Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

101
FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT Ni Nyoman Ayu Suryandari, I Dewa Made Endiana Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA Lahir di Denpasar Tahun 1985, adalah Dosen Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Minat utama yang ditekuni adalah Auditing dan Pasar Modal. Pengalaman kerja adalah auditor pada suatu Kantor Akuntan Publik di Bali Tahun 2007-2011. Riwayat Pendidikan: Tahun 2007 : S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (SE). Tahun 2008 : Program Profesi Akuntansi (Ak) Tahun 2012 : S2 Akuntansi Universitas Udayana (M.Si). Tahun 2013 : Mendapatkan Gelar CA (Chartered Accountant) I Dewa Made Endiana.,SE.,MSi.,Ak.,CA Lahir di Tabanan 30 Juni 1981 1981, adalah Dosen Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mahasaraswati Denpasar. Minat utama yang ditekuni adalah Auditing dan Metodologi Penelitian. Pengalaman Kerja adalah sebagai Financial Head pada Perusahaan Finance dan konsultan. Riwayat Pendidikan: Tahun 2004 : S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (SE) Tahun 2004 : Program Profesi Akuntansi (Ak) Tahun 2013 :S2AkuntansiUniversitas Udayana (M.Si) Tahun 2016 : Mendapatkan Gelar CA (Chartered Accountant) Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA I Dewa Made Endiana.,SE.,MSi.,Ak.,CA

Transcript of Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

Page 1: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

FR

AU

DU

LE

NT

FIN

AN

CIA

L S

TA

TE

ME

NT

N

i Ny

om

an

Ay

u S

ury

an

dari, I D

ew

a M

ad

e E

nd

ian

a

Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

Lahir di Denpasar Tahun 1985, adalah Dosen Akuntansi pada

Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Minat

utama yang ditekuni adalah Auditing dan Pasar Modal. Pengalaman

kerja adalah auditor pada suatu Kantor Akuntan Publik di Bali Tahun

2007-2011.

Riwayat Pendidikan:

Tahun 2007 : S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Udayana (SE).

Tahun 2008 : Program Profesi Akuntansi (Ak)

Tahun 2012 : S2 Akuntansi Universitas Udayana (M.Si).

Tahun 2013 : Mendapatkan Gelar CA (Chartered Accountant)

I Dewa Made Endiana.,SE.,MSi.,Ak.,CA

Lahir di Tabanan 30 Juni 1981 1981, adalah Dosen Akuntansi pada

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Minat utama yang ditekuni adalah Auditing dan Metodologi

Penelitian. Pengalaman Kerja adalah sebagai Financial Head pada

Perusahaan Finance dan konsultan.

Riwayat Pendidikan:

Tahun 2004 : S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Udayana (SE)

Tahun 2004 : Program Profesi Akuntansi (Ak)

Tahun 2013 :S2AkuntansiUniversitas Udayana (M.Si)

Tahun 2016 : Mendapatkan Gelar CA (Chartered

Accountant)

Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

I Dewa Made Endiana.,SE.,MSi.,Ak.,CA

Page 2: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

i

Page 3: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

ii

FRAUDULENT FINANCIAL

STATEMENT

Page 4: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

iii

FRAUDULENT FINANCIAL

STATEMENT

Page 5: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

iv

FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT

Cetakan Pertama Maret 2019 22 x 30 cm , ix + 76

ISBN: 978-602-53310-8-4

Penulis

Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA I Dewa Made Endiana.,SE.,MSi.,Ak.,CA

Editor

Dr. Anik Yuesti, SE.,MM

Cover

I Dewa Made Endiana.,SE.,MSi.,Ak.,CA

Diterbitkan Oleh

CV. Noah Aletheia

Dicetak oleh : CV. Noah Aletheia

Jl. Tegalsari Gg. Koyon. No. 25 D. Banjar Tegalgundul

Desa Tibubeneng, Kec. Kuta Utara, Kab. Badung Bali Indonesia.

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak seluruh atau sebagian buku ini

Page 6: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

v

Kata Pengantar

Buku Fraudulent Financial Statement ini merupakan buku teks

pengantar mata kuliah Akuntansi Forensik pada program S1 untuk

diajarkan selama satu semester. Seperti yang tercermin dalam judulnya,

buku ini mengintegrasikan konsep-konsep kecurangan yang khususnya

terkait dengan kecurangan dalam laporan keuangan.

Pentingnya pemahaman akan kecurangan laporan keuangan

membuat penulis tertarik untuk menghimpun konsep-konsep yang terkait

agar para pembaca mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya

kecurangan laporan keuangan hingga akhirnya mampu untuk mengurangi

adanya kecurangan laporan keuangan tersebut. Buku ini juga dapat

digunakan sebagai refrensi bagi para peneliti-peneliti terkait dengan

kecurangan atas laporan keuangan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwasanya buku ini masih jauh dari

sempurna, baik jumlah maupun materinya, untuk itu dengan kerendahan

hati mohon dimaklumi dan diberi saran demi kesempurnaannya karena

seluas-luasanya pikiran manusia pasti lebih luas lautan ilmu pengetahuan.

Semoga buku ini bermanfaat bagi para pengguna dalam mempelajari

akuntansi forensik dan memberikan sumbangan yang berharga bagi

khasanah pembukuan khususnya buku teks tentang akuntansi forensik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu terselenggaranya penerbitan buku ini.

Penulis,

Page 7: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

vi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

v

vi

BAB I Karakteristik Dasar Kecurangan

Apa Itu Kecurangan?

Jenis-Jenis Kecurangan

Aspek Hukum Atas Kecurangan

Sanksi Hukum

1

1

1

7

12

BAB II Kecurangan Atas Laporan Keuangan

Jenis Kecurangan Laporan Keuangan

Bentuk- Bentuk Financial Satement Fraud

18

18

23

BAB III Teori Fraud

Teori Fraud Triangle

Perfect Fraud Storm

Teori Fraud Scale

Fraud Diamond

Fraud Crowe Pentagon

26

26

33

36

37

41

BAB IV Manajemen Laba

Manajemen Laba

Jenis-Jenis Manajemen Laba

Motivasi Manajemen Laba

Positive Accounting Theory

Hubungan Teori Akuntansi Normative Dan Positif

43

43

44

45

46

49

BAB V Pencegahan Kecurangan

Penyebab Kecurangan

Aktivitas Fundamental Dalam Pencegahan Kecurangan

51

51

52

BAB VI Good Corporate Governance

Latar Belakang Munculnya GCG

Pengertian GCG

Prinsip GCG

Manfaat GCG

GCG Dan Hukum Perseroan Di Indonesia

Organisasi Khusus Dalam Penerapan GCG

GCG Dalam Bumn

GCG Dalam Pengawasan Pasar Modal Di Indonesia

56

56

57

59

64

65

68

73

73

BAB VII

Red Flag

Pengertian Red Flag

Indikasi-Indikasi (Red Flags) Dan Penyebab

Terjadinya Kecurangan Pada Laporan Keuangan

Keterbatasan Red Flag

75

75

78

80

BAB VIII Pendeteksian Kecurangan

Pelajaran dari Report To The Nation

Teknik Pemeriksaan Fraud

82

83

84

BAB IX Whistleblowing

Pengertian Whistleblowing

Jenis-Jenis Whistleblowing

Corporate Ethical Virtues Model (Cev)

88

88

88

89

Page 8: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

1

BAB I

KARAKTERISTIK DASAR KECURANGAN

Studi komprehensif terkait kecurangan di Amerika Serikat dilakukan oleh

Association of Certified Examiners (ACFE) pada tahun 1996, kemudian

berlanjut hingga tahun 2002, 2004, 2006, dan 2008. Study ACFE tersebut

dikenal dengan Report to the Nation on Occupational Fraud & Abuse.

APA ITU KECURANGAN?

Definisi yang paling umum terkait dengan definisi kecurangan adalah

sebagai berikut:

Kecurangan merupakan suatu istilah yang umum, dan mencakup segala

macam cara yang dapat digunakan dengan kelihaian tertentu, yang dipilih

oleh seorang individu, untuk mendapatkan keuntungan dari pihak lain

dengan melakukan representasi yang salah. Tidak ada aturan yang baku dan

tetap yang bisa dikeluarkan sebagai proposisi umum dalam mendefinisikan

kecurangan, termasuk kejutan, tipu muslihat, ataupun cara-cara yang licik

dan tidak wajar yang digunakan untuk melakukan penipuan. Batasan satu-

satunya dalam mendefinisikan kecurangan adalah hal-hal yang membatasi

ketidakjujuran manusia. Apakah kecurangan sama dengan kesalahan yang

tidak disengaja? Tidak. Kecurangan ditujukan untuk mendapatkan

keuntungan melebihi pihak lain melalui dalih yang salah, misalnya tindakan

mengelabui investor untuk meningkatkan harga saham.

JENIS-JENIS KECURANGAN

Terdapat berbagai jenis pengelompokan kecurangan, diantaranya adalah:

I. Pengelompokan yang paling umum dan praktis

Page 9: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

2

1). Kecurangan yang dilakukan terhadap organisasi. Kecurangan ini

adalah kecurangan yang dilakukan oleh pegawai dimana korban

dari kecurangan tersebut adalah organisasi tempat karyawan

tersebut bekerja.

2). Kecurangan yang dilakukan atas nama organisasi. Kecurangan ini

adalah kecurangan laporan keuangan, yang ditujukan agar laporan

keuangan terlihat lebih baik dari yang sebenarnya. Kecurangan

laporan keuangan ini biasanya dilakukan oleh perusahaan yang

menderita kerugian atau perusahaan yang keuntungannya lebih

rendah dari yang diekspektasi.

II. AFCE mendefinisikan jenis kecurangan Zimbelman at al (2014:12)

sebagai penggunaan suatu jabatan (occupational) oleh seseorang untuk

memperkaya diri sendiri melalui menyalahgunaan yang disengaja atau

penyalahgunaan penggunaan aset atau sumber daya organisasi. The

Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse oleh AFCE

menyatakan bahwa inti dari Occupational Fraud adalah bahwa semua

aktivitas:

1). Dilakukan secara sembunyi-sembunyi

2). Melalaikan kewajiban pegawai terhadap organisasi

3). Dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan financial

bagi pegawai, baik secara langsung maupun tidak langsung

4). Memanfaatkan biaya penggunaan aset, pendapatan, atau cadangan

perusahaan.

ACFE mengklasifikasikan Occupational Fraud menjadi 3 (Zimbelman

et al, 2014:12):

a. Kecurangan aset, berupa pencurian atau penyalahgunaan aset

organisasi

Page 10: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

3

b. Korupsi yaitu para pelaku kecurangan menggunakan pengaruhnya

secara tidak langsung dalam transaksi bisnis untuk memperoleh

manfaat bagi kepentingan pribadi atau orang lain, bertentangan

dengan kewajiban mereka terhadap pekerja lain atau hak-hak

kepada pihak lain

c. Laporan yang berisi kecurangan, biasanya berupa pemalsuan

laporan keuangan suatu organisasi.

III. Kelompok kecurangan berdasarkan pada korban (Zimbelman et

al, 2014:12):

1). Kecurangan pada perusahaan atau organisasi sebagai korbannya.

a. Kecurangan pegawai (employee embezzlement)

Pelaku kecurangan adalah karyawan dan organisasi atau

perusahaan yang menjadi korban. Kecurangan ini adalah jenis

kecurangan yang paling umum terjadi. Pegawai melakukan

penipuan pada perusahaan tempat mereka bekerja, misalnya

dengan pengambilan aset perusahaan. Kecurangan pegawai

dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. 1).

Kecurangan secara langsung terjadi ketika pegawai mencuri

kas perusahaan, persediaan, peralatan, perlengkapan atau aset

lainnya. Kecurangan ini bisa juga terjadi ketika perusahaan

membayar kepada perusahaan fiktif seolah-olah melakukan

transaksi tetapi kenyataanya perusahaan tidak menerima

barang atas transaksi tersebut. 2). Kecurangan tidak langsung

terjadi ketika pegawai menerima suap atau kickback dari

pemasok, pelanggan atau pihak luar perusahaan untuk

memungkinkan memberikan harga jual yang lebih rendah,

Page 11: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

4

harga beli yang tinggi, barang-barang yang tidak pernah sampai

tujuan atau barang-barang dengan kualitas yang rendah.

b. Kecurangan pemasok (vendor fraud)

Pelaku kecurangan adalah pemasok, tempat organisasi

membeli barang atau jasa. Kecurangan pemasok selalu

berakibat pada harga-harga barang yang dibeli terlalu mahal

atau pengiriman barang-barang dengan kualitas rendah atau

tidak adanya pengiriman terhadap barang/jasa walaupun

pembayaran sudah dilakukan. Dua bentuk kecurangan

pemasok, yaitu: 1) kecurangan yang dilakukan pemasok yang

beraksi seorang diri, 2). Kecurangan yang dilakukan melalui

kolusi diantara perusahaan yang melakukan pembelian dengan

pemasok.

c. Kecurangan pelanggan (customer fraud)

Pelaku kecurangan adalah pelanggan dari organisasi yang

bersangkutan. Kecurangan pelanggan terjadi ketika pelanggan

tidak membayar barang yang mereka beli atau mereka

mendapatkan sesuatu tanpa pengorbanan.

2). Kecurangan manajemen (management fraud), pemegang saham

atau pemegang surat utang yang menjadi korbannya. Kecurangan

manajemen sering disebut dengan kecurangan laporan keuangan,

kecurangan ini melibatkan manipulasi yang bersifat menipu dalam

laporan keuangan oleh manajemen puncak.

3). Penipuan investasi dan kecurangan pelanggan lainnya, sebagai

korbannya adalah para individu yang tidak hati-hati. Biasanya

dengan melakukan investasi yang curang dan biasanya tidak

bernilai dijual pada investor yang tidak menaruh rasa curiga.

4). Kecurangan-kecurangan lainnya (miscellaneous fraud)

Page 12: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

5

Tabel 1.1 Jenis-jenis Kecurangan

Sumber: (Zimbelman et al, 2014:13)

Jenis

Kecurangan

Pelaku

Kecurangan

Korban

Kecurangan

Keterangan

Kecurangan

Oleh Pegawai

Pegawai Dalam

Organisasi

Pemilik

Perusahaan

Pegawai Mengambilalih

Asset Perusahaan

Kecurangan

Pemasok

Pemasok Organisasi

Tempat

Pemasok

Menjual Barang

Pemasok Memberikan

Tagihan Berlebihan;

Menyediakan Barang

Dengan Kualitas Rendah;

Jumlah Barang Lebih

Sedikit Dari Yang

Disepakati

Kecurangan

Pelanggan

Pelanggan

Organisasi

Organisasi Yang

Menjual Kepada

Pelanggan

Pelanggan Tidak

Membayar, Membayar

Terlalu Rendah Atau

Mendapatkan Lebih

Banyak Dari Perusahaan

Melalui Penipuan

Kecurangan

Manajemen

(Kecurangan

Atas Laporan

Keuangan)

Manajemen

Perusahaan

Pemegang

Saham/ Utang

Dan Pembuat

Kebijakan

Perusahaan

Manajemen

Memanipulasi Laporan

Keuangan Untuk

Membuat Kondisi

Perusahaan Terlihat

Lebih Baik

Penipuan

Investasi dan

Kecurangan

Pelanggan

Lainnya

Semua Pihak Investor Yang

Tidak Berhati-

Hati

Kecurangan Yang

Dilakukan Agar

Mendapatkan

Kepercayaan Dari

Investor Dalam

Menginvestasikan

Uangnya.

Kecurangan-

Kecurangan

Lainnya

Semua Pihak Semua Pihak Setiap Kali Ada Pihak

Yang Mencoba

Mengambil Keuntungan

Dari Kepercayaan Orang

Lain Untuk Menipu Atau

Melakukan Kecurangan

Terhadap Orang

Tersebut.

Page 13: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

6

FBI menyebutkan beberapa bentuk skema kecurangan yang paling

umum sebagai berikut:

1). Skema Ponzi (Ponzi schemes), skema ini namanya berasal dari nama

belakang Charles Ponzi. Skema ini dengan menarik dana investasi dari

korban-korban tersebut dengan premi atau bunga yang berasal dari uang

yang disetorkan oleh investor berikutnya.

2). Kecurangan telemarketing (Telemarketing fraud). Kecurangan ini

ketika korban mengirim uang pada seseorang yang tidak mereka kenal

secara pribadi atau memberikan informasi keuangan pada penelpon

yang tidak dikenal. Skema ini biasanya menyakinkan korban bahwa

korban memenangkan undian dan harus membayar biaya atas undian

tersebut.

3). Surat Nigeria atau skema penipuan uang (Nigerian letter or money

scams) skema ini terjadi ketika korban potensial menerima surat

elektronik atau bentuk lainnya yang menjanjikan pada korban

pembayaran uang dalam jumlah besar atas imbalan untuk bantuan

memindahkan sejumlah uang dari satu Negara ke Negara lain. Pembuat

surat biaya mengatakan bahwa biaya dibayar dimuka diperlukan untuk

membayar pajak, melakukan suap terhadap pejabat pemerintahan dan

biaya-biaya terkait hukum lainnya.

4). Pencurian identitas (Indentity theft), pencurian identitas terjadi ketika

seseorang mengambil identitas orang lain untuk melakukan pembelian

barang, berkaitan dengan kegiatan kriminal atau untuk melakukan

kecurangan. Pelaku kejahatan mencuri identitas untuk mengakses

informasi keuangan pribadi seperti kartu kredit, laporan dari bank,

jaminan sosial dan dokumen-dokumen lainnya.

5). Skema penipuan pembayaran uang muka (Advance fee scams), skema

ini terjadi ketika korban membayar uang muka, biaya untuk barang atau

Page 14: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

7

jasa yang tidak akan pernah dikirimkan. Contoh skema ini korban

membayar untuk biaya kontrak, investasi atau hadiah. Ketika pelaku

menerima uang, korban tidak akan dapat menghubungi pelaku lagi dan

korban akan kehilangan uang yang telah dibayarkan.

6). Kecurangan pelunasan/ strawman/ obligasi (Redemption /strawman/

bond fraud), pada skema ini pelaku mengklaim bahwa pemerintah

Amerika mengendalikan rekening-rekening bank tertentu yang dapat

diakses dengan mengirimkan dokumen kepada pejabat pemerintah.

