nekropsi pada AI

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian Influenza (AI) merupakan penyakit yang mempunyai dampak ekonomi yang sangat besar pada perunggasan dan membahayakan kesehatan manusia. Pada pertengahan tahun 2003, laporan outbreak AI terjadi di Indonesia dimana unggas yang terinfeksi AI menunjukkan gejala klinis seperti pial dan jengger membengkak dan kebiruan (sianosis), muka bengkak dan keluar cairan dari hidung dan mulut, ptekhi subkutan pada kaki dan telapak kaki, tortikolis, diare dan kematian yang sangat tinggi. Beberapa tahun kemudian, dinamika perkembangan kasus AI yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar kasus AI yang terjadi pada unggas dengan kematian mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis sebelumnya. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi. Pada Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Jabotabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun 1

Transcript of nekropsi pada AI

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAvian Influenza (AI) merupakan penyakit yang mempunyai dampak ekonomi yang sangat besar pada perunggasan dan membahayakan kesehatan manusia. Pada pertengahan tahun 2003, laporan outbreak AI terjadi di Indonesia dimana unggas yang terinfeksi AI menunjukkan gejala klinis seperti pial dan jengger membengkak dan kebiruan (sianosis), muka bengkak dan keluar cairan dari hidung dan mulut, ptekhi subkutan pada kaki dan telapak kaki, tortikolis, diare dan kematian yang sangat tinggi. Beberapa tahun kemudian, dinamika perkembangan kasus AI yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar kasus AI yang terjadi pada unggas dengan kematian mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis sebelumnya. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.Pada Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Jabotabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor).Virus avian influenza yang menyerang berbagai unggas, termasuk unggas darat maupun air. Pada unggas air, virus tersebut mudah beradaptasi dengan inangnya, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Unggas air, seperti bangau, belibis dan bebek liar merupakan reservoir alamiah bagi virus AI. Unggas domestik, seperti ayam dan kalkun sangat rentan terhadap virus AI.

1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Bagaimana etiologi dari penyakit avian influenza?1.2.2 Bagaimana patogenesa dan gejala klinis dari avian influenza?1.2.3 Bagaimana gambaran patologi anatomi dan histopatologi dari penyakit avian ifluenza?1.2.3 Bagaimana pencegahan dan pengobatan dari penyakit avian influenza?

1.3 Tujuan Penulisan1.3.1 Untuk mengetahui etiologi dari penyakit avian influenza1.3.2 Untuk mengetahui patogenesa dan gejala klinis dari avian influenza1.3.3 Untuk mengetahui Bagaimana gambaran patologi anatomi dan histopatologi dari penyakit avian ifluenza1.3.4 Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan dari penyakit avian influenza

1.4 Manfaat1.4.1 Mampu memahami etiologi dari penyakit avian influenza1.4.2 Mampu menjelaskan patogenesa dan gejala klinis dari avian influenza1.4.3 Mampu mengidentifikasi gambaran patologi anatomi dan histopatologi dari penyakit avian ifluenza1.4.4 Mampu memahami pencegahan dan pengobatan dari penyakit avian influenza

