(New) Modul Praktikum Maes Bp

29
MODUL PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM TIM DOSEN DAN ASISTEN PENGAMPU MK MANAJEMEN AGROEKOSISTEM UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN MALANG 2015

description

MAES

Transcript of (New) Modul Praktikum Maes Bp

Page 1: (New) Modul Praktikum Maes Bp

MODUL PRAKTIKUM

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

TIM DOSEN DAN ASISTEN PENGAMPU

MK MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

MALANG

2015

Page 2: (New) Modul Praktikum Maes Bp

JADWAL KEGIATAN PRAKTIKUM MANAJEMAN AGROEKOSISTEM

SEMESTER GENAP 2015/2016

No Kegiatan

JADWAL

KULIAH Sasaran Ket.

V VIII IX X

1 Kontrak praktikum

Praktikan

2 Penjelasan sub materi 1-3

Praktikan

3 Penjelasan sub materi 4-5

Praktikan

4

Penyusunan system terpadu

produksi tanaman pada suatu

wilayah dengan memaparkan

konsep manajemen agroekosytem

untuk menunjang produksi.

Praktikan

5

Penjelasan kuisioner untuk

mengetahui mekanisme

manajemen agroekosistem dan

Praktikan

6

Teknis pembuatan maket sebagai

hasil akhir dari proses praktikum

manajemen agroekosistem

Praktikan

7 Rekapitulasi nilai akhir praktikum

Asisten

Page 3: (New) Modul Praktikum Maes Bp

PERATURAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

1. Praktikum Manajemen Agroekosistem memiliki bobot 1 sks.

2. Praktikum Manajemen Agroekosistem merupakan kegiatan yang terintegrasi

dari jurusan BP, Tanah, dan HPT.

3. Nilai praktikum Manajemen Agroekosistem memberikan kontribusi 25% untuk

nilai akhir MK Manajemen Agroekosistem.

4. Praktikum dimulai tepat waktu yang telah ditentukan dengan keterlambatan 15

menit nilai kehadiran dikurangi 50%.

5. Presensi kehadiran peserta praktikum minimal 80% (dilampirkan surat dokter

apabila dalam keadaan sakit/ijin).

6. Absensi dilakukan 1 kali setiap praktikum.

7. Pada waktu pelaksanaan praktikum assisten menilai kemampuan mahasiswa

secara kelompok dan individu.

8. Penilaian selama praktikum ada 2 macam, yaitu kelompok dan individu.

Unsur-unsur penilaian meliputi: kognitif, psikomotorik, dan afektif dengan

rincian sebagai berikut:

Sikap 20 %

Tugas 30 %

Presentasi dan keaktifan 30%

Laporan akhir 10%

Asistensi/kuis 10%

Tujuan praktikum Manajemen Agroekosistem pada aspek Budidaya

Pertanian ialah praktikan mengetahui proses manajeman lahan basah dan kering

secara terukur dengan memahami semua aspek yang terkait serta mampu

memberikan solusi dalam suatu permasalahan agroekosistem.

Page 4: (New) Modul Praktikum Maes Bp

INDIKATOR CAPAIAN PELAKSANAAN

Tahap 1. Mahasiswa mengetahui proses budidaya yang ideal dan proses budidaya

yang lebih adaptif artinya sebuah proses manajemen lahan dengan

praktek budidaya yang dilakukan dan pengelolannya menyesuiakan

terhadap lingkunganya (dibangun secara sengaja dan sadar) serta

bertujuan melaksanakan praktek budidaya yang efisien dan berlanjut.

Tahap 2. Mahasiswa mampu menganalisis kondisi lingkungan yang sudah

dikelola kemudian dikaji apakah sesuai dan ideal berdasarkan pada

aspek syarat tumbuh suatu tanaman. Proses menganalisis kondisi

lingkungan mengunakan alat-alat yang tersedia untuk sejauh ini pada

aspek kebutuhan cahaya/intensitas menggunakan lux Meter, unsur hara

(BWD), air (Humidity), ketinggian tempat (GPS), dan analisis pH

menggunakan pH meter.

Tahap 3. Mahasiswa mengetahui dan menterjemakan data dilapang dengan

melakukan wawancara atau indept-interview berdasarkan kuisioner

pada berbagai aspek. Ketidak sesuaian suatu tanaman dengan syarat

budidaya dan cara budidaya harus dibahas sebagai temuan yang perlu

dikaji dengan kesimpulan diarahkan untuk menjawab apa yang

dilakukan oleh petani dalam praktek budidaya merupakan proses

budidaya yang adaptif atau ideal?

Tahap 4. Mahasiswa mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan

analisis informasi dan data, serta mampu memberikan petunjuk dalam

memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok.

Page 5: (New) Modul Praktikum Maes Bp

Materi I

TINJAUAN MANAJEMEN AGROEKOSISTEM PADA ASPEK

PRODUKSI TANAMAN

Sistematika Mahasiswa dikenalkan bagaimana melaksanakan Manajemen

Agroekosistem pada tataran lapang dalam luasan tertentu (kecil atau besar)

meliputi:

1. Pengelolaan elemen penyusun agroekosistem, fungsi, hirarki (food & energy

chain) dan nilai ekonomi.

2. Proses manajemen pada faktor-faktor lingkungan biotis dan abiotis lahan basah

serta lahan kering (pengertian, masalah dan pengelolaan tanaman).

3. Proses budidaya atau manajemen tanaman mencakup kriteria dan indikator

dalam skala hamparan dalam agroekosistem yang sama meliputi aspek-aspek

tanaman, pola pertumbuhan tanaman, biodiversitas tumbuhan dan pola tanam

serta aspek ekonomi.

