Notasi ilmiah

23

Click here to load reader

Transcript of Notasi ilmiah

Page 1: Notasi ilmiah

MODUL 3

CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA

1. Catatan Kaki (Foot Note)

Adalah bagian suatu tulisan ilmiah yang berisi penjelasan tentang ide-gagasan-pesan

yang diambil penulis dari referensi/sumber yang aslinya. Supaya tidak bersifat plagiat

(membajak) maka kita wajib mencantumkan sumber bacaan yang kita kutip tersebut.

Catatan kaki biasanya berisi nama pengarang, judul buku sumber, penerbit dan

bahkan halaman buku juga harus disebutkan.

Cara menulis catatan kaki ada di bagian bawah (kaki) di setiap halaman yang

bersangkutan. Ada tiga jenis catatan kaki, yaitu :

a. Ibid

Singkatan dari Ibiddem adalah catatan kaki yang digunakan untuk menyebutkan

sumber referensi yang sama persis dengan sumber referensi sebelumnya. Apabila

berbeda halaman, tinggal menuliskan Ibid, halaman….

Contoh :

1) JS. Badudu, 1994, Cakrawala Bahasa Indonesia, Jakarta, Gramedia, halaman

63.

2) Ibid, halaman 72.

b. Op. Cit

Singkatan dari Operet Citato adalah catatan kaki yang digunakan untuk

menunjukkan sumber referensi yang sama yang telah disisipi oleh sumber

referensi lain, dan dari halaman yang berbeda.

Contoh :

1) JS. Badudu, 1994, Cakrawala Bahasa Indonesia, Jakarta, Gramedia, halaman

57.

2) Mochtar Lubis, 1987, Teknik Magang, Jakarta, Balai Pustaka, halaman 31.

3) JS. Badudu, Op. Cit, hal 68.

c. Loc Cit

Singkatan dari Locco Citato adalah catatan kaki yang digunakan untuk

menunjukkan sumber referensi yang sama yang telah disisipi oleh sumber

referensi lain dan dari halaman yang sama.

Contoh :

1) Henry Tarigan, 1988, Menulis Sebagai Suatu Aspek Keterampilan Berbahasa,

Jakarta, Gramedia, halaman 91

2) Umar, 1988, Para, Jakarta, Pustaka Jaya, halaman 56

3) Henry Tarigan, Loc Cit.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 1

Page 2: Notasi ilmiah

2. Daftar Pustaka

Untuk menilai bobot suatu karya ilmiah selain catatan kaki, juga daftar pustaka.

Daftar Pustaka/Daftar Acuan/Sumber Referensi adalah sumber daftar buku yang

dipergunakan penulis ilmiah untuk mendukung karya tulis yang dibuatnya.

Adapun aturan penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut :

1. Nama Pengarang dibalik, ditengah-tengahnya diberikan tanda koma (,) dan diakhiri

tanda titik (.)

2. Tahun penerbitan buku ditulis dengan angka dan diakhri tanda titik (.)

3. Judul buku ditulis dengan “huruf miring” diakhiri dengan tanda titik (.)

4. Kota tempat penerbitan diakhiri tanda titik dua (:)

5. Nama penerbit diakhiri tanda titik (.)

6. Jika satu pengarang 2 judul buku atau lebih yang dipertimbangkan adalah tahun

penerbitan

7. Diurutkan secara alfabetis

Contoh :

Arifin, E. Zaenal. 1987. Penulis Karangan Ilmiah Dengan Bahasa Indonesia Yang

Benar. Jakarta : Putra.

Arsjad, Maidar G. dan Mukti V.S. 1991. Pembinaan kemampuan Berbicara Bahasa

Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Chaedar, Abdul. 1989. Penggunaan Imbuhan Bahasa Indonesia. Ende Flores :

Nusa indah.

Kerf, Borys. 1991. Argumentasi dan Narasi. Jakarta : Gramedia.

, 1995. Eksposisi. Jakarta : Gramedia.

Rampan, Kornie Layun (Ed). 2000. Leksikon Susastra Indonesia. Jakarta : Balai

Pustaka.

BAHASA INDONESIA MODUL 3

NOTASI ILMIAH

Pernyataan, teori maupun konsep yang kita gunakan sebagai bahan

rujukan dalam penulisan karya ilmiah, harus mencakup beberapa hal.

