Munculnya Arsitektur Kontainer di Makassar dan Sekitarnya ... fileyang benar-benar berusaha lepas...

10
Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 3, B007-016, Oktober 2018 https://doi.org/10.32315/sem.3.b007 Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | B 007 Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin ISBN 978-602-51605-3-0 E-ISBN 978-602-51605-4-7 Munculnya Arsitektur Kontainer di Makassar dan Sekitarnya, “Manifesto” Arsitektur Hijau? Afifah Harisah Teori dan Sejarah Arsitektur, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Korespondensi: [email protected] Abstrak Setelah turunnya Presiden Soeharto di tahun 1997, era reformasi di Indonesia mengalami berbagai macam aliran dan nuansa arsitektur yang berbeda dengan sebelumnya yang lebih didominasi karakter kedaerahan pada bangunan-bangunan pemerintahan, arsitektur Jawa di bangunan- bangunan masjid Pancasila, dan arsitektur modern di bangunan-bangunan komersil. Aliran dan nuansa arsitektur pasca Soeharto yang cukup fenomenal adalah arsitektur bergaya minimalis di rumah-rumah tinggal. Selain itu situasi masa reformasi ini juga menciptakan kebebasan berekspresi yang benar-benar berusaha lepas dari aliran-aliran dan nuansa-nuansa arsitektur yang terjadi sebelumnya, termasuk arsitektur kontainer atau arsitektur kargo yang akhir-akhir ini banyak bermunculan, serta dalam waktu yang hampir bersamaan diberlakukannya peraturan mengenai gedung hijau. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi latar belakang munculnya arsitektur kontainer di Makassar dan sekitarnya, seperti apa komposisi ruang dan bentuknya, dan apakah bisa dikategorikan sebagai arsitektur hijau. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan menggunakan metode pengumpulan data: survei lapangan, pengamatan, wawancara informal, dan eksplorasi informasi di internet. Hasilnya menunjukkan bahwa alasan mendasar digunakannya atau munculnya arsitektur kontainer adalah karena mengikuti trend, lebih murah, dan lebih unik bila dibandingkan menggunakan arsitektur dari tembok biasa atau beton. Semua komposisi ruang dan bentuk dari kontainer tersebut dimodifikasi dengan berbagai cara seperti addisi/penambahan, kumulasi/penumpukan, friksi/pergeseran, fusi/penyatuan, perforasi/perlubangan, interpolasi/penyisipan, kombinasi, pemilahan, dan dekomposisi/penguraian. Selain itu dapat sampel- sampel bangunan kontainer yang ada memiliki karakteristik arsitektur hijau, meskipun tidak secara utuh. Kata-kunci : arsitektur kontainer, komposisi kontainer, arsitektur hijau Pendahuluan Era revolusi industri yang ditandai berlimpahnya bahan baku untuk bangunan, telah mendorong terjadinya pembangunan besar-besaran yang cenderung tidak terkendali dalam penggunaan bahan bangunan. Eksploitasi alam untuk bahan bangunan telah banyak menimbulkan kerusakan lingkungan dimana-mana. Pasca revolusi industri, para arsitek mulai memikirkan penggunaan bahan-bahan bangunan yang bisa digunakan kembali ataupun daur ulang, ini terjadi karena sudah memikirkan bahwa bahan bangunan pada dasarnya tersedia secara terbatas di alam. Ini ditandai dengan penggunaan beton daur ulang, besi bekas dan lainnya, termasuk penggunaan atap mobil tua dalam Drop City oleh Steve Baer (https://en.wikipedia.org/wiki/Steve_Baer) di tahun 1960-an.

Transcript of Munculnya Arsitektur Kontainer di Makassar dan Sekitarnya ... fileyang benar-benar berusaha lepas...

Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 3, B007-016, Oktober 2018 https://doi.org/10.32315/sem.3.b007

Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | B 007 Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin ISBN 978-602-51605-3-0 E-ISBN 978-602-51605-4-7

Munculnya Arsitektur Kontainer di Makassar dan Sekitarnya, “Manifesto” Arsitektur Hijau?

