NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

24
1 PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANAK NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

Transcript of NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

Page 1: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

1

PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANAK NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

Page 2: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

2

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

TENTANG

PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANAK

DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Menimbang : a. bahwa penyusunan standar pelayanan kedokteran bertujuan untuk memberikan

jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan kedokteran yang

berdasarkan nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien serta

mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran yang diberikan

oleh dokter dan dokter gigi;

b. bahwa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan klinis Anak perlu

penyempurnaan Panduan Praktik Klinis Anak sebagai acuan pelayanan klinis Anak;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu

ditetapkan Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung tentang

Panduan Praktik Klinis Anak;

Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;

2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 Tentang

Standar Pelayanan Kedokteran;

3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 /Menkes/PER/IV/2011 tentang

Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;

4. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 107/DSN-

MUI/IX/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip

Syariah;

5. Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor 12/SK/YBW-SA/II/2018

tentang Pengangkatan dr. H. Masyhudi AM, M.Kes sebagai Direktur Utama Rumah

Sakit Islam Sultan Agung Masa Bakti 2018 – 2022;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG TENTANG

PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANAK.

Page 3: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

3

Pasal 1

Panduan Praktik Klinis adalah panduan prosedur standar dalam pelayanan dan perawatan kepada

pasien yang harus diketahui dan dijalankan oleh seorang dokter untuk melaksanakan kegiatan

kesehatan secara optimal, professional, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 2

Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Rumah Sakit bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter

dalam memberikan pelayanan di Rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.

Pasal 3

Panduan Praktik Klinis Dokter di Rumah Sakit meliputi pedoman penatalaksanaan terhadap penyakit,

diambil berdasarkan kriteria:

1. Penyakit yang prevalensinya cukup tinggi;

2. Penyakit yang membutuhkan biaya tinggi; dan

3. Penyakit yang risiko tinggi.

Pasal 3

Pada saat Peraturan Direktur Utama ini berlaku, Surat Keputusan Direktur Utama Nomor 3420

/PER/RSI-SA/I/2017 tentang Panduan Praktik Klinik Anak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 4

Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Semarang

Pada tanggal 12 Jumadil Awwal 1441 H

08 Januari 2020 M

DIREKTUR UTAMA

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Dr. H. MASYHUDI AM, M.Kes.

Page 4: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

4

PENYUSUN

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

ANAK

1. dr. Pujiati, Sp.A Dokter Spesialis Anak

2. dr. Citra Primavita Mayangsari, Sp.A Dokter Spesialis Anak

3. dr. Sri Priyantini Mulyani, Sp.A Dokter Spesialis Anak

4. dr. Azizah Retno Kustiyah, Sp.A Dokter Spesialis Anak

Page 5: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

5

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................................................... 1

Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung ................................................................ 2

Penyusun .............................................................................................................................................. 4

Daftar Isi ............................................................................................................................................... 5

Kata Pengantar ..................................................................................................................................... 6

Pendahuluan ......................................................................................................................................... 7

Panduan Praktik Klinis Asfiksia Neonatorum ........................................................................................ 8

Panduan Praktik Klinik Demam Berdarah Dengue Tanpa Tanda Syok ................................................ 10

Panduan Praktik Klinis Diare Cair Akut Tanpa Penyulit ....................................................................... 12

Panduan Praktik Klinik Kejang Demam ............................................................................................... 16

Panduan Praktik Klinik Tuberkulosis Anak .......................................................................................... 19

Penutup .............................................................................................................................................. 24

Page 6: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

6

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Demi kelancaran Pelayanan Medis di Bagian Dokter Anak, maka perlu dibuat Prosedur Tetap

dalam bentuk Panduan Praktik Klinis sebagai acuan dokter anak dalam bertugas. Adanya buku ini

diharapkan menjadi pedoman kerja bagi tenaga medis dan pihak terkait dalam meningkatkan

pelayanan, selain itu juga dapat menjadi bahan referensi.

Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua Staf

Medis atas kerjasamanya yang baik dalam menyusun buku prosedur tetap anak ini.

Kami berharap agar keberhasilan yang telah dicapai akan memacu kita semua untuk turut

menambah buku-buku ilmiah yang berguna bagi peningkatan pelayanan anak.

Semoga keberadaan buku Panduan Praktik Klinis ini bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Semarang, 8 Januari 2020

Penyusun

Page 7: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

7

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR UTAMA

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANAK

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan perorangan; lingkup pelayanan adalah segala

tindakan atau perilaku yang diberikan kepada pasien dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Substansi pelayanan medis adalah pratik ilmu pengetahuan dan teknologi medis

yang telah ditapis secara sosio – ekonomi –budaya yang mengacu pada aspek pemerataan, mutu

dan efsiensi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat akan pelayanan medis.

