Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE...

52
Edisi 01/XVII Januari-Februari 2017 Membangun Jembatan Empati

Transcript of Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE...

Page 1: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Edisi 01/XVII Januari-Februari 2017

Membangun Jembatan Empati

Page 2: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun
Page 3: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Editorial

02 Memanusiakan ManusiaoaSE

03 Mereka Yang Berkebutuhan Khusus Adalah Saudara KitaSaJian UtaMa

04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku06 Berjalan Bersama Tuhan08 Membangun Jembatan Empati10 Upaya Menghidupkan Kembali “Kharis”orang kUdUS 11 Beato Luigi Beltrame Quattrocchi (1880-1951) dan Beata Maria Corsini (1884-1965)Beatifikasi Pertama PasutriSaJian khUSUS

12 Paroki Administratif St. Ambrosius SErba SErbi

15 Night BuskESakSian

15 Titipan Istimewa dari TuhanrEflEkSi

17 Bencana atau Rencana (bagian ketiga)catatan hati

19 “Saya Difabel Mandiri….”SErba-SErbi 20 Garda Swiss Sri Pauscatatan PErJalanan

21 St. Antonio Padoval24 foto kita

PoJok kElUarga

27 Peluk, Cium, Dan Katakan : Aku Tetap MengasihimuPoJok oMk

28 Menarik Perhatian di Sudut GerejacabE rawit

29 Selamat Datang di Hatiku 30 Lembaga Biblika Indonesiainfo kESEhatan

33 Agar Wajah Awet Mudainfonika

34 Natal Bersama Wilayah 1935 Nilai Uang bagi Allah36 Berbagi Kasih di Rumah Kita37 Mengingat Kembali Tugas dan Peran Komsos38 Lingkungan St. Georgius Disapa dan Menyapa38 Meditasi Anak Rayakan HUT Kedua39 Persaudaraan Angkatan 2 KPKS St. Paulus Tangerang40 “Light Up The East” Exaudi Domine Choir 41 Old and New 2017 Komunitas Lektor42 God Within dalam BermeditasiaPa dan SiaPa 43 Bethania Agustha : Decak KagumcErPEn

44 Sahabat Messenger koloM PSikologi

46 Dendam dan Psikologi Memaafkan48 daPUr & donaSi

PElindUng: Pastor Bernardus Yusa Bimo Hanto, OSCPEnaSEhat: Dewan Paroki Gereja Santa MonikaPEMbiMbing: Pastor Yulianus Yaya Rusyadi, OSCPEnanggUng Jawab: KomSos St MonikaHelena Sapto PEMiMPin UMUM & rEdakSi: Maria Ettywakil PEMiMPin rEdakSi:Hermans Hokeng rEdaktUr PElakSana: Monica Diana MH.SEkrEtariS rEdakSi: Liza BudihardjarEdakSi: Effi S. Hidayat, Petrus Eko Soelarso, Josephine Winda Mustari, M. Efi Darliana, Florensia Unggul Damayanti, Johanna Kemal.rEdaktUr foto: Hedi S fotografEr: Melissa, Charles Lo, Vanditya P. Niestra, Alexander Tony, Steven, Fransiskus, Harris.dESign & ilUStraSi: Nela RealinokartUniS: Andreas Dhani Soegara, Julius Joko W.PEMiMPin bina USaha: Monika Tanoto SEkrEtariS: Reni S. SirkUlaSi: Pranadjaja/ koordinator (0813.1888049) Lanny, Herlina, E.L. Silvana(St ambrosius) Henny Riva (0851.00760572), Lily LiekEUangan: Monika Tanoto donaSi: Poppy (0815.855.992.87 hanya SMS/Whatsapp)iklan: Susie Jeffri (0896.7845.7456 hanya sms/Whatsapp) [email protected] dicEtak olEh:KELOMPOK KERJA [email protected], 0816 831107

E : [email protected]: http://www.paroki-monika.orgPengurus : Julius Saviordi

Komunikasi Umat Monika

foto covEr :Christine Halim bersama kedua putranya( Komunika / Hedi S. )

alaMat rEdakSi:Sekretariat Paroki St. Monika, Jl. Alamanda Blok V no. 1 Sektor 1.2Bumi Serpong Damai, Tangerang.T (021) 5377427 F (021) 5373737

daftar iSi EdiSi 01/2017 JanUari-fEbrUari

Page 4: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

2 · Komunika

Menjelang akhir tahun 2016 dan memasuki tahun 2017 ini, kita menyaksikan berbagai macam kegaduhan di dalam negeri berkaitan dengan kasus yang menjerat salah satu tokoh di dalam negeri karena kasus dugaan penodaan

agama. Berbagai macam media riuh, masa pun bergemuruh, ada yang acuh, namun ada juga yang jenuh. Opini merebak, dan prasangka menyeruak. Betapa kata-kata bisa menjadi “sandra” kehidupan, dan pribadi manusia dipermainkan menjadi obyek demi mengejar “kemenangan” dan “keuntungan”.

Manusia sebagai insan/pribadi menjadi obyek, sasaran demi golongan atau kelompok tertentu. Tentu saja hal ini membuat kita menjadi miris dan meringis.

Tahun 2016 yang lalu, kita bersama merenungkan dan mencoba secara kreatif menghidupi tema “Kerahiman Allah yang memerdekakan”, bukan berarti kita lepas begitu saja di tahun 2017 ini. Kerahiman Allah tidak pernah berakhir, dan tema “kerahiman Allah yang memerdekakan” tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perjalanan tahun 2017 ini, namun semoga dengan penghayatan akan kerahiman Allah tersebut kita semakin didorong untuk semakin kreatif di dalam karya pelayanan kita.

Tahun 2017 ini, bagi Gereja Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), menjadi Tahun Kemanusiaan (01 Januari 2017 – 31 Desember 2017) dengan membawa tema “Amalkan Pancasila : Makin Adil - Makin Beradab”. Kehidupan bernegara dan berbangsa memang

sedang menghadapi berbagai macam tantangan, juga keprihatinan akan berbagai macam isu kemanusiaan yang sedang menjerat. Tentu saja tema ini menjadi acuan gerak umat di KAJ yang dengan berbagai macam cara kreatif menerjemahkannya untuk mengisi kehidupan sebagai warga negara dan sebagai bangsa Indonesia agar kembali pada tatanan yang baik. Selain itu, sebagai Gereja, kita pun diajak untuk dapat secara kreatif membangun kehidupan (kemanusiaan) yang diterangi oleh Injil.

Tema “Amalkan Pancasila : Makin Adil - Makin Beradab” di tahun kemanusiaan KAJ ini, semoga membawa kita bergerak untuk “memanusiakan manusia”. Semoga kita tidak hanya menyerukan pesan-pesan keadilan dan keadaban, melainkan menjadi pribadi-pribadi yang secara kreatif menerjemahkan hidup dan pelayanan kita bagi sesama, perhatian dan pelayanan bagi mereka yang selama ini tersisih- terpinggirkan, tidak menjadikan pribadi-pribadi sebagai obyek, melainkan sesama dan saudara dalam perjalanan peziarahan kita sebagai Gereja.

Oleh Pastor Yulianus Yaya Rusyadi OSC

Memanusiakan Manusia

Page 5: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 3

Mereka Yang Berkebutuhan Khusus Adalah Saudara KitaPastor Bernardus Yusa Bimo Hanto OSC

Masih hangat dalam ingatan kita, dalam doa Tahun Syukur 2015 yang lalu ada bagian doa kita ucapkan, “tuntunlah kami mewujudkan syukur dengan peduli kepada mereka yang lemah, kecil, miskin, dan tersisih.” Mereka

yang berkebutuhan khusus adalah mereka yang acapkali tersisihkan. Kita seringkali mengabaikan mereka, entah karena ketidaktahuan kita untuk bertindak harus bagaimana, karena pemahaman kita yang kurang atau bisa juga karena keengganan kita supaya kita tidak repot. Dengan semangat dan habitus baru sebagai warga gereja yang digerakkan oleh opsi dan keberpihakan Yesus kepada kaum lemah dan tersisih kita sudah semestinya melakukan gerakan yang sama, peduli kepada mereka yang berkebutuhan khusus.

Dalam rangka mengembangkan iman umat berkebutuhan khusus (UBK), Bapak Uskup, Mgr. Ignatius Suharyo menyampaikan : “Salah satu tanda dari perwujudan kasih atau mutu keadaban publik adalah kalau masyarakat (keluarga dan komunitas) memberi perhatian lebih kepada saudara atau warga yang paling lemah, antara lain yang berkebutuhan khusus. Saya bersyukur karena perhatian umat atau paroki di Keuskupan Agung Jakarta tampak jelas semakin besar. Semoga paroki semakin erat menjalin kerjasama dengan semua (keluarga, lembaga, relawan, dan pemerhati) yang memberi perhatian dalam pelayanan mulia ini.”

Sejalan dengan apa yang disampaikan Bapak Uskup di atas, Paroki Serpong, Gereja St. Monika di tahun 2017 juga akan mulai dengan gerakan yang nyata untuk umat yang berkebutuhan khusus. Meski sesungguhnya gagasan mengenai mereka yang berkebutuhan khusus sudah digulirkan sejak tahun 2001 oleh almarhum Pst. Yan Sunyata OSC, melalui wadah Kharis. Kharis merupakan perkumpulan keluarga yang memiliki anggota keluarga berkebutuhan khusus. Tujuan semula sederhana yakni menghilangkan kesenjangan dan kesalahpahaman keluarga maupun masyarakat sekitar terhadap mereka yang berkebutuhan khusus.

Dalam perkembangan yang ada saat ini tentu sangat diperlukan – selain mengenal dan pemahaman yang cukup mengenai mereka yang berkebutuhan khusus – juga perlu

dibangun sinergitas, kerja sama yang kuat antara Gereja dengan keluarga itu sendiri, para pemerhati, relawan maupun masyarakat. Dan yang tidak kalah penting dalam usaha menjalin kerjasama yang baik itu yakni adanya keterbukaan dan kepercayaan dari pihak keluarga kepada mereka yang berkehendak baik dan hati tulus berniat membantu mereka yang berkebutuhan khusus.

Tentu banyak hal yang perlu dipersiapkan agar langkah kerjasama ini bisa berjalan baik dan maksimal. Dan utamanya mereka yang berkebutuhan khusus sungguh merasakan bantuan itu dan merasa nyaman serta menjadi bagian dari kita juga, tidak dipandang sebagai sosok yang asing. Karena sesungguhnya bila kita melakukan sesuatu untuk sesama, kita melakukannya untuk Tuhan sendiri (bdk. Mat.25:40)

Maka sebagaimana harapan Bapak Uskup di atas dan juga kerinduan para keluarga yang mempunyai anggota berkebutuhan bisa terpenuhi, memang diperlukan langkah-langkah konkrit untuk mewujudkannya. Untuk itu saya mengetuk dan mengajak umat untuk melakukan sesuatu. Tim telah disiapkan maka harapannya ada kontribusi dan kerjasama yang kuat dan erat dari semua pihak yang berhendak baik.

Salah satu tanda dari perwujudan

kasih atau mutu keadaban publik

adalah kalau masyarakat (keluarga

dan komunitas) memberi perhatian

lebih kepada saudara atau warga

yang paling lemah, antara lain yang

berkebutuhan khusus.

Page 6: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

4 · Komunika

negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, menurut data dari Kementerian Sosial, pada 2010 jumlah penyandang disabilitas 11.580.117 orang. Di antaranya, 3.474.035 penyandang disabilitas penglihatan atau tunanetra, 3.010.830 penyandang disabilitas fisik atau tuna daksa, 2.547.626 penyandang disabilitas pendengaran atau tuna rungu, 1.389.614 penyandang disabilitas mental atau tuna grahita, dan 1.158.012 penyandang disabilitas kronis lainnya, termasuk autisme. Di tengah kita juga kita saksikan banyak saudari dan saudara kita yang menyandang disabilitas. Belum

biarkanlah Mereka datang Pada-ku

Berikut petikan lengkap Surat Gembala bertajuk “Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku”.

Pertama, pada 3 Desember, dunia memperingati Hari Disabilitas Internasional. Sejak 1992, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 3 Desember sebagai Hari

Penyandang Disabilitas Internasional. Tujuannya, untuk mengingatkan kita, yang sering lupa, agar lebih peduli kepada saudari-saudara kita yang menyandang kekhususan fisik, indera, mental, ataupun intelektual, yang mengakibatkan keterbatasan dalam pola hidup pribadi maupun hidup sosial mereka.

Kedua, penyandang disabilitas adalah ‘minoritas terbesar’ di dunia. Menurut data PBB, ada sekitar satu miliar penduduk dunia atau sekitar 15 persen yang menyandang disabilitas. Sekitar 80 persen dari jumlah itu ada di

Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo, mengeluarkan Surat Gembala khusus untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2016.

Ajakan agar umat lebih memperhatikan mereka yang berkebutuhan khusus.N

N

Page 7: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 5

ada angka yang pasti mengenai hal ini di Keuskupan Agung Jakarta. Tetapi, jika kita ambil angka lima persen saja, ada kira-kira 25 ribu penyandang disabilitas di Keuskupan Agung Jakarta. Perlu kita ketahui bahwa mayoritas para penyandang disabilitas menanggung banyak tekanan sosial karena kurang dipahami, bahkan dikucilkan. Tidak sedikit juga saudari-saudara kita ini yang mengalami diskriminasi di tempat kerja sehingga tekanan sosial yang mereka tanggung menjadi lebih berat lagi. Hal inilah yang membuat peringatan Hari Disabilitas ini penting, juga penting untuk kita sebagai pengikut Kristus.

Ketiga, sangatlah jelas bahwa Yesus mengajar kita dan memberi teladan kepada kita dalam bersikap kepada saudari-saudara kita yang mempunyai kekhususan dan yang kemudian disingkirkan oleh masyarakat. Yesus tidak membeda-bedakan apalagi meminggirkan mereka. Ia menyapa orang buta, orang tuli, orang lumpuh, bahkan juga orang kusta (Mat 8:3). Ia mau makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa yang dijauhi orang (Mat 9:10). Ia pun membiarkan anak-anak datang pada-Nya, meskipun para murid memarahi orang-orang yang membawa mereka (Mat 19:13-14). Ia juga menyatakan, “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Yesus jelas mengajarkan bahwa setiap pribadi manusia berharga di mata Allah Bapa. Setiap pribadi manusia mempunyai martabat luhur, dengan keterbatasan masing-masing.

Keempat, mengikuti ajaran Yesus ini, Paus Fransiskus dalam perayaan Ekaristi untuk para penyandang disabilitas, 12 Juni 2016 lalu, juga menyebutkan pentingnya perhatian kita kepada para penyandang disabilitas. Mereka membutuhkan kepedulian, sapaan, dan pelayanan kasih kita. Kehadiran para penyandang disabilitas memberi kesempatan lebih dalam bagi kita untuk menumbuhkan kasih yang ditaburkan Allah Bapa pada kita agar berbuah lebat. Khususnya pada Tahun Suci Luar Biasa Kerahiman Allah, kita diingatkan akan panggilan kita agar kita “murah hati, sama seperti Bapa adalah murah hati” (bdk. Luk 6:36).

Kelima, Sabda Tuhan yang kita dengarkan pada hari ini mengingatkan kita bahwa Allah ‘akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan dengan kejujuran akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri ini’ (Yes 11:4). Artinya, kita dipanggil untuk mewujudkan keadilan Tuhan itu di tengah masyarakat dan Gereja kita, supaya ‘tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan’ (Yes 11:9). Harapan yang sama disampaikan Rasul Paulus agar kita menerima ‘yang satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita untuk kemuliaan Allah’ (Rm 15:7). Itulah kiranya yang dimaksudkan oleh Yohanes Pembaptis dengan pertobatan, yang dalam bahasa Injil berarti menyiapkan jalan untuk Tuhan agar hidup kita menghasilkan buah-buah kebaikan (Mat 3:1-12).

Keenam, sebagai tanda pertobatan itulah, kita perlu meningkatkan kepedulian kita kepada para penyandang disabilitas. Pada kesempatan ini pula, baiklah saya sampaikan kepada saudari-saudara dan anak-anak yang menyandang disabilitas bahwa saudari-saudara dan anak-anak sekalian adalah anak-anak Allah Bapa yang terkasih, yang berkenan kepada kepada saudari-saudara dan anak-anak sekalian. Saudari-saudara dan anak-anak sekalian sungguh berharga di mata-Nya, demikian juga bagi Gereja. Bahwa kami masih belum sungguh mengerti dan memahami, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sekarang saatnya kita berjalan bersama sebagai keluarga. Tidak lupa, kita ucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang selama ini memberi teladan kepedulian itu, baik lembaga sosial, komunitas, maupun pribadi. Secara khusus, kita ucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga yang setia mendampingi anak-anak dan anggota keluarganya

yang menyandang disabilitas. Kita berterima kasih karena teladan kesetiaan, kesabaran, dan cinta kasih yang telah mereka tunjukkan adalah jawaban terhadap panggilan Allah Bapa untuk menjadi makin berbelas kasih seperti Bapa yang berbelas kasih.

Ketujuh, pertobatan batin yang sejati perlu diikuti tindakan yang nyata. Dalam rangka Hari Disabilitas Internasional ini, kita dapat mewujudkan pertobatan kita itu, antara lain menerima dengan kasih saudari-saudara kita dan anak-anak kita yang menyandang disabilitas, ikut menguatkan keluarganya dengan tidak mengasingkan mereka dari tengah kita. Bagi saudari-saudara kita dan anak-anak kita itu, misalnya, perlu disediakan prasarana dan sarana agar dapat ikut serta dalam perayaan Ekaristi mingguan bersama umat, tidak hanya perayaan Ekaristi yang khusus saja. Dalam perayaan bersama itu akan ada perjumpaan yang saling menumbuhkan dan menguatkan. Tidak cukup kalau paroki hanya melayani perayaan Ekaristi khusus bagi saudari-saudara dan anak-anak kita itu.

Kedelapan, demikian halnya lembaga pendidikan Katolik, sesuai kemampuannya, dihimbau untuk tetap menerima penyandang disabilitas ini bersama siswi-siswa lain. Kita berharap bahwa kebersamaan itu pun membuat kedua belah pihak dapat saling belajar. Tentu, tidak berarti bahwa lembaga-lembaga pendidikan khusus tidak lagi diperlukan. Kehadiran mereka tetap mutlak perlu, bahkan harus kita dukung karena kekhususan para penyandang disabilitas perlu diperhatikan secara intensif oleh pendamping yang ahli di bidangnya.

Kesembilan, akhirnya, marilah kita saling mendoakan agar kita masing-masing, keluarga-keluarga dan komunitas kita serta seluruh umat Keuskupan Agung Jakarta terus berkembang menjadi pribadi-pribadi yang semakin bertumbuh dan berbuah. Semoga semangat rohani sebagai murid yang mau tumbuh dan berbuah itu semakin mendorong kita semua untuk semakin peduli kepada sesama, khususnya saudari-saudara dan anak-anak kita yang menyandang disabilitas. Terima kasih atas berbagai peran Ibu, Bapak, Suster, Bruder, Para Imam dan Frater, Kaum Muda, Remaja serta Anak-anak dalam kehidupan Gereja Keuskupan Agung Jakarta yang kita cintai bersama. Berkat Tuhan selalu menyertai kita semua, keluarga-keluarga dan komunitas kita. Semoga pula Bunda Maria selalu mendoakan kita.

Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, Uskup Agung Jakarta

Page 8: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

6 · Komunika

KALA harus menerima kelahiran Armando dalam derita cerebral palsy, aku sempat bertanya, “Mengapa harus aku, Tuhan?” Perjalanan hidupku pun mulai terasa berat, melelahkan, menakutkan, dan amat sunyi.

Terasa berat dan melelahkan karena aku belum pulih dari rasa sakit dan lelah setelah melahirkan. Dalam sekejap, selain sebagai ibu, aku seperti dituntut untuk menjadi dokter dan perawat bagi Armando. Begitu banyak istilah medis yang asing harus kuterima dan kupelajari pada saat itu juga. Namun, begitu banyak informasi yang kubutuhkan ternyata tidak bisa kudapat.

Hidup jadi begitu menakutkan dan membingungkan karena sebagai manusia, kita sering lebih takut pada ketidakjelasan ketimbang takut pada sesuatu yang sudah jelas.

Tahun-tahun pertama merupakan saat-saat terberat. Ada rasa marah, bersalah, kecewa, sedih, dan putus asa. Semua bercampur menjadi satu... dan sebagai “pemula” dalam kehidupan macam begini, aku sering kali tidak tahu harus berbuat apa untuk bisa mengatasinya.

Perjalanan terasa sunyi karena banyak orang terdekat dan teman “menghilang” dari kehidupanku. Mereka mungkin tidak mengerti dan tidak tahu harus berbuat apa. Aku pun tidak tahu bagaimana harus bersikap.

Pada saat-saat itu, aku merasa perlu mampu mengerti semuanya. Aku harus tahu mengapa ini terjadi.... Dan ketika aku tidak dapat mengerti dan tidak menemukan jawabannya, aku merasa Tuhan telah mengkhianati aku dan meninggalkan aku.

Namun, kenyataannya pergulatanku dalam menapaki hari-hari bersama

Armando justru sering mempertemukan aku kembali dengan Tuhan. Pertemuan-pertemuan itu membuat aku sadar, Tuhan selalu ada, selalu hadir di sisiku, mengiringi langkah-langkah perjalanan hidupku. Ternyata, akulah yang sering pergi meninggalkan-Nya.

MukjizatDi milis parents support group, kami

membahas sebuah kasus yang cukup menghebohkan. Kami sedang seru membicarakan peristiwa “ajaib”. Seorang anak perempuan di Amerika yang lahir tanpa otak merayakan ulang tahun kesembilan. Padahal ia hanya punya batang otak saja, bagian otak yang ada saraf-sarafnya berbentuk melingkar-lingkar seperti usus itu... tidak ada!

Secara medis, anak itu tidak mungkin bisa hidup. Ternyata, ia hidup. Bahkan sekarang usianya sembilan tahun. Tapi, ya... seperti boneka saja karena ia tidak dapat merasakan dan melakukan apa-apa. Namun, sang ibu tetap merawatnya. Dia dimandikan, disuapi, didandani dengan cantik... rambutnya diberi pita... dibedaki, dan diajak berbicara layaknya anak yang memang

Ketika orang tua mau

menerima, merawat, dan

mengasihi anaknya yang

berkebutuhan khusus, sebuah

mukjizat telah terjadi.

berjalan bersama tuhanOleh Irma Koswara

Dok

. Pri.

