Non Dermatofitosis

download Non Dermatofitosis

of 41

Transcript of Non Dermatofitosis

BAB IPENDAHULUANInfeksi jamur merupakan penyakit yang sangat umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Terkhususnya infeksi jamur pada kulit pada masyarakat Indonesia masih banyak dijumpai karena wilayah Indonesia yang termasuk beriklim tropis disertai dengan higiene masyarakat yang kurang memadai sehingga memudahkan infeksi jamur. Penting bagi seorang dokter untuk dapat mengenali berbagai infeksi jamur serta menangani dengan tepat.Melalui referat ini saya akan membahas tentang infeksi jamur pada kulit / mikosis superfisial terutama yang disebabkan oleh golongan jamur non dermatofitosis. Harapan saya dengan adanya referat ini maka kasus infeksi jamur non dermatofitosis dapat lebih mudah diidentifikasi dan diterapi dalam praktek kedokteran nanti.

BAB IIMIKOSIS Secara umum mikosis / infeksi jamur pada tubuh manusia dapat terbagi atas mikosis profunda dan mikosis superfisialis.1.MIKOSIS PROFUNDA Mikosis profunda ialah penyakit jamur yang mengenai organ dibawah kulit. Penyakit ini dapat terjadi karena jamur langsung masuk ke alat dalam (misalnya paru), melalui luka, atau menyebar dari permukaan kulit atau alat dalam lain. Jamur yang berhasil masuk bisa tetap berada di tempat (misetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik (misalnya, histoplasmosis). Mikosis sistemik terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan oleh jamur dengan gejala klinis tertentu di bawah kulit misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktusurogenital, susunan kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kulit.a) Ditinjau dari penyakit jamur subkutan yang dijumpai di Indonesia1)MisetomaMisetoma ialah sindrom klinis yang disebabkan oleh infeksi jamur, terdiri atas pembengkakan setempat yang indolen dan membentuk sinus, menyerang jaringan kutan, subkutan, fasia dan tulang. Infeksi misetoma terjadi melalui trauma, misalnya tusukan duri yang terkontaminasi jamur (biasanya pada tanah) pada kulit atau jaringan subkutan.

Gambar 1: Misetoma. Tampak nodul-nodul seperti kembang kol (cauli flower)Terdapat dua bentuk misetoma :- Misetoma aktinomikotik (bacterial mycetoma) yang disebabkan oleh jamur golongan schizomycophyta, yaituActinomycetes, NocardiadanStreptomyces.Jamur penyebab yang penting adalahActinomadura pelletieri, Nocardia brasiliensisdanStreptomyces somaliensis.- Misetoma maduramikotik (fungal mycetoma atau eumycetoma) disebabkan oleh jamur golongan eumycophyta, diantaranya adalahMadurella mycetomatis, Scedosporium apiospermum , Madurella grisea,Leptosphaeria sinegalinsis.2)SporotrikosisSporotrikosis adalah infeksi kronis yang disebabkan olehSporotrichium schenckii dan ditandai dengan pembesaran kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis diatas nodus bening sering melunak dan pecah membentuk ulkus yang indolen. Infeksi terjadi karena jamur masuk ke dalam jaringan subkutis melalui luka pada kulit oleh duri atau kayu lapuk. Infeksi dapat juga melalui inhalasi spora.

3)KromomikosisKromomikosis merupakan infeksi lokal yang menahun pada kulit dan jaringan subkutis orang sehat dan imunokompeten, yang sering terjadi pada kaki atau tungkai bawah, dengan kelainan khas berbentuk kutil (verrucous) yang secara lambat tumbuh terus. Kelainan ini disebabkan oleh beberapa spesies jamur berwarna gelap coklat kehitaman (dematiaceae).Kromomikosis disebabkan oleh beberapa spesies jamur yang tergolong Dematiaceae. Diantaranya adalahPhialophora verrucosa, Fonseceae pedrosoi, Fonseceae compacta, Cladosporium carrioniidanRhinocladiella aquaspersa.Jamur penyebab kromomikosis terdapat di tanah, kayu dan tumbuh-tumbuhan yang sudah busuk. Jamur ini tergolong Dematiaceae, berwarna gelap coklat sampai coklat kehitaman dan membentuk koloni filamen. Masing-masing spesies mempunyai jenis sporulasi yang berbeda.4)Zigomikosis, Fikomikosis, MukormikosisPenyakit jamur ini terdiri atas berbagai infeksi yang disebabkan oleh bermacam-macam jamur pula yang taksonominya dan peranannya masih didiskusikan. Zygomycetes meliputi banyak genera yaitu :Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella, danCunning-hamella. Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka pada orang sehat jarang ditemukan Fikomikosis subkutan. Kelainan timbul di jaringan subkutan antara lain: di dada,perut, atau lengan ke atas sebagai nodus subkutan yang perlahan-lahan membesar setelah sekian waktu. Nodus itu konsistennya keras kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada umumnya tidak demam dan tidak disertai pembesaran kelenjar getahbening regional. 2. MIKOSIS SUPERFISIALISAdapun yang dimaksud dengan mikosis superfisialis ialah infeksi jamur yang menyerang kulit dan terbagi atas 2 jenis, yaitu dermatofitosis dan non-dermatofitosis. Pembagian ini didasarkan pada etiologinya. Infeksi jamur dermatofitosis disebabkan oleh jamur yang berasal dari genus Microsporum, Epidermophyton dan Trichophyton. Dikenal berbagai bentuk dermatofitosis dan secara klinis lebih sering dikelompokan berdasarkan lokasi. Bentuk yang ada yaitu:

Tinea Kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala Tinea Barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah. Tinea Pedis et Manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku tangan dan kaki Tinea Korporis, dermatofitosis pada bagian yang lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea diatas.Selain 6 tinea, masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu: Tinea imbrikata, dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan disebabkan Trichophyton concentricum Tinea favosa atau favus, dermatofitosis yang teutama disebabkan Trichophyton schoenleini: secara klinis antara lain terbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy odor). Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukan daerah kelainan. Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.Selain itu dikenal juga tinea incognito, yangberarti dermatofitosis dengan bentuk klinis yang tidak khas karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.

BAB IIINFEKSI JAMUR NON DERMATOFITOSISDEFINISISecara umum penyakit kulit akibat jamur / mikosis superfisial berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi infeksi jamur dermatofitosis dan non dermatofitosis. Infeksi jamur non dermatofitosis mencakup semua jenis infeksi jamur yang menyerang jaringan yang mengandung zat tanduk dan tidak disebabkan oleh golongan dermatofita. Jamur yang termasuk ke dalam golongan dermatofita adalah yang berasal dari genus Microsporum, Epidermophyton dan Trichophyton.

KLASIFIKASIAdapun yang termasuk ke dalam infeksi jamur non dermatofitosis meliputi:a. Pitriasis versikolorb. Piedrac. Tinea nigrad. Otomikosise. Keratomikosisf. Kandidiasis kutisKandidiasis mencakup infeksi yang luas baik menyerang kulit, mukosa dan organ dalam. Namun yang akan penulis bahas adalah mengenai kandidiasis yang menyerang kulit.A. PITRIASIS VERSIKOLORDEFINISIPitiriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur Robin (BAILLON 1889) adalah penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, berupa bercak berskuama halus yang bewarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher muka dan kulit kepala yang berambut.

