MENANGKAL BERITA HOAX PERSPEKTIF AL-QUR’ANe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5727/1/Skripsi...

79
MENANGKAL BERITA HOAX PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi Komparasi penafsiran Surat Al-Hujjurat Ayat 6 Antara Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al Maraghi ) SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.) Disusun Oleh: M.Khoirul Adha Nim. 53020150017 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2019

Transcript of MENANGKAL BERITA HOAX PERSPEKTIF AL-QUR’ANe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5727/1/Skripsi...

MENANGKAL BERITA HOAX PERSPEKTIF AL-QUR’AN

(Studi Komparasi penafsiran Surat Al-Hujjurat Ayat 6 Antara

Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al Maraghi )

SKRIPSI

Disusun Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Agama (S. Ag.)

Disusun Oleh:

M.Khoirul Adha

Nim. 53020150017

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2019

ii

iii

iv

v

MOTTO

JagAlah lisanmu !!!karena,, sakit hati orang lain akibat terpelesetnya lisan tidak akan bisa terobati.

Jagalah hatimu !!!karena,, setiap perbuatanmu tergantung pada kata hatimu.

“KataKanlah yang Benar

Walaupun pahit SeKalipun”

(HR. Abu Dawud)

vi

PERSEMBAHAN

Teruntuk Bapak dan Ibu tercinta

Yang senantiasa menyebutkan nama ananda dalam setiap do’a

Teruntuk Abang-abang yang semoga Allah jadikan insan sholeh dan berbakti kepada kedua orang tua

Teruntuk pula segenap keluarga, sahabat-sahabat, dan khusunya teman-teman IAT angkatan 2015.

Dengan segala Kekurangan, dan dengan segala upaya dan usaha yang ada, penulis persembahkan tulisan ini untuk semua kalangan.

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufik serta hidayah kepada setiap ciptaan-Nya.Sehinnga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “MENANGKAL BERITA HOAX

PERSPEKTIF AL-QUR‟AN (STUDI KOMPARASI PENAFSIRAN SURAT AL-

HUJJURAT AYAT 6 ANTRA TAFSIR IBNU KATSIR DAN TAFSIR AL-

MARAGHI”.Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi

Muhammad SAW. beserta keluraga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai

pihak, penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan.Banyak orang yang berada di

sekitar penulis, baik secara langsung maupun tidak, telah memberi dorongan yang

berharga bagi penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa

pihak yang terkait dan berperan serta dalam penyusunan skripsi ini:

1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. beserta segenap jajaranya.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, Dr. Benny

Ridwan, M.Hum beserta jajaranya

3. Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir IAIN Salatiga, Tri Wahyu Hidayati,

M.Ag. yang telah memberikan izin untuk penelitian dan penyusunan skripsi ini

4. Dr. Mubasirun, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah

membimbing, memberi nasihat, arahan sertamasukan-masukan yang sangat

membantu penyusunan tugas akhir ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, terlebih

dosen ilmu tafsir atas ilmu-ilmu dan warisan-warisan intelektual beliau curahkan

dan mengantarkan penulis untuk berproses menjadi lebih baik lagi.

6. Bapak dan ibu tercinta beserta keluarga yang tak pernah lelah mendo‟akan penulis

untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu serta dukungan selama proses

pembuatan skripsi.

viii

ix

ABSTRAK

M.Khoirul Adha. 2019. Menangkal Berita Hoax Perspektif Al-Qur‟an (Studi

Komparasi Penafsiran Surat Al-Hujjurat Ayat 6 Antara Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir

Al-Maraghi). Pembimbing: Dr. Mubasirun, M.Ag.

Di era melenial ini seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi dan

informasi yang semakin pesat, segala hal bisa diakses secara cepat dan instan. Jika

seseorang tidak bisa menaruh dirinya dengan benar dalam lingkungan sosial, maka

manusia dikatakan tersesat dalam lingkup informasi dan berdampak pada kebebasan

di media sosial secara online.Kebebasan tersebut secara positif dapat meningkatkan

pengetahuan seseorang, namun juga sering kali digunakan untuk membentuk opini

publik yang mengarah terjadinya kehebohan, ketidakpastian dan ketakutan. Tak

sedikit berita-berita bohong (hoax)tersebut di kirim oleh pihak yang tidak

bertanggung jawab.

Permasalahan yang timbul adalah banyaknya hoax atau berita bohong yang muncul

dan tersebar luas di media sosial.Bahkan berita yang belum di klarifikasi dapat

dengan cepat menyebar dimedia sosial melalui smartphone yang mereka miliki.

Penyebaran tanpa di koreksi kembali pada akhirnya akan berdampak buruk, yang

mengakibatkan permusuhan antara satu dengan lainnya. Sehingga informasi hoax pun

dapat memecah belah publik.Berangkat dari latar belakang tersebut penulis

mengangkat tema Menangkal Berita Hoax Perspektif Al-Qur‟an (Studi Komparasi

Penafsiran Surat Al-Hujjurat Ayat 6 Antara Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-

Maraghi), yang berfokus dalam mengkaji bagaimana menanggapi berita dari segala

sisi sumber informasi.

Penelitian kepustakaan (library research) ini menitik beratkan pada literature yang

menganalisi muatan terkait dengan penelitian baik dari sumber data primer maupun

sekunder. Adapun kesimpulan yang diperoleh penulis adalah, secara umum hoax

adalah artikel berita yang sengaja dibuat untuk menyesatkan pembaca, berita palsu

yang diada-adakan atau diputarbalikkan dari realitas sesungguhnya, sehingga dapat

menyesatkan dan menyebabkan pencemaran nama baik seseorang atau kelompok

kepada pihak yang terkait, dengan maksud dan tujuan tertentu, kemudian informasi di

sajikan dalam bentuk yang seakan-akan nyata dan terbukti. Secara umum penafsiran

Ibnu Katsir dan Al-Maraghi dalam menanggapi sebuah beritamemiliki persamaan

yakni tuntutan umat Islam agar selalu melakukan klarifikasi saat menerima sebuah

berita yang diterima.Meskipun titik tekan keduanya berbeda akan tetapi justru saling

melengkapi. Adapun Penafsiran Ibnu Katsir dan Al-Maraghi adalah sebagai rambu-

rambu dan anjuran bagaimana kita senantiasa tabayyun.

Kata kunci: Hoax, Al-Hujjurat 6, Tafsir Ibnu Katsir, Al-Maraghi

x

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi huruf (pengalihan huruf) dari huruf Arab ke huruf Latin

yang digunakan adalah hasil Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 atau Nomor 0543 b/u 1987,

tanggal 22 Januari 1988, dengan melakukan sedikit modifikasi untuk membedakan

adanya kemiripan dalam penulisan.

A. Penulisan huruf :

No Huruf Arab Nama Huruf Latin

Alif Tidak dilambangkan ا .1

Ba‟ B ة .2

Ta T ت .3

ṡa ṡ ث .4

Jim J ج .5

Ḥa ḥ ح .6

Kha Kh خ .7

Dal D د .8

ẑal ẑ ذ .9

Ra R ر .01

Za Z ز .00

Sin S ش .02

Syin Sy ش .03

Ṣad ṣ ص .04

Ḍad ḍ ض .05

Ṭa‟ ṭ ط .06

Ẓa ẓ ظ .07

ain ‘(koma terbalik di atas)„ ع .08

Gain G غ .09

Fa‟ F ف .21

Qaf Q ق .20

xi

Kaf K ك .22

Lam L ل .23

Mim M و .24

25. Nun N

Wawu W و .26

27. Ha‟ H

Hamzah „ (apostrof) ء .28

29. Ya‟ Y

B. Vokal:

Fathah Ditulis“ a “

Kasroh Ditulis“ i “

Dhammah Ditulis “ u “

C. VOKAL PANJANG:

+ا Fathah + alif Ditulis “ã “ جبههية Jãhiliyah

+ى Fathah + alif

Layin Ditulis “ã “ تسي Tansã

+ Kasrah +ya‟

Mati Ditulis “ỉ “ حكيى Hakỉm

+و Dlammah +

wawu mati Ditulis “ ủ “ فروض Furủd

D. Vokal rangkap:

+ا Fathah + ya‟

mati Ditulis “ai “ كىبي Bainakum

+و Fathah +

wawu mati Ditulis “au “ قول Qaul

E. Huruf rangkap karena tasydid ( ) ditulis rangkap:

ة “ Ditulis ” dd د Iddah„ عد

Ditulis “ nn “ ي ب Minna

xii

F. Ta’ Marbuthah:

1. Bila dimatikan ditulis h:

Hikmah حكة

Jizah جسية

(ketentuan ini tidak berlaku untuk kata-kata bahasa arab yang sudah

diserap kedalam bahasa indonesia)

2. Bila Ta‟ Marbuthah hidup atau berharakat maka ditulis t:

Zakãt al-fiṭr زكبةانفطر

Ḥayãt al-insãn حيبةاالسب

G. Vokal pendek berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan Apostrof (‘)

A‟antum أأتى

U‟iddat أعد د

La‟insyakartum نئ شكرتى

H. Kata sandang alif +lam

Al-qamariyah انقرا al-Qur‟ãn

Al-syamsiyah انسبء al-samã‟

I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat:

Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya

وضذو انفر Ẑawi al-furủd

Ahl al-sunnah أهم انس ة

xiii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................. i

Pernyataan Keaslian Tulisan ..................................................................................... ii

Persetujuan Pembimbing .......................................................................................... iii

Pengesahan Kelulusan ............................................................................................... iv

Motto ............................................................................................................................ v

Persembahan .............................................................................................................. vi

Kata Pengantar ......................................................................................................... vii

Abstrak ........................................................................................................................ ix

Pedoman Transliterasi ................................................................................................ x

Daftar Isi ................................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B.Rumusan Masalah ............................................................................. 6

C.Tujuan dan Kegunaan ........................................................................ 6

D.Kerangka Teori .................................................................................. 7

E.Penegasan Istilah ............................................................................... 8

F.Kajian Pustaka ................................................................................. 11

G.Metode Penelitian ............................................................................ 13

H.Sistematika Pembahasan ................................................................. 15

BAB II HOAX SECARA UMUM

A.Pengertian Hoax .............................................................................. 16

B.Sejarah Hoax ................................................................................... 17

C.Faktor Menyebarnya Hoax .............................................................. 21

D.Dampak dari Peredaran Hoax ......................................................... 24

E.Konsep Berita dalam Al-Qur‟an ...................................................... 27

xiv

BAB III IBNU KATSIR & AHMAD MUSTAFA AL-MARAGHI SERTA

PENAFSIRANNYA TERHADAP SURAT AL-HUJJURAT

AYAT 6

A.Biografi Ibnu Katsir ........................................................................ 33

B.Biografi Ahmad Mustafa Al-Maraghi ............................................. 37

C.Penafsiran Surah Al-Hujjurat ayat 6 ............................................... 42

BAB IV ANALISIS DATA

A.Tafsir Ibnu Katsir dalam Menyikapi Hoax ..................................... 51

B.Tafsir Al-Maraghi dalam Menyikapi Hoax ..................................... 52

C.Persamaan dan Perbedaan antara Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-

Maraghi dalam Menyikapi Hoax .................................................... 54

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ................................................................................... 559

B.Saran ................................................................................................ 60

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 61

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 64

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman milenial saat ini ditandai dengan berkembangnya ilmu

pengetahuan teknologi dan informasi yang semangkin pesat, sehingga segala hal

bisa didapatkan dengan cepat dan instan oleh seseorang. Begitu halnya informasi

komunikasi. Kemajuan pesat teknologi dan informasi global berdampak pada

kebebasan di media sosial secara online, tanpa komunikasi maka manusia

dikatakan “tersesat” dalam belantara kehidupan ini, karena ia tidak bisa menaruh

dirinya dalam lingkungan sosial.1 Sehingga betapa penting informasi dan

komunikasi bagi setiap manusia, kebebsan tersebut sering kali digunakan untuk

menebar fitnah, baik untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Hal ini tentu

sangat memprihatinkan. Tak sedikit berita-berita bohong (hoax) digunakan untuk

membentuk opini publik yang mengarah terjadinya kehebohan, ketidak pastian

dan ketakutan.2 Penyebar berita tersebut tidak lepas dari media sosial di kirim

oleh manusia yang tidak bertanggung jawab.

Permasalahan yang timbul pada masa kini adalah banyaknya hoax atau

berita bohong yang muncul di media sosial yang selalu menyebar luas, bahkan

berita apapun dapat dengan mudah dan cepat menyebar setelah melewati tangan

orang-orang yang tidap bertanggung jawab, yaitu mereka tidak mengklarifikasi

dan menganalisis terlebih dahulu berita-berita yang di terima dimedia sosial

melalui smartphone mereka miliki. Penyebaran tanpa di koreksi kembali maupun

dipilih, pada akhirnya akan berdampak buruk, yang mengakibatkan permusuhan

atara satu dengan liannya. Sehingga informasi hoax pun telah memecah belah

publik. Contoh kecil ada sebuah konten informasi atau link berita melalui

1 Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax, (Jakarta: PT Elex Media

Komputindo 2018), 1. 2 Lutfi Maulana, “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi Berita

Bohong”, Jurnal Ilmiah Agama dan Budaya, Vol. 2, No. 2 (Desember 2017), 210.

2

WhatsApp yang dibawahnya terdapat imbauan untuk membagikannya kepada

orang lain. Seringkali tampa membaca secara keseluruhan dan tidak meneliti

kembali sumber berita, seseorang membagikan ke grup WhatsApp lain atau ke

media sosial seperti Facebok, Line, dan sebagainya. Bisa di bayangkan jika setiap

orang membagikan ke satu grup ke grup liannya di lakukan berantai. Dalam

hitunga jam, berita hoax bisa menyebar ke ribuan bahkan jutaan orang ke penjuru

dunia. Sehingga berita seperti itu hanya membawa dampak yang buruk yang

cukup besar kepada masyarakat, antara lain merusak ketentereman dan

kepercayan masyarakat, serta membingungkan masyarakat, sehingga dapat

membuat perdebatan anatar anggota masyarakat. Gara-gara hoax, nama baik dan

harga diri seseorang dapat tercemar di masyarakat dan walhasil akan memicu

konflik kepentingan antar satu dengan lainnya, atau kelompok satu dengan

lainnya, sehingga dapat meresahkan kehidupan masyarakat. Sehingga berita-

berita yang ditunggu masyarakat pada setiap harinya tidak memberikan informasi

baru atau jawaban atas permaslahan mereka, melainkan berita-berita bohong

yang hanya memberikan harapan palsu.

Berita hoax sekarang ini sedang marak tersebar di berbagai media, Baik

itu media cetak maupun media online lainnya, seperti Facebook, YouTube, Line,

WhatsApp, Instagram dan lain sebagainya. Berbagai aplikasi yang digunakan itu

semuanya merupakan cara baru dalam berdakwah. Walaupun demikian efek

nekatifnya pasti ada. Umat tidak lagi bisa memfilter mana yang beneran ustaz dan

mana yang benar-benar ustaz. Semua orang bisa menjadi ustaz. Kualifikasi dan

hierarki keilmuan menjadi runtuh. Walhasil, medsos juga dipakai sebagi alat

menyebar kajian keislaman yang tidak ramah, isinya marah-marah, dan parahnya

lagi tidak jelas mana yang asli dan mana berita hoaks.3 Mirisnya, kebanyakan

dari masyarakat kurang peduli dengan adanya hal tersebut. Kebanyakan dari

3 Nadirsyah Hosen, Tafsir Al-Qur‟an di Medsos: Menkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci pada

Era Media Sosial, (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka 2017), I.

3

masyarakat bisa dengan mudah mempercayai berita hoax dan tak segan-segan

untuk menyebarluaskan di media sosil tanpa mengoreksi kembali. Berita hoax

adalah berita palsu yang diada-adakan atau diputarbalikkan dari realitas

sesungguhnya. Banyak kasus atau peristiwa yang sebenarnya tidak terjadi namun

diangkat menjadi sebuah berita dan dikemas sebaik mungkin agar masyarakat

tertarik untuk membacanya. Dampaknya, selain dapat menjatuhkan atau

menghanjurkan reputasi, kehormatan atau nama baik seseorang yang menjadi

sasaran hoax tersebut, juga dapat menimbulkan kekacauan publik.4

Contoh berita bohong yang sempat heboh dimedia sosial yaitu orang gila

culik anak, orang gila kembali menjadi target sasaran penyebaran isu hoax.

