Nico 15306062 makalah seminar

10
WW10-1 PENYISIHAN FOSFAT DAN SURFAKTAN MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera) PADA LIMBAH PENCUCIAN PAKAIAN PHOSPATE AND SURFACTAN REMOVAL USING KELOR (Moringa oleifera) SEEDS COAGULANT FOR LAUNDRY WASTEWATER Nico Halomoan 1 and Marisa Handajani Program Studi Teknik Lingkungan, 2 Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha no.10, Bandung 40132 1 [email protected] , 2 [email protected] Abstrak: Limbah pencucian pakaian merupakan salah satu greywater yang cukup banyak dihasilkan, baik kegiatan rumah tangga maupun industri. Karakteristik dari limbah pencucian pakaian dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah pencucian pakaian umumnya berasal dari deterjen. Surfaktan dan fosfat merupakan bahan pembentuk utama dalam suatu deterjen dan sisa proses pencucian masih mengandung surfaktan dan fosfat yang harus dihilangkan karena menyebabkan pencemaran di aliran air. Koagulasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan pencemar dalam limbah cair. Biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan alami untuk pengolahan air. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektifitas penyisihan kandungan surfaktan dan fosfat pada limbah pencucian pakaian serta nilai optimum biji kelor yang digunakan. Hasil dari penelitian ini adalah adanya penyisihan yang terjadi pada kandungan surfaktan dan fosfat meskipun kurang signifikan. Penyisihan optimum surfaktan 51,85% dan total P 73,12% untuk dosis 0,6 gr/L pada kondisi pH 7. Pada pH 4, penyisihan surfaktan optimum 62,16% tetapi total P tersisih optimum pada pH 7. Maka biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan alternatif pada limbah pencucian pakaian. Kata Kunci: Biji Kelor, Limbah Pencucian pakaian, Koagulasi, Surfaktan, Fosfat, Abstract: Laundry wastewater is one of greywater generated quite a lot, both household and industrial activities. Characteristics of laundry wastewater can cause environmental pollution. Laundry wastewater is generally derived from detergent. Surfactant and phosphate is the main building material in a detergent and washing process still contains residual surfactant and phosphate should be removed because it causes pollution in streamwater. Coagulation is one of way that can be done to reduce the pollutant content in the wastewater. Moringa seeds can be used as a natural coagulant for water treatment. The purpose of this study is to see the effectiveness of provision for the content of surfactant and phosphate in laundry wastewater and the optimum value of Moringa seeds are used. Results from this study is that there is provision for a place on the content of surfactant and phosphate even less significant. Provision of optimum surfactant 51.85% and 73.12% for total P dose of 0.6 g/L neutral conditions. At pH 4, the optimum surfactant allowance 62.16% but the total P marginalized optimum at pH 7. Moringa seeds can be used as an alternative coagulant on laundry wastewater. Keyword: kelor seeds, Laundry wastewater, Coagulation. Surfactant, Phosphate

description

Seminar tugas Akhir Teknik Lingkungan ITB

Transcript of Nico 15306062 makalah seminar

Page 1: Nico 15306062 makalah seminar

WW10-1

PENYISIHAN FOSFAT DAN SURFAKTAN MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera) PADA LIMBAH

PENCUCIAN PAKAIAN

PHOSPATE AND SURFACTAN REMOVAL USING KELOR (Moringa oleifera) SEEDS COAGULANT FOR LAUNDRY

WASTEWATER

Nico Halomoan1 and Marisa HandajaniProgram Studi Teknik Lingkungan,

2

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha no.10, Bandung 40132

[email protected] , 2 [email protected]