4. Output manajemen agroekosistem berupa peningkatan produksi, stabilitas

produksi, keberlanjutan lingkungan dan pemeratan produk.

Sub Materi I

PENGELOLAAN ELEMEN PENYUSUN AGROEKOSISTEM

1.1 Manajemen Agroekosystem

AMP (Agroecosystems Management Program) dari The Ohio State

University menyatakan bahwa Manajemen Agroekosistem merupakan

integrasi antara ekonomi, lingkungan, dan nilai sosial untuk menghadapi

tantangan dan mendapatkan keuntungan (AMP, 2015). Pernyataan tersebut

juga mendukung dari definisi Manajemen Produksi Tanaman Terpadu yakni

kombinasi antara komponen ekonomi dan ekologi. Dalam proses produksi

tanaman, hasil ialah kombinasi genetik dan lingkungan tersebut. Secara

spesifik dapat digambarkan bahwa masukan tersebut ialah Lokasi budidaya

yang meliputi jenis tanah, struktur tanah, iklim dan cuaca; Perlindungan

tanaman meliputi bagaimana perlindungan secara mekanik, secara biologi dan

Page 6: (New) Modul Praktikum Maes Bp

kimia; Pemupukan meliputi pupuk organik, pupuk kimia sisntetis (N, P, K)

berfungsi meningkatkan kesuburan tanah; Rotasi tanaman meliputi waktu

rotasi, waktu tanam dan sistem bero; Varietas Benih meliputi spesifik lokasi,

ketahanan hama dan produktifitas; Tanaman pakan ternak meliputi cara

budidaya, teknik perkecambahan dan cara panen.

Dasar dan fungsi agroekosystem ialah untuk mewujudkan kebijakan

pangan nasional yang menyangkut diantaranya sebagai berikut:

Terjaminnya pangan (food availability),

Ketahanan pangan (food security),

Akses pangan (food accessibility),

Kualitas pangan (food quality) dan

Keamanan pangan (food safety).

Disamping itu ada empat hal yang menjadi bagian penting dalam

menjalankan mengevaluasi suatu agroekosystem meliputi; Productivity, yang

berarti bahwa pengelolaan agroekosystem salah satunya harus bisa diukur

dari produksi panen per Ha dibandingkan dengan masukan yang diberikan;

Stability, yang berarti dapat diukur dari konsistensi produksi; Sustainability,

yang berarti kemampuan suatu agroekosyestem dalam menjaga produktifitas

sebagai respon perubahan lingkungan; Equitability, yang menunjukan

bagiamana pada produk dari agroekosystem ialah untuk mengubah

kesejahteraan petani dalam hal ini agroekosystem meningkatkan

kesejahteraan.

1.2 Sistematika Pendekatan Agroekosystem

a. Penentuan Lokasi

Budidaya mengambarkan ketersedian dan kebutuhan untuk

melaksanakan produksi dengan target tinggi, efisien dan murah

selanjutnya dekat pada akses pasar.

b. Data Bio-Fisik, Sosial, dan Ekonomi Demografi

Pada aspek ini yang perlu diketahui ialah kondisi lingkungan biotik

dan abiotik suatu kawasan. Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang

meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik yang mempengaruhi ekosistem

Page 7: (New) Modul Praktikum Maes Bp

antara lain suhu, sinar matahari, air, tanah, ketinggian, dan angin. Faktor

biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi,

baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan

sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan

mikroorganisme berperan sebagai dekomposer.

Pada aspek Sosial dan ekonomi, data demografi menunjukkan

dengan pertumbuhan penduduk 1,49 % pertahun, Indonesia harus mampu

menyediakan pangan untuk 230 juta penduduknya saat ini dan

pertambahan setidaknya 3 juta konsumen baru setiap tahun. Pada saat yang

sama ditengarai sekitar 100.000 hektar lahan pertanian umumnya pangan

terkonversi setiap tahunnya untuk berbagai kepentingan non-pertanian.

Juga telah semakin seriusnya penurunan kesediaan air dan meningkatnya

kompetisi penggunaan air tersebut antara keperluan konsumsi rumah

tangga dan industri dengan keperluan pertanian.

Kondisi ini perlu dilihat sebagai peluang untuk mengembangkan

pola konsumsi beraneka ragam bagi “konsumen baru” yang cukup besar,

sekaligus tantangan yang besar karena sumber daya alam untuk memenuhi

kebutuhan pangan tersebut semakin terbatas. Masyarakat Indonesia adalah

masyarakat yang beragam. Keragaman sosial ekonomi tersebut sekaligus

juga menjadi peluang dan potensi untuk mengembangkan pangan yang

beragam. Kebutuhan tersebut tidak hanya dari jenis pangannya tetapi juga

dari pengolahan, tambahan kandungan nutrisi, penampilan, pengemasan,

dan sebagainya.

c. Penentuan dan Pemetaan Kawasan

Dalam praktek budidaya perlu dilakukan Analisis Erosi Tanah,

Analisis Kesesuaian lahan, Analisis Pendapatan, Usaha Tani, Daya

Dukung dan Analisis Agroteknologi agar kemudian tercapai kondisi yang

ideal dan adaptif terhadap perkembangan kondisi lahan dan faktor

budidaya

d. Melakukan Analisis Agroekosistem

Pelaksananan point ini meliputi Produktivitas, Pemeratan,

Stabilitas produksi, dan keberlanjutan dengan tujuan sasaran yang akan

Page 8: (New) Modul Praktikum Maes Bp

dicapai pada proses manajemen agroekosystem tidak salah dengan point

diatas maka akan tercapai Alternatif pemanfaatan yang optimal dan

berwawasan lingkungan.

