NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

79
NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL MANAR DAN AL MARAGHI ) SKRIPSI DI Susun Oleh : FAISAL HAITOMI Nim : UT.150196 PRODI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2018

Transcript of NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

Page 1: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL MANAR DAN AL MARAGHI )

SKRIPSI

DI Susun Oleh :

FAISAL HAITOMI

Nim : UT.150196

PRODI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2018

Page 2: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …
Page 3: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …
Page 4: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …
Page 5: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …
Page 6: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk orang yang sangat kusayangi, bapak Sa’arudin dan

ibu Hasramah, serta adik tercinta Anggia Muharani dan Hani Febriani, sebagai tanda bakti,

dan terima kasih yang tiada terhingga, terima kasih atas segala dukungan, dan cinta kasih

yang tiada terhingga untuk kalian penyemangatku.

Ku persembahkan juga untuk seluruh guru yang telah mengajariku dari awal mula

tanpa mengenal satu huruppun, terima untuk seluruh guru sekolah Dasar ( SD ) 271/6 Desa

Sekancing Ilir, guru-guru madrasah Tsanawiyah (MTS) dan Madrasah Aliyah (MA) Al-

Mujahadah, serta seluruh bapak / ibu dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, terima

kasih atas segala ilmu, didikan, dan pengalaman yang sangat berarti.

Tidak lupa pula terima kasih kepada teman seperjuangan Ilmu al Quran dan Tafsir

Tahun Angkatan 2015, semoga kita semua selalu dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa.

vi

Page 7: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realita bahwa terjadinya perbedaan penafsiran terhadap ayat-ayat pernikahan beda agama antara tafsir al Manar dan al Maraghi, padahal antara tafsir al Manar dan al Maraghi adalah dua tafsir yang dikarang oleh guru dan murid yaitu Muhammad Abduh dan Ahmad Mustafa al Maraghi. Hal ini mendorong penulis untuk mengemukakan bagaimana penafsiran antara tafsir al Manar dan al Maraghi terhadap ayat-ayat pernikahan beda agama, dan apakah perbedaan penafsiran antara tafsir al Manar dan al Maraghi.

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah ( library research) dengan menggunakan teknik analisis komparatif, yaitu mencoba mendeskripsikan konstruksi tafsir tersebut, lalu dianalisa secara kritis, serta mencari sisi persamaan dan perbedaan antara kedua tafsir tersebut. Adapun metode yang penulis gunakan dalam menganalisis permasalahan ini adalah metode muqarran / perbandingan.

Hasilnya penulis menemukan bahwa ketika menafsirkan ayat-ayat pernikahan beda agama pada surah al Baqarah ayat 221, baik tafsir al Manar maupun tafsir al Maraghi memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada kesimpulan yang dimbil keduanya yaitu mengharamkan pernikahan pria muslim dan wanita musyrik. Dan perbedaan antara keduanya terletak pada pemahaman dan pendekatan yang mereka gunakan dalam menafsirkan ayat tersebut. Dalam tafsir al Manar menafsirkan kata musyrikah pada ayat 221 dengan wanita musyrik arab saja, karena menggunakan pendekatan al ‘ibrah bi khusus al sabab la bi ‘umum al lafzi. Sedangkan dalam tafsir al Maraghi memahami kata musyrikah pada ayat 221 dengan wanita musyrik secara umum, karena menggunakan pendekatan al ‘ibrah bi ‘umum al lafzi la bi khusus al sabab. Sedangkan dalam menafsirkan surah al Maidah ayat 05 juga terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada kasimpulan yang dikemukakan kedua tafsir tersebut bahwa boleh hukumnya menikahi wanita ahli kitab. Sedangkan perbedaan keduanya terletak pada pemahaman tentang ahli kitab dan kata mukhshanat dalam ayat tersebut. Dalam tafsir al Manar memahami ahli kitab dengan bahwa wanita semua agama yang mempunyai kitab, dan kata mukhsanat dengan wanita baik-baik. Sedangkan dalam tafsir al Maraghi memahami ahli kitab yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah khusus kepada wanita kaum Yahudi dan Nasrani saja, dan kata mukhsanat difahami dengan wanita yang merdeka.

vii

Page 8: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat

Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunianya berupa kesehatan dan kekuatan

lahir batin sehingga penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini dengan judul NIKAH BEDA

AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL MANAR DAN AL MARAGHI).

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi akhir zaman

yaitu Nabi Muhammad SAW. Untuk segala keluarga serta para sahabt beliau yang senantiasa

iatiqamah dalam perjuangan Islam. Semoga kita menjadi hamba-hamba pilihan laksana

mereka.

Selanjutnya, penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis telah

dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih

kepada beberapa pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini hingga selesai. Penulis

menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluargaku yang

telah menjaga , mendidik, menyayangi, dan senantiasa selalu mendoakan penulis sehingga

karya ini dapat terselesaikan.

Dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tulus dan

ikhlas kepada :

1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi.

2. Bapak Prof. Dr.H. Sua’idi Asy’ari, MA Ph.D, Bapak Dr. H. Hidayat M. Pd, Ibu

Dr. Hj. Fadhlilah, M. Pd selaku wakil rektor I,II,III, UIN STS Jambi.

3. Bapak Dr. H. Abd. Ghaffar, M. Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi

Agama UIN STS Jambi.

4. Bapak Dr. Masiyan M Syam M. Ag selaku wakil dekan I dan bapak H. Abdullah

Firdaus, Lc., MA., Ph.D Selaku wakil dekan II, dan bapak Dr. Pirhat Abbas, M.

Ag selaku wakil dekal III Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama.

5. Ibu Ermawati, MA selaku kepala prodi Ilmu al Quran dan Tafsir UIN Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi.

Page 9: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

6. Bapak Dr. H. Abd Ghaffar M, Ag selaku pembimbing I dan ibu Sajida Putri S.

Ud, M, HUM selaku pembimbing II.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi semoga ilmu yang diberikan kepada penulis dapat diamalkan

sebagaimana mestinya.

8. Seluruh Karyawan dan Karyawati dilingkungan akademik Fakultas Ushuluddin

dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa, semoga amal ibadah semua pihak dapat diterima

dan dicatat oleh Allah SWT, sebagai amal shaleh dan mendapatkan balasan sebaik-baiknya.

Tidak ada sesuatu yang sempurna didunia ini melainkan Allah yang maha sempurna.

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan kritik

dan saran dalam penulisan skripsi ini. Dan penulis berharap semoga tulisan ini mempunyai

nilai guna dan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jambi, Oktober 2018

Penulis

FAISAL HAITOMI

UT.150196

ix

Page 10: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

DAFTAR ISI SEMENTARA

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................i

NOTA DINAS ......................................................................................................................ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .......................................................iii

PENGESAHAN ....................................................................................................................iv

MOTTO .................................................................................................................................v

PERSEMBAHAN ................................................................................................................vi

ABSTRAK ............................................................................................................................vii

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................viii

DAFTAR ISI .........................................................................................................................x

PEDOMAN TRANSLITERASI ..........................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................5 B. Pokok Masalah ..............................................................................................5 C. Rumusan Masalah .........................................................................................5 D. Batasan Masalah ............................................................................................5 E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ..................................................................5 F. Tinjauan Pustaka ............................................................................................6 G. Metode Penelitian ..........................................................................................8 H. Sistematika Penulisan ....................................................................................10

BAB II BIOGRAFI MUFASSIR DAN KITAB TAFSIR

1. Muhammad Abduh a. Potret Kehidupan dan Perjalanan Intelektual .......................................12 b. Karya-Karya Muhammad Abduh .........................................................17

2. Sayyid Rasyid Ridha a. Potret Kehidupan Dan Perjalanan Intelektual ......................................17 b. Karya-Karya Sayyid Rasyid Ridha ......................................................22 c. Tafsir Al Manar ....................................................................................22

1. Latar Belakang Penulisan ..........................................................22 2. Metode dan Corak .....................................................................24 3. Sistematika Penulisan ................................................................25

3. Ahmad Mustafa al Maraghi a. Potret Kehidupan Dan Perjalanan Intelektual ....................................26 b. Karya-Karya al Maraghi .....................................................................28 c. Tafsir al Maraghi ................................................................................29

Page 11: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

1. Latar Belakang Penulisan .......................................................29 2. Metode dan Corak ..................................................................30 3. Sistematika Penulisan .............................................................30

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DAN PERNIKAHAN BEDA

AGAMA A. Pengertian Pernikahan Secara Umum .............................................................32 B. Pengertian Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif al-Qur’an ..................35 C. Pandangan Ulama Tentang Pernikahan Beda Agama .....................................38

BAB IV KOMPARASI PENAFSIRAN AYAT-AYAT PERNIKAHAN BEDA AGAMA

A. Penafsiran Dalam Tafsir al Manar Terhadap Ayat-ayat Nikah Beda Agama ..42 1. Surah al Baqarah ayat 221 ...................................................................42 2. Surah al Maidah ayat 05 ......................................................................45 3. Surah al Mumtahanah ayat 10 .............................................................48

B. Penafsiran Al Maraghi Terhadap Ayat Nikah Beda Agama ...........................49 1. Surah al Baqarah ayat 221 ..................................................................49 2. Surah al Maidah ayat 05 ......................................................................50 3. Surah al Mumtahanah ayat 10 .............................................................52

C. Persamaan Dan Perbedaan Metodologi dan Isi Penafsiran .............................55 D. Analisis Penulis Terhadap Perbedaan Penafsiran al Manar dan al Maraghi ...58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................... B. Saran-Saran ........................................................................................................... C. Penutup .................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN CURICULUM VITAE

Page 12: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

TRANSLITERASI

A. Alfabet

Arab Indonesia Arab Indonesia

‘ t

b Z

t ‘

th gh

j f

h q

kh k

d l

dh m

r n

z h

s w

sh ,

s y

d

B. Vokal dan Harkat

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

A a i

U a aw

I u ay

Page 13: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

C. Ta’ Marbutah

Tarnsliterasi untuk Ta Marbutah ini ada tiga macam :

1. Ta’ Marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya

adalah /h/.

Arab Indonesia

Salah

Mir’ah

2. Ta Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan dommah,

maka tarnsliterasinya adalah /t/.

Arab Indonesia

Wizarat al-Tarbiyah

Mir’at al-zaman

3. Ta Marbutah yang berharakat tanwin maka transliterasinya adalah /tan/tin/tun.

Arab Indonesia

Page 14: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui dan diyakini, al Qur‟an diturunkan Allah SWT

sebagai petunjuk dan pembimbing makhluk-makhluknya di setiap ruang dan

waktu. Al Qur‟an juga mengantarkan dan mengarahkan mereka ke jalan yang

paling lurus.1 Allah berfirman :

“Sesungguhnya al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang

lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min

yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar

(Qs.al-Isra 9).2

Agar fungsi-fungsi al-Qur‟an tersebut dapat terwujud, maka kita harus

menemukan makna-makna firman Allah SWT saat menafsirkan al-Qur‟an,

sebagaimana para sahabat Rasulullah SAW dahulu telah menemukan makna-

maknanya sesuai dengan masa dan tempat mereka.3

Tafsir dan wawasan al-Qur‟an tentu tidak terlepas dari pembicaraan

metodologi tafsirnya.4 Menurut gagasan Abdul Hay al-Farmawi dalam bukunya,

al-Bidayah Fi al-Tafsir al-Maudu‟iy, terdapat empat metode tafsir yang menjadi

pijakan dalam memahami al-Qur‟an, yang dikenal yaitu metode ijmali (global),

metode tahlily (analitis), metode muqarrin (perbandingan), metode maudu‟iy

(tematik).5 Metodologi tafsir bagi para mufassir merupakan sebuah alat bantu

untuk memahami kasus-kasus dalam studi Islam (Islam Studies). Metode tafsir

yang berkembang saat ini, sebagaimana yang diungkap di atas adalah metode

1 Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Tafsir,(Jakarta: AMZAH 2010) hlm, 3.

2 Depag RI , Al Qur‟an Dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara

Penterjemah/Pentafsir Al Qur‟an 1971) hlm, 570. 3 Rahman Dahlan, Ibid, hlm 3

4 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al Quran dan Tafsir, (Yogyakarta : CV. Idea

Sejahtera) 2015 hlm, 17-18. 5 Hasbullah Diman, Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif Tafsir, Vol. XI, No,2

Sept-Jan 2016, hlm 1.

Page 15: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

2

kontekstual yang menurut Islah Gusmian sama dengan pendekatan sejarah sosial

(sosial historis). 6

Al-Qur‟an bagi umat Islam adalah sumber utama untuk semua sisi

kehidupan, sekaligus menjelaskan berbagai prinsip baik yang berkaitan dengan

hubungan vertikal individu dengan Tuhan maupun hubungan horizontal antara

individu dengan masyarakat. Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, semua

persoalan yang berkenaan dengan masalah tersebut dengan mudah dapat

diselesaikan. Keadaan tersebut sangat berbeda dengan zaman sesudahnya,

sehubungan dengan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi, umat Islam

berusaha untuk memahami dan menjelaskan isi kandungan al-Qur‟an untuk

diselaraskan dengan situasi yang ada, sampai saat ini era modern kontemporer.7

Salah satu persoalan yang menjadi polemik saat ini adalah fenomena

pernikahan beda agama. Dalam al-Qur‟an pembahasan tentang pernikahan beda

agama ini terdapat dalam beberapa ayat di beberapa surah yaitu, surah al-Baqarah

[2] 221, dan al-Maidah [5] 5. Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang

pernikahan beda agama. Pernikahan beda agama disini adalah pernikahan antara

laki-laki muslim dengan perempuam musyrik. Peristiwa di atas menyangkut

perkawinan antar agama yang dapat meliputi : perkawinan orang beragama islam

(pria/wanita) dengan orang yang beragama non Islam (pria/wanita). Perkawinan

antar agama yang dimaksud antara lain adalah :

1. Calon isteri beragama Islam dan calon suami tidak beragama Islam,

baik ahlul kitab maupun musyrik.

2. Calon suami beragam Islam dan calon isteri tidak beragama Islam, baik

ahlul kitab maupun musyrik.8

Perkawinan beda agama secara fakta bukanlah isu baru di Indonesia.

Namun, secara historis nikah beda agama ini telah menjadi perdebatan di

kalangan tokoh-tokoh Islam pada masa sahabat, tabii‟in,dan masa berikutnya dan

6 Hasbullah Diman, Ibid, hlm 2.

7 Amarudin Asra dkk, Jurnal Syahadah, Tafsir Ayat-Ayat hukum Tentang Nikah Beda

Agama, Vol. V, No 1, April 2017, hlm 73. 8 Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis Perempuan Pembaharu Keagamaan,(Bandung :

PT Mizan Pustaka,2005) hlm,55.

Page 16: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

3

berlanjut hingga sekarang. Lebih-lebih dalam konteks masyarakat plural dan etnis,

budaya, agama seperti di Indonesia, kawin beda agama menjadi sebuah fakta yang

wajar dan sangat mungkin terjadi.9 Dalam agama Islam, memilih pasangan adalah

tidak bebas mutlak. Nabi Muhammad saw telah memberikan kriteria pilihan yang

menempatkan agama pada peringkat pertama. Dalam Islam sebenarnya

pernikahan haruslah dengan sesama muslim. 10

Namun faktanya di zaman modern

ini, banyak ummat Islam yang tidak peduli lagi mempertimbangkan keagamaan

dalam memilih pasangan hidup. Nikah beda agama seakan-akan menjadi trend di

sebagian kalangan, khususnya selebritis. Ditambah dengan beredarnya pemikiran

ngawur dari kaum liberal yang menghalalkan nikah beda agama karena mereka

menganggap bahwa semua agama itu benar. Nikah beda agama pun sering

dijadikan modus pemurtadan seorang muslim atau muslimah.

Para ulama berpendapat11

bahwa seorang lelaki muslim tidak boleh

menikahi perempuan musyrik berdasarkan firman Allah SWT dalam surah al-

Baqarah 221:

9 Nalla Fezy Bazarghand, Pernikahan Laki-laki Muslim Dengan Wanita Ahlu Kitab (Studi

Komparatif Pemikiran Rasyid Ridho Dan Yusuf al-Qardhawi), Skripsi Fakultas Syari‟ah UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017, hlm 12. 10

Al-Mawarid, Kawin Beda Agama Dalam Legalisasi Hukum Perkawinan Indonesia

Perspektif HAM, Vol. XI, No,2 Sept-Jan 2012 . hlm 158 11

Semua mazhab sepakat bahwa, laki-laki dan perempuan muslim tidak boleh kawin

dengan orang-orang yang tidak mempunyai kitab suci atau yang dekat dengan kitab suci (syibh

kitab). Orang-orang yang masuk dalam kategori ini adalah para penyembah berhala, penyembah

bintang, dan benda-benda lain yang mereka puja, dan setiap zindik yang tidak percaya kepada

Allah. Keempat mazhab sepakat bahwa orang-orang yang memiliki kitab yang dekat dengan kitab

(syibh kitab)., seperti orang-orang majusi,tidak boleh dikawini. Lihat, Muhammad Jawad

Mughniyah, Al-Fiqh „ala al-madzahib al-khamsah, Fiqih Lima Mazhab( Jakarta : SHAF, 2011)

hlm,364-365.

