OAINS

46
CASE REPORT Gastropati NSAID dan Anemia Oleh: Novilda Novia Sari (1010070100079) Preseptor: dr. Elvi Fitraneti, Sp.PD FAKULTAS KEDOKTERAN

description

OAINS

Transcript of OAINS

Page 1: OAINS

CASE REPORT

Gastropati NSAID dan Anemia

Oleh:

Novilda Novia Sari

(1010070100079)

Preseptor:

dr. Elvi Fitraneti, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD SOLOK

2015/2016

Page 2: OAINS

BAB I

PENDAHULUAN

I.I.Latar belakang

Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik

perdarahan subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek dari

NSAID (Non steroidal anti inflammatory drugs) serta beberapa faktor lain seperti alkohol,

stres, ataupun faktor kimiawi. Gastropati NSAID dapat memberikan keluhan dan gambaran

klinis yang bervariasi seperti dispepsia, ulkus, erosi, hingga perforasi.2

Di Indonesia, Gastropati NSAID merupakan penyebab kedua gastropati setelah

Helicobacter pylori dan penyebab kedua perdarahan saluran cerna bagian atas setelah

ruptur varises oesophagus. Menurut data dari Moskow Ilmiah Lembaga Penelitian

Gastroenterology, pengobatan dengan NSAID menyebabkan gastritis akut dalam 100%

kasus dalam satu minggu setelah awal pengobatan. Lesi erosif gastrointestinal terjadi pada

20-40% pasien, yang menerima secara teratur NSAID. Sekali atau untuk perawatan waktu

yang lama dengan tukak lambung NSAID menyatakan di 12-30%, dan ulkus duodenum - di 2-

19%.2

Para pasien dengan rheumatoid arthritis yang mengambil NSAID secara jangka

panjang, komplikasi yang terkait dengan risiko GI perdarahan dan kematian perkiraan 1,3-

1,6% per tahun. Hal ini membuat kemungkinan untuk menyimpulkan bahwa pada pasien

dengan rheumatoid arthritis masalah gastrointestinal adalah salah satu komplikasi yang

paling sering dari perawatan penyakit.2

1.2.Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis

khususnya mengenai GASTROPATI NSAID DAN ANEMIA mulai dari definisi sampai pada

penatalaksanaannya.

Page 3: OAINS

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. GASTROPATI NSAID

1. Definisi

Oains merupakan salah satu obat yang paling sering diresepkan, obat ini

dianggap sebagai first line therapy untuk arthritis yang digunakan secara luas pada

kasus trauma, nyeri pasca pemedahan dan nyeri-nyeri yang lain.sebagian besar efek

samping OAINS pada saluran cerna bersifat ringan dan reversibel. Hanya sebagian

kecilyang menjadi berat yakni tukak peptik, perdarahan saluran cerna dan perforasi.

Risiko untuk mendapatkan efek samping OAINS tidak sama untuk semua orang.

Faktor resiko yang penting adalah : usia lanjut, digunakan bersama-sama dengan

steroid, riwayat pernah mengalami efek samping OAINS, dosis tinggi atau kombinasi

lebih satu macam OAINS dan disabilitas.

2. Epidemiologi

Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dengan prevelensi berbeda tergantung

pada sosial ekonomi,demografi dan dijumpai lebih banyak pada pria usia lanjut dan

kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam. Di Amerika

Serikat, diperkirakan 13 juta orang menggunakan NSAID secara teratur. Sekitar 70

juta resep ditulis setiap tahun, dan 30 miliar NSAID dijual setiap tahun. Dengan

meluasnya penggunaan NSAID telah mengakibatkan peningkatan prevalensi terjadi

gastropati NSAID.2

3. Faktor Resiko

Beberapa faktor risiko gastropathy NSAID meliputi:

- usia lanjut >60 tahun

- Riwayat pernah menderita tukak

- Riwayat perdarahan saluran cerna

- Digunakan bersama-sama dengan steroid

- Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis NSAID

- Menderita penyakit sistemik yang berat

Page 4: OAINS

Mungkin sebagai faktor risiko

- Bersama-sama dengan infeksi Helicobacter pylory

- Merokok

- Meminum alcohol

4. Patofisiologi gastropati OAINS

Efek samping OAINS pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek

samping pada lambung memang yang paling sering terjadi. OAINS merusak mukosa

lambung melalui 2 mekanisme yakni : topikal dan sistematik. Kerusakan mukosa

secara topikal terjadi karena OAINS bersifat asm dan lipofilik, sehingga

mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan.

Efek sistemik OAINS tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat

produksi prostaglandin menurun OAINS secara bermakna menekan prostaglandin.

Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat

penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga

aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan

meningkatkan ephitelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun menimbulkan

adhesi netrolit pada endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses

imunologis. Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis

tersebut akan merusak mukosa lambung.

