Neuralgia Trigeminal

download Neuralgia Trigeminal

of 16

Transcript of Neuralgia Trigeminal

NEURALGIA TRIGEMINAL: Tinjauan Pustaka (Bagian II) Oleh : Dr. Dito Anurogo | 14-Apr-2008, 22:18:17 WIB TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS Nervus Trigeminus merupakan nervus cranialis yang terbesar dan melayani arcus branchialis pertama. Nervus ini mengandung serat-serat branchiomotorik dan aferen somatik umum (yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen proprioseptif), dengan nuclei sebagai berikut : a. Nucleus Motorius Nervi Trigemini Dari Nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah ventrolateral menyilang serat-serat pedunculus cerebellaris medius (fibrae pontocerebellares) dan pada akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami motori nervi mandibularis dan m. Tensor Veli Palatini serta m. Mylohyoideus. b. Nucleus Pontius, Nervi Trigemini dan Nucleus Spinalis Nervi Trigemini Kedua Nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan daerah calvaria bagian ventral sampai vertex. Di antara kedua nucleus di atas terdapat perbedaan fungsional yang penting : di dalam nucleus Pontius berakhir serat-serat aferan N. V yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls rasa raba, sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron kecil dan menerima serat-serat N. V yang halus yang mengantarkan impuls-impuls eksteroseptif nyeri dan suhu. B. FISIOLOGI NERVUS TRIGEMINUS Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas, sementara m. Masseter dan m. Temporalis dapat dipalpasi dengan mudah. Pada kerusakan unilateral neuron motor atas, mm. Masticatores tidak mngelami gangguan fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V menerima fibrae corticonucleares dari kedua belah cortex cerebri. Sebagai tambahan terhadap fungsi cutaneus, cabang maxillaris dan mandibularis penting pada kedokteran gigi. Nervus maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan gingiva. Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah, dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana gigi tersebut berasal nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus.

C. DEFINISI NEURALGIA TRIGEMINAL Secara harfiah, Neuralgia Trigeminal berarti nyeri pada nervus Trigeminus, yang menghantarkan rasa nyeri menuju ke wajah. Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan yang memengaruhi N. V, nervus kranialis terbesar. Dicirikan dengan suatu nyeri yang muncul mendadak, berat, seperti sengatan listrik, atau nyeri yang menusuk-nusuk, biasanya pada satu sisi rahang atau pipi. Pada beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat penderita berbaring. Gambaran Klinis Neuralgia Trigeminal Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Penderita Trigeminal neuralgia yang berat menggambarkan rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya. Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang Minggu. Lalu, tidak sakit lagi selama beberapa waktu. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dlm waktu bersamaan. D. KLASIFIKASI Neuralgia Trigeminal (NT) dapat dibedakan menjadi: 1. NT Tipikal, 2. NT Atipikal, 3. NT karena Sklerosis Multipel, 4. NT Sekunder, 5. NT Paska Trauma, dan 6. Failed Neuralgia Trigeminal. Bentuk-bentuk neuralgia ini harus dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) serta kelainan lain yang menyebabkan nyeri kranio-fasial. E. ETIOLOGI (PENYEBAB) Neuralgia Trigeminal Mekanisme patofisiologis yang mendasari NT belum begitu pasti, walau sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme harus konsisten dengan: 1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama. 2. Umumnya ada stimulus 'trigger' yang dibawa melalui aferen berdiameter besar (bukan serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk nyeri.