Abstrak: Limbah pencucian pakaian merupakan salah satu greywater yang cukup banyak dihasilkan, baik kegiatan rumah tangga maupun industri. Karakteristik dari limbah pencucian pakaian dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah pencucian pakaian umumnya berasal dari deterjen. Surfaktan dan fosfat merupakan bahan pembentuk utama dalam suatu deterjen dan sisa proses pencucian masih mengandung surfaktan dan fosfat yang harus dihilangkan karena menyebabkan pencemaran di aliran air. Koagulasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan pencemar dalam limbah cair. Biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan alami untuk pengolahan air. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektifitas penyisihan kandungan surfaktan dan fosfat pada limbah pencucian pakaian serta nilai optimum biji kelor yang digunakan. Hasil dari penelitian ini adalah adanya penyisihan yang terjadi pada kandungan surfaktan dan fosfat meskipun kurang signifikan. Penyisihan optimum surfaktan 51,85% dan total P 73,12% untuk dosis 0,6 gr/L pada kondisi pH 7. Pada pH 4, penyisihan surfaktan optimum 62,16% tetapi total P tersisih optimum pada pH 7. Maka biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan alternatif pada limbah pencucian pakaian. Kata Kunci: Biji Kelor, Limbah Pencucian pakaian, Koagulasi, Surfaktan, Fosfat, Abstract: Laundry wastewater is one of greywater generated quite a lot, both household and industrial activities. Characteristics of laundry wastewater can cause environmental pollution. Laundry wastewater is generally derived from detergent. Surfactant and phosphate is the main building material in a detergent and washing process still contains residual surfactant and phosphate should be removed because it causes pollution in streamwater.

Coagulation is one of way that can be done to reduce the pollutant content in the wastewater. Moringa seeds can be used as a natural coagulant for water treatment. The purpose of this study is to see the effectiveness of provision for the content of surfactant and phosphate in laundry wastewater and the optimum value of Moringa seeds are used. Results from this study is that there is provision for a place on the content of surfactant and phosphate even less significant. Provision of optimum surfactant 51.85% and 73.12% for total P dose of 0.6 g/L neutral conditions. At pH 4, the optimum surfactant allowance 62.16% but the total P marginalized optimum at pH 7. Moringa seeds can be used as an alternative coagulant on laundry wastewater.

Keyword: kelor seeds, Laundry wastewater, Coagulation. Surfactant, Phosphate

Page 2: Nico 15306062 makalah seminar

WW10-2

PENDAHULUAN

Greywater merupakan air limbah yang dikumpulkan terpisah dari aliran blackwater, berasal dari cucian pakaian, air mandi, bak mandi dan wastafel. Air limbah yang berasal dari cucian pakaian, wastafel dan air mandi meliputi 50-80% dari air limbah pemukiman. (Al-Jayyousi, 2003). Daur ulang dan guna ulang limbah telah dipraktikan di beberapa negara karena manfaat yang jelas dalam pengelolaan dan penghematan air (Jamrah, 2007).

Salah satu jenis limbah yang cukup mengganggu adalah limbah pencucian pakaian. Terutama limbah pencucian pakaian yang dihasilkan pada jumlah yang cukup banyak pada industri pencucian pakaian komersil. Pada percobaan ini, limbah yang dipakai adalah limbah cucian yang berasal dari industri rumahan pencucian pakaian yang skala pemakaian airnya sebanyak 60 Liter untuk setiap kali proses mencuci untuk sekitar 5 mesin cuci dan ada 3-4 kali siklus dalam sehari dengan menggunakan deterjen sebagai bahan pencucinya.

Penyusun kandungan deterjen yang berguna menyisihkan kotoran pada pakaian dikelompokan menjadi empat, yaitu surfaktan (agen aktif permukaan), builders (agen pembentuk busa) seperti beberapa senyawa fosfat, bleaching agent dan bahan aditif (Smulders, 2002). Ikatan antara surfaktan dan fosfat sebagai builders merupakan bagian utama dalam proses pencucian menggunakan deterjen. Jika limbah yang mengandung fosfat dan surfaktan ini dialirkan melalui sungai dapat menyebabkan pencemaran seperti eutrofikasi pada aliran sungai.

Pengolahan limbah yang umum dan aman terhadap manusia biayanya cukup mahal terutama untuk yang pengolahan yang berbasis rumah tangga(Jeppesen, 1995), demikan juga untuk pengolahan limbah pencucian pakaian. Pengolahan limbah secara koagulasi dan flokulasi dapat dilakukan secara sederhana di lingkungan rumah tangga. Dengan memanfaatkan biokoagulan dari keragaman hayati dapat mengurangi biaya yang ditimbulkan dari proses yang memerlukan bahan kimia. Garam dari aluminium dan besi banyak digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan air, biaya dan efek terhadap lingkungan terus meningkat seiring dengan penggunaan bahan tersebut dibandingkan bahan organik( Ghebremichaela, et al, 2005).

