Neurodermatitis_vesikobullous Eritroskuamous Kel Klj Ekrin

38
LIKEN SIMPLEK KRONIK Fitria I. DEFINISI Liken simplek kronik (LSK) adalah peradangan kulit kronis dengan rasa sangat gatal ditandai dengan kulit menebal dan garis kulit terlihat lebih jelas dengan bentuk sirkumkripta. Biasa dijumpai pada usia diatas 20 tahun dan sering pada wanita. II.ETIOPATOGENESIS Likenifikasi terjadi akibat garukan dan gosokan yang berulang karena adanya pruritus. Pruritus yang terjadi dapat ditimbulkan oleh pelepasan mediator atau aktivitas enzim proteolitik akibat penyakit kulit lain seperti dermatitis atopik maupun penyakit sistemik. Beberapa laporan juga menghubungkan dengan stress emosional dan riwayat atopik. III. KRITERIA DIAGNOSIS A. KLINIS Penderita mengeluh gatal sekali sampai dapat mengganggu tidur dan biasanya gatal muncul saat tidak beraktivitas.Lesi biasanya tunggal namun dapat juga lebih dengan daerah predileksi pada tengkuk, leher bagian lateral, lengan dan tungkai bawah bagian ekstensor, paha medial, dan genital (vulva, skrotum). Lesi awal berupa papul-papul eritem konfluen yang selanjutnya karena garukan berulang membentuk plak hiperpigmentasi disertai 1

description

gjgj

Transcript of Neurodermatitis_vesikobullous Eritroskuamous Kel Klj Ekrin

LIKEN SIMPLEK KRONIKFitria

I. DEFINISILiken simplek kronik (LSK) adalah peradangan kulit kronis dengan rasa sangat gatal ditandai dengan kulit menebal dan garis kulit terlihat lebih jelas dengan bentuk sirkumkripta. Biasa dijumpai pada usia diatas 20 tahun dan sering pada wanita.

II. ETIOPATOGENESISLikenifikasi terjadi akibat garukan dan gosokan yang berulang karena adanya pruritus. Pruritus yang terjadi dapat ditimbulkan oleh pelepasan mediator atau aktivitas enzim proteolitik akibat penyakit kulit lain seperti dermatitis atopik maupun penyakit sistemik. Beberapa laporan juga menghubungkan dengan stress emosional dan riwayat atopik.

III. KRITERIA DIAGNOSISA. KLINISPenderita mengeluh gatal sekali sampai dapat mengganggu tidur dan biasanya gatal muncul saat tidak beraktivitas.Lesi biasanya tunggal namun dapat juga lebih dengan daerah predileksi pada tengkuk, leher bagian lateral, lengan dan tungkai bawah bagian ekstensor, paha medial, dan genital (vulva, skrotum). Lesi awal berupa papul-papul eritem konfluen yang selanjutnya karena garukan berulang membentuk plak hiperpigmentasi disertai likenifikasidan sering terdapat ekskoriasi dengan skuama yang minimal. Bentuk lesi biasanya bulat, lonjong atau linear sesuai pola garukan.B. DIAGNOSIS BANDING1. Psoriasis vulgaris tipe plak2. Dermatitis numularis3. Dermatitis kontak4. Liken planus5. Mikosis fungoides stadium awal

C. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, jika dilakukan pemeriksaan histopatologi dijumpai hyperplasia epidermis berupa hyperkeratosis, akantosis, jarang terdapat spongiosis namun rete ridge memanjang dan melebar. Pada dermis terdapat infiltrasi limfohistiosit disekitar pembuluh darah.D. PENATALAKSANAAN Antihistamin yang mempunyai efek sedatif (hidroksizin, klorpeniramin). Steroid topikal potensi kuat, dapat juga dikombinasi dengan preparat tar dan bila perlu ditutup dengan bahan plastik. Injeksi steroid intralesi (triamsinolon asetonid).. Edukasi pasien agar tidak terus menggaruk. konsultasi psikiater bila diperlukan.

V.DAFTAR PUSTAKA1. Burgin Susan. Lichen simplex. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 4: 184-1877.2.James WD, Berger TG, dan Elston DM. Pruritus and Neurocutaneous Dermatoses. Dalam: Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 4: 45-61.3.Jones JB dan Holden CA. Eczema, Lichenification, Prurigo and Erythroderma. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Blackwell publishing, 2004: 17: 41-43.

PRURIGOFitria

I. DEFINISIPrurigo adalah dermatosis kronik residif yang mengenai anak dan dewasa muda terutama pada bagian badan yang tidak tertutup pakaian.Klasifikasi prurigo (KOCSARD 1962) dibagi menjadi prurigo simplek dan dermatosis pruriginosa,yaitu yang sering dijumpai adalah prurigo hebra. Bentuk prurigo lain yang sering dijumpai adalah prurigo nodularis.

II. ETIOPATOGENESISPenyebab pasti belum diketahui, umumnya terdapat riwayat penyakit yang sama dalam keluarga, dan dihubungkan dengan riwayat atopi. Kulit penderita peka terhadap alergen lingkungan, gigitan serangga, suhu, infestasi parasit (Ascaris) dan infeksi fokal (tonsil atau saluran cerna).

