Noise Induced Hearing Loss

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tenaga kerja akan mampu melaksanakan kegiatan dengan baik, apabila di antaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila petugas dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja akibatnya dapat dilihat dalam jangka waktu yang lama dan juga dari produktifitas tenaga kerja yang menurun. Salah satu risiko lingkungan kerja pada lingkungan fisik yang paling berpengaruh adalah kebisingan. Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam per hari, seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja no SE.01/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja. 1 Bising merupakan masalah utama kesehatan kerja di negara- negara industri. Lebih dari 20 juta orang Amerika terpapar bising 85 dB atau lebih. Beberapa peneliti yaitu Waugh dan Forcier mendapatkan data bahwa perusahaan kecil di Sydney mempunyai tingkat kebisingan 87 dB. 2 Di Indonesia, dampak paparan kebisingan di pabrik peleburan besi baja didapatkan prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) 31,55% pada tingkat paparan kebisingan 85-105 dB. Di 1

Transcript of Noise Induced Hearing Loss

Page 1: Noise Induced Hearing Loss

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tenaga kerja akan mampu melaksanakan kegiatan dengan baik, apabila di antaranya

ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan

baik atau sesuai apabila petugas dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman

dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja akibatnya dapat dilihat dalam jangka waktu

yang lama dan juga dari produktifitas tenaga kerja yang menurun. Salah satu risiko

lingkungan kerja pada lingkungan fisik yang paling berpengaruh adalah kebisingan. Bising

adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Di Indonesia, intensitas

bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam per hari,

seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja no SE.01/Men/1978 tentang

Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja.1

Bising merupakan masalah utama kesehatan kerja di negara-negara industri. Lebih

dari 20 juta orang Amerika terpapar bising 85 dB atau lebih. Beberapa peneliti yaitu Waugh

dan Forcier mendapatkan data bahwa perusahaan kecil di Sydney mempunyai tingkat

kebisingan 87 dB.2

Di Indonesia, dampak paparan kebisingan di pabrik peleburan besi baja didapatkan

prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) 31,55% pada tingkat paparan kebisingan 85-

105 dB. Di perusahaan plywood di Tangerang, paparan kebisingan mencapai 86,1-108,2 dB

dengan prevalensi NIHL sebesar 31,81%. 2

Berdasarkan hasil Medical Check Up di Tirta Medical Center periode 20 Juni 2011 –

14 Januari 2012, penurunan ambang dengar pada frekuensi nada tinggi termasuk sepuluh

besar kelainan terbanyak yang ditemukan selama Medical Check Up. Tercatat sebanyak 466

dari 4438 karyawan menderita penurunan ambang dengar pada frekuensi nada tinggi, 71

orang karyawan menderita tuli sensori neural, 58 orang menderita tuli konduktif dan 50 orang

menderita tuli campuran.

Program konservasi pendengaran pada PT. RAPP sudah berjalan, namun dari hasil

pengamatan dan wawancara awal dengan departemen LP & C dan Tirta Medical Center

program tersebut belum berjalan optimal. Penyuluhan yang dilakukan telah direncanakan

pada semua unit bisnis yang ada di PT. RAPP, namun dari hasil observasi kendala yang

ditemui masih kurang optimalnya kegiatan edukasi penggunaan alat pelindung telinga dan

tidak adanya sistem punishment pada pelanggaran yang dilakukan.

1

Page 2: Noise Induced Hearing Loss

2

Berdasarkan kenyataan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah

“optimalisasi edukasi pekerja terhadap penggunaan alat pelindung telinga dalam upaya

pencegahan NIHL di PT. RAPP Pangkalan Kerinci”.

1.2 Tujuan kegiatan

1.2.1 Tujuan umum

Optimalisasi edukasi pekerja terhadap penggunaan alat pelindung telinga dalam upaya

pencegahan NIHL di PT. RAPP Pangkalan Kerinci.

1.2.2 Tujuan khusus

1. Teridentifikasinya masalah kurang optimalnya edukasi pekerja terhadap

penggunaan alat pelindung telinga dalam upaya pencegahan NIHL di PT. RAPP.

2. Diketahuinya prioritas masalah tingkat pengetahuan pada karyawan terhadap

penggunaan alat pelindung telinga dalam upaya pencegahan NIHL di PT. RAPP

Pangkalan Kerinci.

3. Diperolehnya penyebab timbulnya masalah tingkat pengetahuan pada karyawan

terhadap pencegahan NIHL di PT. RAPP Pangkalan Kerinci.

4. Disusunnya upaya pemecahan alternatif di PT. RAPP Pangkalan Kerinci dalam

optimalisasi edukasi pekerja terhadap penggunaan alat pelindung telinga dalam

upaya pencegahan NIHL.

