NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I :...

87

Transcript of NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I :...

Page 1: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik
Page 2: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

NASKAH AKADEMIK

SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

Visi Kementerian Pendidikan Nasional:

“Insan Indonesia Cerdas, Komprehensif, Kompetitif, dan Bermartabat

(Insan Kamil/Insan Paripurna)”

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PUSAT KURIKULUM DAN PERBUKUAN Jakarta, 2011

Page 3: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

i

Ketua : Dr. S. Belen (Konsultan Pendidikan)

Sekretaris : Drs. Ariantoni (Puskurbuk, Balitbang, Kemdiknas)

Anggota : 1. Erry Utomo, Ph.D. (Puskurbuk, Balitbang, Kemdiknas)

2. Dr. S. Belen , S.Pd, B.Phil. (Konsultan Pendidikan)

3. Drs. Ariantoni (Puskurbuk, Balitbang, Kemdiknas)

4. Gunanto, M.Pd (Kepala SD Islam Al Azhar 17, Bintaro, Pondok

Aren, Tangerang Selatan)

5. Dr. Sylvia Soetanto, M.Ed. (FIP-UPH Teacher Colleagues)

6. Dra.Sri Sulakmi Damayanti Y., M.Sc., Ph.D. (Kepala Sekolah SD

Kupu-Kupu, Jakarta)

7. Isti Handayani (Sekolah Victoria Plus)

8. Drs. Sutrisno, M.M (Kepala SDSN 011, Kebayoran Lama,

Jakarta Selatan

9. Dra. Urip Asih, M. Pd (Kasi SD, Sudin Dikdas, Jakarta Pusat)

Page 4: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan “Naskah

Akademik Satuan Pendidikan” sebagai penjabaran dari Naskah Akademik Penataan Ulang

Kurikulum yang telah disusun sebelumnya. Penyusunan naskah akademik ini adalah dalam

rangka menindaklanjuti program-program prioritas yang dimuat, baik dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 maupun dalam Rencana Strategis

Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014.

Naskah Akademik Satuan Pendidikan yang telah disusun oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan

adalah sebagai berikut :

1. Naskah Akademik Pendidikan Anak Usia Dini 2. Naskah Akademik Sekolah Dasar 3. Naskah Akademik Sekolah Menengah Pertama 4. Naskah Akademik Sekolah Menengah Atas 5. Naskah Akademik Sekolah Menengah Kejuruan 6. Naskah Akademik Program Khusus 7. Naskah Akademik Pendidikan Non Formal

Selain itu, Pusat Kurikulum dan Perbukuan juga telah menyusun Naskah Akademik

Kewirausahaan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan

pemikiran dalam mewujudkan naskah akademik ini. Dengan kerendahan hati, kami

mengharapkan masukan dan kritik yang konstruktif dalam rangka pemantapan dan

penyempurnaannya. Semoga upaya ini bisa menjadi salah satu unsur yang signifikan dalam

rangka peningkatan mutu pendidikan.

Jakarta, Mei 2011 Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan,

Dra. Diah Harianti, M.Psi NIP. 195504161983032001

Page 5: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

iii

DAFTAR ISI

Kata pengantar ii

Daftar Isi iii

Bab I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 6

C. Fungsi 7

D. Cakupan Naskah Akademik 7

Bab II : LANDASAN PENATAAN KURIKULUM 8

A. Kajian Yuridis 8

B. Kajian Teoritis 10

1. Hakikat Kurikulum 10

2. Hakikat Satuan Pendidikan SD/MI 13

3. Karakteristik Peserta Didik SD/MI 15

4. Fungsi dan Tujuan Satuan Pendidikan SD/MI 19

C. Kajian Empiris 20

1. Layanan Pendidikan 20

2. Kondisi dan Situasi Sekolah 21

3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan 22

4. Peserta Didik 23

5. Manajemen Sekolah 24

6. Sistem Penilaian 25

BAB III: PENATAAN KURIKULUM 28

A. Standar Kompetensi Lulusan 28

B. Struktur Kurikulum 31

C. Pengelolaan Kurikulum 37

D. Beban Belajar 40

E. Kalender Pendidikan 44

F. Pengembangan Budaya Sekolah 45

G. Rancangan Sistem Pembelajaran Masa Depan 47

H. Inovasi Pengembangan Kurikulum 53

I. Orientasi Kurikulum 55

J. Bahasa Inggris sebagai Mata Pelajaran Wajib di SD/MI 57

BAB IV : PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER, KEWIRAUSAHAAN, DAN EKONOMI KREATIF 60

A. Pendidikan Karakter 60

B. Pendidikan Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif 63

C. Pengembangan Ketrampilan 67

Page 6: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

iv

D. Pengembangan Nilai Karakter, Kewirausahaan, Keterampilan dalam KTSP 68

E. Pembelajaran Aktif 74

BAB V REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT 74

DAFTAR PUSTAKA 78

Page 7: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal tahun 2010 Pemerintah mencanangkan berbagai kebijakan berkenaan dengan

pengembangan pendidikan di Indonesia. Melalui Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2009 tentang

Pengembangan Ekonomi Kreatif, Pemeritah menetapkan antara lain pengembangan pendidikan

pendidikan karakter berlandaskan budaya bangsa, kewirausahaan dan ekonomi kreatif, serta

belajar aktif. Sebelumnya, menjelang akhir tahun 2009, Pemerintah telah menetapkan

kebijakan tentang penyempurnaan pelaksanaan kurikulum dan berbagai aspek kependidikan

lainnya. Kebijakan tersebut berkenaan dengan upaya penyempurnaan pelaksanaan pendidikan

terutama penyempurnaan pelaksanaan kurikulum. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu,

diperlukan pedoman yang jelas dan operasional bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas.

Selain adanya kebijakan Pemerintah itu, hasil pemantauan yang dilakukan Pusat Kurikulum dan

instansi lain memberikan petunjuk yang jelas tentang perlunya upaya penyempurnaan

pelaksanaan kurikulum di sekolah. Dari hasil pemantauan itu ditemukan bahwa masih banyak

sekolah yang belum mampu mengembangkan dokumen kurikulum (KTSP), proses belajar-

mengajar yang mengaktifkan siswa, dan hasil belajar yang belum memuaskan berdasarkan

standar yang ditetapkan Pemerintah. Penyempurnaan yang akan dilaksanakan haruslah

berdasarkan landasan pemikiran teoretik yang jelas dan kuat dalam berbagai aspek

pelaksanaan/kenyataan empirik yang ditemukan dalam pemantauan. Naskah akademik

diperlukan untuk memberikan landasan teoretis mengenai pendidikan dan kurikulum

berdasarkan standar dan kompetensi, ketetapan mengenai fungsi, wewenang, dan tujuan satuan

pendidikan SD/MI dalam mengembangkan solusi terhadap permasalahan yang ditemukan dalam

pelaksanan pengembangan dan implementasi KTSP di SD/MI. Di samping kebijakan yang telah

ditetapkan Pemerintah dan adanya berbagai kendala yang teramati dari hasil pemantauan di

lapangan, keperluan adanya naskah akademik dipicu pula oleh kepentingan penyempurnaan

kurikulum agar kurikulum menjadi lebih relevan dengan perkembangan masyarakat, dunia ilmu,

dan kehidupan kebangsaan. Perkembangan kehidupan masyarakat yang terjadi pada dekade

pertama abad ke-21 sangat cepat, terutama dipengaruhi oleh perkembangan teknologi

informasi dan tantangan global. Tantangan global menuntut penyikapan dan persiapan yang

hati-hati karena potensi yang menyertainya dapat menjadi ancaman terhadap kehidupan

berbangsa dan bernegara. Di bidang sosial, ekonomi, budaya, ilmu dan teknologi ancaman

Page 8: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

2

tantangan global berwajah jamak (multi-facet) dan pada waktu yang bersamaan dengan

pemberlakuan era pasar bebas (APEC dan AFTA). Walaupun APEC baru secara resmi

dilaksanakan pada tahun 2020, realitas dalam masyarakat Indonesia saat ini, satu dekade

sebelum diberlakukannya APEC, sudah harus berhadapan dengan berbagai bentuk persaingan

dalam berbagai bidang, antara lain bidang ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi.

Selain persaingan yang bersifat internasional, bangsa Indonesia menghadapi pula masalah-

masalah yang berkenaan dengan perkembangan kehidupan kebangsaan. Perubahan sistem

ketatanegaraan dari sentralistis dengan otonomi terbatas ke sistem pemerintahan desentralistis

dengan otonomi yang lebih luas memerlukan kesiapan warga negara dari segi pengetahuan,

nilai, sikap, cara komunikasi, cara berpartisipasi, kemampuan belajar, cara berpikir, rasa ingin

tahu, kebiasaan kerja keras, jujur, dan semangat kebangsaan yang sesuai dengan kehidupan

demokratis. Memasuki kehidupan yang berbeda dari masa sebelumnya, generasi muda bangsa

Indonesia perlu disiapkan untuk menghadapi kehidupan berbangsa yang sedang berproses, dan

pendidikan adalah wahana ampuh dalam upaya mempersiapkan generasi muda menghadapi

kehidupan kebangsaan yang baru. Pemikiran demikian yang melahirkan kebijakan Pemerintah

untuk mengembangkan pendidikan karakter berlandaskan budaya bangsa serta pendidikan

kewirausahaan dan ekonomi kreatif, dan belajar aktif yang mengandung banyak nilai-nilai yang

relevan dengan kebutuhan zaman.

Dalam persaingan antar-bangsa di era globalisasi keunggulan sebuah bangsa tidak ditentukan

oleh kekayaan sumber daya alam, besarnya jumlah penduduk, besarnya pendapatan nasional,

kemajuan teknologi, dan kekuatan militernya. Keunggulan sebuah bangsa justru ditentukan oleh

karakter unggul penduduknya, masyarakatnya. Karakter unggul masyarakat inilah yang mampu

meningkatkan sumber daya manusianya yang berkualitas. Sumber daya manusia yang

berkualitas yang memiliki karakter unggul akan mampu mengembangkan teknologi,

memperkuat pertahanan, dan meningkatkan pendapatan nasional. Dewasa ini Indonesia unggul

dalam sumber daya alam dan jumlah penduduk tetapi justru kalah dalam pendapatan nasional,

kemajuan teknologi, dan kekuatan militer. Bidang-bidang yang belum menunjukkan kemajuan ini

justru dapat ditingkatkan jika kita mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkaraker.

Guna menciptakan sumber daya manusia seperti ini, sumbangan sektor pendidikan amatlah

penting dan signifikan.

Page 9: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

3

Sekolah dasar sebagai fundasi pendidikan hendaknya ditata agar memberi bekal kepada siswa

melalui pengarusutamaan pendidikan karakter berlandaskan budaya bangsa, pendidikan

kewirausahaan dan ekonomi kreatif. Serta belajar aktif Pengarusutamaan ini bertujuan

membangun dasar yang kokoh agar sumber daya manusia Indonesia memiliki keunggulan

karakter, kreatif, berjiwa kewirausahaan serta menguasai dan mampu mengembangkan

teknologi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Pasal 67 yang

menyebutkan bahwa pendidikan pada Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau

bentuk lain yang sederajat berfungsi: 1) menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai keimanan,

akhlak mulia, dan kepribadian luhur; 2) menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan

dan cinta tanah air; 3) memberikan dasar-dasar kemampuan intelektual dalam bentuk

kemampuan, kecakapan membaca, menulis, dan berhitung; 4) memberikan pengenalan ilmu

pengetahuan dan teknologi; 5) melatih dan merangsang kepekaan dan kemampuan

mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; 6) menumbuhkan

minat pada olahraga, kesehatan, dan kebugaran jasmani; dan 7) mengembangkan kesiapan fisik

dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat.

Pengarusutamaan aspek-aspek tersebut (pendidikan karakter berlandaskan budaya bangsa,

kewirausahaan dan ekonomi kreatif, serta belajar aktif menuntut pengkajian terhadap kurikulum

yang berlaku agar unsur-unsur yang relevan yang ada dalam kurikulum itu dapat didinamisasi,

direvitalisasi, dan disubstansiasikan. Kurikulum sekolah hendaknya tidak dipandang secara

sempit seolah-olah hanya menyangkut jalur instruksional (baik kurikuler maupun

ekstrakurikuler) tetapi juga menyangkut jalur proses peneladanan dan jalur proses pembiasaan

(habituation) dalam seluruh aktivitas pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pada semua jalur itu

hendaknya didukung oleh iklim, etos atau budaya sekolah yang mendorong kemampuan

memecahkan masalah, budaya damai, dan budaya pelestarian lingkungan hidup, menuju

pendidikan yang berkelanjutan. Dalam pengembangan kurikulum, orientasi pendidikan di

Page 10: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

4

sekolah dasar bukanlah memberikan ilmu kepada siswa tetapi membimbing siswa menggunakan

konsep ilmu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; sehingga a) menjadi akrab dengan

karakter (watak) masyarakat (becoming familiar with the character of the society), b) dapat

belajar dari masyarakat dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam masyarakat

untuk kemajuan belajar (utilizing the available resources in the society for the promotion of

learning).

Untuk mencapai pengembangan kurikulum seperti itu, dibutuhkan kompetensi dan materi yang

relevan dengan kompetensi yang tidak hanya diambil dari dunia ilmu, tetapi juga dari tradisi,

kesenian, dan budaya setempat dan budaya nasional, dari tradisi dan nilai yang baik yang berasal

dari bangsa-bangsa lain, dan dari nilai-nilai yang dikehendaki bangsa Indonesia dalam proses

memajukan bangsa.

Uraian tersebut diperjelas pada gambar berikut ini.

.

..

Iklim

sekolah

Dorongan

kreativitas

Dorongan

memecahkan

masalah

Budaya damai

Budaya

lingkungan

hidup

Konsep

ilmu

Tradisi

Kesenian

Budaya

setempat

Tradisi &

nilai bangsa

lain

Budaya

nasional

Nilai-nilai

harapan

bangsa

Indonesia

Proses

peneladanan

Proses

pembiasaan

Proses

instruksional

Gambar 1: Hubungan antara 3 jalur proses dan unsur-unsur yang mendukung proses serta

sumber kompetensi dan materi. Proses instruksional berisi kompetensi dan materi mata

pelajaran sedangkan proses peneladanan dan proses pembiasaan merupakan wahana utama

pembentukan karakter siswa.

Dalam pengembangan dan implementasi kurikulum, ke-4 unsur pengarusutamaan yang saling

berhubungan dilaksanakan melalui pendekatan belajar aktif. Dengan demikian, terbentuk satu

mosaik atau sistem kurikulum dalam proses pengembangan dan implementasi. Amatilah gambar

berikut ini!

Page 11: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

5

Gambar 2. Mosaik hubungan antara ke-4 unsur pengarusutamaan dan antara ke-4 unsur itu

dengan belajar aktif

Kenyataan yang ada SKL, SK/KD dan KTSP serta kebijakan tentang evaluasi hasil belajar secara

esensial belum memberikan perhatian yang cukup terhadap pengembangan nilai-nilai

kemanusiaan yang tercakup dalam pendidikan budaya dan karater bangsa, pendidikan

kewirausahaan, belajar aktif, dan kemadirian. Rumusan SKL, SK/KD, KTSP serta kebijakan tentang

evaluasi hasil belajar masih secara tradisional berpusat kepada pendidikan disiplin ilmu dengan

perhatian utama terhadap kemampuan mengingat pengetahuan. Ketetapan yang telah

dinyatakan dalam berbagai keputusan Presiden (instruksi, peraturan, pencanangan) dan

kebijakan dalam Rancangan Pengembangan Jangka Menengah Pendidikan sebagai upaya untuk

memperbaiki kurikulum yang ada telah memberikan petunjuk kuat tentang pentingnya

kepedulian terhadap pendidikan karakter berdasarkan budaya bangsa, kewirausahaan dan

ekonomi kreatif, serta belajar aktif. Konsekuensi dari kebijakan pemerintah dalam bidang

pendidikan tersebut antara lain adalah memperkuat dan memperkaya kurikulum yang berlaku

saat ini.

Upaya memperkuat dan memperkaya kurikulum haruslah berhubungan dengan keempat

dimensi yaitu, dimensi ide, rencana tertulis (dokumen), proses / pelaksanaan (implementasi),

dan evaluasi. Penguatan dan pengayaan keempat dimensi kurikulum tersebut mengandung

makna bahwa diperlukan berbagai strategi untuk menyempurnakan dan memperkaya SKL dan SI

(sesuai dengan ketetapan tentang wewenang satuan pendidikan memperkaya SKL dan SI),

memperkaya KTSP, proses pembelajaran untuk memberikan jaminan pencapaian kompetensi,

Pendidikan

kewirausahaan

Pendidikan

budaya

bangsa

Pendidikan

ekonomi

kreatif

Belajar

aktif

Pendidikan

karakter

Page 12: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

6

dan evaluasi kurikulum (dokumen, pelaksanaan, dan hasil). Untuk itu, naskah akademik ini

disusun untuk dijadikan pedoman upaya memperkuat dan memperkaya serta menata ulang

kurikulum SD/MI.

Upaya memperkuat kurikulum SD/MI dilatarbelakangi tujuan memperbaiki tingkat kualitas hasil

belajar dan hasil belajar siswa. Melalui pendidikan karakter berlandaskan budaya bangsa,

kewirausahaan dan ekonomi kreatif, serta belajar aktif, posisi siswa diubah dari objek yang

menerima semua informasi dari guru dan sumber lainnya menjadi subjek yang memiliki

kemampuan dan alat yang dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan yang telah

dipelajari, memberi dasar yang kuat untuk belajar sepanjang hayat, mengembangkan sikap

hidup sehat, dan memiliki wawasan serta tindakan sebagai warga negara yang produktif,

antisipatif, dan bertanggung jawab. Melalui upaya ini, masalah rendahnya tingkat pencapaian

standar kelulusan dapat diatasi. Melalui pemikiran yang dikemukakan dalam naskah akademik

ini, proses belajar menjadi semakin menantang dan menyenangkan, dan memberi peluang besar

bagi siswa mengembangkan potensinya menjadi kemampuan sebagai warga negara yang tidak

saja cerdas, bertanggung jawab, hidup sehat, dan kreatif tetapi juga memiliki nilai-nilai

kemanusian yang kuat. Agar guru mampu melaksanakan proses belajar-mengajar yang berciri

demikian, diperlukan sosialisasi dan pelatihan bagi guru, khususnya guru pemandu secara

berkesinambungan.

B. Tujuan

Naskah akademik ini bertujuan:

1. Menyiapkan rancangan bahan kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu

pendidikan di SD/MI.

2. Sebagai pedoman penguatan, pengayaan serta penataan dan pengelolaan kurikulum SD/MI

sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan SD/MI.

3. Meningkatkan relevansi pendidikan di SD/MI dengan potensi dan kondisi lokal, nasional, dan

global, serta perubahan masyarakat tanpa meninggalkan kearifan lokal.

4. Sebagai pedoman untuk mengubah paradigma pendidik dari orientasi hasil kepada

paradigama yang berorientasi proses.

Page 13: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

7

C. Fungsi

Naskah Akademik ini berfungsi sebagai panduan untuk mengembangkan pendidikan pada satuan

pendidikan SD/MI, penataan standar isi dan SKL, mengembangkan dokumen KTSP dan

realisasinya dalam silabus, RPP, dan proses pembelajaran di kelas. Naskah ini sebagai panduan

umum bagi satuan pendidikan. Kepala sekolah dan guru secara bersama-sama sebagai

“community of educators” menjabarkan panduan ini ke dalam tataran operasional yang

disesuaikan dengan kondisi sekolah.

D. Cakupan Naskah Akademik

Naskah akademik mencakup berbagai hal yang berkenaan dengan peran dan kedudukan SD/MI

dalam sistem pendidikan Indonesia, dan dalam kedudukannya sebagai satuan pendidikan.

Naskah akademik ini mencakup:

- landasan penyempurnaan kurikulum

- karakteristik satuan dan peserta didik SD/MI,

- standar kompetensi lulusan dan standar isi

- struktur kurikulum

- pengembangan budaya sekolah,

- pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, pendidikan kewirausahaan, dan

pendidikan ekonomi kreatif

- pembelajaran aktif,

- Model pengembangan kurikulum

- Model Pengelolaan Kurikulum

- penilaian hasil belajar yang berdasarkan prinsip asesmen berdasarkan kelas (classroom-

based assessment),

- Rekomendasi dan Tindak Lanjut

Page 14: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

8

LANDASAN PENATAAN

A. Kajian Yuridis

Penguatan dan penataan kurikulum SD/MI didasarkan pada kebijakan nasional yang dituangkan

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010-2014 dan Rencana Strategis

Kementerian Pendidikan Nasional (Renstra Kemendiknas) 2010-2014. Mengacu kepada

kebijakan nasional tersebut, Pusat Kurikulum pada tahun 2010 merinci (detailing) penataan

ulang kurikulum sekolah yang diamanatkan dalam kedua kebijakan tersebut. Perincian ini

merupakan penugasan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan

Nasional.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 telah

menetapkan sebanyak 6 substansi inti program aksi bidang pendidikan sebagaimana yang

disajikan dalam cuplikan dokumen berikut ini.

Ilustrasi: Substansi Inti Program Aksi Bidang Pendidikan RPJMN Tahun 2010-2014

Prioritas 2: Pendidikan

Peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju

terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan

karakter bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya

pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik

dengan kemampuan: 1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan dan 2) menjawab

tantangan kebutuhan tenaga kerja.

Karena itu, substansi inti program aksi bidang pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Akses pendidikan dasar-menengah: Peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM)

pendidikan dasar dari 95% di 2009 menjadi 96% di 2014 dan APM pendidikan setingkat

SMP dari 73% menjadi 76% dan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan setingkat SD

dari 69% menjadi 85%; Pemantapan/rasionalisasi implementasi BOS, penurunan harga

buku standar di tingkat sekolah dasar dan menengah sebesar 30-50% selambat-

lambatnya 2012 dan penyediaan sambungan internet ber-content pendidikan ke sekolah

tingkat menengah selambat-lambatnya 2012 dan terus diperluas ke tingkat sekolah

dasar;

Page 15: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

9

2. Akses pendidikan tinggi: Peningkatan APK pendidikan tinggi dari18% di 2009 menjadi

25% di 2014;

3. Metodologi: Penerapan metodologi pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi

kelulusan ujian (teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang

memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap budaya-

bahasa Indonesia melalui penyesuaian sistem Ujian Akhir Nasional pada 2011 dan

penyempurnaan kurikulum sekolah dasar dan menengah sebelum tahun 2011 yang

diterapkan di 25% sekolah pada 2012 dan 100% pada 2014;

4. Pengelolaan: Pemberdayaan peran kepala sekolah sebagai manajer sistem pendidikan

yang unggul, revitalisasi peran pengawas sekolah sebagai entitas quality assurance,

mendorong aktivasi peran Komite Sekolah untuk menjamin keterlibatan pemangku

kepentingan dalam proses pembelajaran, dan Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten;

5. Kurikulum: Penataan ulang kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat

nasional, daerah, dan sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang

mampu menjawab kebutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan nasional dan

daerah dengan memasukkan pendidikan kewirausahaan (di antaranya dengan

mengembangkan model link and match);

6. Kualitas: Peningkatan kualitas guru, pengelolaan dan layanan sekolah, melalui: (1)

program remediasi kemampuan mengajar guru; (2) penerapan sistem evaluasi kinerja

profesional tenaga pengajar; (3) sertifikasi ISO 9001:2008 di 100% PTN, 50% PTS, 100%

SMK sebelum 2014; (4) membuka luas kerja sama PTN dengan lembaga pendidikan

internasional; (5) mendorong 11 PT masuk Top 500 THES pada 2014; (6) memastikan

perbandingan guru:siswa di setiap SD & MI sebesar 1:32 dan di setiap SMP & MTs 1:40;

dan (7) memastikan tercapainya Standar Nasional Pendidikan (SNP) bagi Pendidikan

Agama dan Keagamaan paling lambat tahun 2013.