SINONIMTinea versikolor, kromofitosis, dermatomikosis, liver spots, tinea flava, pitiriasais versikolor flava dan panu.

EPIDEMIOLOGIPitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai kelembaban tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap, namun angka kejadian pitiriasis versikolor sama di semua ras. Beberapa penelitian mengemukakan angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di Amerika Serikat, penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja. Angka kejadian sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan. Di negara tropis, penyakit ini lebih sering terjadi pada usia 10-19 tahun.Pitiriasis versiklor, atau tinea versikolor, atau panu termasuk mikosis superfisialis yang sering dijumpai. Sekitar 50% penyakit kulit di masyarakat daerah tropis adalah panu, sedang di daerah subtropis sekitar 15% dan di daerah dingin kurang dari 1%. Panu umumnya tidak menimbulkan keluhan, paling-paling sedikit gatal, tetapi lebih sering menyebabkan gangguan kosmetik, terutama pada penderita wanita.

ETIOLOGITinea versikolor merupakan suatu infeksi yang agak sering terjadi (terutama pada dewasa muda), yang disebabkan oleh jamur Pytirosporum orbiculare. Jamur ini agaknya merupakan bagian dari flora normal pada kulit manusia dan hanya menimbulkan gangguan pada keadaan-keadaan tertentu. Bagian tubuh yang sering terkena adalah punggung, lengan atas, lengan bawah, dada dan leher. Lebih sering ditemukan di daerah beriklim panas dan berhubungan dengan meningkatnya pengeluaran keringat. Tinea versikolor di sebabkan oleh Malassezia furfur, yang dengan pemeriksaan morfologi dan imunofloresensi indirek ternyata identik dengan Pityrosporum orbiculare.

MORFOLOGITinea versicolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi yang nampak sebagai akibat Malassezia furfur yang tumbuh berlebihan, yaitu jamur seperti ragi yang merupakan anggota flora normal. Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat, bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok, biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar. Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat milier,lentikuler, numuler sampai plakat.

Ada dua bentuk yang sering dijumpai : Bentuk makuler :Berupa bercak-bercak yang agak lebar, dengan skuama halus diatasnya dan tepi tidak meninggi. Bentuk folikuler :Seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut.PATOGENESISMallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Bagaimana perubahan dari saprofit menjadi patogen belum diketahui. Organisme ini merupakan "lipid dependent yeast". Timbulnya penyakit ini juga dipengaruhi oleh faktor hormonal, ras, matahari,peradangan kulit dan efek primer pytorosporum terhadap melanosit.Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pitiriasis versikolor ialah pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme yang sama, dapat berubah sesuai dengan lingkungannya, misalnya suhu, media, dan kelembaban.Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Factor predisposisi menjadi pathogen dapat endogen atau eksogen. Endogen dapat disebabkan di antaranya oleh defisiensi imun. Eksogen dapat karena faktor suhu, kelembaban udara, dan keringat.

GEJALA KLINISKelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas dan difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila di lihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga ada kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.

Lesi kulit berupa bercak putih sampai coklat, merah, dan hitam. Di atas lesi terdapat sisik halus. Bentuk lesi tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus. Sering didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang meluas membentukplakat, kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular dengan numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau numular dengan plakat.Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksik jamur terhadap pembentukan pigmen, sering di keluhkan penderita. Biasanya penderita datang berobat karena alasan kosmetik yang disebabkan bercak hipopigmentasi.Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit penderita, paparan sinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna lesi sulit dilihat, tetapi skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada permukaan lesi dengan kuret atau kuku jari tangan (coup dangle dari Beisner).Penyakit ini sering di lihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE *(1961) ada beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi, yaitu faktor heriditer, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan malnutrisi.

Gambar 2: Pitriasis versikolor. Lesi hipopigmentasi.

DIAGNOSISDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi, lesi kulit dengan lampu Wood, dan sedian langsung.Gambaran klinis yang khas berupa bercak bewarna putih sampai coklat, merah dan hitam, dengan distribusi tersebar, berbatas tegas dengan skuama halus diatasnya. Pada pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan larutan KOH 10-20%, tampak hifa pendek bersepta, kadang-kadang bercabang, atau hifa terpotong-potong, dengan spora berkelompok. Pemeriksaan dengan lampu Wood memberikan floresensi berwarna kuning emas.Pada pemeriksaan histopatologi kulit dapat ditemukan neutrofil di stratum corneum, ini merupakan petunjuk diagnostik yang penting. Sedangkan biopsi kulit dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin pada tinea corporis menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan infiltrat inflamasi superfisial (rembesan sel radang ke permukaan).

DIAGNOSIS BANDINGPenyakit ini harus di bedakan dengan : Dermatitis seboroika : Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Predileksinya pada daerah yang berambut, karena banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikkula, alis mata, bulu mata, sulkus nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal, glutea, dibawah buah dada. Eritrasma : Lesi berupa eritema dan skuama halus terutama pada daerah ketiak dan lipatran paha. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral red fluorescence) di sebabkan oleh terdapatnya koproporfirin III pada lesi. Organisme yang terlihat pada sediaan langsung sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1 m atau kurang, yang mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid. Morbus Hansen : terdapat hipopigmentasi/eritema dengan distribusi yang tidak simetris dan hilangnya sensasi yang jelas pada daerah lesi (kehilangan sensoris/anastesia karena menyerang susunan saraf tepi). Pitiriasis alba : Sering di jumpai pada anak-anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Lesi berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak beraturan. Warna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema hilang, lesi yang dijumpai hannya depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara -2 cm. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut, dagu, pipi, serta dahi. Umunya lesi bersifat asimtomatik, meskipun kadang-kadang penderita mengeluhkan panas atau gatal. Vitiligo : Kelainan ini berupa makula berwarna putih (hipopigmentasi) yang hipomelanotik di daerah terbuka misalnya muka, punggung, tangan. Makula mempunyai gambaran konveks dan bertambah secara teratur. Gejala subyektif tidak ada, tetapi dapat timbul rasa panas pada lesi

PENGOBATAN 1. Obat TopikalDapat dipakai misalnya suspensi selenium sulfida 2,5% dalam bentuk losion atau bentuk sampo dipakai 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit sebelum mandi.Obat-obat lain ialah salisil spiritus 10%; derivat-derivat azol, misalnya mikonazol, krotrimazol, isokonazol, dan ekonazol; sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%; toksiklat; tolnaftat, dan haloprogin. Larutan tiosulfas natrikus 25% dapat pula digunakan; dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu, tetapi obat ini berbau tidak enak.

2. Obat SistemikObat ini digunakan jika lesi sulit disembuhkan atau luas. Ketokonazol dapat dipertibangkan dengan dosis 1 kali 200 mg sehari selama 10 hari.

PENCEGAHANSeseorang yang pernah menderita tinea versikolor sebaiknya menghindari cuaca panas atau keringat yang berlebihan.

PROGNOSISPrognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minngu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu Woods dan sediaan langsung negatif. Bercak hipopigmentasi dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan hingga pigmen yang hilang diganti melalui paparan ultraviolet.

