new - Copy

23
i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah kenyataan yang tak dapat diragukan lagi. Hadist sebagai sumber ajaran Islam yang ke dua setelah Al-quran, keberadaan hadist sebagai sumber ajaran Islam telah mewarnai masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya. Penelitian terhadap hadist baik dari segi keotentikannya, kandungan makna dan ajaran yang terdapat di dalam nya, macam-macam tingkatannya maupun fungsinya dalam menjelaskan kandungan Al- quran dan lain sebagainya telah banyak dilakukan para ahli bidangnya. Walaupun Alquran dan Hadis merupakan sumber dari segala sumber ajaran Islam, namun ajaran-ajaran yang terdapat dalam kedua sumber tersebut tidak dapat pula dipahami dengan baik, apabila tidak adanya ijtihad para pakar di bidang ini untuk mengemukakan maksud dari ajaran-ajaran yang terdapat dalam Alquran dan Hadis. Hal ini dipandang penting agar para pelajar dan masyarakat muslim tidak salah memahami Al-quran dan hadis. Oleh karena Makalah Al Islam

Transcript of new - Copy

Page 1: new - Copy

i

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah

kenyataan yang tak dapat diragukan lagi. Hadist sebagai sumber ajaran Islam

yang ke dua setelah Al-quran, keberadaan hadist sebagai sumber ajaran Islam

telah mewarnai masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya. Penelitian

terhadap hadist baik dari segi keotentikannya, kandungan makna dan ajaran

yang terdapat di dalam nya, macam-macam tingkatannya maupun fungsinya

dalam menjelaskan kandungan Al-quran dan lain sebagainya telah banyak

dilakukan para ahli bidangnya.

Walaupun Alquran dan Hadis merupakan sumber dari segala sumber

ajaran Islam, namun ajaran-ajaran yang terdapat dalam kedua sumber tersebut

tidak dapat pula dipahami dengan baik, apabila tidak adanya ijtihad para

pakar di bidang ini untuk mengemukakan maksud dari ajaran-ajaran yang

terdapat dalam Alquran dan Hadis. Hal ini dipandang penting agar para

pelajar dan masyarakat muslim tidak salah memahami Al-quran dan

hadis. Oleh karena kita pun harus mengetahui dan mengenal sumber hukum

Islam ini.

a.2. Rumusan Masalah

a.2.1. Apa yang dimaksud dengan hadits ?

a.2.2. Bagaimana kedudukan sebuah hadits sebagai sumber dasar dalam

agama Islam ?

a.3. Tujuan Penulisan

a.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas pembuatan makalah mata kuliah Al-Islam II.

a.3.2. Tujuan Khusus

1. Supaya mengetahui apa yang dimaksud dengan hadits.

2. Mengetahui kedudukan hadits dalam Islam.

Makalah Al Islam

Page 2: new - Copy

i

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hadist

Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan

ajaran dalam Islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Pada garis besarnya pengertian hadist dapat dilihat melalui dua pendekatan,

yaitu pendekatan kebahasaan (linguistik) dan pendekatan istilah

(terminologi).

Hadist dilihat dari pendekatan kebahasaan, hadis berasal dari bahasa

arab, yaitu dari kata hadatsa, yahdutsu, hadtsan, haditsan dengan pengertian

yang maca-macam. Kata alhadist kemudian dapat pula brarti al-khabar yang

berarti mayutahaddast bih wa yunqal, yaitu sesuatu yang diperbincangkan,

dibicarakan, atau diberitakan, dan dialihkan dari seseorang kepada orang

lain.

Hadist dilihat dari segi pengertian istilah  dijumpai pendekatan yang

berbeda-beda. Hal ini antara lain disebabkan karena perbedaan cara pandang

yang digunakan oleh masing-masing dalam melihat suatu masalah.

Seperti halnya menurut pandangan para ulama ahli hadist, ulama ushul fiqh

dan ulama ahli fiqh, yaitu:

1.    Para ulama ahli hadist misalnya berpendapat bahwa hadis adalah

ucapan, perbuatan dan keadaan Nabi Muhammad saw.

2.    Para ulama  ushul fiqh berpendapat bahwa hadist adalah perkataan,

perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw yang berkaitan

dengan hukum.