Page 9: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 7

benar-benar hidup. Banyak orang membicarakan keajaiban yang terjadi pada anak ini.

Lalu, ibu itu berbagi cerita kepada kami, apa yang ia rasakan. Sebagai orang tua, sebetulnya ia merasa risih dan sedih dengan semua hiruk-pikuk itu. Katanya, sejak berita itu masuk koran, banyak orang berkunjung ke rumahnya hanya karena ingin melihat keajaiban itu.

Orang-orang seakan menantikan akhir dari sebuah cerita. Apakah akan berakhir dengan “happy ending” atau tidak. Kata ibu itu, sekarang anak saya dijadikan orang sebagai ”barang hiburan” atau “taruhan”. Orang-orang seakan bertaruh, apakah anak saya akan terus hidup atau mati setelah sembilan tahun ini.

Seorang anggota parents support group sempat menanyakan apakah ibu itu mengharapkan mukjizat akan terjadi. Ibu itu berkata kepada kami, ”Tidakkah kalian melihat? Mukjizat itu telah terjadi!”

“Mukjizat itu terjadi ketika saya memutuskan untuk tetap merawat anak saya. Bukankah itu suatu mukjizat? Seorang yang lemah seperti saya ini bisa mengambil keputusan tersebut, menjalaninya hingga sembilan tahun... sehari demi sehari. Saya sendiri tidak mengerti bagaimana saya bisa melakukan semua ini. Bukankah ini suatu mukjizat bahwa saya bisa sekuat ini?” ungkap ibu tersebut.

Lalu, ibu itu melanjutkan, “Orang sering melihat bahwa mukjizat adalah peristiwa ketika keinginan manusia dipenuhi atau dikabulkan Tuhan. Ada orang yang lumpuh misalnya, lalu orang berdoa agar Tuhan bisa membuatnya berjalan kembali. Tiba-tiba, orang itu bisa berjalan. Dan mereka mengatakan mukjizat telah terjadi. Sebenarnya, yang terjadi adalah Tuhan menyuruh orang itu berjalan... dan orang yang lumpuh itu melaksanakan apa yang Tuhan perintahkan. Maka, terjadilah mukjizat. Jangan pernah berpikir bahwa

mukjizat itu terjadi --di mana orang lumpuh itu bisa berjalan-- karena Tuhan melaksanakan permintaan manusia. Siapakah kita ini... bisa menyuruh Tuhan untuk menuruti keinginan kita?”

Karena itu, tambah ibu tersebut, “seperti saat ini, orang begitu sibuk mencari-cari apa yang mereka sebut mukjizat. Sekarang, mereka ingin mencarinya pada anak saya. Mereka tidak menyadari bahwa mukjizat itu sebenarnya sudah ada di depan mata mereka. Anda mau melihat sebuah mukjizat? Lihatlah dan pandanglah saya... dan Anda akan menemukan mukjizat Tuhan ada di situ. Karena yang Anda lihat sekarang ini, apa yang saya lakukan ini, sungguh adalah pekerjaan Tuhan, bukan pekerjaan saya. Seandainya anak saya tidak bisa bertahan lagi, apakah itu berarti tidak terjadi mukjizat? Saya katakan sekali lagi, mukjizat itu telah terjadi?”

Ya, ketika Tuhan menyuruh saya, ketika saya mau melakukan apa yang Tuhan suruh, yakni memelihara, merawat, dan memberikan cinta saya kepada Armando... mukjizat telah terjadi.

(Dari buku “Anakku Karunia Tuhan?”, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih,

2016)

Page 10: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

8 · Komunika

Oleh Josephine Winda

Membangun Jembatan Empati

SEORANG anak didorong di atas kursi roda oleh orang tuanya. Beberapa orang lainnya memandang dengan rasa ingin tahu, sisanya membersitkan kata ‘kasihan’ di dalam benak. Kemudian semua orang berlalu dengan kesibukan masing-masing. Sementara sang anak yang

berkebutuhan khusus itu juga berupaya terus melanjutkan perjalanan hidupnya, bersandar pada kasih kedua orang tuanya dan tentunya kasih Tuhan yang tidak berkesudahan. Inikah gambaran kehidupan para anak/umum berkebutuhan khusus (AUBK)?

Berdasarkan klasifikasi difabel (disabilitas/keterbatasan diri) dari wikipedia, berikut ini beberapa kategorinya: tunanetra yaitu disabilitas fisik tidak dapat melihat/buta, tunarungu adalah disabilitas fisik tidak dapat mendengar dan/kurang dalam mendengar/tuli, tunawicara adalah disabilitas fisik tidak dapat berbicara/bisu, tunadaksa adalah disabilitas fisik pada tubuh, tunalaras E1 adalah disabilitas fisik pada suara dan nada, tunalaras E2 adalah disabilitas mental sukar mengendalikan emosi dan sosial, tunagrahita adalah disabilitas mental pada pikiran; lemah daya tangkap, dan tunaganda adalah disabilitas ganda penderita yang memiliki lebih dari satu keterbatasan.

Lalu, apa yang dapat umat Katolik lakukan bagi saudara dan anak-anak kita yang berkebutuhan khusus ini? Hanya sekadar rasa kasihan?

Ekaristi BerkaryaRagil Suripti Manengkei, ibu yang memiliki

dua anak penyandang disabilitas ini (salah satunya telah dipanggil Tuhan pada awal tahun 2016) begitu bersemangat dalam kiprahnya sebagai salah satu motor penggerak Kharis, organisasi penyandang disabilitas Paroki Serpong Gereja Santa Monika.

Kharis dimulai pada tahun 2001 dengan beberapa tokoh penggerak yang adalah orang tua anak-anak penyandang disabilitas Paroki Santa Monika. Berdiri di bawah bimbingan Pastor Yan Sunyata, OSC, Almarhum, Kharis berarti Kasih Karunia. Sayangnya, organisasi ini sempat mati suri.

Namun, sejak akhir tahun lalu Kharis diupayakan untuk bangkit kembali sebagai wadah bagi para penyandang disabilitas di Paroki Santa Monika. Setiap paroki dapat memiliki organisasi sejenis. Sebagai contoh, Paroki Yohanes Penginjil Blok B memiliki organisasi bagi para difabel yang diberi nama God’s Little Hand.

Ragil setia memperjuangkan agar anak-anak AUBK diperbolehkan menerima Sakramen Ekaristi. Tak sedikit ucapan melecehkan yang pernah ia terima, “Anak Ibu tahu apa tentang Yesus?” Sebagai ibu dari anak-anak AUBK, ia mengimani dan sungguh percaya. Baginya, tubuh dan darah Kristus berkarya.

Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk menerima Sakramen Ekaristi dan Sakramen Penguatan. Dalam upaya menghidupkan kembali organisasi Kharis, Ragil bergerak di lapangan; ia mencari dan menghimpun data para AUBK. Hingga kini, sekitar 35 orang tua telah menyatakan bersedia bergabung dalam Kharis.

Sesungguhnya, dalam keluarga yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus ada pergolakan tersendiri. Terkadang salah satu atau bahkan kedua orang tua masih sulit menerima keadaan anaknya. Belum lagi jika dalam satu keluarga memiliki lebih dari satu AUBK. Dan tidak pula semua orang bersedia berhimpun dalam organisasi semacam ini.

Banyak keluarga menarik diri, bersembunyi,

Apa yang dapat umat Katolik lakukan bagi saudara-

saudara dan anak-anak berkebutuhan khusus?

Ida KoswaraRagil Manengkei

Dok

. Pri

Kom

unik

a / J

.W.

Page 11: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 9

tanpa minat berorganisasi. Padahal, menurut Ragil, banyak sukacita yang diperoleh dalam kebersamaan dan naungan satu wadah. Seperti pasangan tunarungu, Ndaru dan Teni, yang baru dikenalnya. Keduanya mahir berbahasa isyarat tangan. Kini, mereka menjadi sahabat Ragil. Mereka aktif menjalin komunikasi.

Sukacita juga Ragil dapatkan dari kedua anaknya yang berkebutuhan khusus. Tanpa latar belakang sebagai terapis, Ragil pernah belajar demi anaknya. Kini, ia mampu melatih suara bagi anak-anak tunawicara. Ia juga bersedia mengajar mereka yang membutuhkan bantuannya.

Pendataan dari para ketua lingkungan atau umat di seluruh Paroki Santa Monika akan sangat menolong untuk memperkokoh bangkitnya Kharis sebagai organisasi penyandang disabilitas umat Katolik di wilayah Serpong. Apakah keluarga-keluarga tersebut bersedia bergabung? Tidak akan ada pemaksaan. Namun, undangan untuk merangkul dan berhimpun bersama, menjadi keinginan kuat Ragil dan rekan-rekan lain yang menggagas Kharis untuk segera berkiprah lagi.

Kegiatan yang ingin diselenggarakan antara lain adalah sarasehan, pelatihan, Sekolah Minggu disabilitas, Misa khusus disabilitas (Komuni & Krisma), serta workshop.

Menutup sesi wawancara, Ragil mengisahkan rengekan Karel, putranya yang menyandang tunarungu. “Mama, tolong Mama jangan meninggal dunia ya. Kalau Mama meninggal, aku kira-kira harus bekerja sebagai apa ya, Ma?”

Momen CanggungKetika saudari kembarnya melahirkan dan memiliki seorang putra

berkebutuhan khusus, Ida Koswara sempat mengalami momen canggung. Ia tidak mendampingi saudarinya karena tidak tahu harus bagaimana bersikap. Tanpa banyak kata-kata, ‘just be there’ adalah obat yang ampuh bagi para orang tua penyandang AUBK.

Tidak ada kata-kata yang dapat melukiskan bagaimana rasanya menjadi orang tua AUBK. Oleh karena keadaan semacam ini menimbulkan sensitivitas yang tinggi. Para orang tua terkadang ‘jutek’ dan mudah tersinggung. Sama-sama memiliki anak tunggal dalam kondisi berbeda, Ida dan saudari kembarnya kemudian melakukan konsolidasi rasa. Berbagi suka dan duka dalam merawat anak-anak mereka.

Kini, Ida berkomitmen bergerak dalam organisasi Kharis sebagai volunteers, sekalipun ia bukanlah orang tua AUBK.

Menurut Ida, para orang tua AUBK sudah sangat direpotkan dengan mengurus anak-anak mereka. Untuk itu, kehadiran para volunteers sangatlah dibutuhkan. Para orang tua AUBK yang telah berhasil melewati masa-masa sulitnya hendaknya juga dapat mendampingi para orang tua AUBK yang masih berjuang dengan segala emosi dan pergolakannya. Di sini jembatan empati akan muncul antara sesama orang tua AUBK.

Sebaliknya, para volunteers dapat bergerak di bidang-bidang lain, seperti kesibukan mengurus organisasi (sebagaimana hendak dilakukan oleh Ida) dan juga pendidikan awareness bagi umat Katolik lain atau masyarakat luas. Tidak usah jauh-jauh, fasilitas-fasilitas umum seperti kamar mandi/toilet khusus juga masih perlu diperhatikan bagi para penyandang disabilitas. Volunteers dapat membantu dengan memberikan saran/masukan bagi penyediaan fasilitas-fasilitas umum yang layak untuk para difabel.

Sebuah pengalaman pahit dirasakan oleh Ida ketika pada masa lalu ia mengadakan Misa khusus AUBK. Seorang pria yang duduk di dekatnya mengeluhkan mengapa harus diadakan Misa AUBK. Ketika yang bertugas keseluruhannya adalah anak-anak difabel, pria ini tidak mampu menerima sukacita dari kehadiran kasih karunia Tuhan. “Mengapa mereka harus bertugas?

Anak-anak ini mengakibatkan perayaan Ekaristi berjalan lamban dan sangat membuang waktu!” komentarnya.

Padahal perayaan Ekaristi pada saat itu sudah dinyatakan sebagai Misa khusus AUBK. Perhatian berupa kata-kata kosong (apalagi menyakitkan) jauh dari apa yang sungguh dibutuhkan oleh para penyandang difabel. Perayaan Misa AUBK memang memiliki detail khusus, seperti lagu-lagu yang dibawakan tidak boleh terlalu bersemangat karena akan mempengaruhi gerak-gerik anak-anak autis.

Demikian pula lektor hendaknya bukan mereka yang bersuara sopran. Banyak hal kecil yang akan sangat membantu apabila umat menyadari bahwa mereka dapat berpartisipasi bagi kaum difabel. “Awareness, mengapa harus kami yang terus ditekankan untuk ‘menerima’ keadaan anak-anak dan keluarga kami? Bagaimana dengan awareness masyarakat? Apa peran mereka?” ungkap Ida di sela-sela percakapan.

Ida mengisahkan bagaimana keponakannya yang menderita cerebral palsy mendapatkan banyak support dari organisasi-organisasi penyandang disabilitas di luar negeri, seperti kursi roda dengan sandaran kepala khusus atau sendok bengkok untuk makan. Peralatan-peralatan yang sederhana namun mampu mengangkat dignity (harga diri) para penyandang disabilitas. Sayangnya, barang-barang semacam itu masih sulit didapatkan di Indonesia.

Gerakan untuk kembali menghidupkan Kharis dirasakan Ida sebagai dampak Tahun Kerahiman di bawah arahan Seksi Liturgi Dewan Paroki Santa Monika. Namun, ia juga mengharapkan hendaknya gerakan ini terus berkesinambungan dan tidak semata-mata hanya gelora pada masa awal.

Gereja, keluarga, masyarakat, dan organisasi harus bekerja sama. Seperti kisah orang lumpuh yang diturunkan dengan menjebol genteng oleh empat orang (Mar 2:3-5), ia terbantu oleh iman mereka yang menggotongnya. Kisah ini menginspirasi Ida untuk yakin bahwa Kharis akan menerima rahmat Tuhan dalam kegiatan-kegiatannya mendatang.

Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga (Kis 15:11).

Contact person Kharis: Ragil Manengkei (081219932673), Ida Koswara (08159140320)

Page 12: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

10 · Komunika

SEKITAR 25 pembakti Kharis dan orang tua anak berkebutuhan khusus (ABK) berhimpun dalam pertemuan

di Ruang Benediktus Paroki Serpong-Gereja St. Monika pada Jumat petang, 3 Februari 2017. Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya di tempat yang sama, Sabtu, 19 November 2016.

Pertemuan yang diprakarsai oleh Ida Koswara dan Ragil Manengkei ini didukung oleh pengurus Dewan Paroki Harian, Andre Bahariyanto. Mereka mengerucutkan rencana pelayanan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.

“Sekarang, fokusnya kepada mereka yang belum menerima Komuni Pertama dan Krisma. Mungkin orang tua ABK rindu anak-anaknya bisa menerima Komuni,” ungkap Ragil.

KasuistikDalam kesempatan ini, Andre

Bahariyanto mengemukakan bahwa para pembakti Kharis tidak bisa menggeneralisir kasus ABK. Karena itu, penting sekali untuk memiliki data. “Pendekatan terhadap masing-masing ABK berbeda. Pendekatannya khusus, kasuistik, per kasus,” ungkapnya mengingatkan.

Selain itu, para pembakti perlu memiliki pemahaman bersama sebagai bekal untuk melayani ABK. “Kita perlu punya pemahaman yang memadai terhadap mereka,” lanjut Andre. Ia menambahkan bahwa para katekis Paroki Serpong- Gereja Santa Monika

sedang merancang pelayanan terhadap ABK dengan pendekatan rohani.

Andre mengingatkan pula bahwa para pembakti Kharis harus solid. “Idealisme perlu dimurnikan. Para pembakti juga mesti dikuatkan karena akan menghadapi hal-hal yang mungkin tidak dibayangkan sebelumnya.”

Bisa JalanKepala Paroki Serpong, RP

Bernardus Yusa Bimo Hanto OSC, sangat mendukung hidupnya kembali kelompok Kharis. Karena Paroki Serpong terdiri dari 135 lingkungan, maka Kharis harus punya sistem, kerjasama, dan program.

Romo Bimo berharap, Kharis tidak sekadar menyelenggarakan event. “Berapapun jumlah orang tua yang terdaftar, Kharis bisa jalan,” sitir Ida.

Ida juga menyitir pesan Romo Bimo bahwa Kharis jangan hidup hanya karena Tahun Yubileum. “Kalau Kharis ingin dihidupkan kembali, ayo sama-sama,” ajak Ida.

Awalnya, Ida dan Ragil mulai menghimpun para calon pembakti Kharis. Lantas, mereka mengundang beberapa pengurus God’s Little Hands Paroki Blok B Kebayoran Baru-Gereja St. Yohanes Penginjil guna mensharingkan pengalamannya menghidupkan kelompok pelayanan para ABK.

Pada pertemuan pertama, Ragil mengajak para pembakti ABK untuk turut serta membantu terbentuknya kembali Kharis, yang berdiri pada tahun 2001 namun kemudian aktivitasnya

terhenti. “ABK ini anak-anak Tuhan yang perlu kita perjuangkan,” tegasnya.

Kemudian, dalam kurun waktu sekitar satu setengah bulan, Ragil dan Ida telah mendata 35 orang tua ABK yang bersedia bergabung dengan Kharis. Kebanyakan anak-anak mereka menyandang autis. Para orang tua ABK tersebut akan diundang untuk hadir pada Minggu pagi, 26 Februari 2017, di Paroki Serpong.

Terbentuknya KharisPada tahun 2001, Romo Yan

Sunyata OSC menggagas terbentuknya Kharis. “Kharis berarti dikasihi, disayangi,” ungkap Ida. Tujuannya untuk menghilangkan kesalahpahaman antara masyarakat dengan orang tua atau keluarga ABK.

Namun sayang, selang dua tahun aktivitas Kharis ’mati suri’. Menurut Ketua Kharis pada awal berdirinya, Bayu Winarto, aktivitas Kharis terhenti karena problem internal keluarga ABK. “Orang tua ABK cenderung bergulat sendiri dan sibuk masing-masing,” katanya.

Di pengujung pertemuan malam itu, Ida mengingatkan agar para pembakti dan orang tua ABK di Paroki Serpong berjalan bersama. “Ini harus menjadi komitmen Kharis yang baru.”

Ida berharap, Gereja bisa menjadi rumah kedua bagi para orang tua ABK ketika mereka dicemooh oleh masyarakat. “Semoga Kharis bisa menjadi jembatan empati antara orang tua ABK dengan pihak Gereja.” (ME)

Upaya Menghidupkan kembali “kharis”Wadah bagi orang tua anak berkebutuhan khusus “Kharis” menggeliat. “Berapapun

jumlah orang tua yang terdaftar, Kharis bisa jalan,” ujar salah seorang pengurus Kharis, Ida Koswara.

Komunika / ME

Page 13: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 11

NN

Beato Luigi Beltrame Quattrocchi (1880-1951) dan Beata Maria Corsini (1884-1965)

beatifikasi Pertama Pasutri“Selama hampir 50 tahun pernikahan, saya mengatakan di hadapan Allah, bahwa saya tidak pernah merasa bosan, jenuh, ataupun lelah,” ujar Maria Corsini Quattrocchi.

“IMAN dan cinta pasangan suami-istri Luigi Beltrame Quattrocchi dan Maria Corsini merupakan bukti nyata bahwa semua umat beriman dipanggil untuk menjadi kudus....” Demikian khotbah Paus Yohanes

Paulus II saat beatifikasi Luigi dan Maria pada 21 Oktober 2001. Beatifikasi pasangan suami-istri (pasutri) baru pertama kali terjadi dalam sejarah Gereja Katolik.

Paus Yohanes Paulus II mengakui kekudusan pasutri Luigi Beltrame dan Maria Corsini, “Mereka berdua telah menjalani hidup yang biasa dengan cara yang luar biasa.”

Pada tahun 1905, saat berusia 25 tahun, Luigi Beltrame menikahi Maria Corsini. Luigi, lulusan Fakultas Hukum Universitas La Sapienza Roma, bekerja di bagian legal Inland Revenue Department (lembaga pemerintah yang berhubungan dengan pajak). Kariernya sangat cemerlang. Seiring bergulirnya waktu, ia memegang berbagai posisi di sejumlah bank pemerintah. Jabatan terakhirnya sewaktu pensiun pada tahun 1946 adalah Wakil Jaksa Agung.

Setelah menikah, Maria mengembangkan bakatnya menulis. Ia menjadi penulis di berbagai majalah Katolik, menerbitkan banyak buku mengenai

pembentukan karakter dan kerasulan keluarga. Melalui pernikahan, kehidupan rohani pasangan ini bertumbuh.

Menolak AborsiPada akhir tahun 1913 saat mengandung anak

keempat, Enrichetta, Maria mengalami masalah. Dokter kandungan menyarankan agar Maria menggugurkan janinnya demi keselamatannya.

Menurut dokter kandungan, kemungkinan janinnya hidup hanya lima persen. Namun, Luigi dan Maria menolak saran tersebut. Mereka mempercayakannya kepada penyelenggaraan Tuhan.

Luigi begitu cemas akan keselamatan istrinya. Stefania, anak kedua mereka, melihat ayahnya menangis di hadapan pastor karena peristiwa tersebut. Tuhan mengabulkan doa-doa mereka. Enrichetta lahir pada 5 April 1914. Maria dan bayinya selamat!

Sangat BisingKehadiran dua anak laki-laki dan dua anak

perempuan membuat irama keseharian keluarga Quattrocchi sungguh berwarna. Menurut teman-teman mereka, keluarga ini tampak bahagia. “Pada waktu makan, suasananya sangat bising.” Setiap sore mereka sekeluarga berdoa rosario bersama. Mereka menjadwalkan waktu untuk mengikuti retret berkala di luar tembok Basilika Santo Paulus.

Cesare, putra mereka, ingat bahwa ketika ia berusia sepuluh tahun, ibunya memberi salinan buku “Mengikuti Jejak Kristus”; kumpulan tulisan Thomas a Kempis, seorang rahib pada abad ke-15. Ia begitu menghargai pesan yang ditulis sang ibu, “Ingatlah bahwa Kristus harus diikuti, jika perlu sampai mati.”

Tiga dari empat anak mereka menjawab panggilan hidup religius. Putra sulung mereka, Filippo, menjadi imam Diosesan. Putra kedua, Cesare, bergabung dalam Ordo Trappist pada tahun 1924. Pada tahun 1927, Stefania masuk Biara Benediktin di Milan. Sedangkan si bungsu, Enrichetta, mendedikasikan dirinya untuk merawat orang tuanya di usia senja.