B. PIEDRADEFINISIKata Piedra berarti batu. Piedra adalah infeksi jamur pada rambut, berupa benjolan yang melekat erat pada rambut, berwarna hitam atau putih kekuningan. Ada dua macam piedra yaitu piedra hitam dan piedra putih.1. PIEDRA HITAMPiedra hitam merupakan infeksi jamur pada rambut di sepanjang corong rambut yang mengakibatkan benjolan-benjolan di luar permukaan rambut tersebut. Penyebab penyakit ini adalah jamur Piedra hortai. Jamur Piedra hortai umumnya menyerang rambut kepala, kumis atau jambang, dan dagu. Penyakit ini ditemukan di daerah tropik, termasuk di Indonesia. Piedra hitam biasanya diderita oleh hewan, khususnya monyet, dan juga manusia.

Morfologi

Gambar 3: Piedra HitamJamur ini tergolong kelas Ascomycetes dan membentuk spora seksual. Dalam sediaan KOH, rambut dengan benjolan hitam terlihat lebih jernih, berbentuk bulat atau lonjong, yaitu askus yang berisi 2-8 askospora.Askospora berbentuk lonjong memanjang agak melengkung dengan ujung yang meruncing, seperti pisang. Askus-askus dan anyaman hifa yang padat membentuk benjolan hitam yang keras di luar rambut. Pada rambut dengan benjolan, tampak hifa endotrik (dalam rambut) sampai ektotrik (diluar rambut) yang besarnya 1-2 um berwarna tengguli dan ditemukan spora yang besarnya 1-2 um.Penularan dan Gejala KlinisPenularan dapat terjadi apabila seseorang mengalami kontak langsung dengan spora. Salah satu caranya adalah melalui sisir yang digunakan oleh penderita. Spora dapat menempel pada sisir tersbut sehingga orang yang menggunakan sisir tersebut dapat tertular. Penyakit ini tidak menimbulkan gejala khusus. Biasanya rambut penderita mudah patah pada saat disisir. Selain itu akan terdengar bunyi seperti kawat apabila rambut disisir. Bunyi ini ditimbulkan karena adanya benjolan-benjolan pada rambut.PengobatanPengobatan piedra adalah dengan memotong rambut yang yang terkena infeksi atau mencuci kepala setiap hari dengan larutan sublimat 1/2000 atau shampoo yang mengandung antimikotik.

2. PIEDRA PUTIHPiedra putih adalah infeksi jamur pada rambut yang diakibatkan oleh Trichosporon beigelii. Piedra putih ditemukan pada rambut ketiak dan pubis, jarang mengenai rambut kepala.MorfologiJamur penyebab piedra putih mempunyai hifa yang tidak berwarna, termasuk Moniliaceae. Berbeda dengan piedra hitam, benjolan pada piedra putih terlihat lebih memanjang pada rambut dan tidak padat. Benjolan mudah dilepas dari rambut. Tidak terlihat askus dalam massa jamur. Berbeda dengan Trichomycosis axillaris dalam benjolan hifa berukuran 2-4 mikron dan terlihat artrokonidia.Patologi dan Gejala KlinisPada piedra putih, kelainan rambut tampak sebagai benjolan yang berwarna putih kekuningan. Selain pada rambut, dapat juga menyebabkan kelainan pada rambut kumis dan rambut janggut.DiagnosisDengan pemeriksaan benjolan yang ada pada rambut. Pada pemeriksaan langsung dengan larutan KOH 10%, tampak anyaman hifa yang padat, tidak berwarna atau berwarna putih kekuningan.

Gambar 4: Sediaan basah dengan KOH 10%PengobatanPengobatan penyakit ini yaitu dengan memotong rambut yang terinfeksi atau mencuci daerah yang terkena dengan laruan sublimat 1/2000 setiap hari. Atau gunakan sampo yang mengandung ketokonazol.

C.TINEA NIGRA

DEFINISITinea nigra adalah infeksi jamur kulit asimptomatik, superfisial, biasanya menyerang kulit palmar (telapak tangan) disebabkan karena Hortae werneckii (dulu namanya PhaeoanneIlomyces werneckii dan Exophiala werneckii). Umumnya disebabkan oleh Hortae werneckii (PhaeoanneIlomyces werneckii Exophiala werneckii, Cladosporium werneckii) yang merupakan jamur dematiaceous seperti ragi. Arti dematiaceous adalah jamur kapang (mould/mold) berwarna coklat. Dapat juga disebabkan oleh jamur dematiaceous yang lainnya yaitu Stenella araguata.

EPIDEMIOLOGIPenyakit ini jarang terjadi. Kasus tinea nigra terjadi secara sporadik dibeberapa bagian belahan dunia terutama didaerah pantai negara-negara tropis dan subtropik seperti misalnya: Kepulauan Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Asia, Afrika dan Australia. Penyakit ini paling sering menyerang anak-anak dan dewasa muda, berumur kurang dari 19 tahun, pada wanita 3 kali lebih sering dibandingkan pada pria dan hampir sebagian besar infeksi dilaporkan terjadi pada individu imunokompeten.

SIKLUS HIDUPJamur penyebab berada saprofit di tanah, limbah, sampah/tumbuh-tumbuhan busuk dan humus. Juga tumbuh di kayu dan cat pada lingkungan lembab dan tirai kamar mandi. Lesi diduga terjadi melalui inokulasi langsung pada kulit yang sebelumnya mengalami trauma minor. Dapat terjadi autoinokulasi. Dicurigai dapat penularan dari manusia ke manusia, yang biasanya jarang terjadi tapi ada yang menyanggahnya.

GEJALA KLINISMasa inkubasi 10-15 hari hingga 7 minggu, dapat beberapa tahun sampai 20 tahun. Lesi khas berupa satu makula berbatas jelas, berwarna coklat kehitaman, tidak berskuama dan asimptomatik (tidak gatal, tidak nyeri). Lesi mula-mula kecil kemudian dapat melebar secara sentrifugal atau bersatu dengan lesi lainnya membentuk tepi yang tidak beraturan atau polisikllis. Pigmentasi tidak merata, paling gelap didapatkan pada bagian tepi. Tidak didapatkan eritema atau tanda-tanda inflamasi lain. Karena asimtomatis menyebabkan tidak terdiagnosis dalam waktu yang lama. Lesi umumnya terbatas pada satu telapak tangan, namun dapat mengenai jari tangan, telapak kaki, pergelangan tangan, dada dan leher, wajah tidak pernah terkena.

PENCEGAHAN DAN PENGOBATANTidak ada pencegahan yang khusus. Pengobatan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan cara: Obat topikal 1. Obat keratolitik : Salep Whitfield(=AAV II, berisi asidum salisilikum 6%, asidumbenzoikum 12% dalam vaselin album ) dioleskan pagi dan malam.2. Salep AAV I (half strengh Whitfield ointment) tidak efektif. 3. Krim asam Undesilenik 2-3 minggu4. Krim Imidazol : mikonazol, klotrimazol, ketokonazol dioleskan 2 x sehari.5. Krim Terbinafin6. Asam Retinoid7. CiclopiroxObat topikal dilanjutkan selama 2-4 minggu sesudah sembuh klinis untuk mencegah kambuh, minimal 3 minggu pengobatan. Dianjurkan dikerok / dikupas dengan penempelan cellophane tape (selotip) terlebih dahulu, baru diolesi obat topikal.

Obat oralIndikasi obat oral adalah bila setelah pengobatan topikal yang adekuat tidak sembuh. Obat yang dapat diberikan :1. Ketokonazol 200 mg/ hari selama 3 minggu.2. ItrakonazolPengobatan dengan oral Griseofulvin tidak efektif.