Page 17: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

4

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik

dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu

menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik

dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke

neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.12

Kemudian Nabi Muhammad saw juga menegaskan dalam hadisnya :

13

“Diriwayatkan daripada Abu Hurairah RA, daripada Nabi Muhammad

SAW beliau bersabda “ Nikahilah perempuan karena empat perkara,

karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya, dan karena

agamanya. Maka pilihlah karena agamanya maka kamu akan beruntung”.

(HR. Bukhari Muslim)

Sebagaimana diketahui bahwa Muhammad Abduh dan Ahmad Mustafa al-

Maraghi adalah seorang guru dan murid . Sebagai seorang murid Muhammad

Abduh, tentu saja Mustafa al-Maraghi mempunyai banyak persamaan. Uniknya,

meski persamaannya lebih menonjol, namun tafsir al Maraghi tampaknya lebih

dapat diterima, dianggap lebih lurus, daripada tafsir yang dihasilkan Rasyid Ridho

dan gurunya.14

Terkait ayat di atas, penafsiran mereka cenderung berbeda.

Berdasarkan fakta ini, penulis ingin mengkaji lebih jauh bagaimana penafsiran

12

Depag RI, Ibid, hlm 245. 13 Al-Bukhariy, Abu Abdullah Bin Mughirah Bin Al-Bardizbat, Shahih Al-Bukhariy,Juz 3

Dar Al Kutub Al Ilmiyyah 1992 14

Ali Mustafa Ya‟qub, Kritik Hadis (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2000), hlm 47.

Page 18: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

5

Muhammad Abduh dan Mustafa al-Maraghi selaku Mufassir modern terkait ayat-

ayat hukum dalam al-Qur‟an terkait masalah pernikahan beda agama. Kemudian

penulis akan melakukan analisis komparasi terhadap pendapat mereka atau hasil

dari metode yang mereka pakai dalam penafsiran mereka.

B. Pokok Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok

masalah dalam penelitian ini adalah perbedaan penafsiran antara Muhammad

Abduh dan Muhammad Mustafa al-Maraghi dalam menafsirkan ayat-ayat nikah

beda agama.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pokok dan latar belakang masalah di atas maka yang akan

menjadi fokus dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana penafsiran ayat-ayat nikah beda agama dalam tafsir al Manar dan

al Maraghi ?

2. Bagaimana perbandingan penafsiran Muhammad Abduh dan Ahmad Mustafa

al Maraghi terhadap ayat-ayat nikah beda agama ?

D. Batasan Masalah

Untuk menghindari melebarnya masalah yang akan penulis bahas, maka

penulis rasa perlu untuk membatasinya. Maka dalam penelitian ini penulis hanya

memfokuskan penelitian terhadap penafsiran tentang ayat-ayat nikah beda agama

dalam surah al Baqarah 221 dan al Maidah 05 menurut tafsir al-Manar dan tafsir

al-Maraghi.

E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran terhadap ayat-ayat nikah

beda agama dalam tafsir al Manar dan tafsir al Maraghi.

b. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan kedua penafsiran tokoh

tersebut.

Page 19: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

6

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memenuhi di

antaranya :

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberkan kontribusi khasanah

keilmuan, khususnya yang berkaitan dengan hukum saat dikaji melalui

ilmu al Qur‟an dan tafsir.

b. Penelitian ini diharapkan mampu meramaikan dan memperkaya

perbendaharaan ilmu pengetahuan, khususnya dalam penelaahan

mengenai pernikahan beda agama.

c. Penelitian ini diharapkan pula menjadi kontribusi keilmuan penulis

terhadap UIN STS Jambi yang tengah mengembangkan paradigm

keilmuan yang berwawasan global dalam bentuk Universitas Islam.

F. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengetahuan dan pengamatan penulis, hingga saat ini sudah

banyak penelitian yang penulis temukan tentang pernikahan beda agama. Namun,

sepanjang penelaahan penulis, belum ada penelitian yang secara spesifik

membahas tentang komparasi antara tafsir al Manar dan al Maraghi. Diantara

penelitian yang terdahulu yang pernah dilakukan adalah :

Pertama, dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh Maratur Rabikhah

Mahasiswi Fakultas Syariah jurusan ahwalul sahsiyyah UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta pada tahun 2013 yang berjudul “ pernikahan beda agama (komparasi

antara pemikiran Nurkholis Majid dan Musdah Mulia), setelah penulis telaah

penelitian ini lebih banyak membahas nikah beda agama dari segi hukum.15

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Sodri al- Rizal Supardi mahasiswa

Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “

Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif Jaringan Islam Liberal Dan Hizbut

15

Di akses melalui internet dengan alamat : https://opac.uin-suka.ac.id/?, pada tanggal 25

September 2018 pada jam 19.30

Page 20: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

7

Tahrir Indonesia” ), Skripsi ini banyak membahas tentang nikah beda agama

menurut JIL dan HTI Indonesia.16

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Robith mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan

Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakrta yang berjudul “ Perkawinan Beda Agama

Menurut Quraish Shihab Dan Nurkholis Majid Studi Interpretatif terhadap teks al

Qur‟an surah al-Baqarah ayat 221. Setelah penulis teliti penelitian ini hanya

mengupas nikah beda agama dalam pendangan Quraish Shihab dan Nurkholis

Majid.

Keempat, skripsi yang ditulis oleh Zulkarnaen mahasiswa Fakulltas

Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “ Studi Terhadap

Pemikiran M. Quraish Shihab Tentang Makna Ahl Kitab Dan Implikasi Hukum

Perkawinan Beda Agama di Indonesia. Setelah ditelaah penelitian ini brsifat ke

Indonesiaan dan hanya mengupas dari sisi Ahl Kitab Saja.

Kelima, buku yang berjudul Muslimah Reformis Perempuan Pembaharu

Keagamaan yang ditulis oleh Siti Musdah Mulia, dalam buku ini ada beberapa

bab yang menjelaskan tentang pernikahan beda agama menurut pendapat Siti

Musdah Mulia, tetapi setelah penulis telaah buku ini memaparkan berbagai

interpretasi para ulama baik kontemporer maupun klasik mengenai pernikahan

beda agama. Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Siti Musdah Mulia ini dia

hanya menginterpretasi pendapat para ulama yang kemudian dianalisis untuk

diambil kesimpulan dan dia tidak menginterpretasi ayat-ayat tentang pernikahan

beda agama.

Keenam, dalam bentuk jurnal yang ditulis oleh Ahmadi Hasanuddin

Dardiri dkk, jurusan ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

yang berjudul “ pernikahan beda agama ditinjau dari persfektif Islam dan

HAM”.17

Setelah penulis teliti, tulisan ini memuat tentang pernikahan beda agama

ditinjau dari hukum Islam dan HAM, penelitian ini bersifat umum dan tidak

mengkhususkan kajiannya terhadap ayat-ayat tentang pernikahan lintas agama.

16

Internet, ibid, diakses pada tanggal 25 September 2018 pada jam 19.30 17

Ahmadi Hasanuddin Dardiri dkk, Pernikahan Beda Agama Ditinjau dari Perspektif

Islam dan HAM, KHAZANAH Vol.VI.No. 1 Juni 2013, hlm 100.

Page 21: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

8

G. Metode Penelitian

Metode dapat diartikan sebagai way of doing anything18

,. Yaitu suatu cara

yang ditempuh untuk mengerjakan sesuatu, agar sampai kepada suatu tujuan.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis

komparatif (analitycal comparative method), yaitu mencoba mendeskripsikan

konstruksi penafsiran ayat-ayat nikah beda agama dari kedua tokoh tersebut,lalu

dianalisis, serta mencari persamaan dan perbedaa, kelebihan dan kekurangan dari

penafsiran kedua tokoh tersebut.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian menguraikan pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini , dalam hal ini pendekatan merujuk pada bidang keilmuan sesuai

focus penelitian. Dalam penelitian kepustakaan (library research) ini,

menggunakan teknik analisis-komparatif, yaitu mencoba mendiskripsikan

konstruksi tafsir kedua tokoh tersebut, lalu dianalisa secara kritis, serta mencari

sisi persamaan dan perbedaan, kelebihan dan kekurangan pemikiran kedua tokoh

tersebut.

2. Sumber dan Jenis Data

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, karena itu sumber data dalam

penelitian ini dapat penulis klasifikasikan dalam dua jenis, yaitu data primer dan

data sekunder. Adapun objek utama dalam penelitian ini adalah penafsiran

terhadap teks-teks yang berkaitan dengan penafsiran Qs. Al Baqarah 221,dan al

Maidah 05,. Dalam hal ini yang merupakan data primernya merupakan al Qur‟an

itu sendiri, serta dua kitab tafsir lainnya yaitu : Tafsir al Qur‟an al Hakim masyhur

bi al Tafsir al Manar, dan Tafsir al Maraghi. Dan data sekunder sebagai data

pendukung adalah karya-karya yang memiliki keterkaitan dengan pokok bahasan,

tafsir al azhar, jurnal-jurnal, buku-buku, dan lain-lain yang memiliki hubungan

dengan topik bahasan sebagai pelengkap penelitian.

18

Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur‟an Dan Tafsir, (Yogyakarta : CV. Idea

Sejahtera) 2015, hlm 51.

Page 22: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

9

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam megumpulkan data yang diperlukan, penulis melakukan penelusuran

kepustakaan dengan mengkaji dan menelaah referensi yang bersumber dari

tulisan-tulisan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun data pokok

persoalan yang akan diteliti, selanjutnya data tersebut dianalisis sehingga dapat

memberikan pengertian dan kesimpulan sebagai jawaban terhadap pertanyaan-

pertanyaan yang menjadi objek penelitian.

4. Metode Analisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data, penulis akan menganalisa data yang

didapatkan dengan menggunakan metode Muqarran. Muqarran secara harfiah

berarti perbandingan, secara istilah berarti suatu metode atau teknik penafsiran al

Qur‟an dengan cara memperbandingkan pendapat seorang mufassir dengan

mufassir lainnya mengenai tafsir sejumlah ayat.19

Penafsiran al Qur‟an dengan menggunakan metode muqarran dapat

dikategorikan dalam tiga bentuk : pertama, memperbandingkan ayat al Qur‟an

yang berbeda redaksinya satu dengan yang lain, padahal sepintas terlihat bahwa

ayat-ayat tersebut berbicara tentang persoalan yang sama.20

Kedua,

membandingkan ayat al Qur‟an dengan suatu hadis, ketiga membandingkan suatu

tafsir dengan tafsir yang lainnya mengenai sejumlah ayat yang ditetapkan oleh

mufassir itu sendiri.

Sebenarnya metode riset komparatif tidak jauh beda dengan riset-riset yang

lain, hanya saja dalam riset komparatif akan tampak sangat menonjol uraian-

uraian perbandingannya. Adapun langkah metodisnya adalah sebagai berikut:21

1. Menentukan tema apa yang akan diriset.

2. Mengidentifikasi aspek-aspek yang hendak diperbandingkan.

3. Mencari keterkaitan dan faktor-faktor yang mempengaruhi antar konsep.

19

Kadar M Yusuf, Studi Al Qur‟an edisi kedua,( Jakarta: AMZAH,2014),136 20

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tanggerang: penerbit Lentera Hati,2013),382 21

Abdul Mustaqim,Ibid, hlm 137

Page 23: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

10

4. Melakukan analisis secara mendalam dan kritis dengan disertai

argument data.

5. Membuat kesimpula-kesimpulan untuk menjawab problem riset.

Dengan metode perbandingan ini, penulis akan menghubungkan

penafsiran satu dengan yang lainnya, memperjelaskan kekayaan alternatif yang

terdapat dalam satu permasalahan tertentu dan menyoroti titik temu penafsiran

mereka dengan tetap mempertahankan dan menjelaskan perbedaan-perbedaan

yang ada, baik dalam metodologi maupun materi pemikirannya. Data-data yang

hendak diteliti terdiri dari data premier dan data sekunder. Data premier adalah

data-data yang merupakan karya dua tokoh yang di kaji dalam hal ini adalah tafsir

al manar dan tafsir al maraghi. Sedangkan data sekunder adalah buku-buku, kitab,

jurnal, atau artikel mengenai pemikiran dua tokoh tersebut (Muhammad Abduh

dan Muhammad Mustafa al Maraghi), dan buku-buku lain yang terkait dengan

objek kajian ini, yang sekiranya dapat digunakan untuk menganalisis persoalan-

persoalan pernikahan beda agama menurut penafsiran dua tokoh tersebut.22

H. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mudah dalam memahami isi skripsi ini agar tidak memperluas

objek kajian dalam penelitian, maka perlu adanya sistematika penulisan. Skripsi

ini merujuk pada teknik penulisan yang disepakati pada Fakultas Ushuluddin UIN

STS Jambi. Penelitian ini terbagi kepada lima bab, di setiap babnya terdiri dari

sub-sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan –permasalahan

tersendiri, tetapi tetap saling berkaitan antara sub bab dengan bab yang

berikutnya. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :

Bab pertama, merupakan abab pendahuluan yang mana dalam bab ini

memaparkan lartar belakang masalah, pokok masalah, rumusan masalah, batasan

masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,

serta sistematika penulisan.

Bab kedua berisikan tentang potret kehidupan serta perjalanan intelektual

dari pengarang tafsir al manar dan al maraghi serta biografi tasir al manar dan al

maraghi.

22

Abdul Mustaqim, Ibid, hlm 172

Page 24: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

11

Bab ketiga, diarahkan untuk menelusuri terhadap gambaran umum tentang

pernikahan, serta pernikahan beda agama menurut al Qur‟an dan pendapat ulama

mengenai pernikahan bda agama.

Bab empat merupakan bahasan inti yang akan memaparkan bagaimana

penafsiran tentang ayat pernikahan beda agama menurut tafsir al Manar dan tafsir

al Maraghi, serta memaparkan apa persamaan dan perbedaan penafsiran dalam

kedua tafsir tersebut, serta penulis akan menganalisis terhadap kedua penafsiran

tersebut.

Bab kelima, merupakan penutup penelitian, berisikan bahasan tentang

kesimpulan akhir dari penelitian saran penulis, berkaitan dengan penafsiran ayat-

ayat pernikahan beda agama menurut tafsir al Manar dan tafsir al Maraghi, serta

kata penutup yangakan mengakhiri penelitian.

Page 25: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

12

BAB II

BIOGRAFI MUFASSIR DAN KITAB TAFSIR

1. Muhammad Abduh

A. Potret Kehidupan dan Perjalanan Intelektual

Muhammad Abduh lahir pada tahun 1266 H/ 1849 M, di desa Mahllat

Nashr kabupaten Bahirah, Mesir. Pada saat itu negeri yang pernah menjadi pusat

peradaban dunia dipimpin oleh „Ali Pasha (1805-1849), seorang tokoh yang

membuka kran modernisme di Mesir. Kebijakannya itu di tandai dengan

dipersilahkannya bangsa-bangsa Eropa berdagang dan menjalankan industry di

negeri itu. Para pelajar juga banyak yang dikirim ke Barat seperti Ingris, Perancis

dan lainnya. Untuk menimba imlu-ilmu modern.23

Dengan demikian Muhammad

Abduh tumbuh dizaman bertemunya dua arus, yaitu arus tradisional dan arus

modern. Dialektika antara dua araus inilah nantinya membentuk jati dirinya.

Muhammad Abduh adalah anak dari Abduh Khairullah dan Junainah binti

Usman al-Kabir. Abduh Khairullah merupakan seorang petani taat beragama dan

kritis terhadap pemerintah. Dikabarkan, ia pernah ditawan oleh rezim Ali Pasha

karena dituduh menentang pemerintah. Penentangan ini menurut Harun Nasution

yang dikutip oleh Rif‟at Syauqi Nawawi, terjadi sejak zaman kakek Muhammad

Abduh.24

Bila ditelusuri dari jalur ibunya, Muhammad Abduh Masih keturunan

dari Khalifah Usman bin Affan. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa ibunya

juga masih keturunan dari Khalifah Umar bin al-Khattab.25

Bagi orang tua Muhammad Abduh, pendidikan merupakan perkara yang

penting. Untuk itu, sejak kecil perkembangan pendidikannya sangat diperhatikan.

23

Fakhrudin Faiz, Hermeneutika Qur‟ani : antara teks, konteks dan kontekstualisasi

(Yogyakarta : Qalam,2002),hlm 57. 24

Rif‟at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh (Jakarta :

Paramadina,2002),hlm 21 25

M. Abduh lahir dalam keadaan Islam yang mengalami kemunduran dan Barat

mengalami kemajuan. Pada waktu itu barat sedang gencar melebarkan sayap imperialismenya.

Nama Napoleon Banoparte telah nyaring terdengar di penjuru Mesir. Napoleon datang ke Mesir

untuk melebarkan misi imperialismenya. Ketika memasuki Mesir Napoleon mebawa kemajuan

ilmu pengetahuan dari Perancis (Barat). Hal itulah yang membuat orang-orang Mesir dan raja

Muhammad Ali Pasha menyadari akan kemunduran umat Islam dibandingkan Barat. (Rif‟at

Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh) hlm, 22

Page 26: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

13

Mulai awal ia di ajar membaca dan menulis dirumah. Kemudian ia menghafal al

Qur‟an dalam kurun waktu dua tahun. Pada tahun 1279 H/ 1863 M, ia dikirim

oleh orang tuanya ke Thantha untuk belajar tajwid di masjid al-Ahmadi. Di masjid

itulah ia terus melanjutkan belajar tidak hanya tajwid tetapi ilmu-ilmu agama

lainnya. Ketika belajar ilmu di masjid itu Muhammad Abduh menemukan

kejenuhan. Hal ini karena merasa sulit memahami pelajaran yang diajarkan.

