat sehingga pembentukan mikoriza meningkat.
Persentase infeksi akar yang rendah terdapat pada perlakuan pemulsaan C.
odorata 6% dan perlakuan kontrol. Terdapatnya infeksi akar pada kedua perlakuan
tersebut mungkin karena adanya cendawan mikoriza endogen yang bukan berasal
dari inokulum.
Jumlah Spora
Pembentukan spora merupakan salah satu cara perkembangbiakan CMA.
Spora dan akar yang sudah dikolonisasi CMA merupakan sumber inokulum untuk
mengkolonisasi sistem perakaran baru. Berdasarkan hasil uji lanjut, rataan jumlah
spora pada perlakuan CMA sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dari perlakuan
kombinasi, perlakuan mulsa C. odorata 6% dan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
kolonisasi akar oleh CMA dan sporulasi yang maksimum terjadi pada lahan – lahan
dengan kesuburan tanah yang rendah.
Menurut Gunawan (1993) kolonisasi akar dan produksi spora oleh CMA
dipengaruhi oleh cendawannya sendiri, lingkungan dan inang. Faktor- faktor yang
yang merangsang atau menghambat kolonisasi kemungkinan juga merangsang atau
menghambat sporulasi. Lahan yang ditumbuhi semak mengandung spora dalam
jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang dibudidayakan. Pada lahan
yang dibudidayakan terjadi pergantian antara pertumbuhan akar dan masa kering
yang dapat merangsang sporulasi. Sedangkan pada lahan yang ditumbuhi semak,
karena sepanjang tahun kandungan airnya cukup untuk pertumbuhan akar maka
CMA tidak perlu mempertahankan diri dengan membentuk spora. Faktor tersebut
yang mungkin berpengaruh terhadap pembentukan spora pada perlakuan kombinasi.
Permukaan tanah yang tertutup mulsa mengurangi laju evaporasi yang menyebabkan
kandungan air dalam tanah tidak banyak berkurang sehingga pembentukan spora
sedikit. Hasil pengamatan identifikasi spora berdasarkan morfologi spora tidak
ditemukan spesies baru. Jenis spora yang ditemukan termasuk kedalam spesies
Gigaspora margarita, Glomus manihotis, Glomus etinocatum dan Aclauspora sp.
(1) (2) (3) (4) (5)
Gambar 3. Spora Cendawan Mikoriza Arbuskula
Mycofer (1), Gigaspora margarita (2), Glomus manihotis (3),Glomus etinocatum(4),
Aclauspora sp (5)
Secara umum dapat didiskusikan bahwa pada perlakuan kombinasi, rataan
berat kering tajuk pada panen I lebih tinggi dari panen II. Meskipun pada panen II
retaan berat kering tajuk lebih rendah, perlakuan kombinasi menghasilkan berat
kering akar yang sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dan serapan P yang nyata
(P<0.05) lebih tinggi dari perlakuan mikoriza saja dan kontrol, tetapi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan C. odorata saja. Perakaran yang banyak pada perlakuan
kombinasi menunjukkan bahwa akar sangat diperlukan untuk mikoriza.
Perkembangan akar ini difasilitasi oleh ketersediaan substrat dari C. odorata, dan
dimanfaatkan oleh mikoriza sebagai inang dalam menjalankan aktivitasnya sebagai
penambat P. Namun pada perlakuan kombinasi, tingginya nilai rataan berat akar
tidak diimbangi dengan pembentukan tajuk yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
kombinasi keduanya tidak menunjukkan penyerapan nutrien yang efisien untuk
membentuk biomasa tajuk. Hal ini juga terbukti dengan nilai serapan P yang tidak
berbeda antara C. odorata yang diberikan secara tunggal dengan perlakuan
kombinasi. Sebaliknya pemberian CMA saja tidak memberikan peningkatan terhadap
penambahan akar yang berakibat kurang berkembangnya produksi biomasa tajuk.