D. OTOMIKOSISDEFINISI Otomikosis adalah suatu radang superfisial, subakut dan kronis pada liang telinga luar. Penyakit ini biasanya unilateral dan di karakteristikkan dengan inflmasi, pruritus, gatal dan berkerak.INSIDENSOtitis eksterna diperkirakan sebesar 5 25% yang berobat dan sekitar 9-25% adalah otitis karena jamur atau yang dikenal dengan otomikosis. Penelitian yang dilakukan di San Paulo,Brazil terdapat 736 kasus dari otitis eksterna dan 2,7% nya adalah otomikosis. Penelitian lain yang dilakukan di Iran 910 pasien yang diperiksa terdapat 52 kaus pasien dengan otomikosis dengan 16 kasus lelaki dan 36 kasus perempuan.Penelitian Zaror et.al (1991) menemukan bahwa wanita lebih banyak menderita otomikosis dibandingan pria yakni sekitar 60 % tetapi hal ini di bantah oleh beberapa penelitian yang dilakukan oleh Ho et.al (2006) sebesar 56 % dan Kaur et.al (2007) sebesar 60 % pada pria. Pasien yang terdiagnosa otomikosis di RSU H.Adam Malik Medan sebanyak 11 kasus pada 2009 dan 3 kasus pada 2010. Adam dkk (1994) mengatakan bahwa dua jenis jamur yang palig sering di temukan pada liang telinga adalah Pityrosporum dan Aspergillus sementara Cut Elvira (2011) menyatakan Candida merupakan jamur terbanyak yang ditemui pada otomikosis pada temperatur biasa sedangkan Aspergillus merupakan jenis jamur yang paling banyak di temukan pada otomikosis dengan iklim yang panas.

FAKTOR PREDISPOSISIBeberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya otomikosis ialah:1. Infeksi jamur di tempat lain spserti vaginitis, canindiasis dll2. Faktor lingkungan (iklim panas dan lembab)3. Pasien dengan paska pembedahan operasi mastoid4. Pasien dengan status immunokompromised (AIDS, DM dll)5. Penggunaan antibiotika topikal dan steroid6. Berenang7. Trauma pada telinga8. Pemakaian alat bantu dengar9. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh di telinga10. Infeksi bakteri

ETIOLOGI Penyebab terbanyak dari otomikosis adalah Aspergillus dan Candida. Penelitian yang dilakukan di Brazil menemukan Aspergillus flavus (28%), Aspergillus spp (10%), Aspergillus fumigates ( 6%), sedangkan Candida merupakan jamur terbanyak kedua dan menemukan Candida parapsilosis (22%), Candida albicans (14%) dan jamur lain yakni Penisilium Spp (4%), Paelomyces spp (2%). Golongan jamur lain yang bisa ditemukan yakni Allerchia boydii, scapulariopsis, dan mucor.

PATOGENESISOtomikosis dipengaruhi oleh lingkungan yang lembab tropis karena lingkungan lembab diperlukan untuk proliferasi jamur, dan peningkatan terjadinya insiden otomikosis mungkin disebabkan karena meningkatnya keringat dan kelembaban lingkungan mengubah epitel permukaan liang telinga luar. Seperti kita ketahui epital pada kanal eksternal dikenal untuk menyerap air dalam lingkungan ini, mudah membuatnya lebih rentan terhadap infeksi.Otomikosis sangat erat hubungannya dengan histologi dan fisiologi liang telinga luar. Liang telinga luar dilapisi oleh epitel stratified squamous keratinizing yang kemudian berlanjut sampai ke permukaan depan membran timpani. Pada resus timpanikus inferior, daerah medial ke ismus cenderung tempat akumulasi dari keratin dan serumen dan merupakan area kulit yang sulit dibersihkan.Serumen mempunyai sifat antijamur dan antibakteri. Komposisi serumen terdiri dari 60% keratin, 12-20% asam lemak jenuh dan tak jenuh dengan rantai panjang, alkohol, sgualene, dan 6-9% kolesterol, selain itu serumen juga mengandung lysozime dan immunoglobulin. Asam lemak menyebabkan kulit liang telinga tidak rusak dan menghambat pertumbuhan bakteri. Karena komposisinya yang hidropobik, serumen dapat menahan air, membuat permukaan kiang telinga luar menjadi impermeabel sehingga dapat mencegah maserasi dan kerusakan epitel sehingga dengan tidak terbentuknya serumen menyebabkan liang telinga luar rentar terhadap infeksi.

GEJALA KLINISGejala yang paling sering pada otomikosis adalah gatal pada telinga, telinga terasa sakit, sekret pada telinga, pendengaran yang berkurang serta tinnitus.Karakteristik pemeriksaan fisik tergantung pada jamur penyebab otomikosis. Jamur yang terlihat dengan hifa halus dan spora biasanya terlihat pada golongan Aspergillus. Pada Aspergillus niger kelihatan seperti pertumbuhan kepala hitam berfilamen, Pada Aspergillus fumigates tampak berwarna biru pucat atau hijau dan Candidiasis tampak seperti gumpalan keju dengan debris yang menutupi kanal. Kulit liang telinga tampak oedema dan memerah.

DIAGNOSADiagnosis ditegakkan dengan1. AnamnesaPasien datang dengan keluhan gatal, yang datang terus menerus pada liang telinga, perasaan tidak nyaman, ataupun sakit pada telinga, keluarnya cairan dengan bau yang tidak enak. Faktor predisposisi juga harus ditanyakan apakah ada riwayat diabetes, penggunaan antibiotik topikal ataupun preparasi steroid. Faktor lain yang mempengaruhi yakni kehamilan, post operasi mastoid, trauma, ataupun infeksi bakteri sebelumnya2. Pemeriksaan klinisPada otoskopi tampak jamur yang terlihat dengan hifa halus dan spora biasanya terlihat pada golonga Aspergillus. Pada Aspergillus niger kelihatan seperti pertumbuhan kepala hitam berfilamen, pada Aspergillus fumigates tampak berwarnabiru pucat atau hijau dan candidiasis tampak seperti gumpalan keju dengan debris yang menutupi kanal. Kulit liang telinga tampak oedem dan basah.

Gambar 5 : Otomikosis pada pemeriksaan dengan otoskop

3. Pemeriksaan LaboratoriumSpesimen dapat diperoleh dengan mengambil sekret atau pus dari liang telinga luar dengan bantuan cottom swab steril. Spesimen yang telah diambil diperiksa dengan a. KOH 10%b. Pewarnaan PASAtau spesimen yang telah diambil di biakkan pada media Sabourauds Dextrose Agar dengan dan tanpa antibiotika dan diinkubasi pada suhu 25 dan 37C selama 4 minggu

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan otomikosis terdiri dari eliminasi dari faktor predisposisi, penggunaan dari anti jamur, dan pembershan liang telinga. Sediaan anti jamur dapat dibagi menjadi:1. Tipe non spesifik2. Tipe speifikTipe non spesifik termasuk solusio pengasaman dan pengeringan seperti asam borie, aluminium sulfat, calcium asetat, gentian violet 2%, castellanis paint (acetone, alkohol, phenol, fuchsin,resorcinol) dan Cresylate (Merthiolate, M-Cresyl acetat, propylene glycol, asam borak, dan alkohol). Tipe spesifik terdiri atas kream, solusio, dan tepung seperti clotrimazole, amphotericin B, tolnaftate, mikonazole, dan nystatin.Pada umumnya ada 4 klasifikasi obat anti jamur yakni:1. Golongan polyenesTerdiri atas ampoterisin B, dan nystatin2. Golongan triazoleTerdiri dari fluconazole, clotrimazole, dan miconazole3. Analog nukleosidTerdiri dari flucytosin4. Analog echinocandins