5. Terevaluasinya kegiatan pemecahan masalah kurang optimalnya edukasi pekerja

terhadap penggunaan alat pelindung telinga dalam upaya pencegahan NIHL di

PT RAPP Pangkalan Kerinci.

6. Diperoleh beberapa solusi dan strategi pemecahan masalah kurang optimalnya

edukasi pekerja terhadap penggunaan alat pelindung telinga dalam upaya

pencegahan NIHL di PT RAPP Pangkalan Kerinci.

Page 3: Noise Induced Hearing Loss

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bising

Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Dari

definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari

masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi,

bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Cacat pendengaran

akibat kerja (occupational deafness/noise induced hearing loss) adalah hilangnya sebahagian

atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua

telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus di lingkungan tempat kerja.1

2.1.1 Cara mengukur kebisingan

Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring

dengan bantuan alat adalah Noise Level Meter dan Noise Analyzer (untuk mengidentifikasi

paparan) dan peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan

untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.

Beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter,

sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk

permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup

banyak memberikan informasi.

1. Sound Level Meter (SLM)

SLM adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan yang

terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon

frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar

SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran

tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan

frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi

pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon

manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk

mengkompensasi perbedaan respon manusia.

Page 4: Noise Induced Hearing Loss

4

2. Octave Band Analyzer (OBA)

Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf

yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini

tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi,

maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan

satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain.

Oktaf standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800,

dan 4800-9600 Hz.

2.1.2 Dampak bising terhadap kesehatan

Bising dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan

psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Dampak kebisingan terhadap kesehatan

karyawan dijelaskan sebagai berikut :4

1. Gangguan fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus

atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10

mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki,

serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2. Gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur,

cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit

psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain.

3. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi

pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus

dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya karyawanan,

sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda

bahaya, gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga

kerja.

4. Gangguan keseimbangan

Page 5: Noise Induced Hearing Loss

5

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau

melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau

mual-mual.

5. Efek pada pendengaran

Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan

ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih

kembali bila menghindar dari sumber bising, namun bila terus menerus bekerja di tempat

bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan yaitu berupa intensitas

kebisingan, frekuensi kebisingan, lamanya waktu pemaparan bising, kerentanan individu,

jenis kelamin, usia, dan kelainan di telinga tengah. Etiologi dari tuli akibat kerja hampir 60%

disebabkan intensitas kebisingan yang tidak sesuai dengan lama paparan bising yang

diperkenankan.

2.1.3. Upaya Pengendalian Kebisingan

Berbagai upaya dalam pengendalian kebisingan :

1. Pengendalian Pada Sumber

Pengendalian kebisingan pada sumber mencakup perlindungan pada peralatan, struktur

dan karyawan dari dampak bising serta pembatasan tingkat bising yang boleh dipancarkan

sumber.8,9

2. Pengendalian Pada Media Rambatan

Pengendalian pada lintasan (media rambatan) adalah pengendalian diantara sumber dan

penerima kebisingan. Prinsip pengendaliannya adalah dengan melemahkan intensitas

kebisingan yang merambat dari sumber ke penerima dengan cara membuat hambatan-

hambatan. Ada dua cara pengendalian kebisingan pada lintasan yaitu out door noise control

dan indoor noise control.9

- Outdoor Noise Control

Pengendalian kebisingan di luar sumber suara adalah mengusahakan menghambat

rambatan suara di luar ruangan sedemikian rupa sehingga intensitas suaranya menjadi lemah.9

- Indoor Noise Control

Pengendalian di dalam ruang sumber suara adalah usaha menghambat rambatan suara

atau kebisingan di dalam ruangan atau gedung sehingga intensitas suara menjadi lemah.9

2.1.4 Pengendalian Kebisingan

Page 6: Noise Induced Hearing Loss

6

Pengendalian kebisingan pada manusia dilakukan untuk mereduksi tingkat kebisingan

yang diterima harian, sering disebut dengan personal hearing protection. Pengendalian ini

ditujukan pada karyawan pabrik atau mereka yang bertempat tinggal didekat jalan raya yang

ramai. Karena daerah utama kerusakan akibat kebisingan pada manusia adalah pendengaran

(telinga bagian dalam), maka metode pengendaliannya dengan memanfaatkan alat bantu yang

bisa mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga bagian luar dan bagian tengah,

sebelum masuk ke telinga bagian dalam. Cara yang biasa digunakan untuk pengendalian

kebisingan pada penerima adalah:9

a. Pengendalian secara teknis, yaitu mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising

menjadi berkurang suara yang menimbulkan bisingnya, menggunakan penyekat dinding

dan langit-langit yang kedap suara, mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber

kebisingan, substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising,

menggunakan fondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan yang goyang, dan

mengganti bagian-bagian logam dengan karet, modifikasi mesin atau proses dan merawat

mesin dan alat secara teratur dan periodik sehingga dapat mengurangi suara bising.