3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian dan/ atau akar-akar saraf sering menghilangkan nyeri. 4. Terjadinya NT pada pasien yang mempunyai kelainan demielinasi sentral (terjadi pada 1% pasien dengan sklerosis multipel) Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibanding saraf tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering dapat dikontrol dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin). Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan suatu cetusan 'aberrant' dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan memasukkan input melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima, atau pada tingkat sinaps sentralnya. Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada kelainan ini. Pada kebanyakan pasien yang dioperasi untuk NT ditemukan adanya kompresi atas nerve root entry zone' saraf kelima pada batang otak oleh pembuluh darah (45-95% pasien). Hal ini meningkat sesuai usia karena sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan arteriosklerosis dan mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan pasien. Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler serupa tidak menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler saraf kelima terjadi pada beberapa pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor jinak sudut serebelopontin (meningioma, sista epidermoid, neuroma akustik, AVM) dan kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap penyakit Paget). Tidak seperti kebanyakan pasien dengan NT, pasien ini sering mempunyai gejala dan/atau tanda defisit saraf kranial. Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima (misal karena tindakan dental) atau sklerosis multipel, dan beberapa tanpa patologi yang jelas. F. PATOFISIOLOGI Neuralgia Trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun sentral. Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action potential pada saraf Trigeminal. Keadaan ini,

yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan nyeri. Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus. Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes, dianggap bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh dan selama masa regenerasi masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu yang berbeda. Pada orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosis yang adekuat akan sangat mempersingkat lamanya nyeri ini. Peter Janetta menggolongkan neuralgia glossopharyngeal dan hemifacial spasm dalam kelompok "Syndromes of Cranial Nerve Hyperactivity". Menurut dia, semua saraf yang digolongkan pada sindroma ini mempunyai satu kesamaan: mereka semuanya terletak pada pons atau medulla oblongata serta dikelilingi oleh banyak arteri dan vena. Pada genesis dari sindroma hiperaktif ini, terdapat dua proses yang sebenarnya merupakan proses penuaan yang wajar: 1. Memanjang serta melingkarnya arteri pada dasar otak. 2. Dengan peningkatan usia, karena terjadinya atrofi, maka otak akan bergeser atau jatuh ke arah caudal di dalam fossa posterior dengan akibat makin besarnya kontak neurovaskuler yang tentunya akan memperbesar kemungkinan terjadinya penekanan pada saraf yang terkait. Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum dari sindroma saraf kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut, baik dari arteri maupun vena, adalah penyebab utamanya. Letak kompresi berhubungan dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya, kompresi pada bagian rostral dari nervus trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang oftalmicus dari nervus trigeminus, dan seterusnya. Menurut Calvin, sekitar 90% dari neuralgia Trigeminal penyebabnya adalah adanya arteri "salah tempat" yang melingkari serabut saraf ini pada usia lanjut. Mengapa terjadi perpanjangan dan pembelokan pembuluh darah, dikatakan bahwa mungkin sebabnya terletak pada predisposisi genetik yang ditambah dengan beberapa faktor pola hidup, yaitu merokok, pola diet, dan sebagainya. Pembuluh darah yang menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm, tinnitus, ataupun vertigo. Bila dilakukan microvascular decompression secara benar, keluhan akan hilang.

G. DIAGNOSIS Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan test neurologis (misalnya CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atautrigger zone). Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak dapat memancing terjadinya serangan neuralgi. Pemeriksaan neurologik pada neuralgi Trigeminal hampir selalu normal. Tidak terdapat gangguan sensorik pada neuralgi Trigeminal murni. Dilaporkan adanya gangguan sensorik pada neuralgia Trigeminal yang menyertai multiple sclerosis. Sebaliknya, sekitar 1-2% pasien dengan MS juga menderita neuralgia Trigeminal yang dalam hal ini bisa bilateral. Suatu varian neuralgia Trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai dengan kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgi biasa, yang dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita. Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut: Anamnesis Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang terkena. Menentukan waktu dimulainya neuralgia Trigeminal dan mekanisme pemicunya. Menentukan interval bebas nyeri. Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan. Menanyakan riwayat penyakit herpes. Pemeriksaan Fisik Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral

(termasuk refleks kornea). Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka mulut, deviasi dagu). Menilai EOM. Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT-scan kepala atau MRI dilakukan untuk mencari etiologi primer di daerah posterior atau sudut serebelo-pontin.