Meskipun tingkat infeksi akar tinggi dan jumlah spora yang tinggi pada perlakuan
CMA, namun tidak mampu meningkatkan produksi biomasa tajuk, berat kering akar
dan serapan P yang berarti, karena kebutuhan dasar mikoriza berupa substrat tidak
terpenuhi. Hal yang berbeda terjadi pada pemberian C. odorata yang dapat
mengundang mikroba tanah untuk proses mineralisasi nutrien organik dari substrat
yang ditambahkan.
Penambahan bahan organik berupa mulsa C. odorata yang kemudian
terdekomposisi dan melepaskan P tersedia, serta adanya inokulasi CMA pada akar
meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara terutama unsur P
sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman lebih tinggi. Meningkatnya serapan P
akan mampu meningkatkan produksi tanaman karena P diperlukan dalam proses
fotosintesis. Meningkatnya proses fotosintesis dapat menghasilkan fotosintat yang
lebih tinggi, yeng pada akhirnya dapat meningkatkan produksi bobot kering akar dan
tajuk. Menurut Gunawan (1993) peningkatan serapan P oleh tanaman bermikoriza
sebagian besar karena hifa eksternal dari cendawan mikoriza yang berperan sebagai
sistem perakaran. Hifa eksternal ini menyediakan permukaan yang lebih efektif
dalam menyerap hara dari tanah yang kemudian dipindahkan ke akar inang.
Mineral P terdapat di dalam tubuh ternak kurang lebih 1% dari bobot badan
dan 80 % dari jumlah yang ada ditemukan pada tulang. Mineral P memainkan
peranan penting dalam berbagai reaksi metabolisme, antara lain : 1) esensial untuk
pembentukan tulang, 2) penting dalam perkembangan gigi, 3) esensial untuk
pembentukan jaringan otot dan pembentukan telur, 4) esensial untuk sekresi susu, 5)
dibutuhkan dalam aktivitas mikroorganisme dalam pencernaan, 6) merupakan
komponen asam nukleat, 7) berperan dalam keseimbangan asam-basa, 8) berperan
dalam metabolisme energi, protein dan lemak, 9) merupakan komponen dan
aktivator dari berbagai enzim.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perlakuan kombinasi mulsa C. odorata 6% dan CMA memberikan hasil
terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman Pueraria javanica
antara lain dengan meningkatkan tinggi vertikal tanaman, berat kering tajuk, dan
berat kering akar. Perlakuan mulsa C. odorata 6% juga dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi yaitu dengan meningkatkan tinggi vertikal tanaman, dan
berat kering tajuk. Infeksi akar dan spora mikoriza akan tinggi jika tidak terdapat
substrat bahan organik yang berasal dari mulsa. Serapan P yang meningkat akan
meningkatkan produksi tanaman.
Saran
Perlu dilakukan penelitian dalam skala lapang dan dalam waktu yang lebih
lama untuk mengidentifikasi tingkat ketersediaan unsur hara P dalam tanah.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Aplikasi Mulsa Chromolaena odorata dan Cendawan Mikoriza
Arbuskula pada Tanah Latosol untuk Pertumbuhan dan Produksi Pueraria
javanica.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayah dan Ibu yang telah memberi
kasih sayang dan dukungan materiil kepada penulis. Kepada Dr. Ir. Panca Dewi
MHKS, MS dan Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr selaku dosen pembimbing, penulis
mengucapkan terimakasih atas pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan
penelitian hingga penulisan skripsi ini. Kepada Ir. Suhut Simamora, MS dan Dr. Ir.
Toto Toharmat, MAgr.Sc selaku dosen penguji sidang, Ir. Ignatius Kismono, MS
selaku penguji seminar, penulis mengucapkan terimakasih atas saran yang diberikan
untuk perbaikan skripsi ini.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan atas bantuan, dukungan dan
kebersamaan kepada rekan-rekan sepenelitian (Rina, Ida, Wanda, Nila), Staf Lab.
Agrostologi Fapet, sahabat-sahabat (Ani, Nunik,Yuliana, Butet, Edo), teman-teman
INMT 38 dan keluarga Radar 507.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, L. 2002. P-Mineralization and immobilization as a result of use of fallow vegetation biomass in a slash and mulch system. Disertasi. Cuvillier Verlag, Gottingen.
