OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ......

12
Mesin Waktu : menengok Kembali Si Pangeran Biru (hal. 4 ) OASE Maret 2008 # 3 Edisi Khusus Sejarah Budaya Sastra Buletin Himpunan Mahasiswa sejarah Topik utama : Merubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan(hal. 1 ) Resensi Buku : Rashomon dan Dunia Hitam-Putih (hal. 6 ) Kampus kita : Di sini Memang gitu... (hal. 9 ) Pengantar Redaksi Pada edisi khusus ini, Oase ingin menghadirkan suatu yang setahap lebih baik dari isi yang disuguhkan sebelumnya, tentu dengan perbaikan di sana-sini. Berusaha kembali untuk “nyastra” serta sedikit memberi perhatian pada budaya. Terlepas apakah semua itu berkualitas atau tidak, kami hanya berusaha menyuguhkan lagi ―ke sok tahuan kami” ke dalam media tulisan. Karena kami sadari bahwa tanpa dilandasi ―kesoktauan “ buletin Oase ini tidak akan pernah lahir di muka bumi ini. Edisi ini kami menampilkan tentang ―Merubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan‖, juga sedikit kembali ke masa lalu lewat ―Mengengok Kembali Si Pangeran Biru‖, tak ketinggalan kalender sejarah, resensi buku, dan melihat lebih dekat melalui rubrik ―Kampus Kita‖. Semoga bermanfaat Redaksi Buletin Oase Jur nalist ik Pemimpin Redaksi: Teguh V. Andrew | Editor: Bulky | Desain dan Layout: Rizky Adi Pratama : Rd. Laili Al Fadly | Muhammad N. Haq | Nopida Safrianti | Yandri Rama Putra Yenni Agustini Femmi Maulana | M. Aji Moerdani | Hary G B | Andheti : Arisa Prabowo | Iman Santoso | Yayang H S THANKS TO F R E E ! Create Your own analysis 4 TAHUN OASE UPDATED BY: BIMO ADRIAWAN a..k.a gommu CLICK-ABLE! KLIK GAMBAR DISAMPING UNTUK KEMBALI KE SINI. TERSEDIA DI SEMUA BAGIAN BAWAH HALAMAN

Transcript of OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ......

Page 1: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

Mesin Waktu : menengok Kembali Si Pangeran Biru (hal. 4 )

OASE

Maret ’2008 # 3

Edisi Khusus

Sejarah Budaya Sastra

Buletin

Himpunan Mahasiswa sejarah

Topik utama : Merubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan (hal. 1 )

Resensi Buku : Rashomon dan Dunia Hitam-Putih (hal. 6 )

Kampus kita : Di sini Memang gitu... (hal. 9 )

Pengantar Redaksi

Pada edisi khusus ini, Oase ingin menghadirkan suatu yang setahap lebih baik dari isi yang

disuguhkan sebelumnya, tentu dengan perbaikan di sana-sini. Berusaha kembali untuk

“nyastra” serta sedikit memberi perhatian pada budaya. Terlepas apakah semua itu

berkualitas atau tidak, kami hanya berusaha menyuguhkan lagi ―ke sok tahuan kami” ke dalam

media tulisan. Karena kami sadari bahwa tanpa dilandasi ―kesoktauan “ buletin Oase ini tidak

akan pernah lahir di muka bumi ini. Edisi ini kami menampilkan tentang ―Merubah Tradisi

Kultural Untuk Kemajuan‖, juga sedikit kembali ke masa lalu lewat ―Mengengok

Kembali Si Pangeran Biru‖, tak ketinggalan kalender sejarah, resensi buku, dan

melihat lebih dekat melalui rubrik ―Kampus Kita‖. Semoga bermanfaat

Redaks i Bulet in Oase

Jur nalis t ik

Pemimpin Redaksi: Teguh V. Andrew | Editor: Bulky | Desain dan Layout: Rizky Adi Pratama

:

Rd. Laili Al Fadly | Muhammad N. Haq | Nopida Safrianti | Yandri Rama Putra Yenni Agustini Femmi Maulana | M. Aji Moerdani | Hary G B | Andheti

: Arisa Prabowo | Iman Santoso | Yayang H STHANKS TO

FREE

!

Create

Your own

analysis

4 TAHUN

OASE UPDATED BY:

BIMO ADRIAWAN

a..k.a gommu

CLICK-ABLE!

KLIK GAMBAR DISAMPING UNTUK KEMBALI KE SINI.

TERSEDIA DI SEMUA BAGIAN BAWAH HALAMAN

Page 2: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH 1

Topi

k u

tam

a

Merubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan

Sudah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-

cita yang telah kita pancangkan di awal kemerdekaan, belum juga dapat dicapai. Ia masih

saja berupa angan-angan, sesuatu yang masih menggantung di langit malam. Lama kita

menunggu, sambil terus bertanya,” kapankah cita-cita itu tiba?” Apakah penantian ini tak akan

jadi seperti menunggu godot …?” Lalu, entah karena tak setia atau bosan menunggu, rasa

pesimis itu mulai merayap, mencengkram dan menggerogoti keyakinan pada cita-cita

bersama kita, hingga akhirnya yang tertinggal hanyalah ketakacuhan akut. Kini, apabila orang

lain menyinggung tentang cita-cita itu, wajah pesimis dan ketakacuhan itu muncul dalam

bentuk senyum mengejek.

