Netizen Indonesia Kini (Juli - September 2015)

2
ASADESSA S i n o p s i s F i l m D o k u m e n t e r Komunitas PERINTIS Disinformasi di Internet Indonesia, WSIS, IGF, dan Sustainable Development Goals Indonesia telah berperan aktif dalam World Summit on Information Society ( WSIS - http://itu.int/wsis ) sejak pertama kali dideklarasikan di Jenewa tahun 2003. WSIS diposisikan sebagai pilar penting pencapaian target pembangunan negara-negara dunia kala itu, Millenium Development Goals (MDG - http://un.org/millenniumgoals). WSIS lantas mendorong partisipasi multistakeholder (pemerintah, swasta, masyarakat sipil, komunitas teknis, akademisi) dalam tata kelola Internet dengan mewujudkan Internet Governance Forum ( ). IGF http://intgovforum.org Saat ini negara-negara anggota PBB telah memperbaharui target pembangunan dunia 2015 – 2030 ke dalam kerangka kerja Sustainable Development Goals ( SDG - http://sustainabledevelopment.un.org), yang merupakan pengembangan MDG. International Telecommunication Union (ITU) lantas membuat matriks pemetaan untuk menggambarkan keterkaitan antara “11 Action Lines” WSIS dengan “17 Goals” SDG (http://itu.int/net4/ wsis/sdg). Ini menjelaskan bahwa WSIS, termasuk IGF di dalamnya, memiliki peran yang signikan untuk mencapai target pembangunan negara- negara dunia (termasuk Indonesia) yang didenisikan dalam SDG. Menkominfo Rudiantara dalam pembukaan Global Conference on CyberSpace ( GCCS – http://gccs2015.com) 2015, 16 April 2015 di The Hague, menyatakan “an inclusive, effective, and clear objective global architecture forum participated by governments, private sectors, and civil society in the framework of the United Nations World Summit of Information Society (WSIS) is essential”. Sementara itu Dirjen Pos dan Penyelenggaraan Informatika Kominfo Kalamullah Ramli di WSIS Forum 2015 ( http: itu.int/net4/wsis/forum/2015), 27 Mei 2015 di Jenewa, menegaskan, “along with the effective and affordable ICT ecosystem, our works in WSIS and others venues would contribute positively to the achievement of Post 2015 Development Agenda that sets the ambitious targets in Sustainable Development Goals (SDGs)”. ASADESSA adalah sebuah lm dokumenter tentang gerakan masyarakat di desa yang berdaya dalam membangun dirinya sendiri. Ketika para ahli sedang sibuk berdebat tentang teori “desa cerdas” (smart village), sejumlah masyarakat desa di Indonesia telah mengadopsi dan menjalankan konsep cerdas ala mereka sendiri, didorong oleh kebutuhan yang unik serta keingininan yang kuat untuk membuat kemajuan dengan solusi TIK, yang didukung oleh relawan dari Gerakan Desa Membangun ( ) dan http://desamembangun.or.id Relawan TIK Indonesia ( ). Namun demikian http://relawan-tik.or.id masih banyak desa yang belum tersentuh infrastruktur telekomunikasi. Sebutlah semisal sebuah desa di Kabupaten Malinau, pedalaman Kalimantan Utara, yang sama sekali belum tersentuh pembangunan infrastruktur telekomunikasi di wilayah mereka. Kejadian yang memilukan dan pengalaman sedih pun bergantian menghampiri mereka. Optimisme dan kesabaran adalah yang menguatkan mereka. Namun harus sampai kapan? Untuk mengetahui kisah selengkapnya, dapatkan DVD ASADESSA secara gratis dengan memesannya di http://asadessa.ictwatch.id. Ketika para ahli sibuk berdebat tentang “desa cerdas” (smart village), sejumlah masyarakat desa Indonesia telah mengadopsi dan menjalankan konsep cerdas ala mereka sendiri. Komunitas PERINTIS (Pegiat Raspberry Pi untuk Indonesia) ingin mengenalkan komputer ke anak- anak sejak dini dengan menggunakan komputer mini Raspberry Pi (Raspi). Mereka tengah mengembangkan sebuah perangkat RaspiKid menggunakan open source. Agar menarik, RaspiKid akan dikemas dengan balok-balok lego. Prototype RaspiKid diharapkan rampung pada bulan November 2015. Info tentang PERINTIS dan produk open source lainnya yang berbasiskan Raspi semisal untuk VoIP, IPTV, SMS Gateway dan Teleconference, bisa dibaca di . http://perintis.id Indonesian Centre for Deradicalization and Wisdom ( ) pada 7 Agustus 2015 http://icdw.org di Jakarta, menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tajuk “Menggagas Strategi Menyikapi Disinformasi, Diskriminasi dan Radikalisasi di Internet”. Acara tersebut turut didukung oleh Twitter, HIVOS, Global Partners Digital dan ICT Watch. Sejumlah gagasan strategi berhasil dirumuskan oleh 20 peserta, mewakili sejumlah institusi yang peduli pada isu pluralisme, kerukunan lintas agama dan kebebasan berekspresi di Internet. Gagasan strategi, terutama untuk ditindaklanjuti adalah: 1. Melakukan edukasi penulisan secara lebih intensif agar lebih banyak situs-situs yang memiliki konten “sejuk” yang berkualitas serta dapat lebih luas meraih atensi dan kuantitas/jumlah pembaca. 2. Melakukan mekanisme penapisan (ltering) pada situs yang senyatanya menyebarkan kebencian, dengan prosedur yang transparan dan akuntabel agar tidak justru mengekang ekspresi yang sah (legitimate). 3. Melakukan advokasi secara kolaboratif dan berjejaring dengan para mitra menggunakan Internet/media sosial untuk menyasar mereka yang masih sekolah / kuliah. foto: dokumentasi ictwatch Salah seorang warga desa menceritakan pengalamannya tentang manfaat Internet di dalam lm dokumenter ASADESSA kini NETIZEN INDONESIA Volume 2, Juli - September 2015 ICT Watch Indonesia Jl. Tebet Barat Dalam 6H No. 16A Jakarta Selatan +6221-98495770 [email protected] | www.ictwatch.id Netizen Indonesia Kini diterbitkan oleh:

Transcript of Netizen Indonesia Kini (Juli - September 2015)

Page 1: Netizen Indonesia Kini (Juli - September 2015)

A S A D E S S AS i n o p s i s F i l m D o k u m e n t e r

KomunitasPERINTIS

Disinformasi di Internet Indonesia, WSIS, IGF,dan Sustainable Development GoalsIndonesia telah berperan aktif dalam World Summit on Information Society (WSIS - ht tp: / / i tu. int /wsis) se jak per tama kal i dideklarasikan di Jenewa tahun 2003. WSIS diposisikan sebagai pilar penting pencapaian target pembangunan negara-negara dunia kala itu, Millenium Development Goals (MDG - http://un.org/millenniumgoals). WSIS lantas mendorong partisipasi multistakeholder (pemerintah, swasta, masyarakat sipil, komunitas teknis, akademisi) dalam tata kelola Internet dengan mewujudkan Internet Governance Forum ( ). IGF – http://intgovforum.org

Saat ini negara-negara anggota PBB telah memperbaharui target pembangunan dunia 2015 – 2030 ke dalam kerangka kerja Sustainable Development Goals (SDG - http://sustainabledevelopment.un.org), yang merupakan pengembangan MDG. International Telecommunication Union (ITU) lantas membuat matriks pemetaan untuk menggambarkan keterkaitan antara “11 Action Lines” WSIS dengan “17 Goals” SDG (http://itu.int/net4/

wsis/sdg). Ini menjelaskan bahwa WSIS, termasuk IGF di dalamnya, memiliki peran yang signikan untuk mencapai target pembangunan negara-negara dunia (termasuk Indonesia) yang didenisikan dalam SDG.

Menkominfo Rudiantara dalam pembukaan Global C o n f e r e n c e o n C y b e r S p a c e ( G C C S – http://gccs2015.com) 2015, 16 April 2015 di The Hague, menyatakan “an inclusive, effective, and clear objective global architecture forum participated by governments, private sectors, and civil society in the framework of the United Nations World Summit of Information Society (WSIS) is essential”. Sementara itu Dirjen Pos dan Penyelenggaraan Informatika Kominfo Kalamullah R a m l i d i W S I S F o r u m 2 0 1 5 ( h t t p : itu.int/net4/wsis/forum/2015), 27 Mei 2015 di Jenewa, menegaskan, “along with the effective and affordable ICT ecosystem, our works in WSIS and others venues would contribute positively to the achievement of Post 2015 Development Agenda that sets the ambitious targets in Sustainable Development Goals (SDGs)”.