Menurutnya, kesulitan ini disebabkan dari metode pengajaran yang kurang tepat

dan menarik. Para murid disuruh menghapalkan istilah nahwu tanpa ada

penjelasan yang gamblang. Seolah guru tidak memperhatikan apakah para murid

faham atau tidak. Akhirnya ia pulang dan memutuskan tidak melanjutkan belajar

di tempat tersebut.

Ketika berusia 17 tahun (1866 M) Muhammad Abduh memutuskan

menikah dengan modal menjadi petani seperti ayahnya. Melihat usianya yang

masih muda dan juga potensi kecerdasannya, ayah Muhammad Abduh tidak rela

bila pendidikan anaknya terputus begitu saja. Akhirnya, selang 40 hari setelah

menikah ia dipojokkan agar kembali belajar ke masjid al-Ahmadi. Akhirnya ia

pergi kesana. Namun, sebelum sampai disana ia singgah dulu dirumah kerabat

ayahnya yaitu Syaikh Darwis Khadr, seorang alim yang banyak mengembara

mencari ilmu diluar Mesir. Selama singgah dirumah Darwis Khadr ia banyak

mendapat bimbingan darinya, dan semangat Muhammad Abduh tumbuh kembali.

Ia membaca beberapa secara mandiri, kemudian apabila ada istilah yang tidak

difahami langsung ia tanyakan kepada Syaikh Darwis Khadr. Kemudian setelah

merasa cukup mendapat pencerahan, Muhammad Abduh melanjutkan menuju ke

masjid al-Ahmadi. Disana ia mampu menyesuaikan diri dengan pengajaran yang

diterapkan hingga ia menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan.26

Selanjutnya Muhammad Abduh melanjutkan belajar di Al-azhar , Kairo.

Di sana ia menemukan model pengajaran yang tidak jauh berbeda dengan masjid

al-Ahmadi. Di Al-azhar pelajaran-pelajaran filsafat, geografi, dan ilmu alam,

dianggap haram. Muhammad Abduh tidak mengindahkankan pengharaman itu.

Baginya, sesuatu bisa dianggap benar jika memiliki argumentasi yang kuat. Ia

26

Rif‟at Syauqi Nawawi, Ibid, hlm 23

Page 27: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

14

tetap belajar ilmu-ilmu alam, sosial, filsafat dan juga agama. Ia belajar filsafat,

matematika dan logika kepada Syaikh Hasan al-Tawil.

Ketika belajar bersama Syaikh Hasan al-Tawil, Muhammad Abduh masih

saja belum merasakan kepuasan yang berarti. Baru setelah kedatangan Jamaludin

Al-afghani, ia menemukan sosok guru yang mampu menjawab segala

keresahannya selama ini. Jamaludin Al-afghani datang ke Mesir pada akhir tahun

1870 M. Muhammad Abduh bersama teman-temanya dalam beberapa kesempatan

sempat berdiskusi dengan Jamaludin Al-afghani. Melalui interaksi-interaksi itulah

Muhammad Abduh tertarik dengan pemikiran pembaruan Jamaludin Al-afghani.27

Dibawah bimbingan Jamaludin Al-afghani Muhammad Abduh mengenal

buku-buku penting seperti, al Zawara karya Dawani mengenai tasawuf, Syarh al-

Qutb‟ala al-Syiasiyah,al-Mathali,Sulam al-Ulum fi al-Mantiq, al-Hidayah, al-

Isyarat, Himah al „Ain wa Hikmah al-Isyraq,fi al-Falsafah, „Aqaid al-Jalal al-

Dawani fi al-Tauhid, al-Jugmini, dan buku-buku lainnya yang membahas tentang

pengetahuan modern.

Karena pengaruh Jamaludin Al-afghani ini Muhammad Abduh juga mulai

gemar menulis. Ia semakin giat berdiskusi bersama teman-temannya membahas

buku apapun baik yang klasik maupun yang modern, baik yang halal maupun

yang haram dipelajari menurut ulama Al-azhar. Meskipun Muhammad Abduh

sering membuat geram ulama Al-azhar, namun akhirnya ia lulus dari Universitas

itu dengan berhasil meraih ijazah „Alim. Dengan demikian, pengetahuan dan

pendidikan Muhammad Abduh di pengaruhi dua tradisi yaitu tradisi Islam

tradisional dan tradisi pengetahuan modern. Dua tradisi itulah yang nantinya

menjadi bekal utama dalam perjuangan pembaruan Islam.

Setelah lulus dari Al-azhar, dengan keilmuannya yang matang Muhammad

Abduh langsung terjun aktif dalam bidang pendidikan. Berbekal ijazahnya itu, ia

bisa mengajar di Al-azhar. Selain itu ia juga mengajar di Universitas Dar al-Ulum

dan juga di rumahnya. Ketika mengajar ia berusaha melakukan pembaruan dan

memasukkan mata kuliah yang sebelumnya tidak pernah diajarkan. Di Al-azhar,

27

Keterangan lain menjelaskan bahwa Jamludin Al-afghani datang ke Mesir dua kali

yaitu pada tahun 1869 dan 1871.

Page 28: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

15

ia berusaha mengajarkan ilmu etika dan ilmu politik. Sedangkan di Dar al-Ulum

ia mengajar sejarah, dengan berpedoman pada kitab “Muqaddimah Ibnu

Khaldun”. Di rumahnya ia mengajar ilmu-ilmu lain seperti logika, teologi, dan

filsafat.28

Muhammad Abduh dalam mengajar berusaha mengenalkan metode

pengajaran yang mendidik para mahasiswa berfikiran kritis. Ceramah. Diskusi,

dan penugasan menulis makalah merupakan metode yang ditekankan.

Sebenarnya, Muhammad Abduh juga menyarankan diadakan pembaruan secara

menyeluruh pada manajemen pendidikan Universitas Al-azhar. Ia bercita-cita,

agar Universitas Islam yang terbilang tertua ini mampu bersanding dengan

universitas-universitas modern lainnya di dunia. Namun lagi-lagi usahanya tidak

berjalan mudah. Pendiriannya selalu mendapat tantangan melalui kritikan dan

hujatan dari berbagai pihak.

Bagi Muhammad Abduh pendidikan merupakan bidang yang penting

dimajukan, karena sangat menentukan progresifitas umat Islam masa depan. Maka

dari itu, fokus pembaruan Muhammad Abduh utamanya adalah dalam bidang ini.

Meskipun banyak hujatan, ia tetap gigih memperjuangkan misinya. Hingga pada

tahun 1881 M, karena kritikan-kritikan yang dilakukannya, ia mampu mendorong

berdirinya Dewan Tinggi Departemen Pendidikan (The Superior Council of the

Departement Of Edication). Tujuan pendirian ini adalah untuk mengatur

administrasi pendidikan umum, dan Muhammad Abduh termasuk salah satu

anggotanya.29

Setelah diangkat menjadi hakim pada tahun 1891 M, ia menguatkan

kesungguhannya dalam membangun Universitas Al-azhar. Pada tanggal 15

Januari 1895 M, atas sarannya dibentuklah Dewan al-Azhar yang anggotanya

terdiri dari ulama-ulama empat mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hanbali.

Dewan ini diketuai oleh Syekh Hasan al-Nawawi dan Muhammad Abduh menjadi

28

Rif‟at Syauqi Nawawi, Ibid, hlm 26 29

Fakhrudin Faiz,Hermeneutika Qur‟ani:antara teks, konteks, dan kontekstualisasi

(Yogyakarta: Qalam 2002) hlm 59.

Page 29: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

16

anggota dewan wakil pemerintahan. Meskipun hanya sebagai anggota

Muhammad Abduh yang menjadi jiwa penggerak dewan itu.30

Usaha lain yang dilakukan Muhammad Abduh dalam rangka memajukan

al-Azhar adalah memperbaiki administrasi terkait honorium untuk para ulama.

Selain itu ia juga membangun gedung tersendiri untuk kantor administrasi. Ia juga

mengangkat beberapa pihak untuk menjadi pembantu rektor. Untuk kemudahan

mahasiswa mengakses buku-buku, ia berusaha menata perpustakaan yang

sebelumnya amburadul yang kemudian menjadi lebih baik.31

Adapun dibidang

pengajaran Muhammad Abduh memperjuangkan cara berfikir umat Islam. Pada

waktu itu umat Islam Mesir masih banyak yang berpola fikir mitis, stagnan dan

fatalistik. Inilah yang menurutnya sebagai faktor utama penyebab kemunduran

umat Islam seluruh dunia. Menurut Rif‟at Syauqi Nawawi, tujuan hidup

Muhammad Abduh adalah :

a. Membebaskan pemikiran dari belenggu taqlid dan memahami

ajaran agama sesuai dengan jalan yang ditempuh ulama klasik

(salaf), yaitu zaman sebelum timbulnya perbedaan-perbadaan

faham (ikhtilaf), yaitu dengan kembali kepada sumber-sumber

utamanya.

b. Memperbaiki bahasa arab yang dipakai, baik yang digunakan oleh

instansi pemerintah maupun surat-surat kabar dan masyarakat pada

umumnya, dalam surat menyurat mereka.32

Sosok Muhammad Abduh dari awal memang mecerminkan seorang yang

progresif. Mulai dari ketidaksukaanya dengan model pengajaran ditempat-tempat

ia belajar, kemudian ia ingin belajar semua mata kuliah yang menurut kebanyakn

itu diharamkan. Usaha-usahanya dalam rangka memajukan pendidikan di Mesir.

Perjuangannya dalam membangun pemikiran kritis kepada umat Islam untuk

memperjuangkan kemerdekaan dari kaum imperialis Barat. Semua itu merupakan

usaha untuk menciptakan kondisi umat Islam yang baru dan modern. Karena

kegigihannya dalam pembaruan inilah, Muhammad Abduh tidak sempat

30

Rif‟at Syauqi Nawawi, Ibid, hlm 34 31

Ibid, hlm 34 32

Ibid, hlm 38

Page 30: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

17

malaksanakan ibadah haji ketanah Hijaz. Hal ini bukan karena ia tidak memiliki

keinginan kesana, tetapi karena kesibukan dan faktor politik ia tidak bisa

mengunjungi Baitullah dan makam Rasulullah.33

Akhirnya Muhammad Abduh

meninggal dunia di Iskandariyah pada tanggal 11 Juli 1905 M. Akibat menderita

penyakit kanker hati.34

B. Karya-karya Muhammad Abduh

Setelah meninggalnya Muhammad Abduh, ia meniggal banyak karya

diantaranya :

1. Al-Waridat,

2. Risalah fi Wahdah al-Wujud.

3. Tarikh Ismail Basya

4. Falsafah al-Ijtima‟ wa al Tarikh

5. Hasyiah „Aqaid al-Jalal al-Dawani fi „Ilm al Kalam

6. Sarh Nahj al-Balaghah

7. Syarh Maqamat Badi‟ Zaman al-Hamadzani

8. Syarh al-Bahair al-Nashiriyyah

9. Nizam al-Tarbiyah wa al-Ta‟lim bi Mishr

10. Risalah al-Tauhid

11. Taqrir Mahakim al-Syariyyah

12. Tafsir Juz „Amma

13. Tafsir al-Manar

2. Muhammad Rasyid Ridha

A. Potret kehidupan dan Perjalanan Intelektual

Muhammad Rasyid Ridha ibn „Ali Rida ibn Muhammad Syamsuddin ibn al-

Sayyid Baha‟uddin ibn Ayyid Manlan „Ali Khalifah al-Baghdadi, lahir di Qalmon

salah satu kota di Tharablis, Syam, tahun 1282 H/1865 M. Ia termasuk keturunan

Sayyidina Husein bin „ali bin Abi Thalib r.a yang memiliki darah keturunan

33

Ibid,hlm 40 34

Ibid, hlm 40

Page 31: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

18

Rasulullah saw.35

Ayahnya, Syaikh Ahmad merupakan panutan umat dari

berbagai golongan dan strata sosial. Oleh karena itu, majelisnya dipenuhi oleh

berbagai ulama, budayawan, dan sastrawan. Pendidikan pertama Rasyid Ridha

tidak lain dari ayahnya tersebut. Ketika masih kecil, ia belajar di “Kuttab” (taman

kanak-kanak)yaitu tempat belajar baca, tulis, dan dasar berhitung untuk anak-

anak.

Setelah itu, Rasyid Ridha belajar membaca al Quran, khat, dan matematika

kepada sekretaris kampung. Kemudian dia pindah ke Madrasah al- Wathaniyah

al-Islamiyah di Tharabis. Disana ia bertemu dan berguru kepada Syaikh Husein al

Jisr (w 1990), seorang pemuka ulama Syam. Syeikh Husein inilah yang memiliki

peranan besar terhadap perkembangan intelektual Rasyid Ridha. Ia banyak belajar

ilmu agama, bahasa dan filsafat kepadanya.

Guru-guru Rasyid Ridha selain Syaikh Husein al-Jisr, diantaranya adalah

Syaikh Muhammad Nasabah, Syaikh Muhammad al-Qawiji, Syaikh „Abdul Ghani

al-Rafi‟, al-Ustadz Muhammad al-Husaini dan Syaikh Muhammad Kamil al-

Rafi‟. Rasyid Ridha begitu kuat dalam hal hafalan dan analisis. Kemampuannya

dalam memahami segala persolan sangat mengagumkan. Begitu juga disetiap

diskusi, pandangannya selalu menonjol. Inilah yang kemudian yang membawa ia

kepada pemikiran-pemikiran Islam yang cemerlang. Selanjutnya ia melanjutkan

studinya hingga memperoleh ijazah Alamiyah. Tujuan utamanya dalam mecari

ilmu selama ini semata-mata hanya taqarrub kepada Allah, mengabdi kepada

agama dan bagi kepentingan Islam.36

Pada saat itu corak pendidikan Islam yang dominan disekitar tempat belajar

Rasyid Ridha adalah Islam kesufian. Arus dakwah gerakan tasawuf yang fatalistik

masih gencar dilakukan, sehingga Rasyid Ridha sendiri sempat turut serta

mempelajari Thariqah al-Naqsabandi serta mengikut praktik-praktik sufistik.37

Sebelum mengikuti aliran Thariqah, Rasyid Ridha gemar belajar tentang

hadis , namun setelah belajar dari kitab ihya‟ Ulum al-ddin arah keterkaitannya

35

Fakhrudin Faiz, Ibid, hlm 61 36

Abdul Hamid dkk, Pemikiran Modern Dalam Islam, ( Bandung : Pustaka Setia, 2010 ),

hlm 236-237. 37

Fakhrudin Faiz, Ibid, hlm 61

Page 32: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

19

berubah menjadi pelaku sufisme dengan menempuh jalan hidup dengan

meninggalkan keduniaan atau zuhud. Karena darah mudanya dan umurnya yang

dibawah 30 tahun, dan didukung pemikiran kritis yang dimiliki, dalam

mempraktikkan ajaran thariqah ia tidak serta merta hanyut begitu saja. Ada

semacam kegundahan dalam hati ketika melihat Islam yang meninggalkan

keduniaan dalam satu sisi dan realitas kehebatan Barat yang mampu megalahkan

Islam dengan kecintaannya kepada dunia disisi lain.

Kegundahan itu akhirnya terjawab setelah membaca majalah yang diterbitkan

oleh Muhammad Abduh dan Jamludin al-Afghani yaitu al-Urwah al Wusqa.

Majalah ini sangat menarik baginya, sehingga mampu merubah pandangan

dunianya. Sebelum menekuni kehidupan zuhud dan setelah itu ia berusaha

menyingsingkan baju, berjuang mencerahkan umat agar bangkit dari

keterpurukan. Semenjak itulaj ia tertarik belajar kepada Muhammad Abduh dan

Jamaludin al-Afghani.

Menurut Fakhrudin Faiz, sebelum terpengaruh dengan pemikiran Jamludin

al-Afghani dan Muhammad Abduh, Rasyid Ridha sebelumnya sudah mengenal

ide pembaruan dari al-Syaikh al-Jisr. Jadi, sebelum membaca majalah al-Urwah

al-Wusqa, memang Rasyid Ridha sudah mengenal ide pembaruan, namun karena

pengaruh lingkungan yang fatalistik, pemikiran itu hanya sebatas gagasan kecil di

benaknya. Baru setelah membaca majalah itu ia merasa mantap untuk beraksi atas

ide pembaruan itu.

Sebelum mengenal pemikiran Jalaludi al-Afghani dan Muhammad Abduh,

Rasyid Ridho merupakan seorang aktivis dakwah keliling di Qalmun dan desa-

desa sekitarnya. Meskipun yang didakwahkan ketika itu masih tetang Islam yang

bercorak fatalistik, namun minimal sebagai da‟i ia tentu memiliki pemikiran yang

lebih aktif. Sehingga saja ia terbiasa untuk berfikir kritis disamping kekuatan jiwa

perjuangan yang kuat.38

Ketika di Mesir Rasyid Ridha memperjuangkan

pembaruan pada dua bidang yaitu pendidikan dan politik.