Namun,dulu ada sebuah masa dimana dada kita masih penuh dengan bara semangat

dan binar mata optimis menatap sebuah cita-cita yang akan dituju. Waktu itu -tahun ’50-an,

setelah negara kita resmi menjadi NKRI dan menjadi bagian dari bangsa-bangsa yang

merdeka di dunia- sebuah jalan panjang terbentang dihadapan kita. Ia minta untuk dilalui dan

diisi. Maka, mulailah kita merajut rencana-rencana besar bagaimana mewujudkan cita-cita

tersebut. Dengan segera, kita membangun; sarana-sarana fisik, teknologi-teknologi ,sistem

pemerintahan, perekonomian dll.

Tatapi, sejalan dengan berlalunya waktu terlihat ada sesuatu yang keliru dengan

langkah yang kita ambil. Pembangunan yang kita jalani jadi terlalu memusatkan pada sesuatu

yang bersifat fisik dan lahiriah, sehingga kita gagal dalam menangkap apa yang sungguh-

sungguh esensial. Seakan-akan dengan transfer teknologi, penguatan perekonomian dan

demokrasi kita bisa secara cepat mengejar negara-negara maju dan mencapai cita-cita kita.

Kita lupa bahwa apa yang kita lihat pada kemajuan negara-negara barat –sebuah negara

yang dalam batas-batas tertentu kita jadikan sebagai model- dengan teknologinya,

perekonomiannya, politiknya, dan ilmu pengetahuannya, sebenarnya hanyalah sebuah

fenomena puncak gunung es dari sesuatu yang ada dibawahnya. Kita lupa bahwa apa yang

kita lihat sebagai keunggulan barat, sesungguhnya hanyalah buah dari proses panjang –

kadang getir dan berdarah- yang telah dijalani oleh perkembangan sejarahnya.

Proses panjang itu adalah revolusi kultural. Di sini ada

sebuah perubahan paradigma yang mendasar dan radikal pada pemahaman barat terhadap

konsepsi manusia dan alam semesta. Barat melengserkan Tuhan dan alam dari

singgasananya sebagai pusat makna –suatu paham yang menjadi ciri seluruh kebudayaan

tradisional-, untuk kemudian menggantikan posisi lowong tersebut dengan manusia; yang

teosentris berubah menjadi antroposentris. ”Manusia-lah ukuran segala-galanya,” ungkap

Protagoras. Dalam wadah seperti inilah, paham humanisme lahir, untuk kemudian dipertajam

oleh liberalisme di masa aufklarung. Humanisme dan liberalisme memberikan cara pandang

yang sama sekali baru. Paham-paham ini memberikan pemahaman dan keyakinan bahwa

manusia sendirilah yang bertanggung jawab terhadap kehidupannya. Tak ada kekuasaan takdir

disini. Hasilnya, terlepas dari sisi-sisi negatif yang kita tahu sekarang timbul dari paham-paham

diatas, humanisme dan leberalisme-lah yang membuat karakter masyarakat barat mandiri, tak

lagi tergantung pada alam, dinamis, juga kritis. Hal-hal inilah –ditambah dengan rasionalisme,

empirisme, penemuan logika induktif, penggabungannya dengan logika deduktif yang kemudian

menjadi standar bagi pengetahuan ilmiah- yang menjadi dasar bagi seluruh kemajuan barat

sekarang.

Kembali ke pembicaraan kita, hal inilah saya kira yang dilupakan dalam proyek

pembangunan kita. Kita lupa untuk merubah tradisi kultural masyarakat. Dunia yang kita diami

sejak awal abad ke-20 sampai sekarang adalah sebuah dunia yang sama sekali berbeda;

sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun. Ia menuntut

jawaban yang berlainan dengan jawaban yang sanggup diberikan oleh tradisi kita. Karena

kebudayaan dalam batas-batas tertentu pada hakikatnya adalah sebuah cara untuk

menanggapi. Sebuah respon terhadap beragam kebutuhan manusia dalam kaitannya dengan

kondisi lingkungan yang ditinggalinya, maka sedikit-banyak kita mesti berani menyesuaikan

kebudayaan kita agar dapat menjawab tantangan-tantangan berupa persoalan yang dilontarkan

oleh apa yang kita sebut sekarang sebagai dunia modern.