Setelah putra-putri mereka beranjak dewasa, pasangan Quattrocchi mencurahkan lebih banyak waktu untuk berdoa dan berkontemplasi di dalam rumah mereka. Mereka menjadi teladan kesalehan bagi orang-orang di sekitarnya.

“Sejak kelahiran putra pertama, kami cenderung mengabaikan diri sendiri. Ternyata, sukacita yang didapatkan melebihi segalanya. Itulah sukacita Ilahi,” ungkap Maria.

Luigi wafat di Roma pada 9 November 1951. Maria wafat di Serravalle, Italia Tengah, pada 25 Agustus 1965. Gereja mengangkat mereka menjadi pasangan beato-beata pada 21 Oktober 2001.

Maria Etty

Page 14: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

12 · Komunika

Pembaptisan perdana yang dilakukan di Gereja St. Ambrosius pada tanggal 11 Desember 2016 menjadi penanda berdirinya Paroki Administratif Vila Melati Mas. Misa Pembaptisan Perdana yang bertepatan

dengan Pesta Nama St. Ambrosius dipimpin oleh Konselebran Utama RD. Antonius Suhardi Antara dan 6 Imam pendamping Konselebran yaitu Pastor Kepala Paroki Serpong RP Bernardus Yusa Bimo Hanto OSC, RD Yosef Natalis Kurnianto, RD Yohanes Hadi Suryono, RD Petrus Gunawan, RD Simon P Lili Tjahyadi dan RD Prasetyo H Wicaksono. Pada Misa Baptisan Perdana 11 Desember 2016 tersebut dilakukan pembaptisan kepada 23 umat St. Ambrosius, dari jumlah tersebut ada 21 umat langsung menerima Komuni Pertama dan 15 umat yang menerima Sakramen Penguatan.

Pengukuhan Paroki Administratif ini sesuai surat dari Bapak Uskup bernomor 506 / 3.16.69 / 2016 yang dibacakan oleh RD. Antonius Suhardi Antara dijelaskan bahwa Mgr. Ignatius Suharyo setelah mencermati persiapan pendirian paroki, menetapkan bahwa pada Pesta Nama St. Ambrosius 11 Desember 2016 Stasi St. Ambrosius menjadi Paroki Administratif St. Ambrosius. Penetapan status Paroki Administratif St. Ambrosius ditandai dengan kemandirian dalam tata kelola administrasi sakramen-sakramen dan keuangan. Tanggal 11 Desember 2016 ditetapkan menjadi awal pencatatan buku-buku pelayanan pastoral seperti buku sakramen inisiasi (Baptis,

Paroki administratif St. ambrosius

Komuni Pertama, dan Penguatan), buku pernikahan, buku kematian dan kemandirian tata kelola administrasi keuangan bagi Umat Allah Paroki Administratif St. Ambrosius. Tahap Pencatatan buku-buku pelayanan pastoral, dan tata keuangan secara mandiri, masih akan diikuti oleh tahap selanjutnya hingga penetapan pendirian Paroki Mandiri pada waktunya. Dalam kesempatan ini sekaligus pengukuhan perubahan dari Dewan Stasi menjadi Dewan Paroki Administratif. Surat yang ditandatangani oleh Mgr. Ignatius Suharyo tertanggal 7 Desember 2016 itu juga mengharapkan semakin meningkatnya pelayanan administrasi kepada umat.

Pengukuhan Paroki Administratif ini menjadi semangat baru bagi seluruh umat di Gereja St. Ambrosius untuk mewujudkan apa yang diharapkan oleh Bapak Uskup. Beberapa kegiatan langsung diagendakan di tahun 2017 dalam Program Karya yang dibuat bersama dalam Rapat Karya Dewan Pleno selama tiga hari. Sasaran prioritas yang diutamakan dari beberapa sasaran prioritas lainnya yaitu pemberdayaan Umat Allah di lingkungan agar semakin banyak yang terlibat aktif dalam kehidupan menggereja seperti pelatihan bendahara lingkungan, pelatihan sekretaris lingkungan, pelatihan penata bunga altar dan retreat bagi pengurus lingkungan. Tim baru di Gereja St. Ambrosius,Pengembangan Iman Talenta dan Kaderisasi (PITK) akan mempersiapkan sejumlah modul yang diperlukan untuk mengembangkan Umat Allah membangun spiritualitas

Dok. Pri.

Page 15: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 13

yang searah dengan nama pelindung Gereja, Santo Ambrosius. Pengukuhan Program Karya dan sosialisasi program 2017 ke semua

Lingkungan sudah diselesaikan pada tanggal 15 Januari 2017 yang lalu.Dengan Program Karya yang sudah dibuat tentu di harapkan bisa dijalankan

dengan maksimal karena program ini juga sebagai persiapan saat menjadi Paroki Mandiri. Perubahan jam kerja sekretariat juga dilakukan penyesuaian dalam rangka melayani umat yang kebanyakan baru bisa ke sekretariat di malam hari. Jam kerja pelayanan sekretariat saat ini menjadi Selasa – Minggu jam 08.00 – 20.00.

Semoga dengan menjadi Paroki Administratif, umat di Gereja St. Ambrosius bisa mempunyai spiritualitas pelayanan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan visi dan misi Gereja dan spiritualitas Santo Ambrosius.

Visi “Gereja Ambrosius sebagai paguyuban umat beriman yang peduli, berbagi dan merakyat” dengan 5 misi sebagai berikut :1. Meningkatkan habitus doa dalam keluarga dan lingkungan.2. Meningkatkan kesadaran umat untuk terlibat dalam kehidupan

menggereja.3. Mengembangkan potensi umat dalam membangun semangat persaudaraan

sejati dan berbelarasa melalui tata pelayanan gembala baik dan murah hati.4. Membangun persaudaraan yang erat dalam masyarakat untuk

menghadirkan wajah Allah yang penuh kerahiman.5. Mengembangkan semangat kepedulian terhadap lingkungan hidup.

KORAN :

MAJALAH :GATRA, KARTINI, FEMINA, GADIS, KAWANKUTEMPO, INTISARI

kora

n

majalah

KOMPAS, POS KOTA, MEDIA INDONESIA, REPUBLIKAKORAN TEMPO, INDO POS, RAKYAT MERDEKA

OETOMO AGENCYOETOMO AGENCYPENYALUR KORAN, MAJALAH

TABLOID & IKLAN

B.SUNARYO

LINGKUNGAN PAULUS

Kios : Jl. Angkasa Raya (Belakang Ruko RB2-1)Rumah : Jl. Pinus Raya F 1/9, Sektor 1-1 BSD

Pin BB 2A2770E9

MENERIMA PENYEBARAN BROSUR

:0815 1166 9300:0877 7448 8009

Dok

. Pri.

Dok

. Pri.

Pasang iklan usaha Anda di sini.

Informasi lebih lanjuthubungi Ibu Susie

(0896.7845.7456 hanya sms/Whatsapp)

[email protected]

Page 16: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

14 · Komunika

DUNIA perfilman Indonesia semakin berwarna dengan kehadiran “Night Bus”. Film drama thriller-action yang memiliki target untuk masuk ke pasar film internasional ini telah menyelesaikan syuting pada Oktober 2015.

Saat ini, “Night Bus” sudah merampungkan seluruh proses post production termasukvisual effect dan akan segera dirilis pada April 2017.

“Night Bus” adalah sebuah film fiksi, bercerita tentang perjalanan sebuah bus malam menuju kota Sampar yang hancur akibat konflik separatis selama bertahun-tahun. Kisah perjalanan berawal di terminal keberangkatan kota Rampak. Sudah beberapa hari penumpang menunggu jalur dibuka, setelah ditutup karena pecah konflik dan terjadi kontak senjata antara pasukan Samerka (Sampar Merdeka) dengan aparat pemerintah.

Para penumpang memiliki tujuan masing-masing untuk sekadar pulang bertemu dengan keluarga, berziarah ke makam anak yang baru meninggal, menyelesaikan urusan pribadi, atau mencari kehidupan yang lebih baik.

Perjalanan biasa berubah menjadi penuh teror karena situasi masih panas dan bus dibajak oleh seorang pembawa pesan yang harus tiba ke Sampar untuk menyampaikan sebuah pesan rahasia kepada Panglima Perang Samerka. Pembawa pesan ini adalah orang yang paling dicari oleh semua pihak yang

Night Bus -conflict doesn’t choose its victims-

berkepentingan di dalam konflik tersebut.Para penumpang harus menghadapi tekanan

teror di pos pemeriksaan dan sepanjang sisa perjalanan. Mereka berusaha bertahan hidup di bawah desingan peluru. Nyawa dipertaruhkan, tidak ada yang tahu siapa yang akan bertahan hidup atau mati!

Dalam prosesnya, “Night Bus” bekerjasama dengan beberapa pihak baik dalam proses produksi maupun promosi, di antaranya TeknoLogika, Djarum Super Adventure, Toyota, Levi’s, Eiger, The Foundry, dan SAE Institute Jakarta.

Diharapkan, “Night Bus” hadir sebagai sebuah tontonan yang menghibur sekaligus memberi pesan pentingnya, yakni menjaga persatuan dan keutuhan berbangsa demi menghindari terjadinya konflik yang akan menimbulkan korban, kehancuran, dan kerugian yang besar bagi bangsa kita tercinta Indonesia.

Film nasional ini bergenre drama thriller dengan bumbu action yang menegangkan. Sutradaranya adalah warga Paroki Serpong-Gereja Santa Monika, Darius Sinathrya.

NN

Page 17: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 15

Dua dari tiga putranya berkebutuhan khusus. Dengan segala upaya, ia dan suaminya

mendampingi mereka. “Tuhan selalu membukakan jalan bagi kami,” tandasnya.

petang, 12 Januari 2017.

Sarat PerjuanganKetika mengetahui dirinya mengandung untuk

kedua kali, Christine terhenyak. Ia sama sekali tidak menduga bahwa ia hamil lagi sementara putra sulungnya masih berusia tiga bulan. Meski demikian, ia tetap mensyukurinya karena kehamilannya kali ini mudah, tanpa upaya.

Sesungguhnya kondisi rahim Christine sempat kurang sehat. Endometriosis bersarang di situ. Putra sulungnya hadir dengan sarat perjuangan. Dokter memberinya serangkaian terapi hormon, namun tubuh Christine menolak; ia sesak napas dan sulit terlelap.

Lantas, ia beralih pengobatan pada seorang sinshe dan dilanjutkan dengan pengobatan prana oleh Romo Lambertus Somar MSC. Hingga akhirnya, ia mengandung dan melahirkan putra pertamanya, Ardra Christian Tana, pada tahun 1987.

christine halim

Kom

unik

a / H

edi S

.

titipan istimewa dari tuhan

TEPUK tangan para wisudawan riuh bergemuruh tatkala nama Agustinus Felix Aziz Tana disebut. Sejurus berselang, pemuda itu dituntun untuk maju ke podium guna berjabat tangan dengan Rektor dan Dekan Universitas Budi Dharma Karawaci. Mereka

ikut bangga terhadap kelulusan Aziz. Sementara itu di deretan kursi undangan, sang mama Christine Halim tak

kuasa membendung haru menatap putra keduanya berhasil memungkasi studi D3 Jurusan Bahasa Inggris.

Aziz memang mahasiswa berkebutuhan khusus. Ia satu-satunya penyandang tunanetra di kampusnya. Tidak mudah bagi Aziz menggapai cita-citanya. Beberapa kali ia harus menghadapi kendala, terutama ketika pembimbing akademiknya terkesan kurang mendukungnya.

Namun, Christine sungguh merasakan betapa Tuhan senantiasa mengulurkan tangan kepada putranya. Aziz sanggup melintasi kesulitan demi kesulitan hingga ia meraih prestasi cemerlang. “Dengan doa, saya percaya sekali Tuhan memuluskan jalannya,” ucapnya dengan suara menyerupai bisik.

Setelah lulus kuliah, ternyata kendala lain masih mencegat langkah Aziz. Sudah lima tahun ini, ia masih menunggu kesempatan bekerja. “Di sini, orang seperti Aziz sulit memperoleh pekerjaan,” ujar Christine dengan tatapan menerawang saat dijumpai di kediamannya, Vila Melati Mas Serpong, Kamis

Oleh Maria Etty

Page 18: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

16 · Komunika

“Usia Ardra dan Aziz hanya terpaut sebelas bulan,” ungkap Christine. Aziz lahir pada 8 Agustus 1988 ketika kandungan Christine masih berusia tujuh bulan. “Mulanya, kami tidak mengetahui mata Aziz tidak bisa melihat,” kenang Christine. Ternyata, Aziz menderita retinopati prematuritas akibat kelahirannya yang prematur.

Seperti SilauSejak lahir, Aziz tidak bisa melihat. “Sewaktu bayi, matanya seperti silau

setiap kali ia dijemur pada pagi hari,” beber Christine. Setelah menyadari penglihatan Aziz bermasalah, Christine dan suaminya, Decky Tana, membawa Aziz ke dokter anak di RS Bunda, tempat Aziz dilahirkan. “Dokter bilang tidak apa-apa; hanya karena dia lahir prematur,” lanjut Christine.

Kemudian Aziz diperiksakan ke dokter spesialis mata. Saat itu, dokter menyodorkan realita getir. “Anak Ibu seperti Stevie Wonder...,” sitir wanita bermata indah ini. Christine dan Decky sangat terpukul mendengar penjelasan itu. Namun, mereka pantang menyerah. Berbagai upaya mereka lakukan demi Aziz. “Aziz pernah dioperasi saat berusia dua tahun. Ternyata, tidak berhasil,” ungkap Christine.

Tatkala Aziz berusia tujuh tahun, mereka membawanya berobat ke Perth, Australia. “Dokter di sana mengatakan, percuma dioperasi.” Sejak itu, mereka menerima kenyataan itu dengan ikhlas.

Proses tumbuh kembang Aziz bagus. Ia lekas berjalan dan lancar berbicara. Kesulitan baru terasa sewaktu mereka mencarikan sekolah untuk Aziz. “Sekolah umum Katolik tidak ada yang mau menerimanya. Sampai akhirnya, kami menyekolahkan Aziz di Bhakti Luhur.”

Mimi LusliSuatu hari, Christine membaca artikel tentang Mimi Mariani Lusli,

penderita tunanetra, peraih dua gelar Master yang menjadi dosen di FKIP Unika Atma Jaya Jakarta. Lantas, ia berupaya mencari Mimi. “Mimi menyarankan saya untuk mengikuti acara-acara yang diselenggarakan oleh Kelompok Laetitia di Katedral.” Waktu itu tahun 1992, Christine kerap membawa Aziz yang masih berusia empat tahun ke sana.

Dalam berbagai kesempatan, Mimi membesarkan hati Christine. Ia juga sempat berjumpa dengan mama Mimi. Pengalaman itu memijarkan tekad di hati Christine. “Demi Aziz, saya tidak boleh putus asa.”

Christine dan Decky memasukkan Aziz ke sekolah Bhakti Luhur. Kemudian, Aziz melanjutkan ke SLB A Lebak Bulus hingga lulus SMP. Setelah itu, Aziz melanjutkan studi di sekolah umum, SMA Kristen Markus Kebon Nanas, Tangerang. “Awalnya, saya merasa malu karena saya satu-satunya penyandang tunanetra di sekolah itu,” tutur Aziz. Seiring bergulirnya waktu, Aziz sanggup mengikis perasaan itu karena ia dikelilingi oleh teman-teman yang baik dan penuh perhatian.

Christine sungguh bersyukur, Aziz disayang oleh teman-temannya di sekolah. “Mereka suka berteman dengan Aziz karena Aziz tidak nakal.” Padahal, lanjut Christine, suaminya sempat khawatir kalau Aziz diremehkan oleh teman-temannya. Nyatanya, hal itu tidak pernah terjadi. “Hingga di bangku kuliah, teman-temannya baik.”

Aziz mengungkapkan ada satu dosennya yang baik sekali. “Dosen itu yang mendampingi saya mengerjakan tugas akhir. Dia bertindak seperti pendamping,” kenang Aziz yang menjalani magang di almamaternya, SMA Kristen Markus, guna memenuhi tugas akhirnya di kampus.

Dengan adanya laptop, Aziz sungguh dimudahkan dalam belajar. “Sebelumnya, saya sering membantu membacakan bahan-bahan kuliahnya,” ujar Christine.

Menyandang AutisSalib kehidupan yang disangga Christine dan Decky memang tidak

ringan. Tuhan masih menitipkan lagi putra berkebutuhan khusus kepada mereka. Putra ketiga mereka, Febryan Tana, menyandang autis. “Kami harus menerima titipan Tuhan ini,” kata Christine tentang si bungsu yang lahir pada 18 Januari 1995.

Mulanya, Febryan mengalami hambatan berbicara. Hingga gurunya di Play Group Athalia menyarankan agar Febryan menjalani terapi wicara. Tahun 1998 merupakan masa yang sungguh berat bagi keluarga Tana. Saat itu, Decky kehilangan pekerjaan, sementara anak-anak mereka membutuhkan dana yang membuncit. “Syukurlah, ada kenalan yang mau membikinkan program terapi untuk Febryan. Lalu, saya sendiri yang memberi terapi kepadanya,” urai wanita bertubuh langsing ini.

Karena sibuk memberi terapi kepada Febryan, dengan berat hati mereka terpaksa memasukkan Aziz ke Asrama Bhakti Luhur Lebak bulus. “Dari kelas 5 sampai lulus SMP, Aziz tinggal di Asrama Bhakti Luhur.”

Tidak mudah bagi Christine membimbing Febryan. Sewaktu kecil, ia mudah mengamuk karena tidak bisa mencetuskan keinginannya. “Syukurlah, dia segera bisa ngomong meski artikulasinya kerap tidak jelas.”

Febryan berpindah-pindah sekolah. Ia masuk TK Strada, kemudian ia melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri Pondok Jagung, sampai kelas dua. “Akhirnya, dia bersekolah di Spektrum Bintaro sampai kelas 9.” Sekarang pada usianya yang ke-22, Febryan masih bersekolah di sekolah khusus Al-Ikhsan. “Sudah tiga tahun ini, ia ikut kelas keterampilan memasak.”

Pada malam hari Christine membiasakan anak-anaknya untuk berhimpun dalam doa. “Kami berdoa singkat saja karena Febryan susah diajak berdoa lama,” tukasnya.

Christine mengakui, dianugerahi anak-anak berkebutuhan khusus justru menempa kesabarannya. Ia sungguh bersyukur putra sulungnya dikaruniai kecerdasan prima. Ardra telah menamatkan studi di Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Saat ini, ia tengah melanjutkan spesialisasi radiologi di almamaternya.

Setelah kedua anaknya yang berkebutuhan khusus mulai beranjak remaja, Christine membasuh kerinduannya ingin melayani sesama. Sudah beberapa tahun ini, ia berhimpun dalam Legio Maria Presidium Bunda Pembaru Dunia Paroki Administratif St. Ambrosius. Ia merasa batinnya kian dikuatkan. Hadirnya rekan-rekan sepelayanan bisa menjadi tempatnya menjumput sukacita.

Page 19: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 17

bencana atau rencana (bagian ketiga)

oleh Johanna kemal

KETIKA bagian pendaftaran menyatakan bahwa ruang ICU, IICU, dan HCU di Rumah Sakit Awal Bross

penuh, saya mengatakan bahwa saya ingin agar Mbak Atik dirawat di rumah sakit itu meskipun di kamar biasa.

Dokter mengatakan, jika setelah diperiksa darah ternyata terdapat virus hepatitis B atau HIV, maka Mbak Atik pasti akan ditolak oleh pihak rumah sakit. Saya dipersilakan mencari rumah sakit lain. Langsung kami bersatu (saya dan Pak FXB berdoa supaya darah Mbak Atik tidak mengandung kedua penyakit tersebut) agar dia dapat dirawat dan dicuci darah di situ.

Ternyata, kamar kelas 1 sesuai dengan kelas BPJS-nya sudah penuh. Demikian juga dengan kelas 2 dan 3 di rumah sakit tersebut. Maka jika ingin dirawat di situ, harus masuk ke ruang VIP. Saya terpaksa menyetujuinya supaya Mbak Atik dapat ditolong.

Sementara itu, saya pulang karena harus menjemput anak di sekolah. Pukul 16.00, pihak rumah sakit menelepon;

kepada keluarganya. Alasannya, penyakit yang dideritanya saat ini sangat berat: darah tinggi, gagal ginjal, hepatitis C, dan pembengkakan jantung

Sewaktu-waktu penyakit ini dapat menyebabkan kematian.

Jawaban atas pertanyaan kedua, hepatitis C tidak menular melalui sendok, garpu, piring, gelas, dsb. Jawaban ini membuat saya lega karena selama beberapa hari ini Mbak Atik menginap di rumah saya.

Keesokan harinya, saya menghadap pastor di Paroki Santa Monika. Saya menanyakan masalah ini. Pastor memberikan pandangan yang sama dengan dokter HD bahwa sebaiknya Mbak Atik dikembalikan kepada keluarganya, kecuali jika keluarganya mau memberikan pernyataan resmi di atas materai bahwa mereka tidak sanggup mengurus. Dan jika terjadi apa-apa dengan Mbak Atik, katakanlah meninggal dunia, maka pihak yang merawat tidak akan dituntut apa pun oleh keluarganya.

Sesuai saran tersebut, saya menyiapkan konsep surat dan materai.

mengabari bahwa Mbak Atik akan segera cuci darah. Saya bersyukur kepada Yesus Junjungan saya yang telah mengabulkan doa-doa kami. Artinya, darah Mbak Atik bersih dari HIV dan hepatitis B.

Terinfeksi Hepatitis CNamun, ternyata keesokan harinya

ketika menemui dokter jaga, saya diberitahu bahwa Mbak Atik terinfeksi hepatitis C. Untuk selanjutnya, pihak rumah sakit tidak dapat memberikan pelayanan cuci darah.

Saya memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis hemodialisa (HD) keesokan harinya, agar bisa memastikan ke mana sebaiknya saya membawa Mbak Atik berobat.

Saat menemui dokter HD, saya hanya menanyakan dua hal. Pertama, ke mana saya harus membawa Mbak Atik cuci darah setelah ini?

Kedua, apakah penyakit hepatitis C dapat menular melalui sendok, piring, garpu, gelas, dsb?

Keduanya dijawab oleh dokter. Sebaiknya, Mbak Atik dikembalikan

Page 20: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

18 · Komunika

Lalu, saya menghubungi saudaranya; meminta mereka untuk memilih apakah mereka ingin merawat Mbak Atik ataukah mereka ingin menandatangani surat pernyataan tersebut?

Hingga larut malam, barulah saya mendapat kabar bahwa keluarga menyetujui untuk menandatangani surat pernyataan, karena mereka tidak sanggup merawat Mbak Atik.

