Novel

5
The Story of an Hour The Story of an Hour (Kisah Satu Jam) Mengetahui bahwa Nyonya Mallard menderita penyakit jantung, maka diperlukan kehati-hatian yang besar untuk memberitahukan padanya selembut mungkin mengenai kabar kematian suaminya. Adalah saudaranya, Josephine, yang mengatakan kepadanya, dengan kalimat yang terpatah-patah, petunjuk terselubung yang terungkap sebagian. Teman suaminya, Richards, juga ada di sana, di dekatnya. Dialah yang sedari tadi berada di kantor surat kabar ketika berita mengenai kecelakaan kereta api diterima, dengan nama Brently Mallard yang berada di daftar teratas "tewas." Dia perlu waktu untuk meyakinkan dirinya sendiri mengenai kebenarannya dengan telegram kedua, dan telah bergegas untuk mencegah teman yang kurang berhati-hati dan kurang sabar dalam memikul berita menyedihkan. Dia tidak mendengar ceritanya seperti kebanyakan wanita yang telah mendengarkan hal yang sama, dengan ketidakmampuan untuk menerima maknanya. Dia langsung menangis, dengan tiba-tiba, sehisteris mungkin, dalam pelukan saudaranya. Ketika badai

description

wejdcgawsmehdbcuj

Transcript of Novel

Page 1: Novel

The Story of an Hour

The Story of an Hour(Kisah Satu Jam)

Mengetahui bahwa Nyonya Mallard menderita penyakit jantung, maka diperlukan kehati-hatian yang besar untuk memberitahukan padanya selembut mungkin mengenai kabar kematian suaminya.

Adalah saudaranya, Josephine, yang mengatakan kepadanya, dengan kalimat yang terpatah-patah, petunjuk terselubung yang terungkap sebagian. Teman suaminya, Richards, juga ada di sana, di dekatnya. Dialah yang sedari tadi berada di kantor surat kabar ketika berita mengenai kecelakaan kereta api diterima, dengan nama Brently Mallard yang berada di daftar teratas "tewas." Dia perlu waktu untuk meyakinkan dirinya sendiri mengenai kebenarannya dengan telegram kedua, dan telah bergegas untuk mencegah teman yang kurang berhati-hati dan kurang sabar dalam memikul berita menyedihkan.

Dia tidak mendengar ceritanya seperti kebanyakan wanita yang telah mendengarkan hal yang sama, dengan ketidakmampuan untuk menerima maknanya. Dia langsung menangis, dengan tiba-tiba, sehisteris mungkin, dalam pelukan saudaranya. Ketika badai kesedihan telah reda dengan sendirinya dia pergi ke kamarnya sendiri. Dia tidak ingin satu orang pun mengikutinya.Di sana ada sebuah kursi lebar yang nyaman, menghadap ke jendela yang terbuka. Di situlah dia menjatuhkan badannya, ditekan oleh kelelahan fisik yang menghantui tubuhnya dan tampaknya mencapai ke jiwanya.

Page 2: Novel

Dia bisa melihat melalui persegi terbuka itu, di depan rumahnya, puncak-puncak pohon yang kesemuanya bergetar dengan girangnya menyambut kehidupan baru musim semi. Harum nafas hujan bergerak di udara. Di jalan bawah sana seorang penjual sedang menangisi barang dagangannya. Not not dari sebuah lagu di kejauhan yang dinyanyikan seseorang sampai ke tempatnya samar-samar, dan ratusan burung pipit berkicau di atap.

Ada petak-petak langit biru yang timbul di sana-sini melalui awan yang telah bertemu dan menumpuk satu sama lain di barat yang menghadap ke jendelanya.

Dia duduk dengan kepalanya bersandar pada bantal kursi, tidak bergerak sama-sekali, kecuali ketika tangisan mencegat tenggorokannya dan menggetarkan tubuhnya, seperti seorang anak kecil yang menangis sampai tertidur lalu lanjut menangis dalam mimpinya.

Dia masih muda, dengan wajah yang terang dan tenang, yang garis-garisnya membuat kesan represi dan bahkan kekuatan tertentu. Tapi sekarang ada tatapan menjemukan di matanya, tatapannya itu menetap di sana, di salah satu petak-petak langit biru. Itu bukan tatapan merenung, melainkan menunjukkan penangguhan pemikiran cerdas.

Ada sesuatu yang datang ke arahnya dan ia menunggunya, dengan ketakutan. Apa itu? Dia tidak tahu, itu terlalu halus dan sulit untuk disebutkan. Tapi dia merasakannya, merayap dari langit, mencapai ke arahnya melalui suara, aroma, warna yang memenuhi udara.