3.    Para  ulama ahli fiqh berpendapat hadsit sebagai sunah, yaitu sebagai

salah satu dari hukum taklifi, suatu perbuatan apabila apabila

dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila di tinggalkan tidak

akan disiksa. Dalam kaitan ini ulama ahli fiqh berpendapat bahwa

hadist adalah sifat syar’iyah untuk perbuatan yang dituntut

mengerjakannya, akan tetapi tuntutan melaksanakanya tidak secara

Makalah Al Islam

Page 3: new - Copy

i

pasti, sehingga diberi pahala orang yang mengerjakan dan tidak di

siksa orang yang tidak mengerjakannya.

Di antara pemikiran yang mendasari terjadinya perbedaan  dalam

mendefinisikan hadist yaitu antara lain, karena perbedaan mereka dalam

memandang pribadi Rasulullah saw.

Jika ulama ahli hadis memandang Rasulullah saw  sebagai yang

patut diteladani dan dijadikan contoh yang baik, apa saja yang berasal dari

Nabi dapat diterima sebagai hadis.

Sedangkan ulama ahli ushul memandang pribadi Rasulullah saw

sebagai pengatur undang-undang yang menerangkan kepada manusia

tentang undang-undang kehidupan (dustur al-hayat) dan menciptakan dasar-

dasar bagi para mujtahid yang akan hidup sesudahnya. Dengan demikian,

mereka memandang perkataan-perkataan, perbuatan dan ketetapannya

sebagai hadist dengan syarat hadist tersebut berkaitan dengan hukum.

Lain halnya para ulama fiqh memandang pribadi Rasulullah saw itu,

baik perkataan, perbuatan maupun ketetapannya menunjukkan hukum

syara’. Oleh karena itu, mereka menempatkan hadist sebagai salah satu

hukum taklifi yang lima, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.

Adapun yang bisa digunakan sebagai sandaran hukum dari Nabi

Muhammad saw adalah segala sesuatu yang keluar dari beliau ketika

sesudah Nabi menjadi Rasul. Sebagaimana Ibnu Taimiyah mengatakan

bahwa khabar-khabar yang mengenai Nabi terdapat dalam kitab-kitab tafsir,

kitab-kitab sirah, kitab-kitab maghazi dan kitab-kitab hadis. Namun

demikian dikatakan kitab hadis, ialah kitab-kitab yang menyebutkan apa

yang Nabi kerjakan sesudah menerima Risalah. Hal-hal yang terjadi

sebelum Risalah bukanlah disebut untuk menjadi syariat. Yang menjadi

syariat hanyalah yang nabi kerjakan sesudah Risalah.

2.2. Kedudukan Hadist Dalam Islam

Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan

perbuatannya menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum

(senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT). Dengan demikian pada

Makalah Al Islam

Page 4: new - Copy

i

hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari Allah.

Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi,

yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah

Rasul adalah petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian

beliau menyampaikannya kepada ummat dengan cara beliau sendiri.

.................. اليهم نزل ما للناس لتبين الذكر اليك وانزلنا)44النحل(

“kami telah menurunan peringatan (Al-Qur’an) kepada engkau (Muhammad) supaya kamu menerangkan kepada segenap manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka (QS. An-Nahl 44).

.. )........ الحشر فانتهوا عنه نهكم وما فخذوه الرسول اتكم ما7(

“apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu ambil dan apa yang dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS. Al-Hasyr 7)

Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadits merupakan

penjelasan Al-Qur’an. Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan

sumber hukum dalam Islam. Dengan demikian, sunnah adalah menjelaskan

Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya dan mentakwilkan kesamarannya.

Allah menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum dapat dikategorikan

beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan

oleh Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang.

Iman Asy-Syathibi menerangkan dalam karyanya Al-Muwafaqat

bahwa sunnah dibawah derajat Al-Quran dengan alasan :

1.      As-sunnah menjadi bayan (keterangan) Al-Qur’an.

2.  As-sunnah menerangkan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-

Qur’an, bukan Al-Qur’an menerangkan hukum sunnah.

3.  As-sunnah menguatkan kemutlakan Al-Qur’an, mengkhususkan

keumuman Al-Qur’an dan mengihtimalkan lahirnya Al-Qur’an.

