ni ketut ari widhiasih

148
1 TESIS EKSPRESI GALECTIN-3 LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA PAPILER DIBANDINGKAN DENGAN HIPERPLASIA NODULAR DAN ADENOMA FOLIKULAR PADA ORGAN TIROID DI BALI NI KETUT ARI WIDHIASIH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Transcript of ni ketut ari widhiasih

Page 1: ni ketut ari widhiasih

1

TESIS

EKSPRESI GALECTIN-3 LEBIH TINGGI PADA

KARSINOMA PAPILER DIBANDINGKAN DENGAN

HIPERPLASIA NODULAR DAN ADENOMA

FOLIKULAR PADA ORGAN TIROID DI BALI

NI KETUT ARI WIDHIASIH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: ni ketut ari widhiasih

1

TESIS

EKSPRESI GALECTIN-3 LEBIH TINGGI PADA

KARSINOMA PAPILER DIBANDINGKAN DENGAN

HIPERPLASIA NODULAR DAN ADENOMA

FOLIKULAR PADA ORGAN TIROID DI BALI

NI KETUT ARI WIDHIASIH

NIM 1114098202

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 3: ni ketut ari widhiasih

ii

EKSPRESI GALECTIN-3 LEBIH TINGGI PADA

KARSINOMA PAPILER DIBANDINGKAN DENGAN

HIPERPLASIA NODULAR DAN ADENOMA FOLIKULAR

PADA ORGAN TIROID DI BALI

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI KETUT ARI WIDHIASIH

NIM 1114098202

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 4: ni ketut ari widhiasih

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 14 MARET 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. Herman Saputra, Sp.PA (K) dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, Sp.PA(K)

NIP. 197303112002121002 NIP. 197511042008012013

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)

NIP. 19461213 197107 1001 NIP. 195902151985102001

Page 5: ni ketut ari widhiasih

iv

Lembar Penetapan Panitia Penguji

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 3 Maret 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

Nomor : 402/UN14.4/HK/2015, Tanggal 23 Februari 2015

Ketua : dr. Herman Saputra, SpPA (K)

Anggota :

1. dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, SpPA (K)

2. Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS., SpPA (K), MIAC

3. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA (K)

4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D

Page 6: ni ketut ari widhiasih

v

Page 7: ni ketut ari widhiasih

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Om Swastiastu,

Atas asung wara kerta nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha

Esa, didorong oleh pemikiran yang luhur maka tesis dengan judul Ekspresi

Galectin-3 Lebih Tinggi pada Karsinoma Papiler Dibandingkan dengan

Hiperplasia Nodular dan Adenoma Folikular pada Organ Tiroid di Bali,

dapat diselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini tidak mungkin

dapat diselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini izinkan penulis dengan sepenuh hati menyampaikan rasa terima

kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :dr. Herman Saputra, SpPA (K),

selaku pembimbing I, yang telah membantu mengembangkan ide, memberikan

bimbingan, pengarahan, dan dukungan yang tak ternilai dari awal penyusunan

usulan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-

besarnya juga penulis ucapkan kepadadr. Luh Putu Iin Indrayani M., SpPA (K),

selaku pembimbing II dan Kepala Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum

Pusat Sanglah Denpasar, yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,

masukan, dan dukungan yang tak ternilai dari awal penyusunan usulan penelitian

hingga selesainya penulisan tesis ini, serta memberikan ijin untuk peminjaman

blok dan preparat histopatologi selama proses penelitian.

Rasa terima kasih penulis sampaikan pula kepada :

1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD,

FINASIM, dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof.

Page 8: ni ketut ari widhiasih

vii

Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K), M.Kes, yang memberikan kesempatan

fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister

Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 di Universitas

Udayana.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.

Raka Sudewi, SpS (K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk

menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.

3. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, SpAnd., FAACS, selaku Ketua

Program Studi Ilmu Biomedik (Combine Degree) Program Pascasarjana

Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan mengikuti

program pendidikan Combine Degree.

4. dr. Anak Ayu Saraswati, M.Kes, Direktur Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah Denpasar, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk

menjalani pendidikan di Bagian Patologi Anatomi, dan melakukan

penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

5. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA (K), selaku Ketua Program

Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

serta selaku penguji, yang telah memberikan kesempatan mengikuti

Program Pendidikan Dokter Spesialis-1, memberikan petunjuk, nasihat,

serta bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi, serta

memberikan saran, sanggahan, bimbingan, dan koreksi selama proses

pengerjaan usulan penelitian hingga akhir penyusunan tesis ini.

Page 9: ni ketut ari widhiasih

viii

6. dr. A.A.A.N. Susraini, SpPA (K), selaku Kepala Bagian/SMF Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah

Denpasar, yang telah memberikan kesempatan mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis-1, memberikan petunjuk, nasihat, serta

bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.

7. Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS., SpPA (K), MIAC, Dr. dr. I Gusti Ayu Sri

Mahendra Dewi, SpPA (K), dan Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D,

selaku penguji, atas semua saran, masukan, sanggahan, dan koreksi dalam

penyusunan tesis ini.

8. Seluruh staf dosen/pengajar PPDS-1 Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, dan semua

dosen Pascasarjana Program Magister Ilmu Biomedik Combined Degree,

yang telah membimbing, memberikan masukan, dan bekal pendidikan

kepada penulis, sehingga membantu menyelesaikan tesis ini.

9. Drs. I Ketut Tunas, MSi, yang telah membantu dalam memberikan

masukan serta saran dalam pengolahan data dan statistik mulai dari awal

penyusunan usulan penelitian hingga akhir penulisan tesis ini.

10. Seluruh teman sejawat residen PPDS-1 Patologi Anatomi dan pegawai di

lingkungan Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar atas bantuan dan

kerjasamanya selama peneliti menjalankan masa pendidikan.

Rasa syukur penulis persembahkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ida

Pandita Mpu Jaya Wasistha Nanda dan Ida Pandita Mpu Istri Jaya Wasistha

Page 10: ni ketut ari widhiasih

ix

Nanda, yang telah memberikan bekal pendidikan yang cukup, perhatian, doa,

semangat, dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis. Ayahanda dan

Ibunda mertua, AKP (Purn) I Ketut Rendeh dan Ni Made Hartasih, terima kasih

atas pengertian, perhatian, dukungan, dan semangat yang begitu besar kepada

penulis selama masa pendidikan. Dan, akhirnya kepada suami tercinta, dr. I Ketut

Rai Wiwa Negara, SpOG, serta kedua putra terkasih, I Putu Gde Satria N. Cakra

Wibawa dan I Made Bramantya Wisnu Wardhana, terima kasih atas dorongan

semangat, perhatian, pengorbanan, serta pengertian yang tak terhingga kepada

penulis selama masa pendidikan dan penyelesaian penelitian ini.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna

bagi perkembangan pelayanan di Laboratorium Patologi Anatomi, serta bidang

Ilmu Patologi Anatomi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi

Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu

pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, Maret 2015

Penulis

Ni Ketut Ari Widhiasih

Page 11: ni ketut ari widhiasih

x

ABSTRAK

EKSPRESI GALECTIN-3 LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA PAPILER

DIBANDINGKAN DENGAN HIPERPLASIA NODULAR DAN ADENOMA

FOLIKULAR PADA ORGAN TIROID DI BALI

Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin, Sebagian besar

tumor ganas ini berasal dari diferensiasi sel folikular tiroid, dan lebih dari 85%

kasus merupakan karsinoma papiler, yang tidak jarang menimbulkan kesulitan

diagnosis, dan dapat dikelirukan dengan hiperplasia nodular dan adenoma

folikular.Diagnosis yang akurat merupakan hal yang sangat penting dalam

menentukan modalitas terapi penderita pasca operasi. Galectin-3 merupakan salah

satu marker yang terlibat pada adesi sel. Struktur pentamer protein ini mampu

mengadakan reaksi silang dan mengikat β-galactoside pada glikoprotein dan

glikolipid permukaaan sel, serta berfungsi meregulasi berbagai mekanisme, antara

lain kelangsungan hidup, proliferasi, transformasi, serta migrasi sel.Tujuan

penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui perbedaan ekspresi galectin-3 pada

hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler pada organ tiroid,

sehingga dapat digunakan sebagai marker diagnostik dalam membedakan

berbagai lesi tiroid tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode analitik potong lintang. Besar sampel

adalah 42 sampel, yang masing-masing terdiri dari 14 sampel hiperplasia nodular,

14 sampel adenoma folikular, dan 14 sampel karsinoma papiler dari organ tiroid.

Sampel diambil dari sediaan blok parafin dari bahan operasi tiroidektomi

penderita yang diperiksa secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, dari tanggal

1 Januari 2013 sampai 30 Agustus 2014, kemudian dilakukan pulasan

imunohistokimia galectin-3. Hasil dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square

dengan tingkat kemaknaan (α) pada p < 0,05.

Hasil uji Chi Square penelitian ini menunjukkan ekspresi galectin-3 tidak

berbeda secara bermakna antara adenoma folikular dan hiperplasia nodular (p =

1,000; p > 0,05), ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler

dibandingkan dengan hiperplasia nodular (p = 0,000; p < 0,05), dan ekspresi

galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler dibandingkan dengan adenoma

folikular (p = 0,000; p < 0,05).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa galectin-3 dapat digunakan sebagai

marker diagnostik dalam menegakkan diagnosis keganasan pada lesi-lesi tiroid

yang berasal dari diferensiasi sel epitel folikel, khususnya yang menampilkan

arsitektur folikular atau papiler, serta tidak menunjukkan gambaran inti karsinoma

papiler tiroid yang jelas. Hasil penelitian ini juga mempertegas peranan galectin-3

pada karsinogenesis karsinoma papiler organ tiroid.

Kata kunci : galectin-3, hiperplasia nodular, adenoma folikular, karsinoma

papiler, tiroid

Page 12: ni ketut ari widhiasih

xi

ABSTRACT

GALECTIN-3 EXPRESSION IN PAPILLARY CARCINOMA WAS

HIGHER COMPARED WITH NODULAR HYPERPLASIA AND

FOLLICULAR ADENOMA OF THE THYROID ORGAN IN BALI

Thyroid carcinoma is the most common malignancy of the endocrine organs.

Most of this malignant tumor derived from thyroid follicular cell differentiation,

and more than 85% of cases are papillary carcinoma, which often cause

misdiagnostic, and may be confused with nodular hyperplasia and follicular

adenoma. An accurate diagnosis is very important in determining therapeutic

modalities postoperative patients. Galectin-3 is one of the markers that are

involved in cell adhesion. Pentamer structure of this protein is able to conduct

cross-reactionsand that binds to β-galactoside on cell surface glycoproteins and

glycolipids, and serves to regulate a various mechanisms, such as survival,

proliferation, transformation, and cell migration.The purposeof thisstudywas

aimed at testing that galectin-3 expressionwas different innodular hyperplasia,

follicularadenoma,andpapillarycarcinoma of the thyroid organ, so itcouldbe

usedasa diagnosticmarkerin distinguishingthevariousthyroidlesions.

This study used across-sectional analytic method. The sample size was 42

samples,consisting of 14 nodular hyperplasia, 14 follicular adenoma, and 14

papillary carcinoma from the thyroid organ, respectively. Samples were taken

from paraffin embedded block archive of patient thyroidectomy operation

specimens, which were examined histopathologically in Pathology Anatomy

Departement of Medical Faculty, Udayana University/Sanglah General Hospital,

from January 1st, 2013 to August 30

th, 2014, then stained with galectin-3

immunohistochemistry. The results were analyzed by Chi Square test with

significance level (α) at p < 0,05.

Chi Square test analysis of this study showed expression of galectin-3 was not

different between follicular adenoma and nodular hyperplasia, significantly (p =

1.000; p > 0,05), the expression of galectin-3 was higher in papillary carcinoma

compared with nodular hyperplasia (p =0.000; p < 0,05), and the expression

ofgalectin-3 was higher in papillary carcinoma compared with follicular adenoma

(p = 0.000; p < 0,05).

The results of this study demonstrated that galectin-3 could be used as a

diagnostic marker for thyroid lesion malignancies, derived from the follicular

epithelial cells differentiation, especially those showing follicular or papillary

architecture, and does not clear to show the diagnostic nuclear feature of papillary

thyroid carcinoma. These also reinforces the role of galectin-3 in papillary

carcinoma of the thyroid organ carcinogenesis.

Key words : galectin-3, nodular hyperplasia, follicular adenoma, papillary

carcinoma, thyroid

Page 13: ni ketut ari widhiasih

xii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ............................................................................................ i

PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...............................................iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................vi

ABSTRAK ......................................................................................................... x

ABSTRACT ......................................................................................................xi

DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xviii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xx

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xxii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 7

1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 7

1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................... 7

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 8

Halaman

Page 14: ni ketut ari widhiasih

xiii

1.4.1 Manfaat Akademik ............................................................. 8

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 9

2.1 Struktur Normal Tiroid .................................................................. 9

2.1.1 Anatomi Makroskopis Tiroid .............................................. 9

2.1.2 Anatomi Mikroskopis Tiroid ............................................. 10

2.1.3 Fisiologi Tiroid .................................................................. 12

2.2 Nodul Tiroid yang Berasal dari Diferensiasi Sel Folikular ........ 15

2.2.1 Nodul Tiroid Nonneoplastik ............................................. 15

2.2.2 Nodul Neoplastik Jinak Tiroid ......................................... 19

2.2.3 Nodul Neoplastik Ganas Tiroid ........................................ 21

2.2.3.1 Karsinoma papiler tiroid ....................................... 22

2.2.3.2 Patologi molekular karsinoma papiler tiroid ........ 28

2.3 Galectin-3 ................................................................................... 34

2.3.1 Struktur Galectin-3 ........................................................... 34

2.3.2 Peran Galectin-3 pada Biologi dan Kanker ...................... 37

2.3.2.1 Regulasi apoptosis ................................................ 37

2.3.2.2 Transformasi selular dan metastasis ..................... 38

2.3.2.3 Distribusi selular galectin-3 .................................. 40

2.3.3 Metodologi Pemeriksaan Galectin-3 ................................. 40

2.3.3.1 Biotin endogen ...................................................... 40

2.3.3.2 Heterogenitas antibodi galectin-3 ......................... 41

2.3.3.3 Kriteria skoring ..................................................... 42

Page 15: ni ketut ari widhiasih

xiv

2.3.4 Ekspresi Protein Galectin-3 pada Kanker Tiroid .............. 42

2.3.4.1 Ekspresi galectin-3 pada spesimen jaringan tiroid 42

2.3.4.2 Interpretasi pulasan galectin-3 .............................. 46

2.3.4.3 Korelasi klinikopatologi ekspresi galectin-3 ........ 46

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN ................................................................................... 47

3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................... 47

3.2 Konsep Penelitian ....................................................................... 50

3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................... 50

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 51

4.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 51

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 51

4.3 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 52

4.4 Penentuan Sumber Data .............................................................. 52

4.4.1 Populasi ............................................................................ 52

4.4.1.1 Populasi target ...................................................... 52

4.4.1.2 Populasi terjangkau .............................................. 52

4.4.2 Sampel .............................................................................. 52

4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................ 53

4.4.3.1 Kriteria inklusi ...................................................... 53

4.4.3.2 Kriteria eksklusi .................................................... 53

4.4.4 Besar Sampel .................................................................... 53

4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel ............................................ 54

Page 16: ni ketut ari widhiasih

xv

4.5 Variabel Penelitian ...................................................................... 54

4.5.1 Klasifikasi Variabel .......................................................... 54

4.5.2 Definisi Operasional Variabel .......................................... 55

4.6 Bahan Penelitian ........................................................................ 58

4.7 Instrumen Penelitian .................................................................. 58

4.8 Prosedur Penelitian ..................................................................... 59

4.8.1 Cara Pengumpulan Data ................................................... 59

4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan ........................................... 60

4.8.3 Alur Penelitian .................................................................. 63

4.9 Analisis Data ............................................................................... 66

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 67

5.1 Rerata Umur pada Kelompok Hiperplasia Nodular,

Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler Organ Tiroid ......... 67

5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Jenis Kelamin

Pasien .......................................................................................... 69

5.3 Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Subyek

Penelitian ..................................................................................... 71

5.3.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Diagnosis Histopatologi

dan Ekspresi Galectin-3 .................................................. 71

5.3.2 Perbedaan Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia

Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma

Papiler pada Organ Tiroid ............................................... 74

Page 17: ni ketut ari widhiasih

xvi

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 81

6.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur Pasien ........... 81

6.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Jenis Kelamin

Pasien ......................................................................................... 83

6.3 Perbandingan Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular

Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ

Tiroid ......................................................................................... 85

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 100

7.1 Simpulan .................................................................................... 100

7.2 Saran ......................................................................................... 100

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 102

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. 109

Page 18: ni ketut ari widhiasih

xvii

DAFTAR TABEL

2.1. Patologi genetik pada tumor folikular tiroid ............................................ 33

2.2. Berbagai penelitian mengenai deteksi imunohistokimia

galectin-3 pada spesimen tiroid ............................................................... 44

5.1. Rerata umur pada kelompok hiperplasia nodular, adenoma foliku

dan karsinoma papiler organ tiroid ......................................................... 68

5.2. Distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin dan nodul tiroid .................... 70

5.3. Perbedaan ekspresi galectin-3 berdasarkan jenis kelamin ……………. . 70

5.4. Karakteristik subyek penelitian ................................................................ 71

5.5. Distribusi pulasan galectin-3 .................................................................... 72

5.6. Skor intensitas pulasan galectin-3 ............................................................. 74

5.7. Perbedaan ekspresi galectin-3 pada hiperplasia nodular, adenoma

Folikular, dan karsinoma papiler pada organ tiroid ................................. 75

Halaman

Page 19: ni ketut ari widhiasih

xviii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Mikroskopis kelenjar tiroid ....................................................................... 11

2.2 Homeostasis hormon tiroid yang diatur oleh poros hipotalamus-

pituitary-tiroid. ............................................................................................ 15

2.3 Hiperplasia nodular .................................................................................... 17

2.4 Adenoma folikular .................................................................................... 20

2.5 Karsinoma papiler tiroid ........................................................................... 25

2.6 Nomenklatur tumor folikular ganas tiroid ............................................... 28

2.7Jalur patogenesis karsinoma papiler tiroid ................................................... 29

2.8 Multistep karsinogenesis pada neoplasma tiroid ...................................... 32

2.9 Struktur protein galectin-3 ......................................................................... 36

2.10 Ekspresi pulasan IHK galectin-3............................................................... 43

3.1 Bagan kerangka berpikir ........................................................................... 49

3.2 Bagan konsep penelitian ........................................................................... 50

4.1 Bagan rancangan penelitian ...................................................................... 51

4.2 Skema alur penelitian ................................................................................ 65

5.1 Grafik distribusi kasus berdasarkan kelompok umur dan nodul tiroid ..... 69

5.2 Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada kasus karsinoma papiler

dengan intensitas kuat................................................................................ 76

5.3 Kasus karsinoma papiler varian onkositik ................................................ 77

Halaman

Page 20: ni ketut ari widhiasih

xix

5.4 Kasus karsinoma papiler yang mengandung nodul metastasis pada

kelenjar getah bening regional .................................................................. 77

5.5 Imunohistokimia galectin-3 pada karsinoma papiler denga

intensitas pulasan sedang .......................................................................... 78

5.6 Imunohistokimia galectin-3 pada karsinoma papiler yang terpulas

pada lebih dari 75% area tumor dengan intensitas pulasan lemah ........... 78

5.7 Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada adenoma folikular dengan

intensitas kuat, terpulas pada lebih dari 75% area nodul .......................... 79

5.8 Imunohistokimia galectin-3 yang tidak terpulas pada adenoma

folikular .................................................................................................... 79

5.9 Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada hiperplasia nodular

dengan intensitas kuat, terpulas pada kurang dari 5% area nodul ............. 80

5.10 Imunohistokimia galectin-3 yang tidak terpulas pada hiperplasia

nodular ...................................................................................................... 80

6.1 Sel makrofag pada kasus hiperplasia nodular ............................................. 91

6.2 Jalur sinyal galectin-3 pada karsinogenesis karsinoma papiler tiroid ......... 98

Page 21: ni ketut ari widhiasih

xx

DAFTAR SINGKATAN

AKAP-9 = a-kinase anchor protein-9

Cav-1 = caveolin-1

CEA = carcinoembryonic antigen

CRD = carbohydrate recognition domain

DIT = diiodotyrosine

EGFR = epidermal growth factor receptor

ERK = extracellular signal regulated kinase

FAK = focal adhesion kinase

FNAB = fine needle aspiration biopsy

GNAS-1 = guanine nucleotide-binding α subunit-1

HBME-1 = hector battifora mesothelial epitope-1

IHK = imunohistokimia

Mgat-V = β1,6 N-acetylglucosaminyltransferase-V

MIT = monoiodotyrosine

NCOA-4 = nuclear receptor coactivator-4

NTRK-1 = neurotrophic thyrosine kinase receptor-1

PAX8/ PPARγ = paired box gene 8/peroxisome proliferator-activated

receptor gamma

PBS = phosphate buffer saline

PKA = protein kinase A

PTEN = phosphate with tensin homology gene

Page 22: ni ketut ari widhiasih

xxi

T3 = triiodothyroxine

T4 = thyroxine

TBG = thyroxine binding globulin

TGB = thyroglobulin

TNF = tumor necrosis factor

TREs = thyroid response elements

TRH = thyroid releasing hormone

TSH = thyroid stimulating hormone

TTF-1 = thyroid transcription factor-1

Page 23: ni ketut ari widhiasih

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1a. Ethical Clearance ..................................................................... 109

Lampiran 1b. AmandemenEthical Clearance…………………………….. .. 110

Lampiran 2a. Surat Ijin Penelitian .................................................................. 111

Lampiran 2b. Amandemen Surat Ijin Penelitian …………………………. .. 112

Lampiran 3. Data Subyek Penelitian .............................................................. 113

Lampiran 4a. Deskriptif Statistik Rerata Umur Kelompok Hiperplasia

Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler

pada Organ Tiroid .................................................................... 115

Lampiran 4b. Analisis Statistik Uji ANOVA Variabel Umur pada

Kelompok Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular,

dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid ............................... 115

Lampiran 4c. Deskriptif Statistik Perbandingan Jenis Kelamin pada

Kelompok Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan

Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid …………………… ........................... 116

Lampiran 4d. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbedaan Ekspresi

Galectin-3 Berdasarkan Jenis Kelamin ……………………..……………….116

Lampiran 5. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Distribusi

Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular,

dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid ............................... 117

Lampiran 6. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan

Skor Intensitas Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular,

Page 24: ni ketut ari widhiasih

xxiii

Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ

Tiroid ........................................................................................ 118

Lampiran 7. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan

Distribusi x Skor Intensitas Galectin-3 pada Hiperplasia

Nodular,Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler

pada Organ Tiroid..................................................................... 119

Lampiran 8. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Grade

Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular,

dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid ............................... 120

Lampiran 9. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor

Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular dan

Adenoma Folikular pada Organ Tiroid .................................... 121

Lampiran 10. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor

Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular dan

Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid ...................................... 122

Lampiran 11. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor

Ekspresi Galectin-3 pada Adenoma Folikular dan

Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid ...................................... 123

Lampiran 12. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor

Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular,

Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ

Tiroid ........................................................................................ 124

Page 25: ni ketut ari widhiasih

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin.Sebagian besar

neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan merupakan tipe papiler.

Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

dengan hiperplasia nodular yang merupakan nodul nonneoplastik ataupun dapat

menyerupai morfologi adenoma folikular jinak. Karsinoma papiler tiroid

cenderung memiliki pertumbuhan yang lambat dan prognosis yang baik, namun

apabila tidak diterapi dengan tepat, keganasan ini dapat mengalami metastasis ke

kelenjar getah bening dan bahkan menyebar ke organ jauh.

Sebagian besar lesi tiroid, baik itu hiperplasia fisiologis, lesi nodular jinak,

dan neoplasma ganas, menunjukkan gambaran mikrofolikel atau makrofolikel

yang khas (Baloch and LiVolsi, 2010). Pada kebanyakan kasus, diagnosis dapat

segera dinilai tanpa kesulitan berdasarkan kriteria sitologi dan histopatologi

(Fischer and Asa, 2008). Sebagai contoh, hiperplasia nodular biasanya

berhubungan dengan nodular goiter, dan dapat segera dikenali berdasarkan

gambaran variabilitas ukuran folikel dan adanya berbagai perubahan degeneratif,

seperti fibrosis, perdarahan, dan pembentukan kista.Adenoma folikular biasanya

muncul sebagai nodul tunggal, dipisahkan dari parenkim tiroid yang normal oleh

kapsel fibrosa yang utuh, dan umumnya menunjukkan gambaran mikrofolikel dan

Page 26: ni ketut ari widhiasih

2

makrofolikel yang dominan, tanpa invasi pembuluh darah maupun invasi pada

kapsel (Fischer and Asa, 2008; Baloch and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010)

Pada beberapa situasi tidak jarang diagnosis sulit ditegakkan, khususnya pada

kelompok nodul tiroid dengan arsitektur follicular (“follicular pattern”).

Diagnosis follicular-patterned lesions of uncertain malignant potential pada

sediaan histopatologi dapat mengakibatkan kebingungan klinisi, sehingga

menghambat penatalaksanaan yang efektif terhadap lesi ini. Membedakan

karsinoma papiler varian folikulardengan adenoma folikularbisa sulit bila lesi

berkapsel, serta gambaran inti dari karsinoma papiler hanya tampak fokal (Chan,

2004; Renshaw and Gould, 2005; Elsheikh et al., 2008; Saleh et al., 2010).Begitu

pula hiperplasia nodular yang berbatas tegas, dan secara mikroskopis

menunjukkan pola pertumbuhan papiler, dapat dikelirukan dengan karsinoma

papiler tiroid. Hiperplasia papiler ini menunjukkan pola pertumbuhan berlebih

dari sel epitel folikel dengan inti berbentuk bulat dan tidak jernih. Lesi ini

ditemukan pada pasien hipertiroidisme autoimun yang tidak diobati, gangguan

kongenital metabolisme tiroid, serta fokus hiperfungsi dari kelenjar tiroid (Baloch

and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010).

