Modul Satker Complete

257
DRAFT MODUL Koneksitas Proses Bisnis Perbendaharaan pada Bendahara Umum Negara dengan Satker selaku Pelaksana Pengguna Anggaran Direktorat Transformasi Perbendaharaan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan Republik Indonesia 2009 Gambar animasi diambil dari open sources

Transcript of Modul Satker Complete

Page 1: Modul Satker Complete

 

DRAFT MODULKoneksitas Proses Bisnis Perbendaharaan pada Bendahara Umum Negara dengan Satker selaku Pelaksana Pengguna Anggaran

    

  

   

Direktorat Transformasi Perbendaharaan Direktorat Jenderal Perbendaharaan 

Departemen Keuangan Republik Indonesia 2009 

 Gambar animasi diambil dari open sources

Page 2: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP   ii  

Penyusun:

1. Dr. Sudarto, S.E., MBA

2. Adi Setiawan, S.E., SST AK., MPPM

3. Pramudia M. Muslim

4. Windasena Winarno

5. Khalid Haris Fauzi

6. Johan Pandu Asa

Page 3: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP   iii  

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penyusunan draft modul koneksitas proses bisnis ini bisa diselesaikan sebagaimana yang

direncanakan. Sesuai dengan judulnya, Draft Modul koneksitas proses bisnis perbendaharaan

pada Bendahara Umum Negara dengan Satker selaku Pelaksana Pengguna Anggaran, draft

modul ini merupakan kajian atas koneksitas proses bisnis dalam rangka penyelenggaraan

keuangan negara di Satuan Kerja (Satker) dan di Ditjen Perbendaharaan.

Penulisan draft modul ini merupakan bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi

Direktorat Transformasi Perbendaharaan, khususnya Sub Direktorat Tranformasi Proses

Bisnis Eksternal terkait dengan (i) perumusan kebijakan dan strategi penyempurnaan, (ii)

pengkajian dan penyempurnaan koneksitas proses bisnis, (iii) penyusunan rekomendasi

penetapan landasan hukum, (iii) perumusan kebijakan strategi tahapan penerapan dan (iv)

pengkajian kesesuaian koneksitas proses bisnis dengan Satuan Kerja. Di samping itu,

penulisan modul ini juga diarahkan untuk mendukung pengembangan dan implementasi

Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN).

Struktur dan metode penulisan modul ini diarahkan untuk secara komprehensif

memuat tinjauan atas international best practice, review atas landasan hukum dalam

kerangka international best practice, assessment atas praktek pelaksanaan selama ini, rencana

pengembangan dan implementasi SPAN dan analisis serta rekomendasi untuk alternatif

penyempurnaan. Secara lebih spesifik, struktur penulisan yang digunakan adalah mengikuti

alur yang dipakai dalam kerangka ITIL v.3 (Information Technologi Infrastructure Library

Version 3) dan lebih difokuskan pada aspek pengeluaran dari perbendaharaan negara.

Dalam hal ini, penulisan dimulai dari penetapan visi, misi dan objektif dari masing-

masing pihak khususnya dalam pengelolaan keuangan negara dan pencapaian outcome

masing-masing instansi/satker. Berpijak pada visi, misi dan objektif masing-masing pihak,

dilakukan identifikasi permasalahan atas existing koneksitas dan kondisi pengelolaan

keuangan negara di Satker saat ini. Hal-hal tersebut akan menjadi landasan penetapan usulan

bentuk/model koneksitas dan manajemen keuangan Satker, serta target-target pencapaian

yang terukur.

Page 4: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP   iv  

Selanjutnya, sejalan dengan kerangka ITIL v.3 yang mengedepankan konsep

iteratif/pembetulan yang berulang dan partisipatif dari semua stakeholder, langkah

selanjutnya setelah penyelesaian draft modul ini adalah akan dilakukan diskusi bersama

dengan stakeholder terkait, yang secara paralel dibarengi dengan pembangunan sistem IT

dan ujicoba langsung pada beberapa Satker, sehingga penentuan model/bentuk koneksitas

dan manajemen keuangan Satker serta tatacara maupun target-target pencapaiannya sudah

diketahui, disetujui bersama dan dipraktekkan secara langsung. Harapannya, pada akhirnya

draft modul ini dapat menjadi suatu modul yang disetujui dan sudah implementatif pada

semua satker yang mempunyai koneksitasnya dengan modul SPAN secara utuh.

Sejalan dengan metode iteratif dan partisipatory yang dikedepankan dalam

penyusunan draft modul ini, sejak awal sudah dicoba untuk digali pendapat dari seluruh

stakeholder, termasuk dari direktorat teknis dan seluruh Kantor Wilayah di lingkungan DJPB.

Untuk itu, penyusun mengucapkan terimakasih atas partisipasi dan dukungannya selama ini.

Tentunya, ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Direktur

Transformasi Perbendaharaan atas arahan-arahan dan dukungannya selama penulisan draf

modul ini.

Disadari sepenuhnya bahwa koneksitas proses bisnis perbendaharaan pada Bendahara

Umum Negara dengan Satker selaku Pelaksana Pengguna Anggaran adalah suatu cakupan

wilayah kajian dan pembangunan sistem yang sangat luas. Untuk itu, disamping akan

dilakukan diskusi-diskusi intensif dengan berbagai stakeholder, penyusun sangat membuka

diri atas saran, kritik dan rekomendasi yang membangun. Saran, kritik dan rekomendasi dapat

disampaikan kepada Direktorat Transformasi Perbendaharaan c.q. Sub Direktorat

Transformasi Bisnis Eksternal baik melalui surat, telpon atau berbagai mode penyampaian

lainnya. Sekali, penyusun mengucapkan terimakasih atas dukungan dan partisipasinya selama

ini.

Salam Transformasi.

A.n. Penyusun

Kasubdit Transformasi Proses

Bisnis Eksternal

Dr. Sudarto, SE, MBA

Page 5: Modul Satker Complete

v  

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang

B. Koneksitas Proses Bisnis Satker dalam Siklus APBN

C. Metode Penulisan

Bab II Visi, Misi dan Objektif Satker dan Ditjen Perbendaharaan

A. Latar Belakang

B. Value: Manfaat Penyempurnaan Proses Bisnis di Satker dan Koneksitasnya

Dengan Proses Bisnis di Ditjen Perbendaharaan

C. Operasional Capability: Kemampuan untuk Penerapan Usulan Penyempurnaan

Proses Bisnis di Satker dan Koneksitasnya dengan Proses Bisnis di Ditjen

Perbendaharaan

D. Legitimacy: Landasan Hukum Penyempurnaan Proses Bisnis di Satker dan

Koneksitasnya dengan Proses Bisnis di Ditjen Perbendaharaan

E. Penutup

Bab III Existing Proses Bisnis Pengelolaan Keuangan Negara di Satker dan Koneksitasnya

dengan Proses Bisnis Kuasa BUN

A. Definisi dan Konsepsi

B. Existing Proses Bisnis Pengelolaan keuangan Negara di Satker dan

Koneksinya dengan Proses Bisnis di Ditjen Perbendaharaan

1. Penyusunan, Penelaahan , Pengesahan dan Revisi dokumen Pelaksanaan

Anggaran

2. Pembuatan Komitmen

3. Pengajuan Pembayaran

4. Pencairan Dana

5. Manajemen Kas

6. Pertanggungjawaban

C. Aplikasi-aplikasi yang terdapat di Satuan Kerja dan Keterkaitan Antar Aplikasi

iii

v

1

1

4

15

18

18

20

24

30

34

34

35

35

43

45

56

63

69

78

Page 6: Modul Satker Complete

vi  

1. Aplikasi RKAKL

2. Aplikasi Peran

3. Aplikasi Gaji Pegawai Pusat

4. Aplikasi SPM

5. Aplikasi Persediaan

6. Aplikasi SIMAK BMN

7. Aplikasi SAKPA

8. Keterkaitan antar Aplikasi yang terdapat pada Satuan Kerja

D. Penutup

Appendix I Financial Management Assesment, Dirjen Bina Marga, Dept. PU

Appendix II Pengelolaan Keuangan di Satker Badan Layanan Umum

Bab IV Future Proses Bisnis Pengelolaan Keuangan di Satker dan Koneksitasnya dengan

Proses Bisnis Kuasa BUN

A. Definisi, Konsepsi dan Metodologi

B. Manajemen DIPA

1. Tujuan dan Fungsi

2. International Best Practice terkait Manajemen DIPA

3. Current State Assesment dan Problems terkait Manajemen DIPA

4. Fitur SPAN terkait Manajemen DIPA

5. Rekomendasi dan Alternatif Future Vision Model Koneksitas Proses Bisnis

dengan Satker terkait Manajemen DIPA

C. Manajemen Komitmen

1. Tujuan dan Fungsi

2. International Best Practice terkait Manajemen Komitmen

3. Current State Assesment dan Problems terkait Manajemen Komitmen

4. Fitur SPAN terkait Manajemen Komitmen

5. Rekomendasi dan Alternatif Future Vision Model Koneksitas Proses Bisnis

dengan Satker terkait Manajemen Komitmen

D. Manajemen Pembayaran

1. International Best Practice terkait Manajemen Pembayaran

2. Current State Assesment dan Problems terkait Manajemen Pembayaran

78

80

80

83

86

87

89

93

96

98

104

112

112

113

113

114

116

119

121

127

127

128

128

130

137

151

151

155

Page 7: Modul Satker Complete

vii  

3. Fitur SPAN terkait Manajemen Pembayaran

4. Rekomendasi dan Alternatif Future Vision Model Koneksitas Proses Bisnis

dengan Satker terkait Manajemen Pembayaran

E. Accounting dan Reporting

1. Tujuan dan Fungsi

2. International Best Practice Dalam Organisasi Sistem Akuntansi

3. Current State Assesment dan Problems terkait Accounting dan Reporting

4. Fitur SPAN terkait Accounting dan Reporting

5. Rekomendasi dan Alternatif Future Vision Model Koneksitas Proses Bisnis

dengan Satker terkait Accounting dan Reporting

F. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Bendahara atas Pelaksanaan Tugas

Kebendaharaan di Satuan Kerja

G. Manajemen Kas

1. Tujuan dan Fungsi

2. International Best Practice Terkait Manajemen Kas

3. Current State Assesment dan Problems terkait Manajemen Kas

4. Fitur SPAN terkait Manajemen Kas

5. Rekomendasi dan Alternatif Future Vision Model Koneksitas Proses Bisnis

dengan Satker terkait Manajemen Kas

H. Penutup

Bab V Strategi dan Taktik Pencapaian Model Koneksitas

A. Penyempurnaan Proses Bisnis di Satker dalam Kerangka Pengembangan

SPAN

B. Mitigasi terhadap inherent risk berkaitan dengan Business Process

Improvement

C. Magnitude dan diversitas dari Satuan Kerja serta permasalahan terkait kondisi

geografis Indonesia yang unik

D. Peran Sumber Daya Manusia selaku agent of change

E. Kelengkapan landasan hukum dan peraturan pelaksanaan

F. Koordinasi dan sosialisasi yang tidak terbatas pada lingkungan internal Ditjen

Perbendaharaan

157

163

169

169

170

171

181

185

192

205

205

206

211

215

218

221

223

224

228

229

230

231

232

Page 8: Modul Satker Complete

viii  

G. Kesesuaian dengan time-line dan road map pengembangan proses bisnis dalam

rangka SPAN

H. Penutup

Bab VI Penutup

Daftar Pustaka

A. Peraturan

B. Literatur

Dokumentasi Usulan

233

234

235

239

239

240

244

Page 9: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 1 

Bab I

Pendahuluan

Bab ini menguraikan secara garis besar koneksitas pengelolaan perbendaharaan negara dengan manajemen keuangan Satuan Kerja (Satker), yang sekaligus juga melatarbelakangi dan memberikan tujuan penulisan dari modul ini. Secara singkat, bab ini menjelaskan bahwa analisa dan usaha-usaha untuk menyempurnakan koneksitas proses bisnis perbendaharaan negara dengan manajemen keuangan Satker haruslah bertitik tolak dari visi pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara (perbendaharaan negara) di Ditjen Perbendaharaan dan visi Satker dalam pengelolaan keuangannya, sehingga objektif dari masing-masing pihak dapat terdefinisikan dengan jelas (Visi & Objectives). Hal-hal tersebut dapat menjadi dasar dalam melakukan analisa existing koneksitas proses bisnis dan existing manajemen keuangan Satker (Where are we now), yang selanjutnya menjadi dasar untuk menentukan bentuk/model dari proses bisnis dan koneksitas yang diharapkan (Where do we want to be), strategi dan taktik untuk mencapai target-target model koneksitas tersebut (How to get there), tahapan-tahapan pencapaian, serta monitoring dan evaluasinya (Are we there yet). Bab ini akan menjelaskan hal-hal tersebut di atas secara garis besar, sedangkan pembahasan secara detail akan dilakukan pada bab-bab berikutnya.

A. Latar Belakang

Momentum reformasi keuangan negara ditandai dengan lahirnya paket Undang-

undang Keuangan Negara. Salah satu yang diatur dalam paket undang-undang ini adalah

mengenai pembagian peran yang jelas antara Kementerian/Lembaga sebagai Satuan

Kerja (Satker) dan Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Satker

disebut sebagai Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang teknis tertentu

pemerintahan, sementara Menteri Keuangan disebut sebagai Chief Financial Officer

(CFO) Pemerintah RI.

Sebagai COO, Satker diberikan kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan

keuangan negara dibandingkan dengan sebelumnya, khususnya dalam hal kewenangan

administratif. Kewenangan administratif tersebut meliputi kegiatan pembuatan perikatan

atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau

pengeluaran negara, kegiatan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada

Satker sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta pemberian perintah

pembayaran atau penagihan penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan

Page 10: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 2 

anggaran. Di lain pihak, Menteri Keuangan sebagai CFO berfungsi sekaligus sebagai

kasir, pengawas dan regulator pengelolaan keuangan negara, serta sebagai fund

manager pemerintah. Sejalan dengan pembagian tugas antara CFO dan COO, maka

konsep “let the manager manages” diselenggarakan, dimana konsep ini memberikan

keleluasaan dalam batas-batas peraturan perundangan kepada Satker dalam pengelolaan

keuangannya.

Satker dalam pengelolaan keuangannya mempunyai kedudukan yang unik dan

merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan pengelolaan perbendaharaan negara di

Departemen Keuangan (Ditjen Perbendaharaan). Satker dapat dilihat sekaligus sebagai

stakeholder, customer, client, user, owner dan/atau counterpart dari Ditjen

Perbendaharaan dalam pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, pengelolaan

keuangan negara di Satker harus berjalan seiring dengan pengelolaan keuangan negara

di Ditjen Perbendaharaan. Pengelolaan keuangan negara di Satker merupakan salah satu

input bagi Ditjen Perbendaharaan dalam fungsinya sebagai Kuasa BUN baik itu dalam

hal akuntabilitas maupun dalam hal fund management. Implikasinya, kemampuan

pengelolaan keuangan negara yang dilakukan Satker sangat mempengaruhi keberhasilan

pelaksanaan fungsi treasury di Ditjen Perbendaharaan.

Dengan demikian, agar pelaksanaan pengelolaan keuangan negara di Satker dan

di Ditjen Perbendaharaan dapat berjalan seperti yang diharapkan, maka diperlukan

penyempurnaan koneksitas proses bisnis dan IT sejalan baik di Ditjen Perbendaharaan

maupun di Satker. Hal tersebut, memerlukan dukungan dari otoritas Treasury baik

dalam hal penyempurnaan proses bisnis dan regulasi, pengembangan IT maupun

peningkatan kemampuan managerial Satker dalam hal pengelolaan keuangan negara.

Dalam hal ini, Satker seringkali tidak punya pilihan selain adanya dukungan dari

Departemen Keuangan, khususnya Ditjen Perbendaharaan dan Ditjen Anggaran. Hal ini

dikarenakan Satker pada umumnya tidak mempunyai kemampuan untuk

mengembangkan proses bisnis, IT dan SDM serta tidak memiliki kewenangan untuk

membuat regulasi di bidang pengelolaan keuangan negara. Di sisi lain, ketergantungan

Satker kepada Departemen Keuangan khususnya dalam bidang pengembangan bisnis

proses dan IT memberikan kesempatan kepada Ditjen Perbendaharaan untuk dapat

berperan lebih aktif dalam mengembangkan proses bisnis dan IT pengelolaan keuangan

Page 11: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 3 

negara, karena hal tersebut akan cenderung kurang efisien dan efektif apabila dilakukan

oleh masing-masing Satker. Kedepan juga perlu dikaji kemungkinan untuk membangun

an integrated IT infrastructure untuk mendukung pengelolaan keuangan negara dengan

menempatkan infrastruktur IT Departemen Keuangan sebagai back bone dari

pengelolaan keuangan negara secara nasional.

Ruang lingkup pengelolaan keuangan negara di Satker meliputi tahapan

perencanaan hingga pertanggungjawaban anggaran. Oleh karena itu, dalam melakukan

penilaian dan penyempurnaan terhadap koneksitas proses bisnis Ditjen Perbendaharaan

dengan manajemen keuangan Satker, pembahasan harus dilakukan secara menyeluruh,

dari tahap perencanaan hingga pertanggungjawaban anggaran dan melibatkan instansi

terkait lainnya termasuk Bappenas dan Ditjen Anggaran.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan keuangan negara di

Satker berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara di Departemen Keuangan,

khususnya di Ditjen Perbendaharaan dan Ditjen Anggaran. Ketidaksempurnaan

pengelolaan keuangan di satu pihak akan mempengaruhi keseluruhan pengelolaan

keuangan negara secara nasional. Terkait dengan hal-hal tersebut, guna memberikan

suatu acuan yang komprehensif terhadap langkah-langkah penyempurnaan koneksitas,

maka disusunlah modul ini dengan tujuan untuk menjadi pedoman penyempurnaan

proses bisnis pengelolaan dan pertangungjawaban keuangan negara (perbendaharaan) di

Satker dan koneksitasnya dengan proses bisnis di Ditjen Perbendaharaan.

Diharapkan penyusunan modul dapat dilakukan dengan melibatkan semua

stakeholder terkait yang disertai dengan pilot project pada beberapa Satker. Dengan

demikian, sejalan dengan proses penyusunannya, konsep-konsep dalam buku ini sudah

diketahui, dibahas, dikoreksi, disetujui, dan sudah mulai diterapkan oleh masing-masing

stakeholder. Modul ini juga disusun bersamaan, dan dalam rangka mendukung

penyempurnaan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) melalui

Government Financial Management and Revenue Administration Project (GFMRAP).

Dalam hal ini, penyempurnaan proses bisnis pengelolaan keuangan negara di Satker

pada prinsipnya diluar ruang lingkup GFMRAP, sehingga harus segera dimulai, baik di

internal Ditjen Perbendaharaan, maupun di eksternal dengan melibatkan Bappenas,

Ditjen Anggaran dan tentunya Satker bersangkutan.

Page 12: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 4 

B. Koneksitas Proses Bisnis Satker Dalam Siklus APBN

Identifikasi atas koneksitas proses bisnis pengelolaan keuangan negara di Satker

dan di Ditjen Perbendaharaan dapat dilakukan dengan memperhatikan siklus dari

pengelolaan APBN secara utuh. Sebagaimana diketahui, siklus APBN setidaknya

terdiri dari beberapa fase, yang secara garis besar meliputi:

1. Penyusunan APBN (Januari s.d. Juli tahun n-1)

2. Penetapan APBN (Agustus s.d. Oktober tahun n-1)

3. Pelaksanaan APBN (Januari s.d. Desember tahun n)

4. Perubahan APBN (Nopember tahun n)

5. Pertanggungjawaban APBN (Juli tahun n+1)

Ruang lingkup identifikasi atas koneksitas tersebut setidaknya harus meliputi:

1. Proses bisnis, yang mencakup pengorganisasian, arus pekerjaan/ arus dokumen/

arus data, serta pengelolaan rekening dan transaksi keuangan

2. Sistem akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban

3. Teknologi informasi (TI) dan aplikasi

Gambar I.1 menunjukkan hasil identifikasi proses bisnis berupa pengorganisasian

dan arus pekerjaan yang melibatkan Satker dan instansi terkait dalam pengelolaan

keuangan negara. Hasil identifikasi tersebut dipetakan ke dalam tahapan kegiatan

pengelolaan keuangan negara, yaitu perencanaan anggaran, pembuatan DIPA,

pembuatan komitmen dan kontrak, pelaksanaan pencairan dana, kegiatan manajemen

kas, serta pengakuntansian, pelaporan dan pembuatan pertanggungjawaban.

Page 13: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 5 

Gambar I.1 RELATIONSHIP MATRIX PROSES BISNIS

                             MANAGEMENT          DIPA 

                         PAYMENT              MANAGEMENT 

                 RECEIPT AND CASH              MANAGEMENT

                 GL,  ACCOUNTING        AND REPORTING

                 COMMITMENT             MANAGEMENT

                       BUDGET                    PREPARATION 

 

 

Deskripsi  DPR Pemerintah (Sidang Kabinet) 

Kementerian/Lembaga/ 

Satuan Kerja

Departemen keuangan  Unit Lainnya 

*) DJA DJPBN cq Dit PA 

DJPBN cq Dit PKN 

DJPBN cq Dit.APK  KPPN 

1. Penyusunan RKP 

2. Pembahasan RKP 

3. Penyusunan RKAKL 

4. Pembahasan RKAKL 

5. Penyusunan RAPBN 

6. Pembahasan RUU APBN 

7. UU APBN 8. Perpres 

Rincian APBN (+SAPSK) 

9. Penyusunan DIPA 

10. Penelaahan DIPA 

11. Pengesahan DIPA 

12. Pelaksanaan APBN: a. Revisi DIPA  

b. Komitmen  

c. Pengajuan Pembayaran (SPM) 

d. Pencairan Dana 

e. Manajemen Kas **) 

13. Pertanggungjawaban APBN 

       

7

6

2

8

7

6

2

1

9

4

12

3

4

6

5

1010

11

12 12 12

13 13 13 13

12 a 12 a

12 b

12 c

12 b12 b

12

12 d 12 d 12 d

12 e 12 e 12 e 12 e

12 d

10

11

Keterangan: *) unit lainnya termasuk unit penerimaan (DJP/KPP, DJBC/KPBC), dan Perbankan **) Manajemen kas termasuk informasi dari pelaksanaan investasi, pengelolaan utang, dan penerimaan negara (termasuk Penerimaan Perpajakan, PNBP, Penerimaan Hibah, Penerimaan Pengembalian Belanja, Penerimaan Pembiayaan, Penerimaan Pihak Ketiga).

Page 14: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 6 

Sebagaimana terlihat pada Gambar I.1, tahapan-tahapan tersebut juga sejalan

dengan rencana pengembangan SPAN, baik dari segi proses bisnis maupun TI, yaitu

melalui modul perencanaan anggaran, modul manajemen DIPA, modul komitmen

manajemen, modul manajemen pembayaran, modul manajemen kas, modul GL,

pelaporan dan akuntansi, serta modul referensi sebagai pendukung modul-modul

lainnya. Proses pengelompokkan kegiatan dalam siklus APBN tersebut juga dilakukan

dengan merujuk pada best practice dalam siklus manajemen keuangan pemerintah yaitu

sebagaimana ditunjukkan dalam Treasury Reference Model (lihat Gambar I.2).

Gambar I.2 Siklus Manajemen Keuangan Pemerintah (Treasury Reference Model)

Page 15: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 7 

Secara singkat, sebagaimana terlihat dalam Gambar I.1, koneksitas pengelolaan

perbendaharaan negara dengan manajemen keuangan Satker termasuk hubungannya

dengan instansi utama terkait dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. pembuatan komitmen untuk pengadaan barang dan jasa atas beban APBN dan

menjadikannya sebagai bagian manajemen pembayaran dan manajemen kas. Unit

yang terkait adalah Kementerian/Lembaga/Satker, Direktorat Pengelolaan Kas

Negara, dan KPPN.

2. Manajemen Pembayaran (Payment Management): meliputi koneksitas proses bisnis

sejak pengajuan pembayaran (SPM) sampai dengan pencairan dana (penerbitan

SP2D), dengan memperhatikan proses ebelumnya pada manajemen DIPA dan

manajemen komitmen. Unit yang terkait adalah Kementerian/Lembaga/Satker,

Direktorat Pengelolaan Kas Negara, KPPN dan unit lainnya (Perbankan).

3. Manajemen Kas (Cash Management): meliputi koneksitas proses bisnis dengan

Satker yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan aktivitas penerimaan dan

pengeluaran di Satker, serta meliputi proses-proses manajemen sebelumnya.

Manajemen kas ini juga terkait dengan kegiatan fund management di Ditjen

Perbendaharaan, termasuk yang terkait dengan berbagai kegiatan pada manajemen

investasi, manajemen pengelolaan utang, manajemen pengelolaan barang

pemerintah dan manajemen penerimaan negara. Unit yang terkait adalah

Kementerian/Lembaga/Satker, Direktorat Pengelolaan Kas Negara, KPPN dan unit

lainnya (Unit terkait penerimaan negara dan Perbankan).

4. Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban (General Ledger, Accounting and

Reporting): meliputi di dalamnya koneksitas sistem akuntansi instansi dan KUN,

sistem akuntansi BUN, pengelolaan chart of account, proses pencatatan, pembuatan

buku besar, serta aktivitas terkait lainnya yang dilakukan dalam rangka pembuatan

laporan dan pertanggujawaban pelaksanaan APBN. Unit yang terkait adalah

Kementerian/Lembaga/Satker, Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat

Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan KPPN.

Terkait dengan proses bisnis perbendaharaan negara di Ditjen Perbendaharaan,

yang meliputi Manajemen DIPA hingga Akuntansi, Pelaporan dan

Page 16: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 8 

Pertanggungjawaban, serta pengelolaan rekening pemerintah dan Teknologi Informasi

dengan mengacu pada Gambar I.1, identifikasi awal atas koneksitas proses bisnis

perbendaharaan dengan manajemen keuangan Satker menunjukkan hal-hal sebagai

berikut:

1. Koneksitas proses bisnis dalam penyusunan dan pengesahan dokumen

pelaksanaan anggaran (DIPA Management). Beberapa permasalahan dalam

proses bisnis ini antara lain:

a) Data realisasi anggaran dan sisa pagu yang masih sering berbeda pada unit-unit

vertikal Ditjen Perbendaharaan maupun pada Satker, sehingga terdapat potensi

terjadinya pagu minus pada saat dilakukan pelaksanaan anggaran. Hal ini dapat

terjadi karena seringkali tidak berjalannya/tidak ada sistem informasi yang

terintegrasi di tingkat pelaksanaan (Satker dan KPPN) dan perencana (Ditjen

Anggaran, Kantor Pusat/Kanwil Ditjen Perbendaharaan, dan Kantor Pusat

Kementrian/Lembaga).

b) Potensi keterlambatan penyerapan APBN akibat hal-hal administratif dalam

penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran. Satu dari berbagai permasalahan

tersebut adalah pemahaman yang belum sama tentang mekanisme penunjukan

pejabat perbendaharaan yang dicantumkan dalam konsep DIPA.

c) Rincian akun (6 digit) dalam halaman IV DIPA (Catatan), belum sejalan

dengan konsep Performance Based Budgeting (PBB) yang menghendaki

peningkatan fleksibilitas anggaran. Hal tersebut memang sangat tergantung

pada perkembangan penerapan PBB yang saat ini tengah dikembangkan oleh

Bappenas dan Ditjen Anggaran.

Dari pembahasan terhadap beberapa permasalahan tersebut di atas, beberapa arah

perbaikan yang dapat dikaji meliputi:

a) mengkaji perubahan proses penyusunan DIPA dan bentuk dari DIPA itu

sendiri, sejalan dengan arah dari penerapan PBB yang dilakukan oleh

Bappenas dan Ditjen Anggaran serta penyiapan data awal bagi pelaksanaan

anggaran termasuk manajemen kas;

b) mengkaji efektifitas pelaksanaan revisi anggaran, sejalan dengan penetapan

PMK. No. 06/PMK.02/2009 dan kemungkinan pelaksanaan PBB;

Page 17: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 9 

c) mengkaji kemampuan IT yang saat ini masih sangat terfragmentasi.

2. Koneksitas proses bisnis dalam pelaksanaan pembuatan perikatan

(Commitment Management). Permasalahan disini adalah tidak adanya suatu sistem

yang terintegrasi antara Satker dan Ditjen Perbendaharaan untuk mencatat informasi

sehubungan dengan pembuatan komitmen di Satker. Hal tersebut mengakibatkan

beberapa kekurangan dalam pengelolaan keuangan negara, di antaranya:

a) Perbendaharaan tidak memiliki informasi yang akurat tentang sisa pagu

anggaran dan status (stages dalam siklus anggaran) atas dana APBN yang

dikelola Satker

b) Perbendaharaan belum memiliki sistem yang efektif untuk mendukung

pelaksanaan forward planning atas arus kas yang menyertai pelunasan sebuah

komitmen

Berkaitan dengan pencatatan komitmen untuk pengakuan stages dalam

pelaksanaan anggaran dan perencanaan kas, terdapat beberapa hal yang patut

mendapat perhatian di masa yang akan datang, antara lain:

a) hal-hal yang berkaitan dengan pencatatan komitmen ke dalam buku besar

(GL), termasuk saat pengakuan, penentuan akun, posting rule, ketetapan waktu

untuk pencatan dan pelaporan komitmen tersebut serta sanksi apabila terdapat

pencatatan dan pelaporan yang tidak akurat dan tidak tepat waktu.

b) penentuan sifat pengujian oleh Ditjen Perbendaharaan (KPPN) apabila

pencatatan dan persetujuan komitmen menjadi salah satu dasar pencairan dana

APBN.

c) mekanisme uang persediaan dan tambahan uang persediaan (UP/TUP) terkait

dengan rencana penerapan manajemen komitmen, Treasury Single Account

(TSA) dan pengelolaan rekening-rekening pemerintah pada perbankan. Salah

satu tujuan utama penerapan manajemen komitmen adalah untuk kepentingan

perencanaan kas. Mekanisme UP/TUP adalah pengeluaran transito yang

mendahului model pencatatan komitmen yang ideal, sehingga bersamaan

dengan perkembangan teknologi sektor finansial, besaran dan mekanismenya

perlu dikaji kembali pada masa mendatang.

Page 18: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 10 

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, beberapa arah perbaikan dapat

dilakukan di masa mendatang khususnya yang berkaitan dengan perbaikan proses

bisnis dan TI yang ada untuk keperluan monitoring atas komitmen yang dibuat

Satker dan pemanfaatannya bagi pengelolaan perbendaharaan di Ditjen

Perbendaharaan. Disamping itu, pengkajian perlu pula dilakukan terhadap batasan

kewenangan Ditjen Perbendaharaan dalam aktivitas monitoring (pengawasan)

komitmen yang dibuat Satker.

3. Koneksitas proses bisnis dalam pengajuan permintaan pembayaran dan

pencairan dana (payment management). Payment management, termasuk tatacara

penerbitan SPM menjadi SP2D, serta keseluruhan work flow dan paper work

transaksi keuangan melalui perbankan, merupakan fokus reformasi birokrasi selama

ini di Ditjen Perbendaharaan. Beberapa kegiatan secara terintegrasi baik di bidang

proses bisnis dan peraturan, IT serta pengembangan SDM, telah dilakukan untuk

mendukung reformasi tersebut. Hasil yang telah dicapai (quick win) sudah cukup

signifikan yaitu berupa berbagai kemajuan dibidang payment management sejalan

dengan pembentukan KPPN Percontohan. Permasalahannya, hal tersebut masih

perlu diikuti dengan pembenahan pada pengelolaan keuangan negara di Satker.

Sebagai contoh, hingga saat ini belum ada standard cycle time untuk penerbitan

SPM di Satker serta pengajuannya ke KPPN. Disamping itu, masih terdapat

kemungkinan bahwa dana akan diterima di rekening yang berhak lebih lama dari

waktu yang diharapkan. Seiring dengan pesatnya kemajuan bisnis proses dan TI

sektor keuangan/perbankan tentu kedepan akan timbul pertanyaan yang sangat

mendasar mengenai sistem pembayaran (payment system) yang ada saat ini.

Misalnya, apakah perlu disempurnakan dengan dukungan TI atau dipertahankan,

meskipun banyak sekali hands off dan paper work, baik di Satker, KPPN maupun

perbankan Ini tentunya suatu arahan kedepan yang secara serius harus dikaji yaitu

terkait dengan penyempurnaan pengelolaan keuangan negara di Satker dan

pemanfaatan TI yang memungkinkan (enabler) berjalannya proses bisnis dan

peraturan sebagaimana diharapkan.

4. Koneksitas proses bisnis dalam manajemen dan perencanaan kas (cash

manajemen). Memperhatikan praktek-praktek treasury di banyak negara maju,

Page 19: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 11 

kegiatan kas manajemen adalah merupakan kegiatan utama unit treasury, yang

merupakan muara dari semua kegiatan, termasuk comitment management, cash

forecasting, payment management, receipt management dan debt management.

Kegiatan manajemen kas relatif baru menjadi fokus reformasi di Ditjen

Perbendaharaan, yang tentunya harus terus dikembangkan. Dalam hal ini, banyak

sekali hal yang harus disempurnakan, baik pada internal Ditjen Perbendaharaan,

maupun koneksinya dengan pihak eksternal terutama Satker. Sehubungan dengan

hal tersebut di atas, berikut adalah beberapa permasalahan yang dapat dikemukakan

di antaranya:

a) belum optimalnya fungsi perencanaan pencairan dana dalam dokumen

pelaksanaan angaran (halaman III, DIPA). Pada umumnya, model perencanaan

pencairan dana pada halaman III DIPA dilakukan dengan membagi jumlah

pagu ke dalam rencana penarikan setiap bulan dalam satu tahun. Namun

demikian, saat ini mulai dikembangkan rencana penarikan dana yang lebih

realistis khususnya untuk belanja tidak mengikat, di mana rencana penarikan

dana diusahakan untuk tidak lagi dengan membagi pagu dengan jumlah bulan

dalam satu tahun.

b) belum adanya suatu sistem yang mengintegrasikan komitmen dan rencana

penerimaan, terutama PNBP, di Satker dalam mekanisme perencanaan kas di

Ditjen Perbendaharaan.