Jamur penyebabPengobatan

AspergillusClotrimazoleKetokonazoleItraconazoleClotrimazole

Aspergillus flavusItraconazoleTerbinafide

Aspergillus fumigatesMiconazoleAmphotericin BAcetic acidClotrimazole

Aspergillus nigerBorneolTolnaftateCiclopiroxolamineItraconazoleMercurochromeBoric acidClotrimazole5 fluorocytosineItraconazoleTerbinafideFluconazoleAmpoterisin B

Tabel 1: Anti jamur yang cocok dengan organisme penyebab

E. KERATOMIKOSISDEFINISIKeratitis adalah reaksi inflamasi kornea. Keratomikosis dapat menyebabkan infeksi jamur yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan menyebabkan 6%-53% kasus keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan menyebabkan keratitis jamur. INSIDENSI Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh Leber, tetapi baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan dilaporkan, terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-laporan dari Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat immunosupresif dan lensa kontak, di samping juga bertambah baiknya kemampuan diagnostik klinik dan laboratorik, seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika Serikat. Singapura melaporkan (selama 2,5 tahun) dari 112 kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur, sedang di RS Mata Cicendo Bandung (selama 6 bulan) didapat 3 kasus dari 50 ulkus kornea, Taiwan (selama 10 tahun) 94 dari 563 ulkus, bahkan baru-baru ini Bangladesh melaporkan 46 dari 80 ulkus (karna ungkinan keratitis virus sudah disingkirkan).

ETIOLOGI Secara ringkas dapat dibedakan : 1. Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.a) Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.b) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.2. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.3. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.Tampaknya di Asia Selatan dan Asia Tenggara tidak begitu berbeda penyebabnya, yaitu Aspergillus sp dan Fusarium sp, sedangkan di Asia Timur Aspergillus sp.

PATOLOGIHifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea. Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke membrane Descement yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior. Di banyak kasus, jamur dapat tidak ditemukan dari permukaan dan stroma superfisial pada spesimen histopatologi, yang menjelaskan kegagalan pengambilan sampel untuk menemukan organisme pada ulkus pada tahap yang lanjut.MANIFESTASI KLINIK Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat. Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah.Sebenarnya gambaran yang khas pada ulkus kornea tidak ada. Infeksi awal dapat sama seperti infiltrasi stafilokokus, khususnya dekat limbus. Ulkus yang besar dapat sama dengan keratitis bakteri.Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut : 1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.2. Lesi satelit.3. Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh.4. Plak endotel.5. Hypopyon, kadang-kadang rekuren.6. Formasi cincin sekeliling ulkus.7. Lesi kornea yang indolen.

DIAGNOSIS LABORATORIK Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan diagnosis keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential interference contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

OBAT-OBAT ANTI JAMUR Pengamatan klinik dan laboratorium memperlihatkan bahwa jamur berbeda sensibilitasnya terhadap anti jamur, tergantung spesiesnya; hal ini sering dilupakan, ditambah lagi jenis obat anti jamur yang terbatas tersedia secara komersial di Indonesia. Secara ideal langkah-langkah yang ditempuh sama dengan pengobatan terhadap keratitis/ulkus bakterialis : 1. Diagnosis kerja atau diagnosis klinik. 2. Pemeriksaan laboratorik : a) Kerokan kornea, diwarnai dengan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India. b) Kultur dengan agar Sabouraud atau ekstrak Maltosa. 3. Pemberian antijamur topikal berspektrum luas. 4. Penggantian obat bila tidak terdapat respon.

Obat yang ideal mempunyai sifat berikut : 1. Berspektrum luas. 2. Tidak menimbulkan resistensi. 3. Larut dalam air atau pelarut organik. 4. Stabil dalam larutan air. 5. Berdaya penetrasi pada kornea setelah pemberian secara topikal, subkonjungtival atau sistemik. 6. Tidak toksik. 7. Tersedia sebagai obat topikal atau sistemik.

Jenis obat anti jamur adalah sebagai berikut : 1. Antibiotik polyene : a) Tetraene: Nystatin, Natamycin (Pimaricin) b) Heptaene: Amphotericin B, Trichomycin, Hamyein, Candicidin. 2. Golongan Imidazoles: Clotrimazole, Miconazole, Ketoconazole. 3. Golongan Benzimidazole: Thiabendazoles. 4. Halogens: Yodium. 5. Antibiotik lain: Cyloheximide, Saramycetin, Griseofulvin. 6. Pyrimidine: Flucytosine. 7. Lain-lain: Thimerosal, Tolnaftate, Cu-sulfat, Gentian Violet. Halogen Larutan 0,025% dilaporkan berhasil mengobati infeksi Candida albicans, tetapi cepat dinonaktifkan oleh air mata dan berdaya penetrasi lemah pada kornea. Diberikan secara kauterisasi, dapat dengan kapas lidi steril. Thimerosal (Merthiolat) In vitro dilaporkan baik untuk Candida, Aspergillus dan Fusarium, tapi diduga zat Hg ini cepat diinhibisi oleh radikal sullihidril di jaringan okule Obat ini ada di Vademikum salah satu pabrik farmasi tetapi secara komersial tidak ada.

TERAPI Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia, tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat, yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis keratomikosis yang dihadapi; bisa dibagi: 1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya. 2. Jamur berfilamen. 3. Ragi (yeast). 4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati. Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10 mg/ml), Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole. Untuk golongan II : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat terpilih), Imidazole (obat terpilih). Untuk golongan III : Amphoterisin B, Natamycin, Imidazole. Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik.

F. KANDIDOSIS KUTISDEFINISIKandidosis kutis adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur dari genus Candida. Kandidosis terbagi menjadi 2 macam yakni kandidosis profunda dan kandidosis superfisial. Nama lain kandidosis kutis adalah superficial kandidosis atau infeksi kulit-jamur; infeksi kulit-ragi; kandidosis intertriginosa. Berdasarkan letak gambaran klinisnya terbagi menjadi kandidosis terlokalisasi dan generalisata.Predileksi Candida albicans pada daerah lembab, misalnya pada daerah lipatan kulit. Karena organisme ini menyukai daerah yang hangat dan lembab.

ETIOLOGIYang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C. pseudotropicalis, C. lusitaneae.