Ambika, S. R. 1996. Ecological Adaptation of Chromolaena odorata (L.) King and Robinson. Proceedings : 4th International Workshop.
http://www.cpitt.uq.au/chromolaena/fourth/ambika1.htm. [10 Februari 2005]
Buckman, H.O. and N.C. Brady. 1990. The Nature and Properties of Soils. Macmillan Publishing Co Inc. New York.
Buntan, A., S. Bachrein, M. Rauf, Soenartiningsih dan Suarni. 1997. Interaksi P dan karbohidrat terhadap pembentukan kolonialisasi Mikoriza Vesikula- Arbuskula (MVA) pada tanaman jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.
Ervayenri. 1998. Studi keanekaragaman dan potensi inokulum cendawan mikoriza arbuskula (CMA) di lahan gambut. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fakuara, M.Y. 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaan dalam Praktek. Pusat antar Universitas. Lembaga Sumberdaya Informasi-Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fitria, H.S.N. 2004. Manfaat gulma Chromolaena odorata sebagai bahan mulsa terhadap perkembangan populasi endomikoriza pada beberapa jenis leguminosa. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fox, T.R., N.B. Comerford, and W.W. Mc. Fee. 1990. Kinetic of phosphorus release from spodosol; Effects of oxalate and formate. Soil Sci.Soc.Amj 54: 1441- 1447.
Gederman, J.W. and T.H. Nicholson. 1963. Spores of mycorryzal endogene species extracted from soil by west seiving and decanting. The British Mycological Society 46: 235-224.
Gunawan, A. W. 1993. Mikoriza Arbuskula. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hardjowigeno, S. 1993. Ilmu Tanah. PT Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Islami, T. Dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.
Karti, P.D.M.H. 2003. Respon morfofisiologi rumput toleran dan peka aluminium terhadap penambahan mikroorganisme dan pembenah tanah. Disertasi. Program Pascasarjana. Ins titut Pertanian Bogor, Bogor.
Kustiati. 2003. Dinamika fosfor pada sistem produksi tanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang ditanam pada tanah latosol dengan penambahan mulsa Chromolaena odorata. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Koske, R. E. And N. J. Gemma. 1989. A modified procedure for staining roots to detect vesicular arbuscular mycorrhizas. Mycol. Res. 92:486-505.
Mannetje, L. and R. M. Jones. 2000. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara No. 4. Pakan. PT Balai Pustaka Jakarta bekerjasama dengan Prosea Indonesia, Bogor.
Nurlatifah, L. 2004. Aplikasi mulsa Chromolaena odorata pada leguminosa pakan untuk memperbaiki pertumbuhan, produksi dan penambatan nitrogen. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Penas, E. J. And D. H. Sander. 1993. Using phosphorus fertilizers effectively.
http://www.ianr.unl.edu/pubs/soil/9601.htm [10 Februari 2005]
Prawiro, T. N. 1999. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dewaruci Press, Jakarta.
Rao, S.N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1981. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE, Yogyakarta
Schenk, N.C. and Yvonne Perez. 1990. Manua l for Identification of VA Micorrhizal Fungi. Synergistic Publications. Florida, USA.
Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sinukaban, N., Sudarmo, dan K. Murtilaksono. 1991. Pengaruh penggunaan mulsa dan pengolahan tanah terhadap erosi, aliran permukaan, dan selektivitas erosi pada latosol coklat kemerahan Darmaga. J. Ilmu Pertanian Indonesia. 1 (1): 14-19.
Sipayung, A., Desmier de Chenon dan Sudharto Ps. 1990. Observations on Chromolaena odorata (L.) R. M. King and Robinson in Indonesia. Contens: 2nd International Workshop.
http://www.cpitt.uq.edu.au/chromolaena/2/2sipay.htm. [ 1 Maret 2005]
Skerman, P.J. 1977. Tropical Forage Legumes. Food and Agriculture Organization of United Nations. Rome.