Pertama, kita harus dapat mengidentifikasikan orang yang membuat

pernyataan tersebut. Kedua, kita harus pula dapat mengidentifikasikan

media komunikasi yang memuat hal tersebut. Ketiga, kita harus dapat

mengidentifikasikan lembaga yang menerbitkannya. Apabila rujukan

tersebut tidak diterbitkan, melainkan disampaikan dalam bentuk makalah

dalam seminar atau lokakarya, maka kita harus menyebutkan tempat,

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 2

Page 3: Notasi ilmiah

waktu, dan lembaga yang menyelenggarakannya. Begitu pula jika rujukan

berasal dari hasil wawancara, kita pun harus menyebutkan tempat, waktu,

atau media yang menyiarkannya.

Cara kita mencantumkan ketiga hal tersebut dalam tulisan ilmiah disebut

teknik notasi ilmiah. Dalam kegiatan belajar modul ketiga ini, kita akan

mempelajari teknik notasi ilmiah yang menyangkut masalah tata cara

mengutip, membuat catatan kaki, dan menyusun daftar pustaka.

A. Kutipan

Membuat kutipan pada dasarnya dapat diartikan sebagai kegiatan

meminjam pendapat seseorang yang disampaikan secara lisan meupun

tertulis, untuk mendukung gagasan/ ide pokok tulisan yang kita tulis.

Dengan kata lain, sumber kutipan tersebut dapat berupa cetakan atau

rekaman hasil wawancara.

Untuk apa kita mengutip? Sebenarnya ada beberapa alas an yang dapat

dikemukakan. Selain menghemat waktu karena tidak perlu mengadakan

penelitian lagi, kutipan diperlukan untuk memperkuat argument atau

pendapat yang kita kemukakan dalam tulisan ilmiah. Jadi dapat dipastikan

tak satu pun tulisan ilmiah yang luput dari perihal kutip-mengutip.

1. Jenis Kutipan

Menurut jenisnya, kutipan dapat dibedakan atas kutipan langsung dan

kutipan tidak langsung. Kutipan langsung adalah peminjaman pendapat

dengan mengambil secara lengkap atau sama persis dengan

narasumbernya. Sebaliknya, kutipan tidak langsung merupakan

peminjaman atau penggunaan ide/ pokok pemikiran orang lain yang ditulis

kembali dengan bahasa pengutip sendiri. Perbedaan antara kedua jenis

kutipan tersebut perlu diperhatikan karena membawa konsekkuensi yang

berlainan bila dimasukkan ke dalam teks karya ilmiah.

Contoh:

a. Kutipan Langsung:

Skripsi adalah naskah teknis. Pada umumnya skripsi merupakan pula

sebagian syarat untuk memperolerh gelar (derajat akademis)

doktoradus dan atau yang sederajat, dengan titik berat sebagai latihan

menulis karya ilmiah bagi calon sarjana (Brotowidjoyo 1993:143).

b. Kutipan Tak Langsung:

Seperti yang dikemukakan oleh Brotowidjoyo (1003:147) bahwa skripsi

pada dasarnya adalah latihan menulis ilmiah bagi calon sarjana.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 3

Page 4: Notasi ilmiah

Naskah teknis ini sekaligus berfungsi sebagai pelengkap persyarataan

akhir untuk memperoleh gelar sarjana bagi seorang mahasiswa.

2. Prinsip Mengutip

Sebelum berlatih mengutip, perlu Anda pahami lebih dahulu kode etik

mengutip. Pertama, kita tidak boleh mengubah (menambah atau

mengurangi) hal-hal yang kita kutip. Kedua, jangan memasukkan pendapat

pribadi. Ketiga, penulis bertanggung jawab penuh akan akurasi tulisan,

terutama untuk kutipan tidak langsung.

Apa yang kita lakukan jika menemukan kesalahan pada kutipan langsung,

padahal kita tidak boleh mengubahnya? Tambahan tanda kurung siku (…)