Memang, selalu ada kekhawatiran terhadap hilangnya sebuah identitas kita sebagai

bangsa. Namun, dalam hubungannya dengan kebudayaan modern, mau tak mau kita harus

melakukan sebuah kompromi, meskipun tindakan ini tak bisa dipungkiri mengandung resiko

Page 3: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH 2

Proses panjang itu adalah revolusi kultural. Di sini ada

sebuah perubahan paradigma yang mendasar dan radikal pada pemahaman barat terhadap

konsepsi manusia dan alam semesta. Barat melengserkan Tuhan dan alam dari

singgasananya sebagai pusat makna –suatu paham yang menjadi ciri seluruh kebudayaan

tradisional-, untuk kemudian menggantikan posisi lowong tersebut dengan manusia; yang

teosentris berubah menjadi antroposentris. ”Manusia-lah ukuran segala-galanya,” ungkap

Protagoras. Dalam wadah seperti inilah, paham humanisme lahir, untuk kemudian dipertajam

oleh liberalisme di masa aufklarung. Humanisme dan liberalisme memberikan cara pandang

yang sama sekali baru. Paham-paham ini memberikan pemahaman dan keyakinan bahwa

manusia sendirilah yang bertanggung jawab terhadap kehidupannya. Tak ada kekuasaan takdir

disini. Hasilnya, terlepas dari sisi-sisi negatif yang kita tahu sekarang timbul dari paham-paham

diatas, humanisme dan leberalisme-lah yang membuat karakter masyarakat barat mandiri, tak

lagi tergantung pada alam, dinamis, juga kritis. Hal-hal inilah –ditambah dengan rasionalisme,

empirisme, penemuan logika induktif, penggabungannya dengan logika deduktif yang kemudian

menjadi standar bagi pengetahuan ilmiah- yang menjadi dasar bagi seluruh kemajuan barat

sekarang.

Kembali ke pembicaraan kita, hal inilah saya kira yang dilupakan dalam proyek

pembangunan kita. Kita lupa untuk merubah tradisi kultural masyarakat. Dunia yang kita diami

sejak awal abad ke-20 sampai sekarang adalah sebuah dunia yang sama sekali berbeda;

sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun. Ia menuntut

jawaban yang berlainan dengan jawaban yang sanggup diberikan oleh tradisi kita. Karena

kebudayaan dalam batas-batas tertentu pada hakikatnya adalah sebuah cara untuk

menanggapi. Sebuah respon terhadap beragam kebutuhan manusia dalam kaitannya dengan

kondisi lingkungan yang ditinggalinya, maka sedikit-banyak kita mesti berani menyesuaikan

kebudayaan kita agar dapat menjawab tantangan-tantangan berupa persoalan yang dilontarkan

oleh apa yang kita sebut sekarang sebagai dunia modern.

Memang, selalu ada kekhawatiran terhadap hilangnya sebuah identitas kita sebagai

bangsa. Namun, dalam hubungannya dengan kebudayaan modern, mau tak mau kita harus

melakukan sebuah kompromi, meskipun tindakan ini tak bisa dipungkiri mengandung resiko

Topik utam

a

Page 4: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

yang berbahaya. Bila tidak, maka kita tidak akan bisa bertahan.

Lebih baik melakukan kompromi dengan sebuah rencana ditangan daripada sebuah

kompromi alamiah seperti yang kita lihat sekarang dalam kehidupan generasi muda kita;

sebuah subkultur yang campur aduk, gabungan antara budaya tradisional dan budaya urban.

Lantas, bagaimanakah caranya ? Sungguh ini merupakan sebuah pertanyaan sulit.

Disamping itu, merubah sebuah kultur adalah suatu proses yang memakan waktu lama. Dalam

keseluruhannya, proses ini tidak berbicara dalam bilangan tahunan, belasan tahun, atau

puluhan tahun, melainkan ratusan tahun. Barat memerlukan waktu hampir 500 tahun lebih

sehingga bisa menjadi barat yang kita kenal sekarang. Tetapi mungkin kita tak perlu sampai

selama itu untuk melakukannya. Ada sebuah perbedaan kondisi antara masa sewaktu barat

memulai proses ini dengan kondisi kita sekarang.

Tetapi, dari sekian banyak alternatif jawaban yang bisa disodorkan, ada sebuah

langkah awal yang mungkin bisa mengembalikan rencana pembangunan kepada trek yang

benar, sekaligus membuang unsur-unsur dalam kultur kita yang menghambat pada pencapaian

cita-cita bersama kita. Langkah itu adalah meyuburkan dimensi kesenian kita, khususnya

sastra. Perubahan kultural adalah proses penyerapan ide-ide progresif yang dilahirkan oleh

pionir-pionir cendikiawan yang tadinya hanya dimiliki oleh segelintir elit, untuk kemudian

diturunkan dan ditangkap menjadi sebuah kesadaran kolektif masyarakat. Proses menangkap

ide-ide progresif agar menjadi sebuah kesadaran kolektif memerlukan sebuah instrument

sebagai perantaranya. Saya kira bentuk kesenian pada umumnya, atau sastra pada khususnya-

lah yang bisa melakukan proses tersebut. Hal itu mungkin, karena kesenian hakikatnya adalah

sebuah gema dari pantulan-pantulan suara realitas zamannya yang ditangkap lewat sebuah

abstraksi dan pemaknaan, untuk kemudian dikeluarkan dalam bentuk estetis.