38

Abdul Hamid dkk, Ibid, hlm 238

Page 33: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

20

Semenjak menjadi murid terdekat Muhammad Abduh, Rasyid Ridha

berperan sebagai penerjemah faham keagamaan yang di anut oleh Muhammad

Abduh. Peran ini sangat menyenangkkan baginya, karena ini membuatnya

semakin dekat dengan yang dianggapnya sendiri guru yang agung. Salah saru

akasi dari perannya sebagai penerjemah faham itu adalah ia menjadi pemimpin

redaksi majalah al Manar. Fungsi majalah ini persis seperti al-Urwah al-Wutsqa

yaitu sebagai corong pembaruan yang dimunculkan tidak banyak menyinggung

masalah politik, majalah ini lebih mengedepankan ide pendidikan kepada umat

Islam agar lepas dari belenggu taklid buta dan pengekoran terhadap Barat secara

mentah-mentah.

Rasyid Ridha juga member saran kepada gurunya bahwa sudah saatnya

gagasan-gagasan modern Islam disebarluaskan secara langsung kepada

masyarakat. Ia memotivasi agar gagasan itu di wujudkan dalam bentuk tafsir al

Quran supaya memiliki legitimasi yang lebih kuat, sehingga pengeruhnya di

masyarakat juga kuat. Akhirnya Muhammad Abduh mengiyakan saran muridnya

itu.

Ia menyampaikan tafsir kepada khalayak di masjid al-Azhar dan Rasyid

Ridha selalu mencatat dan terkadang meberikan uraian berdasarkan pemikirannya

sendiri. Catatan itu kemudian diterbitkan dalam majalah al Manar, setelah

dikoreksi terlebih dahulu oleh Muhammad Abduh. Kajian tafsir di masjid al-

Azhar berlangsung terus hingga Muhammad Abduh meninggal 1905 M. Ketika

itu, penafsiran yang disamoaikan sampai pada surah al-Nisa [04]:125.39

Majalah yang berisikan tafsir itu kemudian dikodifikasi oleh Rasyid Ridha

menjadi kitab tafsir. Ia menamai kitab tafsir itu dengan Tafsir al-Quran al-Hakim

tetapi sering juga disebut dengan tafsir al-Manar.40

Meskipun respon dari

khalayak begitu baik terhadap tafsir ini,41

namun semangat Rasyid Ridha tidak

surut begitu saja. Ia berusaha melanjutkan misi yang dibangun bersama

39

Herry Mohammad, Tokoh-tokoh yang Berpengaruh Pada Abad Ke 20 ( Jakarta: Gema

Insani , 2006),hlm 314 40

Abdul Hamid dkk, Ibid, hlm 243 41

J.J.G Jansen, Diskursus Tafsir al-Quran Modern, terj. Hairus Salim, Syarif

Hidayatullah, ( Yogyakarta: Tiara Waana ,1997), hlm 30

Page 34: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

21

Muhammad Abduh dengan menyuarakan pembaruan dan tafsir. Kemuadian

Rasyid Ridha melanjutkan penafsiran Muhammad Abduh sampai pada surat

Yusuf [12]:107. Dengan jujur dia juga mengungkapkan bagian mana yang

ditafsirkan oleh Muhammad Abduh dan bagian mana yang ditafsirkan oleh Rasyid

Ridha sendiri.42

Sepeninggalan Muhammad Abduh dinamika politik di Timur Tengah terasa

semakin memanas. Terjadi konflik antara Turki dengan Arab yang berujung pada

pemberontakan Syarif Husein kepada raja Turki (1916 M), menjadikan Rasyid

Ridha tertuntut untuk berkecimpung dalam masalah politik itu. Ia pun turut pergi

ke Istanbul untuk mempersatukan dua kelompok yang berseteru tersebut.43

Seiring dengan itu, mulai tahun 1914 M, perpolitikan dunia sedang

mengalami pertarungan hebat dengan ditandai pecahnya perang dunia 1. Pecahnya

perang ini tentu juga menuntut umat Islam menentukan posisi politiknya. Maka

dari itu focus tulisan Rasyid Ridha pada saat itu mulai berubah kea rah politik. Ia

membahas khilafah Islamiyah, hubungan Turki-Arab, intervensi colonial Barat di

Arab dan Zionisme yang mengancam wilayah Arab dan Palestina khususnya.

Rasyid Ridha juga menjabat sebagai ketua parlemen Suriah. Namun akhirnya

ia harus meninggalkan jabatan itu ketika Perancis berhasil menduduki negeri itu.

Terkait politik Islam, ialah penggagas utama adanya konferensi ulama sedunia

tentang revivalisasi kekhalifahan Islam pasca runtuhnya kekhalifahan Utsmani di

Turki tahun 1924 M.44

Pada tahun 1912 M, Muhammad Rasyid Ridha

mendirikan sekolah dengan nama al-Madrasah Dar ad-Da‟wah wa al-Irsyad. Misi

sekolah ini adalah mengirimkan lulusannya ke Indonesia dan China untuk

menghalau gencarnya serangan aktivis misionaris Kristen dinegara-negara

tersebut.,

Namun ketiak perang dunia I meletus pada tahun 1914 M, dan keadaan

semakin genting sekolah ini terpaksa ditutup. Begitulah perjuangan Rasyid Ridha

dalam bidang pendidikan dan politik. Ia merupakan sosok pembaharu yang

pantang menyerah. Meskipun dimasa tua kesehatannya sering terganggu ia tetap

42

J.J.G Jansen, Ibid, hlm 73 43

Fakhrudin Faiz, Ibid, hlm 63 44

Herry Mohammad, Ibid, hlm 315

Page 35: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

22

aktif berjuang, hingga ia wafat pada bulan Agustus 1935 M. Sewaktu ia baru saja

kembali mengantarkan pangeran Su‟ud kekapal Suez.

B. Karya-karya Rasyid Ridho

Setelah meninggalnya Rasyid Ridha, ia meniggal banyak karya ilmiyah

diantaranya adalah :

1. Tarikh al-Ustadz al-Imam al-Syeikh Abduh

2. Nida‟ li al-Jins al-Latif

3. Zikra Maulid al-Nabawi

4. Risalah Hujjah al-Islam al-Ghazali

5. Al-Sunnah wa al-Syi‟ah

6. Al-Wahdah al-Islamiyah

7. Haqiqah Riba

8. Al-Wahyu al-Muhammadiy

9. Yusr al-islam Wa Ushul al-Yasyri‟al-„Am al-Khilafat

10. Al-Wahabiyyah Wa al-Hijaz

11. Munawwarat al-Mushlih Wa al-Muqayyid

12. Tafsir al-Manar

C. Tafsir al-Manar

1. Latar Belakang Penulisan

Tafsir al Manar yang juga bernama Tafsir al Quran al-Hakim hadir

sebagai tafsir bi al-Ra‟yi pada abad modern. Tafsir ini terdiri dari 12 jilid yang

dimulai dari surah al Fatihah sampai surah Yusuf. Tafsir al-Manar ini, bermula

dari pengajian tafsir di masjid al-Azhar sejak awal Muharram 1317 H. Meskipun

ayat-ayat penafsiran tersebut tidak ditulis langsung oleh Muhammad Abduh,

namun itu dapat dikatakan sebagai hasil karyanya, karena muridnya Rasyid Ridha

yang menulisnya.45

Dari sini diketahui bahwa sebagian besar karya tafsir Muhammad Abduh

pada mulanya bukan dalam bentuk tulisan. Hal ini menurutnya dikarenakan uraian

45

Dudung Abdullah, Pemikiran Syekh Muhammad Abduh Dalam Tafsir al-Manar, Jurnal

al-Daulah Vol.1 /No.1/Desember 2012, hlm 37.

Page 36: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

23

yang disampaikan secara lisan akan difahami oleh sekitar 80 % oleh

pendengarnya, sedangkan karya tulis hanya dapat difahami sekitar 20% oleh

pembaca.46

Dari pemaparan biografi diatas, terlihat bahwa kitab ini disusun disaat

umat Islam terbelenggu oleh penjajahan dan kemunduran. Muhammad Abduh

sebagaimana dikutipoleh M. Quraish Shihab, berpandangan bahwa kemunduran

umat Islam tersebut dikarenakan umat telah berpaling dari petunjuk al Quran.

Untuk kembali memperoleh kejayaan, kepemimpinan dan kehormatan hidup

adalah jalan yang harus ditempuh untuk kembali kkepada al Quran dan berpegang

teguh kepadanya. Adapun untuk mengambil petunjuk al Quran tersebut menurut

Muhammad Abduh diperlukan penafsiran.47

Tujuan pokok penafsiran al Quran dalam pandangan Muhammad Abduh

ialah menekankan fungsi-fungsi al Quran untuk manusia agar mereka benar-benar

dapat menjalani ini dibawah bimbingan dan petunjuk al Quran. Penekanan ini

dijelaskan oleh Rasyid Ridha dalam muqaddimah tafsir al-Manar. Dia

mengatakan bahwa Allah swt telah menurunkan bagi kita kitab sucinya sebagai

hidayah dan petunjuk.48

Hal ini senada dengan firman Allah dala Qs, al-Baqarah

ayat 185 :

49

46

Ibid,hlm 37 47

Muhammad Quraish Sihab, dalam pengantar buku, Rif‟at Syauqi Nawawi, Rasionalitas

Tafsir Muhammad Abduh, hlm xiv

i48

Ibid,hlm 5 49

Depag RI, Al Quran Dan Terjemahannya ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara

Penterjemah/Pentafsir Al Quran 1971)

Page 37: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

24

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al

Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai

petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu,

Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan

itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau

dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa),

sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah

menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran

bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah

kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,

supaya kamu bersyukur.”

Agaknya atas dasar itulah Muhammad Abduh langsung menerima ajakan

Rasyid Ridha untuk menuliskan pemahamannya terhadap al Quran pada majalah

al-Manar. Disamping itu, bertemunya semangat pembaruan kedua tokoh tersebut

tentu juga memiliki pengaruh tersendiri.

Menurut Quraish Syihab dalam menafsirkan al Quran Muhammad Abduh

menyajikan penafsiran yang mengutamakan rasionalitas, sesuai dengan sifat-sifat

kepribadiannya yang antara lain cerdas, pandai, dan aktif berbicara. Dalam banyak

hal Muhammad Abduh telah menafsirkan al Quran dengan pendekatan takwil.

Penakwilan Muhammad Abduh merupakan penakwilan yang didasarkan pada

prinsip kebebasan akal.

2. Metode dan Corak

Dalam penulisan kitab tafsir, ada empat bentuk metode yaitu : ijlami,

tahlili, muqarran dan maudhu‟i. Secara etimologis ijmali dapat diartikan

penafsiran secara global, tahlili diartikan tafsir secara analitis, muqarran diartikan

tafsir perbandingan, dan maudhu‟i adalah tafsir tematik.50

Dalam tafsir al-Manar ayat-ayat al Quran diuraikan dengan menafsirkan

ayat demi ayat, surat demi surat dengan penjelasan kosakata dan lafal yang diikuti

dengan penjabaran arti ayat dibelakangnya. Runtutan penafsiran yang digunakan

tafsir ini adalah sebagaimana tertib pada mushaf Usmani yaitu dari Qs. Al-Fatihah

runtut sampai Qs. Yusuf ayat 53. Dari cirri-ciri ini tafsir ini bisa menggunakan

metode tahlili (analitis).

50

Nur Kholis, Pengantar Studi alquran dan Hadis (Yogyakarta: Penerbit TERAS,2008),

143-160

Page 38: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

25

Dalam defenisi yang sederhana tahlili adalah salah satu metode tafsir yang

bermaksud menafsirkan al Quran dengan penyampaian secara lengkap dari

berbagai aspeknya, seperti pembahsan lafaznya, pembahsan makna, munasabah

dan lain-lain. Dalam atfsir tahlil ini penafsir menguraikan makna yang dikandung

dalam al Quran ayat demi ayat, surat demi surat sesuai urutan yang telah

dibukukan dalam mushaf.51

Karena metode yang digunakan adalah metode tahlili (analisis), maka

dalam tafsir tahlili selalu ada corak tertentu. Adapun corak dari tafsir ini adalah

al-adab al-ijtima‟i, yaitu tafsir yang menggunakan kebahsaan dan analisisnya

berkaitan dengan problematika sosial kemasyarakatan.52

3. Sistematika Penulisan

Sebagaimana kitab tafsir pada umumnya yang memiliki sistematika penulisan,

tafsir al Manar juga mempunyai sistematika penulisan. Adapun sistematika

penulisan dalam tafsir ini adalah sebagai berikut :

1. Mengemukakan ayat-ayat di awal pembahasan

2. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (asbab an-Nuzul)

3. Mengesampingkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu

pengetahuan.

4. Pada setiap pembahasan al-Maraghi memulai dengan mengemukakan satu,

dua atau lebih ayat-ayat al Quran, yang kemudian disusun sedemikian rupa

sehingga memberikan pengertian yang menyatu.

5. Ketika menafsirkan al Quran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha

menafsirkan dengan luas, dan menyertakan hadis Nabi.

6. Penyisipan pembahasan-pembahasan yang luas tentang hal yang sangat

dibutuhkan oleh masyarakat pada masanya.

7. Keluasan pembahasan tentang arti mufradat (kosakata) susunan redaksi

serta pengungkapan pendapat-pendapat ulama dalam bidang tersebut.

51

Ibid, hlm 143-144 52

Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al-Quran dan Tafsir ( Yogyakarta: Idea Pres

2015), hlm 137

Page 39: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

26

4. Ahmad Mustafa al-Maraghi

A. Potret Kehidupan dan Perjalanan Intelektual

Nama lengkapnya adalah Ahmad Mustafa bin Muhammad bin Abdul

Mun‟im al-Maraghi. Kadang-kadang nama tersebut diperpanjang dengan kata

Beik, sehingga menjadi Ahmad Mustafa al-Maraghi Beik. Ia berasal dari keluarga

yang sangat tekun dalam mengabdikan diri kepada ilmu pengetahuan dan

peradilan secara turun temurun. Sehingga keluarga mereka dikenal sebagai

keluarga hakim.

Al-Maraghi lahir dikota Maraghah, sebuah kota kabupaten di tepi barat

sungai Nil sekitar 70 km disebelah selatan kota Kairo. Pada tahun 1300 H/ 1883

M, nama kota kelahirannya inilah yang kemudian melekat dan menjadi nisbah

(nama belakang) bagi dirinya, bukan keluarganya. Ini berarti nama al-Maraghi

bukan monopoli bagi dirinya dan keluarganya. Ia mempunyai 7 saudara. Lima

diantaranya laki-laki yaitu Muhammad Mustafa al-Maraghi ( pernah menjadi

Grand Syaikh di al-Azhar), Abdul Aziz al-Maraghi, Abdullah Mustafa al-

Maraghi, dan Abdul Wafa‟ Mustafa al-Maraghi.

Hal ini perlu diperjelas, sebab seringkali terjadi salah kaprah siapa

sebenarnya penulis tafsir al-Maraghi diantara kelima putra Mustafa tersebut.

Kesalah kaprahan ini terjadi karena Muhammad Mustafa al-Maraghi

(kakaknya)juga terkenal sebagai seoran mufassir. sebagai seorang mufassir

Muhammad Mustafa jua menghasilkan sejumlah karya tafsir, hanya saja ia tidak

meninggalkan karya tafsir al quran secara menyeluruh. Ia hanya berhasil menulis

tafsir beberapa bagian al Quran seperti surat al Hujurat dan lain-lain. Dengan

demikian, yang dimaksud disini sebagai penulis tafsir al-Maraghi adalah Ahmad

Mustafa al-Maraghi, adik kandung dari Muhammad Mustafa al maraghi.

Al-Maraghi dibesarkan bersama delapan orang saudaranyadi tengah

keluarga terdidik. Di keluarga inilah al-Maraghi mengenal dasar-dasar agaam

Islam sebelum menempuh pendidikan dasar disebuah madrasah didesanya. Di

Page 40: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

27

madrasah, ia sangat keras mempelajari al Quran, baik memperbaiki bacaan

maupun menghafalnya.53

Sebelum genap 13 tahun ia telah menghafal al Quran seluruhnya.

Disamping itu ia juga mempelajari ilmu-ilmu tajwid dan dasar ilmu syari‟ah di

Madrasah sampai ia menamatkan pendidkan tingkat menengah.

Pada tahun 1314 H/1897 M, al-Maraghi kuliah di Universitas al-Azhar

juga Universitas Darul Ulum ( sekarang menjadi bagian dari Cairo University)

yang berada di kairo. Di Universitas tersebut ia mempelajari berbagai cabang ilmu

pengetahuan agama, seperti bahasa arab, balaghah, tafsir, ilmu, hadis, fiqh, ushul

fiqh, akhlak, ilmu falak, dan lain-lain. Karena kecerdasan yang dimilikinya ia

mampu menyesuaikan pendidikannya di dua Universitas tersebut secara

bersamaaan, yaitu pada tahun 1909 M.

