NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf ·...

49

Transcript of NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf ·...

Page 1: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

NEGARA ISLAMDI JAWA

1500-1700

Page 2: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

NEGARA ISLAMDI JAWA

1500-1700

K. Subroto

Laporan Khusus Edisi 4 / Maret 2017

Gambar cover:

Peta Pulau Jawa Kuno Pertama “Iava Maior”, Karya Barent Langenes 1612

ABOUT US

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,

kirimkan e-mail ke:

[email protected]

Seluruh laporan kami bisa didownload di website:

www.syamina.org

SYAMINA

Page 3: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI — 3

EXECUTIVE SUMMARY — 4

Muqaddimah — 7

Episode Pertama — 10

Negara Islam Kesultanan Demak Bintoro — 10

Kemunculan Kesultanan Demak — 10

Penetapan Dasar Negara — 11

Berlakunya Hukum Islam — 11

Kejayaan Demak dengan Foreign Policy-nya — 13

Negara Islam Jepara — 15

Negara Islam Cirebon — 17

Syariat Islam di Negara Islam Cirebon — 19

Negara Islam Banten — 19

Lahirnya Jayakarta — 21

Kejayaan Banten dengan Syariat Islam — 22

Negara Islam Giri di Gresik — 23

Episode Kedua — 27

Negara Islam Mataram — 27

Awal Pembentukan Mataram Era Panembahan Senapati — 27

Masa Kejayaan Mataram, Sultan Agung (1613 – 1645) — 29

Hukum Islam di Mataram — 31

Perekonomian Kesultanan Mataram — 34

Kehidupan Sosial keagamaan serta Peran Ulama — 34

Peran di bidang kebudayaan Islam — 35

Sistem Politik Kesultanan Mataram — 35

Politik Luar Negeri — 35

Kezaliman Amangkurat Menghancurkan Mataram — 39

Kesimpulan — 45

Daftar Pustaka — 46

Page 4: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

4

Sejarah menjadi amat penting dalam perjalanan peradaban manusia. di tengah

masyarakat sebagai pelajaran hidup yang telah dilalui oleh pendahulunya.

Selain untuk mengungkap jatidiri suatu bangsa atau peradaban, sejarah juga

sebagai bahan motivasi dan sekaligus bahan instrospeksi, supaya tidak terjatuh di

lubang yang sama, mengulang kesalahan yang sama yang pernah dialami generasi

sebelumnya. Karena sejarah pasti akan selalu terulang dengan aktor yang berbeda.

Sejarah umumnya ditulis oleh pemenang dengan perspektif pemenang juga

tentunya. Demikianlah kenyataan yang berlaku di seluruh dunia. Dan pemenang

dalam persaingan sebuah peradaban yang kemudian menjadi penguasa menggantikan

peradaban sebelumnya berusaha sekuat tenaga mengecilkan kontribusi lawannya

dalam memajukan masyarakat, atau bahkan kalau bisa berusaha menguburnya

sehingga peradaban yang dikalahkan tidak akan pernah bangkit kembali dan menjadi

ancaman bagi penguasa pemenang.

Demikian jualah yang terjadi dengan sejarah Indonesia. Sebuah nama yang baru

muncul di tahun 1850 di Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia No. 4 yang

awalnya disebut Indunesians (Indu, bahasa Latin, artinya: India; Nesia, asal katanya

adalah nesos, bahasa Yunani, artinya: kepulauan), yang artinya Kepulauan Hindia.

Penulisan sejarah Indonesia dipelopori oleh para sarjana sejarah berkebangsaan

Belanda, negara yang terlibat peperangan selama ratusan tahun hampir di seluruh

pelosok Nusantara dengan para penguasa lokal dengan misi penjajahan. Tidak bisa

dipungkiri bahwa sejarah yang ditulis Belanda dengan perspektif penjajah berusaha

memandang sejarah Indonesia umumnya dan Jawa khususnya dengan sudut

pandang penjajah Barat.

Penulisan sejarah Indonesia mengecilkan peran Islam dan politik Islam dengan

berusaha memunculkan dan membesar-besarkan peran dan kejayaan politik negara-

negara sebelum negara Islam berdiri di Nusantara. Hal demikian wajar karena

selama ini hampir di semua daerah, penjajah Belanda selalu berhadapan dengan

ulama dan pemimpin Islam ketika berusaha menancapkan kepentingan penjajah.

Para ulama dan pemimpin Islam selalu mengumandangkan seruan jihad untuk

mempertahankan wilayah dan hak-hak mereka yang berusaha dirampas oleh orang

kafir Belanda.

EXECUTIVE SUMMARY

Page 5: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

5

Dengan kenyataan itu para orientalis Belanda memandang Islam sebagai ancaman

terhadap keberlangsungan misi penjajahan. Sebagaimana pandangan seorang ahli

strategi Belanda, Cristian Snouck Hurgronje yang memandang Islam sebagai faktor

penghalang misi penjajahan terutama yang disebutnya sebagai Islam Politiek. Oleh

karena itu Belanda berusaha sekuat tenaga mengubur sejarah kesuksesan politik

Islam dalam mengatur masyarakat Indonesia. Di sisi lain didorong penelitian dan

penulisan sejarah kegemilangan peradaban pra-Islam, khususnya kejayaan kerajaan

Syiwa-Budha Majapahit. Eksistensi negara Islam berusaha dikaburkan dalam

penulisan sejarah Belanda di masa lalu, dan berlanjut di era kemerdekaan. Bahkan

ada yang menyebut eksistensi negara Islam sebagai ”ilusi”, sesuatu yang tidak pernah

ada, atau “utopia”, hanya sebuah impian belaka.

Tulisan-tulisan sarjana Belanda banyak sekali mengangkat sejarah era pra Islam.

Bahkan De Graaf menyebut bahwa terlalu banyak tulisan mengenai sejarah Jawa dan

Bali yang diterbitkan dalam bahasa Belanda di abad 20 yang meneliti dan mengulas

peradaban pra Islam yang merupakan peradaban yang datang dari India. Pandangan

sejarah ala Barat lebih menonjolkan uraian-uraian ilmiah tentang masa Hindu-Jawa.

Jadi upaya deislamisasi sejarah Islam memang disengaja oleh penjajah Belanda

sebagai pionir penulis sejarah Nusantara, sebagai salah satu upaya untuk mencegah

kebangkitan kembali institusi politik yang berdasarkan Islam yang merepotkan

bahkan mengancam kepentingan penjajahan. Seorang Sejarawan Belanda, De Graaf

mengakui bahwa selama hampir satu abad telah banyak waktu dan biaya dihabiskan

untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan terhadap bangunan-bangunan

kuno pra-Islam, yaitu candi-candi, tetapi penyelidikan terhadap bangunan dan

naskah kuno zaman Islam diabaikan.

Dampaknya para peneliti sejarah saat ini kesulitan mencari sumber referensi

tulisan sejarah Indonesia kecuali dari tulisan-tulisan sejarawan Belanda. Maka

kita dapati bahwa sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah sejak masa penjajah

Belanda sampai saat ini selalu menonjolkan kegemilangan peradaban Syiwa-Budha

Majapahit dan mengecilkan peran era Islam dalam memajukan masyarakat.

Kenyataannya, kejayaan politik dan peradaban Islam masa Demak dan Mataram

tidak kalah dengan kejayaan era Syiwa-Budha Majapahit. Eksistensi negara yang

berdasarkan Islam bukan sebuah ilusi tapi sebuah fakta sejarah yang berusaha

ditutup-tutupi. Negara Islam yang besar, Kesultanan Demak dan Mataram serta

negara-negara yang lebih kecil sesudahnya memenuhi syarat disebut sebagai sebuah

negara.

Berdasar pasal 1 konvensi Montevideo 27 December 1933 mengenai hak dan

kewajiban Negara (Rights and Duties of States) menyebutkan bahwa Negara sebagai

subjek dalam hukum internasional harus memiliki empat unsur yaitu : penduduk

yang tetap, wilayah tertentu, pemerintahan yang berdaulat dan kapasitas untuk

berhubungan dengan Negara lain.

Demak telah mendeklarasikan diri sebagai sebuah negara Islam dengan konstitusi

negara berdasar syariat Islam. Hukum-hukum Islam diberlakukan baik pada pejabat

maupun rakyat jelata. Pengadila syariat didirikan untuk menyelesaikan berbagai

Page 6: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

6

masalah yang timbul di masyarakat. Rakyat diperintahkan untuk menjalankan

ibadah dengan contoh dan teladan dari pemimpin dan ulama.

Demak juga menjalankan politik luar negeri, dengan melakukan Jihad, mengirim

pasukan Angkatan Lautnya melawan penjajah kafir Portugis di Malaka. Dan

melakukan pembebasan-pembebasan wilayah di tanah Jawa.

Demak juga melakukan upaya memakmurkan rakyatnya dengan berbagai upaya

meningkatkan ekonomi baik dalam bidang pertanian, perdagangan, industri dan

hasil laut.

Negara Islam Mataram merupakan negara Islam yang besar di Tanah Jawa setelah

era Demak. Mataram telah mendirikan peradilan Surambi yang pelaksanaannya

berdasarkan syariat Islam. Islam dijadikan sebagai konstitusi negara. Mataram

melakukan kebijakan politik luar negeri dengan melakukan jihad, dengan mengirim

pasukan infanteri melawan penjajah kafir Belanda di Batavia.

Berdasarkan fakta sejarah, negara Islam telah ada dan berdaulat di Tanah

Jawa pada tahun 1500-1700 M. Jadi bila ada ide atau wacana yang menginginkan

kembalinya negara Islam di tanah Jawa (sebagaimana di masa lampau) bukan sebuah

ilusi atau utopia, tapi merupakan upaya mengikuti jejak nenek moyang dan bagian

dari upaya menghidupkan kearifan lokal.

Page 7: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

7

MuqaddimahTulisan-tulisan sarjana Belanda banyak sekali mengangkat sejarah era pra-

Islam. Bahkan De Graaf menyebut bahwa terlalu banyak tulisan mengenai sejarah

Jawa dan Bali yang diterbitkan dalam bahasa Belanda di abad 20 yang meneliti dan

mengulas peradaban pra Islam yang merupakan peradaban yang datang dari India.

Pandangan sejarah ala Barat lebih menonjolkan uraian-uraian ilmiah tentang masa

Hindu-Jawa.1

Penulisan sejarah Indonesia mengecilkan peran Islam dan politik Islam dengan

berusaha memunculkan dan membesar-besarkan peran dan kejayaan politik

negara-negara sebelum negara Islam berdiri di Nusantara. Hal demikian wajar

karena selama ini hampir di semua daerah, penjajah Belanda selalu berhadapan

dengan ulama dan pemimpin Islam ketika berusaha menancapkan kepentingan

penjajah. Para ulama dan pemimpin Islam selalu mengumandangkan seruan jihad

untuk mempertahankan wilayah dan hak-hak mereka yang berusaha dirampas oleh

orang-orang kafir Belanda.

Upaya deislamisasi sejarah Islam di Indonesia disengaja oleh penjajah Belanda

sebagai pionir penulis sejarah Nusantara, sebagai salah satu upaya untuk mencegah

kebangkitan kembali institusi politik yang berdasarkan Islam yang merepotkan

bahkan mengancam kepentingan penjajahan. Dengan kenyataan itu para orientalis

Belanda memandang Islam sebagai ancaman terhadap keberlangsungan misi

penjajahan. Sebagaimana pandangan seorang ahli strategi Belanda, Cristian Snouck

Hurgronje yang memandang Islam sebagai faktor penghalang misi penjajahan

terutama yang disebutnya sebagai Islam Politiek.2

Oleh karena itu Belanda berusaha sekuat tenaga mengubur sejarah kesuksesan

politik Islam dalam mengatur masyarakat Indonesia. Di sisi lain didorong penelitian

dan penulisan sejarah kegemilangan peradaban pra-Islam, khususnya kejayaan

kerajaan Syiwa-Budha Majapahit. Eksistensi negara Islam berusaha dikaburkan

dalam penulisan sejarah Belanda di masa lalu, dan berlanjut di era kemerdekaan.

Seorang Sejarawan Belanda, De Graaf mengakui bahwa selama hampir satu abad

1 Lihat; De Graaf dan Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Peralihan dari Majapahit ke Mataram, Grafitipers Jakarta, 1985. h.2-3

2 K. Subroto, Strategi Snouck Mengalahkan Jihad di Nusantara, Laporan Khusus Edisi 1 / Januari 2017

NEGARA ISLAMDI JAWA

1500-1700

“Belanda

berusaha sekuat

tenaga mengubur

sejarah kesuksesan

politik Islam

dalam mengatur

masyarakat

Indonesia. Di sisi

lain didorong

penelitian dan

penulisan sejarah

kegemilangan

peradaban pra-

Islam, khususnya

kejayaan kerajaan

Syiwa-Budha

Majapahit.

Eksistensi negara

Islam berusaha

dikaburkan

dalam penulisan

sejarah Belanda

di masa lalu, dan

berlanjut di era

kemerdekaan.”

Page 8: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

8

telah banyak waktu dan biaya dihabiskan (pemerintah Hindia Belanda) untuk

mengadakan penyelidikan kepurbakalaan terhadap bangunan-bangunan kuno pra-

Islam, yaitu candi-candi, tetapi penyedikan terhadap bangunan kuno zaman Islam

diabaikan. Maka untuk menyeimbangkan hal itu perlu diadakan penelitian secara

ilmiah terhadap naskah-naskah Jawa dan Belanda serta penyelidikan kepurbakalaan

(era Islam) di bekas kediaman raja, masjid, tempat pemakaman, kelenteng Cina,

pemukiman-pemukiman kuno serta penggalian dan penyelidikan tanah.3

Kemunduran dan jatuhnya dinasti Shiwa-Budha Majapahit pada kuartal pertama

abad ke-16 dan berdirinya negara Islam Demak berarti akhir dari sebuah peradaban

tua dan babak baru peradaban Islam. Kemunculan Islam sebagai sebuah institusi

politik tidak berlangsung secara tiba-tiba. Banyak tahap yang sudah dilalui dalam

kurun waktu yang panjang sejak kejayaan Majapahit. Bahkan sebelum itu para wali,

ulama, habaib dan juru dakwah bahu-membahu memperkenalkan Islam sebagai

solusi kehidupan duniawi maupun ukhrowi. Para penyebar Islam berasal dari Timur

Tengah, India dan China disamping para juru dakwah lokal setelahnya.

Saat kejayaan Majapahit, muslim menjadi bagian dari pilar kejayaan itu. Dan saat

peradaban Syiwa-Budha sudah tidak bisa dipertahankan lagi karena tidak mampu

menjawab tantangan dan berbagai problem yang muncul, peradaban Islam telah

siap menggantikan dan meneruskan perannya sebagai sebuah institusi politik yang

memimpin pembangunan secara fisik dan non fisik di Jawa dan Nusantara pada

umumnya.

Islam menjadi dominan di Jawa dengan beberapa tahapan. Komunitas Pedagang

Islam dari berbagai bangsa yang telah lama membangun pengaruh di kota-kota

pelabuhan pantai utara membuahkan hasil yang memuaskan, kemudian mengambil

alih kendali wilayah pantai utara tersebut dari penguasa lokal pengikut dari Shiwa-

Budha Majapahit. Mereka mengakui kekuasaan raja Majapahit dan menjadi vasal

(negara bagian/kadipaten) Majapahit. Puncaknya, runtuhnya Majapahit setelah

lemah dan kalah dalam perang melawan adipadi Keling dan kemudian Demak

sekitar tahun 1527. Setelah Majapahit Runtuh, Raden Fatah sebagai adipati Demak

kemudian mendeklarasikan diri sebagai Sultan, pemimpin sebuah Negara Islam

Pertama di Jawa, Demak Bintoro.4

Ekonomi Kerajaan Majapahit di pedalaman Jawa Timur berbasis pertanian,

khususnya padi. Komunitas perdagangan Jawa dan luar negeri (terutama India dan

Cina), telah ada di beberapa kota pelabuhan di pantai utara selama berabad-abad,

fasilitas pelabuhan menawarkan rute perdagangan internasional dari India dan

China ke Kepulauan Rempah-rempah. Beberapa pusat perdagangan komersial di

Pantai Utara Jawa juga memiliki kapal laut untuk perdagangan ke India, Semenanjung

Melayu, Cina, Filipina dan negara-negara di kawasan sekitarnya.5

Pada saat Islam berkembang di kepulauan Indonesia, Bandar-bandar sepanjang

pantai pulau Jawa merupakan tempat yang sangat menarik bagi para pedagang

3 De Graaf dan Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, op.cit. h.114 Dr H. J. De Graaf And Tiieodore G. Th. Pigeaud, Islamic States In Java 1500-1700, Springer-Clence Business Media,

B.V. h.35 De Graaf And Pigeaud, Islamic States In Java, op.cit.h.6

“Selama hampir

satu abad telah

banyak waktu dan

biaya dihabiskan

(pemerintah

Hindia Belanda)

untuk mengadakan

penyelidikan

kepurbakalaan

terhadap

bangunan-

bangunan kuno

pra-Islam, yaitu

candi-candi,

tetapi penyedikan

terhadap bangunan

kuno zaman Islam

diabaikan.”

— De Graaf

Page 9: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

9

internasional. Bandar-bandar itu menjadi pangkalan, tempat transit untuk mengisi

perbekalan dan menjadi tempat transaksi perdagangan berbagai jenis barang.

Di situ para pelaut membeli bekal berupa beras dan air bersih untuk perjalanan

berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan dengan menggunakan kapal

layar. Melimpahnya persediaan beras dan hasil-hasil pertanian serta suburnya

tanah membuat bandar-bandar di Jawa saat itu menjadi sangat menarik bagi para

pedagang dan pelaut. Bandar-bandar Jawa juga menjadi tempat penimbunan

(gudang) rempah-rempah.6

Suma Oriental yang ditulis seorang informan portugis, Tome Pires, melukiskan

keadaan Jawa sekitar tahun 1515. Menurutnya perpindahan kekuasaan politik ke

tangan orang Islam terjadi dengan dua cara; Pertama: Bangsawan-bangsawan Jawa

dengan sukarela memeluk Islam di daerah kekuasaannya dan tetap berkuasa, dan

kemudian pedangang-pedagang Islam dan para ulama memperoleh kedudukan

tinggi. Kedua: orang-orang Islam dari berbagai suku bangsa bertempat tinggal

di pemukiman tersendiri di bandar-bandar dan membuat benteng pertahanan

di pemukiman tersebut. Dari benteng tersebut juga diadakan serangan terhadap

pemukiman orang-orang kafir untuk menguasai pemerintahan Bandar.

Cara pengislaman yang pertama yang awalnya dipakai untuk pengislaman di

pantai-pantai utara Jawa timur, misalnya di Tuban. Cara kedua terjadi di Bandar-

bandar pantai utara Jawa Tengah seperti Demak dan Jepara.7

Tulisan ini disusun menjadi dua episode untuk memudahkan dalam memahami

karakteristik negara Islam yang serupa dalam setiap episode. Misalnya episode

pertama; negara Islam Kesultanan Demak dan negara-negara yang lebih kecil

sesudahnya mempunyai karakteristik yang hampir sama.