[Sumber: RPJMN 2010-2014]

Substansi inti program aksi yang berkaitan dengan penataan ulang kurikulum adalah butir yang

ke-3 dan ke-5, yaitu penerapan metodologi pendidikan yang sesuai dan penataan ulang

kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah

sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan sumber

daya manusia (SDM) untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan

memasukkan pendidikan kewirausahaan (di antaranya dengan mengembangkan model link and

match).

Page 16: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

10

B. Kajian Teoritis

1. Hakikat Kurikulum

Dari perspektif psikologi, kurikulum yang berorientasi kepada anak didik timbul sebagai

reaksi terhadap proses pendidikan yang lebih mengutamakan segi intelektual. Menurut para

pengembang kurikulum humanistik, tugas pendidikan adalah membentuk manusia yang

utuh dan menyeluruh. Mereka percaya bahwa setiap manusia memiliki kemampuan dan

kekuatan untuk berkembang. Adalah tugas kurikulum untuk mengembangkan seluruh

potensi ini secara terintegrasi menjadi kesatuan pribadi secara utuh antara asepk intelektual,

emosional, dan tindakan. Proses belajar-mengajar yang baik menurut paham ini tercipta

melalui pemberian kesempatan pada anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai

dengan potensi yang dimilikinya menjadi manusia yang terbuka dan mandiri.

Definisi kurikulum menurut tingkatan organisasi kurikulum yang digunakan dalam naskah

akademik ini dikemukakan berikut ini

Definisi kurikulum

Cur

riculu

m is

all of

th...

Cur

riculu

m e

ncom

pa...

Cur

riculu

m is

a p

lan fo

...

33% 33%33%1. Kurikulum adalah

semua pengalaman yang diperoleh siswa di bawah bimbingan para guru.

2. Kurikulum mencakup semua kesempatan belajar yang diadakan oleh sekolah.

3. Kurikulum adalah sebuah rencana untuk semua pengalaman yang dihadapi siswa di sekolah.

Kur

ikulu

m …

sem

ua

Kur

ikulu

m …

kese

mpat

an

Kur

ikulu

m …

renca

na

Page 17: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

11

Menurut kategori Broemfeld (Tanner dan Tanner, 1980) filosofi kurikulum yang ada ialah

esensialisme, perenialisme, humanistisme, dan rekonstruksi sosial. Esensialisme dan

perenialisme memposisikan kurikulum sebagai pendidikan disiplin ilmu dengan tugas untuk

mengembangkan kemampuan intelektual (esensialisme), dan kemampuan rasional

(perenialisme). Humanisme memberikan posisi sentral pada manusia sebagai makhluk yang

“bebas” dan menjadikan kurikulum sebagai wahana pendidikan untuk mengembangkan

potensi kemanusiaan siswa. Rekonstruksi sosial memberikan posisi kurikulum sebagai

wahana pendidikan untuk menata masyarakat demokratis yang ideal (building an ideal

democratic social order) (Tanner dan Tanner, 1980).

Berdasarkan kebijakan yang ada, ide kurikulum yang digunakan pada saat kini adalah

kurikulum berbasis kompetensi yang sangat dipengaruhi oleh filosofi progresif dan

rekonstruksi sosial. Ketetapan ini dilakukan pada tingkat nasional dan satuan pendidikan

tidak diberi wewenang untuk menggunakan filosofi kurikulum lainnya. Sesuai dengan

keputusan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, para pengembang kurikulum pada

jenjang satuan pendidikan SD perlu mempelajari pandangan filosofi kurikulum rekonstruksi

sosial dan teori pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.

Dalam kategori yang konseptual, Oliva 1997:512) mengemukakan bahwa kurikulum

berdasarkan kompetensi masuk dalam kelompok yang dinamakan "outcome-based

curriculum". Dalam bentuknya yang masih awal, Oliva (1997:512) mengemukakan bahwa

perkembangan ide kurikulum berbasis "outcome-based" dapat ditelusuri sejauh

pertengahan abad kesembilanbelas oleh seorang pendidik terkenal Eropa yang bernama

Herbert Spencer. Di Amerika Serikat perkembangan ide kurikulum berbasis "outcomes"

dapat dikatakan pada awal abad ke-20 yaitu tahun 1918 atau menurut Tuxworth (Burke,

1995:10) pada tahun 1920-an.

Banyak hal perlu dipertimbangkan dalam upaya penataan kurikulum yang dipersiapkan bagi

pengembangan potensi diri siswa pada abad ke-21 ini yang oleh Pink (2006) disebut sebagai

“conceptual era” atau era konseptual. Manusia yang ingin memimpin dalam era ini menurut

Pink perlu memiliki “Six High-Concept and High-Thought Senses In The Conceptual Age”: (1)

Bukan hanya gagasan tapi juga DESAIN; (2) Bukan hanya argumen tapi juga CERITA; (3)

Bukan hanya fokus tapi juga SIMFONI; (4) Bukan hanya logika tapi juga EMPATI; (5) Bukan

hanya keseriusan tapi juga BERMAIN; dan (6) Bukan hanya akumulasi tapi juga MAKNA.

Page 18: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

12

Perkembangan masyarakat mulai dari masyarakat agraris sampai dengan masyarakat

konseptual sebagaimana yang dikemukakan oleh Pink tampak dalam Ilustrasi 3 berikut ini.

Ilustrasi 3: Perkembangan Masyarakat Dunia dari Abad ke-18 sampai ke Abad ke-21.

[Sumber: Pink (2006)

Dalam era konseptual menurut Wagner (2008) akan terjadi jurang prestasi global (global

achievement gap), yaitu: jurang antara sekolah-sekolah yang terbaik di pinggiran perkotaan,

perkotaan, dan pedesaan dalam pengajaran dan penilaian versus apa yang diperlukan semua

siswa agar berhasil sebagai pelajar, pekerja, dan warga negara dalam ekonomi pengetahuan

global dewasa ini (the gap between what even our best suburban, urban, and rural public

schools are teaching and testing versus what all students will need to succeed as learners,

workers, and citizens in today’s global knowledge economy). Karena itu, menurut Wagner,

orang Amerika Serikat sangat berkepentingan untuk memiliki tujuah keterampilan untuk

bertahan hidup pada abad ke-21 (the Seven Survival Skills for the twenty-first century):

(1) pemikiran kritis dan pemecahan masalah; (2) kerja sama antar-jejaring dan memimpin

melalui pengaruh; (3) ketangkasan dan kemampuan beradaptasi; (4) prakarsa dan

Page 19: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

13

kewirausahaan; (5) komunikasi lisan dan tertulis yang efektif; (6) akses dan analisis

informasi; dan (7) rasa ingin tahu dan imajinasi.

Sedangkan, Trilling& Fadel (2009) mengemukakan bahwa pada abad ke-21 diperlukan

keterampilan-keterampilan abad ke-21: (1) berpikir kritis dan membuat keputusan; (2)

memecahkan masalah yang kompleks, multi-disiplin, dan terbuka yang secara rutin dihadapi

semua pekerja pada berbagai jenis tempat kerja; (3) kreativitas dan pemikiran

kewirausahaan – suatu keterampilan yang amat berhubungan dengan penciptaan pekerjaan;

(4) berkomunikasi dan bekerja sama dengan tim orang-orang lintas batas budaya, geografis,

dan bahasa – suatu keniscayaan pada tempat kerja dan komunitas yang beragam dan

multinasional; (5) menggunakan secara inovatif pengetahuan, informasi, dan peluang untuk

menciptakan jasa, proses, dan produk yang baru; dan (6) menangani tanggung jawab

finansial, kesehatan, dan kewarganegaraan dan membuat pilihan yang bijaksana.

Otib (2007) menyatakan bahwa bahan pelajaran (materi kurikulum) untuk anak-anak SD

memiliki ciri-ciri khusus, antara lain : (1) materi pelajaran harus selalu terkait dengan

lingkungan sekitar kehidupan anak-anak, (2) materi pelajaran harus sederhana dan konkret,

(3) materi pelajaran dipahami dalam konteks keseluruhan yang menggambarkan kesan

pengamatan empiris anak dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut Otib mengutip Satori (1996: 8) mengatakan, hal lain yang juga menunjang proses

belajar-mengajar bagi para siswa adalah alat atau media pembelajaran. Alat/media

pembelajaran atau disebut juga dengan alat peraga bila digunakan untuk siswa di sekolah

dasar harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) menarik bagi anak, karena bentuknya lucu

serta penuh dengan warna yang menyolok, (2) mengundang rasa ingin tahu, (3) mudah

ditangani anak, tidak membahayakan, dan (4) berkaitan dengan ekspresi bermain.

2. Hakikat Satuan Pendidikan SD/MI

Satuan pendidikan sekolah dasar adalah satuan pendidikan yang mempunyai makna sangat

besar bagi siswa. Proses yang dilalui pada satuan pendidikan ini sangat menentukan

kekuatan mental belajar siswa pada tahap selanjutnya. Pemberian perlakuan dan stimulus

positif secara maksimal kepada siswa akan berpengaruh positif kepada sikap, mental, dan

Page 20: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

14

pola pikir siswa. Di samping itu, dasar-dasar belajar dipelajari pada satuan pendidikan ini.

Guna menyiapkan siswa untuk mengenal dunia luar, siswa dibekali tiga kemampuan dasar

yang amat penting, yaitu kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, menjadi

keterampilan praktis dicapai pada satuan pendidikan sekolah dasar. Selain itu, di sekolah

dasar, siswa dibekali dasar-dasar dalam ilmu pengetahuan alam, matematika, ilmu

pengetahuan sosial. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut ini:

“The major goals of primary education are achieving basic literacy and numeracy amongst all pupils, as well as establishing foundations in science, mathematics, geography, history and other social sciences.” (http://en.wikipedia.org/wiki/Primary_education)

Isi kurikulum harus memperhatikan anak didik yang pada dasarnya adalah manusia yang

sangat unik yang memiliki hakikat tersendiri. Sehubungan dengan uraian terdahulu, hal yang

sama juga berlaku pada anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/mi), sebab sesuai

dengan hakikatnya, anak SD/mi adalah makhluk yang sedang berkembang yang memiliki

minat dan bakat yang beragam. Karena itu, kurikulum SD/MI harus dapat disesuaikan dengan

irama perkembangan anak usia SD/mi. Dengan kata lain, pengembang kurikulum SD/MI

harus mampu mempelajari bagaimana anak SD tumbuh, berkembang, dan belajar, apa

kebutuhannya, dan apa minatnya.

Dalam hal perkembangan anak SD/mi itu sendiri, pelbagai studi telah diadakan antara lain

mengenai perkembangan anatomis, fisiologis, motorik, bahasa dan komunikasi,

perkembangan mental, intelijensi, perkembangan pengertian dan pemahaman, kreativitas,

perilaku sosial, watak, disiplin, kepribadian, kesehatan, dan kerohanian.

Setiap pengembang kurikulum sadar bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu

anak didik. Karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik.

Penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah dasar dalam kenyataan dapat dikategorikan

ke dalam 2 kelompok kelas, yaitu kelas-kelas awal dan kelas-kelas lanjutan/tinggi. Secara

hukum berdasarkan ketentuan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, yang dimaksudkan

dengan kelas awal/rendah adalah kelas 1 dan 2, sedangkan kelas tinggi adalah kelas 3

sampai dengan kelas 6.

Pengelompokan kelas ini memiliki implikasi yang luas baik dalam tataran pertimbangan usia,

muatan materi, dan pendekatan belajarnya. Mit Witjaksono (1996 : 70) mengatakan bahwa

dalam kaitan dengan pendekatan belajar di sekolah dasar, desain belajar di kelas-kelas awal

Page 21: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

15

sekolah dasar harus mampu menjangkau pengaitan dan penyatuan berbagai bidang

pengetahuan dan kegiatan dalam proses kegiatan belajar. Bentuk kegiatan yang dilakukan

anak-anak di kelas awal sekolah dasar harus penuh dengan pengetahuan baru dan

pengalaman baru bagi kehidupan mereka. Coles ( 2000 : 120) mengatakan bahwa belajar di

kelas awal SD/MI bagi anak SD/MI dirasakan sebagi tahun-tahun pencarian yang hidup dan

penuh semangat. Karena itu, orang tua dan guru sering sekali kesulitan mengimbangi

kehidupan dan semangat anak yang intensitasnya tinggi sewaktu mereka berusaha

memahami segala sesuatu, memikirkannya, dan juga menimbang-nimbang mana yang benar

dan mana yang salah dari hidup atau kenyataan yang ada. Inilah saat pertumbuhan imajinasi

moral, yang terus-menerus harus diberi bahan bakar dengan kerelaan, kesediaan anak-anak

untuk menempatkan diri mereka sendiri dalam peran orang lain, demi untuk menyelami

jalan kehidupan mereka.

3. Karakteristik Peserta Didik SD/MI

Mengingat siswa sekolah dasar, khususnya pada kelas awal, berkembang secara holitik

terpadu/integratif yang meliputi perkembangan fisik, mental/intelektual, sosial, dan moral,

perkembangan anak SD/MI sudah seharusnya dipandang sebagai suatu proses yang utuh.

Perkembangan salah satu aspek tidak dapat dipisahkan dari perkembangan aspek lainnya.

Menurut Subekti, dari segi perkembangan fisik, anak usia 6 – 8 tahun sangat aktif dan banyak

bergerak meskipun perkembangan tubuhnya belum matang. (Sri Purnami Subekti,

Kurikulum: Pengantar untuk Kurikulum Kreatif dan Praktik Sesuai Perkembanga, 1995).

Selain itu, pada hakikatnya, anak SD/MI memerlukan jenis kegiatan belajar yang

memungkinkan anak dapat melakukan sendiri kegiatan belajarnya, seperti melempar,

menangkap bola, memasang tali, berlari-lari, dan melompat. Ditambahkan, bahwa dari

penelitian di lapangan, dampak aktivitas fisik ternyata ikut mempengaruhi perkembangan

kognitif siswa. Misalnya, saat anak SD/MI belajar konsep, hasilnya akan lebih baik bila anak

mengalami sendiri dan mengerjakan sendiri apa yang dipelajari. Karena itu, dalam

merencanakan pembelajaran di kelas, terutama di kelas-kelas awal SD/MI, guru perlu

merancang kegiatan belajar-mengajar yang memberi peluang partisipasi aktif anak.

Dalam hubungan dengan belajar matematika di kelas, perkembangan kognitif anak usia kelas

awal SD/MI menurut Piaget seperti dikutip Berk berada pada tahap operasional konkret.

(Laura E Berk, Child Development, 1994). Karena itu, anak SD/MI hanya dapat memecahkan

Page 22: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

16

masalah dengan bantuan benda-benda konkret. Implikasinya, konsep-konsep abstrak

matematika harus diajarkan dengan bantuan alat peraga agar konsep abstrak dapat

dimengerti anak.

Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika berada di ruang kelas, siswa sangat menaruh perhatian

kepada teman. Keinginan berteman dan bersahabat dengan orang lain yang sebaya sangat

besar. Bersamaan dengan keinginan untuk berteman ini, berkembang pula kemampuan

bekerja sama dengan orang lain serta belajar dan bekerja dalam kelompok. Dalam usia ini

anak merasa kecewa bila tidak diterima dalam kelompoknya dan sebaliknya merasa puas dan

bangga bila prestasinya dihargai. Perkembangan aspek kemampuan berteman dan bekerja

sama merupakan dasar bagi perkembangan aspek sosial emosional siswa. Dalam hal ini, guru

hendaknya membangun hubungan yang baik antara siswa dengan teman sebaya, misalnya

dengan membentuk kelompok-kelompok kecil yang diberi tugas untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan dan memecahkan masalah bersama-sama. Kerja sama kelompok semacam ini

dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam belajar matematika karena mereka

dapat belajar dengan teman sebaya. Guru merencanakan penggunaan metode belajar

matematika yang dapat menunjang perkembangan emosi, menurut Hurlock, antara lain: (1)

belajar secara coba dan ralat (trial and error learning), (2) belajar dengan cara meniru, (3)

belajar dengan cara mempersamakan diri, (4) belajar melalui pengkondisian, dan (5)

pelatihan, yakni belajar di bawah bimbingan dan pengawasan.

Adapun hubungannya dengan perkembangan moral pada anak usia SD/MI kelas awal, anak

sudah dapat membedakan apa yang baik dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan

sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat. Kesadaran moral ini sangat kuat

sehingga mereka menilai kesalahan kecil sebagai suatu kesalahan besar. Aspek moral anak ini

didorong oleh pengaruh yang dialami dari lingkungan hidupnya.

Bredekamp mengemukakan gagasan tentang belajar yang disesuaikan dengan

perkembangan anak yaitu praktik tepat yang berkembang secara bertahap atau DAP

(Developmentally Appropiate Practice). Konsep DAP berpijak pada dua kesesuaian, yaitu

kesesuaian dengan usia dan individu.1 Kesesuaian dengan usia memperhatikan pertumbuhan

dan perkembangan anak secara sekuensial yang bersifat universal. Perubahan terjadi pada

setiap aspek perkembangan anak, seperti telah dijabarkan. Kesesuaian individu adalah setiap

Page 23: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

17

anak mempunyai karakteristik yang unik dan khas dalam cara berinteraksi dengan

lingkungan, cara belajar, dan lama belajar. Juga setiap anak mempunyai latar belakang

keluarga yang berbeda satu sama lainnya.

Perbedaan-perbedaan individu ini berpengaruh besar terhadap cara anak belajar.

Berdasarkan perbedaan individu anak inilah sebagai dasar guru dalam merancang program

kegiatan belajar-mengajar, melalui pikiran dan pengalamannya anak belajar berinteraksi

dengan teman sebaya dan orang dewasa, serta dengan aktif memanipulasi benda-benda

konkret yang ada di lingkungan.

Secara umum karakteristik siswa SD/MI dapat diamati pada tabel berikut ini.

Bidang Sosial Bidang Fisik

• Senang berteman • Suka berbagi mainan • Mulai muncul keinginan menolong • Suka permainan imajinasi • Sudah mulai beradaptasi dengan

kelompok sosialnya • Mulai patuh kepada aturan • Mulai muncul perilaku sesuai dengan

perannya • Mulai suka pamer • Mudah terpengaruh oleh guru dan

teman sebaya • Jiwa kompetisi meningkat • Mulai muncul kesadaran diri • Cenderung bersahabat dengan teman

sejenis • Cenderung tidak sabar • Cenderung cemas berlebihan • Cenderung menyendiri / mengasingkan

diri saat menghadapi masalah • Suka mengadu • Menganggap orang dewasa tidak

konsisten dan tidak sempurna • Kritis • Terkadang cemberut tiba-tiba tanpa

sebab yang jelas • Cenderung individualistis • Terkadang tidak jujur, namun mampu

menyelesaikan sendiri • Mudah marah tapi mudah memaafkan • Lebih menginginkan isi pembicaraan /

kesimpulan • Cukup baik bekerja dalam kelompok • Mulai menyukai situasi kekeluargaan

serta berteman dengan lain jenis

• Dapat berjalan mundur • Berlari dengan tangan terayun • Berdiri dengan satu kaki • Memanjat tangga dengan berganti kaki • Ada kontrol motorik halus • Mampu mengaduk, menggunakan sendok-

garpu, memakai baju sendiri, menggosok gigi, mencuci tangan, dan dapat mengontrol saat buang air kecil

• Sudah mulai mampu mengkombinasikan gerakan jalan, lari, lompat, dan lempar

• Menyukai permainan sederhana yang memungkinkan persentuhan badan tanpa alat (misalnya permainan: ular naga, kucing dan tikus, menjala ikan, “beteng” / “bentengan”)

• Sudah mampu melakukan gerakan senam • Terampil dan kreatif membuat benda tiga

dimensi • Mampu membuat dan menulis huruf dan

angka • Mampu memotong dan menggunting • Mampu mengkoordinasi fungsi antar-bagian

tubuh • Mendorong dirinya untuk mencapai batas

maksimal fisik (misalnya suka makan dan berbagai jenis olahraga agar pertumbuhan badannya cepat)

• Mudah jenuh / bosan • Rentan terhadap penyakit • Cenderung berkeluh kesah secara berlebihan • Jika ketegangan memuncak, terkadang

menunjukkan reaksi berupa menggigit kuku, menggulung rambut, menggigit-gigit bibir

• Mengalami pertumbuhan fisik yang cepat • Menyukai tantangan fisik

Page 24: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

18

Bidang Sosial Bidang Fisik

• Menyukai kegiatan yang bersifat kelompok

• Menyukai “kebenaran” (membedakan baik-buruk)

• Tertarik memecahkan masalah kontekstual

• Suka mencoba model tulisan yang lain • Membutuhkan istirahat yang cukup demi

pertumbuhan tubuh

Bidang Emosional Bidang Kebahasaan Bidang Kecerdasan

• Cenderung lebih percaya diri

• Senang tertawa • Mulai mampu melewati

tahap yang sulit • Cenderung berbuat baik

karena ingin dipuji • Mulai menghargai pendapat

orang lain • Dapat berkomunikasi dan

berpartisipasi dalam pekerjaan orang dewasa

• Suka menolong dan senang membantu orang lain

• Menunjukan rasa setia kawan yang kuat terhadap teman sebaya

• Mulai mandiri • Suka membuat kelompok-

kelompok kecil untuk berbagi perasaan dan melakukan kegiatan bersama

• Menunjukkan egoisme yang tinggi

• Menyukai bernyanyi dan musik

• Dapat berbicara dengan kata-kata yang jelas dan menggunakan kalimat singkat

• Kosa kata mulai banyak • Dapat menggunakan kata-

kata untuk mengekspresikan perasaannya

• Dapat mengikuti perintah sederhana

• Memiliki kurang lebih 14 000 kosa kata (usia 6 – 7 tahun)

• Mampu menceritakan banyak hal

• Mengerti bahwa beberapa kata mempunyai arti dan fungsi yang sama / berbeda

• Bisa menyempurnakan kalimat sederhana

• Mulai terbentuk keterampilan membaca

• Mampu menyapa dengan tutur kata yang sopan

• Mampu mendeskripsi atau menggambarkan sesuatu

• Menyukai kosa kata dialek • Bahasa kekanak-kanakan

cenderung muncul tiba-tiba • Cenderung membesar-

besarkan apa yang diceritakan

• Mudah meniru kata-kata negatif yang didengar dari orang dewasa dan dari berbagai media massa

• Mampu menyimak cerita / dongeng

• Mulai banyak membaca dan mengoleksi buku bacaan

• Berpikir konkret dan holistik

• Memiliki rasa ingin tahu terhadap lingkungannya

• Mampu mengenal warna-warna

• Mengenal nama

• Menghitung sampai batas angka tertentu

• Dapat membedakan berbagai macam benda

• Mulai mengenal bentuk, huruf, dan angka

• Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berkonsentrasi

• Mampu memberikan alasan pada saat melakukan kesalahan

• Mampu berhitung secara berurutan

• Mampu memecahkan masalah sederhana

• Mampu membedakan tiga simbol yang berbeda secara visual

• Berpikir kreatif dan kritis terhadap dirinya.