Untuk menyelenggarakan pelayanan medis yang baik dalam arti efektif, efisien dan

berkualitas serta merata dibutuhkan masukan berupa sumber daya manusia, fasilitas, prafasilitas,

peralatan, dana sesuai dengan prosedur serta metode yang memadai.

Saat ini sektor kesehatan melengkapi peraturan perundang-undangannya dengan

disahkannya Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada bulan Oktober

2004 yang diberlakukan mulai bulan Oktober 2005. Pengaturan praktik kedokteran bertujuan

untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu

pelayanan medis yang diberikan oleh dokter/dokter Anak, serta memberikan kepastian hukum

kepada masyarakat dan dokter/dokter Anak.

Panduan praktik klinis (Clinical practice guidelines) merupakan panduan yang berupa

rekomendasi untuk membantu dokter atau dokter Anak dalam memberikan pelayanan

kesehatan. Panduan ini berbasis bukti (berdasarkan penelitian saat ini) dan tidak menyediakan

langkah-pendekatan untuk perawatan dan pengobatan, namun memberikan informasi tentang

pelayanan yang paling efektif. Dokter atau dokter Anak menggunakan panduan ini sesuai dengan

pengalaman dan pengetahuan mereka untuk menentukan rencana pelayanan yang tepat kepada

pasien.

B. Tujuan

1. Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu

2. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya

3. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal

4. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil

5. Mamberikan tata laksana dengan biaya yang memadai

Page 8: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

8

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

ASFIKSIA NEONATORUM

1 Pengertian

Asfiksia neonatorum : adalah gagal napas secara spontan dan teratur pada

saat lahir atau beberapa saat sesudah lahir.

2 Anamnesis

1. Saat lahir bayi mengalami keadaan tidak dapat bernapas secara spontan

dan teratur atau bayi tidak menangis

2. Tonus otot jelek

3. Bayi prematur

4. Air ketuban keruh bercampur mekonium, bayi tidak bugar

3 Pemeriksaan

FISIK

1. Bayi lemah, tidak bernapas atau menangis

2. Tonus otot lemah/jelek

3. Sianosis

4. Napas megap megap

4 Diagnosis Kerja 1. Menurut AAP (American Academic of Pediatrics) dan AHA (American

Heart Association) : bayi kurang bulan, bayi tidak bernapas spontan/tidak

menangis, tonus otot jelek.

2. Menurut Skor APGAR : yang dihitung sampai dengan menit ke 10:

a. Asfiksia ringan : 7

b. Asfiksia sedang : 4-6

c. Assfiksia berat : 1- 3

3. Menurut hasil AGD ( Analisis Gas Darah ) : pH< 7.25, paO2 < 50 mmHg,

paCO2 > 55 mm Hg,

4. Menurut WHO : Skor Apgar plus gambaran HIE dan defisit neurologis (

Menurut Sarnat and Sarnat )

5 Diagnosis

Banding

Hipoksia:

Pulmonal :

1. Penyakit Membran Hialin

2. Pneumonia

3. Kelainan kongenital paru

Ekstra pulmonal :

1. Ensefalopati hipoksik iskemik / Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE )

2. Sepsis neonatorum

3. Penyakit Jantung bawaan

Asidosis metabolik dan Gangguan metabolik lain

6 Pemeriksaan

Penunjang

1. Analisis Gas Darah

2. Foto toraks dada

7 Terapi

1. Resusitasi neonatus : mulai dari tahapan sebagai berikut :

a. Langkah awal

b. Ventilasi tekanan positip

c. Kompresi dada

d. Pemberian obat obatan dan cairan pengganti volume

Page 9: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

9

e. Pemasangan pipa endotrakheal setiap ada indikasi (dapat pada setiap

tahapan)

2. Bayi yang memberi respons baik (asfiksia ringan) dirawat di Ruang Perawatan

Pasca Resusitasi, setelah stabil dirawat di rawat gabung. Diberikan injeksi

vitamin K 1, vaksinasi Hepatitis B, tetes mata antibiotik (kloramfenikol,

tetrasiklin atau eritromisin) dan ASI ad libitum

3. Bayi dengan asfiksia sedang di rawat di bangsal Perawatan Bayi Risiko Tinggi,

bila ada napas spontan dapat diberi CPAP (Bubble CPAP), diberi infus ivfd,

dengan larutan dekstrose 5% atau 10 % dan asuhan bayi baru lahir. Nutrisi

dengan ASI atau nutrisi parenteral total.

4. Asfiksia berat : dirawat di NICU untuk ventilator mekanik

5. Obat2an bila perlu antibiotik (lini pertama : Ampisilin dan Gentamisin )

8 Edukasi 1. Tentang Asfiksia, penyebab, gejala klinis dan komplikasi

2. Tentang pemberian dan manfaat ASI

9 Prognosis 1. Asfiksia ringan prognosis : ad vitam, ad sanationam, ad fungsionam =

baik.