Afifah Harisah

Teori dan Sejarah Arsitektur, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Korespondensi: [email protected]

Abstrak Setelah turunnya Presiden Soeharto di tahun 1997, era reformasi di Indonesia mengalami berbagai macam aliran dan nuansa arsitektur yang berbeda dengan sebelumnya yang lebih didominasi karakter kedaerahan pada bangunan-bangunan pemerintahan, arsitektur Jawa di bangunan-bangunan masjid Pancasila, dan arsitektur modern di bangunan-bangunan komersil. Aliran dan nuansa arsitektur pasca Soeharto yang cukup fenomenal adalah arsitektur bergaya minimalis di rumah-rumah tinggal. Selain itu situasi masa reformasi ini juga menciptakan kebebasan berekspresi yang benar-benar berusaha lepas dari aliran-aliran dan nuansa-nuansa arsitektur yang terjadi sebelumnya, termasuk arsitektur kontainer atau arsitektur kargo yang akhir-akhir ini banyak bermunculan, serta dalam waktu yang hampir bersamaan diberlakukannya peraturan mengenai gedung hijau. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi latar belakang munculnya arsitektur kontainer di Makassar dan sekitarnya, seperti apa komposisi ruang dan bentuknya, dan apakah bisa dikategorikan sebagai arsitektur hijau. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan menggunakan metode pengumpulan data: survei lapangan, pengamatan, wawancara informal, dan eksplorasi informasi di internet. Hasilnya menunjukkan bahwa alasan mendasar digunakannya atau munculnya arsitektur kontainer adalah karena mengikuti trend, lebih murah, dan lebih unik bila dibandingkan menggunakan arsitektur dari tembok biasa atau beton. Semua komposisi ruang dan bentuk dari kontainer tersebut dimodifikasi dengan berbagai cara seperti addisi/penambahan, kumulasi/penumpukan, friksi/pergeseran, fusi/penyatuan, perforasi/perlubangan, interpolasi/penyisipan, kombinasi, pemilahan, dan dekomposisi/penguraian. Selain itu dapat sampel- sampel bangunan kontainer yang ada memiliki karakteristik arsitektur hijau, meskipun tidak secara utuh.

Kata-kunci : arsitektur kontainer, komposisi kontainer, arsitektur hijau

Pendahuluan

Era revolusi industri yang ditandai berlimpahnya bahan baku untuk bangunan, telah mendorong terjadinya pembangunan besar-besaran yang cenderung tidak terkendali dalam penggunaan bahan bangunan. Eksploitasi alam untuk bahan bangunan telah banyak menimbulkan kerusakan lingkungan dimana-mana. Pasca revolusi industri, para arsitek mulai memikirkan penggunaan bahan-bahan bangunan yang bisa digunakan kembali ataupun daur ulang, ini terjadi karena sudah memikirkan bahwa bahan bangunan pada dasarnya tersedia secara terbatas di alam. Ini ditandai dengan penggunaan beton daur ulang, besi bekas dan lainnya, termasuk penggunaan atap mobil tua dalam Drop City oleh Steve Baer (https://en.wikipedia.org/wiki/Steve_Baer) di tahun 1960-an.

Munculnya Arsitektur Kontainer di Makassar dan sekitarnya, “Manifesto” dari Arsitektur Hijau?

B 08 | Prosiding Seminar Archimariture IPLBI

Di dunia, studi penggunaan kontainer sebagai bahan bangunan sudah diwacanakan di Amerika Serikat tahun 1977 untuk bangunan militer (https://en.wikipedia.org/wiki/Shipping_container_architecture). Di Makassar dan sekitarnya, penggunaan kontainer untuk arsitektur baru mulai menjadi trend beberapa tahun terakhir. Diperkirakan penggunaannya sebagai bangunan yang dimodifikasi mulai dilakukan di sekitar tahun 2014, tetapi fenomenanya menjadi semakin mengemuka sekitar tahun 2017. Jika di luar negeri penggunaan kontainer untuk arsitektur lebih banyak untuk rumah tinggal dan apartemen, maka di Makassar dan sekitarnya, penggunaan kontainer untuk arsitektur saat ini justru lebih banyak untuk fungsi-fungsi selain rumah tinggal seperti restoran, kafe, gudang, kantor, direksi keet, ataupun semacam rumah jaga, dan kiosk (lihat contoh gambar 1).