Ketika realitas -yang didalamnya ide-ide progresif itu mewujud- telah direproduksi

menjadi sebuah relitas baru yang diberi pemaknaan dengan cara estetis, maka saya kira

disinilah penyemaian ide-ide progresif bisa dilakukan hingga menjadi sebuah kesadara kolektif

di masyarakat. Bila akhirnya, kesadaran kolektif masyarakat terhadap ide-ide progresif itu telah

dimiliki dan menjadi bagian yang sah dari tradisi kebudayannya, maka perubahan kultural telah

menampakan hasilnya. Wallahu’alam. (Bulky ‘05)

Topi

k u

tam

a

HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH 3

Stadion Gelora Bung Karno. 30 Juli 1995. Puluhan ribu

penonton menyesaki stadion terbesar se-Asia tersebut,

tanpa ada pelemparan, tanpa ada pembakaran, tanpa

anarki dan juga ga pake wasit goblog. Di pinggir lapangan

tampak berdiri seorang bapak tua sambil mengepulkan asap

rokoknya, tampak tegang namun tenang. Gemuruh sorak sorai

penonton semakin membahana. Si bapa tua yang tak lain dan tak bukan adalah Indra Tohir—si aki-aki

ajaib yang bertangan dingin— beranjak dari bench dan mendekati sisi lapangan untuk memberikan

instruksi pada anak asuhannya. ― 5 menit..! tahan..tahan‖ teriak si aki yang satu ini. Ketatnya

pertandingan membuat suasana semakin tegang. Pemain bekerja keras, bobotoh terhenyak menahan

napas menjelang detik-detik pertandingan. 5 menit berlalu, peluit panjang melengking di tengah

lapangan. Persib Bandung bersuka cita, Pertokimia tertunduk lesu bersama trio pemain asingnya:

Jackson F. Tiago, Carlos de Mello, dan Darryl Sinerine. Tertorehkan sejarah baru dalam

persepakbolaan Indonesia sekaligus menjadi catatan gemilang masyarakat Bandung.

Final Liga Indonesia yang pertama merupakan pencapaian yang luar biasa, bukan hanya bagi

publik Bandung tetapi juga bagi persepakbolaan Indonesia di mata internasional. Partai final saat itu

adalah rekor dengan jumlah penonton terbanyak dan berakhir tanpa kerusauhan. Euforia kegembiraan

menyelimuti masyarakat Bandung, bahkan Jawa Barat. Hal ini tidaklah mengherankan karena apa yang

dicapai Persib mencerminkan kualitas pembinaan yang baik karena semua pemain adalah pemain lokal

dan bertolak dari kompetisi Perserikatan yang notabene lebih rendah derajatnya dari Galatama. Namun

mampu berjaya.

Gol Sutiono Lamso di menit ke-76 mungkin menjadi momen tak terlupakan bagi sebagian

besar masyarakat Bandung yang turut menjadi saksi kesuksesan Persib Bandung. Melawan Petrokimia di

partai final, Indra Thohir menurunkan skuad terbaiknya antara lain: Anwar Sanusi (kiper), Mulyana,

Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yudi Guntara, Asep Kustiana, Yusuf

Bachtiar, Kekey Zakaria, dan Sutiono Lamso. Dengan bermaterikan pemain lokal, Persib mampu

membawa Piala Presiden ke tanah Priangan. Perjuangan Persib menuju tangga juara jelaslah bukan

Page 5: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

Stadion Gelora Bung Karno. 30 Juli 1995. Puluhan ribu

penonton menyesaki stadion terbesar se-Asia tersebut,

tanpa ada pelemparan, tanpa ada pembakaran, tanpa

anarki dan juga ga pake wasit goblog. Di pinggir lapangan

tampak berdiri seorang bapak tua sambil mengepulkan asap

rokoknya, tampak tegang namun tenang. Gemuruh sorak sorai

penonton semakin membahana. Si bapa tua yang tak lain dan tak bukan adalah Indra Tohir—si aki-aki

ajaib yang bertangan dingin— beranjak dari bench dan mendekati sisi lapangan untuk memberikan

instruksi pada anak asuhannya. ― 5 menit..! tahan..tahan‖ teriak si aki yang satu ini. Ketatnya

pertandingan membuat suasana semakin tegang. Pemain bekerja keras, bobotoh terhenyak menahan

napas menjelang detik-detik pertandingan. 5 menit berlalu, peluit panjang melengking di tengah

lapangan. Persib Bandung bersuka cita, Pertokimia tertunduk lesu bersama trio pemain asingnya:

Jackson F. Tiago, Carlos de Mello, dan Darryl Sinerine. Tertorehkan sejarah baru dalam

persepakbolaan Indonesia sekaligus menjadi catatan gemilang masyarakat Bandung.

Final Liga Indonesia yang pertama merupakan pencapaian yang luar biasa, bukan hanya bagi

publik Bandung tetapi juga bagi persepakbolaan Indonesia di mata internasional. Partai final saat itu

adalah rekor dengan jumlah penonton terbanyak dan berakhir tanpa kerusauhan. Euforia kegembiraan

menyelimuti masyarakat Bandung, bahkan Jawa Barat. Hal ini tidaklah mengherankan karena apa yang

dicapai Persib mencerminkan kualitas pembinaan yang baik karena semua pemain adalah pemain lokal

dan bertolak dari kompetisi Perserikatan yang notabene lebih rendah derajatnya dari Galatama. Namun

mampu berjaya.