III. KRITERIA DIAGNOSISA. KLINISPenyakit ini mengenai anak dan dewasa muda dengan gejala sangat gatal dan ditandai dengan adanya papul-papul miliar bentuk kubah sewarna kulit atau hiperpigmentasi pada wajah, ekstremitas atas dan bawah terutama bagian ekstensor, tersebar simetris, makin ke distal makin jelas gejalanya.Garukan berulang menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta, hiperpigmentasi dan likenifikasi.Kelenjar getah bening regional biasanya membesar (walau tidak ada infeksi) namun tidak nyeri, tidak ada supurasi, teraba lebih lunak disebut bubo prurigo.Pada prurigo nodularis, lesi berupa nodus tunggal atau multipel, keras dan berwarna merah atau kecoklatan, permukaan lesi dapat menjadi verukosa atau fisurasiB.DIAGNOSIS BANDING1.Skabies3 Insect bite3.Liken planus tipe hipertropik

C. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis.Gambaran histopatologi tidak khas, sering dijumpai akantosis, hiperkeratosis, edema pada epidermis bagian bawah dan dermis bagian atas.Bila telah kronik infiltrat kronis (limfohistiosit) ditemukan disekitar pembuluh darah serta terdapat deposit pigmen di bagian basal.Pada prurigo nodularis dijumpai penebalan epidermis sehingga tampak hiperkeratosis, hipergranulosis, akantosis yang tak teratur (hyperplasia psoriasiformis).Penebalan stratum papilaris dermis akibat kumpulan serabut kolagen kasar dengan arah vertikal.

IV. PENATALAKSANAAN Antihistamin yang mempunyai efek sedatif . Antipruritus topikal yaitu sulfur 5-10% dalam bedak kocok/salap, mentol 0,25-1% atau kamper 2-3%. Steroid topikal untuk menekan inflamasi. Injeksi steroid intralesi pada prurigo nodularis. Antibiotik topikal jika terdaapat infeksi sekunder. Edukasi pasien agar menghindari gigitan serangga, mencari dan mengobati infeksi fokal dan memperbaiki hygiene diri serta lingkungan.

V. DAFTAR PUSTAKA1.Burgin Susan. Prurigo nodularis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 4: 184-187.2. James WD, Berger TG, dan Elston DM. Pruritus and Neurocutaneous Dermatoses. Dalam: Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 4: 45-61.3.Jones JB dan Holden CA. Eczema, Lichenification, Prurigo and Erythroderma. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Blackwell publishing, 2004: 17: 44-48.

DERMATITIS SEBOROIKFitria

I. DEFINISIDermatitis seboroik adalah peradangan kulit kronis dengan predileksi di area kelenjar seboroik yang aktif (wajah terutama di alis, nasolabial, kepala, retroaurikular, presternal, dan lipatan kulit).Dandruff/pityriasis sika adalah deskuamasi pada kulit kepala yang merupakan awal dermatitis seboroik.

II. ETIOPATOGENESISPenyebab pasti belum diketahui, dihubungkan dengan kulit di daerah seboroik sebagai faktor predisposisi, adanya infeksi Pityrosporum ovale, respon emosional terhadap stres atau kelelahan.variasi suhu dan kelembaban udara yang rendah memperburuk penyakit, abnormalitas neurotransmitter (obat neuroleptik penyebab Parkinson), diet abnormal (defisiensi zinc, niasin dan piridoksin), dan insiden lebih tinggi pada penderita AIDS.

III. KRITERIA DIAGNOSISA. KLINISPada bayi (usia 2 minggu-10 minggu) sering muncul lesi di daerah kepala (frontal dan parietal) disebut cradle cap dengan krusta tebal pecah-pecah dan berminyak tanpa ada dasar kemerahan dan tidak/kurang gatal. Pada lokasi yang lain lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan skuama berminyak.Pada dewasa (usia pubertas, 18-40 tahun, usia tua) biasanya gatal pada area seboroik terdapat makula atau plakat, folikular, perifolikular atau papula eritem atau kekuningan disertai skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak (gambar 3)Biasanya bersifat kronis residif.Bila lesi meluas dapat menjadi eritroderma dan dapat menjadi bagian dari sindroma Leiner bila disertai infeksi berulang dan diare.

B. DIAGNOSIS BANDING1. Psoriasis vulgaris2. Kepala: Pityriasis kapitis (ketombe)3. Daerah fleksural: kandidiasis intertrigo4. Pada bayi: dermatitis atopik5. Erupsi obat: metil dopa, chlorpromazine, cimetidineC. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, bila diperlukan dapat dilaakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis banding.Gambaran histopatologi dijumpai parakeratosis fokal dengan beberapa netrofil, terdapat akantosis, spongiosis (udem interseluler).Gambaran yang sangat khas adalah terdapat netrofil pada ujung folikel yang terbuka dimana terdapat skuama/krusta.