Berdasar pasal 1 konvensi Montevideo 27 Desember 1933 mengenai hak dan

kewajiban Negara (Rights and Duties of States) menyebutkan bahwa Negara sebagai

subjek dalam hukum internasional harus memiliki empat unsur yaitu : penduduk

yang tetap, wilayah tertentu, pemerintahan yang berdaulat dan kapasitas untuk

berhubungan dengan Negara lain.8 Maka dalam tulisan ini akan dibahas apakah

kerajaan-kerajaan Islam pada masa itu (tahun 1500 – 1700) memenuhi syarat untuk

disebut sebagai sebuah negara atau negara Islam.

Dalam kajian ilmu Tata Negara modern, dikenal 2 bentuk negara atau

pemerintahan yaitu; monarchie (kerajaan) dan republik. Duguit membedakan

antara republik dan monarchie berdasarkan bagaimana kepala negara diangkat. Jika

seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka

bentuk pemerintahan disebut monarchie, pelaksana kekuasaan negara disebut

raja. Jika kepala negara dipilih melalui suatu pemilihan umum untuk masa

jabatan tertentu maka negaranya disebut republik, pelaksana kekuasaan negara

disebut Presiden.9

6 De Graaf, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Kajian Sejarah Politik Abad ke-15 dan ke1-16, Grafitipers Jakarta, cetakan ketiga 1989. h.24-25

7 Ibid. h.28-298 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional (Jakarta, Penerbit : RajaGrafindo, 2003), hal. 39 Moh Kusnadi dan Harmelly Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet.5, (Jakarta: Pusat Studi

HTN dan CV Sinar Bakti, 1983), hlm. 167 lihat juga; Hans Kelsen, General Theory of Law and State , (New York: Russell & Russell, 1961), hlm. 283

“ Dalam kajian

ilmu Tata Negara

modern, dikenal

2 bentuk negara

atau pemerintahan

yaitu; monarchie

(kerajaan) dan

republik.”

Page 10: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

10

Saat itu, bentuk negara yang dikenal di seluruh dunia adalah bentuk kerajaan,

sehingga yang dipakai negara-negara Islam saat itu adalah bentuk negara kerajaan.

Sampai sekarangpun sistem ini masih dipakai di banyak negara di berbagai belahan

dunia, misalnya Brunei Darussalam, Oman, Qatar, Saudi Arabia, Vatikan, dan lain-

lain.

Episode Pertama

� Negara Islam Kesultanan Demak Bintoro

Kemunculan Kesultanan Demak

Kesultanan Demak, pada awalnya hanyalah sebuah perkampungan di desa

Glagahwangi yang dibangun di hutan Bintara. Singkat cerita, desa Glagahwangi

telah berubah menjadi sebuah kadipaten di bawah Majapahit yang ramai dan

diberi kebebasan menjalankan ibadah serta menyebarkan agama Islam. Kemudian

para Walipun sepakat untuk mendirikan Masjid Agung guna menopang dan

mengembangkan kadipaten Bintara. Setelah Masjid Agung selesai dibangun, para

Wali bermusyawarah untuk menentukan program dan fase perjuangan lebih lanjut.

Mereka berencana mendirikan Negara Islam dengan merumuskan tiga pokok pikiran,

yaitu: tentang dasar negara Islam, tentang pemegang kekuasaan negara Islam, dan

tentang rencana dan strategi mencapai negara Islam.

Di era Kerajaan Majapahit beberapa pelabuhan telah ramai dikunjungi oleh

saudagar-saudagar asing. Guna kepentingan komunikasi dengan saudagar asing

maka pemerintah Kerajaan Majapahit mengangkat sejumlah pegawai muslim sebagai

pegawai pelabuhan atau syahbandar. Alasannya, pegawai muslim pada masa itu

kebanyakan telah menguasai Bahasa asing terutama Bahasa Arab sehingga mampu

berkomunikasi dan memberikan pelayanan kepada saudagar-saudagar asing yang

kebanyakan beragama Islam.

Mengenai rancangan dan strategi mencapai negara Islam, para Wali mempunyai

siasat yang matang dan kongkrit. Setelah Kerajaan Majapahit dikalahkan oleh Prabu

Girindrawardana dari Keling Kediri, maka Kadipaten Demak Bintara menyiapkan

strategi untuk menyerang Majapahit yang telah dikuasai raja Keling Kediri. Setelah

Majapahit kalah, maka kadipaten Demak resmi memproklamasikan diri sebagai

kesultanan Islam dengan Raden Fatah sebagai sultannya.

Pada tahun 1481 M Setelah pasukan Majapahit dapat dikalahkan oleh pasukan

Kadipaten Demak sesuai saran para Walisongo, Raden Fattah menyerahkan

pemerintahan sementara Kerajaan Majapahit, kepada Sunan Giri dalam beberapa

saat, sambil melihat perkembangan dampak dari jatuhnya pemerintahan Prabu

Girindrawardhana dan sekaligus menunggu saat yang tepat untuk penobatan Raden

Fattah menjadi Sultan Kasultanan Demak Bintoro.

Menurut pendapat Graaf, dengan tanpa kesulitan Raden Fattah berhasil

mengalahkan Majapahit. Untuk memusnahkan segala bekas kekafiran dan penolak

Page 11: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

11

bala, maka Sunan Giri memegang pimpinan tertinggi terlebih dahulu selama 40 hari,

baru kemudian diserahkan kepada Raden Fattah

Padahari Senin (Soma) Kliwon malam Selasa Legi tanggal 11 malam 12 Rabiul

Awal 860 H/ 16 Mei 1482 M dengan sengkalan “Warna Sirna Catur Nabi”, maka secara

resmi kadipaten Demak berubah menjadi Kesultanan Demak dan Raden Fattah atau

Adipati Bintoro dilantik menjadi Sultan Demak oleh Sunan Ampel.10

Penetapan Dasar Negara

Tentang dasar negara Islam dapat disingkap dan simpulkan dari berita-berita

dalam Walisana dan Babad Demak, yaitu tentang perdondi kiblat (perselisihan

paham para Wali tentang arah kiblat) Masjid Demak. Menurut kitab Tembang Babad

Demak, peristiwa itu dilukiskan sebagai berikut:

Takir lemungsir pritgantil/ wus pinasang kinancingan/ datan antara usuke/

lawan reng wus pinakon/ mastaka gya pinasang/ wus ngadeg sengkalanipun/

lawang trus gunaning janmal// nulya sagung para Wali/ amawes leresing keblat/

nanging pradondi rembuge/ ana kang ngoyong mangetan/ sawiji datan rembag/

mesjid ingoyong mangidul/ daredah rembag ing wuntat.

Menurut Atmodarminto terhadap peristiwa ini beberapa ahli babad Jawa

menyatakan bahwa Masjid dalam cerita ini harus diartikan secara majazi (kiasan/

sanepan) bukan Masjid hakiki. Adapun yang dimaksud tidak lain ialah Negara Islam,

sedang kiblat yang diperselisihkan itupun bukan kiblat hakiki tetapi kiasan yang

berarti pedoman atau dasar-dasar Negara Islam.

Sementara itu, mustaka (puncak) melambangkan nilai-nilai yang luhur, suci

dan tertinggi di atas nilai-nilai lainnya (top qualities). Menurut Atmodarminto dan

didukung Widji Saksono, rekaman peristiwa itu mengandung isyarat, bahwa wali

songo meyakini supremasi hukum Islam, yaitu suatu negara harus berpegang pada

ajaran Islam murni (mustika Islam) yang berkiblat di Mekah, yaitu al-Qur’an dan

Hadis Nabi.11

Berlakunya Hukum Islam

Kerajaan Demak tidak hanya mengatur masalah pernikahan dan ibadah murni

saja, melainkan juga masalah waris, muamalah, jinayah dan siyasah (pidana dan

politik), hukum acara peradilan dan lain-lain, dimana aturan-aturan tersebut

didasarkan pada hukum Islam. Tidak sebagaimana konsepsi Snouck Hurgronje yang

memisahkan urusan ibadah dan politik.12

Untuk pelaksanaan hukum Islam, Sultan Demak menyusun kitab kumpulan

undang-undang dan peraturan pelaksanaan hukum yang diberi nama Salokantara.

10 Subroto, Kesultanan Demak Negara Yang Berdasar Syariat Islam Di Tanah Jawa, SYAMINA Edisi II Januari 2016, h.30-31 lihat juga: M. Khafid Kasri & Pujo Semedi. Op.Cit. h 65-68

11 Naili Anafah. Op.Cit. h 4. Atmodarminto, Babad Demak dalam Tafsir Sosial Politik KeIslaman dan Keagamaan (Jakarta: Milenium Publiser, 2000), hlm. 45-62. Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hlm. 127-130.

12 Lihat tulisan kami sebelumnya : Strategi Snouck Mengalahkan Jihad di Nusantara, Laporan Khusus Edisi 1 / Januari 2017

“ Menurut

Atmodarminto

dan didukung

Widji Saksono,

rekaman peristiwa

itu mengandung

isyarat, bahwa wali

songo meyakini

supremasi hukum

Islam, yaitu suatu

negara harus

berpegang pada

ajaran Islam murni

(mustika Islam)

yang berkiblat di

Mekah, yaitu al-

Qur’an dan Hadis

Nabi.”

Page 12: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

12

Kepala mahkamah agung disebut jeksa dalam kitab hukum tersebut. Nama Sunan

Kalijaga dimungkinkan berhubungan dengan kata qadhi (hakim) dalam Islam.

Setelah Kesultanan Islam Demak berdiri, para Wali menempati jabatan sebagai

pujangga, ngiras kinarya pepunden, jaksa yang mengku perdata atau sebagai

karyawan terhormat, termasuk jaksa penjaga perdata atau undang-undang.

Para Wali selalu mengawasi Sultan dalam memegang mandat menjalankan roda

kepemimpinannya. Khusus Sunan Giri, beliau dipanggil dengan sebutan panatagama

sekaligus memangku jabatan sebagai penghulu. Ia menyusun peraturan-peraturan

ketataprajaan dan pedoman-pedoman tatacara di keraton.

Dalam hal ini Sunan Giri dibantu oleh Sunan Kudus yang juga ahli dalam soal

perundang-undangan peradilan, pengadilan dan mahkamah termasuk hukum-

hukum acara formal. Mereka merumuskan masalah siyasah jinayah (pidana) yang

meliputi: had, qisas, ta’zir termasuk perkara zina dan aniaya, ’aqdiyah (perikatan,

kontrak sosial) syahadah (persaksian, termasuk perwalian), masalah imamah

(kepemimpinan), siyasah (politik), jihad (perang sabil), kompetisi dan panahan, janji

(nadzar), perbudakan, perburuhan, penyembelihan, ’aqiqah (jw: kekah), makanan,

masalah bid’ah dan lain-lain.

Selanjutnya, masalah munakahat (pernikahan), merupakan tugas Sunan Giri

dan Sunan Ampel serta lembaga-lembaga sosialnya. Mereka bertugas menyusun

aturan perdata/adat istiadat dalam keluarga dan sebagainya, yang meliputi soal dan

pasal-pasal tentang khitbah (peminangan), nikah-talak-rujuk, pembentukan usrah

(unit keluarga) dan adat istiadatnya termasuk hadanah (pengasuhan), perwalian,

pengawasan serta fara`id (waris).

Naskah Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam merupakan

undang-undang resmi kerajaan Demak yang berisi mengenai ketentuan perdata,

pidana, dan hukum acara yang bersumber pada tata hukum Islam dan kemudian

dijadikan salah satu sumber hukum kerajaan–kerajaan berikutnya (Pajang dan

Mataram).

Dalam naskah Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam

dijelaskan bahwa hukum yang berlaku di kerajaan Demak berdasarkan hukum

Islam dengan berpegang pada al-Qur’an dan Hadis. Hal ini ditegaskan dalam

pembukaan undang-undang dan sering juga ditegaskan kembali pada bagian yang

lain dengan redaksi kata yang berbeda. Disebutkan dalam naskah Serat Angger-

Angger Suryangalam:

“sang ratu puniko dene anrapaken ukumullah”

“dosane tan anglakokan sak pakeme aksarane, angowahi sapangandikaning

Allah tangala, kang tinimbalaken dawuhing kangjeng Nabi kito Mukammad

salalu ngalaihi wasalam”.

Sedangkan dalam Serat Suryangalam disebutkan “ukumullah kang den gawe

pangilon” (hukum Allah dijadikan sebagai pedoman).

“ Naskah Serat

Angger-Angger

Suryangalam dan

Serat Suryangalam

merupakan

undang-undang

resmi kerajaan

Demak yang

berisi mengenai

ketentuan perdata,

pidana, dan

hukum acara yang

bersumber pada

tata hukum Islam

dan kemudian

dijadikan salah satu

sumber hukum

kerajaan–kerajaan

berikutnya (Pajang

dan Mataram).”

Page 13: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

13

Serat Angger-Angger Suryangalam berisi tata hukum Islam yang bersumber pada

kitab Anwar, sesuai dengan konsep formulasi Pangeran Adipati Ngadilaga (Senopati

Jinbun atau Raden Fatah) yang dituangkan dalam undang-undang oleh Raden Arya

Trenggono (Sultan Demak III) yang saat itu masih menjabat sebagai jaksa, undang-

undang ini kemudian disebut sebagai Undang-Undang Jawa Suryangalam, undang-

undang ini kemudian dijadikan sebagai salah satu sumber hukum kerajaan-kerajaan

berikutnya (Pajang dan Mataram).13

Kejayaan Demak dengan Foreign Policy-nya

Kesultanan Islam Demak, menjadikan dirinya sebagai tonggak perjuangan

untuk menyebarkan agama Islam pada dasawarsa-dasawarsa pertama abad ke-16.

Untuk itu, kesultanan Demak meluaskan pengaruhnya bukan hanya ke wilayah

barat Pulau Jawa, melainkan juga ke wilayah timur pulau tersebut, bahkan juga ke

daerah-daerah luar Jawa. Pada tahun 1527 tentara Demak menguasai Tuban, tahun

berikutnya menguasai Wirosari (Purwodadi, Jateng), kemudian tahun selanjutnya

menyerang Gagelang (Madiun sekarang), kemudian Mendangkungan (sekarang

daerah Blora, 1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan (1542), Wilayah

Gunung Penanggungan (1543), Memenang (nama kuno Kerajaan Kediri, 1544), dan

Sengguruh (1545).14

Pada waktu jatuhnya Malaka ke tangan orang Portugis pada tahun 1511 Masehi,

Demak justru mencapai kejayaannya. Pati Unus (Adipati Yunus) salah satu sultan

Demak, sangat giat memperluas dan memperkuat kedudukan Kerajaan Demak

sebagai negara Islam. Pada tahun 1513 ia bahkan memberanikan diri untuk memimpin

sebuah armada besar menggempur Malaka untuk mengusir orang Portugis.15

Ketika Demak sebagai kota pelabuhan sedang mengalami kejayaan politis, agama,

kebudayaan dan perdagangan, penguasa sangat memperhatikan penyebaran agama.

Kebesaran dan luasnya pengaruh Demak tentu ditopang oleh sebuah kekuatan yang

sangat solid, diantara penopang kekuatan dan disegani dari sisi pengaruh adalah

Wali Songo. Peranan Wali Songo memang sangat sentral di Demak dan Islamisasi

Jawa, para wali tersebut memiliki otoritas temporal dan spiritual yang sangat kuat.

13 Naili Anafah, Legislasi Hukum Islam Di Kerajaan Demak (Studi Naskah Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam), IAIN Walisongo Semarang, 2011.

14 Ensiklopedi Islam, Jilid 1, Jakarta: Departemen Agama, 1993, hlm. 297-29915 Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2004. h. 61

Page 14: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

14

Perluasan wilayah dan mitra kerajaan pun kian bertambah di sepanjang pantai

utara Jawa, hal ini berkat kebesaran nama para Wali Songo. Di sebelah barat berdiri

dua kerajaan Islam yang cukup berpengaruh, yakni Cirebon dan Banten. Dua

kerajaan ini mampu menggeser dominasi kerajaan Padjajaran. Pendiri dua kerajaan

tersebut adalah salah seorang dari sembilan wali yakni Sunan Gunung Djati.

Selain perluasan wilayah tentu masalah kejayaan tidak hanya dilihat dari luasnya

wilayah atau daerah yang takluk, jauh daripada itu penyebaran Islam sebagai

tonggak perjuangan tentu harus diakui sebagai keberhasilan Demak sebagai

sebuah kerajaan yang merakyat. Wali songo sebagai sentral dari penyebaran Islam

di Jawa memiliki peran yang sangat strategis dalam penyebaran agama Islam dan

kokohnya pondasi awal kesultanan Demak, meskipun keberadaan para wali di luar

ring pemerintahan.16

Sebuah laporan Portugis menyatakan, bahwa diantara raja-raja Islam, raja

Kesultanan Demaklah yang paling gigih dan terus-menerus memerangi orang-orang

Portugis, yang dipandang sebagai orang Kafir. Seperti ketika Malaka jatuh ke tangan

kekuasaan Portugis pada tahun 1511, Raden Fatah mengirimkan putranya sendiri,

Adipati Unus untuk memimpin pasukan Islam dari Demak guna menghancurkan

kedudukan Portugis di Malaka.

Peristiwa penting lainnya, pada tahun 1527, Fatahillah (seorang ulama

terkemuka dari Pasai yang menikah dengan adik Sultan Trenggono) diutus oleh

Sultan Trenggono untuk mengislamkan Jawa Barat. Akhirnya, ia berhasil merebut

pelabuhan Sunda Kelapa dari tangan Portugis. Setelah kemenangan itu, maka nama

Sunda Kelapa diganti dengan Jayakarta.17

Di bawah kekuasaan Sultan Trenggono pula, sisa Keraton Mataram Kuno di

pedalaman Jawa Tengah dan Singasari Jawa Timur bagian selatan berhasil dikuasai

olehnya.18 Sultan Trenggono juga berhasil membawa Islam masuk ke daerah Jawa

Barat.19 Ia memang disebut-sebut sebagai sultan yang membawa Kesultanan Demak

menuju masa kejayaan.

16 Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2004 h. 617 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka alKautsar, 2010, hlm. 6618 Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga; Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural, Yogyakarta: Pustaka Belajar,

2004, hlm. 3619 Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam, Jakarta: Akbarmedia, 2003, hlm.450.

“ Selain

perluasan wilayah

tentu masalah

kejayaan tidak

hanya dilihat dari

luasnya wilayah

atau daerah

yang takluk, jauh

daripada itu

penyebaran Islam

sebagai tonggak

perjuangan

tentu harus

diakui sebagai

keberhasilan

Demak sebagai

sebuah kerajaan

yang merakyat.

Wali songo sebagai

sentral dari

penyebaran Islam

di Jawa memiliki

peran yang sangat

strategis dalam

penyebaran

agama Islam dan

kokohnya pondasi

awal kesultanan

Demak, meskipun

keberadaan para

wali di luar ring

pemerintahan.”

