Obstruksi Saluran Nafas Atas
-
Upload
syukur1991 -
Category
Documents
-
view
52 -
download
0
description
Transcript of Obstruksi Saluran Nafas Atas
Obstruksi Saluran Nafas Atas / upper respiratory track obstruction
DEFENISI
Obstruksi saluran nafas atas adalah sumbatan pada saluran nafas yang bisa berlokasi di
trakea, laring atau faring.
ANATOMI
Secara anatomi saluran nafas atas terdiri atas faring dan rongga hidung, akan tetapi
secara fungsional laring dan trachea bisa dimasukkan dan rongga mulut menjadi jalur
alternatif pernafasan. Hidung adalah bangunan berbentuk piramida yang terdiri dari
tulang dan kartilago yang berikatan ke tengkorak dan dibagi oleh septum ditengahnya
menjadi dua rongga hidung. Hidung berfungsi sebagai pemanas dan pelembab gas yang
dihirup, resonator suara dan tempat reseptor penciuman. Sinus paranasal bermuara ke
rongga hidung. Bagian belakang mulut terbuka ke orofaring dan membentuk pintu
masuk ke saluran cerna dan juga merupakan jalur alternatif lewatnya udara. Juga terlibat
dalam proses bicara. Intubasi orotracheal dapat digunakan sebagai alternatif dari
intubasi nasal ketika dibutuhkan. Akan tetapi variasi dari anatomi jalan nafas atas dapat
menyulitkan teknik ini.
Faring adalah tabung fibromuskular berbentuk U yang merupakan perluasan dari dasar
tengkorak hingga ke kartilago cricoid di pintu masuk ke esophagus. Di anterior ia terbuka
ke rongga hidung melalui koana ke rongga mulut melalui ismus orofaring dan laring serta
osofagus di bagian bawah, yang membaginya menjadi naso-, oro-, dan laryngopharynx,
berurutan. pharynx membentuk suatu saluran aerodigestive dan terlibat erat dengan
proses menelan. Panjangnya pada orang dewasa kira-kira 14 cm dibagian posterior.
Faring mendapat suplai darah dari berbagai sumber yang ekstensif. Yang utama beral
dari arteri carotis eksterna serta cabang dari arteri maksila interna yakni cabang palatina
superior.
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dan kripta didalamnya. Terdapat tiga tonsil yaitu tonsil faring (adenoid), tonsil palatina
dan tonsil lingual yang ketiganya membentuk cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasa
disebut tonsil saja (amandel) terletak di fossa tonsilaris. hiperplasia dari tonsil ini bisa
menimbulkan sumbatan pada jalan nafas.
Ruang retrofaring terdapat pada bagian posterior dari faring, yang dibatasi
oleh :
· anterior : fasia bukkofaringeal ( divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda)
yang mengelilingi faring, trakea, esofagus dan tiroid
· posterior : divisi alar lapisan profunda fasia servikalis profunda
· lateral : selubung karotis ( carotid sheath ) dan daerah parafaring.
Daerah ini meluas mulai dari dasar tengkorak sampai ke mediastinum setinggi bifurkasio
trakea ( vertebra torakal I atau II ) dimana divisi viscera dan alar bersatu.
Daerah retrofaring terbagi menjadi 2 daerah yang terpisah di bagian lateral oleh aliran
limfe dari rongga hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustakius dan telinga
tengah. Daerah ini disebut juga dengan ruang retroviscera, retroesofagus dan ruang
viscera posterior. Selain itu juga dijumpai daerah potensial lainnya di leher yaitu :
· danger space : dibatasi oleh divisi alar pada bagian anterior dan divisi prevertebra pada
bagian posterior ( tepat di belakang ruang retrofaring ).
· prevertebral space : dibatasi oleh divisi prevertebra pada bagian anterior dan korpus
vertebra pada bagian posterior ( tepat di belakang danger space ). Ruang ini berjalan
sepanjang kollumna vertebralis dan merupakan jalur penyebaran infeksi leher dalam ke
daerah koksigeus midline raphe . Tiap – tiap bagian mengandung 2 – 5 buah kelenjar
limfe retrofaring yang biasanya menghilang setelah berumur 4 – 5 tahun.