Masyarakat dibuat resah dengan beredarnya isu penculikan anak yang dilakukan

orang gila. Awalnya orang gila tersebut mengajak bermain anak-anak, namun

secara tiba-tiba anak-anak yang berada didekatnya digendong dan dibawa kabur.

Akibat dari beredarnya info hoax tersebut, orang gilapun menjadi target

kemarahan warga. Salah satunya terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat, seorang

pria paruh baya harus kehilangan nyawa lantaran diduga akan menculik seorang

anak. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengimbau kepada masyarakat untuk

tidak termakan isu dan resah terhdap maraknya kabar penculikan anak dan

penjualan organ tubuh dimedia sosial. Tetap tingkatkan kewaspadaan tetapi tidak

over reaktif dan panik.5

Masyarakat sebagai konsumen informasi bisa dilihat masih belum bisa

membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang palsu atau

hoax belaka. Beberapa faktor mempengaruhi terjadinya hal ini diantaranya yaitu

ketidaktahuan masyarakat dalam menggunakan media sosial secara bijaksana.

Dengan mengatasnamakan kebebasan para pengguna internet dan media sosial

4 Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax, (Jakarta: PT Elex Media

Komputindo 2018), 142. 5 Informasi hoax yang fenomenal hingga memakan korban. Lihat pada. https://new.

okezone.com. diakses 23 Maret 2019, pukul 11.30 WIB.

4

khususnya banyak netizen yang merasa mempunyai hak penuh terhadap akun

pribadi miliknya. Mereka merasa sah-sah saja untuk menggunggah tulisan,

gambar atau video apapun ke dalam akunnya. Meskipun terkadang mereka tidak

sadar bahwa apa yang mereka unggah tersebut bisa saja melanggar etika

berkomunikasi dalam media sosial.6

Sebagai Muslim yang baik hendaknya selektif dan kritis dalam menangapi

berita-berita yang tersebar di media sosial, kita senantiasa berpedoman pada Al-

Qur‟an. Karena Al-Qur‟anul karim adalah Mukjizat yang kekal, dan

kemukjizatannya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Al-Qur‟an

diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Untuk mengeluarkan manusia

dari suasana yang gelap menuju jalan yang terang atau membawa manusia dari

zaman kesesatan menuju pada zaman pengetahuan. Serta membimbing manusia

kejalan yang lurus.7 Al-Qur‟an juga merupakan kitab suci umat Islam,

mengandung berbagai macam, penerangan, hidayah, petunjuk, pengajaran, dan

peringatan-peringatan untuk menginsafkan dan menyadarkan manusia. Al-Qur‟an

telah mengatur segala sesuatu termasuk masalah tentang media sosial. Pada masa

moderen dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di saat ini, sebuah

informasi atau berita sangatlah penting bagi setiap manusia. Ketika seseorang

menyadari akan pentingnya sebuah berita, niscaya dia akan meneliti kembali

sebuah informasi tersebut, tentang kebenaran sebuah berita. Sebagai mana yang

telah di ajarkan Al-Qur‟an, dalam QS. Al-Hujjurat (49): 6.

ا م و ق وا ب ي ص ت ن أ وا ن ي ب ت ف إ ب ن ب ق س ا ف م ءك ا ج ن إ وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا ي

ي م د ا ن م ت ل ع ف ا م ى ل ع وا ح ب ص ت ف ة ل ا ه ب

6 Vibriza Juliswara, Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam

Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial, Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4

No. 2, (Agustus 2017), 2. 7 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Cet. 17, (Bogor: Litera AntarNusa, 2016),

1.

5

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang

fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak

menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya

yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujjurat 49: 6)

Ayat di atas merupakan salah satu dasar yang ditetapkan agama dalam

kehidupan sosial sekaligus ia merupakan tuntunan yang sangat logis bagi

penerimaan dan pengamalan suatu berita. Kehidupan manusia dan intraksinya

haruslah didasarkan hal-hal yang diketahui dan jelas. Manusia sendiri tidak dapat

menjangkau seluruh informasi. Karena itu ia membutuhkan pihak lain. Pihak lain

itu ada yang jujur dan memiliki integritas sehingga hanya menyampaikan hal-hal

yang benar, dan ada pula sebaliknya. Karena itu pula berita harus di saring dan di

teliti kembali agar kalian tidak menimpakan musibah atau madorot lainnya.8

Sebagai masyarakat modern dan berpendidikan, kita harus pandai dalam

menggali informasi. Kita wajib membaca dengan teliti dan menelususri kembali

dari berita tersebut, yang paling penting adalah kita sebagai pembaca jangan

terlalu mudah untuk menyebar luaskan berita tersebut sbelum kita mengetahui

keasliannya. Masyarkat diharapkan lebih bijak dalam memanfaatkan media

sosial. Misalnya, memastikan terlebih dahulu mengoreksi kembali tentang

informasi yang kita baca atau konten yang kita dapatkan di media sosial,

mengklarifikasi kebenarannya, dan memastikan manfaatnya bagi orang lain, baru

kemudian menyebarkannya apabila beita tersebut bermanfaat dan berguna bagi

masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas, karena selain masalah terkini yang sangat

besar efek negatifnya, sehingga masyarakat sangat membutuhkan solusi dari

dampak permasalahan tersebut yang ditimbulkannya. Solusi yang baik tentunya

menuju kitab suci Al-Qur‟an yang sebagai pedoman hidup manusia, sebagai

8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol 12,

(Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002), 589.

6

sumber hukum. Oleh karna itu penulis akan mencoba menulis Skripsi dengan

judul “MENANGKAL BERITA HOAX PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi

Komparasi penafsiran Surat Al-Hujurat Ayat 6 Antara Tafsir Ibnu Katsir

dan Tafsir Al-Marahgi)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian dan latar belakang di atas, maka penulis akan

merumuskan beberapa pokok permasalahan yang di kaji dalam penelitian ini.

Pokok permasalahan itu dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut:

1. Bagaimana penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 dalam tafsir Ibnu Katsir?

2. Bagaimana penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 dalam tafsir Al Marahgi?

3. Bagaimana perbandingan penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 dalam tafsir

Ibnu Katsir dan Tafsir al Maraghi?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka penulis ingin

memaparkan tujuan dan kegunaan peneliti, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 dalam tafsir

Ibnu Katsir.

b. Untuk mengetahui penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 dalam tafsir Al

Maraghi.

c. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan penafsiran surat Al-

Hujjurat ayat 6 dalam tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al Maraghi.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut:

a. Memperkaya khazanah ilmiah dalam studi tafsir.

7

b. Diharapkan bisa memberi pengetahuan mengenai tanggapan sebuah

berita.

c. Diharapkan bisa memberi rambu-rambu kepada pembaca dalam

menerima berita.

D. Kerangka Teori

Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT. yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril, sebagai mukjizat dan sumber hukum

serta sebagai pedoman hidup bagi pemeluk Islam, membacanya sebai ibadah

kepada Nya. Allah menurunkan ayat-ayat Al-Qur‟an kepada umat manusia untuk

dijadikan petunjuk demi keselamatan dan kebahagiaan mereka baik di dunia

maupun diakhirat. Oleh karena itu manusia wajib mengkaji makna Al-Qur‟an

yang terkandung didalamnya.

Seperti yang disinggung di atas, penelitian ini berdasarkan ayat Al-Qur‟an

tentang menanggapi sebuah berita, seperti yang telah diketahui bahwa berita

memiliki arti yang luas dan mempunyai fungsi yang banyak. Selain menjadi

sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Seperti halnya Al-Qur‟an surat Al-

hujjurat ayat 6 yang menjelsakan tentang bagaimana menanggapi sebuah berita

yang kita terima.

Penelitian ini menggunakan metode komparasi, yaitu penulis memadukan

antara tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al-Maraghi dalam menafsirkan surat Al-

Hujjurat ayat 6 mengenai sebuah berita. Dalam kajian tafsir Al-Qur‟an kita

mengenal dengan kajian tafsir al muqarin, sesuatu yang dibandingkan iu dapat

berupa konsep, pemikiran, teori atau metodologi.

8

Tafsir muqarin adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an dengan merujuk

pada penjelasan-penjelasan para mufasir.9 Para ahli tidak berbeda pendapat

mengenai definisi metode muqarin. Dari bebagai literature yang ada, dapat

dirangkumkan bahwa yang dimaksut dengan metode komparasi yaitu: 1)

membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al-Qur‟an yang memiliki persamaan atau

kemiripan redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama, 2) membandingkan

ayat-ayat Al-Qur‟an dengan hadist yang pada lahirnya terlihat bertentangan, 3)

membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan Al-Qur‟an.

Terlihat jelas dalam menafsirkan Al-Qur‟an denag mengunakan metode ini

mempunyai cakupan yang sangat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan

ayat melainkan juga memperbandingkan ayat dengan hadist serta

membandingkan pendapat para mufasir dalam menafsirkan suatu ayat.10

E. Penegasan Istilah

Untuk memperjelas tentang berita hoax dalam penelitian ini, penulis

merasa perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang terkait sebagai berikut:

Berita, adalah informasi yang penting dan menarik minat khalayak.

Menurut Charnley dan James M. Neal dalam jurnalnya Ni Luh Ratih Naha Rani,

berita adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi,

kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya

disampaikan kepada khalayak. Sedangkan menurut Sumadiria, berita adalah

laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau

penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar,

radio, televisi, atau media online internet lainnya. Sehingga dapat di ambil

kesimpulan berita adalah laporan terbaru tentang peristiwa, pendapat, atau

9 Abd al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟i dan Cara Penerapannya, Penerjemah

Rosihon Anwar, (Bandung: pustaka Setia 2002), 39. 10

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka Belajar offset

cet III 2005), 65.

9

masalah yang menarik perhatian bagi masyarakat (new is account of current idea,

event or problem interest people).11

Hoax adalah artikel berita yang sengaja dibuat untuk menyesatkan

pembaca. Ada dua motivasi utama yang menyebabkan beredarnya berita palsu.

Pertama adalah uang, artikel berita seolah-olah menjadi virus di media sosial

yang dapat menarik pendapatan iklan yang signifikan saat pengguna mengeklik

situs aslinya. Hal ini tampaknya menjadi motivasi utama sebagian besar produsen

berita palsu yang identitasnya telah terungkap. Motivasi kedua adalah ideologis.

Beberapa penyedia berita palsu berusaha untuk memajukan kandidat yang

mereka sukai.12

Al-Qur‟an secara bahasa diambil dari kata وقراب –اة قر –يقرا –قرا

yang berarti sesuatu yang dibaca. Arti ini mempunyai makna anjuran kepada

umat Islam untuk membaca Al-Qur‟an. Al-Qur‟an juga bentuk mashdar dari

-yang berarti menghimpun dan mengumpulkan. Dikatakan sebab seolah انقراة

olah Al-Qur‟an menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat secara tertib

sehingga tersusun rapi dan benar.13

Oleh karna itu Al-Qur‟an harus dibaca

dengan benar dan sesuai makhraj dan sifat-sifat hurufnya, juga di pahami,

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan apa yang di alami

masyarakat untuk menghidupkan Al-Qur‟an baik secara teks, lisan maupun

budaya.

Secara istilah Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT. yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril, sebagai mukjizat dan

sumber hukum serta sebagai pedoman hidup bagi pemeluk Islam, membacanya

11

Ni Luh Ratih Naha Rani, “Persepsi Jurnalis dan Praktisi Humas terhadap Nilai Berita”,

jurnal vol 10, No. 1, (Juni 2013), 88. 12

Ricky Firmansyah, “Web Klarifikasi Berita Untuk Meminimalisir Penyebaran Berita Hoax”,

Jurnal (vol. 4, No. 2, September 2017), 230. 13

Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Raja Wali Press, 2013), 17.

10

sebagai ibadah kepada Allah.14

Al-Qur‟an memberikan petunjuk dan pedoman

hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat dalam bentuk ajaran

moral, akidah, hukum, filsafat, politik, dan ibadah.15

Metode komparasi (muqaran) adalah metode tafsir yang menjelaskan Al-

Qur‟an dengan cara perbandingan atau bisa juga disebut dengan metode

komparatif (metode perbandinagan). Prof. Muin Salim menjelaskan bahwa

metode muqaran digunakan dalam membahas ayat-ayat Al-Qur‟an yang memiliki

kesamaan redaksi namun berbicara tentang topik yang berbeda, atau sebaliknya

yang sama dengan redaksi yang berbeda, ada juga di antar penafsir yang

membandingkan antara ayat-ayat Al-Qur‟an dengan hadis Nabi. yang secara

lahiriah berbeda.16

Surat Al-Hujjurat, surat Al-hujjurat adalah surat yang ke 49 dari 114 surat

Al-Qur‟an, surat Al-Hujjurat terdiri dari 18 ayat dan termasuk dalam golongan

surat-surat Madaniyah, karena seluruh ayatnya di turunkan di Madinah, arti Al-

Hujjurat itu sendiri adalah kamar-kamar.

Tafsir Al-qur‟an Al-Azhim sering dikenal sebagai tafsir Ibnu Katsir, beliau

adalah seorang ulama terkemuka pada bad ke-8 H yang ahli di bidang tafsir,

hadis, tarkh dan fiqih. Ulama Syafi‟iyah asal Damaskus ini, banyak terpengaruh

oleh pemikiran gurunya yaitu Ibnu Taimiyyah. Tafsir Ibnu Katsir merupakan

tafsir dengan corak dan orientasi bi al-ma‟tsur atau bi ar-riwayah, dengan

metode tahlili (analisa). Ibnu Katsir sangat dominan dalam menggunakan

riwayah atau hadis. Hal ini dipenggaruhi oleh keahlian pengarangnya dibidang

hadis dan mazhab sejarah yang dianutnya. Beliaupun sangat kritis terhadap

14

Moh. Rifa‟I, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2014), 7. 15

Adang Kuswaya, Tafsir Sosio Tematik Hermeneutika Al-Qur‟an, (Salatiga: LP2M-Press,

2015), 1. 16

Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: TERAS, Cet. 1, 2005), 46-47.

11

riwayah-riwayah Israiliyat, meskipun masih ada sejumlah kecil yang lolos dari

kritikannya.17

Tafsir Al-Maraghi yang ditulis oleh Ahmad Mustafa Al-Maraghi, beliau

berasal dari kelurga Ulama yang taat dan menguasai ilmu agama. Sedangkan

metode yang digunakan penulisan tafsir Al-Maraghi adalah metode tahlili

(analisis) dan metode ijmali (global). Karena menepatkan ayat-ayat yang

dianggap satu kelompok dan sistematikanya yaitu; 1) menempatkan ayat-ayat

diawal pembahasan, 2) menjelaskan kata-kata tafsir mufradat, 3) pengertian ayat

secara ijmali (global), 4) Asbabun Nuzul, 5) mengesampingkan istilah-istilah

yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan.18

Tafsir Al-Maraghi memiliki

karaktristik yang unik, tafsir ini di gemari oleh para pengkaji tafsir karena

mengunakan metode adab al-ijtima‟i, gaya tulisan yang singkat, serta trem-trem

yang mudah untuk dimengerti.19

F. Kajian Pustaka

Dari penelusuran di atas, penulis belum menemukan sebuah karya yang

membahas secara khusus komparasi pemikiran Ahmad Mustofa Al Maraghi dan

Ibnu Katsir dalam tafsir ayat sebuah berita bohong, baik dari segi metode maupun

pandangannya. Maka penulis tertarik untuk melakukuan penelitian lebih lanjut

dan mendalam, sehingga merujuk pada karya-karya yang sama pada tema

tersebut. Penulis mengadakan penelusuran terhadap karya-karya yang telah

membahas tema yang sama antara lain sebagai berikut:

17

Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, ( Yogyakarta: TERAS | TH-Press, 2004), 149-150. 18

Amir Arsyad, Istiqomah dalam Al-qur‟an (prespektif tafsir Al-Maraghi), Skripsi UIN

Raden Intan Lampung 2017, 31. 19

Khoirul Hadi, Karakteristik Tafsir Al-Maraghi dan Penafsirannya Tentang Akal, Jurnal

Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, (Juni 2014), 160.