2. Asfiksia sedang : tergantung pada hasil pengelolaan atau manajemen,

seharus nya ad vitam, ad sanationam, ad fungsionam = baik .

Asfiksia berat : biasanya ad vitam, ad sanationam, ad fungsionam =

dubia.Tergantung kondisi bayi dan respons terhadap ventilator mekanik

10 Kompetensi Dokter Spesialis Anak

11 Indikator

Medis

1. Bayi bernapas spontan dan teratur

2. Bayi tidak sianosis

3. Hasil AGD baik

12 Kepustakaan

1. American Heart Association and American Academy of Pediatrics. Textbook

of neonatal resuscitation. Kattwinkel J, editor. 6th ed. New York: McGraw-Hill;

2011

2. Dharmasetiawani N. Asfiksia dan resusitasi bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,

Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi.

Jakarta: IDAI; 2008: h 103-25.

3. Snyder E, Cloherty J. Perinatal asphyxia. Dalam: Cloherty J, Stark A, editors.

Manual of neonatal care. 4 ed. Philadelphia: Williams & Wilkins; 2008. h. 518-

27.

4. Kosim M. Gangguan napas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim M, Yunanto A,

Dewi R, Sarosa G, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi. Jakarta: IDAI;

2008. h. 126-45.

5. Sills JH. Perinatal asphyxia. In Gomella LG, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE,

Editor. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases

and drugs. 5th Ed. New York: McGraw-Hill; 2004: 512-2

6. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Masalah masalah bayi

baru lahir dan bayi muda. Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama

di kabupaten /kota. Edisi ke-1.World Health Organization dan Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2009. H 58.

Page 10: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

10

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

DEMAM BERDARAH DENGUE TANPA TANDA SYOK

1 Definisi

(Pengertian)

Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus

Dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypty. Penyakit ini memiliki

manifestasi klinis yang beragam dan terkadang sulit diprediksi. Demam

berdarah dengue ditandai oleh adanya kebocoran plasma dan

hemokonsentrasi.

2 Anamnesis

Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7 hari dan terdapat 2 atau lebih kriteria berikut:

1. Mual dan muntah

2. Nyeri perut

3. Nyeri kepala

4. Nyeri retro orbita

5. Ruam kulit

6. Nyeri otot dan tulang

7. Dapat disertai manifestasi perdarahan

3 Pemeriksaaan

fisik

1. Tidak ada tanda kegagalan perfusi, tanda vital baik

2. Terdapat manifestasi perdarahan, ditandai dengan:

a. Uji bendung positif

b. Petekie, ekimosis, purpura

c. Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

d. Hemetemesis dan/atau melena

3. Pembesaran hati

4 kriteria

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis Demam Berdarah Dengue diperlukan dua

kriteria klinis dari anamnesis dan/atau pemeriksaan fisik, ditambah satu

kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit). Demam berdarah

dengue tanpa syok dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Derajat I: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi

perdarahan adalah uji bendung

2. Derajat II: seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau

perdarahan lain

5 Diagnosa Kerja Demam Berdarah Dengue tanpa syok (derajat I/derajat II)

6 Diagnosa

Banding

1. Demam Dengue

2. Demam Chikungunya

7 Pemeriksaan

penunjang

1. Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)

2. Pemeriksaan x-foto thorax posisi RLD

3. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler

dengan manifestasi, sebagai berikut:

a. Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar

b. Penurunan hematokrit ≥20% setelah mendapat terapi cairan

Page 11: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

11

c. Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia

8 Terapi 1. Berikan banyak minum untuk mengganti cairan yang hilang akibat

kebocoran plasma, demam, muntah/diare.

2. Berikan paracetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen

karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.

3. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

a. Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat

b. Kebutuhan cairan parenteral

1) Berat badan < 15 kg: 7 ml/kgBB/jam

2) Berat badan 15-40 kg: 5 ml/kgBB/jam

3) Berat badan > 40 kg: 3 ml/kgBB/jam

c. Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam serta periksa laboratorium

(hematokrit, trombosit, leukosit, dan hemoglobin) tiap 6 jam

d. Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan

jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan

intravena biasanya hanya diperlukan 24-48 jam sejak kebocoran

pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.

4. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata

laksana syok.

9 Edukasi

10 Prognosis Dubia ad bonam

11 Kopetensi Tingkat kompetensi SKDI 4A

12 Pustaka 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana

Infeksi Dengue pada Anak. Jakarta: IDAI: 1-80

2. World Health Organization-TDR. 2012. Handbook for Clinical

Management of Dengue. Geneva: WHO: 1-111

Page 12: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

12

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

DIARE CAIR AKUT TANPA PENYULIT

1 Definisi

(Pengertian)

Buang air besar lebih dari 3x dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan

berlangsung kurang dari 1 minggu.