5. Gejala Klinis

Gastropati NSAID ditandai dengan inbalance antara gambaran endoskopi dan

keluhan klinis. Misalnya pada pasien dengan berbagai gejala, seperti

ketidaknyamanan dan nyeri epigastrium, dispepsia, kurang sering muntah memiliki

lesi minimal pada studi endoskopi. Sementara pasien dengan keluhan tidak ada

ataupun ringan GI memiliki lesi erosi mukosa parah dan ulcerating. Perkembangan

penyakit berbahaya tersebut dapat menyebabkan pasien dengan komplikasi

mematikan.2

30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang (> 6

minggu), memiliki keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan hasil studi

endoskopi. Hampir 40% dari pasien dengan tidak ada keluhan GI telah luka parah

Page 5: OAINS

mengungkapkan pada studi endoskopi, dan 50% dari pasien dengan keluhan GI

memiliki integritas mukosa normal.2

6. Diagnosis

Spektrum klinis gastropati OAINS meliputi suatu keadaan klinis yang

bervariasi sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan gastrointestinal

discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil

kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri.

Kemampuan mukosa mengatasi lesi-lesi ringan akibat rangsang kemis sering disebut

adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multiple,

perdarahan luas dan perforasi saluran cerna.

Secara histopatologis tidak khas. Dapat dijumpai regenerasi epitelial,

hiperplasi foveolar, edema lamina propria dan ekspansi serabut otot polos ke arah

mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah mencapai kira-kira sepertiga bagian

atas. Tanpa informasi yang jelas tentang konsumsi OAINS gambaran histopatologi

seperti ini sering disebut sebagai gastropati reaktif.

7. Diagnosis Banding

Dengan tanda-tanda perdarahan pada sistem gastrointestinal bagian atas maupun

dispepsia, Gastropati NSAID dapat didiagnosis banding dengan:9

1. Varises esofagus

2. Karsinoma lambung

3. Zollinger-Ellison Syndrome

4. Ulkus duodenum

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non-mediamentosa dan

medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa istirahat, diet dan jika

memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID. Secara umum, pasien dapat

dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru

dianjurkan rawat inap di rumah sakit.

Page 6: OAINS

Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang bertujuan

untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung,

mencegah dan menetralkan asam lambung yang berlebihan serta mengusahakan

keadaan gizi sebaik mungkin. Adapun syarat diet lambung yakni:9

1. Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.

2. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerima

3. Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara

bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.

4. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.

5. Cairan cukup, terutama bila ada muntah

6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis,

mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima perseorangan)

7. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak dianjurkan

minum susu terlalu banyak.

8. Makan secara perlahan

9. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk

memberikan istirahat pada lambung.

Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan dapat

sembuh sendiri walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2)

atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat menghentikan

NSAID, obat-obat tukak seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan

dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak mungkin menghentikan NSAID

Page 7: OAINS

dengan berbagai pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI. Mereka yang

mempunyai faktor risiko untuk mendapat komplikasi berat, sebaiknya dberikan

terapi pencegahan mengunakan PPI atau analog prostaglandin.

Tiga strategi saat ini diikuti secara rutin klinis untuk mencegah kerusakan

yang disebabkan gastropati NSAID: (i) coprescription agen gastroprotektif, (ii)

penggunaan inhibitor selektif COX-2, dan (iii) pemberantasan H. pylori.

Gastroprotektif4,5

Misoprostol

Misoprostol adalah analog prostaglandin yang digunakan untuk menggantikan secara

lokal pembentukan prostaglandin yang dihambat oleh NSAID. Menurut analisis-meta

dilakukan oleh Koch, misoprostol mencegah kerusakan GI: ulserasi lambung ditemukan

dikurangi secara signifikan dalam kedua penggunaan NSAID, kronis dan akut,

sedangkan ulserasi duodenum berkurang secara signifikan hanya dalam pengobatan

kronis. Dalam studi-co aplikasi mukosa misoprostol 200 mg empat kali sehari terbukti

mengurangi tingkat keseluruhan komplikasi NSAID sekitar 40%. Namun, penggunaan

misoprostol dosis tinggi dibatasi karena efek samping terhadap GI. Selain itu,

penggunaan misoprostol tidak berhubungan dengan pengurangan gejala dispepsia.

Sukralfat / antasida

Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan membentuk gel

pelindung (sucralfate) atau dengan netralisasi asam lambung (antasida), kedua regimen

telah ditunjukkan untuk mendorong berbagai mekanisme gastroprotektif.

Sukralfat dapat menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin. Sukralfat masih

dapat digunakan pada pencegahan tukak akibar stress, meskipun kurang efektif. Karena

diaktivasi oleh asam, maka sukralfat digunakan pada kondisi lambung kosong. Efek

samping yang paling banyak terjadi yaitu konstipasi.

Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan mempertahankan PH

cukup tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan, sehingga mukosa terlindungi dan nyeri

mereda. Preparat antasida yang paling banyak digunakan adalah campuran dari

alumunium hidroksida dengan magnesium hidroksida. Efek samping yang sering terjadi

adalah konstipasi dan diare.

Page 8: OAINS

H2-reseptor antagonis

H 2 reseptor antagonis (H2RA) merupakan standar pengobatan ulkus sampai

pengembangan PPI. Mereka adalah obat pertama yang efektif untuk menyembuhkan

esofagitis refluks serta tukak lambung. Namun, dalam pencegahan Gastropati NSAID,

H2RA pada dosis standar tidak hanya kurang efektif tetapi juga dapat meningkatkan

risiko ulkus pendarahan. Menggandakan dosis standar (famotidin 40 mg dua kali sehari)

secara signifikan menurunkan kejadian 6 bulan ulkus lambung.