Gol Sutiono Lamso di menit ke-76 mungkin menjadi momen tak terlupakan bagi sebagian

besar masyarakat Bandung yang turut menjadi saksi kesuksesan Persib Bandung. Melawan Petrokimia di

partai final, Indra Thohir menurunkan skuad terbaiknya antara lain: Anwar Sanusi (kiper), Mulyana,

Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yudi Guntara, Asep Kustiana, Yusuf

Bachtiar, Kekey Zakaria, dan Sutiono Lamso. Dengan bermaterikan pemain lokal, Persib mampu

membawa Piala Presiden ke tanah Priangan. Perjuangan Persib menuju tangga juara jelaslah bukan

Mesin W

aktu

HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH 4

Page 6: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH 5

perkara mudah. Sempat kalah 0-1 oleh Pelita Jaya di

laga pembuka liga, Persib mampu bangkit pada partai-partai berikutnya. Mengakhiri babak penyisihan

Wilayah Barat, Persib berada di peringkat kedua dengan mengumpulkan nlai 69, hasil 20 kali menang,

9 seri, dan hanya 3 kali kalah. Bersama juara Wilayah Barat, Pelita Jaya (nilai 77), peringkat ketiga

Bandung Raya (67), dan peringkat empat Medan Jaya (56), Persib mewakili Wilayah Barat lolos ke

babak ―8 Besar‖. Di babak ―8 Besar‖ yang digelar di Stadion Utama Senayan, Persib bergabung di

Grup B bersama Medan Jaya, Petrokimia Putra. Dengan

mencatat hasil imbang tanpa gol dengan (ASGS), Persib lolos

ke semifinal sebagai juara Grup B. Di semifinal, Persib akhirnya

bisa mematahkan perlawanan keras Barito Putra, ketika Kekey

Zakaria mencetak gol satu-satunya dalam partai tersebut. Di

partai final Persib semakin tak terbendung dan mampu

menekuk Petrokimia 0-1. Kegemilangan Persib terus berlanjut ketika mampu mencapai babak

perempat final Piala Champipns Asia. Sayang Persib harus mengakuai kehebatan Jepang Verdy (1-3),

dan berhasil pula ditaklukkan oleh Thai Farmers Bank (2-3) dan menyerah 1-4 dari Chunwa. Sekalipun

gagal melaju, Indra Thohir memperoleh penghargaan Pelatih Terbaik se-Asia. Itulah masa-masa

kejayaan Persib baik di tingkat nasional maupun internasional, bahkan kesuksesan Persib ini telah

mendorong The Dream Team – AC Milan untuk melakukan pertandingan persahabatan. Walau kalah 0

-8, pertandingan tersebut menjadi catatan tersendiri dalam sejarah Persib.

Kesuksesan Persib tentunya tidak terlepas dari kemampuan Indra Tohir meracik timnya.

Taktik yang konservatif alias kuno namun terbukti efektif dalam setiap pertandingan. Tidak

mengistimewakan salah satu pemain merupakan kunci sukses Tohir di samping konsistensinya

mempertahankan materi lama yang kesemuanya adalah pemain lokal. Setelah masa-masa keemasan di

bawah pelatih Indra Tohir, prestasi Persib kian hari, kian tidak konsisten dan cenderung mengalami

penurunan yang cukup drastis. Kini tantangan berat berada di hadapan Jaya Hartono selaku pelatih

kepala. Harapan masyarakat Bandung tentunya menginginkan piala Presiden kembali ke tanah Priangan

sebagaimana yang terjadi pada LI I. Mampukah mahkota juara itu kembali pada Liga Super Indonesia I ?

Kita tunggu sepak terjang Jaya Hartono. Terakhir, ungkapan ini mungkin cocok bagi Persib: maybe we

are not the best but we are the first. Jadi, buktikanlah !

Mes

in W

aktu

Page 7: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH 6

Rashomon dan Dunia Hitam-Putih

Judul : Rashomon

Penulis : Akutagawa Ryunosuke

Penerbit : Kepustakaan Gramedia Populer

Tahun : Januari 2008

Tebal : 167 hal.

Misteri sebenarnya dari dunia ini adalah yang tampak, bukan

yang tidak tampak — Oscar Wilde.

Biasanya kita tak begitu punya masalah dengan hal-hal yang tampak. Kita mudah saja

untuk menerima bahwa seseorang itu ―jahat‖ hanya karena ia pernah membunuh, mencuri,

berbohong atau apapun tindak keburukan lainnya. Demikian juga dalam konteks kebaikan; kita

gampang menganggap ―baik‖ seseorang bila ia selalu berpenampilan rapi, ramah, atau suka

menolong. Bila tak menyangkut langsung kepentingan kita, hampir selalu, kita jarang bersusah-

susah bertanya ―benarkah ia seperti yang kelihatannya?‖

Namun, masalahnya dunia tidaklah hitam-putih dan manusia tidak sesederhana itu; ia

sejatinya merupakan pribadi yang kompleks. Dan Rashomon, buku berupa kumpulan cerpen-

cerpen terkenal Akutagawa Ryunosuke –sastrawan Jepang yang sering disebut-sebut sebagai

cerpenis terbaik Jepang- menunjukan hal itu. Akutagawa seperti mencoba untuk tidak dengan

mudah melihat sebuah pribadi manusia. Seorang genin –samurai kelas rendah- moralis yang

kelaparan akhirnya merampok setelah mengalami pergulatan panjang dengan batinnya, seekor

anjing pengecut bernama Shiro dianggap pemberani setelah ia sering menyelamatkan orang,

padahal ia sebenarnya hendak bunuh diri karena tak tahan pada jiwa pengecutnya. Lewat

tokoh-tokoh ceritanya, Akutagawa memberitahu kita –tanpa menggurui- bahwa seseorang