2 Anamnesis

1. Lama diare berlangsung, frekuensi diare, warna dan konsistensi tinja, lendir

dan/ darah dalam tinja.

2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil

terakhir, demam, sesak, kejang, kembung.

3. Jumlah cairan yang masuk selama diare.

4. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengkonsumsi

makanan yang tidak biasa.

5. Penderita diare disekitarnya dan sumber air minum.

3 Pemeriksaaan

fisik

1. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital.

2. Tanda utama:

a. Keadaan umum gelisah/ cengeng atau lemah/ letargi/ koma

b. Rasa haus

c. Turgor kulit abdomen menurun

3. Tanda tambahan

a. Ubun-ubun besar cekung

b. Kelopak mata cekung

c. Air mata berkurang

d. Mukosa bibir, mulut, dan lidah kering

4. Berat badan

5. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti nafas

cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang (hipo

atau hipernatremia)

4 kriteria

Diagnosis

Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria berikut:

1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)

a. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan

b. Keadaan umum baik dan sadar

c. Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa

mulut dan bibir basah.

d. Turgor abdomen baik, bising usus normal

e. Akral hangat

2. Dehidrasi ringan-sedang/ tidak berat (kehilangan cairan 5-10% berat badan)

a. Didapatkan 2 tanda utama dan 2 atau lebih tanda tambahan

b. Keadaan umum gelisah atau cengeng

c. Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,

Page 13: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

13

mukosa mulut dan bibir ssedikit kering

d. Turgor kurang, akral hangat

3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)

a. Didapatkan 2 tanda utama dan 2 atau lebih tanda tambahan

b. Keadaan umum lemah, letargi atau koma

c. Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,

mukosa mulut dan bibir sangat kering

d. Turgor sangat kurang, akral dingin

Pasien harus rawat inap

5 Diagnosa

Kerja

Sesuai klinis dan atau laboratoris.

6 Diagnosa

Banding

-

7 Pemeriksaan

penunjang

1. Darah rutin 1 (hb, Leukosit, trombosit, hematocrit)

2. Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan, kecuali ada tanda intoleransi

laktosa dan kecurigaan amubiasis

3. Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja:

a. Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau

b. Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasite, bakteri

c. Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)

d. Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut

4. Elektrolit bila dicurigai secara klinis adanya gangguan keseimbangan asam

basa dan elektrolit.

8 Terapi Cairan

1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)

Rehidrasi dengan new oralit (Level of Evidence High). 1 sachet oralit

dilarutkan dalam 1 L air matang untuk persediaan 24 jam. Diberikan 5-10

ml/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia: <1 tahun sebanyak 50-100

ml, 1-5 tahun 100-200 ml, >5 tahun semaunya. ASI harus tetap diberikan.

2. Dehidrasi ringan-sedang/ tidak berat (kehilangan cairan 5-10% berat badan)

a. Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan 75 ml/kgBB dalam 3

jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan sebanyak

5-10 ml/kgBB tiap diare

b. Rehidrasi intravena diberikan bila anak muntah setiap diberi minum.

Cairan intravena yang diberikan berupa RL, KaEn 3B, atau NaCl dengan

jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan dan status hidrasi

dievaluasi secara berkala

1) BB 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari

2) BB 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari

3) BB >15 kg : 135 ml/kgBB/hari

3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)

a. Rehidrasi parenteral dengan RL atau ringer asetat 100 ml/kgBB dengan

Page 14: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

14

cara pemberian:

1) <12 bulan

a) 30 ml/kgBB dalam 1 jam ke-1

b) 70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya

2) >12 bulan

a) 30 ml/kgBB dalam 30 menit ke-1

b) 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya

b. Masukan cairan peroral jika pasien sudah mau dan dapat minum, dimulai

5 ml/kgBB selama proses rehidrasi

Seng (Level of Evidence High)

Diberikan selama 10-14 hari

a. <6 bulan : 10 mg/hari

b. >6 bulan : 20 mg/hari

Nutrisi

ASI dan makan sehat diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan

sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Makan diberikan sedikit-sedikit tapi

sering (6x sehari), rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.

Pemberian zinc dan probiotik.