• Mulai berpikir secara luas tentang bumi dan dunia.

• Daya imajinasi cenderung berkurang dibandingkan dengan waktu masih kecil

• Memiliki rasa ingin tahu yang besar

• Menunjukkan pola yang berbeda antar-anak ketika mengemukakan gagasan secara tertulis

• Mengalami kendala dengan angka-angka yang besar

Page 25: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

19

Bidang Emosional Bidang Kebahasaan Bidang Kecerdasan

tertentu • Ekspresif, banyak berbicara,

mulai suka menjabarkan bahasa

• Cenderung kooperatif tapi juga kompetitif

• Mudah bersahabat dan cepat melakukan aktivitas fisik

• Mampu mengeluarkan pendapat dan berkomunikasi dengan teman sebaya tentang masalah tugas sekolah yang diberikan guru.

serta konsep waktu dan ruang

• Mudah mengingat dan menghafal

• Meningkatnya kemampuan observasi

• Menyukai peraturan yang masuk akal

• Mampu mengklasifikasi keinginan-keinginan pribadi

• Konsentrasi lebih meningkat dan mampu membaca lebih lama

• Mampu memilih strategi untuk memecahkan masalah

• Bangga dengan prestasi

[Sumber: CRI, Children Resource International, Washington DC, 2004 dan hasil brainstorming

guru di Seram, Palu, dan Tentena (Poso), 2010]

4. Fungsi dan Tujuan Satuan Pendidikan SD/MI

Tujuan pendidikan dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs./SMPLB/Paket B

adalah: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan yang

dikemukakan antara lain adalah:

1) Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak;

2) Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri;

3) Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya;

4) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di

lingkungan sekitarnya;

5) Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif;

6) Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan guru/pendidik;

7) Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya;

8) Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari;

9) Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar;

Page 26: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

20

10) Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan;

11) Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air Indonesia;

12) Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal;

14) Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang;

15) Berkomunikasi secara jelas dan santun;

16) Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam

lingkungan keluarga dan teman sebaya;

17) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis ; dan

18) Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.

C. Kajian Empiris

1. Layanan Pendidikan

Layanan pendidikan sejatinya bersifat inklusif, yaitu suatu layanan pendidikan yang diberikan

oleh Sekolah Biasa atau Sekolah Umum (SD/MI, SMP/MTs, atau SMA/MA), yang proses

pembelajarannya dapat mengakomodir semua peserta didik tanpa diskriminasi. Namun

demikian, untuk memberikan layanan pendidikan yang optimal dan berkeadailan, layananan

pendidikan pada satuan pendidikan SD/MI biasanya dilakukan dalam beberapa kelas

layanan, yaitu:

a. Kelas Reguler, diberikan untuk melayani peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan

dan bakat istimewa dalam kategori rata-rata, menggunakan kurikulum lokal dan

nasional, dengan masa belajar 6 tahun;

b. Kelas Khusus/Plus, diberikan untuk melayani peserta didik yang memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa dalam kategori di rata-rata, menggunakan kurikulum

lokal dan nasional yang dimodifikasi sedemikian rupa, dengan masa belajar 6 tahun;

c. Kelas Cerdas Istimewa, diberikan untuk melayani peserta didik yang memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa dalam kategori di atas rata-rata dengan, menggunakan

kurikulum yang lokal, nasional dan internasional serta proses pembelajarannya dengan

sistem bilingual, dengan masa belajar kurang dari 6 tahun tahun;

d. Kelas Bertaraf Internasional, diberikan untuk melayani peserta didik yang memiliki

potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam kategori di atas rata-rata, dengan

menggunakan kurikulum lokal, nasional dan internasional serta proses pembelajarannya

dengan sistem bilingual, dengan masa belajar 6 tahun;

Page 27: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

21

2. Kondisi dan Situasi Sekolah

Kajian terhadap situasi dan kondisi sekolah yang berkaitan dengan kurikulum dan

pembelajaran, menunjukkan sejumlah kekuatan dan kelemahan. Kekuatan itu antara lain

adalah:

a. Alokasi waktu belajar tiap minggu untuk kelas III-VI memadai;

b. Guru telah mengidentifikasi tema untuk mengintegrasikan kompetensi dasar berbagai

mata pelajaran;

c. Guru semakin mampu menerapkan pendekatan tematik dengan ditandai adanya

peningkatan model pembelajaran tematik oleh guru dan peningkatan pemahaman

siswa terhadap pembelajaran tematik secara holistik;

d. Sekolah mampu mengidentifikasi kompetensi dasar dalam kurikulum untuk

mengembangkan tema yang memanfaatkan beragam sumber belajar;

e. Kompetensi dasar banyak memuat konsep-konsep esensial yang memudahkan

pengembangan topik yang relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari;

f. Kompetensi mata pelajaran muatan internasional sudah mengandung konsep-konsep

esensial;

g. Pendekatan komunikatif dalam pelajaran Bahasa Indonesia yang tercermin dari

berbagai kompetensi dasar memudahkan guru mengembangkan kegiatan belajar dan

alat penilaian. Kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam pendekatan

komunikatif memudahkan guru mengembangkan kegiatan belajar dan alat penilaian;

h. Kurikulum mata pelajaran IPA memuat konsep-konsep esensial;

i. Kompetensi dasar dan alat penilaian mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan

menekankan penampilan (unjuk kerja) siswa ;

j. Kompetensi dasar dan alat penilaian mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

menekankan penampilan (unjuk kerja) siswa;

k. Mata pelajaran muatan lokal di SD/MI tertentu yang menekankan aspek kesenian dan

kebudayaan daerah.

Page 28: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

22

Sedangkan, kelemahannya yang dapat diidentifikasi antara lain:

a. Masih diterapkan pembelajaran yang berpusat kepada guru (teacher-centered

learning);

b. Masih dominan ditekankan pengembangan ranah kognitif. Pengembangan ranah

kognitif pada kompetensi dasar masih dominan;

c. Buku teks masih dominan digunakan sebagai sumber belajar yang utama;

d. alat penilaian masih homogen, terutama tes tertulis dan guru masih sulit menentukan

jenis dan alat penilaian yang dituntut oleh KTSP;

e. Jumlah mata pelajaran cenderung banyak pada sekolah yang menambah mata-mata

pelajaran lain;

f. Kurikulum Pendidikan Agama, PKn, dan IPS masih mengutamakan ranah kognitif,

kurang mengembangkan ranah afektif dan konatif atau psikomotor. Implementasi mata

pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan terkendala oleh sarana dan kemampuan guru;

g. Guru sulit mengembangkan kompetensi dasar menjadi indikator dan alat penilaian

dalam penilaian kelas;

h. Implementasi kurikulum mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan terkendala oleh

terbatasnya alat dan kurangnya kemampuan guru mengajarkan mata pelajaran ini;

i. Total alokasi jam pelajaran per minggu untuk kelas I-III SD/MI kurang, terutama untuk

mengembangkan kemampuan baca-tulis-hitung siswa;

j. Penilaian yang dilakukan guru masih menggunakan penilaian acuan norma, bukan

penilaian acuan kriteria.

3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Jumlah sekolah dasar yang mempunyai guru dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan

standar nasional pendidikan lebih sedikit dibanding dengan jumlah guru yang tidak sesuai

dengan standar nasional pendidikan. Akibatnya, proses belajar-mengajar hanya berlangsung

sesuai dengan kemampuan masing-masing guru, dan bukan berdasarkan standar proses yang

diharapkan. Beberapa fakta yang ada di lapangan menyangkut masalah guru adalah:

a. Banyak guru yunior adalah tamatan diploma 2 PGSD ;

Page 29: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

23

b. Banyak guru SD/MI kini melanjutkan studi S1 melalui program peningkatan kualifikasi guru

SD/MI mencapai gelar S 1 yang dikelola FKIP universitas yang ditunjuk pemerintah;

c. Mayoritas SD/MI menerapkan sistem guru kelas, namun banyak pula SD/MI yang

menerapkan sistem guru bidang studi pada kelas IV-VI ;

d. Banyak guru mengajar tanpa persiapan dan mengajar secara konvensioanl;

e. Banyak guru SD/MI bekerja di wilayah pedesaan yang terpencil sehingga mereka kurang

mendapatkan akses informasi berupa buku bacaan, buku referensi, dan majalah ilmiah;

f. Dengan adanya otonomi sekolah melalui sistem otonomi daerah, mayoritas guru SD/MI

tidak mendapatkan akses pelatihan dan peningkatan kemampuan profesional guru melalui

KKG kurang efektif karena belum terbina sistem KKG yang baik melalui sistem gugus;

g. Kemampuan dan kinerja banyak guru yang telah lulus sertifikasi pendidik tampak tidak lebih

baik dari guru yang belum mengikuti sertifikasi; dan

h. Rasio jumlah siswa dan guru belum memenuhi harapan, terutama di wilayah perkotaan yang

padat.

4. Peserta Didik

Kenyataan di lapangan yang menunjukkan beberapa hal yang menyangkut peserta didik,

antara lain:

a. Umur siswa saat masuk sekolah dasar yang disyaratkan pemerintah adalah 7 tahun

dengan alasan untuk memenuhi angka partisipasi kasar, namun untuk sekolah swasta

berkisar antara 5-6 tahun padahal menurut tradisi sebelum digencarkannya wajib belajar

umur masuk sekolah dasar adalah 6 tahun;

b. Walaupun syarat masuk sekolah dasar berdasarkan umur, kenyataan di lapangan

menunjukkan bahwa sejumlah sekolah menerapkan sistem observasi (bermain sehari

menggunakan alat ukur) / tes, tes IQ, dan penentuan psikolog tentang kelayakan anak

masuk SD (berciri anak luar biasa atau berkemampuan berbeda, diffable child);

c. Terdapat siswa yang berkebutuhan khusus di setiap sekolah dengan jumlah bervariasi di

setiap sekolah, dengan penaganan khusus atau dengan dileburkan dengan siswa reguler

tanpa penanganan khusus; dan

d. Di wilayah perkotaan padat penduduk tampak siswa di ruang-ruang kelas terlalu padat

sedangkan di wilayah pedesaan tertentu, terutama di daerah terpencil, jumlah siswa

amat sedikit di tiap kelas.

Page 30: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

24

5. Manajemen Sekolah

Kenyataan di lapangan yang menunjukkan beberapa hal yang menyangkut manajemen

sekolah antara lain :

a. Manajemen SD kini lebih dikendalikan oleh kepala dinas kecamatan (UPTD) yang tidak

memiliki cukup kekuasaan dan kemampuan untuk membina para kepala sekolah dan

guru karena tidak mengelola dana pendidikan, termasuk dana pembinaan guru;

b. Banyak pengawas yang umumnya berkantor di kantor dinas pendidikan kecamatan

cenderung kurang kompeten karena tidak memiliki keahlian membina guru dan kurang

didukung dana untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan kepala sekolah;

c. Pengangkatan kepala sekolah cenderung ditentukan oleh dinas kabupaten / kota dan

kriteria pengangkatan kepala sekolah tampaknya bergantung kepada pandangan kepala

dinas, sementara di daerah tertentu pengangkatan kepala sekolah tanpa diseleksi pada

tingkat kecamatan melalui peran pengawas yang lebih tahu kinerja guru atau

ditentukan oleh bupati atau walikota terpilih yang secara teknis kurang memahami

dunia pendidikan;

d. Manajemen SD/MI cenderung sederhana; jarang sekali ada koordinator atau fasilitator

mata pelajaran yang bertugas mengembangkan kemampuan profesional guru pada

mata pelajaran tertentu;

e. Peran pemimpin menengah atau “middle leaders” di SD/MI cenderung tidak ada;

f. Manajemen berbasis sekolah baru diterapkan sejumlah sekolah tertentu yang telah

terpapar oleh program MBS-Pakem yang kini sudah berusia 12 tahun;

g. Sistem audit manajemen SD/MI lemah karena hanya dilakukan dalam rangka

keperluan tertentu, misal akreditasi sekolah;

h. Kontrol terhadap sekolah lemah dan kurang diterapkannya sistem imbalan dan sanksi

yang tegas;

i. Tidak semua sekolah menyusun rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) jangka

menengah dan jangka panjang;

j. Persiapan untuk menjadi kepala sekolah dan pembinaan selama menjadi kepala

sekolah amat kurang; dan

k. Mutasi guru dan kepala sekolah yang berstatus PNS cenderung dilakukan tanpa kriteria

yang jelas dan transparan.

Page 31: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

25

6. Sistem Penilaian

Penilaian yang dilaksanakan di sekolah dasar antara lain berupa ulangan harian, ulangan

tengah semester, dan ulangan akhir semester serta ulangan kenaikan kelas. Dengan

demikian, untuk satuan pendidikan sekolah dasar ulangan yang bersifat kolektif sebanyak

empat kali , yaitu dua kali ulangan tengah semester dan dua kali ulangan akhir semester.

Jumlah tersebut bertambah jika sekolah mengadakan jenis ulangan lain, seperti uji kendali

mutu, uji khusus kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau ulangan jenis lain.

Ulangan harian , ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester ganjil lebih sering

dilaksanakan oleh sekolah masing-masing. Tetapi, ulangan akhir semester kedua (ulangan

kenaikan kelas) sering dilaksanakan oleh gugus atau Unit Pelaksana Tugas Diknas Kecamatan

masing-masing. Berkaitan dengan hasil penilaian, sekolah menggunakannya sebagai salah

satu pertimbangan kenaikan kelas. Dalam penyusunan KTSP, kriteria dan ketentuan

kenaikan kelas setiap sekolah telah dicantumkan, sehingga setiap sekolah mempunyai

aturan jelas tentang kenaikan kelas. Karena itu, pada kenyataannya setiap tahun ada siswa

yang tinggal kelas dengan adanya ketentuan dan kriteria ini. Aturan kenaikan kelas di setiap

sekolah berbeda-beda. Selain itu, ada sekolah yang menganut prinsip tidak ada siswa yang

tinggal kelas sesuai dengan prinsip dasar kurikulum berbasis kompetensi yang dilaksanakan

dengan pendekatan belajar aktif karena menahan anak satu tahun lagi di kelas yang sama

dipandang sebagai hukuman yang melanggar hak asasi potensi tumbuh kembang anak dan

kasih sayang kepada anak.

Bipoupout J C dalam artikelnya “The Contribution of the Competency-based Approach to

Education for all in Cameroon” dalam Prospects Vol. 37, No. 2, 205-221 menunjukkan

perlunya peningkatkan praktik dalam pengalaman belajar-mengjar siswa SD dalam

penerapan kurikulum berbasis kompetensi dengan adanya pengajaran remedial untuk

mengatasi masalah mengulang kelas di SD di Kamerun.

Grantham, Madeline Kay (2000) dalam artikelnya “Impact of Small Class Size on

Achievement” berdasarkan penelitian tentang promosi sosial (anak yang naik kelas tidak

kehilangan temannya) dan ulang kelas di SD di New York menunjukkan bahwa tinggal kelas

dan promosi sosial tidak mememuhi kebutuhan siswa yang gagal mencapai prestasi. Peneliti

juga mengajukan berbagai saran untuk meningkatkan lingkungan belajar, termasuk

menerapkan kelompok campuran anak yang memiliki kemampuan yang berbeda. Dari guru-

guru yang diteliti, 60% percaya bahwa siswa tidak boleh dipromosi secara social jika prestasi

Page 32: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

26

belajarnya tidak tercapai, 70% percaya bahwa mereka tidak boleh bersama-sama dengan

teman sebayanya jika prestasi mereka di bawah rata-rata, 30% percaya bahwa masalah

perilaku akan terjadi karena tinggal kelas ini. Semua guru setuju bahwa mengulang kelas

adalah pilihan terbaik.

Goos, Mieke; Van Damme, Jan; Onghena, Patrick; Petry, Katja (2011) dalam artikel “First-

Grade Retention: Effects on Children's Actual and Perceived Performance throughout

Elementary Education”. Society for Research on Educational Effectiveness. 2040 Sheridan

Road, Evanston, IL 60208 (http://www.sree.org) meneliti 3707 siswa SD di Belgia yang

tinggal kelas di kelas I yang bahasa ibunya adalah bahasa Fleming. Studi ini menunjukkan

bahwa siswa yang mengulang kelas memulai tahun ajaran dengan kelebihan pada

matematika dan kelancaran membaca dibandingkan murid-murid baru. Para guru mereka

tetap menilai sama buruknya dalam keterampilan matematika dan bahasa. Setelah waktu

berlalu siswa yang mengulang kelas berkembang lebih lambat sehingga membuat mereka

dirugikan dalam penampilan (pencapaian prestasi) aktual dan dalam pandangan atau

persepsi guru terhadap mereka di kelas akhir SD. Perbandingan dengan kelompok yang

berprestasi rendah tapi dinaikkan ke kelas II menunjukkan bahwa prestasi mereka lebih baik

dalam jangka pendek dan jangka panjang karena mereka dinilai lebih positif oleh guru kelas

di atasnya dan mampu menunjukkan kelancaran dalam matematika dan membaca.

Pemerintah Australia pada umumnya mengikuti prinsip bahwa dalam situasi normal, anak-

anak SD naik kelas dari tahun ke tahun. Tinggal kelas hanya diperbolehkan dalam situasi

khusus namun tetap demi kepentingan terbaik anak, dengan mempertimbangkan kriteria

berikut ini: (a) tidak boleh terjadi di kelas I tapi di kelas selanjutnya; (b) harus didiskusikan

dengan orang tua siswa pada periode waktu tertentu sebelum pilihan tinggal kelas diambil;

(c) haurs dikemukakan apa saja yang telah dilakukan guru untuk mencegah ulang kelas ini;

(d) bukti-bukti perlu diberikan mengapa tinggal kelas itu menjadi pilihan terbaik dengan

mengemukakan manfaat yang diantisipasi dan pertimbangan mengenai alternatif lain; (e)

harus diperhatikan bahwa dengan meningkatnya pilihan lain yang lebih bermakna untuk

membantu memaksimalkan kemajuan anak, ulang kelas adalah pilihan yang tidak ditempuh

banyak sekolah lain; (f) ada keprihatinan bahwa dampak negatif ulang kelas –

menyingkirkan teman-teman sebayanya, persepsi diri yang negatif, dan lain-lain mungkin

lebih besar daripada manfaat ulang kelas yang diantisipasi. Karena itu, ditutuntut komitmen

yang sungguh-sungguh dari pihak siswa, sekolah, dan orang tua; dan (g) betapa pun, tidak

Page 33: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

27

boleh anak yang tinggal kelas lebih dari satu kali. (Primary Education,

http://www.aussieeducator. org.au/education/levels/primary.html#tbt).

Sekolah dasar di Inggris yang menerapkan kurikulum berbasis outcome pada prinsipnya

tidak menganut sistem ulang kelas karena siswa naik kelas sesuai dengan usianya. Ulang

kelas hanya diberlakukan karena kurangnya kehadiran di sekolah, misalnya karena siswa

menderita penyakit yang lama, dan terutama pada tahun-tahun yang menuntut siswa

mengikuti tes terstandar. Selain itu, siswa yang menunjukkan kecerdasan yang hebat secara

signifikan dibanding teman sebayanya dapat melompat kelas. (http://en.wikipedia.org/wiki/

Education_in_England)

Berdasarkan hasil tes PISA, anak-anak di negara-negara tempat lebih banyak siswa tinggal

kelas mencatat skor lebih buruk dan tinggal kelas lebih banyak dialami anak-anak dari

keluarga kelas sosial-ekonomi yang lebih rendah. Selain itu, para siswa di negara-negara

yang menerapkan pemindahan siswa yang lemah ke sekolah lain atau mengeluarkan siswa

yang nakal meraih skor lebih buruk. (PISA 2009 Executive Summary;

http://www.pisa2006.helsinki.fi/)

Berdasarkan kajian empiris ini dalam penerapan kurikulum yang ditata ulang, diusulkan agar

kebijakan tinggal kelas di SD/MI ditinggalkan karena sesuai dengan prinsip pendekatan

kurikulum berbasis kompetensi yang dilaksanakan melalui belajar aktif, tiap siswa terus naik

kelas dan evaluasi hanya menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi yang telah

ditunjukkan pada akhir tiap kelas.

Page 34: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

28

PENATAAN KURIKULUM

A. Standar Kompetensi Lulusan

Alternatif 1

Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan ( SKL-SP) SD/MI masa datang adalah

sebagai berikut :

1. Memiliki pengetahuan esensial tentang: a. ciptaan dan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa;

b. perjuangan tokoh dan peninggalan sejarah daerah dan nasional;

c. kehidupan sosial-budaya-ekonomi-politik Bangsa Indonesia;

d. wilayah geografis, lingkungan alam dan kekayaan alam Indonesia

e. kehidupan bangsa dan negara-negara asia tenggara yang saling terkait dengan

kehidupan bangsa Indonesia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan seni.

f. fakta, konsep, teori, prosedur esensial dan temuan penting dalam ilmu dan

teknologi (termasuk temuan penting yang mengubah kehidupan umat manusia)

g. nilai, moral/karakter positif yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dan

Bangsa Indonesia

h. Berbicara dengan kalimat bahasa Inggris sederhana dan memanfaatkan

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

2. Keterampilan esensial: a. Menunjukkan keterampilan membaca, menulis, menyimak, berbicara, dan

berhitung tingkat dasar. b. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif terhadap gejala alam

dan sosial, untuk kepentingan pemecahan masalah sederhana yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

c. Berani mengemukakan pendapat dan menunjukkan keterampilan berkomunikasi secara efektif, efisien, dan santun baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Nilai, moral, sikap dan kebiasaan: a. menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan

anak , serta mengaplikasikannya secara sederhana dalam kehidupan sehari-hari; b. menunjukkan kesadaran diri atas kekurangan dan kelebihannya untuk

kepentingan peningkatan potensi;

Page 35: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

29

c. menghargai keragaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial-ekonomi di lingkungan sekitarnya melalui tindakan-tindakan positif dalam berbagai bidang yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia;

d. menunjukkan sikap dan perilaku yang mencerminkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa dan Negara Indonesia, meliputi budaya malu, ramah, toleran, suka menolong orang lain, jujur, disiplin, pantang menyerah, mandiri, dan bersemangat gotong-royong;

e. menunjukkan sikap sopan dan santun dalam ucapan, tingkah laku, dan perbuatan;

f. menghargai waktu, dan taat serta patuh terhadap peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungannya;

g. dapat bekerja sama dan bersosialisasi dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebayanya;

h. menunjukkan keterampilan praktis yang mencerminkan rasa sayang terhadap dirinya dan orang lain, tumbuhan, hewan, dan alam sekitar;

i. menunjukkan jiwa penemu dan pencari melalui kegiatan penemuan; dan j. menunjukkan kebiasaan hidup bersih dan sehat.