b. Pengendalian secara administratif, yaitu berupa kriteria atau tingkat baku kebisingan

untuk tindakan pencegahan yang menetapkan tingkat kebisingan maksimal yang

diperbolehkan dan lamanya kebisingan yang boleh diterima dalam kaitannya dengan

perlindungan pendengaran. Pengendalian secara administratif mempunyai tujuan untuk

mengendalikan tingkat dan lama kebisingan yang diterima oleh karyawan dengan

mengatur pola kerja sesuai lingkungannya

Pengendalian secara administratif yaitu berupa:

1. Pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu. Tenaga kerja di bagian tersebut hanya

melihat dari ruang berkaca yang kedap suara dan sesekali memasuki ruang berbising

tinggi, dalam waktu yang telah ditentukan, serta menggunakan APD (ear muff).

2. Pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada. Cara ini dilakukan untuk

mengurangi waktu pemajanan dan tingkat kebisingan, sehingga suara yang diterima

organ pendengaran karyawan, masih dalam batas aman.

Page 7: Noise Induced Hearing Loss

7

Tabel 1. Nilai ambang kebisingan menurut Kepmenaker No. KEP-51/MEN/1999 16

April 1999.

Angka dalam tabel di atas mengikuti ‘5 dB rule’, yakni apabila intensitas bising naik

atau turun 5 dB maka lama waktu pemaparan yang diperkenankan turun menjadi setengahnya

atau naik menjadi dua kali.

c. Pengendalian Secara Medis

Pemeriksaan audiometri sebaiknya dilakukan pada saat awal masuk kerja, secara

periodik, secara khusus dan pada akhir masa kerja.

Menurut Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (1987) adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan klinis

secara umum, pemeriksaan klinis terhadap telinga, dan tes audiometri yang sederhana.

2. Pemeriksaan berkala, meliputi riwayat penyakit secara pendek, pemeriksaan klinis

terhadap telinga, dan tes audiometri yang sederhana.

3. Pemeriksaan khusus, meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan klinis secara umum,

pemeriksaan klinis yang menyeluruh terhadap telinga, hidung dan tenggorokan, dan tes

Page 8: Noise Induced Hearing Loss

8

audiometri yang kompleks. Tes audiometri yang sederhana merupakan tes terhadap suara

mesin dengan hantaran udara yang dilakukan secara terpisah untuk masing-masing telinga

terhadap beberapa frekuensi tertentu (500, 1000, 2000, 4000 dan 6000 Hz). Tes audiometri

yang kompleks dilakukan dalam ruangan kedap suara dan masing-masing telinga terpisah

terhadap beberapa frekuensi (250, 500, 1000, 2000, 3000,4000, 6000 dan 8000 Hz) dan

sebelumnya orang yang akan diperiksa di isolir dalam ruang hampa suara selama 12 jam atau

lebih baik 16 jam.

2.2 Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan Indonesia

menetapkan nilai ambang batas (NAB) bising di tempat kerja sebesar 85 dBA. Bila NAB ini

dilampaui terus menerus dalam waktu lama maka akan menimbulkan noise induced hearing

loss (NHIL). NIHL adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang

bersifat menetap, mengenai satu atau dua telinga yang disebabkan oleh paparan bising yang

terus-menerus dilingkungan sekitarnya.2,3

2.2.1 Pembagian Tuli Akibat Bising

Ketulian akibat pengaruh bising ini dikelompokkan sebagai berikut:5

a. Temporary Threshold Shift = Noise-induced Temporary Threshold Shift = auditory fatigue

= TTS.

Ketulian ini bersifat non-patologis, sementara dengan waktu pemulihan bervariasi dan

reversible atau bisa kembali normal.

Penderita TTS ini bila diberi cukup istirahat, daya dengarnya akan pulih sempurna.

Untuk suara yang lebih besar dari 85 dB dibutuhkan waktu bebas paparan atau istirahat 3-7

hari. Bila waktu istirahat tidak cukup dan tenaga kerja kembali terpapar bising semula, dan

keadaan ini berlangsung terus menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap hari,

kemudian menjadi ketulian menetap. Untuk mendiagnosis TTS perlu dilakukan dua kali

audiometri yaitu sebelum dan sesudah tenaga kerja terpapar bising. Sebelumnya tenaga kerja

dijauhkan dari tempat bising sekurangnya 14 jam.

b. Permanent Threshold Shift (PTS) = Tuli menetap

Ketulian bersifat patologis dan menetap. PTS terjadi karena paparan yang lama dan

terus menerus. Ketulian ini disebut tuli perseptif atau tuli sensorineural. Penurunan daya

dengar terjadi perlahan dan bertahap yaitu :

Page 9: Noise Induced Hearing Loss

9

1) Tahap 1, yang timbul setelah 10-20 hari terpapar bising, tenaga kerja mengeluh

telinganya berbunyi pada setiap akhir waktu kerja.