Untuk mendapatkan akses korban harus membeli perlengkapan

pelatihan yang mahal. Ketika korban tidak berhasil mengakses dana-

dana pemerintah tersebut, pelaku akan mengatakan bahwa dokumen

tersebut tidak diisi dengan benar dan seringkali pelaku akan menagih

biaya tambahan untuk pelatihan tambahan.

7). Kecurangan Letter of Credit (Letter of Credit fraud), Letter of

Credit merupakan dokumen legal yang dikeluarkan bank untuk

memberikan jaminan pembayaran atas barang-barang yang dikirim

dalam perdagangan internasional. Untuk menipu korban, pelaku

membuat L/C fiktif dan kemudian menjual pada korban yang tidak

menaruh rasa curiga. Untuk menghindari skema ini, pelanggan harus

waspada bahwa L/C yang legal tidak pernah dijual.

8). Kecurangan internet (Internet fraud), kebanyakan dari skema

penipuan online yang dilakukan saat ini hanyalah sekedar versi baru dari

skema yang telah dijalankan secara offline.

ASPEK HUKUM ATAS KECURANGAN

Terhadap temuan hasil audit yang diperoleh dari hasil investigasi, perlu

dikomunikasikan kepada manajemen auditee yang akan menyelesaikan atau

menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi sebagaimana tercantum

Page 15: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

8

dalam laporan hasil audit. Terhadap temuan yang diindikasi adanya tindakan

melawan hukum, perlu diantisipasi kemungkinan perlunya membantu aparat

hukum atau pihak-pihak terkait dalam upaya penindaklanjutan temuan

tersebut. Dengan kata lain, pihak pelaku keurangan harus dikenakan sanksi

sesuai ketentuan yang berlaku.

Bentuk sanksi tehadap pelaku dapat berupa sanksi administrasi, tuntutan

ganti rugi, ataupun hukuman pidana. Oleh karena itu, auditor perlu

mengantisipasinya dengan memahami tentang dasar-dasar ketentuan yang

berkaitan dengan hukum di Indonesia, khususnya terhadap kasus-kasus yang

akan diselesaikan secara hukum. Selanjutnya, auditor perlu mengidentifikasi

apakah kasus yang ditangani termasuk kasus perdata atau kasus pidana.

1). Hukum Perdata.

Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum

antara orang yang satu dengan orang lainnya sebagai anggota

masyarakat dan menitikberatkan kepentingan perorangan yang

bersifat pribadi. Suatu kasus perdata baru timbul bila pihak yang

merasa dirugikan melakukan gugatan. Kebenaran formil merupakan

hal yang sangat dominan pada kasus perdata.

Temuan yang mengandung unsur kerugian keuangan dan merupakan

kasus perdata, pada umumnya lahir dari masalah-masalah yang

bersumber pada perikatan. Pengertian perikatan lebih luas daripada

perjanjian karena perikatan dapat timbul karena perjanjian atau

karena undang-undang.

Perikatan yang terjadi dari perjanjian-perjanjian menurut pasal 1313

KUHPdt adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya tehadap satu orang lain atau lebih. Selanjutnya

pasal 1320 KUHPdt menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian

diperlukan empat syarat :

Page 16: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

9

a). Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

c). Suatu hal tertentu

d). Suatu sebab yang halal

Jika keempat unsur itu dipenuhi, maka pasal 1338 KUHPdt

menetapkan bahwa:

a). Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para

pembuatnya.

b). Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan

sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang

oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

c). Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Perikatan yang terjadi karena Undang-Undang

Perikatan yang terjadi tidak karena perjanjian, dapat terjadi antara

lain karena perbuatan melanggar hukum, seperti yang dimaksud pasal

1365 KUHPdt yang berbunyi : “Tiap perbuatan melanggar hukum

yang membawa kerugian pada pihak lain, mewajibkan orang yang

karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian

tersebut”. Gugatan kerugian harus dinyatakan dalam nilai moneter

(rupiah).

Unsur-unsur pasal 1365 KUHPdt adalah :

a). Harus ada perbuatan melanggar hukum

Pengertian melanggar hukum dalam arti sempit adalah suatu

perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika orang

berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.

Sedangkan pengertian melanggar hukum dalam arti luas adalah

Page 17: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

10

berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain, atau

bertentangan dengan kewajiban hukum orang yang berbuat itu

sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan atau sikap hati-hati

sebagaimana patutnya dalam lalu lintas masyarakat, terhadap

diri atau barang-barang orang lain.

b). Harus ada kerugian yang diderita

Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang

disebabkan oleh perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang

disebabkan oleh kelalaian atau kurang hati-hatinya (pasal 1366

KUHPdt). Kerugian yang ditanggung termasuk karena

perbuatan orang-orang menjadi tanggungannya atau

disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah

pengawasannya (pasal 1367 KUHPdt).

Menurut yurisprudensi, kerugian yang timbul karena perbuatan

melanggar hukum, ketentuannya sama dengan kerugian yang

timbul karena wanprestasi dalam perjanjian.

c). Harus ada hubungan yang kausal antara perbuatan melanggar

hukum dengan kerugian yang diderita.

Kerugian harus timbul akibat dari perbuatan orang itu, yang

meliputi:

Karena perbuatan melanggar hukum

Karena kelalaian atau kurang hati-hatinya

d). Harus ada unsur kesalahan.

Pengertian kesalahan di sini adalah pengertian hukum perdata,

bukan hukum pidana. Kesalahan dalam pasal 1365 KUHPdt

mengandung semua gradasi, dari kesalahan dalam arti

disengaja maupun kesalahan yang tidak disengaja.

Kesalahan disini meliputi:

Page 18: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

11

Karena perbuatannya sendiri

Karena perbuatan orang-orang yang menjadi

tanggungannya

Barang-barang yang berada dibawah pengawasannya

(diuraikan dalam pasal 1367 KUHPdt)

2). Hukum Pidana

Hukum pidana merupakan hukum publik yaitu hukum yang

mengatur kepentingan umum, yakni mengatur hubungan hukum

antara orang dengan Negara, antar Badan atau Lembaga Negara satu

sama lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan mesyarakat

dengan Negara. Hukum publik terdiri atas Hukum Pidana Umum dan

Hukum Pidana Khusus. Ketentuan pidana umum diatur dalam

KUHP, sedang pidana khusus antara lain diatur dalam Kitab Undang-

undang Khusus seperti UU No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 21 Tahun 2001

tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999. Seseorang yang

melakukan tindak pidana akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana

diatur dalam KUHP. Pengertian tindak pidana adalah perbuatan yang

oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana bagi siapa

yang melanggar larangan tersebut. Menurut wujud dan sifatnya,

tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan melawan hukum yang juga

merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau

menghambat akan terlaksanannya tata pergaulan dalam masyarakat

yang dianggap baik dan adil.

Page 19: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

12

SANKSI HUKUM

Untuk menciptakan rasa keadilan dan menimbulkan rasa jera, setiap

perbuatan kecurangan dan ketahuan, pada pelanggarnya dikenakan sanksi

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi

administrasi sesuai ketentuan perusahaan, ketentuan instansi atau ketentuan

hukum, yang masing-masing mempunyai ruang lingkup yang berbeda.

Sanksi Berdasarkan Ketentuan Perusahaan.

Untuk melindungi kepentingannya, perusahaan/masing-masing perusahaan

dapat membuat ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kecurangan

yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Namun, ketentuan-

ketentuan tersebut hanya berlaku apabila pelakunya adalah pegawai/pejabat

perusahaan dan mencakup sanksi administrasi (termasuk pengembalian

kerugian perusahaan). Apabila pelaku kecurangan yang mengakibatkan

kerugian bagi perusahaan tersebut adalah pihak lain (bukan orang dalam),

pihak perusahaan dapat mengugat secara perdata yakni dengan mendasarkan

pasal 1365 KUHPdt. Dan bila kecurangan tersebut mengandung unsur

pidana, Negara memiliki kewenangan untuk memproses secara hukum

pidana walaupun pihak perusahaan tidak menghendakinya.

Sanksi Berdasarkan Ketentuan Instansi Pemerintah.

Terhadap kecurangan yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara

(APBN/APBD), dan pelakunya adalah pegawai negeri, pemerintah memiliki

peraturan disiplin yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila

kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh pegawai negeri sipil.

Disiplin pegawai diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1980

tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Terhadap kerugian yang

timbul dari kecurangan dimaksud, pemerintah melalui Undang-Undang RI

Page 20: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

13

No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (pengganti ICW/Indische

Compatibiliteitswet) dapat melakukan tuntutan ganti rugi, Ketentuan UU

No. 1 Tahun 2004 yang berkaitan dengan hal tersebut antara lain :

Pasal 18 ayat (3): pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan

dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran

atas beban APBN/APBD, bertanggungjawab atas keberanaran material dan

akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

Pasal 59 ayat (2): bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat

lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban

yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan Negara,

wajib mengganti kerugian tersebut.

Apabila pelaku kecurangan yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara

adalah bukan pegawai negeri sipil (pihak lain), maka ketentuan tersebut tidak

dapat diberlakukan dan untuk penyelesaian kerugian keuangan Negara

menggunakan pasal 1365 KUHPdt (gugatan perdata). Dan, sebagaimana

tersebut di atas, apabila kecurangan tersebut adalah unsur pidana, Negara

mempunyai kewenangan untuk memproses secara hukum terhadap pelaku

kecurangan (baik pegawai negeri sipil atau bukan).

Dalam hal mengandung unsur pidana dan pelakunya adalah pegawai negeri

sipil, maka putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan gantu rugi

sebagaimana diatur dalam pasal 64 UU No.1 tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara yakni, “pegawai negeri/pejabat yang telah ditetakan

untuk mengganti kerugian Negara/daerah dapat dikenai sanksi

administrative dan/atau sanksi pidana, dan putusan pidana tidak

membebaskan dari tuntutan ganti rugi”

Page 21: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

14

Sanksi Berdasarkan Ketentuan Hukum Pidana

Perbuatan curang (fraud) sering diartikan sebagai perbuatan melanggar

hukum sehingga kecurangan didefinisikan sebagai perbuatan

melawan/melanggar hukum yang dilakukan oleh orang/orang-orang dari

dalam dan/atau dari luar organisasi, dengan maksud mendapatkan

keuntungan pribadi dan/atau kelompoknya yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan pihak lain.

Dikaitkan dengan kecurangan yang mempunyai ciri antara lain

tersembunyi dan ada unsur penipuan, maka perbuatan melawan hukum

mempunyai cakupan lebih luas. Dengan perkataan lain, ruang lingkup fraud

auditor lebih mengarah kepada pelanggaran hukum khususnya yang

mengandung unsur penipuan/rekayasa.

Contoh : seorang kasir perusahaan dapat melakukan pencurian uang

dengan dua cara.

Cara pertama :

Kasir melakukan pencurian uang perusahaan dengan cara menghilang,

membawa lari uang perusahaan. Perbuatan kasir tersebut merupakan

perbuatan tindak pidana (melanggar hukum), merugikan perusahaan, dan

perbuatan tersebut adalah untuk kepentingan dirinya. Terhadap masalah ini

perusahaan tidak menyerahkan ini kepada fraud auditor, melainkan melapor

kepada aparat polisi untuk menanganinya. Perbuatan kasir tersebut

merupakan tindak pidana umum dan bukan merupakan ruang lingkup

pekerjaan fraud auditor.

Page 22: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

15

Cara kedua :

Kasir melakukan pencurian uang perusahaan dengan cara mencatat

penerimaan uang lebih kecil dari yang seharusnya dengan cara memalsukan

bukti penerimaan dan memalsukan bukti pengeluaran sehingga dapat

mencatat pengeluaran lebih besar dari yang sebenarnya dan melakukan

kecurangan dengan cara lapping.

Perbuatan kasir tersebut merupakan perbuatan tindak pidana (melanggar

hukum), merugikan perusahaan, dan perbuatan tersebut adalah untuk

kepentingan dirinya, sama dengan kasus pertama. Perbedaannya, pencurian

pada kasus kedua dilakukan secara tersembunyi dan ada unsur

rekayasa/penipuan. Untuk mengungkapnya, pihak perusahaan akan

menyerahkan kasus ini kepada fraud auditor untuk menanganinya (tidak

langsung menyerahkan kepada polisi).

Ruang lingkup pekerjaan fraud auditor lebih mengarah/memfokuskan pada

tindak pidana pencurian yang dilakukan secara tersembunyi, ada unsur

penipuan. Dikaitkan dengan kasus-kasus korupsi yang marak di Negara kita,

kehadiran fraud auditor menjadi semakin penting karena perbuatan melawan

hukum dalam pengertian tindak pidana korupsi, selaras dengan karakteristik

kecurangan yakni bersifat tersembunyi, ada unsur rekayasa, dan tipu

muslihat. Pelanggaran hukum berupa pencurian dan penipuan dikenakan

sanksi berdasarkan hukum pidana.

Sanksi Berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi

Pemerintah dalam usahanya memberantas korupsi, telah memberlakukan

beberapa peraturan perundangan pidana mengenai pemberantasan tindak

pidana korupsi, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang No.31 tahun

1999 sebagai pengganti Undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang

Page 23: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

16

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No. 20 tahun

2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999.

Pengertian tindak pidana korupsi dan sanksinya menurut Undang-undang

No. 31 tahun 1999, antara lain sebagai berikut:

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana

dengan seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan

paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit

Rp200.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (pasal 2 ayat

1)

Setiap orang yang dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 dan paling

banyak Rp1.000.000.000,00 (pasal 3).

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam pasal 209 KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling singkat

1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling

sedikit Rp50.000.000,00 dan paling banyak Rp250.000.000,00 (pasal

209 KUHP: Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun

delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus

rupiah, barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai

negeri, dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat sesuatu atau

tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan

kewajibannya).

Page 24: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

17

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam pasal 418 KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling singkat

1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda aling

sedikit Rp50.000.000,00 dan paling banyak Rp250.000.000,00. (Pasal

418 KUHP: Pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji padahal

diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa hadiah atau janji itu

diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan

dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi

hadiah atau janji ada hubungannya dengan jabatannya, diancam dengan

pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah).

Tabel 1.2 Perbedaan Kasus Pidana dan Kasus Perdata

KASUS PIDANA KASUS PERDATA

Tujuan Untuk meluruskan

kesalahan

Untuk mendapatkan ganti

rugi

Konsekuensi Penjara dan/ atau denda Ganti rugi dan pembayaran

atas kerugian yang

ditimbulkan dari kerusakan

Beban

Pembuktian

Di luar keragu-raguan

yang beralasan

Jumlah bukti yang sedikit

lebih banyak

Juri Juri harus terdiri dari 12

orang

Jumlah juri dapat kurang dari

12 orang

Langkah

Awal

Adanya informasi bagi

dewa juri tentang

kecukupan bukti untuk

mengajukan dakwaan

Pengajuan gugatan oleh

penggugat

Keputusan Keputusan bulat Para pihak yang terlibat dapat

menetapkan keputusan

meskipun tanpa suara bulat

Gugatan Hanya satu gugatan pada

suatu waktu

Berbagai gugatan dapat

digabungkan dalam satu

tindakan

Sumber: (Zimbelman et al, 2014:19)

Page 25: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

18

BAB II

KECURANGAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau

eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi

keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial

engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh

keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window

dressing.

ACFE membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu: finansial; dan non-

finansial. Misalnya:

Memalsukan bukti transaksi

Mengakui suatu transaksi lebih besar atau lebih kecil dari yang

seharusnya,

Menerapkan metode akuntansi tertentu secara tidak konsisten

untuk menaikan atau menurunkan laba

Menerapkan metode pangakuan aset sedemikian rupa sehingga aset

menjadi nampak lebih besar dibandingkan yang seharusnya.

Menerapkan metode pangakuan liabilitas sedemikian rupa

sehingga liabiliats menjadi nampak lebih kecil dibandingkan yang

seharusnya.

JENIS KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN

Kenneth dalam Tunggal (1992) mengemukakan jenis dan contoh dari

kecurangan atas laporan keuangan:

Page 26: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

19

Tabel 2.1 Jenis Kecurangan Laporan Keuangan

Jenis Kecurangan

Laporan Keuangan

Contoh

Manipulasi, memalsukan

atau mengubah catatan

atau dokumen

Mengubah tanggal faktur pemasok

sehingga biaya dicatat sampai periode

akuntansi berikutnya.

Mengubah tanggal dokumen pengiriman

agar dapat membukukan penjualan (dan

mengakui laba) sebelum waktu pengiriman

aktual.

Mengubah jumlah faktur untuk

memperkecil jumlah biaya yang dibukukan

dalam catatan akuntansi.

Menciptkan lembaran perhitungan barang

yang palsu.

Menyembunyikan atau

menghilangkan pengaruh

transaksi yang lengkap

dari catatan atau

dokumen

Gagal untuk mencatat faktur pemasok pada

akhir tahun.

Mencatat transaksi tanpa

substansi.

Menciptakan pesanan pelanggan yang palsu.

Salah menerapkan

kebijakan akuntansi. Mengkapitalisir biaya strat-up/ tooling dan

item lain yang seharusnya dibiayakan sesuai

dengan prinsip akuntansi yang lazim

diterima.

Mengakui pendapatan dan laba terhadap

penjualan yang terdapat risiko

pengembalian yang signifikan.

Secara sengaja membukukan penyisihan

yang tidak memadai untuk menunjukkan

suatu jumlah pendapatan yang ditentukan di

muka (predeterined amount of earnings).

Secara sengaja mencatat pembayaran di

muka sebagai biaya periode berjalan

Gagal mengungkapan

informasi yang

signifikan.

Menyembunyikan suatu keburukan nilai

aktiva tertentu.

Menyembunyikan ligitasi yang ”pending”.

Tidak melaporkan suatu perubahan dalam

kebijakan akuntansi.

Page 27: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

20

Ferdian dan Na’im (2006:6), menjelaskan kecurangan dalam laporan

keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini:

a). Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen

pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan

keuangan.

b). Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan,

peristiwa, transaksi atau informasi lain yang signifikan.

c). Salah penerapan secara sengaja atas prinsip akuntansi yang berkaitan

dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapannya.