Laring merupakan bagian terbawah saluran nafas atas dan memiliki bentuk yang
menyerupai limas segitiga yang terpancung. Batas atas laring berupa aditus laring dan
batas bawah berupa batas kaudal kartilago krikoid. Batas depannya adalah permukaan
belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua
belah lamina kartilago krikoid.
Laring laki-laki dewasa terletak setinggi vertebra servikalis 3-6. Pada anak dan wanita
sedikit lebih tinggi. Laring dibagi atas tiga bagian yaitu : supra glotis, glotis, dan
subglotis. Supra glotis meluas dari puncak epiglotis sampai ke ventrikel laring. Glotis
melibatkan pita sura sampai 5-7 mm dibawah ligamentum vokale, sedangkan subglotis
dari bagian inferior glotis ke pinggir inferior kartilago krikoid. Laring dibentuk oleh
sebuah tulang dibagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan dan
diikat satu sama lain oleh otot-otot intrinsik dan ekstrinsik.
Tulang dan tulang rawan
1. Tulang hioid
Tulang hioid terletak paling atas berbentuk huruf U dan dengan mudah dapat diraba
pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian
belakang dan prosesus brevis kearah atas bagian depan.
2. Tulang rawan tiroid
Merupakan tulang rawan laring yang terbesar. Terdiri dari dua lamina yang bersatu
dibagian depan mengembang kearah belakang. Pada bagian atas terdapat celah yang
memisahkan kedua lamina yang disebut dengan “Thyroid Notch”
3. Tulang rawan krikoid.
Terletak dibawah tulang rawan tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari
laring. Bagian depan meyempit dan bagian belakang melebar, dan membentuk sebagian
besar dinding belakang laring.
4. Tulang rawan epiglotis
Merupakan tulang rawan yang berbentuk pipih seperti daun dan terdiri dari jaringan
tulang rawan fibroelastik.
5. Tulang rawan aritenoid.
Berbentuk piramid bersisi tiga tidak teratur. Di bagian dasar tulang rawan ini membentuk
persendian dengan bagian atas belakang krikoid.
6. Tulang rawan kornikulata dan kuneiformis
Tulang rawan ini terdiri dari komponen elastik. Tulang rawan kornikulata bersendi
dengan permukaan datar apeks tulang rawan aritenoid. Tulang rawan kuneiformis
bersendi dengan tulang rawan kornikulata dan kedua tulang rawan ini akan membentuk
tonjolan pada tiap sisi posterior rima glotis.
PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI
Obstruksi sering terjadi pada daerah yang secara anatomis menyempit, seperti
hipofaring pada dasar lidah dan pada pita suara di laring. Tempat obstruksi jalan nafas
dapat di supraglotis intraglotis dan infraglotis. Juga bisa dibagi menjadi bagian intra
thorak dan ekstrathorak yang berbeda selama inspirasi dan ekspirasi.
Saluran nafas intra thorak melebar selama inspirasi dan karena tekanan negatif dari
intrapleural. Tekanan positif di intrapleural selama ekspirasi menyebabkan penekanan
dan penyempitan
Penyebab fungsional
· Depresi saraf pusat
· Abnormalitas system saraf perifer dan gangguan neuromuskular
v parese nervus laryngeus recurrent (pasca operasi, inflamasi, infiltrasi tumor,
v obstructive sleep apnoea
v Laryngospasm
v myasthenia gravis
v Guillain-Barre polyneuritis
v hipokalsemia (menyebabkan spasme pita suara).
v tetanus
Penyebab mekanis
v aspirasi benda asing
Infeksi
v epiglottitis
v supraglottitis
v sellulitis atau abses retrofaring
v Abses parafaring
v Angina Ludwig
v diphtheria
v bacterial tracheitis
v laryngotracheobronchitis
oedema laring
v alergi
v angioedema herediter
perdarahan dan haematoma
v paska operasi
v terapi anticoagulan
v koagulopati
Trauma
v Facial injury ( fraktur mandibula dan maxila)
v Acute laryngeal injury
v Laryngeal stenosis
v Luka bakar pada saluran nafas
Neoplasma
v karsinoma pharyng, laring dan tracheobronchial
v polyposis pita suara
kongenital
v vascular rings
v laryngeal webs, laryngocoele
v atresia coana bilateral
penyebab lainnya
v crico-arytenoid arthritis
v achalasia oesophagus
v myxoedema
GEJALA KLINIS
Bahkan sebelum riwayat pasien didapat, pemeriksaan fisik sangat penting dilakukan
untuk menilai keparahan sumbatan jalan nafas. Pasien akan mengunakan otot nafas
tambahan seperti sternocleidomastoideus pada semua kasus sumbatan jalan nafas.