2) Tahap 2, yaitu keluhan telinga berbunyi secara intermiten, sedangkan keluhan subjektif

lainnya menghilang. Tahap ini berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.

3) Tahap 3, terjadi dimana tenaga kerja sudah mulai merasa terjadi gangguan pendengaran

seperti tidak mendengar detak jam, tidak mendengar percakapan terutama bila ada suara

lain.

4) Tahap 4, ketika gangguan pendengaran bertambah jelas dan mulai sulit berkomunikasi.

Pada tahap ini nilai ambang pendengaran menurun dan tidak akan kembali ke nilai

ambang semula meskipun diberi istirahat yang cukup.

c. Tuli karena trauma akustik

Perubahan pendengaran terjadi secara tiba-tiba, karena suara impulsif dengan

intensitas tinggi, seperti letusan, ledakan dan lainnya. Diagnosis mudah dibuat karena

penderita dapat mengatakan dengan tepat terjadinya ketulian. Tuli ini biasanya bersifat akut,

tinitus, cepat sembuh secara parsial atau komplit.6

2.2.2 Akibat Ketulian Terhadap Aktivitas Sebagai Tenaga Kerja

Akibat ketulian terhadap aktivitas sebagai tenaga kerja dibedakan atas:6

1. Hearing Impairment

Didefinisikan sebagai kerusakan fisik telinga baik yang irreversible (NIHL/PTS)

maupun yang reversible (TTS).

2. Hearing Disability

Hearing disability didefinisikan sebagai kesulitan mendengarkan akibat hearing

impairment, misalnya problem komunikasi di tempat kerja, problem dalam mendengarkan

musik,problem mencari arah/asal suara dan problem membedakan suara.

Secara ringkas dapat dikatakan efek hearing impairment terhadap disability berbeda

pada setiap individu, tergantung fungsi psikologis dan aktivitas sosial yang bersangkutan.

3. Handicap

Ketidakmampuan atau keterbatasan seseorang untuk melakukan suatu tugas yang

normal dan berguna baginya. Menurut WHO diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Orientation handicap (ketidakmampuan/keterbatasan dalam mengikuti pembicaraan).

b. Physical independence handicap (ketidakmampuan/ keterbatasan untuk mandiri).

c. Orientation handicap (ketidakmampuan/keterbatasan dalam mengikuti pembicaraan).

Page 10: Noise Induced Hearing Loss

10

d. Physical independence handicap (ketidakmampuan/ keterbatasan untuk mandiri).

e. Occupational handicap (ketidakmampuan/keterbatasan dalam bekerja dan memilih

karir).

f. Economic self-sufficiency handicap.

g. Social integration handicap (ketidakmampuan/ keterbatasan dalam melakukan aktivitas

normal harian, seperti respons terhadap alarm atau pesan lisan).

h. Inability to cope with occupational requirement (ketidakmampuan/ keterbatasan yang

mengakibatkan berkurangnya penghasilan).

2.2.3 Gambaran Klinis

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech

discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekuensi tinggi dapat menyebabkan

kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi,

seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian

biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya

dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian

pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss) adalah:1

a. Bersifat sensorineural

b. Hampir selalu bilateral

c. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing loss). Derajat ketulian

berkisar antara 40 s/d 75 dB.

d. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang

signifikan.

e. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz,

dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekuensi 4000 Hz.

f. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000Hz

akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 –15 tahun. Selain pengaruh terhadap

pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non auditory

seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur

sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.

2.2.4 Diagnosis1

Didalam menegakkan diagnosis NIHL, ahli THT harus melakukan anamnesis yang

teliti, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan audiologik. Dari anamnesis didapati riwayat

Page 11: Noise Induced Hearing Loss

11

pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup

lama, biasanya lebih dari 5 tahun. Sedangkan pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan

kelainan. Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke

telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya

adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga. Ketulian timbul secara

bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang biasanya terjadi dalam 8 – 10 tahun

pertama paparan. Pemeriksaan audiometrik nada murni didapatkan tuli sensorineural pada

frekuensi tinggi (umumnya 3000 – 6000 Hz) dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat

takik (notc) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. Sedangkan, pemeriksaan audiologi

khusus seperti SISI ( Short Increment Sensitivity Index ), ABLB (Alternate Binaural

Loudness Balance ) dan Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen

(recruitment) yang khas untuk tuli saraf koklea. Untuk menegakkan diagnosis klinik dari

ketulian yang disebabkan oleh bising dan hubungannya dengan karyawan, maka seorang

dokter harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut :

1. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya.