Hal-hal tersebut di atas, memberikan arahan untuk perbaikan di masa yang

akan datang. Tentunya, pengkajian harus secara lengkap, termasuk meliputi proses

bisnis, sistem IT dan alur data, untuk mendukung revitalisasi fungsi perencanaan

pencairan dana pada Ditjen Perbendaharaan yang berkaitan erat dengan manajemen

kas.

5. Koneksitas proses bisnis dalam sistem akuntansi, laporan dan

pertanggungjawaban. Sistem akuntansi pemerintah sudah berkembang cukup

signifikan. Akan tetapi, sebagaimana digariskan dalam perundang-undangan bahwa

sistem akuntansi pemerintah harus berbasis accrual, hingga saat ini sistem

akuntansi pemerintah masih berbasis cash. Tentunya ini adalah suatu tantangan

yang sangat berat untuk menerapkan accrual based accounting, baik pada

Page 20: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 12 

pengelolaan keuangan di BUN (SABUN) maupun pada tiap-tiap Satker (SAI)

sebagaimana diatur dalam PMK No. 171/PMK.05/2007 tentng Sistem Akuntansi

dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Setidaknya, hal tersebut perlu

dilakukan pula melalui pembenahan chart of account (CoA), termasuk

memasukkan unsur accrual dan stages mengikuti siklus anggaran. Tentunya,

sejalan dengan pembenahan CoA tersebut, maka kemungkinan penerapan PBB dan

perubahan sistem akuntansi harus pula dipertimbangkan. Disamping sistem

akuntansi yang masih perlu terus dikembangkan, variasi dari kemampuan SDM dan

dukungan IT yang sangat beragam pada tiap-tiap Satker juga memberikan tantangan

tersendiri. Terkait dengan hal tersebut, beragamnya kemampuan Satker untuk

menerapkan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) mempengaruhi kualitas Laporan

Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Tentunya, patut dihargai disini adalah usaha-

usaha Ditjen Perbendaharaan untuk membantu Satker dalam melakukan pencatatan,

pelaporan dan pertanggungjawaban yaitu melalui dukungan aplikasi serta pelatihan-

pelatihan terutama melalui Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah

(PPAKP).

6. Koneksitas proses bisnis dalam pengelolaan rekening bendahara penerimaan

dan pengeluaran. Pengelolaan keuangan negara saat ini sangat bergantung pada

proses bisnis dan IT sektor perbankan. Demikian pula, koneksitas proses bisnis

Ditjen Perbendaharaan dengan pengelolaan keuangan di Satker banyak bergantung

pula pada proses bisnis dan IT sektor perbankan. Pengaturan berbagai rekening

pemerintah, baik dalam rangka pengeluaran (TSA Pengeluaran dan rekening

bendahara pengeluaran) maupun dalam rangka penerimaan (TSA penerimaan,

MPN, dan rekening bendahara penerima), menunjukkan ketergantungan

pengelolaan perbendaharaan pada sektor perbankan. Di banyak negara maju,

melalui kerja sama dengan institusi keuangan swasta, treasury operation sudah

memasuki praktek-praktek yang tidak berbeda dengan institusi keuangan swasta.

Sebagai contoh, dalam hal revenue collection, treasury operation sudah

menerapkan berbagai metode pengumpulan penerimaan seperti auto debit, debit

card, credit card, cek, merchant dan sebagainya, disamping penerapan TSA

penerimaan secara universal. Dalam hal pengeluaran, TSA pengeluaran diterapkan

Page 21: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 13 

dengan sangat maju, dimana idle fund hampir tidak ada. Disamping itu, best

practices menunjukkan bahwa koneksitas pengelolaan keuangan negara dengan

sektor perbankan juga dilakukan melalui satu pintu, yaitu treasury. Hal tersebut

diperlukan dalam rangka standardisasi koneksitas, dimana koneksitas pengelolaan

keuangan negara dengan Sektor keuangan harus didasarkan pada kontrak (fee

based). Bilamana masing-masing institusi (treasury dan Satker) membuat kontrak

sendiri-sendiri, sangat mungkin akan terjadi inefisiensi dan ketidakteraturan.

Dengan pengaturan koneksitas melalui satu pintu, yaitu treasury, negosiasi

penempatan surplus dana pemerintah pada pihak perbankan akan dapat

dilaksanakan secara lebih efektif. Standarisasi dan konsep satu pintu melalui

treasury belum diterapkan secara penuh di Indonesia. Hal-hal tersebut tentunya

merupakan tantangan dan arahan untuk perbaikan kedepan, yang pelu dikaji

kesesuaiannya untuk dapat diterapkan pada praktek perbendaharaan di Indonesia.

7. Koneksitas teknologi informasi DJPBN dengan Satker. Sebagaimana telah

dijelaskan diatas, dependency Satker terhadap aplikasi-aplikasi yang disediakan

oleh Departemen Keuangan baik dari Ditjen Perbendaharaan maupun Ditjen

Anggaran sangat tinggi. Gambar I.3 menunjukkan koneksitas teknologi

informasi/aplikasi tersebut. Memperhatikan efisiensi dan efektivitas pengelolaan

keuangan di Satker sebagai satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan negara di

Departemen Keuangan, koneksitas tersebut dapat dilihat sebagai sesuatu yang

wajar. Yang menjadi permasalahan adalah sistem informasi tersebut masih sangat

terfragmentasi, peace meal, belum mengarah pada sesuatu yang terintegrasi dengan

baik, disamping memang kemampuan SDM masing-masing Satker sangat beragam.

Dari pembahasan tersebut di atas, di masa yang akan datang perlu dikaji proses

bisnis dan IT yang ada, dengan arahan kemungkinan pengintegrasian semua sistem

IT yang diberikan oleh Kementrian Keuangan kepada Satker, maupun yang

dikembangkan secara internal oleh masing-masing Satker.

Dari pembahasan singkat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan

keuangan negara di Satker merupakan bagian tak terpisahkan dari pengelolaan

keuangan negara secara keseluruhan. Untuk itu, penyempurnaan proses bisnis

pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kementrian/Lembaga dan koneksitasnya

Page 22: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 14 

dengan proses bisnis di Ditjen Perbendaharaan sangat diperlukan, dalam rangka

mewujudkan dan melajutkan upaya reformasi keuangan negara yang telah dirintis

sebelumnya, serta mendukung rencana penyempurnaan melalui automasi proses bisnis

dan integrasi sistem informasi sejalan dengan pengembangan SPAN. Dalam hal ini,

penyempurnaan manajemen keuangan Satker memerlukan dukungan sepenuhnya dari

DJPBN.

Gambar I.3 Koneksitas teknologi informasi/ aplikasi komputer perbendaharaan dengan Satker

Sehubungan dengan kompleksitas permasalahan, harus disusun analisis dan

rencana implementasi dengan tepat. Diantaranya adalah melalui penentuan proses

bisnis dan TI yang diharapkan dapat menjadi prioritas sebagai quick win. Salah satu

alternatif untuk dapat dijadikan quick win adalah melanjutkan penggunaan aplikasi

Peran 2008, dan mengembangkannya sebagai bagian sistem perencanaan pencairan

dana dan manajemen komitmen yang handal. Diusulkan agar segera dilakukan

pengkajian untuk menggunakan data dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)

Satker yang ada di DJA sebagai salah satu sumber data. Dalam hal ini sangat penting,

Page 23: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 15 

untuk diperhatikan pula bahwa agar penyempurnaan koneksitas proses bisnis haruslah

disesuaikan dengan kebutuhan Satker dalam pengelolaan keuangan negara.

C. Metode Penulisan

Dalam melakukan penulisan/penyusunan modul tentang proses bisnis

pengelolaan keuangan negara di Satker dan koneksitasnya dengan proses bisnis Ditjen

Perbendaharaan, struktur penulisan yang digunakan adalah mengikuti alur yang

dipakai dalam kerangka ITIL v.3 (Information Technologi Infrastructure Library

Version 3) sebagaimana terlihat pada Gambar I.4. Sebagaimana terlihat dalam gambar,

penulisan haruslah dimulai dari penetapan visi, misi dan objektif dari masing-masing

pihak, khususnya dalam pengelolaan keuangan negara dan pencapaian outcome

masing-masing instansi. Berpijak pada visi, misi dan objektif masing-masing pihak,

dilakukan identifikasi permasalahan atas existing koneksitas dan kondisi pengelolaan

keuangan negara di Satker saat ini. Selanjutnya, hal-hal tersebut akan menjadi landasan

penetapan bentuk/model koneksitas dan manajemen keuangan Satker, serta target-target

pencapaian yang terukur. Sebagaimana disebutkan dalam Gambar I.4, penulisan buku

ini dilakukan melalui diskusi bersama dengan stakeholder terkait dan ujicoba langsung

pada beberapa Satker sehingga penetuan model/bentuk koneksistas dan manajemen

keuangan Satker serta tatacara maupun target-target pencapaiannya sudah diketahui dan

disetujui bersama.

Mempertimbangkan luasnya cakupan dari topik pembahasan, buku ini hanya

memfokuskan pada dua area: (i) proses bisnis pengelolaan keuangan negara di Satker

dengan fokus pada aspek pengeluaran (ii) koneksitas proses bisnis pengelolaan

keuangan negara di Satker dengan proses bisnis di Ditjen Perbendaharaan. Hal-hal yang

berkaitan dngan perencanaan anggaran di DJA dan Bappenas tidak menjadi fokus dari

modul ini.

Mengingat kompleksitas permasalahan,, maka penulisan buku ini sangat

menghendaki peran serta dan dukungan semua pihak. Optimisme harus tetap dipegang

mengingat perbaikan tersebut adalah keinginan bersama, sebagaimana telah digariskan

dalam peraturan perundang-undangan, visi dan misi, serta tugas pokok dan fungsi

Ditjen Perbendaharaan.

Page 24: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 16 

Gambar I.4 Struktur Penulisan

Where are we now?

(Week IV-March, Week I, II, III April 2009)

Bab II: Visi, Misi dan Obyektif Satker dan Ditjen Perbendaharaan 1. Apa Visi dan Misi DJPB, DJA, Bappenas dan Satker? 2. Mengapa manajemen keuangan Satker harus disempurnakan? 3. Apa manfaat penyempurnaan tersebut bagi Satker dalam

manajemen keuangannya? 4. Apa objektif penyempurnaan koneksitas dan manajemen

keuangan Satker? 5. Satker diluar Proyek SPAN, sehingga harus dibenahi secara

internal mulai dari sekarang.

Bab III: Analisis Existing Koneksitas dan Manajemen Keuangan Satker- Existing Proses Bisnis Pengelolaan Keuangan Negara di Satker

dan Koneksitasnya dengan Proses Bisnis Kuasa BUN 1. Analisis existing koneksitas, dari tahapan persiapan anggaran,

majanemen DIPA, manajemen komitmen, manajemen pembayaran, manajemen kas, sistem akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban, yang masing-masing tahapan meliputi: (i) bisnis proses dan regulasi, (ii) IT, dan (iii) SDM dan change management/ manajemen perubahan.

2. Analisis proses manajemen keuangan satker terkait tahapan-tahapan tersebut di atas, termasuk melalui penelitian langsung pada beberapa Satker terpilih sebagai pilot project.

Background (Februari 2009)

Bab I: Pendahuluan (Latar Belakang dan Ringkasan Penulisan) Pendefinisian latar belakang, struktur penulisan dan metode penulisan

Vision, Mission, Objectives

(Week I, II & III March 2009)

Page 25: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 17 

How do we get there ?

(June, July, August 2009)

Bab V: Strategi dan Taktik Pencapaian Model Koneksitas Penerapan dari model koneksitas dan bentuk manajemen keuangan Satker yang dipilih harus dilaksanakan sedemikian rupa secara terencana, smooth, serta meminimalisasi resiko. Dalam hal ini, disamping aspek bisnis proses, regulasi dan IT, maka pengembangan SDM, change management, serta teknik pengkomunikasian akan memegang faktor yang sangat menentukan. Hal-hal tersebut akan dibahas dalam bab ini. Metode penyusunan buku ini dengan melibatkan setiap stakeholder dan dibarengi dengan piloting pada beberapa satker adalah salah satu taktik tersebut.

Bab VI Penutup Penutup dan ringkasan atas isi buku, khususnya tahapan-tahapan dalam pencapaian model koneksitas.

Conclusion (August,

September 2009)

Where do we want to be ?

(Week IV-April, May, June, July

2009)

Bab IV: Model Koneksitas dan Manajemen Keuangan Satker- Future Proses Bisnis Pengelolaan Keuangan Negara di Satker dan Koneksitasnya dengan Proses Bisnis Kuasa BUN

1. Penetapan model koneksitas dan bentuk manajemen keuangan satker, target-target tahunan yang jelas dan terukur pencapaian setiap tahunnya, dengan mengikuti tahapan-tahapan tersebut di atas. Terpenting disini adalah pendefinisian dan penetapan model koneksitas dan manajemen keuangan satker, baik menyangkut (i) bisnis proses dan regulasi, (ii) Integrated IT, dan (iii) pengembangan SDM dan change management, karena hal tersebut belum terdefinisikan dengan konkrit hingga saat ini.

2. Penetapan model tersebut dengan mengacu pada satker terpilih sebagai pilot project, yang secara bersamaan akan dilakukan pula penetapan strategi implementasi dari model yang dipilih, serta monitoring/evaluasinya.

Page 26: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  18 

Bab II

Visi, Misi dan Objektif Satker dan Ditjen Perbendaharaan

Mengikuti kerangka penulisan sebagaimana dijelaskan dalam Bab I, bab ini difokuskan pada pembahasan tentang visi, misi dan objektif dari Satker dan Ditjen Perbendaharaan. Disamping itu, guna menjamin value dari aktivitas ini, maka bab ini juga menggunakan strategic triangle framework, yaitu adanya keterkaitan antara value, operational capability dan legitimacy. Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa meskipun peraturan perundangan dengan jelas memisahkan fungsi CFO dan COO, tetapi terdapat suatu interdependency yang mengharuskan perlunya penyempurnaan proses bisnis di Satker dan koneksinya dengan proses bisnis di Ditjen Perbendaharaan. Demikian pula, dalam ruang lingkup perbendaharaan negara, Satker dan Ditjen Perbendaharaan sebenarnya mempunyai suatu common objectives yang secara bersama-sama akan dicapai. Untuk itu, sesuai dengan ketentuan perundangan, adalah fungsi Ditjen Perbendaharaan untuk mengkoordinasikan aktivitas penyempurnaan tersebut, termasuk menciptakan standardisasi proses bisnis perbendaharaan negara, baik di Satker maupun di Ditjen Perbendaharaan.

A. Latar Belakang

Pembahasan atas visi dan misi sebuah organisasi senantiasa bersifat strategis

karena hal-hal tersebut adalah merupakan ‘pemandu’ organisasi untuk menetapkan

objektif serta pengerahan keseluruhan sumber daya dalam rangka untuk mencapainya.

Oleh karena itu, penyempurnaan proses bisnis di Satker dan koneksinya dengan proses

bisnis di Ditjen Perbendaharaan haruslah didasari oleh pemahaman tentang visi, misi

dan objektif dari masing-masing stakeholders, khususnya Satker dan Ditjen

Perbendaharaan sendiri.

Terkait dengan hal tersebut di atas, menggunakan model yang diperkenalkan

Mark H. Moore (1995) dalam Creating Public Value: Strategic Management in

Government, setidaknya terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi agar aktivitas

tersebut juga bernilai strategis, baik di Ditjen Pebendaharaan maupun di Satker.

Pertama, aktivitas penyempurnaan tersebut harus bermanfaat secara signifikan bagi

kedua belah pihak (significantly valuable). Kedua, aktivitas penyempurnaan tersebut

harus didasarkan pada kerangka peraturan perundangan yang ada (legitimate). Ketiga,

aktivitas penyempurnaan tersebut harus bisa diterapkan baik secara operasional maupun

administratif (operationally and administratively feasible), dalam kerangka organisasi

Page 27: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  19 

dan potensi kolaborasi yang memungkinkan pencapaian visi, misi dan objektif semua

stakeholders (value).

Sebagaimana terlihat dalam Gambar 2.1, dalam literatur manajemen sektor publik

(public sector management) penerapan dari ketiga kriteria tersebut populer dengan

istilah strategic triangle (Moore, 1994; Moore, 1995; Moore & Khagram, 2004).

Pembahasan atas visi, misi dan objektif masing-masing stakeholders sebagai dasar

penyempurnaan proses bisnis di Satker dan koneksinya dengan proses bisnis di Ditjen

Perbendaharaan dalam bab ini akan menggunakan framework strategic triangle

sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Dalam hal ini, secara berturut-turut akan

dibahas: (i) strategic value dari aktivitas penyempurnaan tersebut, (ii) operational

capability dari usulan penyempurnaan proses bisnis tersebut bagi Satker dan Ditjen

Perbendaharaan, dan (iii) legitimacy dari aktivitas dan hasil penyempurnaan tersebut.

Pembahasan atas visi, misi dan objektif masing-masing stakeholder akan dimasukkan

dalam bagian (ii) tersebut di atas. Terakhir, bab ini akan ditutup dengan suatu penutup

dan sekilas tentang pokok-pokok pembahasan bab berikutnya.

Gambar 2.1. Strategic Triangle: Value, Operational Capability, dan Legitimacy

Sumber: Moore (1995) dan Moore & Khagram (2004)

Value

Legitimacy

Operationallity

Page 28: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  20 

B. Value: Manfaat Penyempurnaan Proses Bisnis di Satker dan Koneksitasnya

dengan Proses Bisnis di Ditjen Perbendaharaan

Dalam penjelasan Undang-undang Keuangan Negara disebutkan bahwa pengelola

keuangan negara ialah Presiden Republik Indonesia atau yang biasa disebut Chief

Executive Officer (CEO). Dalam mengelola keuangan negara, Presiden mendelegasikan

kepada Menteri Keuangan (sebagai Chief Financial Officer) dalam hal kewenangan

kebendaharaan dan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga (sebagai Chief Operational

Officer) dalam hal kewenangan administratif. Sesuai dengan prinsip tersebut, Menteri

Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan, kewajiban

dan asset negara secara nasional, sementara Menteri/Pimpinan Lembaga berwenang dan

bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas pokok dan

fungsi masing-masing. Secara skematis, pemisahan kewenangan pengelolaan keuangan

negara dapat dilihat dalam Gambar 2.2.

Page 29: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  21 

Gambar 2.2. Pemisahan Wewenang Pengelola Keuangan Negara

Keterangan Gambar:

Sumber : Pemisahan Wewenang Pengelolaan Keuangan Negara-modified (Presentasi Sesditjen Perbendaharaan)

Page 30: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  22 

Walaupun secara teknis masing-masing Satker memiliki visi, misi dan objektif

yang berbeda sesuai dengan bidang tugasnya, terdapat suatu kriteria yang secara

generic berkaitan dengan setiap organisasi pemerintah yaitu bahwa semua aktivitas

diarahkan dalam rangka pelaksanaan program pemerintah, termasuk penyediaan

layanan publik. Sebagaimana terlihat dalam Gambar 2.2, guna mencapai visi, misi dan

objektifnya, Kementrian/lembaga (K/L) akan membuat perencanaan strategis (Renstra),

yang pada akhirnya akan diwujudkan dalam Rencana Kegiatan Anggaran

Kementrian/Lembaga (RKA-K/L) tahunan. RKA-K/L ini selanjutnya menjadi landasan

penyusunan APBN (appropriation) tiap tahunnya. Atas dasar dokumen penganggaran,

melalui prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan Ditjen

Perbendaharaan akan menerbitkan DIPA (allocation). DIPA ini adalah dokumen

pelaksanaan anggaran yang menjadi dasar penerbitan SPM oleh K/L, SP2D oleh Ditjen

Perbendaharaan dan pemindahan dana anggaran dari Rekening Kas Negara ke rekening

pihak ketiga atau bendahara pengeluaran dalam rangka pembiayaan program

pemerintah, termasuk penyediaan layanan publik.

Dalam hal ini, Andrew & Campos (2003) menyebutkan bahwa penyusunan dan

pelaksanaan anggaran merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas

dan kuantitas aktivitas penyediaan layanan publik. Schick (1998), berpendapat bahwa

setidaknya terdapat tiga hal yang harus tercapai dalam praktek penganggaran yang

modern (populer dengan sebutan Public Expenditure Management atau PEM) yaitu

aggregate fiscal discipline, allocative efficiency, dan operational efficiency. Aggregate

fiscal disciplin dan allocative efficiency setidaknya diharapkan dapat menjamin

sustainability dari anggaran negara serta terciptanya anggaran negara yang efisien dan

efektifitas untuk pencapaian target masing-masing program pemerintah. Sedangkan

operational efficiency sangat dipengaruhi oleh proses pelaksanaan anggaran (budget

execution) karena implementasi yang sesungguhnya dari program, proyek ataupun

kegiatan pemerintah terjadi pada saat pelaksanaan anggaran (Andrew & Campos,

2003). Lemahnya proses pelaksanaan anggaran, dapat berakibat fatal terutama terhadap

tidak tercapainya sasaran alokasi anggaran yang telah dibuat.

Hashim & Allan (2001) dalam Treasury Reference Model yang diterbitkan World

Bank mengidentifikasikan dua karakteristik utama dalam sistem perbendaharaan.

Pertama adalah perlunya konsolidasi dan kompilasi cepat terhadap data dengan volume

besar dari sejumlah unit vertikal di institusi perbendaharaan dan Satker yang tersebar di

banyak lokasi. Karakteristik yang kedua adalah bahwa proses bisnis yang terdapat

Page 31: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  23 

dalam sistem ini pada dasarnya dilakukan berulang-ulang (repetitive) dan mengikuti

serangkaian mekanisme pelaksanaan dan kontrol/pengawasan tertentu. Di satu sisi,

karakteristik-karakteristik tersebut memungkinkan peningkatan efisiensi dalam

pengelolaan transaksi melalui penggunaan IT dan sistem aplikasi yang terintegrasi

(Hashim & Allan, 2001). Di sisi lain, kondisi tersebut menjadikan penyempurnaan

proses bisnis di Satker dan koneksitasnya dengan proses bisnis di institusi

perbendaharaan, beserta dukungan IT, menjadi sangat krusial. Karakteritik besarnya

volume data dan proses bisnis yang repetitive membawa konsekuensi bahwa

ketidaksempurnaan proses bisnis baik di tingkat Satker, koneksinya dengan proses

bisnis di institusi perbendaharaan maupun di institusi perbendaharaan sendiri akan

berakibat secara berlipat terhadap ketidakkeberhasilan pelaksanaan tugas

perbendaharaan negara. Disinilah, letak strategic value dari pentingnya penyempurnaan

proses bisnis di Satker dan koneksinya dengan proses bisnis di institusi perbendaharaan.

Dari tinjauan sistem informasi, koneksitas proses bisnis yang baik dicerminkan

adanya tingkat integrasi sistem yang tinggi (close system integration). Menurut Hashim

& Allan (2001), integrasi sistem yang baik tidak hanya dicerminkan oleh adanya

penggunaan basis data yang dapat diakses bersama-sama secara aman tetapi juga

adanya kemampuan untuk melakukan pertukaran data diantara berbagai modul/fungsi-

fungsi keuangan yang ada. Dalam prakteknya di beberapa negara, penyempurnaan

koneksitas proses bisnis biasanya mencakup standardisasi proses bisnis di Satker

(Government atau Spending Agencies). Di Australia, di mana spending agencies tidak

hanya melakukan otorisasi pengeluaran tetapi juga fungsi manajemen kas (two tier cash

management system (Lienert, 2008)), institusi perbendaharaan dan audit berperan aktif

tidak hanya dalam penyusunan pedoman tetapi juga melakukan standardisasi proses

bisnis setiap fungsi-fungsi manajemen keuangan negara (Treasure’s Direction, 2006;

ANAO, 1999; Auditor General Victoria, 2004).

Di Amerika Serikat, Pemerintah Federal melalui Financial System Integration

Office (FSIO) melakukan penyempurnaan proses bisnis untuk government agencies

melalui standardisasi dan integrasi dengan tujuan, antara lain :

1. meningkatkan pemahaman akan pentingnya proses bisnis yang standard di

lingkungan pemerintah

2. mengidentifikasi alternatif penyempurnaan proses bisnis

3. menerapkan praktek-praktek yang baik dalam proses bisnis

Page 32: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  24 

4. menciptakan kondisi awal yang sama dan terstandardisasi untuk memudahkan

pengembangan di masa yang akan datang

5. memfasilitasi pertukaran data keuangan di antara institusi pemerintah (FSIO, 2008)

6. Dari uraian di atas dan beberapa contoh penerapan di negara lain, dapat disimpulkan

bahwa penyempurnaan proses bisnis di Satker dan koneksitasnya dengan proses

bisnis di Ditjen Perbendaharaan memberikan manfaat strategis dalam mendukung

pencapaian visi, misi dan objektif dari Satker dan Ditjen Perbendaharaan. Proses

bisnis yang terstandardisasi dan koneksitas yang baik dapat membantu pencapaian

sasaran atau target program, serta dalam rangka peningkatan pelayanan kepada

publik. Bagi Ditjen Perbendaharaan, koneksitas proses bisnis yang baik membantu

tugas pokoknya dalam rangka pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran.

Termasuk didalamnya adalah kemudahan dalam integrasi data dan pengumpulan

informasi yang berkualitas sehingga dapat lebih bermanfaat bagi pengambilan

keputusan, khususnya berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Ditjen

Perbendaharaan.

C. Operational Capability: Kemampuan untuk penerapan usulan penyempurnaan

proses bisnis di Satker dan koneksitasnya dengan proses bisnis di Ditjen

Perbendaharaan

Salah satu hallmark yang diusung dalam reformasi di bidang keuangan negara

adalah adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab yang jelas (clarity of role) antara

pemegang kewenangan administratif dan pemegang kewenangan kebendaharaan (lihat

Gambar 2.2). Pemisahan kewenangan tersebut ditujukan untuk meningkatkan

akuntabilitas dan menjamin adanya check and balance dalam proses pelaksanaan

anggaran (Penjelasan UU No. 1/2004). Pemisahan kewenangan tersebut menciptakan

hubungan yang unik dimana secara implisit menunjukkan adanya independency dalam

suatu kesejajaran namun saling terkait (tidak sepenuhnya independen), antara

Menteri/Ketua Lembaga sebagai Pengguna Anggaran dengan Menteri Keuangan

sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) dalam pelaksanaan pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara (perbendaharaan negara).

Reformasi birokrasi dan tuntutan akan pelayanan yang lebih baik memberi

pengaruh pada cara pandang dan kebijakan organisasi pemerintah terhadap lingkungan

eksternalnya. Berbeda dengan tradisional model dari public administration, institusi

pemerintah pada saat ini cenderung memberi perhatian yang lebih dan menyadari

Page 33: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  25 

perlunya menjalin hubungan strategis dengan pihak-pihak di luar organisasi dalam

rangka pencapaian visi, misi dan objektif organisasinya (Hughes, 2003). Menurut

Allison (1982), manajemen dengan pihak-pihak eksternal organisasi meliputi:

1. hubungan dengan unit organisasi lain dalam lingkup organisasi pemerintah yang

sama (aktivitas koordinasi);

2. hubungan dengan pihak-pihak independent di luar organisasi tersebut, misalnya

instansi pemerintah lainnya, rekanan dan LSM (interest group);

3. hubungan dengan pers.

Dalam kerangka tersebut, dari sudut pandang ruang lingkup organisasi, hubungan

Ditjen Perbendaharaan dengan Satker dapat dikategorikan ke dalam huruf (b) karena

Satker adalah organisasi pemerintah yang independent di luar Ditjen Perbendaharaan.

Namun demikian, hubungan Ditjen Perbendaharaan dengan Satker sebenarnya bersifat

unik karena walaupun tidak berada di dalam lingkup organisasi yang sama (kategori

huruf a), koordinasi dan interaksi dengan Satker sangat erat, berkaitan dengan

pelaksanaan tugas dan fungsi Ditjen Pebendaharaan sebagai institusi perbendaharaan

(Hashim & Allan, 2001).

Terkait dengan hal tersebut di atas, hubungan antara Ditjen Perbendaharaan

dengan Satker dapat berupa bahwa Satker dalam posisi sebagai customer, user, client,

dan counterpart dari Ditjen Perbendaharaan. Satker, misalnya, merupakan customer

dan user dari payment management, dan merupakan counterpart dalam perencanaan kas

[masukan dari Dit PKN, 2008]. Satker juga dapat dikategorikan sebagai user atau client

dalam penggunaan aplikasi software yang dibuat oleh Ditjen Perbendaharaan dan

digunakan untuk berinteraksi dengan sistem informasi yang ada di Ditjen

Perbendaharaan. Dalam hal penyusunan dan penerapan peraturan atau kebijakan yang

dibuat oleh institusi perbendaharaan, Satker dapat berperan sebagai obligatee- atau

pihak mempunyai kewajiban untuk melakukan sesuatu (Moore, 1995; Moore Khagram,

2004). Namun demikian, adakalanya juga Ditjen Perbendaharaan berperan sebagai

obligatee, misalnya dalam hal pemilihan cara pencairan dana untuk belanja yang

diijinkan (UP atau LS) yang dipilih Satker dan harus diikuti oleh oleh Ditjen

Perbendaharaan. Jadi, secara keseluruhan baik Ditjen Perbendaharaan maupun Satker

adalah bersama-sama sebagai stakeholders dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban

keuangan negara (perbendaharaan negara), yang saling bersimbiosis dan berinteraksi.

Dengan pola hubungan yang unik antara institusi perbendaharaan dengan Satker,

maka hal tersebut harus disikapi dan dikaji dengan hati-hati agar penyempurnaan proses

Page 34: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  26 

bisnis di Satker dan koneksitasnya dengan institusi perbendaharaan dapat diterapkan

(operationally feasible) baik di Satker maupun di Ditjen Perbendaharaan sehingga value

yang diharapkan dapat tercapai (lihat Gambar 2.1). Dalam hal ini, pembahasan dalam

buku ini akan menggunakan framework bussiness process improvement sebagaimana

terlihat dalam Gambar 2.3. Gambar 2.3 menunjukkan saling keterkaitan antara visi, misi

dan objektif organisasi dengan proses bisnis, TI dan change management dalam

aktivitas penyempurnaan proses bisnis.

Gambar 2.3. Kerangka Penyempurnaan Proses Bisnis dan Koneksitasnya

Page 35: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  27 

Mengikuti Gambar 2.3, hal pertama yang harus dilakukan dalam rangka

penyempurnaan proses bisnis adalah pendefinisian kembali atas visi dan misi masing-

masing stakeholder, baik itu Satker maupun Ditjen Perbendaharaan. Visi dan misi

tersebut akan menjadi pemandu bagi masing-masing institusi untuk menetapkan

strategic goals atau dalam hal ini objektif masing-masing. Atas dasar kebutuhan untuk

mewujudkan visi, misi dan objektif, maka dilakukan penyempurnaan proses bisnis

beserta pengorganisasiannya.

Dalam hal ini, proses bisnis adalah serangkaian aktivitas yang saling berhubungan

dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi (Davenport & Short, 1990).

Karakteristik utama dari sebuah proses bisnis adalah :

1. Sebuah proses tidak terikat oleh struktur formal organisasi karena melibatkan

banyak fungsi dan sub-unit dalam organisasi (cross functional boundaries);

2. Adanya serangkaian kegiatan tertentu yang dapat ditentukan awal dan akhir-nya

(definable);

3. Adanya stakeholder/beneficiaries yang menggunakan outcomes dari sebuah

proses/sub proses (Davenport & Short, 1990; Grover & Malhotra, 1996).

Dari pengertian proses bisnis ini, maka penyempurnaan proses bisnis

perbendaharaan negara harus lintas institusi, misalnya, berawal dari Satker dan berhenti

pada unit di Ditjen Perbendaharaan. Selanjutnya, teknologi informasi yang

memungkinkan proses bisnis tersebut berjalan maksimal juga harus dibangun (TI

enabler). Demikian pula, karena pada akhirnya kemampuan dan kemauan sumber daya

manusia adalah penentu berjalannya proses bisnis dan teknologi informasi yang telah

disempurnakan, maka penerapan change management menjadi sangat krusial dalam

proses penyempurnaan proses bisnis (bussiness process improvement).

Mekanisme yang tertuang dalam Gambar 2.3 harus dilaksanakan secara utuh,

sebagai persyaratan minimal operationalisasi penyempurnaan proses bisnis sehingga

hal tersebut mampu menciptakan value (lihat Gambar 2.1). Terkait dengan pembahasan

dalam bab ini, fokus hanya dilakukan pada penetapan visi, misi dan objektif baik di

Satker maupun di Ditjen Perbendaharaan. Sedangkan hal-hal lainnya dalam Gambar 2.3

akan dibahas dalam bab-bab berikutnya. Dalam hal ini, melihat variability dari tugas

pokok dan fungsi Satker dalam pelaksanaan program pembangunan dan penyediaan

pelayanan publik, diperlukan suatu visi, misi dan objektif Satker yang bersifat generic,

yang tidak berbeda untuk semua Satker bila dilihat dari aspek pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara. Atas dasar pemikiran tersebut, Gambar 2.4

Page 36: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  28 

mencoba mendefinisikan visi, misi Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan, dan

pemikiran atas visi/misi Satker serta common objectives dalam rangka pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara. Gambar 2.4 tersebut mengikutsertakan Ditjen

Anggaran dalam pembahasan. Hal ini adalah sejalan dengan pembahasan pada bab

sebelumnya dimana analisis dalam buku ini diharapkan dilakukan secara menyeluruh,

mulai dari perencanaan anggaran sampai dengan pertanggungjawaban anggaran. Untuk

itu, visi, misi dan objektif dari Ditjen Anggaran dimasukkan pula dalam Gambar 2.4.