12

Pertama, skripsi yang berjudul “Hoax dalam pandangan Al-Qur‟an”

karya Salwa Sofia Wirdiyana.20

Dalam Skripsi ini peneliti mengambil ide moral

dari Al-Qur‟an yang konsen terhadap pentingnya pemberitaan yang benar, akurat,

dan tidak memfitnah. Kedua, skripsi yang berjudul “Fenomena Hoax dimedia

Sosial dalam Pandangan Hermeneutika” karya Ilham Syaifullah.21

Dalam skripsi

ini memfokuskan permasalahan tentang hoax yang terjadi di awal tahun 2017,

dimana ketika saat itu hoax mulai ramai diperbincangkan terutama dalam

pemilihan gubernur Jakarta. Hoax yang terjadi berawal dari para pendukung

masing-masing calon yang ingin menjatuhkan citrra saingannya dan saling

berebut simpati masyarakat Jakarta agar terpilih menjadi pemimpin Jakarta.

Ketiga, Jurnal tingkat sarjana yang berjudul “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan

Al-qur‟an dalam Menyikapi Berita Bohong” karya Lutfi Maulana, Universitas

Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam jurnal ini menjelaskan

pentingnya melihat pandangan Al-Qur‟an tentang fenomena penyebaran berita

bohong. Kajian ini penting, karena terkait dengan posisi Al-Qur‟an yang diyakini

sebagai pedoman hidup bagi kaum muslimin di Indonesia. Karenanya, penting

untuk menggali respons Al-Qur‟an terhadap fenomena aktual seperti hoax

tersebut.

Selanjutnya, buku karya Idnan A Idris yang berjudul “Klarifikasi Al-

Qur‟an Atas Berita Hoax” di dalam buku ini menerangkan bagaimana kriteria

menanggapi sebuah berita yang kita dapat di media sosial, dan juga buku ini tidak

hanya memberikan apa itu hoax, bahaya hoax, tetapi juga bagaimana masyarakat

harus bersikap dan solusinya.22

Sebaiknya kita mengklarifikasi dan meneliti

20

Salwa Sofia Wirdiyana, Hoax Dalam Pandangan Al-Qur‟an, Skripsi fakultas Ususludin

dan pemikiran islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017. 21

Ilham Syaifullah, Fenomena Hoax di Media Sosial dalam Pandangan Hermeneutika,

Skripsi Fakultas Usuludin dan Filsafat Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya, 2018. 22

Idnan A Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an Atas Berita Hoax, (Jakarta: PT Elex Media

Komputindo), 2018.

13

kembali akan kebenaran sebuah berita yang kita dapati sebagaimana yang di

contohkan dalam kitab suci Al-Qur‟an.

Sebenarnya penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian

sebelumnya. Dalam penelitian ini penulis akan membahas menanggapi sebuah

berita dalam surat Al-Hujjurat ayat 6 studi komparasi atas tafsir Ibnu Katsir dan

tafsir Al Maraghi. Adapun yang membedakan dalam penelitian ini dengan

penelitian yang sebelumnya yaitu bagaimana kedua mufasir menafsirkan sebuah

berita yang tertera dalam surat Al-Hujjurat ayat 6. Selain itu membahas ayat-ayat

yang berhubungan dengan ayat tersebut serta memaparkan relevansi sebuah

berita dengan konteks masyrakat sekarang. Penelitian ini mengunakan metode

komparasi dengan judul “Menangkal Berita Hoax Perspektif Al-Qur‟an surat Al-

Hujjurat ayat 6 Studi Komparasi antara Tafsir Ibnu Katsir dan Al Maraghi”.

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini tergolong penelitan kualitatif, bisa juaga dikatakan

sebagai penelitian kepustakaan. Yang mana objek penelitiannya bersumber

dari buku-buku kepustakaan dan akan disandarkan pada teks-teks tertulis

yang berkaitan dengan pokok bahasan yang diangkat. Baik itu bersumber dari

kitab, buku, jurnal, artikel maupun karya ilmiah yang sesuai dengan objek

kajian.

2. Sumber Data

Adapun seluruh sumber data dalam penelitian ini adalah data pustaka

dengan klasifikasi sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber

data primer yaitu tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al Maraghi, yang berhubungan

dengan berita yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian. Sedangkan

untuk data sekunder yaitu merujuk pada buku-buku yang berhubungan

14

dengan penelitian. Selain itu juga penulis merujuk pada artikel atau jurnal

yang berkaitan dengan tema.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data dalam penelitaian ini adalah sumber

pustaka, teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan

berbagai data dari sumber yang relavan, kemudian di seleksi. Sumber data

tersebut berasal dari dua tafsir inti sebagai rujukan, kamus, semua sumber

data berupa buku, jurnal dan lain-lain yang berhubunga dengan tema

penelitian. Setelah data terkumpul akan di pilih atau diseleksi data-data

tersebut sesuai dengan bab atau sub bab yang ada, kemudian data dianalisis

dengan baik.

4. Teknik Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, kemudian data-data tersebut diolah

dengan diskriptif-analisis kemudain komparatif. Dalam konteks penelitian

ini, teknik tersebut diaplikasiakan dengan tiga langkah: Pertama,

menghimpun surat Al-Hujjurat ayat 6 yang dijadikan objek studi, kemudia

melihat kepada ayat-ayat lain yang berhubungan dengan ayat tersebut.

Kedua, menganalisis pendapat kedua ulama tafsir dengan memadukan dua

tokoh mufasir klasik dan kontemporer. Ketiga, membandingkan pendapat-

pendapat kedua mufasir untuk mendapatkan informasi yang berkenaan

dengan identitas dan pola berfikir dari masing-masing mufasir. Pemilihan

teknik yang demikian juga menyiratkan bahwa penelitan ini tidak sekedar

memindah dan menyebutkan kembali data yang didapat dari sumber-sumber

data. Selain itu, penelitian ini juga menekankan ciri komparatifnya dengan

membandingkan kedua objek, penelitian ini untuk kemudain menjelaskan

peresamaan dan perbedaan kedua tafsir tersbut dan relevansi pemikiran

kedua mufasir dengan konteks kekinian.

15

H. Sistematika Pembahasan.

Penelitian dalam skripsi ini disusun dalam lima bab. Diharapkan dari

keseluruhan bab ini dapat menjawab problematika saat ini, dan pertanyaan-

pertanyaan akademik terkait dengan tema, serta dapat menghasilkan penelitian

yang komprehensip.

Bab I memaparkan tentang pendahuluan, mengapa peneltian ini dikaji dan

untuk apa dikaji, yang terangkai dalam latar belakang maslah, rumusan masalah,

tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, serta

sistematika pembahasan.

Bab II berisi pembahas tentang berita hoaks secara umum. Pada bab ini

membahas tentang seputar hoaks seperti: pengertia hoaks, sejarah hoaks, sebab-

sebabnya maraknya berita hoaks, dampak yang ditimbulkan berita hoaks, dan

konsep berita dalam Al-Qur‟an.

Bab III berisi tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan berita. Dari kedua

tafsir dari masing-masing ayat yang dibahas dari kedua mufasir.

Bab IV berisi tentang analisis data, pada bab ini dibagi menjadi dua

subbab. Yang pertama bagaimana Ibnu Katsir dan Al-Maraghi dalam menyikapi

hoax, selanjutnya tentang persamaan dan perbedaan dari kedua mufasir.

Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari bab-bab

sebelumnya, dan saran-saran untuk peneliti selanjutnya serta pentup.

16

BAB II

HOAX SECARA UMUM

A. Pengertian Hoax

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, hoaks memiliki beberapa

pengertian. Hoaks dapat diartikan; pertama kata yang berarti ketidak benaran

suatu informasi, kedua berita bohong yang tidak bersumber. Pemberitaan palsu

(hoaks) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-

olah benar adanya. “Deliberately fabricated falsehood madeto masquerade as

truth.”23

Sedangkan dalam bentuk kata benda, hoax diartikan sebagai “trick

played on somebody for a joke” (bermain tipu muslihat dengan orang lain untuk

bercanda) atau “anything deliberately intended to deceive or trick” (apapun yang

dengan sengaja dimaksutkan untuk menipu orang lain). Adapun dalam istilah

Bahasa Indonesia, hoax merupakan kata serapan yang sama pengertiannya

dengan berita bohong.24

Sedangkan menurut Lynda Walsh dalam buku “Sins Against Science”

yang dikutip Idnan dalam bukunya menyatakan hoax adalah informasi sesat dan

berbahaya karena menyesatkan persepsi manusia dengan menyampaikan

informasi palsu sebagai kebenaran. Hoax mampu mempengaruhi banyak orang

dengan menodai cerita dan kredibilitas.25

Menurut penulis hoax adalah berita

palsu yang diada-adakan atau diputarbalikkan dari realitas sesungguhnya.

Sehingga dapat menyesatkan dan menyebabkan pencemaran nama baik seseorang

atau kelompok kepada pihak yang terkait, dengan maksut dan tujuan tertentu,

23

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax, (Jakarta: PT Elex Media

Komputindo 2018), 21. 24

Lutfi Maulana, “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi Berita

Bohong”, Jurnal Ilmiah Agama dan Budaya, Vol. 2, No. 2 (Desember 2017), 211. 25

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 21-22.

17

kemudian informasi di sajikan dalam bentuk yang seakan-akan nyata dan

terbukti.

Hoax memiliki beberapa macam jenis, yaitu: hoax yang bersifat

akademis; hoaks yang menyangkut agama; hoaks yang dianggap layak secara

sosial (contoh: hoaks pada tanggal 1 April); klaim apokatif, yaitu tulisan-tulisan

yang diragukan keasliannya yang biasa merujuk pada Al-kitab yang tidak

merujuk pada perjanjian baru maupun lama; hoaks yang sengaja dibuat untuk

tujuan yang sah. Lagenda dan rumor yang sengaja dibuat untuk menipu. Pada

zaman sekarang ini sering digunakan sebagai sesuatu yang tidak masuk akal atau

omong kosong; hoaks virus komputer, hoaks ini biasanya menyebar melalui e-

mail yang berisi tentang peringatan menyebarnya virus komputer, padahal isi e-

mail tersebut adalah virus itu sendiri.26

B. Sejarah Hoax

Indonesia bukanlah Negara yang pertama kali munculnya berita-berita

palsu, yang membuat masyarakat menjadi heboh dan percaya begitu saja dengan

berita yang tersebar. Dalam sejarah hoaks didunia, hoaks pertama kali muncul di

tahun 1661 pada bagian belahan bumi lain yang melibatkan musisi luar negeri

yang bernama John Mompesson yang menceritakan pengalamannya yang

dihantui suara-suara drum di dalam rumahnya. Kisah ini lambat laun menyebar

kepelosok negaranya. John berpendapat bahwa ia mendapatkan nasib seperti itu

karena menurut William drury yaitu seorang musisi lainnya, dan berhasil

memenangkan perkara sehingga membuat William mendapatkan hukuman. John

menuduh Drury memberikan guna-guna atau kutukan pada rumahnya karena

kekalahannya dan tuntutan di pengadilan hingga ia membuat hukuman. Hingga

suatu ketika seorang penulis buku yang bernama Glanvil mendengar kisah rumah

John yang berhantu dan mendatangi rumahnya. Hingga hasilnya penulis tersebut

26

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 25.

18

juga mendengar suara-suara yang sama di rumah John. Setelahnya, Glanvill

menuliskan pengalaman mistisnya di rumah John kedalam tiga buku cerita yang

diakuinya sebaga kisah nyata. Banyak yang tertarik untuk membaca buku-buku

milik Glanvill. Hingga dibuku ketiganya, ia mengakui bahwa suara-suara yang ia

dengar dirumah John Mompesson hanyalah sebuah trik bekala untuk

menghebohkan masyarakat sekitar.27

Kemudian di generasi selanjutnya datang pada tahun 1745 yang berita

heboh ini bermula dari penduduk Amerika Serikat yang bernama Benjamin

Franklin. Dalam suatu hari Benjamin menemukan sebuah batu yang di percaya

bisa menyembuhkan penyakit berat, seperti rebies, kanker, dan penyakit lainnya.

Ia menamai batu tersebut dengan batu China. Penemuan batu ini sempat

membuat dunia kedokteran di Negara itu tidak melakukan penelitan medis untuk

batu itu, sehingga kedokteranpun dianggap sempat mempercayainya. Hingga

suatu ketika dilakukan sebuah penelitian tentang batu tersebut, dan hasilnya

cukup mengagetkan, batu itu bukanlah batu pada umumnya, namun hanya tanduk

rusa biasa yang sudah di rubah dan tidak mengandung unsur penyembuhan

apapun. Hal tersebut diketahui oleh salah satu pembaca harian Pensylvania

Gazette, yaitu harian yang membuat berita bohong milik Benjamin. Banyak

sekali bermunculan berita-berita bohong atau hoaks yang terjadi sampai

dibentuknya Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada abad 20.28

Mulai maraknya berita-berita bohong yang bermunculan di abad 20an saat

itu, kata “hoax” baru mulai digunakan sekitar tahun 1808. Banyak versi asal

mula kata hoax ini. Salah satunya ditelusuri secara serius oleh Museum of

Hoakses yang berpusat San Diego, California, Amerika. Sebuah lembaga yang

memperhatikan mengidenfikasi, mengumpulkan, dan mengategorikan hoaks, baik

27

Ilham Syaifullah, Fenomena Hoax di Media Sosial dalam Pandangan Hermeneutika,

Skripsi Fakultas Usuludin dan Filsafat Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya, 2018. 21-22. 28

Ibid, 22.

19

sejarah, cerita, foto, dan klaim-klaim lainnya dari zaman ke zaman diberbagai

negara. Kata hoaks yang ditelusuri dari sejarah asal katanya pertama kali popular

digunakan pada abad pertengghan hingga akhir abad ke-18. Berasal dari kata

yang kerap digunakan oleh para pesulap, yakni “hocus pocus”. Istilah hocus

pocus sendiri pertama kali muncul awal abad ke-17. 29

Kata hoax dilansir dari

kata hocus yang berarti mengelabuhi, dan kata ini juga dianggap mirip dengan

kata yang dipakai sebuah mantra dalam pertunjukan sulap, yang mana dibalik

permainan sulap adalah tipu-tipuan yang direncanakan. Hingga dari generasi ke

generasi sampai saat ini, kata hoaks berkaitan dengan adanya penyebaran berita

atau informasi palsu yang membuat kehebohan dalam masyarakat baik itu secara

langsung maupun tidak langsung.30

Berita dan informasi palsu yang menghebohkan dunia saat ini bukanlah

hal baru yang muncul dalam keseharian umat manusia masa kini saja, namun

dalam sejarah Islam juga memliki kasus yang sama dengan berita palsu atau yang

di sebut dengan istilah Hoaks. Dalam salah satu kisah pada zaman Rasulullah

yang menipa istri beliau yang bernama Siti Aisyah r.a. kisah tersebu diawali

ketika Rasulullah besiap-siap hendak perang menghadapi Bani Mustahiq. Beliau

lalu membuat undian untuk istri-istrinya, dan ternyata yang berhak menemani

Rasulullah dalam peperangan yaitu Siti Aisyah r.a. dalam perjalanan pulang

Aisyah r.a. kehilangan kalungnya, sehingga ia harus berbalik untuk mencari

kalung tersebut. Sementara itu para pengangkat tandu mengira bahwa Aisyah

sudah didalam tandunya, saat Aisyah sedang mencari kalungnya, pasukan

muslimin malah meninggalkannya maka berangkatlah mereka tanpa Aisyah r.a.

pada saat itulah Aisyah merasa tertinggal, beliau merasa kebingungan, sehingga

tertidur akibat kantuknya. Setelah beberapa lama, kemudian seorang sahabat

bernama Shafwan bin Mu‟thil Al-Silmy, ia melihat istri Nabi kemudian

29

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 23-24. 30

Ilham Syaifullah, Fenomena Hoax di Media Sosial dalam Pandangan Hermeneutika…, 23.

20

mengantarkan Aisyah hingga sampai kepada rombongan kaum muslimin.