Sub Materi II

PROSES MANAJEMEN PADA FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN

BIOTIS – ABIOTIS LAHAN KERING DAN BASAH

2.1 Lahan Kering

Lahan kering ialah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian

dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan

dari curah hujan (Setiawan, 2008). Selain itu, menurut FAO (2012), lahan

kering adalah lahan yang menerima curah hujan tahunan kurang dari 2/3 dari

evaporasi potensial, dimana produksi tanamannya dibatasi oleh ketersediaan

air. Sehingga Rukmana (1995), menyatakan bahwa Pertanian lahan kering

adalah areal pertanian yang tidak pernah diairi yang ditanami dengan jenis

tanaman umur pendek saja. Pertanian lahan kering meliputi: tegalan/ladang,

kebun campuran (agroforestry), perkebunan, dan sawah tadah hujan.

13800000

14000000

14200000

14400000

14600000

14800000

15000000

15200000

2008 2009 2010 2011 2012

Lu

as

La

ha

n (

Ha

)

Lahan Kering Sementara Tidak diusahakan

Gambar 1. Luas Lahan yang Sementara tidak Diusahakan di Indonesia, 2008-

2012 (sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013)

Pertanian,

Page 9: (New) Modul Praktikum Maes Bp

Adapun ciri-ciri yang terdapat pada lahan kering umumnya adalah

sebagai berikut:

a. Terbatasnya air

b. Peka terhadap erosi

c. Makin menurunnya produktifitas lahan

d. Tingginya variabilitas kesuburan tanah

e. Macam species yang ditanam

f. Adopsi teknologi maju masih rendah

g. Ketersediaan modal sangat terbatas

h. Infrastruktur kurang baik

Manajemen Lahan Kering:

1. Alley cropping (Budidaya Lorong)

Adalah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong

(alley) di antara barisan tanaman pagar yang sebenarnya alley cropping ini

merupakan salah satu sistem agroforestry yang menanam tanaman semusim

atau tanaman pangan diantara lorong-lorong yang dibentuk oleh pagar tanaman

pohonan atau semak (Kang et al., 1984) .

Sebagian besar lahan pertanian di Indonesia berupa lahan kering yang

umumnya tersebar di daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu yang bentuk

wilayahnya berombak sampai berbukit dengan curah hujan yang tinggi. Hal ini

akan memicu terjadinya erosi, sehingga mengakibatkan penurunan

produktivitas lahan.

Keuntungan alley cropping:

Dapat menyumbangkan bahan organik dan hara terutama nitrogen untuk

tanaman lorong

Mengurangi laju aliran permukaan dan erosi apabila tanaman pagar

ditanam secara rapat menurut garis kontur

2. Mulsa Vertikal

Mulsa pada umumnya disebar secara merata di permukaan tanah.

Tetapi mulsa vertical adalah mulsa sisa tanaman yang dibenamkan ke dalam

tanah sevara vertical untuk mengisi retak-retak dan rengkah pada penampang

tanah. Mulsa vertical cocok untuk tanah yang sering mengalami rengkah di

Page 10: (New) Modul Praktikum Maes Bp

musim kemarau, seperti tanah Vertisols (Grumusol) yang banyak dijumpai

pada daerah beriklim kering (World Agroforestry Centre, 2004).

Keuntungan mulsa vertikal:

Barisan tanaman pagar berperakaran dalam yang ditanam pada guludan dapat

memperkuat guludan untuk menahan aliran permukaan dan menyerap unsur

hara dari subsoil untuk pendaur-ulangan unsur hara yang lebih efisien.

Saluran bermulsa sangat penting untuk menampung dan meresapkan air aliran

permukaan, sekaligus dapat membatasi persaingan air dan unsur hara oleh

perkembangan akar tanaman pagar ke bidang pertanaman budidaya.

Saluran juga berfungsi untuk mengumpulkan sisa tanaman dan hasil pangkasan

tanaman pagar yang bermanfaat untuk: (1) sebelum mengalami pelapukan sisa

tanaman dapat mencegah longsornya dinding saluran serta melindungi

permukaan resapan dari tumbukan air hujan dan penyumbatan pori oleh

sedimen halus, (2) aktivitas organisme yang membantu proses pelapukan sisa

tanaman dapat memperbaiki kondisi fisik tanah sekitar saluran dan

meningkatkan daya resap saluran, (3) unsur hara yang dilepaskan selama

proses pengomposan akan diserap oleh tanaman pagar yang kemudian dapat

dikembalikan dalam bentuk sisa tanaman

2.2 Lahan Basah

Adalah wilayah-wilayah dimana tanahnya jenuh dengan air, baik yang

bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian

atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.

Gambar 2. Tanah Liat yang retak dan rengkah diisi dengan jerami sebagai

mulsa vertical (Sumber: World Agroforestry Centre, 2004

Page 11: (New) Modul Praktikum Maes Bp

Lahan Basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman

hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem.

Luas lahan basah di Indonesia sekitar 20% dari luas daratannya atau

mencapai 40 juta hektar. Semua tipe ekosistem lahan basah di dunia tercakup

di Indonesia, seperti kawasan laut (marin), muara ( estuarin), rawa (palustrin)

danau (lakustrin) dan sungai (riverin).

Digolongkan ke dalam lahan basah ini diantaranya adalah rawa-rawa

(termasuk rawa bakau), dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah

dapat tergolong ke dalam air tawar, payau atau asin. Sebagian besar kawasan

lahan basah merupakan lahan yang subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan

dan dikonversi menjadi pertanian, baik sebagai lahan persawahan, lokasi

pertambakan, maupun sebagai wilayah transmigrasi.