Resensi Bu

ku

Page 8: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

yang melakukan tindakan terpuji belum tentu

seorang pribadi yang baik, begitu juga sebaliknya. Buku ini

terdiri dari enam cerpen dan satu novelet yang kesemuannya merupakan karya terbaik

Akutagawa. Secara keseluruhan cerita-cerita Akutagawa ini menampilkan pesan filosofis yang

cukup kental lewat narasi yang penuh dengan satire, kadang jenaka, ditambah dengan alur yang

tak terduga.

Dalam cerita Kappa (kappa adalah sejenis makhluk gaib yang dipercaya masyarakat

Jepang) misalnya, kita bisa melihat nada satire Akutagawa terhadap masyarakat modern yang

digambarkan dengan jenaka; seorang pemuda berusia 30 tahun yang tersesat ke dunia para

kappa menemukan perbedaan antara dunia manusia dan kappa –suatu kebiasaan yang

bersebrangan. Sesuatu hal yang manusia anggap serius, ternyata di dunia kappa merupakan hal

yang lucu dan menggelikan. Ketika melihat proses kelahiran seekor kappa, pemuda itu

menemukan sesuatu yang aneh –seorang ayah menanyai terlebih dahulu anaknya yang masih

berada di dalam rahim, apakah ia sungguh-sungguh ingin dilahirkan ke dunia. Si jabang bayi

menolak lahir ke dunia karena ia tak mau mewarisi sifat jelek bapaknya dan keburukan dunia

kappa.

Permasalahan filosofis yang pelik dihadirkan Akutagawa dalam cerpen Di Dalam

Belukar (Yabu No Naka). Cerpen ini menceritakan jalannya persidangan tentang pembunuhan

dan pemerkosaan lewat serangkaian paparan para saksi. Namun, para saksi tersebut ternyata

mempunyai versinya masing-masing tentang peristiwa itu, sehingga keterangan para saksi

bertentangan satu sama lain dan kebenaran tetap tak terungkap, meskipun pengadilan telah

memanggil roh orang yang terbunuh. Di sini, Akutagawa menyodorkan wacana yang

provokatif bahwa kebenaran final itu nisbi. Kebenaran yang kita temukan hanya sepotong-

sepotong. Karenanya, kebenaran menjadi relatif. Pada tahun 1950, cerpen Di Dalam Belukar

diangkat menjadi film oleh mahaguru perfilman Jepang, Akira Kurosawa dengan memakai judul

cerpennya yang lain, Rashomon –sebuah film yang mempunyai pengaruh besar terhadap

generasi perfilman selanjutnya.

Rese

nsi B

uku

HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH 7

Page 9: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

Akutagawa merupakan seorang sastrawan yang unik di

negerinya. Bila kebanyakan sastrawan Jepang seangkatannya menulis tentang pengalaman

asmara pribadi mereka dengan gaya naturalis –sebuah tulisan yang dianggap Akutagawa

dangkal- dan terpengaruh semangat barat, Akutagawa malah mengakrabi tema-tema

folklor Jepang dan menjadikannya sebagai inspirasi, seperti cerpen Di Dalam Belukar,

Martir dan novelanya Kappa. Akutagawa merupakan salah satu pengarang utama Jepang

diantara nama-nama besar sastrawan Jepang lainnya di masa sebelum perang, seperti Yukio

Mishima, Yasunari Kawabata, dan Natsume Soseki. (Bulky – ’05)

***

PUISI

Pendosa

Disini

Di puncak bukit-bukit nafsu

Jiwaku kuda perang

Nyalang. Liar. Lapar. Terengah. Sesak.

Kususur lorong-lorong purba

Kusebrang padang-padang celaka

Bersama badai buta

Lereng-lereng berbatu

Aku lelap

Di gelap Jauh terasa risalah ilah

(Bulky )

Resensi Bu

ku

HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH 8

Page 10: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

Di Sini Memang Gitu...

Sedikit menengok pada beberapa bulan ke belakang. Tepatnya Rabu pagi di bulan

Januari, tidak terlalu cerah tapi tidak juga cocok jika disebut mendung. Rutinitas kuliah atau

lebih tepatnya suasana di minggu-minggu UAS tidak berbeda dengan semester-semester

sebelumnya. Padat oleh mahasiswa dengan nuansa yang cukup sibuk di sana-sini. Ada

yang lalu-lalang dengan raut muka sedikit bingung mencari di mana ruang ujian, ada pun

mahasiswa yang nongkrong di koridor, tidak tanggung jumlahnya, tampak bagai barak

pengungsi akibat banjir bandang, gedung C yang memang agak sedikit gelap lebih tampak

seperti gang-gang kecil sekitar pasar Ujungberung, gelap dan penuh orang. Mahasiswa yang

telat masuk ujian adalah hal basi yang selalu terulang atau sudah menjadi suatu “persyaratan”

mutlak yang pasti dihadapi jika kuliah di sini. Ruangan yang padat, jumlah kursi yang kurang,

kotor, mahasiswa dan dosen nyari ruang kosong (woi..ke mana larinya itu ruangan...!? jadwal

yang salah? Mahasiswa yang kebanyakan…? Atau ruang yang memang kurang?!)