neuralgia trigeminal NEURALGIA TRIGEMINAL I. PENDAHULUAN Neuralgia trigeminal terdiri atas dua kata; Neuralgia berasal dari bahasa Yunani; yaitu awalan "neuro-"yang berarti terkait dengan saraf, dan akhiran "-algia" yang berarti nyeri. Yang mana definisi nyeri menurut Association for the Study of Pain (IASP) has gained widespread acceptance (Merskey et al., 1979) adalah "Suatu pengalaman emosional atau sensorik yang dihubungkan dengan jejas jaringan yang benar-benar atau kemungkinan terjadi.(9) Umumnya nyeri terbahagi kepada dua tipe, yaitu nyeri nociceptive dan nyeri nonnociceptive. Nyeri nociceptive adalah nyeri yang berhubungan dengan jaringan yang rusak, akibat daripada aktivasi atau sensitasi pada receptor nociceptor di perifer. Nyeri nociceptive terbahagi lagi kepada nyeri somatic dan nyeri viscera, yang mana mampu dibedakan melalui kualiti suatu nyeri dan manifestasinya.(12) Nyeri non-nociceptive pula dibahagikan juga kepada nyeri neuropatic dan nyeri idiopathic. Nyeri neuropathic adalah primer akibat rusaknya struktur pada neural samada pada system saraf perifer atau sistem saraf pusat. Nyeri idiopathic atau nyeri psychogenic adalah lebih luas penggunaannya dalam mendiagnoasa suatu nyeri.(12) Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom.(2) Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik. Dan nyerinya selalunya unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.(2, 3) II. ANATOMI DAN FISIOLOGI Gambar 1. Anatomi dari nervus trigeminus Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.

Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah

dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.(4) Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion Gasseri. Di dekatnya terdapat arteri facialis (4) Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Sarafsaraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum.(4) Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua. Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. dan didekatnya terdapat arteri a. Alveolaris inferior (4)

III. EPIDEMIOLOGI Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun suatu kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa prevalensi dari neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States. Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang, dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), (2, 3) Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50 tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah bawah yang terkena. Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembangan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.(3)

IV.

ETIOLOGI Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat berupa pusat, perifer, atau keduanya. Saraf trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi utama adalah sensorik.Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak peneliti setuju bahwakompresi pembuluh darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu masuk ke saraf trigeminalpons, sangat penting untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil kompresi dalam demielinasisaraf trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara default dan kemudian dikategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik. (10) Kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus simtomatik akibat lesi organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada yang sebelumnya disadari.(1) Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh berbagai struktur abnormal sehingga disebut sebagai kasus-kasus neuralgia trigeminal simtomatik. Pada beberapa kasus seperti ini, nervus trigeminus tertekan oleh pembuluh darah vertebrobasiler yang ektasis atau`akibat tumor-tumor seperti neuroma trigeminal atau akustik, meningioma dan epidermoid pada sudut serebellopontin. Selain itu, traksi juga dapat diakibatkan oleh hidrosefalus akibat stenozis aquaductus.(1, 4, 5) Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis multipel yang menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab terbanyak kasus pada penderita muda. Selain itu, kausa lain yang dipostulatkan adalah inflamasi ganglion nonspesifik, maloklusi gigi, iskemia serta proses degeneratif sistem saraf.(1, 5)

V.

PATOFISIOLOGI Ada beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi neuralgia trigeminal ini. Diduga bahwa neuralgia trigeminal disebabkan oleh demielinisasi saraf yang mengakibatkan hantaran saraf cenderung meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal ini mengakibatkan sentuhan yang ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran yang berlebihan itu.(11) Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi akarsaraf trigeminal sepanjang pons bisa juga menyebabkan gejala neuralgia trigeminal. Vaskularyang abnormal dari arteri serebelum superior sering disebut sebagai penyebabnya. Lesi dari zona masuknya akar trigeminal dalam pons dapat menyebabkan sindrom nyeri yang sama.(10) Serangan nyerinya tidak dapat diperkirakan; karena nyeri dapat dicetuskan oleh aktivitas sehari-hari yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (seperti menyisir rambut, mengunyah makanan, menggosok gigi, atau bahkan saat terkena hembusan angin). Dikenal pula istilahtrigger zone, yaitu daerah yang sering menjadi awal bermulanya neuralgia; yang terletak di sekitar daerah sekitar hidung dan mulut. (10) DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis neuralgia trigeminal, IHS (International Headache Society) menetapkan kriteria diagnostik untuk neuralgia trigeminal sebagai berikut: (11) 1. Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik sampai 2 menit, mengenai satu atau lebih daerah persarafan cabang saraf trigeminal. 2. Nyeri harus memenuhi satu dari dua kriteria berikut: I.Intensitas tinggi, tajam, terasa di permukaan, atau seperti ditusuk-tusuk. II.Berawal dari trigger zone atau karena sentuhan pemicu. 3. Pola serangan sama terus. 4. Tidak ada defisit neurologis. 5. Tidak ada penyakit terkait lain yang dapat ditemukan. Neuralgia trigeminal hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria 1, 2, dan 3.(11) GAMBARAN KLINIS Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan cabang nervus V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral walaupun sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal beruruan , walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada. Nyeri biasanya terbatas pada disteribusi kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening, pipi, rahang atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang lain.