1. Sawah Irigasi

Sawah Irigasi Teknis

Sawah yang memperoleh pengairan dimana saluran pemberi,

terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian irigasi

dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah.

Jaringan seperti ini biasanya terdiri dari saluran induk, sekunder

dan tersier. Saluran induk, sekunder serta bangunannya dibangun,

dikuasai dan dipelihara oleh pemerintah.

Sawah Irigasi Setengah Teknis

Merupakan sawah berpengairan teknis, akan tetapi pemerintah

hanya menguasai bangunan penyadap untuk dapat mengatur dan

mengukur pemasukan air, sedangkan jaringan selanjutnya tidak diukur

dan dikuasai pemerintah.

Sawah Irigasi Sederhana

Adalah sawah yang memperoleh pengairan dimana cara

pembagian dan pembuangan airnya belum teratur, walaupun pemerintah

sudah ikut membangun sebagian dari jaringan tersebut (misalnya biaya

membuat bendungannya)

Page 12: (New) Modul Praktikum Maes Bp

2. Sawah Non-irigasi/ Tadah hujan

Sawah Pasang Surut

Sawah Pasang Surut adalah sawah yang pengairannya

tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air

laut.

Sawah Lebak

Sawah Lebak adalah sawah yang sumber airnya berasal dari

reklamsi rawa bukan pasang surut. Sawah Lebak dapat diartikan juga

sebagai sawah rendahan yang tergenang secara periodik sekurang-

kurangnya tiga sampai enam bulan secara kumulatif dalam setahun, dan

dapat kering atau lembab tiga bulan secara komulatif dalam setahun.

Lahan lebak yang berpotensi sebagai sawah lebak banyak

dijumpai di seluruh nusantara, tersebar di pulau sumatera dan

Kalimatan yang mempunyai banyak sungai dan berpeluang baik.

Kendala:

Alih fungsi lahan

Alih fungsi lahan pertanian juga berdampak pada hilangnya investasi

yang telah dilakukan untuk membangun irigasi dan prasarana lainnya.

Berdampak pula pada hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan

air limpahan yang dapat membantu mengurangi banjir, serta mengakibatkan

hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani,

penggilingan padi, serta sektor pedesaan lainnya.

Degradasi lahan

Degradasi lahan basah disebabkan oleh input pupuk anorganik secara

terus-menerus yang mengakibatkan tanah menjadi masam, kemudian disusul

oleh pengolahan tanah yang intensif secara terus-menerus yang mengakibatkan

tanah menjadi lebih padat. Dan penyebab yang terakhir adalah rotasi tanaman

yang jarang dilakukan. Solusi sederhananya adalah aplikasi bahan organik

yang dapat memperbaiki sifat fisik, maupun kimia pada tanah.

Page 13: (New) Modul Praktikum Maes Bp

Sub Materi III

PROSES DAN MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN

3.1 Proses Budidaya Pertanian Pada Lahan Basah Meliputi:

1. Pembukaan lahan dan pengelolaan air

Pembukaan lahan hutan merupakan awal dari pengelolaan lahan

dan sekaligus merupakan upaya pertama pengelolahan air. Langkah yang

pertama yang dilakukan dalam pembukaan lahan meliputi pembukaan

suatu jalur hutan dimana sebuah parit sempit akan digali sehingga lahan

didrainase secara buatan. anjir dibuat untuk memperluas pengaruh pasang

surut air, yang akhirnya dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian.

2. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah di persawahan lahan basah yang dilakukan

adalah pembersihan lahan dengan cara pengendalian gulma yang dominan

pada lahan rawa.

3. Dari persemaian hingga panen

Pada lahan gambut atau pasang surut umumnya permukaan air

cukup tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk menyebarkan benih

secara langsung di areal pertanaman. Untuk mengatasi hal ini, para petani

lahan basah melakukan persemaian (tanam pindah, transplantasi) yang ada

kalanya dilakukan sampai tiga kali persemaian.

a. Persemaian Taradakan/Tugal (Dry Bed Nursery)

Persemaian dengan cara taradakan/ tugal paling banyak

dilakukan petani. Persemaian ini dilakukan pada permulaan musim

hujan (Oktober-November). Lahan persemaian dipilih pada daerah

yang cukup tinggi agar tidak terndam ketika air pasang datang. Setelah

dibersihkan dari rerumputan, pada lahan itu dibuat lubang dengan tugal

atau alat penumbuk lainnya untuk memasukkan benih pada tanah yang

telah disiapkan. Setelah dua kali pemindahan (transplantasi) tanaman

persemaian itu cukup untuk menanam 1 hektar sawah (Noorsyamsi dan

Hidayat, 1974; Noorsyamsi et al., 1984).

Page 14: (New) Modul Praktikum Maes Bp

b. Palaian (“dapong”, raft nursery)

Cara lain untuk melakukan persemaian adalah palaian, suatu

versi Kalimantan dari persemaian “dapog” yang dilakukan di Filipina.