Page 15: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

15

Di Pulau Borneo, Kalimantan, Kesultanan Demak juga berhasil memberikan

pengaruhnya sampai ke Kesultanan Banjar. Sebuah sumber menyebutkan bahwa

calon pengganti Raja Banjar pernah meminta agar sultan Demak mengirimkan

tentara guna menengahi masalah pergantian raja Banjar. Calon pewaris mahkota

yang didukung oleh Jawa pun masuk Islam dan oleh seorang ulama, pewaris itu

diberi nama Islam. Tersebut pula bahwa selama masa Kesultanan Demak, Raja

Banjar setiap tahun mengirim upeti kepada kesultanan Demak. Tradisi ini berhenti

ketika kekuasaan beralih kepada Raja Pajang di Jawa Tengah.

Pengaruh Kesultanan Demak di Banjar membuka peluang untuk pengembangan

Islam di kawasan tersebut. Para sultan setempat menjadi pelopor utama berkembang-

suburnya Islam di Kalimantan. Pada masa-masa selanjutnya Kerajaan Kotawaringin

menjadi Islam (1620), demikian pula Kesultanan Kutai (1700).20

� Negara Islam Jepara

Jepara untuk pertama kalinya mengalami perkembangan pesat pada masa

pemerintahan Arya Timur. Pada tahun 1470 Jepara masih merupakan pelabuhan/

wilayah yang tidak berarti dan hanya memiliki penduduk antara 90 sampai 100 orang.

Setelah Pati Unus memegang tampuk pemerintahan menggantikan kedudukan

Patih Jepara, penguasa baru ini berhasil menarik banyak orang dan memperluas

wilayahnya sampai ke tanah sebrang, yakni sampai ke daerah Bangka Tanjungpura,

Pulau Laue dan sejumlah pulau lainnya.

Demikian keterangan Tome Pires yang selanjutnya mengatakan, Pati Unus

telah berhasil membuat negerinya menjadi negeri besar. Di samping itu, Tome

Pires juga memujinya sebagai Raja Jawa yang paling terkenal karena kekuatanya

dan pergaulannya yang baik dengan rakyatnya. Bahkan Tome Pires menyebut Pati

Unus hampir sebesar Raja Demak, sekalipun Jepara berada dibawah Demak, yang

mempunyai lebih banyak penduduk dan negeri.

Pada waktu itu Jepara telah berhasil mempunyai kedudukan yang baik dalam

lintas perdagangan Nusantara. Dengan terus terang Tome Pires mengakui, kota

20 Ensiklopedi Islam, Jilid 1, Jakarta: Departemen Agama, 1993, hlm.299

Page 16: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

16

Jepara mempunyai sebuah teluk dengan sebuah pelabuhan yang indah. Di depan

pelabuhan terdapat tiga buah sungai, di mana kapal-kapal besar dapat memasukinya.

Tome Pires juga memuji pelabuhan Jepara sebagai pelabuhan yang paling baik dari

sekian banyak pelabuhan yang pernah diceritakannya dan berada dalam keadaan

yang paling baik. Setiap orang yang akan pergi ke Jawa dan Maluku akan singgah di

Jepara.21

Pada abad XVI Demak merupakan kerajaan Islam terkuat di pulau Jawa dan

memegang hegemoni di antara kota-kota pantai Utara Jawa. Namun secara praktis

kota-kota itu tetap berdiri sendiri. Di masa jaya Kesultanan Demak, Jepara juga

menjadi tempat tinggal para pedagang dan pelaut, Jepara sebagai pusat penyebaran

agama Islam dan pusat kekuasaan politik, Jepara juga memegang peranan penting

dalam bidang perdagangan. Perdagangan yang dijalankan Demak dan Jepara ialah

beras dan bahan pangan yang lainnya. Jepara menjadi pelabuhan penting setelah

Malaka dikuasai Portugis pada tahun 1511. Malaka dijadikan sebagai pelabuhan

peristirahatan dan perbekalan bagi kapal-kapal Portugis. Selain itu juga dijadikan

sebagai pos militer untuk melindungi perdagangan mereka.

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menimbulkan pertimbangan-pertimbangan

baru dalam bidang politik dan ekonomi pada bagian pertama abad 16. Perkembangan

kerajaan-kerajaan Islam baru tidak hanya pusat politik, tetapi juga memegang

peranan penting dalam perdagangan dan rempah-rempah serta bahan pangan

lainnya. Keberadaan Portugis di Malaka sangat menggangu aktifitas perdagangan

dan pelayaran pedagang-pedagang Islam, termasuk Demak, lebih-lebih karena

ekspansi Portugis selain didorong oleh motif ekonomi komersial juga didorong

oleh misi agama yaitu meneruskan Perang Salib melawan orang-orang Islam.22

Masa-masa keemasan dan kemakmuran Demak mulai pudar pada saat Kematian

Sultan Trenggana pada tahun 1546. Sesudah pertempuran berdarah antara para

calon pengganti raja di ibu kota Demak, para penguasa kerajaan yang terkemuka

berkumpul di Jepara untuk memusyawarahkan hari depannya. Dengan demikian di

Jawa mulai mendirikan kerajaan Kalinyamat, kota Kalinyamat kira-kira 18 km dari

Jepara masuk ke pedalaman, ditepi jalur ke Kudus, pada abad ke-16 menjadi tempat

kedudukan raja-raja Kota Pelabuhan.

D.H. Burger mengatakan bahwa meskipun daerahnya kurang subur, namun di

wilayah kekuasaan Ratu Kalinyamat terdapat empat kota pelabuhan sebagai pintu

gerbang perdagangan di pantai utara Jawa Tengah bagian timur yaitu Jepara, Juwana,

Rembang, dan Lasem. Oleh karena itu wajar apabila Ratu Kalinyamat dikenal sebagai

orang yang kaya raya. Kekayaannya diperoleh melalui perdagangan Internasional,

terutama dengan Malaka dan Maluku.

Jepara merupakan penyuplai beras yang dihasilkan daerah pedalaman. Selain

berperan sebagai pelabuhan transit juga menjadi pengekspor gula, madu, kayu,

kelapa, kapuk, dan palawija. Apalagi Ratu Kalinyamat tidak hanya sebagai penguasa

politik, tetapi juga sebagai pedagang.

21 Panitia Penyusun Hari Jadi Jepara Pemerintah kabupaten Tingkat I, 1998, 11-1222 Tim Penyusun Naskah Sultan Hadiri dan Ratu Kalinyamat, Sultan Hadiri dan Ratu Kalinyamat Sebuah Sejarah

Ringkas (Jepara:1991), 32.

“ Keberadaan

Portugis di Malaka

sangat menggangu

aktifitas

perdagangan

dan pelayaran

pedagang-

pedagang Islam,

termasuk Demak,

lebih-lebih karena

ekspansi Portugis

selain didorong

oleh motif ekonomi

komersial juga

didorong oleh

misi agama yaitu

meneruskan

Perang Salib

melawan orang-

orang Islam.”

Page 17: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

17

Kemasyhuran kepemimpinan Ratu Kalinyamat sampai ke seluruh penjuru

Nusantara, hal ini didasarkan dari berita Portugis yang melaporkan bahwa ada

hubungan antara Ambon dan Jepara. Pemimpin-pemimpin “Persekutuan Hitu” di

Ambon ternyata beberapa kali meminta bantuan Jepara melawan orang Portugis dan

juga melawan suku yang lain yang masih satu keturunan, yaitu orang-orang Hative.

Betapa besar kekuasaan Ratu Kalinyamat nampak dari usahanya menyerang orang

Portugis di Malaka pada tahun 1550 atau 1551 yang kemudian di ulanginya pada

tahun 1574.

Menurut De Couro pada tahun 1550 Raja Johor menulis sepucuk surat kepada

Ratu Kalinyamat, mengajak Ratu Jepara itu melakukan jihad melawan orang-

orang Portugis di Malaka. Dalam surat itu Raja Johor juga menyatakan, di Malaka

telah terjadi kekurangan bahan pangan.

Ratu Kalinyamat menjawab seruan itu dengan mengirim sebuah armada yang

kuat. Dalam serangan tersebut telah muncul 200 buah kapal besar dari negeri-negeri

Islam yang telah bersekutu menyerang Malaka, 40 buah di antaranya berasal dari

Jepara, memuat 4000 sampai 5000 orang Prajurit. Armada itu dipimpin seorang

Panglima Jawa yang disebut dengan nama julukan “Sang Adipati”, seorang lelaki

yang gagah berani.23

� Negara Islam Cirebon

Kerajaan Cirebon adalah sebuah Kesultanan Islam ternama di Jawa Barat pada

abad ke-15 dan 16 masehi, dan merupakan pelabuhan penting di jalur perdagangan

dan pelayaran antar pulau. Lokasinya di pantai utara pulau Jawa yang merupakan

perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, membuatnya menjadi pelabuhan

dan “jembatan” antara kebudayaan Jawa dan Sunda.

Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman,

Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi salah satu pelabuhan

penting di pesisir utara Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di

23 Amin Budiman, Komplek Makam Ratu Kalinyamat, 35.

“ Menurut De

Couro pada tahun

1550 Raja Johor

menulis sepucuk

surat kepada

Ratu Kalinyamat,

mengajak

Ratu Jepara itu

melakukan jihad

melawan orang-

orang Portugis di

Malaka.”

Page 18: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

18

kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon

tumbuh menjadi cikal bakal pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Banten dan Cirebon adalah kawasan di Jawa Barat yang pertama kali Islam

diperkenalkan. Penduduknya sebagian besarnya adalah pedagang berdarah

campuran. Menurut sumber naskah Jawa, Cirebon diislamkan oleh salah seorang

wali songo yang bernama Sunan Gunung Jati.

Setelah mendirikan komunitas Muslim pertama di Banten, Nurullah (Sunan

Gunung Jati) kemudian memerintah juga di Cirebon. Setelah kematian Sultan

Trenggana pada tahun 1546, Nurullah di tahun 1550-an memutuskan untuk pindah

ke Cirebon di mana ia hidup sebagai ulama sampai kematiannya pada tahun 1570.

Pengaruh spiritualnya di Jawa Barat sangat besar, meskipun tidak sebesar pengaruh

Sunan Giri di Gresik Jawa Timur.

Era Syarif Hidayatullah, atau lebih dikenal dengan gelar Sunan Gunung Jati,

dapat dikatakan sebagai era keemasan (Golden Age) perkembangan Islam di Cirebon.

Sebelum Syarif Hidayatullah, Cirebon yang dipimpin oleh Pangeran Cakrabuana

(1447-1479) merupakan rintisan pemerintahan berdasarkan hukum Islam, dan

setelah Syarif Hidayatullah, pengaruh para penguasa Cirebon masih berlindung di

balik kebesaran nama Syarif Hidayatullah.

Salah satu di antara kontribusi Syarif Hidayatullah adalah bahwa ia menjadi

salah seorang dewan Walisongo di Jawa. Syarif Hidayatullah mendapatkan tugas

berdakwah di Cirebon (Jawa Barat), Banten, dan Sunda Kelapa (Jakarta). Tugas itu

digambarkan sebagai berikut;

“Kanjeng Susuhunan ing Gunung jati ing Cirebon,

amewahi donga hakaliyan mantra,

utawi parasat miwah jajampi

utawi amewahi dadamelipun tiyang babad wana”.

(Sunan Gunung Jati di Cirebon mengajarkan tata cara berdoa dan membaca

matera, tata cara pengobatan, serta tata cara membuka hutan).24

Perbedaan lain dengan para Walisongo ialah bahwa Syarif Hidayatullah selain

sebagai ulama juga umara’, ia juga sebagai Sultan di Cirebon. Berbagai bukti kejayaan

kepemimpinannya antara lain Masjid Merah Panjunan (+ 1480) dan masjid Agung

Sang Cipta Rasa (1500).

Syarif Hidayatullah pernah beberapa kali menikah; pernikahan pertama dengan

Retna Pakungwati (Putri Pangeran Cakrabuana) dikaruniai dua anak, yaitu: Ratu Ayu

(istri Fatahillah) dan Pangeran Pesarean (Dipati Muhammad Arifin); pernikahan

kedua dengan Ong Tien (Putri Cina, berganti nama Rara Sumanding) tidak

berlangsung lama, karena Ong Tien meninggal dunia; pernikahan ketiga dengan Nyi

Mas Retna Babadan (Putri Ki Gedeng Babadan); keempat dengan Dewi Kawunganten

(Putri Ki Gedeng Kawunganten, Banten) dikaruniai dua anak, yaitu:; Ratu Winaon

dan Pangeran Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I); kelima dengan Nyi Mas Rara

24 Agus Sunyoto, Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah, Tangerang : Transpustaka, 2011. hlm. 90.

“ Perbedaan

lain dengan para

Walisongo ialah

bahwa Syarif

Hidayatullah selain

sebagai ulama juga

umara’, ia juga

sebagai Sultan di

Cirebon. Berbagai

bukti kejayaan

kepemimpinannya

antara lain Masjid

Merah Panjunan (+

1480) dan masjid

Agung Sang Cipta

Rasa (1500).”

Page 19: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

19

Kerta (Putri Ki Gedeng Jatimerta) dikaruniai dua anak: Pangeran Jaya Lelana dan

Pangeran Brata Lelana.25

Pada masa itu, Cirebon dikenal juga sebagai “Jalur Sutra”‟. Adanya Pelabuhan

Muara Jati yang berada di lalu lintas utama kawasan tersebut telah menjadi arena

perdagangan internasional. Pelabuhan yang ramai dan jalur utama transportasi yang

menghubungkannya dengan wilayah-wilayah lain menyebabkan kota tersebut tampil

dengan keterbukaan dan menerima, atau paling tidak, menjadi tempat persinggahan

bagi setiap budaya, gerakan, dan pemikiran yang melintasi kawasan tersebut.26

Syariat Islam di Negara Islam Cirebon

Di Kerajaaan Cirebon sudah ada undang-undang hukum Islam yang dipakai

yang dikenal dengan Pepakem. Di Cirebon, Pengadilan dilaksanakan oleh tujuh

orang menteri yang mewakili tiga Sultan, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom dan

Panembahan Cirebon. Segala acara yang menjadi sidang menteri itu diputuskan

menurut undang-undang Islam Jawa. Kitab hukum yang digunakan, yaitu Pepakem

Cirebon, yang merupakan kumpulan macam-macam hukum Jawa-kuno memuat

kitab hukum Raja Niscaya, Undang-undang Mataram, Jaya Lengkara, Kontra

Menawa, dan Adilulah.27

� Negara Islam Banten

Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, diaspora para pedagang

muslim terjadi, sebagian dari mereka pindah ke Banten. Keramaian Banten

bertambah, juga karena para pedagang Eropa yang datang dari arah ujung selatan

Afrika dan Samudera Hindia mau tidak mau harus melalui Selat Sunda. Di samping

itu, pelabuhan Banten pun dilalui oleh kapal-kapal dagang yang datang dari dan

menuju ke arah barat laut melalui Selat Bangka.

Banten yang berada di jalur perdagangan internasional, diduga sudah memiliki

hubungan dengan dunia luar sejak awal abad Masehi. Kemungkinan pada abad ke-7

Banten sudah menjadi pelabuhan yang dikunjungi para saudagar dari luar. Ketika

Islam dibawa oleh para pedagang Arab ke timur, Banten telah menjadi sasaran

dakwah Islam. Menurut berita Tome Pires, pada tahun 1513 di Cimanuk, sudah

dijumpai orang-orang Islam. Jadi, setidaknya pada akhir abad ke-15, Islam sudah

mulai diperkenalkan di pelabuhan milik Kerajaan Hindu Sunda. Ketika Sunan Ampel

Denta pertama kali datang ke Banten, ia mendapati orang Islam di Banten, walaupun

penguasa di situ masih beragama Hindu.

Islamisasi Banten, diawali oleh Sunan Ampel, kemudian dilakukan oleh Syarif

Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Dalam naskah Carita Purwaka Caruban Nagari,

dikisahkan tentang usaha Syarif Hidayatullah bersama 98 orang muridnya meng-

25 Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara Riwayat Hidup, Karya, dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara, (Jakarta: Gramedia, 2009), hlm. 756-757

26 Mahrus El-mawa, Rekonstruksi Kejayaan Islam di Cirebon; Studi Historis pada Masa Syarif Hidayatullah (1479-1568) dalam Jumantara Vol. 3 No. 1 (2012) hlm. 100 - 127

27 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia. Edisi Revisi, Penerbit; RajaGrafindo Persada Jakarta, 2003. hlm. 114-115. Dalam Neni Vesna Madjid, Perkembangan Hukum Islam Dari Waktu Ke WaktuPada Kerajaan-Kerajaan Islam Di Nusantara, h.12. http:// fhunilak.ac.id/

“ Di Kerajaaan

Cirebon sudah

ada undang-

undang hukum

Islam yang dipakai

yang dikenal

dengan Pepakem.

Di Cirebon,

Pengadilan

dilaksanakan

oleh tujuh orang

menteri yang

mewakili tiga

Sultan, yaitu

Sultan Sepuh,

Sultan Anom dan

Panembahan

Cirebon.”

Page 20: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

20

Islamkan penduduk Banten. Secara perlahan-lahan, Islam dapat diterima masyarakat

sehingga banyak orang masuk Islam, bahkan Bupati Banten, yang merasa tertarik

dengan ketinggian ilmu dan akhlak Syarif Hidayatullah, menikahkan adiknya,

yang bernama Nyai Kawunganten, dengan wali penyebar Islam di Sunda ini. Dari

perkawinan ini lahirlah dua anak yang diberi nama Ratu Winahon (dalam sumber

lain disebut Wulung Ayu) dan Hasanuddin. Dalam Babad Banten diceritakan bahwa

Sunan Gunung Jati dan putranya Hasanuddin (Pangeran Sabakingkin), terus berusaha

untuk mengislamkan masyarakat di daerah Banten. Mereka pergi ke arah selatan, ke

Gunung Pulosari, tempat bersemayamnya 800 orang yang setelah mendengar ajaran

Islam disampaikan ayah dan anak itu, semuanya menyatakan masuk Islam. Di lereng

Gunung Pulosari itu, Sunan Gunung Jati mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan

keislaman kepada anaknya. Setelah ilmu yang dikuasai Hasanuddin sudah dianggap

cukup, Sunan Gunung Jati memerintahkan supaya anaknya itu berkelana sambil

menyebarkan agama Islam kepada penduduk negeri.28

Kesultanan Banten pada awalnya merupakan sebuah wilayah yang dikuasai oleh

Kesultanan Demak dan kemudian beralih ke Kesultanan Cirebon, pasca runtuhnya

Kesultanan Demak sepeninggal Sultan Trenggana.29 Setelah tahun 1570, Banten

di bawah Sultan Hasanuddin, memisahkan diri dari Cirebon. Wilayah kekuasaan

Kesultanan Banten sejak tahun 1570 hingga 1670 meliputi daerah Jayakarta (lepas

ke tangan VOC sejak 1619), Banten (seluruh daerah propinsi Banten sekarang) dan

sebagian besar daerah Lampung. Batas daerah kekuasaan Banten di barat hingga ke

perbatasan dengan Kesultanan Palembang, di sebelah timur berbatasan dengan kota

benteng Batavia dan punggung timur gunung Halimun yang menjadi kekuasaan

Mataram sejak Sultan Agung.30

Pemilihan Surosowan sebagai ibu kota Kesultanan Banten, tampaknya didasarkan

atas pertimbangan antara lain karena Surosowan lebih mudah dikembangkan

sebagai bandar pusat perdagangan. Oleh karena Banten semakin besar dan maju,

maka pada tahun 1552 Masehi, Banten yang tadinya hanya sebuah kadipaten diubah

menjadi negara bagian Demak dengan dinobatkannya Hasanuddin sebagai raja di

Kesultanan Banten dengan gelar Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan.