Karena kemurahan dan kehendak Tuhan jalan dibukakan. Sebelumnya, saya sudah ditolak oleh Suster Laura di Semarang. Alasannya, rumah sakit di Semarang lebih sedikit dibandingkan dengan di Jakarta dan tidak ada yang bersedia menampung.

Saya berdoa kepada Tuhan. Tiba-tiba, saya teringat pada Kerabat Kerja Ibu Teresa (KKIT). Saya memberikan nomor teleponnya --yang saya peroleh via internet -- kepada Suster Laura. Karena kehendak Tuhan dan karya Tuhan, Suster Laura menerima Mbak Atik untuk ditampung di panti.

Ternyata, Suster Laura sudah mengenai baik Pak Gunawan. Kemudian, saya membawa Mbak Atik ke Semarang dan langsung masuk ke panti wredha. Karena karya dan kehendak Tuhan maka meski Suster Laura memberitahu bahwa Mbak Atik mengidap hepatitis C tetapi Pak Gunawan seolah hanya fokus pada soal cuci darah saja.

Membuat MerindingBerita yang saya terima malam ini

membuat saya merinding. Bagaimana tidak, Suster Laura membantu dan mengusahakan tempat tinggal bagi Mbak Atik di salah satu panti wredha di Semarang. Ia menjadi kepanjangan tangan Tuhan yang berkehendak atas manusia yang dikasihi-Nya: Mbak Atik.

Saya mengantarkan Mbak Atik ke panti wredha di Semarang pada Jumat sore. Jumat malam, Suster Laura ditelepon Pak Gunawan, pemilik panti wredha. Dia tidak mengira bahwa Mbak Atik mengidap hepatitis C. Dia mengakui sudah diberitahu oleh Suster Laura, tetapi dia hanya fokus pada masalah gagal ginjal dan cuci darah saja, dan tidak fokus pada penyakit hepatitis C.

Seluruh karyawan yang bertugas mengurus oma-oma penghuni panti menolak kehadiran Mbak Atik. Dengan

alasan instruksi dokter, maka Mbak Atik dibawa ke Rumah Sakit Elisabeth untuk diopname pada malam itu juga.

Karena Mbak Atik diopname di rumah sakit, atas permintaan Suster Laura, keesokan harinya 27 Agustus 2016, pastor Paroki Kebon Dalem Gereja St. Fransiskus Xaverius tergerak hatinya membaptis Mbak Atik dengan nama Maria.

Karena Mbak Atik menjadi penghuni panti wredha, maka dia bisa mendapat jadwal dan kesempatan untuk langsung cuci darah di rumah sakit tersebut atas permintaan seorang dokter. Padahal banyak orang yang harus mengantre untuk cuci darah. Sementara Mbak Atik baru menghuni panti sekitar satu jam. Bukankah ini karya Tuhan?

Karena karya Tuhan jugalah maka Mbak Atik bisa ditolong oleh direktur keperawatan rumah sakit agar dia bisa memperoleh tempat di mana dia bisa ditampung.

Karena karya Tuhan maka pengurusan BPJS yang tadinya diurus oleh pihak panti dan terasa berbelit-belit dan tidak mungkin bisa dilakukan, nyatanya diurus oleh Suster Laura hanya dalam waktu satu jam selesai, lancar tanpa hambatan sedikitpun. BPJS bisa pindah dari Tegal ke Semarang.

Karena karya dan rencana Tuhan, Mbak Atik bisa menyambut Komuni dan mengetahui tata caranya. Padahal dia belum belajar agama karena kondisinya yang tidak bisa membaca dan menulis (buta huruf).

Saya teringat pada Santa Bernadette, seorang gadis sederhana yang tidak bisa membaca dan menulis pada waktu menerima penampakan Bunda Maria di Lourdes, yang sekarang sangat terkenal itu.

Karena karya Tuhanlah, Pak Gunawan sebagai pemilik panti memberi kesempatan untuk mengedukasi para karyawan panti, yang tentunya akan lebih baik melayani para penghuni panti. Tuhan berkarya justru melalui orang-orang sederhana, seperti Santa Teresa dari Calcutta, Santa Bernadette Soubirus di Lourdes, dan masih banyak lagi.

Yang Tuhan butuhkan dari kita sebagai manusia adalah PERCAYA. Karena percaya maka saya diselamatkan. Karena mengasihi sesama, maka saya

memperoleh belas kasih Allah.Sungguh, kejadian ini mempertebal

iman saya.Terima kasih, Tuhan karena Engkau

melibatkan saya dalam rencana-Mu yang saya yakini sungguh indah. Tak ternilai betapa besar kasih-Mu.

Sektor 7 - Blok RO/72Bumi Serpong Damai

Telp.537.1224 - 538.8806

082118999325 - 0816.1108301COUNTER :

Giant BSD Lt Dasar (Dekat A&W)

Melayani Pesanan:

* Pintu PVC* Pintu Expanda

* Pintu Sequra * Lovera* Horizontal Blinds

* Vertical Blinds* Roller Blinds* Insect Screen

* Hermex Screen * Kawat Nyamuk Magnetic

* Shower Screen* Folding Door/Gate* Kusen Aluminium

* Canopy * Awning Tenda

®

Page 21: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 19

Saya terlahir normal,tak berbeda dengan anak-anak lainnya. Hanya saja, sebutan anak normal itu berubah ketika saya berusia 4 tahun. Terserang penyakit polio, membuat saya

tak bisa lagi memilih selain menerima nasib sebagai anak difabel tuna daksa . Demikian pula, adik saya Fena, yang usianya delapan tahun di bawah saya. Pada akhirnya, kami berdua terpaksa menggunakan kursi roda untuk menggantikan kedua kaki kami yang tak bisa diajak melangkah,berjalan,apalagi berlari….

Sebetulnya, lagi-lagi mungkin karena tak mau menyerah nasib begitu saja, harapan saya untuk sembuh sangat tinggi. Sehingga saya sempat menolak untuk menggunakan kursi roda pemberian seorang dokter, donatur gereja di mana keluarga kami biasa pergi beribadah. Sehingga kursi roda itu hanya teronggok sepi di gudang. Lama berselang, harapan saya pupus. Saya mulai merasa putus asa dan malu terhadap diri sendiri. Mengapa saya enggan untuk berserah? Begitu banyak keluhan saya kepada hidup yang telah diberikan-NYA, hanya karena kaki saya tak mampu diberdayakan. Padahal tokh, saya masih memiliki mata untuk melihat, tangan untuk bekerja, dan…tentu saja orangtua yang senantiasa setia mendampingi saya.

Ya, Ayah dan Ibu saya walau mereka hidup sederhana – ayah saya bekerja di sebuah rumah-sakit dan ibu saya berdagang serabutan apa saja (sprai hingga pakaian), namun cinta mereka kepada kami anak-anaknya tidak pernah pudar. Bahkan, di tengah kesibukannya, Ayah-lah yang menggendong saya ke mana-mana, termasuk jika saya harus berangkat ke sekolah. Saya bersekolah di sekolah negeri biasa. Dan, di sanalah penderitaan saya berawal….

Begitu banyak ketidakadilan yang saya rasakan. Sejak SD sampai SMA, ada saja teman yang memandang sebelah mata ketidakmampuan anggota tubuh —khususnya kaki saya yang lemah ini. Sedari kecil, ejekan-ejekan secara frontal maupun tidak langsung harus saya terima. Sebenarnya jika mau jujur, bukan hanya dari lingkungan. Keluarga besar saya, bahkan bibi, saudara sepupu, dan…nenek saya sendiri, saya rasakan sesal mereka mendapati keberadaan anggota keluarga mereka seperti kami (saya dan adik saya) di antara mereka. Entahlah, mungkin saya yang terlalu sensitif menerima setiap umpan balik dari sesama, atau sebenarnya itu memang realita yang harus dihadapi akibat keadaan tubuh kami….

Yang jelas, perlakuan dari pendidik di sekolah pun, saya merasakan adanya ketidakadilan yang saya terima. Seorang Kepala Sekolah baru di SMP, pernah menyarankan agar saya pindah saja ke Sekolah Luar Biasa yang lebih pantas menerima saya. Padahal, dari segi prestasi, jelas-jelas nilai saya melampaui siswa lain. Bahkan, akibat lain dari orangtua murid yang tidak mau mengakui kekalahan anaknya dalam bersaing prestasi secara sehat pun, pernah saya alami. “Sudah cacat, kok, masih sombong?” katanya lugas dan culas, memedihkan hati.

Sombong? Demi Yesus, saya tidak pernah punya niat seujung kuku pun untuk bermegah diri. Saya hanyalah berbuat sebaik

mungkin apa yang saya bisa. Itu saja. Termasuk dalam belajar, menguber prestasi bukan sekadar konpensasi, tetapi lebih kepada penghargaan saya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Ya, akhirnya seiring dengan waktu yang berjalan, perlahan-lahan secara berproses saya mulai mampu menerima keberadaan diri saya yang berbeda dengan anak gadis lainnya.

Demikian pula adik saya. Kami berdua menyadari, tidak ada yang harus disesali lagi dalam hidup ini. Kami bersyukur memiliki orangtua yang penuh kasih dan begitu mendorong kami untuk terus mengejar ilmu. Saya bersyukur kuliah di sebuah perguruan tinggi Kristiani di mana saya mampu membuka diri, bahkan hati saya untuk bergaul dengan teman-teman sebaya yang menerima diri saya apa adanya.

Tidak jarang, mereka membantu saya. Mendorong kursi roda, misalnya. Dan, kami saling menimba ilmu, berdiskusi bersama. Sehingga prestasi demi prestasi berhasil saya raih, bahkan baru-baru ini saya lulus diwisuda dengan nilai yang memuaskan. Saya bersyukur mampu membuat orangtua saya bangga memiliki puteri seperti saya. Ketidakmampuan kami bukan berarti kami tidak mampu berprestasi.

Jadi, tak perlu memandang dengan tatapan memelas kasihan. Cukup perlakukan kami apa adanya. Cukup menerima kami di dunia pendidikan, pekerjaan, dan lingkungan sehari-hari. Tak perlu-lah kami diperlakukan secara berbeda. “Terima kami dengan tulus”, itu saja. Bermula dari penerimaan yang ikhlas ini, bukan tak mungkin terjadi sinergi sinkronisasi yang harmonis. Seperti Yesus yang tak pernah membeda-bedakan siapa yang harus dia sapa, bahkan layani.

Sedari kecil,orangtua saya menegaskan,”Tiada kasih yang lebih besar dari cinta Yesus kepada umatnya. Entah ia orang yang berpenyakit kusta, penarik cukai, bahkan seorang pelacur yang dilecehkan orang-orang sekali pun….” Begitulah yang kemudian saya yakini hingga kini. Bersikap adil kepada sesama, tidak perlu memandang harta, posisi jabatan, maupun perbedaan di antara kita. Termasuk kami, para difabel. Jikalau ada begitu banyak kasih, dan tentu saja fasilitas umum yang dibenahi, seperti trotoar untuk ‘pejalan difabel’, layanan publik transportasi bis, bandara, maupun commuter line dan segenap rambu lalu lintas yang ramah lingkungan difabel, saya dan teman-teman akan sangat bersyukur.

Itu bonus yang luar biasa. Sebuah dunia yang sama sekali tanpa perbedaan adalah sebuah dunia yang selama ini saya bersama teman-teman difabel lainnya impikan. Termasuk penggunaan wacana disable, misalnya. Kaum disabilitas yang secara jelas dikatakan “abnormal” alias…cacat. Mengapa tidak penggunaan kata yang lebih halus; difabel yang bermakna “kemampuan yang berbeda” ? Ya, bukan berarti ketidakmampuan organ tubuh kami berkonotasi kami tidak mampu memiliki keterampilan atau pengetahuan,bukan? Secara pribadi saya menegaskan, bahwa,”Saya difabel mandiri yang tidak pernah ingin menyusahkan orang lain.Jadi, terimalah kami apa adanya….”

(seperti dikisahkan Manila kepada Effi S Hidayat ).

“Saya difabel Mandiri….”oleh Effi S hidayat

Page 22: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

20 · Komunika

GARDA Swiss Sri Paus di Vatikan dibentuk secara resmi pada tahun 1506. Mereka memiliki

reputasi sebagai pasukan yang sangat disiplin dan setia kepada pihak penyewa jasa. Pasukan ini merupakan sebuah kesatuan kecil yang bertanggung jawab terhadap keamanan gedung-gedung di Vatikan, jalur masuk ke kota Vatikan, dan terutama, penjagaan Paus.

Sejarah Garda Swiss di Vatikan bermula pada abad ke-15. Paus Sixtus IV (1471-1484) membuat aliansi dengan Konfederasi Swiss. Mereka membangun banyak barak di Via Pellegrino. Pada saat itu Paus Sixtus mempertimbangkan kemungkinan menggunakan jasa tentara bayaran Swiss untuk keamanan Vatikan.

Kemudian, Paus Innosentius VIII (1484-1492) mewujudkan ide Paus Sixtus IV tersebut. Mulanya, Vatikan menggunakan jasa Garda Swiss untuk melawan Milan. Selanjutnya, Paus Alexander VI (1492-1503) menggunakan jasa tentara bayaran Swiss selama aliansi Vatikan dengan Perancis.

Garis DepanSewaktu keluarga Borgia menguasai

garda Swiss Sri PausSejak abad ke-15, Vatikan menggunakan jasa tentara bayaran Swiss untuk keamanan negara, dan terutama, penjagaan Paus.

kepemimpinan Gereja, perang berkecamuk di Italia. Pada saat itu tentara-tentara bayaran Swiss menjadi pasukan garis depan bagi faksi-faksi yang bertikai. Para tentara bayaran ini bergabung ketika Raja Charles VIII dari Perancis menyatakan perang terhadap Napoli.

Dalam perang Perancis-Napoli, Kardinal Giuliano della Rovere (yang kemudian menjadi Paus Julius II tahun 1503-1513) ikut bergabung. Kardinal Giuliano memiliki hubungan baik dengan orang-orang Swiss, terutama sewaktu ia menjadi Uskup Lausanne.

Pada tahun 1503 Paus Julius II meminta kepada Dewan Swiss untuk menyediakan sebuah korps tetap berkekuatan 200 tentara bayaran. Kemudian, September 1505, kontingen pertama berjumlah 150 tentara memulai perjalanan menuju Roma, di bawah komando Kaspar von Silenen.

Mereka memasuki pintu gerbang Vatikan pada 22 Januari 1506. Tanggal tersebut ditandai sebagai hari lahir Garda Swiss Sri Paus. Paus Julius II menganugerahi gelar “Pembela Kemerdekaan Gereja” kepada Garda

Swiss.Garda Swiss Sri Paus merupakan

satu-satunya kesatuan Garda Swiss yang masih ada hingga sekarang. Pada abad ke-18 beberapa kesatuan Garda Swiss yang lain juga dibentuk dan tinggal di berbagai istana monarki Eropa. Namun, kesatuan tersebut sudah tidak ada lagi.

Harus KatolikPara tentara Garda Swiss haruslah

pria beragama Katolik, belum menikah, memiliki kewarganegaraan Swiss, menyelesaikan pendidikan dasar militer dari Angkatan Bersenjata Swiss, dan memperoleh sertifikat berkelakuan baik. Mereka berusia antara 19 hingga 30 tahun, dengan tinggi badan minimal 174 cm. Bahasa resmi mereka adalah bahasa Jerman.

Semua calon yang memiliki kualifikasi tersebut harus mendaftarkan diri untuk dipilih menjadi anggota pasukan elit Garda Swiss. Bila terpilih, anggota-anggota baru disumpah setiap 6 Mei di Lapangan San Damaso Vatikan. Tanggal 6 Mei adalah hari peringatan peristiwa jatuhnya Roma pada tahun 1527.

Seragam resmi Garda Swiss sangat unik. Warnanya biru, merah, oranye, dan kuning dengan penampilan gaya Renaissance. Komandan Garda Swiss, Jules Repond (bertugas 1910-1921), yang merancang seragam tersebut pada tahun 1914.

Seragam aneka warna tersebut dilengkapi dengan penutup sepatu bot, sarung tangan putih, kerah tinggi berkerut-kerut, dan sebuah baret hitam atau sebuah morion (helm tentara khas abad ke-17) berwarna hitam (dan berwarna perak mengkilat untuk upacara-upacara khusus). Para sersan mengenakan atasan berwarna hitam dan celana berwarna merah bata. Sedangkan perwira lainnya memakai seragam berwarna merah bata seluruhnya.

Setelah percobaan pembunuhan terhadap Paus Yohanes Paulus II pada 13 Mei 1981, perhatian yang lebih mendalam diberikan kepada Garda Swiss. Antara lain, dengan diijinkannya mereka menggunakan senjata api saat bertugas. (ME)

NN

Page 23: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 21

1301 setelah melalui beberapa tahapan renovasi di atas tiga konstruksi. Basilika yang ada saat ini merupakan bangunan yang berdiri di atas 3 konstruksi sebelumnya dalam kurun waktu 70 tahun, mulai tahun 1238-1310.

Di dalam Gereja terdapat 3 tempat yang menyimpan relikwi dari Santo Antonius dan Santo-santo yang lainnya. Yang menjadi bagian paling penting adalah tempat yang menyimpan relikwi dari St. Antonius sendiri yang masih utuh sampai saat ini.

Makam dari St. Antonius yang disebut sebagai tabut dari awalnya, berada di altar dari kapel yang bernama Chapel of the tomb of St. Anthony. Pada awalnya jenazah St. Antonius berada di Kapel St. Maria Mater Domini (yang sekarang disebut Chapel of the Black Madonna) mulai dari tahun 1231 sampai 1263. Kemudian dari tahun 1263 sampai 1310 jenazahnya berada di bagian tengah Basilika di bawah altar utama. Lalu sampai akhirnya mulai dari tahun 1350 – sekarang dipindahkan ke dalam kapel yang sekarang ini disebut sebagai Chapel of the tomb of St. Anthony.

Kami mengikuti perayaan ekaristi di sini dari pukul 11.00 sampai pukul 11.45. Pada hari Minggu setiap jam di basilika ini diselenggarakan ekaristi kudus. Misa diselenggarakan dalam bahasa Italia. Namun, keuntungan dari Gereja Katolik adalah tata cara liturgi yang sama di seluruh dunia, sehingga meskipun bahasa pengantar menjadi kendala, kami tetap bisa mengikuti perayaan itu dengan baik. Selama kami mengikuti ekaristi, pengunjung yang keluar dan masuk untuk berdoa di dekat makam Santo antonius tak henti mengalir. Mereka berjalan dengan tenang, tanpa menganggu perayaan ekaristi yang sedang berlangsung.

Sepanjang mengikuti perayaan ekaristi di basilika ini, saya merasakan bahwa gereja kuno ini auranya memang lain. Tatkala berdoa itu rasanya berbeda. Karena saya sedang belajar meditasi, saat berdoa saya berusaha menerapkan metode meditasi tersebut. Berdoa di basilika ini ketika saya memadukan cara ini, aliran energi yang saya rasakan adalah hangat di dalam tubuh, tetapi hawa di sekitar saya dingin, sejuk menyegarkan.

Usai perayaan misa, giliran kami

St. antonio Padova

PADUA, dikenal sebagai Padova di Italia. Padua merupakan kota tertua di Italia Utara. Kota ini diyakini berdiri pada abad ke-12 SM oleh

penguasa Trojan (Troya-Yunani). Padua sudah pasti sarat dengan sejarah yang membentuknya. Sebagai kota tertua, tentunya Padua kaya akan kisah dan peninggalan sejarah, di antaranya Galileo Galilei yang pernah menjadi dosen di Universitas Padua yang berusia hampir 800 tahun; ahli sejarah Livy yang lahir di kota tersebut; serta Santo Antonius, seorang pastor dari ordo Fransiskan yang terkenal akan kotbah-kotbahnya yang kuat. Basilica di Sant’Antonio (tempat istirahat dari St. Antonius) merupakan salah satu situs sejarah terkenal dan tertua di Eropa (1222). Selain itu ada juga Kapel Scrovegni yang dibangun pada abad ke-13.

Untuk masa sekarang Padua merupakan salah satu comune di wilayah Veneto, Italia Utara, tepatnya timur laut. Kota ini dialiri dua sungai besar yaitu Sungai Bacchiglione dan Sungai Brenta. Memang, kota ini masih kalah populer dengan Venezia, yang berada tidak jauh dari Padova (lebih kurang 40 Km). Tapi soal potensi wisata, Padova tak kalah memesonanya. Bagi penggemar sepak bola, Calcio San Paolo Padova merupakan klub sepak bola dari kota Padua. Pemain terkenal dari Padua adalah Francesco Toldo , yang lahir di sini, dan Alessandro Del Piero , yang memulai karir profesionalnya di Calcio Padova .

Oleh Ch. Enung Martina

Dok

. Pri.

Kami mengunjungi kota ini pada hari ke-7, tepatnya hari Minggu, tanggal 21 Juni 2015. Kami tiba di Padua disambut dengan hangatnya matahari bulan Juni. Kami bermaksud untuk mengikuti perayaan ekaristi di Basilica St. Antonio Padova.

Apa hubungannya Kota Padua dengan napak tilas Santa Angela? Rupanya Santa Angela semasa hidupnya juga pernah pergi mengunjungi kota ini, tentunya untuk berdoa di Basilika Santo Antonius Padua yang terkenal itu. Seperti kita ketahui bahwa Angela itu seorang anggota Fransiskan ordo ke-3. Sudah pasti tempat itu merupakan tempat yang penting bagi Angela. Mari kita mengenal sedikit wisata rohani di kota ini!

Basilika Santo Antonius PaduaPada masa Santo Antonius, di tempat

ini awalnya berdiri sebuah gereja kecil bernama Santa Maria Mater Domini, yang pada akhirnya disatukan ke dalam bangunan Basilika. Bagian bekas gereja kecil ini sekarang bernama Chapel of the Black Madonna.

Basilika ini memiliki altar yang dihiasi pahatan dan relief bergaya rennaisance karya seniman master Donatello. Di dalamnya terdapat tempat penyimpanan relikwi dari Santo Antonius dan beberapa santo lainnya. Setidaknya lima juta peziarah dari berbagai penjuru dunia mengunjungi gereja ini setiap tahunnya.