Arsitektur Kontainer & Relasinya dengan Arsitektur Hijau

Selain arsitektur kontainer yang baru menjadi trend di Makassar, muncul juga perbincangan hangat mengenai arsitektur hijau, hal ini tentu menghadirkan nuansa yang berbeda di Makassar. Selain itu, bangunan gedung hijau mulai diatur di Indonesia lewat peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia nomor 02/PRT/M/2015 tentang bangunan gedung hijau dan bahkan mulai diterapkan di Makassar (contoh Nipa Mall di jalan Urip Sumoharjo Makassar). Dalam peraturan tersebut terdapat aturan di Bab II pasal b, c, dan, d tentang (b) pengurangan penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material, air, sumber daya alam maupun sumber daya manusia (reduce); (c) pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun non-fisik; dan (c) penggunaan kembali sumber daya yang telah digunakan sebelumnya (reuse). Nampaknya peraturan tersebut sejalan dengan munculnya arsitektur kontainer, yang tentu saja penggunaannya kembali berarti mereduksi penggunaan sumber daya alam, mengurangi limbah, dan menggunakan kembali sumber daya yang sudah digunakan sebelumnya.

Hal-hal lain yang menjadikan kontainer menjadi menarik untuk digunakan di arsitektur adalah karena umumnya tidak memerlukan Izin Membangun Bangunan (IMB) terutama jika bangunannya sederhana saja, waktu untuk konstruksi sangat cepat hanya hitungan hari (tergantung tingkat kerumitan modifikasinya). Perawatan tergolong murah karena materialnya sudah anti karat, selain itu harga lebih murah karena merupakan barang bekas, dan jika konstruksinya sederhana dapat dipindah-pindahkan, bila diperlukan, dan yang lebih penting efisien dalam penggunaan ruang (Prawata, 2012, & Al-Obaidi, 2015).

Gambar 1. Kiosk Quick Chiken di Jalan Hertasning, Makassar

Afifah Harisah

Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | B 09

Selanjutnya bila diteliti lebih jauh, umumnya kontainer hanya bisa bertahan 10 sampai 30 tahun, dan dapat lebih dari itu bila terpelihara (Radwan A.H., 2015), sumber lain menyebutkan bahkan dapat mencapai 50 tahun (Al-Obaidi, 2015). Selain itu, agar nyaman terutama untuk daerah tropis lembab yang panas harus diinsulasi bagian dalamnya, dan tentu saja berarti memerlukan biaya tambahan (Robinson A. & Swindells T., 2012). Selain material yang harus hijau, penggunaan energi apakah hemat atau tidak sangat bergantung juga kepada komposisi bentuknya, jadi ada kemungkinan tidak sejalan dengan karakteristik bangunan hijau karena itu diperlukan studi awal untuk setiap sampel, apakah memiliki muatan/karakteristik arsitektur hijau atau tidak. Berikut ini ukuran kontainer yang beredar di pasaran. Untuk Indonesia yang sering digunakan untuk dijadikan bangunan adalah yang 20 feet dan 40 feet.

Tabel 1. Ukuran Kontainer yang ada di Pasaran

Model Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m)

Volume (m3)

Ukuran dalam

Ukuran luar

Ukuran dalam

Ukuran luar

Ukuran dalam

Ukuran luar

20 feet 5, 898 6,058 2,352 2,438 2,385 2,591 33,1 40 feet 12,032 12,192 2,352 2,438 2,385 2,591 67,5 40 feet high cube

12,032 12,192 2,352 2,438 2,698 2,896 76,2

45 feet high cube

13,556 13,716 2,352 2,438 2,698 2,896 86,1

Sumber: Evergreen Marine Corp. dalam Al-Obaidi, dan http://kontainermodifikasi.com/2018/03/12/jual-container-kantor-di-makassar/