Ketika sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh

J. de Barros, Banten telah menjadi pelabuhan besar di Jawa, sejajar dengan Malaka.

Sebuah sungai membagi Kota Banten menjadi dua bagian. Sungai itu dapat dilayari

oleh perahu jenis Jung dan Galen. Pada satu tepi sungai berjajar benteng-benteng

yang dibuat dari kayu yang dilengkapi dengan meriam.31

Kemunculan Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas

pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama

pasukan Demak menaklukkan penguasa lokal di Banten, dan mendirikan Kesultanan

Banten yang berafiliasi ke Demak.

28 Lubis (ed.), Kesultanan Banten, Sejarah Tatar Sunda. Jilid I, 2003, Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara Pustaka LP3ES Indonesia, cet. I 2004.

29 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm.6930 G. Moedjanto, Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram, (Yogyakarta: KANISIUS, 1994),

hlm.3031 Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara Pustaka LP3ES Indonesia, 2003, cet.

I 2004. Ebook chm

Page 21: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

21

Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari

Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama

Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat

dan menjadi Penguasa Jepara.

Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin

juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia

berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah

melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan

Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.

Setelah ia kembali ke Cirebon, kekuasaannya atas Banten diserahkan kepada

puteranya, Hasanuddin. Hasanuddin menikah dengan puteri Demak dan

diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552. Ia meneruskan usaha-usaha

ayahnya dalam memperluas wilayah kekuasaan Islam, yaitu ke Lampung dan daerah

sekitarnya di Sumatera Selatan.

Pada tahun 1568, di saat kekuasaan Demak beralih ke Pajang. Hasanuddin

memerdekakan Banten. Itulah sebabnya dalam sumber-sumber sejarah yang

menceritakan kelahiran Banten ia dianggap sebagai raja Islam yang pertama di

Banten. Banten sejak semula memang merupakan vassal dari Demak. Hasanuddin

wafat kira-kira tahun 1570 dan digantikan oleh anaknya, Yusuf. Setelah sembilan

tahun memegang tampuk kekuasaan, pada tahun 1579 Yusuf menaklukkan Pakuwan

yang belum menganut Islam dan waktu itu masih menguasai sebagian besar

daerah pedalaman Jawa Barat. Sesudah ibu kota kerajaan itu jatuh dan raja beserta

keluarganya menghilang, golongan bangsawan Sunda masuk Islam. Walaupun

telah memeluk Islam, mereka diperbolehkan tetap memakai pangkat dan gelar yang

disandang sebelumnya.

Karena Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511 maka aktivitas

perdagangan pindah ke Aceh, Banten, Cirebon dan Demak termasuk para pedagang

dari Arab, Persi dan Cina. Mereka tidak mau melewati Malaka karena Portugis

menetapkan aturan pajak/cukai dagang yang tinggi serta memonopoli perdagangan

dan perlakuan yang kasar terutama kepada pedagang muslim.

Lahirnya Jayakarta

Perluasan Islam di Banten sejalan dengan perkembangan pelabuhan Banten,

sementara untuk wilayah Timur pengembangan agama Islam didorong oleh kerajaan

Demak, Sultan Trenggono, raja Demak ke-3 pengganti Adipati Unus bercita-cita

meluaskan Islam di seluruh pulau Jawa.

Melihat perluasan agama Islam yang pesat hal ini mengkhawatirkan raja

Padjajaran Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi, maka ia mengirim anaknya

Surawisesa untuk mengadakan persahabatan dengan Portugis di Malaka karena

khawatir mereka di serang oleh Demak, Cirebon dan Banten. Portugis menyetujui

akan membantu Padjajaran asal mereka diijinkan mendirikan Benteng di Sunda

Kelapa.

“ Selain mulai

membangun

benteng

pertahanan di

Banten, Maulana

Hasanuddin juga

melanjutkan

perluasan

kekuasaan ke

daerah penghasil

lada di Lampung.

Ia berperan dalam

penyebaran

Islam di kawasan

tersebut, selain

itu ia juga telah

melakukan kontak

dagang dengan

raja Malangkabu

(Minangkabau,

Kerajaan

Inderapura), Sultan

Munawar Syah.”

Page 22: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

22

Mendengar perjanjian tersebut Sultan Trengono marah dan segera mengirim

pasukan di bawah pimpinan Fatahillah tahun 1527. Dengan bantuan penduduk

Padjadjaran Fatahillah dapat menaklukan Pelabuhan Sunda Kelapa, atas persetujuan

Sultan Demak dan Syarif Hidayatullah Fatahillah diangkat menjadi adipati Sunda

Kelapa, yang kemudian diganti menjadi Jayakarta. Penguasaan Sunda Kelapa

mempunyai arti penting bagi kerajaan Demak karena:

1. Dengan dikuasainya Banten dan Demak, maka akan memudahkan

pengembangan pengaruh Islam ke Pajajaran di kemudian hari.

2. Banten dapat dijadikan tempat yang strategis bagi perluasan wilayah Demak

ke Pantai selatan Sumatera, Lampung dan Palembang yang kaya lada,

cengkeh, dan kopi.

3. Dengan dikuasainya pantai utara Jawa yaitu Banten, Cirebon dan Sunda

Kepala maka kekhawatiran Demak atas pengaruh Portugis di Pulau Jawa

dapat diatasi.

4. Banten juga dijadikan pusat penyebaran agama Islam untuk masyarakat

Jawa Barat dan sebagian sumatera selatan yang animis.32

Kejayaan Banten dengan Syariat Islam

Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu

Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu

Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian

Banten maju pesat.

Islam menjadi pilar pendirian Kesultanan Banten, dan para ulama memiliki

pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakatnya, seiring itu tarekat maupun

tasawuf juga berkembang di Banten. Sementara budaya masyarakat menyerap Islam

sebagai bagian yang tidak terpisahkan.

Kadi memainkan peranan penting dalam pemerintahan Kesultanan Banten,

selain bertanggungjawab dalam penyelesaian sengketa rakyat di pengadilan agama,

juga dalam penegakan hukum Islam seperti hudud.33

Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa, Banten merupakan Kesultanan Islam di

Nusantara yang mempunyai hubungan internasional, baik dengan Kesultanan Aceh

yang mendapat gelar Serambi Makkah ataupun Kesultanan Mughal di India. Bahkan,

Sultan Ageng Tirtayasa mendapat gelar Sultan Haji karena ia menunaikan ibadah

Haji, gelar yang pertama kali di miliki raja Jawa. Di bawah kepemimpinan Sultan

Ageng Tirtayasa, kerajaan Banten adalah kerajaan yang paling ketat melaksanakan

hukum Islam. Di masa Sultan Ageng, diberlakukan hukum potong tangan kanan

selanjutnya potong tangan kiri untuk pencurian harta secara berturut-turut

senilai sekurang-kurang nya satu gram emas.34

Sultan Ageng mempunyai mufti Syaikh Yusuf al-Makasari yang melihat dari

nama nya, berasal dari Makasar. Sejak muda, Sultan Ageng (yang waktu itu masih

32 Encep Supriatna, Tokoh Penyiar Agama Islam Berikut Wilayahnya, https://www. file.upi.edu33 Euis Nurlaelawati, (2010), Modernization, tradition and identity: the Kompilasi hukum Islam and legal practice in the

Indonesian religious courts, Amsterdam University Press.34 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2004, hlm. 142

“ Di bawah

kepemimpinan

Sultan Ageng

Tirtayasa, kerajaan

Banten adalah

kerajaan yang

paling ketat

melaksanakan

hukum Islam. Di

masa Sultan Ageng,

diberlakukan

hukum potong

tangan kanan

selanjutnya potong

tangan kiri untuk

pencurian harta

secara berturut-

turut senilai

sekurang-kurang

nya satu gram

emas.”

Page 23: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

23

putra mahkota) bersahabat dengan Muhammad Yusuf yang sesudah belajar di

kampungnya sendiri di Makasar, singgah di Banten dan kemudian belajar ke Aceh

selanjutnya ke Makkah selama ± 30 tahun. Sekembalinya di Indonesia, Kerajaan

Makassar telah dikalahkan Belanda, maka Yusuf yang telah menjadi ulama besar

diminta untuk menjadi mufti di Banten sekaligus menjadi menantu sahabatnya,

Sultan Ageng Tirtayasa. Di Banten, selain melaksanakan hukum potong tangan

terhadap pencuri juga menghukum orang yang menggunakan opium dan

tembakau. Hukuman berat juga dilaksanakan terhadap pelaku pelanggaran

seksual.

Demikianlah keberagamaan kerajaan Banten beserta pelaksanaan syariat Islam

kelihatan lebih ketat dibandingkan kerajaan Islam lainnya di Jawa. Ini terjadi karena

Banten yang mempunyai hubungan internasional dengan Negara Islam besar,

sehingga menjadi tempat persinggahan dan transaksi perdagangan internasional.

Bangsa lain yang berdagang di Banten antara lain Persia, Arab, Keling, Koja, Pegu,

Cina, Melayu. Walaupun kedudukan Banten kemudian kalah dengan Jayakarta

(yang kemudian menjadi Batavia) yang dijadikan pusat perdagangan oleh Belanda,

sehingga Banten menjadi mundur, Sultan Ageng di tawan Belanda, Syaikh Yusuf di

buang, tetapi pelaksanaan syariat Islam masih tetap ketat. Ketika pada tahun 1813

Kesultanan Banten dibumihanguskan oleh Daendels, keturunan Sultan Ageng masih

terus mengembangkan syariah Islam, salah seorang di antaranya adalah Al-Nawawi

al-Bantani (1813-1897 M).35

� Negara Islam Giri di Gresik

Setelah mengadakan aktifitas dakwahnya dengan melalui perdagangan, lama

kelamaan akhirnya dalam diri Sunan Giri timbul pikiran untuk merealisasikan pesan

yang pernah diberikan oleh gurunya di Pasai, yaitu mendirikan tempat sebagai pusat

untuk berda’wah. Raden Rahmat, guru beliau sangat menyetujui dan mendukung

rencana tersebut. Demikian juga ibu angkatnya yang ada di Gresik memberikan izin

untuk melaksanakan tugas itu.

Untuk mendapatkan tempat yang strategis sesuai dengan yang disarankan oleh

gurunya (Syeh Awwalul Islam). Sunan Giri bermunajat mohon pertolongan kepada

Allah, beliau kemudian berjalan menuju bukit yang letaknya berada di sebelah selatan

kota Gresik itu bukit Giri. Di sekitar bukit itu akhirnya ditemukan sebuah tempat yang

sekarang terletak di desa Sidomukti. Di tempat inilah Sunan Giri mulai mendirikan

Masjid dengan pesantren serta mendirikan rumah untuk para keluarganya. Pada

taraf perkembangan, tempat tersebut menjadi pusat kekuasaan Giri, yaitu dengan

terwujudnya kedaton Giri.36 Kekuasaan Giri setelah wafatnya Raden hahmat (1475

M) menjadi lebih besar, sebab antara Ampel Denta dengan Gresik digabungkan ke

Gresik atas izin raja Majapahit.37

Dalam perkembangan selanjutnya, pusat lembaga dakwah yang telah didirikan

oleh Sunan Giri juga mengalami perkembangan fungsi, jika pada awalnya khusus

35 Rifa’I Hasan, Warisan Intelektual Islam Indonesia, Telaah Atas Karya Klasik, Bandung: Mizan, 1987, hlm. 39.36 Ali Eri'an, Op.cit, hal. 43-4437 Hamka, Sejarah Umat Islam, Jld. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1981, hal. 145-146

“ Di

Banten, selain

melaksanakan

hukum potong

tangan terhadap

pencuri juga

menghukum orang

yang menggunakan

opium dan

tembakau.

Hukuman berat

juga dilaksanakan

terhadap pelaku

pelanggaran

seksual.”

Page 24: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

24

untuk aktifitas pendidikan keagamaan, maka sejak meninggalnya Raden Rahmat,

pusat keagamaan itu juga sebagai pusat kegiatan politik. Hal ini disebabkan adanya

legalitas yang telah diberikan oleh pemerintah Majapahit kepada Sunan Giri yang

telah menjadikan Giri sebagai daerah pusat gubernuran atas Gresik dan Surabaya.38

Kekuasaan Giri yang berpusat di Kedaton Giri merupakan pola pemerintahan

ulama, sebagai embrio berdirinya kerajaan Islam Demak, dari Girilah para ulama

menyusun satu kekuatan dan memfokuskan segala aktifitas yang menyangkut

kepentingan umat Islam pada saat itu.

Sinar-sinar Islam mulai dipancarkan ke berbagai daerah di Nusantara terutama

daerah-daerah yang masih berbau Hindu dalam wilayah kekuasaan Majapahit.

Dengan keagungan dan kebesaran Islam dalam waktu yang relatif singkat, daerah-

daerah di sekitar Giri seperti Tuban telah berkiblat kepada Giri, demiklan juga dengan

para bupatinya segera memeluk agama Islam.39

Sunan Giri berusaha menyebarkan Islam ke wilayah timur dengan mengirim

para muballigh ke daerah tersebut. Diantaranya ke pulau Madura, Kangean, Bawean,

Ternate, dan Haruku di kepulauan Maluku.40

Dalam menjalankan wewenangnya sebagai pimpinan ulama selain aktif

mengajarkan agama kepada ummat, beliau juga menentukan kebijaksanaan politik

ummat Islam yang berjalan pada waktu itu. Dengan sikap kharismatik dan kebijakan

yang telah dimiliki maka segala persoalan yang menyangkut kelangsungan Islam

terutama dibidang politik, beliaulah yang menentukan bahkan sebagai faktor utama

dalam pengangkatan seorang Sultan atau Raja.41 Maka Sunan Giri oleh penulis Barat

disebut sebagai semacam ‘Paus Jawa’ atau imam Jawa.

Kedudukan Sunan Giri yang begitu penting di mata masyarakat, akan lebih

mempermudah untuk melancarkan pengaruhnya terhadap para penguasa daerah-

daerah kecil yang ada di pesisir utara laut Jawa yang menjadi bawahan Majapahit,

juga para penguasa yang ada di wilayah Nusantara bagian Timur seperti Kalimantan,

Maluku dan sebagainya. Telah diberitakan bahwa raja Ternate, Zaenal Abidin (1486-

1500) masuk Islam juga karena mendapatkan dakwah Sunan Giri di kedaton Giri.

Menurut hikayat Tanah Hitu yang ditulis oleh Rijali, bahwa yang mengantar raja

Zaenal Abidin ke Giri adalah Jamilu dari Hitu. Bahkan sekembali nya dari Jawa, raja

tersebut membawa muballigh yang bernama Tuhubahalul.42

Dengan adanya para penguasa yang telah memeluk Islam tersebut, secara politis

Sunan Giri dapat mempengaruhi mereka dalam mengendalikan pemerintahannya.

Maka segala hal yang berkaitan dengan urusan pemerintahannya baik di segi politik,

ekonomi, pendidikan maupun kebudayaan, sedikit banyak akan dapat diwarnai

dengan nilai-nilai Islam.

Sejalan dengan pertumbuhan Islam di Jawa Timur yang telah dimotori oleh

Raden Rahmat dan Sunan Giri berkembang begitu pesat dan mempunyai pengaruh

38 Thomas Arnold, The preaching Of Islam, Terj. Nawawi Rambe, Wijaya, Jakarta, 1977, hal. 333.39 Umar Hasyim, Sunan Giri, Penerbit Menara Kudus, 1979 , hal 8140 Rahman, Pengantar Sejarah Jawa Timur, Jld I, Autometie, sumenep, 1979, hal. 14341 Taufiq Abdullah, Islam Dan Masyarakat, LP3ES, Jakarta, 1987, hal. 12142 Mawarti Djoened, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid. III, PN. Balai pustaka, Jakarta, 1984. h.22

“ Sunan

Giri berusaha

menyebarkan Islam

ke wilayah timur

dengan mengirim

para muballigh ke

daerah tersebut.

Diantaranya ke

pulau Madura,

Kangean,

Bawean, Ternate,

dan Haruku

di kepulauan

Maluku.”

Page 25: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

25

sangat besar terhadap masyarakat khususnya pada masyarakat pesisir utara Jawa

Timur. Sementara dipihak pemerintahan pusat Majapahit terjadi kemunduran

akibat terjadinya pergolakan politik. Lama kelamaan penguasa Majapahit menaruh

kecurigaan terhadap gerakan yang dilakukan oleh Sunan Giri, sehingga pihak

Majapahit di bawah kekuasaan Wirabhumi (1478 M) berusaha menghancurkan

pusat dakwah di Giri, tetapi mengalami kegagalan karena pertahanan Sunan Giri

cukup kuat. Hal ini adalah bukti yang menunjukkan berkembang pesatnya peranan

kekuasaan politik Giri dibawah pimpinan Sunan Giri.

Berangkat dari kegagalan serangan tersebut dan melihat semakin berpengaruhnya

Islam terhadap kalangan masyarakat pesisir utara Jawa Timur yang telah dipelopori

oleh Sunan Giri dan Raden Rahmat, maka Raja Majapahit berusaha kompromi

dengan kedua tokoh tersebut, yaitu dengan jalan mengakuinya sebagai orang-orang

besar kerajaan Majapahit.43

Raden Rahmat, bersama para ulama lainnya telah sepakat menempuh jalur

diplomasi dalam menghadapi tekanan Majapahit, tetapi adanya situasi politik yang

semakin buruk, yaitu adanya serangan yang telah dilancarkan oleh Dyah Ranawijaya

Girindrawardhana dari Keling atas Majapahit, maka menjadikan Sunan Giri bersikap

ofensif terhadap pemerintahan Majapahit yang dikuasai pemberontak. Penyerbuan

Girindrawardhana tersebut terjadi pada tahun 1478 M. yang mengakibatkan jatuhnya

Majapahit ke tangan pemberontak.44

Menurut penilaian sunan Giri, sebetulnya yang lebih berhak menggantikan

kedudukan kekuasaan Majapahit adalah Raden Fatah, bukan Girindrawardhana. Ini

didasarkan atas pertimbangan bahwa Raden Fatah adalah putera Bhre Kertabumi

sebagai penguasa Majapahit pada waktu itu. Maka dengan memihak Demak, Sunan

Giri bersama-sama para wali yang lain mendampingi Raden Fatah untuk mengadakan

operasi terhadap ibu kota Majapahit yang ada di tangan pemberontak; dan akhirnya

pemberontak dari Keling dapat ditundukkan dan Majapahit dapat direbut kembali.