Proton-pump inhibitorSupressi asam oleh PPI lebih efektif dibandingkan dengan H2RA dan sekarang terapi

standar untuk pengobatan baik tukak lambung dan refluks gastro-esofageal-penyakit

(GERD). Jika diberikan dalam dosis yang cukup, produksi asam harian dapat dikurangi

hingga lebih dari 95%. Sekresi asam akan kembali normal setelah molekul pompa yang

baru dimasukkan ke dalam membran lumen. Omeprazol juga secara selektif menghambat

karbonat anhidrase mukosa lambung yang kemungkinan turut berkontribusi terhadap

sifat supresi asamnya. Proton Pump Inhibitor yang lain diantaranya lanzoprazol,

esomeprazol, rabeprazol dan Pantoprazol. Kelemahan dari PPI mungkin bahwa mereka

tidak mungkin untuk melindungi terhadap cedera mukosa di bagian distal lebih dari usus

(misalnya di colonopathy NSAID). Namun, dalam ringkasan, PPI menyajikan

comedication pilihan untuk mencegah NSAID-induced gastropathy.

Page 9: OAINS

Gambar 6. Perbandingan medikasi terhadap penggunaan NSAID5

Tindakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi

medikamentosa. Indikasi operasi terbagi 3 yaitu :7

Elektip (tukakak refrakter/gagal pengobatan)

Darurat ( komplikasi : perdarahan massif, perforasi, senosis polorik)

Tukak gaster dengan sangkutan keganasan.

9. Komplikasi

Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa komplikasi yakni:

1. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum adalah

dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.

2. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke dalam

rongga peritoneal tanpa disertai tanda.

3. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung ke

dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum hepatik.

4. Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan parut dan

mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut yang terbentuk bila

ulkus sembuh atau rusak.

Selain terjadinya gangguan di saluran gastrointestinal, penggunanaan NSAID yang

berlebihan, dapat menyebabkan berbagai efek samping lain, baik di ginjal, pada kulit,

maupun sistem syaraf.

Prostaglandin E2 (PGE2) dan I2 (PGI2) yang dibentuk dalam glomerulus

mempunyai pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glomerulus. PGI1

yang diproduksi pada arteriol ginjal juga mengatur aliran darah ginjal. Penghambatan

biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, oleh NSAID menyebabkan penurunan

aliran darah ginjal. Pada orang normal, dengan hidrasi yang cukup dan ginjal yang

normal, gangguan ini tidak banyak mempengaruhi fungsi ginjal karena PGE2 dan PGI2

tidak memegang peranan penting dalam pengendalian fungsi ginjal. Tetapi pada

penderita hipovolemia, sirosis hepatis yang disertai asites, dan penderita gagal jantung,

PGE2 dan PGI2 menjadi penting untuk mempertahankan fungsi ginjal. Sehingga bila

NSAID diberikan, akan terjadi penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan aliran darah

ginjal bahkan dapat pula terjadi gagal ginjal. Penghambatan enzim siklooksigenase dapat

Page 10: OAINS

menyebabkan terjadinya hiperkalemia. Hal ini sering sekali terjadi pada penderita

diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, dan penderita yang menggunakan β-blocker dan

ACE-inhibitor atau diuretika yang menjaga kalium (potassium sparing). Selain itu,

penggunaan NSAID dapat menimbulkan reaksi idiosinkrasi yang disertai proteinuria yang

masif dan nefritis interstitial yang akut.

Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat perpanjangan

waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar dalam sirkulasi darah

mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian menyumbat dengan endotel

yang rusak dengan cepat sehingga perdarahan terhenti. Agregasi trombosit disebabkan

oleh adanya tromboksan A2 (TXA2). TXA2, sama seperti prostaglandin, disintesis dari

asam arachidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. NSAID bekerja menghambat

enzim siklooksigenase. Aspirin mengasetilasi Cox I (serin 529) dan Cox II (serin 512)

sehingga sintesis prostaglandin dan TXA2 terhambat. Dengan terhambatnya TXA2, maka

proses trombogenesis terganggu, dan akibatnya agregasi trombosit tidak terjadi. Jadi,

efek antikoagulan trombosit yang memanjang pada penggunaan aspirin atau NSAID

lainnya disebabkan oleh adanya asetilasi siklooksigenase trombosit yang irreversibel

(oleh aspirin) maupun reversibel (oleh NSAID lainnya). Proses ini menetap selama

trombosit masih terpapar NSAID dalam konsentrasi yang cukup tinggi.

Dengan menggunakan meta analisis, dapat diketahui bahwa NSAID dapat

meningkatkan tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure) sebanyak kurang lebih 5

mmHg. NSAID paling kuat mengantagonis efek antihipertensi β-blocker dan ACE-

inhibitor, sedangkan terhadap efek antihipertensi vasodilator atau diuretik efeknya paling

lemah. NSAID yang paling kuat menimbulkan efek meningkatkan tekanan darah ialah

piroksikam.