Dalam pembahasan ini, bukti-bukti lapangan yang berupa populasi arsitektur kontainer yang berhasil dieksplorasi terdiri dari: 1) Kafe Liberica di Boto Lempangan, 2) Kafe Kontainer di jalan Raya Baruga Antang, 3) Kafe Soto Ayam Lamongan Cak Har di jalan Perintis Kemerdekaan, 4) Kantor penjualan mobil bekas Bidwin di jalan Hertasning Baru, 5) Gudang Bosowa di jalan Urip Sumiharjo, 6) Cabin Campus Canteen di UMI jalan Urip Sumoharjo, 7) Urbanist Box di jalan Pelita, 8) OTW Kafe di jalan Hertasning Lama, 9) Kantin Sarjana di Unhas, dan 10) Quick Chiken (ini terdapat di beberapa lokasi yaitu di jalan urip Sumoharjo, Hertasning Baru, dan sekitar Kota Makassar). Sampel yang diambil adalah Liberica, Kafe Kontainer Baruga/Taman Kuliner, Cabin Campus Canteen, Urbanist Box, dan OTW Kafe. Pemilihan ini didasarkan pada variasi komposisi kontainer, fungsinya, dan kombinasinya dengan material bangunan lainnya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survei lapangan, pengamatan/observasi, dan wawancara informal kepada pengelola kontainer.

Pembahasan

1. Kafe Liberica

Kafe ini didirikan tahun 2014, lebih mirip restoran karena pada perkembangannya juga menyediakan makanan berat. Kafe terdiri dari dua lantai yang cukup besar dengan aktifitas yang beragam di dalamnya. Kafe ini terdiri dari bagian indoor yang menggunakan kombinasi pencahayaan buatan dan alami terdiri dari ruang saji, ruang makan/minum, dapur, mushallah, toilet, dan gudang. Sedangkan bagian outdoor (yang diperuntukkan untuk perokok) hanya khusus untuk ruang makan pengunjung. Struktur bangunan terdiri dari kontainer-kontainer yang ditumpuk kemudian dimodifikasi dengan struktur atap yang menggunakan bahan dari baja yang cukup tinggi sehingga terasa tidak panas di siang hari. Selain itu bangunan kontainer juga dikombinasi dengan struktur tembok bata di bagian belakang.

Munculnya Arsitektur Kontainer di Makassar dan sekitarnya, “Manifesto” dari Arsitektur Hijau?

B 010 | Prosiding Seminar Archimariture IPLBI

Bila diamati lebih jauh komposisi bentuk dan ruang dari kontainer berbentuk huruf U menyamping dengan penambahan di bagian belakang. Kontainer mengalami modifikasi pada dinding bagian samping dan pada bagian-bagian tertentu ditambahkan dengan jendela dan pintu dengan kuseng alumunium kaca yang masif/kaca mati, sehingga ada cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Meskipun demikian interiornya umumnya menggunakan tambahan pencahayaan buatan berwarna kuning di siang hari sehingga boros energi. Warna hitam pekat menyebabkan warna ruang agak gelap dan temaram meskipun terlihat artistik. Lantai bangunan ada yang dilapisi material tegel dan kayu.

Kontainer disusun menumpuk dengan cara melakukan pergeseran di bagian atas sehingga membentuk kantilever. Selain itu disisipkan jalur sirkulasi di bagian atas tengah sehingga seperti bangunan yang berteras. Kontainer dinaungi struktur baja yang tinggi sehingga kesannya kokoh. Beberapa bagian ruang menggunakan penghawaan buatan padahal bisa dibuat perlubangan di dinding supaya efisien energi untuk memasukkan udara. Adapun alasan mendasar digunakannya kontainer karena lebih murah dan lebih unik/artistik.

2. Taman Kuliner Baruga

Kafe ini diresmikan tanggal 28 Mei 2017, bangunan satu lantai terdiri dari tiga bagian: kiosk-kiosk yang berupa kontainer-kontainer dicat dengan warna-warna terang: biru, hijau, merah, dan kuning sehingga kesannya hidup/ramai. Tempat makan berupa bangku-kursi yang bertenda kecil dan besar di bawah pepohonan yang rindang serta panggung atau stage yang juga terdiri dari kontainer besar yang diubah menjadi panggung pertunjukan. Lantai ruang makannya menggunakan paving block sehingga dapat meresapkan air hujan.

Gambar 2. Kiri: Lokasi dari Liberica (sumber: Google maps, 2018), kanan: Liberica dilihat dari depan, teras depan, belakang, teras tengah, interior bagian depan, dan tempat pengolahan makanan dan minuman, 2018.