Sekarang dadanya naik-turun dengan gaduh. Dia mulai menyadari hal yang mendekat untuk merasukinya ini, dan dia berjuang untuk mengalahkan itu dengan kehendaknya - sebagaimana tidak berdayanya kedua tangan putihnya yang ramping.

Ketika dia meninggalkan dirinya, seuntai bisikan kata keluar dari bibirnya yang sedikit terbuka. Dia mengatakan itu berulang-ulang kali: "bebas, bebas, bebas!" Tatapan kosong dan rupa teror yang datang berbarengan dengan itu pergi dari matanya. Mereka tetap tajam dan cerah. Nadinya berdebar cepat, dan darahnya yang mengalir menjadi hangat dan membuat santai setiap inci tubuhnya.

Dia tidak berhenti untuk bertanya jika hal itu adalah sebuah ledakan suka cita yang tadi menghampirinya atau bukan. Sebuah persepsi yang jelas dan mulia memungkinkannya untuk mengabaikan sugesti yang sepele seperti itu.

Page 3: Novel

Dia tahu bahwa dia akan menangis lagi ketika ia melihat tangan lembut dan ramah itu terlipat dalam kematian; wajah yang tampak tak pernah diisi dengan cinta pada dirinya, kaku, pucat, dan mati. Tapi dia melihat melampaui momen pahit itu, sebuah prosesi sepanjang tahun yang akan datang yang akan benar-benar menjadi miliknya. Dan dia membuka dan merentangkan kedua tangannya menyambut mereka.

Tidak akan ada orang yang hidup selama tahun-tahun mendatang; dia akan hidup untuk dirinya sendiri. Tidak akan ada hasrat kuat yang dapat membengkokkan niatnya dalam keteguhan buta seperti itu yang mana para laki-laki dan perempuan percaya bahwa mereka memiliki hak untuk memaksakan sebuah kehendak pribadi pada sesama makhluk. Sebuah niat baik atau niat kejam membuat tindakannya tampak tidak kurang berdosa saat dia memandangi hal itu dalam momen singkat pencerahan.

Namun ia mencintai suaminya - kadang-kadang. Seringkali tidak. Apa bedanya! Apa yang bisa dilakukan oleh cinta, misteri yang belum terpecahkan, dilibatkan dalam menghadapi kepemilikan penonjolan diri ini yang tiba-tiba ia akui sebagai dorongan terkuat keberadaannya!

"Bebas! Tubuh dan jiwa bebas!" dia terus berbisik.

Josephine berlutut di depan pintu yang tertutup dengan bibirnya ke lubang kunci, memohon untuk masuk. "Louise, buka pintunya! kumohon, buka pintunya - Kau bisa membuat dirimu sakit. Apa yang kau lakukan Louise? Demi Tuhan, buka pintunya."

"Pergilah. Aku tidak akan sakit." Tidak, dia sedang meminum obat kehidupan1 yang paling mujarab melalui jendela yang terbuka itu.

Khayalannya berjalan dengan ributnya di sepanjang masa depannya. Hari-hari di musim semi, dan musim panas, dan segala macam hari-hari yang akan menjadi miliknya. Dia memanjatkan doa singkat berharap kehidupannya menjadi panjang. Baru saja kemarin dia berpikir dengan gemetar bahwa kehidupan mungkin panjang.

Akhirnya Louise berdiri dan membukakan pintu atas permintaan saudaranya. Ada gelisah kemenangan di matanya, dan dia membawa dirinya sendiri, tanpa disadari, seperti dewi Kemenangan. Dia memegang pinggang saudaranya, dan bersama-sama mereka menuruni tangga. Richards berdiri menunggu mereka di lantai bawah.

Seseorang sedang berusaha membuka pintu depan dengan sebuah kunci2. Orang itu adalah Brently Mallard, sedikit kotor karena perjalanan, dengan tenang membawa kantong jinjingan dan payungnya. Dia telah jauh dari lokasi kecelakaan, dan bahkan tidak tahu kalau ada kecelakaan. Dia

Page 4: Novel

berdiri dengan heran melihat tangisan Josephine yang meraung-raung, juga pada gerakan cepat Richards yang menutupinya dari pandangan istrinya.

Tapi Richards terlambat.

Ketika dokternya datang, dia berkata bahwa dia telah meninggal karena serangan jantung – kegembiraan yang membunuhnya3

Nama :amabarwati

No:05

Kelas:VIII_D