NSAID juga dapat menyebabkan reaksi kulit seperti erupsi morbiliform yang

ringan, reaksi-reaksi obat yang menetap, reaksi-reaksi fotosensitifitas, erupsi-erupsi

vesikobulosa, serum sickness, dan eritroderma exofoliatif. Hampir semua NSAID dapat

menyebabkan urtikaria terutama pada pasien yang sensitif dengan aspirin. Menurut studi

oleh Akademi Dermatologi di Amerika pada tahun 1984, NSAID yang paling sedikit

menimbulkan gangguan kulit adalah piroksikam, zomepirac, sulindak, natrium

meklofenamat, dan benaxoprofen.

Page 11: OAINS

Pada sistem syaraf pusat, NSAID dapat menyebabkan gangguan seperti, depresi,

konvulsi, nyeri kepala, rasa lelah, halusinasi, reaksi depersonalisasi, kejang, dan sinkope.

Pada penderita usia lanjut yang menggunakan naproksen atau ibuprofen telah dilaporkan

mengalami disfungsi kognitif, kehilangan personalitas, pelupa, depresi, insomnia, iritasi,

rasa ringan kepala, hingga paranoid.20 Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi

hipersensitifitas berupa rinitis vasomotor, oedem angioneurotik, urtikaria luas, asma

bronkiale, hipotensi hingga syok.

II. ANEMIA

1. Definisi dan jenis-jenis anemia

Anemia adalah kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin, yang biasanya

juga disertai oleh penurunan kadar eritrosit dan hematokrit sehingga kebutuhan tubuh

terhadap oksien kurang terpenuhi.

Tabel: Batas normal kadar hemoglobin

Kelompo

k

Umur Hemoglobi

n

Anak

Dewasa

6 bulan s/d 6 tahun

6 tahun s/d 14

tahun

Laki-laki

Wanita

Wanita hamil

11

12

13

12

11

Berdasarkan patogenesanya, anemia dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

Page 12: OAINS

1. Anemia defisiensi adalah tidak tersedianya zat-zat yang diperlukan untuk memproduksi

hemoglobin tidak cukup sehingga menyebabkan anemia. Zat-zat tersebut antara lain zat

besi, vitamin B12, asam folat dan protein. Anemia defisiensi yang sering terjadi adalah

anemia defisiensi besi.

2. Anemia hipoplasi/aplasi adalah adanya gangguan pada fungsi sumsum tulang yang

memproduksi sel darah merah sehingga terjadinya penurunan sel darah dan terjadi

pansitopenia.

3. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh peningkatan kecepatam

destruksi eritrosit.

4. Anemia post hemoragic adalah anemia yang disebabkan oleh adanya perdarahan.

Menurut morfologi eritrositnya, anemia dapat dibagi menjadi tiga:

1. Anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal

serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita

anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit

kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan

penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.

2. Anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar

dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini

diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang

ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada

kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.

3. Anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung

hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan

insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan

sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada

talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).

2. Epidemiologi anemia

Sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya

adalah anemia defisiensi besi. Prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia belum

ada data yang pasti, Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50%

dan 25-84% pada perempuan tidak hamil serta 46-92% pada wanita hamil. 

Page 13: OAINS

Sedangkan angka kejadian anemia di Indonesia berdasarkan SKRT 1995 pada anak

usia kurang dari 5 tahun adalah 40,5 %, dan 47,2% pada usia 5-9 tahun serta 10-14

tahun.

Anemia aplastik jarang terjadi. Kejadiannya kira-kira 2-6 kasus per satu juta

penduduk dunia. Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15

sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia

aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta

penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta

penduduk di Malaysia. Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan

faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik,

dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan

peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika.

A. Anemia defisiensi besi.

Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut

melampaui kecepatan asimilasinya.

1. Etiologi

a. Peningkatan penggunaan zat besi

a) Percepatan pertumbuhan pascanatal

b) Percepatan pertumbuhan remaja

a. Kehilangan darah fisiologik

a) Menstruasi

b) Kehamilan

b. Kehilangan darah patologis

a) Perdarahan saluran makanan

b) Perdarahan genitourinarius

c) Hemosiderosis paru

d) Hemolisis intravascular

c. Penurunan pengambilan besi

a) Makanan kaya gandum, rendah daging

b) Pica

Page 14: OAINS

c) Orang lanjut usia dan orang miskin

d) Penggemar makanan tertentu

e) Malabsorpsi à gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.

2. Faktor Resiko

a. Wanita menstruasi

b. Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi

c. Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat

d. Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan daging

dan telur selama bertahun-tahun.

e. Menderita penyakit maag.Penggunaan aspirin jangka panjang

f. Colon cancer

g. Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan brokoli

dan bayam.

3. Manifestasi Klinis

Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh gejala

dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa

gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing,

lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya

bagian frontal).

Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama

adalah sel dari sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyak tanda

dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:

a. Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara sporadis.

b. Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di sudut mulut, tampak adanya

bercak keputihan.

c. Disfagia ; nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

d. Atrofi mukosa lambung sehingga menimbulkan aklorhidria ; jarang

e. Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi jangka

panjang.