Afifah Harisah

Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | B 011

Kiosk-kiosk diatur miring-tegak lurus dan berorientasi ke tempat makan sedemikian sehingga membentuk komposisi kotak dimana di depannya adalah tempat makan dan panggung untuk hiburan. Terdapat 15 kontainer yang difungsikan sebagai dapur, jadi sistemnya food court yang menjual berbagai makanan dan minuman lokal dan populer.

Setiap kontainer terdiri dari satu atau dua stand, yang mengalami modifikasi dengan cara perforasi/perlubangan, yaitu membuat lubang jendela yang dapat dibuka dan ditutup secara horizontal. Tujuannya adalah agar konsumen yang datang dapat memesan makanan ke masing-masing stand yang telah disediakan. Bangunan kontainer tidak memerlukan pencahayaan buatan di siang hari sehingga hemat energi. Kelemahannya terletak pada tempat makannya sebagian tidak terlindung dari air hujan, terutama bila hujan deras. Adapun alasan pemilihan kontainer ini karena lebih praktis dan lebih murah, serta sedang menjadi trend.

3. Cabin Campus Canteen UMI

Bangunan ini merupakan bangunan dua lantai, terdiri dari tujuh kontainer yang dibangun dalam waktu hanya 45 hari, diresmikan tanggal 17 Juni 2017, menggunakan warna dominan oranye yang sangat terang yang dipadukan dengan warna putih. Fungsi bangunan adalah multi fungsi, bagian bawah digunakan untuk kantin dan tempat berkumpul, bagian atas digunakan untuk tempat kerja, dan tempat bermusik, tempat pameran, dan juga tempat berkumpul mahasiswa.

Lokasi bangunan diapit bangunan berlantai yang lebih tinggi, sehingga praktis berada di daerah bayang-bayang, artinya tidak begitu panas kecuali jika matahari tepat berada di atas bangunan. Lansekap bangunan ditata minimalis dengan sentuhan rumput hijau dan pohon yang cukup tinggi sehingga menambah karakteristik hijaunya. Lantai luar bangunan sebagian tidak meresapkan air hujan, dan sebagian yang lain masih menggunakan paving block sehingga masih bisa meresapkan air.

Gambar 3. Kiri: Lokasi dari Taman Kuliner Baruga (sumber: Google maps, 2018), kanan: searah putaran jam, tampak Taman Kuliner Baruga, diantara pepohonan yang teduh, 2018.

Munculnya Arsitektur Kontainer di Makassar dan sekitarnya, “Manifesto” dari Arsitektur Hijau?

B 012 | Prosiding Seminar Archimariture IPLBI

Konfigurasi kontainer menggunakan sistem tumpuk dan dengan cara friksi atau pergeseran dengan cara miring terhadap kontainer di bawahnya sehingga sebagian kontainer seperti kantilever. Komposisinya ini menyebabkan ruang-ruang yang tercipta di dalamnya terutama di lantai atas terkesan sempit di bagian depan, tetapi meluas di bagian belakang.

Bangunan mengandalkan penghawaan dan pencahayaan alami di beberapa bagian. Selain itu bagian tengah bangunan menggunakan atap di sebagian kontainer sehingga menciptakan ruang yang cukup sejuk meskipun di siang hari. Adapun alasan pemilihan kontainer ini karena murah, praktis, unik, dan menghadirkan nuansa yang berbeda bila dibandingkan dengan bangunan beton, serta mencerminkan dinamika anak muda.

4. Urbanist Box

Bangunan ini diresmikan tanggal 8 Juli 2017 dengan pangsa pasar anak muda sebagai tempat nongkrong. Bangunan terdiri dari dua lantai dengan konsep Pujasera atau food court sebagai fungsi utamanya, selain itu terdapat juga working space atau tempat kerja bagi pengunjung di bagian atas. Terdapat tujuh kontainer di dalamnya yang berfungsi sebagai stand dan sekaligus tempat pengolahan makanan dan minuman. Menggunakan material bangunan yang beragam dari kontainer, batu bata, beton bertulang, tripleks dan baja, sehingga berkesan ramai dan unik.

