Neuralgia Trigeminal
-
Upload
waniesariff -
Category
Documents
-
view
33 -
download
2
description
Transcript of Neuralgia Trigeminal
NEURALGIA TRIGEMINAL
I. PENDAHULUAN
Neuralgia trigeminal terdiri atas dua kata; Neuralgia berasal dari bahasa Yunani; yaitu awalan
"neuro-"yang berarti terkait dengan saraf, dan akhiran "-algia" yang berarti nyeri. Yang mana definisi
nyeri menurut Association for the Study of Pain (IASP) has gained widespread acceptance (Merskey et
al., 1979) adalah "Suatu pengalaman emosional atau sensorik yang dihubungkan dengan jejas jaringan
yang benar-benar atau kemungkinan terjadi”.(9)
Umumnya nyeri terbahagi kepada dua tipe, yaitu nyeri nociceptive dan nyeri non-nociceptive.
Nyeri nociceptive adalah nyeri yang berhubungan dengan jaringan yang rusak, akibat daripada aktivasi
atau sensitasi pada receptor nociceptor di perifer. Nyeri nociceptive terbahagi lagi kepada nyeri somatic
dan nyeri viscera, yang mana mampu dibedakan melalui kualiti suatu nyeri dan manifestasinya .(12)
Nyeri non-nociceptive pula dibahagikan juga kepada nyeri neuropatic dan nyeri idiopathic. Nyeri
neuropathic adalah primer akibat rusaknya struktur pada neural samada pada system saraf perifer atau
sistem saraf pusat. Nyeri idiopathic atau nyeri psychogenic adalah lebih luas penggunaannya dalam
mendiagnoasa suatu nyeri.(12)
Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal dan
singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa bukti
penyakit saraf organik. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal
sebagai tic doulourex atau sindrom.(2)
Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan wajah,
biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik. Dan nyerinya
selalunya unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah
maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa alternatif.
Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis
dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi
struktural.(2, 3)
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Gambar 1. Anatomi dari nervus trigeminus
Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya mempersarafi
muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian
anterior muskulus digastrikus.
Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik
nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls
nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga
mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang
dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.(4)
Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari bola mata
serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis.
Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen
supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang
dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai
nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis
saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I
N.V. (nervus oftalmikus). Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam
dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan
berakhir di ganglion Gasseri. Di dekatnya terdapat arteri facialis (4)
Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut somatosensorik
yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian bawah, bibir atas, hidung dan
sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap
rongga mulut. Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis.
Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas serta
geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia
masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk
berjalan di dalanm dinding sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V
juga menerima serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa
pterigopalatinum.(4)
Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik serta
sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral pons
menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion
gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba
di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges
menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III
N.V. bercabang dua.
Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen
dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir
bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus
dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior
muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang
menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi
otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion
gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta
nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. dan
didekatnya terdapat arteri a. Alveolaris inferior (4)
III. EPIDEMIOLOGI
Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun suatu kutipan
yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa prevalensi dari neuralgia trigeminal
mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States. Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya
adalah 4-5 per 100.000 orang, dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini
jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal sedikit lebih
umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi
kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), (2, 3)
Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50 tahun, jarang
setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding insiden sporadik. Faktor
resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam
hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah bawah yang terkena. Perbandingan frekuensi antara
laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembangan dari neuralgia trigeminal pada usia muda
dihubungkan dengan kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas
terjadi pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik
atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.(3)
IV. ETIOLOGI
Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat berupa pusat, perifer, atau keduanya. Saraf trigeminal (saraf
kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi utama adalah sensorik.Biasanya, tidak
ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak peneliti setuju bahwakompresi pembuluh darah,
biasanya vena atau loop arteri di pintu masuk ke saraf trigeminalpons, sangat penting
untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil kompresi
dalam demielinasisaraf trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara default dan
kemudian dikategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik. (10)
Kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus simtomatik akibat lesi
organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada yang sebelumnya disadari.(1)
Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh berbagai struktur abnormal
sehingga disebut sebagai kasus-kasus neuralgia trigeminal simtomatik. Pada beberapa kasus seperti ini,
nervus trigeminus tertekan oleh pembuluh darah vertebrobasiler yang ektasis atau`akibat tumor-tumor
seperti neuroma trigeminal atau akustik, meningioma dan epidermoid pada sudut serebellopontin. Selain
itu, traksi juga dapat diakibatkan oleh hidrosefalus akibat stenozis aquaductus.(1, 4, 5)
Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis multipel yang menyerang
radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab terbanyak kasus pada penderita muda.
Selain itu, kausa lain yang dipostulatkan adalah inflamasi ganglion nonspesifik, maloklusi gigi, iskemia
serta proses degeneratif sistem saraf.(1, 5)
V. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi neuralgia trigeminal ini.