di belakang kata atau bagian yang kita anggap salah. Misalnya pada

kutipan tertulis kata naosional yang seharusnya nasional, maka tulislah

kata na(o)sional. Begitu pula jika kita tidak setuju dengan pendapat yang

kita kutip, tempatkan tandaaaaaa (sic!) di bagian belakang yang tidak kita

setujui. Selain itu, tanda (sic) juga menandakan bahwa penulis tidak

bertanggung jawab atas kesalahan tersebut, ia hanya sekedar mengutip

sesuai dengan aslinya. Misalnya, “Demikian juga dengan kata yang

bermakan (sic!) ambigu…” Meskipun Anda yakin yang dimaksudkan bukan

kata bermakan melainkan bermakna, tetapi Anda tetap tidak diperkenankan

langsung memperbaiki kesalahan tersebut. Hal yang sama, jika kita

meragukan kebenaran suatu pernyataan cantumkan pula (sic!). Misalnya

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:818) dijelaskan bahwa yang

dimaksud dengan skripsi adalah “Karya Ilmiah yang wajib ditulis (sic!) oleh

mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan

akademisnya.” Tanda (sic!) tersebut selain menunjukkan bahwa Anda

mengutip apa adanya (sesuai dengan aslinya) juga mengandung arti

bahwa Anda tidak setuju.Karena tidak semua perguruan tinggi mewajibkan

mahasiswanya untuk menulis skripsi, maka ada dua jalur pilihan, yakni

skripsi dan nonskripsi.

3. Teknis Mengutip

1. Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris, digolongkan

sebagai kutipan pendek. Isi kutipan tersebut ditempatkan

menyatu dengan teks. Jarak antara baris dengan kutipan sama

dengan teks (dua spasi). Bagian yang dikutip diapit dengan

tanda petik (“……”). Setelah kutipan selesai, diberi nomor urut

(angka arab) sebagai catatan kaki (footnote) guna menyebutkan

sumber kutipan dan ditulis setengah spasi ke atas (huruf

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 4

Page 5: Notasi ilmiah

superscript). Cara lain, di akhir tulisan langsung menyebutkan

sumbernya.

Contoh:

…………………………………………………………………………

Pronomina adalah “kata yang dipakai untuk mengacu kepada

nomina lain” (TTBI 1998:273), atau propomina adalah “kata

yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain.

2. Kutipan langsung yang lebih dari empat baris digolongkan

sebagai kutipan panjang. Isi kutipan tersebut ditempatkan pada

alinea baru dan tersendiri (indensi 5-7 karakter). Jarak ketik

antarbaris kutipan adalah satu spasi. Kutipan tidak diapit oleh

tanda petik.

Contoh:

Ilmu pengetahuan menuntut persyaratan khusus dalam pengaturannya. Dua hal penting dalam pengaturan tersebut adalah system dan metode pengetahuan itu sendiri. Koentjaraningrat (111111977:13-16) memberikan penjelasan tentang hal tersebut sebagai berikut:“Sistem adalah susunan yang berfungsi dan bergerak, suatu cabang ilmu niscaya mempunyai objeknya, dan objek yang menjadi sasaran umumnya dibatasi. Sehubungan dengan hal itu, maka setiap ilmu lazimnya mulai dengan merumuskan suatu batasan (defenisi) perihal apa yang dibedakan dari system. Suatu hal lain yang dalam dunia keilmuan segera dilekatkan pada masalah system adalah metode. Dalam arti kata yang sesungguhnya, makna metode (Yunani) adalah ‘cara’ atau ‘jalan’.

3. Jika kita ingin menghilangkan beberapa kata pada awal atau

tengah tulisan, maka diberi tanda ellipsis atau (…..) pada bagian

yang dihilangkan. Sedangkan menghilangkan unsure pada

bagian akhir tulisan diberi tanda titik sebanyak empat buah.

Berbeda jika kita hendak menghilangkan satu alenia atau lebih,

maka kita harus memberi tanda titik=titik sepanjang satu baris.

Contoh:

…. Akan tetapi komunikasi dalam iklan bersifat khusus. Iklan

pada prinsipnya adalah “komunikasi nonpersonal yang dibayar

oleh sponsor yang menggunakan media massa untuk membujuk

dan mempengaruhi khalayaknya” (Wells 1992:10). …. Segi

nonpersonal itu membedakan iklan dari promosi dan publisitas.

…………………………………………………………………………..

Dari defenisi tersebut dapat ditarik empat kata kunci, yaitu:

sponsor, pesan, media, dan sasaran.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 5

Page 6: Notasi ilmiah

4. Jika ada satu kalimat di tepi atau pun di tengah yang hendak

dihilangkan, maka tanda elipsis itu perlu ditambah satu titik

sehingga menjadi empat titik. Titik ke empat menyatakan tanda

baca pengakhir kalimat yang dihilangkan.