IV. PENATALAKSANAANUmum:1. Memberikan informasi tentang penyakit bahwa bisa ditekan namun mudah kambuh.2. Hindari faktor pencetus dan faktor yang memperberat serta perbaiki pola hidup.3. Sering membersihkan kulit dengan sabun akan mengangkat minyak dan memberi perbaikan lesi.Khusus: Terapi farmakologis meliputi preparat anti fungi untuk menurunkan kolonisasi jamur yang bersifat lipofilik dan preparat anti inflamasi.1. Kulit kepalaa. Skuama melekat dan tebal: minyak mineral hangat/ minyak zaitun dibiarkan 8-12 jam dilanjutkan dengan shampo anti ketombe (selenium sulfide 2,5%, pyrithion zinc 1-2%, ketoconazole 2% setiap hari atau selang sehari) atau shampoo tar. b. Losio kortikosteroid potensi ringanatau krim pimecrolimus 1%.2. Wajah dan badanKrim dan shampo ketokonazol 2%, krim hidrokortison 1% atau 2,5%, krim pimecrolimus 1%, atau salep tacrolimus 0.01 atau 0,03.

Sistemik:1. Antihistamin2. Kortikosteroid sistemik hanya pada kasus yang berat atau eritroderma dan dapat diberikanasam retinoat oral 1mg/kg.3. Antibiotik yang sesuai bila menjadi sindroma Leiner.Konsultasi:1. Bila ada stres ke ahli psikologi/psikiater.2. Bila ada kelainan sistemik ke dokter spesialis Anak atau penyakit dalam.

V.DAFTAR PUSTAKA1. Collins CD dan Hivnor Chad. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mc Graw-Hill, 2012:22: 259-266.2.James WD, Berger TG, dan Elston DM.Seborrheic Dermatitis. Dalam: Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 10: 188-189.3. Jones JB dan Holden CA. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Blackwell publishing, 2004: 17: 10-15.

PITYRIASIS ROSEAFitria

I. DEFINISIPityriasis rosea adalah penyakit erupsi eksantematus akut kulit yang belum diketahui penyebabnya, dengan lesi yang khas dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 10-12 minggu.

II. ETIOPATOGENESISPityriasis rosea biasanya mengenai umur 10-43 tahun, jarang pada bayi ataupun orang tua.Penyebabnya dicurigai virus herpes tipe 7.

III. KRITERIA DIAGNOSISA. KLINISGejala konstitusi (malaise dan demam) jarang ditemukan, umumnya disertai gatal ringan. Lesi pertama (herald patch) biasanya terdapat dibadan, soliter, bentuk oval dan anular dengan sumbu terpanjang searah pelipatan kulit, diameter sekitar 3 cm, tepi meninggi dengan skuama halus melekat pada tepinya/collarette(gambar 4a). Lesi-lesi lebih kecil menyusul 4-10 hari kemudian pada badan, paha atas dan lengan atas bagian proksimal.Pada punggung lesi tersusun sejajar tulang iga sehingga menyerupai pohon cemara terbalik.B. DIAGNOSIS BANDING1. Psoriasis vulgaris2. Dermatitis seboroik3. Tinea korporis4. Morbus Hansen5. Sifilis sekunderC. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis serta lokasi yang khas.Gambaran histopatologi dijumpai parakeratosis setempat atau difus, tidak terdapat stratum granulosum, akantosis ringan, spongiosis fokal dan kadang terdapat sel diskeratotik.Pada dermis terlihat udem dengan kolagen yang homogen dan infiltrasi sel mononuclear disekitar pembuluh darah.

IV. PENATALAKSANAAN1. Terapi hanya bersifat simtomatik yaitu antipruritus topikal dan/atau antihistamin.2. Kortikosteroid topikal diberikan bila perlu, tidak ada kontraindikasi, terutama bila penyakit telah lebih dari 1 bulan.3. Dapat membaik dengan fototerapi UVB atau paparan sinar matahari jika terapi dimulai sejak minggu pertama terjadi erupsi.

V. DAFTAR PUSTAKA1.Blauvelt Andrew. Pityriasis Rosea. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 42: 458-463.2. James WD, Berger TG, danElston DM. Pityriasis Rosea. Dalam: Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 11: 204-205.3. Jones JB dan Holden CA. Pityriasis Rosea. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Blackwell publishing, 2004: 17: 10-15.

PSORIASISFitria

I. DEFINISIPsoriasis adalah penyakit peradangan kulit yang kronik residif, ditaandai dengan adanya plak eritematosa, diatasnya terdapat skuama kasar, transparan, berlapis-lapis, dan bewarna putih keperakan.

II. ETIOPATOGENESISPenyebabnya masih belum diketahui namun ada 3 faktor yang berperan, yaitu:1. Predisposisi geneticPsoriasis dipengaruhi oleh faktor genetik yang diturunkan secara autosomal dominan dengan incomplete penetrance dan berhubungan dengan Human Leucocyte Antigen (HLA)-B13, B17, Bw57, Cw6, B27 dan Cw2.2. Faktor imunologikDefek genetik diekspresikan pada sel limfosit T, sel langherhans dan keratinosit.Pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat pada psoriasis yaitu 3-4 hari sedangkan pada kulit normal 27 hari.3. Faktor pencetusStres emosional, trauma, infeksi (terutama Streptococcus beta haemolyticus), endokrin, metabolik (hipokalsemia dan dialisis), obat (antimalaria, litium, kortikosteroid, agen beta-adrenergic blocking), alkohol dan rokok.