Beberapa laporan menemukan adanya variabilitas di antara para ahli patologi

dalam menentukan kriteria minimal untuk mendiagnosis karsinoma papiler tiroid

(Chan, 2004).Elsheikh, et al (2008), dalam penelitiannya melaporkan adanya

variasi intraobserver yang luas dalam mendiagnosis karsinoma papiler varian

folikular berkisar antara 17% sampai 100%. Disebutkan pula adanya variasi

interobserver yang dipengaruhi oleh lokasi geografis serta latar belakang

Page 27: ni ketut ari widhiasih

3

pelatihan ahli patologi. Hirokawa, et al (2008), melakukan review terhadap 21

sediaan lesi folikular tiroid yang berkapsel, dan membandingkan diagnosis di

antara delapan ahli patologi (empat dari Amerika dan empat lainnya dari Jepang).

Kesepakatan diagnosis di antara delapan ahli hanya ditemukan pada dua kasus.

Kesepakatan dalam menegakkan diagnosis lesi jinak dan ganas ditemukan pada

62% kasus. Diagnosis karsinoma papiler cenderung lebih sering dikemukakan

oleh ahli patologi Amerika, sedangkan frekuensi diagnosis adenomatous goiter

lebih tinggi pada ahli patologi Jepang dibandingkan Amerika (Elsheikh et al.,

2008).

Ditemukan pula kekhawatiran mengenai kemungkinan underdiagnosis

karsinoma papiler sebagai lesi jinak neoplastik atau nonneoplastik (Chan, 2004).

Dasar kekhawatiran ini adalah adanya laporan kasus karsinoma papiler varian

folikular yang awalnya didiagnosis sebagai adenoma folikular dan microfollicular

adenomatoid nodule, tetapi kemudian mengalami metastasis ke paru-paru dan

tulang (Baloch and LiVolsi, 2005). Penelitian lainnya melaporkan lesi tiroid

dengan gambaran makrofolikular yang secara sitologi dan arsitektural sangat

menyerupai nodular goiter ternyata telah mengalami metastasis ke kelenjar getah

bening dan merupakan suatu karsinoma papiler tiroid (Baloch and LiVolsi, 2010).

Dalam praktek sehari-hari juga tidak jarang ditemukan kasus-kasus seperti di

atas, sehingga menyulitkan diagnosis. Pemeriksaan tambahan, seperti

imunohistokimia diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.

Imunohistokimia dapat diperiksa tunggal maupun kombinasi secara panel, untuk

meningkatkan akurasi diagnostik lesi tiroid, khususnya lesi yang menampilkan

Page 28: ni ketut ari widhiasih

4

pola folikular (DeMatos et al., 2005, Prasad et al., 2005, Fischer and Asa, 2008).

Suatu tumor marker yang ideal harus mempunyai beberapa karakteristik, di

antaranya spesifik, sensitif, mudah dikerjakan, mudah diinterpretasikan, tidak

mahal, dan dapat digunakan pada spesimen fine needle aspiration biopsy (FNAB).

Menurut Fischer and Asa (2008), berbagai marker imunohistokimia tersebut

dibedakan menjadi beberapa kategori, diantaranya golongan yang terlibat dalam

adesi sel (galectin-3, E-cadherin, fibronektin), reseptor signaling (RET), gene

transcription control (thyroxin transcription factor-1 (TTF-1)),sekresi

(thyroglobulin, calcitonin, carcinoembryonic antigen (CEA)), regulasi siklus sel

(p27, cyclin D1), dan struktur sel (cytokeratine (CK) 19).

Beberapa studi menyatakan bahwa salah satu marker imunohistokimia yang

banyak diteliti dan digunakan oleh para ahli patologi dalam membedakan berbagai

lesi tiroid adalah galectin-3. Chiu, et al (2010), dalam review artikelnya

menyatakan bahwa galectin-3 merupakan marker yang paling akurat dalam

mendiagnosis differentiated thyroid carcinoma, bila dibandingkan dengan panel

56 marker molekular lainnya. Studi lainnya melalui pemeriksaan tissue

microarray menggunakan sampel penelitian 100 nodul jinak dan 105 nodul ganas

tiroid yang dipulas dengan 57 marker dan diteliti imunoekspresinya, melaporkan

berbagai marker yang penting dalam mendiagnosis differentiated thyroid

carcinoma, antara lain galectin-3, cytokeratine 19, vascular endothelial growth

factor, androgen receptor, p16, aurora-A, dan hector battifora mesothelial

epitope-1 (HBME-1). Disebutkan pula bahwa galectin-3 memiliki akurasi

Page 29: ni ketut ari widhiasih

5

diagnostik sebesar 86,9%, sebanding dengan panel berbagai marker terbaik yang

memiliki akurasi diagnostik sebesar 91,0%.

Galectin-3 merupakan family protein yang mengikat β-galactoside pada

glikoprotein dan glikolipid sel. Protein ini menunjukkan struktur pentamer yang

mampu mengadakan reaksi silang dengan glikoprotein pada permukaan sel,

menghasilkan bentuk baru yang berperan dalam sinyal seluler dan stabilisasi

reseptor. Galectin-3 diekspresikan oleh sel makrofag, netrofil, sel mast, dan sel

langerhans, serta terlibat dalam beberapa proses fisiologis dan patologis, termasuk

regulasi normal proliferasi sel dan inhibisi apoptosis, interaksi antar sel dan sel

dengan matriks, adhesi, serta migrasi. Protein ini juga diyakini memiliki peranan

dalam peradangan dan perbaikan kerusakan sel, transformasi neoplastik, dan

metastasis. Pada tiroid, beberapa laporan menyebutkan bahwa galectin-3

mengalami ekspresi yang tinggi pada tumor ganas (DeMatos et al., 2005; Prasad

et al., 2005; Chiu et al., 2010).

Galectin-3 terekspresi positif pada inti, sitoplasma, permukaan sel, dan

matriks disekitar sel. Pada sebagian besar kasus karsinoma papiler tiroid, galectin-

3 terpulas difus dan kuat pada sitoplasma (DeMatos et al., 2005; Prasad et al.,

2005; Cheung et al., 2006; Fischer and Asa, 2008). Sebaliknya, imunoreaktivitas

galectin-3 hanya ditemukan fokal pada sejumlah kecil kasus tumor tiroid jinak

dan tidak terekspresi pada spesimen jaringan tiroid normal (Chiu et al., 2010).

Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa tidak jarang terdapat kesulitan

diagnosis dalam menentukan lesi nonneoplastik, neoplastik jinak, maupun ganas

Page 30: ni ketut ari widhiasih

6

pada kasus-kasus nodul soliter tiroid yang berasal dari diferensiasi sel epitel

folikel, khususnya yang menampilkan arsitektur folikular dan atau papiler, maka

perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan pulasan imunohistokimia

galectin-3 yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan gambaran ekspresinya

pada berbagai lesi tiroid tersebut, serta membuktikan bahwa galectin-3 terekspresi

paling kuat dan merata pada karsinoma papiler, dibandingkan dengan hiperplasia

nodular dan adenoma folikular, sehingga dapat digunakan sebagai marker

diagnostik. Penelitian ini belum pernah dilakukan di Bali, sehingga apabila

terbukti, maka hasil pemeriksaan imunohistokimia galectin-3 dapat pula

bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan kepada klinisi, sehingga

penatalaksanaan pasien menjadi lebih tepat.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini,

adalah:

1. Apakah ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada adenoma folikular

dibandingkan dengan hiperplasia nodular pada organ tiroid?

2. Apakah ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler

dibandingkan dengan hiperplasia nodular pada organ tiroid?

3. Apakah ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler

dibandingkan dengan adenoma folikular pada organ tiroid?

Page 31: ni ketut ari widhiasih

7

1.3 Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini,

adalah:

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan ekspresi galectin-3 pada hiperplasia nodular,

adenoma folikular, dan karsinoma papiler pada organ tiroid, sehingga dapat

digunakan sebagai marker diagnostik dalam membedakan berbagai lesi tiroid

tersebut.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk membuktikan bahwa ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada adenoma

folikular dibandingkan dengan hiperplasia nodular pada organ tiroid.

2. Untuk membuktikan bahwa ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada

karsinoma papiler dibandingkan dengan hiperplasia nodular pada organ

tiroid.

3. Untuk membuktikan bahwa ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada

karsinoma papiler dibandingkan dengan adenoma folikular pada organ

tiroid.

Page 32: ni ketut ari widhiasih

8

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian di atas, maka

manfaat dari penelitian ini, antara lain:

1.4.1 Manfaat Akademik

1. Memberikan informasi data epidemiologi tentang ekspresi galectin-3 pada

berbagai nodul tiroid yang berasal dari diferensiasi sel epitel folikel, baik itu

nodul nonneoplastik (hiperplasia nodular), nodul neoplastik jinak (adenoma

folikular), dan nodul neoplastik ganas (karsinoma papiler).

2. Memperkuat landasan teori mengenai peranan galectin-3 pada adesi sel,

serta proliferasi dan diferensiasi sel epitel folikel tiroid ke arah keganasan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Apabila penelitian ini terbukti, maka galectin-3 dapat digunakan sebagai marker

diagnostik,sehingga lebih memudahkan dalam menegakkan diagnosis lesi-lesi

nonneoplastik, neoplastik jinak, maupun ganas pada kasus-kasus nodul tiroid yang

berasal dari diferensiasi sel epitel folikel, khususnya yang menampilkan arsitektur

folikular dan atau papiler, serta tidak menunjukkan gambaran inti karsinoma

papiler tiroid yang jelas. Diagnosis yang akurat akan memberikan manfaat bagi

klinisi, sehingga penanganan pasien menjadi lebih tepat.

Page 33: ni ketut ari widhiasih

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Struktur Normal Tiroid

2.1.1 Anatomi Makroskopis Tiroid

Kelenjar tiroid normal berbentuk seperti sayap kupu-kupu dengan dua lobus

lateral dihubungkan oleh isthmus. Lebar lobus lateralis dua sampai dua setengah

cm, panjang limasampai enam cm, dan tebal dua cm. Lobus yang satu bisa lebih

besar dibandingkan lobus yang lain. Lobuspiramidalis, yang merupakansisa

duktus tiroglosusditemukan pada 40% kelenjar tiroid. Ini terlihat sebagai tonjolan

pendek dari jaringan tiroid yang memanjang dari isthmus sampai permukaan

tulang rawan tiroid (Kondo et al., 2006; Carcangiu, 2007; Merino, 2008; Rosai,

2010).

Kelenjar tiroid terletak di tengah leher dan terikat dengan bagian depan trakea

oleh jaringan ikat longgar. Kedua lobus lateralis mengelilingi bagian ventral

danlateral laring serta trakea sampai bagian bawah tulang rawan tiroid dan

menutupi cincin trakea ke dua, tiga, dan empat. Berat normal tiroid 15 sampai 25

gram (Kondo et al., 2006; Carcangiu, 2007). Variasi berat tiroid dipengaruhi oleh

umur, jenis kelamin, berat badan, status fungsional kelanjar tiroid, serta asupan

iodine. Volume kelenjar tiroid meningkat pada wanita saat menstruasi. Kapsel

jaringan ikat tipis menutupi kelenjar tiroid. Septa jaringan ikat fibrus berhubungan

dengan kapsel ini dan menembus parenkim tiroid, membagi tiroid menjadi lobulus

(disebut thyromeres) (Carcangiu, 2007).

Page 34: ni ketut ari widhiasih

10

Warna normal tiroid merah kecoklatan. Pada orang tua kelenjar tampak

kehitaman, karena penumpukan pigmen menyerupai melanosit pada sel folikel.

Fenomena ini disebut melanosis thyroid atau black thyroid. Hal ini juga

ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan minocycline (Carcangiu,

2007; Baloch and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010).

Aliran darah tiroid berasal dari arteri tiroid superior, arteri tiroid inferior, dan

arteri tiroid ima. Jaringan limfatik menembus kelenjar tiroid, mengelilingi folikel

dan menghubungkan kedua lobus melalui isthmus. Aliran limfe dari lobus

superior dan isthmusmenuju kelenjar getah bening jugularis interna, dan bagian

inferior menuju kelenjar getah bening pretracheal, paratracheal, serta

prelaryngeal. Lokasi tumor primer berhubungan dengan lokasi awal metastasis

kelenjar getah bening. Derajat anastomosis kelenjar betah bening dapat

memberikan petunjuk lokasi tumor primer (Carcangiu, 2007).

2.1.2 Anatomi MikroskopisTiroid

Folikel adalah unit dasar kelenjar tiroid. Bentuknya bulat sampai oval, ditutupi

selapis epitel yang terletak pada membran basalis. Lumen folikel berisi koloid,

yaitu bahan jernih yang sebagian besar terdiri dari protein, termasuk thyroglobulin

(TGB) yang dikeluarkan oleh sel folikular (Gambar 2.1 A) (Carcangiu, 2007;

Baloch and LiVolsi, 2010).

Folikel dipisahkan dengan folikel lainnya oleh jaringan ikat longgar tipis.

Rerata ukuran diameter folikel adalah 200 µm (Kondo et al., 2006; Carcangiu,

2007). Ukuran folikel bervariasi tergantung status fungsi kelenjar dan umur.

Page 35: ni ketut ari widhiasih

11

Bentuk folikel yang memanjang merupakan gambaran hiperplasia atau neoplasia

sebagai akibat adanya penekanan pada struktur folikel (Gambar 2.1 B)

(Carcangiu, 2007).

Gambar 2.1

Mikroskopiskelenjar tiroid.A. Bentuk folikel bulat sampai oval. B. Folikel

tampak memanjang akibat kompresi (Carcangiu, 2007)

Sel epitel kelenjar yang melapisi folikel adalah sel folikular atau thyrocytes.

Selain itu, ada pula komponen sel lain yang disebut sebagai sel C atau

parafolikular. Sel folikular atau thyrocytes mempunyai ukuran dan bentuk yang

bervariasi sesuai dengan status fungsional kelenjar. Ada tiga tipe sel, yaitu pipih

(endotelioid), kubus, dan kolumnar (silindris). Sel pipih tidak aktif. Sel kubus

merupakan sel yang paling banyak, dan fungsi utamanya untuk sekresi koloid. Sel

kolumnar berfungsi menyerap TGB, menyimpanhormon aktif, dan mengeluarkan

hormon tersebut ke pembuluh darah (Carcangiu, 2007).

Pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan sel folikel tersusun selapis

melingkari koloid dengan ketebalan sekitar 35 sampai 40 µm dan terletak di

membran basalis, terpisah dengan stroma interstitial. Tampak mikrovili pada

permukaan sel dengan jumlah dan panjang yang meningkat pada sel yang aktif.

Jumlah retikulum endoplasma bervariasi, ukuran mitokondria, dan lisosom

Page 36: ni ketut ari widhiasih

12

biasanya kecil. Apabila jumlah mitokondria meningkat akan tampak butir-butir

dengan sitoplasma lebih eosinofilik (hurthle cell) (Carcangiu, 2007; Rosai, 2010).

2.1.3 Fisiologi Tiroid

Fungsi utama kelenjar tiroid adalah menghasilkan hormon tiroid. Hormon tiroid

yang paling penting adalah triiodothyroxine (T3) dan thyroxine (T4). Hormon ini

mengatur metabolisme, peningkatan sistesis protein di setiap jaringan tubuh,

meningkatkan penggunaan oksigen, meningkatkan produksi panas tubuh, cardiac

output, dan denyut jantung.. Hormon tiroid juga penting untuk perkembangan

tubuh dan pematangan sistem saraf pusat serta saraf perifer. Pengaruh hormon

tiroid terhadap pertumbuhan melalui kerja langsung pada sel untuk meningkatkan

kecepatan pertumbuhan, mengatur hormon yang lain, atau dengan memicu

pengeluaran growth hormone (Merino et al., 2008; Maitra, 2010).

Biosintesis hormon tiroid dimulai dari asupanion iodine yang terdapat pada

air atau makanan, kemudian diserap dan dibawa ke cairan ekstraseluler, dan

akhirnya ke dalam tiroid dimana konsentrasi iodine dalam sel 30 kali lebih tinggi

dibandingkan konsentrasi di darah tepi. Pengambilan iodide secara aktif melewati

membran basalis difasilitasi oleh human sodium iodide symporter. Sistem transpor

ini berpasangan dengan aliran natrium. Iodide di dalam tiroid kemudian dioksidasi

menjadi iodine. Iodine selanjutnya diubah menjadi thyrosine. Hasil akhirnya

adalah monoiodotyrosine (MIT) apabila satu molekul thyrosine yang terikat, dan

diiodotyrosine (DIT) apabila dua molekul thyrosine yang terikat. Sisa

iodothyrosine kemudian mengendap dan membentuk hormon tiroid aktif T3 dan

Page 37: ni ketut ari widhiasih

13

T4. Hormon T3 terbentuk dari penggabungan satu molekul DIT dan satu molekul

MIT, sedangkan hormon T4 dibentuk dari penggabungan dua molekul DIT

(Carcangiu, 2007; Merino et al., 2008; Maitra, 2010).

Hormon tiroid disimpan di dalam TGB termasuk sisa endapan serta T3 dan

T4. Pada penelitian tentang variasi rantai molekul TGB ditemukan perbedaan

antara kelenjar tiroid normal dan kondisi patologis seperti pada neoplasma.

Thyroglobulin dikumpulkan di tengah folikel tiroid dan merupakan isi utama

koloid. Pada pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron tampak adanya

perubahan morfologi kelenjar tiroid pada saat fase produksi hormon dan sekresi

hormon. Sintesis TGB dimulai di retikulum endoplasma, dan berlanjut di aparatus

golgi dimana karbohidrat kehilangan rantai gulanya, selanjutnya dikumpulkan di

mikrovesikel dan isinya kemudian dikeluarkan ke lumen folikel (Carcangiu,

2007).

Penyerapan TGB terjadi di pseudopodia sitoplasma. Thyroglobulin kemudian

masuk ke dalam lisosom. Isi dari TGB akan dicerna oleh enzim-enzim lisosom.

Hasil pemecahannya meliputi hormon T3 dan T4, kemudian mengalir ke dalam

darah yang diangkut terutama oleh protein spesifik, thyroxine binding globulin

(TBG). Thyroxine binding globulin mengangkut sekitar 70% hormon tiroid, serta

20% diangkut oleh transthyretin (prealbumin) dan albumin. Hanya sebagian kecil

hormon tiroid di dalam darah terlepas bebas dan aktif, yaitu 0,05% T3 dan

0,015% T4. Jumlah hormon T4 di sirkulasi lebih banyak dibandingkan hormon

T3, tetapi hormon T3 empat kali lebih aktif dibandingkan hormon T4, sehingga

peranan kedua hormon ini seimbang (Carcangiu, 2007; Merino et al., 2008).

Page 38: ni ketut ari widhiasih

14

Sintesis dan pengeluaran hormon tiroid diatur oleh kadar hormon Thyroid

StimulatingHormone (TSH) di dalam darah. Thyroid StimulatingHormone

dihasilkan oleh kelenjar pituitary anterior. Hormon ini berikatan dengan reseptor

spesifik pada membran sel folikular, dan mengaktifkan adenyl cycklase pathway

yang mengatur T3 dan T4. Stimulasi kelenjar tiroid oleh TSH akan meningkatkan

sekresi hormon tiroid dan aliran darah ke kelenjar tiroid. Kondisi ini akan

menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia sel folikular yang diikuti dengan

penurunan cadangan koloid. Pada tingkat fungsional sel, hal ini ditandai dengan

peningkatan konsentrasi iodide dan protein pengikat, peningkatan sintesis, dan

sekresi hormon (Merino et al., 2008; Maitra, 2010; Viglietto, 2011).

Pengeluaran hormon TSH dari kelenjar pituitary anterior diatur oleh Thyroid

ReleasingHormone (TRH)di hipotalamus. Pengeluaran TSH dan TRH diatur oleh

kadar T3 dan T4 yang bebas di dalam darah melalui mekanisme umpan balik

negatif ke pituitary dan hipotalamus. Kadar T3 dan T4 yang rendah akan memacu

pengeluaran TSH dan TRH, begitu juga sebaliknya kadar T3 dan T4 yang tinggi

akan menghambat pengeluaran TSH dan TRH. Di perifer, T3 dan T4 berikatan

dengan reseptor hormon tiroid (TR), dan membentuk kompleks hormon-reseptor

yang akan menuju inti dan merangsang transkripsi, sehingga disebut thyroid

response elements (TREs) (Gambar 2.2) (Carcangiu, 2007; Maitra, 2010;

Viglietto, 2011).

Page 39: ni ketut ari widhiasih

15

Gambar 2.2

Homeostasis hormon tiroid yang diatur oleh poros

hipotalamus-pituitary-tiroid (Maitra, 2010)

2.2 Nodul Tiroid yang Berasal dari Diferensiasi Sel Folikular

2.2.1 Nodul Tiroid Nonneoplastik

Nodul tiroid nonneoplastik dengan diferensiasi sel folikular yang tersering adalah

hiperplasia nodular, yang dapat merupakan suatu endemic goiter atau sporadic

(nodular) goiter. Endemic goiter disebabkan oleh kurangnya asupan iodine,

sehingga terjadi defisiensi produksi hormon tiroid. Hal ini mengakibatkan sekresi

TSH meningkat, yang pada fase awal menyebabkan tiroid menjadi hiperaktif

dengan epitel folikular yang tinggi dan koloid yang sedikit (disebut

parenchymatous goiter), dan selanjutnya sel epitel folikel menjadi atrofi dengan

Page 40: ni ketut ari widhiasih

16

jumlah koloid yang masif, dengan atau tanpa membentuk struktur nodularity

(disebut diffuse atau nodular colloid goiter) (Rosai, 2010).

Penyebab sporadic (nodular) goiter diantaranya adalah kurangnya asupan

iodine, gangguan sintesis hormon tiroid, meningkatnya iodide clearance oleh

ginjal, adanya thyroid-stimulating immunoglobulins, dan meningkatnya produksi

insulin-like growth factor (Rosai, 2010). Gejala klinis sporadic goiter tampak

pada 2% hingga 4% dari populasi. Kira-kira 10% lesi tiroid ini ditemukan saat

otopsi, yang umumnya multipel (Baloch and LiVolsi, 2006; 2010). Status

hormonal pasien umumnya euthyroid (Rosai, 2010).

Secara makroskopis hiperplasia nodular ini menunjukkan pembesaran

kelenjar ringan sampai masif, dengan berat berkisar antara 50 gram hingga

mencapai lebih dari 800 gram, kapsel jaringan tampak utuh, dan permukaan luar

jaringan tampak tidak rata. Pada irisan, tampak nodul yang terpisah dari jaringan

tiroid normal di sekitarnya, dapat dikelilingi oleh kapsel yang utuh atau parsial

(Baloch and LiVolsi, 2010). Nodul terutama tersusun dari jaringan tiroid

berwarna coklat, jaringan ikat fibrus, dan sering ditemukan kalsifikasi,

perdarahan, dan degenerasi kistik (Gambar 2.3 A) (Baloch and LiVolsi, 2010;

Maitra, 2010; Rosai, 2010).

Secara mikroskopis tampak nodul tersusun dari folikel dalam berbagai bentuk

dan ukuran. Folikel dapat melebar dilapisi oleh epitel pipih yang atrofi. Sebagian

area tampak lebih hiperseluler dan hiperplastik, dan dapat pula didominasi oleh

sel-sel hurthle (Gambar 2.3 B). Beberapa folikel yang berdilatasi dapat

menunjukkan folikel-folikel kecil yang aktif, dan disebut sebagai sanderson’s

Page 41: ni ketut ari widhiasih

17

polsters (Gambar 2.3 C). Dapat pula ditemukan struktur papiler menonjol ke

dalam lumen folikel yang berdegenerasi kistik, yang gambarannya dapat

dikelirukan dengan karsinoma papiler (Gambar 2.3 D) (Rosai, 2010).

Gambar 2.3

Hiperplasia nodular. A. Makroskopis hiperplasia nodular.

B. Mikroskopis tampak hiperplasia nodular tidak diliputi oleh kapsel.

C. Gambaran sanderson’s polsters. D. Hiperplasia nodular dengan pola

papiler, menonjol ke bagian tengah folikel yang berdilatasi kistik.

Inti sel tampak terletak di basal (Rosai, 2010)

Folikel yang ruptur dapat menimbulkan reaksi granulomatosa, dan ditemukan

sel histiosit serta foreign body-type giant cell. Sering pula ditemukan area

perdarahan, trabekulasi jaringan ikat fibrus, dan fokus kalsifikasi. Kadangkala

A B

C D

Page 42: ni ketut ari widhiasih

18

dapat ditemukan osseus metaplasia dan penebalan pembuluh darah dengan

kalsifikasi pada tunika media. Sebukan sel radang kronik dapat ditemukan pada

stroma, yang mengindikasikan adanya tiroiditis kronis. Pada kasus-kasus adanya

riwayat paparan bahan radioaktif dapat ditemukan inti sel folikel yang atipik

(Merino et al., 2008; Maitra, 2010; Rosai, 2010).

Hiperplasianodular dengan gambaran mikrofolikular dan makrofolikular

khusus, dan adenoma dengan kapsel yang tidak utuh dapat menimbulkan kesulitan

dalam diagnosis (Rosai, 2010). Pada beberapa kasus dapat ditemukan nodul

tunggal folikular, yang secara histologis setidaknyatampakidentik dengan nodul

multipel yang terlihat pada hiperplasia nodular, sehingga dapat muncul

pertanyaan,“apakah nodul ini merupakan nodul regeneratif atau nodul proliferatif,

namun bukan neoplasma, atau sebaliknya, apakah nodul ini merupakan adenoma

folikular jinak?”. Beberapaahli patologi lebih suka istilah yang kurang definitif,

yakni "adenomatous atau adenomatoid follicular nodule" terhadap lesi seperti ini,

untuk menghindari masalah histogenesis (Baloch and LiVolsi, 2010).