ASADESSA adalah sebuah lm dokumenter tentang gerakan masyarakat di desa yang berdaya dalam membangun dirinya sendiri. Ketika para ahli sedang sibuk berdebat tentang teori “desa cerdas” (smart village), sejumlah masyarakat desa di Indonesia telah mengadopsi dan menjalankan konsep cerdas ala mereka sendiri, didorong oleh kebutuhan yang unik serta keingininan yang kuat untuk membuat kemajuan dengan solusi TIK, yang didukung oleh relawan dari Gerakan Desa Membangun ( ) dan http://desamembangun.or.idRelawan TIK Indonesia ( ). Namun demikian http://relawan-tik.or.idmasih banyak desa yang belum tersentuh infrastruktur telekomunikasi. Sebutlah semisal sebuah desa di Kabupaten Malinau, pedalaman Kalimantan Utara, yang sama sekali belum tersentuh pembangunan infrastruktur telekomunikasi di wilayah mereka. Kejadian yang memilukan dan pengalaman sedih pun bergantian menghampiri mereka. Optimisme dan kesabaran adalah yang menguatkan mereka. Namun harus sampai kapan?

Untuk mengetahui kisah selengkapnya, dapatkan DVD ASADESSA secara gratis dengan memesannya di http://asadessa.ictwatch.id.

“Ketika para ahli sibuk berdebat tentang “desa cerdas” (smart village), sejumlah masyarakat desa Indonesia telah mengadopsi dan menjalankan konsep cerdas ala mereka sendiri.

Komunitas PERINTIS (Pegiat Raspberry Pi untuk Indonesia) ingin mengenalkan komputer ke anak-anak sejak dini dengan menggunakan komputer mini Raspberry Pi (Raspi). Mereka tengah mengembangkan sebuah perangkat RaspiKid menggunakan open source. Agar menarik, RaspiKid akan dikemas dengan balok-balok lego. Prototype RaspiKid diharapkan rampung pada bulan November 2015.

Info tentang PERINTIS dan produk open source lainnya yang berbasiskan Raspi semisal untuk VoIP, IPTV, SMS Gateway dan Teleconference, bisa dibaca di .http://perintis.id

Indonesian Centre for Deradicalization and Wisdom ( ) pada 7 Agustus 2015 http://icdw.orgdi Jakarta, menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tajuk “Menggagas Strategi Menyikapi Disinformasi, Diskriminasi dan Radikalisasi di Internet”. Acara tersebut turut didukung oleh Twitter, HIVOS, Global Partners Digital dan ICT Watch. Sejumlah gagasan strategi berhasil dirumuskan oleh 20 peserta, mewakili sejumlah institusi yang peduli pada isu pluralisme, kerukunan lintas agama dan kebebasan berekspresi di Internet. Gagasan strategi, terutama untuk ditindaklanjuti adalah: 1. Melakukan edukasi penulisan secara lebih

intensif agar lebih banyak situs-situs yang memiliki konten “sejuk” yang berkualitas serta dapat lebih luas meraih atensi dan kuantitas/jumlah pembaca.

2. Melakukan mekanisme penapisan (ltering) pada situs yang senyatanya menyebarkan kebencian, dengan prosedur yang transparan dan akuntabel agar tidak justru mengekang ekspresi yang sah (legitimate).

3. Melakukan advokasi secara kolaboratif dan berjejaring dengan para mitra menggunakan Internet/media sosial untuk menyasar mereka yang masih sekolah / kuliah.

foto

: do

kum

enta

si ic

twat

ch

Salah seorang warga desa menceritakan pengalamannya tentang manfaat Internet di dalam lm dokumenter ASADESSA

kiniNE T I Z ENINDONESIA

Volume 2, Juli - September 2015

ICT Watch IndonesiaJl. Tebet Barat Dalam 6H No. 16AJakarta Selatan [email protected] | www.ictwatch.id

Netizen Indonesia Kiniditerbitkan oleh:

Page 2: Netizen Indonesia Kini (Juli - September 2015)

Bertempat di rumah dinas Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) di Widya Chandra – Jakarta, p a d a 3 1 J u l i 2 0 1 5 berlangsung diskusi yang hangat antara pegiat Forum Demokrasi Digital (FDD – http://demokrasidigital.net) d e n g a n M e n k o m i n f o Rudiantara dan jajarannya. Bahasan pertama dalam diskusi adalah tentang hasil r iset tentang Kewajiban P e l a y a n a n U n i v e r s a l (Universal Service Obligation / USO) yang dilakukan oleh Pusat Kajian Komunikasi – U n i v e r s i t a s I n d o n e s i a ( ). http://puskakomui.or.idSejumlah data dan fakta di lapangan terkait dengan tantangan implementasi program USO di wilayah 3T (tertinggal, terdalam, terluar)

dipaparkan. Selengkapnya rekomendasi Puskakom UI tentang pelaksanaan riset, k e b i j a k a n T I K d a n teknologi/aplikasi terkait USO d a p a t d i a k s e s d i http://bit.ly/risetuso2015. Untuk video rekaman paparan di atas, dapat diakses di http://bit.ly/fdd072015a.