Medikamentosa

c. Tidak boleh diberikan anti diare

d. Antibiotic

1) Disentri basiler (diare berdarah) atau kolera

a) Kotrimoksazol : 5-8 mg/kgBB/hari selama 5 hari (Level of

Evidence Moderate)

b) Sefiksim : 5 mg/kgBB/hari PO (Level of Evidence Moderate)

2) Amuba vegetative : metronidazole 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam

3 dosis (Level of Evidence Moderate)

9 Edukasi 1. Edukasi kepada orangtua untuk membawa anaknya kontrol jika: anak

demam, tinja berdarah, makan/ minum sedikit, sangat haus, diare makin

sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

2. Edukasi cara menyiapkan oralit secara benar

3. Edukasi langkah promotive/ preventif:

a. ASI tetap diberikan

b. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan

c. Kebersihan lingkungan, BAB dijamban

d. Imunisasi campak

e. Memberikan makanan penyapih yang benar

f. Penyediaan air minum yang bersih

g. Selalu memasak makanan

10 Prognosis 1. Tanpa atau dengan dehidrasi ringan-sedang, bonam

2. Dehidrasi berat, dubia

11 kompetensi Level IVA

Page 15: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

15

12 Pustaka 1. Modul Gastrohepatologi

2. WHO. 2005. The Treatment of Diarrhoea. A manual for physicians and

other senior health workers. Geneva

3. William W., Hay Jr., Myron J.L.,Judith M. 2007. Lange Current Diagnosis &

Treatment in Pediatrics. 18th Edition. America

4. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds.

Nelson Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders. 2004 :1272-6.

5. Suparto P. Sumbangandanperankaumprofesionaldalammendukung

program penyakitsalurancerna di era otonomi.Kumpulan

makalahKongresNasional II BKGAI Bandung. 2003: 17-27.

6. WHO, UNICEF. 2006. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS.

Geneva

7. Gorelick MH, Shaw KN, Murphy KO. Validity and reliability of clinical signs in

the diagnosis of dehydration in children. Pediatrics. 1997;99(5):E6.

Page 16: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

16

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KEJANG DEMAM

1 Pengertian Kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang terjadi pada anak usia lebih

dari 1 bulan, berhubungan dengan demam (suhu lebih dari 38C rektal), tidak

disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat, tidak ada kejang saat neonatus atau

kejang tanpa provokasi sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria untuk kejang

simptomatik lainnya, termasuk yang sekunder karena ketidakseimbangan

elektrolit akut. (The International League Against Epilepsy (ILAE), 1993)

2 Anamnesis Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Umumnya kejang tonik-

klonik. Selama fase tonik, mungkin disertai henti nafas dan inkontinensia.

Kemudian diikuti fase klonik berulang, ritmik dan akhirnya anak setelah kejang

latergi atau tidur. Saat kejang anak tidak sadar, mata dapat melihat ke atas

dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa

didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Serangan dalam

bentuk absens atau mioklonik sangat jarang.

Pada umumya kejang akan berhenti sendiri, setelah beberapa detik atau menit

anak terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan neurologis.

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 5 menit, dan kurang dari 8%

berlangsung lebih dari 15 menit, dan 4% kejang berlangsung lebih dari 30 menit.

Perlu diketahui mengenai pengobatan sebelumnya, ada tidaknya trauma,

perkembangan psikomotor, dan riwayat keluarga dengan epilepsi atau kejang

demam.

Deskripsi lengkap mengenai kejang sebaiknya didapat dari orang yang

melihatnya.

3 Pemeriksaan

Fisik

Dari pemeriksaan fisik, derajat kesadaran baik, tidak ada meningismus, ubun-

ubun besar tidak tegang atau membonjol, tidak ada tanda rangsang meningeal,

kekuatan dan tonus otot baik.

4 Kriteria

Diagnosis

1. Bangkitan kejang

2. Saat suhu tubuh (suhu rektal) > 38°C

3. Disebabkan oleh proses ekstrakranial

4. Usia 1 bulan – 5 tahun

5. Tidak didapatkan kelainan intrakranial

6. Pemeriksaan cairan serebro spinal dalam batas normal

Bukan kejang demam:

1. Ada riwayat kejang tanpa demam

2. < 1 bulan

3. < 6 bulan atau > 5 tahun : pikirkan infeksi SSP atau epilepsi disertai demam

4. Pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam

5 DIAGNOSIS

KERJA

Kejang Demam

6 Diagnosis

Banding

Ekstrakranial: Kejang Demam Simpleks, Kejang Demam Kompleks.

Intrakranial: Infeksi susunan saraf pusat, lesi desak ruang otak

Page 17: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

17

7 Pemeriksaan

Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium rutin dikerjakan untuk mengevaluasi sumber

infeksi penyebab demam, atau keadaan lain yang dapat menjadi

penyebab kejang. Misalnya pemeriksaan darah perifer, elektrolit (Na, K,

Cl, Ca) dan gula darah.

2. Punksi lumbal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Jika yakin klinis bukan meningitis, maka punksi

lumbal tidak perlu dilakukan.