Benih disiapkan dengan cara memasukkannya ke dalam Ember dan

menutupnya. Ember tersebut ditempatkan pada lokasi yang lembab

(dekat pencucian alat dapur atau di pemandian) atau direndam di

sungai. Benih yang telah tumbuh (akarnya telah keluar) kemudian

disemaikan di palaian yang telah disiapkan sebelumnya. Dibandingkan

dengan bibit “taradakan”, bibit “palaian” tumbuh lebih cepat namun

umumnya lebih lemah. “Palaian” dapat dianggap sebagai persemaian

darurat (Noorsyamsi dan Hidayat, 1974; Noorsyamsi et al, 1984).

c. Ampakan (first transplanted seedlings)

Bibit taradakan dipelihara di persemaian selama 40 hari

kemudian bibit palaian selama 15 hari. Sampai tahap ini, air terus

meninggi, sehingga bibit belum bisa ditanam langsung di sawah. Bibit

dari persemaian “taradakan” atau “palaian” itu kemudian dipindahkan

(transplantasi) ke bagian lahan yang lain. Bibit yang pertama

dipindahkan ini disebut “ampakan”, dilakukan antara bulan Desember

– Januari. Alasan untuk dilakukan pemindahan ini terutama untuk

meningkatkan kemampuan tumbuh bibit dan mendorong perbanyakan

anakan tanaman. Luasan areal persemaian “ampakan” ini sekitar 20 %

dari luas areal pertanaman yang sesungguhnya, atau dengan cara

membagi bibit dari persemaian I menjadi 4 – 5 bagian. Pada

“ampakan” ini tanaman dipertahankan sampai berumur 35-45 hari

(Noorsyamsi dan Hidayat, 1974; Noorsyamsi et al., 1984). Selama

tahap persemaian ampakan, lahan lainya dipersiapkan untuk memindah

bibit untuk kedua kalianya. Pada saat ini curah hujan sudah sangat

tinggi dan lahan tempat bibit akan dipindahkan sudah penuh tergenang.

Persemaian lahan untuk memindahkan kedua ini mencangkup

penebasan vegetasi. Vegetasi yang ditebas dibiarkan untuk

terdekomposisi dalam air dan setelah itu dipergunakan dilahan sebagai

sebaghai pupuk hijau. Sepertiga total lahan yang akan ditanami

Page 15: (New) Modul Praktikum Maes Bp

disiapkan menurut pola berjalur (strips). Persemaian ampakan

dipindahkan pada bulan januari dan memindahkan yang kedua kali

disebut lacakan.

d. Penyimpanan Lahan Untuk Transplanting Terakhir

Sekitar sebulan setelah bibit lacakan ditanam, lahan yang

tersisa disiapkan untuk penanaman terakhir. Pekerjaan ini biasanya

dilkukan pada bulan februari mengikuti hala yang sama sebagaimana

untuk transpalanting terdahulu.

e. Penanaman Dilahan Utama

Permukaan air dilahan sawah cukup rendah untuk penanaman

terakhir. Persemaian lacakan yang kini mempunyai anakan melimpah

digali dan ditanam, setelah bagaian atas dan akarnya dipangkas. Tak

ada batasan mengenai jarak tanam yang diperlukan. Metoda yang

sering dikenal senagai “sedepa lima”. Lubnang tanam di Tanami

dengan 2-3 bibit/lubang tergantung varietas. Pada pertanian lahan

basah ini kecuali pupuk hijau tak ada pupuk lain digunakan.

Permukaan tinggi selama pertumbuhan vegetative dari tanaman padi

dan pengruh penutupan (shading) dari verietas tradisiomal tinggi.

Karena itu populasi gulama relative sedikit dan taj dilakukan

penyiangan gulma.

f. Panen

Panen biasanya dilakukan pada bulan agustus-september

dengan memotong tangkal pada dasarnya dengan alat ani-ani

(ranggaman). Sabit tidak umum digunakan didaerah ini. Padi itu

dikumpulkan dan dirontokkan dengan kaki. Dibersihkan dengan

gumbaan, sebuah mesin penampi yang dioperasikan dengan tangan.

Padi kemudian dijemur sebelum disimpan di limbung kecil.

3.2 Proses Budidaya pada Lahan kering

Secara umum, proses budidaya pada lahan kering tidak jauh berbeda

dengan teknik budidaya di lahan basah, yakni sebagai berikut:

Page 16: (New) Modul Praktikum Maes Bp

1. Pemilihan bibit atau benih

Bibit atau benih merupakan salah satu persyaratan teknik budidaya

yang menentukan keberhasilan usahatani, bibit atau benih yang cocok

digunakan pada budidaya dilahan kering yaitu benih atau bibit yang sudah

cukup tua selain itu pilih bibit atau benih yang secara genetis memiliki

ketahan terhadap cekaman kekeringan.

2. Persiapan lahan

Lahan kering/tegalan perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan

tanah dilakukan secara sempurna, yakni diolah sedalam sekitar 30 cm,

digemburkan, dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dibersihkan. dibuat

system Bedengan dan di bagian luar bedengan dibuat guludan keliling

untuk mengurangi tingkat erosi pada lahan nantinya. Setelah pembuatan

bedengan selesai, taburkan pupuk kandang (sebagai pupuk dasar) untuk

menambah serapan unsure hara pada lahan kering .

3. Penanaman

Penanaman sebaiknya dilakukan setelah tujuh hari pemberian

pupuk kandang, Teknis penanaman sama dengan teknik penanaman yang

dilakukan pada umumnya yaitu dengan membenamkan 2/3 bagian bibit ke

dalam tanah. Penyiraman tanah perlu dilakukan sebelum maupun sesudah

tanam.

4. Pemupukan

Pemupukan perlu dilakukan untuk mengembalikan dan menambah

asupan unsure hara yang dibutuhkan oleh tanaman pada lahan. pada

umumnya lahan kering memiliki kandungan unsure hara yang kurang

sehingga perlu ditambahkan lagi pasokan hara melalui system pemupukan.