Dalam hal mengishtinbatkan hukum, maka sunnah mempunyai batas-batas :

1.      Sunnah mensyari’atkan apa-apa yang disyari’atkan oleh Allah SWT

agar diikuti dan dilaksanakan.

Makalah Al Islam

Page 5: new - Copy

i

2.      Sunnah Nabi menerangkan apa-apa yang disyari’atkan oleh Al-

Qur’an dalam hal menjelaskan ayat-ayat yang umum, mentabyinkan

ayat-ayat yang muhtamil dan mentaqyidkan ayat-ayat yang mutlak.

3.      Sunnah berwenang membuat berbagai macam hukum baru yang

tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Untuk hal ini, Nabi saw

berpedoman kepada ilham dan petunjuk dari Allah dan ada pula

yang berdasarkan ijtihad Rasulullah sendiri.

Imam Syafi’i menguraikan kedudukan sunnah terhadap Al-Qur’an sebagai

berikut:

1.      Sunnah itu bayanut tafshil, keterangan yang menjelaskan ayat-ayat

yang mujmal.

2.      Sunnah itu bayanut takhsis yaitu keterangan yang mentakhsiskan

segala keumuman Al-Qur’an.

3.      Sunnah itu bayanut ta’yin yaitu keterangan yang menentukan mana

yang dimaksud dari dua kata atau tiga macam persoalan yang

semuanya mungkin untuk dijelaskan secara terang.

4.      Sunnah itu bayanut ta’kid yaitu keterangan sunnah yang bersesuaian

benar dengan petunjuk Al-Qur’an dari segala jurusan dan ia

menguatkan apa yang dipaparkan ayat-ayat Al-Qur’an.

5.      Sunnah itu bayanut tafsir yaitu keterangan sesuatu hukum dari Al-

Qur’an, yang menerangkan apa yang dimaksud oleh ayat-ayat yang

tersebut dalam Al-Qur’an.

6.      Sunnah itu bayanut tasyri yaitu keterangan sesuatu hukum yang tidak

diterangkan dalam Al-Qur’an.

Dalam menyampaikan Al Qur’an, Rasulullah SAW hanya

meneruskan apa yang diwahyukan kepada beliau, tanpa hak untuk

menambah, mengurangi atau mengubah satu patah katapun. Sedangkan

dalam mendakwahkan petunjuk selain beliau menyampaikannya dengan

ucapan, dalam hal itu kata-kata dan susunannya berasal dari Muhammad

SAW sendiri. Hadits Qudsi, walaupun dimulai dengan pernyataan: “Allah

berfirman”, kalimatnya tetap dari Rasul. Beliau hanya menerangkan firman

Allah yang beliau terima sebagai ilham. Pada waktu lain beliau

Makalah Al Islam

Page 6: new - Copy

i

mengemukakan petunjuk Allah itu dengan perbuatan, termasuk dengan

berdiam diri ketika melihat perbuatan seseorang. Berdiam diri itu

merupakan taqrir atau ijin bagi yang hendak melakukan perbuatan tersebut.

Muhammad SAW meskipun menjadi Nabi yang menerima wahyu, sekaligus

seorang Rasul, utusan yang bertugas menyampaikan wahyu dan petunjuk

lain yang diilhamkan kepada beliau, tetap manusia biasa yang mempunyai

keinginan, pikiran dan pendapat.

Maka dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menunaikan

tugasnya, beliau juga ber-ijtihad dengan menggunakan akalnya. Ketika

menyampaikan ijtihad-nya Muhammad dapat dibantah, bahkan bersedia

mengubah ketetapannya bila ternyata ada ijtihad lain yang lebih baik. Tetapi

tatkala melaksanakan petunjuk Allah, tidak ada siapapun yang boleh turut

campur apa lagi mengoreksinya.

Para ulama menerangkan beberapa fungsi Al Hadits terhadap Al Qur’an :

1.      merinci atau mengoperasionalkan petunjuk yang Al Qur’an hanya

membicarakan pokoknya saja.

2.      menegaskan suatu ketetapan yang telah dinyatakan di dalam Al

Quran.