Maka kemudian berdirilah kerajaan Islam Demak pada tahun 1478 M.45

Ketika Demak mencapai kemenangan dan menggantikan kedudukan Majapahit,

Sunan Giri sebagai pimpinan ulama pada saat itu segera mengangkat Raden Fatah

untuk dinobatkan sebagai Raja pertama di kerajaan Islam Bintara Demak. Sedangkan

Sunan Giri sendiri diangkat sebagai menteri dan merangkap sebagai penasehat

hulubalang kerajaan.46

Kedaton Giri menjadi daerah bawahan Demak, tetapi penguasa pusat

memberikan hak otonomi bagi Giri. Hal ini dapat diterima, sebab kekuasaan Giri

waktu itu adalah sebagai pendukung yang dapat dijadikan sebagai patner dalam

menegakkan kerajaan Demak. Sehingga dalam mengendalikan kekuasaannya selama

43 Umar Hasyim, op.cit, hal. 8444 Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan-kerajaan Hindu Jawa Ban Timbulnya Negara-negara Islam Di Nusantara,

Bhatara, Jakarta, 1968, hal. 407 juga; Umar Hasyim, op.cit, hal. 56-5745 Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya Di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta 1981, hal.

274-27546 Umar Hasyim, op.cit, hal. 86

“ Lama

kelamaan penguasa

Majapahit menaruh

kecurigaan

terhadap gerakan

yang dilakukan

oleh Sunan Giri,

sehingga pihak

Majapahit di

bawah kekuasaan

Wirabhumi (1478

M) berusaha

menghancurkan

pusat dakwah

di Giri, tetapi

mengalami

kegagalan karena

pertahanan Sunan

Giri cukup kuat.”

Page 26: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

26

pemerintahan Demak berlangsung, tetap mendapatkan kebebasan untuk berkuasa

hingga beliau wafat, yaitu pada tahun 1506 M.47

Mengenai keadaan ekonomi di Gresik pada abad ke-16, Tome Pires menyatakan

bahwa; Gresik sebagai kota perdagangan laut yang paling kaya dan paling penting

di seluruh Jawa. Ia memberitakan adanya transaksi yang dilakukan oleh kapal-kapal

dari Gujarat, Calicut, Bengalen, Siam, Cina, dan Liu-kiu dengan Gresik. Serta ada

aktifitas perdagangan antara Gresik dan Maluku serta Banda.48

Para pelaut dan pedagang Gresik telah memperkenalkan nama Giri di Abad ke-

18 dan 17 di banyak pantai-pantai timur Nusantara. Dalam kisah di Lombok, Giri

mempunyai kedudukan penting, disebutkan Pangeran Prapen dari Giri (penerus

sunan Giri) dengan armadanya singgah di Pulau Sulat dan Sungian. Ia telah berhasil

menundukkan Raja kafir di teluk Lombok untuk mengakui kekuasaan Islam.

Kemudian ia memasuki tanah Sasak dan berlayar ke Sumbawa dan Bima. Dalam

ekspedisi kedua berusaha membebaskan Bali namun gagal karena perlawanan sengit

Raja Dewa Agung.

Tahun 1565 orang-orang Hitu mengadakan perjanjian dengan Raja Giri untuk

mendapat perlindungan dari tentara Portugis. Para prajurut Jawa kurang lebih

selama 3 tahun berada di suatu tempat yang beberapa tahun sesudahnya masih

disebut sebagai “Kota Jawa”.

Pada permulaan abad 17 tidak jarang orang Belanda bercerita tentang seorang

ulama yang mereka namakan “Paus Islam” atau “Raja Imam”. Di bidang politik dan

ekonomi para sunan di Giri mempunyai kedudukan jauh lebih penting dibanding

dengan sunan-sunan di Cirebon atau Kudus. Selama dua abad, Giri mampu

mempertahankan eksistensinya dari mulai masa Majapahit sampai masa Mataram.49

Setelah tahun 1589 Kedaton Giri menjadi tempat berlindung bagi Raja-Raja Jawa

Tengah dan Jawa Timur yang wilayahnya diduduki tentara Mataram. Saat Sultan

Agung berkuasa, raja terakhir giri tidak mau tunduk di bawah Mataram, sehingga

47 Panitia Penelitian Dan Pemugaran Sunan Giri, Sejarah dan da'wah Islamiyah Sunan Giri, Cet. I, II, Malang, 1974. h. 129 dan 150

48 De Graaf, Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, op.cit. h.174 49 Ibid. h.193

Page 27: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

27

Sultan Agung telah berhasil merebut Surabaya kemudian mengutus Pangeran Pekik

dari Surabaya (keturunan Sunan Ampel) untuk menaklukkan Giri.

Episode Kedua

� Negara Islam Mataram

Nama Mataram berasal dari nama bunga, sejenis bunga Dahlia yang berwarna

merah menyala. Ada juga nama Mataram yang dihubungkan dengan Bahasa

Sansekerta, Matr yang berarti Ibu, sehingga nama Mataram diberi arti sama dengan

kata Inggris Motherland yang berarti tanah air atau Ibu Pertiwi. Sebelum tahun 1000

M daerah ini telah berkembang suatu peradaban yang ditinggalkan oleh kerajaan

Hindu. Pada abad ke-14 saat Majapahit mencapai puncak kejayaan, bumi Mataram

dipandang kurang penting. tidak terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa

para Raja Mataram kuno yang hidup beberapa abad sebelumnya masih dikenang di

Majapahit.50

Awal Pembentukan Mataram Era Panembahan Senapati

Mataram pada mulanya hanyalah merupakan hutan yang penuh tumbuhan

tropis di atas puing-puing istana tua Mataram Hindu, lima abad sebelum berdirinya

kerajaan Mataram (Islam) yang kita bicarakan sekarang ini.

Wilayah ini di akhir abad ke-16 (pada masa pemerintahan Sultan Pajang - Jaka

Tingkir) telah dibedah kembali oleh seorang Panglima Pajang “Ki Gede Ngenis” yang

kemudian populer dengan Ki Pemanahan dengan suatu misinya untuk memasukkan

wilayah tersebut ke dalam pengaruh Islam di bawah panji kerajaan Pajang. Wilayah

Mataram dianugerahkan Sultan Pajang kepada Ki Gede Ngenis beserta puteranya,

yang kelak menjadi Panembahan Senopati, atas jasa mereka mengalahkan musuh

negara Pajang, Aria Penangsang di Jipang Panolan.

Ki Pamanahan, disinyalir sebagai penguasa Mataram yang patuh dan taat kepada

Sultan Pajang. Ia mulai naik tahta di istananya yang baru di Kotagede pada tahun

1577 M sampai tutup usianya di tahun 1584.51 Setelah wafat ia diganti putranya,

ngabehi Loring Pasar, yang kemudian diberi gelar oleh Sultan Pajang sebagai

Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama (karena keberaniannya dan kemahirannya

dalam berperang) atau mashur dengan Panembahan Senopati.52

Berbeda dengan ayahnya, yang menempuh jalan patuh sebagai kerajaan

bawahan Pajang, ia sengaja mengabaikan kewajibannya sebagai raja bawahan

dengan tidak seba atau sowan tahunan terhadap raja Pajang. Konsekuensinya raja

Pajang memutuskan untuk menyelesaikan pembangkangan Mataram dengan jalan

kekerasan dan kekuatan senjata. Ekspedisi penyerbuan di bawah komando Sultan

Pajang sendiri itu mengalami kegagalan karena bersamaan dengan meletusnya

Gunung Merapi yang mengakibatkan bercerai berainya prajurit Pajang.

50 Prof. a. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Penerbit ombak, 2012), hlm.176-180

51 H.J. De Graaf dan T.H. G. T.H. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, terj. Grafiti press dan KITLY, PT Grafiti pers. Jakarta. 1985, hal. 277-282.

52 Kartodirdjo, Sejarah Xasional. III. hal. 286

“ Mengenai

keadaan ekonomi

di Gresik pada

abad ke-16, Tome

Pires menyatakan

bahwa; Gresik

sebagai kota

perdagangan laut

yang paling kaya

dan paling penting

di seluruh Jawa.

Ia memberitakan

adanya transaksi

yang dilakukan

oleh kapal-kapal

dari Gujarat,

Calicut, Bengalen,

Siam, Cina, dan

Liu-kiu dengan

Gresik. Serta

ada aktifitas

perdagangan

antara Gresik

dan Maluku serta

Banda.”

Page 28: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

28

Beberapa saat kemudian, sekembalinya dari ekspedisi yang gagal itu, Sultan

Pajang meninggal dunia. Momentum ini dimanfaatkan oleh Panembahan Senopati

untuk memproklamasikan dirinya sebagai penguasa di seluruh Jawa.53 Senapati

memiliki cita-cita hendak mengangkat kerajaan Mataram sebagai penguasa tertinggi

di seluruh Jawa menggantikan Pajang. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Senapati

mengambil dua langkah penting, pertama memerdekakan diri dari pajang dan kedua

memperluas wilayah kerajaan Mataram ke seluruh Jawa.54

Senopati Mataram merupakan figur penguasa yang agresif. Semenjak ia

menobatkan dirinya menjadi penguasa banvak sekali kerajaan-kerajaan di Jawa

Tengah dan sebagian di Jawa Timur menjadi ajang taklukannya. Tercatat pada masa

berkuasanya (1584-1601 M), Pajang dan Demak dapat ditaklukan pada tahun 1588

(konon semenjak peristiwa ini ia mendapat gelar Panembahan) menyusul kemudian

Madiun pada tahun 1590 dan Jepara pada tahun 1599. Pada tahun yang bersamaan

Tuban juga diserang yaitu tahun 1598 dan 1599 tetapi masih dapat bertahan hingga

diduduki pada tahun 1619 oleh Sultan Agung.55

Sutawijaya dinilai berhasil membangun Mataram. Wilayah yang dikuasai

Kesultanan Mataram adalah Mataram, Kedu, dan Banyumas. Sutawijaya meninggal

pada tahun 1601 dan ia menguasai wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.56 Di

sebelah timur hanya Blambangan, Panarukan, dan Bali yang masih tetap merdeka.

Lainnya tunduk pada kekuasaan Senapati Sedangkan di pantai laut Jawa Rembang,

Pati, Demak, Pekalongan mengakui kekuasaan Mataram.57

Panembahan Senopati mangkat pada tahun 1601 digantikan putranya yang

bernama Mas Jolang atau Ki Gede Mataram yang kemudian masyhur dengan julukan

Panembahan Sedo Ing Krapyak, yang memerintah tahun 1601 sampai 1613. Dalam

menjalankan roda pemerintahan Sultan yang baru naik tahta ini tidak memiliki watak

agresif sebagaimana bapaknya, ia lebih cenderung mengadakan pembangunan

dibanding ekspansi. Banyak sekali dijumpai bangunan-bangunan yang sebelumnya

tidak ada, seperti : Prabayeksa (tempat kediaman raja) dibangun pada tahun 1603,

Taman Danalaya pada tahun 1605, membuat lumbung di Gading tahun 1610 dan

lain-lain. Maka ia terkenal sebagai raja yang ahli membangun. Kecenderungan

yang ia sukai ialah berburu, ia mempunyai daerah khusus untuk perburuan yang

dinamakan dengan krapyak.58

Raden Mas Jolang diberi gelar Sultan Hanyakrawati. Ia memerintah pada

tahun 1601-1613. Pada masa pemerintahannya, sering terjadi perlawanan dari

wilayah pesisir, yang merupakan salah satu penyebab mengapa RM Jolang tidak

mampu memperluas wilayah Kesultanan Mataram. Menjelang wafatnya, RM Jolang

menunjuk Raden Mas Rangsang sebagai penggantinya. Setelah dilantik, RM Rangsang

diberi gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrahaman.

53 Ibid. h.28554 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm. 7055 Ibid, h.29556 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm. 7057 Prof. dr. Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara,

(Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2007), hlm. 22658 H.J. De Graaf, Puncak Kajayaan Mataram. Penerbit Pustakan Grafiti pers. Jakarta. Cet. I. 1986, h22-23

“ Sutawijaya

dinilai berhasil

membangun

Mataram. Wilayah

yang dikuasai

Kesultanan

Mataram adalah

Mataram, Kedu,

dan Banyumas.

Sutawijaya

meninggal pada

tahun 1601 dan ia

menguasai wilayah

Jawa Tengah dan

Jawa Timur. Di

sebelah timur

hanya Blambangan,

Panarukan, dan

Bali yang masih

tetap merdeka.

Lainnya tunduk

pada kekuasaan

Senapati

Sedangkan di

pantai laut Jawa

Rembang, Pati,

Demak, Pekalongan

mengakui

kekuasaan

Mataram.”

Page 29: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

29

Ia memerintah dari tahun 1613-1645. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan

Mataram mengalami kejayaan.59

Masa Kejayaan Mataram, Sultan Agung (1613 – 1645)

Raden Mas Rangsang diangkat menjadi Raja baru yang memakai nama Sultan

Agung Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrahman. Jika para pendahulunya mengambil

ibukotanya di Kota Gede, maka Sultan Agung mengambil ibukotanya di Karta. Tempat

yang terletak kira-kira 5 km di sebelah barat daya Kota Gede. Secara adminsitratif

sekarang Karta merupakan sebuah dusun di desa Pleret. Sultan Agung dikenal

dengan politik ekspansinya, sehingga bukan Jawa saja yang ingin dikuasainya

melainkan wilayah Nusantara. Musuh-musuh Sultan Agung bukan saja kerajaan-

kerajaan yang ada di pesisir dan kerajaan Hindu di Blambang, tetapi juga para

penguasa asing yang berusaha menjajah Nusantara. Misalnya, Portugis dan Belanda.

Oleh karena itu, wajarlah jika semenjak diangkatnya, ia selalu mengangkat senjata

dalam rangka menerapkan taktik ekspansi.60

Berbeda sekali dengan ayahnya, ia termasuk figur pemimpin yang keras dan

tegas tetapi bijaksana. Nampaknya karakter itu ia warisi dan almarhum kakeknya. Ia

juga yang telah meneruskan ekspansi-ekspansi ke berbagai wilayah yang pada masa

Panembahan Senopati masih belum tuntas.61 Sultan Agung dikenal sebagai raja yang

kuat, bijaksana, cakap, dan perekonomian masyarakat Mataram berkembang sangat

pesat karena didukung oleh hasil bumi Mataram yang melimpah ruah. Wilayah

kekuasaan Mataram juga bertambah luas setelah masa pemerintahan Sultan Agung.62

Sultan Agung terkenal sebagai raja Mataram yang tangkas, cerdas, dan taat dalam

menjalankan agama Islam. Oleh sebab itu, pada masa pemerintahannya, kerajaan

Islam Mataram mencapai puncak kejayaannya dan menjadi kerajaan terbesar di

pulau Jawa pada saat itu. Menurut kesaksian salah seorang saudagar dari Eropa

yakni Balthasar van Eyndhoven, menyatakan bahwa Sultan Agung adalah seorang

59 Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII, Penerbit Kurnia Kalam Sejahtera Yogyakarta, 1994. h.24-25

60 Mundzirin Yusuf, dkk, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Kelompok Penerbit Pinus, 2007), hlm.85-87

61 Yahya Harun, Kerajaan Islam Nsantara Abad XVI dan XVII, h.2562 Komandoko, Atlas pahlawan Indonesia, Yogyakarta: Quantum Ilmu 2011, h.322.

“ Sultan Agung

dikenal dengan

politik ekspansinya,

sehingga bukan

Jawa saja yang

ingin dikuasainya

melainkan wilayah

Nusantara.”

Page 30: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

30

Sultan yang tidak bisa dianggap remeh. Wajahnya kejam, layaknya kaisar dengan

dewan penasehatnya yang memerintah dengan keras, seperti memerintah sebuah

negara besar. Pada tahun 1614, Balthasar bersama Van Surck pergi ke Mataram untuk

mengucapkan selamat atas pengangkatan Raja sebagai pemangku pemerintahan.

Pada saat itu ia memperkirakan bahwa usia raja sekitar 23 tahun, oleh sebab itu

Sultan diperkirakan lahir pada tahun 1591.63

Mengenai penampilan Sultan, pakaian yang dikenakannya juga cukup menarik

perhatian. Pakaian yang dikenakan Sultan Agung tidak jauh berbeda dengan

pakaian orang Jawa pada umumnya yang terbuat dari kain dalam negeri berbatik

putih biru. Sultan juga menggunakan kopyah dari kain linen yang dipastikan

adalah kuluk putih yang sejak masuknya agama Islam dikenakan oleh mereka

yang taat beribadah, ditambah lagi dengan keris di badan bagian depan serta ikat

pinggang dari emas. Pada bagian jemarinya dihiasi cincin dengan banyak intan yang

gemerlapan. Keris di sini dipakai di depan yang berbeda dengan kebiasan orang-

orang Jawa pada umumnya.64

Mengenai sifat-sifatnya yang menarik perhatian adalah sifat ingin tahu, dan

bertindak tegas. Sifat keingintahuannya terlihat dari beberapa pertanyaan yang

dilontarkan Sultan kepada De Haen tentang peta dunia. Sultan ingin melihat

letak negara Belanda, Inggris, dan Spanyol. Ia juga menanyakan tentang arti-arti

sebuah nama termasuk nama para gubernur jenderal pun ingin diketahuinya.

Selain pertanyaan yang diajukan hanya untuk menambah pengetahuan, ada juga

pertanyaan yang berhubungan dengan politik, misalnya tentang jumlah meriam di

Banten.

Begitu kerasnya Sultan dalam bertindak, juga dialami oleh seorang tahanan

Belanda, yang dilemparkan ke buaya-buaya karena dituduh melakukan perbuatan

sihir. Di samping dikenal sebagai seorang yang berwatak keras, Sultan adalah sosok

raja yang tidak mudah percaya dengan orang lain, bahkan termasuk keluarganya

sendiri. Ia beranggapan bahwa di lingkungannya yang terdekat, juga terdapat

seorang penghianat, paling tidak pembohong. Menghadapi kondisi semacam ini, ia

hanya dapat bersikap selalu waspada.65

Raja terkenal sebagai seorang muslim yang saleh. Sebagai seorang raja yang

taat dalam beragama, ia tekun menjalankan perintah agama dan beribadah.

Sultan Agung secara teratur pergi ke masjid, dan para pembesar istana diharuskan

mengikutinya. Berbeda dengan para penggantinya yang hanya mengirim pejabat

istana ke masjid untuk shalat jum’at, tetapi ia sendiri tetap di rumah. Pada Grebeg

Pasa Sultan Agung juga pergi ke masjid bersama rakyatnya. Dan pada masanya

para tawanan diwajibkan dikhitan dengan ancaman hukuman mati bila menolak.66

Hendrick de Haen dalam tulisannya tentang perjalanannya sebagai utusan pada

tahun 1622, menyatakan bahwa para pembesar Mataram tiap hari jumat pagi harus

63 De Graaf dan Puncak Kajayaan Mataram. h.10264 Graff, Puncak Kekuasaan Mataram, h.12265 De Graff, Puncak Kekuasaan Mataram, h.123-12566 Ibid. h.107

“ Pakaian yang

dikenakan Sultan

Agung tidak jauh

berbeda dengan

pakaian orang Jawa

pada umumnya

yang terbuat dari

kain dalam negeri

berbatik putih

biru. Sultan juga

menggunakan

kopyah dari

kain linen yang

dipastikan adalah

kuluk putih yang

sejak masuknya

agama Islam

dikenakan oleh

mereka yang taat

beribadah.”