Di dua Universitas tersebut ia menyerap ilmu dari beberapa ulam terkenal,

diantaranya Muhammad Abduh, Muhammad Bukhait al-Muthi‟i, Ahmad Rifa‟i

al-Fayumi, dan lain-lain. Mereka memiliki andil yang sangat besar dalam

membentuk Intelektulitas al-Maraghi sehingga ia menguasai hamper seluruh

cabang ilmu agama. Setelah menguasai dan mendalami seluruh cabang-cabang

ilmu keislaman, ia mulai dipercaya oleh pemerintah untuk memegang jabatan

yang penting dalam pemerintahan. 54

Setelah lulus dari dua Univrsitas tersebut al-Maraghi megabdikan diri

sebagai guru di beberapa madrasah. Tak lama kemudian ia diangkat sebagai

Direktur Madrasah Mu‟allimin di Fayum, sebuah kota yang terletak 300 km arah

barat daya kota Kairo. Selain sibuk mengajar di Sudan, al-Maraghi juga gaiat

mengarang buku-buku ilmiah, salah satu buku yang selesai karangannya di Sudan

adalah “Ulum al-Balaghah”.

Pada tahun 1908 sampai dengan tahun 1919, al-Marghi diangkat menjadi

seorang hakim di Sudan. Sewaktu ia menjadi hakim negeri tersebut, ia sempatkan

dirinya untuk mempelajari dan mendalami bahasa-bahasa asing antara lain yang

53

Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufassir al Quran Dari Klasik sampai Kontemporer, hlm

65 54

Herry Mohammad, Tokoh-tokoh yang Berpengaruh Pada Abad Ke 20 ( Jakarta: Gema

Insani , 2006)

Page 41: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

28

ditekuninya adalah bahasa Inggris. Dari bahasa Inggris ia banyak membaca

literature-literatur bahasa Inggris. Tahun 1919-1920 ia didaulat menjadi dosen

tamu di Fakultas Filial Universitas al-Azhar di Qurthum, Sudan. Kemudian al-

Maraghi diangkat menjadi dosen bahasa arab di Universitas Darul Ulum serta

dosen ilmu Balaghah dan kebudayaan pada Fakultas Bahasa Arab di Universitas

al-Azhar. Dalam rentan waktu yang sama ia juga masih mengajar dibeberapa

madrasah , diantaranya Ma‟had Tarbiyah Mu‟allimah dan dipercaya memimpin

madrasah Utsman Basya di Kairo.

Selain keturunan ulama yang menjadi ulama besar, al-Maraghi juga

berhasil mendidik putera-puteranya menjadi ulama dan sarjana yang senantiasa

mengabdikan dirinya untuk masyarakat, dan bahkan mendapat kedudukan penting

sebagai hakim pada pemerintahan Mesir. Ke empat orang putera al-Maraghi yang

menjadi hakim yaitu :

a. M. Aziz Ahmad al-Maraghi

b. A. Hamid al-Maraghi

c. Asim Ahmad al-Maraghi

d. Ahmad Midhat al-Maraghi

B. Karya-karya al-Maraghi

Al-Maraghi merupakan salah seorang ulama yang mengabdikan hamper

seluruh waktunya untuk kepentingan ilmu disela-sela kesibukannya mengajar, ia

tetap menyisihkan waktu untuk menulis. Ia juga sangat produktif dalam

menyampaikan pemikirannya lewat tulisan-tulisannya yang terbilang sangat

banyak. Karya al-Maraghi diantaranya adalah :

1. „Ulum al Balaghah

2. Hidayah at-Talib

3. Tahzib at-Taudih

4. Tarikh „ulum Al-Balaghah wa Ta‟rif bi Rijaliha

5. Buhus wa Ara‟

6. Murshid at-Tullab

7. Al-Mujaz fi Al-Adal Al-„Arabi

8. Al-Mujad fi „Ulum al Quran

Page 42: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

29

9. Ad-Diyatwa al-Akhlak

10. Al-Hisbah fi al-Islam

11. Al-Rifq bi Al- Hayawan fi Al-Islam

12. Sharh Salasih Hadisan

13. Tafsir al-Maraghi

14. Al-Khutabwa Al-Khutabau fi ad-Daulatain al-Umawiyyah al-

Abasiyyah al-Muthala‟ah al-„Arabiyyah li Al-Madaris As-Sudaniyyah

15. Risalah Isbat Ru‟yah al-Hilal fi Ramadhan

16. Risalah fi Zaujat an-Nabi saw

C. Tafsir al-Maraghi

1. Latar belakang Penulisan

Dalam muqaddimah kitab tafsir al-Maraghi yang ia susun, ada bebrapa hal

yang melatar belakangi penyusunan kitabnya ini, diantaranya ialah :

a. Karena dimasa sekarang sering menyaksikan banyak kalangan yang

cenderung memperluas cakrawala pegetahuan dibidang agama,

terutama dibidang tafsir al Quran dan sunnah rasul. Pertanyaan-

pertanyaan yang dilontarkan kepadanya berkisal masalah tafsir apakah

yang paling mudah untuk difahami dan paling bermanfaat bagi

pembaca, serta dapat dipelajari dalam waktu singkat. Mendengar

pertanyaan-pertanyaan tersebut ia merasa kesulitan untuk

menjawabnya.

b. Kitab tafsir yang ada memang bermanfaat karena menyingkap berbagai

persoalan agama dan berbagai macam kesulitan yang tidak mudah

difahami, namun kebanyakan telah dibumbui dengan istilah-istilah ilmu

lain, seperti ilmu balaghah, nahwu, sharaf, fiqih, tauhid, dan ilmu

lainnya yang justru merupakan hambatan pemahaman al Quran secara

benar bagi pembaca.

c. Kitab-kitab tafsir juga sering diberi cerita-cerita yang bertentangan

dengan fakta dan kebenaran bahkan bertentangan dengan akal dan

fakta-fakta ilmu pengetahuan yang bisa dipertanggung jawabkan.

Meskipun adajuga kitab-kitab tafsir yang dilengkapi dengan analisa-

Page 43: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

30

analisa ilmiah yang selaras dengan perkembangan ilmu pada saat

penulisan kitab tafsir tersebut.

2. Metode dan Corak

Sebagaimana diketahui bahwa metode penafsiran ayat-ayat al Quran

dibagi menjadi empat macam yaitu metode tahlili (analisis), metode ijmali

(global), metode muqarran (komparatif), dan metode maudhu‟i (tematik).55

Sedangkan metode yang digunakan dalam penulisan tafsir al-Maraghi adalah

metode tahlili (analisis).56

Sebab dalam tafsirnya ia menafsirkan ayat demi ayat

dan surat demi surat sesuai dengan urutan mushaf utsmani.

Dari segi metodologi, al-Maraghi bisa disebut telah mengembangkan

metode baru. Bagi sebagian pengamat tafsir, al-Maraghi adalah mufassir yang

pertama kali memperkenalkan metode tafsir yang memisahkan antara uraian

global dan uraian rincian. Sehingga penjelasan ayat-ayat didalamnya dibagi

menjadi dua kategori, yaitu ma‟na ijmali dan ma‟na tahlili.57

Corak penafsiran yang digunakan dal tafsir al-Maraghi adalah corak al

adabi wa al ijtima‟i yaitu salah satu corak baru dalam tafsir modern. Tokoh utama

pencetus corak ini adalah Muhammad Abduh, lalu dikembangkan oleh muridnya

Rasyid Ridha yang selanjutnya diikuti oleh mufassir lainnya salah satunya Ahmad

Mustafa al-Maraghi.

3. Sistematika Penulisan

Didalam muqaddimah tafsir al-Maraghi disebutkan sistematika penulisan

yang digunakan oleh al-Maraghi dalam menulis tafsirnya58

:

a. Mengemukakan ayat-ayat di awal pembahasan

55

Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al Quran dan Tafsir (Yogyakarta:Idea Press

2015), hlm 9 56

Nasarudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir ( Yogyakarta :Pustaka Pelajar,2011) ,

hlm 426 57

Ibid, hlm 24-27 58

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi juz 30, (Mesir : Mushtafa al-Babiy al-

Halabiy) Cet VII

Page 44: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

31

b. Pada setiap pembahasan al-Maraghi memulai dengan mengemukakan

satu, dua atau lebih ayat-ayat al Quran, yang kemudian disusun

sedemikian rupa sehingga memberikan pengertian yang menyatu.

c. Penjelasan kata-kata atau tafsir mufaradat

d. Al-Maraghi juga menyertakan penjelsan-penjelasan kata-kata secara

bahasa, jika memang terdapat kata-kata yang dianggap sulit untuk

difahami oleh pembaca.

e. Pengertian ayat-ayat secara global (al-Ma‟na al-Jumali al-Ayat)

f. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (asbab an-Nuzul)

g. Mengesampingkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu

pengetahuan.

Page 45: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

32

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DAN

PERNIKAHAN BEDA AGAMA

A. Pengertian Pernikahan Secara Umum

Secara etimologis, nikah mempunyai arti bersetubuh atau hubungan badan.

Sedangkan secara terminologis nikah adalah akad yang menimbulkan kebolehan

bergaul antara laki-laki dan perempuan dalam tuntunan naluri kemanusiaan dalam

kehidupan, dan menjadikan untuk kedua pihak secara timbal balik hak-hak dan

kewajiban-kewajiban. 59

Menurut pengertian sebagian fuqaha perkawinan didefenisikan sebagai

berikut :

“akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin

dengan lafaz nikah atau ziwaj atau yang semakna keduanya.”60

Pengertian ini dibuat hanya melihat dari satu saja yakni kebolehan hukum,

dalam hubungan antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang semula dilarang

kemudian diperbolehkan. Ada beberapa pendapat ulama‟ tentang pengertian nikah

diantaranya :

Muhammad Abu Ishrah mendefenisikan Nikah tau Ziwaj ialah :

61

“akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan

keluarga (suami-isteri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong

59

Mardani, Hadis Ahkam ( Jakarta : Rajawali Pers, 2012), hlm 219. 60

Departeman Agama , Ilmu Fiqh II, Jakarta :Proyeksi Pembinaan Prasarana dan Sarana

Perguruan Tinggi Agama /IAIN dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,

1945, hlm 48. 61

Ibid. Hlm 49

Page 46: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

33

menolong dan memberikan batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan

kewajiban bagi masing-masingnya.”

Pengertian dari Abu Ishrah diatas dapat difahami bahwa perkawinan

mengandung akibat hukum yakni mendapatkan hak dan kewajiban serta bertujuan

mengadakan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena perkawinan

termasuk pelaksanaan agama maka didalamnya terkandung adanya tujuan atau

maksud mengharapkan keridhaan Allah swt. Ulama Hanafiyah berpendapat

bahwa makna haqiqi dari nikah adalah wath‟i dan aqad yang merupakan makna

majazinya. Sedangkan Syafi‟iyah menyatakan bahwa nikah berarti aqad secara

haqiqi dan wath‟i dalam arti majazinya. Pendapat golongan ini mengacu pada

firman Allah swt :

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah

wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian

jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil,62

Maka (kawinilah) seorang

saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih

dekat kepada tidak berbuat aniaya.”( an-Nisa‟:3)63

Dan hadis Nabi Muhammad saw :

62

Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat,

giliran dan lain-lainnya. 63

Depag RI , al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta : Yayasan Penyelenggara

Penterjemah/ Pentafsir al-Quran , 1971, hlm 77.

Page 47: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

34

64 “Diceritakan kepada kami dari Ahmad Bin Azhar diceritakan kepada kami

dari Adam diceritakan kepada kami dari Isa bin Maimun dari Qasim dari

Aisyah beliau berkata : telah bersabda Rasulallah saw “ Nikah adalah

sebagian dari sunnahku, barangsiapa yang tidak mengerjakan sunnahku

maka bukan dari golonganku. Dan menikahlah, karena sesungguhnya aku

membanggakan banyaknya kalian dihadapan umat-umat lain, dan

barangsiapa yang memiliki kemampuan maka menikahlah, dan

barangsiapa yang tidak memiliki kemampuan maka diatasnya dianjurkan

berpuasa, maka sesungguhnya puasa itu.

Menurut Zakiah Dardjat dkk pernikahan adalah suatu akad atau perikatan

untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam

rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa

ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhai Allah swt.65

Sedangkan

Siti Musdah Mulia mendefenisikan pernikahan adalah sebuah akad atau kontrak

yang mengikat dua pihak yang setara, yaitu laki-laki dan perempuan yang masing-

masing telah memenuhi persyaratan berdasarkan hukum yang berlaku atas dasar

kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak untuk membentuk keluarga.66

Kompilasi hukum islam (INPRES No.1 Tahun 1991) mendefenisikan perkawinan

dalam pasal 2, disebutkan bahwa : “ perkawinan menurut hukum Islam adalah

pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizan untuk mentaati

perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Ungkapan akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalizan) dalam KHI

merupakan penjelasan dari ungkapan “ikatan lahir batin” yang terdapat dalam

rumusan undang-undang perkawinan (UUP) yang mengandung arti bahwa akad

perkawinan itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan.67

Kemudian menurut kacamata Islam menikah itu adalah untuk penghalalan

hubungan lawan jenis. Hal ini terlihat dalam fiqih secara bahasa , defenisi nikah

adalah al-wath‟u, yang artinya hubungan badan. Maksudnya, pernikahan adalah

penghalalan seorang laki-laki untuk atau terhadap perempuan untuk bisa

melakukan hubungan badan. Tanpa pernikahan yang sah, hubungan badan

64

Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Mâjah al Qazwainî, Sunan Ibnu Majah, Beirut

Dar Al- Resalah Al-A‟lamiah 1430 H, Juz 3, Bab Nikah, hlm 54. 65

Departemen Agama, Ibid, hlm 38. 66

Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis : Perempuan Pembaru Keagamaan , Bandung

: PT. Mizan Pustaka ,2005, hlm 55. 67

Amir Syarifuddin , Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : antara Fiqh Munakahat

dan UU Perkawinan , Jakarta, Prenada Media, 2007, hlm,40.

Page 48: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

35

diharamkan dan hal itu merupakan zina, dan zina merupakan dosa besar. Hal ini

senada dengan firman Allah dalam al-Qur‟an surah al-Isra‟ ayat 32 :

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu

perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”68

Kemudian ayat diatas dipertegas dengan Hadis Nabi yang berbunyi :

69 “Diceritakan dari „Imran Ibn Maisaroh dia berkata diceritakan dari Abdul

Warits dari Abi Tayyah dari Anas beliau berkata : telah bersabda

Rasulallah saw “ Sesungguhnya diantara tanda-tanda kiamat yaitu

diangkatnya ilmu dan kebodohan nampak jelas, dan banyak yang minum

khamar dan banyak orang berzina secara terang-terangan”. ( Hr. Bukhari )

Menurut Azhari an-Nikah dalam bahasa arab pada asalnya bermakna al

wath‟u ( persetubuhan). Perkawinan disebut nikah karena menjadi sebab

persetubuhan.70

Secara luwesnya, menurut perspektif fiqih, pernikahan adalah

penyambungan tali ikatan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram

agar perasaan cinta yang ada diarahkan kepada tempat yang tepat. Dalam istilah

Jawa, hal itu disebut dengan manunggaling rasa tresna, yakni bersatunya rasa

cinta. Yang dimaksudkan adalah rasa cinta dari seorang laki-laki kepada seorang

perempuan yang keduanya itu diperbolehkan menikah.71

Tegasnya, perkawinan adalah suatu akad atau perikatan untuk

menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka

mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman sarat

kasih sayang dengan cara yang diridhai oleh Allah swt.

B. Pernikahan Beda Agama Perspektif al Quran

Pernikahan beda agama adalah suatu akad atau perikatan untuk

menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka

68

Departemen Agama, Ibid, hlm 285. 69

Abu Abdillah Muhammad Ibnu Ismail Al- Bukhari, Al-Jami‟u al-Shahih,

Kairo,Mathba‟ah Salafiah, 1400 H, juz 1, Bab 28, hlm 46. 70

Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin „Abdir Razaaq, Panduan Lengkap Nikah, Dari A

Sampai Z, Bogor, Pustaka Ibnu Katsir, 2006, hlm 11-12. 71

Ali Abdullah, Habis Nikah Terbitlah Berkah, Jakarta, PT Gramedia, 2015, hlm 29.

Page 49: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

36

mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang dilakukan oleh sesorang yang

beragama Islam (Muslim) dan orang yang bukan Islam (Non Muslim).72

Adapun perkawinan beda agama yang dirumuskan oleh Rusli dan R. Tama

yang dikutip oleh Wasman, perkawinan antar agama adalah ikatan lahir batin

antara seorang pria dan seorang wanita yang berbeda agama, menyebabkan

tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara

pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing. Dengan

tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.

Didalam al Quran pernikahan beda agama diatur dalam beberapa ayat

dibeberapa surat.73

Diantaranya didalam surat al-Baqarah ayat 221 yang

menerangkan larangan menikahi orang musyrik sampai mereka beriman.

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita

musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan

orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang

musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka,

sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah

menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia

supaya mereka mengambil pelajaran.74

Selain itu didalam surat al-Mumtahanah juga dijelaskan larangan

mengembalikan wanita Islam yang hijrah dari Makkah ke Madinah kepada

suami mereka di Makkah.