Contoh:

“… . Seandainya mereka tidak terpengaruh oleh desas-desus yang berlebihan dan penuh takhayul…”, kata dokter Puspa “mungkin pekerjaan … tidak akan makan waktu begitu lama. Dan tidak akan diperlukan begitu banyak tenaga”.

5. Jika kutipan merupakan kutipan utuh secara gramatikal berupa

klausa, perlakuan penulisannya seperti perlakuan penulisan

kalimat langsung.

Contoh:

Perhatikan pemberian tanda koma di depan dan tanda petik

pengapit ucapan George Santayana seperti pada contoh

rambu-rambu penulisan pada karya tulis berikut ini!

6. Jika kutipan merupakan sesuatu kutipan secara gramatikal

merupakan bagian kalimat penulis, kutipan tersebut tidak

berawal huruf capital walaupun aslinya berawal huruf kapitas.

Contoh:

periksa catatan kaki no.25 lampiran 1!

7. Jika di dalam sebuah kutipan terdapat bagian yang ingin

diterangkan secara khusus oleh penulis, maka keterangan

khusus itu berada di dalam kurung (.......)

Contoh:

Periksa hal serupa yang terdapat pada kutipan no. 7 lampiran

1! (Anda dapat membandingkan pengertian dan definisi ini dari

sudut pandang yang berbeda)

8. Setiap kutipan harus mempunyai catatan kaki.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 6

Page 7: Notasi ilmiah

Catatan:

a. Pengutip tidak boleh menambah, mengubah, atau

mengurangi isi kutipan.

b. Jika Anda menggunakan teknik penempatan catatan kaki

(footnote) sebagai penunjukan sumber kutipan, pada akhir

setiap kutipan harus diberi nomor dengan menggunakan

angka Arab.

c. Nomor kutipan berurutan dalam satu bab. Pergantian bab

diikuti pula dengan pergantian nomor kutipan.

d. Pengutip bertanggung jawab penuh akan akurasi isi

kutipannya.

e. Jika bahan yang dikutip disajikan sebagai bahan

perbandingan, harus dibuat kesimpulan perbandingannya.

Berbagai defenisi mengenai istilah iklan dikemukakan. Di

antaranya, oleh William J. Stanton (1967:338).

…. All activities in presenting to group a nonpersonal, oral or visual, openly sponsored messege regardly a product, service or idea; this messege called advertisement…

Dunn dan A.M. Barban (1978:8) menambahkan dalam iklan

terdapat unsure pemberitahuan atau bujukan.

Advertising is paid, nonpersonal communication through various media by business firm, nonprofit organization and individual… who hope to inform or persuade…

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:332) kedua definisi

tersebut sudah tercakup menjadi:

1. Berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada

khalayak ramai ….

2. Pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau

jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat

kabar dan majalah.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa iklan pada dasarnya adalah usaha

seseorang atau organisasi untuk menyampaikan pesan yang

bersifat informative dan persuasive mengenai barang, jasa atau

ide yang ditawarkan melalui media massa yang dibayar karena

mengandung penyewaan ruang dan waktu.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 7

Page 8: Notasi ilmiah

B. CATATAN KAKI

Catatan kaki atau footnote adalah keterangan mengenai sumber refernsi

atau isi yang ditempatkan di kaki tulisan. Catatan ini diperlukan selain untuk

menunjukkan tempat/ sumber yang kita kutip, menguatkan pendapat yang

kita kemukakan, memberi referensi silang (cross-references), juga sebagai

tempat memberi komentar atau tanggapan terhadap pendapat

narasumbernya.

Sehubungan dengan fungsinya tersebut, catatan kaki dibedakan atas: (1)

catatan kaki referensi dan (2) catatan kaki isi. Catatan kaki referensi berisi

tentang catatan sumber yang dikutip, sedangkan catatan kaki isi berisi

penjelasan, komentar terhadap konsep yang kita kutip atau catatan

tambahan yang sifatnya melengkapi tulisan.

Penempatan catatan kaki referensi (sumber rujukan) di kaki tulisan, dapat

juga diletakkan di akhir keseluruhan tulisan (setelah kesimpulan). Catatan

tersebut lazim disebut dengan istilah catatan akhir atau end note. Teknik

penulisannya sama dengan catatan kaki.

Sebuah tulisan menurut adanya persyaratan material (isi) dan persyaratan

formal (Keraf 1980:229).