2. Riwayat karyawanan, jenis karyawanan dan lamanya bekerja.

3. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran.

4. Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising yang

menyebabkan ketulian.

5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja. Pentingnya

mengetahui tingkat pendengaran awal para karyawan dengan melakukan pemeriksaan

audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram menunjukkan ketulian, maka dapat

diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat kerja.

6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial seperti

riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnya.

2.2.5. Tatalaksana

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari

lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung

telinga yaitu berupa sumbat telinga ( ear plugs ), tutup telinga ( ear muffs ) dan pelindung

kepala (helmet ).1

Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap

(irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi

dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar ( ABD ).

Page 12: Noise Induced Hearing Loss

12

Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak

dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat

menerima keadaannya. Latihan pendengaran ( auditory training ) juga dapat dilakukan agar

pasien dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan

membaca ucapan bibir ( lip reading ), mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat

untuk dapat berkomunikasi.1,5

2.3 Hearing conversation program

Hearing conversation programme adalah program yang bertujuan untuk mencegah

atau mengurangi kerusakan atau kehilangan pendengaran tenaga kerja akibat kebisingan

ditempat kerja. Salah satu tujuan konservasi pendengaran adalah mengetahui status kesehatan

pendengaran tenaga kerja yang terpajan bising berdasarkan data .7

Program tersebut terdiri atas 7 komponen yaitu:

1. Indentifikasi dan analisis sumber bising

Identifikasi dan analisis sumber bising biasanya dilakukan dengan alat Sound Level

Meter (SLM) yang dapat mengukur kebisingan secara sederhana. Tujuan survei kebisingan

adalah untuk mengetahui adanya sumber bising yang melebihi nilai ambang batas yang

diperkenankan.

2. Kontrol kebisingan dan kontrol administrasi

Kontrol kebisingan meliputi penggantian mesin yang tingkat bisingnya tinggi,

melakukan isolasi sumber bising dengan menggunakan Sound Box. Kontrol administrasi

dengan merotasi tempat kerja, pengaturan produksi dengan cara menghindari bising yang

konstan, menggunakan kontrol dan monitor kebisingan.

3. Tes audiometri berkala

Pemeriksaan audiometri pemeriksaan pendengaran menggunakan audiometri nada murni

karena mudah diukur. Terdapat 3 keabsahan pemeriksaan audiometri yaitu alat audiometer

yang baik, lingkungan pemeriksaan yang tenang dan keterampilan pemeriksa yang handal.

4. Alat pelindung diri.

Page 13: Noise Induced Hearing Loss

13

Apabila pengendalian secara teknis dan administratif belum dapat mereduksi tingkat dan

lama kebisingan yang diterima maka digunakan alat pelindung kebisingan yaitu ear plug atau

ear muff.10

Tindakan yang terpenting dalam pengendalian kebisingan adalah dengan mengurangi tingkat

bunyi dengan cara-cara teknis, baik korektif (peredam bunyi, panel anti pantulan, lapis

pelindung, pelindung kepala dll) atau lebih baik denganmerancang mesin-mesin yang kurang

bising. Perlindungan individual memerlukan pendidikan dan persuasi para pekerja untuk

menggunakan alat pelindung sumbat telinga plastik yang terkadang tidak mudah diterima

pemakai dan sumbat sekali pakai dari lilin, dapat mengurangi tingkat bising antara 8–30 dB.

Pelindung telinga tipe gumpalan kapas dan headphone lebih efektif (pengurangan 20–40 dB).

Walaupun alat-alat ini tidak nyaman dipakai, tetapi penting bila ada paparan singkat terhadap

tingkat bunyi yang sangat tinggi.

Pemakaian alat pelindung telinga merupakan alternatif terakhir bila pengendalian

yang lain telah dilakukan. Tenaga kerja dilengkapi dengan sumbat telinga (ear plug) atau

penutup telinga (ear muff) disesuaikan dengan jenis pekerjaan, kondisi dan penurunan

intensitas kebisingan yang diharapkan.

Potensi bahaya yang terdapat disetiap perusahaan berbeda-beda. Hal ini tergantung

pada jenis produksi, jenis teknologi yang digunakan, bahan produksi dan proses produksi.

Alat pelindung diri yang telah dipilih hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai

berikut:

1. Dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya

2. Berbobot ringan

3. Dapat dipakai secara fleksibel (tidak membedakan jenis kelamin)

4. Tidak menimbulkan bahaya tambahan

5. Tidak mudah rusak

6. Memenuhi standar dari ketentuan yang ada

7. Pemeliharan mudah

8. Penggantian suku cadang mudah

9. Tidak membatasi gerak

10. Rasa “tidak nyaman” tidak berlebihan (rasa tidak nyaman tidak mungkin hilang sama

sekali, namun diharapkan masih dalam batas toleransi)

11. Bentuknya cukup menarik

Alat pelindung telinga berfungsi sebagai penghalang (barier) antara sumber bising

dan telinga bagian dalam, juga melindungi telinga dari ketulian akibat kebisingan.