5. Penyiraman dan Penyiangan

Untuk penyiraman pada lahan kering pada awal tanam dilakukan 2

(dua) kali yakni pagi dan sore hari, sedangkan sesudah umur

tersebut penyiraman cukup dilakukan sekali sehari (sebaiknya dilakukan

pada pagi hari. Cara penyiraman lainnya yakni cara ”leb” (memasukkan

air ke bedengan hingga merata). Apabila digunakan cara ini (”leb”),

sebaiknya dilakukan setelah tanaman berumur lebih dari 10

Page 17: (New) Modul Praktikum Maes Bp

hari. Pengairan secara ”leb” dapat dilakukan setiap 3 -4 hari sekali.

Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma di sekitar tanaman.

Sub Materi IV

KOMPONEN DALAM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

4.1 Agroekosistem

Agroekosistem ialah ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan

secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi

kebutuhan akan pangan dan atau sandang (Conway, 1985). Pengembangan

sumber daya alam harus didekati secara komprehensif sehingga harus

menekankan pada hubungan satu sama lain antara pengaruh suatu

sumberdaya alam terhadap sumberdaya lain (Sorianegara, 1977).

4.2 Komponen Penting Agroekosistem

Terdapat 4 komponen penting dalam manajemen agroekosistem. Ke

empat komponen tersebut ialah; 1) Produktivitas (Productivity), 2) Stabilitas

(Stability), 3) Keberlanjutan (Sustainability), 4) Kemerataan (Equitability).

1. Produktivitas (Productivity) merupakan produksi atau pendapatan bersih

yang diperoleh setiap satuan sumberdaya

2. Stabilitas (Stability) merupakan Kemantapan produktivitas akibat

gangguan kecil yang disebabkan oleh gejolak normal setiap waktu tertentu

seperti iklim dan harga.

Page 18: (New) Modul Praktikum Maes Bp

3. Keberlanjutan (Sustainability) merupakan kemampuan sistem

mempertahankan produktivitas dalam jangka waktu panjang meskipun

mengalami goncangan seperti banjir, serangan hama atau erosi.

4. Kemerataan (Equitability) merupakan menggambarkan sejauh mana hasil

suatu agroekosistem terbagi diantara orang-orang dalam suatu sistem.

Page 19: (New) Modul Praktikum Maes Bp

Kriteria yang digunakan dalam karakteristik agroekosistem :

1. Ekosistem

2. Ekonomi

3. Sosial

4. Teknologi konservasi yang sesuai

4.3 Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Berupa data primer (wawancara) dan data sekunder (pustaka, peta,

laporan, data cuaca, dll).

2. Jenis Data

Berupa data biofisik (iklim, hidrologi, topografi, vegetasi, sifat

tanah) dan sosial ekonomi.

a. Data biofisik

1) Iklim : curah hujan, hari hujan, dan suhu.

2) Hidrologi : sistem irigasi.

3) Topografi : kemiringan dan panjang lereng.

4) Vegetasi : tanaman budidaya dan non budidaya (didalam plot

utama & plot pendukung).

5) Sifat tanah : tekstur, struktur, kedalaman, permeabilitas

b. Data Sosial Ekonomi

1) Kependudukan (demografi & wilayah pertanian).

2) Latar belakang pendidikan & engalaman berusaha tani.

3) Kelembagaan dan persepsi petani tentang teknologi konservasi.

4) Produktivitas tenaga kerja, status lahan dan luas garapan.

5) Pemahaman petani tentang pola usaha tani.

6) Biaya input (teknologi,saprodi, tenaker) dan output (produksi).

7) Rata-rata penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja.

8) Rata-rata jenis tanaman pada lahan pengamatan

Page 20: (New) Modul Praktikum Maes Bp

Contoh pola pergiliran tanaman dan penggunaan sarana prasarana

pertanian

Contoh penggunaan sarana

Page 21: (New) Modul Praktikum Maes Bp

Contoh total produksi, konsumsi dan penjualan usaha tani

Contoh penerimaan, biaya dan pendapatan usaha tani

Sub Materi V

LER (Land Equivalent Ratio) atau NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan)

Multiple cropping merupakan salah satu bentuk dari program intensifikasi

pertanian alternatif yang tepat untuk memperoleh hasil pertanian yang optimal.

Keuntungan pola tanam Multiple cropping selain diperoleh frekuensi panen lebih

dari satu kali dalam setahun, juga berfungsi untuk menjaga kesuburan tanah. Pola

tanam Multiple cropping dalam implementasinya harus dipilih dua atau lebih

tanaman yang cocok sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien

mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif sekecil-kecilnya (Prajitno,

1988 dalam Safuan et al., 2008). Francis (1986) menyatakan bahwa tingkat

produktivitas tanaman Multiple cropping lebih tinggi dengan keuntungan panen

antara 20 - 60% dibandingkan pola tanam monokultur. Untuk mengevaluasi

keuntungan atau kerugian yang ditimbulkan dari pola tanam polikultur dengan

monokultur dapat dihitung dari LER (Land Equivalent Ratio) atau Nilai

Page 22: (New) Modul Praktikum Maes Bp

Kesetaraan Lahan (NKL). Nilai NKL ini menggambarkan suatu areal yang

dibutuhkan untuk total produksi monokultur yang setara dengan satu ha produksi

Multiple cropping.

Prasetyo et al., (1997) menyatakan bahwa Multiple cropping tanaman

pangan di lahan tanaman tahunan yang belum menghasilkan perlu

dipertimbangkan sebagai alternatif pengembangan tanaman pangan. Pada kondisi

ini lahan masih terbuka dan pemanfaatan cahaya menjadi sangat tidak efisien

karena energi cahaya matahari masih belum dimanfaatkan secara optimal.