Hiperplasia nodular terjadi karena sel epitel folikel secara intrinsik

berkembang lebih pesat. Perkembangan awal bersifat poliklonal, yang melibatkan

satu folikel atau mungkin sekelompok folikel yang mengakibatkan iskemia fokal,

nekrosis, dan proses peradangan. Proses yang sama selanjutnya mempengaruhi

kelompok folikel lainnya. Selama berlangsungnya proses tersebut terjadi

fenomena sekunder berupa perdarahan, fibrosis, dan kalsifikasi. Sementara itu,

rangsangan hormonal pada kelenjar tetap berlangsung. Distorsi terhadap pasokan

Page 43: ni ketut ari widhiasih

19

pembuluh darah dan adanya folikel melebar yang mengandung bahan koloid

mengganggu distribusi iodide dan thyrotropine. Beberapa bagian dari kelenjar

terpapar kelebihan thyrotropine, sehingga mengalami hiperplasia fokal,

sedangkan area lainnya mengalami defisiensi thyrotropine, sehingga mengalami

zona atrofi (Baloch and LiVolsi, 2010).

2.2.2 Nodul Neoplastik Jinak Tiroid

Adenoma folikular atau solitary adenomatous atau adenomatoid nodule

merupakan tumor jinak berkapsel, bersifat monoklonal, terdiri dari proliferasi

folikel tiroid yang umumnya tampak seragam pada seluruh area nodul (Ghossein,

2009; Baloch and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010).Adenoma bersifat soliter, berbatas

tegas dengan jaringan sekitarnya (Gambar 2.4 A). Apabila pada satu lobus atau

kelenjar tiroid tampak beberapa nodul, maka lebih tepat didiagnosis sebagai

multinodular goiter dengan perubahan adenomatosa (adenomatous hyperplasia)

(Merino et al., 2008). Secara histologis, gambaran Meissner digunakan untuk

membedakan adenoma dengan adenomatous nodule yang merupakan hiperplasia

nodular, meliputi adanya kapsel, keseragaman pola pada adenoma, dan adanya

penekanan kelenjar sekitarnya oleh adenoma dan kapselnya (Baloch and LiVolsi,

2010).

Adenoma dapat menunjukkan berbagai pola, baik tunggal maupun kombinasi,

antara lain normofolikular (simple), makrofolikular (koloid), mikrofolikular (fetal)

(Gambar 2.4 B), dan trabekular atau solid (embrional). Mitosis jarang dijumpai

atau bahkan tidak ditemukan. Kadang, dinding pembuluh darah pada kapsel

Page 44: ni ketut ari widhiasih

20

adenoma mengalami penebalan fokal yang nyata, dan disebut sebagai muscular

cushions. Gambaran ini juga dapat ditemukan pada bagian tepi dari hiperplasia

nodular. Adenoma juga dapat menunjukkan struktur papiler atau pseudopapiler,

yang dapat dikelirukan dengan gambaran karsinoma papiler. Beberapa peneliti

menyebut lesi ini sebagai adenoma papiler, yang kemudian diganti menjadi

adenoma folikular dengan arsitektur papiler (Rosai, 2010).

Gambar 2.4

Adenoma folikular. A Makroskopis tampak nodul berbatas tegas dengan

jaringan di sekitarnya B. Mikroskopis nodul tersusun atas proliferasi folikel

tiroid yang tampak seragam (Baloch and LiVolsi, 2010)

Pada adenoma ditemukan pula berbagai gambaran, seperti perdarahan,

edema, dan fibrosis, yang terutama terjadi pada bagian tengah tumor (Maitra,

2010; Rosai, 2010).Area yang mengalami tusukan saat pemeriksaan FNAB dapat

menunjukkan gambaran nekrosis, peningkatan aktivitas mitosis, serta atipia

seluler di sepanjang area tusukan jarum. Dapat pula ditemukan kalsifikasi dan

beberapa komponen yang jarang, antara lain lemak, tulang rawan, atau signet ring

cells. Kadang pada adenoma dijumpai pula sel-sel besar yang secara sitologis

A B

Page 45: ni ketut ari widhiasih

21

tampak atipik dengan inti hiperkromatik, dan sel besar berinti banyak (Baloch and

LiVolsi, 2010; Rosai, 2010).

Selain itu ada pula kelompok adenoma folikular atipik yang diperkenalkan

oleh Hazard dan Kenyon,terdiri dari lesi noninvasif dengan peningkatan

selularitas, adanya gambaran atipia inti dan atau aktivitas mitosis, dan sering

ditemukan nekrosis tumor dan infark. Secara klinis adenoma folikular atipik ini

berperilaku jinak (Baloch and Livolsi, 2010).

2.2.3 Nodul Neoplastik Ganas Tiroid

Berdasarkan penelitian yang didukung oleh World Health Organization (WHO)

pada tahun 2010, ditemukan sekitar 44.670 kasus baru dan 1.690 kematian

disebabkan oleh kanker tiroid setiap tahunnya.Insiden karsinomatiroid di Amerika

Serikat sekitar 1% dari semua jenis kanker, dan mengakibatkan kematian sebesar

0,2% (LiVolsi, 2011).

Di Indonesia, berdasarkan data registrasi kanker berbasis patologi pada tahun

2010, disebutkan bahwa kanker tiroid menduduki peringkat ke lima kanker

tersering, dan juga merupakan kanker ke empat terbanyak yang terjadi pada

perempuan, setelah kanker payudara, leher rahim, dan ovarium (Anonim, 2010).

Kanker tiroid tercatat menduduki lima besar kanker tersering di Denpasar dari

tahun 2007 hingga 2010. Pada tahun 2007 ditemukan sebanyak 127 kasus kanker

tiroid (Anonim, 2007), yang naik menjadi 155 kasus pada tahun 2008 (Anonim,

2008). Tahun 2009 terjadi penurunan jumlah kejadian menjadi 84 kasus, namun

naik menduduki peringkat ke tiga kanker terbanyak (Anonim, 2009). Jumlah

Page 46: ni ketut ari widhiasih

22

kasus kanker tiroid kembali bertambah tahun 2010 menjadi 118 kasus, yang

merupakan 10,58% dari semua jenis kanker yang terjadi di Denpasar (Anonim,

2010).

Secara epidemiologi,karsinoma tiroid terjadi pada usia dewasa muda dan

pertengahan, serta jarang ditemukan pada anak-anak (DeLellis and Williams,

2004; LiVolsi, 2011). Sebagian besar karsinoma tiroid (kecuali karsinoma

medullary) berasal dari diferensiasi sel folikular tiroid. Lebih dari 85% kasus

keganasan organ tiroid tersebut merupakan karsinoma papiler, yang tidak jarang

menimbulkan kesulitan diagnosis (Maitra, 2010; Rosai, 2010; LiVolsi, 2011).

Sebagian besar pasien didiagnosis pada usia dekade ke tiga sampai lima, dan

kejadian pada jenis kelamin perempuan dua hingga empat kali lebih tinggi

dibandingkan dengan laki-laki (Kondo et al., 2006; LiVolsi, 2011). Berikut akan

dibahas secara lebih rinci mengenai karsinoma papiler tiroid.

2.2.3.1 Karsinoma papiler tiroid

Karsinoma papiler tiroid merupakan tumor epitelial ganas yang menunjukkan

diferensiasi sel folikular dan ditandai dengan gambaran inti yang khas (LiVolsi et

al., 2004). Epidemiologi dari karsinoma papiler tiroid ini menimbulkan

ketertarikan banyak pihak. Studi dari berbagai belahan dunia yang telah

membandingkan insiden karsinoma papiler tiroid pada populasi yang tinggal di

daerah pegunungan dengan populasi yang tinggal di dekat laut menyimpulkan

bahwa konsentrasi konsumsi yodium berpengaruh terhadap kejadian penyakit ini,

Page 47: ni ketut ari widhiasih

23

dan pada beberapa kasus mempengaruhi morfologi karsinoma papiler (Kondo et

al., 2006; LiVolsi, 2011).

Pada akhir abad 20, seiring dengan meningkatnya penggunaan terapi radiasi,

diantaranya pada pasien-pasien dengan tumor jinak bagian kepala dan leher,

seperti hemangioma, limfangioma, pembesaran kelenjar gondok, pembesaran

tonsil, dan adenoid, dalam perjalanan terapinya didapatkan karsinoma papiler

tiroid sebagai „tumor primer kedua‟. Ditemukan fakta bahwa radiasi pada daerah

leher merusak folikel tiroid dan menyebabkan hipotiroid relatif. Akibat hipotiroid

relatif adalah terjadinya peningkatan sekresi TSH. Diperkirakan peningkatan TSH

pada epitel folikel tiroid yang „rusak‟ (gangguan pada DNA yang berakibat pada

mutasi dan translokasi), akan mengakibatkan transformasi neoplastik pada sel

tiroid (juga harus dipertimbangkan pula individu yang memiliki cacat genetik,

dimana hal ini merupakan faktor predisposisi terjadinya neoplasma multipel).

Pada akhirnya, peristiwa ledakan dan kebakaran pada pembangkit listrik tenaga

nuklir di Chernobyl, Uni Soviet pada bulan April 1986, disusul dengan „epidemi‟

karsinoma tiroid yang terutama terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun,

dan beberapa didapatkan pada janin dalam kandungan (LiVolsi, 2011).

Gambaran makroskopis karsinoma papiler tiroid cukup bervariasi. Lesi dapat

muncul dimana saja pada kelenjar tiroid. Secara umum karsinoma papiler

memiliki rerata ukuran dua hingga tiga cm. Lesi dapat berukuran besar atau

berukuran kurang dari satu cm. Lesi berbatas tegas, dan umumnya tampak

berwarna putih (Gambar 2.5 A). Biasanya ditemukan pula kalsifikasi. Pada

sklerosis yang luas, lesi akan tampak menyerupai bekas luka. Selain itu, dapat

Page 48: ni ketut ari widhiasih

24

ditemukan pula bentukan kista dan area-area nekrosis (Baloch and LiVolsi, 2010;

Rosai, 2010; LiVolsi, 2011).

Secara mikroskopis karsinoma papiler tiroid mempunyai gambaran yang

khas. Tumor dapat didominasi bentukan papiler (Gambar 2.5 B), atau dapat pula

menunjukkan pola folikular (Gambar 2.5 C). Dapat ditemukan fibrovascular core

(kadang hanya jaringan ikat fibrus) yang dilapisi satu atau beberapa lapis sel

berbentuk kuboid atau kolumnar, dengan inti yang jernih (ground glass),

berbentuk oval, tampak membesar, terletak saling tumpang tindih,membran inti

tidak beraturan, adanya inklusi sitoplasma intranuklear, serta nuclear

grooves(Chan, 2004; Elsheikh et al., 2008; Fischer and Asa, 2008).

Ground glass nuclei dideskripsikan sebagai inti yang jernih, ground glass,

kosong, atau orphan annie eyes. Inti tampak lebih besar dan lebih oval bila

dibandingkan dengan inti sel folikel normal dan mengandung kromatin yang

hipodens (Gambar 2.5 C) (LiVolsi, 2011).

Inklusi sitoplasma intranuklear yang lebih sering ditemukan pada bahan

aspirasi, menunjukkan gambaran sitoplasma yang masuk ke inti dan harus terlihat

batas yang jelas. Kriteria yang harus dipenuhi, yaitu selnya harus sel epitel folikel

dengan diameter paling sedikit seperempat diameter inti, warna serupa dengan

sitoplasma, serta tepi inklusi sitoplasma dalam inti harus jelas, bulat, dan reguler.

Sementara itu, nuclear grooves merupakan invaginasi membran inti yang paralel

dengan aksis elongasi inti (Rosai, 2010).

Beberapa penelitian berusaha mengungkap penyebab gambaran khas inti di

atas. Dilaporkan bahwa sel-sel folikel tiroid yang terpapar dengan onkogen RET

Page 49: ni ketut ari widhiasih

25

gambaran morfologinya menyerupai karsinoma papiler, namun penelitian ini tidak

dijelaskan lebih lanjut. Penelitian terkini melaporkan bahwa pengecatan

imunohistokimia dengan protein emerin menunjukkan perbedaan pola yang jelas

antara inti karsinoma papiler dengan inti pada sel tiroid normal atau pada tumor

jinak, namun tidak dapat menjelaskan perubahan morfologi yang terjadi pada inti

tersebut (LiVolsi, 2011).

Gambar 2.5

Karsinoma papiler tiroid. A. Makroskopis tampak tumor berbatas tegas,

menyerupai adenoma folikular. B. Mikroskopis karsinoma papiler tiroid

varian klasik. C. Mikroskopis karsinoma papiler tiroid varian folikular. Inti sel

epitel folikel tampak jernih, membesar, tersusun saling tumpang tindih, dan

membran inti tidak beraturan. D. Karsinoma papiler tiroid varian folikular

yang berkapsel. Daerah invasi transkapsular (inset) menunjukkan gambaran

inti yang khas (Baloch and LiVolsi, 2010)

B

D

Page 50: ni ketut ari widhiasih

26

Gambaran mikroskopis lain yang dapat ditemukan adalah psammoma bodies,

dan respon desmoplastik di daerah invasif (Al-Brahim and Asa, 2006; Rosai,

2010; LiVolsi, 2011).Psammoma bodymerupakan gambaran papila yang „mati‟,

berdiferensiasi dari kalsifikasi distrofi oleh karena proses lamelasi. True

psammoma body dibentuk oleh fokus infark di ujung papila yang menyerap

kalsium. Teori lain menyebutkan bahwa mekanisme akumulasi kalsium

intraseluler oleh sel tumor akan berujung pada lamelasi. Psammoma bodybiasanya

terlihat pada inti papila, stroma tumor, atau pada kelenjar getah bening.

Didapatkannya psammoma bodypada kelenjar getah bening servikal merupakan

bukti dari karsinoma papiler tiroid. Pada tumor jinak tiroid jarang ditemukan

psammoma body (kurang dari 1%) (LiVolsi, 2011).

Beberapa laporan menemukan adanya variabilitas di antara para ahli patologi

dalam menentukan kriteria minimal untuk mendiagnosis karsinoma pepiler tiroid

(Chan, 2004; Elsheikh et al., 2008). Beberapa peneliti merekomendasikan

beberapa kriteria dasar dan mengusulkan penggunaan kombinasi gambaran

histologis mayor dan minor. Kriteria tambahan lainnya mencakup adanya

gambaran folikel memanjang atau berbentuk tidak teratur, pewarnaan koloid

gelap, dan yang jarang dapat ditemukan pula histiosit berinti banyak dalam lumen

folikel (Chan, 2004; Fischer and Asa, 2008). Mitosis merupakan hal yang jarang

ditemukan pada karsinoma papiler (LiVolsi, 2011).

Karsinoma papiler yang menampilkan arsitektur folikular disebut sebagai

karsinoma papiler varian folikular (Gambar 2.5 C). Menurut LiVolsi (2011),

Page 51: ni ketut ari widhiasih

27

varian folikular harus menunjukkan pola folikular secara keseluruhan. Keganasan

ini menunjukkan gambaran yang kontroversial. Tipe ini sulit ditentukan, karena

awalnya lesi ini telah diklasifikasikan sebagai karsinoma folikular atau adenoma

folikular (atau adenoma folikular atipik). Diagnosis varian ini lebih mudah bila

ditemukan gambaran inti yang khas serta pola pertumbuhan yang tidak berbatas

tegas dan infiltratif, akan tetapi tidak jarang tipe ini berbatas tegas, dan bahkan

berkapsel.

Ada dua tipe dari varian folikular, antara lain diffuse follicular variant dan

encapsulated follicular variant. Pada diffuse follicular variant, kelenjar secara

difus digantikan oleh jaringan tumor, dan sering ditemukan metastasis ke kelenjar

getah bening serta organ jauh, sehingga prognosisnya lebih buruk. Sementara itu,

pada encapsulated follicular variant, jaringan tumor tampak dikelilingi oleh

kapsel yang utuh, dengan distribusi umumnya multifocal, sehingga secara

morfologi sering dikelirukan dengan adenomatoid nodule atau adenoma folikular

(Gambar 2.5 D) (Baloch and LiVolsi, 2010).

Pada beberapa kasus kita dapat menemukan kesulitan dalam menegakkan

diagnosis suatu lesi folikular ganas tiroid. Sebagai contoh, dapat ditemukan

adanya lesi folikular dengan invasi kapsel yang tidak jelas (questionable) atau

hanya minimal tidak melintasi seluruh ketebalan kapsel, apabila tidak disertai

dengan perubahan karakteristik inti karsinoma papiler, maka disebut sebagai

follicular tumor of uncertain malignant potential (Rosai, 2010).

Pada kasus dengan perubahan inti yang minimal, invasi kapsel atau pembuluh

darah tidak ada atau tidak jelas, maka tumor didiagnosis sebagai well-

Page 52: ni ketut ari widhiasih

28

differentiated tumor of uncertain malignant potential. Apabila ditemukan invasi

kapsel atau pembuluh darah yang jelas, maka digunakan istilah well-differentiated

carcinoma, not otherwise specified (Gambar 2.6)(Rosai, 2010).

Gambar 2.6

Nomenklatur tumor folikular ganas tiroid (Rosai, 2010)

2.2.3.2 Patologi molekular karsinoma papiler tiroid

Jalur kaskade RAS-BRAF-MAPK merupakan jalur genetik pada karsinoma

papiler. Pengaktifan jalur ini bisa melalui salah satu dari dua mekanisme utama.

Mekanisme pertama melalui tata ulang gen RET atau neurotrophic tyrosine kinase

receptor 1 (NTRK1) yang menyandi reseptor tirosine kinase transmembrane

(Chien and Koeffler, 2012).Mekanisme keduamelalui aktivasi point mutation

padaV-raf murine sarcoma viral oncogene homolog B1 (BRAF), yang merupakan

produk komponen signaling intermediate dari jalur mitogen activated protein

Gambaran inti karsinoma

papiler tiroid

Jelas Minimal atau fokal

Karsinoma papiler

tiroid

Invasi kapsel atau

pembuluh darah jelas

Invasi kapsel atau

pembuluh darah tidak ada

atau tidak jelas

(questionable)

Well-differentiated

carcinoma, not

otherwise specified

Well-differentiated

tumor of uncertain

malignant potential

Dengan

atau tanpa

invasi

kapsel atau

pembuluh

darah

Page 53: ni ketut ari widhiasih

29

kinase (MEK/MAPK), yang selanjutnya mengaktivasi extracellular signal

regulated kinase (ERK), sehingga terjadi proliferasi sel (Gambar 2.7). Jalur sinyal

ini terutama terjadi pada tumor sporadis (Fuhrer, 2006; Electron, 2007; Chien and

Koeffler, 2012).

Gambar 2.7

Jalur patogenesis karsinoma papiler tiroid(Chien and Koeffler, 2012)

Tata ulang (rearrangement) gen RET/PTC disebutkan sebagai alterasi genetik

spesifik pertama pada keganasan ini (Baloch and LiVolsi, 2010; Maitra, 2010;

Rosai, 2010; Chien and Koeffler, 2012).Gen RET merupakan protoonkogen yang

mengkode reseptor tirosin kinase dari glial cell-derived nervous growth factor dan

Page 54: ni ketut ari widhiasih

30

secara endogen terekspresi pada sel neuroendokrin. Terjadi ekspresi yang salah

dari potongan gen RET pada karsinoma papiler melalui fusi promotor pada regio

N-terminal dari gen terkait (disebut PTC-1,2 dan seterusnya), dan regio C-

terminal fungsional dari gen RET (mengandung tirosin kinase). Hasilnya adalah

aktivasi RAS-RAF-MAPK signaling (Santoro et al., 2006; Chien and Koeffler,

2012).

Saat ini teridentifikasi lebih dari delapan protein chimera RET/PTC pada

karsinoma tiroid, dimana RET/PTC-1 (inv(10)(q11.2;q21) dan RET/PTC-3

(inv(10)(q11.2;q10) terhitung kira-kira 80% dan merupakan fusi gen yang

tersering (Chien and Koeffler, 2012). Keduanya melibatkan inversi pada lengan

panjang kromosom 10, menghasilkan perpaduan antara RET dengan gen histone

proteinnucleosome (histone H4) pada RET/PTC-1 atau RET dengan nuclear

receptor coactivator 4 (NCOA4) pada RET/PTC-3 (Santoro et al., 2006; Chien

and Koeffler, 2012).

Tata ulang gen RET/PTC spesifik untuk karsinoma papiler dan prevalennya

ditemukan lebih tinggi (30% sampai 65%) pada keganasan yang disebabkan oleh

radiasi (chernobyl-tumor), dan lebih jarang (5% sampai 15%) pada kanker yang

sporadis. Penjelasan yang menarik mengenai terjadinya fusi RET/PTC secara

spesifik pada sel epitel tiroid disampaikan oleh Nikifora dalam penelitiannya.

Dengan menggunakan teknik fluorescent in situ hybridization, mereka mampu

menunjukkan bahwa potongan gen RET dan PTC yang berlokasi pada kromosom

10, mendekat pada sekitar 35% sel epitel tiroid normal selama interfase, meskipun

kedua gen berjarak mencapai 30 megafase (Chien and Koeffler, 2012).

Page 55: ni ketut ari widhiasih

31

Tata ulang gen lainnya pada karsinoma papiler adalah inversi kromosom 7q

menghasilkan fusi antara BRAF dan A-kinase anchor protein 9 (AKAP 9) gene.

Fusi protein ini meningkatkan aktivitas kinase. Sepertiga sampai setengah dari

kasus karsinoma papiler ditemukan gain-of-function mutation pada gen BRAF

(Fuhrer, 2006; Chien and Koeffler, 2012). Data lain menyebutkan 18% sampai

87% dari karsinoma papiler. Gen BRAF berlokasi pada kromosom 7q32, dan

terjadi transversi thymine ke adenine yang menyebabkan perubahan valine

menjadi glutamate pada kodon 600 (BRAFv600E

) (Fuhrer, 2006; Electron,

2007).Mutasi pada BRAFV600E

dapat menyebabkan aktivasi RAF kinase, dan

secara invitro dapat menyebabkan transformasi sel dengan efikasi yang lebih

tinggi daripada wild-type BRAF. Mutasi BRAFV600E

dilaporkan sebagai defek

molekular yang sering terjadi pada karsinoma papiler yang sporadis (berkisar

antara 36% sampai 69%), sementara tata ulang gen AKAP9/BRAF (inv(7)(q21-

22q34)) terjadi pada radiation-induced karsinoma tiroid (Fuhrer, 2006; Kondo et

al., 2006; Electron, 2007; Chien and Koeffler, 2012).Mutasi BRAF berkaitan

dengan tumor yang lebih agresif, sehingga memiliki prognosis yang buruk

(LiVolsi, 2011).

Beberapa penelitian menunjukkan model multistep karsinogenesis neoplasma

tiroid. Gambar 2.8 A menunjukkan faktor risiko, seperti paparan radiasi

menyebabkan ketidakstabilan genomik melalui mekanisme langsung maupun

tidak langsung, melibatkan jalur sinyal MAPK. Aktivasi onkogen MAPK

meningkatkan ketidakstabilan genomik lebih lanjut yang mengarah ke perubahan

genetik, selanjutnya melibatkan jalur sinyal lain, seperti regulator siklus sel dan

Page 56: ni ketut ari widhiasih

32

berbagai molekul adesi. Interaksi antara ketidakstabilan genomik dan perubahan

genetik merangsang perkembangan well differentiated menjadi undifferentiated

karsinoma tiroid (Kondo et al., 2006; Viglietto et al., 2011).

Gambar 2.8

Multistep karsinogenesis pada neoplasma tiroid (Kondo et al., 2006)

Berdasarkan pengamatan klinis, histologis, dan molekular, ditemukan tiga

jalur berbeda proliferasi neoplastik dari sel folikel tiroid, antara lain hiperfungsi

adenoma folikular tiroid (tumor yang hampir selalu jinak, tanpa kecenderungan

B

A

Page 57: ni ketut ari widhiasih

33

progresif), karsinoma folikular, dan karsinoma papiler tiroid. Cacat genetik yang

menyebabkan aktivasi RET atau BRAF merupakan kejadian awal yang sering

dikaitkan dengan paparan radiasi. Ekspresi yang rendah dari inhibitor cyclin-

dependent kinase p27KIP1

dan ekspresi yang tinggi dari cyclin D1 merupakan

prediktor yang kuat adanya metastasis kelenjar getah bening pada karsinoma

papiler tiroid. Sebagian besar poorly differentiated dan undifferentiated

carcinoma berasal dari well differentiated carcinoma tiroid melalui peristiwa

genetik tambahan, termasuk β-catenin (yang dikode oleh CTNNB1) dan inaktivasi

P53, namun dapat pula terjadi secara de novo (Gambar 2.8 B). Interaksi antara

faktor risiko, ketidakstabilan genomik, dan perubahan genetik ke depannya dapat

dijadikan fokus studi tentang kanker tiroid (Kondo et al., 2006; Viglietto et al.,

2011).

Secara ringkas melalui tabel berikut diuraikan berbagai gangguan molekular

yang terjadi pada adenoma folikular dan karsinoma papiler pada organ tiroid.

Tabel 2.1.