Pembangunannya dimulai pada tahun 1232, tepat satu tahun setelah Santo Antonius wafat, dan rampung pada tahun

Page 24: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

22 · Komunika

untuk mengantri mendekati makam tersebut. Antrian berjalan perlahan dalam tenang. Beberapa orang meletakkan foto dan kertas ujud doa di altar dekat makam tersebut. Kami tidak tahu hal itu, jadi kami tak menyiapkan hal seperti itu. Saat sedang mengantri, kami berpapasan dengan rombongan lain dari berbagai bangsa. Ketika saya melihat kiri dan kanan, tiba-tiba ada seorang perempuan Asia tersenyum kepada saya seolah sudah mengenal saya. Saya pun membalas senyumnya. Dia lantas menyapa saya denagn bahasa yang saya tak mengenalinya. Namun, ketika saya simak rupanya itu bahasa Thailand. Perempuan itu menyangka saya orang Thailand juga. Saya jawab dalam bahasa Inggris bahwa saya dari Indonesia. Namun, rupanya ia kurang memahami bahasa Inggris. Jadi kami hanya saling melempar seyum persahabatan saja.

Kisah Santo Antonius PaduaSt. Antonius lahir di Lisbon pada

tahun 1195 dari sebuah keluarga bangsawan yang kaya dan terhormat. Orang tuanya mengirim dia studi untuk berharap suatu hari kelak anaknya akan menjadi seorang magister atau uskup. Ia kecewa dengan rencana orangtuanya yang sangat ambisius agar kelak anaknya menjadi orang terkenal. Antonius kecil yang menerima nama baptis Ferdinand, sangat rajin berdoa. Sebuah lukisan yang melegenda menceritakan kepada kita kekuatan yang dimilikinya karena doanya : suatu hari sementara dia sedang berdoa di Katedral Lisbon, dia mengusir setan dengan membuat tanda salib di atas lantai.

Pada usia 11 tahun kedua orangtuanya meninggal dunia sehingga Fernando menjadi yatim piatu. Ia diasuh oleh pamannya yang sangat memanjakannya. Ketika usianya mencapai 13 tahun, setelah doa yang panjang dan refleksi yang sangat serius, ia memutuskan untuk masuk biara. Pada usia 15 tahun, Fernando merasa terpanggil untuk menjadi seorang imam. Meskipun pamannya menentang dengan keras keinginannya, toh pada akhirnya Fernando diijinkan juga masuk biara. Dia meninggalkan istananya yang kaya dan pergi ke biara Santo Vincent. Di dalam ordo ini Antonius mendapatkan pendidikan intelektual yang sangat baik

sehingga dia menjadi salah seorang religius yang sangat pandai di daratan Eropa pada permulaan abad ke 13. Namun kehidupan di dalam biara di situ tidak mendukung kehidupan Antonius. Maka dengan ijin superiornya, dia meninggalkan biara tersebut dan menuju ke biara St. Agustinus yang penuh kedamaian di Coimbra, Portugal. Di situ dia melanjutkan studinya dengan intensif sampai berumur 25 tahun dan pada saat itu dia telah ditahbiskan menjadi imam. Sembilan tahun di Universitas Coimbra, Fernando belajar dengan tekun. Ia menjalin persahabatan dengan para pengikut St. Fransiskus dari Asisi.

Kemudian Fernando memutuskan untuk bergabung dengan Ordo Fransiskus Asisi (OFM = Ordo Saudara-saudara Dina) dengan tujuan agar dapat segera ditugaskan ke Maroko, supaya ia pun juga berharap dapat menjadi saksi sekaligus martir Kristus seperti para martir yang lain. Fernando diterima di Ordo Fransiskus dengan nama Antonius. Sayang sekali, begitu tiba di Maroko, Antonius jatuh sakit sehingga terpaksa pulang kembali.

Sembilan tahun lamanya Antonius berkhotbah, mempertobatkan banyak orang dan melakukan banyak mukjizat di Perancis, Sisilia serta Italia. Ia seorang pengkhotbah yang ulung. Kemana pun ia pergi orang banyak datang berduyun-duyun untuk mendengarkan khotbahnya. Menurut legenda, bahkan ikan-ikan di danau pun bermunculan keluar untuk mendengarkan khotbahnya.

Antonius begitu bersemangat dalam mewartakan Injil, sehingga ia sering lupa makan dan kurang istirahat. Karena itu ia jatuh sakit dan meninggal dunia di Arcella, dekat Padua, pada tanggal 13 Juni 1231, dalam usia 36 tahun. Setahun kemudian, ia dimaklumkan sebagai santo oleh Paus Gregorius IX. Pesta St. Antonius dirayakan tanggal 13 Juni.

Kita mengenal beliau sebagai santo yang dimintai doanya bila ada barang yang hilang. Mengapa bisa begitu? Nah, ini kisah dibaliknya! Santo Antonius diangkat menjadi santo pelindung barang-barang yang hilang atau pun dicuri karena pengalaman hidupnya. St. Antonius mempunyai sebuah buku Mazmur yang sangat berarti baginya. Dalam buku Mazmurnya itulah ia mencoretkan

catatan-catatan atau komentar-komentar yang dipergunakannya untuk mengajar murid-muridnya di Ordo Fransiskus. Seorang novis (yaitu seorang biarawan yang sedang menjalani masa percobaan) mulai bosan dengan kehidupan religius biara, karenanya ia memutuskan untuk melarikan diri. Ia pergi dengan membawa serta buku Mazmur St. Antonius! Ketika St. Antonius menyadari bahwa bukunya telah hilang, ia menjadi sangat sedih. St. Antonius berdoa dengan sangat agar buku Mazmurnya segera diketemukan atau dikembalikan kepadanya. Tuhan menjawab doa St. Antonius. Novis yang telah mencuri bukunya itu merasa tidak tenang jiwanya, sehingga akhirnya ia mengembalikan buku Mazmur itu kepada St. Antonius. St. Antonius memaafkan segala perbuatannya. Novis itu bahkan diterima kembali di biara. Begitu ceritanya!

Prato della ValleSaat kami akan menuju Basilika Santo

Antonius Padua, kami diajak melewati sebuah taman berumput hijau yang luas. Rupanya nama taman itu adalah Prato della Valle (“padang rumput dari pebukitan). Prato della Valle memiliki luas 90 ribu meter persegi, berbentuk lingkaran elips dan termasuk salah satu taman terluas di Eropa dan terluas di Italia.

Taman ini dikelilingi parit yang dialiri air sehingga mengesankan sebagai sebuah pulau di tengah laut. Ada empat jembatan sebagai penghubung taman dengan jalan utama. Mulai dibangun pada tahun 1636 dengan didanai oleh sekelompok bangsawan asal Venezia dan Veneto, awalnya tempat ini dibuat sebagai tempat pertarungan antar penunggang kuda. Sementara di sekelilingnya berdiri megah puluhan patung. Salah satunya adalah patung Andrea Memmo, dianggap sebagai pendiri kota Padua.

Saat kami lewat di taman itu, banyak sekali orang sedang berekreasi, keluarga, muda-mudi berpasangan, dan orang-orang tua. Mereka asyik menikmati hangatnya udara musim panas di tengah hamparan rumput hijau yang diselingi pohon-pohon. Keindahan taman itu yang menimbulkan suasana romantis sehingga banyak digunakan untuk mengambil foto pre-wedding.

Page 25: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 23

Page 26: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

24 · Komunika

Page 27: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 25

Page 28: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

26 · Komunika

Page 29: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 27

Suatu hari, saya menyimak diskusi grup WA para ibu. Ada seorang tetangga yang melihat seorang anak sedang dimarahi oleh mbak-nya karena tidak mau makan, lalu tetangga itu melapor kepada ibu dari anak tersebut. Akhirnya mbak diberhentikan

dari pekerjaanya karena selain bersikap kasar, ia juga mencubit anak itu hingga biru. Saya terdiam. Rasa malu terbersit dalam hati saya. Saya memiliki putra yang berusia hampir 2 tahun dan seringkali menolak makan. “Ampuni saya, Tuhan”, saya ucapkan terus menerus kata-kata itu. Dalam benak saya muncul pemikiran yang menusuk hati, ”Kalau saya sering memarahi anak saya, saya ini ibu atau mbak?” Ini teguran yang ke-2 dari Tuhan untuk saya.

Sebelumnya saya juga merasa ditegur saat mengikuti KONTAK (Kursus Orang Tua Katolik). Dijelaskan dalam seminar bahwa dalam mendidik anak tidak boleh dengan kekerasan verbal ataupun non-verbal (misalnya: cubitan). Ibu Yulia, salah seorang pembicara, mengatakan bukan hanya tidak boleh memarahi anak, tetapi bahkan tidak boleh memaksa anak tersebut untuk mengikuti keinginan orang tuanya. Beliau mengajarkan bila terjadi masalah dengan anak, orang tua harus tetap penuh dengan kasih. Sebagai contoh apabila anak melakukan hal yang buruk, orang tua dapat mengatakan, ”Mama sedih bila kamu bertindak seperti itu.”

Teguran ke-3 terjadi saat saya mengikuti ziarah 9 Gereja bersama lingkungan. Dalam renungan Kitab Suci pada ziarah ke-3 dibacakan kisah Perumpamaan Anak yang Hilang sebagai gambaran Allah Bapa yang penuh Kerahiman. Diceritakan seorang anak bungsu meminta warisan ketika Bapaknya masih hidup lalu pergi ke negeri jauh untuk berfoya-foya. Lalu terjadi musibah kelaparan di negeri itu dan anak itu hidup melarat karena habis hartanya.

Teringat Bapaknya, ia memberanikan diri untuk pulang. Dalam hatinya, ia berpikir bahwa ia tidak pantas lagi disebut anak, ia akan bekerja kepada Bapaknya sebagai hamba. Bapa yang penuh kasih selalu menantikan anaknya pulang ke rumah dengan tangan terbuka. Tidak ada kata-kata makian atau nasehat yang panjang lebar, hanya tindakan kasih yaitu ia berlari mendapatkan anaknya itu, lalu memeluk dan menciumnya.

Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. (Lukas 15:20)

Melalui kisah tersebut, Tuhan sendiri mengajarkan kepada saya bahwa ketika anak melakukan kesalahan, maka hal yang dapat saya lakukan adalah berlari mendapatkan dia, lalu memeluk dan menciumnya. Sungguh besar kasih Tuhan dan sungguh luar biasa kerahimanNya. Saya tersadar dan saya menyesal. Saya ingin berubah dan mencontoh teladan itu.

Nasihat serupa dulu pernah saya dengar ketika mengikuti pertemuan orang tua calon baptis bayi tahun 2014. Pembicara berpesan, “Bapak Ibu, bila anak anda melakukan kesalahan, jangan dimarahi atau dihukum, apalagi diusir dari rumah, tetapi dipeluk dan katakan: kami tetap mengasihimu, Nak.” Almarhum Pak Sadmoko menceritakan kasus kehamilan di luar nikah sebagai contohnya pada waktu itu.

Ternyata bukan dalam kasus-kasus besar atau tertentu saja hal tersebut baru dilakukan, tetapi juga diterapkan dalam keseharian saya sebagai seorang ibu. Saya mencoba melakukan apa yang diajarkan Tuhan dan para penerus sabdaNya itu. Saya mengatakan pada anak saya, “Lima menit lagi ya mainnya, abis itu bobo.” Dia melihat sekilas kepada saya. Lalu sesudah lima menit, saya katakan lagi, “Hayooo, sudah waktunya bobo.” Anak saya masuk ke kamar sambil membawa mainannya. Ia malah melanjutkan mainnya di kamar. “Sekarang waktunya bobo, nanti sore main lagi,” bujuk saya. Saya katakan terus berulang-ulang, berusaha untuk sabar.

Setelah beberapa lama, tiba-tiba ia menangis lalu meletakkan mainannya di atas meja. Ia masih menjerit-jerit sedih lalu berjalan ke arah saya dan minta digendong. Saya memeluk erat dan mengatakan, “Mami bangga sama kamu karena kamu anak yang baik dan patuh. Walau sedih, kamu tetap menyimpan mainanmu. Terima kasih ya, Nak. Kamu hebat dan bijaksana.” Saya tidak tahu apakah ia mengerti atau tidak ucapan saya. Saya bersyukur kepada Tuhan atas ajarannya kepada saya yang saya sangat hargai dan akan ingat terus. Peluk, cium, dan katakan: aku tetap mengasihimu. Terima kasih, Tuhan! (MF)

Peluk, cium, dan katakan : aku tetap Mengasihimu

“Not all of us can do great things. But we can do small things with great love.” ― Mother Teresa

Page 30: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

28 · Komunika

Pada tanggal 24 dan 25 Desember 2016, Gereja Santa Monika dipercantik oleh sebuah photobooth bertemakan Natal dan

didukung oleh dekorasi di luar dan dalam gereja. Umat tampak antusias dalam menunggu giliran untuk berpose di photobooth itu. Di balik hasilnya, terdapat tangan-tangan muda yang menyulap barang-barang bekas menjadi benda berestetika.

Photobooth ini dibuat dalam rangka acara misa Natal yang akan dirayakan di Gereja Santa Monika, dan juga dalam rangka lomba photobooth Natal yang akan diikuti banyak paroki di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Paroki kami, Paroki Santa Monika, pun mengikuti lomba photobooth ini.

Kami tim photobooth Natal yang hanya beranggotakan 10 orang memutar

otak selama beberapa kali rapat, hingga terciptalah konsep “Warm Christmas.” Ide ini tercetus berdasarkan pada alasan bahwa bagi kami Natal bukanlah hanya tentang salju, atau Sinterklas, rusa, atau bahkan tukar-tukaran kado. Natal tentunya merupakan saat di mana orang-orang berkumpul bersama keluarga, teman, ataupun orang-orang terdekat lainnya. Akan menjadi sangat dangkal apabila makna Natal yang sebenarnya hanya terbatas pada ikon-ikon Natal.

Selain itu, tentunya pada saat Natal kita sungguh merasakan kehadiran Yesus Kristus, yang menyalakan api kegembiraan dan kehangatan dalam hati kita masing-masing. Api yang kita sadari dan kita bagikan pada sesama. Photobooth ini pun direncanakan didominasi warna-warna hangat seperti coklat dan merah, tidak hanya putih seperti stereotipe orang pada umumnya,

Dok. Paniitia

agar nuansa kehangatan semakin terasa.Setelah berkonsultasi dengan panitia

acara Natal, kami OMK akhirnya diberikan kebebasan untuk berkarya dalam perayaan Natal. Pengerjaan dimulai dengan membuat lingkaran adven raksasa yang sepenuhnya dibuat dengan benda yang sudah tidak terpakai lagi. Mulai dari hulahup, koran, plastik merah, kertas surat, dan apapun yang bisa kami temukan. Pengerjaan pada tahap awal ini memang dipenuhi dengan banyak masalah dan kesulitan, dan kami sempat pesimis dengan hasilnya. Tidak hanya itu, selain kehidupan pribadi yang harus dijalani, kami juga mempunyai tugas untuk menyelenggarakan acara Ekaristi Kaum Muda (EKM) untuk Tahun Baru. Namun, dengan segala jerih payah kami dan berpikir kreatif, lama kelamaan mulai menunjukkan kemajuan hasilnya. Dengan berhasilnya lingkaran

Menarik Perhatian di Sudut gereja

Pembuatan photobooth natal oleh OMK Santa Monika

Oleh Clarissa Edeline Yu & Callista Stephine Yu

Page 31: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 29

adven itu dibuat, mulai ada percikan semangat di hati kami, bahwa kami pasti bisa menyelesaikan ini dengan baik.

Tahap kedua, pemasangan. Kami memasang lingkaran adven di gereja sebelum atribut yang lain dibuat. Uluran tangan Tuhan membuat kami mampu menyelesaikan sisanya dalam kurun waktu hanya dua hari. Hampir semua konsep kami pikirkan secara spontan, dan langsung dikerjakan ketika mendapatkan ide. Meskipun kami merasa lelah, kami tetap menjaga semangat muda layaknya OMK Santa Monika. Kami mendapatkan banyak dukungan dari teman-teman OMK, Oom Iwan, Oom Tirto, serta para panitia acara Natal yang turut menyumbang tenaga dan biaya mereka demi meriahnya dekorasi di gereja kami.

Selain lingkaran adven raksasa, kami pun membuat snowman dan kado-kado kecil untuk memeriahkan photobooth. Pada photobooth terdapat tulisan “It’s the warmest time of the season,” yang kami rasa sangat menggambarkan suasana Natal di paroki Santa Monika.

Ketika malam Natal tiba, kami para panitia sempat pesimis, apakah umat akan mau berfoto di photobooth kami? Apakah hasil yang telah kami kerjakan cukup bagus? Namun ternyata respons dari umat sangat menggembirakan. Mereka sungguh antusias berfoto di hasil jerih payah kami selama kurang lebih dua minggu ini, apalagi ketika usai misa. Mulai dari yang muda ke yang tua, jumlah umat yang berfoto di photobooth membuat kami sungguh merasa puas.

Kami para panitia photobooth Natal sungguh gembira dan bersyukur atas kebahagiaan yang dapat kami berikan lewat karya kecil kami. Kami sangat berterimakasih atas partisipasi umat dan panitia lainnya, yang telah mendukung pengerjaan photobooth, sehingga dapat terlaksana dengan baik.

Natal adalah waktunya kita membagikan kebahagiaan akan kelahiran juru selamat kita Yesus Kristus. Ada baiknya, semangat ini tidak hanya muncul pada hari Natal, namun kita teruskan sepanjang tahun. Semoga semangat Natal senantiasa berkobar-kobar di hati kita.

Selamat datang di hatiku

Oleh Yoseph Panginduan Hosea

Meninggalkan jejak siang yang panjang

dipadang rumput dilembah sepi

meringkuk dalam selimut yang dingin

beberapa gembala dan domba gembalaannya

Sayup-sayup ada suara pujian

turun membelah langit malam

alam yang hening menjadi terbangun

segala yang hidup

menutup angkasa yang penuh

tentara surgawi dan terang surgawi

membuka kasih Bapa

Segala Pujian bagi Allah di tempat maha tinggi

dan damai sejahtera atas bumi

diantara orang yang berkenan padanya

Tuhan Yesus

Selamat datang di bumi

Selamat datang di dunia

Selamat datang di antara manusia

Selamat datang di hati papa

Selamat datang di hati mama

Selamat datang di hatiku

Page 32: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

30 · Komunika

“DI balik” Kitab Suci yang sering kita baca, tentu ada pihak-pihak yang telah berupaya menerjemahkan, menerbitkan, dan mewartakannya! Salah satunya adalah

Lembaga Biblika Indonesia (LBI). LBI mempunyai sejarah yang panjang dalam karya

kerasulan Kitab Suci. Penerjemahan Kitab Suci Gereja Katolik di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Perjanjian Baru oleh Penerbit Arnoldus Ende, Flores, pada tahun 1964. Terjemahan itu dikenal dengan nama “Versi Ende”.

Sementara upaya penerjemahan Kitab Suci Versi Ende terus berjalan, tahun 1965, Pastor C. Groenen mendirikan Lembaga Biblika Indonesia Saudara-Saudara Dina (LBSSD).

Pada tahun 1967 Pastor Groenen mengusulkan kepada Majelis Agung Waligereja Indonesia (sekarang bernama Konferensi Waligereja Indonesia) supaya Gereja Katolik Indonesia turut serta dalam penerjemahan Kitab Suci yang sedang ditangani oleh Lembaga Alkitab Indonesia (milik Gereja Protestan). Sejak itu, terjalinlah kerjasama di antara kedua lembaga tersebut.

Tahun 1969, Pastor Groenen membubarkan LBSSD atas kemauannya sendiri. Kemudian, pada 1970 Lembaga Biblika Indonesia resmi berdiri. Kantornya di Jl. Kramat Raya Jakarta.

Selain bekerjasama menerjemahkan dan mencetak Kitab Suci, kegiatan LBI juga menyelenggarakan program Bulan Kitab Suci tahunan, kursus-kursus Kitab Suci, seminar, lokakarya, penerbitan artikel, buku-buku, dan tafsiran yang semuanya terkait dengan Kitab Suci.

(MV3)

lembaga biblika indonesia

Pemazmur

SETIAP kali mengikuti perayaan Ekaristi di gereja, tentu kita mendengarkan nyanyian pemazmur! Pemazmur adalah anggota jemaat yang bertugas membawakan mazmur atau kidung-kidung

dari Kitab Suci. Nyanyian pemazmur disebut “Mazmur Tanggapan” dan “Bait Pengantar Injil”.

Karena Mazmur adalah nyanyian, maka idealnya dibawakan dengan cara bernyanyi. Supaya dapat menunaikan tugasnya dengan baik, pemazmur harus menguasai cara melagukan Mazmur.

Suara pemazmur cenderung indah dan bercengkok! Agar jemaat dapat mendengarkannya dengan baik maka pemazmur harus mempunyai suara yang lantang atau ucapan yang jelas.

Bagian “Antifon” atau “Ulangan” dinyanyikan bersama dengan jemaat. Biasanya pemazmur menyanyikan bagian itu terlebih dahulu, semacam memimpin dan memberi contoh. Namun, bisa juga sejak awal Mazmur dinyanyikan bersama jika jemaat sudah mengenal iramanya. Lalu, bagian ayat-ayatnya dapat dinyanyikan atau dibacakan secara indah oleh pemazmur.

Sebaiknya, pemazmur berbeda dengan solis koor yang bertugas dalam Misa. Karena itu, Gereja selalu membutuhkan para pemazmur. Yuk kita bergabung dengan Tim Pemazmur di Gereja!

(MV3)

Page 33: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 31

Page 34: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

32 · Komunika

Page 35: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 33

SALAH satu cara merawat kulit wajah adalah dengan menggunakan masker

dalam frekuensi tertentu. Masker merupakan cara untuk membersihkan kulit hingga pada kedalaman pori-pori, yang mampu mengangkat sel-sel kulit yang telah mati. Masker juga berfungsi mengencangkan otot-otot di sekitar wajah.

Sesungguhnya masker tidak hanya dibutuhkan oleh mereka yang kulit wajahnya mulai mengendor, tetapi juga oleh mereka yang relatif masih muda. Hanya saja jenis campurannya yang berbeda. Misalnya, masker jerawat untuk kaum remaja.

Mari kita cermati apa yang perlu diperhatikan sebelum mengoleskan masker ke seluruh permukaan wajah.

Mudah DikelupasAda tiga jenis masker, yakni masker gel, masker krem, dan

masker elastis. Masker gel sebaiknya digunakan oleh mereka yang kulitnya berminyak dan kotor. Masker gel berupa lapisan tipis yang keras yang meresap melalui pori-pori kulit. Masker gel biasanya terdiri dari ramuan rempah-rempah yang menyejukkan dan menenangkan kulit.