Bandingkan cara tersebut dengan catatan kaki berikut ini!

“Sebuah tulisan menurut adanya persyaratan material (isi) dan persyaratan

formal.

Gorys Keraf, Komposisi, (Ende:Nusa Indah, 1980),p.229

Penempatan catatan kaki regerensi yang menyatu dengan teks selain

memudahkan pengetikan juga memberikan tempat yang lebih luas pada

teks. Pembaca yang ingin mengetahui informasi lebih lanjut tentang sumber

kutipan, dapat melihatnya dalam daftar pustaka.

Untuk jenis yang kedua, (catatan kaki isi), catatan kaki ini diperlukan

sebagai tempat memberi catatan tambahan, komentar atau tanggapan

terhadap suatu pendapat. Perhatikan contoh berikut ini.

…. Pernyataan ini memberi motivasi bagi peneliti untuk menganalisis salah satu fenomena kebudayaan lewat metode semiologi.3

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 8

Page 9: Notasi ilmiah

1. Teknik Pengetikan Catatan Kaki Isi

Pengetikan catatan kaki isi merupakan salah satu konvensi penulisan.

Adapun teknik penulisannya sebagai berikut:

a. Catatan kaki harus ditulis pada tempat yang sama dengan pencatuman

nomor catatan kaki (perhatikan contoh-contoh dalam modul ini).

b. Nomor harus ditempatkan dengan menggunakan angka Arab dan

berurutan tiap bab.

c. Pergantian bab diikuti pula dengan pergantian nomor catatan kaki.

d. Nomor diletakkan setengah spasi di atas teks (atau superscript).

e. Jarak ketik antarbaris satu spasi.

f. Jarak ketik antarnomor (sumber) dua spasi.

Catatan:

Jenis maupun ukuran huruf catatan kaki dapat dibuat berbeda dari jenis

dan huruf pada naskah.

Data yang perlu Anda catat hamper sama dengan data yang Anda perlukan

untuk membuat daftar pustaka. Hanya saja pada catatan kaki, Anda harus

mencatat halaman tempat Anda mengutip.

Apakah tata letak catatan kaki (C.K.) sama dengan daftar pustaka (D.P.)?

Untuk memperoleh jawabannya perhatikan dengan cermat dan seksama

contoh daftar pustaka dan catatan kaki berikut ini!

C.K. : 3Kate L. Turabian, A Manual for Writers of Term Papers, Theses

and Desertation, Cet, ke-4, (Chicago:The University of Chicago, 1973), hlm.

132.

D.P. : Turabian, Kate L.A Manual for Writers of Term Papers, Theses,

and Disertation. Cet. Ke-4. Chicago:The University of Chicago, 1973

Perhatikan letak urutan nama pengarang, tanda baca yang digunakan, dan

teknik penulisan impersium, berbeda bukan?

2. Catatan Kaki Singkat

Selain teknik penulisan catatan kaki referensi dan catatan kaki isi seperti

yang telah Anda pelajari di atas, ada cara penulisan catatan kaki singkat

untuk data publikasi yang sama atau sumber yang pernah dikutip. Untuk

keperluan tersebut digunakan istilah: Ibid, Op. Cit. dan Loc. Cit.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 9

Page 10: Notasi ilmiah

a. Ibid

Singkatan dari ibidem yang berarti ‘sama dengan di atas’. Istilah ini

digunakan untuk catatan kaki yang sumbernya sama dengan catatan

kaki yang tepat di atasnya, dan belum diselingi sumber referensi lain.

b. Op. Cit.

Singkatan dari Opere Citato yang berarti ‘dalam karya yang telah

dikutip’. Istilah ini digunakan untuk catatan kaki lain dari sumber yang

pernah dikutip, tetapi telah disisipi catatan kaki dari sumber referensi

lain dari halaman yang berbeda.

c. Loc. Cit.

Singkatan dari Locco Citato yang berarti ‘tempat yang telah dikutip’.

Istilah ini digunakan untuk catatan kaki lain dari sumber fererensi yang

pernah dikutip, tetapi telah disisipi catatan kaki dari sumber referensi

lain, dari halaman yang sama.

Dapatkah Anda memahami perbedaan masing-masing istilah catatan

kaki tersebut? Agar lebih jelas lagi, perhatikan contoh berikut!