Patologi genetik pada tumor folikular tiroid (Rosai, 2010)

Adenoma

Folikular

Karsinoma Papiler

Varian Klasik

Karsinoma Papiler

Varian Folikular

RAS (20%-40%) BRAF (30%-70%) RAS (25%-45%)

PAX8/PPARγ (5%-20%) RET/PTC (20%-40%) RET/PTC (5%-10%)

TSH-R & GNAS 1 RAS (0-10%) BRAF (5%-10%)

Chromosomal unstable TRK (0-10%) PAX8/PPARγ (0-30%)

Chromosomal unstable Chromosomal unstable

Page 58: ni ketut ari widhiasih

34

2.3 Galectin-3

2.3.1 Struktur Galectin-3

Galectin merupakan family protein yang menampilkan unit N-acetyllactosamine

beragam, mengikat β-galactoside pada glikoprotein dan glikolipid permukaaan

sel. Struktur kristal dari sebagian besar galectin menunjukkan bahwa protein ini

setidaknya terdiri dari satu domain yang mengandung 130 asam amino, dan

disebut sebagai carbohydrate-recognition domain (CRD) yang masing-masing

bertanggungjawab terhadap carbohydrate-binding properties (Gambar 2.9 A).

Secara umum galectin merupakan soluble protein yang mempunyai gambaran

khas pada molekul sitoplasma sel. Akan tetapi, lokasinya tidak terbatas pada

sitoplasma saja, galectin juga dapat ditemukan pada inti, permukaan sel, dan

bahkan pada ruang ekstraseluler. Pada beberapa kasus, regulasinya berkaitan

dengan kontrol langsung diferensiasi selular dan diaktivasi dengan bekerja

sebagai tombol “on-and-off” yang mengontrol aktivitas transkripsional spesifik.

Pada kasus lainnya, galectin mampu meregulasi berbagai mekanisme, antara lain

kelangsungan hidup, proliferasi, dan transformasi sel (Laderach et al., 2010).

Saat ini teridentifikasi 15 jenis galectin pada berbagai sel dan jaringan

(Inohara et al., 2008; Laderach et al., 2010). Berdasarkan strukturnya, galectin

dibedakan menjadi tiga kelompok (Chiu et al., 2010), yaitu:

1. “Prototype” subfamily, meliputi galectin-1, -2, -5, -7, -10, -11, -13, -14, dan -

15. Subfamily ini hanya mengandung satu CRD, dan mampu membentuk

struktur dimer yang berperan pada interaksi nonkovalen.

Page 59: ni ketut ari widhiasih

35

2. “Tandem-repeat” subfamily, mengandung dua CRD, dan terdiri dari galectin-

4, -6, -8, -9, dan 12.

3. “Chimera-type” subfamily, yaitu galectin-3 yang menunjukkan domain N-

terminal yang berdekatan dengan CRDnya.

Gambar 2.9

Struktur protein galectin-3. A. Galectin-3 tersusun atas domain N-terminal

yang mengandung 100 sampai 150 asam amino dan domain C-terminal yang

mengandung 135 asam amino. B. Galectin-3 membentuk struktur pentamer,

sehingga mampu berperan pada interaksi antar sel dan sel dengan matriks

ekstraselular, receptor clustering, dan transduksi sinyal, serta pembentukan

glycoprotein-galectin lattices (Argueso and Panjwani, 2012)

Human galectin-3 adalah protein yang dikode oleh gen tunggal, LGALS3,

yang berlokasi pada kromosom 14. LGALS3 terdiri dari enam ekson dan lima

intron. Ekson IV sampai VI mengkode domain C-terminal yang mengandung

CRD, sehingga bertanggungjawab terhadap pengikatan lectin dengan karbohidrat

Page 60: ni ketut ari widhiasih

36

spesifiknya. Ekson III dan 18bp dari ekson II mengkode domain N-terminal yang

kaya akan proline, tyrosine, dan residu glisine, serta memungkinkan pembentukan

struktur pentamer, sehingga membrane plasma galectin lattice microdomains

mampu mengadakan reaksi silang dengan glikoprotein permukaan sel, dan terlibat

dalam sinyal selular dan stabilisasi reseptor (Gambar 2.9 B) (Krzeslak, 2004;

Argueso and Panjwani, 2012).

Galectin-3 mempunyai berat molekul 31-kDa dan merupakan satu-satunya

anggota family galectin yang mempunyai struktur pentamer yang unik (Herrmann,

2004; Collet, 2005; Scognamiglio et al., 2006). Pada pembelahan proteolitik dari

domain N-terminal, fungsi ekstraselular galectin-3 hilang, mungkin karena

ketidakmampuannya membentuk struktur pentamer. Selanjutnya, fosforilasi

galectin-3 dapat terjadi pada domain N-terminal pada residu serin-6 dan serin-12.

Galectin-3 teridentifikasi pada inti, sitoplasma, dan ruang ekstraselular. Protein ini

berperan dalam regulasi apoptosis, motilitas sel, dan perkembangan sel T, serta

mempengaruhi progesivitas kanker tiroid (Chiu et al., 2010).

2.3.2 Peran Galectin-3 pada Biologi dan Kanker

2.3.2.1 Regulasi apoptosis

Upregulasi galectin-3 dan translokasinya ke dalam inti menunjukkan fungsinya

pada pertumbuhan sel normal. Pada karsinoma papiler tiroid, galectin-3

ditemukan secara signifikan mengalami ekspresi yang tinggi pada area inti. Pada

inti, galectin-3 berperan sebagai up-regulator aktivitas transkripsional dari

thyroid-specific transcription factor-1, dan berkontribusi terhadap tingginya

Page 61: ni ketut ari widhiasih

37

tingkat proliferasi sel tersebut. Lebih lanjut ditemukan pula penurunan ekspresi

galectin-3 melalui siRNA silencing dapat menginduksi apoptosis pada keganasan

papiler tiroid (Fischer and Asa, 2008; Chiu et al., 2010).

Sebuah domain fungsional pada area COOH-terminal menunjukkan bahwa

galectin-3 terbukti homolog dengan domain BH1 bcl-2 gene family yang

mengandung apoptosis-inducing NWGR (Asp-Trp-Gly-Arg) amino acid motif.

Kemampuan antiapoptosis ini bertanggungjawab terhadap inhibisi pelepasan

cytochrome-c dari mitokondria. Penemuan terbaru menyatakan bahwa galectin-3

juga berperan pada jalur apoptosis p53/HIPK2. Gen p53 merupakan faktor

transkripsi spesifik yang mampu menekan ekspresi galectin-3, dan p53-induced

apoptosis tergantung pada efek regulasi dari galectin-3. Penelitian menunjukkan

adanya korelasi positif antara mutasi p53 dengan ekspresi galectin-3 pada

karsinoma tiroid. Ekspresi yang sesuai antara p53 dengan galectin-3 ditemukan

pada 52% poorly differentiated dan 71% undifferentiated karsinoma tiroid, dan

ekspresi protein galectin-3 ditemukan relatif lebih tinggi pada kanker tiroid yang

mengekspresikan mutasi p53. Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa protein lain

yang terlibat dalam regulasi apoptosis, seperti CD95 dan nuclin juga berinteraksi

dengan sitoplasma galectin-3 (Chiu et al., 2010; Laderach et al., 2010).

Page 62: ni ketut ari widhiasih

38

2.3.2.2 Transformasi selular dan metastasis

Ekspresi tinggi protein galectin-3 yang disebabkan oleh transfeksi stabil sel-sel

folikel tiroid dapat mengakibatkan perubahan fenotip sel, termasuk pertumbuhan

yang tidak tergantung usia, peningkatan proliferasi sel, dan hilangnya kontak

inhibisi bila dibandingkan dengan sel yang tidak mengalami transfeksi (Chiu et

al., 2010).

Enzim golgi β1,6 N-acetylglucosaminyltransferase V (Mgat-V) mengalami

peningkatan pada berbagai tipe kanker. Ekspresinya merangsang produksi poly N-

acetyllactosamine antennae pada N-glycans, yang merupakan ligan dengan

afinitas tinggi terhadap galectin-3. Peningkatan Mgat-V produced N-glycans

berkaitan dengan transformasi keganasan dan juga berkorelasi dengan

progresivitas penyakit (Chiu et al., 2010).

Berbagai glikoprotein, seperti epidermal growth factor receptor (EGFR) dan

transforming growth factor receptor β (TGFR β) mempunyai beberapa N-glycan

binding site. Jumlah rantai N-glycan berbeda pada setiap glikoprotein,

menentukan afinitas reseptor terhadap lattice galectin, sehingga berpengaruh

terhadap proliferasi dan diferensiasi selular. Galectin lattice terbukti bersaing

dengan caveolin-1 (cav-1) pada mikrodomain permukaan sel dengan menghambat

difusi EGFR dan membatasi down-regulasinya melalui endositosis, sehingga

meningkatkan kemampuan sinyal EGFR dan mendorong kelangsungan hidup

serta pertumbuhan sel. Selain itu, polimerisasi fibronektin dan migrasi sel tumor

diatur oleh derajat pengikatan galectin-3. Ekspresi lattice galectin bersamaan

dengan adanya cav-1 yang terfosforilasi memainkan peranan dalam migrasi sel

Page 63: ni ketut ari widhiasih

39

tumor dengan menstabilkan focal adhesion kinase dan menyebabkan peningkatan

focal adhesion turnover. Ekspresi Mgat-V dan galectin-3 serta perekrutan reseptor

galectin lattice domain menstimulasi local receptor-mediated signaling event

yang mengakibatkan proliferasi dan migrasi sel tumor (Chiu et al., 2010).

Penurunan ekspresi galectin-3 dapat menekan sinyal selular, menginduksi

apoptosis, dan penekanan transformasi selular pada berbagai tipe kanker. Dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa galectin-3 merupakan regulator proliferasi sel

normal, dan ekspresi yang tinggi ditemukan pada transformasi keganasan dan

metastasis (Krzeslak, 2004; Chiu et al., 2010).

2.3.2.3 Distribusi selular galectin-3

Galectin-3 mempunyai sifat biologis yang kompleks, dan kontribusi relatifnya

pada fraksi sitoplasma dan inti pada tumorigenesis dan metastasis belum

sepenuhnya diketahui. Galectin-3 dapat diidentifikasi dalam inti dan diangkut ke

bagian perinuklear. Pada sel fibroblast 3T3 tikus, galectin-3 yang terfosforilasi

ditemukan pada inti dan sitoplasma, sedangkan bentuk yang tidak terfosforilasi

secara khusus ditemukan pada inti. Proliferasi sel berkaitan dengan peningkatan

fraksi yang terfosforilasi (Chiu et al., 2010).

2.3.3 Metodologi Pemeriksaan Galectin-3

Berbagai metodologi digunakan untuk mengevaluasi gambaran ekspresi

imunohistokimia galectin-3 pada spesimen jaringan tiroid, yang meliputi variasi

protokol penggunaan biotin dan antigen retrieval, karakteristik antibodi, antibodi

dilution, lokasi marker, dan kriteria ekspresi positif (Chiu et al., 2010).

Page 64: ni ketut ari widhiasih

40

2.3.3.1 Biotin endogen

Tirosit mempunyai kemampuan yang unik pada studi imunohistokimia. Afinitas

yang tinggi ikatan avidin (dan juga streptavidin) terhadap biotin merupakan hal

penting pada pemeriksaan imunohistokimia menggunakan kompleks avidin-biotin

peroksidase (atau kompleks sistem streptavidin-biotin-peroksidase). Biotin-

labeled marker antigen diidentifikasi menggunakan avidin-containing probe.

Akan tetapi, tirosit mempunyai kadar biotin endogen tinggi yang dapat

menyebabkan hasil positif palsu terhadap ekspresi marker antigen. Karena itu,

penelitian yang menggunakan avidin-based detection system tanpa blokade

terhadap biotin harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Selain itu, reaktivitas

biotin endogen dari suatu spesimen yang telah difiksasi dengan formalin dan

dilakukan paraffin embeding dapat ditingkatkan dengan prosedur antigen retrieval

yang diinduksi oleh panas, terutama pada tekanan yang lebih rendah dari

pemanasan microwave. Suatu studi menemukan pewarnaan biotin yang positif

pada delapan dari 12 tumor tiroid setelah penggunaan antigen retrieval, bahkan

tanpa aplikasi marker antibodi. Penggunaan biotin-free detection systems atau

avidin-biotin treatment blockade, sangat penting untuk deteksi akurat marker

galectin-3 pada spesimen jaringan tiroid (Chiu et al., 2010).

2.3.3.2 Heterogenitas antibodi galectin-3

Suatu penelitian juga dapat dipengaruhi oleh variasi reaktivitas dari berbagai tipe

dan konsentrasi antibodi galectin-3. Setiap antibodi mungkin mengenali isotype

atau komponen yang berbeda dari galectin-3. Namun, belum diketahui

sepenuhnya adanya suatu antibodi tunggal yang memiliki sensitivitas atau

Page 65: ni ketut ari widhiasih

41

spesifisitas superior untuk mendeteksi kanker tiroid. Karakteristik kinerja masing-

masing antibodi juga dipengaruhi oleh metode lainnya, diantaranya tingkat

pengenceran antibodi, proses pengambilan antigen, dan penanganan biotin (Chiu

et al., 2010).

2.3.3.3 Kriteria skoring

Interpretasi positif ekspresi galectin-3 perlu mendapatkan perhatian khusus,

karena distribusi selular pulasan galectin-3 kompleks dan bervariasi. Beberapa

penelitian menyatakan perlunya interpretasi pulasan pada inti, selain evaluasi

reaktivitas sitoplasma dalam menentukan kriteria positif. Sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya, peran galectin-3 di sitoplasma terlibat lebih menonjol

pada tumorigenesis dan metastasis. Telah dilakukan berbagai penelitian

menggunakan spesimen jaringan tiroid yang telah di-paraffin embeding, untuk

mengevaluasi ekspresi galectin-3 yang terpulas pada inti dibandingkan dengan

sitoplasma dikaitkan dengan kemampuannya dalam mendiagnosis kanker tiroid.

Beberapa penelitian melaporkan pada karsinoma papiler tiroid, ekspresi galectin-3

yang terpulas pada sitoplasma lebih tinggi dibandingkan yang terpulas pada inti.

Disebutkan pula bahwa galectin-3 tidak terpulas, baik di sitoplasma maupun inti

pada jaringan tiroid normal (Fischer and Asa, 2008).

2.3.4 Ekspresi Protein Galectin-3 pada Kanker Tiroid

2.3.4.1 Ekspresi galectin-3 pada spesimen jaringan tiroid

Sebagian besar penelitian melaporkan galectin-3 terpulas positif pada 90% sampai

100% kasus karsinoma papiler tiroid (Gambar 2.10 A). Disebutkan pula bahwa

Page 66: ni ketut ari widhiasih

42

ekspresi galectin-3 cenderung lebih rendah pada karsinoma papiler varian

folikular (rata-rata 75% kasus), bila dibandingkan varian klasik (berkisar antara

82% sampai 100%, dengan rata-rata 91%). Cvejic, et al (2005) dalam studinya

juga melaporkan bahwa ekspresi galectin-3 teridentifikasi pada 81% kasus

papillary microcarcinoma. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan ekspresi

galectin-3 juga ditemukan pada kejadian awal perkembangan karsinoma papiler,

sehingga mungkin terlibat dalam karsinogenesis. Galectin-3 juga dilaporkan

terdeteksi pada 60% sampai 85% kasus follicular-patterned lesions of uncertain

malignant potential (Hermann et al., 2004; Oestreicher et al., 2004; Fischer and

Asa, 2008; Inohara et al., 2008).

Gambar 2.10

Ekspresi pulasan IHK galectin-3. A. Terpulas difus dan kuat pada karsinoma

papiler. B. Terpulas fokal pada adenoma folikular.

C. Tidak terpulas pada hiperplasia nodular (Saleh et al., 2010)

Sebaliknya, imunoreaktivitas galectin-3 hanya ditemukan pada sejumlah kecil

kasus tumor tiroid jinak dan tidak terpulas pada spesimen jaringan tiroid normal.

Sebagian besar studi melaporkan galectin-3 terpulas pada 0 hingga 30% kasus

adenoma, dengan pengecualian sebuah studi yang dilaporkan Mehrotra, et al

(2004). Tingginya tingkat ekspresi galectin-3 pada kasus adenoma folikular yang

A B C

Page 67: ni ketut ari widhiasih

43

dilaporkan pada penelitian tersebut (sebesar 72%) mungkin disebabkan oleh

penggunaan sistem deteksi avidin-biotin peroxidase complex langsung tanpa

blokade biotin (Fischer and Asa, 2008; Chiu et al., 2010).

Tabel 2.2.

Berbagai penelitian mengenai deteksi imunohistokimia galectin-3

pada spesimen tiroid (Fischer and Asa, 2008)

Fernan

dez

dkk

Hermann

dkk

Kovacs

dkk

Weber

dkk

Prasad

dkk

Oestrei

cher-

Kedem

dkk

Cve-

jic

dkk

Barto-

lazzi

dkk

Saggio

rato

dkk

N 0 (0) ….. ….. …. 0 (0) ….. ….. 0/75

(0)

……

TLK …….. …… 7/7

(100)

….. ….. ….. ….. 2/4

(50)

……

HN 0 (0) 0 (0) …… ….. 16/29

(55)

….. ….. 0/50

(0)

…..

AF 0 (0) 3/8 (37) 4/19

(21)

4/13

(31)

2/21

(9)

7/15

(47)

…. 5/132

(4)

3/50

(6)

KP 18/18

(100)

22/34

(64)

19/20

(95)

22/24

(92)

63/67

(94)

15/18

(83)

169/2

02(84

)

195/20

1 (97)

39/39

(100)

KF 4/8

(50)

2/3 (67) 7/10

(70)

4/9

(44)

4/6

(67)

7/11

(64)

…… 54/57

(95)

16/19

(84)

PDC 2/3

(67)

…… ….. ….. ……. …… ….. 13/20

(90)

…….

KA 5/5

(100)

….. ….. …… 4/4

(100)

….. ….. 18/20

(90)

…….

Keterangan :

Nilai adalah nomor/total (persen). N : Normal, TLK : tiroiditis limfositik kronis,

HN : hiperplasia nodular, AF : adenoma folikular, KP : karsinoma papiler,KF :

karsinoma folikular,PDC : poorly differentiated carcinoma, KA:karsinoma

anaplastik. Tanda titik-titik menunjukkan tidak dilakukan penilaian variabel

penelitian pada studi tersebut.

Page 68: ni ketut ari widhiasih

44

Saleh, et al (2010), dalam penelitiannya melaporkan bahwa proporsi pulasan

positif galectin-3 pada keseluruhan lesi jinak, baik lesi nonneoplastik maupun

neoplastik adalah 27,5%. Penelitian yang sama menyebutkan galectin-3 terpulas

positif pada 41,3% kasus adenoma folikular (Gambar 2.10 B) dan 15,3% kasus

hiperplasia nodular (Gambar 2.10 C). Sedangkan, proporsi ekspresi positif

galectin-3 pada karsinoma papiler mencapai 90% (Gambar 2.10 A). Sensitivitas,

spesifisitas, nilai prediktif positif, dan nilai prediktif negatif galectin-3 dalam

membedakan lesi tiroid jinak dan ganas, masing-masing adalah 85,2%, 72,4%,

63,0%, dan 89,9% (Saleh et al., 2010).

Beberapa literatur menyebutkan galectin-3 terekspresi pada 0 sampai 100%

kasus tiroiditis. Secara khusus, kaitan antara tiroiditis hashimoto dengan

karsinoma papiler tiroid diteliti pada studi berikutnya. Prasad, et al (2004) dalam

penelitiannya menyebutkan adanya perubahan inti yang khas untuk karsinoma

papiler juga dilaporkan pada tiroiditis hashimoto. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan bahwa galectin-3 terpulas positif pada 87% kasus tiroiditis

hashimoto, termasuk dua kasus yang selanjutnya direview dan direklasifikasi

sebagai karsinoma papiler tiroid. Dengan demikian, ekspresi galectin-3

memungkinkan untuk identifikasi awal perubahan ganas pada kasus tiroiditis

hashimoto (Prasad et al., 2004; Chiu et al., 2010).

Galectin-3 juga disebutkan terekspresi positif pada kanker tiroid tipe lainnya.

Pada karsinoma folikular, baik dengan invasi minimal maupun luas, galectin-3

terekspresi pada 44% sampai 95% kasus (rata-rata 65%) (Ito et al., 2005). Protein

ini juga terekspresi pada sebagian besar kasus karsinoma tiroid poorly

Page 69: ni ketut ari widhiasih

45

differentiated dan undifferentiated (karsinoma anaplastik). Pada kasus karsinoma

anaplastik, galectin-3 terekspresi pada sebagian besar kasus (mencapai 100%).

Karsinoma medullary yang sporadis menunjukkan ekspresi galectin-3 berkisar

antara 45% sampai 80%. Galectin-3 terekspresi rendah pada hiperplasia nodular

dan sel epitel folikel tiroid normal (Fischer and Asa, 2008; Chiu et al., 2010).

2.3.4.2 Interpretasi pulasan galectin-3

Ekspresi galectin-3 dipertimbangkan positif ketika warna coklat terpulas pada

sitoplasma dan inti. Dua parameter yang dievaluasi adalah persentase sel yang

tercat positif dengan galectin-3 dan reaksi intensitasnya. Persentase sel-sel yang

tercat positif digrading sebagai berikut: grade (0): negatif, tidak ada sel yang

tercat; grade (1): sel yang positif >0-<5%; grade (2): sel yang positif 5%-25%;

grade (3): sel yang positif >25%-75%; grade (4): sel yang positif >75%. Reaksi

intensitasnya diskor sebagai berikut: (0): negatif; (1): lemah; (2): sedang; (3): kuat

(deMatos et al., 2005).

2.3.4.3 Korelasi klinikopatologi ekspresi galectin-3

Beberapa studi telah meneliti korelasi klinikopatologi antara ekspresi galectin-3

dengan kanker tiroid. Diantara kasus-kasus tersebut, korelasi ditentukan oleh kuat

atau lemahnya intensitas pulasan atau proporsi sel yang terpulas positif protein ini.

Yang menarik dikemukakan oleh Ito, et al (2005), yang menyatakan bahwa

ekspresi galectin-3 secara signifikan meningkat sesuai dengan tingkat invasi

pembuluh darah atau invasi kapsel pada tumor folikular. Beberapa penelitian juga

melaporkan adanya korelasi yang kuat antara ekspresi galectin-3 dengan

metastasis kelenjar getah bening pada karsinoma papiler, karsinoma folikular,

Page 70: ni ketut ari widhiasih

46

karsinoma anaplastik, dan karsinoma medularry. Dengan demikian, kedepannya

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai korelasi ekspresi galectin-3

dengan indikator prognostik, seperti invasi kapsel, ukuran tumor, status kelenjar

getah bening, atau stadium penyakit (Cvejic et el., 2005; Chiu et al., 2010).

Page 71: ni ketut ari widhiasih

47

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Sebagian besar lesi tiroid, baik itu lesi nonneoplastik maupun neoplasma jinak dan

ganas berasal dari diferensiasi sel folikular. Lesi-lesi tersebut umumnya

menampilkan arsitektur folikular, namun tidak jarang tumbuh dalam pola papiler.

Lesi neoplastik tiroid umumnya berupa nodul tunggal, sedangkan lesi hiperplastik

nonneoplastik cenderung multipel. Lesi neoplastik jinak diliputi oleh kapsel

jaringan ikat fibrus yang utuh dan dibedakan dengan lesi ganas melalui gambaran

ada atau tidaknya invasi, baik pada kapsel maupun pembuluh darah, serta ada atau

tidaknya gambaran inti sel folikel yang khas untuk karsinoma papiler.

Penilaian perubahan histomorfologi dan diagnosis histopatologi tidak jarang

menimbulkan kesulitan dan ketidaksepakatan di antara ahli patologi dengan hanya

pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (H&E) saja, karena itu diperlukan aplikasi

tambahan, diantaranya berupa pemeriksaan imunohistokimia. Galectin-3

merupakan salah satu marker yang terlibat pada adesi sel. Soluble protein ini

melalui struktur pentamernya mampu mengadakan reaksi silang dan mengikat β-

galactoside pada glikoprotein dan glikolipid permukaaan sel, serta terlibat dalam

sinyal selular dan stabilisasi reseptor. Regulasi galectin-3 dapat berkaitan dengan

kontrol langsung diferensiasi selular dan diaktivasi dengan mengontrol aktivitas

transkripsional spesifik. Galectin-3 juga mampu meregulasi berbagai mekanisme,

antara lain kelangsungan hidup, proliferasi, transformasi, serta migrasi sel.

Page 72: ni ketut ari widhiasih

48

Penurunan ekspresi galectin-3 dapat menekan sinyal selular, menginduksi

apoptosis, dan menekan transformasi selular pada berbagai tipe kanker. Dengan

demikian, dapat dinyatakan bahwa galectin-3 merupakan regulator proliferasi sel

normal, dan ekspresi yang tinggi ditemukan pada transformasi keganasan dan

metastasis.

Galectin-3 menunjukkan imunoreaktivitas pada lesi-lesi neoplastik ganas

tiroid, dan ekspresinya akan tampak berkurang pada lesi-lesi neoplastik jinak dan

umumnya tidak terpulas, baik pada nodul hiperplastik maupun sel epitel folikel

tiroid normal. Ekspresi galectin-3 yang lebih tinggi pada karsinoma papiler

dibandingkan dengan hiperplasia nodular dan adenoma folikular, dapat

membuktikan peranan galectin-3 pada proliferasi serta transformasi sel epitel

folikel tiroid ke arah keganasan. Karena itu, imunoekspresi galectin-3 dapat

digunakan sebagai salah satu parameter untuk menegakkan diagnosis lesi-lesi

nonneoplastik, neoplastik jinak maupun ganas pada kasus-kasus nodul tiroid yang

berasal dari diferensiasi sel epitel folikel, khususnya yang menampilkan arsitektur

folikular dan atau papiler, serta tidak menunjukkan gambaran inti karsinoma

papiler yang jelas. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan informasi tambahan

kepada klinisi berkaitan dengan penanganan pasien yang lebih tepat. Berdasarkan

pada kerangka pikir di atas, dibuatlah bagan kerangka berpikir (Gambar 3.1).