Masker krem baik digunakan untuk kulit yang letih agar segar kembali. Masker jenis ini mampu mempertahankan kadar lemak dan kelembaban kulit wajah. Masker krem pada umumnya tetap lentur di atas permukaan kulit. Setelah 15 menit, sisa-sisa masker krem dapat langsung dibersihkan.

Masker elastis adalah jenis masker yang halus dan berfungsi membersihkan kulit. Bentuknya seperti krem, tetapi setelah mengering akan menjadi elastis seperti karet sehingga mudah dikelupas dengan tangan. Di toko-toko kosmetik mudah diperoleh berbagai jenis masker sesuai dengan kebutuhan dan jenis kulit kita masing-masing. Namun, harganya relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan membuatnya sendiri.

Tidak ada salahnya mencoba membuat masker sendiri dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh di sekitar kita. Kita dapat membuat masker awet muda dengan mencampurkan satu sendok

makan madu dengan sebutir kuning telur, dan satu sendok teh minyak zaitun. Oleskan masker ke seluruh permukaan wajah.

Masker untuk kulit wajah berminyak dapat dibuat dengan mencampurkan sebutir telur dengan setengah sendok garam, dan dua sendok makan air jeruk nipis, serta satu sendok teh minyak zaitun.

Bila wajah sedang berjerawat, gunakan masker yang merupakan campuran satu sendok makan kaoli (dapat dibeli di toko kimia), dua sendok makan air mawar, dan lotion jerawat.

Keadaan BersihAda beberapa langkah yang

perlu diperhatikan bila kita ingin menggunakan masker, entah buatan sendiri atau produk pabrik kosmetika.

Pertama, kulit wajah harus dalam keadaan bersih dan bebas dari sisa-sisa riasan.

Kedua, sebelum masker dioleskan perlu dilakukan penghangatan dengan menggunakan handuk panas di seluruh bagian wajah. Tujuannya agar pori-pori membuka sehingga masker bisa meresap dengan baik.

Ketiga, bebaskan lingkaran mata dari masker. Bagian ini sangat sensitif. Otot-otot di sekitarnya tidak memerlukan kekenyalan seperti bagian wajah yang lain. Lingkaran mata tersebut bisa dikompres dengan kapas basah.

Keempat, duduk atau berbaringlah dengan santai selama masker bekerja. Agar lebih santai, bisa sambil mendengarkan musik atau membaca. Tunggu sampai masker benar-benar kering dan ramuannya meresap.

Kelima, mengangkat masker harus bersih betul tanpa sedikitpun sisa yang melekat di permukaan kulit. Setelah itu, kompres wajah dengan kapas dingin.

Hasilnya bisa seketika kita rasakan. Kulit menjadi segar dan keletihan pada wajah segera pudar. Terlebih, dengan rajin bermasker, penuaan dini bisa dihindari.

(ME)

agar wajah awet MudaMasker tidak hanya bermanfaat untuk menyegarkan

wajah, tetapi juga untuk menghindari penuaan dini.

Page 36: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

34 · Komunika

SEKITAR 300-an warga Wilayah 19 Paroki Serpong Gereja St. Monika memadati auditorium Green Office Park

9, kawasan the Breeze BSD City pada Sabtu sore, 7 Januari 2017. Saat itu berlangsung perayaan Natal bersama.

Wilayah 19 terdiri dari Lingkungan Theodorus Studite, Padre Pio, Bunda Teresa, Richard Pertapa, Anastasia, Nicholas, dan Koleta di kawasan Perumahan The Icon-Caspia-Avani.

Kolaborasi yang matang di antara tujuh ketua lingkungan beserta panitia yang diketuai oleh Dody Styadi Putra ini membuahkan perayaan Natal Wilayah 19 yang mengesankan. Hadir pula dalam acara itu anggota Dewan Paroki

antara suami, istri, dan anak-anak dalam keseharian,” ungkapnya.

Lagu-lagu pujian yang merdu dialunkan oleh Teresa Choir.

Suasana Misa menjadi semakin khidmat dan syahdu. Ada yang menarik dalam Misa ini; pada saat Salam Damai, Romo Kees berkeliling menyalami semua umat di segala penjuru auditorium. Suasana kekeluargaan begitu nyata.

Hasil kolekte dari Misa syukur ini sepenuhnya akan disumbangkan kepada panti asuhan, sebagai wujud nyata cinta kasih kepada anak-anak yatim-piatu.

Gerak LaguSetelah Misa, perayaan Natal

dilanjutkan dengan gerak lagu dan tari persembahan BIA Wilayah 19. Acara dilanjutkan dengan penampilan BIR/OMK Wilayah 19 yang menyenandungkan lagu-lagu Natal yang indah. Tidak ketinggalan dua OMK Wilayah 19, Felicia dan Lizzie, mempertunjukkan kebolehannya bermain biola. Mereka melantunkan beberapa kidung Natal yang begitu elok didengar.

Acara yang dipandu oleh Therry ini semakin menarik dengan adanya doorprize dan kuis-kuis yang menawarkan banyak hadiah kepada setiap umat yang hadir. Baik anak-anak, remaja, sampai orang dewasa berlomba-lomba menjawab pertanyaan kuis yang dilontarkan oleh MC dengan cepat dan sigap.

Persembahan terakhir dalam acara ini adalah tampilnya Band Wilayah 19 yang membawakan tiga lagu Natal. Aransemen musik yang sangat kreatif mengusung suasana sukacita.

Dan akhirnya, perayaan Natal Wilayah 19 ditutup dengan doa penutup dan doa makan malam. Panitia telah bersiap-siap di luar auditorium membagikan makan malam dengan teratur kepada seluruh umat yang hadir.

(HK)

Harian (DPH) Paroki Serpong yang juga pendamping Wilayah 19, Eddy, Korwil 19 Ferry, dan Korwil 18 Rudy.

Acara dimulai dengan foto bersama Santa Claus khusus bagi anak-anak sambil menunggu dimulainya Misa pembukaan. Pukul 16.40, Misa syukur yang dipersembahkan oleh Romo Kees Van Djik OFM dimulai. Dalam homili, Romo Kees mengajak seluruh keluarga Katolik di Wilayah 19 untuk merenungkan kehadiran Yesus Kristus yang membawa keselamatan bagi manusia.

“Ini merupakan bentuk cinta kasih Allah Bapa yang paling nyata kepada kita semua. Cinta kasih harus selalu mengalir di dalam setiap hubungan

Perayaan Natal gabungan tujuh lingkungan berlangsung meriah. Hasil kolekte disalurkan kepada panti asuhan.

natal bersama wilayah 19

Dok

. Pri.

Page 37: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 35

nilai Uang bagi allahPemberkatan rumah warga Lingkungan St. Markus dilanjutkan dengan Misa. Pemilik rumah sharing

tentang pengalamannya dalam pembangunan beberapa gereja di daerah.

dan pikiran kita, juga apa yang menjadi bagian dari hidup kita. “Dengan harapan, Allah mau memberkati dan menyertai kita.”

Bunda Maria mempersembahkan seluruh diri-Nya untuk dekat dengan peristiwa-peristiwa Allah yang menjelma menjadi manusia; mulai dari mengandung, melahirkan, hingga membesarkan Putranya untuk kepentingan banyak orang. Mungkin kita tidak diharapkan berbuat banyak seperti Maria, tapi kita mau memberikan sukacita Allah yang sudah kita terima dan memelihara sukacita ini, berupa kebaikan- kebaikan bagi sesama.

Romo Tinus menutup homili dengan mengutip pesan raker dengan Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo. Ada tiga poin utama yang perlu diperhatikan, yakni persekutuan umat beriman, persaudaraan, dan berbelarasa atau solidaritas.

Kontribusi BalikDalam acara perkenalan, tuan

rumah Frans dan Veronica mengisahkan pengalamannya dalam menggereja. Mereka berkontribusi pada Gereja,

PEMBERKATAN rumah warga Lingkungan St. Markus Paroki Serpong Gereja St. Monika, yakni pasangan Frans

S. Tjakradjaja dan Veronica dilayani oleh Romo Faustinus Sirken OSC. Acara berlangsung Senin malam, 21 November 2016.

Janda MiskinBacaan Alkitab tentang janda

miskin yang mempersembahkan seluruh miliknya kepada Allah. Pada hari itu Gereja memperingati Santa Perawan Maria dipersembahkan kepada Allah.

Ada dua hal yang menjadi wujud persembahan; Santa Perawan Maria mempersembahkan diri-Nya dan pribadi-Nya. Sedang janda miskin itu mempersembahkan apa yang dia miliki, yakni uang sepeser atau nilai uang yang paling kecil pada saat itu.

Uang adalah kebutuhan primer atau utama. Semua orang membutuhkan uang. Uang membuat orang bisa makan, punya rumah, berpakaian, dan lainnya. Romo Tinus mengemukakan, kita diajarkan untuk mempersembahkan keutuhan diri kita kepada Tuhan; hati

terutama dalam upaya mencari dana untuk pembelian tanah dan pembanguan gereja di daerah-daerah yang kurang bersahabat dengan pembangunan gereja.

Tuhan tidak melupakan apa yang sudah diberikan oleh pasangan ini. Mereka memperoleh kontribusi balik berupa rumah yang baik dan cukup luas yang terdiri dari tujuh kamar untuk kos. Rumah ini diberkati oleh Romo Faustinus.

Jadi, uang bagi Allah bernilai lebih dan relatif. “Yang jelas, uang tidak dapat membeli segalanya seperti damai sukacita, terutama dalam keluarga, kebahagiaan, kesehatan prima, anak anak yang pandai, dan sebagainya.”

Tapi, kita harus berkata jujur untuk mendapatkan yang lebih berharga dari uang. Yang perlu kita imani dalam hidup ini, tidak menjadikan uang sebagai tuhan kedua. “tuhan” yang ditulis dengan huruf t kecil atau tanda petik, tentu berbeda dengan Tuhan yang ditulis dengan huruf T besar pada awal kata tanpa tanda petik.

Vincentius Rubyanto Sugipto

Dok

. Pan

itia

Page 38: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

36 · Komunika

PAGI itu, bingkisan yang hendak dibawa sudah disiapkan dan dibagi di beberapa mobil yang siap berangkat menuju “Rumah Kita”. Wajah-wajah lektor Gereja Santo Ambrosius tampak cerah, secerah

matahari pagi itu. Serasa tak sabar untuk segera bertemu dengan anak-anak di Rumah Kita.

Rumah Kita adalah rumah singgah milik Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) yang disiapkan untuk mengakomodasi pasien anak penderita kanker, untuk mendukung pasien yang sedang menjalani pengobatan dan perawatan. Lokasinya di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat.

Rumah Kita memang menjadi salah satu tempat yang dikunjungi dalam aktivitas sosial Lektor Gereja Santo Ambrosius. Acara ini sudah cukup lama disiapkan.

Bangunan bertingkat dua, bercat dan berpagar putih itu sanggup menampung 28 anak penderita kanker dengan satu pendamping untuk masing-masing anak.

Sebelum hari H kunjungan, beberapa lektor sudah melakukan survei. Mereka cukup terkejut dengan fasilitas yang disediakan oleh Rumah Kita. Mulai dari tempat menginap, makanan dan minuman, seluruh perlengkapan dan perabotan rumah hingga tempat belajar dan bermain, disediakan dengan sangat baik selama pasien dari keluarga pra-sejahtera menjalani pengobatan dan perawatan di Jakarta.

Anak-anak ini datang dari berbagai pelosok wilayah di Indonesia. Salah seorang pengurus Rumah Kita menjelaskan, bahwa kebanyakan dari mereka tidak mendapatkan penanganan yang baik di kampung halamannya. Tak jarang penyakit mereka sudah berada pada stadium lanjut saat terdeteksi.

Mengikuti YogaSesampai di lokasi, rombongan lektor menurunkan

bingkisan-bingkisan berupa detergen, popok sekali pakai,

berbagi kasih di rumah kitaKelompok Lektor Gereja St. Ambrosius berkunjung ke rumah singgah anak-anak penderita kanker. Dongeng, games, nyanyian dan tarian, serta pembagian boneka disiapkan untuk menghibur mereka.

minyak goreng, handuk, boneka, dan masih banyak lagi.Mereka diminta menunggu karena anak-anak itu baru saja

mengikuti Yoga. Yoga menjadi salah satu kegiatan rutin untuk mendukung pemulihan mereka.

Tak lama berselang, ruang pertemuan dipenuhi oleh anak-anak yang sudah berdandan rapi. Mereka mengenakan rompi seragam Rumah Kita. Usia mereka mulai dari bayi berusia 11 bulan, anak-anak berusia 4 sampai dengan 9 tahun. Bahkan remaja usia belasan pun ada. Jumlah mereka saat ini sekitar 35 anak; melebihi kapasitas yang ada.

Semua anak tampak ceria. Tidak tampak mereka sedang menderita kanker. Meski beberapa dari mereka terlihat mulai botak akibat kemoterapi. Kemudian, acara bersenang-senang dimulai! Dua orang dari rombongan lektor bertugas sebagai MC.

Semua terlibat aktif tak terkecuali orang tua, pendamping dan para lektor. Anak-anak diajak menggambar dan mewarnai, menentukan suatu benda yang melambangkan mereka. Lalu, mereka harus menceritakan alasan memilih benda tersebut. Anak-anak tersebut juga mengungkapkan cita-citanya. Ada yang ingin menjadi guru bahkan dokter.

Acara demi acara bergulir; dongeng, games, menyanyi dan menari, serta pembagian boneka.

Bertemu dengan anak-anak ini menimbulkan rasa yang campur aduk; ada bahagia, ada sedih.... Bahagia, karena bisa berbagi dengan mereka dan melihat keceriaan mereka, ada harapan dan semangat di wajah mereka. Bahagia karena ada tangan-tangan yang peduli terhadap mereka. Namun, ada rasa sedih… melihat anak-anak ini harus mengalami semua ini.

Acara berakhir pada siang hari. Anak-anak harus beristirahat setelah beraktivitas sejak pagi. Jadwal di Rumah Kita memang diatur secara ketat. Hal ini untuk mendukung proses pengobatan dan pemulihan mereka.

Lektor Gereja St. Ambrosius

Foto : dok. pribadi

Dok. Pri.

Page 39: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 37

Mengingat kembali tugas dan Peran

komsos

“PADA umumnya Komsos identik dengan membuat majalah. Padahal peran utama Komsos adalah mendorong, memfasilitasi, dan mengevaluasi supaya umat terjun dalam

komunikasi dan media.” Demikian pernyataan Ketua Komisi Komunikasi Sosial

Keuskupan Agung Jakarta (Komsos KAJ), Romo Harry Sulistyo, dalam perayaan Natal para pengurus Komsos dari 11 paroki Dekenat Tangerang pada Minggu, 8 Januari 2017. Acara berlangsung di GKP Gereja St. Laurentius Alam Sutera.

Sesi pertama dibawakan oleh Romo Harry. Ia mengingatkan kembali tugas dan peran Komsos. Setidaknya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh seksi komsos, antara lain mendorong terlaksananya pastoral evangelisasi, mewartakan aksi sosial dan kemanusiaan, dan juga enterpreneurship.

Untuk lima tahun kedepan, KAJ mencanangkan model pastoral evangelisasi. Artinya, kegiatan pastoral tidak hanya mewartakan Yesus dan iman kristiani di kalangan sendiri. Bukan “laut menggarami laut sendiri”. Tetapi, mengajak 99 domba untuk mencari satu domba yang hilang. Umat Katolik juga perlu melakukan evangelisasi kepada orang-orang non-Gerejawi agar mereka tidak “gagal paham” tentang iman kristiani.

Banyak informasi di media sosial yang tidak tepat bertebaran. “Maka, kita perlu untuk masuk ke dalam pastoral evangelisasi agar mereka yang non-kristiani juga paham apa maksud iman kristiani,” urai Romo Harry.

Romo Harry mencontohkan pernyataan-pernyataan yang bernada mencemooh yang akhir-akhir ini mucul di media sosial. “Jika Tuhan beranak, bidannya siapa?” Sebagai umat kristiani, selayaknya kita tidak diam saja. Tugas Komsos dan umat kristiani untuk meluruskan apa yang keliru.

Komsos juga harus bisa berperan dalam mewartakan kebaikan Gereja Katolik. Misalnya, mewartakan aksi sosial dan kemanusiaan. “Mengajak sebanyak mungkin orang untuk menolong yang Kecil, Lemah, Miskin, Tersingkir, dan Difabel (KLMTD),” lanjut Pemimpin Umum Majalah Hidup ini.

Hal ini sejalan dengan Misi Tahun 2017 sebagai Tahun Kemanusiaan, makin adil makin beradab. Umat diminta mengupayakan terwujudnya sila kedua Pancasila.

Ketua Komisi Komsos-KAJ, RD Harry Sulistyo, dan pakar teknologi informasi, Izak Jenie, menjadi narasumber dalam perayaan Natal

Komsos Dekanat Tangerang.

Aneka KerasulanJika Komsos mengajak dan melatih umat untuk bermedia,

menulis, fotografi, blogging, dan memanfaatkan media sosial, diharapkan aneka kerasulan dapat menciptakan media masing-masing. “Sebaiknya, umat tidak hanya menggunakan media sosial untuk curhat atau memajang foto-foto, tapi juga memanfaatkannya untuk pewartaan,” harap Romo Harry.

Komsos yang berhasil, lanjut Romo Harry, bukan karena majalahnya menjadi juara, “tetapi apakah umatnya berkomunikasi sosial untuk pewartaan iman.” Diharapkan, umat, lingkungan, pengurus dewan paroki, dan aneka karya pastoral menjadi Public Relation (PR) bagi Gereja. Gereja haruslah menjadi gerakan keluar, kebaikan Gereja Katolik dan kontribusi terhadap Negara haruslah disuarakan.

Perang Bermata DuaSesi kedua disampaikan oleh praktisi teknologi informasi,

Izak Jenie dari Seksi Komsos Paroki Menteng Gereja St Theresia Jakarta.

Menurut Izak, perkembangan teknologi bagaikan pedang bermata dua. Teknologi informasi bisa sangat membantu orang dalam berkomunikasi tetapi juga bisa menjadi sarana untuk menyebarkan berita hoax dan berita bernada kebencian. Fenomena di Eropa di mana anak-anak muda menunjukkan ketidaktertarikannya terhadap Gereja merupakan keprihatinan yang perlu diwaspadai.

Saat ini generasi milenia sangat erat dengan gadget dan media sosial. Semua informasi baik dan buruk sangat mudah diakses. “Dalam situasi demikian, dibutuhkan kebijaksanan untuk menyaring informasi,” kata Izak. Sebaiknya, Gereja terbuka dan berinovasi dengan memanfaatkan teknologi informasi sebagai bagian dari media pewartaan.

Di sinilah peran Komsos diperlukan. “Pada akhirnya website dan media sosial tidak hanya berfungsi mempublikasikan kegiatan paroki tetapi juga menjadi sarana informasi untuk mewartakan sukacita Injili,” ungkap Izak.

Mari berbuat baik dengan menyebarkan berita baik, berpengharapan, dan mendorong ciptaan-Nya untuk saling mengasihi.

Florensia Unggul DamayantiD

asa

Did

jaya

Page 40: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

38 · Komunika

“KEWAJIBAN romo paroki untuk mengenal lebih dekat setiap umatnya,” ungkap Romo Bernardus Yusa Bimo Hanto OSC sesaat sebelum memulai Misa di

Lingkungan St. Georgius pada 16 Januari 2017. Menyapa dan disapa sudah menjadi agenda para romo dengan jadwal keliling yang telah ditentukan.

Dalam khotbahnya malam itu, Romo Bimo menyampaikan betapa pentingnya mengenal lebih dekat seluruh umat paroki sekalipun jadwal kelilingnya sangat padat dan menyita waktu. Tapi, memang seperti itulah seyogianya relasi antara umat dan para romo di paroki agar terjalin komunikasi dua arah yang efektif.

Umat Lingkungan St. Georgius yang mendapat giliran disapa juga merasa bahagia karena bisa mengenal lebih dekat Romo Bimo serta berdialog langsung seputar Gereja. Mulai dari kehidupan pastoran, kondisi gedung gereja sampai perkembangan umat dibahas dalam suasana santai dan akrab. Romo juga sempat bercerita sekilas soal latar belakang keluarganya yang hidup berdampingan secara harmonis sekalipun banyak perbedaan di antara mereka sekalian.

Pertemuan malam itu memang jadi begitu mengesankan karena umat bisa merasakan kedekatan dengan Romo Bimo. Begitu juga Romo Bimo sempat menyampaikan sukacitanya karena pada Misa Lingkungan St. Georgius malam itu anak-anak mengambil peran penting. Mulai dari pembaca Kitab Suci, pemazmur, pembaca doa umat hingga yang bertugas mendokumentasi rangkaian acara, sungguh memberdayakan anak-anak mulai dari SD hingga SMA.

Acara diakhiri dengan santap malam bersama sambil tetap melanjutkan diskusi ringan mengenai hidup menggereja. Acara disapa dan menyapa ini pun memberikan sukacita serta pertalian erat di antara romo dengan umat. Begitupun antara umat satu sama lain.

Ita Sembiring

lingkungan St. georgiusdisapa dan Menyapa

Dok

. Pri.

Meditasi anak rayakan hUt kedua

DALAM rangka menyambut ulang tahun kedua sekaligus Natal dan tahun baru 2017, Kelompok Meditasi Anak Paroki Santa Monika mengadakan gathering bersama 60 anak, didampingi 20 anggota dewasa termasuk para pembimbing Meditasi Kristiani.

Acara diselenggarakan pada Minggu, 8 Januari 2017, di Rumah Makan Kampung Nirwana, Cisauk, Tangerang. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan doa pembuka, meditasi bersama, tari dan nyanyi dari setiap grup meditasi anak, dilanjutkan dengan permainan memindahkan ikan dari satu wadah ke wadah lainnya. Kebersamaan itu ditutup dengan makan siang.

Josephine Winda

Dok

. Med

itasi

Kris

tiani

Page 41: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 39

Persaudaraan angkatan 2 kPkS St. Paulus tangerang

Untuk saling mengakrabkan para peserta kursus, Angkatan 2 KPKS Santo Paulus Cabang Tangerang mengadakan perayaan Natal Bersama.