Page 14: Noise Induced Hearing Loss

14

Secara umum alat pelindung telinga dibedakan menjadi :

1. Sumbat telinga (ear plug)

2. Tutup telinga (ear muff)

Biasanya ear muff atau ear plug ini terbuat dari bahan yang tidak mudah tergores, tidak

beracun dan tidak mudah menguap serta memiliki pengerutan, pengerasan atau retakan yang

minimum.

a. Sumbat telinga (ear plug)

Ear plug adalah jenis alat pelindung telinga yang dipasang secara langsung ke kanal

atau ke saluran telinga. Ear plug mempunyai bermacam konfigurasi dan terbuat dari karet,

plastik atau cotton. Tepat atau tidaknya pemasangan tergantung pada kemampuan membuat

kontak sepanjang seluruh luasan dinding saluran telinga, dan ini membutuhkan tekanan

keluar yang dilakukan alat tehadap dinding saluran.

b. Tutup telinga (ear muff)

Ear muff adalah domes atau kubah plastik yang menyelimuti telinga dan dihubungkan

dengan pita pegas/per. Pita tersebut dapat disesuaikan dengan bervariasi bentuk, ukuran

kepala dan posisi telinga serta mampu memberikan ketegangan antara kepala dan kubah

sehingga tetap terjaga kerapatannya.10

Alat ini dapat melindungi bagian luar telinga (daun telinga) dan alat ini lebih efektif dari

sumbat telinga, karena dapat mengurangi intensitas suara hingga 20 samapi dengan 30 dBA.

Terbuat dari cup yang menutupi daun telinga. Agar tertutup rapat, pada tepi cup dilapisi

dengan bantalan dari busa. Tingkat attenuation yang efektif bergantung pada kualitas bahan

cup tersebut.10

Tingkat perlindungan (degree of protection) yang akan diberikan oleh alat pelindung

telinga ditentukan oleh:

1. Jenis alat pelindung yang dipakai

2. Keadaan dari alat

3. Cara pemakaian

4. Cara pemeliharaan

5. Lamanya alat tersebut dipakai waktu kerja

Page 15: Noise Induced Hearing Loss

15

5. Motivasi dan edukasi karyawan.

Komunikasi, informasi, motivasi dan edukasi sebaiknya diberikan tidak hanya kepada

karyawan tetapi juga pada pimpinan perusahaan. Tujuan motivasi dan edukasi adalah untuk

memberi pengetahuan dan memberi motivasi agar program pencegahan gangguan

pendengaran menjadi kebutuhan bukan paksaan.

6. Pencatatan dan pelaporan data

Pencatatan dan pelaporan hasil survei intensitas bising meliputi analisis frekuensi sumber

bising, denah lingkungan kerja, sumber bising, lama pajanan, kelompok karyawanan, dosis

pajanan harian dan upaya pengendalian.

7. Evaluasi program

Indikator kesuksesan dapat diukur dengan beberapa parameter antara lain kepatuhan

pelaksanaan program, tingkat kebisingan dilingkungan kerja, insidens dan prevalensi kasus

NIHL.

Page 16: Noise Induced Hearing Loss

16

BAB III

KEGIATAN PROYEK OPTIMALISASI EDUKASI PEKERJA TERHADAP

PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG TELINGA DALAM UPAYA

PENCEGAHAN NIHL PADA KARYAWAN

PT RAPP PANGKALAN KERINCI

3.1 Plan

Kegiatan plan dilaksanakan pada tanggal 4 Mei - 11 Mei 2012 dengan melakukan

wawancara dan observasi dengan manajer Tirta Medical Center dan staf Loss Prevention &

Control Departement (LP & C Dept), kemudian dilakukan identifikasi masalah berupa

optimalisasi edukasi pekerja terhadap penggunaan alat pelindung telinga berdasarkan

Program Konservasi Pendengaran, telah diidentifikasi salah satu prioritas masalah yang

mendasari pelayanan kesehatan terhadap NIHL.

3.1.1 Identifikasi masalah

Proses identifikasi masalah didapatkan melalui metode –metode berikut :

1. Wawancara dengan dokter perusahaan dari pihak LP&C

2. Observasi langsung kegiatan pabrik di RAPP

3. Pengambilan data sekunder mengenai penyakit akibat kebisingan di Medical Record

berikut ini adalah beberapa masalah yang berhasil diidentifikasi, antara lain :

Tabel 3.1 Identifikasi masalah pencegahan Noise Induced Hearing Loss (NIHL) terhadap awareness karyawan PT.RAPP Town Site I.