Menurut Wells (2011), Financial Statement Fraud mencakup beberapa

modus, antara lain:

a. Pemalsuan, pengubahan, atau manipulasi catatan keuangan (financial

record), dokumen pendukung atau transaksi bisnis.

b. Penghilangan yang disengaja atas peristiwa, transaksi, akun, atau

informasi signifikan lainnya sebagai sumber dari penyajian laporan

keuangan.

c. Penerapan yang salah dan disengaja terhadap prinsip akuntansi,

kebijakan, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur, mengakui,

melaporkan dan mengungkapkan peristiwa ekonomi dan transaksi bisnis.

d. Penghilangan yang disengaja terhadap informasi yang seharusnya

disajikan dan diungkapkan menyangkut prinsip dan kebijakan akuntansi

yang digunakan dalam membuat laporan keuangan

Terdapat tiga pertanyaan penting yang harus diketahui untuk memahami inti

dari financial statement fraud, antara lain:

Page 28: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

21

1). Who Commits Financial Statement Fraud?

Ada tiga kelompok utama yang berpeluang untuk melakukan fraud,

yaitu:

a). Senior Management

Pada 2010, The Committee of Sponsoring Organizations of the

Treadway Commission (COSO) mengeluarkan Fraudulent

Financial Reporting. Security Exchange Commission (SEC)

memperkirakan bahwa keterlibatan CEO dan/atau CFO dalam

melakukan Fraud adalah sekitar 89%. Adapun motif dari CEO

dan/atau CFO dalam melakukan Fraud sangat bervariasi

tergantung kebutuhannya.

b). Mid and Lower Level Employees

Karyawan yang berada pada kategori ini dapat memalsukan

laporan keuangan sesuai dengan area tanggung jawabnya untuk

menyembunyikan kelemahan perusahaan mereka dan untuk

memperoleh bonus atas kinerja yang bagus tersebut.

c). Organized Criminals

Kelompok ini dapat menggunakan berbagai rencana penipuan

untuk memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan (bank

maupun non bank) dengan melebih-lebihkan jumlah penjualan

atau pendapatan atau income.

2). Why Do People Commit Financial Statement Fraud?

Manajer senior (CEO, CFO, dll) dan pemilik bisnis dimungkinkan

melakukan cook the books dengan beberapa alasan antara lain:

a). To Conceal True Business Performance

Dilakukan dengan melakukan lebih saji (overstate) dan kurang

saji (understate) hasil yang sebenarnya.

b). To Preserve Personal Status/Control

Page 29: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

22

Senior manajer yang mungkin memiliki ego yang tinggi tidak

mau mengakui kegagalan strategi yang mereka terapkan yang

menyebabkan kinerja perusahaan menjadi buruk.

c). To Maintains Personal Income/Wealth

Meningkatkan pendapatan atau apapun yang dapat

meningkatkan kesejahteraan individu, misalnya: gaji, bonus,

saham, dan stock option.

3). How Do People Commit Financial Statement Fraud?

Adapun tiga metode umum dari fraud antara lain:

a). Playing the Accounting System

Dengan metode ini, pelaku menggunakan sistem akuntansi

sebagai alat untuk menciptakan hasil yang diinginkannya.

Sebagai contoh, untuk meningkatkan atau menurunkan

pendapatan sesuai dengan yang diinginkan, pelaku mungkin

memanipulasi asumsi/metode yang biasanya digunakan untuk

menghitung biaya depresiasi, penyisihan piutang tak tertagih,

penyisihan terhadap persediaan yang usang, dan lain-lain.

b). Beating the Accounting System

Melalui pendekatan ini, pelaku Fraud memberikan informasi

yang salah (fiktif) kedalam sistem akuntansi untuk memanipulasi

hasil dari siklus akuntansi yang telah dilaporkan.

c). Going Outside the Accounting System

Melalui pendekatan ini, pelaku Fraud dapat menyajikan laporan

keuangan sesuai dengan yang diinginkannya. Laporan keuangan

tersebut harus disesuaikan dengan proses pelaporan keuangan

entitas operasi dengan penyesuaian tambahan untuk memperoleh

hasil sesuai dengan yang diinginkan pelaku.

Page 30: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

23

BENTUK- BENTUK FINANCIAL STEMENT FRAUD

Committee of Sponsoring Organization (COSO) of the Treadway

Commissions dalam Tuanakotta (2012) melakukan kajian terhadap financial

statement fraud dan mengembangkan suatu taksonomi yang mungkin dapat

terjadi pada semua bisnis. COSO mengidentifikasi modus fraud pada

beberapa area, antara lain:

a). Mengakui pendapatan yang tidak semestinya.

b). Melebihsajikan asset (selain piutang usaha yang berhubungan dengan

kecurangan terhadap pengakuan pendapatan)

c). Beban/liabilitas yang kurang saji.

d). Penyalahgunaan asset

e). Pengungkapan yang tidak semestinya

f). Teknik lain yang mungkin dilakukan.

Dari berbagai kemungkinan terjadinya financial statement fraud, lebih saji

dalam melaporkan pendapatan adalah yang paling sering terjadi.

1). Overstating Revenues

a). Sham Sales (Penjualan Fiktif). Metode ini dilakukan dengan

melaporkan penjualan yang sebenarnya tidak terjadi namun

dibuat ada. Hal ini dilakukan dengan membuat pos-pos

seperti: entitas bertujuan khusus (special purpose entity) fiktif

sebagai penjual serta memalsukan dokumen pendukungnya.

b). Premature Revenue Recognition. Karyawan perusahaan

sudah mencatat pendapatan ketika pembeli masih melakukan

pesanan, bukan ketika barang sudah dikirim.

Page 31: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

24

c). Recognition of Conditional Sales. Karyawan mencatat

penjualan dari transaksi yang belum seluruhnya dicatat

karena perusahaan masih memiliki kewajiban kontijensi.

d). Abuse of Cut-off Date of Sales. Untuk meningkatkan

pendapatan periode berjalan, maka karyawan mungkin

memindahkan pendapatan periode yang lain ke periode

sekarang.

e). Misstatement of the Percentage of Completion. Ketika

kontrak sedang berlangsung karyawan dapat meningkatkan

persentase penyelesaian dari kontrak tersebut sehingga

pendapatan meningkat.

2). Overstating Sales

a). Inventories Fraud yang biasa dilakukan terhadap inventory

adalah lebih saji pada persediaan akhir. Apabila lebih saji ini

terdeteksi, pelaku Fraud mungkin dapat beralasan bahwa itu

adalah karena kesalahan perhitungan.

b). Accounts Receivable. Terjadi overstatement pada piutang

usaha karena understatement pada penyisihan piutang tak

tertagih/penipuan pada saldo akhir piutang usaha.

c). Property, Plan and Equipment. Asset tetap tidak disusutkan

walau sebenarnya sudah mengalami penyusutan sehingga

asset tetap menjadi lebih saji

Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat

dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:

o analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk

menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba

rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan

Page 32: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

25

menggambarkannya dalam persentase. Sebagai contoh,

adanya kenaikan persentase hutang niaga dengan total hutang

dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya

penurunan persentase biaya penjualan dengan total penjualan

dari 20% menjadi 17% mungkin dapat menjadi satu dasar

adanya pemeriksaan kecurangan.

o analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis

persentasepersentase perubahan item laporan keuangan

selama beberapa periode laporan. Sebagai contoh adanya

kenaikan penjualan sebesar 80% sedangkan harga pokok

mengalami kenaikan 140%. Dengan asumsi tidak ada

perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan

pembelian, maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan

adanya pembelian fiktif, penggelapan, atau transaksi illegal

lainnya.

o analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara

nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Sebagai contoh

adalah current ratio, adanya penggelapan uang atau pencurian

kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.

Page 33: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

26

BAB III

TEORI FRAUD

TEORI FRAUD TRIANGLE

Teori Fraud Triangle adalah teori yang membahas terkait dengan dorongan-

dorongan yang menyebabkan orang melakukan kecurangan atau fraud.

Gagasan ini pertama kali diciptakan oleh Donald R. Cressey (1953)

diperkenalkan dalam literatur profesional pada SAS No. 99, yang

dinamakan fraud triangle atau segitiga kecurangan.

Fraud triangle menjelaskan tiga faktor yang hadir dalam setiap situasi fraud,

yaitu :

1). Pressure (tekanan), yaitu adanya insentif/ tekanan/ kebutuhan untuk

melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal

termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal

keuangan dan non keuangan. Menurut SAS No. 99, terdapat empat

jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat

mengakibatkan kecurangan, yaitu

financial stability

Financial Stability atau stabilitas keuangan telah dikenal oleh

pelaku ekonomi terutama pelaku pasar keuangan, namun

demikian belum terdapat suatu kesepakatan umum mengenai

apa yang dimaksud dengan stabilitas keuangan tersebut

(Haryanto dan Astuti, 2009:53). Namun, Kusumawardhani

(2013:5) menyatakan bahwa financial stability merupakan

keadaan yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan

dari kondisi stabil. Perusahaan diduga akan memanipulasi

Page 34: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

27

laba ketika stabilitas keuangan atau profitabilitasnya

terancam oleh kondisi ekonomi (Skousen et al., 2009:6).

external pressure

External pressure adalah tekanan yang berlebihan bagi

manajemen untuk memenuhi persyaratan atau harapan dari

pihak ketiga (Kusumawardhani, 2013:5). Tuntutan untuk

memenuhi persyaratan dalam membayar atau memenuhi

perjanjian utang diakui sebagai sumber external pressure.

Sehingga manajer merasakan adanya tekanan sebagai akibat

dari kebutuhan untuk memperoleh tambahan utang atau

ekuitas pembiayaan agar perusahaan tetap kompetitif

(Skousen et al., 2009:8).

personal financial need

Personal financial Need adalah kondisi ketika keuangan

perusahaan turut dipengaruhi oleh kondisi keuangan para

eksekutif perusahaan (Kusumawardhani 2013:5). Dunn

(2004) dalam Skousen et al., (2009:9) menyatakan bahwa

ketika eksekutif memiliki kepentingan keuangan yang

signifikan dalam sebuah perusahaan, maka situasi keuangan

pribadi mereka diduga akan mengancam kinerja keuangan

perusahaan.

financial targets.

Financial targets adalah tekanan berlebihan pada manajemen

untuk mencapai target keuangan yang dipatok oleh direksi

atau manajemen. Perusahaan diduga akan memanipulasi laba

untuk memenuhi prakiraan atau tolak ukur stakeholder

seperti laba tahun sebelumnya (Kusumawardhani, 2013:6).

Page 35: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

28

Pressure (tekanan) memiliki berbagai arti, di antaranya keadaan di

mana kita merasa ditekan, kondisi yang berat saat kita menghadapi

kesulitan, sesuatu yang dapat membuat kita meningkatkan perhatian

dalam melakukan tindakan, meningkatkan ingatan dan kemampuan

untuk mengingat. Dengan kata lain, pressure dapat meningkatkan

kinerja. Akan tetapi, di lain pihak dapat menjadi salah satu sumber

dari munculnya fraud dan akhirnya menjadi salah satu elemen dari

fraud triangle. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan pressure

adalah sebuah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan

tindakan fraud, contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk,

gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya

yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah

finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.

Sebagian besar ahli kecurangan percaya bahwa tekanan dapat dibagi

kedalam empat golongan yaitu:

a). Tekanan keuangan

Tekanan keuangan ini terkait dengan kecurangan yang

menguntungkan pelaku secara langsung. Tekanan akibat

keuangan merupakan hal yang paling umum yang

menyebabkan mereka melakukan kecurangan. Ketika

kecurangan manajemen terjadi, perusahaan akan

memperbesar nilai asset pada laporan neraca dan

memperbesar laba pada laporan laba rugi. Hal ini karena

tekanan posisi kas yang tidak menguntungkan, piutang tak

tertagih, kehilangan pelanggan, persediaan yang using,

penurunan pasar atau pembatasan kesepakatan pinjaman yang

dilanggar. Tekanan keuangan tersebut termasuk hal-hal

berikut ini:

Page 36: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

29

Sifat serakah

Hidup di atas rata-rata gaya hidup orang-orang pada

umumnya

Tagihan yang tinggi atau utang pribadi

Kredit yang tidak menguntungkan

Kerugian keuangan secara pribadi

Kebutuhan keuangan yang tidak terduga

b). Tekanan untuk melakukan perbuatan jahat

Permasalahan yang berkaitan dengan tekanan keuangan

adalah motivasi yang timbul oleh adanya tekanan berbuat

jahat seperti berjudi, obat-obatan terlarang, alcohol, dan lain-

lain. Tekanan ini merupakan tekanan terburuk untuk

melakukan kecurangan.

c). Tekanan terkait pekerjaan

Tekanan terkait pekerjaan ini meliputi adanya sedikit

pengakuan terhadap kinerja, adanya perasaan tidak puas

terhadap pekerjaan, ketakutan akan kehilangan pekerjaan,

keinginan mendapatkan promosi dan merasa dibayar tidak

semestinya.

d). Tekanan lainnya

Kecurangan dapat dimotivasi oleh faktor lainnya seperti

suami/istri yang bersikukuh pada gaya hidup yang berlebihan

atau tantangan untuk menerobs sistem. Contoh lainnya adalah

penipuan investasi oleh Madoff dilatarbelakangi oleh

keinginan agar terlihat sukses.

2). Opportunity (kesempatan), yaitu situasi yang membuka kesempatan

untuk memungkinkan suatu kecurangan terjadi. Biasanya terjadi

Page 37: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

30

karena pengendalian internal perusahaan yang lemah, kurangnya

pengawasan dan penyalahgunaan wewenang. Kontrol yang tidak

baik akan memberi peluang orang untuk melakukan kecurangan.

Diantara elemen fraud triangle yang lain, opportunity merupakan

elemen yang paling memungkinkan diminimalisir melalui penerapan

proses, prosedur, dan upaya deteksi dini terhadap fraud. Menurut

SAS No. 99 menyebutkan bahwa peluang/kesempatan pada financial

statement fraud dapat terjadi pada tiga kategori kondisi tersebut

adalah:

Nature of industry,

Nature of industry adalah berkaitan dengan munculnya risiko

bagi perusahaan yang berkecimpung dalam industri yang

melibatkan estimasi dan pertimbangan yang signifikan jauh

lebih besar. Penilaian persediaan mengandung risiko salah

saji yang lebih besar bagi perusahaan yang persediaannya

tersebar di banyak lokasi. Risiko salah saji persediaan ini

semakin meningkat jika persediaan itu menjadi usang

(Kusumawardhani, 2013:6).

Ineffective monitoring

Ineffective monitoring adalah adalah keadaan dimana

perusahaan tidak memiliki unit pengawas yang efektif

memantau kinerja perusahaan. Adanya dominasi manajemen

oleh satu orang atau kelompok kecil, tanpa kontrol

kompensasi, tidak efektifnya pengawasan dewan direksi dan

komite audit atas proses pelaporan keuangan dan

pengendalian internal diduga akan menyebabkan risiko

terjadinya kecurangan (Kusumawardani, 2013:6).

Page 38: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

31

Organizational structure

Organizational structure adalah struktur organisasi yang

kompleks dan tidak stabil (Kusumawardhani, 2013:7).

Struktur organisasi yang terlalu kompleks, perputaran

personil perusahaan seperti senior manajer atau direksi yang

tinggi akan memberikan peluang terjadinya kecurangan

(Skousen et al., 2009:12).

Sedikitnya ada enam faktor yang dapat meningkatkan kesempatan

yang dimiliki seseorang untuk melakukan kecurangan dalam

organisasi:

a). Kurangnya pengendalian yang mencegah dan atau

mendeteksi perilaku kecurangan

b). Ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja

c). Kegagalan untuk memberikan sanksi yang tegas terhadap

pelaku kecurangan

d). Kurangnya akses terhadap informasi

e). Pengabaian, sikap apatis, dan tidak adanya kapasitas yang

sesuai

f). Kurangnya upaya melakukan jejak audit.

3). Rationalization

Rationalization (rasionalisasi) yaitu adanya sikap, karakter, atau

serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan pihak-pihak tertentu

untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada

dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka

merasionalisasi tindakan fraud. Banyak dari mereka mengetahui

bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang ilegal,

tetapi mereka berusaha memunculkan pemikiran bahwa apa yang

mereka lakukan merupakan tindakan yang wajar. Rasionalisasi atau

Page 39: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

32

sikap (attitude) yang paling banyak digunakan adalah hanya

meminjam (borrowing) aset yang dicuri dan alasan bahwa tindakannya

untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya. Rasionalisasi

mengacu pada fraud yang bersifat situasional. Pelaku akan

mengatakan: “I’m only borrowing they money; I’ll pay it back”,

“Everyone does it”, “I’m not hurting anyone”, “It’s for a good

purpose”, dan“It’s not that serious”. Sikap dan perilaku rasionalisasi

bisa juga akan melahirkan perilaku serakah.

Secara garis besar rasionalisasi dapat diartikan sebagai tindakan yang

mencari alasan pembenaran oleh orang-orang yang merasa dirinya

terjebak dalam suatu keadaan yang buruk. Pelaku akan mencari alasan

untuk membenarkan kejahatan untuk dirinya agar tindakan yang sudah

dilakukannya dapat diterima oleh masyarakat. Menurut Spillane

(2003), rasionalisasi adalah sebuah gaya hidup dalam masyarakat yang

tidak sesuai dengan prinsip yang menyatukan, secara tidak langsung

rasionalisasi menyediakan cara untuk membenarkan tindakan-

tindakan yang tidak sesuai dengan keadaan yang ada. Cara

berasionalisasi yang sering terjadi adalah memindahkan kebenaran

dasar sejajar dengan prestasi yang tidak tepat, namun sebaliknya

rasionalisasi ini hanya akan menghasilkan penghargaan diri yang

palsu. Para pakar sosiolog merujuk pada proses di mana peningkatan

jumlah tindakan sosial menjadi berdasarkan pertimbangan efisiensi

perhitungan bukan pada motivasi yang berasal dari moralitas, emosi,

kebiasaan atau tradisi. Menurut SAS No.99 rasionalisasi pada

perusahaan dapat diukur dengan siklus pergantian auditor, opini audit

yang didapat perusahaan tersebut serta keadaan total akrual dibagi

dengan total aktiva.