Setelah tentang USO, bahasan berikutnya adalah tentang rencana revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Damar Juniarto dari Southeast Asia Freedom of Expression N e t w o r k ( S A F E n e t / h t t p : / / s a f e n e t v o i c e . o r g ) menyampaikan catatan kritis k e p a d a M e n k o m i n f o Rudiantara terkait rencana pemerintah untuk merevisi UU ITE, khususnya pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik

Masukan atas Rancangan Peraturan Menteri

Dialog Forum Demokrasi Digital (FDD)

di Internet. Menurut Damar, pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut walaupun nanti sudah dikurangi ancaman pidana maksimalnya, t e t a p r e n t a n m u d a h d i s a l a h g u n a k a n u n t u k m e n g e k a n g k e b e b a s a n berekspresi dan berinformasi di Indonesia.

Men t e r i Rud i an t a r a dan jajarannya pun menjelaskan latar belakang dan sejumlah pertimbangan atas rencana p eme r i n t ah . S a l a h s a t u pertimbangannya adalah terkait dengan proses dan has i l harmonisasi revisi UU ITE di Kementerian Hukum dan HAM serta aspek kesegeraan agar revisi UU ITE tersebut dapat tetap terlaksana dalam masa Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. FDD pun mengusulkan pencabutan pemidanaan pencemaran nama di UU ITE, dan kemudian pasal tersebut dipindahkan ke RUU KUHP yang juga menjadi prioritas Prolegnas 2015.

Untuk rekaman video dialog di a t a s , d a p a t d i a k s e s d i http://bit.ly/fdd072015b.

SAFEnet menyampaikan catatan kritis kepada MenkominfoRudiantara terkait rencana pemerintah untuk merevisi UU ITE.“

Sepanjang Juli 2015, Kementerian K o m u n i k a s i d a n I n f o r m a t i k a (Kemkominfo) melakukan uji publik atas Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Sejumlah institusi telah menyampaikan tanggapan dan masukan atas RPM tersebut, termasuk diantaranya adalah ICT Watch. Beberapa poin masukan ICT Watch d iantaranya ditekankan pada prosedur pemberitahuan kepada pemilik data, pengindentikasi yang persisten (persistent identier) dan pembatasan untuk direct marketing.

ICT Watch juga menyarankan, demi keselamatan dan kenyamanan anak Indonesia ketika berselancar di dunia maya, maka perlu adanya aturan tentang batasan usia minimum bagi mereka yang dibolehkan secara langsung memberikan dan/atau dimintakan data pribadinya kepada/oleh penyelenggara sistem elektronik. Menurut ICT Watch, mereka yang usianya masih termasuk “anak” berdasarkan UU Perlindungan Anak, perlu

diwajibkan untuk didampingi oleh orang tua atau yang lebih dewasa ketika memberikan/dimintakan data pribadinya. S e l e n g k a p n y a b i s a d i b a c a d i http://bit.ly/ictwprivasi2015.

Sebelumnya pada Mei 2015, ICT Watch memberikan masukan atas RPM tentang Kewajiban Pelayanan Universal (Universal Service Obligation / USO). Beberapa poin yang men jad i masukan te rsebut diantaranya adalah per lu adanya penjelasan dan kelengkapan informasi tentang rencana pembiayaan DNS

Nasional. Teknologi DNS dengan topologi anycast yang terdistribusi sejatinya dapat meningkatkan ketahanan (resilience) Internet (cepat, aman, stabil). Namun jika tanpa tata kelola atau prosedur yang transparan dan akuntabel, DNS telah terbukti digunakan oleh sejumlah negara untuk melakukan pelanggaran hak warga negara dengan melakukan penyensoran informasi. Selengkapnya bisa dibaca di http://bit.ly/ictwuso2015.

“ Demi keselamatan anak Indonesia, perlu ada aturan tentang batasan usia minimum yang dibolehkan secara langsung memberikan dan/atau dimintakan data pribadinya di Internet.

foto: businessinsider.com

foto: dokumentasi ictwatch

foto: dokumentasi ictwatch