3. Mengingat manifestasi klinis meningitis sering tidak jelas pada bayi, maka

punksi lumbal pada bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan, pada

bayi usia 12-18 bulan dianjurkan, dan bayi usia lebih dari 18 bulan tidak

rutin dilakukan.

4. EEG tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang atau memperkirakan risiko epilepsi dikemudian hari. Pemeriksaan

EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas, misalnya pada anak

usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.

5. Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti computed tomography

(CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) tidak rutin dilakukan, hanya

dilakukan jika ada indikasi, seperti kelainan neurologik fokal menetap

(misalnya hemiparesis), paresis n.VI (n.abdusens) - bola mata tidak dapat

melirik ke lateral, dan adanya papil edema.

8 Terapi 1. Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri.

2. Pengelolaan pertama di rumah diberikan diazepam per rektal dosis 5 mg

untuk berat badan sama atau kurang dari 10 kg, dan dosis 10 mg untuk

berat badan lebih dari 10 kg. Jika setelah pemberian diazepam per rektal

kejang belum berhenti, dapat diulang dengan dosis sama setelah selang

waktu 5 menit. Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal masih

belum berhenti, dianjurkan ke rumah sakit.

3. Pengelolaan di rumah sakit, biasanya di ruang gawat darurat, diberikan

diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgbb diberikan dalam waktu 3-5 menit

(kecepatan 2 mg/menit), dosis maksimal 10 mg. Atau diberikan midazolam

intravena 0,2 mg/kgbb, atau lorazepam intravena 0,05-0,1 mg/kgbb. Jika

masih tetap kejang, berikan fenitoin intravena 10-20 mg/kgbb dalam 50 ml

larutan garam fisiologis dengan kecepatan 1 mg/kgbb/menit atau < 50

mg/menit. Jika berhenti maka dosis fenitoin selanjutnya (dosis

pemeliharaan) 4-8 mg/kgbb/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika

kejang masih belum berhenti diberikan fenobarbital intravena 20 mg/kgbb,

dimasukkan perlahan > 10 menit. Jika berhenti maka dosis fenobarbital

selanjutnya 5 mg/kgbb/hari dibagi dalam dua kali pemberian. Jika masih

belum berhenti, maka dinamakan refrakter status epileptikus dan harus

dirawat di ruang intensif, menggunakan obat pelumpuh otot.

4. Saat demam diberikan parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgbb/kali

diberikan 4 kali sehari. Obat lain: ibuprofen dengan dosis 5-10 mg/kgbb/kali,

Page 18: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

18

3–4 kali sehari.

5. Diazepam oral 0,3-0,5 mg/kgbb/hari dibagi tiap 8 jam saat demam.

6. Pengobatan rumat diberikan jika: kejang lama > 15 menit, ada kelainan

neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya paresis Todd,

cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus, dan adanya kejang fokal.

Pengobatan rumat dipertimbangkan jika ada kejang berulang dua kali atau

lebih dalam 24 jam, terjadi pada bayi < 12 bulan, kejang demam ≥ 4

kali/tahun. Pilihan pertama saat ini ialah asam valproat dengan dosis 15-40

mg/kgbb/hari dibagi 2-3 dosis; atau fenobarbital 3-4 mg/kgbb/hari dibagi

dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan sampai 1 tahun bebas kejang,

kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan.

9 Edukasi 1. Orangtua sering panik menghadapi kejang karena merupakan peristiwa

yang menakutkan.

2. Edukasi antara lain: meyakinkan bahwa kejang demam umumnya

mempunyai prognosis baik, memberitahukan cara penanganan kejang,

memberi informasi tentang risiko kejang berulang, pemberian obat

pencegahan memang efektif tetapi harus diingat risiko efek samping obat.

3. Jika anak kejang, lakukan hal berikut : tetap tenang dan tidak panik,

kendorkan pakaian yang ketat terutama sekitar leher, jika tidak sadar

posisikan anak telentang dengan kepala miring, bersihkan muntahan atau

lendir di mulut dan hidung jika ada. Walaupun ada risiko lidah tergigit,

jangan masukkan apapun ke dalam mulut. Ukur suhu tubuh, catat lama dan

bentuk/sifat kejang, tetap bersama anak selama kejang, berikan diazepam

per rektal. Jangan diberikan jika kejang telah berhenti. Bawa ke dokter atau

rumah sakit jika kejang berlangsung ≥ 5 menit.

10 Prognosis Ad vitam = ad bonam

Ad sanationam = ad bonam

Ad fungsionam = ad bonam

1. Risiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien

yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat timbul pada sebagian

kecil kasus, yang biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau

kejang berulang. Kematian akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan

12 Pustaka 1. Poesponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus kejang demam. UKK

neurologi PP-IDAI. Jakarta : Balai Penerbit IDAI; 2005.