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Etiologi Avian influenza Avian Influenza atau Flu Burung merupakan penyakit pada unggas yang disebabkan oleh virus, yaitu Orthomyxoviridae tipe A, subtipe H5N1. Materi genetik virus AI adalah singgle stranded ribonucleic acid (ss RNA) , berpolaritas negatif, terpisah dalam delapan segmen dan mempunyai amplop. Pembagian subtipe virus avia influenza A berdasarkan atas antigen permukaan yang disebut hemaglutinin (HA) dan neuramidase (NA). Dua protein permukaan yakni HA dan NA disamping ikut mementukan patogenitas dan kekebalan virus influenza, kedua protein tersebut juga sangat mudah bermutasi. Neuraminidase (NA). Virus influenza dibedakan atas 3 tipe antigenik berbeda, yakni tipe A, B dan C. Tipe A ditemukan pada unggas, manusia, babi, kuda dan mamalia lain, seperti, anjing laut dan paus. Tipe B da C hanya ditemukan pada manusia. Saat ini dikenal 15 macam hemaglutinin dan 9 macam neuraminidase, sehingga dari kombinasi keduanya bisa terbentuk lebih dari 100 strain viruis. Pada Tipe A sudah dikenal antara lain : H1N1, H5N1, H3N2. Virus influenza yang terganas sepanjang sejarah adalah H1N1 yang telah menyebabkan kematian jutaan manusia, terjadi pada tahun 1918 dan dikenal sebagai wabah Spanish Flu.Pada umumnya virus influenza memiliki hospes (inang) yang spesifik ( specific host). Hal ini berarti bahwa virus yang menginfeksi burung tidak akan menginfeksi manusia, dan sebaliknya. Namun perlu diketaui bahwa virus influenza mudah mengalami perubahan, sebagai akibat mutasi gen. Perubahan sifat pada virus influenza dapat berupa antigenic shift, yaitu perubahan sebagai akibat akumulasi mutasi pada genomnya. Bisa juga berupa antigenic drift, yaitu persilangan genom antara virus influenza tipe yang berbeda. Virus H5N1 merupakan contoh virus hasil perubahan antigenic drift, yaitu persilangan antara genom virus penginfeksi burung dengan virus penginfeksi manusia, sehingga H5N1 b bisa menyerang burung maupun mamalia, termasuk manusia.Babi bisa bertindak sebagai perantara (mixing vessel) antara virus dari jenis yang berbeda ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa passage virus Flu Burung (AI) pada babi menghasilkan virus influenza yamg mirip dengan influenza pada manusia. Hal ini berarti bahwa babi memegang peran penting sebagai media perubahan antigenic drift.

Gambar 1. Gambaran virus Avian InfluenzaUnggas yang menderita influenza H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlahyang besar dalam kotorannya. Virus AI mudah mati oleh panas, sinar matahari dan desinfektan (deterjen, ammonium kuartener, formalin 2-5%, iodium kompleks, senyawa fenol, natrium/alium hipoklorit). Panas dapat merusak infektifitas virus AI. Pada suhu 56C, virus AI hanya dapat bertahan selama 3 jam dan pada 60C selama 30 menit. Pelarut lemak seperti deterjen dapat merusak lapisan lemak ganda pada selubung virus. Kerusakan selubung virus ini mengakibatkan virus influenza menjadi tidak infektif lagi. Faktor lain adalah pH asam, nonisotonik dan kondisi kering. Senyawa ether atau sodium dodecylsulfate akan mengganggu amplop tersebut, sehingga merusak protein hemaglutinin dan neuramidase. Media pembawa virus berasal dari ayam sakit, burung, dan hewan lainnya, pakan, kotoran ayam, pupuk, alat transportasi, rak telur (egg tray), serta peralatan yang tercemar. Strain yang sangat ganas (virulen) dan menyebabkan Flu Burung adalah subtype A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22C dan lebih dari 30 hari pada 0C. (SuharyonoWuryadi, 2004)

2.2 Patogenesa Avian InfluenzaPenularan avian influenza dapat terjadi melalui kontak langsung antara unggas sakit dengan unggas yang peka. Ayam yang terinfeksi mengeluarkan virus dari saluran pernapasan, konjungtiva dan feses. Satu tetesan sekresi dari burung yang terinfeksi mengandung virus yang dapat membunuh 1 juta burung.Penularan dapat juga terjadi secara tidak langsung, misalnya melalui udara yang tercemar oleh material/debu yang mengandung virus influenza (aerosol); makanan/minuman, alat/perlengkapan peternakan, kandang, kurungan ayam, pakaian, kendaraan, peti telur (egg trays), burung; mamalia dan insekta yang mengandung atau tercemar virus influenza. Sehubungan dengan cara penularan tersebut, maka virus influenza dapat disebarkan dengan mudah ke berbagai daerah oleh orang atau alat/perlengkapan dan kendaraan yang dipakai untuk memasarkan produk ternak unggas.