III. KRITERIA DIAGNOSISA. KLINISKeluhan dirasakan sedikit gatal dan panas selain keluhan kosmetik.Tempat predileksi adalah daerah yang mudah terkena trauma seperti siku, lutut, sacrum, kepala dan genetalia.lesi biasanya berupa plak eritematosa dengan ukuran bervariasi dari gutata, nummular sampai plakat yang tertutup skuama tebal,kasar, kering, transparan dan berlapis yang bewarna putih keperakan (gambar 6). Psoriasis dapat juga menyerang kuku sehingga terjadi onikolisis dan onikodistrofi, perubahan warna kuku menjadi keruh, kekuningan dan terdapat cekungan/pitting atau titik-titik punctuate, menebal dan terdapat subungual hiperkeratosis sehingga kuku terangkat dari dasarnya.Kuku tangan lebih sering terkena daripada kuku kaki.Mukosa dan sendi-sendi kecil juga dapat terkena.Berdasarkan bentuk lesinya, psoriasis dapat dibagi menjadi:1. Psoriasis vulgaris, bentuk tersering dijumpai dan sering disebut tipe plakat.2. Psoriasis gutata, ukuran lesi kurang dari 1 cm, timbul mendadak dan diseminata, biasanya muncul setelah terinfeksi terutama oleh Streptococcus pada saluran nafas atas atau morbili.3. Psoriasis inversa (fleksural), predileksi didaerah fleksor seperti lipat siku, lipat lutut, infra mammae dan selangkangan.4. Psoriasis eksudatif, lesi membasah seperti dermatitis akut namun jarang dijumpai.5. Psoriasis seboroik (seboriasis), gabungan psoriasis dan dermatitis seboroik dengan predileksi didaerah seboroik dan skuama agak berminyak dan lunak.6. Psoriasis arthropatika, lesi psoriasis disertai arthritis kronik pada sendi-sendi kecil dari tangan dan kaki.7. Psoriasis pustulosa, terdapat 2 bentuk yaitu lokalisata (palmoplantar/Barber) dan generalisata akut (von Zumbusch). Tipe Barber bersifat kronik residif, mengenai telapak tangan dan/atau kaki dengan lesi berupa pustul-pustul kecil steril diatas patch eritematosa dan disertai rasa gatal. Pada von Zumbusch, gejala awal kulit terasa nyeri disertai demam, malaise, nausea dan anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada semakin merah dan udem, kulit normal juga menjadi eritematosa kemudian timbul banyak pustul miliar pada plak tersebut. Pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus.Pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis, kultur pus dari pustul steril. Kelainan ini dapat menjadi eritroderma. 8. Eritroderma psoriatika, dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Lesi khas biasanya tidak terlihat lagi karena terdapat eritem dan skuama tebal menyeluruh.

B. DIAGNOSIS BANDING1. Dermatitis seboroik2. Tinea korporis3. Pytiriasis rosea4. Sifilis stadium II5. Morbus hansenC. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis ditegakkan secara klinis dan histopatologi. Ada 3 tanda klinis yang dapat dijumpai yaitu Karsvlek phenomena/fenomena bercak lilin (bila skuama dikerok akan terlihat warna keruh seperti kerokan lilin), Auspitz sign (jika kerokan diteruskan akan terlihat titik perdarahan), Koebner phenomena (pada kulit sehat yang terkena trauma /goresan akan muncul lesi baru). Gambaran histopatologi dijumpai parakeratosis, penipisan/hilangnya stratum granulosum, akantosis dan pemanjangan rete ridges dengan bentuk psoriasiformis.Pada stratum korneum dapat dijumpai kumpulan kecil dari sel-sel netrofil yang disebut mikro abses Munro.Pada dermis tampak papila dermis memanjang dan melebar, vasodilatasi di subepidermis, dermis udem disertai infiltrasi sel limfosit dan monosit.Dapat juga dilakukan pemeriksaan ASTO, asam urat, faktor rheumatoid, kultur dari usapan tenggorokan untuk infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A dan rontgen tulang sendi.Berdasarkan Psoriasis Area and Severity Index (PASI), Psoriasis dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Psoriasis ringan: PASI < 8, luas lesi < 5% dari luas permukaan kulit.2. Psoriasis sedang: PASI 8-12, luas lesi 5-20%.3. Psoriasis berat: PASI >12, luas lesi > 20%, komplikasi pustular psoriasis, mengenai telapak tangan dan kaki.