Diduga bahwa neuralgia trigeminal disebabkan oleh demielinisasi saraf yang mengakibatkan hantaran
saraf cenderung meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal ini mengakibatkan sentuhan yang
ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran yang berlebihan itu.(11)
Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi akarsaraf
trigeminal sepanjang pons bisa juga menyebabkan gejala neuralgia trigeminal. Vaskularyang
abnormal dari arteri serebelum superior sering disebut sebagai penyebabnya. Lesi dari
zona masuknya akar trigeminal dalam pons dapat menyebabkan sindrom nyeri yang sama.(10)
Serangan nyerinya tidak dapat diperkirakan; karena nyeri dapat dicetuskan oleh aktivitas sehari-
hari yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (seperti menyisir rambut, mengunyah makanan, menggosok
gigi, atau bahkan saat terkena hembusan angin). Dikenal pula istilahtrigger zone, yaitu daerah yang sering
menjadi awal bermulanya neuralgia; yang terletak di sekitar daerah sekitar hidung dan mulut. (10)
VI. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis neuralgia trigeminal, IHS (International Headache Society) menetapkan
kriteria diagnostik untuk neuralgia trigeminal sebagai berikut: (11)
1. Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik sampai 2 menit, mengenai satu
atau lebih daerah persarafan cabang saraf trigeminal.
2. Nyeri harus memenuhi satu dari dua kriteria berikut:
I. Intensitas tinggi, tajam, terasa di permukaan, atau seperti ditusuk-tusuk.
II. Berawal dari trigger zone atau karena sentuhan pemicu.
3. Pola serangan sama terus.
4. Tidak ada defisit neurologis.
5. Tidak ada penyakit terkait lain yang dapat ditemukan.
Neuralgia trigeminal hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria 1, 2, dan 3.(11)
VII. GAMBARAN KLINIS
Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan paroksismal, yang
untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan cabang nervus V. Jika
terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia
supraorbital, infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih jarang
terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri berawal pada daerah yang
dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua cabang lainnya. Pada beberapa kasus
dapat terjadi nyeri bilateral walaupun sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi
yang ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal beruruan , walaupun nyeri
sisahan kadang kadang ada. Nyeri biasanya terbatas pada disteribusi kutaseus cabang nV, tidak melintasi
linea mediana dan dapat dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada
kening, pipi, rahang atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang
lain. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti saat
cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat
sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex otot wajah yang terlibat
sehingga disebut ‘tic douloreaux’, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan salivasi.(1)
Tabel 1. Rumusan ciri-ciri khas neuralgia trigeminal (6)
A. Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shooting
B. Cabang kedua atau ketiga n. trigeminus
C. Kejadian: unilateral
D. Onset: umur pertengahan; wanita (3:2); kambuh-kambuhan sering pada musim semi dan
gugur
E. Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakan
F. Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya)
G. Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang spontan
H. Insidensi familial: jarang (2%)
Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat
ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan yang
timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan kehilangan berat
badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam hari, walaupun pasien
dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa sakit selamam berminggu-minggu
hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap awal.(1)
Gambar 2: Zona innervasi bagi nervus trigeminus, di mana lokasi nyeri boleh terjadi pada neuralgia
trigeminal.
Tabel 2: Perbedaan gejala klinis neuralgia trigeminal idiopatik dengan simptomatik adalah sebagai
berikut (4)
Idiopatik Simptomatik
Neyri bersifat paroksimal di daerah
sensorik cabang oftalmikus atau cabang
maksillaris dan/atau cabang mandibularis
Nyeri terasa terus menerus di kawasan
cabang oftalmikus, atau nervus infra-
orbitalis
Timbulnya nyeri secara hilang timbul,
serangan pertama bisa berlangsung 30
menit dan serangan berikutanya antara
beberapa detik sampai 1 menit
Nyerinya terus-menerus tidak hilang
timbul, dengan puncak nyeri hilang timbul
Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama Disamping nyeri terdapat juga
anestesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf
otak, ganguan autonom
Penderitra berusia 45 tahun. lebih sering
wanita dari pada laki-laki
Tidak memperlihatkan kecenderungan pada
wanita atau pria dan tidak terbatas pada
golongan umur tertentu
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis seperti CT
scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang dikombinasikan
dengan elketromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat
gangguan struktural dari kasus idiopatik.(1,2)
Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada orang-orang
muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas untuk eliminasi.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint) dan MRI otak (untuk
menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis).(10)
Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus dapat
juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani
dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.(1)
VII. DIAGNOSA BANDING
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah dan kepala.(6)
Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas
erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada
wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.(1,5)
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat
mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya
disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.(1)
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang disebut
neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau setengah baya.
Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke
bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi.
Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh
dengan penggunaan antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik
mungkin (1)
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat pada
daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan
durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.(1,6)
Diagnosis
BandingPersebaran
Karakteris
tik Klinis
Faktor yang
Meringankan/
Memperburuk
Penyakit
yang
Dihubungk
an
Tata
Laksana
Neuralgia
Trigeminal
Daerah persarafan
cabang IIdan II
Inervus
trigeminus,
unilateral
Laki- laki/
perempuan
= 1:3,
Lebih dari
50 tahun,
Paroksismal
(10-30
detik), nyeri
bersifat
menusuk-
nusuk atau
sensasi
terbakar,
persisten
selama
berminggu-
minggu
atau lebih,
Ada titik-
titik
pemicu,
Tidak
ada paralisi
s motorik
maupun
Titik-titik
rangsang
sentuh,
mengunyah,
senyum, bicara,
dan menguap
Idiopatik
Skeloris
multipel
pada
dewasa
muda
Kelainan
pembuluh
darah
Tumor
nervus V
Carbamazep
ine
Phenytoin
Gabapentin
Injeksi
alkohol
Koagulasi
atau
dekompresi
bedah
sensorik.
Neuragia
Fasial Atipik
Unilateral atau
bilateral, pipi atau
angulus
nasolabialis,
hidung bagian
dalam
Lebih
banyak
ditemukan
pada wanita
usia 30-50
tahun
Nyeri hebat
berkelanjut
an
umumnya
pada daerah
maksila
Tidak ada Status
ansietas
atau depresi
Histeria
Idiopatil
Anti ansietas
dan anti
depresan
Neuralgia
Postherpetik
um
Unilateral
Biasanya pada
daerah persebaran
cabang oftalmikus
nervus V
Riwayat
herpes
Nyeri
seperti
sensasi
terbakar,
berdenyut-
denyut
Parastesia,
kehilangan
sensasi
sensorik
keringat
Sikatriks
pada kulit
Sentuhan,
pergerakan
Herpes
Zoster
Carbamazep
in, anti
depresan dan
sedatif
Sindrom
Costen
Unilateral,
dibelakang atau di
depan telinga,
pelipis, wajah
Nyeri berat
berdenyut-
denyut
diperberat
oleh proses
Mengunyah,
tekanan sendi
temporomandib
ular
Ompong,
arthritis
rematoid
Perbaikan
geligi,
operasi pada
beberapa
kasus
mengunyah,
Nyeri tekan
sendi
temporo-
mandibula,
Maloklusi
atau
ketiadaan
molar
Neuralgia
Migreno-
sum
Orbito-frontal,
rahang atas,
angulus nasolabial
Nyeri
kepala
sebelah
Alkohol pada
beberapa kasus
Tidak ada Ergotamin
sebagai
profilaksis
Tabel 3 : Tabel Diagnosis Banding
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Table (13)
Drugs eficiency
Side
effec
t
Initial dose
Dose
increment
s
Target
daily dose
First line
carbamazepin +++ +++ 100 mg 2x1
perhari
50-100 mg
setiap 2-4
hari
400-1000
mg
Second line
oxcarbazepin +++* ++ 300mg 2x1
perhari
600 mg
setiap 1
minggu
600-2400
mg
Gabapentin ++* ++ 300 mg 1x1
perhari
300 mg
setiap 3
hari
900-2400
mg
baclofen ++* +++ 10 mg 3x1
perhari
10 mg
setiap hari
50-60 mg
Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol®) 100-200 mg 3-4X sehari tergantung
toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberika penambahan dosis 50-100 mg setiap hari ke 2-4, dan
dosis maksimal 1 gr perhari, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan kasus tetapi menyebabkan rasa
pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia
sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan
tetapi harus diberikan lagi jika nyeri berulang, jika setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan
keberhasilan obat turun 50 % maka dosis harus di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat
langsung di hentikan.(1,13)
Setelah penggunaan carbamazepin tidak efektif lg maka digunakan obat-obatan anti konvulsan selain
karbamazepin dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan(second line). Obat-obat seperti ini
contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari),
dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi
karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap salah
satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata
topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa pasien.(7)
Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis yang
tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara bermakna hingga nyeri yang
dirasakan berkurang.(8)
B. Non-medikamentosa
Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun pasien yang perlahan-
lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.(11)
I. Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi alkohol atau
fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun. Setelah itu,
injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit dilakukan akibat
sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk
menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek
samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.(1,6)
II. Operatif
Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus trigeminus yang
terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis. Ganglion motorik tetap tidak
mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada
daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex kornea tetap normal.
Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika
saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul lagi.
Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior di mana serabut tersebut bergabung
dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa, tractus medulla desendens nervus trigeminus dapat
dipotong pada medulla. Karena traktus ini hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap
dipertahankan. Tractotomi jauh lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang
sensorik sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri terbatas pada
nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan
cabang motorik ingin dipastikan bertahan.(6)
Gambar 3: Gambar operasi dekompresi mikrovascular
IX. PROGNOSIS
Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun, neuralgia
trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien yang
sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya. Banyak dokter
menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk menghindari jejas
demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai penyebab neuralgia trigeminal,
serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang memberikan kelegaan pada banyak pasien.(2)