Selanjutnya, dengan memperhatikan Gambar 2.4, Ditjen Anggaran, Ditjen

Perbendaharaan maupun Satker sebenarnya mempunyai common objectives yang

bersifat generic yaitu: (i) mewujudkan pelaksanaan anggaran yang berbasis kinerja, (ii)

mewujudkan efektivitas dan efisiensi pengeluaran negara serta pengamanan keuangan

negara untuk menjaga kesinambungan fiskal berdasarkan prinsip transparansi dan

akuntabilitas, (iii) mewujudkan pengelolaan kas negara yang optimal, transparan dan

akuntabel, (iv) Mewujudkan ketersediaan informasi keuangan yang akurat, handal, dan

relevan. Kembali pada Gambar 2.3, agar common objectives tersebut menjadi

operasional dan dapat dicapai oleh masing-masing stakeholders sehingga menciptakan

value, maka perlu penyempurnaan proses bisnis dan koneksitasnya diantara para

stakeholders, dukungan IT yang memungkinkan (enabling) proses bisnis tersebut

berjalan secara optimal, serta sumber daya manusia yang kompeten dan berkemauan

untuk menyukseskan proses bisnis dan TI yang telah disempurnakan.

Page 37: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  29 

Gambar 2.4. Visi, misi dan Objective DJA, DJPB dan Satker

Visi : Menjadi unit organisasi yang

profesional, kredibel, transparan dan akuntabel dalam perumusan

dan pengelolaan kebijakan di bidang penganggaran

Ditjen Anggaran

Visi : Menjadi Pengelola

Perbendaharaan Negara yang Profesional, Transparan dan

Akuntabel dalam Proses Mewujudkan Bangsa yang Mandiri

dan Sejahtera

Ditjen Perbendaharaan

Visi : Mewujudkan tata kelola keuangan yang profesional, transparan dan

akuntabel untuk mendukung pencapaian sasaran program

pemerintah dan peningkatan kualitas pelayanan publik yang menjadi bidang tugas Kementerian / Lembaga/Satker.

K/L/Satker

Common Objective 1. Mewujudkan pelaksanaan anggaran yang berbasis kinerja 2. Mewujudkan efektifitas dan efisiensi pengeluaran negara serta pengamanan keuangan

negara untuk menjaga kesinambungan fiskal berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas

3. Mewujudkan pengelolaan kas negara yang optimal, transparan dan akuntabel 4. Mewujudkan ketersediaan informasi keuangan yang akurat, handal, dan relevan.

Misi :

1. Mewujudkan perencanaan kebijakan APBN yang sehat, credible, dan sustainable;

2. Mewujudkan efektifitas dan efisiensi pengeluaran negara serta pengamanan keuangan negara untuk menjaga kesinambungan fiskal berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas;

3. Mewujudkan peningkatan penerimaan negara bukan pajak dengan mempertimbangkan perkembangan dunia usaha dan aspek keadilan masyarakat;

4. Meningkatkan kualitas unsur pendukung.

Misi :

1. Mewujudkan Pelaksanaan Anggaran yang Berbasis Kinerja

2. Mewujudkan Pengelolaan Kas Negara yang Transparan dan Akuntabel

3. Mewujudkan Tertib Administrasi Pengelolaan Barang Milik Kekayaan Negara

4. Mengoptimalkan Surat Utang Negara sebagai sumber pembiayaan APBN

5. Mengelola Pinjaman dan Hibah Luar Negeri sesuai kebutuhan APBN

6. Menghasilkan Pelayanan di bidang Perbendaharaan dan Informasi Keuangan yang cepat, tepat dan akurat

7. Mewujudkan Pengelolaan Piutang Pemerintah dan Kredit Program yang berkelanjutan dan dapat dipertanggungjawabkan

Misi :

1. Mengelola keuangan dan Barang Milik Negara secara optimal, hati-hati, transparan dan bertanggungjawab.

2. Memberikan pelayanan prima di bidang pengelolaan keuangan dan barang milik Negara.

3. Menyediakan informasi keuangan dan barang milik negara dengan cepat, tepat, dan akurat.

4. Menjadikan aparat bidang keuangan yang professional.

Page 38: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  30 

D. Legitimacy: Landasan hukum penyempurnaan proses bisnis di Satker dan

koneksitasnya dengan proses bisnis di Ditjen Perbendaharaan

Keberadaan dan aktivitas suatu organisasi pemerintah harus berlandaskan dan

didukung oleh peraturan perundangan yang akan berperan sebagai source of legitimacy

dan memberikan authorising environment bagi organisasi dan aktivitasnya (Moore,

1995). Undang-Undang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Keuangan

Negara beserta peraturan lainnya cukup memberi dasar hukum bagi aktivitas

penyempurnaan proses bisnis perbendaharaan di Satker dan koneksitasnya dengan

proses bisnis di Ditjen Perbendaharaan sebagai Kuasa BUN.

Sebagaimana telah disebutkan didepan, Undang-Undang Perbendaharaan Negara

menghendaki konsistensi dan ketegasan dalam pemisahan antara pemegang

kewenangan administratif (ordonatur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable).

Menteri/Ketua Lembaga dalam hal ini berperan sebagai Chief Operational Officer

(COO) untuk bidang tertentu pemerintahan sedangkan Menteri Keuangan merupakan

Chief Financial Officer (CFO) selaku Bendahara Umum Negara. Sebagai konsekuensi

dari pemisahan tersebut, pelaksanaan kewenangan administratif dan kewenangan

perbendaharaan pada dasarnya independent, tetapi tetap terdapat subset atau

interdependency antara keduanya yaitu dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan

pertanggung jawaban keuangan negara.

Selaku Pengguna Anggaran, Menteri/Ketua Lembaga berwenang diantaranya

untuk menyusun dokumen pelaksanaan anggaran (huruf a), menunjuk Kuasa Pengguna

Anggaran (huruf b), melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran

belanja (huruf e), menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah

pembayaran (huruf f), dan menyusun dan menyampaikan laporan keuangan (huruf j).

Ketentuan dalam Pasal 4 ayat 2 tersebut, terutama huruf e dan f, di atas sejalan dengan

Penjelasan dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara perihal kewenangan

administratif yang meliputi “melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang

mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian

dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementrian negara/lembaga

sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran

atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran”.

Page 39: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  31 

Undang-Undang Perbendaharaan Negara Pasal 7 ayat 1 menyebutkan kedudukan

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 7 ayat 2, kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara di

antaranya meliputi menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran Negara

(huruf a), mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran (huruf b), melakukan

pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban rekening

kas umum negara (huruf f), menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan

(huruf o), menyajikan informasi keuangan negara (huruf p), dan menetapkan kebijakan

dan pedoman pengelolaan serta penghapusan Barang Milik Negara (huruf q). Dalam

pasal 4 ayat 2 huruf (a) disebutkan pula bahwa selaku BUN Menteri Keuangan

berwenang untuk menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara.

Selaku BUN, Menteri Keuangan juga merupakan pengelola keuangan dalam arti

seutuhnya yang berfungsi sebagai kasir, manajer keuangan dan pengawas keuangan

yang berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran negara. Dalam hal ini,

fungsi pengawasan keuangan tersebut terbatas pada aspek rechmatigheid dan

wetmatigheid yang dilakukan hanya pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran

(Penjelasan Undang-Undang Perbendaharaan Negara).

Selanjutnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 huruf l Undang-Undang

Perbendaharaan, termasuk dalam ruang lingkup perbendaharaan adalah perumusan

standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan

keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN. Dalam hal ini, sebagaimana diatur

dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 100/PMK.01/2008 Pasal 806 ditetapkan bahwa

Ditjen Perbendaharaan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan

dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan kebijakan yang

ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundangan yang

berlaku. Selanjutnya, PMK 100/PMK.01/2008 juga menetapkan bahwa Direktorat

Transformasi Perbendaharaan memiliki tugas dan fungsi untuk merumuskan kebijakan

strategi pengembangan; merancang dan mengembangkan; serta menyelaraskan proses

bisnis dan/dengan teknologi informasi perbendaharaan (Pasal 992 dan Pasal 993).

Selanjutnya, dalam PMK 100/PMK.01/2008 Pasal 999 dan Pasal 1000 juga disebutkan

bahwa tugas dan fungsi Subdirektorat Transformasi Proses Bisnis Eksternal diantaranya

meliputi:

1. perumusan kebijakan dan strategi penyempurnaan;

2. pengkajian dan penyempurnaan;

Page 40: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  32 

3. penyusunan rekomendasi dan penetapan landasan hukum;

4. perumusan kebijakan strategi tahapan penerapan koneksitas proses bisnis dengan

Satuan Kerja (Satker), termasuk pengkajian kesesuaian koneksitas-koneksitas

proses bisnis dengan aplikasi teknologi informasi.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan perundangan tersebut di atas, aktivitas

penyempurnaan proses bisnis di Satker dan koneksitasnya dengan proses bisnis di

Ditjen Perbendaharaan adalah sesuai dengan tugas dan fungsi Ditjen Perbendaharaan

(legitimate).

E. Penutup

Dari uraian di atas, berikut ini adalah beberapa hal pokok yang dapat disarikan:

1. Sebagaimana framework penulisan yang telah dijelaskan pada Bab I, Bab II ini

difokuskan pada pembahasan visi, misi dan objektif dari Satker dan Ditjen

Perbendaharaan sebagai landasan untuk penyempurnaan proses bisnis di Satker dan

koneksinya dengan proses bisnis di Ditjen Perbendaharaan.

2. Disamping itu, Bab II ini juga menjelaskan bahwa aktivitas penyempurnaan tersebut

haruslah memberikan value, baik bagi Satker maupun Ditjen Perbendaharaan.

Dengan menggunakan strategic triangle framework, aktivitas penyempurnaan dan

juga usulan penyempurnaan nantinya haruslah legitimate dan operationally feasible

sehingga value dari aktivitas penyempurnaan tersebut dapat maksimal.

3. Dari pembahasan, bahwa meskipun masing-masing Satker dan Ditjen

Perbendaharaan mempunyai visi dan misi yang berbeda dalam pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara, semuanya mempunyai suatu common

objectives, yang secara generik tidak berbeda dan akan dicapai oleh semua

stakeholder. Dengan demikian, aktivitas penyempurnaan proses bisnis ini akan

memberikan value bagi pencapaian common objectives tersebut, dan secara

keseluruhan bagi pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara

(perbendaharaan negara).

4. Demikian juga, guna menjamin agar usulan penyempurnaan proses bisnis tersebut

dapat diterapkan (operationally feasible), maka setidaknya aktivitas penyempurnaan

tersebut setidaknya harus meliputi tiga aspek yaitu proses bisnis dan

pengorganisasiannya, teknologi informasi dan change management.

5. Selanjutnya, UU No.1/2004 dan PMK 100/PMK.01/2008 juga telah menjelaskan

bahwa adalah fungsi Ditjen Perbendaharaan untuk menyempurnakan dan membuat

Page 41: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  33 

standarisasi proses bisnis terkait dengan pengelolaan dan pertanggungjawaban

keuangan negara (perbendaharaan negara), sehingga aktivitas penyempurnaan

tersebut sangat legitimate.

Terkait dengan pembahasan-pembahasan dalam Bab II ini, maka bab selanjutnya

akan difokuskan pada aktivitas baseline assesment. Sebagaimana dijelaskan dalam

framework penulisan pada Bab I, maka baseline assesment ini ditujukan untuk melihat

existing proses bisnis dan pengorganisasiannya, teknologi informasi yang digunakan,

dan juga kompetensi dari sumber daya manusia, baik di Satker maupun di Ditjen

Perbendaharaan. Baseline assesment ini akan memberikan dasar untuk penetapan target

yang lebih riil dari aktivitas penyempurnaan ini, sejalan dengan visi, misi dan common

objectives yang didefinisikan dalam Bab II ini.

Page 42: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  34 

BAB III

Existing Proses Bisnis Pengelolaan Keuangan Negara di Satker

dan Koneksitasnya dengan Proses Bisnis Kuasa BUN

Mengikuti kerangka penulisan sebagaimana dijelaskan dalam Bab I, bab ini difokuskan pada pembahasan tentang existing proses bisnis (i) penyusunan, penelaahan, pengesahan dan revisi dokumen Pelaksanaan Anggaran, (ii) pembuatan komitmen, (iii) pengajuan pembayaran, (iv) pencairan dana, (v) manajemen kas, dan (vi) akuntansi dan Pertanggungjawaban. Disamping itu, dibahas pula aspek dukungan aplikasi-aplikasi yang terdapat di satker serta keterkaitan antar aplikasi baik di dalam satker sendiri maupun dengan aplikasi di DJPB. Namun demikian, sejalan dengan kerangka ITIL v.3 yang digunakan dalam penulisan draft modul ini, belum dilakukan penelitian dan konfirmasi langsung terhadap satker terpilih. Penelitian dan konfirmasi langsung tersebut akan dilakukan awal tahun 2010 sejalan dengan berbagai diskusi interaktif yang sudah direncanakan sejalan. Selanjutnya, bab ini dilengkapi dengan dua appendiks yaitu (i) summary atas penelitian World Bank terkait proses bisnis di satker Departemen PU, dan (ii) summary atas proses bisnis satker BLU. Disampaikan bahwa proses bisnis satker BLU belum menjadi fokus dalam draft modul ini dan akan dikerjakan pada awal tahun 2010 bersama dengan aspek penerimaan dari pengelolaan perbendaharaan di satker.

A. Definisi dan Konsepsi

Sebagaimana telah disinggung dalam bab sebelumnya, proses bisnis merupakan

serangkaian aktivitas yang saling berhubungan dan dilaksanakan untuk mencapai

tujuan organisasi. Secara lebih spesifik, Hammer and Champy (1995),

mendefinisikan proses sebagai sekumpulan aktifitas yang mengolah input menjadi

output tertentu yang bernilai bagi stakeholder.

Dalam bab ini akan dibahas dengan lebih rinci proses bisnis pengelolaan

keuangan negara di Satker, salah satunya dilakukan dengan menyusun process

mapping. Process mapping merupakan alat dalam bentuk grafis untuk

menggambarkan urutan dan flow dari proses bisnis (Paper, Rodger and Pendankar,

2001). Process mapping berguna sebagai alat analisis dan komunikasi untuk dapat

lebih memahami dan menyempurnakan proses dengan kemungkinan menghilangkan

atau menyederhanakan bagian dari proses (Hunt, 1996).

Process mapping akan disusun menurut fase-fase dalam siklus anggaran

sebagaimana ditunjukan dalam relationship matrix dalam BabI. Process mapping

juga disusun dengan memperhatikan karakteristik-karakteristik dari sebuah proses,

Page 43: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  35 

sebagaimana disinggung dalam Bab II, yaitu cross functional boundaries, definable

begining and end point, dan identifiable outcomes and beneficiaries. Dengan cara

demikian, diharapkan process mapping dapat memenuhi fungsinya sebagai alat

komunikasi dan analisis, lebih dari sekedar dokumentasi.

B. Existing Proses Bisnis Pengelolaan Keuangan Negara di Satker dan

Koneksinya dengan Proses Bisnis di Ditjen Perbendaharaan

1. Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Revisi Dokumen Pelaksanaan

Anggaran (DIPA)

DIPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) merupakan dokumen yang

menjadi acuan bagi Satker dalam melaksanakan kegiatan dalam rangka

pelaksanaan APBN. Secara garis besar ada tiga tahap yang harus dilalui untuk

menjadikan suatu DIPA secara hukum sah sebagai dasar pembayaran/pencairan

dana atas beban APBN. Tiga tahap itu yaitu penyusunan konsep DIPA oleh

Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), penelaahan

konsep DIPA di Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan pengesahan DIPA oleh

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

a. Penyusunan Konsep DIPA 

Penyusunan konsep DIPA sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 105/PMK.02/2008 dilakukan oleh PA/KPA dengan

mengacu pada: (I) Undang-undang APBN, (II) Peraturan Presiden (Perpres)

tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP) / Surat

Rincian Alokasi Anggaran (SRAA) untuk konsep DIPA yang ditelaah

didaerah, (III) RKA-KL yang telah disetujui DPR dan ditelaah oleh DJA

serta (IV) Bagan Akun Standar.

b. Penelaahan Konsep DIPA

Penelaahan atas konsep DIPA sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 105/PMK.02/2008 dilakukan bersama-sama antara

petugas dari kementrian/lembaga yang bersangkutan dengan petugas dari

Ditjen Perbendaharaan cq. Direktorat Pelaksanaan Anggaran /Kanwil Ditjen

Perbendaharaan. Penelaahan konsep DIPA yang dilakukan Direktorat

Pelaksanaan Anggaran meliputi DIPA Satker Pusat dan DIPA Tugas

Pembantuan. Sedangkan penelaahan konsep DIPA yang dilakukan di Kanwil

Page 44: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  36 

Ditjen Perbendaharaan meliputi DIPA Satker vertikal Kementrian/Lembaga

di daerah dan DIPA Dana Dekonsentrasi.

Penelaahan atas konsep DIPA dilakukan dengan aktivitas sebagai berikut :

1) Penilaian kesesuaian pencantuman dan penuangan anggaran (Konsep

DIPA halaman I A. Umum) dengan rincian pada Perpres mengenai

RABPP/SRAA, meliputi :

a) Kesesuaian pencantuman uraian organisasi dan satuan kerja.

b) Kesesuaian pencantuman uraian dan pagu anggaran pada fungsi,

subfungsi, program, kegiatan, sub kegiatan, dan kelompok

pengeluaran.

c) Kesesuaian pencantuman sasaran dan indikator keluaran.

2) Penilaian kesesuaian pencantuman rincian penggunaan anggaran

(Konsep DIPA halaman I B. Umum) dengan prinsip pembayaran dalam

mekanisme APBN, meliputi :

a) Kesesuaian pencantuman kode bayar ( kode KPPN).

b) Kesesuaian pencantuman sumber dana.

c) Kesesuaian pencantuman nomor registrasi pinjaman/hibah luar

negeri.

d) Kesesuaian pencantuman tata cara penarikan dana.

3) Penilaian kesesuaian pencantuman rincian penggunaan anggaran

(Konsep DIPA halaman II. Rincian Pengeluaran) dengan kaidah

akuntansi pemerintah, meliputi :

a) Kesesuaian penempatan jenis belanja.

b) Kesesuaian pencantuman akun pengeluaran.

4) Penilaian terhadap rencana penarikan dana tiap bulan (Konsep DIPA

halaman III. Rencana Penarikan dana dan Perkiraan Penerimaan),

meliputi pencantuman rencana penarikan dana tiap bulan sesuai pagu per

kegiatan dan per jenis belanja.

5) Penilaian terhadap perkiraan penerimaan tiap bulan (Konsep DIPA

halaman III. Rencana Penarikan dana dan Perkiraan Penerimaan),

meliputi pencantuman perkiraan penerimaan perpajakan dan PNBP tiap

bulan.

6) Penjelasan tentang rincian belanja kelompok akun yang memerlukan

perlakuan khusus dan/atau persyaratan tertentu pada saat proses

Page 45: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  37 

pencairan dana (Konsep DIPA halaman IV) meliputi (a) Belanja terikat

yang tidak diperkenankan dikurangi dan direlokasi, (b) kegiatan dan

alokasi dana yang diblokir pada saat penelaahan DIPA, (3) hal-hal lain

yang perlu dituangkan dalam Catatan DIPA.

Atas konsep DIPA yang telah dilakukan penelaahan dan telah memenuhi

ketentuan dibuatkan Catatan Penelaahan yang berfungsi sebagai surat

pengantar untuk menyusun Surat Pengesahan DIPA. Catatan Penelaahan

memuat identitas DIPA (Bagian Anggaran, unit organisasi dan satuan kerja),

pagu anggaran per jenis belanja, catatan atas penelaahan DIPA, pihak-pihak

yang melakukan penelaahan, dan persetujuan penelaahan.

c. Pengesahan DIPA

Pengesahan DIPA sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 105/PMK.02/2008 merupakan penetapan oleh Bendahara

Umum Negara atas konsep DIPA yang telah dilakukan penelaahan dan

memuat pernyataan bahwa DIPA berkenaan tersedia dananya dalam APBN

dan dapat menjadi dasar pembayaran/pencairan dana atas beban APBN.

Pengesahan DIPA dilakukan dengan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA

yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA

Satker Pusat dan DIPA Tugas Pembantuan, dan oleh Kepala Kanwil Ditjen

Perbendaharaan untuk DIPA Satker vertikal dan DIPA Dana Dekonsentrasi.

Surat Pengesahan DIPA memuat identitas DIPA (Bagian Anggaran, unit

organisasi dan satuan kerja), pagu anggaran DIPA, rincian sumber dana

DIPA, Kantor Bayar dan pernyataan dari BUN bahwa perhitungan biaya

dalam DIPA merupakan tanggung jawab PA/KPA.

Dalam hal kementerian/lembaga tidak menyampaikan konsep DIPA

sampai dengan tanggal yang telah ditetapkan, maka diterbitkan DIPA

sementara oleh Direktorat Pelaksana Anggaran / Kanwil Ditjen

Perbendaharaan dengan berdasar kepada Perpres mengenai RABPP / SRAA.

Dana yang dapat dicairkan dibatasi untuk pembayaran gaji pegawai,

pengeluaran keperluan sehari-hari perkantoran, daya dan jasa, dan lauk

pauk/bahan makanan. Sedangkan dana untuk jenis pengeluaran lainnya

harus diblokir.

Berikut ini gambar 3.1 dan 3.2 menggambarkan flowchart proses bisnis

penelaahan dan pengesahan DIPA untuk mempermudah pemahaman dari uraian

Page 46: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  38 

diatas yang dipisahkan antara proses di Direktorat Pelaksanaan Anggaran dan

Kanwil Ditjen Perbendaharaan.

Page 47: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 39 

Gambar 3.1

Dow

nstre

amD

it. P

AD

JPBN

Sat

ker

Ups

tream

Page 48: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  40 

Gambar 3.2

Page 49: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  41 

d. Revisi DIPA

Revisi DIPA diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

06/PMK.02/2009. Revisi DIPA adalah perubahan dan/atau pergeseran

rincian anggaran dalam DIPA. Revisi DIPA dibuat oleh PA/KPA dan

diajukan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kanwil Ditjen

Perbendaharaan untuk mendapat pengesahan.

Revisi DIPA dilaksanakan berdasarkan perubahan SAPSK atau tanpa

perubahan SAPSK. Sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan terhadap

(I) alokasi kegiatan 0001 kecuali untuk memenuhi alokasi gaji dan tunjangan

pada Satker lain, (II) alokasi kegiatan 0002 kecuali untuk memenuhi alokasi

kegiatan 0002 pada Satker lain untuk akun yang sama, (III) alokasi kegiatan

0002 kecuali untuk memenuhi alokasi gaji dan tunjangan pada Satker yang

bersangkutan, (IV) alokasi dana untuk pembayaran berbagai tunggakan, (V)

rupiah murni pendamping PHLN, (VI) alokasi dana kegiatan yang bersifat

multi years, dan (VII) alokasi dana pada rincian kelompok

pengeluaran/subkegiatan/kegiatan yang telah dikontrakkan dan/atau

direalisasikan dananya sehingga menjadi minus.

Pengesahan revisi DIPA untuk DIPA Satker Pusat yang berlokasi di DKI

Jakarta, disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. Sedangkan revisi

DIPA untuk DIPA Satker Pusat yang berlokasi di daerah (diluar DKI

Jakarta), DIPA Satker vertikal, DIPA Dekonsentrasi dan DIPA Tugas

Pembantuan baik untuk DIPA yang awalnya disahkan di pusat maupun

daerah, disahkan oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Berikut ini gambar 3.3 menggambarkan flowchart proses bisnis revisi DIPA

untuk mempermudah pemahaman dari uraian diatas.

Page 50: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  42 

Gambar 3.3

Page 51: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 43 

2. Pembuatan Komitmen

Perekaman komitmen (budget commitment recording) ke dalam suatu

sistem yang terintegrasi antara institusi treasury dengan Spending Unit (Satker)

merupakan ciri utama dari commitment management.

a. Definisi

Komitmen merupakan kewajiban yang akan menimbulkan pembayaran

di masa yang akan datang berdasarkan pemenuhan kondisi atau kriteria tertentu

(Radev & Khemani, 2007). Secara umum terdapat dua jenis komitmen.

Komitmen khusus (specific commitment) adalah komitmen yang menimbulkan

kewajiban pembayaran atau serangkaian pembayaran dalam jangka waktu

tertentu. Termasuk dalam komitmen khusus adalah penerbitan persetujuan

kontrak pengadaan barang dan jasa. Sedangkan komitmen yang berkelanjutan

(continuing commitment) merupakan komitmen yang pembayarannya bersifat

berkelanjutan, tidak dibatasi oleh jangka waktu tertentu dan tidak didasarkan

pada adanya kontrak tersendiri. Pembayaran untuk gaji, tunjangan dan

sejenisnya termasuk dalam continuing commitment (Radev & Khemani, 2007).

b. Tujuan dan Fungsi

Pelaksanaan manajemen atas komitmen memiliki dua tujuan utama yang

memiliki orientasi yang berbeda tetapi saling melengkapi. Pada dasarnya,

manajemen komitmen ditujukan untuk mengelola tindakan-tindakan awal yang

menimbulkan kewajiban negara dalam rangka disiplin anggaran (ketaatan

terhadap batas pengeluaran) dan menghindari timbulnya arrears 1. Namun

demikian, manajemen komitmen juga merupakan salah satu alat untuk

melakukan cash forecasting dalam rangka mewujudkan cash management yang

berorientasi ke depan (forward cash planning) yang berbeda dengan cash

forecasting berdasarkan data trend dari periode sebelumnya (historical data

trend). Dengan mencatatkan komitmen ke dalam sistem perbendaharaan, maka

institusi perbendaharaan dapat membuat perencanaan kas yang berorientasi ke

depan (forward cash plans) berdasarkan aliran kas yang akan menyertai sebuah

komitmen.

1 Arrears dapat diartikan sebagai kewajiban pembayaran yang tertunda di mana Negara tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut dalam jangka waktu tertentu (Radev & Khemani, 2007). 

Page 52: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 44 

c. Kerangka Peraturan Perundangan

Dalam peraturan perundangan yang ada telah terdapat beberapa pasal

yang secara implisit mengatur tentang manajemen komitmen dan dapat

dijadikan landasan untuk pengembangan manajemen komitmen di masa yang

akan datang. Dalam pasal 3 ayat 3 UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara disebutkan bahwa tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban

APBN/APBD hanya dapat dilakukan jika tersedia cukup anggaran untuk

membiayai pengeluaran tersebut. Selanjutnya dalam pasal 17 ayat 2 ditegaskan

bahwa ikatan/perjanjian dalam rangka pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh

pengguna anggaran atau kuasanya dengan pihak lain hanya dapat dilakukan

dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.

Patut diperhatikan bahwa seiring dengan semangat let the managers

manage dan peran menteri/pimpinan lembaga sebagai Chief Operational

Officer, kewenangan administratif dalam pengelolaan keuangan negara ada pada

kementerian negara/lembaga. Kewenangan administratif tersebut diantaranya

meliputi kewenangan untuk melakukan perikatan atau tindakan-tindakan

lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara

dan melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada

kementrian/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut

(Penjelasan UU Perbendaharaan).

d. Koneksitas dengan Satker

Pada saat ini belum tersedia mekanisme yang dapat mengintegrasikan

komitmen yang telah dibuat satker ke dalam sistem perbendaharaan negara,

khususnya yang berkaitan dengan manajemen kas di DJPBN. Demikian pula

untuk kontrak yang multi years, belum secara otomatis terekam rencana

tahapan-tahapan pembayarannya untuk masing masing tahun anggaran. Di

samping itu, Chart of Account yang ada belum dapat mengakomodasi

pencatatan untuk commitment stages dalam pelaksanaan anggaran.

Dalam hal manajemen komitmen, existing koneksitas proses bisnis di

Satker dengan proses bisnis perbendaharaan di Ditjen Perbendaharaan justru

terjadi pada saat pencairan dana, di mana informasi yang terkait dengan kontrak

pengadaan dan jasa disampaikan ke KPPN dalam bentuk resume kontrak

sebagai salah satu lampiran SPM (Perdirjen 66/PB/2005). Dengan model

koneksitas seperti ini, informasi perihal kontrak yang disampaikan ke Ditjen

Page 53: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 45 

Perbendaharaan menjadi kurang relevan untuk keperluan forward cash planning

karena baru dapat diketahui pada saat pengeluaran dari kas negara dilakukan.

Beberapa inisiatif telah diupayakan menutup kekurangan ini. Diantaranya

melalui penyampaian Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Kas Instansi/Satuan

Kerja Pemerintah Pusat/Daerah (SE-02/PB/2006) serta penyampaian Laporan

Realisasi Dan Perkiraan Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun

Anggaran 2008 melalui aplikasi Peran 2008 (SE-38/PB/2008). Namun kedua hal

tersebut berjalan kurang efektif, baik karena kurangnya pemahaman Satker

maupun karena sifatnya yang ad-hoc untuk memenuhi kebutuhan akan

informasi tertentu pada akhir tahun anggaran (Peran 2008). Pada saat ini tengah

dikembangkan model Peran 2009 yang lebih komprehensif yang memperhatikan

data aktual dari kegiatan yang sudah atau belum dikontrakkan dari sisa pagu

anggaran yang tersedia.

3. Pengajuan Pembayaran

a. Jenis Pembayaran

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan

Nomor PER-66/PB/2005 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

134/PMK.06/2005, jenis pembayaran terdiri dari:

1) Pembayaran Dengan Uang Persediaan.

Uang persediaan adalah Uang Muka Kerja yang diberikan kepada

bendahara pengeluaran, bersifat daur ulang (revolving) untuk membiayai

kegiatan operasional sehari-hari perkantoran yang tidak dapat dilakukan

dengan pembayaran langsung. Adapun jumlah uang persediaan yang dapat

dimintakan adalah sebagai berikut:

• 1/12 dari pagu maksimal Rp. 50 Juta untuk pagu sampai dengan Rp.900

Juta

• 1/18 dari pagu maksimal Rp. 100 Juta untuk pagu diatas Rp. 900 Juta

sampai dengan Rp. 2,4 Miliar

• 1/24 dari pagu maksimal Rp. 200 Juta untuk pagu diatas Rp. 2,4 Miliar

• 20 % dari pagu dana PNBP pada DIPA maksimal sebesar Rp. 500 Juta

Penggantian UP dapat dilakukan setelah UP digunakan sekurang-kurangnya

75% dari UP yang diterima. Sisa UP pada akhir tahun anggaran harus

disetor ke rekening Kas Negara paling lambat tanggal 31 Desember. Dalam

Page 54: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 46 

hal Penggunaan UP belum mencapai 75% sedangkan satker memerlukan

pendanaan melebihi sisa dana yang tersedia dapat dimintakan Tambahan

Uang Persediaan (TUP).

Pembayaran dengan uang persediaan memiliki kriteria sebagai berikut:

Untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran.

Pembayaran tidak boleh melebihi Rp 10 juta kepada satu rekanan.

Tetap memperhatikan ketentuan perpajakan.

2) Pembayaran Langsung.

Pembayaran langsung merupakan jenis pembayaran yang utama. Dimana

pembayaran dilakukan langsung ke rekening yang berhak/rekanan/pihak

ketiga atau untuk keperluan tertentu melalui Bendahara Pengeluaran.

b. Proses bisnis Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM)

Proses penerbitan SPM diawali dari dibuatnya SPP oleh pejabat yg

bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan (Pejabat Pembuat Komitmen-

PPK) selaku pemberi kerja untuk diteruskan ke pejabat penandatangan SPM.

Pejabat penandatangan SPM melakukan pengujian terhadap kelengkapan

dan ketepatan pembebanan dalam SPP.

b.1. Petugas penerimaan dan pengujian SPP

Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP, mengisi

check list kelengkapan berkas SPP, mencatatnya dalam buku pengawasan

penerimaan SPP dan membuat/ menandatangani tanda terima SPP

berkenaan. Selanjutnya petugas penerima SPP menyampaikan SPP

dimaksud kepada pejabat penandatangan SPM. Adapun kelengkapan SPP

sebagai berikut:

1) Kelengkapan SPP-UP (Uang Persediaan) :

Surat Pernyataan dari KPA atau Pejabat yang ditunjuk,

menyatakan tidak untuk membiayai pengeluaran yang harus

dengan LS.

Daftar Nominatif pemilik tanah yg ditandatangani KPA untuk

Pengadaan tanah yang luas nya kurang dari 1 hektar.

Daftar Nominatif pemilik tanah dan besaran harga tanah yang

ditanda tangani KPA dan diketahui Oleh Panitia Pengadaan

Tanah (PPT) untuk Pengadaan Tanah yg luasnya lebih dari 1

hektar dilakukan dengan bantuan PPT setempat.

Page 55: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 47 

Pengadaan Tanah yang pembayarannya Melalui UP/TUP harus

terlebih dahulu mendapat ijin dari Kantor Pusat Ditjen PBN /

Kanwil Ditjen PBN sedangkan besaran uangnya harus mendapat

dispensasi UP/TUP sesuai ketentuan yang berlaku.

UP/TUP untuk PNBP diajukan terpisah dari UP/TUP Lainnya.

2) Kelengkapan SPP-TUP (Tambahan Uang Persediaan) :

Rincian pengunaan dana dari Kuasa Pengguna Anggaran atau

Pejabat yang ditunjuk, bahwa dana untuk kebutuhan yang

mendesak.