2. Soetomenggolo TS. Kejang Demam dan Penghentian Kejang. In :

Pusponegoro HD, Passat J, Mangunatmadja, Widodo DP, Soetomenggolo

TS, Ismael S, penyunting. Neurologi Anak dalam praktek sehari-hari. Jakarta

: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1995. h. 209-21.

3. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter: Long-term treatment

of the child with simple febrile seizures. Pediatrics. 1999; 103: 1307-9.

Page 19: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

19

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

TUBERKULOSIS ANAK

1 Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB

yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun

2 Anamnesis 1. Riwayat kontak erat dengan penderita TB paru dewasa

2. Demam sub febris lebih dari 2 minggu tanpa penyebab yang jelas

3. Batuk kronik terus menerus (unremitting) lebih dari 3 minggu

4. Nafsu makan menurun/ berat badan tidak naik atau turun lebih dari 2

bulan berturut-turut meski dengan nutrisi yang adekuat

5. Penurunan aktivitas, lemah letih lesu yang berlangsung lama

6. Diare kronik yang penyebabnya tidak diketahui dengan jelas

7. Keluhan lokal seperti pembesaran kelenjar leher, pembengkakan sendi,

kejang, penurunan kesadaran, defisit neurologis dan pada kondisi berat

bisa disertai dengan batuk darah

3 Pemeriksaan

Fisik

1. Keadaan Umum : umumnya sadar, pada kondisi berat dapat disertai dengan

penurunan kesadaran, penurunan aktivitas

2. Tanda Vital :

Frekuensi napas, Frekwensi jantung, Laju nadi, suhu & tekanan darah

3. Tanda umum:

a. Demam

b. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik

dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya

perbaikan gizi yang baik

c. Penurunan aktifitas, letih, lemah dan lesu

d. Anorexia/nafsu makan menurun

4. Tanda khusus (lokal)

a. TB Kelenjar: Pembesaran kelenjar limfe regional (leher, aksiler, atau

inguinal) multiple, Ø >1 cm, tidak nyeri tekan, mudah digerakkan

b. Pembengkakan sendi

c. Gibbus

d. Skrofuloderma

e. Konjungtivitis fliktenularis

f. Meningitis TB

1) Kejang

2) Penurunan kesadaran

3) Defisit neurologis

4 Kriteria

Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis ditegakkan dari klinis TB disertai dengan penunjang

berikut:

1. Riwayat kontak dengan penderita TB dewasa

Page 20: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

20

2. Gejala klinis sugestif kearah TB

3. Tuberkulin tes (mantoux test)

4. Gambaran radiologis yang sugestif kearah TB

5. Pemeriksaan bakteriologis: BTA, kultur, GeneXpert

6. Sistem skoring UKK Respirologi IDAI (kombinasi dari klinis dan

pemeriksaan penunjang)

Sistem skoring (terlampir)

1. Riwayat kontak dengan penderita TB dewasa

2. Uji tuberkulin

3. Berat badan/keadaan gizi

4. Demam

5. Batuk

6. Pembesaran kelenjar

7. Pembengkakan sendi

8. Gambaran radiologis

Diagnosis ditegakkan jika skor ≥ 6, pada kondisi skrofuloderma, kavitas, gibbus

diagnosis dapat ditegakkan tanpa menunggu sistem skoring.

Kondisi dan gejala khusus

TB perikarditis; takikardi, gagal jantung

TB skeletal ; gibbus

TB Kulit&kelenjar : skrfuloderma

Pada Meningitis TB dilakukan pungsi lumbal, gambaran pungsi lumbal yang

menunjukkan infeksi tuberkulosis:

1. Makroskopis: xantokrom/kekuningan

2. Protein normal/meningkat

3. Glukosa sangat menurun, 0 - <20% GDS

4. Dominasi sel MN

Pemeriksaan penunjang mikrobiologis dilakukan pada kondisi berikut:

1. Anak berusia >10 tahun

2. Semua anak dengan kecurigaan TB berat (TB ekstra paru, Meningitis TB, TB

Milier)

3. Semua anak yang mampu mengeluarkan sputum

4. Anak dengan HIV (+)

Pemeriksaan mikrobiologis meliputi: BTA, kultur atau GeneXpert

Spesimen didapat melalui: sputum langsung, induksi sputum, atau bilasan

lambung.