Gejala sangat bergantung dari penyebab sumbatan, tetapi beberapa gejala sama pada
semua kasus obstruksi.
Dyspnea
Stridor
Inspiratory – biasanya obstruksi supraglottic akan terhisap ke glottis dengan inspirasi
Expiratory – biasanya obstruksi subglottic akan terdorong ke glottis selama ekspirasi
Biphasic – keduanya diatas atau suatu lesi yang terisolasi di glottis seperti edema
Perubahan suara
nyeri
batuk
penurunan atau hilang suara nafas
perdarahan
gelisah
tercekik
megap-megap ( haus akan udara)
Wheezing, atau suara pernafasan yang tidak biasa yang menunjukkan kesulitan bernafas
Agitasi
Panik
Sianosis
Penurunan kesadaran/tidak sadarkan diri
sumbatan jalan nafas dapat total atau parsial
sumbatan total:
Pasien tak bisa bernafas, berbicara atau batuk dan dan akan memegang tenggorokan
diantara jempol dan telunjuk, panik dan gelisah. Usaha yang keras untuk bernafas
dengan retraksi interkostal dan supraklavikula. Pemeriksaan fisik menunjukkan
penurunan suara pernafasan nadi dan tekanan darah meningkat, pasien akan segera
sianosis, kelilangan kesadaran, bradikardi dan hipotensi dan akhirnya henti jantung.
Kematian terjadi bila sumbatan tidak teratasi dalam 2-5 menit.
sumbatan jalan nafas tak lengkap:
pasien dalam keadaan stabil atau perburukan yang progressif, tanda dan gejala mungkin
ringan tetapi memburuk saat batuk, mengorok saat inspirasi, disfonia, afonia, tesedak,
sesak karena sumbatan, batuk yang lemah, respiratory distress dan tanda-tanda
hypoxaemia dan hypercarbia seperti kecemasan, bingung, letargi, sianosis bisa muncul
sebagai perburukan . Usaha inspirasi yang kuat untuk melawan sumbatan dapat
menimbulkan ekimosis. Sumbatan jalan nafas parsial yang memburuk harus ditangani
secara cepat dan segera dilakukan persiapan terapi sebagaimana sumbatan jalan nafas
total.
PEMERIKSAAN KHUSUS
Laringoskopi dan bronkoskopi
Laringoskopi indirect pada pasien yang stabil dan kooperatif berguna untuk mendiagnosa
benda asing, massa retrofaring atau laring dan patologi glottis lainnya.
Flexible fibreoptic bronchoscopy atau laringoskopi berguna sebagai diagnosis dan
penetalaksanaan dari obstruksi saluran nafas atas. Keuntungannya dapat secara
langsung melihat anatomi dan fungsi saluran nafas atas dan membuat diagnosis yang
akurat, dapat dilakukan tdi unit gawat darurat tanpa memindahkan pasien dan sedikit
resiko obstruksi total, pasien dalam keadaan sadar dan nafas spontan, bila dilakukan
hati-hati tidak traumatic dan tidak memperburuk obstruksi. Kekurangannya yaitu
membutuhkan operator yang handal dan pasien yang kooperatif, sulit dilakukan bila
terdapat banyak darah dan sekret.
Laringoskopi direct dapat sebagai tindakan diagnosis dan terapetik. Benda asing, darah,
muntahan, dan sekresi dapat di sedot atau dikeluarkan dengan forsep. Intubasi
endotracheal dapat dilakukan dengan cepat dengan penglihatan langsung.
