new - Copy
-
Upload
yoichi-rin-kuchiki-uzuma -
Category
Documents
-
view
5 -
download
3
Transcript of new - Copy
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah
kenyataan yang tak dapat diragukan lagi. Hadist sebagai sumber ajaran Islam
yang ke dua setelah Al-quran, keberadaan hadist sebagai sumber ajaran Islam
telah mewarnai masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya. Penelitian
terhadap hadist baik dari segi keotentikannya, kandungan makna dan ajaran
yang terdapat di dalam nya, macam-macam tingkatannya maupun fungsinya
dalam menjelaskan kandungan Al-quran dan lain sebagainya telah banyak
dilakukan para ahli bidangnya.
Walaupun Alquran dan Hadis merupakan sumber dari segala sumber
ajaran Islam, namun ajaran-ajaran yang terdapat dalam kedua sumber tersebut
tidak dapat pula dipahami dengan baik, apabila tidak adanya ijtihad para
pakar di bidang ini untuk mengemukakan maksud dari ajaran-ajaran yang
terdapat dalam Alquran dan Hadis. Hal ini dipandang penting agar para
pelajar dan masyarakat muslim tidak salah memahami Al-quran dan
hadis. Oleh karena kita pun harus mengetahui dan mengenal sumber hukum
Islam ini.
a.2. Rumusan Masalah
a.2.1. Apa yang dimaksud dengan hadits ?
a.2.2. Bagaimana kedudukan sebuah hadits sebagai sumber dasar dalam
agama Islam ?
a.3. Tujuan Penulisan
a.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pembuatan makalah mata kuliah Al-Islam II.
a.3.2. Tujuan Khusus
1. Supaya mengetahui apa yang dimaksud dengan hadits.
2. Mengetahui kedudukan hadits dalam Islam.
Makalah Al Islam
i
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hadist
Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan
ajaran dalam Islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Pada garis besarnya pengertian hadist dapat dilihat melalui dua pendekatan,
yaitu pendekatan kebahasaan (linguistik) dan pendekatan istilah
(terminologi).
Hadist dilihat dari pendekatan kebahasaan, hadis berasal dari bahasa
arab, yaitu dari kata hadatsa, yahdutsu, hadtsan, haditsan dengan pengertian
yang maca-macam. Kata alhadist kemudian dapat pula brarti al-khabar yang
berarti mayutahaddast bih wa yunqal, yaitu sesuatu yang diperbincangkan,
dibicarakan, atau diberitakan, dan dialihkan dari seseorang kepada orang
lain.
Hadist dilihat dari segi pengertian istilah dijumpai pendekatan yang
berbeda-beda. Hal ini antara lain disebabkan karena perbedaan cara pandang
yang digunakan oleh masing-masing dalam melihat suatu masalah.
Seperti halnya menurut pandangan para ulama ahli hadist, ulama ushul fiqh
dan ulama ahli fiqh, yaitu:
1. Para ulama ahli hadist misalnya berpendapat bahwa hadis adalah
ucapan, perbuatan dan keadaan Nabi Muhammad saw.
2. Para ulama ushul fiqh berpendapat bahwa hadist adalah perkataan,
perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw yang berkaitan
dengan hukum.
3. Para ulama ahli fiqh berpendapat hadsit sebagai sunah, yaitu sebagai
salah satu dari hukum taklifi, suatu perbuatan apabila apabila
dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila di tinggalkan tidak
akan disiksa. Dalam kaitan ini ulama ahli fiqh berpendapat bahwa
hadist adalah sifat syar’iyah untuk perbuatan yang dituntut
mengerjakannya, akan tetapi tuntutan melaksanakanya tidak secara
Makalah Al Islam
i
pasti, sehingga diberi pahala orang yang mengerjakan dan tidak di
siksa orang yang tidak mengerjakannya.
Di antara pemikiran yang mendasari terjadinya perbedaan dalam
mendefinisikan hadist yaitu antara lain, karena perbedaan mereka dalam
memandang pribadi Rasulullah saw.