72

Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis Perempuan Pembaharu Keagamaan (Bandung

: PT Mizan Pustaka, 2005), hlm 57. 73

Ahmad Hasanudin Dardiri dkk, Pernikahan Beda Agama ditinjau Dari perspektif Islam

dan Ham, Jurnal KHAZANAH Vol 6, No 1 Juni 2013, hlm 103 74

Depag RI , al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta : Yayasan Penyelenggara

Penterjemah/ Pentafsir al-Quran , 1971

Page 50: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

37

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu

perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan)

mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu

telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu

kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka

tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula

bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah

mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar

kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali

(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta

mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang

telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara

kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.75

Meskipun secara tegas dalam Islam terdapat pelarangan pernikahan beda

agama dalam teori, namun di ayat lain menyatakan adanya kesempatan untuk

terjadinya pernikahan bukan satu golongan, yaitu antara umat Islam dan golongan

ahl kitab. Pembolehan ini ditegaskan Allah dalam surat al-Maidah ayat 05 :

75

Depag RI, Ibid, hlm 550

Page 51: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

38

“Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan)

orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu

halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang

menjaga kehormatan 76

diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-

wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al

kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan

maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)

menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman

(tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia

di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.”77

Dari uraian yang dijelaskan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

pada dasarnya hukum Islam melarang adanya pernikahan beda agama.78

C. Pandangan Ulama Tentang Pernikahan Beda Agama

Semua mazhab sepakat bahwa laki-laki dan perempuan Muslim tidak

boleh menikah dengan orang-orang yang tidak mempunyai kitab atau yang dekat

dengan kitab suci ( syibh kitab ). Orang-orang yang masuk dalam kategori ini

adalah para penyembah berhala, penyembah matahari, penyembah bintang, dan

benda-benda lainnya yang mereka puja, dan setiap orang zindik yang tidak

percaya kepada Allah.79

Kemudian empat mazhab juga sepakat bahwa orang-orang yang memiliki

kitab atau yang dekat dengan kitab (syibh kitab) , seperti orang Majusi tidak boleh

dikawini.yang dimaksud dengan syibh kitab adalah bahwa orang-orang majusi

yang mempunyai kitab suci yang kemudian mereka ubah, sehingga mereka

menjadi orang-orang seperti yang ada sekarang ini, sedangkan kitab asli mereka

sudah lenyap.80

Sementara itu ulama Imamiyah mengatakan bahwa wanita Muslim tidak

boleh menikah dengan laki-laki ahli kitab, tetapi mereka berbeda pendapat tentang

76

Ada yang mengatakan wanita-wanita yang merdeka 77

Depag RI, Ibid, hlm 106 78 Ahmad Hasanudin Dardiri dkk, Ibid, hlm 105-106 79

Muhammad Jawad Mughniyah, al Fiqh „Ala al-Madzahib al-Khomsah Fiqih Lima

Mazhab (Dar al Jawad, Beirut 2011), hlm 365 80

Ibid, hlm 365

Page 52: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

39

kebolehan laki-laki muslim mengawini wanita ahli kitab. Sebagian dari mereka

berpendapat bahwa hal itu tidak baik dalam bentuk kawin daim atau kawin

sementara ( Mut‟ah). Mereka mendasarkan pendapatnya pada Firman Allah :

“Dan janganlah kamu berpegang pada tali ( perkawinan) dengan

perempuan-perempuan kafir. (Qs. Al-Mumtahanah 10)81

Dan juga berdasarkan kepada firman Allah :

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka

beriman. 82

(Qs. Al-Baqarah 221)

Disini mereka menafsirkan syirk dengan kufur dan non Islam. Ahli Kitab,

menurut istilah yang diberikan al Quran, bukanlah orang-orang musyrik. Hal ini

berdasarkan firman Allah :

“Orang-orang kafir bukanlah orang-orang ahli kitab,dan orang-orang

musyrik tidak akan meninggalkan agama mereka.83

( Qs. Al- Bayyinah: 1)

Sementara yang lain mengatakan bahwa mengawini ahli kitab itu

hukumnya boleh, baik dalam bentuk kawin daim atau kawin mut‟ah. Mereka

berpegang pada firman Allah :

“Dan dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatannya

diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita ahli kitab.84

(Qs.

Al-Maidah 05)

81

Depag RI, Ibid,hlm 650. 82

Depag RI,Ibid, hlm 220 83

Depag RI, Ibid, hlm 870 84

Depag RI,Ibid,hlm 267

Page 53: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

40

Ayat ini tampak menunjukkan kehalalan mengawini wanita-wanita ahli

kitab. Sedangkan kelompok lainnya mengatakan bahwa mengawini wanita-wanita

ahli kitab itu boleh dalam bentuk kawin sementara, tapi tidak dalam bentuk kawin

daim. Mereka mengkompromikan antara dalil yang melarang dan dalil yang

membolehkan. Dalil yang menunjukkan larangan menurut mereka adalah

larangan untuk kawin daim sedangkan dalil yang membolehkan adalah untuk

kawin sementara.

Pada prinsipnya pandangan para ulama mengenai hal ini terbagi dalam tiga

pendapat :

Pertama, melarang secara mutlak. Sebagian ulama melarang secara

mutlak pernikahan antara Muslim dan non Muslim. Baik yang dikategorikan

musyrik maupun ahli kitab. Larangan itu berlaku, baik bagi perempuan Muslim

maupun laki-laki Muslim.

Kedua, membolehkan secara bersyarat. Sejumlah ulama membolehkan

pernikahan laki-laki Muslim dengan perempuan non Muslim dengan syarat

perempuan non Muslim itu dari kelompok ahli kitab, tetapi tidak untuk

sebaliknya.

Ketiga, sebagian ulama lainnya membolehkan pernikahan antara Muslim

dan non Muslim., dan kebolehan itu berlaku untuk laki-laki dan perempuan.

Adapun argument dari masing-masing dari ketiga pendapat tersebut.85

Pendapat

pertama86

berangkat dari pemahaman surat al-Baqarah 221, penganut pendapat ini

tidak membedakan antara musyrik dan ahli kitab karena kedua kelompok tersebut

dalam realitasnya sama saja, seperti penyataan sahabat Nabi Saw, Abdullah ibn

Umar “ saya tidak mengetahui suatu kemusyrikan yang lebih besar daripada

kemusyrikan seseorang yang menyatakan bahwa tuhannyaadalah Isa atau salah

satu dari hamba tuhan.87

85

Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis Perempuan Pembaharu Keagamaan, (

Bandung :Mizan Pustaka 2005) hlm 59-60 86

Ulama yang dapat digolongkan ke dalam kelompok pertama ini, antara lain Atha‟,

Abdullah ibnu Umar, dan Muhammad ibn Al-Hanafiyah. 87

Siti Musdah Mulia, Ibid, hlm 60

Page 54: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

41

Argumen kelompok kedua adalah surat al-Maidah ayat 05, menurut

pendukung pendapat ini bahwa ayat di atas secara tegas berbicara bolehnya

pernikahan laki-laki Muslim dan perempuan ahli kitab. Sementara untuk

sebaliknya ( pernikahan perempuan Muslim dengan laki-laki ahli kitab), tidak

dinyatakan secara eksplisit. Hal itu menyimpulkan bahwa pernikahan perempuan

Muslim dengan laki-laki ahli kitab dilarang. Andaikata dibolehkan maka akan

ditegaskan dalam ayat tersebut.88

Kemudian argumen pendapat ketiga89

yang membolehkan pernikahan

Muslim dengan non Muslim, tidak terbatas bagi laki-laki saja melainkan juga

perempuan. Kelompok ini juga berdalil kepada tiga ayat yang dipakai oleh kedua

kelompok sebelumnya yakni Qs. Al-Baqarah ayat 221, al-Maidah ayat 05, dan al-

Mumtahanah ayat 10. Yang berbeda cuma penafsirannya.

88

Siti Musdah Mulia, Ibid, hlm 61 89

Yang tegolong dalam pendapat ketiga ini antara lain adalah Muhammad Abduh dan

Rasyd Ridha, lihat Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis Perempuan pembaharu agama, hlm 82

Page 55: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

42

BAB IV

KOMPARASI PENAFSIRAN AYAT-AYAT PERNIKAHAN BEDA

AGAMA

A. Penafsiran dalam Tafsir al-Manar

1. Penafsiran surat al-Baqarah 221

Ayat al Quran yang berbicara tentang pernikahan antara pria Muslim

dengan wanita musyrik termaktub dalam Qs. Al-Baqarah ayat 221 :

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita

musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan

orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang

musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka,

sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah

menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia

supaya mereka mengambil pelajaran.90

Ada beberapa riwayat yang mengabarkan tentang asbab an nuzul dari ayat di atas

diantaranya :

Diriwayatkan dari Ibnu Munzir, Ibnu Hatim, dan al-Wahidi dari Muqatil,

dia berkata : ayat ini turun kepada Ibnu Abi Murtsad al Ghawawi, ketika dia

meminta izin kepada Rasulallah saw untuk menikahi seorang wanita muda

musyrikah yang memiliki kekayaan dan kecantikan. Maka turunlah ayat 221 surat

al-Baqarah di atas.91

90

Depag RI , al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta : Yayasan Penyelenggara

Penterjemah/ Pentafsir al-Quran , 1971 91

Jalaludin Ash Shayuti, Libabun Nuqulil Fii Asbabin Nuzul, Sebab-sebab Turunnya

Ayat al Quran ( Kairo : Darul Taqwa) hlm 91.

Page 56: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

43

Al Wahidi meriwayatkan dari jalur Assudi dari Abu Malik dari Ibnu

Abbas, dia berkata : ayat tersebut turun kepada Abdullah bin Rawahah yang

ketika itu memiliki budak wanita berkulit hitam. Pada suatu hari dia marah

dengan budaknya dan menamparnya, kemudian dia mendatangi Rasulallah saw

dengan memberitahukan kepada beliau tentang hal itu, lalu dia berkata : sungguh

saya akan memerdekakannya dan menikahinya. Lalu dia melakukan apa yang dia

katakan tersebut. Melihat apa yang dilakukannya itu, sebagian orang Muslim

mencelanya. Mereka berkata : dia menikahi seorang budak wanita, maka turunlah

ayat ini.92

Rasyid Ridha dalam kitab tafsirnya menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut :

93

94

Didalam tafsir al-Manar disebutkan bahwa ayat tersebut dengan

menyatakan bahwa wanita musyrik yang haram dinikahi oleh pria Muslim dalam

surat al-Baqarah ayat 221 di atas adalah wanita musyrik arab yang tidak memiliki

kitab suci sebagai pedoman untuk dibaca atau dianut. Karena, seluruh riwayat

92

Ibid, hlm 91 93

Muhammad Rasyid , Tafsir al-Manar (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, 1947). Cet .

I,Juz II, hlm 281. 94

Ibid, hlm 283.

Page 57: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

44

terkait ayat ini memang mengarah ke pemahaman itu. Adapun orang-orang yang

mempunyai kitab suci tidak termasuk kedalam kategori musyrik dan secara

spontan telah keluar dari hukum pengharaman.

Muhammad Abduh menerangkan bahwa jika ada sampai sekarang orang-

orang arab yang dimaksud dalam penafsiran di atas maka hukumnya tetap

berlaku. Tetapi apabila tidak ada, maka dengan sendirinya tidak ada suatu

kepercayaan dan agama pun yang menjadi kendala dalam melangsungkan

pernikahan.95

Penafsiran kata “Musyrikah” dalam surat al-Baqarah ayat 221 tersebut

dengan musyrik arab, menurut Rasyid Ridha adalah pendapat yang sudah

disepakati dan didukung oleh Syaikh al-Mufassirun, yaitu Ibnu Jarir al-Thabari

sebagaimana yang dituangkan dalam kitab tafsirnya96

.

Mengenai terminologi musyrik yang terdapat surat al-Baqarah tersebut,

memang at-Thabari dalam tafsirnya juga mengungkapkan beberapa pendapat

ulama :

a. Ayat ini merupakan dalil pengharaman kepada setiap Muslim untuk

menikahi wanita musyrik secara general, baik penyembah berhala.

Yahudi, Majusi, maupun Nasrani, terkecuali ahli kitab. Hal itu

disebabkan adanya ayat yang menasakh keharaman menikahi wanita

musyrik.

b. Terminologi ayat di atas dikhususkan bagi wanita musyrik arab saja,

meskipun secara zahir nash terlihat mencakup seluruh wanita

musyrik.

c. Ayat tersebut mencakup seluruh wanita musyrik tanpa terkecuali, baik

penyembah berhala, Majusi, Nasrani maupun ahli kitab, tanpa adanya

ayat yang menasakh.97

95

Ibid, hlm 281 96

Ibid, Juz VI, hlm 159 97

Al-Thabari, Jami‟ al-Bayan fi Ta‟wil al Quran ( Cairo : Dar Hijr, 2001), Cet. I, Jilid III,

hlm 711-714

Page 58: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

45

Menurut Rasyid Ridha, dari semua pendapat yang dikemukakan, at-

Thabari memposisikan diri berada dan sejalan dengan pendapat Qatadah yaitu

pada kelompok kedua yang menyatakan bahwa :

98 “Terminologi musyrik dalam ayat tersebut dimaksudkan hanya

bagi musyrikat arab yang tidak memiliki kitab sebagai pedoman

untuk dibaca. Secara zahir, nash itu bersifat umum. Akan tetapi,

secara aplikatif bersifat khusus, ayat tersebut juga tidak pernah

dinasahk oleh ayat apapun. Oleh karena itu, wanita ahli kitab tidak

termasuk dalam kategori musyrik.”

Rasyid Ridha juga menegaskan bahwa ayat tersebut ( pernikahan pria

muslim dengan wanita musyrik) tidak pernah menganulir ayat apapun, seperti

surat al Maidah ayat 05 yang membolehkan nikah dengan wanita ahli kitab.

Rasyid Ridha menganggap sangat tidak logis kalau ayat yang datangnya duluan

menganulir ketentuan ayat yang datangnya belakangan.99

Pernyataan Rasyid Ridha di atas sangat jelas sekali mengharamkan pria

muslim menikah dengan wanita musyrik ( musyrik Mekah). Alasan dari

pengharaman tersebut dikatakan Rasyid Ridha adalah karena orang musyrik

merupakan faktor yang bisa menjerumuskan atau mengajak pria Muslim ke dalam

api neraka, baik dengan faktor perkataan atau perbuatan mereka. Maka, menjalin

hubungan dengan mereka dalam bentuk pernikahan merupakan faktor terbesar

yang bisa mewujudkan kehinaan masuk ke dalam neraka.100

Rasyid Ridha menegaskan dengan bersumpah bahwa menikahi wanita

hamba sahaya yang beriman kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW jauh

lebih bagus dibandingkan menikahi wanita musyrik yang cantik jelita.101

Karena,

wanita musyrik tersebut tidak mempunyai pedoman yang bisa dijadikan sebagai

98

Muhammad Rasyid Ridha, Ibid, Juz VI, hlm 158. 99

Muhammad Rasyid Ridha, Juz II 100

Ibid, hlm 284 101

Ibid, hlm 282

Page 59: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

46

prinsip dalam kehidupan agar terbiasa dengan kebaikan dan menjauhi keburukan

dan kemungkaran. Wanita musyrik tidak akan merasaa berdosa ketika melakukan

penghianatan kepada suaminya.102

2. Penafsiran Surah al-Maidah ayat 05

Ayat al Quran yang terkait pernikahan antara pria Muslim dengan wanita

ahli kitab terdapat dalam surah al-Maidah ayat 05 :

“Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan)

orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu

halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang

menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-

wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al

kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan

maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)

menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman

(tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia

di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.”103

104

102

Ibid, hlm 283 103

Depag RI, Ibid, hlm 106 104

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, ( Beirut : Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah,

1947), Juz VI, hlm 148

Page 60: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

47

105

Dalam menafsirkan ayat ini, Rasyid Ridha menyatakan bahwa ahli kitab

tidak hanya sebatas dua komunitas saja Yahudi dan Nasrani saja, melainkan

semua penganut agama dan kepercayaan yang memiliki dan mempedomani salah

satu kitab suci merupakan ahli kitab, seperti Majusi, Shabi‟un, Hindu, Budha,

Konghucu, Sinto, dan lain-lain. Hal ini menurutnya juga berdasarkan fajta sejarah

serta penjelasan dan pernyataan dari al Quran sendiri, bahwa setiap umat

mempunyai rasul yang diutus kepada mereka oleh Allah SWT. Mereka juga

memiliki kitab suci yang dibawa oleh nabi mereka, hanya saja terjadi

penyelewengan (tahrif) terhadap kitab suci tersebut sebagaimana terjadi pada

kitab suci Yahudi dan Nasrani. Apalagi hukum asal pernikahan menurut Rasyid

Ridha adalah mubah (boleh). Oleh karena itu, datang nash untuk mengatur dan

menjelaskan dalam hal-hal dan kasus apa saja pernikahan tersebut dilarang atau

diharamkan.

Berdasarkan konsep Rasyid Ridha terhadap makna ahli kitab ini, tentu saja

membolehkan pernikahan pria Muslim dengan wanita ahli kitab. Kebolehannya

tidak hanya dengan wanita Yahudi dan Nasrani saja, tetapi juga dengan wanita

Majusi, Hindu, Budha, Konghucu, Sinto, dan penganut agama lainnya yang

memiliki kitab suci.

Menurut Rasyid Ridha, tidak ada perbedaan yang besar antara wanita ahli

kitab dengan orang mukmin. Karena, wanita ahli kitab juga beriman kepada Allah

105

Ibid, hlm 159-160.