Surat Dispensasi :

Dari Kepala KPPN untuk TUP s/d Rp. 200 Juta

Dari Kepala Kanwil Ditjen PBN untuk TUP diatas Rp. 200

Juta

Surat Pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau Pejabat

yang ditunjuk;

Dana akan habis digunakan dalam 1 bulan sejak terbit SP2D

Tidak untuk pengeluaran dengan LS

Sisa setelah 1 bulan akan disetor ke rekening Kas Negara

Rekening Koran yang menunjukan saldo terakhir.

3) Kelengkapan SPP-GU (Penggantian Uang Persediaan);

Untuk yang dibiayai dari rupiah murni:

SPTB (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja)

Kuitansi

SSP yang telah dilegalisir oleh KPA atau pejabat yang ditunjuk.

Untuk yang dibiayai dari pinjaman atau hibah Luar Negeri (PHLN):

SPTB

Rekapitulasi Pengeluaran per kategori NPHLN

Approval Program dari ADB, bila dipersyaratkan

SSP yang telah dilegalisir oleh KPA atau Pejabat yang ditunjuk.

4) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk pembayaran

Gaji Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/ Gaji terusan/Uang Duka

Wafat/Tewas:

Daftar gaji

Surat Keputusan (SK)

Page 56: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 48 

Surat Pernyataan

Daftar Keluarga (Kp4)

Copy surat nikah

Copy akte lahir

SKPP (Surat Keterangan Penghentian Pembayaran)

Daftar Potongan sewa rumah dinas

Keterangan Sekolah/kuliah

Surat kematian

SSP Pph 21 sesuai peruntukan.

5) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk lembur:

Daftar lembur

surat perintah kerja lembur

SSP Pph 21

6) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk Honor/Vakasi:

Daftar honor/vakasi

Surat Keputusan (SK)

SSP Pph 21

7) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk pembayaran

Gaji Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/ Gaji terusan/Uang Duka

Wafat/Tewas:

Daftar gaji

Surat Keputusan (SK)

Surat Pernyataan

Daftar Keluarga (Kp4)

Copy surat nikah

Copy akte lahir

SKPP (Surat Keterangan Penghentian Pembayaran)

Daftar Potongan sewa rumah dinas

Keterangan Sekolah/kuliah

Surat kematian

SSP Pph 21 sesuai peruntukan.

8) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran Langsung) untuk Pengadaan

barang dan jasa:

Kontrak/SPK yang mencantumkan nomor rekening rekanan;

Page 57: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 49 

Surat Pernyataan Kuasa PA mengenai penetapan rekanan;

BA Penyelesaian Pekerjaan, Serah Terima Pekerjaan, dan

Pembayaran;

Kuitansi yang disetujui oleh Kuasa PA atau pejabat yg ditunjuk;

Faktur pajak beserta SSP yang telah ditandatangani Wajib Pajak;

Jaminan Bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan oleh

bank atau lembaga keuangan non bank;

Dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang

dananya sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman/

hibah luar negeri

Ringkasan Kontrak yang dibuat sesuai dengan format untuk

rupiah murni atau untuk PHLN.

Berita Acara sekurang-kurangnya dalam rangkap 6 disampaikan

kepada : Asli dan satu tembusan untuk penerbit SPM; Masing-

masing satu tembusan untuk para pihak yang membuat kontrak;

Satu tembusan untuk pejabat pelaksana pemeriksaan pekerjaan;

Satu tembusan kepada KPPN Pembayar.

9) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk Pengadaan

Tanah:

Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah yang luasnya

lebih dari 1 hektar;

Foto copy kepemilikan Tanah;

Kuitansi;

SPPT PBB tahun transaksi;

Surat Persetujuan Harga;

Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak dalam

sengketa dan tidak sedang dalam agunan;

Pelepasan /Penyerahan hak atas tanah/ akta jual beli di hadapan

PPAT;

SSP PPh Final atas Pelepasan Hak;

Surat Pelepasan Hak adat ( Bila diperlukan).

10) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk langganan daya

dan jasa:

Bukti tagihan

Page 58: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 50 

Nomor rekening pihak ke tiga (PLN, Telkom, PDAM)

11) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk Perjalanan

dinas:

Surat Tugas

SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas)

Kuitansi

Daftar nominatif

12) Kelengkapan SPP untuk PNBP

UP dapat diberikan kepada satker pengguna sebesar 20 % dari

pagu dana PNBP pada DIPA maksimal sebesar Rp.

500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), dengan melampirkan

Daftar Realisasi Pendapatan dan Penggunaan Dana DIPA

(PNBP) tahun anggaran sebelumnya. Apabila UP tidak

mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil satu

bulan dengan memperhatikan maksimum pencairan (MP).

SSBP (Surat Setoran Bukan Pajak).

Dalam pengajuan SPM-TUP/ GUP/ LS PNBP ke KPPN, satker

pengguna harus melampirkan Daftar Perhitungan Jumlah MP.

b.2. Pejabat penandatangan SPM melakukan pengujian atas SPP sebagai

berikut:

1) Memeriksa secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

2) Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk

memperoleh keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu

anggaran.

3) Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan/atau kelayakan hasil kerja

yang dicapai dengan indikator keluaran.

4) Memeriksa kebenaran atas hak tagih

5) Memeriksa pencapaian tujuan dan/atau sasaran kegiatan sesuai

dengan indikator keluaran yang tercantum dalam DIPA berkenaan

dan/atau spesifikasi teknis yang sudah ditetapkan dalam kontrak.

6) Setelah dilakukan pengujian terhadap SPP-UP/SPP-

TUP/SPPGUP/SPP-LS, Pejabat penandatangan SPM menerbitkan

SPM-UP/SPM-TUP/SPM-GUP/SPM-LS dalam rangkap 3 (tiga)

Page 59: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 51 

untuk disampaikan kepada KPPN (lembar pertama dan kedua) dan

sebagai pertinggal pada satker yang bersangkutan (lembar ketiga).

Berikut ini digambarkan proses bisnis penerbitan SPM UP, GUP, LS

belanja pegawai dan LS non belanja pegawai, sampai dengan pembayarannya

diterima di Satker pada gambar 3.4, 3.5, 3.6, 3.7 dan 3.8.

Page 60: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 52 

Gambar 3.4

Page 61: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 53 

Gambar 3.5

Page 62: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 54 

Gambar 3.6

Page 63: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 55 

Gambar 3.7

Page 64: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 56 

Gambar 3.8

Page 65: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 56 

4. Pencairan Dana

1) Dokumen sebagai Persyaratan dalam Penerbitan SP2D

Prosedur Umum Pembayaran Oleh KPPN berdasarkan Keppres 42 tahun 2002

mewajibkan KPPN hanya dapat melakukan pembayaran setelah menerima

dokumen-dokumen sebagai berikut:

a. Dokumen Penyediaan Dana (DIPA/Dokumen Lain yang disamakan), yang

memuat alokasi dana yang dibebankan pada SPM yang disampaikan.

b. Tembusan SK Pengangkatan Pengelola Anggaran dari Menteri/Pimpinan

Lembaga / Pejabat yang ditunjuk dan spesimen tandatangan yaitu:

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Pejabat Pembuat Komitmen/Penanggung jawab kegiatan (PPK).

Pejabat Penanda tangan SPM/penguji SPP.

Bendahara Pengeluaran.

Jika ada pergantian pejabat perbendaharaan, Satker menyampaikan Berita

Acara serah terima jabatan, tembusan surat usulan pejabat perbendaharaan

kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan surat pemberitahuan dari KPA

Satker yang dilampiri spesimen tanda tangan pejabat baru.

c. Surat Perintah Membayar (SPM), beserta lampirannya sesuai ketentuan dan

jenis pembayaran.

2) Prosedur Penerbitan SP2D

Prosedur penerbitan SP2D dilakukan ketika SPM disampaikan kepada KPPN,

dengan langkah-langkah sebagai berikut (Perdirjen 66 tahun 2005 dan Kep-

297/PB/2007) :

a. Pengguna Anggaran/Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan

SPM beserta dokumen pendukung dilengkapi dengan Arsip Data Komputer

(ADK) berupa soft copy (disket) melalui loket Penerimaan SPM pada KPPN

atau melalui Kantor Pos, kecuali bagi satker yang masih menerbitkan SPM

secara manual tidak perlu ADK.

b. SPM Gaji Induk harus sudah diterima KPPN paling lambat tanggal 15

sebelum bulan pembayaran.

c. Petugas KPPN pada loket penerimaan SPM (front office) memeriksa

kelengkapan SPM, mengisi check list kelengkapan berkas SPM, mencatat

dalam Daftar Pengawasan Penyelesaian SPM, meneliti kelengkapan SPM

dan lampirannya.

Page 66: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 57 

Kelengkapan SPM dimaksud meliputi:

Untuk keperluan UP :

Surat Pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang

ditunjuk, menyatakan bahwa Uang Persediaan tersebut tidak untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran yang menurut ketentuan harus

dengan LS.

Untuk keperluan pembayaran TUP :

Rincian rencana penggunaan dana;

Surat dispensasi Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan

untuk TUP diatas RP 200.000.000 (dua ratus juta rupiah);

Surat Pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang

ditunjuk yang menyatakan bahwa dana Tambahan UP tersebut akan

digunakan untuk keperluan mendesak dan akan habis digunakan

dalam waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan SP2D,

apabila terdapat sisa dana TUP harus disetorkan ke Rekening Kas

Negara, dan tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya

dibayarkan secara langsung.

untuk keperluan pembayaran GUP :

Untuk yang dibiayai dari rupiah murni:

SPTB;

Faktur Pajak dan SSP (surat setoran pajak);

Untuk yang dibiayai dari PHLN:

SPTB;

Rekapitulasi pengeluaran per kategori NPHLN;

Approval program dari ADB, bila dipersyaratkan;

Faktur pajak dan SSP.

untuk keperluan pembayaran langsung (LS) belanja pegawai :

Daftar Gaji/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/Lembur/Honor dan

Vakasi yang ditanda tangani oleh KPA atau pejabat yang ditunjuk

dan Bendahara Pengeluaran;

Surat-surat Keputusan Kepegawaian dalam hal terjadi perubahan

pada daftar gaji;

Surat Keputusan Pemberian honor/vakasi dan SPK lembur;

Page 67: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 59 

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) untuk

persyaratan pembayaran uanga makan;

Surat Setoran Pajak (SSP).

untuk keperluan pembayaran langsung (LS) non belanja pegawai :

Resume Kontrak/SPK atau Daftar Nominatif Perjalanan Dinas;

SPTB;

Faktur Pajak dan SSP (surat setoran pajak);

Bukti asli lampiran SPP merupakan arsip yang disimpan oleh PA/KPA.

d. Pengujian SPM

Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang bersifat

substansif dan formal.

Pengujian substantif dilakukan untuk:

menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM;

menguji ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam

DIPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut;

menguji dokumen sebagai dasar penagihan (Ringkasan

Kontrak/SPK, Surat Keputusan, Daftar Nominatif Perjalanan Dinas);

menguji surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala

kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai tanggung

jawab terhadap kebenaran pelaksanaan pembayaran;

menguji faktur pajak beserta SSPnya;

Pengujian formal dilakukan untuk:

mencocokkan tanda tangan pejabat penandatangan SPM dengan

spesimen tandatangan;

memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan

huruf;

memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh

terdapat cacat dalam penulisan.

e. Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan:

Penerbitan SP2D bilamana SPM yang diajukan memenuhi syarat yang

ditentukan;

Pengembalian SPM kepada penerbit SPM, apabila tidak memenuhi

syarat untuk diterbitkan SP2D.

Page 68: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 60 

Pengesahan Surat Perintah Membayar Penggantian UP (SPM-GUP)

Nihil atas TUP dilaksanakan KPPN dengan membubuhkan Cap pada

SPM GU Nihil dan ditandatangani oleh Kepala Seksi Perbendaharaan.

Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu

sebagai berikut:

SP2D Gaji Induk diterbitkan paling lambat tanggal 25 sebelum bulan

pembayaran.

SP2D Gaji lainnya paling lambat 5 hari kerja setelah diterima SPM

secara lengkap.

SP2D Non Gaji Induk diterbitkan paling lambat satu hari kerja

setelah diterima SPM secara lengkap.

SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lambat satu jam setelah diterima

SPM secara lengkap.

f. Penerbitan SP2D oleh KPPN dilakukan dengan cara:

SP2D diterbitkan dalam rangkap 3 (tiga). Ditandatangani oleh Kepala

Seksi Perbendaharaan untuk kemudian disalurkan ke Satker yang

bersangkutan SP2D lembar ke-2 dan SPM lembar ke-2, disalurkan ke

Seksi Verifikasi dan Akuntansi SP2D lembar ke-3 dan SPM lembar ke-1.

Sedangkan untuk SP2D lembar-1 disalurkan ke Seksi Bank/Giro Pos.

SP2D lembar-1 ditandatangani oleh Kepala Seksi Bank/Giro Pos atau

Seksi Bendum dan dibubuhi stempel timbul yang nantinya disampaikan

kepada Bank Operasional.

Daftar Penguji dibuat dalam rangkap 3 (tiga) sebagai pengantar SP2D

dengan ketentuan:

Ditandatangani oleh Kepala Seksi Bank/Giro Pos atau Seksi Bendum

dan diketahui oleh Kepala KPPN serta dibubuhi stempel timbul

kepala KPPN.

Lembar kesatu dan lembar kedua dilampiri asli SP2D dikirimkan

melalui petugas kurir KPPN ke BI/Bank Operasional /Sentral Giro.

Daftar penguji lembar kedua setelah ditandatangani oleh BI/ Bank

Operasional/ Sentral Giro dikembalikan kepada KPPN melalui

petugas kurir yang sama.

Daftar penguji lembar ketiga sebagai pertinggal di KPPN.

Page 69: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 61 

Berikut ini digambarkan proses bisnis penerbitan SP2D UP/TUP/GUP/LS sampai

dengan pembayarannya diterima di Satker pada gambar 3.9.

Page 70: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 62 

Gambar 3.9

Page 71: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 63 

5. Manajemen Kas

a. Definisi

Manajemen kas di sektor pemerintahan merupakan suatu strategi dan

proses yang terkait dengan pengelolaan secara cost-effective saldo dan aliran

kas jangka pendek pemerintah (Williams, 2004). Sementara Surat Edaran

Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-02/PB/2006 Tentang

Penyampaian Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Kas (Cash Forecasting)

Instansi/Satuan Kerja Pemerintah Pusat/Daerah mendefinisikan perencanaan

kas sebagai kegiatan memperkirakan penerimaan dan pengeluaran kas dalam

jangka waktu tertentu sehingga negara memiliki saldo kas cukup untuk

membiayai kewajiban negara dalam waktu tertentu dalam rangka

pelaksanaan APBN. Manajemen kas dengan demikian melibatkan baik unit

di dalam pemerintah itu sendiri (antara central treasury dengan spending

agencies, misalnya) dan antara pemerintah dengan sektor lain (misalnya

adalah sektor keuangan).

b. Tujuan

Pelaksanaan manajemen kas secara efektif pada sektor pemerintahan

memiliki beberapa tujuan (Williams, 2004), yaitu :

1) Minimalisasi jumlah idle cash balance pemerintah terutama yang

terdapat pada perbankan, berikut biaya yang terkait dengan idle cash

tersebut;

2) Mengurangi risiko, yaitu risiko operasional terkait pembayaran tagihan

pemerintah dan penerimaan negara secara tepat waktu;

3) Melalui berbagai instrumen pemerintah (seperti Treasury Bills dan

pinjaman pemerintah jangka pendek) memberikan beberapa opsi kepada

Pemerintah terkait pengelolaan kebutuhan pembiayaan pemerintah

sehingga dapat menghindari risiko pembiayaan berbiaya tinggi.

c. Kerangka Peraturan perundangan

Dalam peraturan perundangan terdapat beberapa pasal terkait

manajemen kas yang dapat dijadikan sebagai landasan untuk pengembangan

manajemen kas di sektor pemerintahan. Penjelasan Undang-undang Nomor

1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa fungsi

perbendaharaan meliputi, terutama, perencanaan kas yang baik, pencegahan

agar jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber

Page 72: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 64 

pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur

(idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan

Negara/Daerah, Pasal 32 ayat (1) menyebutkan bahwa Menteri Keuangan

selaku Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara

pusat bertanggung jawab untuk membuat perencanaan kas dan menetapkan

saldo kas minimal. Kemudian ayat (2) menyebutkan bahwa, berdasarkan

perencanaan arus kas dan saldo kas minimal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara

pusat menentukan strategi manajemen kas untuk mengatasi kekurangan kas

maupun untuk menggunakan kelebihan kas. Selanjutnya pada ayat (4)

disebutkan bahwa dalam rangka penyusunan perencanaan kas, Kementerian

Negara/Lembaga dan pihak-pihak lain yang terkait dengan penerimaan dan

pengeluaran APBN wajib menyampaikan proyeksi penerimaan dan

pengeluaran secara periodik kepada Bendahara Umum Negara atau Kuasa

Bendahara Umum Negara.

d. Koneksitas Proses Bisnis dengan Satker

Mekanisme koneksitas manajemen kas antara Ditjen Perbendaharaan

sebagai kuasa BUN dengan Kementerian Negara/Lembaga/Satker yang ada

saat ini adalah melalui penyampaian proyeksi penerimaan dan pengeluaran

APBN oleh Kementerian Negara/Lembaga (PP No.39 Tahun 2007 Pasal 32

ayat 4). Hal ini diimplementasikan melalui Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 105/PMK.02/2008 Pasal 6 ayat (2) yang menyebutkan bahwa DIPA

memuat uraian fungsi/sub fungsi, program, sasaran program, rincian

kegiatan/sub kegiatan, jenis belanja, kelompok mata anggaran/akun dan

rencana penarikan dana serta perkiraan penerimaan Kementerian

Negara/Lembaga.

Lebih mendalam mengenai proyeksi Penerimaan dan

Pengeluaran/Belanja Kementerian Negara/Lembaga di atur melalui Surat

Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-02/PB/2006 Tentang

Penyampaian Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Kas (Cash Forecasting)

Instansi/Satuan Kerja Pemerintah Pusat/Daerah dan Surat Edaran Direktur

Jenderal Perbendaharaan Nomor SE- 38/PB/2008 tentang Penyampaian

Page 73: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 65 

Laporan Realisasi Dan Perkiraan Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Tahun Anggaran 2008.

Proses penyampaian laporan rencana penerimaan dan pengeluaran kas

instansi/satuan kerja pemerintah pusat/daerah (SE-02/PB/2006) adalah

sebagai berikut:

1) Laporan rencana penerimaan dan pengeluaran kas instansi/satuan kerja

pemerintah pusat/daerah agar disampaikan setiap bulan kepada KPPN;

2) Laporan rencana penerimaan dan pengeluaran kas merupakan rencana

penerimaan dan pengeluaran kas berjangka satu bulan ke depan dengan

perincian rencana penerimaan dan pengeluaran perminggu;

3) KPPN membuat rekapitulasi laporan rencana penerimaan dan

pengeluaran kas yang diterima dari instansi/satuan kerja pemerintah

pusat/daerah dalam wilayah kerjanya;

4) KPPN menyampaikan laporan rekapitulasi rencana penerimaan dan

pengeluaran kas kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p.

Direktorat Pengelolaan Kas Negara selambat-lambatnya minggu ketiga

sebelum bulan berkenaan.

Sementara proses pelaporan realisasi dan perkiraan belanja Kementerian

Negara/Lembaga adalah sebagai berikut (SE- 38/PB/2008):

1) Satker menyusun laporan sebagai berikut

a) Kegiatan yang telah dikontrakkan dan belum lunas dibayar dalam

DIPA;

b) Kegiatan yang akan dilaksanakan secara kontraktual/non kontraktual;

c) Perkiraan Belanja Satuan Kerja.

2) Laporan Satker disampaikan ke KPPN paling lambat

3) Atas dasar laporan yang dikirimkan oleh Satker, KPPN menyusun

laporan sebagai berikut:

a) Realisasi dan Perkiraan Belanja

b) Perkiraan Belanja Kementerian Negara/Lembaga

4) Laporan KPPN disampaikan kepada :

a) Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p. Direktur Pengelolaan Kas

Negara

Page 74: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 66 

b) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, untuk

selanjutnya menyusun rekapitulasi dan melakukan analisis, serta

melaporkannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan

Penyusunan dan penyampaian laporan tersebut di atas dilakukan dengan

menggunakan program aplikasi realisasi dan perkiraan belanja tahun

anggaran 2008 (Peran 2008).

Berikut adalah proses bisnis penyusunan laporan rencana penerimaan dan

pengeluaran kas instansi/satuan kerja pemerintah pusat/daerah (gambar

3.10), dan proses bisnis penyusunan laporan Realisasi dan Perkiraan Belanja

Kementerian Negara/Lembaga (gambar 3.11) untuk mempermudah

pemahaman dari uraian diatas.

Page 75: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 67 

Gambar 3.10

Page 76: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 68 

Gambar 3.11

Page 77: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 69 

e. Hal-hal yang berkaitan dengan penerimaan negara.

Pengelolaan penerimaan negara di Satker setidaknya meliputi

penerimaan pajak dan, terutama, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dalam sub bagian ini (sebagaimana diusulkan oleh banyak pihak) sekilas

akan dibahas keterkaitan pengelolaan PNBP di Satker dan aktifitas

perencanaan kas di Ditjen Perbendaharaan.

Rencana perkiraan PNBP merupakan bagian dari rencana penarikan dana

dan perkiraan penerimaan (halaman III DIPA). Permasalahannya adalah

tidak adanya sistem atau mekanisme untuk melakukan updating perkiraan

penerimaan PNBP sesuai dengan realisasi selama tahun anggaran berjalan.

Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah melalui Surat Edaran Nomor

SE-02/PB/2006 tentang Penyampaian Rencana Penerimaan Dan

Pengeluaran Kas (Cash Forecasting) Instansi/Satuan Kerja Pemerintah

Pusat/Daerah. Sesuai dengan lampiran I dan III SE tersebut data PNBP

merupakan salah satu elemen penting dalam rangka perencanaan kas.

Namun demikian dalam pelaksanaannya kurang efektif.

Berkaitan dengan kondisi tersebut, sangat dimungkinkan untuk

merevitalisasi penatausahaan dan pelaporan PNBP oleh Ditjen

Perbendaharaan (usulan Kanwil DJPBN Jambi). Sebelumnya aktifitas yang

berkaitan dengan hal tersebut pernah dilakukan oleh Seksi Pendapatan di

KPKN.

6. Pertanggungjawaban

Dalam rangka penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

APBN, disusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang terdiri dari

Neraca, Arus kas, Laporan Realisasi APBN (LRA) dan Catatan Atas Laporan

Keuangan (CALK). LKPP tersebut dihasilkan dari Sistem Akuntansi Pemerintah

Pusat (SAPP), yang terdiri dari Sistem Akuntansi-Bendahara Umum Negara

(SA-BUN) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI).

Salah satu sub sistem dari SA-BUN adalah Sistem Akuntansi Pusat

(SiAP), yang terdiri dari Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SA-KUN) dan

Sistem Akuntansi Umum (SAU). Sedangkan, SAI terdiri dari beberapa sub-

sistem akuntansi yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK), Sistem Informasi

Page 78: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 70 

Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN), dan Sistem

Akuntansi-Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (SA-BAPP).

Dalam rangka pelaksanaan sistem akuntansi tersebut,

Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Ditjen

Perbendaharaan selaku BUN membentuk unit-unit akuntansi. Untuk kajian

proses bisnis pengelolaan keuangan negara di Satker dan koneksitasnya dengan

proses bisnis kuasa BUN, maka pembahasan akan difokuskan pada proses bisnis

dan koneksitas yang berkaitan dengan SAK di tingkat Unit Akuntansi Kuasa

Pengguna Anggaran (UAKPA) dan SiAP di tingkat Unit Akuntansi Kuasa

Bendahara Umum Negara (UAKBUN) Daerah-KPPN.

Proses Bisnis di Satker selaku UAKPA:

Setiap UAKPA wajib memroses dokumen sumber unuk menghasilkan

laporan berupa LRA, Neraca dan Catatan ata Laporan Keuangan Satuan Kerja.

Sebagaimana diatur dalam Lampiran PMK RI No. 171/PMK.05/2007 tentang

Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah dokumen sumber dalam pelaksanaan

SAI untuk menyusun laporan keuangan di tingkat Satker yang antara lain

berupa:

a. Dokumen penerimaan yang terdiri dari :

Estimasi Pendapatan yang dialokasikan: (Pajak, PNBP dan Hibah pada

DIPA dan dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA);

Realisasi Pendapatan: Bukti Penerimaan Negara (BPN) disertai dokumen

pendukung SSBP, SSPB, SSP, SSBC, dan dokumen lain yang

dipersamakan.

b. Dokumen pengeluaran yang terdiri dari :

Alokasi Anggaran DIPA, SKO, dan dokumen lain yang dipersamakan;

Realisasi Pengeluaran : SPM beserta SP2D, dan dokumen lain yang

dipersamakan.

Prosedur dan tahapan sejak perekaman dokumen sumber sampai dengan

pelaporan dalam rangka penyusunan laporan keuangan Kementrian

Negara/Lembaga di tingkat UAKPA adalah sebagai berikut:

Menerima dan memverifikasi dokumen sumber transaksi keuangan dan

barang milik negara;

Merekam dokumen sumber;

Mencetak dan memverifikasi RTH dengan dokumen sumber.

Page 79: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 71 

Mencetak dan memverifikasi buku besar.

Mencetak dan mengirim laporan keuangan beserta ADK ke KPPN setiap

bulan.

Melakukan rekonsiliasi data dengan KPPN dan menandatangani Berita

Acara Rekonsiliasi dan melakukan perbaikan data jika terdapat

kesalahan pada data UAKPA.

Mencetak Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, dan menyampaikannya

UAPPA-W/UAPPA-E1 beserta ADK setiap bulan.

Menyusun Catatan atas Laporan Keuangan dan menyampaikan ke

UAPPA-W/UAPPA-E1 setiap semester.

Melakukan back up data

Berikut ini proses bisnis penyusunan Laporan Keuangan tingkat UAKPA

(gambar 3.12) untuk mempermudah pemahaman dari uraian diatas.

Page 80: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 72 

Gambar 3.12

Page 81: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 73 

Proses bisnis di KPPN selaku UAKBUN Daerah-KPPN:

Selaku UAKBUN-Daerah, KPPN memroses data transaksi penerimaan

dan pengeluaran yang berasal dari Rekening KUN untuk menghasilkan Laporan

Keuangan KPPN. Laporan Keuangan dimasud terdiri dari:

Laporan Arus Kas dan Neraca KUN yang dihasilkan dari Sistem

Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN)

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca SAU, yang dihasilkan

dari Sistem Akuntansi Umum (SAU). LRA dan Neraca SAU dan data

transaksinya merupakan bahan rekonsiliasi dengan Satker di wilayah

kerja KPPN bersangkutan.

Prosedur dan tahapan sejak penerimaan dokumen sumber sampai dengan

penyampaian LKPP kepada unit akuntansi yang lebih tinggi, adalah sebagai

berikut:

1. Menerima dan menatausahakan dokumen sumber yang berupa:

a. DIPA, dan dokumen lain yang dipersamakan termasuk revisinya;

b. SPM, SP2D, SP3, SSPB, Nota Debet, Kiriman Uang (KU)-Keluar,

Wesel Pemerintah, Daftar Penguji dan bukti pendukung lainnya;

c. Bukti Penerimaan Negara (BPN) antara lain: formulir SSP, SSBP,

SSBC, Nota Kredit, KU-Masuk dan dokumen pendukung lainnya.

d. Memo Penyesuaian.

2. Melakukan proses perekaman dokumen sumber; proses perekaman dokumen

sumber dilakukan di Seksi Perbendaharaan, Seksi Persepsi, Seksi Bank/Giro

Pos, dan Seksi Verifikasi dan Akuntansi. ADK SPM yang diterima oleh

Sub-bagian Umum dari Satker yang selanjutnya digunakan oleh Seksi

Perbendaharaan dalam proses pengujian SPM. Seksi Verifikasi dan

Akuntansi merekam dokumen sumber berupa Estimasi pendapatan yang

dialokasikan (DIPA). Seksi Verifikasi dan Akuntansi menerima data digital

dari Seksi Bank dan Giro berupa file yang kemudian di-up load dengan

menggunakan aplikasi SIK-AK. Kemudian Seksi Verifikasi dan Akuntansi

melakukan verifikasi transaksi keuangan dan akuntansi. Jika dalam proses

verifikasi tersebut ditemukan kesalahan, maka Seksi Verifikasi dan

Akuntansi mengirimkan kembali kepada Seksi Bank dan Giro serta Seksi

Page 82: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 74 

Perbendaharaan.Apabila dalam aktivitas tersebut di atas tidak ditemukan

kesalahan, maka dilanjutkan dengan proses posting.

3. Mencetak laporan keuangan SAKUN dan SAU tingkat KPPN

Setelah melakukan proses posting, Seksi Verifikasi dan Akuntansi mencetak

Laporan Keuangan Tingkat KPPN yang dihasilkan dari setelah melakukan

proses posting data. Laporan yang dihasilkan SAKUN dan SAU untuk

tingkat KPPN.

4. Melakukan rekonsiliasi laporan keuangan SAU dengan satuan kerja

(UAKPA)

a. Menerima ADK dari satuan kerja (UAKPA) setiap bulan;

b. Melakukan up load ADK ke dalam Aplikasi Seksi Verifikasi dan

Akuntansi;

c. Melakukan rekonsiliasi data transaksi Sistem Akuntansi Umum (SAU)

dengan data transaksi Sistem Akuntansi Instansi (SAI).

d. Membuat berita acara rekonsiliasi (BAR) yang ditandatangani oleh

Kepala KPPN dan Kuasa Pengguna Anggaran.

e. Mengirim Salinan BAR yang telah ditanda tangani Kepala KPPN dan

KuasaPengguna Anggaran ke Kanwil DJPBN.

5. Pengiriman data dan Laporan Keuangan; KPPN mengirimkan data SAU dan

SAKUN berupa ADK ke Kanwil DJPBN sesuai dengan periode yang

ditentukan.

Berikut ini proses bisnis penyusunan Laporan Keuangan pada UAKBUN-

Daerah (KPPN) (Gambar 3.13) untuk mempermudah pemahaman dari uraian

diatas.

Page 83: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 75 

Gambar 3.13

Page 84: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 76 

Proses bisnis pertanggungjawaban bendahara instansi di Satker (usulan

Direktorat Pengelolaan Kas Negara)

Terdapat usulan agar mekanisme pertanggungjawaban bendahara instansi

melalui Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ Bendahara) tetap digunakan

sebagai salah satu laporan manajerial yang melengkapi laporan akuntabilitas (SAI).

Perlu adanya kesamaan persepsi apakah peraturan terkait penyusunan LPJ

Bendahara masih efektif dan masih diperlukan. Setidaknya telah diusulkan agar

terhadap LPJ Bendahara dilakukan mengikuti mekanisme rekonsiliasi sebagaimana

yang dilakukan oleh unit-unit akuntansi dalam penyusunan Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat (LKPP).

Berikut ini adalah usulan bisnis proses LPJ Bendahara instansi (Gambar 3.14).

Page 85: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 77 

Gambar 3.14

Page 86: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 78 

Keterangan gambar:

1. Bendahara Instansi melakukan rekonsiliasi internal dengan unit SAI/UAKPA

pada Satker yang bersangkutan untuk menentukan angka pasti yang akan

dicantumkan pada LPJ Bendahara.

2. Setelah rekonsiliasi selesai, Bendahara Instansi menyampaikan hasil LPJ

Bendahara tersebut kepada KPPN (Bendahara Penerimaan di Seksi Bendahara

Umum dan Bendahara Pengeluaran di Seksi Perbendaharaan) untuk dilakukan

verifikasi.

3. Hasil dari verifikasi LPJ tersebut oleh Satker dikirimkan ke Instansi Vertikal di

lingkungan Kementrian Lembaga (K/L) tersebut.

4. Instansi Vertikal mengirimkan data hasil dari verifikasi LPJ ke K/L Pusat untuk

kemudian dilakukan rekapitulasi dan dijadikan bahan rekonsiliasi tingkat

nasional dengan departemen Keuangan selaku BUN, dalam hal ini Direktorat

Pengelolaan Kas Negara (Dit PKN), DJPBN.

5. Hasil verifikasi tingkat Satker oleh KPPN dikirimkan ke Kanwil DJPBN.

Kanwil DJPBN membuat rekapitulasi hasil LPJ Bendahara per KPPN yang ada

di wilayah kerjanya.

6. Rekapitulasi per KPPN yang dibuat oleh Kanwil DJPBN dikirimkan ke Dit PKN

DJPBN sebagai bahan untuk rekonsiliasi tingkat nasional dengan K/L.

7. Rekonsiliasi tingkat nasional antara K/L Pusat dan Dit PKN DJPBN. Hasil dari

rekonsiliasi merupakan sumbangan data dalam penyusunan LKPP, berupa data

jumlah rekening Bendahara K/L, saldo kas pada Bendahara Penerimaan dan

Saldo kas pada Bendahara Pengeluaran.

C. Aplikasi-aplikasi yang terdapat di Satuan kerja dan keterkaitan antar aplikasi

1. Aplikasi RKAKL

Aplikasi RKAKL adalah Aplikasi Rencana Kerja Anggaran Kementerian

Lembaga yang dimiliki oleh setiap Satuan Kerja (Satker) yang terdapat pada

Kementerian/Lembaga. Aplikasi RKAKL digunakan oleh Satuan Kerja (Satker)

untuk membuat Rencana Kerja yang akan dilaksanakan pada tahun yang

bersangkutan dan juga Rencana Anggaran yang akan digunakan untuk Tahun

Anggaran tersebut. Yang mana Aplikasi RKAKL ini akan digunakan sebagai

bahan untuk menerbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Cara

menggunakan Aplikasi RKAKL ini dengan memasukkan password rkakl.