Gambar 2. Sistematika penularan Avian InfluenzaPada ayam, masa inkubasi virus, yaitu saat virus masuk ke tubuh sampai timbul gejala membutuhkan beberapa jam sampai dengan 3 hari dalam satu individu dan 14 hari dalam satu flok. Hal ini tergantung pada barbagai faktor , antara lain ; jumlah dan patogenitas virus yang menginfeksi, jenis spesies yang terinfeksi, kemampuan deteksi gejala klinis. Pada manusia, inkubasi virus membutuhkan 1- 3 hari, tergantung umur, kekebalan dan kondisi individu. (Yuen KY, et.al.1998)

2.3 Gejala Klinis Avian InfluenzaGejala penyakit flu burung sangat bervariasi dan tergantung pada spesies unggas yang terinfeksi. Avian influenza pada unggas dapat ditemukan dalam dua bentuk, yaiu bentuk ringan dan bentuk akut (highly pathogenic avian influenza, HPAI).

Gambar 3. Gambaran Gejala Klinis Avian Influenza Gejala unggas terserang flu burung antara lain : leher terputar kejang kejang sulit berdiri nafsu makan kurang mata keputihan. Untuk itik petelur, produksi telurnya tiba-tiba menurun (Kelemahan, cangkang telur lembek). Jengger dan kulit yang tidak berbulu berwarna biru (sianosis). Pendarahan meluas atau bintik-bintik sering dijumpai pada mukosa trakea, proventrikulus, usus, lapisan lemak, otot dada dan kaki. Bersin dan hiperlakrimasi (leleran mata berlebih), bulu kusam. Terlihat pembengkakan (edema) pada muka dan kaki Tingkat Kematian yang tinggi mendekati 100% dalam 2 hari hingga 1 minggu

2.4Patologi Anatomi Avian InfluenzaKelainan PA yang paling menyolok yaitu cyanosis pada kulit pial dan jengger, perdarahan sub-kutan pada kaki yang tidak berbulu, perdarahan difus pada lapisan kulit tubuh bagian ventral mulai dari thoraks hingga abdomen dan perdarahan umum pada seluruh organ ayam. Petekhi tampak pada kulit pial dan jengger, lapisan lemak pada epikardium, myokardium dan mukosa proventrikulus. Perdarahan yang lebih difus ditemukan pada mukosa trakhea, otot dada, paru-paru, hati, ginjal dan ovarium. Selain itu limpa sedikit membengkak dan hati mengalami perdarahan, nekrosis dan sangat rapuh.Kantong udara menebal dengan eksudat berfibrin sampai perkejuan, peritonitis, enteritis dan eksudat pada oviduk. Pada infeksi virus yang sangat patogen, gejala klinis tidak jelas, karena ternak mati mendadak sebelum lesi berkembang. Pada kasus lain, bisa terjadi perubahan yang mencolok, antara lain : kongesti, hemoragi dan penimbunan cairan dalam rongga perut serta kerusakan (nekrosis) pada berbagai organ dalam.

Gambar 4. Patologi Anatomi AI (A menunjukkan perdarahan pada lapisan sub kutan bagian ventral tubuh; B menunjukkan petekhi pada otot paha; C perdarahan dan nekrosis pada hati; D perdarahan pada ovarium.)

2. 5 Gambaran Histopatologi Avian Influenza

Fig. 1. Cerebrum;H5N1 experimentally infected duck. Discrete focus of necrosis and congestionFig. 2. Pancreas;H5N1 Focal necrosis of the acinar pancreatic cells.Fig. 3. Cerebrum;H5N1 Intranuclear and intracytoplasmic immunohistochemicalstaining for avian influenza virusFig. 4. Pancreas; H5N1. Intranuclear and intracytoplasmic staining for avianinfluenza virus nucleoprotein in necrotic acinar cells.Fig. 5. Cerebrum; H5N1 Intranuclear and intracytoplasmic detection of viralnucleoprotein ribonucleic acid in cerebral neuronsFig. 6. Submucosal duodenal plexus; H5N1 Viral ribonucleic acid in the nucleusof nervous cells