Bagian lansekap bangunan ditata dengan sangat sederhana, tanpa pepohonan. Jumlah ruang untuk parkir juga sangat terbatas. Lantai parkir disemen sehingga tidak bisa meresapkan air hujan. Hal yang sama terjadi pada bagian tengah bangunan yang terbuka. Ini tentu mengurangi karakteristik kehijauannya.

Gambar 4. Kiri: Lokasi CCC Umi (sumber: Google maps, 2018), kanan: searah putaran jam, tampak depan, tampak samping kanan dan kiri, serta tampak belakang CCC Umi, 2018

Afifah Harisah

Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | B 013

Komposisi bangunan berbentuk kotak dengan lubang di tengah yang merupakan area tempat duduk, area ini mengandalkan penghawaan dan pencahayaan alami terutama di siang hari. Ini tentu menambah kehijauan dari bangunan kontainer ini, karena hemat energi. Sistem struktur yang digunakan tidak murni kontainer saja, telah mengalami modifikasi di bagian-bagian tertentu seperti adanya kumulasi/penumpukan, fusi/penyatuan, perforasi/perlubangan, dan interpolasi/penyisipan dengan mengganti dinding kontainer dengan bahan lain seperti batu-bata dan kayu, bahkan ada yang mengalami pelepasan dinding atau dekomposisi/penguraian di bagian stage-nya sehingga kesannya terbuka.

Hal yang menarik lainnya adalah sebagian furniturnya seperti meja dan kursinya juga dari bahan-bahan bekas seperti drum yang berfungsi sebagai meja yang dicat dengan warna terang dan dimodifikasi dengan plastik. Selain itu kontainer diatapi agak tinggi dari dinding sehingga udara mengalir di bawah atap, dengan demikian ruang yang ada dibawahnya tidak terlalu panas. Adapun alasan pemilihan material kontainer ini karena lebih murah dan praktis, cocok untuk gelora anak muda.

5. OTW Food Street

OTW Food Street didirikan akhir tahun 2017. Strukturnya merupakan kombinasi antara 4 kontainer dengan struktur beton, dan atap dari bahan spandek. Berbeda dengan bangunan kafe dan restoran sebelumnya. Bangunan OTW Street Food ini tidak menggunakan sistem food court, lebih mirip konsep restoran, dimana makanan disiapkan secara terpusat untuk di dalam bangunan. Ruang terdiri dari event area, mushallah, meeting room, ruang makan, dapur, dan kasir. Di bagian luar bangunan terdapat kiosk yang juga menyediakan makanan yang berbeda dengan yang di dalam bangunan. Penataan lansekap sangat sederhana, yaitu tersedia ruang parkir dengan lantai dari paving block, sehingga air masih bisa meresap ke dalam tanah.

Gambar 5. Kiri: Lokasi dari Urbanist Box (sumber: Google maps, 2018), kanan: searah putaran jam, tampak depan Urbanist Box, tampak interior yang berupa stage, ruang makan, dan food courtnya, 2018.

Munculnya Arsitektur Kontainer di Makassar dan sekitarnya, “Manifesto” dari Arsitektur Hijau?

B 014 | Prosiding Seminar Archimariture IPLBI

Komposisi bangunannya berbentuk T, sedangkan kontainernya dari luar berbentuk L, adapun bagian dalam terdapat ruang kontainer yang dimodifikasi dengan cara memperluasnya untuk keperluan ruang meeting, dan atau ruang untuk ulang tahun, atau perayaan lainnya. Sistem struktur yang digunakan tidak murni kontainer saja, tetapi juga melakukan modifikasi di bagian lain seperti adanya kumulasi/penumpukan, friksi/pergeseran, fusi/penyatuan, perforasi/perlubangan, dan interpolasi/penyisipan, bahkan dekomposisi atau penguraian sehingga tidak lagi didasarkan pada dimensi kontainer.