Soedyanto, R.R.M., Sianipar, Ari S., dan Hardjanto. 1981. Bercocok Tanam Jilid II. CV. Yasaguna, Jakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soerjani, M. 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tjitrosoedirdjo, S., S.S Tjitrosoedirdjo and R.C. Maly. 1990. The status of Chromolaena odorata (L.) R. M. King and H. Robinson in Indonesia.
http://www.cpitt.uq.edu.au/chromolaena/2/2umaly.html. [11 Februari 2005]
Yusniani, S., A. Niswati, S.G. Nugroho, K. Muludi, dan A. Irawati. 1999. Pengaruh inokulasi Mikoriza Vesikular Arbuskula r terhadap produksi jagung yang mengalami kekeringan sesaa pada fase vegetatif dan generatif. J. Tanah Trop. 9: 1-6.
Zokufika, I.E. 2002. Alien invader plants.
http://www.geocities.com/wessaliens/species/species.htm-55k.[11Februari 2005]
Lampiran 1. Analisis Ragam Tinggi Vertikal Pueraria javanica
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Kelompok 9 28328,4 3147,6 1,05 2,96 4,60 Perlakuan 3 52900,8 17633,6 5,90** Eror 27 80680,9 2988,2 Total 39 161910,2
Lampiran 2. Analisis Ragam Berat Kering Tajuk Pueraria javanica (panen I)
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Kelompok 9 156,9 17,4 0,77 2,96 4,60 Perlakuan 3 2279,1 759,7 33,45** Eror 27 613,2 22,7 Total 39 3049,2
Lampiran 3. Analisis Ragam Berat Kering Tajuk Pueraria javanica(panen II)
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Kelompok 9 75,2 8,4 0,66 2,96 4,60 Perlakuan 3 1524,1 508,0 40,22** Eror 27 341,1 12,6 Total 39 1940,3
Lampiran 4. Analisis Ragam Berat Kering Akar Pueraria javanica
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Kelompok 9 1603,7 178,2 0,66 2,96 4,60 Perlakuan 3 5544,8 1848,3 6,84** Eror 27 7291,7 270,1 Total 39 14440,2
Lampiran 5. Analisis Ragam Infeksi Akar Pueraria javanica
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Kelompok 9 1402,5 155,8 0,7 2,96 4,60 Perlakuan 3 1894,8 631,6 28,4** Eror 27 6007,5 222,5 Total 39 26357,6
Lampiran 6. Analisis Ragam Jumlah Spora
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Kelompok 9 18249 2027,7 0,6 2,96 4,60 Perlakuan 3 289496,6 96498,9 28,6**
Eror 27 90951,6 3368,6 Total 39 398697,5
Lampiran 7. Analisis Ragam Serapan P
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Kelompok 2 1,4552 0,727 1,86 4,76 9,78 Perlakuan 3 5,9148 1,971 5,04*
Eror 6 2,347 0,391 Total 11 9,717 Lampiran 8. Analisis Ragam Rasio Tajuk-Akar
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Kelompok 9 4,8 0,5 0,9 2,96 4,60 Perlakuan 3 1,9 0,6 1,1
Eror 27 15,2 0,6 Total 39 21,9 Lampiran 9. Uji Lanjut Duncan Tinggi Vertikal Pueraria javanica Duncan Grouping Mean N PERLK A 190,80 10 C3 A 188,47 10 C1 B 119,40 10 C2 B 114,60 10 C0 Lampiran 10. Uji Lanjut Duncan Berat Kering Tajuk I Duncan Grouping Mean N PERLK A 22,367 10 C3 B 16,789 10 C1 C 6,179 10 C2 C 3,996 10 C0 Lampiran 11. Uji Lanjut Duncan Berat Kering Tajuk II Duncan Grouping Mean N PERLK A 27,667 10 C1 B 23,140 10 C3 C 14,250 10 C2 C 12,799 10 C0
Lampiran 12. Uji Lanjut Duncan Berat Kering Akar Duncan Grouping Mean N PERLK A 43,700 10 C3 B 25,834 10 C1 B 18,914 10 C2 B 12,072 10 C0 Lampiran 13. Uji Lanjut Duncan Serapan P Duncan Grouping Mean N PERLK a 10,213 3 C3 a 8,047 3 C1 b 2,585 3 C2 b 2,465 3 c0 Lampiran 14. Uji Lanjut Duncan Infeksi Akar Duncan Grouping Mean N PERLK A 81 10 C2 B 48 10 C3 C 27 10 C0 C 20 10 C1 Lampiran 15. Uji Lanjut Duncan Jumlah Spora Duncan Grouping Mean N PERLK A 198,10 10 C2 B 132,70 10 C3 C 6,90 10 C0 C 5,40 10 C1
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................ ii
ABSTRACT ................................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................... 1 Perumusan Masalah.............................................................................. 2 Tujuan .................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA
Mulsa ................................................................................................... 3 Chromolaena odorata ......................................................................... 3 Cendawan Mikoriza Arbuskula ........................................................... 5 Tanah Latosol ...................................................................................... 6 Fosfor tanah ......................................................................................... 7 Pueraria javanica ............................................................................... 8
METODE
Lokasi dan Waktu ................................................................................ 9 Materi ................................................................................................... 9 Rancangan Percobaan .......................................................................... 9