Kemudian sesampainya di Madinah, didapati bahwa Aisyah menungang unta

yang di tuntun oleh seorang laki-laki yang mereka kenal. Dari kejadian inilah

memunculkan rumor miring atas Aisyah dan Shafwan sehingga menyebar

menjadi berita hoaks. Rasulullah sendiri tidak tahu akan kebenaran berita

tersebut. Sehingga Allah SWT. menurunkan wahyu-Nya dalam QS. An-Nur (24):

11-20, sebagai klarifikasi atas berita bohong tersebut.31

Kemunculan hoax tak lepas dari perkembangan teknogi media yang telah

mengubah alat-alat komunikasi menjadi lebih cepat. Kecepatan alat-alat

komunikasi perpengaruh pada tumbuhnya media sosial, ia secara substansial

telah mengubah cara komunikasi antara masyarakat dan individu. Sebuah

komunikasi dan infornmasi dapat tersebar secara cepat, bahkan tidak ada batasan

tertentu, sihingga semua masyarakat bebas mengeluarkan pendapatnya. Semua

menjadi lebih mudah dalam meneriama, berbagi, dan menerima komentar melalui

media online seperti Facebook, YouTube, Line, WhatsApp, Instagram dan lain

sebagainya. Informasi kemudian saling bertumpuk, berimplosif, dan berekplosif,

karena diproduksi melalui opsi bagi (share) dan salin (copy) dalam sistem media

sosial.32

Kebebasan mengeluarkan berita ini secara tidak langsung kemudian

menyebabkan merebaknya berita bohong atau sering di sebut dengan hoaks,

dalam rangka membentuk opini publik. Demi kepentingan tertentu, berita hoaks

bisa digunakan untuk saling menyerang, memfitnah, memprovokasi, menjelek-

jelekan dan lain sebagainya antara satu dengan lainnya, bahkan untuk mengklaim

bahwa sebuah kelompok atau pun agama tertentu yang paling unggul

31

Salwa Sofia Wirdiyana, Hoax Dalam Pandangan Al-Qur‟an, Skripsi fakultas Ususludin

dan pemikiran islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017, 3-4. 32

Lutfi Maulana, “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi Berita

Bohong”…, 211.

21

dibandingkan yang lainnya. Media hadir menyampaikan sebuah informasi yang

tak lepas dari kepentingan sosial dan politik. Pada akhirnya, media sosial menjadi

tempat untuk menyalurkan sebuah berita untuk kepentingan dari bebagai pihak.

Di satu sisi media juga sebagai sumber informasi untuk memenuhi kebutuhan dan

keingintahuan masyarakat. Tetapi disisi lain media juga cenderung digunakan

untuk kepentingan salah satu pihak demi keuntungan tertentu. Itu semua

dilakukan tanpa memperhatikan dampak sosial yang mungkin terjadi.

C. Faktor Menyebarnya Hoax

Hoax lebih marak di dunia maya dibandingkan media penyiaran maintrean

seperti televise, dan surat kabar atau Koran dalam artian mudah menyebar dan

menarik followers. Kemudahan menerima, berbagi, dan memberi komentar

melalui media sosial melibatkan bahwa informasi saling bertumpuk, berimplosif,

dan berekplosif karena direproduksi melalui opsi share dan salin/copy yang

tersedia dalam system madia sosial. Bahkan setiap orang bisa mengomentari info

yang diterima itu sesuka hati tanpa konfirmasi. Fenomena ini adalah bentuk dari

hyper-reality, yaitu kenyataan yang berlebihan yang telah diprediksikan oleh

Baudrillard (w. 2007) puluhan tahun ketika istilah hoax belum dikenal.33

Fakrtor utama bagi pelaku penyebaran berita hoax terkait dengan beberapa

hal, yaitu;34

1. Artikel berita yang menarik menjadi viral di media sosial sehingga dapat

menarik iklan dan penyedia berita untuk mendapatkan pendapatan

melalui situs asalnya. Ini tampaknya telah menjadi faktor utama sebagai

besar produsen untuk mencari keuntungan dari adanya berita hoax yang

memang di buat dengan sengaja.

33

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 27. 34

Lutfi Maulana, “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi Berita

Bohong”…, 212.

22

2. Beberapa penyedia berita hoax berusaha untuk mendukung ideologi yang

di usungnya dengan menyerang kelompok opsisi yang menjadi lawannya.

3. Turunya pemasukan di media industri yang disebabkan oleh kemudahan

membuat website serta lahan untuk konten platform periklanan.

4. Adanya rasa khawatir akan turunya reputasi media masa, sehingga untuk

meningkatkan reputasi tersebut memunculkan berita hoax yang

menghebohkan sebagai ajang meningkatkan reputasi.

5. Munculnya media sosial, selain menjadi alat komunikasi moderen, juga

menjadi ajang pencarian uang. Dengan memunculkan berita yang

menghebohkan, daya jual media sosial akan semangkin banyak

menghasilkan keuntungan.

6. Terus menurunya kepercayaan dari media industri, sehingga

memunculkan berita hoax sebagai alternatif untuk meningkatkan daya

tarik yang lebih.

7. Munculnya faktor politik sebagai ajang untuk menurunkan popularitas

kelompok lain.

Pada umumnya ada beberapa alasan yang sangat universal maraknya

penyebaran berita hoax di masyarakat. Antara lain sebagai berikut:35

Pertama, Reaktif. Bagi orang-orang yang reaktif, apapun memang bisa

menjadi buruk. Ketika mendapati informasi hoax, maka orang-orang reaktif ini

muncul dalam beberapa reaksi, yakni bisa jadi mereka memang panik, bisa jadi

pula mereka ingin tampil serba tau. Alhasil kecangihan media sosial yang hanya

membutuhkan tombol share untuk menyebarkan hoax itu menjadi jalan paling

cepat untuk membuktikan bahwa ada begitu banyak orang yang reaktif di dunia

ini. Akibatnya tentu saja hoax tersebar dengan begitu cepat.

35

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 29-31.

23

Kedua, tidak tahu. Tidak tahu memang menjadi alas an ayang masuk akal

bagi kesalahan seseorang. Jika sesorang mengaku tidak tahu bahwa informasi

yang dibagikannya hoax, memang masih bisa di maklumi. Tidak tahu tentu

berbeda dengan reatif. Reaktif lebih pada soal cara menanggapi infornasi,

sementara tidak tahu adalah berbicara tentang kapasitas pengetahuan yang

dimiliki. Untuk alasan ini, seseorang bisa dengan mudah insaf dari jalan penyebar

hoax, asal ia mau mencari tahu akan kebenarannya.

Ketiga, malas mencari tahu. Ini sebenarnya kelanjutan dari tidak tahu. Jika

sekali waktu seseorang tidak tahu bahwa apa yang sebarnya merupakan hoax, itu

bisa dimaklumi, namun untuk kedua kali ia melakukan hal yang sama, bisa jadi ia

reaktif. Tapi ketika ia merasa senang dengan ketidak tahuannya, ia bukanlah

reaktif, tapi meamang tidak mau mencari kebenarannya. Hanya bermaksut

membagikan informasi tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu atas

kebenaran sebuah berita.

Keempat, iseng dan jahil. Jika sudah sampai taraf iseng dan jahil, kita pasti

mengeyahkan pemberian maaf. Karena orang-orang iseng dan jahil dalam

perbuatannya menyebarkan hoax, tentu sudah melewati taraf reaktif, tidak tahu

dan malas mencari tahu. Mereka tentu saja tidak reaktif, tahu, dan faham sekali

bahwa itu tidak hoax, tetapi karena ingin di-like, daya jangkau halaman

facebook-nya banyak, atau hanya ingin terkenal, maka menyebarkan informasi

yang hoax menjadi jalan pintas. Jika banyak yang mengklarifikasi, bahkan

mencemooh, mereka tingal menghapusnya dari data base postingan. Seolah-olah

mereka sudah lepas dari dosa menyebarkan informasi palsu, padahal efek dari

hoax itu sangat berbahaya.

Kelima, menyebarkan hoax untuk tujuan mengeruhkan suasana. Ini

dilakukan biasanya oleh agen spionasi, propagandis, atau sebangsanya, yang

bertujuan untuk melancarkan misinya.

24

Selain itu, munculnya wadah media sosial seperti Facebook, YouTube,

Line, WhatsApp, Instagram dan lain sebagainya juga menjadi sarana masyarakat

untuk menerima dan menyebarluaskan berita dan informasi, baik itu berupa

gambar maupun video. Dalam hitungan detik berita hoax sudah dapat tersebar

diseluruh lapisan masyarakat dunia. Mudahnya menyebar luaskan berita juga

menjadi pendukung yang paling efektif dalam menyebarkan hoaks, terlebih

melalui media sosial yang tanpa batas dan tanpa memebrikan identitas, sehingga

mereka dapat mengungkapkan apa yang di inginkannya secara bebas. Hal inilah

yang menyebabkan ketika ada isu yang belum tentu benar, sesorang kemudian

menyebarkannya begitu saja. Ditambah lagi keadaan masyarakat Indonesia saat

ini cenderung senang berbagi informasi melalui media sosial seperti Whatsap,

Blackberry Messangger, Facebook, twiter, Instagram dan lain sebagainya dengan

tanpa menelusuri dan mengklarifiksi terlebih dahulu akan kebenaran sebuah

berita.

Hoax dibuat seseorang atau kelompok dengan beragam tujuan, mulai dari

sekedar main-main atau having fun, hingga tujuan ekonomi (penipuan), dan

politik (propaganda/pembentukan opini publik) atau agitasi (hasutan). Biasanya

hoax muncul ketika sebuah isu mencuat ke permukaan, namun banyak hal yang

belum terungkap atau menjadi tanda tanya.36

D. Dampak Dari Peredaran Hoax

Berita hoax sebagai upaya penipuan publik tentunya memiliki dampak

yang luas, utamanya dekadensi moral pada masyarakat atau dipahami sebagai

instabilitas publik, terjadinya ketidak percayaan publik. Kebenaran menjadi hal

yang sangat langka bagi sumber daya yang tidak dapat diperbaharui lagi.

Masifnya penyebaran berita hoax menjadi ancaman bagi integritas kita sebagai

36

Ibid. 31.

25

makhluk sosial yang butuh kebenaran dan berhubungan secara jujur antara satu

denagan yang lainnya.37

Bisa di ibaratkan seorang istri tak lagi mempercayai suaminya, rakyat

mulai meragukan pemimpinnya, dan sebaliknaya pemimpin menaruh kecurigaan

pada rakyatnya. Hal tersebut tentunya sangat menganggu dalam kehidupan kita

sehari-hari, pergerakan juga pertumbuhan produktivitas hidup kita. Pada

prinsipnya tidak hoax yang bisa membangun ketentraman bermasyarakat.

Merebaknyan berita hokas di media sosial, telah memberikan dampak

negatif yang sangat signifikan, beberapa dampak dihasilkan yaitu sebagaimana

berikut:38

1. Merugikan masyarakat, karena berita-berita hoaks berisi kebohongan

besar dan fitnah.

2. Memecah belah publik, baik mengatas manakan kepentingan politik

maupun kepentingan pribadi dan organisasi agama tertentu.

3. Memepengaruhi opini publik. Hoaks menjadi profokator untuk

memundurkan masyarakat.

4. Berita-berita hoaks sengaja dibuat untuk kepentingan mendiskreditkan

salah satu pihak, sehingga bisa mengakibatkan adu domba terhadap

sesama umat islam.

5. Sengaja di tujukan untuk menghebohkan masyarakat, sehingga

menciptakan kekuatan terhadap masyarakat.

Dengan berbagai dampak negatif yang di timbulkan akibat adanya

peredaran hoax tersebut, maka masyarakat awam yang akan dirugikan. Upaya

untuk meminimalkan kembali tentu sangat diharapkan agar masyarakat kembali

37

Ibid. 32. 38

Lutfi Maulana, “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi Berita

Bohong…, 213.

26

sadar dan berhati-hati dalam mengkonsumsi sebuah informasi ataupun sebuah

berita.

Berita bohong atau hoax dan ujaran kebencian yang marak di media sosial

telah menjadi ancaman nasional. Semua pihak perlu bekerja bersama untuk

melawannya. Ujar kebencian dan hoax di dunia maya telah menjadi ancaman

nasional, kepala BSSN Djoko Setiadi menegaskan, pihaknya akan melakukan

sinergi kerja dengan lembaga kementerian yang juga menangani masalah siber.

Sebab ganguan kejahatan siber dapat berdampak pada aspek ekonomi, ideologi

politik, dan pertahanan keamanan.39

Berikut langkah sederhana yang bisa membantu dalam menghadapi berita

hoax, anatara lain sebagai berikut:

Pertama, ikut serta grup diskusi anti hoax. Di facebook terdapat sejumlah

fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan

Hoax (FAFHH), Turn Back Hoax, Fanpage & Grup Indonesia Hoax Buster,

Fanpage Indonesia Hoaxes, Hoax No More dan Grup Sekoci, dan lain

sebagainya. Di grup-grup tersebut netizen bisa ikut bertanya apakah suatu

informasi merupakan hoax atau tidak, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah

diberikan orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontrubusi sehingga grup

berfungsi layak yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Kedua, meningkatkan literasi media dan literasi media sosial. Ketua

umum Mastel, Kristiono, menegaskan pentingnya literasi dalam membentuk

pemahaman masyarakat ketika menerima hoax, bagaimana cara mereka

menghadapi berita palsu yang diterima. Literasi media sebagai kemampuan untuk

mengakses, mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan dalam berbagai

bentuknya. Dalam konferensi kepemimpinan nasional literasi media (Nasional

39

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 33.

27

Leadership Conference of Media Literacy) di AS tahun 1992, literasi media

didefinisikan sebagai “kemampuan untuk mengakses, menganalisis,

mengevaluasi, dan mengomunikasikan pesan”.40

Beberapa kemampuan literasi media yang harus dimiliki, antara lain

mencakup:

1. Kemampuan mengkritisi media (internet).

2. Kemampuan memproduksi informasi yang sehat.

3. Kemampuan mengajarkan /berbagi isi media yang mencerdaskan.

4. Kemampuan mengeksplorasi sistem pembuatan informasi di online.

5. Kemampuan mengeksplorasi berbagai posisi informasi di online.

6. Kemampuan berfikir kritis atas isi media sosial.

Disisi lain untuk menangulangi fenomena hoax yang sedang terjadi

pemerintah telah membentuk Badan Siber Nasional. Lembaga baru itu bertugas

untuk melacak sumber kabar hoax dan melindungi situs pemerintah dari serangan

peretas (hacker). Badan siber nasional juga di tugaskan untuk melindungi industri

Negara dari serangan peretas. 41

E. Konsep Berita dalam Al-qur’an

Konsep berita dalam Al-Qur‟an akan menjadi pedoman dan bimbingan

bagi umat islam, dalam menghadapi berita-berita yang beredar di tengah-tengah

masyarakat. Konsep ini diperlukan baik pada tataran teoretis maupun praktis.

Secara teoretis konsep berita dalam Al-Qur‟an akan memberikan kontribusi

dalam pengembangan kajian jurnalis, secara praktis konsep berita dalam Al-

Qur‟an akan menjadi panduan bagi umat Islam mencermati dan berdialog dengan

berita yang mereka dapati.

40

Ibid, 34-35. 41

Ibid, 35.

28

Berita menepati posisi sentral dalam Al-Qur‟an, mengenai berita Al-

Qur‟an menawarkan beberapa konsep dasar antara lain yaitu:

1. Al-Naba‟

Kata al-naba‟ berasal dari kata nab‟a seakar dengan kata al-anba‟

yang berarti “menginvestigasi”, al-nabi‟u yang berarti “tempat yang lebih

tinggi”, dan al-nabiy yang berarti “pembawa berita” dalam hal ini yaitu

Nabi.42

Dalam kamus lisan al-arab, term naba‟ bermakna khabar

(berita/informasi). Keterangan serupa juga terdapat dalam Mu‟jam Al-Wasit,

naba‟ bernakna berita (khabar). Kata naba‟ adalah bentuk mufrod, yang

bentuk jama‟nya yaitu kata anba‟.43

Dari pengertian naba‟ secara etimologi di atas, bisa di ambil suatu

kesimpulan bahwa tidaklah semua berita atau informasi bisa dikatakan naba‟,

sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Raghib Al-Asfihani, bahwa pada

dasarnya berita atau informasi yang termasuk katagori naba‟ adalah

informasi yang terlepas dari kebohongan, seperti berita mutawatir yang

dating dari Allah SWT atau Nabi Muhammad SAW. pada umumnya

pengunaan term naba‟ dalam Al-Qur‟an merujuk pada pemberitaan yang

sudah dijamin kebenarannya, bahkan sangat penting untuk diketahui,

walaupun tidak semua berita atau informasi itu bisa di buktikan secara

empiris oleh manusia, karena keterbatasan kemampuannya. Pemberitaan atau

informasi dalam Al-Qur‟an yang mengunakan term naba‟ dan bisa diketahui

atau diverifikasi manusia dengan pengetahuanya, antara lain hal-hal yang

berkaitan dengan keadaan umat-umat terdahulu.44

Berita-berita tentang umat

terdahulu yang disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. termasuk

42

Iftitah Jafar, Konsep Berita Dalam Al-Qur‟an (Implikasinya dalam Sistem pemberitaan di

Media Sosial), Jurnalisa, Vol. 03, No.1, (Mei 2017), 3. 43

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 37. 44

Ibid, 38.