IV. PENATALAKSANAANNon medikamentosa:1. Penjelasan penyakit dan perjalanan penyakit yang kronik residif, serta kemungkinan kuku dan sendi dapat terkena.2. Jangan menggaruk/trauma untuk mencegah fenomena Koebner.3. Hindari faktor pencetus seperti stres, rokok, alkohol, infeksi, dan obat tertentu.4. Pengobatan ditujukan untuk mencegah keparahan dan meningkatkan kualitas hidup.5. Anjuran berobat teratur dan diperhatikan komplikasi dan perjalanan penyakitnya yang berat.6. Setiap kunjungan harus dilakukan pengukuran skor PASIMedikamentosa:1. Topikal: psoriasis ringan dapat diberikan emolien, salep campuran asidum salisikum dan tar (LCD 5%), krim/salap antralin 0,2-0,8%, kortikosteroid poten/super poten atau salep kalsipotriol. Pada psoriasis pustulosa lokalisata terkadang dapat diatasi dengan kortikosteroid poten. Psoriasis ringan sangat responsif terhadap kortikosteroid topikal.2. Fototerapi/fotokemoterapi:pada pasien yang resisten terhadap terapi topikal atau psoriasis derajat sedang/berat. Fototerapi dapat menggunakan Narrow Band UVB atau Broad Band UVB. Fotokemoterapi memakai psoralen oral atau topikal dengan UVA (PUVA).3. Sistemik: diberikan pada psoriasis yang berat seperti psoriasis pustulosa generalisata dengan obat pilihan berupa retinoid (tigason/neotigason), metotreksat, siklosporin; psoriasis yang tidak responsif dengan fototerapi/fotokemoterapi; dan bila ASTO (+) diberi penisilin V oral 4x250mg/hari selama 1 bulan.4. Terapi rotasi: untuk menghindari efek samping obat/tindakan dan untuk mengontrol penyakit tersebut.5. Psikoterapi: konsultasi dengan psikolog atau psikiater pada pasien dengan stres psikis.6. Konsultasi ke bagian Rheumatologi untuk psoriasis arthropati.

V. DAFTAR PUSTAKA1.James WD, Berger TG, Elston DM. Psoriasis. Dalam: Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 10: 190-198.2. Elder JT dan Gudjonsson JE.Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 18:197-231..3. Griffiths CEM, Camp RDR dan Barker JNWN. Psoriasis. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Blackwell publishing, 2004: 35: 1-47.

PEMFIGOID BULOSAFitria

I. DEFINISIPemfigoid bulosa (PB) adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula subepidermal yang berdinding tegang dan sering mengenai orangtua (60-80 tahun).

II. ETIOPATOGENESISEtiologi belum diketahui secara pasti, didapatkan antigen PB (PBAg1 dan PBAg2) yang merupakan protein pada hemidesmosom sel basal yang diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian basement membrane zone (BMZ).Fungsi hemidesmosom adalah melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis.Terbentuknya bula akibat komplemen teraktivasi dan mengeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi pemisahan epidermis dan dermis.Autoantibodi pada PB terutama IgG namun terkadang ditemukan IgA.Isotipe IgG adalah IgG1 dan IgG4 tetapi yang melekat pada komplemen hanya IgG1.

III. KRITERIA DIAGNOSISA. KLINISKeadaan umum penderita baik biasanya hanya disertai rasa gatal.Daerah predileksi adalah aksila, lengan bagian fleksor, abdomen, paha bagian dalam, tungkai bawah.Lesi pada mukosa hanya 10-35% penderita terutama pada bagian bukal.Kelainan kulit dimulai dengan papula eritem atau urtika kemudian membentuk bula tegang yang berisi cairan jernih/hemoragik dengan dasar kulit normal/eritema (gambar 7). Bila bula pecah akan terbentuk erosi dan krusta.B. DIAGNOSIS BANDING1. Dermatitis herpetiformis (Duhring disease)2. Pemfigus vulgaris3. Linear IgA dermatosis4. Epidermolisis bulosa akuisita

C. PEMERIKSAAN PENUNJANGSelain dari klinis yang telah dijelaskan diatas, pada pemeriksaan penunjang dapat dijumpai peningkatan serum IgE dan eosinofil darah tepi, secara histopatologi dijumpai bula subepidermal dengan infiltrasi sel eosinofil, netrofil dan limfosit pada papila dermis.Imunofluoresensi langsung pada biopsi dari tepi lesi yang aktif menunjukkan adanya IgG dan C3 di daerah membrana basalis dan tersusun secara linier.

IV. PENATALAKSANAAN1. Kortikosteroid oral, prednisone 40-60 mg sehari jika telah tampak perbaikan dapat diturunkan secara perlahan.2. Azathioprine diberikan kombinasi dengan kortikosteroid dengan dosis 150mg/hari serta dosis pemeliharaan 50-100mg.3. Pada kasus yang ringan dapat diberikan dapson 100-150mg/hari atau kombinasi tetrasiklin/eritromisin 3x500mg sehari dan niasinamid 3x500mg sehari.4. Pada kasus yang sangat ringan atau rekurensi local dapat hanya diberikan glukokortikoid topikal.

V. DAFTAR PUSTAKA1. James WD, Berger TG, Elston DM. Bullous Pemphigoid. Dalam: Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 21: 455-457.2. Culton DA, Liu Z, Diaz LA.Bullous Pemphigoid. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 56: 608-616.3. Wojnarowska F, Venning VA dan Burge SM. Immunobullous Diseases. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Blackwell publishing, 2004: 41: 25-35.