VI.

VII.

A. B. C. D. E. F. G. H.

Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti saat cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex otot wajah yang terlibat sehingga disebut tic douloreaux, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan salivasi.(1) Tabel 1. Rumusan ciri-ciri khas neuralgia trigeminal (6) Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shooting Cabang kedua atau ketiga n. trigeminus Kejadian: unilateral Onset: umur pertengahan; wanita (3:2); kambuh-kambuhan sering pada musim semi dan gugur Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakan Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya) Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang spontan Insidensi familial: jarang (2%) Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan kehilangan berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap awal.(1) Gambar 2: Zona innervasi bagi nervus trigeminus, di mana lokasi nyeri boleh terjadi pada neuralgia trigeminal. Tabel 2: Perbedaan gejala klinis neuralgia trigeminal idiopatik dengan simptomatik adalah sebagai berikut (4) Idiopatik Simptomatik Neyri bersifat paroksimal di daerah Nyeri terasa terus menerus di kawasan sensorik cabang oftalmikus atau cabang cabang oftalmikus, atau nervus inframaksillaris dan/atau cabang orbitalis mandibularis Timbulnya nyeri secara hilang timbul, Nyerinya terus-menerus tidak hilang serangan pertama bisa berlangsung 30 timbul, dengan puncak nyeri hilang menit dan serangan berikutanya antara timbul beberapa detik sampai 1 menit Nyeri merupakan gejala tunggal dan Disamping nyeri terdapat juga utama anestesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf otak, ganguan autonom Penderitra berusia 45 tahun. lebih Tidak memperlihatkan kecenderungan sering wanita dari pada laki-laki pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan umur tertentu

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.(1,2) Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada orangorang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas untuk eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint) dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis).(10) Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.(1) DIAGNOSA BANDING Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah dan kepala.(6) Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.(1,5) Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.(1) Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin (1) Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.(1,6)

VII.

Diagnosis Banding

Persebaran

Karakteristi k Klinis

Faktor yang Meringankan/ Memperburuk Titik-titik rangsang sentuh, mengunyah, senyum, bicara, dan menguap

Penyakit yang Dihubungka n Idiopatik Skeloris multipel pada dewasa muda Kelainan

Tata Laksana

Neuralgia Trigeminal

Daerah persarafan cabang IIdan IIInerv us trigeminus, unilateral

Laki- laki/ perempuan = 1:3, Lebih dari 50 tahun,

Carbamazepin e Phenytoin Gabapentin Injeksi

Neuragia Fasial Atipik

Unilateral atau bilateral, pipi atau angulus nasolabialis, hidung bagian dalam

Neuralgia Postherpetiku m

Unilateral Biasanya pada daerah persebaran cabang oftalmikus nervus V

Sindrom

Unilateral,

Paroksismal (10-30 detik), nyeri bersifat menusuknusuk atau sensasi terbakar, persisten selama bermingguminggu atau lebih, Ada titik-titik pemicu, Tidak ada paralisis motorik maupun sensorik. Lebih banyak ditemukan pada wanita usia 30-50 tahun Nyeri hebat berkelanjutan umumnya pada daerah maksila Riwayat herpes Nyeri seperti sensasi terbakar, berdenyutdenyut Parastesia, kehilangan sensasi sensorik keringat Sikatriks pada kulit Nyeri berat