Pencahayaan interior bangunan dibantu dengan pencahayaan buatan dan penghawaan buatan seperti lampu dan kipas angin. Beberapa bagian ruangan gelap, meskipun telah dibantu pencahayaan buatan. Atap bangunan dari spandek menaungi kontainer dan terdapat celah antara kontainer dengan atap, karena atapnya dipasang cukup tinggi sehingga tidak terasa panas. Selain itu tempat makannya yang unik dari bekas mesin jahit singer sehingga menambah nilai hijau dari bangunan ini. Adapun alasan pemilihan material untuk bangunan ini karena praktis, murah, mudah dimodifikasi dengan material lainnya serta bisa menyelamatkan lingkungan.

Dari berbagai sampel di atas, bila dilakukan penilaian lebih jauh dengan cara menganalisis karakteristik kehijauan bangunan-bangunan kontainer tersebut berdasarkan Burcu dan Asikin, yang terdiri dari 12 poin (dicampur), maka hasilnya dapat dilihat di tabel 2. Di tabel tersebut bangunan kontainer yang karakteristiknya paling hijau adalah Taman Kuliner Baruga dan Urbanist Box. Sementara yang paling kurang karakteristik hijaunya adalah Kafe Liberica. Hal ini terjadi karena Kafe Liberica menggunakan energi secara kurang efisien, lampunya pun bukan yang hemat energi, dan dindingnya yang berwarna hitam itu cenderung menyerap cahaya sehingga menggunakan banyak lampu supaya ruangan-ruangannya lebih terang.

Perlu pula dipertegas di sini bahwa semua bangunan kontainer memiliki muatan/karakteristik arsitektur hijau tetapi ada yang lemah, hanya memenuhi beberapa poin saja, adapula yang kuat. Di Poin 9 tabel 2, informasi sulit untuk ditelusuri karena tak ada informan yang mengetahui persis cara pengambilan kayunya. Di Poin 10 tidak ada sampel yang memenuhi, karena memang bukan merupakan bangunan tua yang bisa diadaptasi kembali tetapi merupakan kargo/kontainer atau tempat barang bekas yang dijadikan hunian.

Gambar 6. Kiri: Lokasi OTW Café (sumber: Google maps, 2018), kanan: Searah putaran jam, tampak depan OTW Street Food, interior tempat makan, ruang meeting, dan enterance dilihat dari dalam, 2018.

Afifah Harisah

Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | B 015

Tabel 2. Analisis Karakteristik Kehijauan Arsitektur Kontainer di Makassar

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan mendasar digunakannya arsitektur kontainer adalah karena mengikuti trend, lebih murah, lebih praktis, dan lebih unik/artistik, serta lebih mencerminkan generasi muda saat ini, bila dibandingkan menggunakan arsitektur dari tembok biasa atau beton. Komposisi ruang dan bentuknya seluruhnya mengalami modifikasi, selain itu tidak sepenuhnya bisa dikelompokkan ke dalam arsitektur hijau, tetapi indikasi hijaunya ada yang kuat adapula yang lemah.

Daftar Pustaka

Asikin, D., Handajani, R.P., Pamungkas, S.T., dan Razziati, H.A. (2013). Identifikasi Konsep Arsitektur Hijau di Permukiman DAS Brantas Kelurahan Penanggungan Malang. Jurnal Ruas Volume 11 no 1 Juni. ISSN 1639-3702, Malang, Indonesia. Erdiono D. (2009) Komunikasi Singkat, Arsitektur Hijau: Arsitektur Ramah Lingkungan. Ekoton Vo.9. No 1:73-77 April, ISSN 1412-3487, PPLH-SDA, Lembaga Penelitian, Universitas Sam Ratulangi, Manado, Indonesia. Robinson, A. dan Swindells, T. (2012). Customized Container Architecture. ACSA Fall Conference, Philadelhia. Al-Obaidi, K. (2015). Container Architecture in The Hot-Humid Tropics: Potential and Constrains. Proceeding of the 4th ICERT (International Conference on Environmental Research and Technology), Exploring the Frontiers in Environmental Science, 27-29 May, Park Royal, Penang Resort Malaysia. Ragheb, A., ll-Shimy, H., dan Ragheb G. (2016), Green Architecture, A Concept of Sustainability, Procedia Journal, Social and Behavioral Science, 216 p.778-787, www.sciencedirect.com Elsiever.