Semua umum terjadi, ga beda. Kadang bosan, cuek, ga peduli, ah…biarlah berjalan

sebagaimana mestinya, yang semestinya itu di sini ya seperti itu…mungkin di peradaban lain

nun jauh di sana hal seperti itu adalah kejanggalan kalau tidak disebut sebagai penyimpangan

dari suatu masyarakat. Kejanggalan itu biasa bagi kita, jadi makanan sehari-hari yang karena

suatu proses lama dan rutin menjadi kewajaran. Ok…mari kita mulai menyapu debu-dedu

yang menghalangi pandangan kita agar bisa melihat lebih dekat dan jelas. Mungkin terkesan

sok tahu, tapi mari melihat dari salah satu aspek yang dekat dan sangat urgen dalam suatu

lingkungan akademis.

Suatu kali saat menjalani ujian di sebuah kelas yang cukup padat di suatu hari yang

sibuk. Mata saya agak sedikit tergoda untuk melihat keluar, menuju ke salah satu daun pintu

yang terbuka. Keinginan itu bukan karena segerombolan cewe seksi yang melintas, bukan

pula karena salah satu keanehan warga Sastra yang kadang kala merasa koridor layaknya

ruang karaoke pribadi, tetapi tertegun melihat ekspresi-ekspresi bingung dari dosen maupun

mahasiswa. Sudah bisa ditebak dengan mudah, mereka kebingungan mencari ruangan yang

rerpresentatif untuk ujian, mengingat ruang yang ada di sekitar situ sudah penuh semua.

Bukan sulit untuk tau apa yang menimpa wajah-wajah

bingung ini karena apa yang saya lihat saat itu adalah refleksi kejadian yang saya alami,

tepatnya 17 menit yang lalu sebelum memulai ujian. Tawa sisnis tersungging dalam

hati....sungguh ironis kita harus berburu ruangan sebelum dapat menjalani ujian, 10-20

menit waktu mungkin bisa terbuang percuma.

Kejadian seperti ini mungkin tidak selalu terjadi tetapi patut mendapat sedikit perhatian.

Seharusnya kondisi ini tidak terjadi pada Universitas sekaliber Unpad yang notabene adalah

ikon Jawa Barat, punya nama di tingkat nasional (entahlah...apa nama saja atau juga kualitas),

dan jumlah mahasiswa serta alumni yang tak kepalang. Jika logika sederhana bekerja maka

bukan reorganisasi jadwal atau pengurangan jumlah mahasiswa yang dilakukan agar ruang

cukup memadai, melainkan ruang tambahan. Kita butuh lebih banyak ruang sebagai sarana

menimba dan menyebar ilmu. Entah apa persisnya yang mengakibatkan kurangnya ruang,

hanya pemegang jabatan yang tau. Hanya mereka yang tahu kondisi rilnya. Terlalu menuntut

juga bukan hal yang tepat, tetapi setidaknya kita sadar akan kondisi dan mau mengutarakan

apa yang terjadi. Bukan semata-mata mengkritik tetapi bisa menjadi bahan perenungan kita

bersama agar kendala dapat terpecahkan. Tetapi ada satu hal yang sedikit mengganjal, koq

mampu ya universitas tercinta kita ini membangun asrama bagi mahasiswa asing dengan

mewahnya (banyak lagi jumlahnya) sementara untuk pribumi..?. Mudah-mudahan usaha ke

arah perbaikan mulai dirintis.

Sekali lagi tulisan ini hanya sarana untuk menggelitik agar kita bisa bangun dari kondisi

ketidakwajaran yang kadang tidak kita sadari, jadi bahan perenungan lewat tulisan orang yang

sok tahu ini, padahal ga tau dan bingung dengan dunia perkampusan. Mencoba untuk memberi

sketsa dari realitas sehari-hari yang kita alami untuk mengeksplore lebih dalam. Masalah ruang

kuliah hanyalah satu dari tumpukan problematika yang ada di kampus dengan intensitas yang

begitu sering kita hadapi. Masih banyak masalah lainnya yang ga akan muat jika ditulis di sini,

tampaknya kertas ukuran legal ini juga sudah ga mampu untuk menampung rangkaian huruf-

huruf yang bikin pusing penulis atau pembacanya karena ukurannya yang terlampau kecil, tapi

tak apa, setidaknya bisa jadi ajang olah raga mata bagi yang baca. (GB ’05)

HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH

Kam

pus

Kit

a

9

Page 11: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

Bukan sulit untuk tau apa yang menimpa wajah-wajah

bingung ini karena apa yang saya lihat saat itu adalah refleksi kejadian yang saya alami,

tepatnya 17 menit yang lalu sebelum memulai ujian. Tawa sisnis tersungging dalam

hati....sungguh ironis kita harus berburu ruangan sebelum dapat menjalani ujian, 10-20

menit waktu mungkin bisa terbuang percuma.