3Ismiani, “Kreatif: Citra Utuh Sebuah Merk”

(http:www.cakram.com.juni00/kreatifhtm), hlm.2(22 November 2000)4Kasali, Op.Cit.,hlm.67.5Kasali, Loc. Cit.

C. BIBLIOGRAFI (DAFTAR PUSTAKA)

Istilah bibliografi atau daftar pustaka berasal dari bahasa Yunani

bibliographie yang berarti ‘menulis buku-buku’. Makna dari istilah tersebut

kemudian berkembang seiring dengan perkembangan media informasi.

Bibliografi tidak hanya tempat untuk menuliskan sumber rujukan yang

berasal dari media cetak, tetapi juga yang berasal dari media elektronik.

Adapun media sumber yang termasuk media cetak adalah jurnal, majalah,

surat kabar, bulletin, skripsi, khesis, disertasi, makalah, diktat, manuskrip.

Sedangkan yang termasuk media sumber dari media elektronik adalah

microfilm, iklan tv, rekaman naskah siaran radio/tv/wawancara, dan

sumber-sumber yang diambil dari internet.

Data yang perlu Anda catat dari sumber bacaan tersebut di antaranya:

1. Data bibliografis (nama pengarang/ penulis).

2. Tahun penerbitan.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 10

Page 11: Notasi ilmiah

3. Judul atau nama sumber.

4. Nomor atau seri penerbitan.

5. Edisi atau cetakan (jika ada), dan

6. Impresium (tempat dan nama penerbit)

Teknik Penulisan bibliografi adalah sebagai berikut:

1. Nama Pengarang dibalik, ditengah-tengahnya diberikan tanda koma (,)

dan diakhiri tanda titik (.)

2. Tahun penerbitan buku ditulis dengan angka dan diakhri tanda titik (.)

3. Judul buku diketik dengan “huruf miring” diakhiri dengan tanda titik (.)

4. Kota tempat penerbitan diakhiri tanda titik dua (:)

5. Nama penerbit diakhiri tanda titik (.)

6. Jika satu pengarang 2 judul buku atau lebih yang dipertimbangkan

adalah tahun penerbitan.

7. Jika terdapat tiga pengarang atau lebih, ditulis nama pengarang

pertama saja dan diberi tulisan et.al.

8. Jika satu pengarang dua judul buku atau lebih, maka untuk buku yang

kedua nama pengarang tidak usah ditulis ulang, sebagai gantinya

diberikan garis lurus kurang lebih 15 karakter/ ketik.

9. Diurutkan secara alfabetis

Aturan Tentang Penulisan Nama:

1. Nama Jepang

Sebagai negara yang maju, kini kita jumpai nama Jepang dalam

literature dunia. Sama halnya dengan kebiasaan Cina, semula nama

Jepang juga dimulai dengan nama keluarga dan baru disusul dengan

nama sendiri.

Contoh:

Muto Kiyoshi

Kini, dalam hubungan internasional, kebiasaan itu mengalami

perubahan. Mereka yang berhubungan dengan luar mencantumkan

nama keluarganya di belakang. Dengan contoh yang tadi mereka dalam

karya-karyanya mencantumkan nama: Kiyoshi Muto. Sehingga dalam

penulisan referensi kita dapat mengikuti ketentuan umum dan menulis

nama itu sebagai: Muto, Kiyoshi.

2. Nama Arab

Dalam literatur internasional nama Arab memang tidak seberapa

banyak yang kita jumpai. Meskipun demikian, sesekali jika terpaksa

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 11

Page 12: Notasi ilmiah

menggunakannya sebagai referensi, kita perlu mengetahui pedoman

yang dipakai untuk menulisnya.

Contoh:

Rahmat, Jalaluddin.

Jaelani, Abdul Kadir.

Hanifah, Mohammad Abu.

3. Nama Ganda

Nama asing mungkin pula berupa nama ganda. Hal ini bukan dalam arti

sebagaimana kita jumpai pada nama Spanyol atau Portugis. Nama

ganda itu merupakan satu kesatuan dengan unsur pembentuknya,

biasanya dua yang setara. Pada penulisan sebagai referensi,

hendaknya jangan ada unsur yang ditinggalkan

Contoh:

F.A. Vening Meinesz

Ditulis: Vening Meinesz,F.A.

Jika di antara kedua unsur pembentuk itu terdapat tanda hubung, hal itu

memang dapat memudahkan kita. Kita dapat mengetahui bahwa nama

tersebut memang satu.