Jika ulama ahli hadis memandang Rasulullah saw sebagai yang
patut diteladani dan dijadikan contoh yang baik, apa saja yang berasal dari
Nabi dapat diterima sebagai hadis.
Sedangkan ulama ahli ushul memandang pribadi Rasulullah saw
sebagai pengatur undang-undang yang menerangkan kepada manusia
tentang undang-undang kehidupan (dustur al-hayat) dan menciptakan dasar-
dasar bagi para mujtahid yang akan hidup sesudahnya. Dengan demikian,
mereka memandang perkataan-perkataan, perbuatan dan ketetapannya
sebagai hadist dengan syarat hadist tersebut berkaitan dengan hukum.
Lain halnya para ulama fiqh memandang pribadi Rasulullah saw itu,
baik perkataan, perbuatan maupun ketetapannya menunjukkan hukum
syara’. Oleh karena itu, mereka menempatkan hadist sebagai salah satu
hukum taklifi yang lima, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Adapun yang bisa digunakan sebagai sandaran hukum dari Nabi
Muhammad saw adalah segala sesuatu yang keluar dari beliau ketika
sesudah Nabi menjadi Rasul. Sebagaimana Ibnu Taimiyah mengatakan
bahwa khabar-khabar yang mengenai Nabi terdapat dalam kitab-kitab tafsir,
kitab-kitab sirah, kitab-kitab maghazi dan kitab-kitab hadis. Namun
demikian dikatakan kitab hadis, ialah kitab-kitab yang menyebutkan apa
yang Nabi kerjakan sesudah menerima Risalah. Hal-hal yang terjadi
sebelum Risalah bukanlah disebut untuk menjadi syariat. Yang menjadi
syariat hanyalah yang nabi kerjakan sesudah Risalah.
2.2. Kedudukan Hadist Dalam Islam
Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan
perbuatannya menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum
(senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT). Dengan demikian pada
Makalah Al Islam
i
hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari Allah.
Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi,
yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah
Rasul adalah petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian
beliau menyampaikannya kepada ummat dengan cara beliau sendiri.
.................. اليهم نزل ما للناس لتبين الذكر اليك وانزلنا)44النحل(
“kami telah menurunan peringatan (Al-Qur’an) kepada engkau (Muhammad) supaya kamu menerangkan kepada segenap manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka (QS. An-Nahl 44).
.. )........ الحشر فانتهوا عنه نهكم وما فخذوه الرسول اتكم ما7(
“apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu ambil dan apa yang dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS. Al-Hasyr 7)
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadits merupakan
penjelasan Al-Qur’an. Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan
sumber hukum dalam Islam. Dengan demikian, sunnah adalah menjelaskan
Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya dan mentakwilkan kesamarannya.
Allah menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum dapat dikategorikan
beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan
oleh Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang.
Iman Asy-Syathibi menerangkan dalam karyanya Al-Muwafaqat
bahwa sunnah dibawah derajat Al-Quran dengan alasan :
1. As-sunnah menjadi bayan (keterangan) Al-Qur’an.
2. As-sunnah menerangkan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-
Qur’an, bukan Al-Qur’an menerangkan hukum sunnah.
3. As-sunnah menguatkan kemutlakan Al-Qur’an, mengkhususkan
keumuman Al-Qur’an dan mengihtimalkan lahirnya Al-Qur’an.
Dalam hal mengishtinbatkan hukum, maka sunnah mempunyai batas-batas :
1. Sunnah mensyari’atkan apa-apa yang disyari’atkan oleh Allah SWT
agar diikuti dan dilaksanakan.
Makalah Al Islam
i
2. Sunnah Nabi menerangkan apa-apa yang disyari’atkan oleh Al-
Qur’an dalam hal menjelaskan ayat-ayat yang umum, mentabyinkan
ayat-ayat yang muhtamil dan mentaqyidkan ayat-ayat yang mutlak.