Alternatif 2

No Kelompok Mata Pelajaran SKL SP

1. Agama dan Akhlak Mulia a. menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dan

ciptaanNya; b. menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai

dengan tahap perkembangan anak , serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kewarganegaraan dan Kepribadian

a. menghargai perjuangan tokoh dan peninggalan sejarah daerah dan nasional;

b. mengenal kehidupan sosial-budaya-ekonomi-politik Bangsa Indonesia;

c. memiliki pengetahuan tentang wilayah geografis, lingkungan alam dan melestarikan kekayaan alam Indonesia;

d. memiliki pengetahuan tentang kehidupan bangsa dan negara-negara asia tenggara yang saling terkait dengan kehidupan bangsa Indonesia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan seni;

e. mengaplikasikan nilai, moral/karakter positif yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dan Bangsa Indonesia;

f. berani mengemukakan pendapat dan menunjukkan keterampilan berkomunikasi secara efektif, efisien, dan santun baik secara langsung maupun tidak langsung;

g. menunjukkan kesadaran diri atas kekurangan dan kelebihannya untuk kepentingan peningkatan potensi;

h. terbiasa berperilaku yang mencerminkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa dan Negara

Page 36: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

30

No Kelompok Mata Pelajaran SKL SP

Indonesia, meliputi budaya malu, ramah, sopan dan santun dalam ucapan, tingkah laku, dan perbuatan, toleran, suka menolong orang lain, jujur, pantang menyerah, mandiri, dan bersemangat gotong-royong;

i. terbiasa menghargai waktu, dan taat serta patuh terhadap peraturan sosial yang berlaku di lingkungannya;

j. menghargai keragaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial-ekonomi di lingkungan sekitarnya melalui tindakan-tindakan positif dalam berbagai bidang yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia, serta cinta damai untuk menjaga persatuan NKRI ;

k. dapat bekerja sama dan bersosialisasi dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebayanya;

l. menunjukkan perilaku yang mencerminkan rasa sayang terhadap dirinya dan orang lain, tumbuhan, hewan, dan alam sekitar secara berkelanjutan.

3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

a. menunjukkan keterampilan membaca, menulis, menyimak, berbicara, dan berhitung tingkat dasar

b. menguasai fakta, konsep, teori, prosedur esensial dan temuan penting dalam ilmu dan teknologi (termasuk temuan penting yang mengubah kehidupan umat manusia) sesuai tahap perkembangan anak;

c. menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif terhadap gejala alam dan sosial, untuk kepentingan pemecahan masalah sederhana yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

d. menggunakan teknologi informasi dan komunikasi e. menunjukkan jiwa penemu dan pencari melalui

kegiatan praktek;

4. Estetika a. menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal;

b. mengembangkan kemampuan diri mencipta dan memproduksi kembali karya seni;

c. menunjukkan kemampuan estetis dan etis dalam kehidupan sehari-hari.

Page 37: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

31

No Kelompok Mata Pelajaran SKL SP

5. Jasmani, Olahraga dan

Kesehatan

a. menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang; dan

b. menunjukkan sikap kompetitif, sportif dan disiplin untuk mencapai hasil yang terbaik.

B. Struktur Kurikulum

Konsep dasar dan esensi pendidikan dasar yang dianut para pengambil kebijakan pendidikan

dasar pada tingkat nasional, regional, maupun kabupaten/kota, dan pengelola pendidikan

dasar pada tingkat satuan pendidikan akan berpengaruh terhadap formula pengembagan

kurikulum pendidikan dasar di masa depan. Program belajar atau kurikulum pada setiap jenis

pendidikan dasar di masa depan harus dirancang dengan mempertimbangkan esensi dan

fungsi pokok pendidikan dasar seperti target pendidikan dasar 9 tahun. Pengembangan

kurikulum pendidikan dasar harus dikaitkan dengan karakteristik kualitas sumber daya

manusia yang diperlukan untuk kehidupan mereka di masyarakat, dan sekaligus

mempertimbangkan karakteristik perbedaan kelompok peserta didik di masing-masing jenis

dan jenjang satuan pendidikan dasar.

Konsep dasar komprehensif dan luas tentang fungsi pokok pendidikan dasar tidak hanya

dipergunakan untuk masyarakat, tetapi hendaknya tertuju pada suatu kajian tentang praktik

dan kebijakan pendidikan dasar pada tingkat awal dari semua negara. Tujuannya, untuk

memberikan suatu landasan yang mantap bagi praktik belajar peserta didik di masa depan

dan mengembangkan kecakapan hidup ( life skills) yang esensial untuk membekali peserta

didik agar mampu hidup bermasyarakat.

Dalam menghadapi harapan dan tantangan masa depan yang lebih baik, pendidikan

dipandang sebagai esensi kehidupan baik bagi perkembangan pribadi maupun

perkembangan masyarakat. Misi pendidikan, termasuk pendidikan dasar, adalah

memungkinkan setiap orang tanpa kecuali mengembangkan dengan sepenuhnya semua

bakat individu dan pencapaian potensi kreatifnya, termasuk tanggung jawab terhadap diri

sendiri, dan pencapaian tujuan pribadi. Misi ini akan dapat tercapai melalui strategi belajar

Page 38: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

32

sepanjang hidup ( learning throughout life) yang dipandang sebagai detak jantung

masyarakat.

Dengan mengikuti gagasan konsep belajar sepanjang hidup, pengebangan kurikulum

pendidikan dasar harus memberikan tekanan yang lebih besar kepada salah satu dari empat

pilar yang diusulkan dan digambarkan sebagai dasar pendidikan, yaitu: belajar hidup

bersama (learning to live together). Dalam pola ini, pendidikan dilakukan dengan

mengembangkan suatu pemahaman tentang orang lain, sejarah, tradisi, dan nilai-nilai

spiritual mereka. Dengan berpijak pada landasan tersebut, pendidikan dasar dapat

menciptakan suatu semangat baru yang dibimbing oleh kesadaran tentang risiko atau

tantangan masa depan, sehingga mendorong orang melaksanakan proyek bersama atau

mengelola konflik yang pasti terjadi, dengan cara yang bijaksana dan damai.

Untuk mendukung terwujudnya gagasan itu, strategi awal pengembangan kurikulum

pendidikan dasar adalah penekanan pada pilar pertama dari 4 (empat) pilar pendidikan yang

ditekankan UNESCO, yaitu belajar mengetahui (learning to know). Adanya perubahan cepat

yang dibawa oleh kemajuan ilmiah dan norma-norma baru tentang kegiatan ekonomi dan

sosial, tekanan pada belajar untuk hidup bersama dipadukan dengan suatu pendidikan

umum yang cukup luas melalui belajar memperoleh pengetahuan sebagai alat untuk

memahami hidup. Pilar berikutnya yang harus dipelajari peserta didik pendidikan dasar

adalah belajar menjadi dirinya sendiri (learning to be).

Belajar bekerja ( learning to do) adalah pilar pendidikan yang juga harus dipelajari oleh

peserta didik pendidikan dasar. Di samping belajar bekerja melakukan suatu pekerjaan

secara lebih umum, peserta didik perlu pula menguasai kemampuan yang memungkinkan

nya mampu menghadapi berbagai situasi yang sering tak dapat diduga sebelumnya dan

bekerja dalam berbagai tim (team work).

Akhirnya, pilar pendidikan yang keempat, yang harus dipelajari peserta didik pendidikan

dasar adalah belajar bersama ( learning to live together). Hal ini berarti bahwa kurikulum

(program belajar) pendidikan dasar harus memfasilitasi peserta didik agar belajar lebih

bebas dan mempunyai pandangan sendiri yang disertai dengan rasa tanggung jawab pribadi

yang lebih kuat untuk mencapai tujuan hidup pribadinya atau tujuan bersama sebagai

anggota masyarakat.

Page 39: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

33

Untuk mencapai tujuan pendidikan yang bermutu untuk seluruh lapisan peserta didik

pendidikan dasar, pengembangan kurikulumnya harus dirancang sebagai keseluruhan dari

penawaran lembaga pendidikan ( juklak) termasuk kegiatan di luar kelas / sekolah dengan

rangkaian mata pelajaran dan kegiatan yang terpadu. Setiap satuan pendidikan memperoleh

identitas atas dasar cara mereka menjalankan program-program belajar yang

dikembangkannya. Faktor-faktor yang menentukan isi setiap program harus muncul jauh di

luar batas-batas sekolah/satuan pendidikan. Faktor-faktor itu timbul melalui kekuatan-

kekuatan sosial, kultural, ekonomi, dan politik. Kurikulum suatu sekolah/satuan pendidikan

daar harus mewakili keseluruhan sistem pengaruh yang membangun lingkungan bagi

peserta didik. Program itu sendiri terdiri atas unsur-unsur tertentu yang mencakup maksud

dan tujuan, kurikulum , metode belajar, dan evaluasi hasil belajar peserta didik.

Pengembangan program belajar (kurikulum) pada tingkat pendidikan dasar harus meliputi

hal-hal esensial yang dibutuhkan peserta didik, seperti: mata pelajaran apa yang akan

disajikan; untuk maksud-maksud khusus apa mata pelajaran disajikan; bagaimana mata

pelajaran tersebut akan disusun dan dihubungkan; dan bagaimana mata pelajaran tersebut

diajarkan kepada peserta didik. Dengan kata lain, program belajar pendidikan dasar harus

dikembangkan secara terpadu dan berlandaskan pengembangan kemampuan pemecahan

masalah kehidupan yang dikuasai peserta didik.

Secara konseptual, pengembangan kurikulum pendidikan dasar masa depan perlu

mengakomodasikan secara sistematis dimensi-dimensi pengembangan peserta didik sebagai

berikut :

1. Pengembangan individu – aspek-aspek hidup pribadi (dimensi pribadi) :

a. Religi : kesadaran beragama.

b. Fisik : kesehatan jasmani dan pertumbuhan.

c. Emosi : kesehatan mental dan stabilitas emosi.

d. Etika : integritas moral.

e. Estetika : pengajaran kultural dan rekreasi.

2. Pengembangan cara berpikir dan teknik memeriksa – kecerdasan yang terlatih (dimensi

kecerdasan).

a. Penguasaan pengetahuan : konsep-konsep dan informasi.

b. Komunikasi pengetahuan: keterampilan untuk memperoleh dan menyampaikan

informasi.

c. Penciptaan pengetahuan : cara pemeriksaan, diskriminasi, dan imajinasi.

d. Hasrat akan pengetahuan : kesukaan akan belajar.

3. Penyebaran warisan budaya – nilai-nilai civic dan moral bangsa (dimensi sosial) :

Page 40: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

34

a. Hubungan antarmanusia : kerja sama, toleransi.

b. Hubungan individu – negara : hak dan kewajiban civic , kesetiaan dan patriotisme,

solidaritas nasional.

c. Hubungan individu-dunia : hubungan antar-bangsa-bangsa, pemahaman dunia.

d. Hubungan individu-lingkungan hidupnya: ekologi.

4. Pemenuhan kebutuhan sosial yang utama dan menyumbang kepada kesejahteraan

ekonomi, sosial, dan politik - lapangan teknik (dimensi produktif):

a. Pilihan pekerjaan: informasi dan bimbingan

b. Persiapan untuk bekerja: latihan dan penempatan.

c. Rumah dan keluarga: mengatur rumah tangga, keterampilan mengerjakan sesuatu

secara sendiri, ranah perkawinan.

d. Konsumen: membeli , menjual, investasi.

Untuk mendukung keterlaksanaan pengembangan kurikulum pendidikan dasar masa depan

tersebut, perlu dikembangkan suatu masyarakat belajar (learning society) pada setiap satuan

pendidikan dasar. Hal tersebut dimungkinkan, karena setiap aspek kehidupan, baik pada

tingkat individual maupun sosial, menawarkan kesempatan untuk belajar dan bekerja.

1. Struktur Kurikulum

Dengan memperhatikan berbagai pertimbangan yang antara lain meliputi karakteristik

peserta didik di SD/MI, kajian teoritis, empiris dan yuridis, perbandingan jumlah hari

efektif di beberapa negara maju, seperti di Belanda, Cina, Korea, dan Malaysia, perlu

dipertimbangkan stuktur kurikulum ideal yang dapat diterapkan di masa mendatang.

Sebelum membahas tentang struktur kurikulum, terlebih dahulu disimak kewenangan

pengembangan kurikulum untuk tingkat nasional, daerah, dan satuan pendidikan. Karena

setiap satuan pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda, diperlukan pengaturan

pembagian kewenangan.

a. Kewenangan Pengembangan Kurikulum

No.

Mata Pelajaran

Kewenangan Pengembangan Kurikulum

Pusat Daerah Satuan Pendidikan

1. Pendidikan Agama 100% - -

2. Pendidikan Kewarganegaraan 100% - -

3. Matematika 100% - -

Page 41: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

35

No.

Mata Pelajaran

Kewenangan Pengembangan Kurikulum

Pusat Daerah Satuan Pendidikan

4. Bahasa Indonesia 100% - -

5. Ilmu Pengetahuan Alam 60% 40%

6. Ilmu Pengetahuan Sosial 60% 40%

7. Pendidikan Seni dan Teknologi - 100%

8. Bahasa Inggris 60% 40%

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga

dan Kesehatan

- 100%

B. Muatan Lokal - - 100%

C. Pengembangan Diri - - 100%

b. Struktur Kurikulum

Struktur kurikulum masa depan tertuang dalam tabel berikut ini:

Struktur Kurikulum SD/MI

KELOMPOK/ PROGRAM

MATA PELAJARAN

KELAS

I II III IV V VI

NASIONAL (WAJIB)

1. Pendidikan Agama 2 2 2 3 3 3

2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 3/4 3/4 3/4 4/5 4/5 4/5

4. Matematika 3/4 3/4 3/4 4/5 4/5 4/5

5. Ilmu Pengetahuan Alam 3 3 3 4 4 4

6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 2 3 3 3

7. Pendidikan Seni dan teknologi 2 2 2 3 3 3

8. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan

2 2 2 3 3 3

9. Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 2

DAERAH (PILIHAN)

Muatan Lokal

2 2 2 2 2

SATUAN PENDIDIKAN

Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) 2*) 2*)

JUMLAH 25/26 25/26 25/26 33/34 33/34 33/34

*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

Penjelasan:

Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu

jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI. Struktur

Page 42: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

36

kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar

kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.

1) Kurikulum SD/MI memuat 9 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri

seperti tertera pada tabel.

2) Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi

yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah,

yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.

Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

3) Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru.

Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan

minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan

diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan

yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan

pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan

dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir

peserta didik.

4) Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu” dan

“IPS Terpadu”.

5) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera

dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum

empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Alokasi waktu untuk mata

pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika disusun berupa rentang dari 3 – 4 jam

dan 4 - 5 jam. Untuk daerah-daerah tempat anak-anak telah berbahasa Indonesia

sejak kecil karena tidak memiliki bahasa daerah, mungkin jam pelajaran Bahasa

Indonesia dapat dikurangi. Selain itu, untuk daerah-daerah tempat anak lebih sering

mempraktikkan aktivitas berhitung atau matematika dalam kehidupan sehari-hari

mungkin jam pelajaran Matematika dapat dikurangi. Jika jam pelajaran tertentu

dapat dikurangi, jam pelajaran mata pelajaran lain yang membutuhkan waktu lebih

lama dapatlah ditambah.

6) Alokasi waktu satu jam pelajaran adalah 35 menit.

7) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (tiga caturwulan) adalah 33 - 34 minggu

jika hari sekolah adalah hari Senin s.d. hari Sabtu.

Page 43: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

37

8) Jam belajar siswa kelas I dan II tiap hari ditambah sehingga mendekati jam belajar

siswa kelas III s.d. VI.

9) Jumlah hari efektif dalam satu tahun ajaran adalah 200 hari.

10) Pembagian kurun waktu pembelajaran menggunakan desain caturwulan.

11) Bahasa Inggris menjadi muatan nasional dimulai dari kelas IV.

12) Kalender pendidikan dibuat oleh tingkat kabupaten / kota dan sekolah

menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan.

C. Pengelolaan Kurikulum

Diperlukan inovasi pengelolaan kurikulum yang mengacu kepada ciri-ciri sebagai berikut : (1)

program untuk anak berbakat luar biasa (ada yang mulai dari kelas 4 dan disusun kurikulum

untuk anak berbakat luar biasa) ; (2) introduksi pelajaran bahasa asing sejak SD; (3) program

arts (seni) ditekankan kepada teknologi, bukan kerajinan tangan, (4) program-program IB

(international Baccalaureate); (5) program-program lain untuk siswa yang memiliki

kemampuan yang berbeda (diffable children: siswa SLB dengan istilah Indonesia), seperti

autisme, masalah perilaku dan komunikasi, ketidakmampuan perkembangan,

ketakmampuan fisik, anak tunarungu dan tunanetra, kesulitan berbicara dan bahasa.. Guna

meningkatkan relevansi ke dalam ruang kelas digunakan pendekatan multidisiplin berbasis

pencarian (inquiry), pemanfaatan teknologi komputer, fokus kepada isu-isu global,

mengintegrasikan praktik belajar dan mengajar

Pendekatan multidisiplin

• Political

• Scientific

• Social/Cultural

• Economic

Page 44: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

38

(“Critical Thinking Curriculum Model” oleh Bill Robertson, University of Texas at El Paso, Teacher Education

Department, Science & Technology Education).

Orang yang terdidik dengan baik bukanlah sebuah produk ijasah tetapi suatu kebijaksanaan

yang dicapai sendiri, dengan tiap langkah sepanjang perjalanan itu penting menurut

ukurannya. (The well-educated individual is not a certified product but a self acquiring

wisdom, with each step along the journey important in its own right). John Goodlad.

Materi konsep yang diambil dari mata pelajaran hendaknya berupa konsep esensial yang

umum dan mencakup banyak konsep kecil. Rincian konsep dan materi esensial terangkum

dalam matriks berikut :

IPA MATEMATIKA IPS

• Benda dan sifat-sifatnya • Proses-proses fisis • Listrik dan magnet • Energi • Penyelidikan ilmiah • Ciri-ciri makhluk hidup dan

fungsinya • Perubahan dalam makhluk

hidup • Makhluk hidup dan

lingkungan

• Pecahan, desimal, persentase

• Menangani data • Bilangan dan aljabar • Bentuk, urang, dan

pengukuran

• Perubahan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan

• Penyelidikan geografis dan keterampilan geografi

• Tempat, pola, dan proses-proses • Air, bentangan, dan manusia

(masyarakat) • Cuaca dan iklim • Sebab – akibat • Pola • Independensi • Persatuan • Keanekaragaman • Kerja sama (cooperation) • Persaingan (kompetisi) • Hak dan kewajiban • Menekankan pengembangan

keterampilan sejarah (historical skills) daripada pengetahuan sejarah.

Model Pengelolaan Kurikulum

Tujuan model kurikulum adalah memberikan sebuah struktur untuk menyelidiki elemen-elemen

yang ditentukan untuk membuat perencanaan kurikulum dan bagaimana elemen-elemen ini saling

berhubungan. Literatur tentang kurikulum telah menerima penggunaan istilah ‘model’ untuk

menjelaskan baik wujud (nature) dan proses pengembangan kurikulum. Model kurikulum digunakan

untuk menjelaskan tingkatan kurikulum, aspek pengaturan dalam praktik, aspek pengajaran di ruang

kelas, dan tipe pengambilan keputusan. Model kurikulum adalah desain yang digunakan untuk

Page 45: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

39

sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melakukan seleksi, penstrukturan, dan urutan

pengalaman pendidikan. Tiap mata pelajaran pun dapat mengembangkan model sendiri. Dalam

Pendidikan Jasmani misalnya ada beragam model kurikulum, seperti:

Model mata pelajaran (Subject

matter model)

Model makna pribadi

Model proses belajar

• Model multi-kegiatan • Pendidikan olahraga • Model pendidikan

kesegaran (fitness) • Model analisis gerakan • Pendidikan petualangan

(adventure education)

• self-esteem model • model perkembangan

progresif (developmental model)

• model pribadi dan sosial

• Model games

(Sumber: The Curriculum: models, ESP311 – Human Movement Pedagogy 2)

Guru yang merencanakan pelajaran hendaknya menentukan elemen-elemen apa yang perlu

dipertimbangkan, misalnya kompetensi atau hasil belajar yang berdampak, dan memasukkan

elemen-elemen itu ke dalam ururan perencanaan atau dalam bentuk diagram.