29

dalam bagian ini. Seperti berita-berita yang di sebutkan dalam Al-Qur‟an QS.

Hud (11): 100, 120, QS. Thaha (20): 99, dan QS. Al-A‟raf (7): 101.

Al-naba‟ (berita penting), hanya digunakan apabila ada peristiwa yang

sangat penting dan benar, berbeda dengan kata khabar, yang pada umumnya

digunakan juga pada berita-berita sepele. Sementara, ulama mengatakan

berita baru dinamai naba‟ apabila mengandung manfaat yang besar dalam

pemberitaanya, adanya kepastian atau paling tidak dugaan besar tentang

kebenarannya. Penyifatan al-naba‟ dengan kata al-„azim (besar, agung)

menunjukkan bahwa berita tersebut bukanlah hal yang biasa tetapi luar biasa.

Bukan hanya pada peristiwanya tetapi juga pada kejelasan dan bukti-

buktinya, sehingga ia tidak dipertanyakan lagi.45

Satu-satunya kata al-naba‟ yang digunakan dengan pelaku orang fasik

disebutkan dalam QS. Al-Hujjurat (49): 6. Kata al naba‟ dalam ayat ini tidak

memberi peringatan bahwa berita yang disampaikan benar, tetapi lebih

menekankan agar umat Islam lebih berhati-ahati terhadap pemberitaan yang

disampaikan orang fasik. Kasus yang direkam dalam ayat ini adalah

pemberitaan yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Karena demikian

pentingnya sehingga jika tidak ditanggapi dengan kepenuh kehati-hatian

dapat menimbulkan instabilitas dan disharmoni, bahkan dapat menyebabkan

kekacauan. Perintah tabayyun dalam ayat ini dimaksutkan sebagai upaya

menjaga kemungkinan timbulnya dampak negatif sebagai akibat tidak

selektif dalam menerima sebuah berita.46

45

Iftitah Jafar, Konsep Berita Dalam Al-Qur‟an (Implikasinya dalam Sistem pemberitaan di

Media Sosial…, 3. 46

Ibid , 4.

30

2. Al-Khabar

Secara etimologi kata khabar terdiri dari huruf kha, ba, ra yang

mengandung dua makna yakni ilmu dan menunjuk kepada yang halus dan

lembut, secara bermakna “kabar dan berita”.47

Dalam kamus lisan Al-Arab,

kata khabar bermakna informasi (naba‟) yang mendatangi seseorang dari

pembawa informasi. Kata khabar dalam M‟jam Al-Wasit bermakna sesuatu

yang dipindah (naql) dan diperbicangkan baik berupa ucapan maupun

tulisan. Kata khabar mencakup ucapan yang isinya mempunyai kemungkinan

benar maupun bohong. Kata khabar adalah bentuk kata tunggal dari kata

akhbar dan akhabir.48

Secara epistemologi, khabar adalah tentang laporan yang biasanya

belum lama terjadi, namun tidak dikatagorikan berita penting dan besar.

Khabar bisa pula dimaknai sebuah berita biasa yang datang belum tentu

memiliki nilai kebenaran. Beritanya tersebar terkadang lebih hebat dari

kenyataan yang sebenarnya. Kata khabar antara lain disebutkan dalam kasus

penerimaan wahyu dan pelantikan Nabi Musa as. menjadi Rasul Allah yang

di sebutkan dalam QS. Al-Naml (27): 7, dan QS. Al-Qashash (28): 29. 49

Sedangkan kata khubrah itu bermakna mengetahui perkara secara

mendalam. Seperti firman Allah Swt. QS. Ali Imran: 57, QS. At-Taubah: 16,

kadang kata khabir juga bermakna mukhbir seperti firman Allah pada QS.

Al-Maidah: 105, QS. At-Taubah: 94. Sedangkan kata khabar itu bermakna

bumi yang lembut. Namun kata khabar juga digunakan untuk menunjuk

47

Ibid, 4. 48

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 40. 49

Iftitah Jafar, Konsep Berita Dalam Al-Qur‟an (Implikasinya dalam Sistem pemberitaan di

Media Sosial).., 4.

31

sesuatu dari pohon yang lembut, maka akad mukhabarah itu diartikan

sebagai pengolahan khabar dengan sesuatu yang diketahui.50

3. Al-Hadits

Hadits berasal dari bahsa Arab, hadasa, yahdusu, hadisan, berarti al-

jadid yang baru. Merupakan lawan dari kata al-qadim (yang lama). Jadi

hadits adalah sesuatu yang baru, atau berita. Berbeda dengan kata hadis

dengan jamak ahadis yang memiliki beberapa makna. Salah satunya menurut

Ibnu Manzur bermakna khabar atau informasi, baik sedikit maupun bayak.

Selain itu jugga hadis bermakna sesuatu yang diperbicangkan. Dalam

Mu‟jam Al-Wasit, kata hadits bermakna setiap sesuatu yang diperbincangkan,

baik berupa kalam ataupun khabar. Dalam kamus Al-Munawir mengartikan

trem hadis sebagai hadis nabi, ilmu hadis, perkataan, percakapan,

pembicaraan, kabar, kabar angin, hikayat, cerita buah mulud, buah

percakapan, dongeng dan obrolan ringan.51

Hadits merupakan sinonim khabar atau berita dalam arti umum.

Masa-masa awalnya hadis tidak saja berita dari Rasulullah saw. tetapi juga

berita-berita lain, termasuk Al-Qur‟an. Hal ini terlihat antara lain ucapan Ibn

Mas‟ud, “sebaik-baik hadis adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk

adalah Muhammad” hadis secara bahasa berarti percakapan atau perkataan.

Dalam terminologi islam perkataan yang dimaksut adalah perkataan dari

Nabi Muhammd saw. sering kali kata ini mengalami perluasan makna

sehingga disinonimkan dengan sunnah sehingga berarti segala perkataan

(sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad

saw. yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama. Hadis sebagai

sumber hukum dalam agama memiliki kedudukan kedua pada tingkatan

50

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 41. 51

Ibid, 41-42.

32

sumber hukum di bawah Al-Qur‟an. Arti umum hadis dalam

perkembangannya terjadi penyempitan sehingga akhirnya jika dikatakan

hadis maka tertuju pada apa yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw.52

4. Al-„Ifk

Kata „Ifk berasal dari afika yang pada mulanya berarti memalingkan,

atau membalikakn sesuatu. Setiap yang dipalingkan dari arah semula ke arah

yang lain disebut „ifk. Agin puyuh atau angina beralih disebut Al-Mu‟tafikat.

Disebut demikian karena arah angin tersebut selalu berputar dan berpaling

keberbagai arah secara bergantian. Perkataan dusta dinamakan „ifk karena

perkataan memalingkan yang benar kepada yang salah.53

Kata „ifk diartikan dengan perkataan bohong, digunakan Al-Qur‟an

untuk melukiskan: Pertama, kebohongan orang kafir tentang sembahan

mereka yang dapatmemberi syafaat bagi yang penyembahnya. QS.Al-

Ankabut (29): 17. Kedua, kebohongan orang kafir yang mengatakan bahwa

Allah beranak. QS. Al-Shaffat (37): 151. Ketiga, kebohongan orang kafir

yang mengatakan bahwa Al-Qur‟an itu tidak memberi petunjuk bagi

manusia. QS. AL-Ahqaf (46): 11. Keempat kebohongan orang munafik yang

mengatakan bahawa sahabat Rasulullah berbuat keji dengan istri Rasulullah.

QS. Al-Nur (24): 11-12.54

52

Iftitah Jafar, Konsep Berita Dalam Al-Qur‟an (Implikasinya dalam Sistem pemberitaan di

Media Sosial)…, 5. 53

Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 49. 54

Iftitah Jafar, Konsep Berita Dalam Al-Qur‟an (Implikasinya dalam Sistem pemberitaan di

Media Sosial)…, 5.

33

BAB III

IBNU KATSIR DAN AHMAD MUSTHAFA AL-MARAGHI SERTA

PENAFSIRANNYA TERHADAP SURAT AL-HUJJURAT AYAT 6

A. Biografi Ibnu Katsir

1. Riwayat Hidup Ibnu Katsir

Nama lengkap beliau adalah Imaduddin Ismail ibn „Umar ibn Kasir al-

Qurasyi al-Dimasyqi. Beliau biasa di pangil Abu al-Fida. Beliau lahir di Basrah

tahun 700H/1300M.55

dan beliau wafat dalam usia 74 tahun tempatnya pada

bulan Sya‟ban 774H/februari 1373M di Damaskus. Jenazahnya dimakamkan

disamping makam Ibu Taimiyah, di Sufiyah Damaskus.56

Ayah beliau bernama Shihab ad-Din Abu Hafsh Amar ibn Katsir ibnu

Dhaw Ibnu Zara‟ al-Quraisyi, yang merupakan seorang ulama terkemuka pada

masanya. Ayah beliau bermadzhab Syafi‟i dan pernah mendalami madzhab

Hanafi. Menginjak masa kanak-kanak , ayahnya meningeal dunia. Kemudian

beliau tinggal bersama kakaknya yang bernama Kmal ad-Din Abdul Wahhab di

Damaskus. Di kota inilah beliau tinggal hingga diakhir hayatnya.57

Ibnu Katsir mulai belajar mencari ilmu dari saudara kandungya beliau

yaitu Abdul Wahhab. Ketika itu beliau telah hafal Al-Qur‟an dan sangat

menguasai pelajaran Hadist, fikih, maupun tarikh, beliau juga belajar dengan

Syaikhul Islam Ibn Taimiyah (w. 728H). Pergaulan beliau dengan gurunya

membuahkan berbagai macam faedah yang turut membentuk keilmuannya,

akhlaknya, dan tarbiyah. Kemudian dengan kemandiriannya beliau yang begitu

55

Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: TERAS, 2004), 132. 56

Ibid, 134. 57

Ibnu Katsir, Tartib wa Tahdzib al-Kitab Bidayah wa Nihayah, diterjemahkan oleh Abu

Ihsan al-Atsari, al-Bidayah wa al-Nihayah Masa Khulafa‟ur Rasyidin, (Jakarta: DARUL HAQ, 2004),

22.

34

mendalam, menjadikan beliau seorang yang benar-benar mandiri dalam

berpendapat. Beliau akan selalu berjalan sesuai dalil, tidak pernah fanatik dengan

madzhabnya apalagi dengan madzhab orang lain. Karya-karya besarnya menjadi

saksi atas sikapnya ini. Beliau selalu berjalan diatas Sunnah, konsekuen

mengamalkannya, serta selalu memerangi berbagai bentuk bid‟ah dan fanatik

madzhab.58

Dalam bidang ilmu Hadist, Ibnu Katsir banyak belajar dari ulama-ulama

Hijaz. Beliau memperoleh ijazah dari al-Wani. Selain itu ia juga dididik oleh

pakar hadis terkenal di Suriah yakni Jamal ad-Din al-Mizzi (w. 742 H/ 1342 M),

yang kemudian menjadi mertuanya sendiri. Dalam waktu yang cukup lama,

beliau hidup di Suriah sebagai orang yang sederhana dan tidak terkenal.

Popularitasnya dimulai ketika ia terlibat dalam penelitian untuk menetapkan

hukuman terhadap seorang zindiq yang didakwa menganut paham hulul

(inkarnasi).

Sejak saat itu, berbagai jabatan penting didudukinya sesuai dengan bidang

keahlian yang dimilikinya. Dalam bidang ilmu hadis, pada tahun 784 H/ 1348 M

ia menggantikan gurunya, Muhammad ibn Muhammad al-Zahabi (1284-1348

M), sebagai guru di Turba Umm Salih, dan pada tahun 756 H/1355 M, setelah

Hakim Taqiudin al-Subki wafat beliau diangkat menjadi kepala Dar al-Hadis al

Asyrafitah (sebuah lembaga pendidikan hadis). Kemudian pada tahun 768 H/

1366 M, ia diangkat menjadi guru besar oleh Gubernur Mankali Buga di Masjid

Umayah Damaskus.

Selain itu, Ibnu Katsir pun dikenal sebagai pakar terkemuka dalam bidang

ilmu tafsir, hadis, sejarah dan fikih. Muhammad Husain al-Zahabi, sebagaimana

dikutip oleh faudah berkata, “Imam Ibnu Katsir adalah seorang pakar fikih yang

sangat ahli , seorang ahli hadis dan mufasir yang sangat paripurna dan pengarang

58

Ibid, 22-23.

35

dari banyak kitab”. Demikian pula dalam bidang fikih/hukum, ia dijadikan

tempat konsultasi oleh para penguasa, seperti dalam pengesahan keputusan yang

berhubungan dengan korupsi (761 H/ 1358 M), dalam mewujudkan perdamaian

pasca perang saudara yakni Pemberontakan Baydamur (763 H/1361 M), serta

dalam menyerukan jihad (770-771 H/ 1368-1369 M).59

2. Karya-karya Ibnu Katsir

Selama hayatnya beliau telah menghasilkan banyak karya tulis di ataranya

yaitu:60

a. Tafsir Al-Qur‟an al-Azhim

b. Kitab jami‟ al-Masanid wa al-Sunan

c. Al-Kutub al-Sitah

d. Al-Mukhtasar

e. Qasas al-Anbiya‟

f. Al-Bidayah waa al-Nihayah

g. Al-Fusul fi Sirah al-Rasul

h. Manaqib al-Imam al-Sayafi‟i, dan lain-lain sebagainya.

3. Corak dan Metode Penafsiran

Tafsir Ibnu Katsir dapat dikategorikan sebagai salah satu kitab tafsir

dengan corak dan orientasi (al-laun wa al-ittijah) tafsir bi al-ma‟sur/tafsir bi al-

riwayah, karena dalam tafsir ini sangat dominan memakai riwayat/hadist.

Pendapat sahabat dan tabi‟in. dapat dikatakan bahwa dalam tafsir ini yang paling

dominan adalah pendekatan normatif-historis yang berbasis utama kepada

59

Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir…, 133. 60

Ibid, 133-134.

36

hadist/riwayah. Namu Ibnu Katsir terkadang menggunakan rasio atau penalaran

ketika menafsirkan ayat.

Adapun metode yang di pakai Ibnu Katsir yaitu manahaj tahlili (metode

analisis). Katagori ini dikarenakan pengarangnya menafsirkan ayat demi ayat

secara analisis menurut urutan mushaf al-Qur‟an. Meski demikian, metode

penafsiran kitab ini dapat dikatakan semi tematik (maudu‟i), karena ketika

menafsikan ayat beliau mengelompokkan ayat-ayat yang masih dalam satu

konteks pembicaraan dalam satu tempat baik satu atau beberapa ayat. Kemudian

beliau menampilkan ayat-ayat lainnya yang tertarik untuk menjelaskan ayat yang

sedang ditafsirkan tersebut.61

4. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir dalam penulisan kitabnya beliau mengaplikasikan dengan

metode-metode atau langkah-langkah penafsiran yang dianggapnya paling baik

(ahsan turuq al-tafsir). Langkah-langkah dalam penafsirannya secara garis besar

yaitu:62

a. Menyebutkan ayat yang ditafsirkannya, kemudian menafsirkannya

dengan bahasa yang mudah dan ringkas. Jika memungkinkan beliau

menjelaskan ayat tersebut dengan ayat lain, kemudian

membandingkannya hingga makna dan maksudnya jelas.

b. Mengemukakan berbagai hadist atau riwayat yang marfu‟ (yang

didasarkan kepada Nabi saw. baik sanadnya bersambung maupun tidak),

yang berhubungan dengan ayat yang ditafsirkan. Beliau sering

menjelaskan antra hadist atau riwayat yang dapat dijadikan argumentasi

61

Ibid, 137-138. 62

Ibid,139.