Page 87: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 79 

Setelah password diinput maka user sudah dapat menggunakan Aplikasi

RKAKL dengan masuk kedalam Menu-Menu yang tersedia.

Adapun aplikasi RKAKL ini mempunyai 6 Menu yaitu :

• RKA-KL,

• KPJM,

• Laporan,

• Referensi,

• Utility,

• Keluar.

Dan dari masing-masing Menu tersebut mempunyai beberapa Sub Menu yaitu :

• RKA-KL yang terdiri dari 6 Sub Menu : Rincian Belanja;

Pendapatan/PNBP; Cetak Rincian; Cetak Uraian; Cetak Ringkasan; Jadwal

Penarikan/Penerimaan.

• KPJM yang terdiri dari 1 Sub Menu : Laporan KPJM/MTEF.

• Laporan yang terdiri dari 10 Sub Menu : POK; Laporan per-unit; Laporan

per-program; Laporan per-Prov/Unit; Laporan per-Prov/Program; Laporan

mengikat/PNBP; Laporan kegiatan prioritas; Laporan MAK; Laporan Sub

Kegiatan; Laporan Blokir.

• Referensi yang terdiri dari 19 Sub Menu : Standar Biaya Umum; Standar

Biaya Khusus; Keterangan MAK; Kegiatan Prioritas;

Kementrian/Lembaga/Unit; Propinsi/Kab/Kota; Fungsi/Sub Fungsi/

Program; Kegiatan; Sub Kegiatan; Jenis Belanja s/d MAK-P; Sasaran

Program; Kegiatan Prioritas; Registrasi; Kurs; KPPN; Satuan Kerja;

Penandatangan; Tahun Anggaran; Password.

• Utility yang terdiri dari 11 Sub Menu : Backup Data RKAKL; Backup Data

DIPA; Restore Data RKAKL; Gabung Data; Hapus Data; Split Data; Ubah

Lokasi Kegiatan; Ubah KPPN; Ubah Program Kepemimpinan; Konversi

Kode MAK/Akun; Perbaikan Data.

• Keluar yang terdiri dari 2 Sub Menu : Keluar; Info.

Page 88: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 80 

2. Aplikasi Peran

Aplikasi Peran adalah aplikasi perencanaan anggaran yang digunakan

untuk mengetahui perencanaan anggaran pada masing-masing Satuan Kerja

(Satker) yang ada pada Kementrian / Lembaga. Aplikasi ini juga dipergunakan

untuk mempermudah monitoring anggaran yang terdapat pada masing-masing

Satuan Kerja (Satker).

Adapun aplikasi Peran ini mempunyai beberapa Menu yaitu

• Input Data;

• Laporan;

• Utility dan

• Keluar Aplikasi.

Dan dari masing-masing menu tersebut terdiri dari beberapa Sub Menu yaitu :

• Input Data terdiri dari 4 Sub Menu : Setting Aplikasi; Referensi Pejabat;

Data Sisa Kontrak; Data Rencana Pencairan.

• Laporan terdiri dari 1 Sub Menu : Cetak Lampiran.

• Utility terdiri dari 3 Sub Menu : Back-up; Gabung; Transfer Data ke KPPN.

• Keluar Aplikasi terdiri dari 1 Sub Menu : Keluar.

3. Aplikasi Gaji Pegawai Pusat (GPP)

Aplikasi GPP 2008 Satker ini adalah aplikasi yang diberikan ke seluruh

Satuan Kerja pengelola dana APBN untuk keperluan pembayaran PNS Pusat.

Dengan demikian setiap Satuan Kerja yang mengelola pembayaran belanja

pegawai PNS Pusat wajib menggunakan aplikasi ini.

Page 89: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 81 

Melalui Aplikasi tersebut Petugas Administrasi Pengelolaan Belanja

Pegawai (PAPBP) dapat mencatat, menghitung berbagai macam belanja

pegawai seperti Gaji Induk (Bulanan), Gaji Susulan, Persekot Gaji, Gaji

Terusan, Kekurangan Gaji, Uang Duka Wafat, Uang Duka Tewas, dan Gaji ke-

13, uang makan PNS, uang lembur , SKPP dan Surat Permintaan Uang Duka.

Aplikasi ini juga digunakan untuk mencetak berbagai daftar permintaan

pembayaran belanja pegawai, KP4, SSP, SPT Pajak dll. termasuk kartu

pengawasan pembayaran gaji sehingga satuan kerja tidak perlu melakukan

pengkartuan, secara manual.

Aplikasi ini didesain sesederhana mungkin (user friendly), namun

demikian tetap menghendaki pengisian selengkap mungkin elemen data masing-

masing pegawai serta memperhatikan referensi maupun setting yang ada.

Dengan demikian output aplikasi ini akan benar-benar valid sesuai dengan yang

diharapkan.

Tujuan umum yang ingin dicapai dengan komputerisasi penggajian adalah

meningkatkan kecepatan dan ketepatan dalam penyelesaian pembayaran Belanja

Pegawai khususnya gaji PNS Pusat. Sedangkan tujuan khusus yang ingin

dicapai adalah untuk memberikan kemudahan dalam mengelola data gaji para

pegawai di lingkungan satuan kerja bersangkutan. Dan memberikan kemudahan

dan kecepatan pelayanan bagi KPPN dalam menguji daftar gaji dan penerbitan

SP2D Gaji. Menciptakan adanya standarisasi sistem. Pemanfaatan data untuk

keperluan informasi kepegawaian PNS Pusat beserta data gajinya.

Adapun Aplikasi GPP mempunyai beberapa Menu yaitu

• Setting,

• Pegawai,

• Gaji,

• Laporan,

• Tambahan,

• Monitoring,

• Referensi,

• Utility,

• Kirim,

• Keluar.

Page 90: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 82 

Dan dari masing-masing Menu tersebut terdiri dari beberapa Sub Menu :

• Setting terdiri dari 6 Sub Menu: Konfigurasi; Setting Referensi Anak

Satker; Setting Anak Satker; Setting Penomoran; Setting Pejabat; Setting

Password.

• Pegawai terdiri dari 9 Sub Menu : Data Pegawai; No Urut Pegawai; Daftar

Pegawai Non Aktif; Status Kawin Awal Tahun; Terima Data Rekon dari

KPPN; Kirim Data Pegawai Pindah; Terima Data Pegawai Pindahan;

Dokter Bidan PTT; Pencarian Pegawai.

• Gaji terdiri dari 8 Sub Menu : Proses Perhitungan Gaji; R/U/H Gaji;

Kekurangan Gaji; R/U/H Kekurangan Gaji; Surat Permintaan Persekot

Gaji; Proses Gaji Dokter / Bidan PTT; Kekurangan Gaji Manual; RUH

Kekurangan Gaji Manual.

• Laporan terdiri dari 4 Sub Menu: Cetak Gaji; Kartu Pegawai; Daftar

Pengawasan Gaji; Cetak Gaji Dokter / Bidan PTT.

• Tambahan terdiri dari 4 Sub Menu : Uang Makan; Surat Permintaan Uang

Duka; SKPP; Uang Lembur.

• Monitoring terdiri dari 6 Sub Menu : Monitoring Gaji Belum Load;

Monitoring Tunggakan; Monitoring Utang Lebih; Monitoring Potongan

Lain; Monitoring Pegawai Pensiun; Monitoring Anak Dewasa.

• Referensi terdiri dari 20 Sub Menu: Tarif; Tunjangan PNS; Daftar

Potongan; Taperum; Daftar Gaji; Daftar Gaji Hakim; Tunjangan Umum;

Tunjangan Khusus Papua; Tunjangan Khusus Papua Hakim; Tunjangan

Wilayah terpencil; Satker; Departemen; KPPN; Lokasi; Golongan; Status

Pegawai; Agama; Jenis Gaji; Status Keluarga; Status Kawin.

• Utility terdiri dari 6 Sub Menu : Load Master; Unload Master; Mengindek;

Backup; Restore; Hapus Data.

• Kirim terdiri dari 3 Sub Menu: Kirim Gaji ke KPPN; Penyamaan Data;

Kirim Pegawai Pindah ke KPPN.

• Keluar terdiri dari 2 Sub Menu : Tentang Aplikasi; Keluar.

Data masukan yang diperlukan dalam Aplikasi Gaji PNS Pusat adalah sebagai

berikut :

Page 91: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 83 

a. Data Pegawai Satuan Kerja dan setting tunjangan-tunjangan

struktural/fungsional yang ada dalam Satuan Kerja.

b. Data setting/referensi yang perlu diisi sebelum menjalankan menu yang lain

dan akan digunakan sebagai data acuan.

Sedangkan hasil keluaran yang utama dari Aplikasi GPP adalah Cetak Daftar

Gaji; Cetak Rekapitulasi Gaji; Cetak Surat Setoran Pajak; Kartu Pegawai;

Kartu Perubahan Pegawai; KP4 (Surat Keterangan untuk Mendapatkan

Tunjangan Keluarga); Rekap SPT Tahunan; Cetak SPT Tahunan; Surat

Permintaan Persekot; Cetak Kartu Hutang Pegawai; Uang Makan; Uang

Lembur; SKPP; Slip Gaji; Surat Permintaan Persekot Gaji; Laporan-laporan

hasil monitoring.

4. Aplikasi SPM

Aplikasi SPM adalah sebuah aplikasi yang digunakan oleh Satker-satker

untuk membuat Surat Perintah Membayar yang akan dibawa ke KPPN untuk

dilakukan proses pencairan dana. Aplikasi SPM ini juga terdapat 2 sifat bentuk

Aplikasi yaitu Aplikasi SPM bersifat Stand Alone dan Aplikasi SPM yang

bersifat Network. Dimana Aplikasi SPM Stand Alone yang digunakan dengan 1

buah Personal Komputer atau Laptop yang hanya digunakan oleh 1 orang saja

tanpa bisa terkoneksi dengan Aplikasi SPM di Personal Komputer lainnya.

Sedangkan untuk Aplikasi SPM Network adalah Aplikasi yang diinstall ke

dalam sebuah server pada 1 satker yang mana satker tersebut mempunyai

beberapa client yang dapat menggunakan Aplikasi SPM tersebut secara

bersamaan. Yang mana Aplikasi SPM ini akan berhubungan dengan Aplikasi

SP2D pada KPPN. SPM dibuat atas dasar dokumen gaji, pembayaran pekerjaan

pada pihak ketiga, uang persediaan atau semua dokumen lain berhubungan

dengan pencairan dana pada satker yang terdapat dalam DIPA satker tersebut.

Yang mana aplikasi SPM ini akan berhubungan dengan Aplikasi SP2D yang ada

pada seluruh KPPN. Dan data dari SPM ini juga akan berhubungan dengan

beberapa aplikasi lainnya seperti Aplikasi SAKPA pada Satker.

Page 92: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 84 

Model pengoperasian Aplikasi SPM Network, sebagai berikut :

a. Program Startup

Sistem multi user ini memungkinkan client untuk mengakses data yang

ada pada server secara bersamaan dengan tingkat kewenangan yang

diberikan oleh supervisor. Agar Aplikasi SPM Network ini bisa dijalankan

oleh client, harus dijalankan terlebih dahulu program startup_spm08.exe.

Program startup_spm08.exe hanya bisa dijalankan dengan user ID: startup

dan password: startup. Setelah startup ini dijalankan maka Database SPM

sudah bisa diakses oleh semua client yang ada. Semua satker yang sedang

menggunakan Aplikasi SPM akan tampak pada "Daftar User yang sedang

Online." Jika User keluar dari Aplikasi SPM secara normal, maka User

yang bersangkutan otomatis akan hilang dari daftar tersebut. Dalam

Aplikasi SPM Network, satu User ID hanya dapat dipakai oleh satu

komputer client. Oleh karena itu jika terjadi hal-hal yang tidak normal,

seperti komputer 'hang', maka Supervisor bisa melakukan 'Disconnect User'

agar User ID yang bersangkutan bisa digunakan lagi.Tombol 'Shutdown'

digunakan untuk menonaktifkan Database yang berarti Client tidak bisa

mengakses Database (lawan dari startup).

b. Program Aplikasi SPM

Setelah startup Database dijalankan, maka client dapat menjalankan

program Aplikasi SPM di komputer masing-masing. Default yang

digunakan untuk menjalankan Aplikasi SPM Network pertama kali adalah

User ID :super dan Password: super. Jika berhasil maka akan muncul

tampilan Menu Utama dan langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah

melakukan setting referensi satker pengguna Aplikasi SPM.

Adapun aplikasi SPM ini terdapat 8 Menu yaitu :

• Pagu,

• SPM,

• Monitoring,

• Referensi I,

• Referensi II,

• Utiliti,

• Peraturan dan

Page 93: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 85 

• Keluar.

Dan masih masing-masing menu tersebut mempunyai beberapa sub Menu

yaitu :

• Menu Pagu yang terdiri terdiri dari 6 Sub Menu : R/U/H Pagu; Transfer

Pagu; R/U/H SKPA; Cetak SKPA; Transfer SKPA; Terima SKPA.

• Menu SPM yang terdiri dari 10 Sub Menu : R/U/H SPM; R/U/H SPM

Pengembalian Penerimaan; R/U/H SPM Pembagian Hasil Penerimaan;

R/U/H SPM Imbalan Bunga; R/U/H SPM REKSUS (KPPN Khusus);

R/U/H SPM BLU; Cetak SPM; Cetak SPM KPPN Khusus; Catat Nomor

SP2D; Load Master.

• Menu Monitoring terdiri dari 3 Sub Menu : Monitoring Penyekesaian

SPM; Monitoring Load Master; Monitoring Kontrak.

• Menu Referensi I terdiri dari 19 Sub Menu : Satker; KPPN; Nomor

SPM; User; Bank/Pos; Bendaharawan; Pejabat; Jenis Dokumen; Jenis

SPM; Kewenangan Pelaksanaan; Cara Bayar; Jenis Pembayaran; Sifat

Pembayaran; Beban; Jenis Bantuan; Sumber Dana; Cara Penarikan;

KPP; Golongan.

• Menu Referensi II terdiri dari 13 Sub Menu : Fungsi-Sub Fungsi-

Program; Kegiatan; Sub Kegiatan; Kementerian; Lokasi / Dati II;

Lender; Valuta Asing; Pinjaman; Kategori Pinjaman; Register; Mata

Anggaran; Konversi Mata Anggaran; Dokumen Pengesahan.

• Menu Utility terdiri dari 12 Sub Menu : Transfer Data SPM; Backup

Data Pagu dan Transaksi; Restore Data Pagu dan Transaksi; Hapus Data

Transaksi; Bersihkan Data Sampah; Cek Data Ganda; Reindeks

Database; Backup Referensi; Restore Referensi; Copy Referensi; Split

Tabel Satker; Kalender.

• Menu Keluar terdiri dari 2 Sub Menu : Informasi; Keluar Aplikasi.

Page 94: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 86 

5. Aplikasi Persediaan

Aplikasi persediaan adalah aplikasi yang digunakan untuk mendukung

aplikasi lainnya yaitu Aplikasi Simak-BMN. Dimana data dari persediaan akan

dikirimkan ke Aplikasi Simak-BMN. Dan data persediaan mendapat inputan

dari SPM, SP2D, Kuitansi, Faktur, BAST/HIBAH, SPK. Untuk menggunakan

Aplikasi Persediaan ini harus memasukkan user name, password dan IP Server

yaitu untuk user name nya “umum”, password “umum”, IP Server “localhost”.

Kemudian Klik tanda Check List pada Login. Setelah semua dilakukan maka

kita sudah dapat menggunakan Aplikasi Persediaan tersebut. Adapun aplikasi

Persediaan ini terdiri dari beberapa Menu yaitu :

• Referensi,

• Transaksi,

• Laporan,

• Utility,

• Keluar.

Menu-menu yang ada pada aplikasi persediaan ini terdiri dari beberapa Sub

Menu :

• Referensi terdiri dari 9 Sub Menu : Tabel UAPB; Tabel UAPPB-E1; Tabel

UAPPB-Wilayah; Tabel UAKPB; Tabel Wilayah; Tabel Kanwil; Tabel Sub-

sub Kelompok Barang; Tabel Barang; Penandatangan.

• Transaksi terdiri dari 4 Sub Menu : Persediaan Masuk; Persediaan Keluar;

Koreksi ; Hasil Opname Fisik.

• Laporan terdiri dari 4 Sub Menu : Buku Persediaan; Laporan Persediaan;

Laporan Rincian Persediaan; Daftar Transaksi.

• Utility terdiri dari 6 Sub Menu : Pengiriman ke Simak BMN, Penerimaan

dari UAPKPB, Backup/Restore Database; Backup/Restore Referensi;

Pengosongan Data; pengosongan Referensi.

• Keluar.

Page 95: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 87 

6. Aplikasi SIMAK-BMN

Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara

(SIMAK-BMN) sebagai sub sistem dari Sistem Akuntansi Instansi selain

Sistem Akuntansi Keuangan. Dengan demikian dapat dilakukan check and

balance antara arus uang dan arus barang. SIMAK-BMN ditujukan untuk

meningkatkan pemahaman serta kontrol yang sistematis terutama perlengkapan/

rumah tangga atau yang semacamnya sehingga sesuai struktur Unit Akuntansi

Barang melekat kewajiban untuk penyusunan laporan barang milik negara

dalam rangka penyusunan laporan keuangan kementerian negara/lembaga.

SIMAK-BMN dan SAK sebagai sub sistem harus saling berjalan secara

simultan.

Selain itu, SIMAK-BMN juga menyatukan konsep manajemen barang

dengan pelaporan untuk tujuan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dalam

bentuk neraca. Sehingga dengan demikian SIMAK-BMN dapat memenuhi

kebutuhan manajerial dan pertanggungjawaban sekaligus.

Untuk dapat menggunakan Aplikasi SIMAK-BMN ini kita harus

melakukan login terlebih dahulu dengan cara masuk pada menu login.

Kemudian input user id ”admin”, password ”admin”, IP Server ”localhost”

kemudian input tahun anggaran pada tahun berjalan. Setelah semua proses input

pada menu login selesai kemudian klik masuk. Jika tidak ada kesalahan lagi

pada proses input menu login maka kita sudah dapat masuk pada semua menu

yang ada pada Aplikasi SIMAK-BMN.

Adapun aplikasi SIMAK-BMN terdiri dari beberapa menu yaitu

• Tabel Referensi,

• Transaksi

• Buku/Daftar,

• Laporan,

• Utility,

• Keluar.

Menu-menu yang terdapat pada Aplikasi SIMAK-BMN ini terdiri dari beberapa

Sub Menu :

Page 96: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 88 

• Tabel Referensi terdiri dari 10 Sub Menu : Tabel Penandatangan; Tabel

Ruangan; Tabel UAPB; Tabel UAPPB-E1; Tabel UAPPB-W; Tabel

UAKPB; Tabel Wilayah; Tabel Kanwil; Tabel Barang; Tabel Jenis

Transaksi.

• Transaksi terdiri dari 14 Sub Menu : Daftar BMN Tahun Lalu; Saldo Awal

BMN; Perolehan BMN; Perubahan BMN; Perubahan Nilai Koreksi Tim

Penerbitan Aset; Penghapusan BMN; Penghentian BMN dari Penggunaan;

Konstruksi Dalam Pengerjaan; Kartu Identitas Barang; Daftar Barang

Ruangan; Daftar Barang Lainnya; Perubahan dari DBR ke

DBL/Sebaliknya; BMN Bersejarah; Barang Pihak Ketiga.

• Buku/Daftar terdiri dari 11 Sub Menu : Buku Barang; Buku Barang

Bersejarah; Kartu Identitas Barang; Catatan Mutasi Perubahan (CMP);

Daftar Barang Ruangan; Daftar Barang Lainnya; Daftar Transaksi BMN;

Daftar Transaksi BMN UAPKPB; Daftar Barang Belum Terdistribusi;

Pencetakan Label; Daftar Barang Pihak Ketiga.

• Laporan terdiri dari 6 Sub Menu : Laporan Barang Kuasa Pengguna;

Laporan Barang Pembantu Kuasa Penguna; Laporan Barang Kuasa

Pengguna Persediaan; Laporan Kondisi Barang; Laporan Posisi BMN di

Neraca; Catatan Ringkas BMN-KPB.

• Utility terdiri dari 10 Sub Menu : Penerimaan dari UAPKPB; Penerimaan

dari Persediaan; Pengiriman ke UAKPA; Pengiriman ke UAPPB-

W/UAPPB-E1; Pengiriman ke KPKNL; Back-Up; Restore; Pembatalan

Kiriman; Kosongkan Transaksi; Restore Database Versi Demo.

• Keluar terdiri dari 2 Sub Menu : Selesai;Log off.

Dimana keluaran/laporan yang dihasilkan dari Sistem Informasi Manajemen dan

Akuntansi BMN tingkat UAPB sebagai berikut: Daftar Barang Intrakomptabel,

Daftar Barang, Ekstrakomptabel, Daftar Barang Barang Bersejarah, Daftar

Barang Persediaan, Laporan Barang Pengguna Semesteran, Laporan Barang

Pengguna Tahunan, Catatan Ringkas BMN, LKB.

Page 97: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 89 

7. Aplikasi SAKPA

Aplikasi SAKPA ini merupakan sub sistem dari aplikasi SAI. Yang mana

Aplikasi SAKPA ini digunakan oleh Satuan Kerja (Satker) untuk memproses

data transaksi dalam penyusunan laporan. Aplikasi SAKPA ini akan

menghasilkan beberapa laporan yaitu : LRA Pendapatan & LRA Belanja, LRA

Pengembalian Pendapatan dan Pengembalian Belanja, Neraca Percobaan &

Neraca, Laporan Realisasi Anggaran. Dan ADK dari Aplikasi SAKPA ini akan

dikirimkan ke KPPN guna untuk melakukan Rekonsiliasi.

Alur Data pada aplikasi Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran

(SAKPA):

• Satker memproses dokumen sumber berupa :

Dokumen Anggaran : DIPA, POK, Estimasi Pendapatan

Dokumen Belanja : SPM/SP2D

Dokumen Penerimaan : SSBP/SSP/SSBC,SSPB

Dokumen Aset Lain : Jurnal Neraca

Dokumen Aset Tetap, bentuk file : ADK GL Aset

• Setelah dokumen sumber diinput atau di proses , maka dilanjutkan dengan

proses pencetakan Register Transaksi Harian untuk dilakukan proses

Verifikasi.

• Apabila tidak terdapat Kesalahan , dilanjutkan dengan proses Posting, untuk

menghasilkan buku besar.

• Setelah Data di Posting agar bisa mencetak Laporan Keuangan.

• Setiap bulan petugas akuntansi mengirim ADK komputer ke KPPN untuk

dilakukan Rekonsiliasi dengan Data di KPPN.

• Apabila pada proses rekonsiliasi tidak terjadi perbedaan, maka Satker

mengirim ADK ke Wilayah / Eselon 1.

Untuk dapat menggunakan Aplikasi SAKPA ini kita harus melakukan login

terlebih dahulu dengan cara masuk pada menu login. Kemudian input user id

”admin”, password ”admin” kemudian input tahun anggaran pada tahun

berjalan. Setelah semua proses input pada menu login selesai kemudian klik

masuk. Jika tidak ada kesalahan lagi pada proses input menu login maka kita

sudah dapat masuk pada semua menu yang ada pada aplikasi SAKPA.

Page 98: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 90 

Adapun aplikasi SAKPA terdiri dari beberapa menu yaitu :

• Tabel Referensi,

• Transaksi,

• Proses,

• Laporan,

• Utility,

• Selesai.

Menu-menu yang terdapat pada Aplikasi SAKPA ini terdiri dari beberapa Sub

Menu :

• Tabel Referensi terdiri dari 12 Sub Menu : BA-Es1; KANWIL; Wilayah;

SATKER; KPPN; Fungsi-Subfungsi dan Program; Kegiatan-SubKegiatan;

Bagan Akun Standar; Jurnal Standar; Daftar MAKMAP; Daftar MAPING

BAS; Daftar Departemen Penerima Potongan/Setoran.

• Transaksi terdiri dari 12 Sub Menu : Daftar DIPA; Daftar Revisi DIPA;

Estimasi Pendapatan; Daftar SKPA; DIPA Luncuran; Daftar SPM; Daftar

SPM-BLU; Pendapatan; Pengembalian Belanja; Jurnal Neraca; Jurnal

Koreksi; Daftar Pengembalian Belanja Dari Potongan SPM.

• Proses terdiri dari 4 Sub Menu : Posting; Tutup Tahun; Tutup Tahun

Dengan Satker Beda; Konversi Satker Berubah Kode.

• Laporan terdiri dari 14 Sub Menu : Buku Besar; Neraca Percobaan; Neraca;

Laporan Realisasi Anggaran; Laporan Realisasi Belanja; Laporan

Pengembalian Belanja; Laporan Realisasi Pendapatan; Laporan

Pengembalian Pendapatan; Rekap Potongan PFK; Rekap Potongan Pajak;

Laporan Realisasi Belanja Format 2007; Laporan Realisasi Pendapatan

Format 2007; Laporan Realisasi Anggaran DIPA Luncuran; Laporan

Realisasi Anggaran dari SKPA.

• Utility terdiri dari 12 Sub Menu : Ubah Password; Back-Up; Restore;

Pengosongan Transaksi; Pack Data; Reindex Data; Penerimaan Aset dari

UAKPB; Pengiriman ke UAPPA-W/UAPPA-E1; Pengiriman ke KPPN;

Copy File DIPA; Copy Data SPM; Pengiriman Saldo Awal.

• Selesai.

Output yang dihasilkan dari Aplikasi SAKPA adalah bentuk laporan antara lain:

Page 99: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 91 

• Buku Besar yang berfungsi menampilkan semua kode transaksi, kode

perkiraan, nama perkiraan dan posisi debet kreditnya secara bulanan per

kode perkiraan.

• Neraca Percobaan Bulanan yang berfungsi menampilkan semua kode

transaksi, kode perkiraan, nama perkiraan dan posisi debet kreditnya

secara bulanan. Digunakan untuk mengetahui saldo-saldo perkiraan buku

besar pada tanggal tertentu untuk tahun anggaran berjalan.

• Neraca Percobaan Semesteran yang berfungsi menampilkan semua kode

transaksi, kode perkiraan, nama perkiraan dan posisi debet kreditnya

secara semesteran. Digunakan untuk mengetahui saldo-saldo perkiraan

buku besar pada tanggal tertentu untuk tahun anggaran berjalan.

• Neraca Percobaan Tahunan yang berfungsi menampilkan semua kode

transaksi, kode perkiraan, nama perkiraan dan posisi debet kreditnya

secara tahunan. Digunakan untuk mengetahui saldo-saldo perkiraan buku

besar pada tanggal tertentu untuk tahun anggaran berjalan.

• Neraca Bulanan yang berfungsi menampilkan aktiva dan kewajiban serta

modal pada suatu periode tertentu secara bulanan.

• Neraca Semesteran yang berfungsi menampilkan aktiva dan kewajiban

serta modal pada suatu periode tertentu secara semesteran.

• Neraca Tahunan yang berfungsi menampilkan aktiva dan kewajiban serta

modal pada suatu periode tertentu secara tahunan.

• Laporan Realisasi Anggaran Semesteran yang berfungsi menampilkan

posisi realisasi anggaran sampai dengan periode satu semester yang telah

terealisasi. Laporan Realisasi Anggaran ini mencerminkan pendapatan dan

belanja total dari satker setelah dikurangi dengan pengembalian.

• Laporan Realisasi Anggaran Tahunan yang berfungsi menampilkan posisi

realisasi anggaran sampai dengan periode satu tahun yang telah terealisasi.

Laporan Realisasi Anggaran ini mencerminkan pendapatan dan belanja

total dari satker setelah dikurangi dengan pengembalian.

• Laporan Realisasi Belanja yang berfungsi untuk menampilkan posisi

realisasi anggaran belanja sampai dengan periode tertentu yang telah

terealisasi, baik secara bulanan atau triwulanan.

Page 100: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 92 

• Laporan Realisasi Belanja format DKKA yang berfungsi LRA Belanja

format DKKA adalah laporan yang dipergunakan untuk menampilkan

posisi realisasi anggaran belanja sampai dengan periode tertentu yang

telah terealisasi, baik secara bulanan atau triwulanan dengan format

DKKA.

• Laporan Realisasi Belanja format DIPA yang berfungsi LRA Belanja

format DIPA adalah laporan yang dipergunakan untuk menampilkan posisi

realisasi anggaran belanja sampai dengan periode tertentu yang telah

terealisasi, baik secara bulanan atau triwulanan dengan format DIPA.

• Laporan Realisasi Pengembalian Belanja yang berfungsi LRA

Pengembalian Belanja adalah laporan yang dipergunakan untuk

menampilkan pengembalian belanja sampai dengan periode tertentu yang

telah terealisasi baik secara bulanan atau triwulanan.

• Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah yang berfungsi

laporan yang dipergunakan untuk menampilkan realisasi pendapatan

sampai dengan periode tertentu yang telah terealisasi baik secara bulanan

atau triwulanan.

• LRA Pengembalian Pendapatan Negara dan Hibah yang berfungsi laporan

yang dipergunakan untuk menampilkan pengembalian pendapatan sampai

dengan periode tertentu yang telah terealisasi baik secara bulanan atau

triwulanan.

Page 101: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 93 

8. Keterkaitan antar Aplikasi yang terdapat pada Satuan Kerja (Satker)

Hubungan Aplikasi yang terdapat pada Satker

Pengelolaan Keuangan Pengelolaan BarangPerencanaan/Monitoring

Mulai

RKAKL DIPA

Peran

SPM

SAKPA

Persediaan

SIMAK-BMN

Selesai

Kegiatan/Anggaran

Kegiatan/Anggaran

Laporan Pencairan Dana

Kegiatan/Anggaran

Monitoring/.Perencanaan

Laporan Asset

Laporan Keuangan untuk Asset

GPP Laporan status pegawai

Page 102: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 94 

Penjelasan hubungan antar Aplikasi yang diatas :

• Aplikasi RKA-KL adalah suatu aplikasi yang digunakan oleh Satuan Kerja untuk

dapat mengetahui kegiatan apa yang akan dilaksanakan pada tahun yang akan

berjalan. Dimana dalam aplikasi RKA-KL ini akan menghasilkan detai dari semua

kegiatan yang akan dilaksanakan mulai dari fungsi/subfungsi,

kegiatan/subkegiatan, mata anggaran yangdigunakan, nama kegiatan, biaya yang

dibutuhkan untuk masing-masing kegiatan, waktu pelaksanaan kegiatan. Yang

mana hasil dari aplikasi RKA-KL ini akan menjadi inputan untuk aplikasi DIPA.

Dimana aplikasi DIPA akan mengadopsi hasil outputan dari aplikasi RKA-KL

yaitu jumlah total anggaran yang dibutuhkan untuk setiap mata anggaran kegiatan.

• Aplikasi DIPA adalah suatu aplikasi yang digunakan untuk dapat mengirimkan

jumlah anggaran yang dibutuhkan dalam setiap mata anggaran keuangan ke KPPN

dimana tempat Satuan Kerja tersebut akan melakukan transaksi. Dan juga aplikasi

DIPA ini berhubungan dengan Aplikasi SPM. Dimana aplikasi SPM nanti dibuat

berdasarkan DIPA yang ada pada masing-masing Satuan Kerja.

• Aplikasi Peran adalah suatu aplikasi yang digunakan oleh Satuan Kerja untuk

membuat sebuah perencanaan dalam penerimaan dan pengeluaran yang akan

dilakukan oleh Satuan Kerja tersebut dalam Tahun Anggaran yang berjalan.

Dimana aplikasi ini adalah suatu monitoring perencanaan untuk melakukan

penarikan dan penerimaan dana melalui Aplikasi SPM.

• Aplikasi GPP adalah suatu aplikasi yang digunakan untuk melakukan monitoring

terhadap gaji pegawai pusat yang ada pada Satuan Kerja. Dimana aplikasi ini dapat

mengetahui jumlah pegawai yang ada dengan semua status yang akan digunakan

untuk pembayaran pada pegawai tersebut. Dan hasil dari aplikasi GPP ini akan

digunakan sebagai bahan untuk membuat SPM tentang Gaji.

• Aplikasi SPM adalah suatu aplikasi yang digunakan Satuan Kerja untuk melakukan

pencairan dana di KPPN. Dimana Aplikasi SPM ini akan menghasilkan sebuah

Surat Perintah Membayar yang dikeluarkan oleh Pejabat Penguji SPM yang dalam

bentuk Softcopy dan Hardcopy yang nanti nya dari softcopy Aplikasi SPM ini akan

dimasukkan dalam Aplikasi SP2D yang terdapat pada KPPN yang bersangkutan.

Dan akan menghasilkan SP2D yang akan dipergunakan sebagai bukti pembayaran.

• Aplikasi Persediaan adalah suatu aplikasi yang digunakan untuk membuat sebuah

laporan persediaan dari Barang Milik Negara yang akan digunakan sebagai inputan

Page 103: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 95 

dari Aplikasi lainnya yaitu Aplikasi SIMAK-BMN. Dimana dalam Aplikasi

Persediaan ini memproses tentang Aset Lancar pada Satuan Kerja.

• Aplikasi SIMAK-BMN adalah suatu aplikasi yang digunakan untuk membuat

laporan keuangan tentang barang milik Negara yang terdapat dalam Satuan Kerja

tersebut. Yang mana hasil dari aplikasi SIMAK-BMN ini akan menjadi inputan

bagi aplikasi SAKPA dalam hal data penerimaan asset.

• Aplikasi SAKPA adalah suatu aplikasi tentang laporan keuangan dari Satuan Kerja.