Berbagai hasil riset otak terbaru hendaknya dijadikan patokan dalam mengembangkan dan

mengelola kurikulum di sekolah, misalnya:

a. Penyajian informasi hanya berlangsung dalam waktu maksimal 10 menit, lalu diberi kesempatan

kepada neuron-neuron otak melakukan konsolidasi selama 10 menit melalui kegiatan berciri

“otak kanan”, seperti mendrible bola, senam otak, melambungkan bola kecil dan menangkapnya

berkali-kali, berjalan-jalan di halaman sekolah, bernyanyi, melakukan icebreaker atau game

singkat. Sesudahnya baru diberi penyajian informasi selama 10 menit, lalu diikuti dengan fase 10

menit konsolidasi neuron-neuron otak, dst. Jika hasil riset otak ini diterapkan, roster pelajaran

akan berubah total dan manajemen kelas akan berubah secara drastis.

b. Anak bergaya belajar “otak kanan” akan lebih baik dan lebih nyaman belajar jika tata letak dan

pengaturan kelas diatur seperti dalam keluarga. Ada kavling matematika, kavling bahasa, kavling

seni dan keterampilan, kavling tempat semua anak duduk berkumpul sambil mendengarkan

penjelasan guru, laporan kelompok dalam pleno, membaca cerita (story reading).

c. Jika anak belajar di luar kelas, di halaman sekolah, atau di alam, kinerja otaknya akan

mendapatkan stimuli benda tiga dimensi, pemandangan alam (awan, pohon, bukit, batu,

Page 46: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

40

gunung), oksigen yang cukup, sinar matahari yang memadai, dan gerakan tubuh akan

memperlancar aliran darah dan pernapasan yang berguna untuk meningkatkan kerja otak. Jika

hasil riset otak ini disetujui untuk diterapkan, kegiatan belajar akan lebih banyak dilakukan di luar

dinding kelas. Untuk itu, perlu ditanam pohon perindang di halaman sekolah dan disediakan

taman baca dan taman belajar berupa pondok-pondok kecil.

d. Model kurikulum yang dikembangkan hendaknya masih berciri umum dan diberi ruang

kebebasan lebih besar bagi guru untuk membuat modifikasi, perubahan, dan manuver dalam

koridor yang disepakati dalam mengembangkan kurikulum sesuai dengan konteks dan

kebutuhan setempat serta mampu mengadopsi perkembangan baru dalam temuan ilmu dan

teknologi serta masalah yang berkembang yang mempengaruhi perkembangan anak. Untuk itu,

pola-pola matriks dalam penyusunan silabus dan pola narasi vertikal dalam penyusunan RPP

hendaknya tidak diwajibkan bagi seluruh guru di tanah air. Untuk itu, diberi kebebasan kepada

guru untuk mencari dan mencoba bentuk silabus dan RPP sesuai dengan tuntutan kreativitas

berpikir dan pemecahan masalah. Konsekuensinya, alat evaluasi standar isi hendaknya bersifat

fleksibel.

e. Jam belajar kelas 1 dan 2 SD hendaknya ditambah agar sama dengan jam belajar kelas 3 s.d.

kelas 6 SD karena waktu belajar kelas 1 dan 2 terlalu singkat sehingga kurang efektif

mengembangkan kemampuan baca-tulis-hitung sebagai alat untuk mempelajari konsep ilmiah;

6) perlu diterapkan peran guru fasilitator mata pelajaran atau bidang khusus (middle managers

atau middle leaders) yang bertanggung jawab mengembangkan kemampuan profesional rekan

sejawat melalui inhouse training dan cara peningkatan mutu guru lainnya.

f. Model rapor juga hendaknya tidak diseragamkan tetapi dikembangkan sendiri oleh guru agar

laporan kepada orang tua siswa mencakup banyak data yang berguna untuk kemajuan belajar

anak.

g. School assembly hendaknya diterapkan untuk melatih kompetensi siswa, misalnya dalam

berpidato, berdeklamasi, bernyanyi, bermain musik, bermain drama, menari, dan bercerita

sekaligus sebagai forum untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai religius, etika, budaya, dan

sosial dalam diri anak.

Page 47: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

41

D. Beban Belajar

Untuk memenuhi target mutu lulusan perlu dipertimbangkan jumlah hari efektif dalam setahun

agar tujuan satuan pendidikan sekolah dasar tercapai tanpa terlalu membebani peserta didik.

Untuk menentukan jumlah hari efektif itu, dilakukan perbandingan dengan negara lain yang

dapat diamati pada tabel berikut ini.

Tabel Jumlah hari sekolah per tahun & sistem pembagian waktu

Negara Jumlah hari

sekolah & jam

per tahun

Jumlah term per tahun & liburan Jam belajar

Indonesia 220 hari; 1088-

1216 – 1400 jam

pelajaran

Hari sekolah: Senin – Sabtu; 32 - 34

jam pelajaran per minggu; 34 – 38

minggu / tahun; 2 term / semester;

libur akhir tahun: 3 minggu, tengah

Juni – tengah Juli; Jeda antar-

semester: 1 – 2 minggu; libur puasa

2 – 4 minggu

Kelas I dan II: 7.00 –

9.30 atau 7.30 –

10.00

Kelas III – VI:

7.00 – 12.00 atau

7.30 – 12.30;

Singapura 200 hari; 903

jam pelajaran

Hari sekolah: Senin - Jumat; 4 term;

Term 1 libur 1 minggu; term 2 libur

4 minggu; term 3 libur 1 minggu;

term 4 libur 7 minggu

Malaysia 204 hari 2 term / semester; Januari – awal

November; libur 2 minggu antar-

semester; November – awal Januari:

libur besar

Filipina 200 hari 4 term; Juni – Maret; sistem

triwulan; libur besar 2 setengah

bulan dengan libur antar-triwulan 1

minggu

India 207 hari 2 term / semester; Juni – Maret;

Awal April – akhir Mei; libur musim

dingin 2 minggu pada akhir tahun

Australia 200 hari Hari sekolah: Senin – Jumat; 25 jam

pelajaran per minggu; Hari sekolah:

Senin – Jumat; 4 term; Tengah

9.00 – 15.30

Page 48: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

42

Negara Jumlah hari

sekolah & jam

per tahun

Jumlah term per tahun & liburan Jam belajar

Desember – akhir Januari

Libur 2 minggu antar-term

RRC 199 hari 2 term / semester; Awal September

– tengah Juli

7.30 – 17.00: 2 jam

makan siang

Prancis

180 hari Hari sekolah: Senin – Sabtu

(setengah hari); sekitar 28 jam

pelajaran per minggu; Tahun ajaran:

Agustus – Juni; dibagi 4 – 7 minggu /

term dan 1 – 2 minggu libur di

antara term

8.00 – 16.00 Sabtu:

Makan siang 2 jam

Iran 200 hari September – Juni

Jepang 201 hari 30 jam pelajaran per minggu; 3

term: April – Maret dengan libur

musim panas, dingin, dan semi

Mexico Hari sekolah: Senin – Jumat; Sabtu

maa pelajaran pilihan; Tahun ajaran

September – Juni

Korea

Selatan

220 hari Hari sekolah: Senin – Jumat & Sabtu

terkadang masuk ; 2 term /

semester; Maret – Februari; libur

besar: tengah Juli – tengah agustus;

akhir Desember – awal Februari:

libur musim dingin

8.00 – 16.00; makan

siang di sekolah

Amerika

Serikat

180 hari; 1146

jam pelajaran

Hari sekolah: Senin – Jumat, kecuali

Charter Schools sampai Sabtu

8.30 – 14.30; makan

siang di sekolah;

hanya Charter

Schools: 7.30 – 17.00

(3 jam lebih lama

dari SD biasa lain

Kanada 187 hari; 950

jam pelajaran

Hari sekolah: Senin – Jumat; 3 term;

September – Juni

Taiwan 190 hari; 1050

jam pelajaran

Page 49: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

43

Negara Jumlah hari

sekolah & jam

per tahun

Jumlah term per tahun & liburan Jam belajar

Hongkong 190 hari; 1013

jam pelajaran

September – Juli

Afrika

Selatan

200 hari 4 term; term 1 libur 10 hari; terms

libur 21 hari; terms 3 libur 10 hari;

term 4 libur 40 hari

Inggris 190 hari Hari sekolah: Senin – Jumat; 3 term;

awal September – tengah Juli; libur

antar-term 2 minggu dan libur

musim panas 6 minggu

Makan siang di

sekolah

Finlandia 190 hari Tahun ajaran: tengah Agustus –

Juni; rata-rata 30 jam pelajaran per

minggu

Unesco: 33 negara lebih dari 180 hari

Rata-rata internasional 193 hari per tahun

Hanya beberapa negara: 220 hari.

Standar belajar UNESCO 800 jam per tahun untuk anak SD/MI, sedangkan anak SD/MI di

Indonesia belajarnya mencapai 1.400 jam

Berdasarkan perbandingan jumlah hari belajar efektif ini tampaknya jumlah hari efektif

Indonesia terlalu tinggi. Jumlah yang terlalu tinggi mengakibatkan beban belajar yang

berlebihan yang dapat membuat aktivitas belajar peserta didik kurang efektif karena

kurangnya waktu untuk penyegaran setelah siswa belajar keras. Dilihat dari latar belakang

mengapa jumlah hari belajar efektif cenderung tinggi sebenarnya bermula dari kebijakan paca

zaman penjajahan Belanda. Waktu pemerintah Belanda mulai mendirikan sekolah-sekolah di

tanah air, jumlah guru amat langka dan jumlah gedung pun amat terbatas. Untuk itu,

ditempuh kebijakan membatasi waktu belajar harian kelas I dan II sekolah dasar. Siswa kelas I

dan II masuk Pukul 7.00 hanya belajar beberapa jam dan pulang Pukul 9.30. Yang masuk Pukul

7.30 pulang Pukul 10.00. Setelah itu guru kelas I dan II dapat mengajar siswa kelas III dan IV

yang masuk setelah siswa kelas I dan II pulang dan mereka gunakan ruang kelas yang sama.

Pada masa yang sama jam belajar siswa kelas I dan II di Belanda tidak menempuh kebijakan

demikian. Siswa-siswa itu umumnya pulang pada waktu yang sama dengan siswa-siswa kelas-

Page 50: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

44

kelas yang lebih tinggi. Karena pengurangan jam belajar ini, pemerintah Belanda menambah

hari belajar efektif. Setelah di alam merdeka kebijakan ini tidak diubah walaupun jumlah guru

dan ruang kelas telah memadai.

Selain itu, menurut hasil penelitian Bank Dunia pada awal tahun 1990-an, kemampuan

membaca, menulis, dan berhitung siswa-siswa SD/MI di berbagai daerah di Indonesia

cenderung memprihatinkan karena jam belajar di kelas I dan II tampaknya terlalu kurang.

Karena itu, untuk memberi peluang lebih banyak kepada guru untuk menangani

pengembangan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung siswa serta kesempatan bagi

siswa untuk berada lebih lama di lingkugnan sekolah yang menggunakan bahasa Indonesia,

Bank Dunia mengusulkan ditambahnya jam belajar di kelas I dan II agar mendekati jam belajar

siswa kelas III s.d. VI. Sehubungan dengan hal ini, diusulkan agar jam belajar kelas I dan II

ditambah agar mendekati jam belajar kelas-kelas yang lebih tinggi. Jika usul ini diterima,

jumlah hari efektif yang berlaku yaitu 220 hari dapat dikurangi sehingga menjadi 200 hari,

sama seperti kebijakan terbanyak negara di dunia.

Berdasarkan perbandingan dan uraian di atas, maka ditetapkan beban belajar kegiatan tatap

muka per minggu pada setiap kelas di SD/MI adalah sebagai berikut:

Kelas I, II, dan III: 25/26 jam pelajaran

Kelas IV, V, dan VI: 33/34 jam pelajaran

Beban Belajar Kegiatan Tatap Muka Keseluruhan untuk Satuan Pendidikan SD sebagai berikut:

Satuan

Pendidikan Kelas

Satu jam

pemb. tatap

muka (menit)

Jumlah jam

pemb. Per

minggu

Minggu Efektif

per tahun

ajaran

Waktu

pembelajaran

per tahun

Jumlah jam

per tahun

(@60 menit)

SD/MI

I-III

IV-VI

35

35

25/26

33/34

34-38

850 - 1292

jam

pembelajaran

(29750 -

45220

menit)

595-754

Page 51: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

45

E. Kalender Pendidikan Alokasi waktu minggu efektif belajar, waktu libur dan kegiatan lainnya tertera berikut ini:

No Kegiatan Alokasi Waktu Keterangan

1. Minggu efektif belajar Minimum 34 minggu dan

maksimum 38 minggu

Digunakan untuk kegiatan pembelajaran efektif pada

setiap satuan pendidikan

2. Jeda tengah semester Maksimum 21minggu Satu minggu setiap semester

3. Jeda antarsemester Maksimum 2 minggu

Antara semester I dan II

4. Libur akhir tahun

pelajaran

Maksimum 3 minggu Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi

akhir dan awal tahun pelajaran

5. Hari libur keagamaan 2 – 4 minggu Daerah khusus yang memerlukan libur keagamaan lebih

panjang dapat mengaturnya sendiri tanpa mengurangi

jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran

efektif

6. Hari libur

umum/nasional

Maksimum 2 minggu Disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah

7. Hari libur khusus Maksimum 1 minggu Untuk satuan pendidikan sesuai dengan ciri kekhususan

masing-masing

8. Kegiatan khusus

sekolah/madrasah

Maksimum 3 minggu Digunakan untuk kegiatan yang diprogramkan secara

khusus oleh sekolah/madrasah tanpa mengurangi jumlah

minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif

F. Pengembangan Budaya Sekolah

Dalam kedudukannya sebagai satuan pendidikan yang memiliki akuntabilitas, SD/MI perlu

mengubah suasana dan kebiasan kerja yang terjadi pada masa kini menjadi suatu budaya

sekolah yang baru. Budaya sekolah adalah gambaran dari suasana kerja, belajar, dan aktivitas

sekolah yang tercipta oleh kepemimpinan kepala sekolah. Suasana tersebut didasarkan pada

nilai, norma, tata tertib, dan tradisi yang diakui bersama oleh pimpinan, guru, peserta didik, dan

tenaga administrasi. Suasana itu terwujudkan dari interaksi antar seluruh komponen

pendukung budaya sekolah: pimpinan – guru-tenaga administrasi-peserta didik, antar guru,

antar peserta didik, antara guru-peserta didik, antar tenaga administrasi dan dengan guru serta

peserta didik.

Perubahan dalam suasana dan kebiasaan kerja untuk budaya sekolah SD/MI yang baru adalah

mengembangkan interaksi antar guru dan dengan pimpinan sekolah sebagai suatu “community

Page 52: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

46

of educators” dimana terjadi kerjasama yang profesional di antara mereka. Nilai, norma, etika

pendidikan dan etika profesi menjadi dasar bagi hubungan kerja mereka dan kepedulian

bersama mereka dalam mengembangkan suasana edukatif di sekolah. Dalam mengembangkan

suasana edukatif di sekolah, kepedulian terhadap kualitas pelayanan pendidikan yang

diberikan sekolah dan keberhasilan peserta didik mengembangkan potensi dirinya secara

optimum menjadi kriteria utama. Kepedulian terhadap kualitas pelayanan pendidikan dan

keberhasilan seluruh peserta didik dijadikan modal utama mereka dalam membangun

kredibilitas SMP sebagai lembaga pendidikan terpercaya dan dipercaya masyarakat.

Dalam budaya sekolah yang demikian, kurikulum tidak lagi dianggap sebagai daftar mata

pelajaran. Kurikulum adalah “construct” yang dikembangkan sekolah dalam bentuk rencana

tertulis (dokumen tertulis, intended plan), pelaksanaan (taught curriculum; implementasi), dan

hasil belajar peserta didik. Mata pelajaran adalah label dari organisasi konten kurikulum untuk

memudahkan perencanaan dokumen. Pelaksanaan atau implementasi atau “taught curriculum”

menghendaki koordinasi dan kooperasi dari guru dalam mengkaitkan materi dan proses

pembelajaran sehingga mampu memberi kesempatan terbaik bagi peserta didik dalam

menguasai pengetahuan dan ketrampilan serta memiliki nilai/moral dan sikap. Pengalaman

belajar peserta didik pada satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain harus saling

memperkuat dalam menguasai pengetahuan dan ketrampilan serta memantapkan pemilikan

nilai/moral/sikap menjadi suatu kebiasaan.

Pikiran pedagogik terbaik para guru dan kepala sekolah dituangkan dalam suatu perencanaan

tertulis yang dinamakan KTSP, dilanjutkan dengan silabus dan RPP yang merupakan bentuk

akuntabilitas tertulis satuan SD/MI kepada masyarakat. Dalam dokumen tertulis itu terencana

dengan baik kualitas yang diharapkan dimiliki peserta didik. Melalui dokumen tertulis tersebut

masyarakat sebagai stakeholder mengetahui kualitas yang akan dimiliki anak-anak mereka yang

menjadi peserta didik di sekolah itu. Jika masyarakat merasakan perlu penyempurnaan dalam

rancangan tertulis tersebut, mereka dapat menyalurkan inspirasi mereka melalui Komite

Sekolah dengan tetap menghormati kepala sekolah dan guru sebagai tenaga profesional yang

memiliki hak dalam menentukan apakah inspirasi tersebut memenuhi kaedah pedagogik dan

dapat diterima atau sebaliknya.

Dalam merealisasikan KTSP menjadi aktivitas pembelajaran di sekolah (di kelas dan luar kelas)

dan di luar sekolah, kepala sekolah dan guru mengembangkan berbagai RPP, fasilitas yang

Page 53: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

47

diperlukan, dan suasana pembelajaran yang perlu diciptakan di sekolah. Fasilitas yang

diperlukan di kelas seperti papan tulis atau bahkan komputer beserta program internet,

laboratorium beserta alat dan bahan praktikum, dan di sekolah seperti kamar kecil, tempat

sampah, warung/kantin, tempat untuk koran dinding/papan komunikasi, tempat beribadat,

yang perlu untuk mencapai keberhasilan peserta didik dikembangkan berdasarkan kepedulian

bersama terhadap kualitas pelayanan pendidikan.

Suasana belajar yang aman dan nyaman adalah bagian dari budaya sekolah. Suasana belajar

yang nyaman ditandai oleh aliran udara bersih yang cukup di kelas dan sekolah, jumlah peserta

didik di kelas yang tidak berlebihan sehingga guru dan peserta didik dapat berjalan secara

bebas ketika mendekati peserta didik atau guru, sinar yang cukup, kebersihan kelas dan sekolah

yang memenuhi kaedah higenis, ruang gerak yang nyaman ketika peserta didik sedang berada

di halaman sekolah. Suasana yang aman terbentuk dari usaha bersama kepala sekolah, guru,

tenaga administrasi dan peserta didik dalam meredam dan melindungi sekolah dari berbagai

ancaman yang secara psikologis menimbulkan rasa tidak aman ketika berada di sekolah.

G. Rancangan Sistem Pembelajaran Masa Depan

Dengan semakin tingginya tuntutan dunia kerja di seluruh dunia, maka sektor pendidikan

memegang peranan yang sangat penting dan strategis. Oleh sebab itu, diperlukan sistem

pembelajaran yang mampu menjawab tantangan global tersebut. Tenaga-tenaga ahli yang

bekerja di seluruh sektor perekonomian, dicetak dari sistem pendidikan yang handal. Sistem

pendidikan yang handal memiliki ciri dan kriteria khusus. Beberapa ciri dan kriteria tersebut

adalah:

1. Pembelajaran menekankan kepada kebermaknaan kompetensi;

2. Pembelajaran mengoptimalkan penggalian kemampuan siswa , serta menjamin

terlaksananya pembelajaran yang maju berkelanjutan;

3. Pembelajaran diarahkan kepada penguasaan bahasa asing dan pemanfaatan teknologi

informasi;

4. Pembelajaran berbasis life skill;

5. Pembelajaran mata pelajaran muatan global mendapatkan prioritas utama;

6. Waktu dan kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengeksplorasi seluruh

kemampuannya memadai;

7. Learning society menjadi bagian yang sangat penting;

Page 54: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

48

8. Porsi pembelajaran yang bersifat praktik lebih besar dibanding teori; dan

9. Pembelajaran seluruh mata pelajaran , mengintegrasikan karakter bangsa.

Untuk memberikan terobosan baru dan mutu lulusan yang handal, maka pembelajaran satuan

pendidikan dasar di masa datang perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Struktur kurikulum di kelas 1-3 disamakan dengan kelas 4-6;

2. Beban belajar masih tetap menggunakan sistem paket, untuk kelas 1-3, 50% beban belajar

dialokasikan untuk membaca, menulis, dan berhitung, 15% untuk Pendidikan Agama, serta

35% untuk mata pelajaran lainnya;

3. Pembelajaran semua mata pelajaran memanfaatkan teknologi informasi;

4. Pemberian penghargaan kepada siswa dilakukan di semua ranah, baik kognitif, afektif,

maupun psikomotorik. Misal : penghargaan kepada siswa berprestasi dalam bidang

akademik, bidang ketaatan beribadah, bidang kerajinan, etika, kejujuran, ketepatan

mengerjakan tugas, kehadiran, berpakaian, prestasi dalam seni, prestasi dalam bidang

produksi, dan sebagainya;

5. Setiap kurun waktu tertentu dilaksanakan assembly, sebagai ajang pentas kreasi , testimoni ,

dan pemberian penghargaan kepada siswa;

6. Guru mengajar di kelas wajib membawa alat peraga dan media;

7. Setiap waktu tertentu, setiap siswa wajib membuat makalah dan mempresentasikan di

hadapan siswa lain dalam kegiatan tematik, misal : Sains week, Math week, atau sejenisnya;

8. Laporan hasil belajar siswa dibuat dalam beberapa bentuk, ada rapor angka dan ada rapor

narasi;

9. Semua siswa wajib naik kelas, sesuai dengan kriteria dan kecepatan masing-masing. Dalam

hal ini, sekolah perlu mendefinisikan ulang ketentuan kenaikan kelas;

10. Sumber belajar menggunakan berbagai jenis referensi, dan tidak terpaku kepada salah satu

sumber tertentu; dan

11. Mengedepankan pola belajar aktif.

Model standar isi dan kompetensi lulusan hendaknya mengacu kepada paradigma belajar aktif

yang terutama didukung oleh teori belajar konstruktivisme sebagai kulminasi perkembangan

berbagai teori belajar sebelumnya. Amatilah gambar berikut ini.

Page 55: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

49

Teori-teori belajar yang ditemukan pada akhirnya berkulminasi pada teori konstruktivisme.

Teori konstruktivisme pada dasarnya: (1) menyesuaikan aplikasi teori dengan cara kerja otak

seperti yang dilaporkan oleh temuan riset neurosains; (2) mengadopsi hasil riset biologi

tentang cara kerja tubuh; (3) mengadopsi temuan riset fisika tentang alam semesta yang

bersinergi sebagai satu sistem; (4) menyelaraskan aplikasi nilai-nilai dan pandangan historis,

kultural, dan sosial, terutama melalui bahasa, dalam penerapan belajar aktif, baik dari hasil

riset ilmu-ilmu sosial maupun dari segi konsepsi filsafat, teologi agama, dan humaniora; dan

(5) mengadaptasi temuan dan praksis yang relevan dari dunia kerja.

Penerapan teori belajar konstruktivisme secara kumulatif tampil dalam istilah active learning

(belajar aktif). Temuan teori lanjutan dan hasil uji coba penerapan dalam proses belajar-

mengajar tampil dengan beragam istilah, seperti brain-based learning, multiple intelligences

learning approach, cooperative learning, contextual teaching and learning, dan quantum

learning. Penerapannya sebenarnya hanya menekankan salah satu aspek, unsur, atau bidang

khusus belajar aktif. Hampir semuanya bernaung di bawah paradigma belajar aktif. Gagasan-

gagasan pokok pendekatan belajar aktif pada prinsipnya mengikuti gagasan inti teori belajar

Page 56: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

50

konstruktivisme. Perkembangan dalam terapan melahirkan paradigma baru, yaitu paradigma

belajar aktif. Amatilah gambar berikut ini

Belajar itu

mengalami

Belajar

bagaimana

belajar

Guru:

Instruktur ->

fasilitator

Ditantang

1 langkah

lebih maju

Tanggung

jawab belajar

pada peserta

didik & siswa

pembelajar

Dalam realitas

fisik, sosial &

budaya

Fasilitator

bimbing

konstruksi

makna

Pengertian

belajar

aktif

Sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator. Menurut pendekatan konstruktivisme,

instruktur harus mengadaptasi peran fasilitator dan bukan peran sebagai guru.