37

(hujah) dan yang tidak, tampa mengabaikan pendapat sahabat, tabi‟in,

dan para ulama salaf.

c. Menemukan berbagai pendapat mufasir atau ulama sebelumnya. Dalam

hal ini beliau terkadang mengunakan pendapat ynag paling kuat diantara

pendapat para ulama yang dikutipnya, atau mengemukakan pendapatnya

sendiri dan terkadang beliau sendiri tidak berpendapat.

B. Biografi Ahmad Musthafa Al-Maraghi

1. Riwayat Hidup Al-Maraghi

Nama lengkap beliau adalah Ahmad Musthafa bin Muhammad bin

Abdul Mun‟in al-Qodhi Al-Maraghi. Beliau lahir pada tahun 1300 H/1883 M

di desa Al-Maragha yaitu sebuah desa di Propinsi Suhaj, sekitar 700 Km dari

arah kota Kairo. Al-Maraghi wafat pada usia 71 tahun (1371H/1952M) di

Hilwan, sebuah kota kecil disebelah selatan kota Kairo. Beliau berasal dari

keluarga ulama yang sangat tekun dan taat dalam mengabdikan diri kepada

Allah dan Ilmu pengetahuan. Al-Maraghi lahir di kota Maragha, sebuah kota

yang terletak disebuah kabupaten ditepi barat sungai Nil. Nama kota

kelahirannya inilah yang kemudian melekat dan menjadi nisbah (nama

belakang) bagi dirinya bukan keluarganya.63

Ketika Al-Maraghi menginjak usia sekolah, orang tuanya berinisiatif

mendaftarkanya kemadrasah didesanya untuk mendalami Al-Qur‟an. Al-

Maraghi memiliki kecerdasan yang tinggi beliau sudah menghafalkan ayat-

ayat al-Qur‟an pada usia 13 tahun dan menguasai ilmu tajwid serta dasar-

dasar syariah. Dimadrasah itu pula beliau menamatkan pendidikan tingkat

menengah. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, Al-Maraghi

melanjutkan ke Universitas Al-Azhar atas perintah dari ayahnya tepatnya

63

Saiful Amin Ghofur, Para Profil Mufassir Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,

2008), 151.

38

pada tahun 1314H/1897M. disana beliau mempelajari banyak cabang ilmu

pengetahuan seperti bahasa Arab, Balaghah, Tafsir, Ulumul Qur‟an, Hadist,

ilmu Hadist, Usul Fikih, Akhlak, Ilmu Falak dan lain sebagainya. Beliau juga

pada saat itu pula merangkap di Dar Al-Ulum Kairo yang dulu merupakan

perguruan tinggi tersendiri dan kini menjadi dari Cairo University, beliau

berhasil menyelesaikan studinya di universitas tersebut pada tahun 1909.

Salah satu guru yang paling beliau banggakan adalah Muhammad „Abduh,

Muhammad Hasan Al-Adawi, Muhammad Bahis Al-Mu‟ti, dan Syeikh

Muhammad Rifa‟i al-Fayumi.64

Beliau mempunyai 7 saudara, lima diantaranya laki-laki yaitu

Muhammad Musthafa Al-Maraghi, Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Abdul

Aziz Al-Maraghi, Abdullah Al-Maraghi, dan Abdul Wafa Al-Maraghi. Hal

ini harus diperjelas sebab sering terjadi kesalahan faham tentang siapa

penulis tafsir Al-Maraghi di antara kelima putra Musthafa itu.

Agar tidak terjadi kekeliruan karena Muhammad Musthafa Al-

Maraghi (kakaknya) juga dikenal sebagai seorang mufasir. Beliau juga

melahirkan sejumlah karya tafsir, hanya menulis bebrapa tafsir dalam surat

Al-Qur‟an yaitu surat al-Hujjurat, surat al-Hadid, dan beberapa ayat dari surat

lukman. Sedangkan Ahmad Musthafa Al-Maraghi (adiknya) menulis lengkap

30 juz.65

Dengan demikian jelas yang dimaksud disini sebagai penulis tsfsir

Al-Maraghi adalah Ahmad Musthafa Al-Maraghi, adik kandung Muhammad

Musthafa Al-Maraghi.

64

Khoirul Hadi, Karakteristik Tafsir Al-Maraghi dan Penafsirannya Tentang Akal, Jurnal

Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, (Juni 2014), 158. 65

Ibid, 160.

39

2. Karya-Karya Al-Maraghi

Diantara karya-karya beliau adalah sebagai berikut:66

a. Tafsir Al-Maraghi 30 juz

b. Ulum al-balaghah

c. Hidayah al-Talib

d. Tahzib al-Taudhih

e. Bhut wa Ara‟

f. Tarikh „Ulum al-Balaghah wa Ta‟rif bi Rijaliha

g. Muryid al-Tullab

h. Al-Mujaz fi al-Adab al-Arabi

i. Al-Diniyat aw al-Akhlaq

j. Al-Hisbah fi al-Islam dan lain sebagainya.

3. Metode dan Corak Tafsir Al-Maraghi

Metode yang digunakan dalam penulisan tafsir Al-Maraghi yaitu

mengunakan metode tahlili (analisa) dan metode ijmali (global).67

Sebab

penafsirannya mengunakan metode wawasan baru dalam menafsirkan ayat

Al-Qur‟an. Dari sisi metodologi Al-Maraghi bisa disebut telah mengunakan

metode baru. Bagi sebagian pengamat tafsir, Al-Maraghi adalah tafsir yang

pertama kali memperkenalkan metode tafsir yang memisahkan atntara

“uaraian global” dan “uraian rinci”, sehingga penjelas ayat-ayat di dalamnya

dibagi menjadi dua kategori, yaitu mengunakan metode ijmali dan meode

tahlili.68

66

Ibid, 159. 67

Nasrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka pelajar Offset cet III,

2005), 426. 68

Ibid, 24-27.

40

Corak yang dipakai dalam tafsir Al-Maraghi adalah adab al-ijtima‟i,

gaya tulisan yang singkat, serta trem-trem yang mudah dimengerti.69

Salah

satu corak baru dalam periode tafsir modern. Tokoh pencetus corak ini

adalah Muhmmad Abduh, lalu dikembangkan oleh sahabat sekaligus

muridnya Rasyid Ridho yang selanjutnya diikuti oleh mufasir lain salah

satunya Musthafa Al-Maraghi.70

Dalam uraian kitab tafsirnya mengunakan

bahasa indah dan menarik dengan berorientasi pada sastra, kehidupan budaya

dan masyarakat. Merupakan corak tafsir yang menguraikan ayat Al-Qur‟an

yang rumit maknanya diungkapkan mengunakan gaya bahasa menarik dan

indah, kemudian ayat tersebut diterapkan dalam hukum kemasyarakatan dan

undang-undang peradaban. Sebagai suatu pelajaran bahwa Al-Qur‟an

diturunkan sebagi petunjuk dalam kehidupan individu maupun masyarakat.

Imam Al-Maraghi memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai

metode yang digunakan dalam kitab tafsir tersebut, sehingga memperoleh

penjelasan yang jelas. Sedangkan metode yang digunakan tafsir Al-Maraghi

adalah metode tahlili (analisa), sebab hal itu dilihat dari cara beliau

menafsirkannya dengan mulai melalui mengelompokkan ayat-ayat menjadi

satu kelompok lalu menjelaskan pengertian kata-kata, maknanya secara

ringkas, dan disertai asbabun nuzul, kemudian munasababah ayatnya. Pada

bagian akhir, beliau memberikan penafsiran ysng lebih rinci mengenai ayat

tersebut.

69

Khoirul Hadi, Karakteristik Tafsir Al-Maraghi dan Penafsirannya Tentang Akal, Jurnal

Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, (Juni 2014), 153. 70

Rachmat Syafe‟i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 253.

41

4. Sistematiaka Penulisan Tafsir Al-Maraghi

Tafsir Al-Maraghi termasuk dalam golongan tafsir yang berbobot dan

bermutu tinggi, hal ini bisa dilihat dari motode penulisan dan sistematika

yang dipakai oleh beliau. Antara lain sebagai berikut:71

a. Mengunakan ayat-ayat dari awal pembahasan, dalam hal ini beliau

berupaya deengan hanya memberikan satu atau dua ayat yang

mengacu pada makna dan tujuan yang sama.

b. Menjelaskan kosa kata dan syarkh mufradat yang berfungsi untuk

menjelasakan kata-kata secara bahasa, bila ternyata ada kata-kata

yang sulit dipahami oleh pembaca.

c. Menjelaskan makna secara global. Agar pembaca tidak kebingungan,

beliau mencoba menjembatani agar para pembaca sebelum

menyelami makna yang terdalam dapat mengetahui makna-makna

ayat secara umum.

d. Selalu menampilkan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat),

berdasarkan riwayat yang sahih yang sering dijadikan pegangan oleh

para ahli tafsir.

e. Al-Maragi berupaya untuk meningalkan istlah-istilah yang

berhubungan dengan ilmu lain, yang diperkirakan dapat menghambat

para pembaca Al-Quran, misalnya ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu

balaghah dan lain sebagainya. Pembahasan terhadap ilmu-ilmu

tersebut mempunyai bidang tersendiri, dan sebaiknya tidak dicampur

dalam tafsir Al-Qur‟an, meski ilmu-ilmu tersebut sangat penting dan

harus dikuasai oleh seorang mufasir.

f. Mengunakan bahsa yang mudah agar di fahami oleh pembaca, beliau

berusaha menafsirkan dengan bahasa baru yang mudah dipahami dan

71

Khoirul Hadi, Karakteristik Tafsir Al-Maraghi dan Penafsirannya Tentang Akal…, 162-

163.

42

tetap tidak meninggalkan subtansi penafsiran yang dilakukan oleh

para mufasir terdahulu.

g. Al-Maraghi melihat kelemahan kitab tafsir terdahulu yang banyak

mengutip cerita-cerita dari ahli kitab (Israiliyat). Padahal cerita-cerita

tersebut belum tentu benar. Menurut beliau pada dasarnya fitrah

manusia ingin mengetahui hal-hal yang samar dan berupaya

menafsirkan hal-hal yang di pandang sulit untuk diketahui.

C. Penafsiran Surat Al-Hujjurat ayat 6

1. Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-A’zhim

ا م و ق وا ب ي ص ت ن أ وا ن ي ب ت ف إ ب ن ب ق س ا ف م ءك ا ج ن إ وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا يي م د ا ن م ت ل ع ف ا م ى ل ع وا ح ب ص ت ف ة ل ا ه ب

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik

membawa sebuah berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak

menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tampa mengetahui

keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu” (QS.

Al-Hujjurat 49: 6).

Allah SWT. memerintahkan agar benar-benar meneliti berita yang

dibawa oleh orang-orang fasik dalam rangka mewaspadainya, sehingga

tidak ada seorang pun yang memberikan keputusan berdasarkan

perkataan orang fasik tersebut, dimana saat itu orang fasik tersebut

berpredikat sebagai seorang pendusta dan berbuat kekeliruan, sehingga

orang yang memberikan keputusan berdasarkan orang fasik itu berarti ia

telah mengikutinya dari belakang. Padahal Allah SWT. telah melarang

untuk mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan. Dari sini

pula, beberapa kelompok ulama melarang untuk menerima riwayat yang

diperoleh dari orang yang tidak diketahui keadaannya karena adanya

43

kemungkinan orang tersebut fasik. Namun kelompok lain menerimanya,

menurut mereka, kami ini hanya memerintahkan untuk memberikan

kepastian berita yang dibawa oleh orang fasik, sedangkan orang ini tidak

terbukti sebagai seorang fasik karena tidak ketahui keadaanya. Dan kami

telah menetapkan masalah ini dalam kita al-„ilmu dalam kitab syarh al-

Bukhari. Segala puji bagi Allah Ta‟ala.72

Banyak ulama yang menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan

berkenaan dengan seoarang yang bernama al-Walid bin Uqbah bin Abi

Mu‟ti, ketika Rasulullah saw. mengirimkannya untuk mengambil

sedekah (zakat) Bani Musthaliq. Peristiwa ini telah diriwayatkan melalui

beberapa jalan. Di antara jalan yang paling baik adalah yang telah

diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya dari riwayat raja

Bani Musthaliq, yaitu Harits bin Abi Dhirar, ayah Juwairiah binti Harits,

umul mukminin itu. Semoga Allah meridhainya.73

Imam Ahmad meriwayatkan, Muhammad bin sabiq memberitahu

kami, „Isa bin Dinar memberitahu kami, ayah ku memberitahuku,

bahwasannya beliau pernah mendengar al-harits bin Abi Dhirar Al

Khuza‟i bercerita :”aku pernah datang menemui Rasulullah SAW. maka

beliau mengajakku masuk islam. Maka aku pun memeluk islam dan

mengikrarkannya. kemudian beliau mengajakku mengeluarkan zakat,

maka aku pun menunaikan nya dan kukatakan: “Ya Rasulullah, aku akan

pulang pada rakyat ku dan akan ajak mereka untuk masuk islam dan

menenunaikan zakat. Siapa saja yang memperkenankan suaraku itu,

maka aku akan mengkumpulkan zakat nya, dan kirimkanlah seorang

72

Al-Imam Abi Fida‟ Al-Khafid Ibnu Katsir ad-Dimasqi, Tafsir Al-Qur‟an al-Adzim, (Bairut:

Maktabah an-Nurul al-Ilmiyah), 476. 73

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Ibnu Katsir, Jilid 4,

(Jakarta: GEMA INSANI, 1989), 423.

44

utusan padaku ya Rasulullah sekitar waktu guna membayar zakat yang

telah aku kumpulkan itu”.

Setelah al-Harits mengumpulkan zakat dari orang-orang yang

mematuhi seruannya dan telah sampai pada masa kedatangan utusan

Rasulullah SAW. ternyata utusan rasulullah tersebut tertahan ditengah

jalan dan tidak datang menemuinya. al-Harits mengira bahwasannya

telah turun kemurkaan dari Allah Ta‟ala dan Rasul-Nya pada diri nya.

beliau segera memmanggil para pembesar kaumnya dan mengatakan

pada mereka: Sesungguhnya Rasulullah SAW. telah menetapkan waktu

padaku, dimana beliau akan mengirimkan utusannya kepadaku untuk

mengambil zakat yang aku kumpulkan, dan bukan kebiasaan Rasulullah

Saw. untuk menyalahi janji, dan aku tidak melihat tertahan nya utusan

beliau melaikan karna kemurkaan Allah. Oleh karena itu, kita pergi

bersama-sama menemui Rasullah Saw.74

Kemudian Rasulullah SAW. mengutus al-Walid bin „Uqbah

untuk menenmui al-Harits guna mengambil zakat yang telah

dikumpulkannya. Ketika al-Walid berangkat dan sudah menempuh

beberapa jarak, tiba-tiba ia merasa takut dan kembali pulang, lalu

menemui Rasullah SAW. Seraya berkata: “Ya Rasullah sesungguh nya

al-Harits menolak memberikan zakat padaku, bahkan ia bermaksut

membunuhku”. Maka Rasulullah marah dan mengirimkan utusan pada

al-Harits. Maka al-Harits beserta para sahabatnya pun bersiap-siap

berangkat. Ketika utusan beliau meninggalkan kota Madinah, al-Harits

bertemu dengan mereka, ia berkata: “Inilah al-Harits”. Dan pada saat al-

Harits menghampiri merekan, ia berkata: “Pada siapa kalian diutus?”

Tanya al-Harits lebih lanjut. Mereka menjawab: “sesungguhnya

74

Al-Imam Abi Fida‟ Al-Khafid Ibnu Katsir ad-Dimasqi, Tafsir Al-Qur‟an al-Adzim…, 476-

477.

45

Rasulullah SAW. telah mengutus al-Walid bin „Uqbah kepadamu, dan ia

mengaku bahwa engkau menolak memberikan zakat dan bahkan engkau

akan membunuhnya”. Maka Al-harits berkata: “tidak benar. Demi Rabb

yang telah mengutus Muhammad SAW. dengan kebenaran, aku sama

sekali tidak pernah melihatnya dan tidak juga ia mendatangiku”.