PEMFIGUS VULGARISFitria

I. DEFINISIPemfigus vulgaris (PV) adalah penyakit autoimun kronik yang menyerang kulit dan mukosa, ditandai dengan adanya bula pada epidermis akibat proses akantolisis.

II. ETIOPATOGENESISPenyebab terjadinya PV adalah adanya autoantibodi IgG terhadap antigen transmembran glikoprotein dengan berat molekul 130 kD yang ada pada permukaan keratinosit.Target antigennya adalah desmoglein 1 dan 3 yang mengganggu kohesi sel-sel keratinosit sehingga terjadi akantolisis yang menyebabkan munculnya bula intraepidermalpada kulit dan mukosa.Pada PV terdapat faktor genetik yang berkaitan dengan HLA-DR4.Pemfigus dapat menyertai penyakit neoplasma jinak ataupun ganas serta dapat diinduksi oleh obat D-penisilamin dan kaptopril.

III. KRITERIA DIAGNOSISA. KLINISGejala klinis ditandai dengan munculnya bula berdinding kendur, awalnya berisi cairan jernih kemudian dapat menjadi hemoragis atau seropurulen. Bula mudah pecah dengan meninggalkan erosi dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama menetap, bila sembuh akan meninggalkan bekas hipo/hiperpigmentasi tanpa jaringan parut. Lesi awal di mukosa mulut dijumpai pada 60% penderita kemudian meluas ke kepala, muka, leher, ketiak, lipat paha atau daerah genetalia. Lesi luas akan sering mengalami infeksi sekunder sehingga muncul bau yang tidak enak.Tes klinis yang dapat dilakukan adalah Nikolsky sign yaitu dengan penekanan atau penggosokan pada kulit di sekitar bula akan menyebabkan terbentuknya lesi, epidermis terlepas karena adanya akantolisis.

B. DIAGNOSIS BANDING1. Dermatitis herpetiformis2. Epidermolisis bulosa3. Nekrolisis epidermal toksik4. Herpes gestationis5. Pemfigoid bulosaC. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis PV ditegakkan secara klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang seperti Tzank tes, biopsi, dan imunologi. Pada pemeriksaan Tzank tes, lesi diambil dari dasar bula dan dicat dengan pewarnaan Giemsa sehingga akan terlihat sel akantolitik. Dari gambaran histopatologik dijumpai adanya bula intraepidermal supra basal dan sel-sel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula.Hasil pemeriksaan imunofluoresensi langsung menunjukkan adanya antibodi interseluler tipe IgG dan C3.

IV. PENATALAKSANAANTopikal:a. Bila banyak erosi dan ekskoriasi dapat diberikan krim mupirosin 2% dan asam fusidat 2-5%.b. Untuk membersihkan krusta dapat dilakukan kompres terbukaSistemik:a. Kortikosteroid (prednisone 60-150 mg/hari atau 3 mg/kgBB/hari, pada yang berat diberikan injeksi deksametason im atau iv). Dosis diturunkan perlahan-lahan sesuai kemajuan klinis(tidak muncul bula baru dalam bebberapa hari), kemudian dipertahankan pada dosis pemeliharaan (dosis terendah yang tidak menimbulkan bula baru) diberikan sekali sehari pada pagi hari.b. Pemberian kortikosteroid dengan pulsed therapy, metil prednisolon sodium suksinat 250-1000mg iv selama 2-3 jam.c. Pemberian prednisone > 40 mg/hari sebaiknya diberikan antibiotic profilaksis mencegah infeksi sekunder.d. Untuk mengurangi dosis kortikosteroid diberikan obat imunosupresan/sitostatika seperti metotrexate 25mg/minggu, siklofosfamid 50-100mg/hari, mikofenolat mefetil 2x1gr sehari atau azathioprine/imuran 50-150mg/hari atau 1-2 mg/kgBB/hari, 2-3 kali 1 tablet, melalui kerjasama dengan bagian penyakit dalam konsultan hematologi dan diberikan jika tidak ada kontraindikasi.Tindak lanjut:a. Pemantauan keadaan umum, bila dirawat dilakukan setiap hari, jikaberobat jalan 1x/minggu atau tergantung kondisi pasien.b. Pemantauan IgG dalam serum.c. Kerjasama dengan bagian penyakit dalam, alergi-imunologi.

V. DAFTAR PUSTAKA1.James WD, Berger TG, Elston DM. Pemphigus Vulgaris. Dalam: Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 21: 448-452.2..Payne AS dan Stanley JR.Pemphigus. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 54: 586-599.3.Wojnarowska F, Venning VA dan Burge SM. Immunobullous Diseases. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Blackwell publishing, 2004: 41: 5-10.

DERMATITIS HERPETIFORMISFitria

I. DEFINISIDermatitis herpetiformis (DH) adalah penyakit kulit kronis residif disertai rasa sangat gatal dengan lesi polimorfik terutama berupa vesikel tersusun berkelompok dan simetrik diatas dasar yang eritem.