Salah satu kekayaan hayati tersebut adalah tanaman Moringa oleifera atau tanaman kelor. Tumbuhan kelor ini telah dikenal cukup luas di masyarakat dan tersebar hampir di seluruh penjuru Indonesia dan mudah ditemukan di desa-desa sebagai tanaman pagar dan daunnya yang masih muda biasa digunakan sebagai lauk untuk makan.

Biji tanaman kelor (Moringa olifiera) yang telah dihaluskan bila dicampur dengan air akan menghasilkan protein yang larut air yang bermuatan positif dan larutan tersebut memiliki sifat seperti polielektrolit alum (Al-khalili, et al, 1997), sehingga di beberapa negara Afrika Biji kelor banyak digunakan sebagai koagulan alternatif pengganti alum dalam menjernihkan air baku untuk dijadikan sebagai air minum(Jahn, 1986).

Perlunya pengolahan limbah pencucian pakaian agar mengurangi pencemaran lingkungan dan mengguna ulang air, serta keberadaan biokoagulan tanaman kelor yang memiliki karakteristik mirip dengan koagulan alum, diharapkan dapat menjadi alternatif solusi dalam mengolah dan mengelola air limbah terutama pencucian pakaian khususnya kandungan surfaktan dan fosfat.

Page 3: Nico 15306062 makalah seminar

WW10-3

METODOLOGI Sampling

Sampel limbah pencucian pakaian yang digunakan adalah sampel limbah asli yang berasal dari salah satu usaha jasa laundry di jalan Dipatiukur, Bandung. Sampel limbah yang diambil merupakan sampel limbah dari proses pencucian pertama dari tiga kali proses pencucian di industry pencucian pakaian tersebut. Sebanyak 15 liter limbah dari total 25 liter limbah yang dihasilkan diambil sebagai sampel. Limbah pencucian pakaian yang baru disampling diperiksa karakteristik aslinya sesuai PP no.82 tahun 2001. Koagulan yang Digunakan

Koagulan yang digunakan adalah tepung biji kelor. Biji kelor yang telah tua dari pohonnya diambil kemudian dijemur kembali untuk lebih mengeringkan bijinya. Kemudian biji dipilih yang sudah tua dan benar-benar kering untuk ditumbuk hingga halus. Hasil tumbukan tersebut kemudian diayak pada ayakan berdiameter 250 mikron. Dari hasil ayakan tersebut kemudian dikeringkan lebih lanjut dalam oven 105o

untuk menghilangkan air yang tersisa. Tepung inilah yang selanjutnya digunakan sebagai koagulan padat dalam proses koagulasi tersebut.

Prosedur Koagulasi

Prosedur koagulasi dilakukan dengan menggunakan alat jar-test pada kecepatan awal 100rpm selama 1 menit dilanjutkan kecepatan untuk proses flokulasi sebanyak 60 rpm selama 10 menit, kemudian diendapkan selama 60 menit. Prosedur Pemeriksaan Fosfat

Pada pemeriksaan parameter fosfat, yang dicari adalah Total P, sesuai dengan PP no. 82 tahun 2001. Metode yang digunakan adalah metode ammonium molybdate-spektrofotometri yang hanya dapat mengukur senyawa fosfat yang reaktif yaitu senyawa ortofosfat dan sampel telah didestruksi terlebih dahulu. Sesuai dengan Standar Methods for The Examination od Water and Wastewater 21th Edition 2005 (SMEWW). Metode Analisis yang digunakan untuk total P adalah SMEWW-4500-P-B-D Prosedur Pemeriksaan Surfaktan