Page 15: OAINS

f. Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.

g. Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.

h. Gejala penyakit dasar à Pada anemi defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala

penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut, misalnya pada

anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan

kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami

4. Patofisiologi

Di negara maju, defisiensi besi dari makanan jarang menjadi penyebab tunggal

terjadinya anemia. Besi dalam makanan terdapat pada daging khusunya hati. Sumber besi

ini lebih baik daripada sayuran, telur atau produk susu.

Penyebab utama anemia defisiensi besi adalah perdarahan kronik, biasanya dari

uterus atau saluran cerna.  Patogenesanya terbagi atas tiga fase:

a. Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin

menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted

state ataunegative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin

serum, peningkatan absorbs besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum

tulang negatif.

b. Apabila kekurangan besi berlanjut terus, maka cadangan besi menjadi kosong sama

sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan

gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan

ini disebut iron deficient erythropoesis. Pada fase ini kelainan pertama yang

dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc

protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding

capacity (TIBC) meningkat. Parameter spesifik ialah kadar reseptor transferin

dalam serum yang meningkat.

c. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis akan makin terganggu

sehingga kadar hemoglobin akan menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik

mikrositer. Disebut juga iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi

kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan

gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.

Page 16: OAINS

5. Diagnosa

1. Anamnesis

a) Riwayat penyakit sekarang.

b) Riwayat penyakit terdahulu.

c) Riwayat gizi.

d) Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia fisik serta riwayat

pemakaian obat.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada konjungtiva mata, warna kulit, kuku,

mulut, dan papil lidah apakah terdapat gejala umum anemia/ sindrom anemia.

3. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan penunjang), pada pemeriksaan laboratorium

akan didapatkan:

a) Penurunan cadangan zat besi. Pada stadium ini, aspirasi sum-sum tulang dengan

pewarnaan prusian blue jelas menunjukkan penurunan atau tidak adanya simpanan

zat besi dalam makrofag. Kondisi ini diikuti oleh penurunan kadar feritin serum.

b) Eritropoisis kekurangan zat besi. Kapasitas ikat besi total (TIBC) serum pertama-

tama meningkat, lalu diikuti penurunan mendadak zat besi serum. Akibatnya

saturasi fungsional transferin turun secara mencolok. Kadar saturasi transferin yang

penting untuk mendukung eritropoisis adalah sekitar 15%. Dibawah nilai ini,

eritropoisis kekurangan zat besi tidak dapat dihindarkan.

c) Sel darah merah dalam sirkulasi menjadi lebih mikrositik dan hipokromik. Hal ini

diikuti oleh peningkatan FEP (Free Erytrocyte Protoporphyrin).

4. Anemia defisiensi besi yang mencolok (stadium akhir).

a) Sel darah merah menjadi sangat hipokromik dan mikrositik

b) Sering hanya kerangka tipis sitoplasma yang muncul di tepi sel darah merah.

Fragmen kecil dan poikilositosis yang aneh juga dapat terlihat. Membran eritrosit

kaku, kelangsungan hidup sel darah merah ini lebih pendek dalam sirkulasi.

c) Retikulosit ↓ (N: 50.000/ml³)

d) Leukosit N

e) Trombosit N/↑

f) Sum-sum tulang menunjukkan hiperplasia eritrosit sedang.

Page 17: OAINS

6. Diagnosis banding

Pada pasien dengan anemia hipokrom mikrositik, kemungkinan diagnostik utama

adalah anemia defisiensi besi, talasemia, anemia karena radang kronik, keracunan timbal,

dan anemia sideroblastik.

Diagnosis banding anemia mikrositik hipokrom

Anemia

defisiensi besi

Turunan

talasemia β

Anemia karena

penyakit kronik

Anemia

Sideroblastik

Zat besi ↓ N ↓ ↑

TIBC ↑ N ↓ N

Feritin serum ↓ N ↑ ↑

Protoporfirin

sel darah

↑ N ↑ N atau ↑

HbA2 ↓ ↑ N ↓

7. Penatalaksanaan

Defisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral seperti

garam besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi (misalnya

polimaltosa ferosus). Terapi zat besi yang dikombinasikan dengan diit yang benar untuk

meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin C sangat efektif untuk mengatasi anemia

defisiensi besi karena terjadi peningkatan jumblah hemoglobin dan cadangan zat besi.

CDC merekomendasikan penggunaan elemen zat besi sebesar 60 mg, 1-2 kali perhari

bagi remaja yang menderita anemia.