Kejadian seperti ini mungkin tidak selalu terjadi tetapi patut mendapat sedikit perhatian.

Seharusnya kondisi ini tidak terjadi pada Universitas sekaliber Unpad yang notabene adalah

ikon Jawa Barat, punya nama di tingkat nasional (entahlah...apa nama saja atau juga kualitas),

dan jumlah mahasiswa serta alumni yang tak kepalang. Jika logika sederhana bekerja maka

bukan reorganisasi jadwal atau pengurangan jumlah mahasiswa yang dilakukan agar ruang

cukup memadai, melainkan ruang tambahan. Kita butuh lebih banyak ruang sebagai sarana

menimba dan menyebar ilmu. Entah apa persisnya yang mengakibatkan kurangnya ruang,

hanya pemegang jabatan yang tau. Hanya mereka yang tahu kondisi rilnya. Terlalu menuntut

juga bukan hal yang tepat, tetapi setidaknya kita sadar akan kondisi dan mau mengutarakan

apa yang terjadi. Bukan semata-mata mengkritik tetapi bisa menjadi bahan perenungan kita

bersama agar kendala dapat terpecahkan. Tetapi ada satu hal yang sedikit mengganjal, koq

mampu ya universitas tercinta kita ini membangun asrama bagi mahasiswa asing dengan

mewahnya (banyak lagi jumlahnya) sementara untuk pribumi..?. Mudah-mudahan usaha ke

arah perbaikan mulai dirintis.

Sekali lagi tulisan ini hanya sarana untuk menggelitik agar kita bisa bangun dari kondisi

ketidakwajaran yang kadang tidak kita sadari, jadi bahan perenungan lewat tulisan orang yang

sok tahu ini, padahal ga tau dan bingung dengan dunia perkampusan. Mencoba untuk memberi

sketsa dari realitas sehari-hari yang kita alami untuk mengeksplore lebih dalam. Masalah ruang

kuliah hanyalah satu dari tumpukan problematika yang ada di kampus dengan intensitas yang

begitu sering kita hadapi. Masih banyak masalah lainnya yang ga akan muat jika ditulis di sini,

tampaknya kertas ukuran legal ini juga sudah ga mampu untuk menampung rangkaian huruf-

huruf yang bikin pusing penulis atau pembacanya karena ukurannya yang terlampau kecil, tapi

tak apa, setidaknya bisa jadi ajang olah raga mata bagi yang baca. (GB ’05)

HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH

Kampus K

ita

10

Page 12: OASE - himse.files.wordpress.com fileMerubah Tradisi Kultural Untuk Kemajuan ... media tulisan. ... sebuah dunia yang belum ada presedennya dalam sejarah manusia manapun.

KA

LE

ND

ER

SEJ

AR

AH

Sektertariat : Student Center lt.1 Fakultas Sastra Jl. Raya Bandung-Sumedang km.21Email : [email protected]: http/www.freewebs.com/mahasiswasejarah HIMPUNAN MAHASISWA SEJARAH

10 Maret

Percakapan Telepon Pertama di Dunia

10 Maret 1876, Alexander Graham Bell yang menciptakan sistem telepon, berhasil melakukan

ujicoba percakapan telepon pertamanya. Bell dan asistennya, Watson, berada di dua ruangan

berbeda dan mereka melakukan percakapan telepon pertama itu

11 Maret

Mikhail Gorbachev Diangkat Sebagai Pemimpin Uni Soviet

11 Maret 1985, Mikhail Gorbachev diangkat menjadi sekjen baru dan pemimpin Uni Soviet,

menyusul kematian pemimpin lama Uni Soviet, Konstantin Chernenko, sehari sebelumnya. Selama

enam tahun berikutnya, Gorbachev menjalankan transformasi radikal di dalam masyarakat Soviet

dan dalam politik luar negerinya

18 Maret

Penjajahan Spanyol di Kolombia Dimulai

18 Maret tahun 1510 dimulailah penjajahan Spanyol atas Kolombia. Kawasan Kolombia ditemukan

oleh seorang petualang Spanyol pada tahun 1499

20 Maret

Invasi AS-Inggris ke Irak

20 Maret 2003, dengan dalih memerangi terorisme dan pemberantasan senjata pembunuh massal,

AS dan Inggris memulai invasi mereka ke Irak. Aksi ini dilakukan tanpa persetujuan PBB dan

mendapat penentangan yang luas dari dunia internasional

22 Maret

FIFA Didirikan

22 Maret 1881, Persatuan Sepakbola Internasional didirikan dengan tujuan untuk mengawasi

pertandingan-pertandingan sepakbola di antara negara-negara dunia. Sebelum dibentuknya

organisasi ini, pertandingan sepakbola hanya dilakukan di dalam negeri dan bersifat tidak resmi.

Organisasi itu kini berubah nama menjadi Federasi Sepakbola Internasional (FIFA)

11