Selanjutnya dikatakan oleh Prasetyo (2003) bahwa system tanam Multiple

cropping merupakan bagian integral darikegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi

yangbertujuan untuk melipat gandakan hasil pangan, dan memecahkan masalah

kerusakan sumber daya alam atau memperbaiki lingkungan hidup. Multiple

cropping atau sistem tanam ganda merupakan usaha petanian untuk mendapatkan

hasil panen lebih dari satu kali dari jenis atau beberapa jenis pada sebidang tanah

yang sama dalam satu tahun. Ada beberapa jenis multiple cropping, seperti mixed

cropping, relay planting, intercropping dan lain-lain. Intercropping (tumpan sari)

merupakan salah satu jenis multiple cropping yang paling umum dan sering

dilakukan oleh petani di Indonesia. Biasanya pada system tumpangsari, hasil dari

masing-masing jenis tanaman akan berkurang apabila dibandingkan dengan

system monokultur, tetapi hasil secara keseluruhan lebih tinggi.

Multiple cropping merupakan system budidaya tanaman yang dapat

meningkatkan produksi lahan. Peningkatan ini dapat diukur dengan besaran yaitu

LER (Land Equivalent Ratio) atau NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan). Sebagai

contoh nilai NKL atau LER = 1.8; artinya bahwa untuk mendapatkan hasil atau

produksi yang sama dengan 1 hektar diperlukan 1.8 hektar pertanaman secara

monokultur.

HA1= Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara tumpangsari.

HB1= Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara tumpangsari.

HA2= Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara monokultur.

HB2= Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara monokultur.

HA 1 HB 1

LER/NKL = +

HA 2 HB 2

Page 23: (New) Modul Praktikum Maes Bp

Ex. Komoditas: Tanaman Buncis dan cabai

1. Multiple Cropping

No Jenis tanaman Luas Lahan Dalam kg

1 Cabai 200 m

2

60 Kg

2 Buncis 150 Kg

2. Monokultur

No Jenis tanaman Luas Lahan Dalam kg

1 Cabai 200 m

2

80 kg

2 Buncis 220 Kg

Jadi, LER/NKL

HA1 = 60

HB1 = 150

HA2 = 80

HB2 = 220

Nilai LER/NKL dari 143 menunjukkan bahwa 43 persen hasil keuntungan

diperoleh ketika ditanam sebagai tumpang sari dibandingkan bila sebagai ditanam

monokultur. Dengan kata lain tanaman harus ditanam pada luasan lahan 1,43 ha

dengan system monokultue untuk mendapatkan tingkat hasil yang sama seperti

yang diperoleh dari luasan lahan 1 ha dengan system tanaman tumpang sari.

60 150

= +

80 220

HA 1 HB 1

LER/NKL = +

HA 2 HB 2

= 0.75 + 0.68

= 1.43

Page 24: (New) Modul Praktikum Maes Bp

TUGAS PRAKTIKUM

RINCIAN TUGAS

Pada praktikum ini mahasiswa dibadi kelompok untuk menyusun sebuah

rencangan kegiatan manajemen agroekosistem dengan melaksanakannya di lokasi

tempat tinggal atau lokasi yang secara historis dikenal. Posisikan anda dan

kelompok sebagai pengembang suatu wilayah untuk praktek produksi tanaman.

Pahami semua aspek yang dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman

melaului manajeman agroekosystem.

PETUNJUK PENULISAN

Halaman sampul

Daftar isi

Ringkasan

Bab 1 Pendahuluan

Uraikan analisis situasi dimana anda akan melaksanakan kegiatan tersebut.

Bab 2 Problematikan wilayah

Rincikan atau diskripsikan permasalahan atau Kendal-kendala

dalam praktek budidaya di wilayah tersebut (jika mungkin analisis SWOT

wilayah tempat tinggal dan spesifik pada tinjauan Analisis Erosi Tanah,

Analisis Kesesuaian lahan, Analisis Pendapatan, Usaha Tani, Daya

Dukung dan Analisis Agroteknologi)

Bab 3 Pelaksanan atau praktek budidaya

Analisis kesesuian lokasi untuk tanaman yang akan ditanam berdasar

komponen biotic dan abiotik suatu kawasan.

Sertakan metode yang akan anda gunakan untuk paktek budidaya dan

kemukanan alasan mengapa anda mengunakan metode tersebut.

Bila ada kearifan local atau praktek budidaya yang anda anggap Khas

dan Spesifik ceritakan dan jelaskan.

Bab 4 Analisis Usahatani

Susun secara ringkas usahatani di wilayah yang anda kembangkan

Bab 5 Kesimpulan

Simpulkan visibelitas proses produksi tersebut

Page 25: (New) Modul Praktikum Maes Bp

PRESENTASI

Kelompok Mahasiswa menyampaikan tulisanya dalam bentuk prsentasi

setelah diberikan tugas minggu sebelumnya dengan melakukan proses manajeman

produksi tanaman di wilayah tempat tinggalnya (memaparkan dengan jelas proses

manajemen agroekositem sehingga memunculkan output berupa penigkatan

produksi, stabilitas produksi, keberlanjutan lingkungan dan pemeratan produk).

Materi 2.

PENJELASAN KUISIONER UNTUK MENGETAHUI MEKANISME

MANAJEMEN AGROEKOSYSTEM

Mekanisme wawancara mengunakan kuisioner yang sudah disiapkan

bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu lingkungan yang sudah dilakukan

manajemen memberikan hasil dan bagaimana proses manajemen lingkungan

tersebut.

A. INDIKATOR PRODUKTIVITAS

Nama petani :

Luas lahan yang dikelola dalam satu hamparan :

Jenis tanah :

Isilah pertanyaan di bawah ini berdasarkan pengamatan di lapangan atau

wawancara dengan petani!