Contoh:

A.J. Siline – Bektchourine

Ditulis: Siline – Bektchourine, A.J.

Nama Indonesia ternyata juga menimbulkan persoalan dalam

penulisannya. Sebabnya, karena setiap suku bangsa di Indonesia

mempunyai adat-istiadatnya sendiri. Selain itu, masing-masing

mempunyai kebiasaan dan cara pemanggilan yang berbeda, demikian

pula sebutan dan gelarnya.

Sebagian besar bangsa Indonesia sebenarnya tidak mempunyai nama

keluarga. Untuk mencapai keseragaman pada penetapan penulisan

nama Indonesia, diperlukan patokan. Salah satu titik tolak yang harus

kita pakai ialah bahwa bahasa tulis berbeda dengan bahasa lisan.

Berabad-abad lamanya yang dominan berkembang di Indonesia adalah

bahasa lisan, sehingga bahasa tulis merupakan fenomena yang baru.

Patokan yang lain ialah, apapun yang melatarbelakangi suatu nama

Indonesia, penulisannya dalam karya ilmiah, nama belakang selalu

ditempatkan di depan. Sebagaimana akan dibahas lebih lanjut, nama

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 12

Page 13: Notasi ilmiah

belakang itu dapat berupa nama keluarga yang sebenarnya, nama

marga, nama ayah, atau mungkin juga bahkan nama sendiri.

4. Nama Batak atau Tapanuli

Pada umumnya orang daerah Tapanuli menggunakan nama marganya

seperti, Nasution, Lubis, Simatupang, Tampubolon, Hutagalung,

Hutagaul, dan sebagainya. Dengan demikian yang ditulis dalam naskah

ilmiah adalah nama marga ditempatkan di depan, baru menyusul nama

diri sendiri.

Contoh:

Lubis, Muchtar

Harahap, Burhannudin.

Nasution, Andi Hakim

Sinaga, Tinton.

Ada pula penulis yang tidak mencantumkan nama marganya secara

lengkap, atau sesekali menulis dan sesekali tidak. Sebagai missal,

seseorang yang bernama Anwar Nasutin, sesekali menulis namanya

sebagai Anwar Nst, tetapi pada kesempatan lain ia bahkan hanya

menggunakan nama Anwar. Jika kita misalnya harus menggunakan

nama itu sebagai referensi, dan kebetulan tahu nama lengkapnya,

maka kita harus menulis secara lengkap dan dibalik.

Contoh:

Anwar Nst

Ditulis: Nasution Anwar

5. Nama Tua atau Nama Pemberian

Di Jawa terdapat sebuah kebiasaan setelah menikah seseorang

mendapatkan nama baru. Orang biasa menyebutnya sebagai ‘nama

tua’, yang berbeda dengan nama semula yang biasa disebut ‘nama

kecil’. Setelah orang menggunakan nama tua, biasanya nama kecilnya

ditinggalkan.

Di daerah Surakarta dan Yogyakarta, selain itu ada kebiasaan orang

memperoleh nama karena pemberian yang berhubungan dengan

jabatan atau kedudukan. Juga setelah pemberian nama baru itu,

biasanya nama lamanya tidak dipergunakan lagi. Yang bersangkutan

akhirnya lebih dikenal dengan nama barunya itu.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 13

Page 14: Notasi ilmiah

Setelah zaman pendudukan Jepang hingga sekarang kebiasaan

tersebut sedikit banyak telah mengalami perubahan. Penyebab

utamanya ialah registrasi penduduk, dan kini sebagai salah satu

konsekuensinya, karena keharusan memiliki kartu tanda penduduk.

Akibatnya, orang lebih terdorong untuk tidak hanya mencantumkan

nama pemberiannya tetapi juga nama kecilnya.

Sebagai misal, Sardjono dan Dipokusumo adalah nama satu orang.

Sardjono adalah nama kecilnya, sedangkan Dipokusumo adalah nama

pemberian. Maka dalam kepenulisan referensi adalah: Dipokusumo,

Sardjono.

6. Nama Ayah dipakai sebagai nama belakang

Dewasa ini semakin banyak orang menggunakan nama ayah sebagai

nama belakang. Misalnya Amir yang ayahnya bernama Ali, maka ia

menuliskan namanya sebagai Amir Ali. Nama tersebut kepenulisannya

dalam referensi ditulis sebagai: Ali, Amir.