Lesi yang ditimbulkan oleh flu burung ditandai oleh adanya edema, hyperemia, hemoragik, dan perivascular cuffing sel limfoid, terutama pada miokardium, limpa, paru, otak, balung dan dengan frukuensi yang lebih rendah pada hati dan ginjal. Lesi pada otak meliputi foki nekrosis, perivasculer cuffing sel limfoid gliosis, proliferasi pembuluh darah dan degenerasi nekrosis neuron. Beberapa virus flu burung tipe A yang bersifat sangat patogenik kerapkali menimbulkan nekrosis miokardium dan miokarditis.2.6Diagnosa dan Pengambilan Spesimen2.5.1 DiagnosaDapat dilakukan dengan melihat gejala klinis secara langsung pada unggas sakit, didukung dengan data epidemiologi tentang morbiditas dan mortalitas kasus. Pemeriksaan laboraturium menggunakan beberapa uji serologi diantaranya; uji haemaglutinasi (HA) dilanjutkan dengan uji HI, ELISA dan uji RT-PCR.Secara laboratorium diagnosa dapat ditegakkan secara virologis dengan cara inokulasi suspensi spesimen (suspensi swab hidung dan trakea, swab kloaka dan feses atau organ berupa trakea, paru, limpa, pankreas dan otak) pada telur berembrio umur 9 11 hari (3 telur per spesimen).Penentuan patogenisitas virus dilakukan dengan cara menyuntikkan isolat virus dari cairan alantois secara intravena (IV) pada 10 ekor anak ayam umur 6 minggu atau 4 8 minggu. Jika mati 6 ekor atau lebih dalam 10 hari, atau Intravena patogenicity index (IVPI) > 1,2 dianggap HPAI.2.5.2 Pengambilan SpesimenSpesimen yang diambil untuk uji serologi adalah serum, sedangkan untuk uji virologi adalah swab hidung dan trakea, swab kloaka dan feses, paru, limpa, pankreas dan otak. Baik jaringan organ segar maupun spesimen swab harus dikirim dalam media transpor ke laboratorium. Pengiriman specimen harus dijaga dalam keadaan dingin dan dikirimkan ke Laboratorium Veteriner setempat .

2.7 Pencegahan dan Pengobatan2.6.1 PencegahanPeningkatan Biosekuriti: Desinfeksi alat dan fasilitas peternakan Dilarang mengeluarkan unggas saklt kotoran dan limbah peternakan Membatasi keluar masuk orang ke dalam lokasiDekontaminasi/desinfektan Pakan tempat pakan/air minum, semua peralatan Pakaian pekerja kandang, alas kaki, kendaraan dan bahan lain, yang tercecer Bangunan kandang yang kontak dengan unggas, kandang/tempat penampungan unggas Permukaan jalan menuju peternakan/ kandang tempat penampungan unggasDepopulasi/ tindakan pemusnahan Selektif/ terbatasPemusnahan selektif (depopulasi dan Stamping Out) dilakukan terhadap unggas sehat yang sekandang dengan unggas sakit di peternakan tertular DisposalDilakukan dengan cara pembakaran dan penguburan dengan kedalaman minimal 15 meter, terhadap : Unggas mati (bangkai), karkas telur terinfeksi Kotoran (feces), bulu, alas kandang (sekam) Pupuk dan pakan ternak yang tercemar. Bahan dan peralatan lain yang terkontaminasi yang tidak dapat dicucihamakan secara efektifSelain itu dianjurkan mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasak pada suhu 80C selama 1 menit, sedangkan telur unggas perlu dipanaskan pada suhu 64C selama 5 menit. Upaya lainnya, menjaga kebersihan lingkungan, dan melakukan kebersihan diri.2.6.2 Pengobatan Vaksin AI1. Vaksin Mati2. Vaksin diberikan 2 kali selang 2-4 minggu3. Harus mencapai lingkup vaksinasi 80%4. Mencegah gejala klinis dan ekskresi virus bersama kotoran (virus Sheeding) Ragam Vaksin1. Homolog (H5N1)2. Heterolog (H5N2 / H5N9)