EPIDEMIOLOGICandida albicans adalah saprofit yang berkoloni pada mukosa seperti mulut, traktus gastrointestinal, dan vagina. Merupakan jamur yang berbentuk oval dengan diameter 2-6 um. Dan dapat hidup dalam 2 bentuk yakni bentuk hifa dan bentuk yeast. Jumlah koloni sangat menentukan derajat penyakit, akan tetapi dilaporkan bahwa frekuensi terjadinya di mulut 18 %, vagina 15 %, dan mungkin dalam feses 19 %. Tapi kejadian tersebut dipengaruhi beberapa faktor seperti rumah sakit dan kemoterapi.Jamur ragi termasuk spesies kandida yang merupakan flora komensal normal pada manusia dapat ditemukan pula pada saluran gastrointestinal (mulut sampai anus). Pada vagina sekitar 13 % kebanyakan Candida albicans dan Candida glabrata. Isolasi spesies kandida komensal oral berkisar pada 30 60 % ditemukan pada orang dewasa sehat.Di Jerman ditemukan penyebab yang berbeda-beda pada diaper dermatitis pada 46 laki-laki dan perempuan. Pada 38 pasien menunjukkan penyebab yang spesifik, 63 % dengan kandidiasis, 16 % dengan dermatitis iritan, 11 % dengan ekzema, dan 11 % dengan psoriasis. Dari pasien tersebut, 37 orang diterapi dan 73 % dirawat setelah 8 minggu setelah terapi.Di Argentina, dianalisa 2073 sampel kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa oral didapatkan 1817 pasien yang datang ke bagian mirkobiologi dari laboratorium sentral Dr. J.M. Cullen Hospital dari September 1999 sampai dengan September 2003. Sampel tersebut diteliti dan diidentifikasi berdasarkan lokalisasi dan tipe lesi. Dari total sampel, 55,6 % adalah positif, 63 % terkena pada wanita dan 37 % terkena pada laki-laki.Di Jepang, dilaporkan bahwa kutaneus kandidiasis terdapat pada 755 (1 %) dari 72.660 pasien yang keluar dari rumah sakit. Intertrigo (347 kasus) merupakan manifestasi klinis kandidiasis paling sering, erosi interdigitalis terjadi pada 103 kasus, diaper kandidiasis tercatat 102 kasus.Di Bombay, India, diperiksa 150 pasien dengan kandidiasis kutaneus. Kerokan kulit diuji dengan KOH 10 % dan dikultur di sabaoruds agar. Insiden tersering adalah intertrigo (75), vulvovaginitis (19), dan paronikia (17). Sedangkan jamur yang diisolasi didapatkan Candida albicans (136 kasus), Candida tropicalis (12 kasus), dan Candida guillermondi (2 kasus). Dan diabetes mellitus menjadi faktor predisposisi pada 22 orang pasien.

PATOGENESISCandida albicans bentuk yeast-like fungi dan beberapa spesies kandida yang lain memiliki kemampuan menginfeksi kulit, membran mukosa, dan organ dalam tubuh. Organisme tersebut hidup sebagai flora normal di mulut, traktus vagina, dan usus. Mereka berkembang biak melalui ragi yang berbetuk oval.Kehamilan, kontrasepsi oral, antibiotik, diabetes, kulit yang lembab, pengobatan steroid topikal, endokrinopati yang menetap, dan faktor yang berkaitan dengan penurunan imunitas seluler menyediakan kesempatan ragi menjadi patogenik dan memproduksi spora yang banyak pseudohifa atau hifa yang utuh dengan dinding septa.Ragi hanya menginfeksi lapisan terluar dari epitel membran mukosa dan kulit (stratum korneum). Lesi pertama berupa pustul yang isinya memotong secara horizontal di bawah stratum korneum dan yang lebih dalam lagi. Secara klinis ditemukan lesi merah, halus, permukaan mengkilap, cigarette paper-like, bersisik, dan bercak yang berbatas tegas. Membran mukosa mulut dan traktus vagina yang terinfeksi terkumpul sebagai sisik dan sel inflamasi yang dapat berkembang menjadi curdy material.Kebanyakan spesies kandida memiliki faktor virulensi termasuk faktor protease. kelemahan faktor virulensi tersebut adalah kurang patogenik. Kemampuan bentuk yeast untuk melekat pada dasar epitel merupakan tahapan paling penting untuk memproduksi hifa dan jaringan penetrasi. Penghilangan bakteri dari kulit, mulut, dan traktus gastrointestinal dengan flora endogen akan menyebabkan penghambatan mikroflora endogen, kebutuhan lingkungan yang berkurang dan kompetisi zat makanan menjadi tanda dari pertumbuhan kandida.Jumlah infeksi kandida meningkat secara dramatis pada beberapa tahun terakhir, mencerminkan peningkatan jumlah pasien yang immunocompromised. Secara spesifik, tampak makin bertambahnya umur semakin pula terjadi peningkatan angka kesakitan dan kematian. Meskpin infeksi kandidiasis superfisial dipercaya termasuk ringan, akan tetapi menyebabkan kematian pada populasi lanjut usia. Candida albicans juga dapat menyerang kulit dengan folikel rambut yang aktif atau istirahat.Infeksi kandida diperburuk oleh pemakaian antibiotik, perawatan diri yang jelek, dan penurunan aliran saliva, dan segala hal yang berkaitan dengan umur. Dan pengobatan dengan agen sitotoksik (methotrexate, cyclophosphamide) untuk kondisi rematik dan dermatologik atau kemoterapi agresif untuk keganasan pada pasien usia lanjut memberikan resiko yang tinggi.Patologi kutaneus superfisial dicirikan dengan pustul subkorneal. Organisme ini jarang tampak dalam pustul tetapi dapat dilihat pada pewarnaan stratum korneum dengan PAS (Periodic Acid-Schiff). Histologi granuloma kandidal menunjukkan tanda papillomatous dan hyperkeratosis dan kulit yang menebal berisi infiltrat limfosit, granulosit, plasma sel, dan sel giant multinuklear.

FAKTOR PREDISPOSISI 1.Bayi, wanita hamil, dan usia lanjut2.Hambatan pada permukaan epitel; karena gigi palsu, pakaian3.Gangguan fungsi imuna. Primer; penyakit kronik granulomatosab. Sekunder; leukemia, terapi kortikosteroid4.Kemoterapia. Imunosupresifb. Antibiotik5.Penyakit endokrin; diabetes mellitus6.Karsinoma7.Miscellaneous; kerusakan pada lipatan kuku.

GEJALA KLINISManifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat hebat. Terdapat lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan, semakin meluas, makula atau papul, mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih kecil yang kemudian menjadi lebih besar). Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit, genital, bokong, di bawah payudara, atau di daerah kulit yang lain. Infeksi folikel rambut (folikulitis) mungkin seperti pimple like appearance.1. Kandidosis Kutis Lokalisataa. Kandidiasis IntertriginosaLesi yang terjadi pada daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glands penis, dan umbilikus. Berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.Pada orang yang banyak mencuci, jamur ini menyerang daerah interdigital tangan maupun kaki. Terjadi daerah erosi dan maserasi berwarna keputihan di tengahnya. Disini juga terjadi lesi-lesi satelit di sekelilingnya. Kondisi ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan kadang bisa menimbulkan nyeri. Kandidosis intertriginosa yang terjadi pada sela jari tangan maupun kaki dapat diikuti dengan paronikia dan onikomikosis pada tangan atau kaki yang sama.

b. Kandidosis PerianalKandidosis perianal adalah infeksi Candida pada kulit di sekitar anus yang banyak ditemukan pada bayi, sering disebut juga sebagai kandidosis popok atau diaper rash. Hal ini terjadi karena popok yang basah oleh air kencing tidak segera diganti, sehingga menyebabkan iritasi kulit genital dan sekitar anus. Penyakit ini juga sering diderita oleh neonatus sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal.Popok yang basah akan tampak seperti area intertriginosa buatan, merupakan tempat predisposisi untuk infeksi ragi. Lesi yang tampak berupa dasar merah dan pustule satelit. Kadang sering dijumpai pula gejala pruritus ani. Dermatitis popok sering diobati dengan kombinasi steroid krim dan lotion yang mengandung antibiotic. Walaupun obat ini mungkin berisi klotrimazol yang merupakan obat anti jamur, mungkin konsentrasinya tidak cukup untuk mengendalikan infeksi jamur yang terjadi. Komponen kortison dapat mengubah gambaran klinis dan memperpanjang penyakit. Bentuk nodular granulomatosis kandidosis di daerah popok, muncul sebagai kusam, eritem, dan nodul dengan bentuk yang tidak teratur, kadang-kadang dasar yang eritem merupakan reaksi biasa untuk organisme Candida atau infeksi Candida yang disebabkan oleh steroid. Meskipun infeksi dermatofit jarang terjadi di daerah popok, tetapi kasus ini sering ditemukan. Setiap upaya harus dilakukan untuk mengidentifikasi organism dan mengobati infeksi dengan tepat.