Peran pengajar (instruktur) Peran fasilitator

Berceramah tentang materi pelajaran. Membantu peserta didik mendapatkan

pemahaman sendiri tentang materi.

Peserta didik berperan pasif dalam proses

belajar-mengajar

Peserta didik memainkan peran aktif dalam

proses belajar-mengajar

Menekankan kepada instruktur dan materi Penekanan kepada peserta didik

Tuntutan perubahan peran yang dramatis membutuhkan rangkaian keterampilan yang berbeda

Guru memberi tahu Fasilitator bertanya

Guru ‘berpidato’ dari depan Fasilitator mendukung dari belakang

Guru menjawab menurut kurikulum Fasilitator memberi panduan dan menciptakan

Page 57: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

51

Peran pengajar (instruktur) Peran fasilitator

lingkungan bagi peserta didik untuk mencapai

kesimpulan sendiri

Guru bermonolog Fasilitator secara kontinu berdialog dengan

peserta didik

Guru menceritakan pengalamannya Fasilitator mampu mengadaptasi pengalaman

belajar ‘yang melangit’ dengan menggunakan

inisiatif peserta didik untuk mengendalikan

pengalaman belajar ke tempat peserta didik

ingin menciptakan nilai.

(Gamoran, Secada& Marrett 1998; Brownstein 2001; Rhodes and Bellamy 1999)

Perbandingan antara pengajaran konvensional (tradisional) dan pengajaran yang berciri belajar aktif

dikemukakan pada tabel berikut ini.

Perbandingan pengajaran konvensional dan belajar aktif

Pengajaran konvensional Belajar aktif

Berpusat kepada guru (teacher-centred) Berpusat kepada peserta didik (student-centred)

Kurikulum berbasis materi (konten, pengetahuan)

Kurikulum berbasis kompetensi

Pengetahuan dangkal (surface knowledge) Pengetahuan mendalam (deep knowledge)

Kegiatan belajar pasif, berpikir linier, tak efektif, membosankan

Kegiatan belajar aktif, kreatif, efektif, menyenangkan

Sumber belajar: guru dan buku pelajaran Sumber belajar bervariasi, termasuk lingkungan

Pengorganisasian kelas: duduk berbaris Pengorganisasian kelas: bervariasi, dan bisa diatur duduk berkelompok

Pajangan: gambar pahlawan, daftar absensi, poster buatan pemerintah

Pajangan bervariasi, terutama hasil pekerjaan peserta didik (2 dimensi, 3 dimensi)

Portofolio tak diterapkan Portofolio diterapkan dan dipakai untuk penilaian

Pengajaran untuk peserta didik kelas dan jenjang yang sama (monograde teaching)

Pengajaran untuk peserta didik multikelas dan multijenjang (multigrade teaching) dapat diterapkan

Struktur bab buku pelajaran: 90% informasi + Struktur bab buku pelajaran: Informasi – kegiatan

Page 58: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

52

10% soal latihan dan evaluasi. Ilustrasi amat kurang dan monoton.

– informasi – kegiatan, dst. Banyak ilustrasi beragam.

Penilaian: dominansi tes tertulis, terutama pilihan ganda dan esai

Penilaian: tes, penilaian karya peserta didik 2 dan 3 dimensi, penilaian unjuk kerja (performance), penilaian perilaku

Umpan balik kepada peserta didik jarang diberikan

Umpan balik kepada peserta didik sering dilakukan

Ujian nasional: dominasi tes pilihan ganda Ujian nasional: tes pilihan ganda, esai, data-pertanyaan, ujian praktik

Berkaitan dengan keterampilan berpikir (thinking skill) , Benjamin Bloom memperkenalkan

taksonomi domain kognitif dan afektif pada pertengahan tahun 1960-an, dunia pendidikan

cenderung terpaku kepada pola pengembangan kurikulum, pelaksanaannya dalam proses

belajar-mengajar, dan penilaian yang amat behavioristik. Banyak ahli berusaha memperbaiki

tingkatan keterampilan berpikir Bloom.

Dewasa ini, tingkatan keterampilan berpikir sudah diramu ke tingkatan keterampilan berpikir

kompleks. Salah satu acuan yang sering diikuti adalah Matriks Gubbin. Keterampilan berpikir

tingkat kompleks adalah jenis pemahaman yang memerlukan berpikir mendasar (basic

thinking) dan mempunyai ciri-ciri: menuntut berbagai kemungkinan jawaban, penilaian dari

orang yang berpartisipasi, dan penempatan makna pada suatu situasi. Jenis berpikir kompleks

termasuk berpikir kritis, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.

Cara belajar pasif tak akan mampu mendorong dan membina peserta didik sampai mencapai

keterampilan berpikir kompleks. Salah satu pilihan agar peserta didik mampu

mengembangkan keterampilan berpikir kompleks adalah menerapkan belajar aktif. Matriks

berikut ini menjelaskan pernyataan tersebut.

Page 59: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

53

Hanya dapat dicapai melalui

belajar pasif dan belajar aktif

Hanya dapat dicapai melalui belajar aktif

Berpikir kreatif

Memecahkan

masalah

• Membuat daftar atribut objek/situasi

• Menghasilkan gagasan yang beragam (kelancaran)

• Menghasilkan gagasan yang berbeda (fleksibilitas)

• Menghasilkan gagasan yang unik (orisinal)

• Menghasilkan gagasan yang rinci

• Mensintesis laporan

Berpikir evaluatif • Mengidentifikasi problem umum

• Mengklarifikasi problem

• Merumuskan pertanyaan yang tepat

• Merumuskan alternatif pemecahan masalah

• Memilih solusi yang terbaik

• Menerapkan solusi

• Memonitor penerimaan solusi

• Menarik kesimpulan

Berpikir deduktif • Membedakan fakta dan opini

• Menilai kredibilitas sumber

• Mengamati dan menilai laporan observasi

• Mengidentifikasi isu dan problem utama

• Memahami asumsi yang mendasari

• Mendeteksi bias, stereotipi dan klise

• Mengenal bahasa yang terlalu berlebihan

• Menilai hipotesis

• Mengklasifikasi data

• Memprediksi konsekuensi

• Mendemonstrasi urutan sintesis informasi

• Merencanakan alternatif strategi

• Mengenal ketidak-ajekan informasi

• Mengidentifikasi alasan yang dikemukan dan yang tidak

• Membandingkan persamaan dan perbedaan

• Menilai argumen

Berpikir

induktif

• Menggunakan logika

• Menemukan pernyataan yang bertentangan

• Menganalisis silogisme

• Memecahkan problem spasial (ruang)

• Menentukan sebab dan akibat

• Menganalisis masalah terbuka

• Menggunakan alasan dengan analogi

• Membuat kesimpulan sementara (inferensi)

• Menentukan informasi yang relevan

• Memahami hubungan-hubungan

• Memecahkan problem yang dihayati (“insight”)

Page 60: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

54

Diadaptasi dari Gubbin’s Matrix of Thinking Skills. Matriks Gubbin mengkompilasi dan menyaring gagasan-gagasan dari Bloom, Bransford Bruner, Carpenter, Dewey, Ennis, Feuerstein, Jones, Kurfman, Kurfman & Salomon, Lipman, Orlandi, Parners, Paul, Perkins, Ranzulli, Stemberg, Suchman, Taba, Torrence, Upton, The Ross Test, the Whimbey Analytical Skills Test, The Cornell Critical thinking Test, the Cognitive Abilities Test, the Watson-Glasser Critical Thinking Appraisal, the New Jersey Test of Reasoning Skills dan the SEA Test (Sumber: home.ched.coventry.ac.uk)

H. Inovasi pengembangan kurikulum

Ada 7 pertanyaan yang perlu dijawab untuk mengembangkan kurikulum SD, yaitu: (1) siapa kita

(who we are); (2) dari mana kita berasal (where we come from); (3) di mana kita dalam ruang

dan waktu (where we are in place and time); (4) bagaimana kita mengeskpresi diri (how we

express ourselves); (5) bagaimana dunia bekerja (how the world works) ; (6) bagaimana kita

mengorganisasi diri (how we organize ourselves); dan (7) bagaimana kita berbagi planet ini

(how we share the planet).

Profil lulusan sekolah dasar yang diharapkan adalah : (1) pencari (inquirer melalui hands-on

experience, curiosity); (2) penemu (inventor, suka mencoba); (3) mampu bersosialisasi

(sociable); (4) berani mengemukakan pendapat; (5) mampu mencari pengetahuan

(knowledgable); (6) kreatif ; (7) menyayangi (tumbuhan, hewan, manusia) ; dan (8) senang

memecahkan masalah. Untuk mencapai profil lulusan sekolah dasar itu, diperlukan pengelolaan

kurikulum yang mampu mengentaskan profil lulusan itu. Beberapa ciri pengelolaan tersebut

antara lain:

1. Memberikan pelayanan kepada siswa yang berkebutuhan khusus, seperti anak autis, anak

yang mengalami kesulitan perilaku dan sulit berkomunikasi, anak yang mengalami disleksia,

anak tunanetra, anak tunagrahita, anak tunarungu, dengan standar penilaian yang sesuai

dengan kekhususan anak.

2. Model kurikulum berpusat kepada anak (child-centered) sebagai perwujudan pandangan

konstruktivisme belajar, sesuai dengan karakeristik siswa, dan berbasis budaya dan alam.

3. Model kurikulum berbasis outcome (kompetensi yang berdampak terhadap aktivitas belajar

pada mata pelajaran yang bersangkutan, kompetensi mata pelajaran lain, dan kompetensi

yang berguna untuk belajar lebih lanjut dan untuk kehidupan di masyarakat), dengan

memanfaatkan kompetensi terstandar berdasarkan hasil penelitian.

4. Sistem penilaian menganut penilaian acuan kriteria, bukan penilaian acuan norma. Dalam

pelaksanaan penilaian dikembangkan alat penilaian kompetensi yang mampu menilai ranah

kognitif, afektif, dan psikomotor secara terpadu.

Page 61: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

55

5. Prinsip pengembangan kurikulum bukanlah memberikan ilmu kepada anak tetapi

menggunakan konsep-konsep ilmu yang relevan untuk mencapai tujuan sekolah dasar,

seperti berkembangnya berbagai kecerdasan anak, kreativitas dan kemampuan

memecahkan masalah, serta sikap dan nilai-nilai religius, moral, sosial, dan budaya yang

sesuai dengan taraf perkembangan anak usia SD.

6. Mata pelajaran Bahasa dan Matematika sebagai alat belajar (learning tools) harus diajarkan

tersendiri pula walaupun terintegrasi dalam pendekatan tematik. Selain itu, teknologi

informasi dan komunikasi (TIK) sebagai alat belajar dipraktikkan dalam berbagai aktivitas

mata pelajaran yang relevan.

7. Bahasa asing pilihan hendaknya diajarkan sejak kelas tertentu pada jenjang pendidikan SD

karena pada usia ini anak masih berada pada usia emas (golden age) belajar bahasa asing.

8. Sesuai dengan ciri perkembangan anak usia SD yang masih berpikir holistik dan pada tingkat

operasional-konkret, kompetensi dan materi berbagai mata pelajaran yang relevan

hendaknya terintegrasi dan karena itu pendekatan tematik diterapkan dari kelas 1 s.d. kelas

6 SD/MI.

9. Kompetensi dan materi mendorong kreativitas, kemampuan memecahkan masalah,

pengembangan karakter berlandaskan budaya bangsa, kewirausahaan dan ekonomi kreatif,

serta belajar aktif.

10. Kompetensi dan materi menjawab 7 pertanyaan kunci.

11. Proses belajar-mengajar dilaksanakan melalui belajar aktif.

12. Proses belajar-mengajar dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan cara kerja otak (brain-

based learning).

13. Mengajar adalah belajar dan belajar adalah mengajar (siswa berperan sebagai guru).

14. Materi mata pelajaran bukan tujuan tapi sebagai bahan baku pendukung tema.

15. Pengembangan sikap dan perilaku dilakukan menurut tahapan, dimulai dari menekankan

pembiasaan dan pengalaman konkret (hands-on experience), dilanjutkan dengan

menekankan motivasi dan emosi, dan pada tahap lanjut ditekankan pengembangan

kemampuan mengambil keputusan (judgment) tentang baik-buruk dan benar-salah.

I. Orientasi kurikulum

Dengan mengacu kepada kewenangan pengembangan kurikulum, standar kompetensi lulusan

satuan pendidikan SD/MI, dan inovasi pengembangan kurikulum, orientasi yang dianut

hendaknya sejalan untuk mencapai standar kompetensi lulusan tersebut.

Page 62: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

56

Orientasi yang digunakan dalam kurikulum SD/MI masa depan adalah pertama-tama orientasi

yang dimulai dari pengembangan kecakapan hidup sebagai insan yang sehat jasmani dan rohani

serta memiliki dasar-dasar nilai-nilai karakter dan kebangsaan sebagai warga negara dan

manusia religius. Kemudian, orientasi ke arah pengembangan diri dalam kemampuan berpikir,

proses, dan komunikasi serta keterampilan praktis. Setelah penekanan pada kedua orientasi itu,

barulah terakhir orientasi kepada kemampuan menguasai kompetensi mata-mata pelajaran,

seperti bahasa daerah, bahasa nasional, dan bahasa asing, matematika dan ilmu pengetahuan

alam, serta humaniora, dalam hal ini sejarah dan ilmu pengetahuan sosial serta seni dan

kerajinan tangan. Pendekatan ini digambarkan berikut ini.

Lingkaran terdalam memusat kepada kecakapan hidup (life skills) yang menjamin bahwa siswa

mencapai beragam nilai dan keterampilan yang dibawa sepanjang hidup sebagai orang dewasa

dan warga negara yang bertanggung jawab dan aktif. Lingkaran ini memuat kurikulum non-

akademis, seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani dan

Kesehatan, beragam kegiatan ekstrakurikuler, dan pengembangan diri.

Page 63: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

57

Lingkaran tengah memusat kepada keterampilan pengetahuan untuk mengembangkan

keterampilan berpikir, proses, dan komunikasi siswa. Ini akan membuat siswa mampu

menganalisis dan menggunakan informasi dan mampu mengekspresi pikiran dan gagasan

dengan jelas dan efektif. Lingkaran ini terdiri dari mata pelajaran yang menekankan

keterampilan, seperti pendidikan keterampilan dan teknologi, teknologi informasi dan

komunikasi (TIK), cara menggunakan kamus dan peta serta cara menggunakan telepon dan

alat-alat komunikasi lainnya. Selain itu, lingkaran ini mencakup pula kerja proyek, seperti

kegiatan mengarang dan lomba mengarang, menjadi “dokter kecil”, “polisi kecil”, dan kegiatan

menanam tanaman “apotek hidup” dan “warung hidup” dalam usaha kesehatan sekolah

(UKS).

Lingkaran terluar mencakup mata-mata pelajaran seperti Bahasa Daerah, Bahasa Indonesia,

Bahasa Inggris, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta humaniora seperti sejarah dan

Ilmu Pengetahuan Sosial, dan pendidikan seni dan kerajinan tangan. Ini menjamin agar siswa

memiliki dasar-dasar yang baik dalam konten lintas berbagai bidang studi yang berbeda.

J. Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di SD/MI

Dalam kurikulum SD/MI yang ditata ulang ini, diusulkan agar bahasa Inggris dijadikan mata

pelajaran wajib sejak kelas IV SD/MI. Alasan-alasan yang melatarbelakangi usul ini

dikemukakan berikut ini.

1. Selama ini banyak SD/MI telah memilih bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan

lokal dan di sekolah dasar rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) dan SBI bahasa

Inggris diajarkan sejak kelas IV. Yang menjadi guru mata pelajaran ini adalah guru di

sekolah yang bersangkutan yang telah mengikuti kursus bahasa Inggris atau yang sedang

mengikuti kuliah pada program studi bahasa Inggris. Ada pula sekolah yang merekrut

mahasiswa atau sarjana program studi bahasa Inggris. Selain itu, ada pula sekolah yang

merekrut guru bahasa Inggris dari SMP/MTs atau SMA/MA terdekat sebagai guru bahasa

Inggris honorer. Di wilayah perkotaan tampak kecenderungan orang tua mendorong

anaknya mengikuti kursus bahasa Inggris karena di sekolah pelajaran ini tidak disediakan.

2. Berbagai hasil studi menunjukkan bahwa pelajaran bahasa asing, terutama bahasa

Inggris, di SD/MI ternyata tidak mengganggu dan malah mendukung penguasaan anak

terhadap bahasa nasional. Selain itu, jika anak belajar bahasa Inggris sejak SD/MI akan

mempermudahnya mempelajari bahasa Inggris di sekolah menengah pertama. Penelitian

di negeri-negeri Arab, khususnya di Arab Saudi, menunjukkan bahwa pelajaran bahasa

Page 64: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

58

Inggris tidak mengganggu keyakinan agama Islam anak-anak. Bahkan, ketika anak-anak ini

menjadi orang dewasa, mereka lebih menghayati agamanya dan dapat membantu syiar

agamanya karena menguasai bahasa Inggris. Selain itu, para siswa SD/MI yang kembali ke

Arab Saudi dari negara-negara berbahasa Inggris ternyata menunjukkan prestasi belajar

yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya yang tetap menetap di negara

ini. Ketika anak-anak ini menjadi dewasa dan melamar pekerjaan, mereka cenderung

lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan masuk ke berbagai profesi yang menuntut

penguasaan bahasa Inggris. Berdasarkan pertimbangan ini, baru-baru ini Dewan Menteri

Pemerintah Arab Saudi mengambil kebijakan, bahasa Inggris dimasukkan ke sekolah

dasar dimulai pada tahun ajaran baru 2011 ini.

(http://www.arabnews.com/saudiarabia/article400547.ece). Di negara Timur Tengah lain

seperti Suriah, bahasa Inggris diajarkan sejak kelas I SD sedangkan di Turki sejak kelas IV

SD/MI. Kutipan berikut ini mengungkapkan manfaat belajar bahasa Inggris di SD/MI:

“Studies have also proved that learning English at an early age helps students grasp their

mother tongue better, simultaneously enabling them to acquire remarkable proficiency in

their second language. .... The implementation of English teaching in primary school may

also become a useful means for the younger generation to promulgate a deeper

knowledge of the Islamic religion and culture in the world.(http://news.maars.net/

blog/2011/05/20/teaching-english-at-primary-level-no-threat-to-local-culture/)

3. Guna meningkatkan keunggulan persaingan ekonomi global, Korea Selatan mewajibkan

bahasa Inggris diajarkan sebagai mata pelajaran wajib sejak kelas III SD/MI sejak tahun

1997. Mengikuti jejak Korea Selatan, pada tahun 2004 RRC menjadikan bahasa Inggris

sebagai mata pelajaran wajib sejak kelas III SD/MI. Jepang yang khawatir terhadap

perkembangan pesat ekonomi China dan melihat kekalahan siswa Jepang dalam

penguasaan bahasa Inggris dari siswa-siswa negara-negara di Asia, akhirnya pada bulan

April 2011 mencanangkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib sejak kelas V

SD/MI. Penempatan bahasa Inggris sejak kelas V dan bukan kelas III tampaknya

merupakan kompromi antara kalangan bisnis dengan kalangan nasionalis yang

mempertahankan posisi agar hanya bahasa Jepang yang diajarkan di SD/MI. Selain tiga

negara ini, Hongkong sebagai wilayah administratif RRC, Malaysia, dan Taiwan juga

memasukkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dasar. Negara-

negara di Asia-Pasifik ini mengambil kebijakan ini walaupun menghadapi masalah

ketidakmerataan akses untuk mendapatkan pengajaran bahasa yang efektif, tak

memadainya jumlah guru yang terlatih dan terampil, dan kesenjangan antara retorika

Page 65: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

59

kurikulum dan realitas pedagogis di sekolah. Kesulitan ini antara lain dikemukakan David

Hunan. (Nunan David (2003). “The Impact of English as a Global Language on Educational

Policies and Practices in the Asia-Pacific Region”, TESOL Quaterly, Vol. 37 No. 4, Winter

2003). Di Brasil bahasa Inggris menjadi mata pelajaran wajib pada kelas VI.

4. Terdorong oleh kenyataan bahasa Inggris telah menjadi “lingua franca” di European

Union dan persaingan ekonomi global, akhirnya dua negara di Eropa yang selama ini

“fanatik” mempertahankan bahasa nasionalnya, yaitu Prancis dan Jerman “menyerah”

kepada kenyataan perlunya pelajaran bahasa Inggris sejak SD. Kedua negara ini

mewajibkan pelajaran bahasa Inggris pada kelas akhir SD. Walaupun Pemerintah Prancis

mendorong SD agar memilih bahasa asing lain, asal bukan bahasa Inggris, karena

persaingan menginternasionalkan bahasa antara Inggris dan Prancis, ternyata 80% SD di

Prancis memilih bahasa Inggris. Negara-negara Eropa lainnya yang mewajibkan bahasa

Inggris sebagai mata pelajaran adalah Austria (sejak tahun 1989), Norwegia (sejak kelas I

SD), Italia (sejak kelas II SD), Spanyol (bahasa Inggris dan bahasa Prancis sebagai pilihan

wajib), Belanda (bahasa Inggris amat ditekankan, bahkan banyak sekolah

menggunakannya sebagai bahasa pengantar), Swiss (sejak kelas III SD), Finlandia (sejak

kelas III SD), dan Siprus (sejak kelas I SD). Sehubungan dengan manfaat pengajaran

bahasa asing, terutama bahasa Inggris di sejumlah negara Eropa, Andrew Finch, dalam

“European Models of Language Learning: Implications for Asia and Korea”, menyimpulkan

empat manfaat utama, yaitu: (a) siswa dapat berkomunikasi, berinterakasi, belajar dan

kemudian bekerja dengan menggunakan lebih dari satu bahasa; (b) siswa meraih skor

tinggi dalam PISA (tes internasional keterampilan dasar dalam membaca, matematika,

dan IPA atau Reading, Mathematical and Scientific literacy pada siswa SD di berbagai

negara); (c) siswa menghargai perbedaan atau keanekaragaman; dan (d) siswa memiliki

kesadaran kultural.

5. Di berbagai daerah di Indonesia bahasa ibu adalah bahasa pertama anak sedangkan

bahasa Indonesia yang dipelajari siswa di SD adalah “bahasa asing” pertama. Jika siswa

belajar bahasa Inggris di SD, bahasa ini menjadi bahasa asing kedua bagi siswa. Apakah

belajar dua bahasa asing di SD menghambat pekrembanan kompetensi berbahasa siswa?