Dimana laporan keuangan aplikasi SAKPA ini adalah inputan dari semua hasil

aplikasi yang ada pada Satuan Kerja. Yang mana laporan keuangan aplikasi

SAKPA ini akan dilaporkan kepada KPPN untuk dilakukan rekonsiliasi terhadap

laporan keuangan Satuan Kerja tersebut. Dan aplikasi SAKPA ini adalah laporan

akhir keuangan yang dikelola oleh Satuan Kerja tersebut.

Penjelasan dari gambar diatas adalah :

Dalam Aplikasi diatas terdapat beberapa fungsi yaitu :

• Fungsi Monitoring dan Perencanaan;

• Fungsi Pengelolaan Keuangan;

• Fungsi Pengelolaan Barang.

Aplikasi ini secara garis besarnya berhubungan antara satu aplikasi dengan aplikasi

yang lain. Tetapi diantara aplikasi ini ada yang terhubung secara sistem dan ada yang

Page 104: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 96 

hanya terhubung secara input saja. Seperti Aplikasi Peran, Aplikasi GPP, dan Aplikasi

RKAKL adalah sebuah aplikasi yang hanya sebagai input dalam bentuk tertulis yang

digunakan pada aplikasi lainnya. Sedangkan aplikasi SPM, DIPA, SIMAK-BMN,

Persediaan dan SAKPA itu dapat berhubungan secara sistem tetapi dalam hal ini

aplikasi terhubung secara sistem dan juga dapat terhubung sebagai input.

Mengapa dikatakan seperti itu karena aplikasi-aplikasi ini melakukan penginputan

manual juga seperti pada Aplikasi DIPA ada penginputan data R/U/H Data Pagu DIPA,

Aplikasi SPM ada penginputan data R/U/H Pagu DIPA, dan pada Aplikasi SAKPA juga

terdapat penginputan R/U/H Pagu DIPA. Dimana dalam hal ini menjelaskan bahwa

walaupun aplikasi sudah terhubung secara sistem tetapi aplikasi juga dapat dilakukan

dengan cara penginputan manual sehingga mengakibatkan pengguna akan melakukan 2

penginputan yang sama.

Dan juga antara aplikasi SPM, SAKPA dan SIMAK-BMN yang juga sudah terhubung

secara sistem dan terjadi penginputan manual yaitu R/U/H Data SPM & SP2D, R/U/H

Penerimaan SKPA dan R/U/H Daftar / Jurnal Aset.

D. Penutup

Dari uraian pada beberapa sub-bab tersebut di atas, berikut ini adalah beberapa

pokok pikiran yang dapat disarikan:

1. Sebagaimana framework penulisan modul yang telah dijelaskan pada Bab I,

pembahasan pada Bab III difokuskan pada penyusunan process mapping yang

bersifat cross functional-boundaries dan deskripsi dari aktivitas selama siklus

APBN yang terkait dengan bisnis proses di Satker dan koneksinya dengan

Ditjen Perbendaharaan.

2. Beberapa ketentuan utama yang mengatur standar proses bisnis di Satker

diantaranya meliputi Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 66/

PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Bebab Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara dan Peraturan Menteri Keuangan No.

171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Pemerintah Pusat.

3. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa telah terdapat standar proses bisnis

untuk tiap-tiap tahapan dalam siklus anggaran, sejak penyusunan dokumen

pelaksanaan anggaran (DIPA) hingga pelaporan dan pertanggungjawaban.

Page 105: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 97 

4. Namun demikian, standard proses bisnis saat ini belum sepenuhnya

mencerminkan pembagian dan model integrasi modular yang dikenal dalam

international best practice sejalan dengan pengembangan SPAN. Misalnya, saat

ini tidak terdapat sebuah standar proses bisnis yang secara utuh untuk

mengelola data komitmen/ kontrak dan mengintegrasikannya dengan bisnis

proses lainnya yang terkait, misalnya dengan manajemen kas. Pendekatan ad-

hoc dalam mengikut sertakan Satker untuk keperluan perencanaan kas juga tidak

sepenuhnya berjalan seperti yang diharapkan.

5. Tinjauan atas fitur dan integrasi sistem informasi dan aplikasi/ software

menunjukkan bahwa sistem informasi di Satker saat ini sangat ter-fragmentasi

dengan banyaknya menu untuk melakukan up-date/ mengubah data (multiple

entry points).

6. Beberapa fitur baik dalam standar proses bisnis maupun sistem aplikasi saat ini

yang diperoleh dari aktivitas process mapping akan sangat bermanfaat sebagai

inisiasi untuk assessment yang lebih komprehensif dan penentuan model

koneksitas proses bisnis dengan Satker di masa yang akan datang (future) yang

akan dibahas pada bab selanjutnya dalam modul ini.

7. Untuk melengkapi pembahasan dalam bab ini, ditambahkan Appendix 1dan 2.

Appendix 1 merupakan ringkasan dari penelitian World Bank atas pelaksanaan

standar proses bisnis di salah satu Satker yang kiranya bermanfaat sebagai bahan

kajian dan perbandingan. Sedangkan Appemdix 2 memuat tinjauan atas proses

bisnis Satker Badan Layanan Umum, yang untuk sementara belum menjadi

fokus pembahasan dalam modul ini.

Page 106: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 98 

Appendix I

Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga

Financial Management Assessment

Draft Report The Worl Bank Group

September, 2008

SUMMARY

Tujuan dari penelitian adalah untuk memberikan masukan kepada Departemen

Pekerjaan Umum dalam rangka mendukung agenda reformasi di bidang pengelolaan

keuangan negara. Dalam rangka penyempurnaan koneksitas proses bisnis di Satker,

resume ini berfokus pada pembahasan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan

negara di Ditjen Bina Marga khususnya yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi

Ditjen Perbendaharaan. Pembahasan terkait dengan existing proses bisnis, hasil analisis

dan rekomendasi adalah sebagai berikut:

Pelaksanaan Anggaran (Budget Execution)

I. Kerangka organisasi dalam pelaksanaan anggaran.

Pembahasan dalam sub bagian ini meliputi sturktur organisasi, tugas dan fungsi

serta proses pemilihan pejabat perbendaharaan. Pelaksanaan anggaran merupakan

tanggung jawab utama Satker. DIPA yang ditetapkan pada awal tahun anggaran

merupakan dasar bagi Satker untuk melakukan komitmen. Pelaksanaan anggaran

dimulai sejak penerbitan surat keputusan menteri perihal kriteria pemilihan untuk

pejabat perbendaharaan, kemampuan teknis dan hal-hal administratif lainnya.

Pejabat perbendaharaan meliputi Kuasa Pengguna anggaran, Pejabat Pembuat

komitmen, Penguji SPP/Penerbit SPM, dan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran.

Pemisahan wewenang dan pembagian tugas di antara para pejabat pebendaharaan

ditujukan untuk memwujudkan adanya mekanisme saling uji/ check-balance.

II. Key issues dalam Pelaksanaan Anggaran

a. Cash Planning

Kondisi Saat ini: Perencanaan kas tahunan tidak disesuaikan secara periodik dengan

komitment yang benar-benar dibuat selama tahun anggaran. DIPA yang diterbitkan

pada awal tahun anggaran memuat rencana kerja/pengadaan tahunan serta Rencana

Penarikan Dana berkaitan dengan rencana kerja tersebut. Rencana penarikan dana

untuk periode bulanan tidak di-monitor dan direvisi selama berjalannya tahun

Page 107: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 99 

anggaran. Pengeluaran yang dilaporkan sifatnya ex-post terhadap dana anggaran

yang di sediakan di DIPA. Dengan kata lain, Rencana Penarikan Dana untuk

periode bulanan yang ada dalam DIPA tidak disesuaikan terhadap fakta/kenyataan

yang ada selama berjalannya tahun anggaran, misalnya penundaan kontrak,

penundaan implementasi proyek, perubaha kontrak dan faktor eksternal lainnya

yang mempengaruhi harga barang dan jasa.

Analisis: Tidak adanya rencana penarikan dana yang reliable menyebabkan

beberapa efek negatif dalam pelaksanaan anggaran. Kondisi tersebut tidak

memungkinkan pengelola keuangan/pejabat perbendaharaan untuk mengantisipasi

kemungkinan penghematan pada sub-kegiatan tertentu dengan melakukan re-alokasi

anggaran ke sub-kegiatan lainnya. Adanya rush penarikan dana anggaran di akhir

tahun yang berakibat pada kurangnya kualitas pengadaan dan hasil pengeluaran

anggaran yang tidak optimal.

Rekomendasi: Perlunya meningkatkan manajemen proyek dengan membentuk

komisi perencanaan kas (“cash planning komite”) di Satker yang diketuai oleh

Kepala Satker dan terdiri dari para pejabat perbendaharaan. Hasil perencanaan kas

yang dibuat oleh komite ini beserta permasalahan yang dijumpai dalam pelaksanaan

anggaran (bottle neck) dilaporkan kepada Ditjen Bina Marga dan Ditjen

Perbendaharaan.

b. Treasury Single Account (TSA)

Kondisi saat ini: Pada saat ini terdapat dua jenis pembayaran yaitu Pembayaran

Langsung dan Pembayaran melalui Uang Persediaan. Dalam kaitannya dengan

pelaksanaan TSA, Uang Persediaan dapat dipandang sebagai pembayaran lump-

sump (lumps sump transfer) atas kas dalam jumlah yang terbatas dari TSA ke

rekening bank Satker.

Analisis: Penerapan konsep TSA secara partial, memungkinkan terjadinya

penundaan pembayaran dan terciptanya idle cash. Batas jumlah UP yang dapat

disimpan dalam rekening bendahara pengeluaran terikat dengan pagu DIPA untuk

tahun yang bersangkutan, dengan kemungkinan melakukan pengisian kembali

(GUP) terkait dengan saldo UP di rekening bendaharawan. Sistem ini sulit di

administrasi dan kompleksitasnya tidak mendukung akuntabilitas yang memadai.

Satker masih dapat melakukan replenishment untuk melakukan pengisian kembali

Uang Persediaan yang melebihi ketentuan apabila memenuhi kondisi-kondisi

tertentu. Kompleksitas peraturan yang berkaitan penerapan saldo kas di luar TSA

Page 108: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 100 

dan pembayaran kepada pihak ke-tiga/rekanan dengan kas dapat mengurangi

disiplin anggaran.

Rekomendasi: Perlunya alternatif pembayaran melalui Uang Persediaan, setidaknya

dapat lebih sejalan dengan cara pembayaran lainnya, yaitu Pembayaran Langsung.

Misalnya dengan melakukan pembayaran Uang Persediaan melalui rekening

bersaldo nihil (zero balanced account) pada rekening yang dikuasai secara bersama-

sama oleh Bendahara Pengeluaran dan Kanwil/KPPN bersangkutan. Cara lainnya

adalah dengan membuka rekening yang memberi batas pagu penarikan Uang

Persediaan yang dapat dilakukan oleh bendahara pengeluaran sesuai dengan rencana

penarikan dana dan rekening koran, dengan kemungkinan replenishment/pengisian

kembali sebulan sekali. Pembayaran melalui rekening ini, nantinya merupakan dasar

bagi bank yang bersangkutan untuk melakukan penarikan dari rekening TSA.

c. Mekanisme saling uji dalam pemeriksaan barang dan jasa hasil pengadaan

Kondisi saat ini: Pengujian diimulai saat staf melakukan evaluasi atas SPP,

melakukan verifikasi atas check list dan kelengkapat dokumen yang diajukan,

membuat catatan atas penerimaan SPP dan menerbitkan dokumen penerimaan SPP.

Dokumen SPP dan kelengkapannya kemudian diajukan kepada Pejabat

penguji/penerbit SPM. Pejabat penguji/Penerbit SPM selanjutnya memastikan

bahwa (i) tersedia anggaran untuk melakukan pembayaran (ii) SPP sudah sesuai

dengan rencana kerja dan output yang dicatat (iii) permintaan pembayaran sudah

sesuai dengan spesifikasi kontrak dan jadwal pembayaran. Perlu dicatat bahwa

verifikasi yang dilakukan pada SPP dan SPM terbatas pada jumlah yang tercatat

dalam dokumen. Verifikasi fisik dari output tidak dilakukan pada tahap ini. Pejabat

pembuat komitmen dari satker pelaksana (implementing satker) melakukan

pengawasan atas implementasi fisik dari proyek. Sedangkan verifikasi fisik

dilakukan oleh kontraktor yang ditunjuk oleh satker yang melakukan perencanaan

(planning satker) pada saat pelkerjaan selesai dan ditagihkan (dibuatkan invoice).

Analysis: Terlepas dari adanya mekanisme saling uji yang sudah ada, ternyata hasil

audit dari BPK pada tahun 2007 mengindikasikan bahwa kurangnya verifikasi

dalam pengadaan barang dan jasa telah menimpulkan kelebihan bayar

(overpayments) kepada kontraktor, double charge dan pengadaan barang dan jasa

yang kurang berkualitas. Verifikasi yang dilakukan oleh konsultan yang ditunjuk

oleh “planning satker” ternyata tidak dapat berjalan dengan efektif. Salah satunya

Page 109: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 101 

karena keterbatasan anggaran untuk melakukan verifikasi fisik sebagaimana

mestinya.

Rekomendasi: Perlu melakukan redefinisi dari peran “planning satker” dalam

melakukan verifikasi fisik pengadaan barang dan jasa. Salah satu alternatif,

diantaranya dengan mengaktifkan peran Balai (di tingkat propinsi), sehingga dapat

mendekatkan dan melakukan pengawasan langsung untuk meningkatkan

mekanisme saling uji dan mengurangi sentralisasi

d. Keterlambatan dalam pembayaran langsung

Kondisi saat ini: Proses pembayaran dimulai dengan penyiapan SPP oleh satker atas

dasar invoice yang diterima dari suplier dan diikuti dengan penilaian barang dan

jasa. Petugas di Satker melakukan input data SPP dan mencetak menggunakan

aplikasi yang dibuat oleh Ditjen Perbendaharaan, dan menyampaikan SPP tersebut

untuk disetujui oleh Kepala Satker atau pejabat pembuat komitmen (?). Setelah SPP

disetujui lalu dibuat SPM oleh bendahara pengeluaran dengan menggunakan

aplikasi dari Ditjen Perbendaharaan. Selanjutnya SPM diproses sesuai dengan jenis

pembayarannya. Pengawasan atas keterlambatan pemrosesan di KPPN dilakukan

dengan merujuk pada tanggal agenda penerimaan SPM di front office.

Keterlambatan yang berkaitan dengan pengajuan SPM yang tidak lengkap

(incomplete) atau salah (error) tidak tercatat baik oleh KPPN maupun oleh Satker.

Analysis: Proses pembayaran yang ada saat ini tidak memungkinkan adanya

pengawasan yang menyeluruh dalam penyaluran pembayaran kepada kontraktor.

KPPN saat ini telah melakukan pengawasan yang ketat terhadap keterlambatan di

akhir proses. Namun demikian, dengan periode maksimum 48 jam untuk melakukan

proses pembayaran di Satker, keterlambatan dalam proses pembayaran di Satker

tidak dapat di monitor. Hal tersebut karena baik tanggal invoice dari kontraktor

maupun tanggal penerimaan barang dan jasa tidak dicatat dalam software/aplikasi.

Lagipula, tidak dilakukan pencatatan oleh KPPN dalam hal SPM tidak memenuhi

syarat. Oleh karena itu, keterlambatan yang diakibatkan oleh penolakan tersebut

tidak dapat diawasi.

Rekomendasi: Ketentuan yang berkaitan dengan jangka waktu penyelesaian

pembayaran di Satker (48 jam) harus diterapkan sebagaimana mestinya. Salah

satunya dengan mencatat tanggal pengajuan invoice dan tanggal penyelesaian

verifikasi barang dan jasa. Selanjutnya, KPPN dapat menjelaskan alasan penolakan

secara tertulis yang tercatat dalam aplikasi/software di Satker.

Page 110: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 102 

III. Akuntansi dan Pelaporan

a. Pelaporan keuangan dan pelaksanaan anggaran

Current situation: Peraturan yang ada mengharuskan Satker untuk menyampaikan

laporan keuangan dan kinerja. Laporan keuangan disusun menggunakan stadar

aplikasi yang dibuat oleh Ditjen PBN, yaitu SAI yang terdiri dari SAK dan

SIMAK-BMN. Terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh Satker dilakukan

proses rekonsiliasi terhadap data yang ada di KPPN. Satker di tingkat kanwil juga

harus melakukan rekonsiliasi dengan Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Proses ini

berlanjut hingga ke tingkat Kementrian/Lembaga. Laporan keuangan juga

direkonsiliasi dengan informasi yang ada dalam SIMAK-BMN.

Analysis: Laporan keuangan dan pelaksanaan anggaran dikompilasi menggunakan

software/modul yang berbeda-beda. Beberapa modul ini sifatnya “stand alone”

sehingga beberapa jenis data harus di-capture beberapa kali. Manajemen atas

software/modul ini tidak diimbangi dengan kurangnya jumlah dan kemampuan

SDM di Satker. Lagipula, karena data entri dilakukan pada beberapa titik/fase,

diperlukan rekonsiliasi dan konsolidasi pada beberapa point. Manajemen “back-up

data” juga tidak dilakukan secara rutin utnuk memastikan keandalan data.

Rekomendasi: Hendaknya dilakukan review terhadap aplikasi/software-software

yang ada dengan melibatkan kementrian teknis, DJA and Ditjen PBN. Aktivitas ini

dapat dilakukan dalam konteks penerapan Integrated Financial Management

System (SPAN)

b. Laporan Manajemen

Kondisi saat ini: Kementrian Pekerjaan Umum telah mengimplementasikan

mekanisme pelaporan menggunakan “e-monitoring system” (SIPP). Informasi

yang dihasilkan dari sistem ini diantaranya adalah informasi kontrak, kemajuan

kontrak, impementasi program dibandingkan dengan rencana kerja, pagu anggaran

serta realisasinya.

Analisis: Kemampuan pelaporan dari SIPP cukup komprehensif dan mencakup

aspek-aspek dalam pelaksanaan anggaran dan implementasi program. Namun

demikian sistem ini dijalankan secara paralel dengan standard akuntansi dan sistem

pelaporan yang ditentukan Ditjen Perbendaharaan. Oleh karene itu diperlukan

mekanisme rekonsiliasi untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan

sama dengan informasi yang ditujukan untuk Kementrian Keuangan.

Page 111: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 103 

Rekomendasi: Perlu dilakukan langkah-langkah untuk menyelaraskan SIPP

dnengan sistem akuntansi dan pelaporan pada Ditjen Perbendaharaan sehingga

keuanya menggunakan basik data yang sama untuk keperluan analisis dan

pelaporan keuangan dan data pelaksanaan anggaran. Aktivitas ini juga diharapkan

akan menjadi dasar untuk melakukan review dan mengintegrasikan syarat-syarat

untuk pelaporan manajemen sesuai dengan konfigurasi dalam SPAN.

Page 112: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 104 

Appendix II

Pengelolaan Keuangan di Satker BLU

Badan layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah

yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan

barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan

dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

(PP No.23 tahun 2005). Ada 2 jenis Satker BLU yaitu Satker BLU berstatus penuh

dan Satker BLU berstatus bertahap.

Satker BLU berstatus penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan

keuangan. Satker teersebut dapat langsung menggunakan seluruh PNBP tanpa

terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara asalkan masih dalam ambang

batas fleksibilitas. Sedangkan Satker BLU berstatus bertahap dapat menggunakan

PNBP sebesar persentase proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan

sepanjang telah diatur berdasarkan ketentuan.

Berdasarkan pengertian tersebut terlihat adanya perbedaan karakteristik Satker

BLU dengan Satker biasa. Perbedaan karakteristik tersebut menyebabkan adanya

perbedaan dalam mekanisme pelaksanaan anggaran di Satker BLU dengan Satker

biasa. Berikut ini identifikasi terhadap beberapa perbedaan yang ada.

A. Manajemen DIPA

Secara umum fungsi DIPA BLU dengan DIPA Satker biasa ialah sama,

yaitu berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dimana berisi batas pengeluaran

tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat

dipertanggungjawabkan. Namun demikian, terdapat beberapa perbedaan terkait

struktur DIPA Satker BLU dengan DIPA Satker biasa. Perbedaan tersebut ialah

sebagai berikut:

1. Pada DIPA Satker BLU terdapat data mengenai saldo awal kas, target

pendapatan PNBP, pagu pengeluaran pembiayaan, saldo akhir kas, besaran

presentase ambang batas dan jumlah serta kualitas barang dan/atau jasa yang

dihasilkan, sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.

2. Pada DIPA Satker BLU terdapat halaman II.B yang memuat rincian

penerimaan pembiayaan BLU dan pengeluaran pembiayaan yang akan dilakukan

oleh BLU. Penerimaan pembiayaan BLU terdiri dari divestasi, pinjaman jangka

Page 113: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 105 

pendek dan pinjaman jangka panjang. Pengeluaran pembiayaan BLU terdiri dari

investasi, pembayaran pokok pinjaman dan pemberian pinjaman.

Pencantuman pagu pembiayaan mengisyaratkan bahwa Satker BLU diperbolehkan

untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam kegiatan

usahanya. Pengeluaran pembiayaan dimungkinkan untuk investasi, pembayaran

pokok pinjaman, dan pemberian pinjaman. Sebaliknya penerimaan pembiayaan

dimungkinkan untuk divestasi, menerima pinjaman jangka pendek dan jangka

panjang.

Besaran persentase ambang batas digunakan sebagai ambang batas yang

diperkenankan untuk melakukan belanja melebihi pagu yang telah ditetapkan

mendahului revisi DIPA sepanjang PNBP nya melebihi target yang telah ditetapkan

dan sepanjang tercantum dalam RBA (Rencana Bisnis dan Anggaran).

B. Manajemen Pembayaran

Satker BLU selaku KPA mengajukan SPM LS kepada KPPN untuk keperluan

sebagai berikut:

1. Belanja pegawai (untuk pegawai BLU yang berstatus PNS);

2. Belanja barang yang dilaksanakan setiap triwulan sebesar selisih (mismatch)

antara jumlah kas yang tersedia ditambah proyeksi arus kas masuk dikurangi

proyeksi arus kas keluar;

3. Belanja modal.

Selain mengajukan SPM LS untuk kepentingan tersebut diatas Satker BLU juga

mengajukan SPM Pengesahan ke KPPN dalam rangka pertanggungjawaban

penggunaan dana yang bersumber dari pendapatan (pendapatan dari jasa layanan,

hibah tidak terikat dan hasil kerja sama dengan pihak lain).

C. Manajemen PNBP

Berbeda dengan Satker yang memiliki PNBP dimana PNBP nya harus

disetorkan terlebih dahulu sebelum digunakan, Pendapatan Satker BLU dapat

dipergunakan langsung dimana besar kecilnya tergantung pada jenis Satker BLU,

target PNBP dan nilai PNBP yang di dapatkan. Pendapatan Satker BLU yang dapat

dipergunakan langsung untuk membiayai belanja operasional Satker BLU terdiri

dari :

1. jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat

2. hibah tidak terikat

Page 114: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 106 

3. hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan atau hasil usaha lainnya dapat

dikelola langsung untuk membiayai belanja operasional BLU

Berikut ini gambar proses bisnis dan ilustrasi untuk penggunaan PNBP untuk

Satker BLU berstatus penuh dan Satker BLU berstatus bertahap.

1. Satker BLU berstatus penuh

- Target PNBP 100 M

- Ambang batas belanja 10 %

- Realisasi PNBP 115 miliar

Maka :

- PNBP yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar 110 M (100M +

10%x100M).

- Pengeluaran belanja tersebut dapat dilaksanakan mendahului revisi DIPA

pengesahan. (Revisi DIPA dimaksud dapat dilaksanakan pada akhir tahun)

- Sisa PNBP sebesar 5 M, merupakan surplus yang dapat digunakan pada tahun

berikutnya.

- Apabila sisa PNBP tersebut akan digunakan pada tahun anggaran berjalan, maka

terlebih dahulu dilakukan revisi.

2. Satker BLU berstatus bertahap

- Target PNBP 100 M

- Satker tersebut dapat menggunakan PNBP sebesar 90% dari target yang

ditetapkan

- PNBP yang dapat digunakan secara langsung sebesar 60%

- Realisasi 110 M

Maka:

- PNBP yang dapat dimanfaatkan adalah 90 M (90% x target PNBP)

- PNBP yang dapat digunakan secara langsung sebesar 54 M (60%x90%x100M)

- PNBP yang harus disetor kerekening Kas Negara sebesar 56 M

- Sisa PNBP yang dapat digunakan dengan mekanisme pencairan PNBP sebesar

36 M (90 M – 54 M)

D. Pelaporan

Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU diselenggarakan dengan

Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh Asosiasi Profesi Akuntansi

Indonesia. Sedangkan untuk kepentingan konsolidasi dengan Laporan Keuangan

Page 115: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 107 

Kementerian Negara/Lembaga diselenggarakan berdasarkan Standar Akuntansi

Pemerintahan.

Laporan Keuangan BLU yang dihasilkan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan

menjadi lampiran Laporan Keuangan Kementerian Negara Lembaga yang terdiri

dari LRA/Operasional, Neraca, LAK, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan

Keuangan BLU yang dihasilkan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan

dikonsolidasikan dengan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang

terdiri dari LRA, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Alur proses rekonsiliasi Laporan Keuangan Satker BLU ialah sebagai berikut:

1. BLU menyampaikan secara triwulanan ke KPPN berupa LRA, Neraca dan ADK

dalam rangka melakukan rekonsiliasi data. Untuk laporan semesteran dilengkapi

dengan CALK.

2. BLU menyampaikan ADK, LRA dan neraca kepada UAPPAE1 untuk

digabungkan setelah dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN setiap triwulan. Untuk

Semesteran dan tahunan disertai dengan CALK.

3. UAPPA-E1 menyampaikan LRA, Neraca dan ADK termasuk BLU setiap

triwulan ke UAPA sebagai bahan penyusunan laporan keuangan tingkat

kementerian negara/lembaga. Untuk laporan semesteran dilengkapi dengan CALK.

4. UAPA menyampaikan laporan keuangan beserta ADK kepada Ditjen PBN cq.

Dit. APK dalam rangka rekonsiliasi dan penyusunan Laporan Keuangan

pemerintah pusat setiap semester.

Selain menyampaikan Laporan Keuangan untuk kepentingan rekonsiliasi, Satker

BLU juga menyampaikan Laporan Keuangan yang terdiri dari laporan Realisasi

Anggaran/Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan

Keuangan disertai Laporan Kinerja beserta data transaksi ke UAPPA-E1 setiap

bulan.

Catatan:

Berikut ini alur proses bisnis untuk DIPA, Penggunaan PNBP (Satker BLU

berstatus penuh), Penggunaan PNBP (Satker BLU berstatus bertahap) dan

Pelaporan. Sedangkan untuk gambar proses bisnis belanja pegawai BLU yang

berstatus PNS dan proses bisnis belanja modal tidak dilampirkan karena gambar

proses bisnis tersebut sama dengan proses bisnis pada Satker biasa.

Page 116: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 108 

Page 117: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 109 

2. Penggunaan PNBP (Satker BLU bersatus Bertahap)

Realisasi Penerimaan PNBP

(2.1)

DIPA

Penggunaan Langsung PNBP

(2.2)

Pertanggung jawaban

Penggunaan(triwulanan)

(2.3)

SP2D GU Pengesahan

(2.4)

SPM GUPengesahan

Setor ke Kas Negara

(2.5)

N

SPM LS untuk Penggunaan

PNBP(2.6)

SP2D LS PNBP(2.7)

SPM LS PNBP

Penggunaan langsung Y

MoSA

(4.1)

Page 118: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 110 

Page 119: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP 111 

Page 120: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           112 

 

BAB IV

Future Proses Bisnis Pengelolaan Keuangan Negara di Satker

dan Koneksitasnya dengan Proses Bisnis Kuasa BUN

Mengikuti kerangka penulisan sebagaimana dijelaskan dalam Bab I, bab ini difokuskan pada pembahasan usulan future model koneksitas dan bentuk manajemen keuangan satker yang disesuaikan dengan modul-modul yang ada dalam pengembangan SPAN. Dalam hal ini, dibahas usulan future proses bisnis terkait Manajemen DIPA, Manajemen Komitmen, Manajemen Pembayaran, Accounting dan Reporting, dan Manajemen Kas. Disamping itu, juga dibahas berbagai usulan tentang struktur pejabat perbendaharaan (PA/KPA, PPK, PPSPM, dan Bendahara) di satker beserta proses bisnisnya terkait. Sejalan dengan framework ITIL v.3, hal-hal yang dibahas dalam bab ini akan menjadi fokus diskusi pada awal tahun 2010, yang secara paralel sekaligus menjadi bahan untuk pengembangan IT dan penerapannya pada satker terpilih.

A. Definisi, Konsepsi dan Metodologi

Pada bab-bab sebelumnya, telah dibahas sistem perbendaharaan yang meliputi

aktivitas manajemen keuangan negara di Satuan Kerja dan di Ditjen Perbendaharaan.

Pembahasan pada bab III secara umum menggambarkan alur proses bisnis secara cross

functional boundaries. Penjelasan pada Bab III menekankan pada mekanisme kontrol,

verifikasi dan dokumen pendukung dalam proses bisnis. Dalam bab ini akan dibahas

secara lebih rinci future model dari koneksitas dari proses bisnis dan manajemen

keuangan di Satker dengan proses bisnis di perbendaharaan.

Koneksitas proses bisnis dicerminkan oleh integrasi diantara elemen-elemen

proses bisnis, terutama yang dijalankan oleh institusi/unit yang berbeda. Integrasi yang

tinggi ini setidaknya meliputi:

1. mekanisme input-output (transfer) yang digunakan dan dihasilkan sebuah proses

bisnis, termasuk di dalamnya bentuk/media dan interface.

2. keandalan dan kesesuaian aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian intern

(internal control) di masing-masing unit proses bisnis.

Penentuan model manajemen keuangan negara di Satker dan koneksitasnya

dilakukan dengan memperhatikan permasalahan dari praktek pada saat ini, mengkaji

internasional best practice dan kesesuaiannya dengan landasan hukum yang ada (Undang-

Undang). Future proses bisnis yang dihasilkan dari methodology tersebut di atas terutama

Page 121: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           113 

 

diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan Sistem Perbendaharaan dan

Anggaran Negara (SPAN). Oleh karena itu, rekomendasi untuk penyempurnaan proses

bisnis pada saat ini juga memperhatikan blue print rencana pengembangan SPAN,

terutama terkait dengan modernisasi sistem informasi dan IT.

B. Manajemen DIPA

1. Tujuan dan fungsi Setelah rancangan anggaran (budget draft) disetujui oleh parlemen, Line

Ministries dan Spending Unit pada dasarnya telah memiliki otorisasi untuk melakukan

pengeluaran atas beban anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Fungsi

manajemen DIPA terutama berkaitan dengan distribusi dana anggaran yang telah

disetujui tersebut kepada Spending Unit sebagai dasar untuk melakukan pengeluaran

(otorisasi). Otorisasi ini, tergantung dengan sistem yang digunakan di negara tersebut,

dapat berlaku untuk satu periode tahun anggaran atau untuk periode tertentu yang

lebih singkat. Terdapat mekanisme yang berbeda di masing-masing negara terkait

dengan pengalokasian dan pendistribusian jumlah anggaran yang telah disetujui oleh

Parlemen kepada Spending Unit. Namun demikian, prosesnya secara garis besar dapat

dibedakan menjadi dua hal sebagai berikut.

a) Apportionment: proses untuk menentukan bagian dari anggaran yang telah

disetujui oleh parlemen (appropriation) yang dapat digunakan oleh Line

Ministries dan Main Spending Unit (apportioned appropriations). Proses ini dapat

berupa keputusan (decree) yang memberikan otorisasi kepada Line Ministries

untuk menggunakan seluruh atau sebagian dari jumlah yang telah disetujui

parlemen

b) Allotment: proses dimana line ministries atau main speding unit mengalokasikan

rincian dari jumlah anggaran yang telah disetujui oleh parlemen (apportioned

appropriations) kepada Spending Unit di lingkungan masing-masing (sub-

ordinate Spending Unit)

(OECD, 2001; World Bank, 2007)

Page 122: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           114 

 

2. International Best Practice terkait Manajemen DIPA

Berkaitan dengan pelaksanaan anggaran (budget execution), pada dasarnya

terdapat dua sistem utama dalam manajemen atas Spending Authority, yaitu warrant

system dan apportionment/allotment system. Perbedaan mendasar di antara keduanya

adalah mekanisme penggunaan appropriasi (anggaran yang disetujui oleh parlemen)

sebagai dasar untuk membuat perikatan/komitmen yang akan membebani anggaran.

Implementasi atas salah satu dari sistem tersebut, biasanya sejalan dengan sistem

manajemen komitmen dan manajemen pembayaran dalam rangka pelaksanaan

anggaran yang diterapkan di suatu negara. Pembahasan untuk masing-masing sistem

adalah sebagai berikut:

a) Warrant system

Warrant adalah “a release of all, or more commonly a part, of the total

annual appropriation on a quarterly or monthly basis that allows a line ministry

or spending agency to make commitments” (OECD, 2001). Dalam sistem ini,

anggaran/approptiation yang disetujui parlemen lebih merupakan alat

perencanaan yang merefleksikan kebijakan dan program pemerintah untuk tahun

anggaran yang bersangkutan. Namun demikian, sebagian atau keseluruhan jumlah

anggaran tersebut baru dapat efektif sebagai dasar pengeluaran apabila telah

diterbitkan dokumen pelaksanaan anggaran (warrant) atas dasar usulan Spending

Unit. Warrant tersebut akan menjadi batas tertinggi pengeluaran (spending limit)

untuk jangka waktu tertentu dalam satu tahun anggaran. Proses bisnis

management of Spending Authority adalah sejak Plan Procurement sampai

dengan Penerbitan Warrant / Spending Limit, sebagaimana ditunjukkan dalam

Gambar 4.1.