Page 73: ni ketut ari widhiasih

49

Gambar 3.1

Bagan kerangka berpikir

Peningkatan

focal adhesion

turnover

Peningkatan

migrasi sel

Hiperplasia

Nodular

Adenoma

Folikular

Karsinoma

Papiler

Karsinoma

Folikular Poorly Diff

Carcinoma

Anaplastic

Carcinoma

Galectin-3

Reaksi silang dengan

glikoprotein dan

glikolipid permukaan sel

Transduksi sinyal

Upregulator

aktivitas

transkripsional

Peningkatan

proliferasi sel

Peningkatan

Mgat-V

produced N-

glycans

Penurunan

apoptosis

inducingamino

acid motif

Penurunan

P53-induced

apoptosis

Menstabilkan

focal adhesion

kinase

Peningkatan

antiapoptosis

Struktur pentamer

Page 74: ni ketut ari widhiasih

50

3.2 Konsep Penelitian

Bertolak dari kerangka berpikir di atas, maka dibuat konsep penelitian seperti

bagan berikut:

Gambar 3.2

Bagan konsep penelitian

Keterangan gambar :

: variabel yang diteliti

3.3 Hipotesis Penelitian

1. Ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada adenoma folikular dibandingkan

dengan hiperplasia nodular.

2. Ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler dibandingkan

dengan hiperplasia nodular pada organ tiroid.

3. Ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler dibandingkan

dengan adenoma folikular pada organ tiroid.

Nodul Tiroid

Diferensiasi Sel

Folikular

Nodul

Nonneoplastik

Nodul Neoplastik

Jinak

Nodul Neoplastik

Ganas

Hiperplasia

Nodular

Adenoma

Folikular

Ekspresi

Galectin-3

Karsinoma

Papiler

Page 75: ni ketut ari widhiasih

51

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode analitik

observasional potong lintang.

Gambar 4.1

Bagan rancangan penelitian

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar dari tanggal 19 November 2014

sampai 31 Desember 2014.

Nodul Tiroid

Diferensiasi Sel

Folikular

Hiperplasia

Nodular

Adenoma

Folikular

Karsinoma

Papiler

Ekspresi

Galectin-3

Page 76: ni ketut ari widhiasih

52

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah gambaran mikroskopis dari bahan operasi

tiroidektomi penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma

papiler yang diperiksa secara histopatologi diBagian/SMF Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, serta

ekspresi imunohistokimia galectin-3 dari bahan operasi tiroidektomi

penderitahiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler tersebut.

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1Populasi

4.4.1.1 Populasi target

Populasi target penelitian ini adalah semua sediaan blok parafin dari bahan

operasi tiroidektomi penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan

karsinoma papiler yang diperiksa secara histopatologi di Bali.

4.4.1.2 Populasi terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua sediaan blok parafin dari

bahan operasi tiroidektomi penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan

karsinoma papiler yang diperiksa secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar.

4.4.2 Sampel

Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi

tiroidektomi penderita yang telah didiagnosis sebagai hiperplasia nodular,

Page 77: ni ketut ari widhiasih

53

adenoma folikular, dan karsinoma papiler, yang diperiksa secara histopatologi di

Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP

Sanglah Denpasar.

4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.4.3.1 Kriteria inklusi

Sampel yang didiagnosis sebagai hiperplasia nodular dengan atau tanpa tiroiditis

limfositik, adenoma folikular, dan karsinoma papiler pada organ tiroid.

4.4.3.2 Kriteria eksklusi

1. Sediaan banyak mengandung jaringan nekrosis dan perdarahan.

2. Blok parafin rusak atau berjamur.

4.4.4 Besar Sampel

Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan

rumus (Machin, 2009) :

Keterangan:

n = Besar sampel pada masing-masing kelompok

P1

=

=

=

Nilai Z untuk nilai α tertentu (α = 0,05, Zα = 1,96)

nilai Z untuk power (1-ß ) ( ß = 0,10, Zß = 1,28)

Proporsi ekspresi galectin-3 pada kelompok nodul jinak tiroid

(hiperplasia nodular dan adenoma folikular = 0,28) (Saleh et al.,

2010)

𝑛1 = 𝑛2 = 𝑍𝛼 2𝑃𝑄 + 𝑍𝛽 𝑃1𝑄1 + 𝑃2𝑄2 2

(P1-P2)2

Page 78: ni ketut ari widhiasih

54

Q1

P2

P1– P2

P

Q

=

=

=

=

=

1 – P1

Proporsi ekspresi galectin-3 pada kelompok karsinoma papiler tiroid

(clinical judgment = 0,9) (Saleh et al., 2010)

Selisih proporsi ekspresi galectin-3 yang dianggap bermakna

Proporsi total ekspresi galectin-3 = ½ (P1+P2) = 0,59

1 – P = 0,41

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas,

didapatkan besar sampel masing-masing kelompok sebesar 10,98, yang dibulatkan

menjadi 11 sediaan, dan untuk menghindari adanya drop out/data blank, maka

ditambahkan 20%, sehingga didapatkan besar sampel adalah 13,2 sediaan yang

dibulatkan menjadi 14 sediaan. Jadi,besar sampel keseluruhan dalam penelitian ini

adalah 42 sampel.

4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi

tiroidektomi penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma

papiler yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan peneliti.

Sampel dipilih dengan cara consecutive sampling.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Klasifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu :

I. Variabel bebas : galectin-3.

Page 79: ni ketut ari widhiasih

55

II. Variabel tergantung : hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma

papiler.

III. Variabel kontrol : umur dan jenis kelamin.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

1. Hiperplasia nodular adalah nodul tiroid nonneoplastik tersusun atas proliferasi

sel epitel folikel tiroid berbentuk kuboid, kolumnar, atau pipih yang

membentuk pola papiler, pseudopapiler, atau folikular, dengan atau tanpa

diliputi oleh kapsel jaringan ikat fibrus. Pada pola folikular tampak folikel

tiroid dalam berbagai bentuk dan ukuran, dengan lumen folikel mengandung

bahan koloid. Dapat ditemukan gambaran tambahan berupa fokus area

fibrosis, perdarahan, dan kalsifikasi pada parenkim tiroid, dengan atau tanpa

infiltrasi sel radang kronik (tiroiditis limfositik) serta hemosiderofag (Baloch

and LiVolsi, 2010). Interpretasi histomorfologi ini dilihat dengan pulasan

Hematoksilin dan Eosin (H&E), menggunakan mikroskop cahaya binokuler

Olympus CX21, pembesaran 100 sampai 400 kali, oleh peneliti dan dua orang

ahli Patologi Anatomi.

2. Adenoma folikular adalah neoplasma tiroid jinak diliputi oleh kapsel jaringan

ikat fibrus yang utuh, tersusun atas proliferasi folikel tiroid dengan bentuk dan

ukuran yang seragam. Folikel tiroid tersebut dilapisi oleh sel epitel folikel

tiroid berbentuk kuboid, kolumnar, poligonal, atau dapat pula mengalami

perubahan onkositik (hurthle cell), yang tersusun normofolikular,

mikrofolikular, makrofolikular, trabekular, atau solid, dengan inti sel yang

Page 80: ni ketut ari widhiasih

56

tidak menunjukkan gambaran patognomonis untuk karsinoma papiler tiroid,

serta tidak ditemukan invasi pada kapsel maupun pembuluh darah (LiVolsi et

al., 2004). Interpretasi histomorfologi ini dilihat dengan pulasan Hematoksilin

dan Eosin (H&E), menggunakan mikroskop cahaya binokuler Olympus CX21,

pembesaran 100 sampai 400 kali, oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi

Anatomi.

3. Karsinoma papiler adalah neoplasma tiroid ganas yang menunjukkan

diferensiasi sel epitel folikel, tersusun dalam pola papiler kompleks yang

bercabang atau membentuk pola folikular. Sel epitel folikel tiroid berbentuk

kuboid, kolumnar, atau dapat pula mengalami perubahan onkositik (hurthle

cell), dan menunjukkan gambaran inti yang patognomonis untuk karsinoma

papiler, meliputi inti yang jernih (ground glass atau orphan annie eyes),

berbentuk oval dan tampak membesar, terletak saling tumpang

tindih,membran inti tidak beraturan, adanya inklusi sitoplasma intranuklear,

serta nuclear grooves (LiVolsi et al., 2004). Interpretasi histomorfologi ini

dilihat dengan pulasan Hematoksilin dan Eosin (H&E), menggunakan

mikroskop cahaya binokuler Olympus CX21, pembesaran 100 sampai 400

kali, oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi.

4. Ekspresi galectin-3 adalah penilaian ekspresi protein galectin-3 dengan

pulasan imunohistokimia metode streptavidin biotin kompleks yang

menggunakan anti-galectin-3 mouse monoclonal antibody, clone A3A12, dari

Abcam, sebagai antibodi primer, kemudian diamati dengan menggunakan

mikroskop cahaya binokuler Olympus CX21 menggunakan pembesaran dari

Page 81: ni ketut ari widhiasih

57

40 kali untuk melihat distribusi sel yang terpulas positif dan pembesaran 400

kali untuk melihat intensitas pewarnaan pada sel yang terpulas positif. Sel

yang dinyatakan positif adalah sel yang terpulas coklat pada sitoplasma.

Penilaian ekspresi galectin-3 dibuat dengan mengalikan distribusi sel yang

tercat positif oleh galectin-3 dan reaksi intensitasnya. Distribusi sel yang tercat

positif oleh galectin-3 di-grading sebagai berikut: grade 0: bila tidak ada sel

yang tercat, grade 1: >0-<5% sel yang tercat, grade 2: 5%-25% sel yang

tercat, grade 3: >25%-75% sel yang tercat, grade 4: >75% sel yang tercat.

Reaksi intensitasnya diskor sebagai berikut: 0: negatif, 1: intensitas warna

lemah, 2: intensitas warna sedang, 3: intensitas warna kuat. Skor ekspresi

imunohistokimia galectin-3 hasil perkalian grading dan skor intensitas,

dikategorikan sebagai berikut: grade 1: negatif (0),grade2: rendah (1-

3),grade3: intermediate (4-6), grade4: tinggi (>6). Selanjutnya, skor ekspresi

tersebut digolongkan menjadi 2, yakni skor ekspresi rendah (grade 1 dan 2)

serta skor ekspresi tinggi (grade 3 dan 4) (DeMatos et al., 2005). Interpretasi

ekspresi galectin-3 dilakukan oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi

Anatomi.

5. Umur adalah lama waktu hidup yang diukur berdasarkan tanggal lahir

(Anonim, 2015) penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan

karsinoma papiler. Data umur diperoleh dari data rekam medis pasien yang

tercatat pada buku registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar,

tahun 2013 hingga 2014.

Page 82: ni ketut ari widhiasih

58

6. Jenis kelamin adalah sifat (keadaan) laki-laki atau perempuan (Anonim, 2015)

penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler. Data

jenis kelamin diperoleh dari data rekam medis pasien yang tercatat pada buku

registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, tahun 2013 hingga

2014.

4.6 Bahan Penelitian

Bahan penelitian berupa blok parafin dari bahan operasi tiroidektomi penderita

hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler yang diperiksa

secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :

1. Buku registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, tahun

2013 hingga 2014, untuk mencari data pasien yang menderita hiperplasia

nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler pada organ tiroid.

2. Mikroskop cahaya binokuler Olympus CX21, untuk mengevaluasi sediaan

hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler pada organ

tiroid pulasan Hematoksilin dan Eosin, serta menilai ekspresi galectin-3 pada

sediaan sampel penelitian.

Page 83: ni ketut ari widhiasih

59

3. Metode pulasan imunohistokimia galectin-3 menggunakan metode

streptavidin biotin kompleks dengan anti-galectin-3 mouse monoclonal

antibody, clone A3A12, dari Abcam, sebagai antibodi primer.

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Cara Pengumpulan Data

1. Peneliti mencari sediaan penderita yang didiagnosis sebagai hiperplasia

nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler dari bahan operasi

tiroidektomi yang diperiksa secara histopatologi dari tanggal 1 Januari 2013

sampai 30 Agustus 2014 di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar.

2. Preparat hasil pulasan Hematoksilin dan Eosin sesuai nomor-nomor di atas

dikumpulkan, dievaluasi, dan dilakukan diagnosis ulang oleh peneliti dan dua

orang ahli Patologi Anatomi, dengan menilai semua parameter patologik,

yaitu hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler.

3. Apabila dalam proses penilaian ditemukan preparat yang sulit dievaluasi,

misalnya karena warna mulai kabur, dilakukan proses pewarnaan kembali.

Apabila preparat berjamur atau rusak dilakukan pemotongan ulang blok

parafin, kemudian dipulas dengan pulasan rutin menggunakan Harris’s

Hematoksilin dan Eosin.

4. Memilih preparat yang digunakan sebagai dasar untuk mencari blok parafin.

Preparat yang dipilih mengandung area nodul atau tumor paling luas, dengan

sedikit atau tidak ada area nekrosis, perdarahan, atau peradangan.

Page 84: ni ketut ari widhiasih

60

5. Peneliti mencari blok parafin sesuai dengan preparat yang dipilih dan

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dipotong dengan mikrotom.

6. Blok parafin dipotong setebal empat μm dengan mikrotom untuk pulasan

imunohistokimia.

7. Melakukan pulasan imunohistokimia galectin-3 dengan menggunakan anti-

galectin-3 mouse monoclonal antibody, clone A3A12, dari Abcam, dengan

pengenceran 1:100, menggunakan metode streptavidin biotin kompleks.

8. Pemeriksaan pulasan imunohistokimia galectin-3 dilakukan oleh peneliti dan

dua orang ahli Patologi Anatomi.

9. Blok parafin yang sudah selesai diproses dikembalikan ke Bagian/SMF

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah,

Denpasar.

10. Pencatatan dan pengumpulan data

11. Analisis data.

4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan

1. Prosedur pulasan Hematoksilin dan Eosin menggunakan prosedur pulasan

Hematoksilin dan Eosin yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar,

yaitu :

a. Potong blok parafin mengunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan

ketebalan empat μm, kemudian ditempelkan pada gelas obyek merk

Page 85: ni ketut ari widhiasih

61

Sail Brand dengan ukuran lebar satu inchi, panjang tiga inchi, dan

tebal 1,2 mm.

b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xilol sebanyak empat kali

masing-masing celupan selama lima menit.

c. Hidrasi dengan akohol bertingkat dengan konsentrasi menurun

mengunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75%, dan alkohol

50%, masing-masing celupan selama dua menit.

d. Masukkan ke dalam air selama 10 menit.

e. Celupkan ke cat utama yaitu Harris’s hematoksilin selama 10 menit.

f. Cuci dengan air selama 10 menit.

g. Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan

sitoplasma tidak berwarna.

h. Celupkan pada cat pembanding eosin 1% selama setengah hingga satu

menit.

i. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi meningkat

mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol

absolut, masing-masing celupan selama dua menit.

j. Penjernihan dengan xilol sebanyak empat kali celupan, masing-masing

celupan selama lima menit.

k. Tutup dengan cover glass.

2. Prosedur pulasan imunohistokimia galectin-3, yaitu :

a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan

ketebalam empat μm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang

Page 86: ni ketut ari widhiasih

62

telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar

satu inchi, panjang tiga inchi, dan tebal 1,2 mm.

b. Inkubasi dalam incubator dengan suhu 37oC selama satu malam.

c. Deparafinisasi dengan xilol, preparat dicelupkan ke dalam xilol

sebanyak tiga kali, masing-masing celupan selama tiga menit.

d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut dua

kali, alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing

selama tiga menit.

e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.

f. Teteskan H2O2 dalam methanol 3% sampai menutupi seluruh

permukaan jaringan selama 15 menit.

g. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.

h. Cuci dengan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak dua kali, masing-

masing selama 10 menit.

i. Rendam dengan buffer cytrate 0,01 M, pH 6,0. Kemudian panaskan di

dalam oven microwave selama 15 menit, mula-mula dengan

pemanasan tinggi (80oC) sampai tepat mendidih, kemudian dengan

pemanasan sedang (50oC) selama lima menit.

j. Dinginkan pada suhu kamar.

k. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.

l. Teteskan 100 μl antibodi primer menggunakan anti-galectin-3 mouse

monoclonal antibody, clone A3A12, dari Abcam, yang telah

Page 87: ni ketut ari widhiasih

63

diencerkan (pengenceran 1:100) selama 30 menit pada suhu kamar

atau semalam pada suhu 40C.

m. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.

n. Teteskan Biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit.

o. Cuci dengan buffer saline (BS) sebanyak dua kali, masing-masing 10

menit, selanjutnya teteskan Streptavidin Peroxidase selama 10 menit.

p. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.

q. Teteskan dengan reagen DAB selama 10 menit.

r. Cuci dengan air mengalir.

s. Counterstain dengan Mayer Hematoksilin selama dua menit.

t. Cuci dengan air mengalir.

u. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol

80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut dua kali, masing-masing

selama tiga menit.

v. Celupkan ke dalam xilol sebanyak tiga kali, masing-masing selama

tiga menit.

w. Tutup dengan cover glass.

4.8.3 Alur Penelitian

Bahan operasi tiroidektomi dari pasien yang menderita hiperplasia nodular,

adenoma folikular, dan karsinoma papiler diperiksa secara histopatologi dengan

pengecatan Hematoksilin dan Eosin di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar. Sediaan mikroskopis

Page 88: ni ketut ari widhiasih

64

pulasan Hematoksilin dan Eosin dari hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan

karsinoma papiler kemudian dikumpulkan dan dilakukan rediagnosis oleh peneliti

dan dua orang ahli Patologi Anatomi. Sediaan yang telah diseleksi berdasarkan

kriteria inklusi dan eksklusi tersebut kemudian dipilih sebagai dasar untuk

memilih blok parafin untuk pulasan IHK galectin-3. Blok parafin dari sediaan

hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler kemudian dicari

dan dikumpulkan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan IHK untuk mengetahui

ekspresi galectin-3, dan interpretasi dilakukan oleh peneliti dan dua orang ahli

Patologi Anatomi secara blind tanpa mengetahui diagnosis histopatologi

sebelumnya. Data hasil pemeriksaan IHK dicatat dan dikumpulkan. Selanjutnya

dilakukan analisis statistik.

Page 89: ni ketut ari widhiasih

65

Gambar 4.2

Skema alur penelitian

Mencari nomor sediaan hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan

karsinoma papiler, dari tanggal 1 Januari 2013

sampai 30 Agustus 2014

Pengumpulan sediaan pulasan HE

Seleksi, rediagnosis sediaan mikroskopis yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi

Memilih preparat sebagai dasar untuk memilih blok parafin untuk

pulasan imunohistokimia galectin-3

Mencari dan mengumpulkan blok parafin

Blok parafin dipotong 4 μm

Pengecatan imunohistokimia galectin-3

Pemeriksaan hasil pulasan galectin-3

Pencatatan dan pengumpulan data

Analisis statistik

Simpulan

Page 90: ni ketut ari widhiasih

66

4.9 Analisis Data

Karakteristik sampel, yaitu klinis, makroskopis, dan histopatologis disajikan

secara deskriptif, dengan menggunakan narasi, grafik, dan tabel. Perbedaan

ekspresi galectin-3 antara hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma

papiler dianalisis menggunakan SPSS 16,0 for Windows, dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Analisis deskriptif

2. Uji normalitas data dengan uji Saphiro-Wilk untuk mengetahui sebaran

data karakteristik subyek dan ekspresi galectin-3.

3. Uji homogenitas data dengan uji Levene’s test untuk mengetahui

homogenitas varian antar kelompok.

4. Uji karakteristik subyek dan ekspresi galectin-3 menggunakan uji Chi-

Square (x2) atau uji Fischer’s exact apabila nilai expected ada yang kurang

dari 5.

5. Tingkat kemaknaan (α) pada penelitian ini ditetapkan pada p<0,05, dengan

nilai Convident Interval (CI) 95%.

Page 91: ni ketut ari widhiasih

67

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan rancangan

observasional analitik potong lintang, dilakukan dari periode bulan November

sampai Desember 2014 di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar. Data dan sampel penelitian

dikumpulkan sebesar 42 kasus, terbagi menjadi 14 kasus hiperplasia nodular, 14

kasus adenoma folikular, dan 14 kasus karsinoma papiler. Subyek penelitian

berasal dari blok parafin bahan operasi tiroidektomi penderita hiperplasia nodular,

adenoma folikular, dan karsinoma papiler, yang diperoleh dari Bagian/SMF

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah

Denpasar, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dilakukan

pengecatan imunohistokimia galectin-3.

5.1 Rerata Umur pada Kelompok Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular,

dan Karsinoma Papiler Organ Tiroid

Data umur pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan

menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data umur ketiga

kelompok berdistribusi normal (p < 0,05).

Page 92: ni ketut ari widhiasih

68

Data umur diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test.

Hasilnya menunjukkan data homogen (p = 0,136; p > 0,05). Tidak terdapat

perbedaan variance dalam setiap kelompok cell, sehingga memenuhi uji asumsi

One Way Anova. Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata umur antar

kelompok. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada

Tabel 5.1.

Tabel 5.1.

Rerata umur pada kelompok hiperplasia nodular,

adenoma folikular, dan karsinoma papiler organ tiroid

Kelompok

Subyek

Rerata Umur

(Tahun)

Hiperplasia Nodular 14 43,21 8,60

Adenoma Folikular 14 36,86 13,52 2,153 0,130

Karsinoma Papiler 14 45,07 10,25

Tabel 5.1. di atas menunjukkan bahwa rerata umur pasien kelompok

hiperplasia nodular adalah 43,21±8,60, rerata kelompok adenoma folikular adalah

36,86±13,52, dan kelompok karsinoma papiler adalah 45,07±10,25. Rerata umur

keseluruhan sampel penelitian adalah 41,71±11,29. Kelompok karsinoma papiler

menunjukkan rerata umur pasien yang paling tua dibandingkan dengan kelompok

hiperplasia nodular dan adenoma folikular. Analisis kemaknaan dengan uji One

Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 2,153, dan nilai p = 0,130; p > 0,05.

Hal ini berarti bahwa rerata umur pada ketiga kelompok tidak berbeda secara

bermakna, dan hasil ekspresi galectin-3 tidak dipengaruhi oleh umur pada

penelitian ini.

n SB F p

Page 93: ni ketut ari widhiasih

69

Rentang umur pasien pada penelitian ini cukup bervariasi, yaitu dari umur 18

sampai 66 tahun, dengan jumlah terbanyak pada rentang umur 40 sampai 49

tahun. Distribusi umur terbanyak pada kasus hiperplasia nodular adalah pada

dekade ke lima, adenoma folikular pada dekade ke tiga dan lima, dan karsinoma

papiler pada dekade ke empat dan lima (Gambar 5.1).

Gambar 5.1

Grafik distribusi kasus berdasarkan kelompok umur dan nodul tiroid

5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Jenis Kelamin Pasien

Distribusi kasus pada penelitian ini didominasi oleh jenis kelamin perempuan

sebesar 34 pasien, sedangkan pasien laki-laki sebesar delapan kasus. Pada

kelompok hiperplasia nodular dan karsinoma papiler rasio kasus antara pasien

laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 1 : 6, dan 1 : 2,5 pada kelompok

adenoma folikular (Tabel 5.2.).

0

2

4

6

8

10

12

14

16

10 - 19 20 - 29 30 - 39 40 - 49 50 - 59 60 - 69

Hiperplasia Nodular

Adenoma Folikular

Karsinoma Papiler

Total

Page 94: ni ketut ari widhiasih

70

Tabel 5.2.

Distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin dan nodul tiroid

Laki-laki

Perempuan

Hiperplasia Nodular 2 12 14

Adenoma Folikular 4 10 14

Karsinoma Papiler 2 12 14

Total 8 34 42

Untuk mengetahui perbedaan ekspresi galectin-3 berdasarkan jenis kelamin,

digunakan uji Chi-Square yang disajikan pada Tabel 5.3., sebagai berikut :

Tabel 5.3.

Perbedaan ekspresi galectin-3 berdasarkan jenis kelamin

n % n %

Grade 4 3 37,50 7 20,60

Grade 3 0 0 5 14,70

Grade 2 2 25,00 9 26,50

Grade 1 3 37,50 13 38,20

Total 8 100,00 34 100,00

Tabel 5.3. di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna

secara statistik imunoekspresi galectin-3 pada jenis kelamin laki-laki dan

perempuan (p = 0,581; p > 0,05).

Jenis Kelamin Kelompok Total

Kelompok

Ekspresi Galectin-3 Laki-laki p Perempuan

0,581

Page 95: ni ketut ari widhiasih

71

5.3 Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Subyek Penelitian

5.3.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Diagnosis Histopatologi dan Ekspresi

Galectin-3

Pada penelitian ini didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 5.4.,

sebagai berikut:

Tabel 5.4.