Zat besi paling baik diabsorpsi jika dimakan diantara waktu makan. Efek

sampingnya,ketidaknyamanan abdominal, yang ditandai dengan kembung, rasa penuh

dan rasa sakit yang kadang-kadang, biasanya muncul dengan sediaan besi ini. Tetapi

resiko efek samping ini dapat dikurangi dengan cara menaikkan dosis secara bertahap,

menggunakan zat besi dosis rendah, atau menggunakan preparat yang mengandung

Page 18: OAINS

elemen besi yang rendah, salah satunya glukonat ferosus.Retikulositosis dimulai 3-4 hari

setelah inisiasi terapi zat besi, dengan puncaknya sekitar 10 hari.

a. Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari hewani

b. Vitamin c: untuk meningkatkan absorbs besi

c. Transfuse darah: jarang pada anemia defisiensi besi. Darah yang ditransfusikan

adalah pack red cell (PRC)

8. Prognosis

Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja

dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa

kemungkinan sebagai berikut :

a. Diagnosis salah

b. Dosis obat tidak adekuat

c. Preparat Fe tidak tepat atau kadaluarsa

d. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung

menetap

e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (infeksi,

keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal,penyakit tiroid,penyakit defisiensi vitamin

B12, asam folat).

f. Gangguan absorpsi saluran cerna

B. Etiologi anemia aplastik

1. Etiologi

a. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.

b. Sekunder : bila kausanya diketahui. Antara lain disebabkan oleh: radiasi, bahan-

bahan kimia dan obat-obatan, efek regular (dari bahan-bahan sitotoksik,

benzene), reaksi idiosinkratik (Kloramfenikol, NSAID, Anti epileptic, bahan-

bahan kimia dan obat-obat lainya), virus (virus Epstein-Barr, virus hepatitis non-

A, non-B, non-C, dan non-G, parvovirus, Human immunodeficiency virus),

penyakit-penyakit Imun (eosinofilik fasciitis, hipoimunoglobulinemia, timoma

dan carcinoma timus, penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi),

paroksismal nokturnal hemoglobinuria, dan juga kehamilan.

Page 19: OAINS

c. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia

Fanconi. Anemia Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai

oleh hipoplasia sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu

jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan

limpa.

2. Manifestasi klinis

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang

timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut.

a. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul sindrom

anemia antara lain lemah, dyspnoed’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan

lain-lain.

b. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan

menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan

keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.

c. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir

atau pendarahan di organ-organ.

3. Patofisiologi

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik.

a. Anemia aplastik yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia

Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA.

b. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia)

disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi.

c. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi

autoimun terhadap stem sel. Anemia aplastik idiopatik saat ini mulai dipikirkan

kearah reaksi autoimun ini.

Anemia Fanconi merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling

sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom

pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA

akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki

resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous

leukemia (AML).

Page 20: OAINS

4. Diagnosa

a. Anamnesa : keluhan pasien biasanya: perdarahan, badan lemah, pusing, jantung

berdebar, demam, nafsu makan berkurang, pucat, sesak napas, penglihatan kabur,

dan telinga berdenging

b. Pemeriksaan Fisik : sangat bervariasi, pucat ditemukan disemua pasien,

perdarahan ditemukan lebih dari setengah pasien, hepatomegali ditemukan pada

sebagian kecil pasien, splenomegali tidak ditemukan pada satu kasuspun.

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.

Bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda

regenerasi.

Tidak ditemukan eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi.

Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan

poikilositosis.

Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah

putih menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis

relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari

500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia

aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia

aplastik sangat berat. Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang

secara kualitas normal.

Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya

memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya

trombositopenia.

Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin

ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.

Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis,

termasuk erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi

koloni myeloid.

Page 21: OAINS

Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan

penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.

2. Pemeriksaan sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula

dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel

hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin

menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain

daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan

kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular.

Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau

bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.

Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara

kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan

gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat

kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat

hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi

sumsum tulang ulangan dan biopsy dianjurkan untuk mengklarifikasi

diagnosis.

Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari

30% sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari

20% pada individu yang berumur lebih dari 60 tahun. International Aplastic

Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum

tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel

hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.

3. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom

kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya

memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI memberikan

Page 22: OAINS

gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dandigantikan oleh

jaringan lemak.

Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan

pemeriksaan sumsum tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia

disertai sumsum tulang yang miskin selularitas dan kaya akan sel lemak

sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia dan

hiposelularitas sumsum tulang tersebut dapat bervariasi sehingga membuat

derajat anemia aplastik.

5. Diagnosa Banding

Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan

pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia:

a. Kelainan sumsum tulang : myelodisplasia, Leukemia akut, Myelofibrosis,

Penyakit Infiltratif (limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia), Anemia

megaloblastik

b. Kelainan bukan sumsum tulang : Hipersplenisme, Sistemik lupus eritematosus,

Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis.

6. Penatalaksanaan

a. Manajemen awal anemia aplastik

a) Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga

menjadi penyebab anemia aplastik.

b) Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

c) Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang

dibutuhkan.

d) Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

e) Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme

spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila

berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan

jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat

terapi GCSF.

Page 23: OAINS

f) Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan

histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.

b. Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu:

a) transplantasi stem sel allogenik

b) kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau

pemberian dosis tinggi siklofosfamid.

c) Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi

sumsum tulang.

c. Pengobatan suportif

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa

packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan

pasien dengan penyakit kardiovaskular. Transfusi trombosit diberikan bila

terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai

profilaksis. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya

(orang tua atau saudara kandung). Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis

masih kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah

daripada manfaatnya.

d. Terapi imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte

globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA).

ATG atau ALG diindikasikan pada:

a) Anemia aplastik bukan berat

b) Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

c) Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat

pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit

lebih dari 200/mm3

d) Pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga

selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Siklosporin juga

diberikan.