Page 31: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

31

hadir ketika raja pergi ke Masjid. Bahkan pada masa itu masjid ada di setiap desa.67

Jumat pagi jam 9 Raja dan semua pejabat Istana sudah hadir di Masjid.68

Seperti itulah gambaran Sultan tentang ketaatannya pada agama Islam, ada

beberapa petunjuk bahwa sejak sebelum berlakunya tarikh Islam, Sultan Agung lebih

sungguh-sungguh dalam mentaati aturan agama Islam, baik terhadap dirinya sendiri

maupun orang-orang di sekelilingnya. Pada tahun 1630 M para prajurit Mataram

dapat dikenali dengan ciri khas mereka yang berambut pendek dan memakai

kuluk putih. Tidak lama sebelum wafat, Sultan juga menyuruh untuk memangkas

rambutnya. Hal ini merupakan petunjuk bahwa Sultan agung memang raja mataram

yang taat beragama. Van Goens menggambarkan Sultan sebagai tokoh yang

mempunyai pengetahuan luas tentang watak seseorang, kearifan yang mendalam,

dan sebagai orang yang berhati keras.69

� Hukum Islam di Mataram

Pada tahun 1633 Sultan Agung telah berhasil menyusun dan mengumumkan

berlakunya sistem penanggalan tahun baru bagi seluruh kerajaan Mataram, yaitu

model perhitungan kalender Jawa (saka) yang disesuaikan dengan penanggalan

Hijriyah.70 Sebagaimana diketahui, sebelum masuk pengaruh Islam, kalender yang

dikenal di Jawa didasarkan pada sistem Matahari yang lebih terkenal dengan kalender

Saka. Sementara Islam memakai kalender dengan sistem bulan (Qamariyah) yang

juga disebut sebagai kalender Hijriyah. Sultan Agung mencoba menyelaraskan kedua

sistem itu dengan menyatukannya serta menjadikannya sebagai kalender resmi

Mataram. Ciri kalender tersebut adalah penggunaan sistem bulan (Hijriyah) dengan

menggunakan tahun Saka. Dalam sistem baru ini terdapat perubahan nama bulan,

misalnya bulan Safar dalam tahun Hijriyah menjadi Sapar dalam tahun Jawa, Rajab

menjadi Rejeb, Dzulka’idah menjadi Dulkangidah, Muharram menjadi Sura, dan

Ramadhan menjadi Pasa. Ciri lain terlihat pada hari yang dikenal sebagai hari pasaran

yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing, Wuku, dan Wuwu. Sistem ini diresmikan pada

tanggal 8 Agustus 1633 / 1 Muharam 1043 atau 1 Sura 1555 tahun Jawa.

Sultan Agung juga mendorong proses Islamisasi kebudayaan Jawa. Ia

mengadakan pembaharuan tata hukum yang disesuaikan dengan hukum Islam,

dan memberi kesempatan bagi peranan para ulama dalam lapangan hukum

Negara.71

Perubahan itu pertama-tama diwujudkan khusus dalam pengadilan Pradata

yang dipimpin oleh Raja sendiri. Pengadilan Pradata diubah namanya menjadi

pengadilan Surambi, karena pengadilan ini tidak lagi mengambil tempat persidangan

67 Ibid. h.11768 Ibid. h.12569 Bakdi Soemanto, Cerita Rakyat dari Yogyakarta 3 (Yogyakarta: Grasindo, 2003), h. 270 Purwadi, Sejarah Raja-raja Jawa, Sejarah Kehidupan Kraton Dan Perkembangannya Di Jawa, Yogyakarta : Media

Abadi, 2007 h.31271 Salman Inskandar, 99 Tokoh Muslim Indonesia (Bandung: MIZAN, 2009), 76 juga; Purwadi, Sejarah

Raja-raja Jawa, 312

“ Sultan Agung

juga mendorong

proses Islamisasi

kebudayaan Jawa.

Ia mengadakan

pembaharuan

tata hukum yang

disesuaikan dengan

hukum Islam,

dan memberi

kesempatan bagi

peranan para

ulama dalam

lapangan hukum

Negara.”

Page 32: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

32

di Sitiinggil, melainkan di serambi Masjid Agung. Perkara-perkara kejahatan yang

menjadi urusan pengadilan ini dinamakan kisas.72

Melaksanakan keadilan menjadi perhatian utama bagi seorang raja. Menurut

istilah yang lebih tua, mbeneri, untuk melakukan keadilan yang kini makin kurang

sering digunakan dan telah diganti dengan kata ngadili. Kata ngadili berasal dari

Bahasa Arab ‘adl’ (adil, secara harfiah, berarti menjadikan lurus, membetulkan).

Kata yang lebih tua tadi sepenuhnya sesuai dengan gagasan untuk meluruskan

keseimbangan, ketenangan, dalam pengertian keselarasan diartikan dalam konteks

Jawa dalam hubungan mikrokosmos dan makrokosmos.73

Negara kosmis erat hubungannya dengan konsep raja yang bersifat dewa, yaitu

anggapan bahwa raja adalah titisan dewa atau keturunan dewa. Konsep dewa-raja

atau ratu-binathara ini pada periode kerajaan Islam tidak menempatkan raja pada

kedudukan yang sama dengan Tuhan, melainkan sebagai kalifatullah, wakil Allah di

dunia. Namun penurunan derajat ini tidak mengubah atau mengurangi kekuasaan

raja terhadap rakyat.

Dalam hal ini rakyat tetap dituntut untuk tunduk kepada rajanya. Konsep ratu-

binthara memiliki tiga macam wahyu, yaitu wahyu nubuwah, wahyu hukumah, dan

wahyu wilayah. Wahyu nubuwah adalah wahyu yang mendudukkan raja sebagai

wakil Tuhan; wahyu hukumah menempatkan raja sebagai sumber hukum dengan

wenang murba wasesa, artinya berkuasa dan bertindak dengan kekuasaannya;

wahyu wilayah, yang melengkapi dua wahyu yang telah disebutkan di atas, memberi

pandam pangauban, artinya memberi penerangan dan perlindungan kepada

rakyatnya.74

Selain itu menarik diungkapkan apa yang dikemukakan oleh Zaini Ahmad Noeh,

bahwa di antara bentuk dan sistem pemerintahan kerajaan Islam di Indonesia yang

nampaknya meninggalkan ciri-ciri pada sistem pemerintahan Republik Indonesia

dewasa ini, adalah kerajaan Mataram di Jawa, terutama ciri dalam menempatkan

bidang agama sebagai bagian dari pemerintahan umum. Jabatan keagamaan di

tingkat desa disebut Kaum, Amil, Modin, Kayim, Lebai, dan sebagainya selalu ada di

samping Kepala Desa. Pada tingkat kecamatan atau kewedanaan selalu ada seorang

Penghulu Naib, yang kini dikenal sebagai Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan,

Pejabat Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk (NTR). Pada tingkat kabupaten, seorang

bupati didampingi oleh seorang Patih untuk bidang-bidang pemerintahan umum

dan seorang Penghulu Kabupaten di bidang agama.

Sistem pemerintahan adat istiadat dan kebiasaan pemerintahan di Jawa mirip

dengan bentuk susunan pemerintahan Mataram di mana ada tiga serangkai jabatan,

yaitu Raja/Bupati, Patih, dan Penghulu (termasuk tata kotanya dengan pola; Keraton,

Alun-Alun, dan Masjid) sebagai manifestasi gelar Raja Mataram yang berbunyi:

Hingkang Sinuhun (yang dipertuan), Senopati Hing Ngalogo (Panglima Perang),

Sayidin Panagatama Kalipatullah (Pengatur Urusan Agama sebagai Pengganti

72 Dr.Th.W. Juynball, Handleiding tot de kennis van de Mohammedaansche wet,dalam Mr. R. Tresna, Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad, (Jakarta:Pradnya Paramita, 1978), hlm.17

73 Soemarsaid Moertono, Negara dan Usaha Bina-Negara Di Jawa Masa Lampau:Studi tentang masa Mataraam II, abad XVI sampai XIX. (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1985). hlm.102

74 B.J.O.ScHrieke,Indonesian Sociological Studies, Part.2, (The Hague-Bandung:W van Hoeve Ltd,1957), hlm.105

“ Bentuk

dan sistem

pemerintahan

kerajaan Islam

di Indonesia

yang nampaknya

meninggalkan ciri-

ciri pada sistem

pemerintahan

Republik Indonesia

dewasa ini, adalah

kerajaan Mataram

di Jawa.”

— Zaini Ahmad

Noeh

Page 33: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

33

Rasulullah). Fungsi memelihara agama ditugaskan kepada penghulu dengan para

pegawainya disebut “Kaum”, yang jumlahnya untuk setiap ibukota (pusat dan

kabupaten) selalu tidak kurang dari 40 orang, jumlah itu adalah untuk memenuhi

syarat sahnya shalat Jum’at sesuai ajaran Madzhab Syafi’i dan mereka memperoleh

tanah jabatan (lungguh) di belakang masjid besar yang disebut kampung Kauman.

Adapun sasaran tugas mereka adalah pelayanan bidang peribadatan dan urusan-

urusan keagamaan. Sedangkan tugas mengatur dunia dibebankan kepada Pepatih

Dalem (Patih) sebagai pelaksana pemerintahan umum dan sekaligus pemerintahan

militer.75

Perkara-perkara kejahatan yang menjadi urusan pengadilan Surambi dinamakan

kisas. Keputusan-keputusan yang diambil oleh Pengadilan Surambi mempunyai arti

suatu nasehat (advis) kepada raja di dalam mengambil keputusannya.” 76

Salah satu produk hukum penting di Keraton Kasunanan Surakarta adalah

Angger Nawala Pradata yang memuat aturan-aturan hukum berbagai jenis tindakan

hukum sekitar tata kehidupan masyarakat di bawah pemerintahan Kasunanan

Surakarta. Namun aturan hukum dalam Angger Nawala Pradata ini konon sudah

mulai dirumuskan sejak zaman Kerajaan Mataram Islam yang merupakan cikal-

bakal dari berdirinya Kasunanan Surakarta. Dari masa ke masa, Angger Nawala

Pradata mengalami amandemen atau pembaharuan karena desakan dan pengaruh

Kolonial Belanda.77

Amandemen Angger Nawala Pradata tidak terlepas dari pengaruh kolonial

Belanda. Larson mengatakan, bahwa situasi politik Kasunanan sangat dipengaruhi

oleh sikap dari pihak Kasunanan sendiri terhadap pemerintah Belanda,

Mangkunegaran, penduduk dan wilayah di luar kerajaan.78 Pengaruh hukum Barat

terhadap undang-undang yang berlaku di kerajaan ini konon berlangsung sejak

tahun 1709 ketika Pakubuwono I (1705-1719) masih bertahta di Kasunanan Kartasura

Hadiningrat. Ketika itu, Pakubuwono I membahas sebuah perjanjian dengan Belanda,

salah satunya mencakup tata cara pelaksanaan pengadilan.79 Dalam perjanjian 1709

tersebut Sunan harus menyerahkan pelaksanaan pengadilan dan tanah di sebelah

timur Gunung Merapi dan Gunung Merbabu kepada pemerintah Belanda.80

Di kerajaan Mataram, pelaksanaan hukum Islam di bawah Sultan Agung dibagi

menjadi Peradilan Surambi81 yang menangani perkara-perkara kejahatan pidana

(Kisas). Pimpinan peradilan secara de jure berada ditangan Sultan dan secara de facto

dipimpin oleh penghulu dengan dibantu oleh beberapa ulama sebagai anggota.82

75 Noeh, Zaini Ahmad, Kepustakaan Jawa sebagai Sumber Sejarah Perkembangan Hukum Islam, dalam “Prospek Hukum Islam dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia”, Sebuah Kenangan 65 Tahun Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, SH., Jakarta: PP-IKAHI, 1994. h.105

76 Tresna R. “Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad”. Pradnya Paramita. Jakarta 1978.Cetakan Ke-3. h. 17-18. 77 Angger Nawala Pradata Kasunanan; http://kerajaannusantara.com/id/surakarta-hadiningrat/hukum/78 G. D Larson, Masa Menjelang Revolusi, Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta, (Yogyakarta: UGM Press, 1989),

hal., 5.79 Angger Nawala Pradata Kasunanan; http://kerajaannusantara.com/id/surakarta-hadiningrat/hukum/80 Achmad Ridwan (Skripsi);"Perkembangan Pengadilan Pradata Masa Reorganisasi Bidang Hukum di kasunanan

Surakarta tahun 1893-1903"; Universitas Sebelas Maret Surakarta – 201081 Dinamakan Peradilan Surambi karena pelaksanaanya dilakukan di Serambi Masjid Agung. Realitas ini juga terjadi di

beberapa daerah lainnya di Indonesia.82 Nur Ahmad Fadhil Lubis, A History of Islamic Law in Indonesia, (Jakarta: Pustaka, 2006), hlm. 72. Lihat juga R.

Tresna, 1978, Peradilan Agama dari Abad ke Abad, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 1978), hlm. 17-18.

Page 34: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

34

Keputusan Pengadilan Surambi berfungsi sebagai nasihat bagi Sultan dalam

mengambil keputusan. Sultan tidak pernah mengambil putusan yang bertentangan

dengan nasihat pengadilan Surambi.83

� Perekonomian Kesultanan Mataram

Negara Mataram tetap merupakan negara agraris yang mengutamakan

pertanian. Selain beras, Mataram juga menghasilkan gula kelapa dan gula aren. Hasil

gula tersebut berasal dari daerah Giring di Guningkidul. Gula kelapa dan gula aren

itu diekspor ke luar melalui Tembayat dan Wedi.84

Dasar-dasar kehidupan maritim tidak dimiliki oleh Mataram. Laut Selatan

Jawa gelombangnya terlalu besar sehingga pembuatan pelabuhan di pantai selatan

tidak mungkin. Kesultanan Mataram yang sedang dalam taraf pembangunan tidak

berhasil memiliki pelabuhan dan tidak menjadi negara Maritim. Kesultanan Mataram

menjadi negara pertanian karena pusat kerajaannya berada di pedalaman.85

� Kehidupan Sosial keagamaan serta Peran Ulama

Pada masa pemerintahan Sultan Agung, para ulama yang ada di kesultanan

Mataram dapat dibagi dalam tiga bagian. Yaitu ulama yang masih berdarah

bangsawan, ulama yang bekerja sebagai alat birokrsi, ulama pedesaan yang tidak

menjadi alat birokrasi. Sebagai penguasa Mataram, Sultan Agung sangat menghargai

para ulama karena mereka mempunyai moral dan ilmu pengetahuan tinggi. Jika ingin

membuat kebijakan, Sultan Agung selalu meminta nasihat dan pertimbangan

kepada para ulama.86

Ulama pada saat itu sedang konsentrasi menggarap Islamisasi terhadap budaya-

budaya yang masih melekat di hati masyarakat Mataram. Sunan Kalijaga misalnya,

beliau adalah ulama yang selalu berusaha keras agar ajaran Islam mudah diterima

oleh masyarakat yang sudah kuat nilai kepercayaan terhadap ajaran dan doktrin

budaya sebelum Islam. Berbagai cara telah beliau tempuh termasuk melalui karya

seni yang telah mentradisi di masyarakat.87

Penggunaan gelar Sayidin Panatagama oleh Senopati menunjukkan bahwa

sejak awal berdirinya Mataram telah dinyatakan sebagai negara Islam. Raja

berkedudukan sebagai pemimipin dan pengatur agama. Mataram menerima

agama dan peradaban Islam dari kerajaan-kerajaan Islam pesisir yang lebih tua.

Sunan Kalijaga sebagai penghulu terkenal di masjid Agung Demak mempunyai

pengaruh besar di Mataram. Tidak hanya sebagai pemimpin rohani, tetapi juga

sebagai pembimbing di bidang politik.88

Namun peran ulama menjadi tergeser semenjak Mataram dikuasai oleh

Amangkurat I. Pada saat itu terjadi de-islamisasi. Banyak ulama yang dibunuh

83 Cik Hasan Bisri,Peradilan Agama ….., Op. Cit., hlm. 11484 Daliman, Islamisasi, hlm. 188-18985 Slamet muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa, hlm. 22686 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, hlm. 74-7587 Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara, hlm. 30-3188 Daliman, Islamisasi, hlm. 190

“ Penggunaan

gelar Sayidin

Panatagama

oleh Senopati

menunjukkan

bahwa sejak

awal berdirinya

Mataram telah

dinyatakan sebagai

negara Islam. Raja

berkedudukan

sebagai pemimipin

dan pengatur

agama. Mataram

menerima agama

dan peradaban

Islam dari kerajaan-

kerajaan Islam

pesisir yang lebih

tua.”

Page 35: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

35

sehingga kehidupan keagamaan merosot, sementara dekadensi moral menghiasi

keruntuhan pamor Mataram akibat dari campur tangan budaya asing.89

Peran di bidang kebudayaan Islam

pada masa pemerintahan raja yang ketiga, Sultan Agung gagasan untuk

mengembangkan kebudayaan dapat dimulai. Diambillah unsur-unsur peradaban

dari daerah-daerah pesisir Utara dan Jawa Timur yang dapat mempertinggi martabat

keraton Mataram dibidang kebudayaan sesuai dengan kedudukannya sebagai istana

raja penguasa tertinggi di seluruh tanah Jawa juga dalam hal penyebaran agama

Islam, menyatukan diri dengan unsur-unsur Hindu-Budha yang disebut dengan

Islam Sinkretis.90

Pada masa Sultan Agung diperintahkan untuk menulis sebuah kitab induk

semacam ensiklopedi Jawa yang dinamakan Babat Kerajaan Mataram, sering disebut

juga Babad Tanah Djawi yang sampai sekarang masih ada dan banyak menjadi

sumber kajian dan penelitian sejarah Jawa. Penyusunan babad ini dilakukan setelah

perubahan gelar menjadi sultan sekitar tahun 1641 M. 91

Sistem Politik Kesultanan Mataram

Sistem politik Mataram yang sifatnya intern, terutama menyangkut konsolidasi

tata pemerintahan, seperti sistem birokrasi, sistem penggantian raja, masing-masing

periode hampir tidak mengalami perbedaan, akan tetapi dalam hal penguasaaan

wilayah, kadang-kadang mengalami naik-turun. Seperti pada masa Panembahan

Senopati, ia mampu mengangkat martabat Mataram ke strata yang lebih tinggi,

yakni menjadikan Mataram berdiri sendiri (yang semula merupakan daerah

bawahan Kerajaan Pajang). Ketika kendali pimpinan beralaih ke tangan susuhunan

Amangkurat I martabat Mataram menjadi merosot kembali, wilayah kekuasaan

mulai menciut karena hubungannya dengan kolonial Belanda.