Prosedur pemeriksaan surfaktan untuk deterjen jenis surfaktan anionik yakni dengan mengukur kemampuan surfaktan bereaksi dengan senyawa metilen biru atau MBAS (Methylene Blue Active Substances). Sesuai dengan Standar Methods for The Examination od Water and Wastewater 21th Edition 2005 (SMEWW). Metode Analisis yang digunakan untuk surfaktan deterjen MBAS SMEWW-5540-C

Page 4: Nico 15306062 makalah seminar

WW10-4

Variasi Percobaan

Dalam percobaan ini dilakukan dua kali variasi untuk melihat kondisi optimum penyisihan yang dapat terjadi pada limbah pencucian pakaian setelah proses koagulasi. Variasi pertama adalah penentuan terhadap dosis koagulan optimum pada kondisi netral, dengan variasi antara lain 0,2gr/L :0,3gr/L :0,4gr/L :0,5gr/L :0,6gr/L :0,7gr/L dosis koagulan. Variasi kedua, dengan dosis koagulan yang optimum dari hasil percobaan sebelumnya, menentukan kondisi pH yang optimum, dengan perbandingan variasi pH 4: 5: 6: 7: 8: 9: 10 . Setelah kedua percobaan tersebut dilakukan, maka didapat nilai dosis dan pH optimum dalam menyisihkan kandungan fosfat dan surfaktan. Hasil tersebut dianalisis dengan hasil-hasil pemeriksaan yang sebelumnya. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel limbah pencucian pakaian diperiksa kandungannya secara keseluruhan disesuaikan dengan PP no.82 tahun 2001 mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dengan tujuan mencari informasi karakteristik air limbah pencucian pakaian pada sampel yang digunakan dalam percobaan.

Sehingga bila dilakukan proses pengolahan dapat dilihat kemungkinan digunakannya air limbah pencucian pakaian yang telah diproses untuk dijadikan sebagai air baku untuk mencuci kembali dan/atau kebutuhan lainnya. Hasil pemeriksaan untuk beberapa parameter uji yang melebihi kadar maksimum dapat dilihat dalam Tabel 1. di bawah ini.

Tabel 1 Beberapa karakteristik hasil uji sampel air limbah pencucian pakaian

No Parameter Analisis

Satuan Hasil Analisis Kadar maks*) (kelas II)

1 TDS mg/L 792 1000 2 TSS mg/L 298 50 3 DO mg/L 0,09 4 4 pH 7,39 6-9 5 BOD mg/L 395 3 6 COD mg/L 627,3 25 7 MBAS mg/L 36,3 200 8 Total P mg/L 7,225 0,2 9 Fenol mg/L 1,97 1 10 Seng (Zn) mg/L 0,383 0,05

*) = menurut PP no.82 tahun 2001

Berdasarkan pemeriksaan awal terhadap sampel limbah pencucian pakaian diatas terlihat bahwa kandungan COD, fosfat dalam total P, BOD, Seng, dan TSS melebihi kadar maksimal yang dikehendaki, sementara surfaktan masih memenuhi, tetapi jika kontinuitasnya berlebih dapat juga menyebabkan masalah di lingkungan. Dalam percobaan ini hanya parameter surfaktan MBAS dan total P yang akan diperiksa penyisihannya jika dilakukan proses koagulasi dengan serbuk biji kelor yang digunakan sebagai koagulan.

Page 5: Nico 15306062 makalah seminar

WW10-5

Limbah pencucian pakaian terutama berasal dari deterjen yang digunakan dalam proses pencucian. Pada detergen terdapat kandungan surfaktan yang berfungsi untuk mengangkat kotoran pada pakaian, baik yang larut dalam air maupun tidak larut dalam air. Sementara fosfat bergabung dalam sejumlah unsur lainnya membentuk senyawa kompleks fosfat yang berfungsi sebagai senyawa penguat (builders) yang meningkatkan efisiensi surfaktan terutama melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut dan senyawa fosfat dapat mencegah menempelnya kembali kotoran pada bahan yang sedang dicuci. Namun sisa dari kedua senyawa tersebut yang telah digunakan dan menjadi limbah dapat menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi yang menyebabkan alga blooming serta perubahan warna pada air menjadi kelabu (Hudori, 2008).