KURSUS Pendidikan Kitab Suci (KPKS) Santo Paulus Cabang Tangerang adalah cabang resmi dari Kursus Pendidikan Kitab Suci Santo Paulus Tebet dan sudah

menghasilkan dua angkatan. KPKS St. Paulus cabang Tangerang didirikan pada tahun

2015 guna memenuhi keinginan beberapa umat yang tinggal di sekitar Tangerang, Bintaro, Jakarta Barat, dan sebagian Jakarta Selatan terhadap keingintahuan isi Kitab Suci tetapi merasakan jarak yang jauh apabila belajar di Tebet dan kurang efisien dari segi waktu.

KPKS Santo Paulus Cabang Tangerang menempati Gedung Yama, Kavling Komersial Lot8/12 CBD, Serpong, Tangerang Selatan.

Mengikuti Kursus Pendidikan Kitab Suci, sebenarnya salah satu sarana mengikuti anjuran Konsili Vatikan II yang mengatakan “bagi kaum beriman kristiani, jalan menuju Kitab Suci harus terbuka lebar”. Dengan belajar di KPKS, peserta mempelajari segala pengetahuan tentang Kitab Suci, yang meliputi sejarah Kitab Suci, tafsir Kitab Suci, dan keterampilan serta latihan tentang Kitab Suci.

Diharapkan, setelah lulus KPKS, para peserta mampu mendampingi umat di lingkungan atau kelompok.

Para peserta yang mengikuti KPKS Cabang Tangerang sekarang berasal dari sekitar Tangerang, Bintaro, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. Karena berasal dari paroki-paroki yang

berbeda, maka selama kursus hubungan pertemanan menjadi sedikit terkendala.

Untuk meningkatkan hubungan pertemanan dan saling mengkrabkan para peserta kursus, baru baru ini peserta kursus Angkatan 2 KPKS Santo Paulus Cabang Tangerang mengadakan perayaan Natal Bersama di salah satu restoran terkenal di Bumi Serpong Damai. Untuk merealisasikan perayaan ini, para peserta secara kolektif mengumpulkan uang.

Persiapan yang kami lakukan pada saat libur kursus bukan merupakan batu sandungan demi meningkatnya hubungan pertemanan para peserta kursus. Ternyata, menjelang pelaksanaan, banyak bantuan baik materiil maupun immaterial yang diterima sehingga para peserta bersemangat.

Meningkatkan PertemananAdapun tujuan perayaan Natal bersama adalah : Pertama, untuk meningkatkan hubungan pertemanan dan

mengakrabkan suasana kelas. Kedua, untuk saling menguatkan dan meneguhkan

antarteman agar bisa menyelesaikan kursus yang relatif cukup lama, yaitu tiga tahun atau enam semester.

Ketiga, membina kerjasama antarparoki pada masa yang akan datang.

Hengky Subagio, July Tikilie

Dok. Panitia

Page 42: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

40 · Komunika

“Light Up The East”

Exaudi domine choir

“RUN Mary Run”, sebuah lagu bergaya gospel Afrika-Amerika, aransemen Brian Tate membuka perhelatan konser amal yang diselenggarakan oleh

Exaudi Domine Choir di Titan Center, Bintaro, pada Sabtu, 7 Januari 2017, pukul 18.00.

Tiga puluh lima anggota koor yang terbagi atas sopran, alto, tenor, dan bass membentuk formasi tiga barisan, sejajar dengan penonton. Mereka berjalan menuju panggung sambil bernyanyi secara

Acapella mengikuti ritme lagu. Lirik ‘run mary run, run mary run I say…you got a right

to the tree of life’ dinyanyikan mulai dari lembut hingga agak keras, dengan variasi polifonik. Kemudian masuk iringan perkusi dan solis sopran dengan aksen gospel yang kuat, membuat penampilan pertama ini begitu mengesankan. Penonton menyambutnya dengan tepukan tangan meriah.

Dibuka dengan DoaKemudian acara dibuka dengan doa yang dipimpin oleh

Romo Maximilianus Yesuari Dolla OFM.Cap yang biasa disapa Romo Maxi. Imam ini memprakarsai renovasi perpustakaan umum SMPN 11 Elar yang terletak di Perkampungan Umandawa. Romo Maxi berasal dari Flores. Saat ini, ia bertugas di Vietnam.

Malam itu, Romo Maxi memberkati konser yang

diselenggarakan oleh Exaudi Domine Choir, yang dipimpin oleh Caecilia Faridati yang akrab dipanggil Fank. Konser yang mengusung tema ‘Light Up The East’ ini digagas oleh Fank sebagai bentuk kepeduliannya terhadap pendidikan anak-anak di Perkampungan Umandawa. Tepatnya, di Desa Sangan Kalo, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.

Pada kesempatan itu, penonton menyaksikan tayangan slide show yang melukiskan keadaan Perkampungan Umandawa di pelosok NTT yang belum memiliki infrastruktur yang memadai.

“Seluruh hasil penjualan tiket serta sumbangan dari donatur akan dipergunakan untuk merenovasi perpustakaan yang dikelola oleh guru-guru SMPN 11 Elar. Diharapkan, minat baca anak-anak dapat berkembang dan wawasan mereka bertambah maju,” ujar Fank saat diwawancarai oleh MC di panggung.

Masa kecil Fank dihabiskan di Yogyakarta dengan membaca banyak buku. Meski orang tua Fank hidup sederhana, kebutuhannya membaca bisa terpenuhi karena ibunya bekerja sebagai guru. “Saya bisa meminjam buku di perpustakaan sekolah di mana ibu saya bekerja,” ungkapnya dengan senyum sumringah di akhir wawancara.

Sesuatu yang BerbedaDalam konser kali ini, Exaudi Domine Choir berusaha

Exaudi Domine Choir kembali tampil. Seluruh hasil penjualan tiket serta sumbangan dari donatur akan dipergunakan untuk merenovasi perpustakaan SMPN 11 Elar, NTT.

Dok. Panitia

Page 43: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 41

menampilkan sesuatu yang berbeda. Bertepatan dengan momen Natal, konser malam itu menyajikan lagu-lagu bernuansa Natal dengan aransemen gaya jazz, dengan ciri khas singkup-singkup dan ada juga yang berciri swinging, seperti dalam ‘Let It Ring, Let It Swing, Let It Snow’ dan ‘Rudolph The Red-Nosed Reindeer’ aransemen Mac Huff yang dipentaskan dalam gerak dan lagu bersama anak-anak kecil.

Kehadiran bintang tamu kelompok Paduan Suara TK St. Ursula BSD turut memberikan ‘warna’ dalam keseluruhan acara malam itu. Mereka menyanyikan empat lagu bertema Natal sambil menari.

Suasana bertambah hangat dengan lagu-lagu Latin-jazz mass karya komposer Martin Vollinger yang dimainkan dengan ritme yang berbeda-beda (salsa, samba, bossanova, dan rumba).

Sebagai penutup, tiga lagu pop “I Looked Up”, “Getting in The Mood For Christmas” dan “Merry Christmas Merry Christmas” (soundtrack film Home Alone 2) dinyanyikan dengan meriah. Semua anggota koor menari dan bernyanyi dengan gembira, dalam suasana menyambut tahun yang baru dengan penuh harapan. Confetty pun ditembakkan ke atas. Sekejap panggung bertabur kerlap-kerlip bintang, menambah istimewa perhelatan malam itu.

Ucapan terima kasih dalam bentuk rangkaian bunga hand-bouquet disampaikan kepada para pemusik yang terdiri dari pemain piano (Danto dan Diah), pemain perkusi (Ade), pemain kontra bass (Adri), pemain saksofon (Monica), serta kepada Kepala TK St. Ursula BSD Ratna Kumala.

Romo Yulianus Yaya Rusyadi OSC yang mengikuti konser malam itu diundang oleh MC ke panggung untuk memimpin doa penutup.

Salah satu bentuk apresiasi penonton terhadap konser malam itu disampaikan secara tertulis kepada salah seorang anggota koor senior melalui media. “…selamat, sukses, dengan konsernya yang membawa kita semakin kaya dengan lagu-lagu Gereja berbahasa Latin namun dinyanyikan dalam Latin-jazz style…. Keren dan jadi ikut nge-beat”.

Iva Njauw

OLD and New adalah acara yang biasa diselenggarakan bertepatan dengan malam pergantian tahun. Namun, Komunitas Lektor Gereja Santa Monika dan Santo Ambrosius merayakannya setelah libur Natal dan Tahun Baru

usai. Tahun ini ditetapkan pada 15 Januari 2017. Alasannya, menunggu anggota yang pulkam kembali ke BSD.

Acara yang berlangsung di Remaja Kuring yang asri ini diikuti oleh 50 lektor dan lektris. Suasana ‘old n new’ cukup terasa. Ada lektor lama, ada pula lektor baru yang akan tampil perdana pada Februari 2017. Ada lektor dewasa, ada pula lektor remaja yang fresh dan enerjik.

Acara yang digawangi oleh Petrus Titut Sutiyoso ini dibuka dengan pujian oleh Serafina, Koordinator Subsie Lektor Paroki Serpong Gereja St. Monika, diiringi dengan organ yang dimainkan oleh Novi. Doa pembuka dipimpin oleh Jois.

Romo Tinus OSC yang hadir dalam acara tersebut, menyampaikan kata sambutan. Ia menyemangati para lektor dengan pencerahan liturgisnya.

Perayaan yang berlangsung sekitar tiga jam itu relatif padat dan meriah. Ada acara yang serius saat para lektor diajak berefleksi tentang apa yang telah dan akan dilakukan. Ada juga acara yang heboh saat mereka berjoget ‘iwak peyek’. Seluruh peserta yang terbagi dalam empat grup ikut ambil bagian berjoget.

Joget ‘iwak peyek’ selama lebih kurang empat menit untuk setiap grup ini benar-benar membikin suasana penuh tawa dan goyang bebas. Jangan tanya pakai gaya apa. Yang penting pede dan semangat. Saking pede-nya gaya bangun tidur, sikat gigi, cuci dan jemur baju pun bisa terlihat asyik-asyik saja dan serasi dengan lagu.

Semua peserta mendapat hadiah. Yang membedakan, yang lebih jago joget boleh memilih hadiahnya terlebih dahulu. Mengenai hadiah, sejak registrasi peserta menerima souvenir tas punggung dengan gambar dan tulisan ‘lektor-lektris Santa Monika’ serta Christmas cookies dalam packaging berbentuk bintang warna merah hijau dengan sepenggal tulisan dari ayat Alkitab di atas cookies. Keduanya merupakan sumbangan dari Sandra dan Tutiek.

Tidak kalah menariknya, tanpa instruksi ba bi bu seluruh peserta turun tangan secara estafet membagi-bagikan makanan kecil dan minuman. Fotografer Elen dan Yenny siap menjepret dan merekam momen-momen berharga untuk di-share di grup WhatsApp.

Acara ini memang dari lektor, oleh lektor, dan untuk lektor. Seperti tahun sebelumnya, acara ini terselenggara karena kerinduan sesama anggota untuk berkumpul. Dengan merayakan Natal dan Tahun Baru bersama, diharapkan para lektor dapat semakin mengenal dan erat bersekutu dalam persaudaraan serta semakin bersemangat melayani. (Suziyanti A)

Old and New 2017 komunitas lektor

Dok

. Pan

itia

Page 44: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

42 · Komunika

BAGAIMANA sesungguhnya kita memandang Tuhan? Jika Tuhan kita pandang sebagai Bapa yang Mahakuasa, seolah Ia ada dalam suatu jarak, bertakhta di surga yang mahatinggi sehingga sebagai anak-anak-Nya kita harus berseru dalam

doa. Sebagai Sang Putra yang tinggal di antara kita, mau tidak mau kita akan mendengarkan-Nya. Karena ia adalah Sang Sabda yang berbicara melalui Kitab Suci.

Sedangkan Allah Roh kudus adalah Allah yang tinggal di dalam batin kita, God within. Kita dapat berhubungan dengan Allah yang ada di dalam diri kita ini dengan silence, berhening, menempuh jalan dengan diam dan menyadari kehadiran-Nya.

Namun, ternyata hening itu sangat sukar karena berbagai pikiran terus bermunculan di dalam benak. Untuk mampu masuk dalam keheningan maka kita dapat bermeditasi. Berdiam selama dua puluh menit dan mengucap mantra “Maranatha” yang artinya Tuhan datanglah. Inilah ajaran dari Meditasi Kristiani.

Jika kita menyadari bahwa Allah ada di dalam diri kita maka hal itu akan sangat mempengaruhi diri kita, cara hidup kita, cara kita memandang sesuatu dan berkumpul atau berkomunitas dengan sesama.

Selalu menyadari kehadiran-Nya akan sangat membantu hidup kita sebagai manusia. Kesadaran akan Allah juga mempengaruhi bagaimana kita memperlakukan orang lain. Kesadaran akan Allah ini sangat powerfull, melindungi kita secara penuh.

Meditasi menjadi sebuah media untuk membantu kita menyadari kehadiran Allah. Agar efektif maka meditasi harus terus-menerus dilakukan secara disiplin. Setiap pagi-sore dan pengucapan kata ‘Maranatha’ yang berulang membantu kita untuk selalu tersadar.

Praktik meditasi di dunia timur barangkali memang berfokus pada pernapasan. Namun, dalam Meditasi Kristiani pernapasan ini tidak boleh kosong. Maka, diisi dengan kata Maranatha yang dapat dilafalkan seirama dengan denyut napas.

Meditasi Kristiani adalah Christocentric, berpusat pada Yesus Kristus, dalam wujud roh. Roh itulah yang berdoa kepada Allah. Inilah yang membedakan Meditasi Kristiani dengan meditasi jenis lainnya. Kata ‘Maranatha’ sebaiknya tidak diganti dengan mantra lain sekalipun sesuatu yang diakui

sebagai bahasa roh. Karena kedua hal itu berbeda. Bahasa roh diucapkan dalam keadaan tak sadar sebagai bentuk doa kontemplatif.

Doa atau meditasi menjadi hal yang berbeda bagi masing-masing orang. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk sepanjang semuanya berada dalam bimbingan Gereja Katolik. Gereja memang kaya layaknya sebuah meja perjamuan; macam-macam sarana tersaji. Umat dapat memilih sesuai dengan selera, apa yang menurut masing-masing pribadi membantu dirinya untuk lebih mendekat kepada Tuhan.

Namun, hendaknya umat juga tidak hanya mencoba mencicip ini dan itu. Melakukan segala kegiatan Gereja namun tanpa sungguh-sungguh mendalami sebuah sarana yang mendekatkan kepada Tuhan. Kita harus memilih ‘menu’ yang cocok bagi kehidupan rohani kita sehingga rohani akan bertumbuh semakin baik, termasuk sakramen-sakramen yang telah diterima oleh umat.

Dalam meditasi jika dirasakan tidak menemukan Tuhan, barangkali intensitas yang dilakukan kurang. Meditasi bukanlah doa untuk membuat kita merasa nyaman atau merasakan hal fenomenal lainnya. Lebih berfokus pada mantra ‘Maranatha’ yaitu Tuhan datanglah. Doa juga sebaiknya tumbuh dari keheningan. Doa yang tidak tumbuh dari keheningan hanyalah basa-basi.

Perubahan pada diri seseorang yang bermeditasi akan dirasakan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Meditasi Kristiani adalah keserupaan dengan Allah. Dengan bermeditasi Kristiani diharapkan kita mampu mengikuti teladan Allah. Identitas kita tetaplah sebagai seorang manusia. Persatuan dalam cinta kepada Tuhan bukan berarti melebur layaknya kata-kata Manunggaling Kawula Gusti.

Dalam banyak fenomena rohani yang terjadi, sebaiknya umat tetap berfokus kepada Tuhan sehingga terhindarkan dari kesombongan rohani. Karena setan juga bekerja dengan berbagai cara. Seandainya sesuatu muncul dan berasal dari Tuhan, Ia memilikinya cara-Nya tersendiri untuk memberitahukan kepada kita bahwa itu adalah anugerah-Nya.

Akhir kata, Pastor Siriakus menekankan untuk hidup semenarik mungkin sesuai dengan teladan Kristus sehingga menjadi daya tarik bagi orang-orang lain.

Josephine Winda

God Within dalam bermeditasiPastor Siriakus Maria Ndolu O.Carm menjadi pembicara dalam pertemuan Meditasi Kristiani di BSD pada 3 Oktober 2016. Berikut ini penjelasannya.

Dok

. Med

itasi

Kris

tiani

Page 45: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 43

bareng teman saya dan Mami tunggu,” katanya. Sembari menunggu, sang mami membawa buku gambar Thania untuk diserahkan kepada dosen Esmod. “Besoknya, saya disuruh ikut tes,” lanjut Thania. Ia diterima untuk studi pola dan desain di Esmod.

Selama belajar di Esmod, air mata Thania kerap mengalir karena ia tidak suka menjahit dan tugasnya banyak sekali. Bergadang sampai pagi itu sudah biasa. “Ada teman saya yang tidak pulang, sampai besoknya dia masih duduk di kelas memakai baju yang sama,” bebernya. Setamat dari Esmod, tahun 2010, selama tiga bulan Thania bekerja pada desainer Lenny Agustin. Selanjutnya, ia bertekad bikin workshop sendiri.

Beberapa kali Thania mengikuti lomba-lomba mode. Berbagai penghargaan ia peroleh, di antaranya Juara Ketiga dan Juara Favorit Lomba Perancang Busana Majalah Femina, tahun 2009. Ia juga berhasil masuk sepuluh besar dalam Lomba Batik se-Nusantara. Setelah mengikuti berbagai lomba, selama delapan bulan ia mendalami pola di Bunka.

Bikin ButikAwal mula bikin butik, Thania masih coba-

coba. “Waktu itu, saya belum punya instagram. Jadi promosinya hanya melalui teman-teman Mami dan teman-teman saya, dari mulut ke mulut,” urainya. Syukurlah, waktu merenovasi rumah, mami Thania sudah menyiapkan ruangan untuk menjahit disertai gudang.

Sementara itu, Thania terus memperluas wawasan di dunia mode. Tahun 2012, ia memperoleh beasiswa untuk studi Master in Fashion Design di Italia. “Selama satu setengah tahun, saya mendalami jauh lebih dalam tentang konsep dan design development. Di sana sering ada proyek yang berkolaborasi dengan desainer atau brand ternama,” lanjutnya.

Sekembali dari Italia, karya-karya Thania kian cemerlang. Tak heran, pelanggan mengalir mendatangi butiknya. “Saya sungguh merasakan campur tangan Tuhan karena diberi jalan yang mulus.”

Maria Etty

Bethania Agustha

decak kagum

RUMAH di Puspita Loka B 1 No. 5 BSD City itu dipenuhi dengan gaun-gaun berkelas. Sebagian gaun pesta dan gaun pengantin, yang bertaburan payet, dipasang di patung-patung boneka. Sementara

gaun-gaun lainnya yang tak kalah indah berderet-deret di gantungan. Decak kagum terlontar dari para tamu yang melihatnya....

Gaun-gaun mempesona ini merupakan hasil rancangan Bethania Agustha. Wanita belia kelahiran 28 Agustus 1990 ini menyandang gelar Master in fashion design dari Domus Milan Academy, Italia.

Thania mengakui, keberhasilannya ini berkat dukungan orang tuanya, terutama sang mami -- Wiwie S. Soedjana -- yang selalu setia mendampinginya sejak awal ia menggeluti dunia mode. “Mami memang top dan super mendukung karir saya,” ungkap istri Oscar Dharmawan ini.

Gemar MenggambarSejak TK, warga Lingkungan St. Mikael Paroki St. Monika Serpong ini

gemar menggambar. Lantas, ia mulai ikut lomba-lomba menggambar dan kerap menyabet piala. Di bangku SD Ricci, bakat menggambarnya kian tampak. “Saya suka iseng menggambar di buku-buku sekolah, apalagi kalau pelajarannya membosankan,” kenangnya. Alhasil, buku-bukunya dipenuhi gambar-gambar binatang, tumbuhan, sampai anime Jepang.

Di bangku SMP dan SMA Penabur, kesukaannya menggambar makin mencuat. “Sewaktu SMA, saya sempat les fashion design di WTC Matahari. Guru les menyarankan agar saya belajar di Esmod setelah lulus SMA.”

Saat liburan kenaikan kelas, Esmod menyelenggarakan workshop selama tiga hari. Mami papi Thania membujuknya untuk ikut. “Saya mau asal

Dok

. Pri.

God Within dalam bermeditasi

Page 46: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

44 · Komunika

Sahabat Messenger Oleh Maria Etty

AKU terperangah tatkala tiba di depan Graha Maria Annai Velangkanni, di Tanjung

Selamat, salah satu sudut kota Medan. Bangunan bernuansa budaya Hindu Islam di atas lahan seluas 6.000 meter persegi itu seakan membiusku. Arsitekturnya yang bergaya Indo-Mogul dari zaman Kerajaan Mongolia Kuno sungguh memerangkapku dalam takjub.

Aku melangkah perlahan ke dalam. Suasana India sungguh pekat. Tak mengherankan, karena pencetus berdirinya Graha Maria Annai Velangkanni adalah pastor keturunan India, James Bharataputra SJ. Pastor yang telah berkarya selama lebih dari 30 tahun di Keuskupan Agung Medan ini terinspirasi dari peristiwa di Velangkanni. Di dusun kecil di pesisir Tanjung Bengala, India Selatan, itu Bunda Maria pernah menampakkan diri kepada umat Hindu pada abad ke-17.

Dari Anton, sahabat Facebook-ku, kudengar bagaimana Pastor James berupaya mewujudkan “Velangkanni” di kota Medan. Kebetulan yang menjadi konsultan pembangunannya adalah pamannya. Alhasil, berulang kali ia membujukku untuk berziarah ke tempat ini. Dan, akhirnya, aku takluk pada bujukannya.

sergahku menghibur diri. Sejurus berselang, langkah kakiku

mencapai Taman Mini Santo Yohanes Paulus II. Manik mataku segera tertuju pada sebuah kalimat yang terukir di dinding taman, ”Magnificat Animo Dei” (Jiwaku Memuliakan Tuhan). “Oh... ternyata, itu merupakan kalimat terakhir yang diucapkan oleh Paus Yohanes Paulus II,” ucapku mengalihkan resah.

Saat menyapu pandangan ke sekeliling taman, mendadak aku terkesima. Seorang pemuda berkulit putih susu tengah mencermatiku di salah satu sudut taman. Parasnya yang tampan segera menyadarkan aku bahwa dia adalah Anton yang kunanti dalam gelisah. Wajah dan penampilannya serupa dengan yang kerap aku lihat di album Facebook dan profile picture WhatsApp-nya.

“Kakak...” sapanya sembari melangkah menuju ke arahku.

“Aduh Dedek...,” balasku seraya mengatur napas.