Keabsahan kedudukan dan kekuasaan raja mataram, diperoleh karena warisan.

Secara tradisional pengganti raja-raja ditetapkan putra laki-laki dari istri permaisuri

dan selir pun biasa dinobatkan sebagai pengganti raja. Apabila dari keduanya tidak

mendapatkan anak laki-laki, maka paman atau saudara laki-laki tua dari ayahnya

bisa menjadi pengganti.

Politik Luar Negeri

Mengenai politik luar negerinya, diantara penguasa Mataram bisa ditemui

perbedaan yang mencolok dalam menghadapi penetrasi Barat. Ada yang menempuh

sikap kompromistis dan ada pula yang antipati sama sekali. Pada masa Panembahan

Senopati, usaha tersebut memang belum ditemui. Hal ini disebabkan walaupun

saat itu orang-orang Eropa sudah berada di Nusantara, konsentrasi politik sedang

dicurahkan untuk konsolidasi dan penguasaan kerajaan-kerajaan di sekitarnya.

89 Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara, hlm. 30-3190 Daliman, Islamisasi, hlm. 191-19291 De Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram, op.cit. h.281-282

“ Pada masa

Sultan Agung

diperintahkan

untuk menulis

sebuah kitab

induk semacam

ensiklopedi Jawa

yang dinamakan

Babat Kerajaan

Mataram, sering

disebut juga Babad

Tanah Djawi yang

sampai sekarang

masih ada dan

banyak menjadi

sumber kajian dan

penelitian sejarah

Jawa.”

Page 36: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

36

Sedangkan pada masa Raden Mas Jolang, kehadiran Belanda diterima dengan

baik di akhir kekuasaannya. Berbeda dengan penguasa Mataram berikutnya, Sultan

Agung, beliau termasuk penguasa yang antipati pada kompeni. Berbagai usaha telah

dikerahkan untuk mengusir keberadaan dan membendung penetrasinya yang kian

kuat di bumi Nusantara.92

Politik ekspansi Sultan Agung didukung oleh kekuatan tentaranya yang terkenal

perkasa dan sulit terkalahkan dalam peperangan. Dalam setiap misi sampai

penaklukan Surabaya kekuatan tentara Sultan Agung selalu berhasil gemilang

mengalahkan musuh-musuhnya. Pada tahun 1615 total kekuatan tentara

Mataram tidak kurang dari 300.000 pasukan.

Ada semacam wajib militer di Mataram saat itu. Di samping pasukan pengawal

di istana dan pasukan reguler, masih ada pasukan milisi yang terdiri dari para

penduduk desa yang dikerahkan atas perintah Raja. Para milisi ini tidak dibayar

oleh raja, tetapi sebagai tugas wajib untuk membela negara dengan sukarela. Untuk

memobilisasi milisi diperlukan beberapa tahapan. Untuk daerah di sekitar keraton

mobilisasi dilakukan dengan pukulan-pukulan gong di semua sudut Karta

diikuti desa-desa dan kota-kota di sekitarnya. Dalam setengah hari raja dapat

mengumpulkan 200.000 orang bersenjata. Dengan persenjataan yang sederhana

dan tanpa perbekalan mereka sering terancam kelaparan. Kelebihan tentara Sultan

Agung adalah kedisplinan dan semangat tempur yang tinggi sehingga mampu

melakukan tugas-tugas berat. Di seluruh Nusantara mungkin sulit ditemukan

kemampuan militer yang demikian.93

Beberapa misi Sultan Agung diantaranya yaitu mempersatukan seluruh Jawa di

bawah kekuasaan Mataram dan mengusir kompeni (VOC) dari Batavia. Beberapa

wilayah telah terwujud telah ia taklukkan, Mataram melakukan beberapa penyerangan

di sekitar Jawa Timur. Pada tahun 1614 M Mataram menyerang Surabaya bagian

selatan; Ujung Timur Pulau Jawa, Malang, dan Pasuruan. Ia juga dapat menduduki

Wirasaba pada tahun 1615 M. Penaklukan Wirasaba ini dirasa sangat penting, hal itu

dikarenakan merupakan pintu masuk ke Surabaya.

Kemudian pada tahun 1616 M, pasukan dikirim melalui pantai Utara dan dapat

menaklukkan Lasem dan terus ke Timur sampai Pasuruan. Bahkan pada tahun

92 Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara, hlm. 28-2993 De Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram, h.128-130

“ Dalam setiap

misi sampai

penaklukan

Surabaya kekuatan

tentara Sultan

Agung selalu

berhasil gemilang

mengalahkan

musuh-musuhnya.

Pada tahun 1615

total kekuatan

tentara Mataram

tidak kurang dari

300.000 pasukan.”

Page 37: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

37

1620 M pasukan Mataram dengan melalui laut menyerang Surabaya dan setelah itu

Madura ditaklukkan dan disatukan dalam satu pemerintahan di bawah keturunan

kepangeranan Madura dengan ibukota Sampang.94 Surabaya, yang merupakan

saingan berat Mataram, setelah diserbu beberapa kali akhirnya takluk (1625) berikut

Giri (1636) dan Blambangan di tahun 1639.95

Yang menarik, pada tahun 1625 Surabaya ditaklukkan bukan karena diserang

melainkan karena rakyatnya mati kelaparan akibat strategi blokade yang dilakukan

Mataram.96 Saat itu Sultan Agung adalah raja yang paling kuat di Nusantara dan

paling luas wilayah kekuasaannya. Di Jawa, hanya Banten dan Batavia yang

tidak berhasil ditaklukkannya. Sementara itu, sebagian wilayah di Sumatera,

Kalimantan, dan Bali menyatakan tunduk kepada Mataram.97

Dengan jatuhnya Surabaya maka seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur (kecuali

Blambangan) bersatu di bawah naungan Mataram. Persatuan ini diperkuat lagi oleh

Sultan Agung dengan mengikat para adipatinya dengan tali perkawinan dengan

putri-putri Mataram. Ia sendiri menikah dengan putri Cirebon, sehingga daerah ini

juga mengakui kekuasaan Mataram.98

Setelah Surabaya dapat ditaklukan, Sultan Agung memusatkan penyerangan

ke Batavia. Batavia pada masa itu masih ada konflik dengan Banten. Walaupun

hubungan Banten dan Batavia tegang sejak dulu, Banten tidak ingin Batavia jatuh

ke tangan Mataram. Pada Hari Natal 1627, Banten mengadakan usaha yang tidak

matang untuk menguasai Batavia dengan tiba-tiba, tetapi gagal.99

Usaha ekspansi ke wilayah Barat (Jakarta - yang saat itu dikuasai VOC), dilakukan

Sultan Agung pada tahun 1628 dan 1629, akan tetapi gagal dan bahkan banyak menelan

korban di pihak Mataram. Hal ini disebabkan disamping sistem persenjataan yang

kalah canggih juga karena adanya seorang prajurit Mataram yang membelot dan

memihak kepada Belanda serta menunjukkan gudang perbekalan Mataram yang

berada di Tegal. Akhirnya logistik itupun dibakar oleh Kompeni dan banvak prajurit

94 H.J. De Graaf, Puncak Kejayaan Kekuasaan Mataram. h.13795 Kartodirdjo. Sejarah Nasional. III. h. 295.96 Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Jakarta : Serambi, 2005, h.8697 Gunawan Sumodiningrat, Riant Nugroho. D, Membangun Indonesia Emas: model pembangunan Indonesia Baru

menuju Negara-Bangsa yang Unggul dalam Persaingan Global (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005), 3298 R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 6199 H.J. De Graaf, Puncak Kejayaan Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi sultan Agung (Jakarta: Pustakan Utama Grafiti,

1990), 137

“ Saat itu Sultan

Agung adalah raja

yang paling kuat

di Nusantara dan

paling luas wilayah

kekuasaannya.

Di Jawa, hanya

Banten dan Batavia

yang tidak berhasil

ditaklukkannya.

Sementara itu,

sebagian wilayah

di Sumatera,

Kalimantan, dan

Bali menyatakan

tunduk kepada

Mataram.”

Page 38: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

38

Mataram yang mati kelaparan. Disinyalir pula bahwa pada saat serangan itu terjadi

prajurit Mataram sedang dilanda wabah malaria.100

Serangan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun 1628 dan

1629. Perlawanan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pertama, Sultan Agung

menyadari bahwa kehadiran Kompeni Belanda di Batavia dapat membahayakan

kesatuan Negara terutama Pulau Jawa.101 Pihak Belanda telah melakukan apa yang

telah diperingatkan oleh Sultan Agung agar tidak merebut suatu bagian Pulau Jawa

yang ingin diperintahnya sendiri sebagai penguasa tunggal.

Kedua, Sultan Agung sempat mengajukan beberapa tawaran kepada VOC, tetapi

ditolak. Pada tahun 1621, personel VOC yang ditawan dipulangkan ke Batavia beserta

pengiriman beras. VOC mengirimkan perutusan-perutusannya kepada Sultan Agung

pada tahun 1622, 1623, dan tahun 1624, tetapi permintaan Sultan Agung akan bantuan

angkatan laut VOC dalam rangka menaklukkan Surabaya, Banten, dan Banjarmasin

ditolak oleh pihak VOC. Maka tidak ada satu alasan pun bagi Sultan Agung untuk

membiarkan kehadiran VOC di Pulau Jawa.102 Ketiga, bagi Sultan Agung, Batavia

merupakan kota yang dapat merugikan kerajaannya. Hubungan antara Mataram

dan Malaka dipersulit oleh Batavia.103

Keempat, Imperialisme Belanda dengan VOC nya mempunyai dua rencana

kejahatan. Pertama, dalam proses mempercepat perebutan kekuasaan ekonomi

Islam. Kedua, berlomba-lomba untuk memperoleh hegemoni antar Imperialis Barat

di Nusantara dan Kerajaan Katolik Portugis juga Spanyol serta Kerajaan Protestan

Anglikan Inggris. Di bawah kondisi tantangan Imperialis Protestan Belanda ini,

Sultan Agung melancarkan serangan ke Batavia pada tahun 1628-1629.104

Bulan April 1628 Kyai Rangga, bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk

menyampaikan tawaran damai dengan beberapa syarat dari Mataram. Tawaran

tersebut ditolak VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang

dengan VOC.

Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa,

bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran

Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang

besar terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena

kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas, pada

bulan Desember 1628 ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung

Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang

Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun

berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada bulan Mei

1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni.

Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan

100 Kartodirdjo. Sejarah Xasional. III. hal. 296101 J.B.Sudarmanto, Jejak-Jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2007), 260102 Ade Soekirno, Cerita Rakyat Jawa Tengah: Pangeran Samber Nyawa (Jakarta: Grasindo, 1993), 89103 Poesponogoro, et al, Sejarah Nasional Indonesia III, 364.104 Suryanegara, Api Sejarah, jilid 1, Surya Dinasti - Tria Pratama Bandung 2015, h.181.

Page 39: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

39

cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak

VOC berhasil memusnahkan semuanya.

Walaupun kembali mengalami kekalahan, serangan kedua Sultan Agung

berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan

timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu

J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.

Pada masa Sultan Agung, seluruh Pulau Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan

Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC Belanda.

Sedangkan Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan. Wilayah luar

Jawa yang juga tunduk di bawah Mataram adalah Palembang dan Jambi di Pulau

Sumatra serta Sukadana dan Martapura (Banjarmasin) di pulau Kalimantan. Sultan

Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di

Sulawesi saat itu. 105

Kezaliman Amangkurat Menghancurkan Mataram

Amangkurat I lahir sekitar tahun 1619 M. Sejak umur 5 – 15 Tahun (1624-1634)

dididik oleh Tumenggung Mataram. Ia diangkat sebagai sultan Mataram pasca

mangkatnya Sultan Agung. Masa kekuasaanya berlangsung antara tahun 1646-1677,

suatu masa yang dianggap sebagai tanda kemunduran Kerajaan Mataram. Bukan

hanya sumber Belanda yang menyebutkan demikian, melainkan Babad Tanah Jawa

garapan Meinsma juga mengakui hal tersebut :

Kala semanten sang nata sabarang karsanipun ewah kalijan adatipun, asring

misesa tijang, tansah nggelaraken sijasat. Para boepati, mantri toewin para sentana

sami lampah alap-alapan ing kalenggahanipun, sakelangkung resah tataning nagari.

105 De Graf, Puncak Kekuasaan Mataram, Op.cit. h.286-288

Page 40: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

40

Tijang samatawis sami miris manahipoen, sarta asring grahana woelan toewin

srengenge; djawah salah mangsa, lintang koemoekoes in sabendaloe ketingal. Djawah

awoee oetawi lindoe. Akatah delajat ingkang ketingal. Poenika pratandanipoen, jen

negari bade risak.

“Ketika itu raja bertindak sekehendaknya sendiri, tidak seperti biasanya. Ia sering

melakukan tindak kekerasan, dan selalu bermain siasat. Para Bupati, para mantri dan

keluarga istana bertindak semaunya dengan menyalah-gunakan kedudukan mereka.

Tertib bernegara rusak. Seluruh penduduk Mataram dirundung ketakutan. Sering

terjadi gerhana bulan dan matahari. Hujan menyalahi musim dan bintang berekor

terlihat setiap malam. Terjadi pula hujan abu dan gempa bumi. Banyak pertanda

jelek menampakkan diri. Ini semua petunjuk bahwa negara akan rusak.”

Kekuasaan absolut Amangkurat I telah terlihat semenjak ia terpilih jadi Sultan

Mataram tahun 1646 M. Pertama-tama ia memindahkan ibukota kerajaan dari Karta

ke Plered tahun 1647 M. Berbeda dengan keraton di Karta yang terbuat dari kayu,

kali ini sang Sultan membangun Keraton yang terbuat dari batu bata dan dikelilingi

parit besar. Utusan Belanda, Abraham Verspreet mengunjungi keraton Plered pada

tahun 1668, mengkonfirmasi keadaan tersebut. Ia menggambarkan keraton Plered

layaknya sebuah pulau di tengah danau. Keraton yang berada di tengah parit buatan

itu seakan-akan menggambarkan jiwa Amangkurat yang terasing karena pada

dasarnya ia memang mencurigai siapapun.

Konon, setiap malam tiba seluruh kompleks Kraton disterilkan dari laki-laki.

Hanya ia sendiri yang tinggal bersama ribuan wanita, abdi dalem, dan istri-istrinya.

Konon lagi terdapat tiga puluh prajurit wanita cantik yang disebut prajurit Trinisat

Kenya dengan setia selalu menjaganya.

Pada tahun-tahun pertama kekuasaannya, Amangkurat telah menampakkan

sifat arogansinya. Sebelum ia menjadi Sultan dan masih menjadi putra mahkota, ia

pernah terlibat skandal dengan istri seorang abdi dalem senior bernama Tumenggung

Wiraguna. Skandal ini kemudian dilaporkan kepada Sultan Agung, namun tidak

berhasil menggoyang posisinya sebagai Putra Mahkota.106

Ketika telah berkuasa, Amangkurat I menumpahkan kebenciannya kepada

Tumenggung Wiraguna dengan mengirimnya ke Timur untuk menumpas

ekspansi pasukan Bali di Blambangan. Di tempat yang jauh dari keluarga dan para

pendukungnya itu, Wiraguna dibunuh orang kepercayaan Raja. Tidak hanya itu,

Amangkurat juga memerintahkan pasukannya untuk membasmi semua orang yang

pernah terlibat melaporkan tindakan skandal yang dahulu dilakukannya kepada

ayahnya Sultan Agung. Perintah tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa ribuan

wanita dan anak yang tidak bersalah, termasuk keluarga Tumenggung Wiraguna.

Demikianlah pembunuhan demi pembunuhan yang dilakukan Amangkurat I

tidak dapat membuatnya merasa semakin aman. Konon setiap kali sang Sunan keluar

keraton, ia dikawal oleh 2000 orang prajurit bertombak. Ia juga membunuh hampir

semua pejabat tinggi (peninggalan ayahnya, Sultan Agung) dan menggantinya

dengan abdi-abdi pengikutnya sehingga tampaknya ia tidak mempercayai lagi

106 De Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, h.2-3

“ Walaupun

kembali mengalami

kekalahan,

serangan

kedua Sultan

Agung berhasil

membendung dan

mengotori Sungai

Ciliwung, yang

mengakibatkan

timbulnya wabah

penyakit kolera

melanda Batavia.

Gubernur jenderal

VOC yaitu J.P. Coen

meninggal menjadi

korban wabah

tersebut.”

Page 41: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

41

pembesar-pembesar dari kalangan keluarganya sendiri. Begitu mudahnya sang

Sunan membunuh orang, sehingga seorang pejabat Belanda, Michielsen, pernah

berkomentar bahwa “Semoga suatu saat sang Sunan akan jenuh mengalirkan darah

orang“.

Adik sang Sultan Amangkurat, Pangeran Alit merasa turut terancam karena

kedekatannya dengan Tumenggung Wiraguna. Ketika seluruh teman-teman

terbaiknya telah dibantai, Pangeran Alit mulai mendekati pemuka-pemuka

Islam untuk menghilangkan kecurigaan terhadapnya. Di saat yang bersama ia

mengumpulkan teman-temannya untuk mempersiapkan serangan terhadap sang

Kakak. Mengetahui hal tersebut, Amangkurat I tidak perlu pikir panjang untuk

menghabisi pendukung adiknya. Terpancing atas provokasi tersebut, Pangeran Alit

dengan kekuatan sekitar 60 orang pendukungnya, menyerbu alun-alun keraton

dalam sebuah “pertarungan penghabisan berdarah” pada tahun 1647.

Kekuatan Pangeran Alit tersebut tidak sebanding dengan pasukan Sunan

sehingga dapat dibasmi dengan mudah, hingga menyisakan Pangeran Alit seorang.

Menurut catatan Belanda yang dipercaya, sang Sultan akhirnya membiarkan para

prajuritnya untuk membunuh pangeran Alit atas alasan “pembelaan diri”, dengan

itu bersihlah tangan Amangkurat dari darah adiknya sendiri.

Akibat pemberontakan ini adalah munculnya kecurigaan Amangkurat I

terhadap kaum ulama atau para pemimpin Islam. Amangkurat I menilai bahwa

adanya ulama atau santri dalam pemerintahannya akan sangat berbahaya,

terutama bagi tahtanya.107 Amangkurat memerintahkan empat pembesar istana

untuk mengerahkan anak buahnya menyebar ke empat penjuru mata angin dan

berusaha keras supaya “jangan seorangpun dari pemuka-pemuka agama (ulama)

dalam seluruh yuridiksi Mataram yang luput dari pembunuhan”. Sehingga

kemudian dibuatlah sebuah daftar para pemimpin agama terkemuka dan mereka

semua dikumpulkan di halaman istana. Kemudian sekitar 5.000 - 6.000 orang,

yang terdiri dari kaum ulama, beserta para keluarganya baik itu pria, wanita dan

anak-anak dibantai dengan keji (1647 M).108 Sang Susuhunan selanjutnya merevisi

administrasi peradilan, yang diperkenalkan oleh ayahnya, dan membatasi yurisdiksi

pengadilan agama (Surambi).109

Pada tahun 1659, Amangkurat kembali melakukan pembunuhan, kali ini

terhadap Mertuanya sendiri, Pangeran Pekik beserta anggota keluarganya yang

dituduh merencanakan pembunuhan terhadap sang Raja.