Penentuan Dosis Optimum

Pemeriksaan persentase penyisihan terhadap kandungan surfaktan dan Total P pada sampel dengan berbagai variasi dosis koagulan dilakukan pada kondisi awal pH netral yakni pada pH sekitar tujuh. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Hasil Percobaan Terhadap Penentuan Dosis Optimum

No Variasi dosis

Surfaktan MBAS Total P Konsentrasi

(mg/L) %

penyisihan Konsentrasi

(mg/L) % penyisihan 1 0,2 31,22 13,99 2,30 68,14 2 0,3 23,05 36,49 2,57 64,37 3 0,4 22,45 38,15 2,47 65,83 4 0,5 18,99 47,69 2,79 61,45 5 0,6 17,48 51,85 1,94 73,12 6 0,7 17,97 50,49 3,04 57,93

Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat dilihat kecenderungan kenaikan

persentasi penyisihan surfaktan seiring dengan bertambahnya dosis koagulan, dan kondisi optimum didapat pada dosis 0,6 gr/L untuk penyisihan surfaktan. Sementara pada penyisihan kandungan fosfat penyisihan optimum pun didapat pada dosis 0,6 gr/L. Berdasarkan kedua kondisi tersebut maka dosis optimum untuk penyisihan kandungan fosfat dan surfaktan pada sampel limbah pencucian pakaian ini sebanyak 0,6 gr/L

Page 6: Nico 15306062 makalah seminar

WW10-6

Gambar 1. Grafik penyisihan surfaktan pada penentuan dosis optimum

Gambar 2. Grafik penyisihan total P pada penentuan dosis optimum

Dalam beberapa percobaan sebelumnya didapat bahwa variasi terhadap dosis koagulan biji kelor memiliki peran yang sangat nyata terhadap penyisihan yang terjadi (Amdani, 2004).. Demikian juga dengan hasil percobaan yang didapat, persentase penyisihan berubah untuk tiap penambahan dosis, tetapi pada dosis 0,7 gr/L terjadi penurunan. Pada percobaan yang dilakukan oleh Pandia (2005), dosis optimum koagulan biji kelor yang diperlukan untuk menyisihkan kandungan TSS, kekeruhan dan TDS sekitar 0,4 gr/L. Perbedaan ini terjadi karena pada prinsipnya dalam koagulasi penentuan dosis disesuaikan dengan kondisi sampel, tidak dapat ditetapkan secara matematis.

13,99

36,49 38,15

47,6951,85 50,49

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

dosis koagulan

68,1464,37 65,83

61,45

73,12

57,93

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7dosis koagulan

Page 7: Nico 15306062 makalah seminar

WW10-7

Penentuan pH Optimum Pemeriksaan persentase penyisihan terhadap kandungan surfaktan dan Total P

pada sampel dengan berbagai variasi dosis koagulan mendapatkan 0,6 gr/L koagulan sebagai nilai optimum untuk penyisihan kedua parameter. Selanjutnya untuk variasi kedua, variasi perbandingan pH, menggunakan dosis optimum koagulan sebanyak 0,6 gr/L pada setiap sampel yang akan dikoagulasi dengan rentang pH yang diperiksa dari pH 4-10. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Hasil Percobaan terhadap Penentuan pH Optimum

No Variasi pH

Surfaktan MBAS Total P Konsentrasi

(mg/L) %

penyisihan Total P (mg/L)

% penyisihan

1 4 13,74 62,16 5,71 21,00 2 5 17,24 52,52 6,58 8,98 3 6 19,91 45,15 4,96 31,31 4 7 22,45 38,15 2,47 65,83 5 8 19,12 47,33 6,14 14,99 6 9 20,32 44,03 5,21 27,87 7 10 16,88 53,51 6,51 9,84

Berdasarkan hasil percobaan tersebut, pada penyisihan surfaktan, persentase

paling baik terdapat di kondisi pH 4 dan tersendah pada pH 7, sementara untuk penyisihan fosfat yang tertinggi terjadi pada kondisi pH 7 dan terendah pada pH 5, maka untuk melihat kondisi optimum yang dipilih adalah yang cukup signifikan dari data yang ada, yakni pada pH 6.