Karakteristik subyek penelitian

Karakteristik Jumlah

Diagnosis:

Hiperplasia Nodular 14 (33,3%)

Adenoma Folikular 14 (33,3%)

Karsinoma Papiler 14 (33,3%)

Distribusi ekspresi galectin-3

(0) 0% 16 (38,10%)

(1) >0-<5% 11 (26,19%)

(2) 5%-25% 1 (2,38%)

(3) >25%-75%

(4) >75%

1 (2,38%)

13 (30,95%)

Intensitas ekspresi galectin-3

(0) Negatif 16 (38,10%)

(1) Lemah 8 (19,05%)

(2) Sedang 7 (16,67%)

(3) Kuat 11 (26,19%)

Berdasarkan diagnosis didapatkan sampel hiperplasia nodular sebanyak 14

kasus (33,3%), adenoma folikular sebanyak 14 kasus (33,3%), dan karsinoma

papiler sebanyak 14 kasus (33,3%) (Tabel 5.4.). Pemeriksaan distribusi ekspresi

Page 96: ni ketut ari widhiasih

72

galectin-3 dari 42 sampel menunjukkan berturut-turut 16 kasus (38,10%) negatif

(tidak terpulas), grade (1) 11 kasus (26,19%), grade (2) dan (3) masing-masing

satu kasus (2,38%), dan grade (4) 13 kasus (30,95%). Pemeriksaan intensitas

ekspresi galectin-3 dari 42 sampel menunjukkan hasil sebagai berikut : 16 kasus

(38,10%) negatif (tidak terpulas), delapan kasus (19,05%) terpulas dengan

intensitas lemah, tujuh kasus (16,67%) terpulas dengan intensitas sedang, dan 11

kasus (26,19%) terpulas dengan intensitas kuat (Tabel 5.4.).

Tabel 5.5.

Distribusi pulasan galectin-3

n % n % n %

Grade 4 0 0 1 2,38 12 28,57 13 (30,95)

Grade 3 0 0 0 0 1 2,38 1 (2,38)

Grade 2 0 0 0 0 1 2,38 1 (2,38)

Grade 1 4 9,52 7 16,67 0 0 11 (26,19)

Negatif 10 23,81 6 14,29 0 0 16 (38,10)

Total 14 33,33 14 33,34 14 33,33 42 (100,00)

Penilaian distribusi pulasan galectin-3 dinilai berdasarkan luasnya area yang

memberikan hasil pulasan galectin-3 yang positif. Penilaiannya dibagi menjadi

lima kelompok, yaitu grade 0 atau negatif : bila tidak ada sel yang terpulas positif,

Kelompok Distribusi

Pulasan Galectin-3

Hiperplasia

Nodular Adenoma

Folikular

Total (%)

Karsinoma

Papiler

Page 97: ni ketut ari widhiasih

73

grade 1 : >0-<5% sel yang terpulas, grade 2 : 5%-25% sel yang terpulas, grade 3

: >25%-75% sel yang terpulas, grade 4 : >75% sel yang terpulas. Dari Tabel 5.5.,

ditemukan bahwa pulasan pada kelompok karsinoma papiler (14 kasus)

menunjukkan 12 kasus (28,57%) dengan grade 4 dan masing-masing satu kasus

(2,38%) dengan grade 3 dan grade 2, serta tidak ditemukan adanya grade 0 dan 1

pada kelompok ini. Pada kelompok adenoma folikular (14 kasus) ditemukan

sebanyak enam kasus (14,29%) dengan grade 0, tujuh kasus (16,67%) dengan

grade 1, tidak ada kasus yang menunjukkan grade 2 dan 3, dan ditemukan satu

kasus (2,38%) dengan grade 4. Pada kelompok hiperplasia nodular (14 kasus)

tampak 10 kasus (23,81%) dengan grade 0, empat kasus (9,52%) dengan grade 1,

dan tidak ada kasus dengan grade 2, 3, maupun 4 (Tabel 5.5.).

Intensitas pulasan galectin-3 dibagi menjadi empat, yaitu skor 0 (negatif),

skor 1 (intensitas lemah), skor 2 (intensitas sedang), dan skor 3 (intensitas kuat).

Penelitian ini menunjukkan intensitas pada 14 kasus kelompok karsinoma papiler

sebanyak tujuh kasus (16,67%) dengan intensitas pulasan galectin-3 yang kuat

(skor 3), empat kasus (9,52%) dengan intensitas pulasan sedang (skor 2), tiga

kasus (7,14%) dengan intensitas pulasan lemah, serta tidak ada sampel yang

negatif (tidak terpulas). Pada 14 sampel dari kelompok adenoma folikular

menunjukkan enam kasus (14,29%) memberikan hasil galectin-3 yang tidak

terpulas (skor 0), lima kasus (11,90%) dengan intensitas pulasan lemah (skor 1),

dua kasus (4,76%) dengan intensitas sedang, dan ditemukan satu kasus (2,38%)

dengan intensitas kuat. Hasil penilaian intensitas pulasan galectin-3 pada

kelompok hiperplasia nodular menunjukkan sebanyak 10 kasus (23,81%)

Page 98: ni ketut ari widhiasih

74

memberikan hasil galectin-3 yang tidak terpulas (skor 0), tidak ada kasus yang

menunjukkan intensitas pulasan lemah, satu kasus (2,38%) menunjukkan

intensitas sedang (skor 2), dan ditemukan tiga kasus (7,14%) dengan intensitas

pulasan galectin-3 yang kuat (Tabel 5.6.).

Tabel 5.6.

Skor intensitas pulasan galectin-3

n % n % n %

Skor 3 (kuat) 3 7,14 1 2,38 7 16,67 11 (26,19)

Skor 2 (sedang) 1 2,38 2 4,76 4 9,52 7 (16,67)

Skor 1 (lemah) 0 0 5 11,90 3 7,14 8 (19,04)

Negatif 10 23,81 6 14,29 0 0 16 (38,10)

Total 14 33,33 14 33,33 14 33,33 42 (100,00)

5.3.2 Perbedaan Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma

Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid

Imunoekspresi galectin-3 pada sebagian besar kasus hiperplasia nodular (10

kasus) (71,43%) menunjukkan grade 1, dan sisanya sebanyak empat kasus

(28,57%) menunjukkan imunoekspresi grade 2, dan tidak ada kasus yang

menunjukkan grade 3 maupun 4. Pada kasus adenoma folikular tampak enam

kasus (42,86%) berada pada grade 1, tujuh kasus (50,00%) menunjukkan

Kelompok Intensitas

Pulasan Galectin-3 Hiperplasia

Nodular Adenoma

Folikular Karsinoma

Papiler

Total (%)

Page 99: ni ketut ari widhiasih

75

imunoekspresi grade 2, tidak ada kasus dengan grade 3, dan ditemukan satu kasus

(7,14%) dengan imunoekspresi grade 4. Imunoekspresi galectin-3 pada sembilan

kasus (64,29%) karsinoma papiler menunjukkan imunoekspresi grade 4, dan

sisanya sebanyak lima kasus (35,71%) merupakan grade 3, serta tidak ada kasus

yang menunjukkan grade 2 dan 1 (Tabel 5.7.).

Untuk mengetahui perbedaan ekspresi galectin-3 pada hiperplasia nodular,

adenoma folikular, dan karsinoma papiler digunakan uji Chi-Square yang

disajikan pada Tabel 5.7., sebagai berikut :

Tabel 5.7.

Perbedaan ekspresi galectin-3 pada hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan

karsinoma papiler pada organ tiroid

n % n % n %

Grade 4 0 0 1 7,14 9 64,29

Grade 3 0 0 0 0 5 35,71

Grade 2 4 28,57 7 50,00 0 0

Grade 1 10 71,43 6 42,86 0 0

Total 14 100,00 14 100,00 14 100,00

Dari analisis Chi-Square ditemukan dua sel (50%) dengan expected count

kurang dari 5, oleh karena itu dilakukan penggabungan sel. Imunoekspresi

galectin-3 grade 1 dan 2 digabung menjadi skor ekspresi rendah, sedangkan

Kelompok

Ekspresi

Galectin-3

Adenoma

Folikular p

Karsinoma

Papiler

0,000

Hiperplasia

Nodular

Page 100: ni ketut ari widhiasih

76

grade3 dan 4 menjadi skor ekspresi tinggi. Pada penelitian ini ditemukan seluruh

kasus (14 kasus) hiperplasia nodular menunjukkan skor ekspresi galectin-3

rendah. Pada adenoma folikular, tampak 13 kasus menunjukkan skor ekspresi

rendah, dan ditemukan satu kasus dengan skor ekspresi galectin-3 tinggi,

sedangkan seluruh kasus (14 kasus) karsinoma papiler menunjukkan skor ekspresi

galectin-3 tinggi. Uji analisis Chi-Square menunjukkan ekspresi galectin-3

pada hiperplasia nodular tidak berbeda secara bermakna dengan adenoma

folikular (p = 1,000; p > 0,05). Ekspresi galectin-3 secara bermakna lebih tinggi

pada karsinoma papiler dibandingkan hiperplasia nodular (p = 0,000; p < 0,05)

dan ekspresi galectin-3 secara bermakna juga lebih tinggi pada karsinoma papiler

dibandingkan adenoma folikular (p = 0,000; p < 0,05) (Tabel 5.7.).

Gambar 5.2

Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada kasus karsinoma papiler dengan

intensitas kuat. A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x

A B

Page 101: ni ketut ari widhiasih

77

Gambar 5.3

Kasus karsinoma papiler varian onkositik. A. Pulasan H&E (pembesaran 100x).

Inset pembesaran 400x. B. Pulasan imunohistokimia galectin-3 menunjukkan

imunoekspresi dengan intensitas kuat (pembesaran 400x)

Gambar 5.4

Kasus karsinoma papiler yang mengandung nodul metastasis pada kelenjar getah

bening regional. Imunohistokimia galectin-3 tampak terpulas dengan intensitas

kuat pada nodul metastasis kelenjar getah bening tersebut.

A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x

A B

A B

Page 102: ni ketut ari widhiasih

78

Gambar 5.5

Imunohistokimia galectin-3 pada karsinoma papiler

dengan intensitas pulasan sedang.

A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x

Gambar 5.6

Imunohistokimia galectin-3 pada karsinoma papiler yang terpulas pada lebih dari

75% area tumor dengan intensitas pulasan lemah.

A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x

A

A B

B

Page 103: ni ketut ari widhiasih

79

Gambar 5.7

Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada adenoma folikular

dengan intensitas kuat, terpulas pada lebih dari 75% area nodul.

A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x

Gambar 5.8

Imunohistokimia galectin-3 yang tidak terpulas pada adenoma folikular.

A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x

A B

A B

Page 104: ni ketut ari widhiasih

80

Gambar 5.9

Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada hiperplasia nodular

dengan intensitas kuat, terpulas pada kurang dari 5% area nodul.

A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x

Gambar 5.10

Imunohistokimia galectin-3 yang tidak terpulas pada hiperplasia nodular.

A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x

A B

A B

Page 105: ni ketut ari widhiasih

81

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur Pasien

Sampel penelitian ini menunjukkan rentang umur yang cukup luas, yakni berkisar

antara 18 hingga 66 tahun, dengan jumlah terbanyak pada rentang umur 40

sampai 49 tahun. Distribusi umur terbanyak pada kasus hiperplasia nodular adalah

pada dekade ke lima, adenoma folikular pada dekade ke tiga dan lima, serta

karsinoma papiler pada dekade ke empat dan lima. Analisis komparabilitas diuji

berdasarkan rerata umur antar kelompok. Rerata umur pasien kelompok

hiperplasia nodular adalah 43,21±8,60, rerata kelompok adenoma folikular adalah

36,86±13,52, dan kelompok karsinoma papiler adalah 45,07±10,25.

Prevalensi nodul tiroid pada populasi tergantung pada berbagai faktor, antara

lain : umur, jenis kelamin, asupan makanan, defisiensi iodium, dan adanya

paparan radiasi terapi dan lingkungan. Nodul tiroid ditemukan pada 40% populasi

umum di antara usia 30 sampai 60 tahun. Sebagian besar merupakan lesi

hiperplastik jinak nonneoplastik, dan 5% hingga 20% merupakan lesi neoplastik

(Kondo et al., 2006; Choudury et al., 2011).

Berdasarkan penelitian Scognamiglio, et al (2006), rerata umur penderita

adenoma folikular dilaporkan lebih tua, yakni 50,1, dibandingkan dengan

penelitian ini (36,86). Satu kasus adenoma folikular pada penelitian ini dilaporkan

berusia 18 tahun, dan lima kasus (35,8%) berusia di bawah 30 tahun. Hal ini dapat

Page 106: ni ketut ari widhiasih

82

dimungkinkan pada lesi yang didasari oleh kelainan genetik. Beberapa penelitian

menyebutkan bahwa adenoma dapat merupakan bagian dari nodular goiter pada

pasien cowden syndrome (berkaitan dengan mutasi pada lokus phosphate with

tensin homology gene (PTEN)) dan dyshormogenesis. Lesi neoplastik jinak tiroid

ini sering ditemukan pada populasi daerah yang mengalami defisiensi iodium,

sehingga dapat muncul pada usia lebih awal. Paparan radiasi jangka lama juga

merupakan faktor risiko timbulnya adenoma (Chan et al., 2004; Kondo et al.,

2006).

Kelompok karsinoma papiler menunjukkan rerata umur penderita yang lebih

tua dibandingkan dengan kelompok hiperplasia nodular dan adenoma folikular.

Hal ini dapat dijelaskan karena semakin meningkatnya usia menyebabkan

terjadinya akumulasi mutasi genetik yang memicu terbentuknya tumor ganas

(Stricker and Kumar, 2010). Rerata umur penderita karsinoma papiler pada

penelitian ini menunjukkan rerata yang hampir sama dengan penelitian lainnya,

yaitu pada dekade ke lima (LiVolsi et al., 2004; Scognamiglio et al., 2006).

Sebagian besar karsinoma tiroid berdiferensiasi baik ditemukan pada penderita

umur 20 hingga 50 tahun (median umur 43 tahun) (DeLellis et al., 2004; Gupta et

al., 2012). Di Indonesia, selama periode tahun 2007 hingga 2010, ditemukan

lebih dari 75% kasus karsinoma tiroid yang terjadi pada rentang usia 25 hingga 64

tahun, dengan median usia 49 tahun (Anonim, 2007-2010). Usia tertua penderita

karsinoma papiler pada penelitian ini dilaporkan 66 tahun, jenis kelamin

perempuan, dengan ukuran tumor 4,5 cm, dan didiagnosis sebagai karsinoma

Page 107: ni ketut ari widhiasih

83

papiler varian folikular, tanpa metastasis ke kelenjar getah bening maupun organ

jauh.

Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F

= 2,153. Hal ini berarti bahwa rerata umur pada ketiga kelompok tidak berbeda

secara bermakna, dengan nilai p = 0,130; p > 0,05 menyatakan bahwa hasil

ekspresi galectin-3 tidak dipengaruhi oleh umur. Hal ini serupa dengan pernyataan

Zhu, et al (2010), dalam penelitiannya yang menyebutkan bahwa secara statistik

ekspresi galectin-3 tidak berkaitan dengan umur, jenis kelamin, tiroiditis

limfositik, invasi lokal, atau metastasis ke organ jauh. Namun, ekspresi galectin-3

secara signifikan lebih tinggi pada kasus karsinoma papiler tiroid yang telah

mengalami metastasis ke kelenjar getah bening.

Umur merupakan salah satu faktor prognostik independent pada keganasan

organ tiroid untuk memprediksi harapan hidup. Klasifikasi sistem TNM

berdasarkan kriteria WHO membagi pasien dalam dua kelompok, yakni umur

kurang dari 45 tahun dan 45 tahun ke atas. Pasien yang berumur kurang dari 45

tahun memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi, walaupun telah ditemukan

adanya metastasis jauh saat diagnosis ditegakkan, sedangkan kelompok kedua

memiliki prognosis yang lebih buruk (DeLellis and Williams, 2004).

6.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Jenis Kelamin Pasien

Sampel penelitian ini didominasi oleh jenis kelamin perempuan sebesar 34 kasus,

sedangkan pasien laki-laki sebesar delapan kasus. Pada kelompok hiperplasia

nodular dan karsinoma papiler, rasio kasus antara pasien laki-laki dan perempuan

Page 108: ni ketut ari widhiasih

84

masing-masing adalah 1 : 6, dan 1 : 2,5 pada kelompok adenoma folikular. Zhu,

et al (2010), menyebutkan bahwa imunoekspresi galectin-3 tidak dipengaruhi oleh

jenis kelamin. Hal ini serupa dengan yang ditemukan pada penelitian ini. Uji Chi-

Square menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik ekspresi

galectin-3 antara jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan (p =

0,581; p > 0,05).

Berbagai penelitian melaporkan lesi tiroid dua hingga empat kali lebih sering

ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki. Pada pasien perempuan,

insiden lesi tiroid paling sering ditemukan di antara usia pubertas dan menopause.

Jika terjadi di atas usia 50 tahun, dominasi perempuan berkurang. Perempuan

lebih rentan terhadap efek goitrogenik dari kekurangan iodium (Santin et al.,

2011). Chen, et al (2012), menyebutkan bahwa perbandingan kejadian karsinoma

papiler pada laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu 1 : 6, serupa dengan

penelitian ini. Scognamiglio, et al (2006), dalam penelitiannya melaporkan

perbandingan kasus adenoma folikular antara pasien laki-laki dan perempuan,

yakni 1 : 3,5, dan dalam penelitian ini ditemukan 1 : 2,5. Data epidemiologi

menunjukkan puncak insiden karsinoma tiroid terjadi lebih awal pada perempuan,

dan ditemukan adanya peran estrogen pada karsinogenesis tiroid. Reseptor

estrogen diekspresikan oleh sel folikel, baik pada jaringan tiroid neoplastik

maupun nonneoplastik, dan hormon estrogen merangsang proliferasi sel ini

(Manole et al., 2010).

Aksi dari reseptor estrogen dalam mempengaruhi proliferasi sel folikel tiroid

dimediasi melalui aktivasi jalur transduksi sinyal MAPK/ERK,

Page 109: ni ketut ari widhiasih

85

phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K), regulasi siklus sel cyclin D1, aktivasi faktor

transkripsi c-fos, dan jalur apoptosis Bcl2/Bax. Hormon estrogen dapat

merangsang aktivasi PI3K dan fosforilasi ERK 1/2 pada karsinoma yang berasal

dari diferensiasi sel folikular tiroid, terutama melalui interaksi membrane

associatedestrogen receptor (Santin et al., 2011). Cyclin D1 meregulasi progresi

siklus sel, sehingga terjadi transisi fase G1 ke S.Gen ini juga memiliki estrogen-

responsive regulatory region. Pada jalur apoptosis, Bcl2 berperan sebagai

antiapoptosis, sedangkan Bax berperan sebagai protein proapoptosis (Stricker and

Kumar, 2010; Santin et al., 2011). Adanya reseptor estrogen pada sel epitel folikel

tiroid ini, dapat merupakan salah satu penyebab insiden lesi-lesi tiroid lebih sering

dijumpai pada pasien perempuan.

Berbagai penelitian menemukan jenis kelamin laki-laki menjadi faktor

prognosis yang buruk pada pasien karsinoma papiler tiroid. Analisis univariat

menunjukkan jenis kelamin laki-laki memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi

dibandingkan perempuan, meskipun dengan analisis multivariat tidak signifikan

secara statistik (Sebastian et al., 2006).

6.3 Perbandingan Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma

Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid

Standar diagnosis dalam menegakkan lesi-lesi tiroid adalah melalui pemeriksaan

histopatologi dari bahan blok parafin yang dipulas dengan pewarnaan H&E.

Dalam praktek sehari-hari tidak jarang ditemukan kesulitan dalam menegakkan

diagnosis berbagai nodul tiroid tersebut, sehingga dapat menghambat

Page 110: ni ketut ari widhiasih

86

penatalaksanaan yang efektif terhadap lesi ini. Diagnosis yang akurat merupakan

hal yang sangat penting dalam menentukan modalitas terapi penderita pasca

operasi (Saleh et al., 2010).

Beberapa studi menyatakan bahwa salah satu marker imunohistokimia yang

banyak diteliti dan digunakan oleh para ahli patologi dalam membedakan berbagai

lesi tiroid adalah galectin-3. Chiu, et al (2010), dalam review artikelnya

menyatakan bahwa galectin-3 merupakan marker yang paling akurat dalam

mendiagnosis differentiated thyroid carcinoma. Saleh, et al (2010), dalam

penelitiannya melaporkan bahwa proporsi pulasan positif galectin-3 pada

keseluruhan lesi jinak, baik lesi nonneoplastik maupun neoplastik adalah 27,5%.

Penelitian yang sama menyebutkan galectin-3 terpulas positif pada 41,3% kasus

adenoma folikular, dan 15,3% kasus hiperplasia nodular. Sedangkan, proporsi

ekspresi positif galectin-3 pada karsinoma papiler mencapai 90%. Sensitivitas dan

spesifisitas galectin-3 dalam membedakan lesi tiroid jinak dan ganas menurut

penelitian ini, masing-masing adalah 85,2% dan 72,4%. Song, et al (2011), dalam

penelitiannya melaporkan hasil yang sedikit berbeda. Imunohistokimia galectin-3

ditemukan terpulas positif pada 52,58% kasus nodular goiter, 48,15% kasus

adenoma folikular, 97,17% kasus karsinoma papiler tanpa metastasis kelenjar

getah bening, dan 96,37% kasus karsinoma papiler dengan metastasis kelenjar

getah bening. Sensitivitas dan spesifisitas galectin-3 dalam membedakan lesi

tiroid jinak dan ganas menurut penelitian ini, masing-masing adalah 96,82% dan

49,01%.

Page 111: ni ketut ari widhiasih

87

Pada penelitian ini, perbedaan ekspresi galectin-3 pada hiperplasia nodular,

adenoma folikular, dan karsinoma papiler dianalisis menggunakan uji Chi-Square.

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara akumulatif galectin-3 lebih banyak

tidak terpulas pada kasus hiperplasia nodular (71,43% kasus), dibandingkan

dengan adenoma folikular (42,86% kasus). Seluruh kasus hiperplasia nodular

menunjukkan skor ekspresi rendah, sedangkan pada kelompok adenoma folikular

ditemukan 13 kasus (92,86%) menunjukkan skor ekspresi rendah, dan satu kasus

menunjukkan skor ekspresi tinggi dengan imunoekspresi galectin-3 grade 4. Uji

Chi-Square menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik

ekspresi galectin-3 antara adenoma folikular dibandingkan dengan hiperplasia

nodular (p = 1,000; p > 0,05). Hal ini dapat dimungkinkan karena patogenesis

kedua lesi jinak tiroid tersebut tidak melibatkan jalur sinyal galectin-3, sehingga

kedua kelompok menunjukkan skor ekspresi rendah. Penelitian ini juga

menemukan bahwa ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler

dibandingkan dengan hiperplasia nodular serta adenoma folikular (p = 0,000; p <

0,05).

Pada beberapa kasus, hiperplasia nodular dapat berupa nodul tunggal, berukuran

besar, dan menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda dengan jaringan tiroid di

sekitarnya, sehingga sangat sulit dibedakan dengan adenoma folikular. Beberapa

ahli patologi lebih memilih untuk mengklasifikasikan lesi tersebut sebagai

adenomatoid nodul (Baloch and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010), seperti ditemukan

pada salah satu sampel penelitian yang berupa nodul tunggal, dan menunjukkan

Page 112: ni ketut ari widhiasih

88

besar nodul dengan ukuran diameter 3,5 cm, dan pada pulasan imunohistokimia

tidak menunjukkan imunoekspresi terhadap galectin-3 (Gambar 5.10 A dan B).

Membedakan karsinoma papiler varian folikulardengan adenoma

folikularbisa sulit bila lesi berkapsel, serta gambaran inti dari karsinoma papiler

hanya tampak fokal (Chan, 2004; Renshaw and Gould, 2005; Elsheikh et al.,

2008; Saleh et al., 2010).Begitu pula hiperplasia nodular yang berbatas tegas, dan

secara mikroskopis menunjukkan pola pertumbuhan papiler, dapat dikelirukan

dengan karsinoma papiler tiroid (Baloch and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010).

Ditemukan satu kasus pada penelitian ini, yang pada awalnya didiagnosis sebagai

adenoma onkositik (hurthle cell adenoma), setelah di review digolongkan menjadi

karsinoma papiler varian onkositik. Pada pulasan H&E tampak sebagian besar

tumor tersusun oleh sel onkositik, dan gambaran inti yang khas dari karsinoma

papiler hanya tampak fokal (Gambar 5.3 A). Pada pulasan imunohistokimia,

sampel tampak terpulas difus dan kuat oleh galectin-3 (Gambar 5.3 B).

Galectin-3 dilaporkan terekspresi rendah pada hiperplasia nodular dan

imunoekspresinya hanya ditemukan pada sejumlah neoplasma tiroid jinak (Chiu

et al., 2010). Prasad, et al (2005), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

galectin-3 terekspresi pada 55% kasus goiter. Sebuah studi bahkan melaporkan

ekspresi galectin-3 terpulas pada 72% kasus adenoma folikular (Mehrotra et al.,

2004). Tingginya tingkat ekspresi galectin-3 pada kasus hiperplasia nodular dan

adenoma folikular yang dilaporkan pada penelitian tersebut dapat disebabkan oleh

penggunaan sistem deteksi avidin-biotin peroxidase kompleks, tanpa blokade

biotin (Mehrotra et al., 2004; Prasad et al., 2005; Fischer and Asa, 2008; Chiu et

Page 113: ni ketut ari widhiasih

89

al., 2010). Tirosit mempunyai kemampuan yang unik pada studi imunohistokimia.

Afinitas yang tinggi ikatan avidin (dan juga streptavidin) terhadap biotin

merupakan hal penting pada pemeriksaan imunohistokimia menggunakan metode

avidin-biotin peroxidase kompleks (atau sistem streptavidin-biotin peroxidase

kompleks) (Chiu et al., 2010).

Pada penelitian ini, imunoekspresi galectin-3 pada sebagian besar kasus

hiperplasia nodular (10 kasus) (71,43%) menunjukkan grade 1, dan sisanya

sebanyak empat kasus (28,57%) menunjukkan imunoekspresi grade 2, serta tidak

ada kasus yang menunjukkan imunoekspresi grade 3 maupun 4. Seluruh kasus

hiperplasia nodular menunjukkan skor ekspresi rendah. Tiga kasus hiperplasia

nodular menunjukkan imunoekspresi galectin-3 dengan intensitas kuat, serta satu

kasus terpulas dengan intensitas sedang, namun keempat kasus tersebut terpulas

fokal dengan distribusi pulasan kurang dari 5% dari seluruh area nodul. Keempat

kasus dikategorikan sebagai grade 2 (skor ekspresi rendah). Salah satu kasus yang

menunjukkan imunoekspresi galectin-3 dengan intensitas kuat tampak memiliki

pola papiler, namun tidak disertai gambaran inti yang patognomonis untuk

karsinoma papiler (Gambar 5.9).