Page 123: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           115 

 

Gambar 4.1.

Proses Bisnis Manajemen DIPA (Warrant System)

b) Apportionment system

Apportionment atau allotment adalah “authorizations or distributions of

funds generally made by the ministry of finance to line ministries and other

spending units permitting them to either commit or pay out of funds or both,

within a specified time period and within the amounts appropriated and

authorized”. Dalam sistem ini, prosedur alokasi atas anggaran yang disetujui

parlemen ke dalam masing-masing Spending Units akan menghasilkan dokumen

yang menjadi dasar pelaksanaan anggaran yang umumnya berlaku selama periode

tahun anggaran. Dokument tersebut efektif sebagai dasar untuk melakukan

perikatan/komitmen dan/atau pengeluaran atas beban anggaran negara. Proses

bisnis management of Spending Authority adalah proses penerbitan dan

pengesahan dokumen allotment, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 4.2

Page 124: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           116 

 

Gambar 4.2

Proses Bisnis Manajemen DIPA (Apportionment System)

3. Current State Assesment dan Problems terkait Manajemen DIPA

Pada dasarnya sistem yang dipakai di Indonesia terkait manajemen atas

Spending Authority cenderung pada sistem apportionment/allotment. Hal ini sesuai

dengan amanat UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara khususnya pasal 3

Ayat (4) yang menyebutkan bahwa APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi,

perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otorisasi

mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan

pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan (penjelasan pasal 3 ayat 4).

Di dalam Penjelasan Undang-undang No.17 tahun 2003 pada point 8 paragraf

pertama disebutkan bahwa setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan Undang-

Undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden sebagai

pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. PerPres

tersebut memuat rincian menurut alokasi anggaran untuk masing-masing Satuan

Kerja (SAPSK) dan jenis belanja.

Peraturan Presiden tersebut menjadi dasar penyusunan dan pengesahan

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) (PMK 105/PMK..02/2008 pasal 6).

Page 125: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           117 

 

Konsep DIPA yang disusun oleh Kuasa Pengguna Anggaran Satuan kerja disahkan

berdasarkan PerPres tentang RABPP dan atau SRAA (PMK No.

105/PMK.02/2008). Di dalam DIPA diuraikan anggaran yang disediakan (UU No. 1

tahun 2004 Pasal 14 point 3). Untuk keperluan pelaksanaan anggaran, berdasarkan

DIPA Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan

ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan

(UU No. 1 tahun 2004 Pasal 17).

Pada saat ini DIPA disusun per satker (kecuali beberapa instansi vertikal per

kanwil) dan per BKPK (4 digit). ADK DIPA yang terdapat dalam sistem di KPPN

adalah 6 digit. Dalam rangka pencairan dana Satker mengajukan SPM ke KPPN per

akun pengeluaran (6 digit). Realisasi pencairan dana tersebut (SP2D) dibuat per

satker dan per akun pengeluaran (6 digit).

Model koneksitas proses bisnis yang berkaitan dengan manajemen DIPA pada

saat ini adalah sebagai berikut (gambar 4.3):

Gambar 4.3

Model Koneksitas Proses Bisnis Manajemen DIPA (current)

Page 126: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           118 

 

Dalam prakteknya manajemen DIPA saat ini identik dengan beberapa

permasalahan, diantaranya:

• Jumlah Satker yang sangat banyak

• Tingginya frekuensi usulan revisi DIPA

• Kurangnya fleksibilitas dalam pelaksanaan anggaran

• Tidak efektifnya Rencana Pencairan Dana (Halaman 3 DIPA)

• Tidak ada mekanisme update untuk Rencana pencairan Dana (Halaman 3 DIPA)

• Ketidaksesuaian Data pagu baik di lingkungan unit vertikal DJPBN maupun

dengan Satker.

Permasalahan diatas berkaitan dengan beberapa elemen-elemen dari bisnis proses,

misalnya sebagai berikut:

a) Tingginya frekuensi usulan revisi DIPA mengindikasikan hal-hal sebagai berikut:

1) Kurangnya perencanaan yang ideal selama proses penyusunan anggaran

(budget preparation)

2) Kurangnya kerjasama antara pihak-pihak di Kementrian / Satker yang

bertanggung jawab dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan anggaran.

Hal-hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan Satker untuk

mengimplementasikan anggaran.

b) Ketentuan dalam perundang-undangan menghendaki persetujuan parlemen (DPR)

sampai dengan jenis belanja. Dalam tingkatan tertentu hal tersebut mengurangi

fleksibilitas anggaran selama pelaksanaannya.

c) Rencana pencairan dana (halaman III DIPA) tidak diikuti dan tidak mengikat

Satker sehingga fungsinya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kondisi

tersebut mencerminkan kurangnya kemampuan Satker dalam perencanaan.

Namun demikian harus diakui bahwa sampai saat ini Treasury / Ditjen

Perbendaharaan belum mampu menerapkan proses bisnis dengan dukungan IT

yang ideal sebagai mekanisme untuk melakukan update rencana pencairan dana

(halaman III DIPA) sesuai dengan realisasi.

d) Jumlah Satker yang sangat banyak dalam rangka pelaksanaan anggaran juga

dipengaruhi oleh peraturan yang berkaitan dengan budget preparation yang

dihasilkan oleh DJA, misalnya rincian Perpres APBN (apportionment) sudah

mengalokasikan anggaran menurut Spending Unit (Satker) dalam bentuk SAPSK

Page 127: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           119 

 

(PMK 105/2008). Sampai saat ini tidak terdapat mekanisme yang dapat menjadi

dasar bagi Ditjen Perbendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran untuk

memodifikasi jumlah dan struktur Satker dalam Perpres APBN, terutama

sebagaimana terdapat dalam Lampiran V.

e) Ketidaksesuaian data pagu baik antar Satker dengan Ditjen Perbendaharaan

maupun diantara unit teknis Perbendaharaan terutama setelah revisi. Hal tersebut

salah satunya disebabkan oleh belum tersentralisasinya data DIPA.

Permasalahan tersebut diatas harus menjadi perhatian utama dalam penyempurnaan

koneksitas proses bisnis dengan Satker terkait manajemen DIPA.

4. Fitur SPAN terkait Manajemen DIPA

Sejalan dengan rencana pengembangan SPAN maka diharapkan nantinya

proses bisnis terkait manajemen DIPA dapat mengakomodasi hal-hal sebagai

berikut:

a) DJA dapat menerima data anggaran dari Kementrian / Satker secara online.

Data anngaran tersebut dapat dikonsolidasikan dan disimpan dalam database.

b) Sistem perencanaan anggaran dapat menerima dan mencatat perubahan usulan

anggaran sebagai hasil pembahasan antara Kementrian Keuangan, Bappenas,

Kementrian / Satker dan DPR.

c) Kantor pusat kementrian teknis dapat mendistribusikan anggaran yang telah

disetujui kedalam Satker dilingkungan kerjanya (konsep DIPA) dengan

persetujuan Ditjen Perbendaharaan.

d) Ditjen Perbendaharaan dapat melihat dan menyetujui rincian anggaran yang

didistribusikan kepada Satker oleh kantor Pusat Kementrian Teknis masing-

masing (konsep DIPA).

e) Ditjen Perbendaharaan dapat menginformasikan Satker tentang rincian

anggaran yang telah disetujui baik secara paper based maupun elektronik

(DIPA).

f) KPPN dapat memeriksa secara online pagu anggaran, status komitmen, batasan

kas dan pengeluaran.

Didalam rencana pengembangan SPAN memungkinkan pengembangan beberapa

alternatif untuk sentralisasi database (terutama yang berkaitan dengan DIPA).

Page 128: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           120 

 

Model koneksitas antara Satker Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan dalam

integrated budget preparation modul ditunjukkan dalam gambar 4.4.

Gambar 4.4 Model Integrated Budget Preparation

Model alternatif lainnya adalah integrasi database (terutama yang berkaitan dengan

DIPA) dengan modul budget preparation yang terpisah sebagai berikut (gambar

4.5):

Gambar 4.5 Model Separated Budget Preparation

Page 129: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           121 

 

5. Rekomendasi dan alternatif Future Vision Model koneksitas proses bisnis

dengan Satker terkait Manajemen DIPA

Dari kedua model koneksitas tersebut diatas modul budget preparation yang

terintegrasi merupakan yang paling ideal. Rekomendasi terkait dengan implikasi

dari terintegrasinya data Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan dalam satu

sistem adalah sebagai berikut:

a) Fitur SPAN memungkinkan Ditjen Perbendaharaan mencocokkan rincian APBN

(perpres) dengan konsep DIPA yang diajukan Satker. Pencocokan tersebut dapat

secara manual maupun secara otomatis (by sistem) apabila fitur SPAN

sebagaimana dalam angka 4 tersebut di atas dilaksanakan. Konsep DIPA yang

disusun oleh Satker diregister ke kantor pusat K/L untuk selanjutnya dimintakan

persetujuan ke kantor pusat DJPB. Sepanjang konsep DIPA sudah sama dengan

Perpres rincian APBN dan indikator kinerja serta target yang akan dicapai sudah

sesuai dengan RKA-KL yang disepakati antara DPR dan pemerintah, sistem

tidak akan menolak konsep DIPA dan Kantor pusat DJPB harus memberikan

persetujuan atas konsep DIPA tersebut. Mekanisme ini mengakomodasi

ketentuan dalam pasal 7 PMK 105/PMK.02/2008, di mana Konsep DIPA

diajukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran dari Satker yang bersangkutan,

sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut (Gambar 4.6):

Page 130: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           122 

 

Gambar 4.6

Alternatif Model Koneksitas Proses Bisnis dengan Satker

terkait Manajemen DIPA

b) Setelah DIPA disahkan, maka pagu DIPA akan mengikat Satker dalam

pelaksanaan anggarannya dan merupakan batas tertinggi pengeluaran bagi

Satker.

c) Dalam hal terjadi usulan revisi, sistem harus dapat menerapkan pembatasan

pencairan dana secara otomatis pada subkegiatan/kegiatan yang sedang direvisi

sehingga menghindari pagu minus akibat revisi.

d) Diusulkan agar DIPA disusun per satker (kecuali beberapa instansi vertikal per

kanwil) dan per jenis belanja (2 digit). Satker tetap mengajukan pencairan

dana ke KPPN per akun pengeluaran (6 digit). Data DIPA yang diterima

KPPN adalah per satker dan per jenis belanja saja (2 digit). Untuk

kepentingan pelaporan, rincian tetap dibutuhkan per akun (6 digit).

Konsekuensinya ketersediaan pagu anggaran ditetapkan per jenis belanja (2

digit). Dengan mekanisme ini diharapkan manajemen keuangan negara di Satker

dapat lebih fleksibel dan lebih mencerminkan pelaksanaan konsep “let the

manager manages” namun tetap sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada

Page 131: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           123 

 

pada saat ini. Berikut ini pada Gambar 4.7 adalah ilustrasi dari rekomendasi

tersebut di atas.

Gambar 4.7

Rekomendasi Digitasi dari Pelaksanaan Anggaran

e) Halaman III DIPA memuat rencana penarikan dana. Di dalam Penjelasan PMK

105/PMK.02/2008 disebutkan bahwa pencantuman rencana penarikan dana

dalam dokumen DIPA adalah untuk pencapaian optimalisasi fungsi DIPA

sebagai manajemen kas pemerintah (optimalisasi pengelolaan rekening kas

negara) terkait dengan kebutuhan untuk menjamin ketersediaan uang dan

ketepatan waktu penyediaan uang dalam rangka memenuhi tagihan kepada

negara. Mekanisme ini diakomodasi dalam konsep Annual Financial Plan

(AFP) sebagai bagian dari modul manajemen DIPA di dalam SPAN bidding

document. Seperti telah disinggung sebelumnya, kelemahan utama terkait

dengan penggunaan rencana penarikan dana sebagai alat untuk manajemen kas

pada saat ini adalah sebagai berikut:

1) Tidak efektifnya rencana penarikan dana baik dalam hal keperluan realisasi

maupun kepentingan manajemen kas. Dengan kata lain, rencana penarikan

dana dalam DIPA tidak secara efektif digunakan sebagai acuan untuk

Page 132: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           124 

 

keperluan pembayaran/ pengeluaran kas, sehingga menjadi tidak valid untuk

menjadi alat manajemen kas.

2) Tidak ada mekanisme update atas perubahan dan/ atau realisasi dari rencana

penarikan dana tersebut.

Beberapa alternatif dalam kerangka pengembangan SPAN untuk merevitalisasi

fungsi halaman III DIPA sebagai salah satu alat perencanaan kas sebagai

berikut:

1) Pengesahan konsep DIPA oleh Kantor pusat DJPB berati juga persetujuan

pencairan dana Satker untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan periode

AFP. Dengan demikian DIPA memiliki dua status. DIPA tidak hanya

sebagai dokumen alokasi anggaran, namun juga sebagai surat keputusan

otorisasi untuk jangka waktu tertentu (warrant). Dengan demikian AFP

memiliki sifat mengikat dan berlaku sebagai batas pengeluaran / spending

limit untuk jangka waktu sebagaimana dalam AFP.

2) AFP murni sebagai alat perencanaan kas, khususnya untuk long term

planning. Namun demikian AFP ini tidak berlaku sebagai batas tertinggi

pegeluaran spending limit untuk periode tertentu. Satker dapat melakukan

pengeluaran melebihi jumlah rencana pengeluaran sebagaimana dalam

halaman III DIPA. Rencana pengeluaran ini di update diantaranya sesuai

dengan informasi perkiraan pengeluaran yang akan jatuh tempo dalam

periode AFP. Informasi ini salah satunya diperoleh dari data atas jumlah

pagu yang telah dikontrakan dari modul manajemen komitmen.

Alternatif pertama (1) lebih realistis sebagai alat perencanaan kas. Satker

harus mengajukan usulan perubahan apabila akan melakukan pengeluaran

melebihi jumlah yang telah disetujui dalam AFP. Namun demikian sistem

tersebut akan menambah bisnis proses baru bagi Satker. Disamping itu

implementasi yang efektif dari sistem ini memerlukan kemampuan manajerial

Satker terutama dalam hal perencanaan.

Alternatif kedua (2) lebih fleksibel dan tidak rigid terhadap pengeluaran

dalam jangka waktu tertentu. Kekurangannya adalah untuk dapat dilaksanakan

secara ideal sistem ini memerlukan mekanisme updating yang terintegrasi dan

lengkap terkait dengan pengeluaran yang akan jatuh tempo, salah satu

Page 133: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           125 

 

diantaranya melalui manajemen komitmen. Akan tetapi, tidak semua rencana

pengeluaran dapat diakomodasi di manajemen komitmen. Beberapa pengeluaran

yang bersifat non kontraktual umumnya dapat dilakukan tanpa manajemen

komitmen, misalnya pengeluaran untuk wages, utilities dan entitlement.

Implementasi alternatif kedua (2) harus didukung sistem lain yang memang

ditujukan untuk melakukan updating terhadap Annual Financial Plan yang

disusun oleh Satker.

Dari kedua alternatif tersebut, rekomendasi untuk mekanisme

penggunaan rencana penarikan dana adalah sebagai berikut:

1) Spending limit untuk jangka waktu satu tahun anggaran adalah total nilai

pagu yang ada pada DIPA. Pagu tersebut merupakan berfungsi sebagai

dasar untuk melakukan perikatan (otorisasi), tanpa harus disahkan terlebih

dahulu sebagai periodic spending limit (batas pengeluaran untuk jangka

waktu tertentu di dalam satu tahun anggaran) atas dasar dokumen Request

for Commmitment.

2) Rencana penarikan dana (halaman 3 DIPA) yang merupakan Annual

Financial Plan dan disusun oleh Satker akan berfungsi sebagai periodic

spending limit. Dengan kata lain, rencana penarikan dana akan berlaku

mengikat sebagai batas pengeluaran selama jangka waktu tertentu dalam

satu tahun anggaran. Rencana penarikan dana dapat direvisi atas usul satker

dan disetujui oleh treasury.

3) Informasi terkait dengan komitmen/perikatan akan menjadi salah satu input

untuk meng-update dan meningkatkan validitas dari rencana penarikan dana

selama periode waktu tertentu dalam satu tahun anggaran.

Ilustrasi dari mekanisme ini adalah sebagai mana ditunjukkan dalam gambar

berikut (Gambar 4.8):

Page 134: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           126 

 

Gambar 4.8

Mekanisme Penggunaan dan Updating Rencana Penarikan Dana

Page 135: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           127 

 

C. Manajemen Komitmen

1. Tujuan dan Fungsi

Komitmen merupakan kewajiban yang akan menimbulkan pembayaran di

masa yang akan datang berdasarkan pemenuhan kondisi atau kriteria tertentu (Radev

& Khemani, 2007). Dalam SPAN Bid Document, disebutkan bahwa komitmen

anggaran terjadi pada saat kontrak ditandatangani antara Satker dan rekanan untuk

pengadaan barang dan jasa di masa yang akan datang atau pada saat rekanan

menerima dan menyanggupi purchase order dari satker (p. 211). Secara umum

terdapat dua jenis komitmen. Komitmen khusus (spesific commitment) adalah

komitmen yang menimbulkan kewajiban pembayaran atau serangkaian pembayaran

dalam jangka waktu tertentu. Termasuk dalam komitmen khusus adalah penerbitan

purchase order dan persetujuan kontrak pengadaan barang dan jasa. Sedangkan

komitmen yang berkelanjutan (continuing commitment) merupakan komitmen yang

pembayarannya bersifat berkelanjutan, tidak dibatasi oleh jangka waktu tertentu dan

tidak didasarkan pada adanya kontrak tersendiri. Pembayaran untuk gaji, tunjangan

dan sejenisnya termasuk dalam continuing commitment (Radev & Khemani, 2007).

Pelaksanaan manajemen komitmen memiliki dua tujuan utama yang masing-

masing memiliki orientasi yang berbeda tetapi saling melengkapi. Pada dasarnya,

manajemen komitmen ditujukan untuk mengelola tindakan-tindakan awal yang

menimbulkan kewajiban negara dalam rangka disiplin anggaran (ketaatan terhadap

batas pengeluaran) dan menghindari timbulnya arrears 1. Namun demikian,

manajemen komitmen juga merupakan salah satu alat untuk melakukan cash

forecasting. Commitment management dapat mendukung terwujudnya cash

management yang berorientasi ke depan (forward cash management), yang berbeda

dengan cash forecasting berdasarkan data trend dari periode sebelumnya (historical

data trend). Dengan mencatatkan komitmen ke dalam sistem perbendaharaan, maka

institusi perbendaharaan dapat membuat perencanaan kas yang berorientasi ke depan

(forward cash plans) berdasarkan perkiraan aliran kas yang akan menyertai pelunasan

sebuah komitmen.

                                                            1 Arrears dapat diartikan sebagai kewajiban pembayaran yang tertunda di mana negara tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut dalam jangka waktu tertentu (Radev & Khemani, 2007). 

Page 136: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           128 

 

2. International Best Practices terkait Manajemen Komitmen

Secara garis besar terdapat dua model ekstrim dari manajemen komitmen,

sebagai berikut:

a) Manajemen komitmen yang terpusat (Centralised commitment management)

Ciri utama dari model ini adalah adanya mekanisme pengajuan Request for

Commitment untuk diuji ketersediaan dananya (uncommitted budget allocation

balance) oleh pihak treasury sebelum komitmen terjadi. Request for Commitment

yang telah disetujui dan dicatat oleh pihak treasury selanjutnya akan menjadi salah

satu dasar pembayaran oleh pihak treasury.

b) Manajemen komitmen yang didesentralisasikan (Decentralised commitment

management)

Dalam model ini, fungsi manajemen komitmen diserahkan kepada kementrian

teknis/satker yang bersangkutan. Ciri utama dari model ini adalah adanya

penunjukan pejabat (Chief Controlling Officer) yang memiliki kewenangan untuk

mengesahkan timbulnya sebuah kommitmen dan bertanggung jawab atas

aktivitas manajemen komitmen. Pejabat tersebut harus memastikan ketersediaan

dana dan kesesuaian klasifikasi anggaran atas komitmen yang dibuat dalam

kerangka internal control dan aktivitas administratif yang membentuk sistem dari

mangement commitment. Pada intinya, diperlukan adanya pengesahan dari

pejabat yang berwenang sebelum terjadinya sebuah komitmen.

Pada prakteknya, terdapat banyak variasi dari aplikasi manajemen komitmen

di berbagai negara. Secara umum, model manajemen komitmen suatu negara

tergantung pada keseluruhan kerangka organisasi dalam proses pelaksanaan anggaran

khususnya yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran (payment management)

dan sistem akuntansi (accounting system) (Radev & Khemani, 2007).

3. Current State Assessment & Problems Terkait Manajemen Komitmen

Dalam peraturan perundangan yang ada telah terdapat beberapa pasal yang

secara implisit mengatur tentang manajemen komitmen dan dapat dijadikan landasan

untuk pengembangan manajemen komitmen di masa yang akan datang. Dalam pasal 3

ayat 3 UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara disebutkan bahwa

tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN/APBD hanya dapat

Page 137: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           129 

 

dilakukan jika tersedia cukup anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.

Selanjutnya dalam pasal 17 ayat 2 ditegaskan bahwa ikatan/perjanjian dalam rangka

pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh pengguna anggaran atau kuasanya dengan

pihak lain hanya dapat dilakukan dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.

Selanjutnya patut diperhatikan bahwa seiring dengan semangat let the

manager manages dan peran menteri/pimpinan lembaga sebagai Chief Operational

Officer, kewenangan administratif dalam pengelolaan keuangan negara ada pada

kementrian Negara/lembaga. Kewenangan administrative tersebut diantaranya

meliputi kewenangan untuk melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya

yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara dan melakukan

pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementrian/lembaga

sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut (Penjelasan UU Perbendaharaan).

Dari telaah terhadap ketentuan perundangan yang ada, secara implisit

ketentuan perundangan yang berkaitan dengan manajemen komitmen lebih cenderung

pada model decentralized commitment management. Hal ini dapat dijelaskan lebih

lanjut sebagai berikut:

a) kewenangan administrative pada kementian/lembaga untuk membuat perikatan

dan melakukan pengujian (ketersediaan anggaran). Mekanisme tersebut

merupakan salah satu ciri utama dalam decentralized commitment management.

Salah satu fitur dari decentralized commitment management adalah adanya

pejabat tertentu yang melakukan otorisasi dan bertanggung jawab untuk

melakukan perikatan (Chief Commitment Officer). Dalam konteks UU

perbendaharaan, peran commitment officer ini dilakukan oleh Pejabat Pembuat

Komitment (PPK).

b) adanya asas umum yang mengatur secara tegas batasan kewenangan untuk

melakukan perikatan dalam bentuk ketersediaan dana/anggaran. Hal tersebut

berlawanan dengan fitur dari centralized commitment management di mana

expenditure ceiling yang dihasilkan dari pengajuan Request for Commitment

merupakan batasan untuk melakukan komitmen dan melakukan pembayaran

sebagai akibat dari timbulnya komitment dalam periode tertentu (see Radev &

Khemani, 2007; p. 9)

Page 138: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           130 

 

Pada saat ini belum tersedia mekanisme yang dapat mengintegrasikan

komitmen yang telah dibuat satker ke dalam sistem perbendaharaan negara,

khususnya untuk mendukung pelaksanaan manajemen kas di Ditjen Perbendaharaan.

Demikian pula untuk kontrak yang multi years, belum secara otomatis terekam

rencana tahapan-tahapan pembayarannya untuk masing masing tahun anggaran. Di

samping itu, Chart of Account yang ada belum dapat mengakomodasi pencatatan

untuk commitment stages dalam pelaksanaan anggaran.

Terkait dengan manajemen komitmen, sebagian dari fitur manajemen

komitmen pada saat ini dilaksanakan sebagai bagian dari manajemen

pembayaran. Misalnya, informasi tentang komitmen yang sangat terbatas sifatnya

(sesuai dengan appendix V) disampaikan ke KPPN dalam bentuk resume kontrak

sebagai salah satu lampiran SPM (Perdirjen 66/PB/2005). Dengan model koneksitas

seperti ini, informasi perihal kontrak yang disampaikan ke Ditjen Perbendaharaan

menjadi kurang relevan untuk pencapaian tujuan manajemen komitment. Misalnya,

tidak ideal untuk keperluan forward cash planning karena baru dapat diketahui pada

saat pengeluaran dari kas negara dilakukan.

Beberapa inisiatif telah diupayakan untuk mengatasi kekurangan ini.

Diantaranya melalui penyampaian Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Kas

Instansi/Satuan Kerja Pemerintah Pusat/Daerah (SE-02/PB/2006) serta penyampaian

Laporan Realisasi Dan Perkiraan Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun

Anggaran 2008 melalui aplikasi Peran 2008 (SE-38/PB/2008). Namun kedua hal

tersebut berjalan kurang efektif, baik karena kurangnya pemahaman Satker maupun

karena sifatnya yang ad-hoc untuk memenuhi kebutuhan akan informasi tertentu pada

akhir tahun anggaran (Peran 2008). Pada saat ini tengah dikembangkan model Peran

2009 yang lebih komprehensif yang memperhatikan data aktual dari kegiatan yang

sudah atau belum dikontrakkan dari sisa pagu anggaran yang tersedia.

4. Fitur SPAN terkait Manajemen Komitmen

Sesuai dengan rencana pengembangan SPAN, dalam SPAN Bid Document

dapat diidentifikasikan bahwa dengan fitur manajemen komitmen (commitment

management module) Ditjen Perbendaharaan dapat melakukan perencanaan kas atas

dasar perkiraan arus kas yang menyertai pelunasan sebuah komitment (hal.211).

Page 139: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           131 

 

Commitment management juga diarahkan untuk bisa melakukan updating atas sisa

kredit anggaran (uncommitted balance) dan sisa allotment, terkait dengan pembuatan

dan pelunasan sebuah komitment. Dengan demikian, DJA dan DJPBN dapat

memonitor komitmen sampai dengan pelaksanaan pembayaran.

Satker harus memastikan bahwa komitmen dibuat atas dasar ketersediaan

kredit anggaran. Komitmen tersebut selanjutnya harus diregistrasi kepada

perbendaharaan (treasury) (p. 211). Sebagai dasar untuk mencatat komitmen dalam

SPAN, Satker menyusun dan menyampaikan Request for Commitment (RFC) kepada

KPPN bersama dengan dokumen pendukungnya (hal.194). Request for Commitment

(RFC) yang valid dicatat ke dalam sistem beserta Commitment Application Number

(CAN) (technical requirement BC 011, p. 286) yang diberikan untuk keperluan proses

pembayaran sebagaimana diatur dalam model payment management (p. 215). Alur

aktivitas (work flows) selengkapnya sebagaimana tercantum dalam SPAN Bidding

Document adalah sebagai berikut (Gambar 4.9):

Page 140: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           132 

 

Gambar 4.9

Rencana Pengembangan SPAN

untuk Modul Manajemen Komitmen (Bidding Document)

Page 141: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           133 

 

4.1.Koneksitas Dan Integrasi Dengan Modul Lainnya

Dalam rangka pencapaian tujuan dari manajemen komitmen, keterkaitan

manajemen komitmen dengan modul lainnya dalam SPAN, khususnya modul

Manajemen DIPA dan Payment Management adalah sebagai berikut (di gambarkan

dalam Gambar 4.10):

a) Informasi terkait dengan komitmen akan di update atas dasar invoice/tagihan yang

valid dari Satker. Pada saat yang sama, akan dilakukan pencatatan atas tagihan

yang disetujui untuk dibayar sebagai payables (hutang).

b) KPPN melakukan verifikasi apakah SPM yang diajukan merujuk pada

commitment tertentu yang telah diregistrasi sebelumnya dan memiliki

Commitment Application Number (CAN), untuk jenis-jenis pengeluaran yang

memerlukan CAN (umumnya yang bersifat kontraktual).

c) Atas dasar permintaan pembayaran (SPM) yang disetujui (SP2D), treasury akan

melakukan update atas informasi terkait dengan komitmen yang telah dicatat

sebelumnya melalui mekanisme pengajuan Request For Commitment (RFC) dan

penerbitan Commitment Application Number (CAN).

Page 142: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           134 

 

Gambar 4.10

Rencana Pengembangan SPAN

untuk Modul Manajemen Pembayaran (Bidding Document)

Keterkaitan antara komitmen manajemen dengan manajemen DIPA, diantaranya

berupa penentuan Spending Limit. Hal tersebut tidak disebutkan secara khusus pada

bagian yang menjelaskan tentang Manajemen DIPA. Namun demikian, fitur dari

penerapan manajemen komitmen dalam rangka melakukan monitoring atas spending

authority dalam bentuk updating atas spending limit cukup jelas digambarkan dalam

Page 143: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           135 

 

kerangka manajemen komitmen. Dalam keterangan terkait dengan Manajemen DIPA

dalam dokumen SPAN, digunakan istilah spending authority dalam bentuk penyusunan

Annual Financial Plan (halaman 3 DIPA) dan opsi penerapan cash limit dalam kondisi

tertentu. Kedua hal tersebut, berbeda dengan spending limit. Spending limit dalam

pengertian manajemen komitmen adalah sisa dari budget allotment yang belum menjadi

objek perikatan (uncommitted budget allotment). Sedangkan, batasan spending authority

dalam manajemen DIPA dalam bentuk AFP dan Cash limit lebih terkait dengan aspek

perencanaan penarikan dana dan ketersediaan kas.

Dari uraian terkait dengan international practice dan workflows diagram untuk

manajemen komitmen dalam SPAN Bid Document sebagaimana tersebut, di atas dapat

diidentifikasi hal-hal sebagai berikut:

a) Dalam SPAN Bid Document diperkenalkan adanya hybrid model dari centralized

dan decentralized commitment management model. Dalam model yang ada di

SPAN, Satker harus memastikan ketersediaan anggaran sebelum melakukan

perikatan. Selanjutnya, model tersebut juga mengakomodasi aktivitas pencatatan

komitment atas dasar persetujuan kontrak maupun penerbitan purchase order. Namun

demikian, model yang ada dalam SPAN juga mensyaratkan pengajuan Request for

Commitment (RFC) untuk disahkan oleh pihak treasury (DJPBN) yang selanjutnya

akan menjadi salah satu dasar pembayaran.

b) Pencatatan atas komitmen dan dampaknya terhadap ketersediaan anggaran dilakukan

baik oleh Satker maupun oleh pihak treasury, dalam hal ini DJPBN. Satker melakukan

pencatatan dan monitoring atas komitmen yang dibuat dan sisa kredit anggaran.

Namun demikian, perekaman kedalam database (sistem perbendaharaan) hanya

dilakukan oleh Treasury atas dasar pengajuan dokumen komitmen (RFC) yang valid.

c) Manajemen komitmen ditujukan tidak hanya untuk mendukung aktivitas manajemen

kas tetapi juga dimaksudkan untuk mendukung tercapainya disiplin anggaran dengan

memastikan adanya pencatatan dan manajemen atas batas pengeluaran (spending limit

record).

Kerangka manajemen komitmen dan kaitannya dengan modul lainnya dalam

dokumen SPAN, dan tujuan dari manajemen komitmen menurut international best

practice dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 4.11):

Page 144: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           136 

 

Gambar 4.11

Kerangka Manajemen Komitmen Dan Kaitannya Dengan Modul Lainnya Dalam SPAN

Procurement 

Creating RFC 

RFC 

Verification + Approvals (RFC and/or 

SPM)

CAN

Commitment Record (RFC+CAN), Spending Limit, Record on Payables 

Kontrak/PO 

Acquisition and Invoice 

Verify Commitment Record and 

Book payables, Issue SPP 

Prepare Payment Document (SPM) 

SPM + CAN 

Tujuan yang berkaitan dengan monitoring atasuncommitted budget balance [Fitur dari centralized commitment management] 

Tujuan yang berkaitan dengan pencatatan akuntansi (payables) dan perencanaan  kas [Fitur dari de‐centralized commitment management 

SP2D 

Retrieve Cash 

Forecasting Record 

Cash Forecasting Record 

Page 145: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           137 

 

Sebagaimana terlihat dalam Gambar 4.11, terdapat dual purpose yang menjadi

visi dari penerapan komitmen manajemen, yaitu yang berkaitan monitoring

uncommitted budget balance dan cash forecasting. Tujuan yang pertama, akan dicapai

melalui updating Pagu Pengeluaran (spending limit) atas dasar dokumen RFC yang

dibuat berdasarkan perkiatan (kontrak/PO). Namun demikian tidak disebutkan secara

jelas data apa yang digunakan sebagai dasar cash forecasting dan kapan data tersebut

disampaikan ke KPPN.

5. Rekomendasi Dan Alternatif Future Vision Model Koneksitas Proses Bisnis

Dengan Satker Terkait Manajemen Komitmen

Kompleksitas orientasi dan kerangka manajemen komitmen dalam SPAN serta

perlunya dukungan landasan hukum yang memadai untuk penerapan yang efektif

memunculkan beberapa isu yang patut menjadi perhatian.

a) Establishment of Commitment

Manajemen komitmen menghendaki adanya pencatatan dan pelaporan

berkaitan dengan perikatan (see SPAN Bid Document; Radev & Khemani, 2007).