Sekarang aku terperangah pada pemandangan di hadapanku. Selama beberapa menit aku berupaya mengendalikan salah tingkah, terlebih saat dia mengecup keningku secara tak terduga.

“Maaf, Kak... aku datang terlambat,” katanya.

Aku berkeliling di lokasi. Lantas, aku bertelut dalam doa yang khusyuk di depan patung Bunda Maria Velangkanni. Suasana yang berbeda dari gua-gua Maria pada umumnya membuat antusiasmeku menanjak. Namun, ada semburat resah di hatiku karena Anton belum menunjukkan batang hidungnya saat itu.

“Apa dia berdusta?” gugatku.Pasalnya, dia dan aku menguntai

sepakat akan berjumpa di tempat ini. “Aku mohon maaf, Kak... tidak bisa

menjemputmu untuk ke Velangkanni. Aku mesti ikut ujian,” katanya.

Ia berjanji akan lekas menyusul ke gua Maria ini selepas ujian di kampusnya, sebuah universitas Katolik di kota Medan. Seiring bergulirnya waktu, kadar keresahanku melonjak. Berkali-kali kulirik arlojiku.

“Huuh... sudah pukul 15.00. Ujian lama amat,” desisku.

Setengah jam berlalu, prasangka buruk mulai menelusuk batinku.

“Ah lupakan... si pembohong itu!” Emosiku mulai terkail.

Aku berupaya mengerahkan pikiran positif di benakku agar batinku tidak berlumur kecewa.

“Bukankah aku datang ke gua Maria ini untuk berziarah? Bukankah ini wujud devosiku kepada Bunda Maria?”

NN

Page 47: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 45

“Bagaimana ujianmu?” tanyaku seraya mengait senyum.“Sempat susah konsentrasi, Kak... senang rasanya, membayangkan

Kakak mau datang,” ujarnya sambil menyeringai. Sederet giginya yang rapi membuat pemuda ini kian mempesona.

Senja di kota Medan terasa begitu indah. Aku dan Anton melintasinya dalam canda tawa. Seolah kami sudah kerap berjumpa. Dan seturut janjinya, ia membawaku berwisata kuliner; menyantap masakan-masakan Cina Medan yang tak terkira lezatnya.

Tanpa ragu, berkali-kali ia merengkuh lenganku. Selisih usia yang membentang di antara kami bukanlah persoalan. Padahal aku tak sekadar seusia kakaknya....

Liburan dua hari di Medan sungguh menautkan hatiku pada pemuda tampan itu. Meski sejenak, indah tak terkatakan. Saat mengantarku di Bandara Polonia, ia mendekap hangat tubuhku. Dari mulutnya terlontar janji, ia akan datang ke Jakarta begitu libur kuliah tiba.

***Secara tak terduga, relasiku dengan Anton berpilin di dunia maya...Malam itu, aku tengah terhanyut di depan komputer jinjingku,

mengerjakan order biografi seorang pengusaha. Ponselku berdendang entah untuk yang ke berapa kali. Kulirik, ada pesan di Facebook Messenger. Aku tak berminat membukanya. Terlalu sering aku mendapat sapaan, yang menurutku, tidak jelas. Tak terlintas niat di benakku untuk menghamburkan waktu membalasnya...

Malam kian larut. Konsentrasiku justru memuncak. Inilah saat-saat yang membuat aku terbenam dalam kerja. Ada hasrat yang tersulut, menata kata demi kata menjadi rangkaian yang bernas. Aku percaya bahwa untaian kalimat itu punya daya yang hidup! Ya, aku terlanjur percaya pada kekuatan kalimat!

Sudah dua tahun ini aku menyandang gelar yang sungguh tak enak; “janda”. Penopang tiang nafkah keluargaku telah berpulang. Sementara anak-anak kami masih belum beranjak dewasa. Aku harus mengerahkan upaya untuk mereka. Belakangan order menggarap biografi bersusulan datang. Ini rezeki yang sungguh kusyukuri.

Setelah memungkasi satu bagian tulisan, aku termenung. Lantas, iseng kuraih ponselku. Kubuka inbox messenger. Profile picture si pengirim pesan menggelitikku untuk melihat isi pesannya...

“Mat mlm... salam kenal...”Entah mengapa, seperti ada yang mendorongku untuk melihat lebih lanjut

album fotonya.“Alamak... orang ini tampan sekali. Tapi, brondong banget ya. Ada apa

dia mau kenal dengan aku?”Jujur, ketampanannya yang menggerakkan aku mau menjawab sapanya.“Slmt mlm,” balasku.“Aku harus panggil apa nih?” dia kembali bertanya.“Panggil Ibu saja,” jawabku.“Aku mau panggil Kakak saja boleh?”“Ya silakan... tapi aku sudah ibu-ibu loh,” begitu kuketik balasan.Dengan terus terang dia mengaku gemar membaca tulisan-tulisanku.

Bahkan dia menyimpan salah satu buku karyaku “Mengelola Emosi”. Entah mengapa pula, aku merasa tersanjung....

Selang beberapa pekan, dia minta dikirimi makalahku tentang cara menulis feature.

“Kak, ajari aku menulis dong,” pintanya.“Lha calon arsitek kok pengen nulis,” tukasku.“Aku mau menulis tentang dosenku yang aktif menggereja.”Entah mengapa pula, semangatku berpijar mengajarinya menulis.

Kubikinkan daftar pertanyaan yang memudahkannya untuk wawancara.

Tiada lagi sepi yang menggigit malam-malamku. Kami rutin saling berkontak. Bahkan pengujung malam menjadi saat-saat yang kunantikan. Anton selalu menghiburku. Lantas, aku terlelap dengan senyum. Aku menyadari kegilaan ini. Tapi, aku menikmatinya....

***DUA bulan setelah kunjunganku ke Medan,

Anton datang ke Jakarta. Jauh-jauh hari sebelum kedatangannya, aku sengaja menyisihkan dana untuk membawanya bersenang-senang ke mal-mal mewah di Ibu Kota.

“Kakak gak usah repot ya dengan kedatanganku.” Begitu pesannya di Messenger.

“Ada dua oomku tinggal di Jakarta,” katanya.“Kalau Dedek mau bermalam di rumahku

silakan lho,” aku menawarinya dengan penuh semangat.

Bila sebelumnya aku merasa hari demi hari berlari marathon, kali ini aku merasa hari merayap laksana kura-kura. Hari kedatangan Anton tak kunjung tiba. Aku seperti menghitung waktu, detik per detik, menit per menit... lama nian!

Akhirnya, hari itu tiba... Aku benar-benar dibanjiri rasa bahagia. Kusambut Anton dengan sukacita. Sekali lagi aku terbius oleh ketampanan parasnya. Dan sekali lagi pula, aku lupa pada usia...

Senja itu, Anton menyambangi kediamanku. Perbincangan kami semakin seru. Berulang kali aku mendapati manik matanya menatap tajam ke arahku. Aku merasakan tatapannya menghunjam jantungku. Aliran darahku berdesir cepat... Keindahan ini bergulir bagai mimpi.

Kulontarkan tanya, bagaimana mungkin dia terpikat padaku; perempuan yang berusia jauh lebih tua darinya?

Anton terdiam. Sekian detik ia menatapku dengan tatapan yang risau.

“Mohon maaf, Kakak. Aku mengagumi Kakak lebih dari sekadar tulisan-tulisan Kakak... Wajah Kakak mempesonaku,” ucapnya dengan suara menyerupai bisik.

Lantas, sebuah pengakuan mengalir deras dari mulutnya.

“Kak, sudah lama aku mencari ayahku.... Namun, tak kunjung berjumpa. Mama menyarankan supaya aku mencari perempuan bernama Maria Dewinta.... Setelah kudapati di Facebook, ternyata itu Kakak, orang yang akhirnya malah kukagumi...”

Seketika aku merasa kekurangan oksigen. Ketampanan Anton tak sanggup kulihat lagi.... ***

Page 48: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

46 · Komunika

SELAMA libur Natal dan Tahun Baru yang lalu, kami kedatangan tamu kecil bernama Johanes (anak laki-laki berusia

lima tahun). Sejak lahir, ia dititipkan di panti asuhan oleh ibu dan neneknya. Johanes langsung lengket (attached) pada saya. Saya mengurus segala sesuatu yang dibutuhkan olehnya. Ia tampak marah pada ibunya sendiri dan ia tak mau dilayani oleh ibunya.

Kasus Johanes ini mengingatkan saya pada kasus yang saya tangani beberapa tahun lalu. Berikut ini kisahnya.

“Pak Felix, tolong bantu saya menghadapi anak bungsu saya,” kata Ibu Vinta (55 tahun) di telepon. Ibu yang bekerja sebagai manajer di sebuah perusahan di jalan protokol Jenderal Sudirman ini bercerita panjang lebar tentang Fanta (16 tahun). Tinggal di Amerika

Anak bungsu dari tiga bersaudara (semua perempuan) itu baru saja pulang dari Amerika Serikat. Tinggal di sana selama setahun bersama kakak sulung (30 tahun), Fanta tidak betah. Sehari-

berlatar belakang filsafat, teologi, dan psikologi klinis. Senang karena diskusi berlangsung seru, Fanta bersedia berkonsultasi beberapa kali.

Sebenarnya, pertanyaan Fanta mempunyai latar belakang masalah psikisnya. Ia berseteru dengan kakak sulung yang bertipe kepribadian conscientious (J. Oldham dan J. Morris, 2003, The Personality Self-Portrait: Why You Think, Work, Love, and Act the Way You Do). Salah satu cirinya adalah religius dan taat aturan/hukum. Sementara Fanta sendiri bertipe adventurous yang berciri utama senang tantangan dan mengutamakan kebebasan.

Dengan latar belakang tipe kepribadian yang berseberangan, tanpa mereka sadari, api permusuhan tersulut antara kakak beradik itu sejak masa kecil. Lagi pula berdasarkan analisis konstelasi keluarga (jumlah dan kedudukan anak; W. Toman, 1961, Family Constellation: Theory and Practice of a Psychological Game), ketidakcocokan antara anak sulung dan anak bungsu kemungkinan besar bisa saja terjadi, apalagi bila mereka sesama jenis. Kasus ini terjadi pada Fanta dan kakaknya, hal mana diperkuat oleh latar belakang kepribadian yang berbeda.

Dalam ‘perang’ itu, jelaslah Fanta berada dalam posisi kalah. Akibatnya, pelan tapi pasti, terbentuklah kelainan emosional pada diri Fanta. Kelainan yang Fanta alami oleh para ahli disebut oppositional defiant disorder (melawan dan memberontak; American Psychiatrist Association, 1994, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV). Kelainan ini sesuai dengan tipe kepribadiannya. Psikologi Amarah dan Dendam

Ibu Vinta menyebut beberapa bentuk perlawanan dan pemberontakan Fanta (oppositional defiant disorder). Namun, apakah yang menjiwai perilaku tersebut? Aaron Beck, M.D. pencetus Terapi Kognitif dalam bukunya Prisoners of Hate: The Cognitive Basis of Anger, Hostility, and Violence (1999) menjelaskan bahwa di balik perilaku Fanta itu, ada psikologi amarah dan dendam.

dendam dan Psikologi MemaafkanOleh Felix Lengkong, M.A., Ph.D.

hari ia bertengkar dengan kakak dan suaminya yang orang Amerika.

Kendati sangat suka tinggal di Amerika, Fanta terpaksa kembali ke Jakarta dan tinggal berdua ibunya. Ayahnya tinggal dan bekerja di Amerika Serikat. Kakaknya yang kedua (25 tahun) tinggal dan bekerja di luar Jawa. Kelakuan Fanta semakin menjadi-jadi. Tiada kata dari ibunya tanpa bantahan Fanta. Di sekolah pun ia sering didamprat guru-guru karena – menurut mereka – Fanta tak dapat diatur. Ibu Vinta kehabisan akal.

“Saya ingin ia berkonsultasi, tapi jangan sampai dia tahu bahwa Bapak itu psikolog,” pinta Ibu Vinta. “Kebetulan dia pernah bertanya kepada saya, ‘Mengapa sih kita harus beragama?’ ” kata Ibu Vinta seakan mendapatkan jalan keluar. Berbekal pertanyaan kritis itu, Ibu Vinta mengajak anaknya berdiskusi dengan penulis. Kelainan Emosi

Sesi pertama diisi dengan diskusi filsafat dan teologi tentang pertanyaan Fanta. Kebetulan penulis

Page 49: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

Komunika · 47

Berbagai aturan dan larangan dari kakaknya ditafsirkan Fanta sebagai “perilaku kakak yang tidak menyukai adik”. Penafsiran ini terjadi karena egocentricity (cara berpikir yang berpusat pada diri sendiri). Dengan kepribadian yang adventurous (mengutamakan kebebasan, tantangan), egocentricity Fanta menjadi berlebihan. Egocentricity berlebihan mengakibatkan letupan emosi, amarah.

Kemarahannya itu makin bertambah saat dia berproses pikir seperti ini: “Seharusnya kakak menyayangi adik, tapi kenyataannya tidak.” Berdasarkan pengalaman-pengalaman terdahulu, ia juga mengembangkan self statement yang keliru: “Mengapa sih saya harus kalah dari dia?” Ia mensugesti diri untuk tidak mengalah.

Tampaklah bahwa psikologi amarah dalam diri Fanta itu berlanjut melalui mind reading (membaca pikiran) yang keliru. Ia keliru membaca motif-motif dari tindakan-tindakan (larangan dan pembatasan) kakaknya. Kekeliruan membaca membawa Fanta pada kesimpulan keliru bahwa dirinya layak menyerang (aggression) baik secara verbal maupun secara fisik. Kepada penulis, ia mengaku hampir saja membunuh kakaknya. Pada suatu kesempatan ia telah menyiapkan pisau di kamarnya. Untunglah, kakaknya tidak memasuki kamar Fanta saat melarang Fanta bepergian. Bingkai Permusuhan

Egocentricity, mind reading yang keliru, dan aggression menjadi suatu lingkaran setan jika ketiganya berproses ke dalam bingkai permusuhan alias hostile frame. Proses itu berlangsung dalam kaitan dengan isu apa saja. Mereka bagaikan memfoto dan membingkai diri masing-masing dalam pola pikir negatif. Biasanya, Fanta melihat diri sebagai ‘korban’ dan kakak sebagai ‘pelaku’. Pembingkaian negatif (pola pikir negatif) membuat mereka keliru menginterpretasi setiap tindakan, motif, dan pikiran masing-masing.

Ada dua kekeliruan utama yang sering diakibatkan oleh bingkai permusuhan. Kekeliruan pertama adalah

catastrophic distortion. Kesalahan kecil masing-masing merusak seluruh citra baik masing-masing. Kekeliruan kedua adalah pola pikir generalisasi. Larangan atau pembatasan apa pun ditafsirkan sebagai “tidak menyukai diriku”. Psikologi Memaafkan

Setelah menjelaskan kondisi permasalahnya, penulis membantu Fanta menyadari ciri-ciri, kelebihan dan kekurangan dari orang yang bertipe kepribadian seperti dirinya. Tentu penulis memberi petunjuk untuk memanfaatkan kelebihan diri dan menetralisir kekurangan dirinya.

Namun demikian, fokus perhatian dalam kasus Fanta adalah kemampuan mengatasi amarah. Setelah memahami psikologi amarah, Fanta merumuskan sejumlah self-statements positif (pernyataan bagi diri sendiri) untuk mensugesti dirinya. Dalam setiap situasi yang menimbulkan amarah, Fanta mensugesti diri untuk mengalahkan amarah yang telah disimbolisasi sebagai setan dalam diri sendiri.

Kemudian Fanta dibantu memahami dan menerapkan ‘psikologi memaafkan’ seperti disarankan John Monbourquette (2000) dalam How to Forgive. Memaafkan itu merupakan keputusan untuk tidak berbalas dendam yang merupakan konsekuensi dari keadilan instinktual. Setelah berkeputusan untuk memaafkan, kita berusaha menyadari bahwa dalam banyak hal kita sendiri perlu dimaafkan.

Mengapa kita berat untuk memaafkan orang lain? Karena kita terjebak dalam pikiran bahwa orang tersebut bencana bagi kita. Karena itu, ia harus dilawan dan diperangi. Saat menyadari bahwa kita juga perlu dimaafkan, ternyata kita juga merupakan bencana bagi orang lain. Nah, daripada saling membencanakan diri masing-masing, mengapa kita tidak saling memaafkan. Untuk itu, kita mesti melakukan proses baru reframing (mamahami diri masing-masing dan orang lain) dengan cara yang lebih positif. Barangkali kita perlu merenungkan kata seorang teolog Katolik Jacques-Marie Pohier, “Memaafkan itu sulit karena kita takut akan risikonya.”

Pengiriman dana ke alamat dibawah ini mohon mempergunakan nomor account yang baru seperti tercantum dibawah ini.Untuk mengetahui pengiriman dana dari siapa mohon SMS ke nama yang tercantum dibawah ini

ASAK : BCA - 497 - 07500 75a.n.PGDP Paroki/Gereja St.MonikaSusie R - 089 678 457 456David P - 0811 876 629asakmonika.wordpress.com

SPKSM : BCA - 497- 0750067a.n.PGDP Paroki/Gereja St.MonikaCall center - 0812.830.80.100

Untuk donasi di Komunikamohon ditransfer ke :

BCA CABANG WISMA Nomor akun 497-075-008-3a.n. PGDP Paroki /Gereja Santa Monika

Jika kami tidak mengetahui kiriman dari mana/siapa maka akan dituliskan sebagai NN. Agar kami dapat mengetahui para penyumbang, mohon mengirim pesan ke : Poppy - 0815.855.992.87 (SMS/Whatsapp saja)Bagi yang mengirim donasi atas nama pribadi supaya mengirim SMS/Whatsapp memberitahukan dari lingkungan mana kiriman donasi itu.

Dana untuk SPKSM, Sie Sosial dll yang salah kirim ke account Komunika tidak akan dikembalikan. Dana tersebut akan diterima sebagai donasi untuk Komunika

Sie. Sosial : BCA - 497- 0750091a.n.PGDP Paroki/Gereja St.MonikaPSE call center - 0858-8244-6090

Page 50: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun

48 · Komunika

Donasi yang diterima edisi 01/XVII Des 2016 - Jan 2017 (data dalam rupiah)

Dalam acara Natal bersama Komsoser se-Dekenat Tangerang yang diselenggarakan di Gedung Karya Pastoral Gereja St. Laurensius pada 8 Januari 2017,

Romo Harry Sulistyo Pr sebagai ketua Komisi Komsos KAJ memberikan penjelasan tentang tugas-tugas Komsos masa kini. Romo Harry mengingatkan bahwa tugas Komsos bukan sekedar membuat majalah Paroki atau mengelola media elektronik paroki seperti Website ataupun Facebook. Tugas utama Komsos adalah pewartaan, dan media paroki adalah media pewartaan. Dalam Inter Mirifika No. 13 dikatakan pengertian tentang Komsos adalah sebagai berikut : Perangkat Gereja Keuskupan / Paroki yang bertugas mendorong dan memfasilitasi terlaksananya reksa pastoral Komunikasi Sosial untuk pewartaan injil dalam aneka macam karya kerasulan, bekerja sama dengan para awam yang berperan dalam penggunaan media sebagai wujud kesaksian mereka tentang Kristus.

Maka menjadi jelas bahwa tugas Komsos di Keuskupan / Paroki adalah mendukung berbagai program Gereja setempat dalam hal : pastoral evangelisasi, katekese, dan berbagai pelayanan sosial lainnya. Dengan demikian, Komsos sangat diharapkan mampu memberikan dukungan kepada berbagai kegiatan yang ada di Keuskupan / Paroki.

Sesuai dengan misi Evangelisasi, maka tugas Komsos adalah mewartakan kebaikan Tuhan dan GerejaNya dan mendorong umat untuk ikut serta berperan menjadi saksi di dunia untuk menunjukkan suatu cara yang baru dan menampilkan karakter kekristenan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam konteks yang lebih umum, dalam kaitan dengan kehidupan yang inklusif, seharusnya setiap umat Katolik memiliki kewajiban dan merupakan bagian dari Komsos, dalam rangka mengkomunikasikan dan memberikan pencerahan kepada umat non – Katolik supaya tidak “ gagal paham “ tentang keyakinan dan iman Katolik.

Tema Komunika edisi 2 adalah : “ Makin adil makin beradab – Peduli tetangga dan Lingkungan. “ Tema ini ingin mengajak kita untuk semakin mengamalkan kehidupan bermasyarakat yang baik, dengan hidup yang inklusif dan menjadi saksi Kristus ditengah mesyarakat yang majemuk. Banyak umat kita yang menjadi pengurus kemasyarakatan dan menjadi tokoh masyarakat, diharapkan pengalaman dan kesaksian ini yang akan meningkatkan motivasi kita untuk semakin mengamalkan Pancasila dan menggarami dunia.

RALAT PENGIRIMAN DONASI KOMUNIKA

• Di edisi 06/XVI tertulis : Florence Radjito seharusnya Florence Rodjito dan nilai donasinya menjadi Rp 300.000,- karena dana sebesar Rp 2.700.000,- telah dikembalikan kepada pengirim

Revisi donasi Nov 2016 250,000St Yudith 84,000St Bernadette 126,000St Marta 1,080,000St Lidwina 297,000St Matius 72,000St Stanislaus Kosta 540,000St Timotius 1,656,000St Klaudius 200,000St Dominikus 150,000St Veronika 540,000St Benediktus 525,000St Atanasius 492,000St Brigitta 1,668,000St Gabriel 750,000St Nikodemus 630,000St Hana 1,440,000St Simeon 480,000St Matius 72,000St Dominikus 150,000St Gemma Galgani 360,000St Bernadette 120,000St Lidwina 324,000St Emanuel 270,000St Klara 1,044,000St Nikolas 264,000St Anna 918,000St Judith 84,000St Lukas 1,692,000St Rafael 1,440,000St Theodorus 250,000St Melania 1,440,000St Hieronimus 1,080,000St Yohanes dr Salib 576,000St Ursula 864,000St Maria de Fatima 1,584,044St Theresa Avila 135,000NN 5380 685,000St Tarsisius 600,000St Gisella 360,000ST Andreas 576,000St Bonifasius 105,000Sub total donasi 25,723,044Pengembalian dana ke Florence Rodjito

2,700,000

Total donasi 23,273,044

Page 51: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun
Page 52: Membangun Jembatan Empati - parokiserpong-monika.org fileEditorial 02 Memanusiakan Manusia oaSE 03Adalah Saudara Kita SaJaMa 04 Biarkanlah Mereka Datang pada-Ku 06uhan 08 Membangun