II. ETIOPATOGENESISPenyebab yang pasti belum diketahui, diduga terdapat peranan IgA imunkomplek pada papila dermis berbentuk granular di kulit sekitar lesi dan kulit normal, juga terdapat komplemen C3.Sebagai antigen kemungkinan adalah gluten yang masuk ke usus halus dengan sel efektornya adalah neutrofil. Iodium juga dianggap mempengaruhi remisi dan eksaserbasi

III. KRITERIA DIAGNOSISA.KLINISKeadaan umum penderita biasanya baik, lesi kulit dapat berupa eritem, papulo-vesikel atau bula berdinding tebal dan tegang dengan isi cairan awalnya jernih lalu dapat berubah menjadi purulen (gambar 9). Lesi biasanya tersusun bergerombol dan simetris dengan gejala yang sangat gatal.Daerah predileksinya adalah punggung, sakrum, bokong, ekstensor lengan atas, siku dan lutut.Erupsi ringan dapat berupa urtika dan prurigo.Pada kasus lanjut dapat ditemukan hiperpigmentasi kulit disertai adanya parut.B. DIAGNOSIS BANDING1. Pemvigus vulgaris2. Pemfigoid bulosa3. Dermatosis IgA linear4. Eritema multiforme bulosa5. Epidermolisis bulosa

C. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis DH ditegakkan secara klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang.Dari gambaran histopatologik dijumpai adanya mikroabses neutrofilik di papila dermis kemudian terbentuk edema papilar, celah subepidermal dan vesikel multilokular dan subepidermal.Terdapat juga eosinofil pada infiltrat dermal dan cairan vesikel, dari hasil p emeriksaan darah tepi dapat dijumpai hipereosinofilia melebihi 40%.Hasil pemeriksaan imunofluoresensi ditemukan gambaran IgA berupa granular pada papiladermis dari kulit normal penderita.

IV. PENATALAKSANAANPrinsip terapi mengurangi pruritus dan menekan inflamasiTopikal:a. Bila terdapat erosi dan ekskoriasi diberikan krim antibiotic.Sistemik:a. Dapson dimulai dengan 200-300 mg atau pada anak dapat 2 mg/kgBB, maksimum sampai 3x50 mg/hari.b. Sulfapiridin untuk anak mulai 100 mg/hari, dewasa mulai 200-250 mg dan bisa mencapai 4 gram sehari.c. Antihistamin golongan sedatif. Tindak lanjut:a. Kontrol teratur setiap bulan 1 bulan untuk penurunan dosis obat dan mencapai dosis pemeliharaan.b. Pemantauan efek simpang pemakaian dapson dan sulfapiridin, keduanya menyebabkan terjadinya methemoglobinemiaatau anemia hemolitik terutama pada pasien dengan defisiensi G6PD. Harus diperiksa Hb, jumlah leukosit dan hitung jenis sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali.c. Konsultasi ke bagian gastroenterology bila ada dugaan celiac diseases.d. Konsultasi untuk diet bebas atau rendah gluten ke ahli gizi. Gluten adalah protein yang ada dalam gandum kecuali beras dan jagung.

V.DAFTAR PUSTAKA1.James WD, Berger TG, Elston DM. Dermatitis Herpetiformis. Dalam: Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 21: 463-465.2..Ronaghy A, Katz SI dan Hall RP. Dermatitis Herpetiformis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 61: 642-649.3.Wojnarowska F, Venning VA dan Burge SM. Immunobullous Diseases. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Blackwell publishing, 2004: 41: 54-59.

MILIARIAFitria

I. DEFINISIMiliaria adalah kelainan kulit akibat retensi kelenjar keringat yang ditandai adanya vesikel milierdengan predileksi pada dahi, leher, badan, tempat tekanan/gesekan pakaian maupun ekstremitas.

II. ETIOPATOGENESISBiasa terjadi pada penderita dengan riwayat hiperphidrosis, berada pada lingkungan yang panas dan lembab serta pada bayi yang dirawat dalam inkubator.Penyebabnya ada sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi sekunder pada bendungan keringat di epidermis.Kadar garam yang tinggi juga menyebabkan penimbunan cairan diantara sel-sel epidermis sehingga celah sel melebar (spongiosis).

III. KRITERIA DIAGNOSISB. KLINISTerdapat 3 bentuk miliaria sehingga diklasifikasikan menjadi:1. Miliaria kristalinaSecara klinis terlihat vesikel 1-2 mm tanpa tanda inflamasi, superfisial dan sembuh dalam beberapa hari dengan deskuamasi halus.Gambaran histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal.2. Miliaria rubraGejala klinis lebih berat dari miliaria kristalina dan lebih sering dijumpai.Tampak papul eritem atau papulovesikel ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih (gambar 5).Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi pada stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer kulit di epidermis.