3.      menerangkan tujuan hukum dari suatu ketetapan Al Qur’an.

Berbeda dengan Al Qur’an, sebagian besar Al Hadits tidak ditulis pada

waktu Rasulullah SAW masih hidup kerena disebabkan beberapa faktor :

1.      karena Rasul sendiri pernah melarangnya.

Para ulama hadits menganggap larangan ini disebabkan oleh

kekuatiran, bahwa catatan Al Hadits akan bercampur dengan Al

Qur’an, karena waktu itu belum ada media tulis yang baik. Buktinya,

Rasul sendiri di kemudian hari mengijinkan beberapa sahabat yang

terpercaya, menulis keterangan-keterangan beliau.

2.      Jarang sekali Rasulullah menerangkan, apakah ucapan dan perbuatan

beliau itu atas petunjuk Allah atau hanya ijitihad beliau sendiri.

3.      Pada waktu itu ummat sibuk berperang dan berdakwah. Maka potensi

penulis yang tersedia, dimanfaatkan dengan prioritas menulis Al

Qur’an, yang Rasul memang memerintahkannya.

Makalah Al Islam

Page 7: new - Copy

i

4.      Rasulullah SAW pada masa itu masih berada di tengah ummat,

sehingga bila ada yang memerlukan keterangan atau penjelasan

tentang pernyataan Al Qur’an, dia dapat bertanya langsung kepada

beliau.

Kenyataan bahwa tulisan mengenai Al Hadits sangat langka,

menimbulkan kesulitan ketika Rasulullah SAW telah wafat. Apa lagi tatkala

sahabat-sahabat yang dekat dengan beliau dan yang menyaksikan kehidupan

sehari-hari beliau, telah wafat pula. Padahal umat memerlukan pengetahuan

tentang Sunnah Rasulullah di dalam menyelesaikan berbagai masalah, yang

petunjuk operasionalnya tidak ditemui dalam Al-Qur’an.

Maka Khalifah Umar bin Abdul Aziz (menjabat tahun 99-101 H),

mengambil inisiatif memerintahkan ummat untuk menuliskan segala sesuatu

yang diucapkan dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Sejak perintah

dikeluarkan, banyak sekali hadits yang ditulis dan disebarluaskan. Persoalan

timbul kemudian, ketika banyak hadits yang saling bertentangan, dan yang

isinya diragukan. Maka para ulama kemudian melakukan seleksi hadits,

dengan menyusun metode untuk itu. Yang terkemuka dalam pengembangan

metode sekaligus penerapannya, antara lain Imam Bukhari (194-256 H),

Imam Muslim (202-261 H), Abu Musa Muhammad at-Tirmidzi (209-279

H), Abu Dawud (202-275 H), Ibnu Majah (209-273 H), dan An Nasa’i (215-

303 H). Umumnya ulama hadits beranggapan, metode Bukhari merupakan

yang paling hati-hati dalam prosedur seleksi hadits.

Meskipun ada perbedaan di antara berbagai metode yang digunakan,

secara umum dapat dikatakan bahwa ada tiga unsur yang diperiksa dalam

proses seleksi hadits:

1.      Sanad, yaitu hubungan antara orang yang mendengar atau

menyaksikan sendiri ucapan maupun perbuatan Rasul secara berantai

sampai kepada yang menuliskannya. Urutan itu harus menyambung

tanpa ada keraguan sama sekali.

2.      Rawi, yaitu orang-orang yang disebut dalam garis sanad; mereka

harus terpercaya dalam arti kukuh imannya, baik ibadahnya, luhur

akhlaknya, dan panjang ingatannya.

Makalah Al Islam

Page 8: new - Copy

i

3.      Matan (isi hadits), yaitu tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan

hadits-hadits lain yang lebih tinggi tingkat kepercayaannya.

Dengan pemeriksaan yang saksama terhadap sanad, dapat diketahui

apakah sebuah hadits itu mutawatir dikemukakan di dalam banyak sekali

jalur sanad, atau masyhur dinyatakan di dalam cukup banyak sanad, atau

ahad hanya ditemukan dalam sedikit jalur sanad. Hadist mutawatir tentu

lebih mudah dipercayai dibanding masyhur, apa lagi hadits ahad.