Page 40: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

33

Gambar 3.1 Fraud Triangle

Seperti yang kita ketahui kejahatan kerah putih atau white collar crime

memiliki ciri khas kurangnya perasaan atau ketidakpedulian pelaku yang

berasal dari serangkaian alasan atau rasionalisasi untuk membebaskan diri

dari rasa bersalah yang timbul dari perilaku mereka yang menyimpang

(Dellaportas, 2013). Rasionalisasi merupakan senjata yang digunakan para

pelaku dalam menyangkal seluruh kesalahan atau kecurangan yang mereka

buat dengan tujuan mempertahankan citra diri.

Adanya saling keterkaitan antara elemen dalam Fraud Triangle tersebut.

Dengan kecurangan, semakin besar peluang/ kesempatan yang dimiliki atau

semakin kuatnya tekanan yang dirasakan, semakin sedikit rasionalisasi yang

akan memotivasi seseorang untuk melakukan kecurangan. Demikian juga,

semakin tidak jujur seorang pelaku, semakin sedikit kesempatan atau

tekanan yang diperlukan untuk melakukan kecurangan.

PERFECT FRAUD STORM

Segitiga kecurangan memberikan pandangan tentang penyebab terjadinya

kompromi etis, yang disebut dengan perfect fraud storm yang terdiri dari

sembilan faktor, yaitu:

Page 41: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

34

1). Ledakan Ekonomi

Ledakan ekonomi yang terjadi tahun 1190-an dan awal tahun 2000-an

merupakan suatu kondisi dimana ekonomi suatu wilayah atau negara

mengalami pertumbuhan yang cukup pesat yang ditandai dengan

kesuksesan dalam bidang ekonomi.

Namun, kondisi tersebut hanya terlihat seperti itu, sedangkan dibalik

semua itu banyak perilaku-perilaku kecurangan yang disembunyikan.

Kondisi ledakan ekonomilah yang memberikan kesempatan pada

pelaku kecurangan untuk menyembunyikan aktivitas mereka. Dalam

era ledakan ekonomi ini, pengusaha tidak mengetahui dengan benar

alasan dibalik kesuksesan mereka, sehingga mereka akan terus

menggunakan metode yang sama dengan tahun sebelumnya dengan

anggapan akan mendapatkan kesuksesan yang serupa.

2). Kemerosotan Nilai-nilai Moral

Semakin berkembangnya zaman, bukan semakin baik namun yang

ditemukan oleh para peneliti adalah justru kemerosotan moral, salah

satunya adalah ketidakjujuran. Aktivitas mencontek di sekolah, ini

merupakan salah satu ukuran ketidakjujuran. Hal tersebut

memberikan gambaran kemerosotan moral di lingkungan masyarakat

secara luas dan merupakan titik awal dari ketidakjujuran dalam

lingkungan manajemen nantinya.

3). Kesalahan Alokasi Insentif

Eksekutif dikebanyakan perusahaan yang melakukan kecurangan

diberi ratusan juta dolar dalam bentuk opsi saham dan/atau saham

terbatas yang memberikan tekanan yang luar biasa kepada pihak

manajemen untuk tetap menjaga kenaikan harga saham, bahkan

dengan membebankannya pada pelaporan hasil kinerja keuangan

Page 42: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

35

yang akurat. Kompensasi dalam bentuk saham ini malah jumlahnya

melebihi dari kompensasi yang berbasis gaji. Insentif ini mampu

mengalihkan fokus CEO dari fokus mengelola perusahaan menjadi

fokus mengelola harga saham sehingga hal ini memungkinkan

mereka untuk melakukan kecurangan atas laporan keuangan.

4). Tingginya Ekspektasi Analis

Pihak manajemen dan analis yang tidak memiliki matriks kinerja

alternative yang membandingkan kinerja harga saham perusahaan

sejenis, sehingga pencapaian ekspektasi analis menjadi sangat

penting. Hal ini mampu meningkatkan kecurangan yang dilakukan

oleh perusahaan.

5). Tingginya Tingkat Utang

Besarnya jumlah utang yang dimiliki oleh perusahaan mempengaruhi

mereka dalam melakukan kecurangan. Utang tersebut memberikan

tekanan yang besar untuk menghasilkan laba yang tinggi guna

menutupi beban bunga yang tinggi dan guna memenuhi persyaratan

perjanjian utang.

6). Fokus pada Aturan Daripada Prinsip Akuntansi

Sebagian percaya bahwa faktor lain dari perfect storm merupakan

sifat dasar dari aturan akuntansi Amerika serikat itu sendiri. Berbeda

dengan praktik akuntansi di banyak Negara seperti Inggris dan

Australia, PABU di Amerika Serikat lebih mendasarkan pada aturan

daripada prinsip.

7). Kurangnya Independensi Auditor

Faktor ketujuh dari perfect fraud storm adalah perilaku oportunistis

dari beberapa KAP. Dalam beberapa kasus, KAP menggunakan audit

sebagai upaya untuk mengganti kerugian demi membangun

hubungan dengan perusahaan- perusahaan agar mereka dapat

Page 43: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

36

menawarkan pengadaan jasa-jasa konsultasi yang lebih

menguntungkan. Dalam banyak kasus, fee yang ditawarkan auntuk

jasa konsultasi lebih tinggi daripada fee audit dari klien yang sama.

Dan adanya dilemma yang dirasakan KAP antara independensi dan

peluang/ kesempatan untuk meningkatkan keuntungan.

8). Keserakahan

Adanya sifat serakah dari para eksekutif, Bank investasi, bank

komersial dan investor yang mengambil keuntungan dari sistem

perekonomian yang kuat, berbagai transaksi yang menguntungkan

dan laba yang tinggi dari suatu perusahaan.

9). Kegagalan Pendidik

Kegagalan pendidik disini diantaranya adalah:

a). Mahasiswa tidak diberikan pendidikan etika yang memadai.

Saat perkuliahan, mahasiswa tidak diberikan gambaran

mengenai dilemma etika yang mungkin akan dialami.

b). Banyak pengajar yang tidak mengajarkan kecurangan,

sehingga kelak mereka tidak menyadari akan adanya

kecurangan baik itu penyebab terjadinya kecurangan,

maupun indikator-indikator yang mengindikasikan

kemungkinan perilaku menyimpang.

c). Cara pendidik mengajarkan akuntansi di masa lampau.

Pendidikan akuntansi tidak boleh terlalu fokus pada konten

pembelajaran sebagai tujuan akhir, namun lebih kepada

kemampuan mahasiswa dalam menganalisis.

TEORI FRAUD SCALE

Teori Fraud Scale dicetuskan oleh Dr. Steve Albrecht. Menurut teori

Fraud Scale ini, penyebab terjadinya fraud sama dengan teori fraud triangle.

Page 44: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

37

Dan teori scale ini merupakan teori lanjutan dari teori Fraud Triangle yang

merupakan pengukuran dari teori tersebut. Menurut Albrecht, 3 faktor

penyebab seseorang melakukan fraud atau kecurangan dilihat dari

karakteristik khusus menurut teori fraud scale adalah:

1). Hidup di luar kemampuan mereka

2). Keinginan yang besar untuk keuntungan

3). Hutang pribadi yang tinggi

Dalam scale dijelaskan bahwa kemungkinan tindakan penipuan dapat

dinilai dengan mengevaluasi kekuatan tekanan, kesempatan dan integritas

pribadi. Tekanan yang tinggi, kesempatan besar dan integritas pribadi rendah

memungkinkan risiko terjadinya fraud tinggi. Sebaliknya tekanan yang

rendah, kesempatan kecil, dan integritas pribadi tinggi menyebabkan risiko

terjadinya fraud rendah. Tujuan teori ini adalah untuk mengukur

kemungkinan pelanggaran etika, kepercayaan dan tanggung jawab. Teori ini

berlaku untuk beberapa pelanggaran salah satunya pelanggaran yang

mengarah ke penipuan laporan keuangan. Sumber Tekanan menurut teori ini

adalah perkiraan penjualan, laba manajemen.

Gambar 3.2 Fraud Scale

FRAUD DIAMOND

Fraud diamond adalah pengembangan dari teori Fraud Triangle, dimana

dalam Fraud Triangle faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi seseorang

Page 45: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

38

melakukan tindakan kecurangan ada 3 (tiga) yaitu Pressure, Opportunity dan

Rationalization sedangkan dalam fraud Diamond menambahkan satu faktor

lagi yaitu Capability. Wolfe dan Hermanson berpendapat bahwa ada

pembaharuan fraud triangle untuk meningkatkan kemampuan mendeteksi

dan mencegah fraud yaitu dengan cara menambahkan elemen keempat yakni

capability (kemampuan).

“Many frauds, especially some of the multibillion-dollar ones, would not

have occurred without the right person with the right capabilities inplace.

Opportunity opens the doorway to fraud, and incentive and

rationalization can draw the person toward it. But the person must

havethe capability to recognize the open doorway as an opportunity and

totake advantage of it by walking through, not just once, but time and time

again. Accordingly, the critical question is; Who could turn an

opportunity for fraud into reality?"

Artinya adalah: banyak fraud yang umumnya bernominal besar tidak

mungkin terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan capability

(kemampuan) khusus yang ada dalam perusahaan. Opportunity membuka

peluang atau pintu masuk bagi fraud dan pressure dan rationalization yang

mendorong seseorang untuk melakukan fraud.

Individual capability adalah sifat dan kemampuan pribadi seseorang yang

mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan suatu tindak

kecurangan. Pada elemen Individual Capability terdapat beberapa

komponen kemampuan (Capability) untuk menciptakan fraud yaitu (Kassem

and Higson, 2012 serta Wolfe dan Hermanson, 2004):

1). Posisi/fungsi seseorang dalam perusahaan

Posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan

kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan kesempatan untuk

penipuan. Seseorang dalam posisi otoritas memiliki pengaruh lebih

besar atas situasi tertentu atau lingkungan.

Page 46: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

39

2). Kecerdasan (brain)

Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan

mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk

menggunakan posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk

keuntungan terbesar.

3). Tingkat kepercayaan diri/ego (confident/ego)

Individu harus memiliki ego yang kuat dan keyakinan yang besar

bahwa dia tidak akan terdeteksi. Tipe kepribadian umum termasuk

seseorang yang didorong untuk berhasil di semua biaya, egois,

percaya diri, dan sering mencintai diri sendiri (narsisme). Menurut

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, gangguan

kepribadian narsisme meliputi kebutuhan untuk dikagumi dan

kurangnya empati untuk orang lain. Individu dengan gangguan ini

percaya bahwa mereka lebih unggul dan cenderung ingin

memperlihatkan prestasi dan kemampuan mereka.

4). Kemampuan pemaksaan (coercion skills)

Pelaku kecurangan dapat memaksa orang lain untuk melakukan atau

menyembunyikan penipuan. Seorang individu dengan kepribadian

yang persuasif dapat lebih berhasil meyakinkan orang lain untuk

pergi bersama dengan penipuan atau melihat ke arah lain.

5). Kebohongan yang efektif (effective lying)

Penipuan yang sukses membutuhkan kebohongan efektif dan

konsisten. Untuk menghindari deteksi, individu harus mampu

berbohong meyakinkan, dan harus melacak cerita secara

keseluruhan.

Page 47: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

40

6). Kekebalan terhadap stres (immunity to stress).

Individu harus mampu mengendalikan stres karena melakukan

tindakan kecurangan dan menjaganya agar tetap tersembunyi sangat

bisa menimbulkan stres.

Dalam fraud diamond, sifat-sifat dan kemampuan individu memainkan

peran utama dalam terjadinya fraud. Banyak kecurangan-kecurangan besar

tidak akan terjadi tanpa orang-orang yang memiliki kemampaun

individu/capability. Walaupun peluang/opportunity membuka jalan untuk

melakukan fraud dan insentif dan rasionalisasi dapat menarik orang ke arah

itu tapi seseorang harus memiliki kemampuan untuk melihat celah

melakukan fraud sebagai kesempatan dan untuk mengambil keuntungan dari

itu, tidak hanya sekali, tetapi terus menerus. Individual capability adalah

sifat dan kemampuan pribadi seseorang yang mempunyai peranan besar

yang memungkinkan melakukan suatu tindak kecurangan. Competence

merupakan perkembangan dari elemen opportunity yaitu kemampuan

individu untuk mengesampingkan internal kontrol dan mengontrolnya sesuai

dengan kedudukan sosialnya untuk kepentingan pribadinya.

Gambar 3.3 Fraud Diamond

Page 48: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

41

FRAUD CROWE PENTAGON

Sesuai dengan perkembangan zaman, teori fraud juga mengikuti perubahan.

Dari awal Cressey mencetuskan teori Fraud Triangle dengan 3 hal yang

mendukung terjadinya fraud, kemudian menjadi Fraud Diamond dengan

ditambah 1 faktor lagi yaitu capability dan yang terbaru dewasa ini adalah

“Fraud Crowe Pentagon” . Kondisi perusahaan yang kini semakin

berkembang dan kompleks dibanding sebelumnya, serta para pelaku fraud

yang kini lebih cerdik dan mampu mengakses berbagai informasi

perusahaan. Hal ini menyebabkan teori fraud perlu dikembangkan dari fraud

triangle menjadi fraud pentagon. 5 elemen dalam fraud pentagon adalah

pressure, opportunity, rationalization, competence/ capability, dan

arrogance. Arrogance adalah sikap superioritas dan keserakahan dalam

sebagian dirinya yang menganggap bahwa kebijakan dan prosedur

perusahaan sederhananya tidak berlaku secara pribadi. Dengan sifat seperti

ini, seseorang dapat melakukan kecurangan dengan mudah karna

merasa/menganggap dirinya paling unggul diantara yang lain dan

menganggap kebijakan tidak berlaku untuknya.

Menurut Crowe, arogansi adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki

dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku

untuk dirinya. Horwath (2011) mengemukakan bahwa ada lima elemen dari

arogansi dari perspektif CEO, sebagai berikut :

a. Ego yang besar – CEO terlihat seperti selebriti daripada seorang

pengusaha.

b. Mereka menganggap pengendalian internal tidak berlaku untuk

dirinya.

c. Memiliki karakteristik perilaku pengganggu.

Page 49: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

42

d. Memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter.

e. Memiliki ketakutan akan kehilangan posisi dan status.

Gambar 3.4 Fraud Pentagon

Page 50: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

43

BAB IV

MANAJEMEN LABA

MANAJEMEN LABA

Scott (2003:369) mendefinisikan earning management sebagai pilihan

yang dilakukan oleh manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk

mencapai beberapa tujuan tertentu. Konsep earning management

menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan

bahwa praktik earning management dipengaruhi oleh konflik antara

kepentingan manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena

setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat

kemakmuran yang dikehendakinya. Konflik kepentingan semakin

meningkat terutama karena principal tidak dapa memonitor aktivitas

manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai

dengan keinginan pemegang saham (principal).

Dalam hubungan keagenan, principal tidak memiliki informasi yang

cukup tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih banyak informasi

mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara

keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan

informasi (information asymmetric) yang dimiliki oleh principal dan agent.

Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan

agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang salah kepada

principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran

kinerja agent. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut

sebagai earning management.

Manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-

komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab pada komponen akrual

Page 51: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

44

dapat dilakukan permainan angka melalui metode akuntansi yang digunakan

sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan dan penyusunan

laporan keuangan. Komponen akrual merupakan komponen yang tidak

memerlukan bukti kas secara fisik sehingga mempermainkan besar kecilnya

komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau

dikeluarkan perusahaan.

JENIS-JENIS MANAJEMEN LABA

Menurut Scott (2007) terdapat empat pola manajemen laba yaitu:

a). Taking a bath. Taking a bath adalah pola manajemen laba yang

dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada periode

berjalan menjadi sangat ekstrim rendah (bahkan rugi) atau sangat

ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelumnya

atau sesudahnya.

b). Income minimization. Income minimization adalah pola manajemen

laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan

keuangan periode berjalan lebih rendah daripada laba sesungguhnya.

c). Income maximization. Maksimal laba (income maximization) adalah

pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba

pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi dari pada laba

sesungguhnya.

d). Income smoothing. Income smoothing atau perataan laba merupakan

salah satu bentuk manajemen laba yang dilakukan dengan cara

membuat laba akuntansi relative konsisten (rata atau smooth) dari

periode ke periode.

Page 52: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

45

MOTIVASI MANAJEMEN LABA

Scott (2003:377), memberikan pendapat tentang beberapa motivasi yang

mendorong manajemen dalam melakukan earning management, antara lain

sebagai berikut:

a). Motivasi bonus, yaitu manajer akan berusaha mengatur laba bersih

agar dapat memaksimalkan bonusnya.

b). Motivasi kontrak, berkaitan dengan utang jangka panjang, yaitu

manajer menaikkan laba bersih untuk mnegurangi kemungkinan

perusahaan mengalami technical default.

c). Motivasi politik, aspek politis ini dapat dilepaskan dari perusahaan,

khususnya perusahaan besar dan industri strategis karena

aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak.

d). Motivasi pajak, pajak merupakan salah satu alasan utama perusahaan

mengurangi laba bersih yang dilaporkan.

e). Pergantian CEO (Chief Executive Officer), banyak motivasi yang

timbul berkaitan dengan CEO, seperti CEO yang mendekati masa

pensiun akan meningkatkan bonusnya, CEO yang kurang berhasil

memperbaiki kinerjanya untuk menghindari pemecatannya, CEO

baru untuk menunjukkan kesalahan dari CEO sebelumnya.

f). Penawaran saham perdana (Initial Public Offering - IPO), manajer

perusahaan yang go public melakukan earning management untuk

memperoleh harga yang lebih tinggi atas sahamnya dengan harapan

mendapatkan respon pasar yang positif terhadap peramalan laba

sebagai sinyal dari nilai perusahaan.

g). Motivasi pasar modal, misalnya untuk mengungkapkan informasi

privat yang dimiliki perusahaan kepada investor dan kreditor

Page 53: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

46

POSITIVE ACCOUNTING THEORY

Teori akuntansi positif berkembang seiring kebutuhan untuk

menjelaskan dan memprediksi realitas praktek-praktek akuntansi yang ada

di dalam masyarakat. Teori akuntansi positif berusaha untuk menjelaskan

fenomena akuntansi yiang diamati berdasarkan pada alasan-alasan yang

menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Dengan kata lain, Positive

Accounting Theory (PAT) dimaksudkan untuk menjelaskan dan

memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan

tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam PAT didasarkan pada proses kontrak

(contracting process) atau hubungan keagenan (agency relationship) antara

manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak

pengelola pasar modal dan institusi pemerintah (Watts dan Zimmerman,

1986).