Page 24: OAINS

e. Terapi penyelamatan (Salvation therapy)

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian

faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.

Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony

Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi

neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Steroid anabolik

seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel induk

sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastik ringan dan

pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat.

f. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia

aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan

tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil

pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan

HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum

dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan

terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula

kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor.

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival

yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif. Akan

tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang namun telah

mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum

mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali

.

7. Prognosa

Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa:

a. Berakhir dengan remisi sempurna à jarang terjadi kecuali iatrogenic akibat radiasi

atau kemoterapi

b. Meninggal dalam satu tahun à terjadi pada sebagian besar kasus

c. Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih.

Page 25: OAINS

C. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan adanya peningkatan destruksi

eritrosit yang melebihi kemampuan kompensasi eritropoiesis sumsum tulang.

1. Etiologi

Faktor intrinsik

a. Kongenital:

Defek membran eritrosit (sferositosis, eliptosis)

Defisiensi enzim glikolitik eritrosit (piruvat kinase)

b. Didapat

Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

Faktor ekstrinsik

c. Anemia hemolitik autoimun (warm antibody)

Idiopatik

Sekunder : infeksi virus, mikoplasma, limfoma, lupus eritematosus

sistemik, penyakit autoimun lain.

Obat-obatan: sefalosporin, penisilin, tetrasiklin, metildopa.

d. Anemia hemolitik autoimun (cold antibody)

Cold hemagglutinin disease

Paroxysmal cold haemoglobinuria

e. Traumatic dan anemia hemolitik mikroangiopatik

Katup jantung buatan

HUS (Haemolitic Uremic Syndrome)

TTP (Trombotic Thrombocytopenic Purpura)

2. Diagnosa

Dapat asimptomatik maupun akut dan berat.

Adanya bentuk berat dan akut, pada umumnya berupa :

a. Mendadak mual-mual, panas badan, muntah, menggigil, nyeri perut, pinggang,

dan ekstremitas, lemah badan, sesak nafas, pucat.

b. Gangguan kardiovaskuler

c. Buang air kecil warna merah?gelap.

d. Bentuk kronis: keluhan lemah badan berlangsung dalam periode beberapa minggu

sampai bulan. Pada pemeriksaan laboratorium adanya penurunan Hb, peningkatan

retikulosit ( sel muda eritrosit ), peningkatan serum bilirubin terutama indirect.

3. Manifestasi Oral

Page 26: OAINS

Pada anemia defisiensi Fe, mukosa rongga mulut tampak pucat sedangan pada

anemia hemolitik akan tampak jaundice akibat hiperbilirubinemia hasil dari

dekstruksi sel eritrosit.

4. Terapi

Tergantung etiologi.

a. Anemia hemolitik autoimun; glukokortikoid, Prednison 40mg/m2 luas permukaan

tubuh/perhari. Biasanya respon terlihat setelah seminggu. Pada kasus tidak

bers=espon splenektomi. Imunosupresif pada kasus gagal steroid dan tidak

memungkikan splenektomi. Danazol 600 – 800 mg/ hari bila ada respon

diturunkan 200-400mg/hari. Diberikan bersama prednoson.

b. Obati penyakit dasar; SLE, infeksi, malaria, keganasan

c. Stop obat-obatan yang diduga penyebab.

d. Kelainan kongenital

a. Pada talasemia: transfusi berkala, pertahankan Hb 10 gr %.

b. Desferal (Deferoxamine) untuk mencegah penumpukan besi:

Diberikan bila serum Feritin mencapai 1000µg/dL. Biasanya setelah transfusi

labeu ke 12-15.

Bila perlu transfusi darah : washed red cell pada hemolitik autoimun. Packed

red cell.

Pada hemolisis kronik, diberikan asam folat 0,15 – 0,3 mg/ hari untuk

mencegah krisis megaloblastik

D. Anemia Megaloblastik

Anemia Megaloblastik merupakan anemia yang disebabkan abnormalitas

hematopoiesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan sitoplasma sel mieloid dan

eritroid sebagai akibat gangguan sintesis DNA.

1. Etiologi

a. Defisiensi asam folat

Asupan kurang

Gangguan nutrisi:alkoholisme;bayi premature; orang tua;hemodialisis.

Malabsorbsi; alkoholisme, gastrektomi parsial, reseksi usus halus, limfoma

intestinal, hipotiroidisme.

Page 27: OAINS

Gangguan metabolisme folat: antagonis folat (metotreksat, pirimetamin,

trimetoprim), defesiensi enzim.

Penurunan cadangan folat di hati: alkoholisme, sirosis non alkoholik,

hepatoma.

b. Defisiensi vitamin B12

Asupan kurang: vegetarian

Malabsorbsi

2. Diagnosa

Gejala: anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura, neuropati

Apus darah tepi: eritrosit yang besar dengan bentuk lonjong, trombosit dan leukosit

agak menurun, didapatkan hipersegmentasi neutrofil, Giant stab-cell, retikulosit

menurun.

Sumsum tulang, hiperseluler dengan sel-sel eritroblas yang besar (megaloblast), giant

stab-cell.