Sultan Amangkurat I juga membuat kebijakan-kebijakan yang kontrofersial

yaitu; pertama, tidak lagi menghargai para ulama bahkan berusaha untuk

menyingkirkannya. Pada masanya ribuan ulama Syahid dibunuh Sultan Amangkurat

I. Kedua, menghapus lembaga-lembaga agama yang ada di Kesultanan, seperti

menghapus Mahkamah Syariah yang telah dibentuk oleh Ayahnya. Ketiga,

membatasi perkembangan Islam dan melarang kehidupan Agama mencampuri

107 Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1996, hlm. 142.108 De Graaf, Disintegrasi Mataram.., op.cit. h. 38109 Rochmat Gatot Santoso, Kebijakan Politik Dan Sosial-Ekonomi Di Kerajaan Mataram Islam Pada Masa Pemerintahan

Amangkurat I (1646-1677), Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarya 2016. h.9

“ Amangkurat

I menilai bahwa

adanya ulama

atau santri dalam

pemerintahannya

akan sangat

berbahaya,

terutama bagi

tahtanya.”

Page 42: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

42

masalah kesultanan. Keempat, membangun kerjasama dengan penjajah Belanda

yang menjadi musuh bebuyutan Ayahnya.

Demikianlah gambaran tindakan Amangkurat I yang mempengaruhi masa

kehancuran Mataram, bahkan dalam laporan umum VOC di Batavia tanggal 16

Desember 1659, dikemukakan keyakinan bahwa apabila peperangan terjadi, Sang

Sultan “tidak akan mudah meninggalkan istana Mataram karena di luar istana itu

ia tidak merasa aman; dan ia pun tidak akan mempercayakan sebagian kekuatan

tentaranya kepada pembesar manapun, karena kezaliman pemerintahan yang

dilakukannya menjadikan ia ditakuti dan dibenci setiap orang”.

Prediksi kompeni tersebut benar terjadi. Para penguasa lokal mulai menunjukan

ketidaksukaanya terhadap penguasa Mataram. Satu per satu pangeran penguasa

kadipaten dan anggota keluarga Sunan sendiri mulai menentang kekuasaanya.

Cara Amangkurat I dalam memerintah yang zalim telah mendatangkan kemarahan

masyarakat.

Dalam kondisi seperti ini, Raden Kajoran, seorang ulama keturunan Sunan Bayat,

melakukan perlawanan. Ia menyusun kekuatan dari para santri dan rakyat pedesaan.

Raden Kajoran mendapat dukungan dari Raden Anom, anak Sultan Amangkurat I

dan Trunojoyo bangsawan dari Madura, yang kemudian menjadi menantu Raden

Kajoran. Kekuatan semakin kuat ketika Karaeng Galesong bangsawan dari Gowa

Makassar bergabung. Namun perkembangan selanjutnya, Adipati Anom melakukan

pengkhianatan, yakni dengan keluar dari aliansi.

Trunojoyo merupakan putra dari Demang Malaya, yang pernah tinggal di

Mataram bersama ayahnya. Sewaktu masih berada di Mataram, Trunojoyo telah

banyak melihat kekejaman serta penyimpangan yang terjadi di istana, sehingga

Trunojoyo kemudian memutuskan untuk tinggal di Sampang bersama dengan

keluarga pamannya, Cakraningrat II. Selama berada di istana, ayahnya dibunuh

(1656 M) dan dirinya terancam. Hal inilah yang akhirnya menjadi salah satu alasan

mengapa Trunojoyo sangat membenci Amangkurat I.110

Pemberontakan semakin meluas, ketika pasukan Trunojoyo dan Makasar

memperoleh kemenangan di berbagai daerah pesisir utara Jawa, seperti: Surabaya,

Gresik, Sidayu, Tuban, Rembang, dan Lasem. Barisan Trunojoyo, atas nama Islam,

menyeru pada orang-orang Jawa agar mendukung mereka mengalahkan Amangkurat

I yang bekerjasama dengan orang kafir, Belanda. Seruan ini mendapatkan tanggapan

yang positif, salah satunya dari Panembahan Giri (keturunan sunan Giri), yang

sangat merestui gerakan ini. Ia mengatakan bahwa Mataram tidak akan pernah

sejahtera selama VOC masih berada di Jawa. Hal ini sekaligus menunjukkan adanya

semangat anti-VOC. Ditambah lagi kejahatan Amangkurat tehadap para ulama yang

sulit dilupakan.

Kegemilangan barisan Madura dan Makasar untuk menguasai wilayah pesisir di

Jawa mencapai puncaknya pada bulan Desember 1676 M dan Januari 1677 M. Barisan

ini berhasil menduduki Demak, Semarang, Kendal, Kaliwungu, Pekalongan, Tegal,

110 Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan Sejarah, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003, hlm.66 dan M. C. Ricklefs, op. cit., hlm. 86 dan 161

“ Kegemilangan

barisan Madura

dan Makasar

untuk menguasai

wilayah pesisir di

Jawa mencapai

puncaknya pada

bulan Desember

1676 M dan

Januari 1677 M.

Barisan ini berhasil

menduduki

Demak, Semarang,

Kendal, Kaliwungu,

Pekalongan, Tegal,

dan akhirnya

Cirebon dan

Indramayu.

Daerah-daerah

pesisir kemudian

berhasil direbut

kembali dari

pasukan Trunojoyo

dengan bantuan

VOC.”

Page 43: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

43

dan akhirnya Cirebon dan Indramayu. Daerah-daerah pesisir kemudian berhasil

direbut kembali dari pasukan Trunojoyo dengan bantuan VOC.111

Untuk menghadapi kekuatan Trunojoyo, Amangkurat mulai mendekati VOC

untuk membantunya. VOC lebih suka berhubungan dengan Amangkurat daripada

dengan Trunojoyo yang dianggap berbahaya. Pada bulan Desember 1676 VOC

mengutus Speelman ke Jepara dengan 1200 orang tentara untuk membantu

Amangkurat. Sebagai gantinya, Kompeni menuntut Amangkurat mengganti kerugian

perang dan memberikan sebagian daerah kekuasaanya.

Singkatnya pada tanggal 28 Juni 1677 pasukan Trunajaya berhasil mengalahkan

kekuatan Mataram-VOC dan memasuki keraton Mataram di Plered. Namun

sebelumnya, pada malam hari Amangkurat I beserta beberapa anggota keluarga

dan putranya telah melarikan diri dari Keraton, bermaksud menuju Cirebon untuk

berlindung ke Belanda. sementara istana diserahkan kepada putranya, Pangeran

Puger (kelak menjadi Pakubuwana I). Amangkurat kemudian wafat dalam upaya

pelarian tersebut, pada tanggal 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas. Sebelumnya

ia berwasiat agar anaknya, Mas Rahmat kembali bekerja sama dengan VOC untuk

merebut kembali tahta dari tangan Trunajaya.112

Mas Rahmat inilah yang nantinya bergelar Amangkurat II dan mendirikan

Kasunanan Kartasura sebagai kelanjutan Kasultanan Mataram. Amangkurat I juga

berwasiat untuk dimakamkan dekat gurunya di Tegal. Karena tanah daerah tersebut

berbau harum, maka desa tempat Amangkurat I dimakamkan kemudian disebut

Tegalwangi atau Tegalarum. Amangkurat II memerintah dari tahun 1677 sampai

tahun 1703 M.

Sebelum Amangkurat I wafat, ia sudah menetapkan Adipati Anom sebagai Sultan

Mataram yang baru. Setelah dilantik, Adipati Anom diberi gelar Sultan Amangkurat II

ia segera melanjutkan kerjasamanya dengan Belanda untuk merebut kembali tahta

Mataram. Dalam perjanjian di Jepara Belanda menginginkan wilayah timur Karawang

dan upah dalam bentuk uang sebagai pengganti biaya perang. Setelah perjanjian

111 Sartono Kartodirdjo, op. cit., hlm. 191112 M. C. Ricklefs, op. cit., hlm. 166

Page 44: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

44

Jepara ditandatangani, Amangkurat II dan Belanda melakukan penyerangan ke

Mataram dan berhasil memukul mundur aliansi Raden Kajoran. Dengan demikian,

Sultan amangkurat II berhasil merebut kembali tahta Mataram.

Walaupun Sultan Amangkurat II meduduki Mataram dan berusaha

mengembalikan fungsi ulama, tetapi persoalan Mataram semakin runyam dengan

campur tangan Penjajah Belanda.113 Sejak 1743 Mataram hanya memiliki wilayah-

wilayah Begelen, Kedu, Yogjakarta, dan Surakarta. Tragisnya, Mataram harus terpecah

menjadi dua oleh perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Mataram terpecah menjadi

Kasunanan Surakarta dengan rajanya Susuhan (Pakubuwono) dan Kesultanan

Yogyakarta dengan rajanya Pangeran Mangkubumi (Hamengkubuwono I).

Pada tahun 1757, Surakarta pecah lagi menjadi wilayah yang dikuasai

Pakubuwono dan wilayah yang dikuasai Mangkunegara I. Hal ini juga terjadi di

Yogyakarta yang terpecah menjadi 2 yaitu wilayah Kesultanan yang dikuasia Sultan

Hamengku Buwono III dan Kadipaten Pakualaman yang dipimpin Bendara Pangeran

Natakusuma atau lebih dikenal dengan Pakualam I.114

113 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, hlm. 77-80114 Mundzirin Yusuf, dkk, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, hlm. 85-87

Page 45: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

45

� Kesimpulan

Eksistensi negara yang berdasarkan Islam bukan sebuah ilusi tapi sebuah fakta

sejarah. Negara Islam yang besar, Kesultanan Demak dan Mataram serta negara-

negara yang lebih kecil sesudahnya memenuhi syarat disebut sebagai sebuah Negara

atau negara Islam.

Demak dan Mataram serta negara yang lebih kecil lainnya telah menjadikan Islam

sebagai konstitusi negara dan membentuk lembaga peradilan yang memutuskan

hukumnya berdasar syariat Islam. Hukum Islam diberlakukan bagi seluruh pejabat

maupun rakyat di negara-negara tersebut. Dilengkapi dengan jihad fi sabilillah

(perang sabil) melawan penjajah kafir sebagai kebijakan politik luar negerinya.

Berdasarkan fakta sejarah di atas terlihat bahwa; negara-negara Islam tersebut

mengalami kejayaan dan masa keemasan ketika konsisten dengan syariat Islam.

Sebaliknya mulai dan mulai mundur, merosot dan menuju kehancuran ketika

berpaling dan mulai meninggalkan ajaran Islam.

Berdasarkan fakta sejarah, negara Islam telah ada dan berdaulat di Tanah Jawa

pada tahun 1500-1700 M. Jadi jika ada wacana untuk mengembalikan negara Islam

di tanah Jawa bukan sebuah ilusi atau utopia, tapi merupakan upaya mengikuti jejak

nenek moyang dan bagian dari upaya menghidupkan kearifan lokal (local wisdom).

(K. Subroto)

Page 46: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

46

Achmad Ridwan (Skripsi);”Perkembangan Pengadilan Pradata Masa Reorganisasi Bidang Hukum di kasunanan Surakarta tahun 1893-1903”; Universitas Sebelas Maret Surakarta – 2010

Ade Soekirno, Cerita Rakyat Jawa Tengah: Pangeran Samber Nyawa (Jakarta: Grasindo, 1993)

Agus Sunyoto, Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah, Tangerang : Transpustaka, 2011.

Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam, Jakarta: Akbarmedia, 2003

Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, Jilid 1, Penerbit Surya Dinasti Bandung

cet.2 tahun 2015

Bakdi Soemanto, Cerita Rakyat dari Yogyakarta 3 (Yogyakarta: Grasindo, 2003),

Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara Riwayat Hidup, Karya, dan Sejarah

Perjuangan 157 Ulama Nusantara, (Jakarta: Gramedia, 2009)

Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan

Sejarah, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia. Edisi Revisi, Penerbit; RajaGrafindo

Persada Jakarta, 2003

Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010)

Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka alKautsar, 2010

Encep Supriatna, Tokoh Penyiar Agama Islam Berikut Wilayahnya, https://www.

file.upi.edu

Ensiklopedi Islam, Jilid 1, Jakarta: Departemen Agama, 1993

Euis Nurlaelawati, (2010), Modernization, tradition and identity: the Kompilasi

hukum Islam and legal practice in the Indonesian religious courts, Amsterdam

University Press.

G. D Larson, Masa Menjelang Revolusi, Keraton dan Kehidupan Politik di

Surakarta, (Yogyakarta: UGM Press, 1989)

G. Moedjanto, Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram,

(Yogyakarta: KANISIUS, 1994)

Daftar Pustaka

Page 47: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

47

Gunawan Sumodiningrat, Riant Nugroho. D, Membangun Indonesia Emas:

model pembangunan Indonesia Baru menuju Negara-Bangsa yang Unggul dalam

Persaingan Global (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005)

H. J. De Graaf And Tieodore G. Th. Pigeaud, Islamic States In Java 1500-1700,

Springer-Clence Business Media, B.V.

H.J. De Graaf dan T.H. G. T.H. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, terj.

Grafiti press dan KITLY, PT Grafiti pers. Jakarta. 1985

H.J. De Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, Pustaka Grafitipers

Jakarta, cet. I tahun 1987

H.J. De Graaf, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Kajian Sejarah Politik Abad ke-

15 dan ke1-16, Grafitipers Jakarta, cetakan ketiga 1989

H.J. De Graaf, Puncak Kajayaan Mataram. Penerbit Pustakan Grafiti pers. Jakarta.

Cet. I. 1986

H.J. De Graaf, Puncak Kejayaan Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi sultan

Agung (Jakarta: Pustakan Utama Grafiti, 1990)

Hamka, Sejarah Umat Islam, Jld. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1981

Hans Kelsen, General Theory of Law and State , (New York: Russell & Russell, 1961)

Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2004

Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional (Jakarta, Penerbit

: RajaGrafindo, 2003)

J.B.Sudarmanto, Jejak-Jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia

(Jakarta: Grasindo, 2007)

K. Subroto, Strategi Snouck Mengalahkan Jihad di Nusantara, Laporan Khusus

Edisi 1 / Januari 2017

Komandoko, Atlas pahlawan Indonesia, Yogyakarta: Quantum Ilmu 2011,

Lubis (ed.), Kesultanan Banten, Sejarah Tatar Sunda. Jilid I, 2003, Nina Herlina

Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara Pustaka LP3ES

Indonesia, cet. I 2004.

Mahrus El-mawa, Rekonstruksi Kejayaan Islam di Cirebon; Studi Historis pada

Masa Syarif Hidayatullah (1479-1568) dalam Jumantara Vol. 3 No. 1 (2012)

Mawarti Djoened, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid. III, PN. Balai pustaka,

Jakarta, 1984

Moh Kusnadi dan Harmelly Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,

Cet.5, (Jakarta: Pusat Studi HTN dan CV Sinar Bakti, 1983),

Mr. R. Tresna, Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad, (Jakarta:Pradnya

Paramita, 1978)

Mundzirin Yusuf, dkk, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Yogyakarta:

Kelompok Penerbit Pinus, 2007)

Page 48: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2017

48

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta,

2004

Naili Anafah. Op.Cit. h 4. Atmodarminto, Babad Demak dalam Tafsir Sosial

Politik KeIslaman dan Keagamaan (Jakarta: Milenium Publiser, 2000)

Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara

Pustaka LP3ES Indonesia, 2003, cet. I 2004. Ebook chm

Noeh, Zaini Ahmad, Kepustakaan Jawa sebagai Sumber Sejarah Perkembangan

Hukum Islam, dalam “Prospek Hukum Islam dalam Kerangka Pembangunan Hukum

Nasional di Indonesia”, Sebuah Kenangan 65 Tahun Prof. Dr. H. Busthanul Arifin,

SH., Jakarta: PP-IKAHI, 1994

Nur Ahmad Fadhil Lubis, A History of Islamic Law in Indonesia, (Jakarta: Pustaka,

2006), hlm. 72. Lihat juga R. Tresna, 1978, Peradilan Agama dari Abad ke Abad,

(Jakarta: Pradnya Paramitha, 1978)

Panitia Penelitian Dan Pemugaran Sunan Giri, Sejarah dan da’wah Islamiyah

Sunan Giri, Cet. I, II, Malang, 1974

Prof. a. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di

Indonesia. (Yogyakarta: Penerbit ombak, 2012)

Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga, Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis

Kultural, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2004

Purwadi, Sejarah Raja-raja Jawa, Sejarah Kehidupan Kraton Dan

Perkembangannya Di Jawa, Yogyakarta : Media Abadi, 2007

R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III (Yogyakarta: Kanisius,

1987)

Rahman, Pengantar Sejarah Jawa Timur, Jld I, Autometie, sumenep, 1979

Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Jakarta : Serambi, 2005

Rifa’I Hasan, Warisan Intelektual Islam Indonesia, Telaah Atas Karya Klasik,

Bandung: Mizan, 1987

Rochmat Gatot Santoso, Kebijakan Politik Dan Sosial-Ekonomi Di Kerajaan

Mataram Islam Pada Masa Pemerintahan Amangkurat I (1646-1677), Jurnal Program

Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Negeri Yogyakarya 2016

Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya Di Indonesia,

Bulan Bintang, Jakarta 1981

Salman Inskandar, 99 Tokoh Muslim Indonesia (Bandung: MIZAN, 2009)

Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan-kerajaan Hindu Jawa Ban Timbulnya

Negara-negara Islam Di Nusantara, Bhatara, Jakarta, 1968

Soemarsaid Moertono, Negara dan Usaha Bina-Negara Di Jawa Masa

Lampau:Studi tentang masa Mataraam II, abad XVI sampai XIX. (Jakarta:Yayasan

Obor Indonesia, 1985).

Page 49: NEGARA ISLAM DI JAWA 1500-1700 - Syamina.orgsyamina.org/uploads/Lapsus_Edisi_4_Maret_2017.pdf · Laporan ini merupakan sebuah publikasi ... untuk mengadakan penyelidikan kepurbakalaan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2017

49

Subroto, Kesultanan Demak Negara Yang Berdasar Syariat Islam Di Tanah Jawa,

SYAMINA Edisi II Januari 2016

Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta:

LP3ES, 1996

Taufiq Abdullah, Islam Dan Masyarakat, LP3ES, Jakarta, 1987

Thomas Arnold, The preaching Of Islam, Terj. Nawawi Rambe, Wijaya, Jakarta,

1977

Tim Penyusun Naskah Sultan Hadiri dan Ratu Kalinyamat, Sultan Hadiri dan

Ratu Kalinyamat Sebuah Sejarah Ringkas (Jepara:1991)

Tresna R. “Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad”. Pradnya Paramita. Jakarta

1978.Cetakan Ke-3.

Umar Hasyim, Sunan Giri, Penerbit Menara Kudus, 1979

Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII, Penerbit Kurnia

Kalam Sejahtera Yogyakarta, 1994