3. Miliaria profundaBentuk ini jarang kecuali didaerah tropis, merupakan kelanjutan dari miliaria rubra, ditandai dengan papul putih, keras, berukuran 1-3 mm, dapat disertai pustul.Letakretensi keringat lebih dalam sehingga lebih banyak papul daripada vesikel, tidak gatal dan tidak ada eritem.Gambaran histopatologik tampak kelenjar ekrin yang pecah pada dermis bagian atas dengan atau tanpa infiltrasi sel radang.C. DIAGNOSIS BANDING1. Morbili2. Erupsi obat tipe morbiliformis3. Folikulitis4. Kandidiasis kutis5. Transient neonatal pustular melanosisD. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis ditegakkan secara klinis, tidak ada pemeriksaan penunjang khusus kecuali untuk menyingkirkan diagnosis banding.

IV. PENATALAKSANAANa. Menghindari banyak keringat, panas dan kelembaban berlebihan.b. Usahakan regulasi suhu yang baik, pilih lingkungan yang sejuk dan sirkulasi udara (ventilasi) cukup.c. Mandi dengan air dingin dan pakai sabun serta gunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.d. Terapi topikal atau sistemik untuk mengurangi pruritus, menekan inflamasi serta membuka retensi keringate. Topikal: liquor faberi, bedak kocok mengandung kalamin dapat ditambahkan antipruritus (mentol 0,25% atau kamfer) dan resorsin 3% dalam alkohol.f. Sistemik: antihistamin sedatif (lebih dianjurkan pada infantil dan anak) atau nonsedatif.

V. DAFTAR PUSTAKA1.James WD, Berger TG, dan Elston DM. Miliaria. Dalam: Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 3: 19-20.2. Daili Emmy, Menaldi sri, Wisnu I made. Miliaria. Dalam: Penyakit kulit yang umum di Indonesia. Medical Multimedia Indonesia, Jakarta: 2005: 103.3.Jones JB dan Holden CA. Miliaria. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Blackwell publishing, 2004: 45: 15-18.4. Fealey RD dan Hebert AA.Disorders of the Eccrine Sweat Glands and Sweating. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 84: 946-947.

HIDRADENITIS SUPPURATIVAFitria

I. DEFINISIHidradenitis suppurativa (HS) adalah penyakit kulit kronik dan rekuren akibat infeksi kelenjar apokrin yang biasanya mengenai usia pubertas dan lebih sering pada wanita (2-5:1).

II. ETIOPATOGENESISInfeksi HS disebabkan oleh Staphylococcus aureus, biasanya diawali dengan adanya trauma.Selain itu faktor predisposisi HS adalah faktor genetik, penyakit Crohn perianal, pioderma gangrenosum, sindrom nefrotik, amiloidosis dan arthropati.Pengaruh hormon androgen, merokok dan obesitas diyakini dapat memicu terjadinya HS.Mekanisme terjadinya lesi diawali dengan tertutupnya saluran kelenjar apokrin dan folikel rambut oleh keratin sehingga menyebabkan dilatasi di daerah tersebut dan bakteri dapat berkembang.Ruptur pada saluran/kelenjar apokrin menyebabkan inflamasi/infeksi berlangsung lebih lamasehingga terjadi suppurasi/kerusakan jaringan, ulserasi, fibrosis dan pembentukan sinus.

III. KRITERIA DIAGNOSISA. KLINISPenyakit ini dapat disertai gejala konstitusi seperti demam,malesedan nyeri intermiten.Lesi kulit dapat berupa nodul dengan kelima tanda radang, biasanya terdapat pada aksila, perineum, inguinal, inframamma, bokong, daerah pubis, dada, kulit kepala dan retroaurikular.Nodul yang ada dapat melunak menjadi abses dan memecah membentuk fistel.Pada infeksi yang kronis, abses, fistel dan sinus dapat terjadi secara multipelB.DIAGNOSIS BANDING1. Furunkel2. Karbunkel 3. Limfadenitis4. Skrofuloderma5. AktinomikosisC. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis HS ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang seperti pewarnaan gram dan histopatologi dengan gambaran awal terdapat oklusi saluran apokrin dan folikel rambut dan dilatasi duktus.Pada stadium lanjut terdapat destruksi kelenjar apokrin/ekrin/pilosebasea, fibrosis dan hiperplasia pseudoepiteliomatosa pada sinus.

IV. PENATALAKSANAANTerapi HS adalah pemakaian antibiotik sistemik yang dikombinasi dengan suntikan glukokortikoid intralesi, pembedahan, dan isotretinoin oral.Jika telah terbentuk abses maka harus diinsisi dan bila belum melunak dapat diberikan kompres terbuka.Pada kasus kronik dan residif biasanya dilakukan eksisi kelenjar apokrin. Prednison 70 mg/hari selama2-3 hari dapat diberikan jika terdapat nyeri dan inflamasi yang hebat, dan tap off dalam 14 hari.

V.DAFTAR PUSTAKA1.James WD, Berger TG, Elston DM. Hidradenitis Suppurativa. Dalam: Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 13: 239-240.2..Zouboulis CC dan Tsatsou F. Hidradenitis Suppurativa. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 85: 947-959.3. Hay RJ dan Adriaans BM. Bacterial Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Blackwell publishing, 2004: 27: 825-85.

27