Page 61: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

48

SWT dan menyembahnya, beriman kepada para Nabi dan hari akhir serta

balasannya, meyakini kewajiban berperilaku baik dan keharaman berbuat jahat.

Hanya saja, perbedaan yang paling prinsipil antara mukmin dengan ahli kitab

adalah keengganan mereka untuk beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan

karekteristik tauhid dan ibadah yang dibawanya. Maka, orang yang beriman

dengan kenabian secara umum, tentu saja mereka mau beriman kepada nabi

Muhammad SAW.

Faktor yang menyebabkan mereka terhalang untuk beriman kepada Nabi

Muhammad SAW adalah ketidaktahuan mereka dengan hakikat risalah yang

dibawanya, atau penentangan dan keingkaran mereka secara zahir, padahal hati

nurani mereka meyakini kebenarannya.106

Wanita ahli kitab dinikahi oleh seorang muslim, maka ia akan hidup

dibawah naungan suaminya yang muslim dan tunduk terhadap undang-undang

masyarakat Islam. Sehingga lama kelamaan wanita tersebut akan terpengaruh

dengan ajaran-ajaran Islam. Dan sangat diharapkan agar wanita tersebut dapat

memeluk Islam stelah sekian lama ia hidup di dalam masyarakat Muslim. Akan

tetapi, wanita ahli kitab yang boleh dinikahi menurut Rasyid Ridha adalah wanita

yang baik-baik. Karena, kata muhshanat dalam ayat itu maksudnya adalah wanita

yang terhormat ( terjaga dari perbuatan zina).107

Kebolehan menikahi wanita ahli kitab, menurut Rasyid Ridha hanya

berlaku bagi pria muslim yang kuat imannya dan teguh keyakinannya. Jadi, bagi

yang tidak mantap keimananya, maka tidak boleh bagi pria muslim untuk

menikahi wanita ahli kitab. Karena, bisa jadi dia akan terjerumus dan terpengaruh

dengan wanita tersebut yang pada akhirnya dia pindah keyakinan dengan masuk

agama wanita itu. Jadi, di sini Rasyid Ridha menekankan tindakan

preventifnya.108

Adapun dihalalkannya menikah dengan wanita ahli kitab tujuannya adalah

untuk memperlihatkan keindahan mu‟amalah umat Islam dan kemudahan

syari‟atnya. Hal itu bisa terwujud dengan melakukan pernikahan dengan wanita

106

Ibid, Juz II, hlm 284 107

Ibid, Juz VI, hlm 151 108

Ibid, Juz II, hlm 159

Page 62: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

49

mereka. Karena, laki-laki adalah pemegang otoritas dan kekuasaan terhadap

wanita. Jika mu‟amalah sang suami bagus terhadap sang istri, maka itu adalah

suatu pertanda bahwa agama sang suamiadalah agama yang mengajak kepada

kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Agama yang mengajarkan pemeluknya

untuk bersikap adil kepada sesama muslim dan non muslim. Agama yang

mengajarkan lapang dada dalam bermu‟amalah dengan orang yang berbeda.109

3. Al-Mumtahanah ayat 10

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah

kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah

kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang

keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka

(benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka

kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal

bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula

bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar

yang telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka

apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu

tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-

perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah

kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah

mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di

antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”110

Di dalam tafsir al-Manar baik Muhammad Abduh maupun Rasyid Ridha

tidak menyantumkan penafsiran beliau terhadap surat al-Mumtahanah ayat 10 di

atas. Karena memang di dalam tafsir al-Manar penafsiran yang ditafsirkan hanya

109

Ibid, Juz III, hlm 282-283 110

Depag RI,Ibid, hlm 549

Page 63: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

50

sampai surah Yusuf 53. Oleh karena itu penulis tidak menyantumkan penafsiran

beliau terhadap ayat tersebut. Namun teks ayat di atas tidak jauh berbeda dengan

surat al-Baqarah ayat 221 tentang pelarangan menikah dengan wanita musyrik.

B. Penafsiran dalam tafsir al-Maraghi

1. Surah al-Baqarah ayat 221

Ahmad Mustafa al-Maraghi menafsirkan ayat 221 surat al-Baqarah

di atas, dalam tafsirnya dia menuliskan sebagai berikut :

Dalam penafsirannya terhadap ayat di atas, al-Maraghi menyatakan bahwa

wanita musyrik yang haram dinikahi oleh pria muslim dalam surat al-Baqarah

ayat 221 tersebut adalah semua musyrik secara global, baik dari bangsa arab

maupun dari non arab. Kecuali mereka mau beriman kepada Allah SWT dan Nabi

Muhammad SAW. Kalau mereka tetap dengan keyakinan dan kepercayaan yang

mereka anaut, maka tidak ada celah sedikitpun bagi seorang muslim untuk

menjalin hubungan kekeluargaan dan tali pernikahan dengan mereka.111

Al-Maraghi menambahkan bahwa menikahi seorang budak wanita yang

beriman dengan segala kekurangannya jauh lebih baik dibanding menikahi wanita

musyrik, walaupun dia memiliki banyak kelebihan. Al-Maraghi mengakui bahwa

kalau bisa mendapatkan istri yang cantik (cantik agama dan wajahnya), yang

dengan dua hal itu dia bisa menggapai kebahagiaan dan kesempurnaan secara

agama sekaligus agama, maka itu lebih bagus. Akan tetapi, jika disuruh memilih

antara kecantikan dan keimanan, maka pilihlah keimanan.

111

Ahmad Mustafa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi ( Mesir : Mathba‟ah al-Halabiy, 1946)

Page 64: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

51

Karena jika hanya mengandalkan kecantikan semata tanpa ada keimanan,

maka akan berdampak buruk baginya. Keimanan lebih penting daripada

kecantikan. Keimanan adalah harga mati dan segalanya.112

Wanita musyrik tidak

punya panduan dalam kehidupannya untuk menentukan benar salahnya suatu

tindakan. Sehingga, dia akan merasa biasa saja ketika melakukan kedurhakaan

kepada suaminya.113

Oleh karena itu sudah wajar pernikahan dengan wanita

musyrik akan menjerumuskan seseorang ke dalam jurang neraka.114

Secara eksplisit, ayat ini (al-Baqarah ayat 221) memang meyatakan

keharaman menikahi wanita musyrik. Bahkan hamba sahaya yang beriman jauh

lebih dari wanita musyrik walaupun mereka sangat menakjubkan.menurut para

ulama pun sejauh ini hukum pernikahan antara pria muslim dengan wanita

musyrik, terutama ulama empat mazhab adalah haram.115

2. Penafsiran surat al-Maidah ayat 05

Ayat al Quran yang berbicara tentang pernikahan antara pria muslim

dengan wanita ahli kitab termektub dalam surat al-Maidah ayat 05 :

“Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan)

orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu

halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang

menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-

wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al

kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan

112

Ibid 113

Ibid, hlm 152 114

Ibid, hlm 153 115

Muhammad Jawad Mughniyah, al Fiqh „Ala al-Madzahib al-Khomsah Fiqih Lima

Mazhab (Dar al Jawad, Beirut 2011), hlm 365

Page 65: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

52

maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)

menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman

(tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia

di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.”

Berikut kutipan penafsiran al-Maraghi terhadap ayat di atas (al-Maidah ayat 05) :

Al-Maraghi menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan bahwa ahli

kitab hanya terbatas kepada dua komunitas Yahudi dan Nasrani saja dari

keturunan siapapun mereka. Sementara penganut agama lain walaupun mereka

memiliki kitab suci, tidak bisa dikatakan ahli kitab. Karena, pada dasarnya kitab

suci mereka tersebut bukan kitab suci samawi.116

Agaknya al-Maraghi memasukkan semua pemeluk Yahudi dan Nasrani

sebagai ahli kitab dikarenakan kedua komunitas tersebut memiliki kitab suci

samawi dan mempercayai nabi yang diutus kepada mereka. Oleh karena itu,

menurut al-Maraghi kebolehan menikah bagi pria muslim hanya terbatas pada

wanita ahli kitab dari Yahudi dan Nasrani saja, jika wanita yang dinikahi itu

sudah diberikan mas kawinnya. Sementara hukum menikahi wanita Majusi,

Hindu, Budha, Konghucu, Sinto, dan lain sebagainya adalah tidak boleh atau

haram. Diikatnya kehalalan menikahi dengan keharusan membayar mahar adalah

sebagai penekanan bahwa mahar itu hukumnya wajib, bukan hanya sekedar syarat

halal pernikahan.117

Menurut al-Maraghi, ada syarat yang harus dipenuhi jika ingin menikahi

wanita ahli kitab, yaitu wanita tersebut harus baik akhlaknya. Walaupun kata

mukhsanat dalam ayat itu menurut al-Maraghi adalah wanita merdeka, karena

116

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Ibid, Jilid VI, hlm 59 117

Ibid

Page 66: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

53

khitabnya memang mengarah kepada mereka, nukan berarti tidak boleh menikahi

wanita budak. Hal ini asalkan tujuan pernikahan ini adalah untuk saling menjaga

kesucian, bukan untuk sesuatu yang nista.118

Kemudian pembolehan pernikahan

ini hanya bagi pria muslim yang kokoh imannya yang dengan itu bisa mengayomi

dan mendakwahi istrinya, sehingga diharapkan kelak istrinya bisa mengikuti

agama suaminya. Jadi, kebolehan ini tidak berlaku bagi pria muslim yang lemah

keimananya, karena kerasukan dan fitnah yang akan terjadi jika pernikhan tetap

dilaksanakan.119

Hikmah dibolehkannya pria muslim menikahi wanita ahli kitab menurut

al-Maraghi adalah agar mereka bisa melihat keindahan mu‟amalah umat Islam

terhadap mereka dan supaya mereka bisa mengetahui realistis dan elastisnya

syari‟at Islam. Laki-laki dalam Islam adalah pembimbing dan pengayom bagi

perempuan. Jadi, jika komunikasi dan mu‟amalahnya bagus dengan istrinya, maka

itu sudah cukup sebagai bukti bahwa Islam mengajak umatnya untuk berlaku

objektif dalam bermu‟amalah dengan penganut agama yangberbeda. Islam juga

mengajak umatnya untuk bersikap legowo atau berlapang hati, dan berjiwa besar

terhadap agam lain.120

3. Penafsiran surah al Mumtahanah ayat 10

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu

perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji

118

Ibid, hlm 59 119

Ibid, Jilid II, hlm 154 120

Ibid, hlm 153

Page 67: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

54

(keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan

mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar)

beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami

mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu

dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah

kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. dan tiada

dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka

maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan)

dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar

yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah

mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara

kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”121

Ada beberapa riwayat yang menerangkan tengan asbab an nuzul ayat di

atas diantaranya sebagai berikut :

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari al-Masur dan Marwan bin

Hakam bahwa ketika Rasulallah membuat kesepakatan damai dengan orang-orang

kafir Hudaibiyah, datanglah beberapa wanita mukminah kepada beliau. Lalu Allah

menurunkan ayat ini.122

Imam ath- Thabari meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Abdullah

bin Abi Ahmad yang berkata : pada masa berlangsungnya perjanjian damai

(antara kaum muslimin dan kaum kafir Mekkah), Ummu Kultsum bin Uqbah bin

Abi Mu‟ith melakukan hijrah ke Madinah. Dua orang saudara laki-laki Ummu

Kultsum yaitu Umarah dan Walid, lantas dating menemui Rasulallah dan meminta

beiau untuk mengembalikan Ummu Kultsum kepada mereka. Akan tetapi Allah

membatalkan perjanjian antara rasulnya dengan orang-orang musyrik tersebut,

khususnya dalam masalah wanita mukminah. Dimana Allah melarang beliau

untuk mengembalikan mereka kepada orang-orang musyrik. Ketika itu Allah

menurunkan ayat ini. 123

121

Depag RI, Ibid, hlm 530 122

Jalaludin ash- Sayuthi, sebab-sebab turunnya ayat al Quran ( Kairo ; Darul Taqwa)

hlm 568 123

Ibid, hlm 569

Page 68: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

55

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Yazad bin Abu al Habib bahwa yang ia

dengar adalah ayat ini turun berkenaan dengan Umaimah binti Basyar istri Abu

Hasan ad-Dahdahah.124

Dari Muqatil diriwayatkan bahwa ada seorang wanita bernama Saidah

yang merupakan istri dari Shaifi bin Rahib seorang laki-laki musyrik di Mekkah.

Wanita itu dilarang kemadinah disaat berlangsungnya kesepakatan damai. Orang-

orang musyrik lantas berkata “ kembalikan dia kepada kami “, sebagai responnya,

maka turunlah ayat ini.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari az- Zuhri bahwaayat ini turun berkenaan

pada saat Rasulallah tengah berda di kawasan Hudaibiyah yaitu ketika beliau

menyepakati bahwa jika ada penduduk Mekkah yang dating kepadanya maka

beliau akan mengembalikannya kepada mereka. Akan tetapi, tatkala yang datang

wanita maka turunlah ayat ini. 125

Berikut kutipan al-Maraghi dalam menafsirkan ayat di atas ( al-

Mumtahanah ayat 10) :

124

Ibid, hlm 360 125

Ibid, hlm 363

Page 69: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

56

126

Al-Maraghi menafsirkan bahwa apabila datang kepadamu wahai sekalian

orang mukmin wanita yang mengucapkan persaksian (syahadah) maka ujilah

mereka dan tidak tampak dari mereka itu apa yang bertentangan dengan hal

tersebut, sedang mereka berhijrah dari orang-orang kafir, maka ujilah keadaan

mereka, dan perhatikanlah apakah hati mereka sesuai dengan lidah mereka,

ataukah mereka itu wanita yang munafik. Dan adalah Rasulallah saw mengatakan

kepada wanita yang diuji itu, demi Allah yang tidak ada tuhan selain dia, engkau

tidaklah pergi karena kebencian kepada suami. Demi Allah, engkau tidak pergi

mencari dunia. Demi Allah, engkau tidak pergi kacuali karena cinta kepada Allah

dan Rasulnya.

Kemudian Allah menyebutkan kalimat sisipan (jumlah mu‟taridah) antara

sebelum dan sesudahnya, untuk menjelaskan bahwa ujian ujian itu berguna untuk

menguji zahir saja. Senada dengan firman Allah swt :

Allah lebih mengetahui iman mereka daripada kamu, dialah yang

menguasai segala rahasia. Disini terdapat penjelasan bahwa tidak ada jalan untuk

mengetahui hakikat iman mereka, karena hal itu termasuk urusan yang hanya

diketahui oleh Allah sendiri. Wanita-wanita mukmin itu tidak halal bagi suami-

suami yang kafir. Dan suami-suami yang kafir itu tidak halal pula bagi istri-istri

yang mukmin.

C. Persamaan dan Perbedaan Metodologi dan isi penafsiran.

Jika diperhatikan penafsiran Rasyid Ridha dan al-Maraghi terhadap ayat

yang membicarakan masalah pernikahan antara pria muslim dengan wanita

musyrik ini, terdapat persamaan dan perbedaan antara mereka. Diantara

persamaan penafsiran antara Rasyid Ridha dan al-Maraghi antara lain adalah :

126 Ahmad Mustafa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi ( Mesir : Mathba‟ah al-Halabiy, 1946),

Juz 28, hlm 72

Page 70: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

57

Pertama, adalah berkaitan dengan kesimpulan hukum yang mereka

utarakan bahwa menikahi wanita musyrik bagi pria muslim adalah haram. Hal ini

tentu saja berdasarkan informasi dari al Quran yang menyatakan secara eksplisit

masalah tersebut.

Kedua, dilihat dari alasan atau argumentasi yang mereka kemukakan

mengenai haramnya pernikahan tersebut.

Sementara perbedaan penafsiran antara Rasyid Ridah dan al-Maraghi

terhadap ayat yang membicarakan tentang masalah pernikahan antara pria muslim

dengan wanita musyrik ini adalah pemahaman mereka terhadap kata musyrikah

yang ada di dalam ayat tersebut. Rasyid Ridha memahami bahwa kata musyrikah

yang terdapat pada ayat 221 surat al-Baqarah tersebut ditujukan kepada wanita

musyrik arab, sementara al-Maraghi memahami kata musyrikah di dalam ayat di

atas ditujukan kepada wanita musyrik secara global.

Sementara dilihat dari segi metodologi penafsiran Rasyid Ridha dan al-

Maraghi memakai metode yang sama yaitu metode tahlili. Metode tahlili adalah

suatu metode yang mencoba menafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat

sesuai dengan urutan mushaf utsmani. Namun pendekatan yang mereka gunakan

dalam menafsirkan tampak berbeda. Rasyid Ridha dalam memahami kata

musyrikah pada ayat di atas menggunakan pendekatan al-„ibrah bi al-khusus al

sabab la bi „umum al lafzhi. Oleh karena itu, dia memahami bahwa yang

dimaksud dengan musyrikah pada ayat di atas adalah wanita musyrik arab ketika

al Quran diturunkan. Makanya keharaman pernikahan hanya berlaku bagi wanita

musyrik arab saja, bukan yang lainnya.

Sementara al-Maraghi berpandangan bahwa kata musyrikah yang terdapat

di dalam surat al-Baqarah ayat 221 tersebut adalah wanita musyrik secara global.