Gambar 3 Grafik Penyisihan Surfaktan pada Penentuan pH Optimum

62,16

52,52

45,15

38,15

47,3344,03

53,51

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

4 5 6 7 8 9 10pH

Page 8: Nico 15306062 makalah seminar

WW10-8

Gambar 4 Grafik Penyisihan Total P pada Penentuan pH Optimum

Pada beberapa percobaan sebelumnya didapatkan bahwa pengaruh dosis koagulan terhadap penurunan pH larutan tidak begitu signifikan. Kaitannya dengan percobaan ini adalah, dengan dosis koagulan 0.6 gr/L untuk tiap pH yang disiapkan, tidak akan terlalu mempengaruhi terhadap perubahan derajat pH.

Melihat keseluruhan percobaan, terlihat bahwa surfaktan lebih mudah untuk disisihkan kandungannya dengan menggunakan koagulan biji kelor dibandingkan dengan fosfat. Biji kelor (Moringa oleifera) sebagai biokoagulan pada prinsipnya mengandung protein, karbohidrat serta lemak , yang berperan sebagai flokulan adalah protein yang larut dalam air yang akan menghasilkan protein larut air yang bermuatan positif, larutan tersebut memiliki sifat seperti polielektrolat alum dan merupakan polimer yang dapat mengikat partikel koloid dan membentuk flok yang dapat mengendap (Srawaili,2008). Didalam biji kelor juga terdapat protein yang mengandung agen pengkoagulasi aktif ditandai sebagai kationik protein dimer, memiliki berat molekul dari 13 kDa dan titik isoelektrik antara 10 dan 11 ( Anwar, 2007). Efektifitas koagulasi oleh biji kelor ditentukan oleh kandungan protein kationik tersebut, dalam prosesnya biji kelor memberkan pengaruh yang kecil terhadap derajat keasaman dan konduktifitas. (Pandia dan Husin, 2005).

Surfaktan yang banyak digunakan dalam produk pembersih adalah surfaktan anionik. Jenis surfaktan anionik yang kini banyak digunakan dalam produk pembersih seperti deterjen adalah linier alkylbenzene sulfonate (LAS). Senyawa LAS dalam air berbentuk larut, tetapi dapat menyebabkan iritasi kulit dan dalam jangka panjang bersifat toksik dan terpapar sebagai faktor yang berpengaruh. Surfaktan anionik ini memiliki sisi permukaan yang aktif negative dan tentunya dapat tertarik dengan sisi permukaan positif dari protein yang dihasilkan oleh biji kelor, sehingga dapat lebih mudah terflokulasi dan terendapkan pada larutan.

Sementara itu fosfat yang tersisihkan dalam proses tersebut tingkat penyisihannya bervariasi, tidak menurut pada pola tertentu tetapi ada penyisihan yang terjadi. Senyawa fosfat dalam deterjen berada dalam bentuk sodium tripolofosfat (STP) Na5P3O10, Polifosfat secara berangsur-angsur akan mengalami hidrolisis dalam air ke dalam bentuk orto yang larut. Ketika berada dalam air, dalam kondisi STP polifosfat ini akan terurai menjadi ion ortofosfat PO4

3- yang langsung dapat

21,00

8,98

31,31

65,83

14,99

27,87

9,84

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

4 5 6 7 8 9 10pH

Page 9: Nico 15306062 makalah seminar

WW10-9

dimanfaatkan tanaman sebagai nutrisi. (Hudori, 2008). Kondisi terlarut dari senyawa fosfat total di limbah dan ion negatif ortofosfat yang dihasilkan, sementara ion positif pada protein yang dihasilkan biji kelor, sehingga dapat terjadi gaya tarik menarik antar partikel dan bisa membentuk ikatan antar partikel air limbah dan bioflokulan biji kelor dan terbentuk ikatan-ikatan yang stabil dan dapat mengendap.