5 Diagnosis Kerja Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis Ekstra Paru

1. Meningitis TB

2. TB Milier

3. Spondilitis TB

4. Skrofuloderma

Page 21: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

21

5. TB Mata

6. TB Ginjal

7. TB Abdomen

8. Perikarditis TB

6 Diagnosis

Banding

Infeksi micobacterium atypik

7 Pemeriksaan

Penunjang

Pemeriksaan penunjang:

1. X-Foto Thoraks PA/AP – Lateral

2. Tuberkulin skin test (Mantoux test)

3. IGRA

4. Gene Xpert

5. Pemeriksaan mikrobiologi

Pengecatan BTA, Induksi sputum, bilasan lambung

6. X-Foto Polos abdomen (Peronitis TB)

7. X-Foto tulang belakang

8. CTScan (Meningitis/Encephalitis TB)

9. Histopatologis: biopsi jarum halus kelenjar, biopsi kulit

8 Terapi Suportif

1. Oksigenasi pada keadaan infeksi TB berat atau dengan gangguan

pernapasan

2. Infus cairan maintenance

3. Nutrisi adekuat

Kausatif

1. TB Paru/TB Kelenjar

a. Fase intensif : dosis tunggal selama 2 bulan, kombinasi

Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari

Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

Pirazinamid 30 – 40 (35) mg/kgBB/hari

b. Fase lanjutan : dosis tunggal selama 4 bulan, kombinasi

Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari

Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

2. TB dengan efusi pleura

Sama dengan diatas (1) + prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu

kemudian di tappering off bertahap

3. TB Anak dengan BTA (+)

a. Fase intensif : dosis tunggal selama 2 bulan, kombinasi

Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari

Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

Pirazinamid 30 – 40 (35) mg/kgBB/hari

Ethambutol 15 – 25 (20) mg/kgBB/hari, atau

Page 22: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

22

Streptomisin 15 – 45 (25) mg/kgBB/hari

b. Fase lanjutan : dosis tunggal selama 4 bulan, kombinasi

Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari

Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

4. TB Berat (TB Milier/dengan destroyed lung)

a. Fase intensif : dosis tunggal selama 2 bulan, kombinasi

Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari

Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

Pirazinamid 30 – 40 (35) mg/kgBB/hari

Ethambutol 15 – 25 (20) mg/kgBB/hari, atau

Streptomisin 15 – 45 (25) mg/kgBB/hari

b. Fase lanjutan : dosis tunggal selama 7-10 bulan, kombinasi

Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari

Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

c. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu kemudian tappering off

5. Meningitis TB/Peritonitis TB/Perikarditis TB

a. Fase intensif : dosis tunggal selama 2 bulan, kombinasi

Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari

Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

Pirazinamid 30 – 40 (35) mg/kgBB/hari

Ethambutol 15 – 25 (20) mg/kgBB/hari, atau

Streptomisin 15 – 45 (25) mg/kgBB/hari

b. Fase lanjutan : dosis tunggal selama 10 bulan, kombinasi

Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari

Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

c. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu kemudian tappering off

6. Spondilitis TB/TB Skeletal/Skrofuloderma/Tb mata

a. Fase intensif : dosis tunggal selama 2 bulan, kombinasi

Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari

Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

Pirazinamid 30 – 40 (35) mg/kgBB/hari

Ethambutol 15 – 25 (20) mg/kgBB/hari, atau

Streptomisin 15 – 45 (25) mg/kgBB/hari

b. Fase lanjutan : dosis tunggal selama 10 bulan, kombinasi

Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari

Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

9 Edukasi 1. Mencari sumber penularan dan melakukan pengobatan terhadap sumber

2. Asupan nutrisi ditingkatkan

3. Prognosis penyakit umumnya baik jika penatalaksanaan optimal

4. Meningkatkan pola hidup bersih, cuci tangan, tata kelola lingkungan yang

Page 23: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

23

optimal, ventilasi rumah diperbaiki

5. Hindari dari asap rokok

10 Kompetensi Dokter Spesialis Anak

12 Pustaka 1. World Health Organization. - Guidance for national tuberculosis

programmes on the management of tuberculosis in children. WHO; 2006

2. WHO, IUATLD. Guidance for national tuberculosis and HIV programmes on

the management of tuberculosis in HIV-infected children:

Recommendations for a public health approach. 2012

3. Luna JA. A Tuberculosis Guide for Specialist Physicians. IUATLD 2003

4. WHO. Guidance for national tuberculosis programmes on the management

of tuberculosis in children. WHO 2006

5. UKK Respirologi IDAI. Pedoman nasional tuberkulosis anak. Jakarta 2008

Page 24: NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020

24

PENUTUP

Dengan telah tersusunnya Panduan Praktik Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar

Prosedur Operasional bagi dokter spesialis Anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

dan fasilitas pelayanan kesehatan di RSI Sultan Agung.

Melalui panduan ini diharapkan terselenggara pelayanan medis yang efektif, efisien,

bermutu dan merata sesuai sumber daya, fasilitas, pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode

yang memadai. Semoga bermanfaat.

DIREKTUR UTAMA

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Dr. H. MASYHUDI AM., M.Kes.