Karena di dalam memahami ayat tersebut al-Maraghi menggunakan pendekatan al

„ibrah bi „umum al lafzhila bi al khusus al sabab. Oleh Karena itu, al-Maraghi

berpendapat bahwa haram hukumnya bagi pria muslim menikah dengan wanita

musyrik. Keharamannya tidak hanya terbatas pada wanita musyrik arab saja

sebagaimana yang dikatakan oleh Rasyid Ridha tetapi termasuk semua wanita

musyrik yang ada didunia ini.

Page 71: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

58

Didalam penafsiran Rasyid Ridha dan al-Maraghi terhadap ayat yang

membicarakan tentang pernikahan pria muslim dengan wanita ahli kitab, di satu

sisi mereka berada dalam kesamaan pendapat dan di sisi lain terdapat perbedaan

pendapat di antara mereka. Pendapat Rasyid Ridha terkait masalah pernikahan

antara pria muslim dengan wanita ahli kitan adalah boleh, begitu juga halnya

dengan al-Maraghi dan ini bersifat mutlak. Menurut mereka, wanita ahli kitab

memiliki kesatuan sumber agama dengan agama Islam, dan diapun (wanita ahli

kitab) beriman kepada tuhan dan nabi-nabinya serta beriman pula akan adanya

hari pembalasan dan akherat.

Mereka juga sama-sama mengemukakan alasan atau argument bahwa

kebolehannya dengan syarat yang terpenuhinya beberapa ketentuan sebagai

berikut :

a. Wanita ahli kitab yang boleh dinikahi adalah wanita yang baik, dalam

arti kata mereka adalah wanita yang menjaga kehormatannya, bukan

wanita yang nakal dan binal. Dalam hal ini tidak ada bedanya wanita

merdeka dan hamba sahaya.

b. Harus membayar mahar pernikahan kepada wanita ahli kitab yang

hendak dinikahi tersebut. Dan setelah dibayarkan, mahar itu

sepenuhnya menjadi hak wanita tersebut.

c. Tujuan melangsungkan pernikahan tersebut haruslah positif. Jadi,

kalau tujuannya untuk hal-hal yang negatif, maka pernikahan itu tidak

boleh dilaksanakan.

d. Kebolehan menikahi wanita ahli kitab hanya berlaku kepada pria

muslim yang kuat imannya. Karena pada dasarnya, dibolehkannya

pernikahan tersebut bertujuan agar wanita ahli kitab yang sudah

menjadi istri bagi pria muslim, bisa beralih menjadi wanita muslimah.

e. Kalau dikhawatirkan pernikahan tersebut berdampak buruk bagi bagi

pria muslim, maka tidak boleh melakukannya. Karena tindakan

preventif lebih diutamakan dalam Islam.

Perbedaan penafsiran antara Rasyid Ridha dan al-Maraghi dalam

menafsirkan surat al Maidah ayat 05 terletak pada dua hal :

Page 72: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

59

Pertama, mereka berbeda dalam memaknai kata mukhsanat yang ada

dalam ayat tersebut. Rasyid Ridha memilih bahwa yang dimaksud dengan

mukhsanat dalam ayat adalah wanita yang terhormat. Hal ini dinyatakan Rasyid

Ridha setelah dia memaparkan panjang lebar tentang perbedaan yang terjadi

antara ulama dalam masalah ini. Pada akhirnya dia enyatakan bahwa endapat yang

kuat adalah pendapat yang menafsirkan kata itu dengan wanita yang terhormat

bukan wanita merdeka. Sementara al-Maraghi secara gamblang menyatakan

bahwa yang dimaksud dengan mukhsanat dalam ayat tersebut adalah wanita

merdeka. Al-Maraghi tidak menjelaskan perbedaan pendapat ulama dalam

masalah ini. Karena memang salah satu ciri khas dari tafsir al-Maraghi adalah

ringkas dan tidak panjang lebar dalam mebahas suatu masalah.

Kedua, mereka berbeda dalam defenisi yang dipakai tentang ahli kitab.

Rasyid Ridha memaknai ahli kitab adalah semua agama yang memiliki kitab suci

untuk dijadikan pedoman. Jadi, kriteria ahli kitab menurut Rasyid Ridha adalah

asalkan mempunyai kitab suci. Sedangkan al-Maraghi memaknai ahli kitab adalah

umat Yahudi dan Nasrani saja, tanpa memberikan kriteria yang lebih rinci atau

mensyaratkan bahwa wanita ahli kitab tersebut harus memnuhi kritria tertententu

sebagaimana yang dikemukakan oleh ulama yang lain seperti Syafi‟i.

Melihat pendapat al-Maraghi tentang ahli kitab yang membatasi maknanya

pada golongan Yahudi dan Nasrani saja, maka dapat penulis simpulkan bahwa :

Pertama, seseorang yang menganut agama ahli kitab sebelum al Quran

diturunkan maupun sesudahnya, sebelum mengalami perubahan maupun sesudah

mengalami perubahan, termasuk dalam kategori ahli kitab.

Kedua, kelompok ahli kitab ini tidak hanya sebatas jazirah arab saja,

tempat para nabi diutus oleh Allah, tetapi juga termasuk mereka yang berada

diluar jazirah arab. Jadi, orang Yahudi di Israel dan dimanapunm mereka berada,

begitu juga orang nasrani di Indonesia meraka termasuk kedalam golongan ahli

kitab.

Ketiga, walaupun agama Yahudi dan Nasrani diperuntukkan bagi orang-

orang Israel, tetapi al-Maraghi tetap memasukkan orang-orang diluar etnis Israel,

yang menganut agama Yahudi dan Nasrani sebagai ahli kitab.

Page 73: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

60

D. Analisis Penulis terhadap perbedaan Penafsiran al-Manar dan al-

Maraghi

Dari pemaparan diatas ada beberapa poin yang dapat penulis kemukakan

dalam penelitian ini sebagai analisis penulis terhadap perbedaan penafsiran antara

tafsir al-Manar dan al-Maraghi :

Penafsiran Rasyid Ridha terhadap surat al-Baqarah ayat 221 ini penulis

rasa tidak relavan, kalau dilihat dari segi relevansinya dengan kehidupan modern.

Karena bisa diketahui dalam sejarah bahwa semua jazirah arab sudah memeluk

Islam sebelum Nabi wafat. Puncaknya ketika fathu Makkah semua orang

berbondong-bondong memluk agama Islam. Oleh karena itu bisa dipastikan

bahwa sekarang wanita musyrik arab tidak ada lagi. Sementara penafsiran al-

Maraghi lebih relevan dengan zaman modern. Karena, sampai saat sekarang orang

musyrik masih ada dan jumlah mereka sangat banyak.

Untuk memperjelas analisis komparasi antara kedua mufassir ini, maka

penulis menampilkan table komparasi sebagai berikut :

No Komparasi Rasyid Ridha Al-Maraghi

1. Persamaan

Dilarang

menikah dengan

wanita musyrik

Dilarang menikah dengan

wanita musyrik

2. Perbedaan Musyrikat arab

saja Musyrikat secara umum

3. Metodologi Al „ibrah bi

khusus al sabab

Al „ibrah bi „umum al

lafzhi

4. Relavansi Tidak relavan Relevan

Kemudian dari penafsiran Rasyid Ridha dan al-Maraghi tentang masalah

bolehnya pernikahan pria muslim dengan wanita ahli kitab, dapat penulis fahami

bahwa mereka sama-sama menggunakan pendekatan takhsis al-ayah bi al-ayah.

Ayat yang melarang pernikahan beda agama secara umum dengan wanita musyrik

Page 74: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

61

dalam surat al-Baqarah ayat 221 sebenarnya tidak mencakup wanita ahli kitab,

meskipun mereka dalam keimanannya telah terkontaminasi dengan konsep

keimanan yang menjurus kepada kemusyrikan. Karena dalam dalam ayat lain,

surat al-Maidah ayat 05 dinyatakan kebolehan menikahi mereka. Artinya, surah

al-Maidah ayat 05 ini memberi pengkhususan (takhsis) bahwa larangan menikah

dengan wanita musyrik dalam surah al-Baqarah ayat 221 tidak berlaku terhadap

wanita ahli kitab.

Dilihat dari relevansinya, penulis menganggap bahwa penafsiran Rasyid

Ridha mungkin bisa diterapkan di Indonesia. Karena, Indonesia menaungi banyak

agama besar di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Di

Indonesia terdapat agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu

yang mana semua agama ini memiliki kitab suci yang mereka yakini

kebenarannya. Begitu juga dengan penafsiran al-Maraghi yang menyatakan ahli

kitab itu hanya Yahudi dan Nasrani saja. Di Indonesia orang Nasrani cukup

banyak.

Untuk memperjelas analisis komparasi penafsiran antara kedua tafsir ini,

maka penulis rasa perlu menampilkan tabel komparasi sebagai berikut :

No Komparasi Rasyid Ridha Al-Maraghi

1. persamaan Boleh nikah dengan wanita

ahli kitab

Boleh nikah dengan

wanita ahli kitab

2. Perbedaan Ahli kitab setiap agama

yang memiliki kitab suci

Ahli kitab Yahudi dan

Nasrani saja.

3. Metodologi Takhsis al-ayah bi al-ayah Takhsis al-ayah bi al-

ayah

4. Relevansi Relevan Relevan

Namun, berdasarkan fakta yang ada ditengah-tengah masyarakat yang

melakukan pernikahan dengan ahli kitab pada zaman sekarang ini, apalagi ahli

kitab versi Rasyid Ridha, penulis tidak berada dalam satu pandangan dengan

Page 75: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

62

pendapat yang membolehkan pernikahan pria muslim dengan wanita ahli kitab,

walaupun dengan berbagai syarat dan ketentuan yang mereka rumuskan, seperti

kebolehan Cuma berlaku kepada pria muslim yang kuat imannya.

Menurut penulis, ketentuan dan syarat itu tidak bisa dijadikan landasan

yang kuat dan masih dipertanyakan. Pandangan penulis berdasarkan pada

berbagai argumentasi adalah :

a. Kalau syarat bolehnya pria mullim menikahi wanita ahli kitab adalah

harus bagus agamanya. Masalahnya, apakah ada jaminan bahwa

setelah menikah nanti ia tidak terpengaruh oleh agama istrinya yang

ahli kitab, walaupun sebelum menikah ia menyanggupinya.

Jadi siapa yang bisa menjamin pria ini masih bisa tetap konsisten

dengan keimananya. Karena, godaan wanita sangat kuat, apalagi

kalau wanita ahli kitab tersebut mempunyai semangat dakwah yang

tinggi pula untuk mengajak si pria masuk kedalam agamanya.

Ditambah lagi setiap orang bisa mengklaim bahwa agamanya

bagus, agar dia juga diperbolehkan melakukan pernikahan dengan

wanita ahli kitab. Tapi pada akhirnya mudharatnya yang terjadi.

b. Faktanya para ulama tidak berada dalam satu pendapat tenytang

hukum menikahi wanita ahli kitab.

Dalam penelitian ini penulis juga tidak sependapat dengan Rasyid Ridha terkait

kriteria ahli kitab yang dikemukakannya. Yaitu asalkan punya kitab suci bisa

digolongkan kepada ahli kitab. Pendapat Rasyid Ridha yang menyatakan ahli

kitab adalah semua agama yang mempunyai kitab suci, tidak populer dikalangan

ulama. Karena pada prakteknya sangat sulit untuk mengetahui apakah kitab suci

suatu agama yang tidak secara tegas disebutkan dalam al Quran (Taurat, Zabur,

Injil dan al Quran) merupakan wahyu dari Allah SWT yang kemudian

diselewengkan, atau murni pikiran manusia. Penulis lebih sependapat dengan al-

Maraghi yang menyatakan bahwa ahli kitab itu hanya terbatas pada dua komunitas

saja, yaitu Yahudi dan Nasrani.

Page 76: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

63

Page 77: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adapun penafsiran al Manar dan al Maraghi terhadap ayat-ayat nikah beda

agama adalah sebagai berikut :

a. Penafsiran surah al Baqarah ayat 221 dalam tafsir al Manar

Di dalam tafsir al Manar Muhammad Abduh menafsirkan bahwa

musyrikah yang dimaksud di dalam ayat di atas adalah khusus untuk

wanita musyrik arab saja. Di dalam menafsirkan ayat ini Muhammad

Abduh menggunakan pendekatan al „ibrah bi khusus al sabab la bi

„umum al lafzi. Artinya Muhammad Abduh hanya melihat sebab

turunnya ayat tersebut dan tidak mlihat keumuman lafaznya.

b. Penafsiran surah al Maidah ayat 05 dalam tafsi al Manar

Di dalam tafsir al Manar Muhammad Rasyid Ridha menafsirkan

ayat tersebut dengan memahami ahli kitab yang dimaksud dari ayat di

atas adalah semua agama yang memiliki kitab suci yang menjadi

pegangan mereka unuk menjalani kehidupan ini. Artinya Rasyid Ridha

memandang bahwa pernikahan antara pria muslim dengan wanita ahli

kitab tidak terbatas pada kaum Yahudi dan Nasrani saja seperti

umumnya pemahaman ulama. Kemudian Rasyid Ridha memahami

kata al mukhsanat dalam ayat di atas sebagai wanita baik-baik.

c. Penafsiran surah al Mumtahanah ayat 10 dalam tafsir al Manar

Dalam tafsir al Manar hanya menafsirkan sampai surah yusuf ayat

52 saja. Namun ayat 10 surah al Mumtahanah ini teksnya tidak beda

jauh dengan surah al Baqarah aat 221. Namun dalam ayat 10 surah al

Mumtahanah membicarakan tentang larangan mengembalikan wanita

muslimah kepada suami yang masih musyrik.

Page 78: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

65

Dalam tafsir al Maraghi menafsirkan ayat-ayat nikah beda agama sebagai berikut :

a. Penafsiran surah al Baqarah ayat 221

Ahmad Mustafa al Maraghi menafsirkan surah al Baqarah ayat 221

dengan memahami kata musyrikah pada ayat tersebut sebagai wanita

musyrik secara umum. Di dalam memahami ayat ini al Maraghi

menggunakan pendekat al „ibrah bi „umum al lafzi la bi khusus al

sabab. Artinya al Maraghi melihat keumuman ayat bukan melihat

sebab turunnya ayat.

b. Penafsiran surah al Maidah ayat 05

Al Maraghi menafsirkan ayat ini dengan memahami ahli kitab yang

dimaksud ayat di atas adalah wanita Yahudi dan Nasrani saja.

Kemudian kata al mukhsanat dalam ayat di atas difahami dengan

wanita merdeka dari kalangan ahli kitab.

c. Penafsiran surah al Mumtahanah ayat 10

Dalam menafsirkan ayat ini al Maraghi mengatakan bahwa ketika

datang kepada kamu wanita yang mengucapkan persaksian

(syahadah), maka ujilah merka terlebih dahulu. Dan perhatikan apakah

sesuai hati mereka dengan lidah mereka.

2. Di dalam tafsir al Manar diterangkan bahwa orang musyrik yang dimaksud

di dalam surah al Baqarah ayat 221 itu adalah musyrik arab saja. Berbeda

dengan al Manar, dalam tafsir al Maraghi diterangkan bahwa yang

dimaksud dengan musyrik adalam ayat tersebut adalah wanita musyrik

secara umum. Kemudian dalam memahami surah al Maidah ayat 05 al

Manar menegaskan bahwa ahli kitab yang disebutkan dalam ayat adalah

wanita baik-baik yang mempunyai kitab suci untuk pedoman hidup di dunia

ini. Sedankgkan di dala tafsir al Maraghi dijelaskan bahwa ahli kitab yang

dimaksud dalam ayat adalah wanita merdeka dari kalangan Yahudi dan

Nasrani saja.

Dal hal ini, penulis sependapat dengan al Maraghi yang mengatakan bahwa

wanita musyrik yang dimaksud di dalam ayat 221 tersebut adalah wanita

musyrik secara umum, dan ahli kitab yang dimaksud dalam ayat 05 surah al

Page 79: NIKAH BEDA AGAMA ( STUDI KOMPARASI ANTARA TAFSIR AL …

66

Maidah adalah kalangan Yahudi dan Nasrani saja. Melihat fakta pada zaman

sekarang kalau mengikuti pemahaman di dala tafsir al Manar maka akan

banyak orang yang tidak mementingkan agama di dalam meilih pasangan

hidup dan hal ini bertentangan dengan anjuran Nabi Muhammad saw.

B. Saran-saran

Sebagai catatan akhir dari skripsi ini, penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat serta menambah khazanah keilmuan khususnya bagi diri

penulis. Selain itu pebnulis juga berharap skripsi ini dapat menambah semangat

dalam hal dunia penelitian. Hendaknya juga dapat menambah pemahaman

terhadap ayat-ayat al Quran khususnya dalam menafsirkan serta mengambil

pesan-pesan Allah yang tercantum dalam al Quran.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tidak ada hal yang mudah dalam

meraih sesuatu kecuali mau berusaha dengan gigih, serta tidak ada pemahaman

yang benar kecuali dengan membaca. Penulis mohon maaf atas segala kekurangan

dan segala kesalahan baik yang bersifat tulisan maupun pemahaman. Oleh karena

itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis.

Wallahu‟alamu bisshawab.