Dan setelah al-Harits menghadap Rasulullah SAW. maka beliau

bertanya: “apakah engkau menolak menyerahkan zakat dan bermaksud

membunuh utusanku?” iya menjawab: “tidak. Demi Rabb yang telah

mengutusmu dengan kebenaran, aku sama sekali tidak melihatnya dan

tidak pula ia mendatangiku. Dan aku tidak datang menemuimu

melainkan ketika utusan Rasulullah tertahan (tidak kunjung datang) dan

aku takut akan muncul kemarahan dari Allah Ta‟ala dan Rasul-Nya. Ia

mengatakan: “pada saat itu turunlah surat Al-hujjurat 49:6.

ا م و ق وا ب ي ص ت ن أ وا ن ي ب ت ف إ ب ن ب ق س ا ف م ءك ا ج ن إ وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا يي م د ا ن م ت ل ع ف ا م ى ل ع وا ح ب ص ت ف ة ل ا ه ب

“Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik

membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak

menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui

keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.

Demikian lah hadits yang diriwiyatkan oleh Ibnu Abi Hatim.

Hal yang sama juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani, namun ia tidak

menyebut al-bin Sirar, dan yang benar adalah Dhirar bin al-Haar,

sebagaimana yang telah dikemukakan. Wallahu a‟lam.75

75

Ibid, 477-478.

46

2. Ahmad Musthafa Al-Maraghi dalam Tafsir Al-Maraghi

a. Ayat dan Terjemahannya

وا ب ي ص ت ن أ وا ن ي ب ت ف إ ب ن ب ق س ا ف م ءك ا ج ن إ وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا يي م د ا ن م ت ل ع ف ا م ى ل ع وا ح ب ص ت ف ة ل ا به ا وم ق

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik

membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak

menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanapa mengetahui

keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan kamu itu.

(Al-Hujurat, 49: 6)”.

b. Kata-kata Sulit

الفاسق : orang yang keluar dari batasan-batasan agama. Yakni, dari

kata فسق الرطب yang artinya kurma itu keluar dari kulitnya.

.Mencari Kejelasan : التبين

النبأ : Berita. Menurut Ar-Raghib: Berita tidak disebut naba‟, kecuali

memuat perkara besar yang dengan demikian diperoleh pengetahuan (ilmu)

atau persangka yang kuat.

بجهالو : Dengan kebodohan. Maksudnya dalam keadaan tidak tahu

tentang perilaku mereka.

فتصبحوا : maka kalian Menjadi.

47

Orang-orang yang menyesal. Yakni, orang-orang yang sedih :نادمين

berkepanjangan dan berangan-angan sekiranya hal itu tidak terjadi. Karena,

penyesalannya adalah kesedihan atas terjadinya sesuatu yang disertai angan-

angan sekiranya hal itu tidak terjadi.76

c. Penafsiran Secara Ijmal

Allah Swt. mendidik hamba-hambaNya yang Mu‟min dengan suatu

kesopanan yang berguna bagi mereka dalam sosial agama maupun dunia

mereka. Yaitu, bahwasanya apabila mereka didatatangi oleh seorang fasik

yang terang-terangan meninggalkan syiar-syiar agama, dengan membawa

suatu berita, maka pertama-tama hendaklah mereka jangan membenarkanya

sehingga mereka mencari kepastian, dan hendaklah mereka mencari

keasliannya, dan jangan berpengan pada beria tersebut. Karena, orang-orang

yang tidak peduli dalam melakukan kefasikan tentu tidak peduli pula untuk

berbuat dusta, karena dusta termasuk cabang kefasikan. Hal itu perlu

dilakukan agar jangan sampai orang-orang mu‟min menimpakan suatu

bencana kepada suatu kaum yang tidak mereka ketahui hal ihwal mereka, lalu

mereka menyesal atas perbuatan yang terlanjur mereka lakukan dan

berangan-angan sekiranya hal itu tak pernah terjadi.77

Ada sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun mengenai

Al-Walid bin „Uqbah bin Abi Mu‟ith.

حدثنا عبد اهلل حدثني أبي ثنا محمد بن سابق ثنا عيسى بن دينار ثنا أبي انو سمع الحرث

إلى اإلسالم فدخلت بن ضرار الخزاعي قال قدمت على رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم فدعاني

76

Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, juz 16, 126. 77

Ibid, 126.

48

فيو وأقررت بو فدعاني إلى الزكاة فأقررت بها وقلت يا رسول اهلل أرجع إلي قومي فأدعوىم إلى

اإلسالم وأداء الزكاة فمن استجاب لي جمعت زكاتو فيرسل إلى رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم

اة ممن استجاب لو وبلغ رسوال إلبان كذا وكذا ليأتيك ما جمعت من الزكاة فلما جمع الحرث الزك

اإلبان الذي أراد رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم ان يبعث إليو احتبس عليو الرسول فلم يأتو فظن

الحرث أنو قد حدث فيو سخطة من اهلل عز و جل ورسولو فدعا بسروات قومو فقال لهم إن رسول

ض ما كان عندي من الزكاة وليس اهلل صلى اهلل عليو و سلم كان وقت لي وقتا يرسل إلى رسولو ليقب

من رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم الخلف وال أرى حبس رسولو اال من سخطة كانت فانطلقوا

فنأتي رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم وبعث رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم الوليد بن عقبة إلى

الوليد حتى بلغ بعض الطريق فرق الحرث ليقبض ما كان عنده مما جمع من الزكاة فلما أن سار

فرجع فأتى رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم وقال يا رسول اهلل إن الحرث منعني الزكاة وأراد قتلي

فضرب رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم البعث إلى الحرث فأقبل الحرث بأصحابو إذ استقبل البعث

ا غشيهم قال لهم إلى من بعثتم قالوا إليك وفصل من المدينة لقيهم الحرث فقالوا ىذا الحرث فلم

قال ولم قالوا إن رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم كان بعث إليك الوليد بن عقبة فزعم أنك منعتو

الزكاة وأردت قتلو قال ال والذي بعث محمدا بالحق ما رأيتو بتة وال أتاني فلما دخل الحرث على

ت الزكاة وأردت قتل رسولي قال ال والذي بعثك بالحق ما رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم قال منع

رأيتو وال أتاني وما أقبلت إال حين احتبس علي رسول رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم خشيت أن

تكون كانت سخطة من اهلل عز و جل ورسولو قال فنزلت الحجرات } يا أيها الذين آمنوا إن جاءكم

ما بجهالة فتصبحوا فاسق بنبإ فتبينوا أن تصيبوا قو

49

78على ما فعلتم نادمين { إلى ىذا المكان } فضال من اهلل ونعمة واهلل عليم حكيم {

Dia telah diutus oleh Rasulullah Saw. kepada Bani Al-Mushthaliq

suapaya memungut zakat. Ketika Bani Al-Mushthaliq mendengar berita

tersebut, maka mereka bergembira dan keluar menyambut utusan Nabi itu.

Namun, ketika hal itu di ceritakan kepada Al-Walid, maka ia menyangka

bahwa orang-orang itu datang untuk membunuhnya. Maka, ia pun pulang

sebelum sempat disambut oleh bani Mjusthaliq, dan ia pun memberitahukan

kepada Rasulullah saw. bahwa mereka tidak mau berzakat. Maka, Rasulullah

Saw. sangat marah. Dan tatkala beliau berkata kepada diri sendiri untuk

menyerang mereka, tiba-tiba datanglah kepada beliau utusan dari Bani Al-

Mushthaliq, mereka berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya kami mendapat

sebuah berita bahwa utusanmu pulang kembali ditengah perjalanan. Dan

sesungguhnya kami khawatir jangan-jangan kembalinya itu ada surat yang

datang darimu karena engkau marah kepada kami. Dan sesungguhnya kami

berlindung kepada Allah dari murka-Nya dan kemurkaan Rasul-Nya. Maka

Allah Ta‟ala pun menurunkan udzur mereka itu dalam kitab-Nya, seraya

Firman-Nya: ya ayyuha „l-Ladzina amanu in ja‟akum …. al-ayah. Hadist

diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabrani dan Ibnu

Mardawaih. Menurut Ibnu Katsir, riwayat ini adalah riwayat yang terbaik

mengenai sebab turunya ayat ini.79

Namun demikian, Ar-razi berkata: Riwyat ini dha‟if. Karena, dia

hanya berprasangka saja, yang ternyata kelliru. Padahal orang-orang yang

keliru itu tak bisa disebut sebagai orang yang fasik. Bagaimana hal itu bisa

diterima, padahal orang yang fasik pada kebanyakan tempat yang dimaksut

78

Ahmad bin Hambal, Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal, Jld 4, (Bairut: Darul Fikir),

279. 79

Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, juz 16, 126-127.

50

ialah orang yang keluar dari lingkungan iman.80

berdasarkan firman Allah

Ta‟ala: sesungguhnya Allah tidak memberi) لي هدى القوم الفاسقي الله ان

petunjuk kepada orang-orang fasik). (Al-Munafiqun, 63: 6).81

Selanjutnya Allah SWT. menerangkan bahwa para sahabat nabi

menghendaki agar pendapat mereka mengenai berbagai peristiwa diikuti.

Tetapi sekiranya nabi melakukan hal itu, niscaya mereka terjerumus dalam

kesulitan dan kebinasaan. Akan tetapi Allah menjadikan sebagian mereka

mencintai iman dan menjadikan iman itu indah dalam hati mereka, dan

menjadikan mereka membenci kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.

Mereka itulah orang-orang yang benar dan yang menempuh jalan lurus.82

80

Ibid, 127. 81

Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah Bahsa Indonesia (Ayat Pojok), Jilid 2, (Kudus: Menara

Kudus, 2006), 555. 82

Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, juz 26, (Semarang: Toha Putera, 1987 ),

214.

51

BAB IV

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENAFSIRAN IBNU

KATSIR DAN AL-MARAGHI SERTA BAGAIMANA KEDUA MUFASIR

DALAM MENYIKAPI HOAX

A. Tafsir Ibnu Katsir dalam Menyikapi Hoax

Mengingat demikian besar bahaya yang akan ditimbulkan sebuah berita

palsu atau hoaks itu sendiri. Maka dalam hal ini Al-Qur‟an memberikan arahan

dan solusi agar sikap dan perbuatan menyebarkan berita hoaks ini tidak terjadi,

minimal tidak terulang kembali. Karena wawasan Al-Qur‟an telah mengatur

berbagai hal, terlebih dalam menyikapi dan meminimalisir peredaran hoaks yang

begitu sangat meresahkan, beberapa ajuran Al-Qur‟an terkait upaya

meminimalisir peredaran hoaks tersebut.

Dengan apa yang telah dipaparkan di atas menegenai menanggapi sebuah

berita dalam surat Al-Hujjurat ayat 6, Ibnu Katsir dalam penafsiran pada ayat

tersebut. Beliau dalam menyikapi sebuah berita yang dibawa oleh orang fasik,

harus benar-benar meneliti kembali dalam rangka untuk mewaspadainya.

Sehingga tidak ada seorang pun yang memberikan keputusan berdasarkan

perkataan orang fasik tersebut, dimana saat itu orang fasik tersebut berpredikat

sebagai seorang pendusta dan berbuat kekeliruan, sihingga orang yang

memberikan keputusan berdasarkan orang fasik itu berarti ia telah mengikutinya

dari belakang. Padahal Allah SWT. telah melarang untuk mengikuti jalan orang-

orang yang berbuat kerusakan. Dari sini pula, beberapa kelompok ulama

melarang untuk menerima riwayat yang diperoleh dari orang yang tidak diketahui

keadaannya karena adanya kemungkinan orang tersebut fasik. Namun kelompok

lain menerimanya, menurut mereka, kami ini hanya memerintahkan untuk

memberikan kepastian berita yang dibawa oleh orang fasik, sedangkan orang ini

tidak terbukti sebagai seorang fasik karena tidak ketahui keadaanya.

52

Menurut penulis ayat diatas juga memerintahkan untuk melakukan apa

yang telah Allah perintahkan di atas dan hindari apa yang tidak sejalan

dengannya dan janganlah engkau mengikuti apa-apa yang tiada bagimu

pengetahuan tentangnya. Jangan berucap apa yang tidak engkau ketahui, jangan

mengaku tahu apa yang tidak engkau tahu atau jangan mengaku dengar apa yang

engkau tidak dengar. Sesunnguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, yang

merupakan alat-alat pengentahuan semua itu yakni alat-alat itu masing-masing

tentangnya akan di tanyai bagaimana pemiliknya mengunakan dan juga akan

dituntut untuk mempertangungjawabkan bagaimana ia mengunakannya.

Selanjutnya ayat diatas merupakan peringatan kepada umat Islam agar

melakukan konfirmasi dan berhati-hati akan datangnya brita dari orang-orang

fasik yang bermaksut menyesatkan umat Islam. Karenanya umat Islam

dianjurkan untuk mengoreksi datangnya berita dari orang orang fasik karena bisa

membuat kerusakan. Hal ini dilakukan sebagai sebuah upaya mengantisipasi

datangnya berita hoax yang akan menyebabkan pertikaian, permusuhan,

keresahan dan penyesalan.

Setiap kali kita menerima berita atau informasi, maka kita tidak boleh

terburu-buru menyakininya sebagai sebuah berita yang valid apalagi

meneruskannya mengirimkan kepada orang lain. Tergesa-gesa itu dinilai sebagai

sebuah sikap buruk yang menyerupai sikap setan.

B. Tafsir Al-Maraghi dalam Menyikapi Hoax

Kitab suci Al-Qur‟an mengajarkan umatnya untuk selalu menyampaikan

berita dengan benar, karena menyampaikan kebenaran merupakan kunci dalam

meraih kebahagiaan dan terhindar dari segala hal yang tidak menentramkan umat.

Menyampaikan berita benar tersebut berarti berkata benar dengan sebenar-

53

benarnya istilah lainya menyampaikan sebuah berita sesuai fakta dan penuh

kejujuran.

Penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 Al-Maraghi menafsirkan ayat tersebut

mengenai menanggapi sebuah berita bahwasanya apabila didatatangi oleh

seorang fasik yang terang-terangan meninggalkan syiar-syiar agama, dengan

membawa suatu berita, maka pertama-tama hendaklah mereka jangan

membenarkanya sehingga mereka mencari kepastian, dan hendaklah mereka

mencari keasliannya, dan jangan berpengan pada beria tersebut. Karena, orang-

orang yang tidak peduli dalam melakukan kefasikan tentu tidak peduli pula untuk

berbuat dusta, karena dusta termasuk cabang kefasikan. Hal itu perlu dilakukan

agar jangan sampai orang-orang mu‟min menimpakan suatu bencana kepada

suatu kaum yang tidak mereka ketahui hal ihwal mereka, lalu mereka menyesal

atas perbuatan yang terlanjur mereka lakukan dan berangan-angan sekiranya hal

itu tak pernah terjadi.

Ketika melihat pemaparan atau penafsiran Al-Maraghi mengenai

menanggapi sebuah berita dalam surat Al-hujjurat ayat 6 penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa ayat diatas juga menunjukkan adanya penekanan Al-Qur‟an

terhadap nilai dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. ia diwujudkan

kedalam bentuk implementasi nilai kemanusiaan untuk menyikapi segala berita

yang datang dengan memeriksa secara teliti, tidak gegabah, dan tidak tergesa-

gesa dalam menerima berita sebelum kebenaran beritanya dianggap jelas.

Melalui ayat ini Allah memberikan pedoman bagi masyarakat agar berhati-

hati dalam menerima sebuah berita terutam berita bohong yang belum jelas

sumber keasliannya, yang datang dari akun-akun tidak bisa di pertanggung

jawabkan. Al-Qur‟an berpesan jika ada berita atau informasi yang kita dapati

hendaknya terlebih dahulu melakukan tabayyun dengan memeriksa secara teliti

suatu berita yang kita dapati.

54

Tuntutan umat Islam agar selalu melakukan klarifikasi saat menerima

sebuah berita, dalam hal ini sudah dianjurkan dalam Al-Qur‟an, sehingga

mewajibkan umat Islam untuk selalu melakukan tabayyun atau teliti kembali

dalam sebuah berita. Dalam hal ini diterangkan dalam QS. Al-Hujjurat (49): 6.