Kekurangannya adalah kebutuhan akan anastesi lokal yang baik dimana sering sulit
dilakukan pada keadaan emergensi. Prosedur yang traumatis dapat memperburuk
pembengkakan, perdarahan dan edema.
Pemeriksaan Radiografi
Foto polos leher AP dan lateral berguna untuk mendeteksi benda asing yang radiopaq,
massa retrofaring dan epiglottitis. Foto Lateral harus dilakukan saat inspirasi dengan
kepala hiperekstensi. CT scan dapat dilakukan pada pasien yang stabil dan untuk menilai
kartilago tiroid, krikoid dan aritenoid untuk menilai keadaan lumen saluran nafas.
PRINSIP DAN TEKNIK PENANGANAN SUMBATAN JALAN NAFAS
Manuver jalan nafas
Manuver sederhana dapat dilakukan untuk membuka jalan nafas seperti headtilt, chin
lift. Jaw thrust (triple airway manoeuver) digunakan bila metode lainnya gagal. Manuver
“Heimlich” efektif digunakan pada sumbatan jalan nafas total yang disebabkan oleh
benda asing. Oropharyngeal airway (guedel) atau nasopharyngeal airway akan berguna
pada pasien-pasien yang tidak sadar. Jika pasien tidak diintubasi segera, gunakan posisi
koma (semi-prone, kepala sedikit ditundukkan).
Intubasi Endotracheal
Direct laryngoscopy dan intubasi tracheal adalah metode yang digunakan pada pasien
yang apneu dan tidak sadar. Anastesi lokal yang baik sangatlah penting. Phenylephrine
(1-2%) atau kokain (2ml dalam larutan 5%) mengurangi perdarahan hidung. Suction
catheters (oro atau nasopharyngeal) akan memperbaiki angka keberhasilan dimana
“port suction” dapat digunakan untuk menyalurkan oksigen 100% dan juga menjaga
ujung bronkoskopi tetap bersih dari lendir.
Penanganan Operatif
Diindikasikan bila intubasi endotracheal tidak memungkinkan atau ada ketidakstabilan
tulang cervical
percutanous transtracheal jet ventilation
Menggunakan kateter intravena yang besar dimasukkan melalui membran cricothyroid.
Cepat sederhana, relative aman dan efektif pada situasi dimana pasien tidak bisa di
intubasi. Lebih cepat dari cricothyroidotomy atau trakeostomi
cricothyroidotomy
Diandalkan, aman dan mudah untuk membuat suatu jalan nafas emergensi. Merupakan
metode yang dipilih jika terjadi sumbatan total jalan nafas atas dan ekspirasi tidak bisa
dilakukan melelui glottis
Diameter internal minimum tube agar dapat terjadi pertukaran gas yang adequate
(menggunakan suplemen O2): pernafasan spontan 3mm; ventilasi dengan suatu bag
valve resuscitator 2.5mm
Diameter dari rongga cricothyroid adalah 9mm oleh karena itu tube berukuran lebih dari
8.5 tidak boleh digunakan untuk mencegah komplikasi seperti laryngeal fractur dan
kerusakan pita suara. Tube trakeostomi shiley no 4 memiliki diameter dalam 5mm dan
diameter luar 8.5 mm oleh karena itu ideal. Suatu tube endotrakheal standar 6-6,5 juga
bisa digunakan
v Teknik operasi
Leher pasien diekstensikan dan distabilkan, palpasi kartilago krikoid kira-kira 2-3 cm
dibawah tiroid. Dibuat suatu insisi horizontal sepanjang 1 cm sedikit diatas batas
superior krikoid (ini untuk menghindari pembuluh yang berjalan dibawah batas inferior
sama seperti pembuluh yang berada di intercostal) untuk mendapatkan membran
cricothyroid yang kemudian ditembus ditengahnya. Pisau harus diarahkan ke inferior
untuk mencegah trauma pita suara.hati-hati agar tidak menembus dinding posterior
laring yang bisa menembus oesofagus. Masukkan instrumen tumpul seperti gagang
pisau pada insisi dan putar perlahan untuk memperbesar insisi agar dapat dimasuki
kanula kecil
Komplikasi (seperti stenosis subglottic, fraktur tiroid, perdarahan dan pneumothorax)
jarang terjadi.