PAT lebih bersifat deskriptif bukan preskiptif. Tidak seperti teori

normative yang menyatakan bahwa manajer akan memaksimumkan laba

atau kemakmuran untuk kepentingan perusahaan, teori positif didasarkan

pada premis bahwa individu selalu bertindak atas dasar motivasi pribadi (self

seeking motives) dan berusaha memaksimumkan keuntungan pribadi. Watts

dan Zimmerman berpendapat bahwa premis maksimisasi laba dalam konteks

teori normatif tidak terbukti dan jauh dari bukti empiris.

Kritik utama mereka terhadap teori normative adalah teori tersebut

didasarkan pada pertimbangan nilai (value judgment). Watts dan

Zimmerman berpendapat bahwa perumusan teori harus betul-betul bebas

pertimbangan nilai dan menekankan pada kebutuhan akan pendekatan baru.

Teori akuntansi positif memiliki fokus ekonomi dan berusaha

menjawab pernyataan seperti :

Apakah biaya yang dikeluarkan untuk memilih metode akuntansi

sesuai dengan manfaat yang diperoleh?

Page 54: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

47

Apakah biaya regulasi dan proses penentuan standar akuntansi sesuai

dengan manfaatnya?

Apakah laporan keuangan berpengaruh terhadap saham?

Untuk menjawab pernyataan tersebut teori akuntansi positif

menggunakan asumsi sebagai berikut :

Manajer, investor, kreditor, dan individu lain bersifat rasional dan

berusaha memaksimumkan kepuasan.

Manajer memiliki kebebasan untuk memilih metode akuntansi yang

memaksimumkan kepuasan mereka atau mengubah kebijakan

produksi, investasi dan pendanaan perusahaan untuk memaksimukan

kepuasan mereka.

Manajer mengambil tindakan yang memaksimumkan nilai perusahaan.

Atas dasar pernyataan dan asumsi tersebut teori akuntansi positif

berusaha menguji tiga hipotesis sebagai berikut (Watts dan Zimmerman,

1990):

1). Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan Hypothesis).

Manajer perusahaan dengan bonus tertentu cenderung lebih

menyukai metode yang meningkatkan laba periode berjalan. Pilihan

tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai sekarang bonus yang

akan diterima seandainya komite kompensasi dari dewan direktur

tidak menyesuaikan dengan metode yang dipilih.

2). Hipotesis hutang atau ekuitas (Debt/Equity Hypothesis)

Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas perusahaan makin besar

kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang

dapat menaikkan laba. Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas makin

dekat perusahaan dengan batas perjanjian atau peraturan kredit.

Page 55: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

48

Makin tinggi batasan kredit makin besar kemungkinan

penyimpangan perjanjian kredit dan pengeluaran biaya. Manajer

akan memiliki metode akuntansi yang dapat menaikkan laba

sehingga dapat mengendurkan batasan kredit dan mengurangi biaya

kesalahan teknis

3). Hipotesis Cost Politik (Political Cost Hypothesis)

Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang

dapat mengurangi laba periodik disbanding perusahaan kecil. Ukuran

perusahaan merupakan ukuran variable proksi (proxy) dan aspek

politik. Yang mendasari hipotesis ini adalah asumsi bahwa sangat

mahalnya nilai informasi bagi individu untuk menentukan apakah

laba akuntansi betul-betul menunjukkan monopoli laba. Di samping

itu, sangatlah mahal bagi individu untuk melaksanakan kontrak

dengan pihak lain dalam proses politik dalam rangka menegakkan

aturan hukum dan regulasi, yang dapat meningkatkan kesejahteraan

mereka. Dengan demikian individu yang rasional cenderung

memiliki untuk tidak mengetahui informasi yang lengkap. Proses

politik tidak beda jauh dengan proses pasar. Atas dasar cost informasi

dan cost monitoring tersebut, manajer memiliki insentif untuk

memiliki laba akuntansi tertentu dalam proses politik tersebut.

Tiga hipotesis di atas menunjukkan bahwa PAT mengakui adanya tiga

hubungan keagenan:

1). Manjemen dengan pemilik

2). Manajemen dengan kreditor

3). Manajemen dengan pemerintah

Page 56: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

49

HUBUNGAN TEORI AKUNTANSI NORMATIVE DAN POSITIF

Teori akuntansi berdasarkan tujuan perumusannya ada dua yaitu teori

akuntansi normatif dan positif. Teori akuntansi positif berkembang seiring

dengan kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktik-

praktik akuntansi yang ada di masyarakat Teori ini memiliki pijakan yang

berbeda dibandingkan dengan dengan akutansi normatif, yang lebih

menjelaskan praktik-praktik akuntansi yang seharusnya berlaku. Teori

akuntansi positif ini bertujuan menjelaskan meramalkan, dan memberi

jawaban atas praktik akuntansi. Di samping itu, teori ini juga meramalkan

berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi

antar-variabel akuntansi dalam dunia nyata. Validitas teori akuntansi positif

dinilai atas dasar kesesuaian teori dengan fakta atau apa yang nyatanya

terjadi.

Jensen (1976) mencatat berbagai perbedaan dari pertanyaan riset

normatif dan positif:

1). Riset normatif kebanyakan bertanya tentang apa yang seharusnya

dilakukan, sedangkan riset positif lebih hanya bertanya tentang apa,

mengapa dan bagaimana.

2). Riset normatif lebih banyak mendeskripsikan entitas akuntansi (Kohler,

1975). Sebaliknya untuk positif lebih banyak mendeskripsikan dan

menjelaskan perilaku akuntan.

Untuk lebih mudah dipahami, contoh teori akuntansi positif adalah

praktik akuntansi yang saat ini sering kita dengar antara lain creative

accounting dan earning management. Pada dasarnya praktik akuntansi ini

sudah dilakukan cukup lama, tetapi praktik ini semakin mencuat diantaranya

pada kasus Enron, dan Worldcom yang terjadi pada tahun 2000. Kasus ini

Page 57: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

50

mengakibatkan krisis kepercayaan publik terhadap auditor. Kasus ini telah

meruntuhkan KAP Arthur Andersen, tidak saja keluar dari The big five,

bahkan sampai pencabutan ijin usaha. Kasus inilah yang menjadi titik tolak

bagi para auditor dan lembaganya untuk meningkatkan kembali jaminan

terhadap hasil audit mereka.

Sedangkan akuntansi normatif adalah praktik akuntansi yang

dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Aturan tersebut

dikenal dengan nama Praktik Akuntansi Berterima Umum (PABU) atau

GAAP. Salah satu bagian kecil dari PABU adalah SAK atau standar

akuntansi Keuangan.

Dapat disimpulkan bahwa hubungan teori akuntansi normative dan

teori akuntansi positif yaitu teori akuntansi positif pada dasarnya merupakan

alat untuk menguji secara empirik asumsi-asumsi yang dibuat oleh teori

akuntansi normatif. Karena teori normatif pada dasarnya merupakan

pendapat pribadi yang subyektif yang tidak dapat diterima begitu saja dalam

menentukan keputusan. Oleh sebab itu dibutuhkan pengembangan teori

akuntansi yang sekarang disebut teori akuntansi positif yang bertujuan untuk

menguji teori akuntansi normatif secara empiris agar memiliki dasar teori

yang kuat.

Page 58: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

51

BAB V

PENCEGAHAN KECURANGAN

PENYEBAB KECURANGAN

Fraud bisa dilakukan oleh siapa saja, meskipun pelaku fraud

adalah orang yang baik dan dapat dipercaya. Apabila pelaku fraud tidak

segera ditindak, maka kerugian perusahaan semakin besar dan memberi

cerminan yang buruk bagi karyawan lain. Mencegah kecurangan adalah cara

terbaik untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh kecurangan.

Pelaku kecurangan mengalami kerugian dikarenakan mereka mendapatkan

penghinaan dan keadaan yang memalukan sesuai konsekwensi hukum.

Korban mengalami kerugian dikarenakan aset mereka dicuri. Individual dan

organisasi yang memiliki sikap proaktif tentang tindakan pencegahan

kecurangan biasanya cepat dalam mendeteksi kecurangan.

Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam

pencegahan kecurangan adalah berupaya untuk menghilangkan atau

mengeleminir sebab-sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena

pencegahan terhadap akan terjadinya suatu perbuatan curang akan lebih

mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut. Pada

dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apabila :

a). Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan

longgar dan tidak efektif.

b). Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas

mereka.

c). Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan

atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai

sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan.

Page 59: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

52

d). Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien

dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan

peraturan yang berlaku.

e). Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak

dapat dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan

kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan.

f). Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah

atau tradisi kecurangan

Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang

dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan

prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan

sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan

untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai 3 ( tiga )

tujuan pokok yaitu ; keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi

operasi serta kepatuhan terhadap hukum & peraturan yang berlaku ( COSO:

1992)

AKTIVITAS FUNDAMENTAL DALAM PENCEGAHAN

KECURANGAN

Pencegahan kecurangan melibatkan 2 (dua) aktivitas fundamental

(Zimbelman, 2004: 398):

1). Menciptakan dan memelihara budaya jujur dan beretika tinggi

Perusahaan biasanya menggunakan beberapa metode untuk

menciptakan budaya jujur dan beretika tinggi. Terdapat 5 (lima)

elemen yang utama:

Page 60: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

53

a). Top management yang pantas ditiru (Keteladanan

Manajemen Puncak)

Kejujuran dapat diperkuat jika terdapat contoh keteladanan

yang sesuai. Manajemen harus memperkuat pegawainya

melalui sanksi yang tegas ketika perilaku tidak jujur.

b). Mengangkat karyawan yang tepat

Prosedur perekrutan secara proaktif meliputi beberapa hal

seperti melakukan investigasi latar belakang calon pegawai,

mengecek refrensi yang ditunjukkan calon pegawai secara

menalam, dan belajar bagaimana menginterpretasikan respon

untuk sejumlah pertanyaan yang ditanyakan terkait calon

pegawai serta menguji kejujuran dan sifat-sifat calon pegawai

lainnya.

c). Mengkomunikasikan Ekspektasi dari Kejujuran dan

Integritas

Hal ini meliputi:

Identifikasi dan kodifikasi nilai dan etika yang sesuai

Pelatihan kesadaran kecurangan yang membantu

pegawai memahami permasalahan yang berpotensi

menimbulkan kecurangan yang mungkin dihadapi

dan bagaimana menyelesaikan atau melaporkannya

Mengkomunikasikan ekspektasi yang konsisten

mengenai adanya sanksi bagi pelanggar.

d). Membuat lingkungan kerja yang positif.

Faktor-faktor yang dihubungkan dengan tingginya

kecurangan dan yang mengurangi nilai dari lingkungan kerja

yang positif antara lain sebagai berikut:

Page 61: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

54

Manajemen puncak yang tidak peduli atau memerhatikan

perilaku karyawan

Umpan balik negative atau berkurangnya pengakuan

kinerja dalam pekerjaan

Adanya ketidakadilan yang dirasakan dalam organisasi

Manajemen autokrasi, bukan manajemen partisipatif

Loyalitas organisasi yang rendah

Ekspektasi anggaran yang tidak masuk akal

Pembayaran dengan nilai rendah yang tidak realistik

Pelatihan dan kesempatan promosi yang buruk

Tingkat perputaran dan/atau ketidakhadiran yang tinggi

Kurangnya kejelasan tanggung jawab dalam organisasi

Komunikasi yang buruk dalam organisasi

e). Penanganan kecurangan dan pelaku kecurangan secara tepat

ketika terjadi kecurangan

Kebijakan yang efektif untuk menangani kecurangan adalah

harus memastikan bahwa fakta diinvestigasi secara

mendalam, dilakukan tindakan tegas dan konsisten terhadap

para pelaku, terdapat penilaian dan peningkatan atas risiko

dan pengendalian serta komunikasi dan pelatihan yang terus

menerus.

2). Memperkirakan risiko dari kecurangan dan memperkuat respon

untuk mengurangi risiko dan melenyapkan kesempatan akan

perbuatan curang.

Organisasi dapat secara proaktif melenyapkan kesempatan dari

kecurangan dengan cara:

a). Secara akurat mengidentifikasi dan mengukur sumber

kecurangan.

Page 62: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

55

b). Mengimplementasikan pengawasan secara tepat pencegahan

dan pendeteksian kecurangan.

c). Mengawasi secara keseluruhan karyawan.

d). Mempunyai pengecekan independen yang baik, termasuk

juga fungsi audit yang efektif.

Page 63: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

56

BAB VI

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

LATAR BELAKANG MUNCULNYA GCG

Good Corporate Governance atau dikenal dengan nama Tata

Kelola Perusahaan Yang Baik (selanjutnya disebut “GCG”) muncul tidak

semata-mata karena adanya kesadaran akan pentingnya konsep GCG

namun dilatar belakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang

menimpa perusahaan-perusahaan besar. Joel Balkan (2002) menyatakan

bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu

yang relative tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat

dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam

pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam

menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku

bisnis yang berpengaruh tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak

etis dan bahkan cenderung kriminal yang dilakukan oleh para pelaku

bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan mereka yang sangat

besar disatu sisi, dan ketidakberdayaan aparat pemerintah dalam

menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku para pelaku bisnis

tersebut; disamping berbagai praktik tata kelola perusahaan dan

pemerintahan yang buruk.

Salah satu dampak signifikan yang terjadi adalah krisis ekonomi

di suatu negara, dan timbulnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme

(KKN). Sebagai akibat adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh

perusahan-perusahaan besar yang mana mengakibatkan terjadinya krisis

ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang terjadi di

Amerika pada awal tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan

runtuhnya beberapa perusahan besar dan ternama dunia; disamping juga

menyebabkan krisis global dibeberapa belahan negara dunia. Sebagai

contoh, untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah Amerika

mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act tahun 2002; Undang-undang

dimaksud berisikan penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata

kelola perusahaan dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu,

Page 64: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

57

undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan

GCG di berbagai negara.

Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian

masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan mempertegas

mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu

organisasi yang mencakup :

a). Hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan

perlindungannya,

b). Peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan

(stakeholders) lainnya,

c). Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu,

d). Transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan,

e). Tanggungjawab dewan komisaris dan direksi terhadap

perusahaan itu sendiri, kepada para pemegang saham dan pihak

lain yang berkepentingan.

PENGERTIAN GCG

Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali

dikenalkan oleh Cadbury Committee di Inggris tahun 1922 yang

menggunakan istilah dimaksud dalam laporannya yang dikenal

dengan Cadbury Report (dalam sukrisno Agoes, 2006). Berikut disajikan

beberapa definisi “Corporate Governance” dari beberapa sumber,

diantaranya:

1. Cadbury Committee of United Kingdom

A set of rules that define the relationship between shareholders,

managers, creditors, the goverment, employees, and other internal

and external stakeholders in respect to their right and

responsibilities, or the system by which companies are directed and

controlled.

2. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006)

FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi

definisi Cadbury Committee of United Kingdom dan

Page 65: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

58

menerjemahkannya sebagai berikut: “Seperangkat peraturan yang

mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola)

perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang

kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan

hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem

yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.

3. Sukrisno Agoes (2006)

Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang

mengatur hubungan peran dewan komisaris, para direksi, pemegang

saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan

yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas

penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian

kinerjanya.

4. Organization for Economics Cooperation and Development (OECD)

OECD mendefinisikan GCG sebagai: The structure through

which shareholders, directors, managers, set of the board objectives

of the company, the means of attaining those objectives and

monitoring performance. [Suatu struktur yang terdiri atas para

pemegang saham, direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin

dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam

mencapai tujuan dan memantau kinerja.

5. Wahyudi Prakarsa

Mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan

antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham,

dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain.

Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai

aturan (prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja

(framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan

cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, serta pemantauan atas

kinerja yang dihasilkan.

Page 66: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

59

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, pada intinya konsep GCG

mengandung pengertian yang berintikan 4 point, yaitu:

1). Wadah. Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan).

2). Model. Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk

prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis yang

sehat.

3). Tujuan. Meningkatkan kinerja organisasi. Menciptakan nilai

tambah bagi semua pemangku kepentingan. Mencegah dan

mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam

pengelolaan organisasi. Meningkatkan upaya agar para pemangku

kepentingan tidak dirugikan.

4). Mekanisme. Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran,

wewenang, dan tanggung jawab :

Dalam arti sempit. Antar pemilik atau pemegang saham,

dewan komisaris dan direksi.

Dalam arti luas. Antar seluruh pemangku kepentingan.

PRINSIP GCG

Good Corporate Governance merupakan gabungan prinsip-

prinsip dasar dalam membangun suatu tatanan etika kerja dan kerjasama

agar tercapai rasa kebersamaan, keadilan, optimasi dan harmonisasi

hubungan sehingga dapat menuju kepada tingkat perkembangan yang

penuh dalam suatu organisasi atau badan usaha.

Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Vision

Pengembangan suatu organisasi atau badan usaha harus didasarkan

pada adanya visi dan strategi yang jelas dan didukung oleh adanya

partisipasi dari seluruh anggota dalam proses pengambilan

keputusan, pelaksanaan dan pengembangan supaya semua pihak

akan merasa memiliki dan tanggungjawab dalam kemajuan

organisasi atau usahanya.

Page 67: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

60

2. Participation

Dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan hasil

keputusan suatu organisasi atau badan usaha sedapat-dapatnya

melibatkan pihak-pihak terkait dan relevan melalui sistem yang

terbuka dan dengan jaminan adanya hak berasosiasi dan

penyampaian pendapat.

3. Equality

Suatu badan usaha atau organisasi yang baik selalu akan memberi

dan menyediakan peluang yang sama bagi semua anggota atau

pihak terkait bagi peningkatan kesejahteraan melalui usaha

bersama di dalam etika usaha yang baik.