Ditemukannya pulasan positif pada kasus hiperplasia nodular dapat dijelaskan

melalui beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa sel folikel tiroid pada

dasarnya memiliki biotin endogen yang dapat menyebabkan hasil positif palsu

(Saleh et al., 2010). Karena itu, penelitian yang menggunakan avidin-based

detection system tanpa blokade terhadap biotin harus diinterpretasikan dengan

hati-hati. Selain itu, reaktivitas biotin endogen dari suatu spesimen yang telah

Page 114: ni ketut ari widhiasih

90

difiksasi dengan formalin dan dilakukan paraffin embeding dapat ditingkatkan

dengan prosedur antigen retrieval yang diinduksi oleh panas, terutama pada

tekanan yang lebih rendah dari pemanasan microwave. Suatu studi menemukan

pewarnaan biotin yang positif pada delapan dari 12 tumor tiroid setelah

penggunaan antigen retrieval, bahkan tanpa aplikasi marker antibodi. Penggunaan

biotin-free detection systems atau avidin-biotin treatment blockade sangat penting

untuk deteksi akurat marker galectin-3 pada spesimen jaringan tiroid (Chiu et al.,

2010).

Kovacs, et al (2005), menyebutkan hasil positif palsu dapat pula ditemukan

pada nodul kistik dan lesi inflamasi, sehingga dapat menimbulkan permasalahan

dalam interpretasi pulasan IHK galectin-3. Ekspresi positif sel folikular

nonneoplastik pada area inflamasi dihasilkan oleh sitokin yang disekresikan oleh

sel inflamasi atau perembesan galectin-3 oleh sel limfosit ke sel folikular di

sekitarnya. Hal ini ditemukan juga dalam penelitian ini. Beberapa nodul kistik

yang mengandung infiltrasi sel makrofag tampak menunjukkan imunoekspresi

terhadap galectin-3 (Gambar 6.1). Kuatnya intensitas imunoekspresi galectin-3

pada sitoplasma sel makrofag disebabkan oleh kemampuan galectin-3

mengaktivasi makrofag dengan jalan berikatan silang dengan CD98 dan

menstimulasi PI3K-dependent signals. Galectin-3 diekspresikan secara kuat oleh

makrofag yang teraktivasi, dan bekerja mempengaruhi fagositosis dan kemotaksis

melalui mekanisme G-protein-coupling signaling. Sehingga, terlihat jelas adanya

hubungan langsung antara ekspresi galectin-3, aktivasi makrofag, dan faktor

transkripsional NF-kB (Laderach et al., 2010).

Page 115: ni ketut ari widhiasih

91

Gambar 6.1

Sel makrofag pada kasus hiperplasia nodular.

A. Pulasan H&E (pembesaran 400x). B. Imunohistokimia galectin-3 terpulas

dengan intensitas kuat pada sitoplasma sel makrofag (pembesaran 100x),

inset (pembesaran 400x)

Penjelasan di atas menegaskan bahwa gambaran histologis penting dievaluasi

bersama dengan interpretasi pulasan imunohistokimia, dan dalam prosesing

digunakan metode biotin-free detection system (Kovacs et al., 2005; Saleh et al.,

2010). Pada penelitian ini, penilaian imunoekspresi protein galectin-3 dinilai

dengan pulasan imunohistokimia metode streptavidin biotin kompleks dengan

avidin-biotin treatment blockade, menggunakan antibodi primer anti-galectin-3

mouse monoclonal antibody, clone A3A12, dari Abcam.

Penjelasan lainnya juga dapat dimungkinkan, bahwa ditemukan adanya

perubahan pola monoklonal pada kelompok nodul tiroid yang sebelumnya

merupakan nodul hiperplastik yang bersifat poliklonal (Kondo et al., 2006), yang

bisa jadi menyebabkan imunoekspresi galectin-3 positif. Neoplasia merupakan

proliferasi monoklonal dari sel yang mengalami transformasi genetik. Mekanisme

perubahan poliklonal menjadi monoklonal ini merupakan interaksi antara faktor

A B

Page 116: ni ketut ari widhiasih

92

risiko goiter yang merupakan dasar dari timbulnya nodul hiperplastik ini, dan

adanya predisposisi genetik selanjutnya menciptakan lingkungan mutagenik

(Fuhrer et al., 2012).

Lingkungan baru ini selanjutnya memicu peningkatan proliferasi sel disertai

pembentukan radikal bebas yang menimbulkan mutasi genetik sel folikel tiroid.

Proliferasi monoklonal dapat ditemukan pada 70% kasus hiperplasia nodular, dan

kelenjar yang sama juga bisa mengandung nodul poliklonal. Klonal tumor

terbentuk jika defek genetik tidak dapat diperbaiki, dan mutasi merupakan

pencetus proliferasi sel (Fuhrer et al., 2012). Teori ini diperkuat pula oleh

penjelasan Stricker and Kumar (2010), yang menyatakan bahwa tumor yang

mempunyai sifat monoklonaldalam tahap perkembangannya dapat tumbuh dan

tersusun dari sel-sel yang sangat heterogen. Subclone yang baru merupakan

keturunan dari sel asalnya dengan mengalami multiple mutasi. Pada proses

progresi tumor, sel-sel tumor menjadi lebih kaya akan clone-clone yang lebih

mampu beradaptasi menghindar dari sistem pertahanan tubuh dan lebih agresif.

Teori ini dapat menjelaskan kemungkinan ditemukannya perbedaan

imunoekspresi galectin-3 dalam satu nodul tiroid. Goiter dapat menimbulkan

hiperplasia yang bersifat difusa maupun noduler (nodul tunggal dan multipel), dan

beberapa studi menyebutkan bahwa lesi ini dapat mempengaruhi peningkatan

insiden karsinoma papiler tiroid (Kondo et al., 2006; Fuhrer et al., 2012).

Pada kasus adenoma folikular dalam penelitian ini ditemukan 13 kasus

menunjukkan skor ekspresi rendah (enam kasus (42,86%) berada pada grade 1,

tujuh kasus (50,00%) menunjukkan imunoekspresi grade 2), sedangkan satu kasus

Page 117: ni ketut ari widhiasih

93

pulasan galectin-3 menunjukkan imunoekspresi grade 4 (skor ekspresi tinggi).

Tidak ada kasus yang menunjukkan imunoekspresi grade 3. Saleh, et al (2010),

dalam penelitiannya menemukan 19 dari 46 kasus (41,3%) adenoma folikular

menunjukkan imunoekspresi positif, namun terpulas fokal dengan intensitas yang

tidak kuat. Ditemukannya satu kasus imunoekspresi grade 4 pada penelitian ini,

yang pada pulasan H&E didiagnosis sebagai adenoma onkositik, pada pulasan

galectin-3 menunjukkan imunoekspresi dengan intensitas kuat, terpulas difus

lebih dari 75% area nodul (Gambar 5.7). Hal ini mengindikasikan proses awal

atau incipient carcinoma dimana invasi kapsel dan/atau pembuluh darah belum

dapat ditemukan secara histologis (Saleh et al., 2010). Secara klinis pasien

karsinoma folikular tipe onkositik sebagian besar pada awalnya mengeluh nodul

tiroid yang tidak nyeri, sehingga sulit dibedakan dengan adenoma. Karsinoma

cenderung berukuran lebih besar daripada adenoma, dan lebih sering ditemukan

pada pasien yang berumur lebih tua (Simoes et al., 2004). Pada kasus ini pasien

berumur 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan besar nodul 2 cm.

Adenoma dapat mengalami progresi menjadi ganas melalui jalur hiperfungsi.

Mutasi reseptor TSH (TSHR) maupun guanine nucleotide-binding α subunit 1

(GNAS1) memicu proliferasi sel pada nodul hiperfungsi tiroid maupun adenoma

melalui aktivasi GSα-adenyl cyclase-cAMP. Pada nodul hiperfungsi, terjadi

aktivasi jalur cAMP oleh TSH dengan mengaktifkan TSHR dan protein G, seperti

GSα pada permukaan sel folikular, sehingga menginduksi terbentuknya cyclic

AMP (cAMP) oleh adenylyl cyclase. Cyclic AMP ini kemudian menstimulasi

protein kinase A (PKA) untuk memfosforilasi target protein inti dan sitoplasma.

Page 118: ni ketut ari widhiasih

94

Salah satu substrat PKA adalah faktor transkripsi CREB inti, yang selanjutnya

menginduksi terjadinya diferensiasi dan proliferasi sel (Kondo et al., 2006).

Pada 13% kasus dapat ditemukan mutasi RAS pada penderita adenoma

folikular, dan 19% kasus mengalami translokasi paired box gene 8/peroxisome

proliferator-activated receptor gamma (PAX8/PPARγ) (Pfeifer et al., 2013),

bahkan Rosai (2010), menyebutkan bahwa 20% hingga 40% penderita adenoma

folikular mengalami mutasi onkogen RAS, dan 5% hingga 20% mengalami

translokasi gen PAX8/PPARγ. Mutasi dan translokasi kedua gen tersebut

ditemukan juga pada karsinoma folikular dengan insiden yang lebih tinggi (Rosai,

2010; Pfeifer et al., 2013). Jalur sinyal intraselular galectin-3 dapat melibatkan

mutasi RAS, sehingga diasumsikan dapat menjadi salah satu penyebab pulasan

positif dengan imunoekspresi grade 4 pada kasus adenoma folikular di atas.

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa ekspresi galectin-3 pada sembilan kasus

(64,29%) karsinoma papiler menunjukkan imunoekspresi grade 4, dan sisanya

sebanyak lima kasus (35,71%) merupakan grade 3, serta tidak ada kasus yang

menunjukkan imunoekspresi grade 2 dan 1. Seluruh kasus memiliki skor ekspresi

tinggi. Intensitas pulasan pada kasus karsinoma papiler tampak menunjukkan hasil

yang bervariasi. Tiga kasus dengan intensitas pulasan lemah, empat kasus

menunjukkan intensitas pulasan sedang, dan tujuh kasus lainnya menunjukkan

intensitas pulasan kuat. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan jalur patogenesis

yang dialami berbagai kasus tersebut.

Pada biologi kanker, galectin-3 dapat menginduksi berbagai jalur sinyal yang

mempengaruhi microenvironment tumor. Proses onkogenesis dan metastasis

Page 119: ni ketut ari widhiasih

95

berkaitan dengan pembentukan glikan permukaan sel yang dihasilkan oleh sel

kanker, stromal, dan imun pada microenvironment tumor. Hal ini terjadi karena

adanya perubahan genetik atau epigenetik akibat aktivitas glycosyltransferase,

glycosidase, atau chaperons yang memicu tombol “normal” atau “off” menjadi

“berubah” atau “on” pada glycome permukaan sel. Konsep ini salah satunya

dipresentasikan oleh enzim golgi β1,6 N-acetylglucosaminyltransferase V (Mgat-

V) yang secara substansial meningkat pada proses transformasi seluler. Perubahan

pada komposisi glikan berkaitan dengan pemanjangan waktu paruh reseptor

permukaan sel yang mempengaruhi pertumbuhan sel, endositosis, dan sinyal

sitokin (Chiu et al., 2010).

Adesi sel tumor dengan substratnya berhubungan kuat dengan integrin-

mediated cellular signaling. Integrin menunjukkan beberapa N-glycosylation site

yang merupakan target pengikatan galectin, serta mempengaruhi interaksi sel

dengan matriks ekstraseluler dan reorganisasi sitoskeleton. Interaksi antara α5β1

integrin dengan galectin-3 eksogen mengontrol motilitas sel tumor melalui

aktivasi focal adhesion kinase (FAK) dan PI3K serta reorganisasi F-actin lokal.

Berbagai glikoprotein, seperti EGFR dan TGF receptor β mempunyai beberapa N-

glycosylation site. Jumlah rantai N-glycan yang berbeda pada setiap glikoprotein,

menentukan afinitas reseptor terhadap lattice galectin, sehingga berpengaruh

terhadap proliferasi dan diferensiasi selular (Chiu et al., 2010).

Galectin-3 disebutkan pula menunjukkan efek ganda. Selain berperan pada

proliferasi sel, protein ini juga beraksi sebagai negative regulator pada progresi

siklus sel. Ekspresi galectin-3 pada inti berkaitan dengan fase istirahat siklus sel,

Page 120: ni ketut ari widhiasih

96

sedangkan ekspresi galectin ini pada sitoplasma berhubungan dengan proliferasi

sel tumor dan progresi siklus sel. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa

peran galectin-3 di sitoplasma terlibat lebih menonjol pada tumorigenesis dan

metastasis. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pada karsinoma papiler tiroid,

ekspresi galectin-3 yang terpulas pada sitoplasma lebih tinggi dibandingkan

dengan yang terpulas pada inti (Chiu et al., 2010; Laderach et al., 2010). Hal yang

sama juga ditemukan pada penelitian ini. Galectin-3 tampak terpulas pada

sitoplasma dan kadang ditemukan terpulas fokal pada inti, namun yang dinilai

pada penelitian ini adalah pulasan pada sitoplasma.

Mekanisme yang bertanggungjawab terhadap regulasi siklus sel yang

dimediasi oleh galectin-3 ini belum sepenuhnya diketahui. Jalur sinyal intraseluler

yang diinduksi oleh galectin-3 ketika berfungsi sebagai regulator positif pada

siklus sel melibatkan peningkatan level onkogen K-RAS aktif disertai hilangnya

N-RAS, dengan jalan menahan aktivitas PI3K dan menggesernya ke jalur aktivasi

ERK. Efek ini juga melibatkan induksi aktivitas cyclin D1 promoter melalui

berbagai jenis cis-elemet, termasuk SP1 dan cAMP-responsive elements

(Laderach et al., 2010). Ekspresi yang rendah dari inhibitor cyclin-dependent

kinase p27KIP1

dan ekspresi yang tinggi dari cyclin D1 merupakan prediktor yang

kuat adanya metastasis kelenjar getah bening pada karsinoma papiler tiroid

(Kondo et al., 2006; Viglietto et al., 2011). Pada penelitian ini ditemukan pula

kelenjar getah bening mengandung metastasis sel tumor yang menunjukkan

pulasan galectin-3 dengan intensitas kuat, dan tumor primer menunjukkan

imunoekspresi grade 4 (Gambar 5.4).

Page 121: ni ketut ari widhiasih

97

Menariknya galectin-3 menunjukkan baik aktivitas anti maupun proapoptosis,

berlawanan dengan aktivitas proapoptosis terkait Tumor Necrosis Factor (TNF)

yang diekspresikan oleh berbagai tipe sel. Aktivitas antiapoptosis yang dimediasi

oleh galectin-3 melibatkan aktivasi jalur sinyal Akt. Sebuah domain fungsional

pada area COOH-terminal menunjukkan bahwa galectin-3 terbukti homolog

dengan domain BH1 bcl-2 gene family yang mengandung apoptosis-inducing

NWGR (Asp-Trp-Gly-Arg) amino acid motif. Kemampuan antiapoptosis ini

bertanggungjawab terhadap inhibisi pelepasan cytochrome-c dari mitokondria.

Penemuan terbaru menyatakan bahwa galectin-3 juga berperan pada jalur

apoptosis p53/HIPK2. Gen p53 merupakan faktor transkripsi spesifik yang

mampu menekan ekspresi galectin-3, dan p53-induced apoptosis tergantung pada

efek regulasi dari galectin-3 (Laderach et al., 2010).

Beberapa faktor transkripsi memainkan peranan penting pada pertumbuhan

dan transformasi seluler yang dimodulasi oleh galectin. Mengenai hal ini, satu

studi menyebutkan bahwa galectin-3 mengikat dua regulator sinyal Wnt, yakni β-

catenin dan axin. Kompleks galectin-3-β-catenin bergerak menuju inti yang

selanjutnya berkaitan dengan Tcf-4. Kompleks tersebut kemudian mengontrol

ekspresi cyclin D1 dan c-Myc. Serupa dengan yang didemonstrasikan oleh sel

makrofag, ekspresi galectin-3 pada sel tumor berada di bawah kontrol faktor

transkripsional NF-kB dan c-Jun (Laderach et al., 2010).

Page 122: ni ketut ari widhiasih

98

Gambar 6.2

Jalur sinyal galectin-3 pada karsinogenesis karsinoma papiler tiroid

Aktivasi

FAK +

PI3K,

reorganisasi

F-actin

lokal

Peningkatan

migrasi sel

Galectin-3

Berikatan dengan N-

glycosilation site pada

glycome permukaan sel

Upregulator

aktivitas

transkrip-

sional

Peningkatan

proliferasi sel

Peningkatan

Mgat-V

produced

N-glycans

Penurunan

apoptosis

inducinga

mino acid

motif

Penurunan

P53-

induced

apoptosis

Hypoxia

response

elements

Peningkatan

antiapoptosis

Stimulasi

angiogenesis

Struktur pentamer

Berikatan

dengan

regulator

sinyal Wnt

(β-catenin

dan axin)

Aktivasi

integrin-

mediated

cellular

signaling

Kompleks

menuju inti

+

Tcf-4

Peningkat-

an level

onkogen

K-RAS

aktif

Aktivasi

ERK

Regulator

positif

siklus sel

Galectin-3

+ α5β1

integrin

Page 123: ni ketut ari widhiasih

99

Promoter galectin-3 juga mengandung hypoxia-responsive elements dan

menstimulasi bentuk tabung kapiler sel endotel in vitro serta angiogenesis secara

in vivo. Galectin dapat mengaktifkan jalur sinyal pada microenvironment tumor

untuk meningkatkan proliferasi, transformasi, dan kelangsungan hidup sel,

meregulasi adesi serta migrasi sel, angiogenesis, dan juga menurunkan respon

imun tumor (Laderach et al., 2010). Sehingga dapat diasumsikan bahwa lemahnya

intensitas pulasan galectin-3 dapat ditemukan pada kasus karsinoma papiler tiroid

yang tidak melalui berbagai jalur karsinogenesis tersebut (Gambar 6.2).

Para peneliti dari berbagai studi juga mempercayai perbedaan imunoekspresi

galectin-3 dapat disebabkan oleh beberapa faktor penting, diantaranya tipe

antibodi, metode dilusi dan antigen retrieval, tipe fiksasi jaringan yang

digunakan, dan lamanya fiksasi. Karena itu diperlukan jenis dan waktu optimal

fiksasi, antibodi spesifik, sistem deteksi, dan prosesing IHK yang standar (Saleh et

al., 2010).

Penelitian ini membuktikan bahwa galectin-3 dapat digunakan sebagai

marker diagnostik dalam menegakkan diagnosis keganasan pada lesi-lesi tiroid

yang berasal dari diferensiasi sel epitel folikel, khususnya yang menampilkan

arsitektur folikular dan atau papiler, serta tidak menunjukkan gambaran inti

karsinoma papiler yang jelas. Hasil penelitian ini juga mempertegas peranan

galectin-3 pada karsinogenesis karsinoma papiler tiroid.

Page 124: ni ketut ari widhiasih

100

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Ekspresi galectin-3 tidak berbeda secara bermakna antara adenoma

folikular dan hiperplasia nodular pada organ tiroid.

2. Ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler dibandingkan

dengan hiperplasia nodular pada organ tiroid.

3. Ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler dibandingkan

dengan adenoma folikular pada organ tiroid.

7.2 Saran

Dengan terbuktinya dua dari tiga hipotesis pada penelitian ini, maka dapat

disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Imunohistokimia galectin-3 dapat digunakan sebagai marker diagnostik

dalam menegakkan diagnosis keganasan pada lesi-lesi tiroid yang berasal

dari diferensiasi sel epitel folikel, khususnya yang menampilkan arsitektur

folikular dan atau papiler, serta tidak menunjukkan gambaran inti

karsinoma papiler tiroid yang jelas.

2. Pada beberapa kasus diperlukan aplikasi imunohistokimia panel, antara

lain dengan HBME-1 dan CK 19, sehingga dapat ditegakkan diagnosis

yang akurat agar memberikan manfaat bagi klinisi. Diagnosis yang akurat

Page 125: ni ketut ari widhiasih

101

merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan modalitas terapi

penderita pasca operasi.

3. Perlu dibuat keseragaman dalam penilaian ekspresi galectin-3, dengan

menetapkan cut off point pada penelitian berikutnya, sehingga dapat

disepakati kategori skor ekspresi rendah maupun tinggi. Hal ini membantu

dalam menegakkan diagnosis berbagai nodul tiroid.

Page 126: ni ketut ari widhiasih

102

DAFTAR PUSTAKA

Al-Brahim, N., Asa, S.L. 2006. Papillary Thyroid Carcinoma, An Overview. Arch

Pathol Lab Med, 130:1057-1062.

Anonim. 2007.Kanker di Indonesia Tahun 2007 Data Histopatologik. Jakarta:

Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan

Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia,

Yayasan Kanker Indonesia.

Anonim. 2008.Kanker di Indonesia Tahun 2008 Data Histopatologik. Jakarta:

Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan

Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia,

Yayasan Kanker Indonesia.

Anonim. 2009.Kanker di Indonesia Tahun 2009 Data Histopatologik. Jakarta:

Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan

Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia,

Yayasan Kanker Indonesia.

Anonim. 2010.Kanker di Indonesia Tahun 2010 Data Histopatologik. Jakarta:

Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan

Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia,

Yayasan Kanker Indonesia.

Anonim. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kamus versi

online/daring (dalam jaringan), versi 1.4. Available from :

URL:http://kbbi.web.id/. Accessed February, 18 2015.

Arguesoa, P., Panjwanib, N. 2011. Focus on Molecules: Galectin-3. Exp Eye Res,

92(1):1-4.

Baloch, Z.W., LiVolsi, V.A. 2005. Encapsulated Follicular Variant of Papillary

Thyroid Carcinoma with Bone Metastases. Mod Pathol, 13(8):861-865.

Baloch, Z.W., LiVolsi, V.A. 2006. Follicular-Patterned Lesions of the Thyroid,

The Bane of the Pathologist. Am J Clin Pathol, 117:143-150.

Baloch, Z.W., LiVolsi, V.A. 2010. Pathology of Thyroid and Parathyroid Disease.

In: Mills, S.E., editor. Sternberg's Diagnostic Surgical Pathology. 5th

ed.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 493-527.

Page 127: ni ketut ari widhiasih

103

Carcangiu, M.L. 2007. Thyroid. In: Mills, S.E., editor. Histology for Pathologists.

Third ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 1129-1137.

Chan, J.K.C. 2004. Strict Criteria Should be Applied in the Diagnosis of

Encapsulated Follicular Variant of Papillary Thyroid Carcinoma. Am J

Clin Pathol, 117:16-18.

Cheung, C.C., Ezzat, S., Freeman, J.L., Rosen, I.B., Asa, S.L. 2006.

Immunohistochemical Diagnosis of Papillary Thyroid Carcinoma. Mod

Pathol, 14(4):338-342.

Chien, W., Koeffler, P. 2012. Molecular Biology of Thyroid Cancer. Thyroid

Cancer. p. 35-43. Available from : URL:http://www.springer.com/978-1-

4614-0874-1. Accessed October, 2 2013.

Chiu, C.G., Strugnell, S.S., Griffith, O.L., Jones, S.J.M., Gown, A.M., Walker, B.,

Nabi, I.V., Wiseman, S.M. 2010. Diagnostic Utility of Galectin-3 in

Thyroid Cancer. The American Journal of Pathology, 176(5):2067-2081.

Choudhury, M., Singh, S., Agarwal, S. 2011. Diagnostic Utility of Ki67 and p53

Immunostaining on Solitary Thyroid Nodule-a Cytohistological and

Radionuclide Scintigraphic Study. Indian J Pathol Microbiol, 54(3):472-

475.

Collet, J.F., Hurbain, I., Prengel, C., Utzmanna, O., Scetbon, F., Bernaudin, J.F.,

Fajac, A. 2005. Galectin-3 Immunodetection in Follicular Thyroid

Neoplasm: A Prospective Study on Fine Needle Aspiration Samples.

British Journal of Cancer, 93:1175-1181.

Cvejic, D., Savin, S., Petrovic, I., Paunovic, I., Tatic, S., Havelka, M. 2005.

Galectin-3 Expression in Papillary Thyroid Carcinoma: Relation to

Histomorphologic Growth Pattern, Lymphnode Metastasis, Extrathyroidal

Invasion and Tumor Size. Head and Neck Pathol, 27:1049-1055.

Cvejic, D., Savin, S., Petrovic, I., Paunovic, I., Tatic, S., Krgovic, K., Havelka, M.

2005. Galectin-3 Expression in Papillary Microcarcinoma of the Thyroid.

Histopathology, 47:209-214.

Dean, D.S., Hay, I.D. 2007. Prognostic Indicators in Differentiated Thyroid

Carcinoma. Cancer Control, 7(3):229-239.

DeLellis, R.A., Williams, E.D. 2004. Thyroid and Parathyroid Tumours:

Introduction. In: DeLellis, R.A., Lioyd, R.V., Heitz, P.U., Eng, C. editors.

World Health Organization Classification of Tumours, Pathology &

Genetics Tumours of Endocrine Organs. Lyon: IARC Press. p. 51-56.

Page 128: ni ketut ari widhiasih

104

DeMatos, P.S., Ferreira, A.P., deOliveira, F.F., Assumpcao, L.V.M., Metze, K.,

Ward, L.S. 2005. Usefullness of HBME-1, Cytokeratin 19 and Galectin-3

Immunostaining in the Diagnosis of Thyroid Malignancy. Histopathology,

47:391-401.