VaksinasiVaksinasi yang dapat dilakukan terhadap unggas yang sehat di daerah tertular sebagai berikut :1. Ayam pedaging (broiler) divaksinasi urnur 4-7 hari dosis 0,2 ml pemberian di bawah kulit pada pangkal leher2. Ayam petelur (layer) dan pembibitan (breeder) divaksin pada :. Umur 4 -7 hari dosis 0,2 ml pemberian di bawah kulit pada pangkal leher. Umur 4-7 Minggu, dosis 0.5 ml pemberian di bawah kulit pada pangkal leher. Umur 12 Minggu, dosis 0.5 ml pemberian di bawah kulit pada pangkal leher atau pada otot dada.3. Booster, Pengulangan kembali tiap 3 - 4 bulan, dengan dosis 0 5 ml pada otot dada.

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan Avian Influenza atau Flu Burung merupakan penyakit pada unggas yang disebabkan oleh virus, yaitu Orthomyxoviridae tipe A, subtipe H5N1. Pada umumnya virus influenza memiliki hospes (inang) yang spesifik ( specific host). Namun perlu diketaui bahwa virus influenza mudah mengalami perubahan, sebagai akibat mutasi gen.Media pembawa virus berasal dari ayam sakit, burung, dan hewan lainnya, pakan, kotoran ayam, pupuk, alat transportasi, rak telur (egg tray), serta peralatan yang tercemar. Gejala penyakit flu burung sangat bervariasi dan tergantung pada spesies unggas yang terinfeksi. Avian influenza pada unggas dapat ditemukan dalam dua bentuk, yaiu bentuk ringan dan bentuk akut (highly pathogenic avian influenza, HPAI).Kelainan PA yang paling menyolok yaitu cyanosis pada kulit pial dan jengger. Lesi yang ditimbulkan oleh flu burung ditandai oleh adanya edema, hyperemia, hemoragik. Diagnosa dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis secara langsung pada unggas sakit, didukung dengan data epidemiologi tentang morbiditas dan mortalitas kasus. Pencegahan dengan cara seperti : Peningkatan Biosekuriti, Dekontaminasi/desinfektan, Depopulasi, Disposal. Pengobatan dengan melakukan vaksinasi.

DAFTAR PUSTAKA

DAMAYANTI et al.: Gambaran klinis dan patologis pada ayam yang terserang flu burung sangat patogenik (HPAI) di beberapa peternakan di Jawa Timur dan Jawa Barat . JITV Vol. 9 No 2 Th. 2004

Grehenson,Gusti.2012.Flu Burung Jenis Baru Sebabkan Ribuan Itik dan Unggas Mati Mendadak. http://www.ugm.ac.id/id/post/page?id=5218 diakses pada 9 Februari 2014.

Henaux and Samuel. Avian Influenza Shedding Patterns In Waterfowl: Implications For Surveillance, Environmental Transmission, And Disease Spread. Journal Of Wildlife Diseases Vol. 47, No. 3, July 2011.Karasin AI, K West, S Carman, and CW Olson 2004. Characterization of avian H3N3 and H1N1 influenza A viruses isolated from pigs in Canada. J Clin Microbiol 42 : 4349-4354.Kencana, GAY. 2012. Penyakit Virus Unggas. Udayana UniversityTabbu CR 2000. Penyakit ayam dan Penanggulangannya. Penyakit Bakterial, Mikal dan Viral. Volume 1. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.Vascellari et al. Pathologic Findings of Highly Pathogenic Avian Influenza Virus A/Duck/Vietnam/12/05 (H5N1) in Experimentally Infected Pekin Ducks, Based on Immunohistochemistry and In Situ Hybridization. Vet Pathol 44:635642 (2007)

Yamada et al. Adaptation of a Duck Influenza A Virus in Quail. J. Virol. 2012, 86(3):1411.

4