No Aspek yang dinilai Masalah Evidence Based1 Kegiatan edukasi

dan motivasiKurang optimalnya edukasi dan motivasi pentingnya alat pelindung telinga dalam mencegah NIHL

Dari wawancara dengan staff LP&C manajer Tirta Medical Center dan observasi didapatkan :1. Dokter perusahaan PT.RAPP

telah melakukan suatu upaya pendidikan dan motivasi untuk mencegah NIHL di mana training terhadap pencegahan NIHL telah diberikan kepada new member dan juga dilakukan kepada karyawan lama setiap 6 bulannya, namun diklat tersebut tidak optimal karena banyaknya pekerja yang

Page 17: Noise Induced Hearing Loss

17

tidak disiplin hadir mengikuti diklat tersebut.

2. Berdasarkan hasil pembagian kuisioner didapatkan 9 orang dari 15 orang (60%) responden mempunyai pengetahuan kurang tentang NIHL

3. Tidak adanya indikator kerberhasilan yang dilakukan setelah pemberian penyuluhan ataupun pelatihan terhadap pentingnya penggunaan APD khusus nya alat pelindung telinga.

2 Kegiatan penyuluhan penggunaan alat pelindung telinga

Belum optimalnya upaya penyuluhan penggunaan alat pelindung telinga

Dari wawancara dengan staff LP & C dan karyawan didapatkan kurangnya akses informasi bagi karyawan tentang pentingnya alat pelindung telinga untuk mencegah NIHL.

3.1.2 Penentuan prioritas masalah

Prioritas masalah ditentukan berdasarkan sistem seleksi yang menggunakan dua unsur,

yaitu (urgensi/kepentingan, solusi, kemampuan anggota mengubah, biaya) dan skor

(nilai1,2,dan 3).

1. Urgensi/kepentingan

a. Nilai 1tidak penting

b. Nilai 2 penting

c. Nilai 3 sangat penting

2. Solusi

a. Nilai 1 tidak mudah

b. Nilai 2 mudah

c. Nilai 3 sangat mudah

3. Kemampuan anggota mengubah

a. Nilai 1 tidak mudah

b. Nilai 2 mudah

c. Nilai 3 sangat mudah

4. Biaya

Page 18: Noise Induced Hearing Loss

18

a. Nilai 1 tinggi

b. Nilai 2 sedang

c. Nilai 3 rendah

Kriteria dan skor ditetapkan berdasarkan kesepakatan kelompok. Total skor dari

masing-masing kriteria merupakan penentu prioritas masalah, yaitu masalah dengan total

paling tinggi sebagai ranking pertama dan menjadi prioritas masalah dicari penyelesaian

masalahnya.

Tabel 3.2 Penentuan prioritas masalah

Kriteria masalah urgensi Solusi Kemampuan

untuk

mengubah

Biaya Total Rank

Rendahnya pengetahuan

karyawan terhadap NIHL

berdasarkan kuesioner awal

yang dibagikan.

3 3 2 2 36 I

Belum optimalnya

penyuluhan tentang

penggunaan alat pelindung

telinga pada karyawan PT.

RAPP Pangkalan Kerinci

2 3 2 2 24 II

Media informasi yang

terbatas2 2 2 1 8 III

Kurangnya staff LP & C

yang harus mengawasi

pekerja terhadap unsafe act.

2 1 1 1 5 IV

Berdasarkan perhitungan total skor masing-masing kriteria untuk setiap masalah,

didapatkan prioritas masalah yang menduduki ranking 1 rendahnya tingkat pengetahuan

karyawan terhadap NIHL.

3.1.3 Analisis penyebab masalah

Setelah ditetapkan pioritas masalah, berdasarkan sistem seleksi di atas, dilakukan

analisis penyebab masalah dari berbagai masalah, yaitu :

Tabel 3.3 Analisis Penyebab Masalah

Page 19: Noise Induced Hearing Loss

19

No Masalah Penyebab timbulnya masalah

Evidence Based

1. Rendahnya pengetahuan karyawan terhadap NIHL

Market : Tingkat pengetahuan karyawan PT.RAPP mengenai NIHL masih kurang.

Metode : Penyuluhan tidak terlaksana sesuai jadwal.

Material : Media informasi yang teratas

Man : Kurangnya jumlah staff LP & C sehingga pengawasan akan bahaya kerja terhadap pekerja belum optimal.

Kurangnya dokter LP&C yang mengurus diklat

Wawancara dan observasi dengan staff LP&C (9 Mei 2012)- Hal ini didukung dengan hasil dari inspeksi secara langsung ke tempat kerja yaitu ada sebanyak 9 orang dari 15 orang responden (60%) mempunyai pengetahuan kurang tentang NIHL.