Tracheostomy
Trakeostomi dan trakeostomi adalah dua hal yang sering dilakukan untuk membuka
dinding anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat sementara. Trakeotomi
perdefenisi adalah suatu insisi yang dibuat pada trakea, sementara trakeostomi
merupakan tindakan membuat stoma agar udara dapat masuk keparu-paru dengan
memintas jalan nafas bagian atas. Stoma permanen setelah laringektomi yang dibuat
dengan menjahitkan kuit ke mukosa trakea disebut trekeostomi permanen.
Indikasi
Perkembangan antibiotik dibarengi kemajuan hebat dalam anastesi telah menjadikan
trakeostomi paling sering dilakukan sebagai prosedur elektif.
Untuk memintas obstruksi
Anomali Kongenital (seperti, laryngeal hypoplasia,)
Benda asing yang tidak bisa dikeluarkan dengan manuver Heimlich dan basic cardiac life
support (BCLS)
Kondisi patologis supraglottic atau glottis (seperti, infeksi, neoplasma, bilateral vocal
cord paralysis)
Trauma leher akibat cedera berat pada kartilago tiroid atau krikoid tulang hyoid atau
pembuluh darah besar.
emphysema subcutan
muncul di wajah leher
fraktur wajah yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas (misalnya fraktur
komminutif tulang wajah bagian tengah dan mandibula
Edema
Trauma
Luka bakar
Infeksi
Anafilaksis
Membuat rute jangka panjang untuk ventilasi mekanik jangka panjang pada kasus kasus
gagal nafas
Jalan untuk pulmonary toilet
Batuk Inadequat karena nyeri atau kelemahan
Aspirasi dan ketidakmampuan untuk menangani sekresi (tube dengan cuff membuat
tracea terlindungi dari esophagus dan isi refluxnya. Olehkarena itu intervensi ini bisa
mencegah aspirasi dan semua substansi aspirasi bisa dipindahkan.)
Profilaksis (seperti persiapan pada pembedahan luas di kepala dan leher)
Severe sleep apnea (gangguan nafas saat tidur yang berat) yang tidak bisa ditangani
dengan cara lain yang lebih ringan.
Jenis trakeostomi
1. Trakeostomi biasa
Trakeostomi pada penderita yang tidak sesak dan trakea mudah dicari, indikasinya:
v Tumor laring yang belum lanjut (belum sesak), persiapan biopsi.
v Tumor pangkal lidah/tonsil, persiapan radiasi atau operasi (untuk anestesi).
2. Trakeostomi sulit
Di sini trakea sulit teraba, dapat terjadi karena :
v Trakea letaknya "dalam", sulit dicapai; hal ini karena ada tumor koli.
v Kepala sulit ekstensi karena adanya tumor koli.
v Ada jaringan kelenjar tiroid besar di atasnya.
v Ada pembuluh vena besar karena bendungan disebabkan oleh tumor koli.
v Lubang operasi tidak konsisten di garis tengah, karena asisten memegang haak
(pengait) tidak di garis tengah secara konsisten.
v Insisi terlalu pendek, lapangan operasi sempit sehingga sulit meraba trakea.
v Trakea terdorong ke lateral karena terdesak oleh tumor koli.
v Trakea tak teraba karena ada sikatrik bekas trakeostomi dahulu.
3. Trakeostomi darurat
Darurat karena penderita sesak bahkan mungkin sudah sianosis; sesak karena lumen
sudah menutup jalan napas lebih dari 90%.
4. Trakeostomi darurat dan sulit
Kombinasi ini bisa terjadi yang sangat membahayakan jiwa penderita
Kontraindikasi
Tak ada kontraindikasi absolut untuk trakeostomi. Suatu kontraindikasi yang relatif kuat
untuk melakukannya adalah sumbatan yang diduga suatu karcinoma laring karena
manipulasi pada tumor harus dihindari karena hal tersebut meningkatkan insiden
rekurens
KEADAAN KLINIS YANG SERING DITEMUI
Epiglotitis akut
Epiglottitis akut atau laringitis supraglottika akut cukup banyak ditemukan pada anak-
anak kecil. Juga terdapat pada orang dewasa, tetapi dengan frekwensi yang lebih jarang.