Kemampuan bioflokulan biji kelor dalam menyisihkan kandungan parameter surfaktan dan fosfat tersebut juga ditunjang dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bioflokulan ini dapat pula menyisihkan kandungan TSS, TDS dan kekeruhan (Pandia, 2005; Srawaili, 2008), menyisihkan kadar warna, COD, dan bahan organik lainnya, Maka penggunaan biji kelor sebagai bioflokulan bagi air limbah dan menghasilkan karakteristik air limbah yang sudah berkurang kandungan karakteristik kimiawinya, sehingga air tersebut dapat dimanfaatkan sedikitnya sebagai air untuk menyiram tanaman, namun bila akan digunakan lebih lanjut sebagai air cucian dan penggunaan lainnya yang lebih bersifat ekonomis diperlukan pengolahan lebih lanjut atau adanya perlakuan pendahuluan untuk megurangi beban pengolahan. KESIMPULAN

Biji kelor (Moringa oleifera) yang merupakan koagulan alternatif dalam pengolahan air minum dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan limbah cair seperti pada limbah pencucian pakaian. Dosis optimum untuk menyisihkan kandungan fosfat pada pH 7 adalah 0,6 gr/L dan sementara pada penyisihan surfaktan, kondisi optimum pada pH 4 dan dosis 0,6 gr/L.

Penyisihan yang terjadi terhadap surfaktan secara optimum sebanyak 62,16% dan penyisihan fosfat sebanyak 65.83%. Dengan penyisihan diatas 50%, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan biji kelor sebagai koagulan alternatif untuk menyisihkan kandungan zat pencemar dalam limbah pencucian pakaian.

Penggunaan serbuk biji kelor dapat dijadikan salah satu alternatif pengolahan, dan dalam prosesnya nanti perlu dilakukan modifikasi dan perancangan sistem jika memang akan digunakan dalam industri pencucian pakaian rumahan. DAFTAR PUSTAKA Al-Jayyousi, Odeh R., 2003. Greywater reuse: towards sustainable water

management, Desalination Elsevier pages 18 l-l 92 Al-khalili, R.S, Sutherland, J.P., folkard, G.K, 1997. Filtration with A Natural

Coagulant dalam pickford,J.(ed.), Proceeding of the 23 th WEDC Conference in Durgan,south Africa,water and sanitation for all : partner ship and innovations. pages 143-145

Amdani, Khairul., 2004. Pemanfaatan Biji Kelor sebagai Koagulan pada Proses Koagulasi/Flokulasi Limbah cair Industri Pencucian Jeans, Tesis PascaSarjana Teknik Kimia USU.

Anwar, Farooq and Umer Rashid, 2007.Physico-Chemical Characteristics of Moringa Oleifera seeds and seed oil from a Wild Provenance of Pakistan Department of Chemistry,University of Agriculture, Faisalabad-38040, Pakistan pages 1443-1453,

Page 10: Nico 15306062 makalah seminar

WW10-10

Ghebremichaela, Kebreab A, K.R. et al, 2005. A simple purification and activity assay ofthe coagulant protein from Moringa oleifera seed, Elsevier Water Research pages 2338–2344

Hudori, 2008. Pengolahan air limbah laundry dengan menggunakan elektrokuagulasi, Tesis Pascasarjana Teknik Lingkungan ITB hal 5-6

Jahn, S.A.A., 1986.Proper use of African natural coagulants for rural water supplies, Manual No.191, GTZ, Eschborn,

Jamrah, Ahmad, et al., 2007, Evaluating greywater reuse potential for sustainable water resources management in Oman, Springer Science + Business Media, pages 315-327

Jeppesen, B., 1995. Domestic greywater re-use: Australia’s challenge for the future, Desalination Elsevier pages 31 l-315

Pandia, Setiaty dan Husin, Amir. 2005. Pengaruh Massa dan Ukuran Biji Kelor pada Proses Penjernihan Air, Jurnal Teknologi Proses. Hal 26 – 33.

Smulders, E., 2002, Laundry Detergents, Wiley-VCH, Verlag GmbH,Weinheim 2005., Standar Methods for The Examination of Water and Wastewater(SMEWW),

21th Edition Srawaili, N., 2008, Efektifitas biji kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan

kekeruhan, kadar ion besi dan mangan dalam air, Tesis Program Pasca Sarjana Kimia, ITB.