3. Sunnah berwenang membuat berbagai macam hukum baru yang
tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Untuk hal ini, Nabi saw
berpedoman kepada ilham dan petunjuk dari Allah dan ada pula
yang berdasarkan ijtihad Rasulullah sendiri.
Imam Syafi’i menguraikan kedudukan sunnah terhadap Al-Qur’an sebagai
berikut:
1. Sunnah itu bayanut tafshil, keterangan yang menjelaskan ayat-ayat
yang mujmal.
2. Sunnah itu bayanut takhsis yaitu keterangan yang mentakhsiskan
segala keumuman Al-Qur’an.
3. Sunnah itu bayanut ta’yin yaitu keterangan yang menentukan mana
yang dimaksud dari dua kata atau tiga macam persoalan yang
semuanya mungkin untuk dijelaskan secara terang.
4. Sunnah itu bayanut ta’kid yaitu keterangan sunnah yang bersesuaian
benar dengan petunjuk Al-Qur’an dari segala jurusan dan ia
menguatkan apa yang dipaparkan ayat-ayat Al-Qur’an.
5. Sunnah itu bayanut tafsir yaitu keterangan sesuatu hukum dari Al-
Qur’an, yang menerangkan apa yang dimaksud oleh ayat-ayat yang
tersebut dalam Al-Qur’an.
6. Sunnah itu bayanut tasyri yaitu keterangan sesuatu hukum yang tidak
diterangkan dalam Al-Qur’an.
Dalam menyampaikan Al Qur’an, Rasulullah SAW hanya
meneruskan apa yang diwahyukan kepada beliau, tanpa hak untuk
menambah, mengurangi atau mengubah satu patah katapun. Sedangkan
dalam mendakwahkan petunjuk selain beliau menyampaikannya dengan
ucapan, dalam hal itu kata-kata dan susunannya berasal dari Muhammad
SAW sendiri. Hadits Qudsi, walaupun dimulai dengan pernyataan: “Allah
berfirman”, kalimatnya tetap dari Rasul. Beliau hanya menerangkan firman
Allah yang beliau terima sebagai ilham. Pada waktu lain beliau
Makalah Al Islam
i
mengemukakan petunjuk Allah itu dengan perbuatan, termasuk dengan
berdiam diri ketika melihat perbuatan seseorang. Berdiam diri itu
merupakan taqrir atau ijin bagi yang hendak melakukan perbuatan tersebut.
Muhammad SAW meskipun menjadi Nabi yang menerima wahyu, sekaligus
seorang Rasul, utusan yang bertugas menyampaikan wahyu dan petunjuk
lain yang diilhamkan kepada beliau, tetap manusia biasa yang mempunyai
keinginan, pikiran dan pendapat.
Maka dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menunaikan
tugasnya, beliau juga ber-ijtihad dengan menggunakan akalnya. Ketika
menyampaikan ijtihad-nya Muhammad dapat dibantah, bahkan bersedia
mengubah ketetapannya bila ternyata ada ijtihad lain yang lebih baik. Tetapi
tatkala melaksanakan petunjuk Allah, tidak ada siapapun yang boleh turut
campur apa lagi mengoreksinya.
Para ulama menerangkan beberapa fungsi Al Hadits terhadap Al Qur’an :
1. merinci atau mengoperasionalkan petunjuk yang Al Qur’an hanya
membicarakan pokoknya saja.
2. menegaskan suatu ketetapan yang telah dinyatakan di dalam Al
Quran.
3. menerangkan tujuan hukum dari suatu ketetapan Al Qur’an.
Berbeda dengan Al Qur’an, sebagian besar Al Hadits tidak ditulis pada
waktu Rasulullah SAW masih hidup kerena disebabkan beberapa faktor :
1. karena Rasul sendiri pernah melarangnya.
Para ulama hadits menganggap larangan ini disebabkan oleh
kekuatiran, bahwa catatan Al Hadits akan bercampur dengan Al
Qur’an, karena waktu itu belum ada media tulis yang baik. Buktinya,
Rasul sendiri di kemudian hari mengijinkan beberapa sahabat yang
terpercaya, menulis keterangan-keterangan beliau.