Perlakuan ................................................................................. 9 Peubah ..................................................................................... 10
Prosedur Penelitian............................................................................... 10 Persiapan Media Tanam ........................................................... 10 Pemulsaan ................................................................................. 10 Penyemaian dan Penanaman Pueraria javanica ...................... 10 Inokulasi CMA ......................................................................... 11 Pemeliharaan ............................................................................ 11 Tahap Analisis Peubah ............................................................. 11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi Vertikal Pueraria javanica ...................................................... 15 Berat Kering Tajuk Pueraria javanica ................................................ 16 Berat Kering Akar Pueraria javanica ................................................. 17 Rasio Tajuk-Akar ................................................................................ 17
Serapan P Pueraria javanica ............................................................... 18 Infeksi Akar Pueraria javanica ........................................................... 19 Jumlah Spora ....................................................................................... 20
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .......................................................................................... 23 Saran .................................................................................................... 23
UCAPAN TERIMAKASIH ......................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 25
LAMPIRAN ................................................................................................... 28
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Hasil Analisa Tanah ............................................................................. 13
2. Hasil Analisis Ragam Setiap Peubah Berdasar Uji Lanjut Duncan ..... 14
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Chromolaena odorata (L.) Kings and Robinson ..................................... 4
2. Pueraria javanica .................................................................................... 8
3. Spora Cendawan Mikoriza Arbuskula ..................................................... 21
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Analisis Ragam Pertambahan Tinggi Vertikal Pueraria javanica ........ 29
2. Analisis Ragam Berat Kering Tajuk Pueraria javanica (panen I) ........ 29
3. Analisis Ragam Berat Kering Tajuk Pueraria javanica (panen II) ...... 29
4. Analisis Ragam Berat Kering Akar Pueraria javanica ........................ 29
5. Analisis Ragam Infeksi Akar Pueraria javanica ................................. 29
6. Analisis Ragam Jumlah Spora ................................................................ 29
7. Analisis Ragam Serapan P...................................................................... 30
8. Analisis Ragam Rasio Tajuk-Akar ......................................................... 30
9. Uji Lanjut Duncan Tinggi Vertikal Pueraria javanica ........................... 30
10. Uji Lanjut Duncan Berat Kering Tajuk I ............................................... 30
11. Uji Lanjut Duncan Berat Kering Tajuk II .............................................. 30
12. Uji Lanjut Duncan Berat Kering Akar ................................................... 31
13. Uji Lanjut Duncan Serapan P ................................................................. 31
14. Uji Lanjut Duncan Infeksi Akar ............................................................. 31
15. Uji Lanjut Duncan Jumlah Spora ........................................................... 31
APLIKASI MULSA Chromolaena odorata (L.) Kings and Robinson DAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA TANAH
LATOSOL UNTUK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI Pueraria javanica
Oleh
NIKEN DYAH WARDHANI
D24101083
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 22 Agustus 2006
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Panca Dewi MHKS, MS Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP. 131 672 157 NIP. 131 955 531
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur. Sc NIP. 131 624 188