7. Nama Tunggal

Tidak sedikit orang Indonesia yang namanya hanya satu, kita

menyebutnya sebagai nama tunggal. Dengan sendirinya di dalam daftar

referensi kita tulis juga hanya nama itu saja.

Contoh:

Goenarso

Alfian

8. Nama terdiri dari dua unsur atau lebih

Di Indonesia kita menemukan banyak nama yang terdiri dari dua unsur

atau bahkan lebih, tetapi nama terakhir bukan nama keluarga.

Meskipun demikian, yang kita pentingkan dalam naskah ialah nama

terakhir. Pada daftar referensi kita menulisnya sesuai dengan nama

yang lain, yaitu yang terakhir kita tempatkan di depan.

Contoh:

Mohammad Hatta, ditulis, Hatta, Mohammad

Bambang Hidayat, ditulis: Hidayat, Bambang.

Pada nama yang terdiri dari dua unsure, mungkin saja nama pertama

semula hanya nama panggilan. Ini tidak jadi doal.

Contoh:

Liek Wilardjo, ditulis: Wilardjo, Liek.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 14

Page 15: Notasi ilmiah

9. Nama Gelar

Di berbagai daerah di Indonesia ada suatu kebiasaan orang

menggunakan gelar. Di Jawa ada gelar Raden, yang biasanya

dipendekkan menjadi R; Mas, menjadi M., dan Raden Mas menjadi

R.M. Pada suatu ketika pencatuman gelar itu di depan nama seseorang

adalah hal yang biasa. Kini banyak orang orang telah meninggalkannya.

Di daerah lain kita juga menjumpai hal yang serupa dengan gelar

seperti Gusti, Ratu, Raja, Andi. Gelar kebangsawanan seperti itu kini

juga makin banyak yang meninggalkannya.

Di samping itu kita menemukan gelar yang berbeda sifatnya, seperti

yang ada di daerah Minangkabau, misalnya Datuk dan Rangkayo.

Dalam penulisan referensi, kita hanya menulis gelar. Jika penulis yang

bersangkutan memang mencantumkannya di muka namanya. Pada

daftar referensi, dengan sendirinya gelar itu dicantumkan di belakang

namanya.

Contoh:

R.Soetedjo, ditulis: Soetedjo,R.

Sutan Sjahrir, ditulis: Sjahrir, Sutan

10. Nama Bali

Nama Bali mempunyai kekhususan tersendiri. Banyak yang didahului

nama panggilan seperti: Wayan, Made, Nyuman, Ketut, dan

sebagainya. Dengan sendirinya dalam menuliskan dafar referensi harus

sesuai dengan ketentuan di atas.

Contoh:

I Made Sandy, ditulis: Sandy, I Made.

11. Nama Keluarga

Masalah nama keluarga di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam

undang-undang semenjak sebelum perang dunia kedua yang lalu, yaitu

undang-undang tentang Pencatatan Sipil. Mula-mula yang

menggunakan nama keluarga ialah mereka yang beragama Nasrani

dari Minahasa, Ambon, Saparua, dan Banda. Kemudian dipakai juga

oleh mereka yang tidak beragama Kristen dan Katholik di Jawa yang

memenuhi persyaratan tertentu.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 15

Page 16: Notasi ilmiah

Dalam penulisan daftar referensi, kita mengikuti cara sebagaimana

diuraikan di atas baik untuk nama mereka yang berasal dari luar Jawa,

maupun yang dari Jawa.

Contoh:

W.J. Waworoentoe, ditulis: Waworoentoe,W.J.

Hoesein Djajahadiningrat, ditulis: Djajahadiningrat, Hoesein.

Sutomo Tjokronegoro, ditulis: Tjokronegoro, Sutomo.

12. Gelar Kesarjanaan

Gelar kesarjanaan tidak perlu dicantumkan dalam referensi. Dalam

teks, sesekali gelar ini memang ditulis, misalnya pada waktu penulis

menyebut bantuan yang diperolehnya dari orang yang bersangkutan.

Jadi dalamhal ini pencatuman gelar semata-mata dimaksudkan untuk

penghargaan atau penghormatan.

13. Sebutan

Sebutan semacam: Kyai, Haji, Pendeta, dang pangkat tertentu seperti

Jendral, tidak perlu ditulis dalam referensi, tetapi dapat ditulis dalam

teks dalam keadaan khusus.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sri Satata, MM. BAHASA INDONESIA 16