C. Persamaan dan Perbedaan antara Tafsir Ibnu Katsir dan Al Maraghi dalam

Menyikapi Hoax

1. Persamaan Kedua Mufasir

Berita adalah informasi yang penting bagi setiap orang, guna untuk

mengetahui sebuah peristiwa yang sedang terjadi. Sebagai orang yang

berilmu pengetahua hendaknya selektif dan kritis dalam menangapi berita-

berita yang tersebar di media sosial, kita senantiasa berpedoman pada Al-

Qur‟an. Karena Al-Qur‟anul karim adalah Mukjizat yang kekal, dan

kemukjizatannya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan.

Kesamaan yang telah dipaparkan dari kedua mufasir tersebut terhadap

surat Al-Hujjurat ayat 6 antara tafsir Ibnu Katsir dan Al-Maraghi memiliki

persamaan di dalam penafsiran dalam menanggapi sebuah berita.

Ibnu Katsir dan Al-Maraghi mempunyai persamaan di dalam metode

penafsirannya, keduanya mengunakan metode tahlili (analisi). Yang mana

metode tahlili yaitu metode ini berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat

Al-Qur‟an dari berbagai segi, sesuai dengan pandangan, kecendrungan dan

keinginan mufasir (Ibnu Katsir dan Al-Maraghi), dan sisitematikanya sesuai

dengan runtutan ayat-ayat yang terdapat dalam mushaf. Meskipun metode

yang digunakan Ibnu Katsir dan Al-Maraghi mengunakan metode yang sama,

akan tetapi langkah-langkah yang digunakan berbeda. Ibnu Katsir secara

garis besar langkah yang ditempuh yaitu, menyebutkan ayat lalu ditafsirkan

mengunakan bahasa yang mudah dan ringkas, mengemukakan hadis atau

55

riwayat yang ma‟ruf yang berhubungan dengan ayat yang sedang ditafsirkan

dan mengemukakan pendapat mufasir atau ulama sebelumnnya. Sedangkan

langkah-langkah yang ditempuh Al-Maraghi yaitu mengunakan ayat-ayat

dari awal pembahasan, menjelaskan kosa kata dan syarkh mufradat,

menjelaskan makna secara global, Selalu menampilkan asbab al-nuzul, selalu

berupaya untuk meningalkan islah-istilah yang berhubungan dengan ilmu

lain, dan mengunakan bahsa yang mudah agar di fahami oleh pembaca.

Selain mengenai metode, selanjutnya persamaan pada kedua mufasir

terdapat pada pengertian atau penerjemahan surat Al-Hujjurat ayat 6, dalam

penafsiran Ibnu Katsir mengartikan sebagai berikut: “Hai orang-orang yang

beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa sebuah berita, maka

periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada

suatu kaum tampa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu

menyesal atas perbuatan itu”. Sedangkan menurut penerjemahan Al-Maraghi

sebagai brikut: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu

orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu

tidak menimpakan suatu musibah, kepada suatu kaum tanapa mengetahui

keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan kamu itu.

Ketika menafsirkan surat Al-Hujjurat ayat 6 kedua mufasir Ibnu

Katsir dan Al-Maraghi memiliki persamaan makna ayat yaitu bahwa Allah

telah memerintahkan agar benar-benar teliti dalam menangapi sebuah berita,

kita tidak boleh bertikdak gegabah untuk mempercayainya terlebih dahulu,

tetapi priksalah kejelasan suatu berita yang kita terima. Apalagi sebuah berita

yang dibawa oleh orang-orang fasik, kita wajib meneliti kembali berita yang

dibawanya dalam rangka mewaspadainya, sehingga tidak ada seorangpun

yang memberikan sebuah keputusan berdasarkan perkataan orang fasik.

Sehingga tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum lainnya.

56

Secara umum penafsiran ibnu Katsir dan Al-Maraghi mengenai dalam

menanggapi sebua berita dalam surat Al-Hujjurat ayat 6 memiliki persamaan

meskipun titik tekan keduannya tidak sama, akan tetapi keduanya justru

saling melengkapi. Selebihnya Ibnu Katsir dan Al-Maraghi memiliki titik

temu yang sama yakni dalam penafsiran menanggapi sebuah berita dalam

surat Al-Hujjurat ayat 6 sebagai rambu-rambu dan ajuran, sehingga kita

senantiasa tabayyun. Tuntutan umat Islam agar selalu melakukan klarifikasi

saat menerima sebuah berita.

2. Perbedaan kedua Mufasir

Setelah dipaparkan mengenai persamaan penafsiran Ibnu Katsir dan

Al-Maraghi tentang menanggapi sebuah berita dalam surat Al-Hujjurat ayat 6

pada subbab sebelumnya, maka pada subbab ini penulis akan mencoba

memaparkan mengenai perbedaan yang terdapat pada penafsiran Ibnu Katsir

dan Al-Maraghi mengenai menerima sebuah berita dalam surat Al-Hujjurat

ayat 6.

Menurut pandangan penulis, perbedaan yang pertama terdapat pada

Ibnu Katsir dan Al-Maraghi terletak pada corak penafsirannya, yang mana

Ibnu Katsir mengunakan corak bi ma‟sur atau bi riwayah. Penafsirannya

merujuk kepada riwayah, contoh penafsiran ayat dengan ayat al-Qur‟an yang

lain, menafsirkan ayat dengan hadis Nabi, menafsirkan ayat dengan

keterangan sahabat-sahabat Nabi dan ada juga ulama yang menambahkan

dengan penafsiran ayat dengan pendapat tabi‟in. Sedangkan Al-Maaraghi

mengunakan corak adab al ijtima‟i (sosial kemasyarakatan), yang mana

corak tafsir yang menerangkan petunjuk-petunjuk ayat al-Qur‟an yang

berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan berupaya untuk

menangulangi masalah yang berada di masyarakat.

57

Bahwa setiap mufasir akan berusaha dalam menafsirkan ayat Al-

Qur‟an agar hasil tafsirnya tersebut dapat mudah dipahami dan bisa diterima

oleh masyarakat pada umumnya, dalam penulisan tafsir Ibnu Katsir dan tafsir

Al-Maraghi penulisannya telah mengunakan bahasa yang mudah di mengerti,

sehingga samapai sekarang ini, akan tetapi kedua mufasir tersebut masih

banyak sekali tanggapan yang positif dimata masyarakat. Ibnu Katsir dalam

penafsiran Al-Qur‟an selalu mengunakan bahsa yang masih umum,

sedangkan Al-Maraghi sudah terperinci bahkan menjurus kepada masalah,

dan ayat-ayat yang beliau tafsirkan selalu berhubungan dengan kehidupan

masyrakat.

Perbedaan pada penafsiran Ibnu Katsir dan Al-Maraghi dalam

menafsirkan lafat الفاسق keduanya memiliki pendapat yang berbeda. Ibnu

kasir dalam menafsirkan lafat الفاسق yaitu sebagai seorang pendusta dan

berbuat kekeliruan. Sedangkan Al-maraghi dalam menafsirkan kata الفاسق

yaitu orang yang keluar dari batasan-batasan agama.

Selanjutnya perbedaan yang terdapat pada penafsiran Ibnu Katsir dan

Al-Maraghi, merupakan perbedaan yang kecil sebagaimana ketika keduanya

memahami lafadz التبين. Yang mana Ibnu Katsir lebih luas dalam memahami

makna tabayyun dibanding dengan Al-Maraghi, Ibnu Katsir memaknainya

mewaspadai, yaitu mewaspadai sebuah berita yang dibawa oleh orang-orang

fasik. Sedangkan menurut Al-Maraghi tabayyun yaitu mencari kejelasan

artinya periksalah sebuah berita yang dibawa oleh orang-orang fasik untuk

mencari kejelasan sebenarnya.

58

Ibnu Katsir dan Al-Maraghi tidak memiliki perbedaan yang signifikan

antara keduanya dalam hal kuantitas, dimana Ibnu Katsir di dalam penafsiran

mengenai surat Al-hujjurat ayat 6 lebih sedikit dibandingkan dengan

penafsiran Al-Maraghi. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada penafsiran

Ibnu Katsir dan Al-Maraghi dalam surat Al-Hujjurat ayat 6 tidak menjadikan

keduanya saling bertentangan, akan tetapi justru saling melengkapi antara

satu dengan yang lain.

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa data yang dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya. Dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Penafsiran Ibnu Katsir surat Al-hujjurat ayat 6 dalam menyikapi sebuah berita

yang dibawa oleh orang fasik, harus benar-benar meneliti kembali dalam

rangka untuk mewaspadainya. Sehingga tidak ada seorang pun yang

memberikan keputusan berdasarkan perkataan orang fasik, dimana saat itu

orang fasik tersebut berpredikat sebagai seorang pendusta dan berbuat

kekeliruan, sehingga orang yang memberikan keputusan berdasarkan orang

fasik itu berarti ia telah mengikutinya dari belakang. Padahal Allah SWT

telah melarang untuk mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan.

Ayat diatas merupakan salah satu peringatan kepada umat Islam agar

melakukan konfirmasi dan berhati-hati akan datangnya berita dari orang-

orang fasik yang bermaksud menyesatkan umat islam, sikap kita sebagai umat

muslim setiap kali menerima berita adalah tidak boleh terburu meyakini

sebuah berita apalagi menyebar luaskannya.

2. Penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6, Al-Maraghi menafsirkan bahwasannya

apabila di datangi oleh seorang fasik yang terang-terangan meninggalkan

syiar-syiar agama, dengan membawa suatu berita, maka pertama-tama

hendaklah mereka jangan membenarkanya sehingga mereka mencari

kepastian, dan hendaklah mereka mencari keasliannya, dan jangan berpegang

pada berita tersebut. Karena orang-orang yang tidak peduli dalam melakukan

kefasikan tentu tidak peduli pula untuk berbuat dusta, karena dusta termasuk

cabang kefasikan. Hal itu perlu dilakukan agar jangan sampai orang-orang

mu‟min menimpakan suatu bencana kepada suatu kaum yang tidak mereka

60

ketahui hal ihwal mereka, lalu mereka menyesal atas perbuatan yang terlanjur

mereka lakukan dan berangan-angan sekiranya hal itu tak pernah terjadi. Jadi

bagi masyarakat sebagai konsumen agar selalu berhati-hati dalam menerima

sebuah berita terutama berita yang belum jelas sumber keasliannya.

3. Perbandingan penafsiran surat al-Hujjurat ayat 6 dalam kitab tafsir ibnu katsir

dan al-Maraghi, adalah ketika Ibnu Katsir menjelaskan tentang tidak

dibolehkannya mengikuti atau mempercayai berita yang dibawa orang fasik

sehingga umat islam tidak akan tergoyah untuk mengikuti jejak fasik

dibelakangnya, sedangkan Al-Maraghi cenderung memberikan arahan untuk

mewaspadai sifat dan hal ihwal orang-orang fasik sehingga umat mampu

bertabayun, dan tidak akan menyesal atas perbuatan yang terlanjur mereka

lakukan karena asal mempercayai orang fasik. Selebihnya Ibnu Katsir dan Al-

Maraghi memiliki titik temu yang sama yakni dalam penafsiran menanggapi

sebuah berita dalam media sosial seharusnya senantiasa tabayyun.

B. Saran-saran

Dalam penelitian skripsi kali ini penulis hanya memfokuskan dalam

memahami tema tentang menanggapi sebuah berita, yang terdapat dalam Al-

Qur‟an surat al-Hujjurat ayat 6 dengan memadukan penafsiran Ibnu Katsir dan

Al-Maraghi. Maka dari itu penulis berharap kemudian hari ada penulis yang

menyempurnakan penelitian ini dengan bahasa dan penafsiran yang lebih luas

lagi.

Oleh karena itu penulis juga berharap ada penelitian lanjutan yang lebih

baik, terhdap ayat-ayat yang berhubungan dengan sebuah berita dalam Al-

Qur‟an, dan penulis juga berharap agar penelitian selanjutnya mampu mengali

kajian yang lebih mendalam lagi. Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat dan

memberikan sedikit pengetahuan untuk penulis khusunya, para pembaca sekalian

dan orang lain pada umumnya. Aamiin.

61

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia (Ayat Pojok). Jilid 2. Kudus:

Menara Kudus. 2006.

Al Maraghi, Ahmad Mushthafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi, juz 22. Semarang: PT

Karya Toha Putra, 1992.

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir Al-Maraghi. juz 26. Semarang: Toha Putera.

1987.

Ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah Ringkasan Ibnu Katsir, Jilid 4.

Jakarta: GEMA INSANI. 1989.

Al-Khafid Ibnu Katsir ad-Dimasqi, Al-Imam Abi Fida‟. Tafsir Al-Qur‟an al-Adzim.

Bairut: Maktabah an-Nurul al-Ilmiyah.

Ahmad bin Hambal. Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal, Jld 4. Bairut: Darul Fikir.

Anshori. Ulumul Quran. Jakarta: Raja Wali Press, 2013.

Arsyad, Amir. “Istiqomah dalam Al-Qur‟an (prespektif tafsir Al-Maraghi)”, Skripsi

UIN Raden Intan, Lampung. 2017.

Baidan, Nasrudin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka pelaja, 2005.

Firmansyah, Ricky. “Web Klarifikasi Berita Untuk Meminimalisir Penyebaran Berita

Hoax”. Jurnal vol. 4, No. 2, September 2017.

62

Ghofur, Saiful Amin. Para Profil Mufassir Al-Qur‟an. Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008.

Hadi, Khoirul. “Karaktristik Tafsir Al-Maraghi dan Penafsirannya Tentang Akal”.

Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014.

Hosen, Nadirsyah. Tafsir Al-Qur‟an di Medsos: Menkaji Makna dan Rahasia Ayat

Suci pada Era Media Sosial. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2017.

Idnan, A. Idris. Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo, 2018.

Juliswara, Vibriza. “Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan

dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial”. Jurnal

Pemikiran Sosiologi, vol 4, No. 2, Agustus 2017.

Katsir, Ibnu. Tartib wa Tahdzib al-Kitab Bidayah wa Nihayah, diterjemahkan oleh

Abu Ihsan al-Atsari, al-Bidayah wa al-Nihayah Masa Khulafa‟ur Rasyidin.

Jakarta: DARUL HAQ, 2004.

Khalil al-Qattan, Manna. Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Cet. 17. Bogor: Litera AntarNusa,

2016.

Kuswaya, Adang. Tafsir Sosio Tematik Hermeneutika Al-Qur‟an. Salatiga: LP2M-

Press, 2015.

Maulana, Lutfi. “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi

Berita Bohong”. Jurnal Ilmiah Agama dan Budaya. Vol. 2, No. 2, Desember

2017.

63

Naha Rani, Ni Luh Ratih. “Persepsi Jurnalis dan Praktisi Humas terhadap Nilai

Berita”. jurnal vol 10, No. 1, Juni 2013.

Rifa‟i, Moh. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2014.

Rahman, Andi. Cermat dalam Menyebarkan Berita di Media Sosial. Ciputat: Majalah

Nabawi, 2017.

Salim, Muin. Metodologi Ilmu Tafsir. Cet. 1. Yogyakarta: TERAS, 2005.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an. Vol.

12. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Syafe‟i, Rachmat. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Syaifullah, Ilham.“Fenomena Hoax di Media Soaial Dalam Pandangan

Hermeneutika”, Skripsi Fakultas Usuludin dan Filsafat UIN Sunan Ampel,

Surabaya. 2018.

Wirdiyana, Salwa Sofia. “Hoax Dalam Pandangan Al-Qur‟an”, Skripsi fakultas

Ususludin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2017.

64

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : M.Khoirul Adha

Tanggal Lahir : 05 Mei 1997

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Alamat : Jl. H. Kadri 001/007 Desa. Topang, Kec. Rangsang, Kab. Meranti,

Riau.

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tamatan:

Taman kanak-kanak (TK) Annur P. Mayang Tahun 2003

Sekolah Dasar Negeri (SDN) 22 Topang Tahun 2009

Madrasah Tsanawiyah (MTS) Syarif Hidaya Tullah Topang Tahun 2012

Madrasah Aliah (MA) Al-Manar Tahun 2015

Pengalaman Organisasi

Seksi bidang kebersihan OSIS MTs Syarif Hidaya Tullah Topang Priode

2010/1011

Seksi bidang Perlengkapan OSIS MA Al-Manar priode 2012/2013

Ketua Asrma Pondok Pesantren Darul Quddusissalam priode 2013-2014

Seksi bidang Pendidikan Pondok Pesantren Darul Quddusissalam Priode

2015-2016

Seksi bidang kesehatan Pondok Pesantren Darul Quddusissalam priode 2017-

2018

65