2. Jarang sekali Rasulullah menerangkan, apakah ucapan dan perbuatan
beliau itu atas petunjuk Allah atau hanya ijitihad beliau sendiri.
3. Pada waktu itu ummat sibuk berperang dan berdakwah. Maka potensi
penulis yang tersedia, dimanfaatkan dengan prioritas menulis Al
Qur’an, yang Rasul memang memerintahkannya.
Makalah Al Islam
i
4. Rasulullah SAW pada masa itu masih berada di tengah ummat,
sehingga bila ada yang memerlukan keterangan atau penjelasan
tentang pernyataan Al Qur’an, dia dapat bertanya langsung kepada
beliau.
Kenyataan bahwa tulisan mengenai Al Hadits sangat langka,
menimbulkan kesulitan ketika Rasulullah SAW telah wafat. Apa lagi tatkala
sahabat-sahabat yang dekat dengan beliau dan yang menyaksikan kehidupan
sehari-hari beliau, telah wafat pula. Padahal umat memerlukan pengetahuan
tentang Sunnah Rasulullah di dalam menyelesaikan berbagai masalah, yang
petunjuk operasionalnya tidak ditemui dalam Al-Qur’an.
Maka Khalifah Umar bin Abdul Aziz (menjabat tahun 99-101 H),
mengambil inisiatif memerintahkan ummat untuk menuliskan segala sesuatu
yang diucapkan dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Sejak perintah
dikeluarkan, banyak sekali hadits yang ditulis dan disebarluaskan. Persoalan
timbul kemudian, ketika banyak hadits yang saling bertentangan, dan yang
isinya diragukan. Maka para ulama kemudian melakukan seleksi hadits,
dengan menyusun metode untuk itu. Yang terkemuka dalam pengembangan
metode sekaligus penerapannya, antara lain Imam Bukhari (194-256 H),
Imam Muslim (202-261 H), Abu Musa Muhammad at-Tirmidzi (209-279
H), Abu Dawud (202-275 H), Ibnu Majah (209-273 H), dan An Nasa’i (215-
303 H). Umumnya ulama hadits beranggapan, metode Bukhari merupakan
yang paling hati-hati dalam prosedur seleksi hadits.
Meskipun ada perbedaan di antara berbagai metode yang digunakan,
secara umum dapat dikatakan bahwa ada tiga unsur yang diperiksa dalam
proses seleksi hadits:
1. Sanad, yaitu hubungan antara orang yang mendengar atau
menyaksikan sendiri ucapan maupun perbuatan Rasul secara berantai
sampai kepada yang menuliskannya. Urutan itu harus menyambung
tanpa ada keraguan sama sekali.
2. Rawi, yaitu orang-orang yang disebut dalam garis sanad; mereka
harus terpercaya dalam arti kukuh imannya, baik ibadahnya, luhur
akhlaknya, dan panjang ingatannya.
Makalah Al Islam
i
3. Matan (isi hadits), yaitu tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan
hadits-hadits lain yang lebih tinggi tingkat kepercayaannya.
Dengan pemeriksaan yang saksama terhadap sanad, dapat diketahui
apakah sebuah hadits itu mutawatir dikemukakan di dalam banyak sekali
jalur sanad, atau masyhur dinyatakan di dalam cukup banyak sanad, atau
ahad hanya ditemukan dalam sedikit jalur sanad. Hadist mutawatir tentu
lebih mudah dipercayai dibanding masyhur, apa lagi hadits ahad.
Selanjutnya sesudah mempertimbangkan hasil penelitian terhadap semua
unsur, dapat ditetapkan mana hadits yang shahih, mana yang hasan (cukup
baik) tetapi tidak sampai pada taraf shahih, dan mana yang dhaif (lemah).