2. Kandidosis Kutis GeneralisataLesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal, dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau mungkin karena gangguan imunologik sehingga daya tahan tubuh bayi tersebut rendah.Pada bayi baru lahir yang menderita kandidosis kutis generalisata, dengan vesikulopustul di atas eritem muncul pada saat bayi baru lahir atau beberapa jam setelah lahir. Lesi pertama kali muncul di muka, leher dan menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 24 jam.

3. Paronikia dan OnikomikosisParonikia dan onikomikosis adalah peradangan kuku dan bantalan kuku. Paronikia dapat bersifat akut dan kronis. Paronikia akut disebabkan oleh bakteri, sedangkan paronikia kronis disebabkan oleh Candida sebagai pathogen tunggal atau ditemukan bersamaan bersama dengan bakteri lain seperti Proteus atau Pseudomonas sp.Ini merupakan proses peradangan kronis pada lipatan kuku proksimal dan matriks kuku. Hal ini terutama terjadi pada orang- orang yang tangannya sering terendam dalam air seperti pada ibu rumah tangga, pegawai bar atau rumah makan, penggemar tanaman, dan pegawai ikan. Pemakaian alat pencuci piring mekanis yang semakin meluas mungkin berhubungan dengan penurunan insidensi kelainan ini.Gambaran klinis berupa eritema pada lipatan kuku proksimal (boilstering), pembengkakan tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat, tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium, dan hilangnya kutikula. Hal ini sering berhubungan dengan terjadinya distrofi kuku. Candida albicans mempunyai peran patogenik, tetapi bakteri mungkin juga ikut menyertainya. Tidak adanya kutikula memungkinkan masuknya bahan-bahan iritan seperti detergen ke daerah di bawah kukuku proksimal, dan hal ini turut menyebabkan proses peradangan.Kondisi ini cukup berbeda dengan paronikia bacterial akut, yang timbul cepat, rasa sakit yang hebat, dan banyak nanah hijau. Penekanan pada lipatan kuku yang bengakak pada paronikia kronis bias mengeluarkan butiran-butiran kecil nanah yang berbentuk seperti krim susu dari bawah lipatan kuku, tetapi hanya itu saja yang terjadi.

4. Kandidosis GranulomatosaKelainan ini jarang dijumpai. HOUSER dan ROTHMAN melaporkan bahwa penyakit ini sering menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan faring.

PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis ditegakkan berdasarkan pada penampakan kulit, terutama jika ada faktor resiko yang menyertai. Kerokan kulit dapat menunjukkan bentuk jamur yang mendukung candida. Bahan-bahan klinis yang dapat digunakan untuk pemeriksaan adalah kerokan kulit, urin, bersihan sputum dan bronkus, cairan serebrospinal, cairan pleura dan darah, dan biopsi jaringan dari organ-organ viseral.Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :1. Pemeriksaan langsungMerupakan cara paling mudah dan metode yang paling efektif untuk mendiagnosis, tapi tidak cukup untuk menyingkirkan bukti klinis yang lain. Pemeriksaan dengan kerokan kulit dengan penambahan KOH 10% akan memperlihatkan elemen candida berupa sel ragi, balastospora, peudohifa atau hifa bersepta. Pemeriksaan langsung tidak dapat menetukan identifikasi etiologi secara spesifik dan kurang sensitive dibandingkan dengan biakan. Hasil negatif tidak selalu bukan disebabkan oleh Candida. Pemeriksaan langsung mempunyai nilai sensitifitas dan spesifisitas sebesar 89,4% dan 83,90%. Pewarnaan gram juga dapat digunakan dan akan memberikan hasil yang sama dengan yang diperlihatkan pada pemeriksaan KOH 10%.2. Pemeriksaan BiakanBiakan merupakan pemeriksaan paling sensitive untuk mendiagnosis infeksi Candida. Sabouraud Dextrose Agar (SDA)merupakan media standar yang banyak digunakan untuk pemeriksaan jamur. Media ini mengandung 10 gr pepton, 40 gr glukosa, dan 10 gr agar, serta ditambahkan 1000 ml air. Penambahan antibiotika pada SDA digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Biakan diinkubasi pada suhu kamar yaitu 25-270 C dan diamati secara berkala untuk melihat pertumbuhan koloni.1 Koloni berwarna putih sampai kecoklatan, basah, atau mukoid dengan permukaan halus dan dapat berkerut. Hasil biakan dianggap negative bila tidak ditemukan pertumbuhan koloni dalam waktu empat pecan.

3. Identifikasi SpesiesMeskipun gambaran klinis sulit dibedakan penentuan etiologi spesisik Candida sampai ke tingkat spesies berguna untuk menentukan terapi dan prognosis. Adapun cara mengidentifikasi Candida sp.dapat dilakukan dengan cara tradisional dan komersil.a. Germ Tube TestGerm tube test merupakan cara yang digunakan untuk menentukan indentifikasi spesies C. albicans. Pemeriksaan ini menggunakan media yang mengandung serum dan diinkubasi pada suhu 370 C selama 2 jam. Bila terdapat pertumbuhan germ tube atau sprout mycelium,berarti spesies tersebut adalah C. albicans. Pertumbuhan Germ tube dikenal sebagai Fenomena Reynols-Braude.b. Uji Asimilasi dan FermentasiIdentifikasi Candida sp. dapat juga dilakukan berdasarkan kemampuan ragi untuk mengasimilasi dan fermentasi karbohidrat yang berbeda utuk setiap spesies. Candida albicans dapat mengasimilasi dan memfermentasi glukosa, galaktosa, maltose, dan sukrosa.c. CHROM agar candidaCHROM agar kandida merupakan cara komersil media biakan selektif untuk mengidentifikasi Candida sp. Koloni C. albicans, C. tropicalis, C. glabrata, dan C. krusei dapat dibedakan berdasarkan morfologi koloni dan warna yang ditimbulkan oleh masing-masing koloni. Media ini mengandung 10 gr pepton, 20 gr glukosa, 0,5 gr kloramfenikol, 15 gr agar dan 2 gr chromogenic mix. Chromogenic mix merupakan bahan yang menyebabkan perubahan warna koloni pada Candida sp.4. Serologi. Macam-macam prosedur pemeriksaan serologi direncanakan untuk mendeteksi adanya antibodi Candida yang berkisar pada tes immunodifusi yang lebih sensitive seperti counter immunoelectrophoresis (CIE), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), and radioimmunoassay (RIA). Produksi empat atau lebih garis precipitin dengan tes CIE telah menunjukkan diagnosis kandidiasis pada pasien yang terpredisposisi.5. Pemeriksaan histologi. Didapatkan bahwa spesimen biopsi kulit dengan pewarna periodic acid-schiff (PAS) menampakkan hifa tak bersepta. Hifa tak bersepta yang menunjukkan kandidiasis kutaneus berbeda dengan tinea.10