Selanjutnya sesudah mempertimbangkan hasil penelitian terhadap semua

unsur, dapat ditetapkan mana hadits yang shahih, mana yang hasan (cukup

baik) tetapi tidak sampai pada taraf shahih, dan mana yang dhaif (lemah).

2.3. Fungsi Hadist

Di dalam al-Quran, ada beberapa kandungannya yang

bersifatijmaly (global) dan umum, namun adapula kandungan al-Quran yang

bersifat tafshily (terperinci). Hal-hal yang bersifat global dan umum, sudah

barang tentu memerlukan penjelasan-penjelasan yang lebih terang dalam

penerapannya sebagai pedoman hidup

manusia. Nabi Muhammad SAWsebagai Rasulullah telah diberikan tugas

dan otoritas untuk menjelaskan isikandungan al-Quran itu. Bahkan untuk

hal-hal yang bersifat teknis ritu, penjelasan itu bukan hanya bersifat lisan,

tetapi juga langsung amalan praktis.

Hadist berfungsi menetapkan aturan atau  hukum yang tidak didapat

dalam Al-Qur’an. Tidak ada perbedaan pendapat jumhur (ahlusunah wal

jama’ah), ulamak tentang hadits Rasul sebagai sumber hukum yang kedua

sesudah Al-qur’an dalam menentukan suatu keputusan hukum, seperti

menghalalkan atau mengharamkan sesuatu.  kekuatannya sama dengan Al-

Qur’an. Oleh karena itu, wajib bagi umat Islam menerima dan

mengamalkan apa-apa yang tercandung di dalamnya selama hadits itu sah

dari Rasulullah SAW.

Menurut T.M Hasybi al-Shiddiqi, sebagaimana dikutip oleh Endang

Soetari Ad (1994: 111- 128) dan Mundzir Suparta (1996: 49-56), dan

Makalah Al Islam

Page 9: new - Copy

i

fathurrahman (1974:65), fungsi hadist terhadap Al-Qur’an itu sebagai

penjelas (Al-bayan).

Adapun fungsi As-Sunnah terhadap Al-quran ditinjau dari segi

penggunaan hujjah dan pengambilan hukum-hukum syari’at bahwa As-

Sunnah itu sebagai sumber hukum yang sederajat lebih rendah dari Al-

quran.

Fungsi atau peranan hadis (sunah) di samping al-qur’anul karim adalah:

1.    Mempertegas atau memperkuat hukum-hukum yang telah disebutkan

dalam Al-qur’an (bayan at-taqriri atau at-ta’kid).

2.    Menjelaskan,menafsirkan,dan merinci ayat-ayat Al-qur’an yang

masih umum dan samar (bayan at-tafsir).

3.    Mewujudkan suatu hukum atau ajaran yang tidak tercantum dalam Al

qur’an (bayan at-tasyri;namun pada prinsipnya tidak bertentangan

dengan Al-qur’an).

 Dari segi dilalah al-Ahkam, ada 4 fungsi Hadits terhadap al-Quran:

1.    Hadits (sunnah) sebagai penjelas apa-apa yang dimaksudkan Al-

quran, adapun penjelasan itu ada 4 macam, yaitu:

a.    Penjelasan terhadap hal yang global, seperti diperintahkannya

shalat dalam Al-qur’an tidak diiringi penjelasan mengenai

rukun, syarat dan ketentuan-ketentuan lainnya. Maka hal itu

dijelaskan oleh Hadits yang berbunyi:

أصل#ى رأيتمونى كما #وا صل

Artinya: “Shalatlah kamu semua, sebagaimana kamu telah

melihat aku shalat.”

b.    Mentaqyid yang mutlaq, contohnya adalah hadist-hadist yang

menjelaskan pengertian dari kata اليد  dalam firman Allah

surat Al-maidah: 38 yaitu:

أيديهما قطعوا فا والسارقة والسارق

Makalah Al Islam

Page 10: new - Copy

i

Ayat tersebut menjelaskan maksud dari kata al yad adalah

tangan kanan, dan pemotongannya dari pergelangan tangan

bukan dari siku.

c.    Mengkhususkan (mentakhsis) yang umum, contohnya seperti

Hadits yang menerangkan maksud dari kata الظلم dalam

surat Al-an’am: 82 yaitu:

بظلم إيمانهم يلبسوا ولم امنوا الذين

Yang dimaksud dari kata Al-Dzulmu adalah syirik, karena

sebagian Sahabat memahami secara umumnya sehingga mereka

berkata “siapa dari kita yang tidak dzolim”, kemudian Nabi

Muhammad saw bersabda:

( والبخارى ( أحمد رواه الشرك هو إنما ليسذلك

d.   Penjelas yang samar, contohnya adalah hadits yang menjelaskan

maksud dari kata الخيطين dalam surat Al-baqarah: 187, yaitu:

من االسود الخيط االبيضمن الخيط لكم يتبين حتى واشربوا وكلوا

الفجر

Sebagian Sahabat memahami bahwa itu adalah tali yang putih

dan hitam. Maka Nabi bersabda:

الليل وسواد النهار بياض هما

2.    Hadits (As-sunnah) sesuai dengan apa-apa yang telah ditetapkan  oleh

Al-qur’an, dalam hal ini kedua-duanya menjadi sumber hukum dan

berfungsi sebagai penguat (al-ta’kid).

Contoh hadits yang berbunyi;

موسى ( ابن عن الشيخان رواه يفلته لم أخذه فإذا للظالم يملي الله إن#

االشعرى)

Menguatkan Ayat al-Quran yang berbunyi;

ظالمة وهي القرى أخذ إذا ربك أخذ وكذالك

Demikian juga Hadits-Hadits yang menunjukkan akan kewajiban

shalat, zakat, haji, berbuat baik, ihsan, memaafkan dan lain-lain.

Makalah Al Islam

Page 11: new - Copy

i

3.    Hadits (As-sunnah) sebagai petunjuk atas suatu hukum yang tidak ada

di dalam Al-qur’an. Misalnya hadits yang melarang mempoligami

antara seorang wanita dengan bibinya baik dari ibu atau ayah.

4.    Hadits (As-sunnah) sebagai penghapus (nasikh) hukum yang

ditetapkan Al-qur’an, (Hal ini menurut pendapat yang

membolehkan penasakhan Al-qur’an dengan hadist.

Contoh :

( الترميذي ( رواه لوارث الوصية

Hadits di atas menasikh hukum wasiat bagi orang tua, kerabat (ahli

waris) yang ditetapkan oleh Al-qur’an surat Al-baqarah: 180, yaitu:

للوالدين الوصية I خيرا ترك ان الموت أحدكم حضر إذا عليكم كتب

المتقين على حقا بالمعروف واالقربين

2.4. Hikmah Hadist

Hikmah: Hadits Nabi dan Petuah Bijak

1.    Taubat

“Barang siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari barat,

niscaya Allah akan mengampuninya” (HR. Muslim)

2. Keluar Untuk Menuntut Ilmu

“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah

memudahkan baginya dengan (ilmu) itu jalan menuju surga” (HR.

Muslim)

3. Senantiasa Mengingat Allah

“Inginkah kalian aku tunjukkan kepada amalan-amalan yang terbaik,

tersuci disisi Allah, tertinggi dalam tingkatan derajat, lebih utama

daripada mendermakan emas dan perak, dan lebih baik daripada

menghadapi musuh lalu kalian tebas batang lehernya, dan merekapun

menebas batang leher kalian. Mereka berkata: “Tentu”, lalu beliau

bersabda: (Zikir kepada Allah Ta`ala)” (HR. At Turmidzi)

4. Berbuat yang Ma;ruf dan Menunujukkan jalan kebaikan

Makalah Al Islam

Page 12: new - Copy

i

“Setiap yang ma`ruf adalah shadaqah, dan orang yang menunjukkan

jalan kepada kebaikan (akan mendapat pahala) seperti pelakunya”. (HR.