1. Sistem tanam yang digunakan:

a. Monokultur

b. Tumpangsari

c. Agroforestry

2. Apabila monokultur, isilah table di bawah ini:

No Uraian Keterangan

1. Varietas

2. Asal benih (produksi sendiri atau beli,

bersertifikat?)

3. Jarak tanam

4. Sistem tanam (jajar legowo, SRI, konvensional)

(khusus padi)

5. Jumlah benih/ha

6. Jenis pupuk yang digunakan

Page 26: (New) Modul Praktikum Maes Bp

a. Pupuk organic (Nama kg/ha)

b. Pupuk N (Nama kg/ha)

c. Pupuk K (Nama kg/ha)

7. Umur panen (hst)

8. Cara panen

9. Hasil panen per ha

10. Harga jual

11. Harga pasaran rata-rata

12. Keuntungan petani (Rp/ha)

3. Apabila tumpangsari, isilah tabel di bawah ini!

No Uraian Jenis Komoditas

1. Varietas

2. Asal benih

(produksi sendiri

atau beli,

bersertifikat?)

3. Jarak tanam

4. Jumlah benih/ha

5. Jenis pupuk yang

digunakan

a. Pupuk organic

(Nama kg/ha)

b. Pupuk N (Nama

kg/ha)

c. Pupuk K (Nama

kg/ha)

6. Umur panen (hst)

7. Produksi

4. Apabila agroforestri, isilah table di bawah ini!

No Jenis Komoditas Produksi

1.

2.

3.

4.

Page 27: (New) Modul Praktikum Maes Bp

5. Sistem pengairan yang digunakan:

a. Tadah hujan b. Irigasi teknis c. Campuran

6. Apabila dalam satu tahun musim tanam melakukan rotasi tanaman, isilah

dengan mengarsir dan mengisi jenis tanaman yang ditanam.

Rotasi tanaman (jenis tanaman dan bulan)

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

I

Komoditas

II

Komoditas

III

Komoditas

+ produktifitas

7. Masalah-masalah utama yang dihadapi (lingkari yang terdapat dilapang dan

isilah keterangan sebagai tingkat masalah - urutkan dari masalah yang

dianggap paling serius dan berdampak paling besar menggagalkan

produksi/sulit ditangani)

No Uraian Keterangan

1. Kekurangan modal

2. Mahalnya tenaga kerja

3. Langkanya ketersediaan pupuk (harga? Ketepatan

waktu)

4. Tingginya serangan Hama

5. Tingginya serangan Penyakit

6. Rendahnya harga jual

7. Rendahnya kesuburan tanah

8. Air terkena limbah

9. Bencana alam (longsor, banjir, dll)

8. Peluang untuk penanaman baru (berdasarkan kondisi lahan iklim, dan pasar):

a. pola tanam (tumpangsari/monokultur) b. Jenis komoditas

9. Lengkapi dengan dokumentasi!

Page 28: (New) Modul Praktikum Maes Bp

B. INDIKATOR STABILITAS & KEBERLANJUTAN (STABILITY&

SUSTAINABILITY)

1. Kecukupan dan ketersediaan pangan dan gizi seimbang:

□ tersedia di tempat itu (3) □ dapat diakses dengan mudah (3) □ bisa

diusahakan (3)

2. Pangan yang diproduksi di dalam masyarakat:

□ 12% (1) □ 13-25% (3) □ 26-40%

atau lebih (5) Diperoleh dari produsen pangan local di luar masyarakat :

□ 25% (1) □ 40% (3) □ 55%

atau lebih (5) Tumbuh secara organik:

□ 25% (1) □ 50% (3) □ 65%

atau lebih (5) Dari tanaman indigenous/asli:

□ 25% (1) □ 50% (3) □ 65% atau

lebih (5)

3. Produksi surplus pangan:

□ dalam masyarakat (12)

□ dalam wilayah (6)

□ tidak ada surplus (0)

□ pangan harus dibawa dari luar wilayah untuk memenuhi kebutuhan gizi

(-1)

4. Penggunaan rumah kaca untuk produksi pangan:

□ besar (6) □ beberapa (3) □ sedikit (2)

□ tidak ada (0)

□ tidak perlu-produksi pangan di lapangan sudah cukup (4)

5. Kelebihan pangan:

□ disimpan untuk penggunaan masa depan (1) □ dijual (1) □ didermakan (1)

□ diberikan untuk makanan ternak (1) □ dikomposkan (1)

□ dibuang seperti sampah (-3)

6. Penggunaan pestisida, herbsida, pupuk kima dalam produksi

pangan/pertanian:

□ biasa digunakan (-3) □ beberapa (-1) □ secara minimal (1) □ tidak pernah

(6)

Page 29: (New) Modul Praktikum Maes Bp

7. Penggunaan benih dalam produksi makanan:

□ benih diserbukkan terbuka (6) □ benih hibrida (-2)

SKORING

50+ menunjukkan kemajuan sempurna kea rah keberlanjutan

25-49 menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan

0-24 menunjukkan perlunya tindakan untuk melakukan keberlanjutan

C. INDIKATOR KEMERATAAN

1. Pendapatan petani setiap musim tanam :

O < Rp 1.000.000 O Rp 1.000.000 - Rp 5.000.000 O > Rp 5.000.000

2. Sifat kepemilikan lahan petani :

O Lahan sendiri O Lahan orang lain O Lahan sewa

3. Luas lahan yang dimiliki setiap petani :

a. < 0,25 ha b. 0,25 – 1 ha c. > 1 ha