Hoti Haenni dkk. (2011) dalam artikel mereka “Introducing a Second Foreign Language in

Swiss Primary Schools: The Effect of L2 Listening and Reading Skills on L3 Acquisition”

mengemukakan hasil studi perbandingan kompetensi bahasa Prancis siswa SD di Swiss

tempat bahasa Jerman sebagai bahasa ibu anak-anak yang belajar bahasa Inggris sejak

kelas III dan bahasa Prancis sejak kelas V. Dalam studi longitudinal 3 tahun dengan sampel

Page 66: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

60

928 orang ini, keterampilan mendengarkan dan membaca dalam bahasa Inggris dan

Prancis dan keterampilan membaca dalam bahasa Jerman dinilai. Setelah satu tahun

mengikuti pengajaran bahasa Prancis, para siswa yang belajar bahasa Inggis sejak kelas III

menunjukkan keterampilan mendengarkan dan membaca bahasa Prancis lebih tinggi

daripada para siswa yang tidak belajar bahasa Inggris sebelumnya. Baik keterampilan

bahasa Inggris siswa maupun keterampilan membaca dalam bahasa ibunya (bahasa

Jerman) berpengaruh positif dalam pencapaiannya pada bahasa ketiga, yaitu bahasa

Prancis. Studi ini menunjukkan bahwa kekhawatiran pengaruh buruk kompetensi

berbahasa Indonesia siswa jika siswa belajar bahasa Inggris di SD tidak beralasan.

6. Masih banyak tenaga kerja Indonesia, terutama tenaga kerja wanita, yang mencari

pekerjaan di luar negeri akan terbantu jika sejak SD mereka mendapatkan akses belajar

bahasa Inggris. Selain itu, petunjuk pemakaian semakin banyak kemasan obat, produk

elektronik, produk makanan impor, dan aneka-produk lain ditulis dalam bahasa Inggris.

Juga, 98 persen konten internet kini berisi bahasa Inggris sedangkan bahasa-bahasa lain

hanya mengisi 2% konten internet. Bahasa Inggris juga digunakan dalam terbanyak studi,

laporan penelitian, rincian berbagai penemuan dan inovasi, serta digunakan sebagai

bahasa resmi pada mayoritas institut, universitas, dan pusat penelitian. “Currently, 98

percent of Internet content is in English while other languages are relegated to a mere

two percent. Besides, English is the language employed in most of the studies, research

papers, details of inventions and innovations and represents the official language for the

majority of institutes, universities and research centers.“ (http://news.maars.net/blog/

2011/05/20/teaching-english-at-primary-level-no-threat-to-local-culture/). “Our new

digital generation is already dealing with this language through the Internet. English is

the first language for communication in the world in terms of reading, publishing and

innovation.” http://www.arabnews.com/saudiarabia/ article400547.ece

Page 67: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

61

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER,

KEWIRAUSAHAAN, EKONOMI KREATIF,

KETERAMPILAN, DAN PEMBELAJARAN AKTIF

A. Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter merupakan upaya menyempurnakan pendidikan dan kurikulum ke arah

yang telah ditetapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Melalui upaya ini maka kurikulum

diharapkan mampu menyediakan pengalaman belajar yang dapat mengembangkan berbagai

kualitas yang perlu dimiliki peserta didik untuk dapat berperan sebagai warganegara yang

aktif, kreatif, produktif, dan bertanggungjawab. Nilai-nilai seperti religius, jujur, kerja keras,

ulet (perseverance), menghargai prestasi, cinta tanah air dan sebagainya merupakan kualitas

yang diamanatkan tujuan pendidikan nasional untuk dimiliki setiap warganegara. Nilai yang

dimiliki peserta didik adalah motor yang menggerakkan kemampuan yang dimiliki peerta

didik untuk terus menerus mengembangkan diri.

Pasal 3 UU nomor 20 tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan

“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. Rumusan tujuan

pendidikan nasional jelas menunjukkan bahwa pendidikan nilai merupakan realisasi dari

tujuan pendidikan nasional. Melalui pemilikan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan

karakter bangsa, generasi muda Indonesia diarahkan untuk menjadi manusia yang beriman,

berakhlak mulia, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab.

Dalam dokumen Pengembangan Pendidikan Karakter (Balitbang, 2010) “pendidikan budaya

dan karakter bangsa diartikan sebagai proses internalisasi serta penghayatan nilai-nilai

budaya dan karakter bangsa yang dilakukan peserta didik secara aktif dibawah bimbingan

guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan serta diwujudkan dalam kehidupannya di

kelas, sekolah, dan masyarakat”. Rumusan tersebut mengandung makna nilai-nilai tersebut

dikembangkan dalam suatu proses internalisasi yang dilakukan secara aktif oleh peserta

Page 68: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

62

didik sehingga menjadi milik mereka, bukan diajarkan sebagaimana ketika peserta didik

belajar tentang suatu teori, peristiwa sejarah, prosedur, hukum, atau bahkan fakta.

Proses internalisasi adalah proses pemilikan nilai/moral/sikap yang terjadi di bawah

bimbingan guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan terintegrasi melalui proses belajar

pengetahuan. Penghayatan mengandung makna bahwa nilai/moral/sikap yang sudah

dimiliki melalui proses internalisasi dikembangkan dan dimantapkan peserta didik menjadi

kebiasaan ketika mereka belajar sesuatu, berkomunikasi, dan dalam tindakan sehari-hari di

kelas, sekolah, dan masyarakat. Proses internalisasi terjadi dalam kegiatan belajar sehari-hari

melalui kegiatan-kegiatan berikut:

1. Kegiatan Belajar

Dalam setiap pertemuan kelas ketika terjadi proses pembelajaran dan aktivitas peserta didik

dalam dan antar mata pelajaran. Pada waktu peserta didik mengkaji ssuatu pokok bahasan,

guru memberikan upaya tertentu agar peserta didik memiliki kesempatan untuk

mengembangkan nilai pada dirinya dan menerapkan nilai tersebut dalam berpikir,

bertindak, mengerjakan tugas, dan berkomunikasi dengan teman sekelas dan guru.

2. Program Pengembangan Diri

Pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke

dalam kegiatan sehari-hari sekolah dan melalui hal-hal sebagai berikut:

a. Kegiatan rutin sekolah

Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus

dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah: upacara pada hari besar

kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut dan lain-lain) setiap

hari Senin, beribadah bersama/sembahyang bersama setiap dluhur (bagi yang beragama

Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu

guru/tenaga kependidikan yang lain dan sebagainya.

b. Kegiatan spontan

Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga.

Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain

mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi

pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik

maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan

Page 69: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

63

melakukan tindakan yang tidak baik tersebut. Contoh kegiatan tersebut adalah:

membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak

lain, berkelahi, melakukan bulliying, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian

tidak pada tempatnya dan sebagainya. Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan

sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya:

memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olahraga

atau kesenian, berani menentang/mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji dan

sebagainya.

c. Teladan

Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam

memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi

panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan

yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-

nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah

orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan

bersikap sesuai dengan nilai-nilai terebut. Misalnya berpakaian rapi, datang tepat pada

waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta

didik, jujur, menjaga kebersihan dan sebagainya.

d. Pengkondisian

Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka

sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan tersebut. Sekolah harus

mencerminkan keehidupan sekolah yang mencerminkan nilai-nilai dalam budaya dan

karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di

berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar

ditempatkan teratur.

3. Budaya Sekolah

Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan,

hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil

keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antar komponen di sekolah. Budaya

sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan

sesamanya, guru dengan guru, pegawai administrasi dengan sesamanya dan antara satu

kelompok anggota masyarakat sekolah dengan kelompok lainnya. Interaksi internal

Page 70: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

64

kelompok dan antar kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika

profesi.

B. Pendidikan Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif2

Sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus berkembang. Kewirausahan adalah suatu

sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan

berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang

selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam

rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Seseorang yang memiliki sikap

dan jiwa wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausahawan

adalah orang yang trampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya

dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Menurut Scarborough dan Zimmerer

(1993:5), “An entrepreneur is one who creates a new business in the face if risk and

uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and

asembling the necessary resources to capitalze on those opportunities. Artinya,

wirausahawan adalah seseorang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai

kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan

untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak

dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif

dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Intinya, seorang wirausahawan

adalah orang-orang yang memiliki jiwa wirausaha dan mengaplikasikan hakekat

kewirausahaan dalam hidupnya.Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kreativitas

dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya.

Dari beberapa konsep di atas terlihat seolah-olah kewirausahaan identik dengan

kemampuan para wirausahawan dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam

kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan watak/ciri wirausahawan semata,

karena sifat-sifat wirausahawanpun dimiliki oleh seorang yang bukan wirausahawan.

Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan

(Soeparman Soemahamidjaja, 1980). Wirausahawan adalah mereka yang melakukan upaya-

upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya

2 Bagian ini diambil dari naskah Pengintegrasian Pendidikan Kewrirausahaan di Sekolah yang dikembangkan

oleh Tim Puskur. Penyesuaian huruf dan kalimat yang tidak mengubah arti dilakukan pada bagian-bagian

tertentu. Pengambilan tulisan tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam konsep

kewirausahaan.

Page 71: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

65

untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup

(Prawirokusumo, 1997).

Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani

mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua

fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan

organisasi usaha (Suryana, 2001). Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai

tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan

berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer (1996:51), nilai tambah tersebut dapat

diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Pengembangan teknologi baru (developing new technology)

2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge)

3. Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or

services)

4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih

banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing

more goods and services with fewer resources)

Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran

pengusaha kecil, namun sifat inipun sebenarnya dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di

luar wirausahawan. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan,

pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya. Dengan demikian, ada enam

hakekat pentingnya kewirausahaan, yaitu:

1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan

sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Sanusi,

1994)

2. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan

mengembangkan usaha (Prawiro, 1997)

3. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan

berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.

4. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda

(Drucker, 1959)

Page 72: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

66

5. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam

memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha

(Zimmerer, 1996)

6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan

sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.

Meredith dalam Pusposutardjo(1999), memberikan ciri-ciri seseorang yang memiliki jiwa

wirausaha (entrepeneur) sebagai orang yang (1) percaya diri, (2) berorientasi tugas dan hasil,

(3) berani mengambil risiko, (4) berjiwa kepemimpinan, (5) berorientasi ke depan, dan (6)

keorisinal. Bentuk ketata kelakukan ciri-ciri wirausaha nampak pada tabel berikut.

Bentuk Ketata Kelakukan Ciri-Ciri Wirausaha

Ciri-ciri Kewirausahaan Bentuk tata – kelakuan

Percaya diri 1. Bekerja penuh keyakinan 2. Tidak berketergantungan dalam melakukan

pekerjaan

Berorientasi pada tugas dan hasil

1. Memenuhi kebutuhan akan prestasi 2. Orientasi pekerjaan berupa laba, tekun dan tabah,

tekad kerja keras. 3. Berinisiatif

Pengambil risiko 1. Berani dan mampu mengambil risiko kerja 2. Menyukai pekerjaan yang menantang

Kepemipinan 1. Bertingkah laku sebagai pemimpin yang terbuka thd

saran dan kritik. 2. Mudah bergaul dan bekerjasama dengan orang lain

Berfikir ke arah yang asli 1. Kreatif dan Inovatif 2. Luwes dalam melaksanakan pekerjaan 3. Mempunyai banyak sumberdaya 4. Serba bisa dan berpengetahuan luas

Keorisinilan 1. Berfikiran menatap ke depan 2. Perspektif

Pendidikan ekonomi kreatif dirasakan sebagai suatu kebutuhan baru Bangsa Indonesia

dalam menghadapi kehidupan ekonomi pasar bebas dan penuh persaingan. Berdasarkan

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2009 tanggal 5 Agustus 2009 dicanang

pengembangan ekonomi kreatif melalui berbagai kementerian termasuk Kementerian

Pendidikan Nasional (dalam Inpres tersebut masih dinamakan Departemen Pendidikan

Nasional). Kegiatan pengembangan tersebut dilakukan dari tahun 2009 – 2015.

Page 73: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

67

Sesuai dengan posisi pendidikan dan kurikulum yaitu mengembangkan potensi peserta didik

menjadi kemampuan yang harus dimiliki generasi muda untuk kehidupan kebangsaan masa

mendatang, maka pengembangan kemampuan ekonomi kreatif sudah harus menjadi tugas

kurikulum. Oleh karena itu penyempurnaan dan penguatan kurikulum yang akan datang

perlu dan harus memasukkan unsur pendidikan ekonomi kreatif.

Pendidikan ekonomi kreatif dilakukan bukan melalui mata pelajaran yang berdiri sendiri.

Sebagaimana dengan pendidikan budaya dan karakter bangsa, dan pendidikan

kewirausahaan, maka pendidikan ekonomi kreatif dilakukan dengan mengembangkan

potensi peserta didik dengan nilai-nilai yang menggambarkan manusia Indonesia baru yang

memiliki kreativitas berorientasi ekonomi. Oleh karena itu pendidikan ekonomi kreatif

dilakukan melalui pengembangan nilai dan kemampuan kreativif peserta didik.

Disamping nilai dan kemampuan berkreatif, maka nilai-nilai dalam pendidikan

kewirausahaan dan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang terkait dengan

kemampuan berkreasi antara lain kemandirian, percaya diri, tangguh dalam bekerja, disiplin

dapat dikembangkan untuk pendidikan ekonomi kreatif. Dengan perkataan lain, ketiga hal

baru yang dikemukakan di bagian ini memiliki nilai-nilai yang berhimpit dan sama untuk

pengembangan potensi peserta didik menjadi manusia “baru” Indonesia.

C. Pengembangan Ketrampilan

Pengembangan ketrampilan yang dinyatakan dalam SKL teramat penting bagi pendidikan di

SMP di masa mendatang. Ketrampilan itu memberi kemampuan (kail) kepada peserta didik

untuk mengembangkan pengetahuan mereka mengenai berbagai materi substantif pokok

bahasan dan pengembangan diri dalam suatu proses belajar sepanjang hayat. Melalui

ketrampilan itu peserta didik memiliki kesempatan untuk menjadi pelajar mandiri baik ketika

mereka masih di SMP mau pun ketika mereka sudah di masyarakat, ketika mereka tidak

melanjutkan pendidikan di jenjang pendidikan menengah. Oleh karena itu penguasaan

ketrampilan esensial tersebut menjadi sangat kritikal dan menentukan kualitas manusia

Indonesia di masa mendatang. Bersamaan dengan nilai-nilai yang mereka miliki, manusia

Indonesia yang akan datang memiliki kemampuan belajar sepanjang hayat sehingga mereka

terus-menerus dapat mengembangkan diri.

Sebagaimana halnya dengan proses internalisasi nilai melalui mata pelajaran, maka

pengembangan ketrampilan terutama pada membaca dan berkomunikasi; belajar; berpikir

kritis, analitis, dan kreatif; memecahkan masalah; menggunakan teknologi, dilakukan

Page 74: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

68

teritegrasi dengan kegiatan belajar setiap pokok bahasan pada setiap mata pelajaran. Meski

pun demikian, berbeda dari proses internalisai nilai, maka proses pengembangan

ketrampilan direncanakan dalam kegiatan pembelajaran yang dirancang secara khusus.

Misalnya, ketrampilan membaca dan berkomunikasi dirancang secara dengan khusus

dengan alokasi waktu yang jelas ketika belajar suatu pokok bahasan. Ketrampilan membaca

dilakukan dengan memulai setiap pelajaran baru dengan membaca.

Membaca adalah ketrampilan yang sudah dikembangkan sejak peserta didik masih di SD/MI.

Oleh karena itu pengembangan ketrampilan membaca di SMP sifatnya adalah

pengembangan lebih lanjut dari ketrampilan membaca yang sudah mereka miliki di SD/MI.

Demikian pula dengan ketrampilan-ketrampilan lainnya yang sudah dikembangkan di SD/MI,

proses pengembangan ketrampilan tersebut di SMP bersifat memperkuat dan memantapkan

apa yang sudah mereka kuasai di SD/MTs. Tentu saja tingkat penguasaan dan penggunaan

ketrampilan itu lebih tinggi kompleksitas kemampuannya mengingat kompleksitas materi

ajar SMP.

D. Pengintegrasian Nilai Budaya dan Karakter Bangsa, Kewirausahaan, Ketrampilan dalam

KTSP

Untuk mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa, Kewirausahaan, dan

ketrampilan ke dalam kurikulum sekolah dilakukan melalui tiga dimensi kurikulum yaitu

sebagai dokumen, sebagai proses, dan sebagai hasil. Dimensi kurikulum sebagai ide tidak

dikembangkan oleh satuan pendidikan. Untuk mengembangkan nilai pendidikan budaya dan

karakter bangsa, kewirausahaan, dan ketrampilan kedalam ketiga dimensi kurikulum

ditempuh empat langkah berikut:

1. Langkah pertama, memasukkan aspek ketrampilan dan nilai-nilai pendidikan budaya dan

karakter bangsa ke dalam KTSP, silabus dan RPP. Sekolah perlu melakukan kajian

mengenai pengetahuan, nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa, nilai

kewirausahaan dan ketrampilan untuk menemukan mana yang sudah ada dan yang

belum dalam KTSP. Pengetahuan, ketrampilan, dan nilai yang belum ada dimasukkan

sebagai bagian integral KTSP yang sudah dimiliki. Tindakan ini diikuti dengan

merumuskan tujuan pendidikan SMP sebagaimana yang telah ditetapkan pada Pasal 67

ayat (3) PP nomor 17 tahun 2010.

2. Langkah berikutnya adalah memasukkan ketrampilan dan nilai-nilai pendidikan budaya

dan karakater bangsa dalam setiap pokok bahasan dari mata pelajaran. Nilai-nilai

Page 75: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

69

tersebut dicantumkan dalam silabus. Seperti halnya dengan KTSP, pengembangan

ketrampilan dan nilai-nilai tersebut dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:

a. mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah ketrampilan dan nilai-nilai budaya

dan karakter bangsa yang sudah tercakup

b. menggunakan tabel nilai yang memperlihatkan keterkaitan antara SK/KD dengan

nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan (Lampiran I)

dan daftar ketrampilan (Lampiran II)

c. mencantumkankan ketrampilan dan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam

Lampiran I dan II ke dalam silabus

d. selanjutnya mencantumkan ketrampilan dan nilai-nilai yang sudah tercantum

dalam silabus ke RPP

Perlu disadari bahwa pengetahuan, ketrampilan, dan nilai merupakan satu kesatuan

yang membangun kualitas peserta didik. Keterkaitan antara materi pengetahuan,

ketrampilan dan nilai tergambar sebagai berikut:

Ketrampilan belajar-berpikir-berkomunikasi

Pengetahuan

Nilai budaya dan karakter bangsa

Kreativitas

)

g

IPS (termasuk ekonomi kreatif dan kewirausahawan)

BAHASA INDONESIA

IPA MAT

MULOK

BE

LAJA

R

BERDASARKAN

PR

OY

EK

SISWA AKTIF

Page 76: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

70

Pengetahuan (awal) diperlukan untuk dapat mengembangkan ketrampilan dan nilai.

Selanjutnya melalui penguasaan ketrampilan dan nilai yang dimiliki peserta didik mereka

mampu mengembangkan pengetahuan awal tadi menjadi pengetahuan yang lebih luas dan

mendalam. Pembelajaran yang menerapkan “belajar berdasarkan proyek” memberikan

kesempatan yang leluasa, nyaman, dan berkelanjutan kepada peserta didik untuk

memantapkan ketrampilan dan nilai yang telah mereka miliki serta mengembangkan

pengetahuan lebih mendalam dan meluas. Pengetahuan, nilai, dan ketrampilan tersebut

dikembangkan secara integral dalam setiap pokok bahasan dari mata pelajaran.

3. Langkah ketiga ialah mengembangkan proses pembelajaran yang memberi kesempatan yang

luas dan nyaman kepada peserta didik untuk melakukan proses internalisasi dan

penghayatan nilai-nilai dan menguasai ketrampilan baik dengan cara mereorganisasikan

perencanaan proses pembelajaran sehingga bersifat akumulatif, saling memperkuat,

memperkaya pengalaman belajar melalui pengalaman langsung dengan objek yang

dipelajari, serta mengembangkan tugas-tugas rumah sebagai suatu kegiatan untuk

memantapkan, memperdalam, dan kesempatan bagi peerta didik SMP untuk membangun

pengetahuan “barunya”. Model dasar belajar aktif yang dikemukakan pada bab VII naskah

ini dapat digunakan tetapi setiap satuan pendidikan dapat mengembangkan model tersebut

lebih lanjut berdasarkan langkah belajar yang dikemukakan dalam model.

4. Langkah keempat ialah mengembangkan prosedur, alat, serta proses penilaian yang

berfungsi membantu peserta didik dalam memantapkan dan mengembangkan

pengetahuan, memperkuat proses internalisasi dan penghayatan dan penguasaan

ketrampilan, serta sebagai alat untuk memberi bantuan kepada peserta didik mengatasi

kesulitan belajar mereka. Konsep baru dalam asesmen hasil belajar ini yaitu asesmen adalah

untuk membantu guru menemukan kesulitan belajar peserta didik, dan berdasarkan

inormasi itu guru mengembangkan upaya-upaya membantu mereka mengatasi kesulitan

tersebut.

Page 77: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

71

E. PEMBELAJARAN AKTIF

Proses pembelajaran mengikuti pola belajar aktif yang digambarkan sebagai berikut:

PROJECT-BASED LEARNING

Proses belajar aktif selalu dimulai dengan kegiatan mendapatkan informasi (knowledge, nilai,

ketrampilan). Kegiatan mendapatkan informasi yang banyak dilakukan adalah dari guru. Di

sini dianjurkan agar kegiatan mendapatkan informasi dimulai dengan membaca (buku, teks,

karikatur, dokumen, sumber lainnya). Untuk membaca tersebut peserta didik perlu dilatih

membaca cepat dan membaca apa yang tersirat. Kegiatan membaca sebagai kegiatan

mendapatkan informasi akan membentuk ketrampilan mencari informasi (heuristik),

kebiasaan membaca, dan rasa senang membaca. Tentu saja jika peserta didik tidak mampu

membeli buku, setiap satuan pendidikan harus menyediakan buku teks dan buku bacaan di

MEMBACA DAN MEMAHAMI

INFORMASI

MEMANTAPKAN PEMAHAMAN

INFORMASI/ KEMAMPUAN/

INTERNALISASI NILAI

MENERAPKAN/MENGGUNAKAN INFORMASI/KETRAMPILAN/ NILAI DALAM KEGIATAN DI KELAS, SEKOLAH, MASYARAKAT

Page 78: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

72

perpustakaan. Di masa mendatang sudah sepantasnya setiap SMP memiliki perpustakaan

yang berisikan paling tidak buku teks dan buku bacaan.