Wawancara dan observasi dengan staff LP&C (9 Mei 2012)- Jadwal kegiatan penyuluhan

mengenai NIHL yang telah direncanakan tiap 6 bulan untuk tiap unit yang memiliki risiko tinggi NIHL hanya terlaksana pada beberapa unit, dan tidak semua karyawan dapat hadir.

Wawancara dan observasi dengan staff LP&C (9 Mei 2012)- Media informasi mengenai NIHL hanya berupa informasi melalui public messenger sehingga tidak semua karyawan dapat mengakses informasi tersebut dengan mudah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan staff LP & C Dept didapatkan bahwa :- Pengawasan akan bahaya unsafe act yang dilakukan pekerja belum optimal dikarenakan terbatasnya tenaga kerja LP&C dalam melakukan pengawasan penggunaan APD didaerah kebisingan. Tenaga LP&C sebanyak 36 orang yang harus mengawasi 4650 orang karyawan (1 orang safety mengawasi 40 pekerja, namun kenyataannya orang safety mengawasi ± 400 orang karyawan).

- Hanya ada satu dokter LP&C yang mengurusi masalah diklat untuk karyawan PT.RAPP

Page 20: Noise Induced Hearing Loss

20

mengenai Hearing Conversation Program

Page 21: Noise Induced Hearing Loss

21

Di bawah ini dapat dilihat hubungan antara keempat faktor tersebut dengan menggunakan fishbone Ishikawa.

Belum optimalnya tingkat pengetahuan pekerja PT.RAPP Pangkalan Kerinciterhadap pencegahan NIHL

Method

Penyuluhan tidak terlaksana sesuai jadwal

Material

Tidak ada media informasi yang mudah diakses

Market

Tingkat pengetahuan karyawan PT.RAPP mengenai NIHL masih kurang

Man

Kurangnya jumlah staff LP & C dan dokter LP&C terhadap pengawasan bahaya kerja dan diklat

Page 22: Noise Induced Hearing Loss

22

3.1.4 Alternatif pemecahan masalah

Selanjutnya setelah analisis penyebab masalah, direncanakan beberapa strategi dan alternatif pemecahan

masalah seperti terlihat pada tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Strategi dan alternatif pemecahan masalah & plan of action

No Masalah/penyebab masalah

Alternatif pemecahan masalah

Tujuan Sasaran Tempat Pelaksana kegiatan

Waktu Kriteria keberhasilan

1 Kurangnya pengetahuan pekerja mengenai NIHL berdasarkan kuesioner awal

Merekomendasikan diadakannya penyuluhan yang dilakukan secara terus-menerus dan kontinyu

Tugas dalam pengevaluasian dan pengambilan keputusan terhadap hasil audiometri dapat terlaksana serta berperan dalam upaya pelayanan promotif/ preventif mengenai NIHL

HRD PT.RAPP

PT-RAPP

Dokter muda IKM-IKK FK UR

Mei 2012

Jangka pendek : Diterimanya rekomendasi oleh pihak PT RAPP

Jangka panjang : diadakanya penyuluhan dan memberikan informasi terbaru mengenai NIHL secara berkala

No

Masalah/penyebab masalah

Alternatif pemecahan masalah

Tujuan Sasaran Tempat Pelaksana kegiatan

Waktu

Kriteria keberhasilan

2 Media informasi yang terbatas

Merancang dan menyebarkan media informasi berupa leaflet dan

Tersampaikannya informasi pentingnya mengenai penggunaan APT untuk mencegah NIHL

Karyawan

PT-RAPP

Dokter muda IKM-IKK FK UR

Mei 2012

Jangka pendek : tersedianya leaflet dan poster

Jangka

Page 23: Noise Induced Hearing Loss

23

poster mengenai Alat Pelindung Telinga

panjang : digunakannya media informasi tersebut untuk meningkatkan pengetahuan karyawan mengenai bahaya kebisingan dalam upaya promotif atau preventif NIHL

No

Masalah/penyebab masalah

Alternatif pemecahan masalah

Tujuan Sasaran Tempat Pelaksana kegiatan

Waktu

Kriteria keberhasilan

3. Hanya ada satu dokter perusahaan yang mengurusi mengenai diklat tentang NIHL

Merekomendasikan dibentuknya tim khusus yang menjalankan suatu diklat mengenai

Dibentuknya suatu tim khusus yang menjalankan diklat

LP&C PT-RAPP

Dokter muda IKM-IKK FK UR

Mei 2012

Jangka pendek : Diterimanya rekomendasi oleh pihak

Page 24: Noise Induced Hearing Loss

24

NIHL mengenai NIHL kepada karyawan PT RAPP

RAPP

Jangka panjang : terbentuknya tim khusus mengenai diklat tentang NIHL

Page 25: Noise Induced Hearing Loss

25