2.3. Fungsi Hadist
Di dalam al-Quran, ada beberapa kandungannya yang
bersifatijmaly (global) dan umum, namun adapula kandungan al-Quran yang
bersifat tafshily (terperinci). Hal-hal yang bersifat global dan umum, sudah
barang tentu memerlukan penjelasan-penjelasan yang lebih terang dalam
penerapannya sebagai pedoman hidup
manusia. Nabi Muhammad SAWsebagai Rasulullah telah diberikan tugas
dan otoritas untuk menjelaskan isikandungan al-Quran itu. Bahkan untuk
hal-hal yang bersifat teknis ritu, penjelasan itu bukan hanya bersifat lisan,
tetapi juga langsung amalan praktis.
Hadist berfungsi menetapkan aturan atau hukum yang tidak didapat
dalam Al-Qur’an. Tidak ada perbedaan pendapat jumhur (ahlusunah wal
jama’ah), ulamak tentang hadits Rasul sebagai sumber hukum yang kedua
sesudah Al-qur’an dalam menentukan suatu keputusan hukum, seperti
menghalalkan atau mengharamkan sesuatu. kekuatannya sama dengan Al-
Qur’an. Oleh karena itu, wajib bagi umat Islam menerima dan
mengamalkan apa-apa yang tercandung di dalamnya selama hadits itu sah
dari Rasulullah SAW.
Menurut T.M Hasybi al-Shiddiqi, sebagaimana dikutip oleh Endang
Soetari Ad (1994: 111- 128) dan Mundzir Suparta (1996: 49-56), dan
Makalah Al Islam
i
fathurrahman (1974:65), fungsi hadist terhadap Al-Qur’an itu sebagai
penjelas (Al-bayan).
Adapun fungsi As-Sunnah terhadap Al-quran ditinjau dari segi
penggunaan hujjah dan pengambilan hukum-hukum syari’at bahwa As-
Sunnah itu sebagai sumber hukum yang sederajat lebih rendah dari Al-
quran.
Fungsi atau peranan hadis (sunah) di samping al-qur’anul karim adalah:
1. Mempertegas atau memperkuat hukum-hukum yang telah disebutkan
dalam Al-qur’an (bayan at-taqriri atau at-ta’kid).
2. Menjelaskan,menafsirkan,dan merinci ayat-ayat Al-qur’an yang
masih umum dan samar (bayan at-tafsir).
3. Mewujudkan suatu hukum atau ajaran yang tidak tercantum dalam Al
qur’an (bayan at-tasyri;namun pada prinsipnya tidak bertentangan
dengan Al-qur’an).
Dari segi dilalah al-Ahkam, ada 4 fungsi Hadits terhadap al-Quran:
1. Hadits (sunnah) sebagai penjelas apa-apa yang dimaksudkan Al-
quran, adapun penjelasan itu ada 4 macam, yaitu:
a. Penjelasan terhadap hal yang global, seperti diperintahkannya
shalat dalam Al-qur’an tidak diiringi penjelasan mengenai
rukun, syarat dan ketentuan-ketentuan lainnya. Maka hal itu
dijelaskan oleh Hadits yang berbunyi:
أصل#ى رأيتمونى كما #وا صل
Artinya: “Shalatlah kamu semua, sebagaimana kamu telah
melihat aku shalat.”
b. Mentaqyid yang mutlaq, contohnya adalah hadist-hadist yang
menjelaskan pengertian dari kata اليد dalam firman Allah
surat Al-maidah: 38 yaitu:
أيديهما قطعوا فا والسارقة والسارق
Makalah Al Islam
i
Ayat tersebut menjelaskan maksud dari kata al yad adalah
tangan kanan, dan pemotongannya dari pergelangan tangan
bukan dari siku.