4. Professional

Dalam bahasa sehari-hari professional diartikan “One who engaged

in alearned vocation (Seseorang yang terikat dalam suatu lapangan

pekerjaan)”. Dalam konteks ini professional lebih dikaitkan dengan

peningkatan kapasitas kompetensi dan juga moral sehingga

pelayanan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat.

5. Supervision

Meningkatkan usaha-usaha supervisi terhadap semua aktivitas

usaha atau organisasi sehingga tujuan bersama dapat dicapai secara

optimal, efektif dan efisien, serta untuk meminimalkan potensi

kesalahan atau penyimpangan yang mungkin timbul.

6. Effective and Efficient

Effecyive berarti “do the things right”, lebih berorientasi pada

hasil. Sedangkan efficient berarti “do the right things”, lebih

berorientasi pada proses. Apapun yang direncanakan dan

dijalankan oleh suatu organisasi atau badan usaha harus bersifat

efektif dan efisien.

7. Transparent

Dalam konteks good governance, transparency lebih diartikan

membangun kepercayaan yang saling menguntungkan antara

pemerintah atau pengelola dengan masyarakat atau anggotanya

melalui ketersediaan informasi yang mudah diakses, lengkap

dan up to date.

Page 68: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

61

8. Accountability/Accountable

Accountability lebih difokuskan pada peningkatan tanggung jawab

dari pembuat keputusan yang lebih diarahkan dalam menjawab

kepentingan publik atau anggota.

9. Fairness

Dalam konteks good governance maka fairness lebih diartikan

sebagai aturan hukum yang harus ditegakkan secara adil dan tidak

memihak bagi apapun, untuk siapapun dan oleh pihak manapun.

10. Honest

Policy, strategi, program, aktivitas dan pelaporan suatu organisasi

atau badan usaha harus dapat dijalankan secara jujur. Segala jenis

ketidakjujuran pada akhirnya akan selalu terbongkar dan merusak

tatanan usaha dan kemitraan yang telah dan sedang dibangun.

Tanpa kejujuran mustahil dapat dibangun trust dan long term

partnership.

11. Responsibility and Social Responsibility

Institusi dan proses pelayanan bagi kepentingan semua pihak

terkait harus dijalankan dalam kerangka waktu yang jelas dan

sistematis. Sebagai warga suatu organisasi, badan usaha dan/atau

masyarakat, semua pihak terkait mempunyai tanggungjawab

masing-masing dalam menjalankan tugasnya dan juga harus

memberi pertanggungjawaban kepada publik, sehingga di dalam

suatu tatanan atau komunitas dapat terjadi saling mempercayai,

membantu, membangun dan mengingatkan agar terjalin hubungan

yang harmonis dan sinergis.

Sedangkan lebih sempit lagi, menurut OECD, prinsip dasar GCG

yang dikembangkan adalah :

a. Perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan

(fairness),

b. Transparansi,

c. Akuntabilitas, dan

d. Responsibilitas

Page 69: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

62

Disamping itu, dalam kaitannya dengan tata kelola BUMN,

Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan KEP-117/M-

MBU/2002 tentang prinsip GCG, diantaranya:

1). Kewajaran

Prinsip agar para pengelola memperlakukan pemangku kepentingan

secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer

(pemasok, pelanggan, karyawan, dan pemodal) maupun sekunder

(pemerintah, masyarakat, dan pihak lain). Prinsip inilah yang

memunculkan konsep pengedepankan kepentingan

atas stakeholders dan bukan hanya shareholders.

2). Transparansi

Kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip

keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi.

Lebih dalam bahwa, informasi yang disampaikan harus lengkap,

benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan, tidak

boleh ada hal-hal tertentu yang dirahasiakan, disembunyikan,

ditutup-tutupi, maupun ditunda-tunda pengungkapannya.

3). Akuntabilitas

Kewajiban bagi para pengelola untuk membina sistem akuntansi

yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat

dipercaya (reliable) dan berkualitas.

4). Responsibilitas

Kewajiban para pengelola untuk memberikan pertanggungjawaban

atas semua tindakan dalam pengelolaan perusahaan kepada para

pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan dan wewenang

yang telah diberikan.

Pertanggungjawaban ini setidaknya mencakup dimensi :

a). Ekonomi. Diwujudkan dalam bentuk pemberian keuntungan

ekonomis bagi pemangku kepentingan,

b). Hukum. Diwujudkan dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum

danperaturan-peraturan yang berlaku

Page 70: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

63

c). Moral. Diwujudkan dalam bentuk pertanggungjawaban tersebut

dapat dirasakansecara menyeluruh dan adil bagi semua pemangku

kepentingan

d). Sosial. Diwujudkan dalam bentuk Corporate Social

Responsibility (CSR) sebagai wujud kepedulian terhadap

kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam di lingkungan

perusahaan

e). Spiritual

Diwujudkan dalam bentuk sejauh mana tindakan manajemen telah

mampu mewujudkan aktualisasi diri atau telah dirasakan sebagai

bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.

f). Kemandirian

Suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu

keputusan bersifat profesional, mandiri, bebas dari konflik

kepentingan, bebas dari tekanan serta pengaruh dari pihak

manapun yang bertentangan dengan perundangan yang berlaku

dan prinsip pengelolaan yang sehat.

Kebutuhan tata kelola etis tidak hanya baik bagi bisnis

perusahaan. Perubahan-perubahan terkini pada regulasi pemerintahan

merubah ekspektasi secara signifikan. Dalam era meningkatkan

pengawasan, dimana perilaku tidak etis dapat mempengaruhi pencapaian

tujuan perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan sistem tata

kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang

tepat untuk kepentingan shareholders, direktur, dan eksekutif.

Direktur harus cermat dalam mengatur risiko bisnis dan etika

perusahaannya. Mereka harus memastikan bahwa budaya etis telah

berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Hal ini membutuhkan

pengembangan code of conduct, dan cara yang paling fundamental dalam

menciptakan pemahaman mengenai perilaku yang tepat, memperkuat

perilaku tersebut, dan meyakinkan bahwa nilai yang mendasarinya

dilekatkan pada strategi dan operasi perusahaan. Konflik kepentingan

dalam perusahaan, kekerasan seksual, dan topik–topik serupa perlu

diatasi segera dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar

budaya perusahaan sejalan dengan ekspektasi saat ini.

Page 71: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

64

Peristiwa Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom mengubah

fokus akuntan profesional terhadap perannya sebagai orang yang

dipercaya oleh publik. Reputasi dan eksistensi profesi akuntan di masa

depan telah menurun di mata publik, sehingga perbaikan serta

kesuksesannya kembali tergantung pada perubahan yang akan dilakukan.

Profesi akuntan harus mengembangkan pertimbangan, nilai, dan

sifat karakter yang mencakup kepentingan publik, dimana pertimbangan

tersebut inheren dengan munculnya akuntabilitas

berorientasi stakeholder dan kerangka tata kelola (governance

framework). Standar code of conduct yang baru muncul untuk menuntun

profesi akuntan serta memastikan bahwa self-interest, bias, dan

kesalahpahaman tidak menutupi independensinya.

Globalisasi mulai mempengaruhi perkembangan aturan dan

harmonisasi standar akuntan profesional, dan hal ini akan terus

berkelanjutan. Sama seperti mekanisme tata kelola untuk korporasi yang

menghasilkan batasan dan yurisdiksi domestik, stakeholders di seluruh

dunia akan lebih mengutamakan dalam menentukan standar kinerja bagi

profesi akuntan. Pekerjaan mereka akan melayani pasar modal dan

korporasi global, dan kesuksesannya membutuhkan respek dari

karyawan dan partner yang lebih banyak dibandingkan dahulu. Dengan

kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, akan menarik apabila

akuntan profesional dapat menggunakan kesempatan yang menunjukkan

perannya yang lebih luas.

MANFAAT GCG

Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan

kepercayaan terhadap investor dan institusi terkait di pasar modal. Menurut

Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa

penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:

1). Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh McKinsey and

Company menunjukkan bahwa para investor institusional lebih

menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang

telah menerapkan GCG.

Page 72: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

65

2). Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan

antara terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia

dengan lemahnya tata kelola perusahaan.

3). Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar finansial dan

pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.

4). Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis sistem ini

dapat menjadi dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih

sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.

5). Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan

mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara

konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara

lain:

Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus

ditanggung oleh pemegang saham akibat pendelegasian

wewenang kepada pihak manajemen.

Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).

Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam

jangka panjang.

Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan

perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai

strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.

GCG DAN HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA

Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas payung

hukum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas.

Namun Undang-Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-

Undang Nomor 40 tahun 2007. Sebagimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU

Nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud dengan perseroan adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Page 73: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

66

Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40

Tahun 2007, dikatakan alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun

1995 untuk diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007.

pertimbangan tersebut antara lain karena adanya perubahan dan

perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan

masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hukum,

kesadaran sosial dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang

sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik. Ketentuan

yang disempurnakan ini, antara lain:

a. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi

informasi yang ada, seperti: telekonferensi, video konferensi, atau

sarana media elektronik lainnya (Pasal 77).

b. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan

status badan hukum dan pengesahan Anggran dasar Perseroan.

c. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab direksi dan

dewan komisaris, termasuk mengatur mengenai komisaris

independent dan komisaris utusan

d. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan

lingkungan.

Undang-Undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tidak

mengatur secara eksplisit tentang GCG. Meskipun begitu, Undang-Undang

ini mengatur secara garis besar tentang mekanisme hubungan, peran,

wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan tata cara rapat, serta

proses pengambilan keputusan dan organ minimal yang harus ada dalam

perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang saham (RUPS), direksi, dan Dewan

Komisaris.

Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab I Pasal 1 sebagai

berikut:

Ayat 4 Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS,

adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak

diberikan kepada direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang

ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

Ayat 5 Direksi adalah Organ Perseoran yang berwenang dan bertanggung

jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan,

Page 74: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

67

sesuai dengan maksud dan tujuanperseroan serta mewakili perseroan,

baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan

anggran dasar.

Ayat 6 Dewan komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas

melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan

anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi.

Secara spesifik, wewenang, tugas dan tanggung jawab ketiga organ ini

dapat diringkas sebagai berikut:

1). RUPS

a. Menyetujui dan menetapkan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal 19

ayat 1)

b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan

(Pasal 38 ayat 1)

c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Pasal

41 ayat 1 dan Pasal 44 ayat 1)

d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan

keuangan Direksi serta laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal

69)

e. Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan

cadangan dan dividen, serta dividen interim (Pasal 71 dan Pasal

72).

f. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau

pemisahan, pengajuan pailit, perpanjang jangka waktu berdirinya,

dan pembubaran perseroan (Pasal 89).

g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan

Komisaris (Pasal 94 dan Pasal 111)

h. Menetapkan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan

Komisaris (Pasal 96 dan Pasal 113).

2). Dewan Komisaris

a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan

pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, dan memberikan

nasehat kepada Direksi (Pasal 108 dan Pasal 114).

Page 75: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

68

b. Bertanggung jawab rentang secara pribadi atas kerugian perseroan

bila yang bersangkutan atau lalai dalam menjalankan tugasnya

(Pasal 114 ayat 3 dan ayat 4).

c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan

bila disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan

tugas pengawasan dan pemberi nasehat (Pasal 115).

d. Diberi wewenang untuk membrntuk komite yang diperlukan untuk

mendukung tugas Dewan Komiaris.

3). Dewan Direksi

a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan

sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang

ditetapkan Undang-Undang dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal

92)

b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian

perseroan bila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam

menjalankan tugasnya (Pasal 97)

c. Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

(Pasal 98)

d. Wajib membuat daftar pemegang saham, risalah RUPS, dan risalah

rapat direksi (Pasal 100 ayat 1a)

e. Wajib membuat laporan tahunan (Pasal 100 ayat 1b)

f. Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan dan

dokumen perseroan lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal

1c dan Pasal 2)

g. Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan

Perseroan atau menjadikan jaminan utang Perseroan (Pasal 102)

ORGANISASI KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG

Meskipun ketentuan mangenai organ perseroan telah diatur dalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 47 Tahun 2007 dan selanjutnya

dituang kembali di dalanm Anggaran Dasar Perseroan, namun dalam

praktiknya organ ini belum mampu menjamin terselenggaranya tata kelola

perusahaan yang sehat.

Page 76: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

69

Indara Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak

diperlukan empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:

a. Komisaris Independen

b. Direktur Independen

c. Komite Audit

d. Sekretaris Perusahaan

Komisaris dan Direktur Independen

Istilah independen sering di artikan sebagai merdeka, bebas, tidak

memihak, tidak dalam tekanan pihak tertentu, netral, objektif, punya

integritas, dan tidak dalam posisi konflik kepentingan. Terdapat dua

pengertian independen terkait dengan konsep komisaris dan direktur

independen tersebut.

Pertama, komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang

ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen (pemegang saham

minoritas). Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan, anggota

Direksi, dan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan

keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan perbandingan jumlah suara

para pemegang saham. Hak suara dalam RUPS tidak didasarkan atas satu

orang satu suara, tetapi didasarkan atas jumlah saham yang dimilikinya.

Sehingga keputusan penetapan dan pemberhentian anggota komisaris dan

direksi akan selalu berasal dari kepentingan pemegang saham mayoritas.

Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak yang

ditunjuk tidak dalam kepastian mewakili pihak mana pun dan semata-mata

ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan keahlian

professional yang dimilikinya untuk menjalankan tugas demi kepentingan

perusahaan. Jadi, pengertiannya disini lebih luas dibandingkan pengertian

pertama. Komisaris dan direktur independen diangkat semata-mata karena

pertimbangan “profesionalisme” demi kepentingan perusahaan.

Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian

ketiga yang biasa dipakai dalam kode etik akuntan publik, yang dalam

konteks ini sering dikenal dengan istilah independent in fact dan independent

in appearance. Independent in fact menekankan sikap mental dalam

mengambil keputusan dan tindakan yang semata-mata didasarkan atas

pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan tanpa

Page 77: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

70

campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Independent in

appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon

yang bersangkutan secara fisik tidak mempunyai hubungan darah dengan

perusahaan dan/atau dengan para pemangku kepentingan lainnya yang dapat

menimbulkan keraguan dari pihak luar tentang kenetralan yang

bersangkutan. Pada pengetian kedua mengenai komisaris dan direktur

independen yang telah disebutkan, pengertian tersebut sama dengan

pengetian independent in fact yang semata-mata didasarkan atas

pertimbangan profesionalisme saja. Namun dalam pengertian ketiga,

pertimbangan profesionalisme saja tidak cukup, persyaratan independent in

appearance juga harus dipenuhi.

Komita Audit

Undang-Undang Perseroan terbatas Pasal 121 memunginkan

Dewan Komisaris untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu

untuk membantu tugas pengawasan yang diperlukan. Salah satu komite

tambahan yang kini banyak muncul untuk membantu fungsi Dewan

Komisaris adalah Komite Audit. Munculnya komite audit ini barangkali

disebabkan kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal

penyelewengan dan kelalaian yang dilakukan para direktur dan komisaris

yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan.

Tugas, tanggung jawab, dan wewenang komite audit adalah

membantu dewan komisaris, antara lain:

a. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai

(prinsip tanggung jawab).

b. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip

transparansi)

c. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran

biaya audit ekstenal, serta kemandirian dan objektivitas audit

eksternal. (prinsip akuntabilitas)

d. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit

selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip

tanggung jawab).

Page 78: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

71

Selanjutnya Forum for Corporate Governance in Indonesia dan

YPPMI Institute menyebutkan syarat-syarat untuk menjadi anggota Komite

Audit adalah:

a. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Direksi

b. Terdiri atas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Komisaris Independen

dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota berasal dari luar

Emiten atau perusahaan publik.

c. Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman

yang memadai sesuai latar belakang pendidikannya, serta mampu

berkomunikasi dengan baik.

d. Salah satu dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang

pendidikan keuangan dan akuntansi.

e. Memilki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami

laporan keuangan.

f. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang

memberikan jasa Audit dan/atau non-audit pada Emiten atau

perusahaan publik yang bersangkutan dalam satu tahun terakhir

sebelum diangkat oleh Komisaris sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan VIII.A.2. tentang Independensi Akuntan yang memberikan

jasa audit di pasar modal.

g. Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau perusahaan publik

dalan satu tahun terakhir sebelum diangkat komisaris.

h. Tidak mempunyai saham baik langsung mapun tidak langsung pada

emiten atau perusahaan publik. Dalam hal komite audit memperoleh

saham akibat suatu peristiwa hukum, maka dalam jangka waktu paling

lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib

mengalihkan kepada pihak lain.

i. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, Komisaris,

Direktur, atau Pemegang Saham Utama.

j. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak

langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten.

k. Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emiten atau

perusahaan publik lain pada periode yang sama

l. Sekretaris perusahaan harus bertindak sebagai Sekretaris Perusahaan

Audit.

Page 79: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

72

Aturan mengenai Komite Audit ini, antara lain dapat dilihat pada:

1. SE Ketua Bapepam Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit

untuk perusahaan publik.

2. Keputusan Direksi PT BEJ Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang

pencatatan saham dan efek

3. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik

Negara Nomor Kep-133/M-BUMN/1999 tentang Pembentukan

Komite Audit bagi BUMN.

Sekretaris Perusahaan

Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan

sebagai bagian dari pelaksanaan GCG berbeda sekali dengan tugas,

kedudukan, dan tanggung jawab seorang sekretaris eksekutif yang selama ini

sudah sangat dikenal. Sekretaris eksekutif biasanya direkrut sebagai staf

khusus untuk keperluan para eksekutif puncak suatu perusahaan, seperti:

direksi, komisaris atau ekesekutif puncak lainnya. Fungsi utama sekretaris

eksekutif lebih banyak untuk membantu pejabat eksekutif yang

bersangkutan, antara lain: menyangkut pengaturan jadwal kegiatan, jadwal

rapat, dokumentasi surat masuk dan surat keluar, penerimaan telepon,

pengurusan tiket dan dokumen perjalanan dan sebagainya.

Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi

dan strategis karena orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat

penghubung atau semacam publik relation antar perusahaan dengan pihak

luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah

mendaftarkan sahamnya dibursa. Tugas utama sekretaris perusahaan antara

lain menyimpan dokumen perusahaan, daftar pemegang saham, risalah rapat

direksi dan RUPS serta meyimpan dan meyediakan informasi penting lainya

bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.

Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat

antara lain pada:

1. Keputusan Ketua Bapepam Nomor 63 tahun 1996 tentang

Pembentukan Sekretaris Perusahaan bagi Perusahaan Publik.

2. Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris

Perusahaan.

Page 80: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

73

GCG DALAM BUMN

Pada awalnya tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan

penjabaran dan implementasi pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi

“Bumi dan air kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh

Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hukum

BUMN yaitu Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan perusahaan jawatan

(Perjan). Tjager dkk (2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya

kinerja BUMN ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata

kelola perusahaan yang baik di BUMN tersebut. Contohnya pemberian

remunerasi yang berlebihan kepada direksi.

Tujuan GCG diatur dalam pasal 4 adalah :

Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip

keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil

agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional

maupun internasional.

Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan

efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian

organ.

Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan

tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan

adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap para pemangku

kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.

Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.

Menyukseskan program privatisasi.

GCG DALAM PENGAWASAN PASAR MODAL DI INDONESIA

Secara formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar

dimana berbagai instrumen keuangan jangka panjang bisa diperjualbelikan,

baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang terbitkan oleh

pemerintah maupun perusahaan swasta. Keberadaan pasar modal ditentukan

oleh lembaga-lembaga penunjang pasar modal, antara lain:

Otoritas Jasa Keuangan (OJK);

Page 81: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

74

Bursa Efek;

Lembaga Kliring;

Investor;

Akuntan publik;

Notaris;

Konsultan hukum.

Page 82: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

75

BAB VII

RED FLAG

PENGERTIAN RED FLAG

Istilah red flags atau bendera merah sudah sering digunakan dalam

berbagai literatur audit, maknanya adalah tanda bahaya, tanda bahwa ada hal

yang tidak sesuai pada tempatnya dan perlu mendapat perhatian. Tuanakotta

(2013) menyebutkan bahwa auditor dan investigator menggunakan tanda

bahaya (red flags) sebagai petunjuk atau indikasi terjadinya fraud atau

kecurangan pada sebuah laporan keuangan. Red flags juga bisa dikatakan

sebagai suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan normal.

Dengan kata lain, red flags adalah petunjuk atau indikasi adanya sesuatu

yang tidak biasa dan memerlukan penyidikan lebih lanjut. Red flags tidak

mutlak menunjukkan apakah seseorang bersalah atau tidak tetapi merupakan

tanda-tanda peringatan bahwa kecurangan sedang atau telah terjadi. Red

flags dikatakan penting sebagaimana dikutip dalam SAS 99 – Consideration

of Fraud in a Financial Statement Audit yang menyatakan bahwa auditor

diminta untuk secara spesifik menilai risiko salah saji yang disebabkan oleh

kecurangan dan SAS 99 ini juga menyediakan pedoman operasi bagi auditor

saat menilai kecurangan ditengah proses audit.

Tidak hanya akuntan publik yang harus bisa mengenali red flags,

akuntan yang bekerja di sektor publik juga perlu memiliki kemampuan untuk

mengenali red flags karena potensi kecurangan tidak hanya ada pada

perusahaan swasta. DiNapoli (2012) dalam Red Flags for Fraud

menyebutkan bahwa banyak studi yang membahas kecurangan, dimana saat

kecurangan tersebut sedang terjadi, red flags pun muncul, baik itu di laporan

keuangan perusahaan, atau terlihat pada saat auditor sedang melakukan

Page 83: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

76

pemeriksaan, tapi tidak disadari atau mungkin disadari namun tidak ada

tindakan yang diambil. DiNapoli menyatakan bahwa pada saat red flag telah

muncul, seseorang harus mengambil tindakan untuk mengivestigasi situasi

dan menentukan apakah memang kecurangan telah terjadi. Memang sudah

seharusnya jika ada indikasi kecurangan dilakukan tindakan untuk

memeriksa apakah kecurangan terindikasi tersebut terjadi, namun terkadang

kesalahan salah saji dalam laporan, perubahan lifestyle karyawan, volume

penjualan yang tiba – tiba naik drastis, dan sebagainya tidak selalu

mengindikasikan adanya kecurangan. Untuk itu, akuntan publik dan auditor

harus bisa mengetahui perbedaannya dan mengingat bahwa tanggung jawab

untuk melakukan follow-up investigation untuk sebuah tanda bahaya harus

berada di tangan orang yang dapat dipercaya dan bertanggungjawab. Agar

akuntan publik dan auditor dapat mengenali red flags dengan baik maka

mereka perlu mengetahui kategori red flags.

Red flag adalah signal yang harus dideteksi oleh auditor dalam

mengaudit laporan keuangan. Dalam mendeteksi red flag auditor harus

memiliki keahlian dalam mendeteksi dan menaksir risiko yang ada.

Penggunaan red flag pada pendeteksian kecurangan ketika sesuatu hal

dicurigai dan ditetapkan sebagai salah satu tanda maka tanda ini dapat

membantu auditor untuk lebih memfokuskan kinerja mereka dalam

melakukan penaksiran risiko kecurangan. Auditor independen adalah orang

yang memiliki independensi dan tidak terikat pada suatu perusahaan secara

tetap, independen terhadap manajemen dan dewan direksi baik dalam

kenyataan maupun secara mental, dan menelaah catatan yang mendukung

laporan keuangan secara periodik. Kecurangan pelaporan keuangan dibagi

dalam dua macam yaitu penyelewengan aset dan kecurangan dalam laporan

keuangan, dimana penyelewengan aset ini digolongkan dalam beberapa

macam yaitu kejahatan korupsi dimana terdapat empat macam yaitu konflik

Page 84: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

77

kepentingan, signal kecurangan yang termasuk dalam konflik kepentingan

adalah jumlah transaksi yang besar dengan pemasok tertentu, ada hubungan

dengan pihak ketiga yang tidak diketahui. Kemudian pada kejahatan

penyelewengan aset, merupakan kejahatan yang paling sering terjadi,

diantaranya pencurian kas, pemalsuan nota, dan penggajian. Pentingnya red

flag bagi auditor independen dalam mendeteksi kecurangan pada pelaporan

keuangan adalah signal tersebut membantu auditor lebih memfokuskan

kinerja dalam melakukan penaksiran risiko kecurangan, kemudian

penggunaan standar pemeriksaan ketika melakukan penaksiran, mereka

tidak menetapkan pedoman mereka pada tanda-tanda fakta yang khusus.

Dengan melihat dimana terdapat faktor yang lebih penting dan harus

dipertimbangkan, maka para auditor dapat menaksir risiko audit yang terjadi

di dalam penugasan audit mereka dengan lebih konsisten dan efektif.

Dalam hal kecurangan (fraudulent) terdapat indikator kecurangan (Red

Flags) yang harus ditemukan auditor independen sebelum memutuskan

apakah perusahaan melakukan kecurangan penyajian atau tidak, seperti yang

terdapat dalam SPAP (2011) SA Seksi 110 mengenai gambar dan

karakteristik dari kecurangan. Terdapat tiga tindakan yang menyangkut

dalam laporan keuangan, yaitu manipulasi, kesalahan dalam

mempresentasikan hilangnya suatu laporan transaksi, peristiwa, atau

informasi yang signifikan, dan kesalahan penerapan prinsip akuntansi yang

disengaja. Tanda-tanda kecurangan yang mungkin ditemukan oleh auditor

indepeden ketika melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan

klien tidak saja untuk memenuhi tanggung jawab auditor dalam menjalankan

fungsi audit tetapi juga memungkinkan auditor independen untuk lebih teliti

dalam melakukan pemeriksaan, sehingga kemungkinan terjadinya

kecurangan (irregulation) ataupun kesalahan penyajian (error) dapat

Page 85: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

78

ditemukan, dan ini untuk memenuhi fungsi dari penggunaan laporan

keuangan dalam mengambil keputusan oleh pihak-pihak yang

berkepentingan. Red flags berkaitan dengan sinyal kecurangan yang

dilakukan perusahaan klien dan oleh sebab itu auditor mempunyai tanggung

jawab untuk mendeteksi adanya kecurangan dalam perusahaan klien dengan

cara auditor harus menilai secara spesifik risiko dari salah saji material untuk

memperoleh suatu reasonable assurance.

INDIKASI-INDIKASI (RED FLAGS) DAN PENYEBAB

TERJADINYA KECURANGAN PADA LAPORAN KEUANGAN

Kecurangan dalam laporan keuangan dapat ditemukan dengan mengamati

atau menyorot faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan karakteristik dan

pengaruh manajemen terhadap lingkungan pengendalian. Dalam SPAP

(2011) dikatakan bahwa faktor risiko yang berkaitan dengan salah saji yang

timbul pada laporan keuangan ini dikelompokkan ke dalam tiga golongan,

yaitu: (1) Karakteristik dan pengaruh manajemen atas lingkungan

pengendalian yang melibatkan faktor kemampuan, tekanan, gaya, dan sikap

manajemen atas pengendalian interen dan proses pelaporan keuangan, (2)

Kondisi industri. Pada faktor risiko ini mencakup lingkungan ekonomi dan

peraturan dalam industri yang menjadi tempat beroperasinya entitas, dan (3)

Karakteristik operasi dan stabilitas keuangan. Faktor yang berpengaruh pada

karakteristik ini berkaitan dengan sifat dan kekomplekan entitas dan

transaksi, keadaan keuangan entitas, dan kemampuan entitas dalam

menghasilkan laba. Untuk melakukan pedeteksian dalam menemukan

kecurangan pada laporan keuangan perusahaan terdapat beberapa metode

yaitu panganalisisan laporan keuangan secara horizontal dan vertikal,

melakukan analisis rasio, khususnya trend pada beberapa tahun sebelumnya,

melakukan pemeriksaan lima rasio Beneisch, pengujian GAAP pada rating

Page 86: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

79

pajak dengan rating pajak kas, melakukan benchmark 20 sampai 25 dan S&P

dalam rata-rata mencapai 36, dan melakukan penerapan auditor keuangan

uang mengacu pada SAS no.99.

Pentingnya Red Flag bagi Auditor Independen dalam Medeteksi

Kecurangan pada Laporan Keuangan Dikatakan Vicky, Hoffman, Morgan,

dan Patton (1996, bahwa penggunaan red flag pada pendeteksian kecurangan

ketika sesuatu hal dicurigai dan ditetapkan sebagai salah satu tanda (red flag)

maka tanda ini dapat membantu auditor untuk lebih memfokuskan kinerja

mereka dalam melakukan penaksiran risiko kecurangan. Juga dikatakan dan

diusulkan oleh Hegazy (2010) bahwa penggunaan standar pemeriksaan

sangatlah diperlukan oleh seorang auditor ketika melakukan penaksiran

(assessment), mereka tidak menetapkan pedoman mereka pada tanda-tanda

fakta yang khusus. Dengan melihat dimana terdapat faktor yang lebih

penting dan harus dipertimbangkan, maka auditor dapat menaksir risiko

audit yang terjadi di dalam penugasan audit mereka dengan lebih konsisten

dan efektif. Berdasarkan penelitian Vicky, Hoffman, Morgan, dan Patton

(1996), ditemukan penyebab tanda-tanda (red flag) kecurangan yang

ditemukan adalah seperti manajer yang berbohong kepada auditor mengenai

pelaporan keuangan perusahaan, pengalaman tingkat ketidakjujuran manajer

kepada auditor, perselisihan yang sering terjadi antara auditor dengan

manajer, dan juga dari keinginan klien untuk mendapat persetujuan opinion

shopping dan keinginan manajer untuk mencapai target ataupun memperoleh

keuntungan dari proyek yang ada.

Masukan dari ahli forensik dan akademisi secara konsisten menunjukkan

bahwa evaluasi terhadap informasi tentang kecurangan akan meningkat

ketika mempertimbangkan konteks seperti yang dimaksudkan oleh teori

Cressey (1953). Studi tentang penilaian risiko kecurangan pelaporan

Page 87: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

80

keuangan terutama telah berfokus pada memeriksa beberapa faktor risiko

potensial dari kecurangan atau red flags yang terjadi. Meskipun kajian

literatur red flags memberi beberapa wawasan ke dalam kemungkinan

kecurangan, daftar indikator yang terkait melibatkan banyak penilaian

subjektif dan informasi non publik yang tersedia hanya untuk auditor atau

orang dalam perusahaan (Persons, 1995). Salah satu alasan bahwa entitas

dari semua jenis mengambil langkah-langkah lebih dan berbeda untuk

melawan tindakan kecurangan adalah bahwa pendekatan red flags dianggap

tidak efektif, karena pendekatan ini terkenal melibatkan penggunaan suatu

daftar indikator tindakan kecurangan. Red flags tidak meramalkan adanya

tindakan kecurangan, tetapi merupakan kondisi yang terkait dengan tindakan

kecurangan. Red flags memberi tanda yang dimaksudkan untuk

memberitahukan auditor terhadap kemungkinan terjadinya aktivitas

tindakan kecurangan.

KETERBATASAN RED FLAG

Banyak orang berpendapat meragukan pendekatan red flags karena dua

keterbatasan (Krambia-Kardis, 2002) yaitu :

a. Red flags berhubungan dengan tindakan kecurangan, tetapi tidak dapat

mengungkapkan secara pasti (tidak menunjukkan hubungan asli)

b. Karena memfokuskan perhatian pada tanda tertentu mungkin red flags

menghambat auditor internal dan auditor eksternal dari identifikasi

alasan-alasan lain bahwa tindakan kecurangan bisa terjadi (Krambia-

Kardis, 2002). Investor dan pembuat kebijakan tidak dapat mengakses

daftar red flags untuk mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang

terlibat dalam kecurangan pelaporan keuangan.

Owusu-Ansah et al., (2002) mengkritik berbagai kuesioner mengenai red

flags telah terlalu umum, subyektif dan sulit untuk diterapkan dalam

Page 88: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

81

praktik Eining et al., (1997) menemukan bahwa auditor menggunakan

daftar faktor risiko yang tidaklah lebih baik dibandingkan dengan tanpa

dibantu auditor. Lebih lanjut mereka menunjukkan bahwa auditor

menggunakan model logistik sebagai alat bantu (decision aids) untuk

mencapai penilaian yang lebih akurat dibandingkan penggunaan daftar

periksa (checklist) maupun tanpa bantuan auditor. Analisis mengenai red

flags tidak akan terlepas dari pemahaman tentang fraud.

Page 89: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

82

BAB VIII

PENDETEKSIAN KECURANGAN

Kecurangan dalam laporan keuangan jarang dapat terdeteksi jika hanya

menganalisis laporan keuangannya saja. Namun memang kecurangan atas

laporan keuangan biasanya terdeteksi ketika informasi yang terdapat dalam

laporan keuangan dibandingkan dengan kondisi riil perusahaan. Penelitian

menganjurkan agar auditor, investor, regulator atau pemeriksa kecurangan

dapat memanfaatkan penggunaan ukuran kinerja non keuangan untuk

menilai kemungkinan adanya kecurangan.

Mencegah maupun mendeteksi merupakan cakupan fraud audit.

Mencegah fraud adalah bagian dari fraud audit yang bersifat proaktif,

sedangkan mendeteksi fraud adalah bagian dari fraud audit yang bersifat

investigatif.

Orang awam mengharapkan suatu audit umum dapat mendeteksi

segala macam fraud. Di sisi lain, akuntan publik berupaya memasang pagar-

pagar yang membatasi tanggung jawabnya, khususnya mengenai penemuan

atau pengungkapan fraud.

Gagasan bahwa audit umum tidak dirancang untuk mengungkapkan

kecurangan, sampai saat ini (pasca-Sarbanes Oxley) tercermin dari praktik

audit yang peduli dengan kecurangan yang menyebabkan laporan keuangan

tidak disajikan secara wajar. Mereka sangat khawatir dengan restatement

(penyajian kembali laporan keuangan), apabila restatement ini dilakukan

oleh saingannya di tahun berikutnya.

Yang tidak (atau barangkali, kurang) dipedulikan auditor independen

adalah kategori fraud berupa pencurian atau kehilangan aset. Contoh: kalau

sistem persediaan barang dagangan dilakukan dengan metode persediaan

Page 90: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

83

fisik (dan bukan sistem perpetual), maka selama persediaan awal dan akhir

sudah benar (karena ada penghitungan fisik), maka angka persediaan dan

harga pokok penjualan dianggap benar meskipun dalam harga pokok

penjualan terdapat unsur persediaan yang dicuri. Hal yang penting, laporan

keuangannya sudah wajar disajikan.

PELAJARAN DARI REPORT TO THE NATION

Laporan ACFE yang secara singkat dikenal sebagai Report to the

nation. Laporan ini memberikan banyak petunjuk untuk mencegah maupun

mendeteksi fraud. Beberapa pelajaran dari laporan tersebut, mengenai

deteksi fraud:

1. Rata-rata (median) berlangsungnya fraud sebelum dideteksi adalah lebih

dari satu tahun yakni antara 17 sampai 30 bulan

2. Bagaimana fraud terungkap? Hampir separuhnya (46,2% untuk tahun

2008) diketahui karena ada yang “membocorkan” (tip). Sedangkan 25,4%

(tahun 2006) dan 20% (tahun 2008) dari seuruh fraud terungkap secara

kebetulan (by accident), jadi bukan oleh fraud examiner, internal auditor

maupun external auditor.

3. Bahkan kalau fraud dilakukanoleh majikan atau pemilik, lebih dari

separuhnya (51,7%) terungkap karena tip. Bocoran (tip) terutama (57,7%)

datang dari karyawan.

Menurut Zimbelman, et al (2014: 406), ada tiga cara utama untuk mendeteksi

kecurangan:

1). Secara tidak sengaja

2). Dengan menyediakan sejumlah cara bagi orang yang ingin

melaporkan dugaan adanya kecurangan

Page 91: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

84

3). Dengan memeriksa catatan dan dokumen transaksi untuk

menentukan apakah ada anomali yang mungkin merepresentasikan

suatu kecurangan

Mendeteksi kecurangan meliputi aktivitas-aktivitas untuk menentukan

apakah ada atau tidak kemungkinan terjadinya kecurangan. Pendeteksian

kecurangan membolehkan perusahaan untuk mengidentifikasi keanehan

yang terjadi yang dapat berpotensi menjadi kecurangan.