Pada anemia pernisiosa: schilling test (+)

3. Manifestasi Oral

Gejala klinis anemia ini adalah glositis dan glossodynia, lidah terdapat

inflamasi dan Beefy red dengan eritema di margin serta diikuti hilangnya papila

piliformis. Serta adanya eritema di mukosa bucal, umumnya pasien mengeluh mulut

terasa terbakar.

4. Terapi

a. Suportif: transfusi bila ada hipoksia, suspensi trombosit bila trombositopenia

mengancam jiwa.

b. Defisiensi B12, terdapat 2 bentuk yaitu vitamin B12 sianocobalamin dan

hidroksocobalamin.

Dosis sianokobalamin 100µg IM/hari selama 6-7 hari bila ada perbaikan klinis

dan rspon retikulosit dalam seminngu dosis diturunkan 100µg IM selang sehari

sebanyak 7 dosis, kemudian tiap 3-4 hari selama 2-3 minggu (dosis total 1,8-2mg

B12 dalam 5-6 minggu). Setelah kelainan hematologis normal anemia pernisiosa

diberikan sianokobalamin 100µg IM/bulan seumur hidup.

Page 28: OAINS

Dosis hidroksokobalamin. Diretensi dalam tubuh lebih baik daripada

sianokobalamin, 28 hari setelah injeksi. Dosis 1000µg IM setiap 5 minggu atau

1000µg IM setiap hari selama 1-2 minggu lalu tiap 3 bulan.

c. Defesiensi asam folat

Dosis 1 mg/hari selama 2-3 minggu. Kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5

mg/hari.

d. Terapi penyakit dasar

Hentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik

BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Page 29: OAINS

a. Nama : ny. S

b. Umur : 61 tahun

c. Jenis Kelamin : Perempuan

d. Alamat : Sibarambang

e. Pekerjaan : Ibu RT

f. Tanggal Masuk : 22 Oktober 2015

g. Ruangan : SN 5

2. Anamnesa

a. Keluhan Utama :

nyeri pada sendi lutut sejak ± 8 bln yll.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri pada sendi sejak ± 8 bln yll. Nyeri mengakibatkan kaki tidak dapat

diluruskan.

Batuk berdahak meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk sudah

dirasakan sejak 1 minggu yg lalu, dahak berwarna putih, batuk tidak berdarah.

Sesak sejak 1 hr yll, sesak tidak menciut, sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca,

emosi dan makanan. Sesak hilang timbul.

BAB berwarna hitam pekat seperti aspal

BAK berwarna kemerahan

Mual sejak 1 hr sebelum masuk rumah sakit

Muntah sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit, dengan frekuensi 3x/hari,

sebanyak + ¼ gelas aqua setiap muntah, berisi makanan dan minuman yang

dikonsumsi, muntah berdarah (-).

Sakit perut kiri atas, perut terasa kembung

Nafsu makan dan minum menurun sejak 2 bulan yang lalu.

Badan terasa letih

Nyeri kepala (-)

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya tidak pernah menderita keluhan yang sama

Riwayat mengkonsumsi obat-obat rematik

Riwayat hipertensi (-)

Page 30: OAINS

Riwayat DM (-)

Riwayat Penyakit jantung (-)

Riwayat TB (-)

d. Riwayat Keluarga

Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat Penyakit jantung (-)

Riwayat Asam urat (-)

Riwayat TB (-)

e. Riwayat Psikososial

Pasien seorang ibu rumah tangga

Sosial ekonomi menengah kebawah

Tidak merokok

Tidak pernah mengkonsumsi alkohol

Tidak mengkonsumsi kopi

3. Pemeriksaan Fisik

a. Vital Sign

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis kooperatif

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Nadi : 120x/menit

Nafas : 22x/menit

Suhu : 38 C

b. Pemeriksaan Fisik

Kulit : Normal, turgor kulit baik, tidak sianosis, tidak ikterik

Kepala : Ukuran normocephal, rambut hitam tidak mudah di cabut,

Ubun- ubun besar cekung (-)

Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, mata sedikit cekung

(+)

Leher : Tidak ada peningkatan JVP

Page 31: OAINS

KGB : Tidak ada pembesaran KGB

Jantung dan pembuluh darah

- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus cordis teraba di RIC V linea midclavicularis sinistra

- Perkusi : Jantung dalam batas normal

- Auskultasi : BJ I (+) BJ II (+) Bising (-)

Paru

- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis

- Palpasi : Fremitus kanan sama dengan fremitus kiri

- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

- Auskultasi : Vesikuler, Rh (-) Wh (-)

Perut

- Inspeksi : Distensi (-), Venektasi (-), sikatrik (-)

- Palpasi : Nyeri tekan (-)

- Perkusi : Timpani

- Auskultasi : BU (+) meningkat

Anggora gerak : Oedem (-), sianosis (-), ikterik (-)

4. Laboratorium

a. Darah Rutin

- HB : 5,7 g/dL

- HT : 18,2 %

- Leukosit : 6,51 103 / uL

- PLT : 372 103 / uL

b. Faal Ginjal

- Ureum : 21,3 mg/dl

- Creatinin : 0,55 mg/dl