c. Mengkhususkan (mentakhsis) yang umum, contohnya seperti
Hadits yang menerangkan maksud dari kata الظلم dalam
surat Al-an’am: 82 yaitu:
بظلم إيمانهم يلبسوا ولم امنوا الذين
Yang dimaksud dari kata Al-Dzulmu adalah syirik, karena
sebagian Sahabat memahami secara umumnya sehingga mereka
berkata “siapa dari kita yang tidak dzolim”, kemudian Nabi
Muhammad saw bersabda:
( والبخارى ( أحمد رواه الشرك هو إنما ليسذلك
d. Penjelas yang samar, contohnya adalah hadits yang menjelaskan
maksud dari kata الخيطين dalam surat Al-baqarah: 187, yaitu:
من االسود الخيط االبيضمن الخيط لكم يتبين حتى واشربوا وكلوا
الفجر
Sebagian Sahabat memahami bahwa itu adalah tali yang putih
dan hitam. Maka Nabi bersabda:
الليل وسواد النهار بياض هما
2. Hadits (As-sunnah) sesuai dengan apa-apa yang telah ditetapkan oleh
Al-qur’an, dalam hal ini kedua-duanya menjadi sumber hukum dan
berfungsi sebagai penguat (al-ta’kid).
Contoh hadits yang berbunyi;
موسى ( ابن عن الشيخان رواه يفلته لم أخذه فإذا للظالم يملي الله إن#
االشعرى)
Menguatkan Ayat al-Quran yang berbunyi;
ظالمة وهي القرى أخذ إذا ربك أخذ وكذالك
Demikian juga Hadits-Hadits yang menunjukkan akan kewajiban
shalat, zakat, haji, berbuat baik, ihsan, memaafkan dan lain-lain.
Makalah Al Islam
i
3. Hadits (As-sunnah) sebagai petunjuk atas suatu hukum yang tidak ada
di dalam Al-qur’an. Misalnya hadits yang melarang mempoligami
antara seorang wanita dengan bibinya baik dari ibu atau ayah.
4. Hadits (As-sunnah) sebagai penghapus (nasikh) hukum yang
ditetapkan Al-qur’an, (Hal ini menurut pendapat yang
membolehkan penasakhan Al-qur’an dengan hadist.
Contoh :
( الترميذي ( رواه لوارث الوصية
Hadits di atas menasikh hukum wasiat bagi orang tua, kerabat (ahli
waris) yang ditetapkan oleh Al-qur’an surat Al-baqarah: 180, yaitu:
للوالدين الوصية I خيرا ترك ان الموت أحدكم حضر إذا عليكم كتب
المتقين على حقا بالمعروف واالقربين
2.4. Hikmah Hadist
Hikmah: Hadits Nabi dan Petuah Bijak
1. Taubat
“Barang siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari barat,
niscaya Allah akan mengampuninya” (HR. Muslim)
2. Keluar Untuk Menuntut Ilmu
“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah
memudahkan baginya dengan (ilmu) itu jalan menuju surga” (HR.
Muslim)
3. Senantiasa Mengingat Allah
“Inginkah kalian aku tunjukkan kepada amalan-amalan yang terbaik,
tersuci disisi Allah, tertinggi dalam tingkatan derajat, lebih utama
daripada mendermakan emas dan perak, dan lebih baik daripada
menghadapi musuh lalu kalian tebas batang lehernya, dan merekapun
menebas batang leher kalian. Mereka berkata: “Tentu”, lalu beliau
bersabda: (Zikir kepada Allah Ta`ala)” (HR. At Turmidzi)
4. Berbuat yang Ma;ruf dan Menunujukkan jalan kebaikan
Makalah Al Islam
i
“Setiap yang ma`ruf adalah shadaqah, dan orang yang menunjukkan
jalan kepada kebaikan (akan mendapat pahala) seperti pelakunya”. (HR.