No

Contoh Kasus-

Kasus

Karakteristik Kehijauan berdasarkan Burcu (2015) & Asikin (2013)

(Sumber: Ragheb dkk, 2016, Asikin dkk, 2013)

Uraian Kasus

1 Kafe Liberica

1. Sistem ventilasi didesain untuk efisien dalam mendinginkan dan memanaskan bangunan.

2. Sistem pencahayaannya efisien energi begitu juga lampunya.

3. Perlengkapan pipa hemat air. 4. Lansekap direncanakan untuk

memaksimalkan penggunaan energi surya secara pasif, dan resapan air tanah

5. Kerusakan minimal terhadap habitat alami, reduce

6. Menggunakan sumber energi alternatif 7. Material bukan sintetis, tidak beracun 8. Menggunakan kayu dan batu lokal 9. Kayu dipanen secara bertanggung-

jawab 10. Penggunaan kembali secara adaptif

bangunan tua 11. Mengkonsumsi bahan secara minim

(reuse, recycle, reduce) 12. Penggunaan ruang yang efisien

1.Hanya sebagian saja, 2. Menggunakan lampu di siang hari, 3.ya, 4.Sebagian saja, 5.Habitat asli sudah tak ada, sebagian saja 6. Energi sangat tergantung pada minyak bumi, 7.sebagian sintetis, 8.ya, 9.Tidak diketahui, 10.Bangunan baru dari bahan bekas, dan bahan baru lainnya 11. ya, 12. ya. Total “ya”= 4 poin

2 Taman Kuliner Baruga

1.ya, 2.ya, 3.ya, 4.ya, 5.ya, Habitat asli lebih dihijaukan, 6.ya, 7.sebagian sintetis, 8.ya, sebagian saja 9.Tidak diketahui, 10.Bangunan baru dari bahan bekas, 11. ya, 12. Total “Ya”=9 poin

3 Cabin Campus Canteen UMI 8

1.Ventilasi alami & buatan, 2.ya, 3.ya, 4.ya (sebagian saja), 5.ya, 6.ya, 7.sebagian sintetis, 8.ya, sebagian saja 9.Tidak diketahui, 10.Bangunan baru dari bahan bekas, 11. ya, 12. Ya. Total “ya” =8 poin

4 Urbanist Box 9

1.ya, 2.ya, 3.ya, 4.ada ya & tidak, 5.ya, 6.ya, 7.sebagian sintetis, 8.ya, 9.Tidak diketahui, 10.Bangunan baru dari bahan bekas, 11. ya, 12. Ya. Total “ya” = 9 (8,5)

5 OTW Food Street 8

1.ya, 2.kurang efisien, 3.ya, 4.sebagian, 5.ya, 6.ya, 7.sebagian sintetis, 8.ya, 9.Tidak diketahui, 10.Bangunan baru dari bahan bekas dan bahan baru lainnya, 11. ya, 12. Ya, Total “ya”=8 poin

Munculnya Arsitektur Kontainer di Makassar dan sekitarnya, “Manifesto” dari Arsitektur Hijau?

B 016 | Prosiding Seminar Archimariture IPLBI

Prawata, A. (2012), Rancangan Berkelanjutan Rumah Kargo Kontainer dengan Sistem Modular di Jakarta Utara, Comtech Vol 3 No 2 Desember, ISSN: 1007-1013. Moore, C.M., Yildirim, S.G., dan Baur, S.W. (2015). Educational Adaptation of Cargo Container Design Features. ASEE Zone III Conference, American Society for Engineering Education. Prawibawa, P.D.L., dan Happy Ratna Sentosa. (2015). Konsep Arsitektur Hijau sebagai Penerapan Hunian Susun di Kawasan Segi Empat Tunjungan Surabaya. Jurnal Sains dan Seni ITS, Vo.2 No.2 ISSN: 2337-3520, Surabaya. Radwan, A.H. (2015), Containers Architecture Reusing Shipping Containers in Creating Architectural Spaces. International Conference on Architecture, Civil and Environment Engineering (ICAACEE), 25-26 Desember 2015, Kuala Lumpur. Priatman, J. (2002). “Energy-Efficient Architecture” Paradigma dan manifestasi Arsitektur Hijau. Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 30, No. 2, Desember 2002, pp. 167-178. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02/PRT/M/2015 Tentang Bangunan Gedung Hijau.