Bukhari)

5. Berdakwah kepada Allah

“Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan),

maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa

mengurangi pahala mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)

6. Mengajak yang Ma’ruf dan Mencegah Kemungkaran

“Barangsiapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka

hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya, jika ia

tidak mampu maka dengan lisannya, jika ia tidak mampu (pula) maka

dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)

7. Membaca Al-qur’an

“Bacalah Al-qur`an, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari

kiamat untuk memberikan syafa`at kepada pembacanya”. (HR. Muslim)

8. Mempelajari Al-qur’an dan Mengamalkannya

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-qur`an dan

mengajarkannya”. (HR. Bukhari)

9. Menyebarkan Salam

“Kalian tidak akan masuk surga sehingga beriman, dan tidaklah kalian

beriman (sempurna) sehingga berkasih sayang. Maukah aku tunjukan

suatu amalan yang jika kalian lakukan akan menumbuhkan kasih sayang

di antara kalian? (yaitu) sebarkanlah salam”. (HR. Muslim)

10. Mencintai Karena Allah

“Sesungguhnya Allah Ta`ala berfirman pada hari kiamat: ((Di manakah

orang-orang yang mencintai karena keagungan-Ku? Hari ini Aku akan

menaunginya dalam naungan-Ku, pada hari yang tiada naungan selain

naungan-Ku))”. (HR. Muslim)

Tak seorang pun di antara ahli ilmu menentang bahwa mengamalkan

apa yang dibawa oleh sunnah juga berarti mengamalkan al-Qur’an. Karena,

al-Qur’anlah yang menunjukkan kewajiban mengamalkan sunnah. Karena

al-Qur’anlah yang menunjukkan kewajiban mengamalkan sunnah. Juga

Makalah Al Islam

Page 13: new - Copy

i

karena al-Qur’an lebih umum dan Hadis lebih khusus. Yang lebih umum

dengan sifat menyeluruhnya haruslah meliputi yang lebih khusus.

Kesesuaian apa pun yang ada di antara al-Qur’an dan Hadis pada pokok-

pokonya tidaklah menghalangi sedikitpun kemandirian Hadis menetapkan

hukum-hukumnya atau penjelasannya, sampai pun dari pokok-pokok

tersebut. Sebab, Allah menjadikan Rasul-Nya sebagai imam, sunnahnya

sebagai penuntun, dan petunjuk kenabiannya sebagai teladan yang baik bagi

orang yang mengharap pahala Allah dan keselamatan pada Hari Kemudian.

Sejak dulu para ulama sudah mengatakan, dan mereka benar bahwa:

“Al-Qur’an menyisipkan satu tempat bagi sunnah. Dan sebaliknya, sunnah

juga menyisihkan satu tempat buat al-Qur’an.” Hal ini tidaklah aneh setelah

kita menyimak firman Allah: Barang siapa menaati Rasul, maka

sesungguhnya ia telah mentaati Allah. (An-Nisa’:80).

Makalah Al Islam

Page 14: new - Copy

i

BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-quran, dimana

kita diwajibkan mempercayai hadits sebagaimana kita mempercayai al-

quran.

Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an adalah sebagai bayan al-taqrir

(penjelasan memperkuat apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an;

sebagai bayan al-Tafsir(menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang

terdapat dalam al-Qur’an); sebagaibayan al-tasyri’ (mewujudkan suatu

hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an hanya

terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja); sebagai bayan al-Nasakh

(menghapus, menghilangkan,  dan mengganti  ketentuan yang teradapat

dalam Al-Qur’an). Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi

sebagai penafsir, pensyarah dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.

Hadist merupakan bagian yang tak terpisahkan dari al-Quran sebagai

pegangan hidup setiap muslim sebab ia mempunyai kedudukan yang sama

dalam mengamalkan ajaran Islam. Tanpa hadis, ajaran al-Quran tidak dapat

dilaksanakan. Hadist sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib,

sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.

1.2. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam

pembuatan makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan

benar

2. Bagi Pendidikan

Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang

lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.

3. Bagi Kesehatan

Makalah Al Islam

Page 15: new - Copy

i

Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya

untuk mahasiswa keperawatan agar mengetahui bagaimana Dienul

Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Mohammad Daud, 1998 “Pendidikan Agama Islam”, Jakarta : Raja Grafindo

Persada

Prayitno. H. Prof, 2004 “Dasar Bimbingan dan Konseling”, Jakarta : Rineka Cipta

Razak Nasruddin, 1973 “Dienul Islam”, Bandung : Alma’arif

Makalah Al Islam