TEKNIK PEMERIKSAAN FRAUD

Ada bermacam-macam teknik audit infestigatif untuk mengungkap

fraud. Teknik-teknik yang akan dibahas meliputi:

1. Penggunaan teknik-teknit audit yang dilakukan oleh internal dan

external auditor dalam mengaudit laporan keuangan namun secara lebih

dalam dan luas.

2. Pemaanfaatan teknik audit investigatif dalam kejahatan terorganisir dan

penyelundupan pajak penghasilan, yang juga dapat diterapkan terhadap

data kekayaan pejabat negara.

3. Penelusuran jejak-jejak arus uang.

4. Penerapan teknik analisis dalam bidang hukum.

5. Penggunaan teknik audit infestigatif untuk mengungkap fraud dalam

pengadaan barang.

6. Penggunaan Computer forensics.

7. Penggunaan teknil interogasi.

8. Penggunaan operasi penyamaran.

9. Pemanfaatan wishtleblower.

Page 92: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

85

Dalam beberapa tahun terakhir ini, terdapat dua tindakan pendeteksian fraud

yaitu:

1). Menerapkan sistem whistleblower dan memberikan penghargaan atas

karyawan yang berani melaporkan kejadian-kejadian aneh yang

berpotensi kecurangan.

2). Pemeriksaan basis data atau dokumen-dokumen secara periodik.

Penggunaan data keuangan dan non keuangan untuk mendeteksi kecurangan

merupakan salah satu dari empat pertimbangan utama dalam kerangka kerja

untuk mendeteksi kecurangan. Kami menyebut kerangka kerja ini sebagai

“kotak eksposur kecurangan (fraud exposure rectangle)”. Peluang pihak

manajemen dalam menyembunyikan kecurangan pendapatan yang

dilakukannya menjadi lebih sulit, karena mereka perlu memperluas jaringan

(kelompok individu) yang dapat melaporkan data secara fiktif. Untuk alasan

ini dan alasan lainnya, ukuran kinerja nonkeuangan memiliki potensi yang

signifikan sebagai indikator adanya kecurangan.

Gambar 8.1 Kotak Eksposure Kecurangan (Fraud Exposure Rectangle)

Manajemen dan Direksi Hubungan dengan Pihak-pihak

Lain

Organisasi dan Industri Hasil Kinerja Keuangan dan

Karakteristik Operasional

Kotak Pertama. Manajemen dan Direksi

Karena biasanya manajemen dan direksi terlibat dalam kecurangan dalam

perusahaan, maka ada tiga aspek manajemen yang harus diinvestigasi, yaitu:

1). Latar belakang manajemen

Terkait dengan latar belakang manajemen, investigator kecurangan

harus memahami jenis organisasi dan aktivitas pihak manajemen dan

direksi yang terkait di periode sebelumnya. Dengan adanya internet

Page 93: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

86

saat ini, akan sangat mudah untuk melakukan pencarian sederhana

terkait seseorang.

2). Motivasi manajemen

Banyak kecurangan laporan keuangan yang dilakukan karena

manajemen harus melaporkan pendapatan yang positif atau tinggi

untuk menyokong harga saham, menunjukkan laba positif untuk

saham publik dan penawaran surat utang atau melaporkan

keuntungan sebagai upaya memenuhi regulasi atau persyaratan

pinjaman.

3). Pengaruh manajemen dalam pembuatan keputusan untuk organisasi

Ketika kemampuan pegambilan keputusan tersebar ke beberapa

orang atau ketika dewan direksi berperan aktif dalam organisasi,

kecurangan akan menjadi jauh lebih sulit lagi untuk dilakukan.

Sebagian besar kecurangan laporan keuangan tidak terjadi pada

organisasi besar dan secara historis merupakan organisasi yang

menguntungkan. Namun, kecurangan lebih banyak terjadi pada

perusahaan yang lebih kecil dengan satu atau dua orang yang

memiliki hampir seluruh kemampuannya untuk pengambilan

keputusan, dalam perusahaan yang mengalami pertumbuhan yang

luar biasa cepat atau ketika dewan direksi dan komite audit tidak

berperan secara aktif.

Kotak Kedua. Hubungan dengan Pihak-pihak Lain

Walaupun hubungan dengan semua pihak harus diuji untuk menentukan

apakah hubungan tersebut memberikan peluang atau eksposure kecurangan

bagi manajemen, hubungan yang terkait dengan organisasi dan individu,

auditor eksternal, pengacara, investor, dan regulator harus selalu

dipertimbangkan dengan hati-hati. Hubungan dengan institusi keuangan dan

Page 94: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

87

pemegang obligasi juga penting karena hubungan tersebut memberikan

indikasi sejauh mana pengaruhnya bagi keberlangsungan perusahaan.

Kotak Ketiga. Organisasi dan Industri

Sifat yang melekat pada organisasi tersebut yang menunjukkan adanya

potensi eksposure kecurangan termasuk diantaranya struktur organisasi yang

terlalu kompleks, organisasi yang tidak memiliki departemen audit internal,

dewan direksi tanpa adanya individu dari individu dari pihak luar atau hanya

memiliki beberapa individu dari pihak luar yang menduduki posisi pada

susunan anggota dewan atau di dalam komite audit, organisasi yang

memiliki satu orang atau sekelompok kecil individu yang mengendalikan

entitas terkait, organisasi yang memiliki afiliasi di luar negeri tanpa tujuan

bisnis yang jelas, organisasi yang telah melakukan sejumlah akuisisi dan

telah mengakui adanya biaya-biaya dalam jumlah besar yang terkait merger,

atau organisasi yang baru berdiri.

Kotak Keempat. Hasil Kinerja Keuangan dan Karakteristik

Operasional

Indikator kecurangan paling sering terlihat sendiri melalui perubahan dalam

laporan keuangan. Sebagai contoh, laporan keuangan yang memuat

perubahan besar pada saldo-saldo akun dari satu periode ke periode lainnya

memiliki kemungkinan kecurangan yang lebih besar daripada laporan

keuangan yang hanya memiliki sedikit perubahan yang bersifat bertahap

dalam saldo akun.

Page 95: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

88

BAB IX

WHISTLEBLOWING

PENGERTIAN WHISTLEBLOWING

Meningkatnya kejahatan kerah putih di berbagai belahan dunia telah

mendorong berbagai negara dan asosiasi usaha untuk melakukan berbagai

upaya pencegahan dan semakin meningkatkan tuntutan penerapan good

governance baik di sektor swasta maupun publik. Salah satu cara yang

paling efektif untuk mencegah dan memerangi praktik yang bertentangan

dengan good corporate governance adalah melalui mekanisme pelaporan

pelanggaran (whistleblowing system). Saat ini, di Indonesia semakin banyak

orang yang berani menjadi seorang whistleblower atau peniup peluit. Salah

seorang whistle blower yang kasusnya masih hangat ditelinga kita adalah

Agus Condro, seorang whistle blower pengungkapan kasus suap terkait

aliran dana pemilihan mantan Deputi Gubernur Senior Miranda S Goeltom.

Whistle blowing adalah tindakan seorang pekerja yang

memutuskan untuk melapor kepada media, kekuasaan internal atau

eksternal tentang hal-hal ilegal dan tidak etis yang terjadi di lingkungan

kerja.

JENIS-JENIS WHISTLEBLOWING

Ada 2 macam Whistle Blowing :

1). Whistle Blowing Internal.

Whistle Blowing Internal terjadi ketika seorang atau beberapa orang

karyawan tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan

lain atau kepada bagiannya kemudian melaporkan kecurangan itu

kepada pimpinan perusahaan yang lebih tinggi.

Page 96: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

89

2). Whistle Blowing Eksternal

Whistle Blowing Eksternal menyangkut kasus dimana seorang

pekerja mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaannya,

lalu ia membocorkannya kepada masyarakat karena dia tahu

kecurangan itu akan merugikan masyarakat.

CORPORATE ETHICAL VIRTUES MODEL (CEV).

Whistleblowing merupakan pengungkapan praktik illegal, tidak

bermoral atau melanggar hukum yang dilakukan oleh anggota organisasi

(baik mantan pegawai atau yang masih bekerja) yang terjadi di dalam

organisasi tempat mereka bekerja. Pengungkapan dilakukan kepada

seseorang atau organisasi lain sehingga memungkinkan dilakukan suatu

tindakan. Whistleblowing adalah suatu metode paling umum dalam

mendeteksi kecurangan. Saat ini whistleblowing system sudah banyak

diterapkan di berbagai organisasi dan negara di dunia. Hal ini karena

perusahaan yang gagal menciptakan situasi yang memungkinkan pelaporan

pelanggaran secara internal, akan terlibat bencana. Untuk itu organisasi

harus menciptakan suasana yang mendorong pegawai untuk melaporkan

tindakan yang salah, sehingga bisa membuat tindakan yang salah tersebut

dihentikan dan dikoreksi secepatnya. Melaporkan tindakan yang tidak benar

adalah isu sosial yang penting dan memiliki manfaat yang banyak bagi

berbagai stakeholder. Penghargaan terhadap pelapor (whistleblower) dan

prosedur yang efektif untuk menangani laporan whistleblower oleh

organisasi, dapat memberikan manfaat yang besar bagi organisasi dan para

pegawainya. Whistleblowing system memungkinkan penyalahgunaan

wewenang dapat dengan cepat diidentifikasi dan dikoreksi sehingga bisa

meningkatkan efisiensi, meningkatkan moral pegawai, menghindari tuntutan

hukum, dan menghindari citra negatif. Namun whistleblowing system tidak

Page 97: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

90

akan berhasil jika hanya dibuat aturan dan tidak dipraktikkan. Untuk

menjalankan sistem ini diperlukan peran aktif pegawai. Hal ini disebabkan

orang biasa tidak bisa menjadi whistleblower, hanya orang di dalam

organisasi yang mampu melakukannya. Anggota organisasi merupakan

sumber daya yang berharga untuk meminimalisasi kecurangan. Pegawai

memiliki peranan penting dalam whistleblowing system, karena pegawai

adalah sumber untuk mendeteksi hal-hal yang salah. Jika pegawai tidak

peduli dengan program ini maka pelaksanaannya pun akan gagal. Dengan

demikian harus ada orang di dalam organisasi yang mau melaporkan jika

menemukan penyalahgunaan wewenang atau kecurangan di organisasi.

Riset menunjukkan bahwa motivasi orang untuk menjadi seorang

whistleblower bermacam-macam. Keputusan seseorang untuk menjadi

whistleblower mungkin dipengaruhi variabel individu atau konteks

organisasi. Variabel individu misalnya biaya dan manfaat (cost and benefit),

usia, status perkawinan, pendidikan. Konteks organsisasi seperti misalnya

faktor budaya etis (ethical culture), iklim etis (ethical climate), ukuran

organisasi, struktur organisasi dan saluran komunikasi. Ethical culture dapat

diketahui dengan empirical tested study menggunakan Corporate Ethical

Virtues Model (CEV). Corporate Ethical Virtues Model (CEV) disusun

berdasarkan virtue basic theory yang dikembangkan oleh Solomon. Model

ini meliputi tujuh variabel yaitu

1). Clarity

Kejelasan (clarity) adalah bagaimana organisasi membuat aturan etika,

seperti nilai, norma atau prinsip menjadi sesuatu yang nyata dan

dipahami oleh karyawan. Derajat kejelasan menunjukkan tingkat

pemahaman para pegawai pada perilaku yang diharapkan oleh

organisasi terhadap mereka.

Page 98: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

91

2). Congruency senior management and local management

Kesesuaian (congruency) senior management and local management,

adalah peran atasan sebagai role model atau menjadi contoh penerapan

standar etika di organisasi atau sejauh mana atasan menerapkan standar

etika dalam perilaku mereka sehari-hari. Perilaku atasan diharapkan

bisa menguatkan standar etika yang berlaku dan meningkatkan

kepercayaan karyawan terhadap atasan. Organisasi bisa saja membuat

kode etik yang jelas untuk mengarahkan perilaku anggotanya, tetapi

jika atasan sebagai sumber perilaku normatif yang penting dalam

organisasi.

3). Feasibility

Kemungkinan dilaksanakan (feasibility) adalah ketersediaan waktu,

anggaran, peralatan, informasi, dan wewenang di dalam organisasi

yang memungkinkan karyawan melaksanakan tugas-tugas mereka.

Feasibility juga terkait dengan faktor sumber daya perusahaan yang

membuat whistleblower system ini berjalan. Sebagai contoh, karyawan

yang terlalu sibuk dengan pekerjaan cenderung tidak peduli dengan

lingkungan sehingga memperkecil kemungkinan menjadi

whistleblower.

4). Supportability

Dukungan (supportability) adalah sejauh mana organisasi

menciptakan suasana yang mendukung tindakan etis. Dukungan bisa

berupa suasana yang kondusif di dalam organisasi sehingga karyawan

merasa nyaman untuk bertindak etis. Organisasi bisa memperkuat

aspek dukungan ini antara lain dengan mengadakan internalisasi kode

etik kepada para karyawan di dalam organisasi, sehingga membuat

karyawan makin berkomitmen dengan kode etik organisasi.

Page 99: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

92

5). Transparency

Sedangkan transparency adalah tingkatan dimana tindakan bagi

pelaku pelanggaran etika atau konsekuensinya dapat dilihat secara

nyata oleh internal perusahaan. Karyawan akan melaporkan

kecurangan atau penyalahgunaan wewenang dalam perusahaan,

apabila mereka merasa akan ada hasilnya.

6). Discussability

Dapat didiskusikan (discussability) adalah peran organisasi dalam

memfasilitasi suatu diskusi internal bagi karyawan untuk membahas

hal-hal yang bertentangan dengan kode etik. Organisasi yang memiliki

tingkat discussability tinggi dapat mendiskusikan adanya harapan

normatif yang tidak jelas, dilema moral, dan perilaku yang tidak sesuai

etika.

7). Sanctionability.

Berdampak (sanctionability) adalah tingkat keyakinan karyawan

bahwa perilaku yang bertentangan dengan kode etik akan dihukum,

sedangkan yang sesuai dengan kode etik perusahaan akan

mendapatkan imbalan.

Page 100: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

93

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, W., 2002, Employee Fraud, The Internal Auditor, p: 26-37,

(http://www.auditnavigator.nl/files/090113_centraal_coll_ADVA_C

AR_edited_version.pdf).

Arafat, Wilson, Mohamad Fajri MP, Smart Strategy for 360 degree GCG

(Good Corporate Governance) (October 2009). Skyrocketing

Publisher. ISBN 978-979-18098-1-8

Arafat, Wilson, How To Implement GCG Effectively (July 2008).

Skyrocketing Publisher. Arens, A.A., R.J. Elder, dan M.S. Beasley,

2008, Auditing dan Jasa Assurance, Edisi 12, Jakarta: Penerbit

Erlangga. Edward, 2002, A Case Study of Employee Fraud, The CPA

Journal, (http://digitalcommons.calpoly.edu/cgi/

viewcontent.cgi?article=1000&context=acct_fac&sei-

redir=1&referer).

Baesens, B., Vlasselaer, V. V., & Verbeke, W. 2015. Fraud Analytics Using

Descriptive, Predictive, and Social Network Techniques: A Guide to

Data Science for Fraud Detection. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken,

NJ, USA.

Becht, Marco, Patrick Bolton, Ailsa Röell, Corporate Governance and

Control (October 2002; updated August 2004). ECGI - Finance

Working Paper No. 02/2002.

Cressey, D. 1953. “The Internal Auditor as Fraud Buster”. Managerial

Auditing Journal. MCB University Press.

Ferdian, Riki dan Ainun Na’im, 2006. “Pengaruh Problem-Based Learning

(PBL) Pada Pengetahuan Tentang Kekeliruan dan Kecurangan (Errors

and Irregularities)”, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.

Fuerman, R.D., 2009, Bernard Madoff and The Solo Auditor Red Flag,

SSRN,

(http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1434097).

Gregoriou, G.N., Lhabitant, dan Francois-Serge, 2008, Madoff: A Riot of

Red Flags, SSRN,

(http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1335639).

Hegazy, A.M., Kassem, Hosni, dan Rasha, 2010, Fraudulent financial

reporting: Do red flags really

help,SSRN,(http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1684

964,).

Hogart, R.M, dan H.J. Einhorn, 1992, Order Effects in Beliefs Updating: The

Beliefs-Adjustment Model, Cognitive Psychology, Vol.24, p: 1-55.

Jusuf, A.L., 2003, Auditing, Buku 1, Edisi 1, Yogyakarta: YKPN.

Page 101: Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE.,M.Si.,Ak.,CA

94

Karyono. 2013. “Forensic Fraud”. Andi. Yogyakarta.

Kusumawardhani, Prisca. 2013. Deteksi Financial Statement Fraud dengan

Analisis Fraud Triangle pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar Di

BEI. Jurnal Universitas Negeri Surabaya, Vol. 1, No. 3.

Miko Kamal, Undang Undang PT dan Harapan Implementasi

GCG,www.alf.com,2008

Sihombing, Analisis fraud diamond Dalam Mendeteksi financial Statemen

Fraud: Study Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) Journal of Accounting, Vol 03, No 02,

Semarang: Universitas Diponegoro, 2014, h. 37

Singleton, T., 2006, Fraud Auditing and Forensic Accounting, United Stated:

John Wiley & Sons

Skousen, C. J., K. R. Smith, dan C. J. Wright. 2009. “Detecting and

Predecting Financial Statement Fraud: The Effectiveness of the Fraud

Triangle and SAS No. 99”. Corporate Governence and Firm

Performance Advances in Financial Economis, Vol 13, h. 53-81.

Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif.

Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Wolfe, David T. dan Hermanson, Dana R. 2004. ”The Fraud Diamond:

Considering the Four Elements of Fraud”.The CPA Journal December,

pp.1-5.

Zimbelman, M. F., Albrecht, C. C., Albrecht, W. S., & Albrecht, C. O.

2014. Akuntansi Forensik (Edisi 4). Terj. N. Puspasari, Suhernita & R.

Saraswati, Jakarta Selatan: Salemba Empat.