pembuluh darah Tumor nervus V

alkohol Koagulasi atau dekompresi bedah

Tidak ada

Status ansietas atau depresi Histeria Idiopatil

Anti ansietas dan anti depresan

Sentuhan, pergerakan

Herpes Zoster

Carbamazepin , anti depresan dan sedatif

Mengunyah,

Ompong,

Perbaikan

Costen

dibelakang atau di depan telinga, pelipis, wajah

Neuralgia Migreno-sum

Orbito-frontal, rahang atas, angulus nasolabial

berdenyutdenyut diperberat oleh proses mengunyah, Nyeri tekan sendi temporomandibula, Maloklusi atau ketiadaan molar Nyeri kepala sebelah

tekanan sendi temporomandibul ar

arthritis rematoid

geligi, operasi pada beberapa kasus

Alkohol pada beberapa kasus

Tidak ada

Ergotamin sebagai profilaksis

Tabel 3 : Tabel Diagnosis Banding VIII. PENATALAKSANAAN A. Medikamentosa Table (13) Drugs carbamazepin First line oxcarbazepin +++* eficiency +++ Side Dose Target Initial dose effect increments daily dose +++ 100 mg 2x1 50-100 mg 400-1000 perhari setiap 2-4 mg hari ++ 300mg 2x1 600 mg 600-2400 perhari setiap 1 mg minggu ++ 300 mg 1x1 300 mg 900-2400 perhari setiap 3 mg hari +++ 10 mg 3x1 10 mg 50-60 mg perhari setiap hari

Second line

Gabapentin

++*

Baclofen

++*

Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol) 100-200 mg 3-4X sehari tergantung toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberika penambahan dosis 50-100 mg setiap hari ke 2-4, dan dosis maksimal 1 gr perhari, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri

berulang, jika setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun 50 % maka dosis harus di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat langsung di hentikan.(1,13) Setelah penggunaan carbamazepin tidak efektif lg maka digunakan obat-obatan anti konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan(second line). Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa pasien.(7) Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara bermakna hingga nyeri yang dirasakan berkurang.(8) B. Non-medikam entosa Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun pasien yang perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.(11) I. Injeksi Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.(1,6) Operatif Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus trigeminus yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis. Ganglion motorik tetap tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior di mana serabut tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa, tractus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri terbatas pada nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin dipastikan bertahan.(6) Gambar 3: Gambar operasi dekompresi mikrovascular

II.

IX.

PROGNOSIS Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun, neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang memberikan kelegaan pada banyak pasien.(2)

DAFTAR PUSTAKA Walton, Sir John. Brains Disease of Nervous System. New York: Oxford Universiy Press; 1985.p.110-2 2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7. 3. Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1 screen]. Available from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm 4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 1988.p.149-59 5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger; 1973.p.365-8 6. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical Neurology. New York: Harper and Row; 1965.p.1897-904 7. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victors Principles Of Neurology 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.p.161-3 8. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated Guide. New York: Thieme; 2006.p.253-4 9. Institute of Physiology and Pathophysiology, Johannes Gutenberg-University, Mainz, Germany. Handbook of Clinical Neurology, 2007; Pain and hyperalgesia: definitions and theories.p.11 10. J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference. Disease, drugs, and Procedure. Trigeminal Neuralgia in Emergency Medicine. 11. Siccoli MM, Bassetti CL, Sndor PS. Facial pain: clinical differential diagnosis.Lancet Neurology 2006; 5: 257-67; Mengenal Neuralgia Trigeminal: Nyeri Hebat Sesisi Wajah. 12. Jyotsna Nagda And Zahid H. Bajwa; Principles & Practice of Pain Medicine , 2nd Edition; Classification of pain. 13. Benetto luke, peter nikunj and fuller geraint; neurology; neuralgia trigeminal 1.