Bukhari)
5. Berdakwah kepada Allah
“Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan),
maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa
mengurangi pahala mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)
6. Mengajak yang Ma’ruf dan Mencegah Kemungkaran
“Barangsiapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka
hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya, jika ia
tidak mampu maka dengan lisannya, jika ia tidak mampu (pula) maka
dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)
7. Membaca Al-qur’an
“Bacalah Al-qur`an, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari
kiamat untuk memberikan syafa`at kepada pembacanya”. (HR. Muslim)
8. Mempelajari Al-qur’an dan Mengamalkannya
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-qur`an dan
mengajarkannya”. (HR. Bukhari)
9. Menyebarkan Salam
“Kalian tidak akan masuk surga sehingga beriman, dan tidaklah kalian
beriman (sempurna) sehingga berkasih sayang. Maukah aku tunjukan
suatu amalan yang jika kalian lakukan akan menumbuhkan kasih sayang
di antara kalian? (yaitu) sebarkanlah salam”. (HR. Muslim)
10. Mencintai Karena Allah
“Sesungguhnya Allah Ta`ala berfirman pada hari kiamat: ((Di manakah
orang-orang yang mencintai karena keagungan-Ku? Hari ini Aku akan
menaunginya dalam naungan-Ku, pada hari yang tiada naungan selain
naungan-Ku))”. (HR. Muslim)
Tak seorang pun di antara ahli ilmu menentang bahwa mengamalkan
apa yang dibawa oleh sunnah juga berarti mengamalkan al-Qur’an. Karena,
al-Qur’anlah yang menunjukkan kewajiban mengamalkan sunnah. Karena
al-Qur’anlah yang menunjukkan kewajiban mengamalkan sunnah. Juga
Makalah Al Islam
i
karena al-Qur’an lebih umum dan Hadis lebih khusus. Yang lebih umum
dengan sifat menyeluruhnya haruslah meliputi yang lebih khusus.
Kesesuaian apa pun yang ada di antara al-Qur’an dan Hadis pada pokok-
pokonya tidaklah menghalangi sedikitpun kemandirian Hadis menetapkan
hukum-hukumnya atau penjelasannya, sampai pun dari pokok-pokok
tersebut. Sebab, Allah menjadikan Rasul-Nya sebagai imam, sunnahnya
sebagai penuntun, dan petunjuk kenabiannya sebagai teladan yang baik bagi
orang yang mengharap pahala Allah dan keselamatan pada Hari Kemudian.
Sejak dulu para ulama sudah mengatakan, dan mereka benar bahwa:
“Al-Qur’an menyisipkan satu tempat bagi sunnah. Dan sebaliknya, sunnah
juga menyisihkan satu tempat buat al-Qur’an.” Hal ini tidaklah aneh setelah
kita menyimak firman Allah: Barang siapa menaati Rasul, maka
sesungguhnya ia telah mentaati Allah. (An-Nisa’:80).
Makalah Al Islam
i
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-quran, dimana
kita diwajibkan mempercayai hadits sebagaimana kita mempercayai al-
quran.
Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an adalah sebagai bayan al-taqrir
(penjelasan memperkuat apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an;
sebagai bayan al-Tafsir(menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang
terdapat dalam al-Qur’an); sebagaibayan al-tasyri’ (mewujudkan suatu
hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an hanya
terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja); sebagai bayan al-Nasakh
(menghapus, menghilangkan, dan mengganti ketentuan yang teradapat
dalam Al-Qur’an). Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi
sebagai penafsir, pensyarah dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.
Hadist merupakan bagian yang tak terpisahkan dari al-Quran sebagai
pegangan hidup setiap muslim sebab ia mempunyai kedudukan yang sama
dalam mengamalkan ajaran Islam. Tanpa hadis, ajaran al-Quran tidak dapat
dilaksanakan. Hadist sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib,
sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.
1.2. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam
pembuatan makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan
benar
2. Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang
lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.
3. Bagi Kesehatan
Makalah Al Islam
i
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya
untuk mahasiswa keperawatan agar mengetahui bagaimana Dienul
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mohammad Daud, 1998 “Pendidikan Agama Islam”, Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Prayitno. H. Prof, 2004 “Dasar Bimbingan dan Konseling”, Jakarta : Rineka Cipta
Razak Nasruddin, 1973 “Dienul Islam”, Bandung : Alma’arif
Makalah Al Islam