Kegiatan membaca diikuti dengan kegiatan pemahaman informasi yang ditemukan dalam

bacaan. Dalam kegiatan ini peserta didik mengembangkan proses berpikir untuk memahami

informasi tadi. Pengetahuan yang telah dimiliki menjadi dasar untuk memahami informasi

baru, memberi makna terhadap informasi itu dan memasukkannya ke dalam sistem yang

sudah dimiliki. Jika informasi tersebut adalah ketrampilan, peserta didik perlu menguasai

aspek teknis berkenaan dengan ketrampilan tersebut. Jika informasi itu berkenaan dengan

nilai maka peserta didik perlu mengembangkan suatu sikap dan keputusan untuk

menentukan apakah nilai tersebut sesuai dengan nilai yang sudah ada pada dirinya dan

apakah mereka mau menerima nilai itu.

Apabila prinsip belajar melalui pengalaman asli (authentic experience) diterapkan maka

sumber informasi dapat berupa masyarakat, kegiatan masyarakat, benda/bangunan yang

ada di masyarakat. Untuk itu peserta didik harus terlatih melakukan observasi dan menarik

informasi dari observasi tersebut.

Kegiatan berikutnya adalah pemantapan informasi. Pada tahap ini kegiatan utama yang

dilakukan peserta didik adalah menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah

dipelajari pada kegiatan pertama. Peserta didik dapat menggunakan pengetahuan dan

ketrampilan tersebut terhadap sumber informasi dari buku teks, buku bacaan, masyarakat,

dan sumber lain yang belum dipelajari sebelumnya atau pada waktu mereka

mengembangkan ketrampilan. Sedangkan mengenai nilai, peserta didik memantapkan nilai

yang sudah disetujui dengan menerapkannya ketika mereka berkomunikasi dengan teman,

guru, tenaga administrasi atau pun ketika mereka beraktivitas di kelas dan di luar kelas. Di

kelas ketika peserta didik berdiskusi tentang informasi baru mereka dapat mengembangkan

berbagai nilai yang telah menjadi perilakunya seperti toleransi, menghargai pendapat orang

lain, dan sebagainya.

Penerapan adalah kegiatan berikutnya dalam belajar. Dalam kegiatan ini peserta didik sudah

memiliki pengetahuan yang cukup untuk memahami berbagai informasi baru yang lebih

kompleks dari apa yang sudah dipelajari sebelumnya. Demikian pula halnya dengan

ketrampilan dan nilai. Pada waktu ini peserta didik sudah mahir dalam ketrampilan belajar,

memiliki kemampuan berpikir yang cukup tinggi, dan kemampuan memecahkan masalah

Page 79: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

73

yang baik. Nilai telah digunakan pada waktu proses mengembangkan pengetahuan dan

ketrampilan tersebut.

Project-based learning (PBL) adalah pendekatan belajar yang mampu memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja dalam kelompok atau mandiri dalam

menerapkan dan memantapkan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai dalam satu semester

atau satu tahun. Penentuan proyek harus dilakukan pada awal tahun jika proyek itu

memerlukan waktu satu tahun untuk menyelesaikannya atau awal semester jika proyek itu

perlu waktu satu semester untuk menyelesaikannya. Satu proyek dapat menampung aplikasi

dari satu atau lebih mata pelajaran.

Page 80: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

74

REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT

Rekomendasi dan tindak lanjut yang perlu diperhatikan adalah:

1. Perlu diterapkan kurikulum berbasis outcome yang menggunakan berbagai hasil penelitian

tentang standar kompetensi (standards of competencies).

2. Orientasi yang digunakan dalam kurikulum SD masa depan adalah pertama-tama orientasi yang

dimulai dari pengembangan kecakapan hidup sebagai insan yang sehat jasmani dan rohani serta

memiliki dasar-dasar nilai-nilai karakter dan kebangsaan sebagai warga negara dan manusia

religius. Kemudian, orientasi ke arah pengembangan diri dalam kemampuan berpikir, proses,

dan komunikasi serta keterampilan praktis. Setelah penekanan pada kedua orientasi itu,

barulah terakhir orientasi kepada kemampuan menguasai kompetensi mata-mata pelajaran,

seperti bahasa daerah, bahasa nasional, dan bahasa asing, matematika dan ilmu pengetahuan

alam, serta humaniora, dalam hal ini sejarah dan ilmu pengetahuan sosial serta seni dan

kerajinan tangan.

3. Pendidikan karakter lebih ditekankan pada proses keteladanan dan proses pembiasaan. Nilai-

nilai karakter berlandaskan budaya bangsa , kewirausahaan dan ekonomi kreatif agar dapat

dimasukan/terintegrasi di dalam naskah akademik agar dapat memayungi seluruh naskah mata

pelajaran.

4. Evaluasi prestasi belajar siswa hendaknya berdasarkan penilaian acuan kriteria (criterion-

referenced assessment), bukan penilaian acuan norma (norm-referenced assessment). Dengan

kata lain, penilaian menjurut kurikulum berbasis kompetensi hendaknya berdasarkan sejauh

mana siswa mencapai kompetensi yang ditetapkan secara nasional dalam kurikulum yang

berlaku, bukan berdasarkan tingkat kemampuan rata-rata siswa di sekolah atau wilayah

tertentu.

5. Penilaian kompetensi berbagai mata pelajaran sekolah dasar baik yang dilakukan guru maupun

yang dilakukan dalam ujian nasional sebaiknya lebih menekankan penilaian unjuk kerja, bukan

pengetahuan mata-mata pelajaran agar guru lebih terdorong menerapkan pendekatan belajar

aktif dalam implementasi kurikulum. Melalui cara ini, ada kesinambungan antara penerapan

belajar aktif dan penilaian. Sehingga seluruh siswa berhak naik kelas.

6. Pendekatan tematik diterapkan dari kelas I s.d. kelas VI.

Page 81: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

75

7. Jumlah hari efektif dalam satu tahun pelajaran adalah 200 hari efektif.

8. Pembagian waktu tahun pelajaran menggunakan sistem caturwulan. Roster pelajaran

hendaknya bersifat fleksibel sesuai dengan tuntutan kurikulum. Agar guru mampu menerapkan

pendekatan tematik (terintegrasi) dan pendekatan mata pelajaran dalam proses belajar-

mengajar, model-model roster yang menekankan pengembangan kemampuan membaca,

menulis, dan berhitung hendaknya diterapkan.

9. Perlu diberikan pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus pada SD biasa dengan

menerapkan standar penilaian yang sesuai dengan kekhususan anak.

10. Bahasa asing, seperti bahasa Inggris dapat dipilih sekolah berdasarkan pertimbangan manfaat

bagi anak didik dan sebaiknya diajarkan sejak kelas 1 , dan wajib mulai IV.

11. Pengembangan dan implementasi kurikulum hendaknya memperhatikan ciri-ciri perkembangan

anak usia SD.

12. Untuk Sejarah dalam IPS hendaknya lebih menekankan pengembangan keterampilan sejarah

(historical skills) daripada pengetahuan sejarah dan untuk Geografi dalam IPS hendaknya lebih

menekankan pengembangan keterampilan geografi (geographic skills) daripada pengetahuan

geografi.

13. Jam belajar kelas 1 dan 2 SD/MI hendaknya ditambah agar mendekati atau sama dengan jam

belajar kelas 3 s.d. kelas 6 SD/MI, karena waktu belajar kelas 1 dan 2 terlalu singkat sehingga

kurang efektif mengembangkan kemampuan baca-tulis-hitung sebagai alat untuk mempelajari

konsep ilmiah.

14. Materi konsep yang diambil dari mata pelajaran hendaknya berupa konsep esensial yang umum

dan mencakup banyak konsep kecil.

15. Model kurikulum berpusat kepada anak (child-centered).

16. Bahasa, matematika, dan teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat belajar (learning

tools) diajarkan tersendiri pula walaupun terintegrasi dalam pendekatan tematik.

17. Model kurikulum yang dikembangkan hendaknya masih berciri umum dan diberi ruang

kebebasan lebih besar bagi guru untuk membuat modifikasi, perubahan sesuai dengan konteks

di lapangan.

18. Perlu diterapkan peran guru fasilitator mata pelajaran atau bidang khusus (middle managers

atau middle leaders) di SD/MI.

19. Kepada guru hendaknya diberi kebebasan untuk mengembangkan bentuk silabus dan RPP

sesuai dengan kebutuhannya.

20. Model kurikulum yang dikembangkan hendaknya masih berciri umum dan diberi ruang

kebebasan lebih besar bagi guru untuk membuat modifikasi, perubahan, dan manuver dalam

Page 82: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

76

koridor yang disepakati dalam mengembangkan kurikulum sesuai dengan konteks dan

kebutuhan setempat serta mampu mengadopsi perkembangan baru dalam temuan ilmu dan

teknologi serta masalah yang berkembang yang mempengaruhi perkembangan anak. Untuk itu,

pola-pola matriks dalam penyusunan silabus dan pola narasi vertikal dalam penyusunan RPP

hendaknya tidak diwajibkan bagi seluruh guru di tanah air. Untuk itu, diberi kebebasan kepada

guru untuk mencari dan mencoba bentuk silabus dan RPP sesuai dengan tuntutan kreativitas

berpikir dan pemecahan masalah. Konsekuensinya, alat evaluasi standar isi hendaknya bersifat

fleksibel.

21. Perlu diterapkan peran guru fasilitator mata pelajaran atau bidang khusus (middle managers

atau middle leaders) yang bertanggung jawab mengembangkan kemampuan profesional rekan

sejawat melalui inhouse training dan cara peningkatan mutu guru lainnya.

22. Model rapor tidak diseragamkan, tetapi dikembangkan sendiri oleh sekolah agar laporan

kepada orang tua siswa mencakup banyak data yang berguna untuk kemajuan belajar anak.

23. School assembly diterapkan untuk melatih kompetensi siswa, misalnya dalam berpidato,

berdeklamasi, bernyanyi, bermain musik, bermain drama, menari, dan bercerita sekaligus

sebagai forum untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai religius, etika, budaya, dan sosial dalam

diri anak.

24. Memberikan pelayanan kepada siswa yang berkebutuhan khusus, seperti anak autis, anak yang

mengalami kesulitan perilaku dan sulit berkomunikasi, anak yang mengalami disleksia, anak

tunanetra, anak tunagrahita, anak tunarungu, dengan standar penilaian yang sesuai dengan

kekhususan anak.

25. Model kurikulum berpusat kepada anak (child-centered) sebagai perwujudan pandangan

konstruktivisme belajar, sesuai dengan karakeristik siswa, dan berbasis budaya dan alam.

Sekolah dasar hendaknya terfokus kepada peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan

berhitung (Calistung) melalui penekanan mata pelajaran bahasa dan matematika yang akan

berdampak terhadap meningkatnya seluruh prestasi siswa, termasuk pada mata-mata pelajaran

lain, jika kompetensi bahasa dan matematika diterapkan dan dikembangkan dalam kegiatan-

kegiatan mata-mata pelajaran lain. Selain itu, mata-mata pelajaran lain dilaksanakan dengan

penekanan kepada inkuiri (pencarian untuk menemukan), pemecahan masalah, dan kerja

praktik. Dengan kata lain, pendekatan belajar aktif tidak hanya dilaksanakan dalam mata

pelajaran bahasa dan matematika tetapi juga mata-mata pelajaran lain. Belajar aktif dilakukan

dengan menggabungkan kegiatan bermain dan belajar dengan lebih menekankan pendekatan

pedagogis daripada pengajaran.

Page 83: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

77

26. Sistem penilaian menganut penilaian acuan kriteria, bukan penilaian acuan norma. Dalam

pelaksanaan penilaian dikembangkan alat penilaian kompetensi yang mampu menilai ranah

kognitif, afektif, dan psikomotor secara terpadu. Guru tidak terlalu terbebani untuk

melaksanakan beragam tes eksternal tetapi sebaliknya guru membuat sendiri alat penilaian dan

lebih menekankan menggunakan umpan balik deskriptif daripada angka / nilai kuantitatif, dan

tidak saling membandingkan satu siswa dengan siswa-siswa lain. Hal ini membantu guru

terfokus kepada proses belajar-mengajar yang bebas dari rasa takut agar kreativitas dan sikap

berani mengambil risiko didorong. Guru memiliki kebebasan yang lebih nyata dalam

merencanakan waktu jika tidak terfokus kepada tes akhir semester atau ujian nasional.

27. Prinsip pengembangan kurikulum bukanlah memberikan ilmu kepada anak tetapi menggunakan

konsep-konsep ilmu yang relevan untuk mencapai tujuan sekolah dasar, seperti

berkembangnya berbagai kecerdasan anak, kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah,

serta sikap dan nilai-nilai religius, moral, sosial, dan budaya bangsa yang sesuai dengan taraf

perkembangan anak usia SD.

28. Kepala sekolah hendaknya menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah yang

tercermin pada karakteristik: memiliki visi yang jelas, mampu memimpin, transparan,

akuntabel, mampu mendorong staf guru, ada pembagian dan pendelegasian tugas, demokratis,

dan memiliki sense of teamwork dalam diskusi dan pengambilan keputusan, mampu bekerja

sama dengan orang tua siswa dan komite sekolah, menerapkan inhouse training secara berkala

dalam kontinuitas dan memanfaatkan akses pelatihan, studi banding, magang, dan studi lanjut

untuk mengembangkan kemampuan profesional guru.

Page 84: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

78

DAFTAR PUSTAKA

Andy Kirkpatrick (2010). “English as a Lingua Franca in ASEAN: A Multilingual Model”

(http://www.nus.edu.sg/nuspress/subjects/lit/978-9971-69-542-2.html)

Arikan, Arda (2011). “A Small-Scale Study of Primary School English Language Teachers' Classroom Activities and Problems”, Paper yang disajikan pada the International Conference on New Trends in Education and Their Implications, (http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/search/simpleSearch)

Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional (2010), Bahan Pelatihan Metodologi Belajar-Mengajar Aktif, Buku I: Panduan Pengembangan Pendekatan Belajar Aktif.

Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional (2010), Bahan Pelatihan

Metodologi Belajar-Mengajar Aktif, Buku II: Metodik Umum Pendekatan Belajar Aktif.

Belen, S .2008. ”Belajar aktif di sekolah: Mensinergikan otak kiri & otak kanan”, Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional ”Mendidik dengan Hati”, yang diselenggarakan Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia (APPI) di Jakarta, 30 November – 1 Desember 2007.

Belen, S. 2007. Kompetensi, Indikator & Penilaian dalam Belajar Aktif KTSP, Jakarta: Ditjen Manajemen Dikdasmen, Depdiknas.

Belen, S. 2009. Laporan Asesmen WVI SD dan MIS di Kecamatan Pulau Ternate dan Hiri, Ternate, Maluku Utara; Laporan Workshop Hasil Asesmen di Ternate, Jakarta: World Vision Indonesia (WVI).

Berk Laura E (1994). Child Development, Boston: Allyn and Bacon. Bill Robertson, “Critical Thinking Curriculum Model”, University of Texas at El Paso, Teacher

Education Department, Science & Technology Education.

Bredekamp Sue (1987). Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Program Serving Children from Birth Through Age 8, Washington DC.: NCTM. Buzan, Tony. 2003. Head First, Jakarta: Gramedia

Buzan, Tony. 2003. Head Strong, Jakarta: Gramedia

Buzan, Tony. 2005. Brain Child, Jakarta: Gramedia

CRI, Children Resource International, Washington DC, 2004

Cyprus Ministry of Education and Culture (2002). “Pilot Curriculum: English as a Foreign Language in Cyprus Primary School (Year 1 – 6)”, http://www.moec.gov.cy/dde/programs/oloimero/pdf/ curriculum_english.pdf

Departmenf for Education (2010). The Importance of Teaching, presented to Parliament by The

Secretary of State by Command of Her Majesty, November 2010

Page 85: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

79

Eric Digest. (2003). “TIMSS: What Have We Learned about Math and Science Teaching?”,

http://www.ericdigests.org/2003-1/timss.htmBottom of Form

Finch Andrew. (2008). “European Models of Language Learning: Implications for Asia and Korea”, Bristol University

Gamoran, Secada& Marrett. 1998; Brownstein 2001; Rhodes and Bellamy 1999) Lucas, Bill. 2006. Optimalkan Otak Anda, Jakarta: BIP.

Goos, Mieke; Van Damme, Jan; Onghena, Patrick; Petry, Katja (2011) dalam artikel “First-Grade Retention: Effects on Children's Actual and Perceived Performance throughout Elementary Education”. Society for Research on Educational Effectiveness. 2040 Sheridan Road, Evanston, IL 60208 (http://www.sree.org

Grantham, Madeline Kay (2000). “Impact of Small Class Size on Achievement”, http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/search/

Guardian.co.uk 19 April 2006. Home.ched.coventry.ac.uk Hoti Haenni dkk. (2011). “Introducing a Second Foreign Language in Swiss Primary Schools: The

Effect of L2 Listening and Reading Skills on L3 Acquisition, International Journal of Multilingualism, v8 n2 p98-116 2011, (http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/search/)

http://countrystudies.us/finland/54.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/Education_in_Brazil

http://en.wikipedia.org/wiki/Education_in_England

http://en.wikipedia.org/wiki/Education_in_Syria

http://en.wikipedia.org/wiki/Education_in_the_People%27s_Republic_of_China

http://en.wikipedia.org/wiki/Primary_education http://news.maars.net/blog/2011/05/20/teaching-english-at-primary-level-no-threat-to-local-

culture/

http://www.guardian.co.uk/education/2011/mar/08/japan-launches-primary-english-push

http://www.justlanded.com/english/Finland/Finland-Guide/Education/Schools-in-Finland

http://www.justlanded.com/english/France/France-Guide/Education/The-French-school-

system

http://www.schome.ac.uk/wiki/Education_system_in_South_Korea

Page 86: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

80

http://www.infoplease.com/world/statistics/school-years.html; Poindexter, Is there a national

standard for the number of school days per year?

http://ask.yahoo.com/20050509. html; Mark Hughes, School Years around the World: From

Australia to South Korea; Infloplease Website; Obama Proposes Longer School Day, Shorter

Summer Vacation

http://www.foxnews. com/politics/2009/09/27/obama-proposes-longer-school-day-shorter-

summer-vacation/

http: //en.wikipedia.org/wiki/Summer_vacation

http://en.wikipedia.org/wiki/Academic_term)

Hurlock Elizabeth B. (1978). Perkembangan Anak, Alih Bahasa Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih, Jakarta: Erlangga, 1978). Inger Lindberg (2008). “Multilingual Sweden – Educational Perspectives”, Macquarie University

2008-03-26, Inger Lindberg, Gothenburg University

Kavli Anne-Berit (2008), “Policy Impact of PIRLS 2006 in Norway”, IEA General Assembly, Berlin 2008

Kyung-Suk Chang (2007). “Status and Function of English as a Language of International / Intercultural Communication in Korea”, Korea Institute for Curriculum and Evaluation.

Marzano, Robert J & Kendall, John S .1996. A Comprehensive Guide to Designing Standards-Based Districts, Schools, and Classroonms, Virginia: ASCD & Colorado: McRel

Max de Lotbinière (2006). “English lessons in Japan's primary schools spark backlash” pada Guardian Weekly, 7 April 2006, guardian.co.uk © Guardian News and Media Limited 2011

McKinsey, September 2007, The STEM Programme, John Holman, National STEM Director, DCSF/ DIUS, National Science Learning Centre, University of York.

National Institute for Educational Research(NIER) .1999. An International Comparative Study of School Curriculum, Tokyo : NIER

Nunan David (2003). “The Impact of English as a Global Language on Educational Policies and Practices in the Asia-Pacific Region”, The University of Hong Kong, TESOL Quaterly, Vol. 37 No. 4, Winter 2003.

Pimpii (2011). ”Negara Mana yang Kualitas Pendidikannya Terbaik Dunia?” dalam MOTIVASI, 2

April 2011

PISA 2009 Executive Summary; http://www.pisa2006.helsinki.fi/

Prashnig, Barbara. 2007. The Power of Learning Styles, Bandung: Kaifa

Primary Education, http://www.aussieeducator. org.au/education/levels/primary.html#tbt

Page 87: NASKAH AKADEMIKkurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum/data/data/1 Jenjang Kurikulum/… · Bab I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 6 C. Fungsi 7 D. Cakupan Naskah Akademik

81

Project Maths – improving understanding, Bill Lynch, NCCA, Mathematics Symposium – 2 Feb 2010.

Pusat Kurikulum Balitbang Depdikbud. 1995. Pengembangan Sistem Pembinaan Profesional dan Cara Belajar Siswa Aktif, Jakarta. Pusat Kurikulum.

Pusat Kurikulum, Belen, S (Ed). 2007. Kurikulum Masa Depan: Mengandalkan Kreativitas, Jakarta. Pusat Kurikulum.

Pusat Kurikulum. 2007. Makalah-makalah untuk ”Seminar Kurikulum Masa Depan, yang diselenggarakan Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas di Cisarua, Bogor, 13 – 15 Maret 2007.

Subekti Sri Purnami (1995). Kurikulum: Pengantar untuk Kurikulum Kreatif dan Praktik Seusai Perkembangan, Jakarta: PT Guna Wydia. TDSB Specialized Programs, A Summary of the Options (www.toredu.org).

Teachers.tv website: Berbagai video tentang proses belajar-mengajar di sekolah dasar yang berciri belajar aktif, brain-based learning, pendekatan tematik, school assembly, dan pengembangan kemampuan profesional guru.

The Curriculum: models, ESP311 – Human Movement Pedagogy 2

The Dutch Ministry of Education, Culture & Science (Ministerie van Onderwijs, Cultuur en Wetenschap), Education and Schooling in the Netherlands, http://southholland.angloinfo.com/ countries/ holland/schooling.asp

TIMMS test results spark controversy. (2008). http://mwalker.com.au/?p=386

Trends in International Mathematics and Science Study, From Wikipedia, the free encyclopedia

Ubrecht Gordon J , “TIMSS: What Lessons to Learn?”, http://www.physics.ohio-state.edu/~aubrecht/TIMMS.html

Wang Jing (2005). “Curriculum Reform of Elementary Education in China”, 2005/09/29, China Features, http://www.chinese-embassy.org.uk/eng/zt/Features/t214562.htm

www. home.ched.coventry.ac.uk

www.connect.educause.edu

www.home.ched.coventry.ac.uk

Young, M. & Leney, T. (1997) From A-levels to an Advanced Level Curriculum of the Future in Hodgson, A. & Spours, K. (eds) (1997) Dearing and Beyond. London: Kogan Page; Marsh, C.J. (1997) Perspectives: Key concepts for understanding curriculum 1. London: Falmer Press); Bates I, Bloomer M, Hodkinson P & Yeomans D (1998) “Progressivism and the GNVQ: context ideology and practice” Journal of Education and Work, 11, 22, 109-25); Neary, M. (2002) Curriculum Studies in Post-Compulsory and Adult Education. Cheltenham: Nelson-Thornes. Chapter 3.