Merupakan penyakit yang membahayakan jiwa bila tidak lekas diambil tindakan yang
cepat dan tepat, terutama pada anak-anak kecil. BECKER BL0EMKOLK dalam satu tahun
mendapatkan tiga kasus anak kecil (berumur 2, 3 dan 3. tahun) yang meninggal dengan
diagnosis yang salah atau tanpa dapat dibuat diagnosis klinis. Pada obduksi, didapatkan
epiglottitis acuta pada ketiga-tiganya. Frekwensi Lebih banyak terdapat pada laki-laki,
seperti tercermin pada penyelidikan BAXTER terhadap 103 kasus epiglottitis acuta pada
anak kecil yang terdapat selama 15 tahun (1951 — 1965) di Montreal Children ' s
Hospital.
Etiologi
Kausanya belum diketahui dengan jelas. Seperti pada lain-lain infeksi di faring, diduga
penyebab primernya adalah virus; kemudian ada infeksi sekunder, terutama oleh
Haemophilus influenzae type B. Juga bisa didapatkan streptococcus, staphylococcus,
pneumococcus dan kuman-kuman lain.
Laringitis akut
Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara (laring) karena terlalu banyak
digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan
yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membrane mukosa yang membentuk pintu
masuk dari batang tenggorok (trakea). Di dalam kotak suara terdapat pita suara-dua
bbuah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan.
Laryngitis akut biasanya karena terjadinya iritasi dan peradangan akibat virus, suara
serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih serius.
Laringitis akut pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis (common cold),
atau merupakan manifestasi dari radang saluran napas bagian atas. Pada anak, laringitis
akut dapat menimbulkan sumbatan jalan napas atas, sedangkan pada orang dewasa
tidak secepat pada anak, karena rimaglotis anak relatif lebih sempit dari orang dewasa.
Penyakit ini paling sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan radang
saluran napas bagian atas oleh karena bakteri Haemophilus influenzae, Staphylococcus,
Streptococcus atau Pneumococcus, Timbulnya penyakit ini sering dihubungkan denga
perubahan cuaca atau suhu, gizi yang kurang/malnutrisi, imunisasi yang tidak lengkap
dan pemakaian suara yang berlebihan. Pada laringitis akut terdapat gejala umum,
seperti demam, kelemahan (malaise), gejala rinofaringitis, batuk disertai farau sampai
tidak bersuara sama sekali (afoni). Gejala yang mula-mula timbul adalah, rasa kering
ditenggorokan, nyeri ketika menelan atau berbicara. Sering disertai batuk kering dan
lama kelamaan akan timbul batuk dengan dahak yang kental. Pada keadaan lanjut sering
menimbulkan gejala sumbatan jalan napas bagian atas sampai sianosis. Hal ini sering
terjadi pada anak.
Terapi bedah tergantung pada stadium sumbatan laring. Jackson membagi sumbatan
laring yang progressif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala :
Stadium I : retraksi tampak pada waktu inspirasi di supra sternal, stridor saat inspirasi
dan pasien masih tenang.
Stadium II : retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah
lagi dengan timbulnya retraksi di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor
terdengar pada saat inspirasi.
Stadium III : cukungan selain didaerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di
infraklavikula dan sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor pada saat inspirasi
dan ekspirasi.
Stadium IV : retraksi bertambah jelas disemua tempat seperti diatas, pasien sangat
gelisah, tampak ketakutan dan sianosis. Jika terus berlanjut dapat terjadi asfiksia dan
kematian
Tindakan konservatif seperti pemberian anti inflamasi, antibiotika, serta pemberian
oksigen intermitten dilakukan pada stadium I. Intubasi endotrakea dan trakeostomi
dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring stadium II dan III. Sedangkan pasien
dengan stadium empat dlakukan krikotirotomi.
Difteri
Organisme penyebab adalah srtain dari corynebacterium diphteriae, paling sering
menyerang faring. Keluhan awal ynag sering adalah nyeri tenggorokan, disamping itu
pasien mengeluh nausea , muntah dan disfagia. Pemeriksaan menunjukan membrane
yang khas terjadi di atas daerah tonsila dan meluas kedaerah yang berdekatan.