Electron, K. 2007. Prevalence and Prognostic Value of BRAF Mutation in

Thyroid Cancer. Annals of Surgery, 246(3):466-471.

Elsheikh, T.M., Asa, S.L., Chan, J.K.C., DeLellis, R.A., Heffess, C.S., LiVolsi,

V.A., Wenig, B.M. 2008. Interobserver and Intraobserver Variation

Among Experts in The Diagnosis of Thyroid Follicular Lesions With

Borderline Nuclear Features of Papillary Carcinoma. Am J Clin Pathol,

130:736-744.

Feilchenfeldt, J., Totsch, M., Sheu, S.Y., Robert, J., Spiliopoulos, A., Frilling, A.,

Schmid, K.W., Meier, C.H. 2008. Expression of Galectin-3 in Normal and

Malignant Thyroid Tissue by Quantitative PCR and

Immunohistochemistry. Mod Pathol, 16(11):1117-1123.

Fischer, S., Asa, S.L. 2008. Aplication of Immunohistochemistry to Thyroid

Neoplasm. Arch Pathol Lab Med, 132:359-372.

Fuhrer, D. 2006. Genetics of Benign and Malignant Tumours. Thyroid

International, 2:1-10.

Fuhrer, D., Bockisch, A., Schmid, K.W. 2012. Euthyroid Goiter With and

Without Nodules-Diagnosis and Treatment. Medicine; 109(29-30):506-

516.

Ghossein, R. 2009. Update to the College of American Pathologists Reporting on

Thyroid Carcinomas. Head and Neck Pathol, 3:86-93.

Herrmann, M.E., LiVolsi, V.A., Pasha, T.L., Roberts, S.A., Wojcik, E.M., Baloch,

Z.W. 2004. Immunohistochemical Expression of Galectin-3 in Benign and

Malignant Thyroid Lesions. Arch Pathol Lab Med, 126:710-713.

Inohara, H., Segawa, T., Miyauchi, A., Yoshii, T., Nakahara, S., Raz, A., Maeda,

M., Miyoshi, E., Kinoshita, N., Yoshida, H., Furukawa, M., Takenaka, Y.,

Takamura, Y., Ito, Y., Taniguchi, N. 2008. Cytoplasmic and Serum

Galectin-3 in Diagnosis of Thyroid Malignancies. Biochem Biophys Res

Commun, 376:605-610.

Ito, Y., Yoshida, H., Tomoda, C., Miya, A., Kobayashi, K., Matsuzuka, F.,

Yasuoka, H., Kakudo, K., Inohara, H., Kuma, K., Miyauchi, A. 2005.

Galectin-3 in Follicular Tumors: an Immunohistochemical Study of Its

Use as a Marker of Follicular Carcinoma. Pathology, 37:296-298.

Page 129: ni ketut ari widhiasih

105

Kondo, T., Ezzat, S., Asa, S.L. 2006. Pathogenetic Mechanism in Thyroid

Follicular Cell Neoplasia. Nature Publishing Group, 6:292-303.

Kovacs, R.B., Foldes, J., Winkler, G., Bodo, M., sapi, Z. 2005. The Investigation

of Galectin-3 in Diseases of the Thyroid Gland. Eur J Endocrinology,

149(5):449-453.

Krzeslak, A., Lipinska, A. 2004. Galectin-3 as a Multifunctional Protein. Cell Mol

Biol Lett, 9:305-328.

Laderach, D.J., Compagno, D., Toscano, M.A., Croci, D.O. 2010. Dissecting the

Signal Transduction Pathways Triggered by Galectin-Glycan Interactions

in Physiological and Pathological Settings. IUMBLife, 62(1):1-13.

LiVolsi, V.A. 2011. Papillary Thyroid Carcinoma, An Update. Modern

Pathology, 24:S1-S9.

LiVolsi, V.A., Saavedra, J.A., Asa, S.L., Baloch, Z.W., Simoes, M.S., Wenig, B.,

DeLellis, R.A., Cady, B., Mazzaferri, E.L., Hay, I., Fagin, J.A., Weber,

A.L., Caruso, P., Voutilainen, P.E., Franssila, K.O., Williams, E.D.,

Schneider, A.B., Nikiforov, Y., Rabes, H.M., Akslen, L., Ezzat, S.,

Santoro, M., Eng, C., Haracerh, H.R. 2004. Papillary Carcinoma. In:

DeLellis, R.A., Lioyd, R.V., Heitz, P.U., Eng, C. editors. World Health

Organization Classification of Tumours, Pathology & Genetics Tumours

of Endocrine Organs. Lyon: IARC Press. p. 57-66.

Lundgren, C.I., Hall, P., Dickman, P.W., Zedenius, J. 2005. Clinically Significant

Prognostic Factors for Differentiated Thyroid Carcinoma, A Population-

Based, Nested Cased-Control Study. American Cancer Society, 12:524-

531.

Machin, D., Campbell, M.J., Tan, S.B., Tan, S.H. 2009. Sample Size Tables for

Clinical Studies. Third ed. UK: A John Wiley and Sons. p. 137.

Maitra, A. 2010. The Endocrine System. In: Mitchell, R.N., Kumar, V., Abbas,

K., Fausto, N. editors. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.

8th

ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 1118-1125.

Manole, D., Schildknecht, B., Gosnell, B., Adams, E., Derwahl, M. 2010.

Estrogen Promotes Growth of Human Thyroid Tumor Cells by Different

Molecular Mechanisms. The Journal of Clinical Endocrinology &

Metabolism, 86(3):1072-1077.

McLeod, D.S.A. 2010. Current Concepts and Future Directions in Differentiated

Thyroid Cancer. Clin Biochem Rev, 31:9-19.

Page 130: ni ketut ari widhiasih

106

Mehrotra, P., Okpokam, A., Bouhaidar, R., Johnson, S.J., Wilson, J.A., Davies,

B.R., Lennard, T.W. 2004. Galectin-3 does not Realibly Distinguish

Benign from Malignant Thyroid Neoplasms. Histopathology, 45:493-500.

Merino, M., Quezado, M., Rubin, E., Rubin, R. 2008. The Endocrine System. In:

Rubin, R., Strayer, D.S., editors. Rubin’s Pathology Clinicopathologic

Foundations of Medicine. 5th

ed. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins. p. 940-955.

Oestreicher, K.Y., Halpern, M., Roizman, P., Hardy, B., Sulkes, J., Feinmesser,

R., Stern, Y. 2004. Diagnostic Value of Galectin-3 as a Marker for

Malignancy of Follicular Patterned Thyroid Lesions. Head and Neck

Pathol, 26:960-966.

Park, Y.J., Kwak, S.O., Kim, D.C., Kim, H., Choe, G., Park, D.J., Jang, H.C.,

Cho, B.Y., Park, S.Y. 2007.Diagnostic Value of Galectin-3, HBME-1,

Cytokeratin 19, High Molecular Weight Cytokeratin, Cyclin D1 and

p27kip1

in the Differential Diagnosis of Thyroid Nodules. J Korean Med

Sci, 22(4):621-628.

Pfeifer, A., Wojtas, B., Wojciechowska, M.O., Kukulska, A., Czarniecka, A.,

Eszlinger, M., Musholt, T., Stokow, T., Swierniak, M., Stobiecka, E.,

Rusinek, D., Tyszkiewicz, T., Kowal, M., Jarzab, M., Hauptmann, S.,

Lange, D., Paschke, R., Jarzab, B. 2013. Molecular Differential Diagnosis

of Follicular Thyroid Carcinoma and Adenoma Based on Gene Expression

Profiling by Using Formalin-Fixed Paraffin-Embedded Tissues. BMC

Medical Genomics, 6:38-45.

Prasad, M.L., Huang, Y., Pellegata, N.S., Chapelle, A., Kloos, R.T. 2004.

Hashimoto‟s Thyroiditis with Papillary Thyroid Carcinoma (PTC)-like

Nuclear Alterations Express Molecular Markers of PTC. Histopathology,

45:39-46.

Prasad, M.L., Pellegata, N.S., Huang, Y., Nagaraja, H.N., Chapelle, A., Kloos,

R.T. 2005. Galectin-3, Fibronectin-1, CITED-1, HBME1 and Cytokeratin-

19 Immunohistochemistry is Usefull for the Differential Diagnosis of

Thyroid Tumors. Modern Pathology, 18:48-57.

Ratour, J., Polivka, M., Dahan, H., Hamzi, L., Kania, R., Dumuis, M.L., Cohen,

R., Michelin, M.L., Priollet, B.C. 2013. Diagnosis of Follicular Lesions of

Undetermined Significance in Fine-Needle Aspirations of Thyroid

Nodules. Journal of Thyroid Research, 1-6. Available from :

URL:http://dx.doi.org/10.1155/2013/250347. Accessed October, 17 2013.

Page 131: ni ketut ari widhiasih

107

Renshaw, A.A., Gould, E.W. 2005. Why There Is the Tendency to

“Overdiagnose” the Follicular Variant of Papillary Thyroid Carcinoma.

Am J Clin Pathol, 117:19-21.

Rosai, J. 2010. Thyroid Gland. In: Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. 10th

ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. p. 515-594.

Saleh, H.A., Jin, B., Barnwell, J., Alzohaili, O. 2010. Utility of

Immunohistochemical Markers in Differentiating Benign from Malignant

Follicular Derived Thyroid Nodules. Diagnostic Pathology, 5:9. Available

from : URL:http://www.diagnosticpathology.org/content/5/1/9. Accessed

January, 31 2014.

Santin, A.P., Furlanetto, T.W. 2011. Role of Estrogen Function and Growth

Regulation. Journal of Thyroid Research, 2:1-7. Available from :

URL:http://www.hindawi.com. Accessed December, 1 2014.

Santoro, M., Melillo, R.M., Fusco, A. 2006. RET/PTC activation in papillary

thyroid carcinoma: European Journal of Endocrinology Prize Lecture.

European Journal of Endocrinology. 155: 645–653.

Scognamiglio, T., Hyjek, E., Kao, J., Chen, Y.T. 2006. Diagnostic Usefulness of

HBME 1, Galectin-3, CK 19 and CITED 1 and Evaluation of Their

Expression in Encapsulated Lesions with Questionable Features of

Papillary Thyroid Carcinoma. Am J Clin Pathol, 126:700-708.

Sebastian, S.O., Gonzalez, M.R., Paricio, P.P., Perez, J.S., Flores, D.P., Madrona,

A.P., Romero, P.R., Tebar, F.J. 2006. Papillary Thyroid Carcinoma:

Prognostic Index For Survival Including the Histological Variety.

American Medical Association, 135:272-7.

Simoes, M.S., Asa, S.L., Kroll, T.G., Nikiforov, Y., DeLellis, R., Farid, P.,

Kitamura, Y., Noguchi, S.U., Eng, C., Harach, H.R., Williams, E.D.,

Schneider, A.B., Fagin, J.A., Ghossein, R.A., Mazzaferri, E.L., Lloyd,

R.V., LiVolsi, V., Chan, J.K.C., Baloch, Z., Clark O.H. 2004. Follicular

Carcinoma. In: DeLellis, R.A., Lloyd, R.V., Heitz, P.U., Eng, C., editors.

World Health Organization Classification of Tumours, Pathology &

Genetics Tumours of Endocrine Organs. Lyon: IARC Press. p. 67-72.

Shi, Y., He, B., Kuchenbecker, K.M., You, L., Xu, Z., Mikami, I., Yagui, B.A.,

Clement, G., Lin, Y.C., Okamoto, J., Bravo, D.T., Jablons, D.M. 2007.

Inhibition of Wnt-2 and Galectin-3 Synergistically Destabilizes Beta-

Catenin and Induces Apoptosis in Human Colorectal Cancer Cells. Int J

Cancer, 121:1175-1181.

Page 132: ni ketut ari widhiasih

108

Song, Q., Wang, D., Lou, Y., Li, C., Fang, C., He, X., Li, J. Diagnostic

Significance of CK19, TG, Ki67 and Galectin-3. 2011. Expression for

Papillary Thyroid Carcinoma in the Northeastern Region of China.

Diagnostic Pathology, 6:126. Available from :

URL:http://www.diagnosticpathology.org/content/6/1/126. Accessed

October, 7 2013.

Stricker, T.P., Kumar, V. 2010. Neoplasia. In: Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto,

N., Aster, J.C. Robins and Cotran, Pathologic Basis of Desease. 8th

ed.

Philadelphia: Saunders Elseviers.p. 62-70.

Viglietto, G., Marco, C. 2011. Molecular Biology of Thyroid Cancer,

Contemporary Aspects of Endocrinology. Kandarakis, E.D., editor.

Available from : URL:http://www.intechopen.com/books/contemporary-

aspects-of endocrinology/molecular-biology-thyroid-cancer. Accessed

Mei, 14 2014.

Zhu, X., Sun, T., Lu, H., Zhou, X., Lu, Y., Cai, X. 2010. Diagnostic Significance

of CK 19, RET, Galectin-3, and HBME-1 Expression for Papillary

Thyroid Carcinoma. Am J Clin Pathol, 63:786-789.

Page 133: ni ketut ari widhiasih

109

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1a. Ethical Clearance

Page 134: ni ketut ari widhiasih

110

Lampiran 1b. Amandemen Ethical Clearance

Page 135: ni ketut ari widhiasih

111

Lampiran 2a. Surat Ijin Penelitian

Page 136: ni ketut ari widhiasih

112

Lampiran 2b. Amandemen Surat Ijin Penelitian

Page 137: ni ketut ari widhiasih

113

Lampiran 3. Data Subyek Penelitian

No

Nomor PA

Umur (Tahun)

Jenis Kelamin

Diagnosis

Ukuran Nodul

(cm)

Distribusi

Intensitas

Distribusi x

Intensitas

Grade

Kategori Ekspresi

1 2704/PP/2013 34 P Hiperplasia

Nodular

1,5 1 3 3 2 Rendah

2 3065/PP/2013 39 L Hiperplasia

Nodular

1,5 0 0 0 1 Rendah

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

4192/PP/2013

1864/PP/2014

2629/PP/2014

3444/PP/2014

3873/PP/2014

3953/PP/2014

4035/PP/2014

4078/PP/2014

4163/PP/2014

4174/PP/2014

4310/PP/2014

4496/PP/2014

4797/PP/2012

681/PP/2013

1883/PP/2013

2066/PP/2013

2715/PP/2013

3555/PP/2013

3462/PP/2013

4436/PP/2013

324/PP/2014

3019/PP/2014

3076/PP/2014

3701/PP/2014

3931/PP/2014

4365/PP/2014

552/PP/2013

2281/PP/2013

2404/PP/2013

43

28

42

55

35

44

33

50

48

57

49

48

33

63

27

18

52

37

25

47

45

44

33

21

22

49

54

36

53

L

P

P

P

P

P

P

P

P

P

P

P

P

L

P

P

P

P

L

P

L

P

P

P

P

L

P

P

P

Hiperplasia Nodular

Hiperplasia

Nodular Hiperplasia

Nodular Hiperplasia

Nodular

Hiperplasia Nodular

Hiperplasia

Nodular Hiperplasia

Nodular

Hiperplasia Nodular

Hiperplasia

Nodular Hiperplasia

Nodular

Hiperplasia Nodular

Hiperplasia

Nodular Adenoma

Folikular

Adenoma

Folikular

Adenoma

Folikular Adenoma

Folikular

Adenoma Folikular

Adenoma

Folikular Adenoma

Folikular

Adenoma Folikular

Adenoma

Onkositik Adenoma

Folikular

Adenoma Folikular

Adenoma

Folikular Adenoma

Folikular

Adenoma Folikular

Karsinoma

Papiler Karsinoma

Papiler Karsinoma

Papiler

2

1,5

0,8

1

1

1,5

3,5

2,5

1

2

2

1,5

2

3

2

2

4

3

4,5

4,5

2

0,5

5

3

4

3

1

0,5

2

1

0

0

0

0

0

0

0

1

1

0

0

0

0

0

1

1

1

0

0

4

0

1

1

1

1

4

4

4

3

0

0

0

0

0

0

0

3

2

0

0

0

0

0

1

2

1

0

0

3

0

1

1

2

1

1

1

2

3

0

0

0

0

0

0

0

3

2

0

0

0

0

0

1

2

1

0

0

12

0

1

1

2

1

4

4

8

2

1

1

1

1

1

1

1

2

2

1

1

1

1

1

2

2

2

1

1

4

1

2

2

2

2

3

3

4

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Tinggi

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Page 138: ni ketut ari widhiasih

114

No

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

Nomor

PA

3795/PP/2013

1048/PP/2014

1441/PP/2014

2022/PP/2014

2214/PP/2014

2243/PP/2014

2246/PP/2014

2270/PP/2014

2857/PP/2014

2881/PP/2014

4239/PP/2014

Umur

(Tahun)

41

36

37

57

48

46

66

45

30

49

33

Jenis

Kelamin

L

P

L

P

P

P

P

P

P

P

P

Diagnosis

Karsinoma Papiler

Karsinoma

Papiler Karsinoma

Papiler

Karsinoma Papiler

Karsinoma Papiler

Karsinoma

Papiler Karsinoma

Papiler

Karsinoma Papiler

Karsinoma

Papiler Karsinoma

Papiler

Karsinoma Papiler

Ukuran

Nodul (cm)

3

4

2,5

1

3,5

4

4,5

3

2

1,2

1,5

Distribusi

4

4

4

4

3

4

4

4

4

4

2

Intensitas

3

2

3

3

2

3

1

3

3

2

3

Distribusi

x Intensitas

12

8

12

12

6

12

4

12

12

8

6

Grade

4

4

4

4

3

4

3

4

4

4

3

Kategori

Ekspresi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Page 139: ni ketut ari widhiasih

115

Lampiran 4a. Deskriptif Statistik Rerata Umur Kelompok Hiperplasia Nodular,

Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid

Descriptives

Umur

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

Hiperplasia_Nodular 14 43.21 8.604 2.299 38.25 48.18 28 57

Adenoma_Folikular 14 36.86 13.518 3.613 29.05 44.66 18 63

Karsinoma_Papiler 14 45.07 10.254 2.741 39.15 50.99 30 66

Total 42 41.71 11.288 1.742 38.20 45.23 18 66

Lampiran 4b. Analisis Statistik Uji ANOVA Variabel Umur pada Kelompok

Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ

Tiroid

Test of Homogeneity of Variances

Umur

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.097 2 39 .136

ANOVA

Umur

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 519.571 2 259.786 2.153 .130

Within Groups 4705.000 39 120.641

Total 5224.571 41

Page 140: ni ketut ari widhiasih

116

Lampiran 4c. Deskriptif Statistik Perbandingan Jenis Kelamin pada Kelompok

Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ

Tiroid

Kelompok * Jenis_Kelamin

Crosstab

Count

Jenis_Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

Kelompok Hiperplasia_Nodular 2 12 14

Adenoma_Folikular 4 10 14

Karsinoma_Papiler 2 12 14

Total 8 34 42

Lampiran 4d. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbedaan Ekspresi Galectin-3

Berdasarkan Jenis Kelamin

Ekspresi_Galectin_3 * Jenis_Kelamin

Crosstab

Jenis_Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

Grade 1 Count 3 13 16

% within Jenis_Kelamin 37.5% 38.2% 38.1%

2 Count 2 9 11

% within Jenis_Kelamin 25.0% 26.5% 26.2%

3 Count 0 5 5

% within Jenis_Kelamin .0% 14.7% 11.9%

4 Count 3 7 10

% within Jenis_Kelamin 37.5% 20.6% 23.8%

Total Count 8 34 42

% within Jenis_Kelamin 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 1.961a 3 .581

Likelihood Ratio 2.810 3 .422

Linear-by-Linear Association .177 1 .674

N of Valid Cases 42

Page 141: ni ketut ari widhiasih

117

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 1.961a 3 .581

Likelihood Ratio 2.810 3 .422

Linear-by-Linear Association .177 1 .674

a. 5 cells (62.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .95.

Lampiran 5. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Distribusi Galectin-3 pada

Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid

Kelompok * Distribusi

Crosstab

Count

Distribusi

Total 0 1 2 3 4

Kelompok Hiperplasia_Nodular 10 4 0 0 0 14

Adenoma_Folikular 6 7 0 0 1 14

Karsinoma_Papiler 0 0 1 1 12 14

Total 16 11 1 1 13 42

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 40.689a 8 .000

Likelihood Ratio 49.642 8 .000

Linear-by-Linear Association 28.840 1 .000

N of Valid Cases 42

a. 12 cells (80.0%) have expected count less than 5. The minimum expected

count is .33.

Page 142: ni ketut ari widhiasih

118

Lampiran 6. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor Intensitas

Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler

pada Organ Tiroid

Kelompok * Skor Intensitas

Crosstab

Count

Skor Intensitas

Total 0 1 2 3

Kelompok Hiperplasia_Nodular 10 0 1 3 14

Adenoma_Folikular 6 5 2 1 14

Karsinoma_Papiler 0 3 4 7 14

Total 16 8 7 11 42

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 21.341a 6 .002

Likelihood Ratio 28.229 6 .000

Linear-by-Linear Association 10.254 1 .001

N of Valid Cases 42

a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.33.

Page 143: ni ketut ari widhiasih

119

Lampiran 7. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Distribusi x Skor

Intensitas Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan

Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid

Kelompok * Distribusi x Skor Intensitas

Crosstab

Count

Distribusi x Skor Intensitas

Total 0 1 2 3 4 6 8 12

Kelompok Hiperplasia_Nodular 10 0 1 3 0 0 0 0 14

Adenoma_Folikular 6 5 2 0 0 0 0 1 14

Karsinoma_Papiler 0 0 0 0 3 2 3 6 14

Total 16 5 3 3 3 2 3 7 42

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 52.357a 14 .000

Likelihood Ratio 61.553 14 .000

Linear-by-Linear Association 21.375 1 .000

N of Valid Cases 42

a. 21 cells (87.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .67.

Page 144: ni ketut ari widhiasih

120

Lampiran 8. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Grade Galectin-3

pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada

Organ Tiroid

Kelompok * Grade

Crosstab

Count

Grade

Total 1 2 3 4

Kelompok Hiperplasia_Nodular 10 4 0 0 14

Adenoma_Folikular 6 7 0 1 14

Karsinoma_Papiler 0 0 5 9 14

Total 16 11 5 10 42

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 40.827a 6 .000

Likelihood Ratio 50.191 6 .000

Linear-by-Linear Association 26.995 1 .000

N of Valid Cases 42

a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.67.

Page 145: ni ketut ari widhiasih

121

Lampiran 9. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor Ekspresi

Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular dan Adenoma Folikular pada Organ Tiroid

Kelompok * Skor Ekspresi_Galectin_3 Crosstabulation

Skor Ekspresi_

Galectin_3

Total Rendah Tinggi

Kelompok Hiperplasia_Nodular Count 14 0 14

Expected Count 13.5 .5 14.0

% of Total 50.0% .0% 50.0%

Adenoma_Folikular Count 13 1 14

Expected Count 13.5 .5 14.0

% of Total 46.4% 3.6% 50.0%

Total Count 27 1 28

Expected Count 27.0 1.0 28.0

% of Total 96.4% 3.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 1.037a 1 .309

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio 1.423 1 .233

Fisher's Exact Test 1.000 .500

Linear-by-Linear

Association 1.000 1 .317

N of Valid Casesb 28

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 146: ni ketut ari widhiasih

122

Lampiran 10. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor Ekspresi

Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid

Kelompok * Skor Ekspresi_Galectin_3 Crosstabulation

Skor Ekspresi_

Galectin_3

Total Rendah Tinggi

Kelompok Hiperplasia_Nodular Count 14 0 14

Expected Count 7.0 7.0 14.0

% of Total 50.0% .0% 50.0%

Karsinoma_Papiler Count 0 14 14

Expected Count 7.0 7.0 14.0

% of Total .0% 50.0% 50.0%

Total Count 14 14 28

Expected Count 14.0 14.0 28.0

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 28.000a 1 .000

Continuity Correctionb 24.143 1 .000

Likelihood Ratio 38.816 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 27.000 1 .000

N of Valid Casesb 28

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 147: ni ketut ari widhiasih

123

Lampiran 11. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor Ekspresi

Galectin-3 pada Adenoma Folikular dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid

Kelompok * Skor Ekspresi_Galectin_3 Crosstabulation

Skor Ekspresi_

Galectin_3

Total Rendah Tinggi

Kelompok Adenoma_Folikular Count 13 1 14

Expected Count 6.5 7.5 14.0

% of Total 46.4% 3.6% 50.0%

Karsinoma_Papiler Count 0 14 14

Expected Count 6.5 7.5 14.0

% of Total .0% 50.0% 50.0%

Total Count 13 15 28

Expected Count 13.0 15.0 28.0

% of Total 46.4% 53.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 24.267a 1 .000

Continuity Correctionb 20.677 1 .000

Likelihood Ratio 31.468 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 23.400 1 .000

N of Valid Casesb 28

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.50.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 148: ni ketut ari widhiasih

124

Lampiran 12. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor Ekspresi

Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler

pada Organ Tiroid

Kelompok * Skor Ekspresi_galectin_3 Crosstabulation

Skor Ekspresi_

Galectin_3

Total Rendah Tinggi

Kelompok Hiperplasia_Nodular Count 14 0 14

Expected Count 9.0 5.0 14.0

% of Total 33.3% .0% 33.3%

Adenoma_Folikuler Count 13 1 14

Expected Count 9.0 5.0 14.0

% of Total 31.0% 2.4% 33.3%

Karsinoma_Papiler Count 0 14 14

Expected Count 9.0 5.0 14.0

% of Total .0% 33.3% 33.3%

Total Count 27 15 42

Expected Count 27.0 15.0 42.0

% of Total 64.3% 35.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 37.956a 2 .000

Likelihood Ratio 47.543 2 .000

Linear-by-Linear Association 29.763 1 .000

N of Valid Cases 42

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.