6. Uji sensitifitas secara cepat dan tepat berdasarkan PCR dari DNA dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi patogenitas candida dalam jaringan.H. DIAGNOSIS BANDING1. Kandidosis lokalisata dengan:a. Dermatitis kontakPasien mempunyai riwayat konstipasi kronik dan biasa menggunakan obat rangsang defekasi. Selama 7 bulan disertai dengan pruritus ani tapi baru-baru ini berkembang menjadi erupsi yang menyeluruh, tidak berespon terhadap glukokortikoid dan terapi cahaya. Daerah ekskoriasi yang banyak mengindikasikan gatal yang hebat. Lesi terutama mengenai daerah sekitar anus, tanpa diketahui penyebabnya, bagian tubuh bawah, bokong, dan dareah genital. Dermatitisnya berhenti saat obat rangsang dihentikan dan dia melakukan diet bebas balsem. Pemeriksaan kolonoskopi menunjukkan iritasi minimal pada kolon sigmoid dan rektum yang sesuai dengan spastic colitis.4 b. Erythrasma Infeksi bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh Corynebacterium minutissisum. Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-coklatan. Tidak terlihat adanya lesi satelit. Tempat predileksi di daerah ketiak dan lipatan paha. Kadang-kadang berlokasi di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita yang gemuk. Pada pemeriksaan lampu Wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral red).1c.Dermatitis IntertriginosaLesi kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah. Tidak ditemukan lesi satelit. Penderita juga mengeluh gatal.1d.Dermatofitosis (tinea)1

2. Kandidosis kuku dengan tinea unguiumPada tinea unguium kuku sudah tampak rapuh pada bagian distal pada bentuk subungual distal dan tampak rapuh pada bagian proksimal pada bentuk subungual proksimal. Biasanya penderita tinea unguium mempunyai dermatofitosis ditempat lain yang sudah sembuh atau yang belum. Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku tangan.

I. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan terpenting adalah menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.Terapi topical: Larutan ungu gentian: - 0,5 % untuk selaput lendir 1-2% untuk kulitdioleskan sehari 2 kali selama 3 hari. Nistatin dapat diberikan berupa krim, salep, emulsi. Golongan azol krim atau bedak mikonazol 2% bedak, larutan dan krim klotrimazol 1% krim tiokonazol 1% krim bufonazol 1% krim isokonazol 1% krim siklopiroksolamin 1% Antimikotik topikal lain yang berspektrum luas.Terapi sistemik: Nistatin tabletuntuk menghilangkan infeksi lokal dalam saluran cerna, obat ini tidak diserap oleh usus. Amfoterisin BDiberikan intravena untuk kandidiasis sistemik. Kotrimazol Pada kandidiasis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2x200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal. Itrakonazoldiberikan pada kandidiasis vulvovaginalis. Dosis untuk orang dewasa 2x100 mg sehari, selama 3 hari.1Penggunaan obat anti jamur yang standar hanya flukonazol, itrakonazol, dan flucytosine. Atau bahkan dapat menggunakan obat antijamur golongan azol terbaru antara lain voriconazole, ravuconazole, posaconazole.Amorolfine biasa digunakan karena efektifitasnya sebagai terapi topikal pada kandidiasis superficial yang disebabkan oleh jamur dan dermatofitosis dan afinitasnya yang tinggi terhadap stratum korneum dan kuku.Obat anti jamur imidazol, clotrimazol, mikonazol, econazol, oxiconazol, dan bifonazol digunakan secara luas sebagai pengobatan topikal dermatofitosis. Beberapa tahun terakhir, imidazol (lanakonazol) dan tiga kelas anti jamur gabungan benzylamine (butenafine), alylamine (terbinafine), dan morfin (amorolfine), telah berhasil dikembangkan dan diperkenalkan dalam penggunaan di klinik. Obat-obat terbaru ini lebih aktif daripada imidazol sebelumnya untuk melawan dermatofitosis secara in vitro dan in vivo dermatofitosis pada babi sebagai binatang percobaan.

J. KOMPLIKASIAdapun komplikasi kutaneus kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain :1. Rekurens atau infeksi berulang kandida pada kulit2. Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang aneh dan mungkin menginfeksi daerah di sekitar kuku 3.Disseminated candidiasis yang mungkin terjadi pada tubuh yang immunocompromised.

Kandidiasis DiseminataPapul eritematosa dengan tengah yang pucat terdapat pada lengan laki-laki 13 tahun dengan neutropenia dan ewings sarcoma. Kultur darah tumbuh candida parapsilos dan candida Lusitania. Lesi tersebut tersebar dan terhitung ratusan. Pasien menunjukkan gejala lesi kulit yang disertai dengan nyeri otot dan nyeri mata. Pustul adalah tanda kutaneus dari kandidiasis diseminata pada pasien dengan leukositosis. Adanya neutrofil dalam sirkulasi, pustule tidak tampak pada kulit, karena jumlah sel darah putih menutupinya, lesi mungkin menjadi pustular yang menetap.

X. PENCEGAHANKeadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu pencegahan infeksi kandida, yakni dengan menjaga kulit selalu bersih dan kering. Bedak yang kering mungkin membantu pencegahan infeksi jamur pada orang yang mudah terkena. Penurunan berat badan dan kontrol gula yang baik pada penderita diabetes mungkin membantu pencegahan infeksi tersebut.

K. PROGNOSISPrognosis kutaneus kandidiasis umumnya baik, bergantung pada berat ringanya faktor predisposisi. Biasanya dapat diobati tetapi sekali-kali sulit dihilangkan. Infeksi berulang merupakan hal yang umum terjadi.

BAB III PENUTUPKESIMPULAN Infeksi jamur / mikosis terbagi atas mikosis superfisial dan mikosis profunda. Mikosis profunda ialah mikosis yang menyerang organ dibawah kulit termasuk subkutan dan organ dalam. Mikosis superfisial terbagi berdasarkan penyebabnya adalah infeksi jamur dermatofitosis dan non dermatofitosis. Yang termasuk ke dalam infeksi jamur non dermatofitosis adalah pitriasis versikolor, piedra hitam dan putih, tinea nigra, keratomikosis, otomikosis dan kandidiasis kutis.

DAFTAR PUSTAKA1. Unandar B, Mikosis. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aishah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi IV. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta; 2006.h.89-107.2. Fitzpatrick color atlas and synopsis of clinical dermatology. Ed 5th. McGraw Hill Company,New York; 2007.p.692-721.3. Anaissie, Elias J. Clinical Mycology. Churchill Livingstone, New York; 2008. p.461-24. Hall, John C. Sauer's Manual of Skin Diseases 8th edition. Canada. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2009.p.243-605. Habif, T. P, eds. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th edition. Pennsylvania. Mosby, inc; 2007. p. 440-50.6. Weller. R, Hunter. J, Savin. J, Dahl. M. Fungal Infection. Dalam: Clinical Dermatology. Fourth edition. UK. Blackwell Publishing. 2008.p.252-4.7. Graham. R, Brown, Burns. T. Infeksi Jamur. Dalam: Lecture Notes Dermatology. Edisi ke-8. Jakarta, EMS; 2005.p.38-40.8. Adams GL, Boeis LR. Higler PA. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta, EGC;2006.h.230-8.9. Sidarta I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta; 2002.h.230-32.10. Rooks textbook of dermatology.8th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers, Philadelphia; 2009.p.340-83.

18