Perdarahan terjadi pada pengangkatan membrane.
Penanganan terdiri dari dua hal yaitu : 1. Penggunaan antitoksin spesifik; 2. Eleminasi
organisme dari orofaring.
Abses Retrofaring
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah
retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam ( deep
neck infection ). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari
proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke
kelenjar limfe retrofaring. Oleh karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur 4 – 5 tahun,
maka sebagian besar abses retrofaring terjadi pada anak-anak dan relatif jarang pada
orang dewasa.
Akhir – akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai . Hal ini disebabkan
penggunaan antibiotik yang luas terhadap infeksi saluran nafas atas. Pemeriksaan
mikrobiologi berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kuman sangat membantu dalam
pemilihan antibiotik yang tepat. Walaupun demikian, angka mortalitas dari komplikasi
yang timbul akibat abses retrofaring masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan
penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan. Penatalaksanaan abses
retrofaring dilakukan secara medikamentosa dan operatif
a. Aspirasi pus ( needle aspiration )
b. Insisi dan drainase :
· Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir. Pasien
diletakkan pada “posisi Trendelenburg”, dimana leher dalam keadaan hiperekstensi dan
kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada daerah yang paling
berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera diisap dengan alat penghisap
untuk menghindari aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri
untuk memudahkan evakuasi pus.
Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterior atau posterior : untuk
abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring. Pendekatan anterior dilakukan dengan
membuat
insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara
tulang hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk memperluas pandangan
sampai terlihat m. sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi pada batas anterior m.
sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem arteri bengkok, m.
sternokleidomastoideus dan selubung karotis disisihkan ke arah lateral. Setelah abses
terpapar dengan cunam tumpul abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisi
dapat diperluas dan selanjutnya dipasang drain ( Penrose drain ). Pendekatan posterior
dibuat dengan melakukan insisi pada batas posterior m. sternokleidomastoideus. Kepala
diputar ke arah yang berlawanan dari abses. Selanjutnya fasia dibelakang m.
sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan. Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan
dari belakang selubung karotis.
angina Ludwig
Merupakan infeksi pada dasar mulut. Massa inflamasi berkembang di celah antara lidah
dan otot serta fascia leher anterior. Jalan nafas supraglotis terjepit dan menjadi sempit.
Paling sering berasal dari infeksi gigi geligi. direct laryngoscopy sulit dilakukan karena
lidah sulit digeser kedepan. fibreoptic bronchoscopy atau insisi merupakan cara
penanganannya. Sebelum insisi dilakukan sebaiknya dilakukan persiapan untuk
trakeostomi karena dikhawatirkan terjadi kesulitan intrubasi
Cidera inhalasi
Sumbatan jalan nafas diakibatkan oleh edema supraglotic yang progressif yang biasanya
terjadi dalam 24 jam setelah inhalasi. Faktor resiko edema yang berat adalah luka bakar
yang luas (>30-45%), pasien-pasien dengan kondisi seperti ini harus segera diintubasi
Alergi
Manifestasi alergi dapat berupa lokal atau bagian dari reaksi anafilaksis. Pada edema
laring akut karena alergi, angioedema bibir dan supraglotis, glottis dan infraglotis dapat
menimbulkan sumbatan pada jalan nafas. Reaksi sistemik terdiri dari kombiasi antara
urtikaria, bronchospasme, syok, kolaps kardiovaskular dan nyeri perut. Penyebab alergi
yang sering adalah sengatan lebah, kerang-kerangan dan obat angiotensin converting
enzyme inhibitor
Pengobatan terdiri dari pembebasan jalan nafas segera dan pemberian oksigen, infus,
epinephrine, antihistamin dan steroid:
Oxygen
100%
Intravenous fluid replacement
Epinephrine (1:10 000) orEpinephrine (1:1000)
0.2-0.5 ml IV0.3 ml SC
Diphenhydramine
50 mg IV/IM
Methylprednislone orHydrocortisone
125 mg IV200 mg IV
Aminophylline
5.6 mg/kg over 30 min