Oleh karena itu, penentuan critical event untuk mengakui terjadinya komitmen

dan mencatatnya ke dalam sistem informasi perbendaharaan sebagai bagian dari

manajemen sistem informasi atas pagu DIPA menjadi sangat penting. Misalnya,

apakah komitmen dicatat dan di akui pada saat penandatanganan kontrak/

penerbitan purchase order atau pada saat tagihan (invoice) diterima. Termasuk

pula penentuan kapan payables (hutang) sebagai akibat dari perikatan harus

dicatat dalam sistem akuntansi. Pencatatan hutang berguna sebagai salah satu

input bagi manajemen kas, terutama untuk jangka pendek. Penentuan critical

event dalam rangka manajemen komitmen ditentukan pula oleh kategori/jenis

pengeluarannya (specific/ continuous commitment). Oleh karena itu diperlukan

inventarisasi dan pemahaman atas jenis pengeluaran (category of expenditure)

yang ada dalam APBN.

• Penentuan critical event untuk pengakuan komitmen. • Penentuan saat pengakuan dan pencatatan sebagai payables • Penentuan source document untuk mencatat komitment ke dalam sistem  • Apakah  commitment  dicatat  pada  specific  account  (MAK  tertentu)  atau  cukup 

dengan penambahan kode yang mengindikasikan  stages  tertentu  (commitment) pada struktur Bagan Akun Standar?  

Page 146: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           138 

 

Merujuk pada definisi komitmen dalam istilah akuntansi, komitmen diakui

pada pada saat kontrak atau perjanjian yang mengikat (a legally binding agreement)

dalam rangka pengadaan barang dan/atau jasa dibuat (OECD, 2001). Namun

demikian dalam pendekatan penganggaran (budgetary sense), komitmen akan

disertai/menjadi kewajiban (liability) yang sesungguhnya hanya setelah dilakukan

serah terima barang dan/jasa yang menjadi objek perikatan (World Bank, 2007;

OECD, 2001). Definisi menurut pendekatan penganggaran ini cenderung tidak

memberikan rekomendasi untuk mengakui komitmen sebagai hutang (liability)

hanya atas dasar pembuatan kontrak. Dengan kata lain, sebagaimana yang

digunakan dalam praktek penganggaran dan manajemen di Amerika Serikat,

komitmen lebih sebagai “administrative reservation of allotted funds in anticipation

of an obligation” (FSIO, 2009).

Kerangka manajemen komitmen menurut SPAN dapat mengakomodasi baik

pendekatan akuntansi maupun pendekatan penganggaran (budgetary sense)

sebagaimana tersebut di atas Namun demikian, dalam dokumen SPAN tidak

dijelaskan kapan data untuk keperluan cash. forecasting dihasilkan untuk kemudian

diintegrasikan kedalam sistem informasi perbendaharaan.

Dalam rangka penerapan pendekatan penganggaran, komitmen diakui pada

saat penandatanganan kontrak dan dicatat ke dalam sistem informasi

perbendaharaan. Namun demikian, sifat pencatatan bukanlah pencatatan akuntansi

dalam bentuk hutang (liability/ payable). Pencatatan yang dilakukan lebih ditujukan

untuk menginformasikan bahwa sebagian dari pagu anggaran telah terikat pada

kontrak tertentu dan menjadi “committed budget balance”. Terkait dengan data

untuk keperluan cash forecasting, dalam bentuk arus kas yang menyertai pelunasan

sebuah komitmen, pada prinsipnya dapat didasarkan atas catatan dari komitmen

yang telah menjadi hutang (liabilities).

Terdapat beberapa alternative untuk pengakuan liabilities yaitu berdasarkan

kontrak, berdasarkan tagihan yang valid /penerbitan SPP, dan berdasarkan penerbitan

SPM. Berikut adalah analisis atas penerapan masing-masing opsi penyampaian data

untuk keperluan forward cash planning:

1) Berdasarkan kontrak pada penyampaian dokumen RFC:

Page 147: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           139 

 

- Kelebihan:

tersedianya waktu yang lebih cukup bagi institusi perbendaharaan untuk

merencanakan kas sesuai dengan pelunasan komitmen (angsuran).

- Kekurangan:

Tidak dapat ditentukan kapan tagihan akan diajukan oleh pihak ke-tiga

berdasarkan prestasi kerja, terutama yang berkaitan dengan kontrak yang

bersifat volume based.

Unsur kewajiban untuk membayar tagihan dapat gugur apabila prestasi

pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak (invalid invoice).

2) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan dan Tagihan Pihak ke-3 yang

benar/SPP (semi-valid invoice )

- Kelebihan:

Unsur kepastian tagihan lebih terjamin karena telah melalui proses verifikasi

dalam acquisition (serah terima barang) dan verifikasi awal atas invoice oleh

Pejabat Pembuat Komitmen dalam rangka penerbitan SPM.

Waktu yang mencukupi bagi treasury untuk mempersiapkan ketersediaan kas

sesuai dengan pelunasan tagihan yang diajukan.

Starting point yang cukup ideal untuk menghitung cycle time (waktu yang

diperlukan) atas business process pelaksanaan tugas kebendaharaan di Satker

- Kekurangan

Tagihan dapat saja tidak disetujui oleh Penguji SPM karena unsur verifikasi

awal dalam rangka penerbitan SPP bisa saja tidak memadai/ tidak sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Mekanisme yang ada kurang cukup member insentif bagi Satker untuk

menyampaikan data terkait dengan diterimanya tagihan yang lengkap oleh

PPK. Peluang terjadinya kolusi antara PPK dan Penguji SPM terkait dengan

waktu penerimaan tagihan dan penerbitan SPM.

3) Berdasarkan Surat Perintah Membayar

- Kelebihan:

Unsur kepastian validitas tagihan lebih tinggi karena sudah melalui proses

internal control yang lebih lengkap di Satker

- Kekurangan:

Page 148: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           140 

 

Horison waktu yang sangat pendek dan kurang ideal untuk keperluan

perencanaan kas.

Catatan: Pembahasan alternative tersebut di atas juga merujuk pada

model/alternatif pencatatan komitmen sebagai payables. Misalnya, dalam respond

atas technical requirement SPAN, payables akan dicatat menggunakan Oracle

Payables pada saat SPM diterima di KPPN.

Dengan merujuk pada praktek internasional, hutang (liabilities) akan diakui

setelah terjadi pemenuhan komitmen dalam bentuk serah terima barang dan jasa.

Pencatatan hutang (payables) akan cukup ideal jika dilakukan berdasarkan

diterimanya tagihan yang valid (diterbitkannya SPP) sesuai dengan telaah atas

kelebihan dan kekurangan untuk masing-masing alternatif sebagaimana

diuraikan sebelumnya. Diharapkan unsur kepastian/validitas tagihan akan lebih

terjamin, dan memberi horizon waktu yang mencukupi bagi treasury untuk

menggunakan data terkait payables untuk perencanaan kas. Kerangka usulan secara

lebih detail adalah sebagaimana terlihat baik pada Gambar Alternatif 1 maupun

Alternatif 2.

Pada prinsipnya, pencatatan komitmen yang ideal mengharuskan adanya

sistem akuntansi berbasis akrual. Pencapaian fungsi dan tujuan dari manajemen

komitmen yang berhubungan dengan disiplin anggaran (monitoring spending limit)

dan penyempurnaan manajemen kas harus didukung dengan mekanisme akuntansi

dan pelaporan yang ideal. Hal tersebut selanjutnya mempersyaratkan adanya suatu

chart of account yang merefleksikan stages dalam siklus pengeluaran (expenditure

cycle). Sistem akuntansi yang ada pada saat ini sudah mengarah pada full accrual

accounting. Namun demikian, sampai saat ini belum ada mekanisme pencatatan untuk

mengakui perikatan, dan hanya mengakui alokasi anggaran (appropriation dan

allotment) dan pembayaran (realisasi).

Pendekatan yang dianggap paling efektif untuk mencatat pengakuan komitmen

ini adalah dengan memberikan kode yang menggambarkan stages (tahapan) tertentu

dalam siklus anggaran. Kerangka pengakuan stages (tahapan) dalam siklus anggaran

menurut kerangka Bagan Akun Standar yang sedang dikembangkan saat ini adalah

sebagai berikut:

Page 149: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           141 

 

Terkait dengan penggunaan data hutang sebagai alat perencanaan kas, agar

pelaksanaanya dapat berjalan efektif, terdapat beberapa kondisi yang harus disiapkan.

• Harus diberikan Account khusus (tertentu) untuk mengakui hutang (atas pemenuhan

komitmen/kriteria tertentu dari sebuah komitmen). Account tersebut dapat diberikan

untuk masing-masing akun, masing-masing jenis belanja, maupun satu akun tertntu

untuk mengakui aggregate liabilities yang berkaitan dengan pengakuan komitmen.

Misalnya pada saat ini akun utang yang berkaitan dengan komitmen terkait transfer

dan subsidi diberikan kode akun tersendiri (Kode Akun 211221 : Belanja dana

perimbangan yang masih harus dibayar, kode akun 211611 : utang subsidi).

• Harus mulai dikembangkan cycle time untuk proses bisnis terkait komitmen. Berikut

pada Gambar 4.12 ditunjukkan simulasi atas contoh cycle time untuk keperluan

analisis.

Gambar 4.12

Simulasi Cycle Time Untuk Proses Bisnis Terkait Manajemen Komitmen

Stages Code

APBN --- DIPA Rv.

DIPA

Komitmen Rv.

Komitmen

Revenue --- Expenditure ---

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sakter Fund Fungsi Sub

Fungsi

Program Aktivitas Sub.

Aktivitas

Klasifikasi

Ekonomi

Stages

Code

Account

--- --- --- --- --- --- --- --- 01 ---

Serah terima B/J 

Invoice  SPP  SPM  KPPN 

Bank 3 hari  3 hari 3 hari 2 hari Hari H 

Book payable 

Page 150: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           142 

 

Manfaat dari cycle time diantaranya adalah dapat digunakan sebagai alat

monitoring atas pelaksanaan tugas kebendaharaan di Satker, sehingga dapat

meningkatkan transparansi dan internal control yang lebih efektif. Data payables

juga dapat digunakan untuk keperluan perencanaan kas yang lebih valid. Misalnya,

apabila ditentukan SPM harus di sampaikan 5 hari sejak penerbitan SPP dan

pencatatan payables. Satker harus melakukan pencatatan payables segera setelah

diketahui kebenaran dan kelengkapan tagihan. KPPN hanya akan melakukan

pembayaran/ menerbitkan SP2D apabila terdapat data payables atas pemenuhan dari

komitmen yang dimintakan tagihan. Hal tersebut diusulkan terutama untuk menjadi

insentif dan mengoptimalkan peran Satker dalam pengelolaan keuangan negara

secara keseluruhan. Di sisi lain, pengelolaan keuangan negara akan lebih transparan

baik bagi masing-masing pejabat perbendaharaan di Satker maupun bagi

Perbendaharaan. KPPN hanya akan menerbitkan SP2D pada hari tersebut (5 hari

kerja sejak pencatatan payables). Apabila tidak diterima SPM pada hari tersebut,

payables dapat dihapus (write-off) dan Satker harus melakukan pencatatan ulang

payables.

Metode ini dapat berjalan dengan baik apabila pengujian awal yang menjadi

dasar penerbitan SPP cenderung valid. Harus dilakukan identifikasi dan assessment

atas kinerja Satker, dan peningkatan sosialisasi apabila diperlukan. Metode

penggunaan data payables yang dicatat berdasarkan invoice sebagai salah satu input

bagi perencanaan kas dijalankan dengan cukup efektif dalam rangka penyaluran dana

Anggaran di Australia. Di Australia, valid invoice yang dicatat sebagai payable dan

disampaikan ke institusi treasuri dibayarkan pada hari ke-30 sejak diregistrasinya

data payables dan tagihan tersebut. Visualisasi yang berkaitan dengan pengajuan

RFC, updating spending limit, pencatatan payables, dan data forcasting dapat dilihat

baik pada gambar alternatif 1 maupun pada gambar alternatif 2.

b) Registration of Commitment

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, manajemen komitmen yang ideal (yang

merupakan fitur utama dari manajemen komitmen) mensyaratkan pencatatan

informasi yang berkaitan dengan komitmen ke dalam sistem perbendaharaan dalam

rangka penerapan disiplin anggaran dan perencanaan kas. Di dalam dokumen SPAN,

tidak jelas disebutkan/digambarkan (i) pihak (Satker atau Perbendaharaan) yang

Page 151: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           143 

 

harus pertama kali mencatat (first/ever single entry point) data terkait komitmen (ii)

pihak yang akan meregistrasi informasi terkait dengan komitmen ke dalam data base

treasury. (iii) informasi yang harus di simpan dalam data base perbendaharaan (iv)

pihak-pihak yang dapat mengakses data komitmen yang telah diregistrasi.

Hal tersebut mensyaratkan adanya mekanisme alur dokumen dan data yang

dapat menghubungkan Satker dengan institusi perbendaharaan dalam rangka

pertukaran informasi terkait dengan pembuatan komitmen atas pagu anggaran, dan

berikut kewajiban untuk melakukan pembayaran atas dasar pemenuhan kondisi

tertentu. Mekanisme penyampaian informasi tersebut harus sederhana, transparan

dan akuntabel, didukung dengan peraturan perundangan, memanfaatkan secara

maksimal teknologi informasi yang ada, dan sedapat mungkin memiliki insentif

yang bermanfaat bagi Satker dalam pengelolaan keuangan negara. Institusi

treasury, juga idealnya harus menyimpan (store) data terkait dengan komitmen salah

satunya karena data tersebut akan digunakan kembali (retrieve) pada saat

pembayaran tagihan. Alur dokumen yang berkaitan dengan komitmen, terkait dengan

pelaksanaan fungsi-fungsi inti treasuri lainnya (manajemen DIPA, manajemen

pembayaran, manajemen kas adalah sebagai mana ditunjukkan dalam gambar berikut

(Gambar 4.13).

• Apakah Satker dan Line Ministries harus mencatat komitmen dalam database masing-

masing (terpisah dengan treasury)?

• Siapa yang meregistrasi informasi terkait dengan komitmen dalam data base treasury

(satker, line ministries, KPPN)?

• Media apa yang digunakan dalam pertukaran informasi terkait dengan komitmen

(hardcopy /Softcopy/ On-line)?

• Informasi apa saja yang harus disimpan (di-maintain) dalam database

perbendaharaan?

• Siapa saja yang dapat mengakses informasi terkait komitmen yang telah diregistrasi

(disimpan dalam data base treasury)? 

Page 152: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           144 

 

Gambar 4.13

Alur dokumen dan workflow proses bisnis di Satker

yang berkaitan dengan manajemen komitmen

Keterangan Gambar:

Alur dokumen terkait manajemen komitmen di Satker

Alur Komitmen

Alur Pembayaran

Alur Manajemen Kas

Alur Manajemen DIPA

Model koneksitas proses bisnis dengan Satker-- yang ditunjukkan oleh keterkaitan

aktivitas control, elemen data, mekanisme input/ output-- yang berkaitan dengan

Manajemen Komitmen adalah sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut

(gambar 4.14):

Page 153: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           145 

 

Gambar 4.14

Alur data dan koneksitas proses bisnis dengan Satker

terkait Manajemen Komitmen

Page 154: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           146 

 

c) Commitment Verification

Dalam dokumen SPAN, disebutkan bahwa satker mempersiapkan dan

mengajukan Request for Commitment beserta dokumen pendukungnya kepada KPPN

(p. 192) dan harus memperoleh persetujuan treasury (KPPN) sebelum commitment

dicatat kedalam database treasury (p. 226). Selanjutnya, setiap commitment (specific

commitment) yang disetujui dalam proses commitment registrasion, akan memperoleh

Commitment Application Number (CAN) yang selanjutnya akan menjadi salah satu

acuan dalam proses pembayaran (p. 215 dan p. 287).

Mekanisme tersebut di atas, secara implisit menghendaki adanya pengujian

terhadap perikatan yang dibuat oleh satker sebelum dilakukan pembayaran sebagai

akibat dari pemenuhan kondisi tertentu.

Berikut adalah informasi yang berkaitan dengan input data dan verifikasi atas

informasi yang berkaitan dengan komitmen dalam versi SPAN Bid Document.

• Bagaimana sifat pengujian RFC dalam rangka penerbitan CAN? 

• Informasi apa saja yang harus terdapat dalam dokumen Request For Commitment?  

• Bagaimana integrasi sifat pengujian RFC terhadap ketentuan dalam manajemen pembayaran?? 

Page 155: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           147 

 

Sebagai bahan perbandingan, dalam penjelasan UU Perbendaharaan

disebutkan bahwa fungsi pengelola keuangan/bendaharawan umum (terkait dengan

aspek rechtmatigheid dan wetmaitgheid) yang dijalankan oleh Menteri

Keuangan/Treasury hanya “dilakukan pada saat terjadi penerimaan dan

pengeluaran”. Perlu dilakukan kajian agar sifat ruang lingkup pengujian/ verifikasi

atas dokumen RFC yang diajukan oleh Satker ke KPPN tidak bertentangan dan

didukung dengan kerangka landasan hukum yang ada. Beberapa alternatif adalah

sebagai berikut:

1) Alternatif 1: Membatasi pengajuan dokumen RFC ke KPPN hanya sebagai proses

registrasi atas data komitmen. Pengujian atas komitmen hanya akan dilakukan pada

saat penerbitan SP2D. Alternatif ini didasarkan atas penafsiaran secara konservatif

atas Penjelasan dalam UU Perbendaharaan Negara sebagaimana tersebut di atas.

Alternatif ini juga sangat mirip dengan praktek saat ini dimana verifikasi atas

komitmen dilakukan pada saat pembayaran. Kelemahannya adalah (i) resiko dari

registrasi data komitmen yang tidak valid, (2) aktivitas terkait dengan komitmen

manajemen akan cenderung hanya menjadi ekstra work baik bagi Satker maupun

bagi KPPN.

2) Alternatif 2: Alternatif ini didasarkan pada penafsiran bahwa proses yang

berkaitan/menyebabkan pengeluaran termasuk dalam kewenangan

perbendaharaan untuk melakukan pengujian pada saat terjadinya pengeluaran.

Artinya, proses pengujian validitas komitmen yang akan menimbulkan kewajiban

pengeluaran merupakan bagian dari proses pengeluaran uang dari kas negara. Pada

saat ini terdapat dua jenis pengujian yang dilakukan KPPN, yaitu pengujian

substantif dan formal. Verifikasi atas data commitment sebagaimana dalam SPAN

(BC-008) lebih bersifat pengujian substantif.

Page 156: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           148 

 

Dalam alternatif 2 diusulkan pemisahan pengujian substantif dan formal dalam

proses pengeluaran kas/pembayaran tagihan. Data komitmen yang diajukan satker ke

KPPN diverifikasi secara substantif (di antaranya termasuk pengujuan dalam BC008

sebagaimana tersebut di atas). Sedangkan pengujian atas SPM lebih difokuskan pada

pengujian yang bersifat formal, termasuk didalamnya pengujian atas ke adaan reference

atas data komitmen tertentu (Commitment Application Number).

Dengan cara tersebut di atas, diharapkan data komitmen dapat lebih efektif baik

bagi monitoring data pagu maupun bagi perencanaan kas, karena melalui pengujian di

KPPN validitasnya lebih terjamin. Di samping itu, hal tersebut akan memudahkan

pelaksanaan tugas di KPPN pada saat pengajuan pembayaran (pengujian atas SPM).

Namun demikian, penerapan hal tersebut harus di dukung kepastian kesesuaian dengan

perndangan yang berlaku.

Mekanisme tersebut di atas memerlukan ketentuan yang secara eksplisit dan

terinci mengatur hal-hal yang harus tercantum dalam format dokumen RFC beserta

dokumen pendukung lainnya jika ada. Di samping itu, harus ada landasan hukum yang

secara eksplisit mengatur obyek dan sifat pengujian oleh KPPN dalam rangka

pengesahan sebuah komitmen.

Page 157: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           149 

 

Gambar Alternatif 1

Alternatif (1) Pengembangan Manajemen Komitmen

Procurement 

Issuance of RFC

RFC 

Kontrak/PO 

Registrasion of Commitment   

Commitment Record (RFC+CAN),  

Spending Limit,  

Record on Payables,  

Cash forecasting/ balance  record based on payables 

SP2D CAN 

Updating Commitment   

Commitment verification on 

item as described in 

BC008 

CAN

Verification of Commitment 

Record 

Prepare Payment Document (SPM) 

SPM + CAN

Issue SPP, Book payables  

Acquisiton n Invoice 

Document

Page 158: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           150 

 

Gambar Alternatif 2

Alternatif (2) Pengembangan Manajemen Komitmen

Procurement 

Issuance of RFC

RFC 

Kontrak/PO 

Commitmetn Verification  (RFC/ BC008) 

Commitment Record (RFC+CAN),  

Spending Limit,  

Record on Payables,  

Cash forecasting/ balance  record based on payables 

SP2D CAN

Registrasi  of Commitment  

Check CAN 

Availability 

CAN 

Update 

Commitmen 

Verification of Commitment 

Record 

Prepare Payment Document (SPM) 

SPM + CAN

Issue SPP, Book payables  

Acquisiton n Invoice 

Document

Page 159: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           151 

 

D. Manajemen Pembayaran 

1. International Best Practice terkait Manajemen Pembayaran Dalam Treasury Diagnostic Toolkit (Hasim & Moon, 2004), terdapat 2 (dua)

model terkait dalam Pencairan Anggaran, yaitu: (1) sentralisasi manajemen

pembayaran dan (2) desentralisasi manajemen pembayaran. Sentralisasi pembayaran

melalui Treasury memungkinkan dilakukannya pengecekan oleh Treasury untuk

memastikan bahwa pembayaran yang dilakukan telah sesuai dengan budget

appropriations. Konsolidasi Satker bank accounts ke dalam TSA di bawah kendali

treasury, memungkinkan efficient cash management dan menghindarkan suatu situasi

dimana di satu sisi terdapat banyak idle cash di Satker bank accounts dan di sisi lain

rekening BUN secara agregat mengalami defisit.

Struktur organisasi yang diperlukan dalam rangka sentralisasi pelaksanaan

pencairan anggaran terdiri dari main treasury office di kantor pusat, second tier

treasury offices di tingkat propinsi dan (kemungkinan) third tier offices yang berada

di setiap kabupaten/district. K/L memproses transaksi pembayaran mereka di central

level treasury office, sedangkan Satker memproses transaksi pembayarannya di kantor

treasury propinsi/kabupaten terdekat. Satker mengirimkan transaksi pengeluarannya

kepada kantor treasury terdekat untuk pemrosesan pembayarannya. Treasury akan

mengirimkan transaksi pengeluaran yang telah disetujui kepada kantor cabang

Central Bank terdekat dimana TSA berada, untuk melakukan pembayaran kepada

vendor. Berikut ini dalam Gambar 4.15 menunjukkan skema yang menjelaskan

sentralisasi proses pembayaran untuk mempermudah pemahaman.

Page 160: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           152 

 

Gambar 4.15 Sentralisasi Proses Pembayaran

Sumber: Treasury Diagnostic Toolkit

Dalam kasus dimana treasury dan kerangka hukum untuk budget execution telah

ada dan berfungsi secara efisien, model alternatif pencairan anggaran harus

digunakan. Di beberapa negara, K/L dan Satker bertanggung jawab secara langsung

untuk melakukan pembayaran melalui TSA. TSA masih berada di Central Bank dan

Central Bank akan bertanggung jawab terhadap retail banking operations dalam

kaitannya dengan pembayaran dan penerimaan pemerintah. Menteri Keuangan harus

memastikan bahwa terdapat mekanisme pengendalian yang memadai sebelum

K/L/Satker melakukan pembayaran. Pengendalian tersebut dapat dilakukan oleh

central treasury. TSA Bank juga dapat diperintahkan untuk melaksanakan mekanisme

pengendalian terhadap batasan pengeluaran secara keseluruhan yang dilakukan oleh

K/L/Satker. Dalam model ini, Satker dan K/L di atasnya memiliki tanggung jawab

yang lebih besar untuk menjaga rekening mereka dan rekening pemerintah secara

umum. Berikut ini dalam Gambar 4.16 menunjukkan skema yang menjelaskan

desentralisasi proses pembayaran untuk mempermudah pemahaman.

Page 161: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           153 

 

Gambar 4.16 Desentralisasi Proses Pembayaran

Sumber: Treasury Diagnostic Toolkit

a) Review Atas Peraturan Perundangan

Undang-Undang Keuangan Negara dan, khususnya, Undang-Undang

Perbendaharaan mengatur dengan jelas tugas dan tanggung jawab Satker dan

Institusi Perbendaharaan dalam hal pelaksanaan anggaran, termasuk pula hal-hal

prinsip berkaitan dengan pembayaran tagihan atas beban APBN sebagai bentuk

penyaluran dana anggaran. Struktur dan kelembagaan Satker dalam

penyelenggaraan keuangan negara, khususnya yang terkait dengan manajemen

pembayaran adalah sebagai berikut:

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) 

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 

Pejabat Penerbit SPM (PPSPM) 

Bendahara Pengeluaran 

Page 162: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           154 

 

Terkait dengan dokumen permintaan pembayaran yang diajukan (SPP),

penguji SPM melakukan pengujian meliputi aspek keberadaan/ketersediaan dasar

penagihan, kebenaran hak tagih dan kesesuaian tujuan pengeluaran (wetmatigheid,

rechmatigheid dan doelmatigheid). Selanjutnya, Ditjen Perbendaharaan melalui

Kantor Pelayanan Perbendahraan Negara akan melakukan pengujian substantif

dan formal terhadap dokumen perintah membayar (SPM) yang diajukan oleh

Satker. Pada dasarnya, pengujian substatif dan formal tersebut hanya meliputi

aspek keberadaan/ketersediaan dasar penagihan dan kebenaran hak tagih

(wetmatigheid dan rechmatigheid) (Perdirjen 66/PB1/2005). Dalam Penjelasan

Undang-Undang Perbendaharaan dijelaskan bahwa kewenangan Bendahara

Umum Negara untuk melakukan pengujian tersebut merupakan fungsi

pengawasan keuangan yang dilakukan pada saat terjadi penerimaan dan

pengeluaran. Kerangka organisasi, kewenangan dan koneksitas proses bisnis

antara Satker dan Ditjen Perbendaharaan dalam manajemen pembayaran adalah

sebagai berikut (Gambar 4.17):

Gambar 4.17

Kerangka organisasi, kewenangan dan koneksitas proses bisnis antara Satker dan

Ditjen Perbendaharaan dalam manajemen pembayaran

Page 163: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           155 

 

Sebagaimana ditunjukan dalam gambar tersebut di atas, terdapat dua

mekanisme pembayaran yaitu melalui mekanisme pembayaran langsung (LS) dan

mekanisme Uang Persediaan (UP). Dalam mekanisme LS, pembayaran kepada

yang berhak (beneficiaries) dilakukan oleh KPPN. Sedangkan dalam mekanisme

UP, pembayaran kepada yang berhak (beneficiaries) dilakukan oleh bendahara.

Namun demikian, pada dasarnya KPPN tetap memiliki kewenangan pengujian

yang sama baik dalam hal pembayaran melalui mekanisme LS maupun UP.

Pengujian atas pembayaran yang dilakukan melalui mekanisme UP dilakukan

pada saat penerbitan SPM-GU (Penggantian Uang Persediaan) yang pada

hakekatnya merupakan pertanggungjawaban bendahara atas pembayaran yang

telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan uang persediaan. Dalam

kerangka international best practice, dapat disimpulkan bahwa kerangka peraturan

perundangan yang berkaitan dengan manajemen pembayaran mengamanatkan

terlaksananya mekanisme pembayaran yang tersentralisasi pada institusi

perbendaharaan (gambar 1) namun tetap mengedepankan mekanisme check and

balance dengan memberikan kewenangan pengujian yang lebih komprehensif

(meliputi kebenaran tujuan pengeluaran) kepada Satker (gambar 2).

2. Current State Assessment & Problems terkait Manajemen Pembayaran Secara konseptual, mekanisme pembayaran yang ada pada saat ini

memungkinkan terjadinya check and balance terutama oleh pihak treasury untuk

memastikan bahwa pengeluaran yang dilakukan sesuai dengan peraturan dan

didukung oleh ketersediaan dana anggaran. Mekanisme pembayaran yang

tersentralisasi juga memungkinkan pihak treasury untuk mengkonsolidasi rekening

Satker (Rekening Bendahara Pengeluaran) ke dalam Treasury Single Account

sehingga dapat menghindari terjadinya akumulasi idle kas dalam jumlah yang besar

(Treasury Diagnostic Toolkit, 2004). Namun demikian, dalam praktek saat ini di

Indonesia, terdapat beberapa hal yang patut menjadi perhatian dalam rangka

pengemangan manajemen pembayaran di masa yang akan datang, diantaranya:

a) Business Process di Satker

1) Tidak adanya cycle time dalam proses pembayaran menyebabkan

ketidakjelasan norma waktu penyelesaian mulai dari tagihan diterima dari

Page 164: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           156 

 

Supplier, proses penerbitan SPP, proses penerbitan SPM sampai dengan

pengajuannya ke KPPN.

2) Peraturan terkait besaran pengeluaran yang mengharuskan pembuatan

dokumen kontrak cenderung tidak sesuai dengan peraturan terkait mekanisme

pembayaran. Adanya intersection aturan, dimana dalam Keppres 80 tahun

2003 pasal 31 disebutkan bahwa untuk pengadaan dengan nilai dibawah Rp. 5

juta cukup dengan bukti pembayaran berupa kuitansi, sedangkan untuk

pengadaan diatas Rp 5 juta diperlukan kontrak berupa SPK (Surat Perintah

Kerja) maupun Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa. Sedangkan dalam

Perdirjen PBN Nomor 66/PB/2005 pasal 7 pembayaran dengan menggunakan

uang persediaan yang dapat dilakukan oleh bendahara pengeluaran kepada

satu rekanan tidak boleh melebihi Rp 10 juta. Dari penjelasan diatas dapat

dilihat bahwa tidak semua pengeluaran kontraktual dilakukan dengan

mekanisme pembayaran langsung (untuk pengeluaran Rp 5 juta sd 10 juta).

b) Business Process di KPPN

1) Mekanisme pembayaran melalui pengelolaan Uang Persediaan (UP) yang ada

saat ini masih menimbulkan idle cash yang cukup besar pada rekening

bendahara pengeluaran.

2) Informasi terkait komitmen diajukan pada saat yang bersamaan dengan

pengajuan pembayaran menyebabkan manajemen terhadap komitmen hanya

sebatas pada pengawasan terhadap nilai kontrak agar tidak dilampaui oleh

pengajuan pembayaran yang pada saat itu dilakukan Satker.

3) Tidak berfungsinya rencana penarikan dana pada halaman III DIPA

menyebabkan tidak berjalannya cash forecasting secara optimal.

4) Treasury tidak memiliki kontol sepenuhnya atas aktivitas business prosess

yang berkaitan dengan pembayaran. Sebagaimana diketahui pada saat ini

pembayaran dilakukan melalui transfer dari rekening kas negara di Bank

komersial (Bank Operasional) ke rekening pihak ketiga. Aktivitas di Bank

Operasional yang terkait dengan transfer ke rekening pihak ke-3 menjadi black

box dari business proses pembayaran. Misalnya, sampai dengan saat ini tidak

ada ketentuan atau batas waktu yang jelas untuk proses transfer tersebut,

meskipun KPPN telah menetapkan jangka waktu penyelesaian SP2D selama 1

Page 165: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           157 

 

jam. Sesuai dengan gambar di atas, idealnya scope bisnis proses pembayaran

tidak hanya sampai dengan penerbitan SP2D tetapi sampai dengan dana

tersebut diterima di rekening pihak ketiga.

3. Fitur SPAN Terkait Manajemen Pembayaran Sesuai dengan rencana pengembangan SPAN, dapat diidentifikasikan proses

yang terjadi dalam pencairan anggaran sebagai berikut: (1) proses pembayaran

dimulai dengan pendaftaran payment orders (SPM) oleh Satker kepada KPPN

berdasarkan invoices yang diterima dari suppliers atau internally generated SPM

(misal: pembayaran gaji), (2) SPM direview di KPPN untuk memastikan bahwa SPM

tersebut berada dalam available spending authority Satker, dan (3) kemudian KPPN

menerbitkan Transfer Orders (SP2D) pada designated bank, untuk membayar tagihan

kepada suppliers. Terkait dengan penyempurnaan proses bisnis di Satker, maka ruang

lingkup proses pembayaran idealnya meliputi aktvitas permintaan pembayaran (dari

PPK maupun Bendahara Pengeluaran) yang menghasilkan Surat Permintaan

Pembayaran (SPP).

Sebagaimana telah dibahas pada bagian sebelumnya, terdapat dua mekanisme

pembayaran yaitu secara langsung (LS) dan dengan mekanisme Uang Persediaan

(UP). Berikut adalah framework rencana pengembangan SPAN terkait dengan

masing-masing mekanisme pembayaran:

Page 166: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           158 

 

a) Kerangka Mekanisme Pembayaran secara Langsung (versi SPAN) (Gambar 4.18)

Gambar 4.18

Kerangka Mekanisme Pembayaran secara Langsung (versi SPAN bidding document)

Uraian dari business prosess dalam gambar di atas adalah sebagai berikut:

1) Pemrosesan SPM yang diterima dari Satker

− SPM dapat diterima oleh KPPN melalui: (1) input manual; (2) input secara

batch dari disket; (3) import data dari text files atau spreadsheets; (4) upload

secara langsung dari database Satker.

− Sebelum me-register SPM, sistem akan memverifikasi bahwa: (1) vendor

codes, organizational codes, budget classification dan account classification

valid; (2) Jumlah nilai SPM yang dikirim secara batch sesuai dengan jumlah

dalam cetakan SPM; (3) Komitmen yang telah diregister (CAN) meng-

cover jumlah dana yang ada di SPM.

Page 167: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           159 

 

− Apabila SPM dikecualikan dari commitment registration procedure, sistem

secara otomatis akan meng-generate commitment mengikuti budget

commitment procedure.

− Transaksi yang tidak valid akan ditolak. Sistem akan membuat exception

report yang memuat daftar transaksi yang tidak valid untuk dikirimkan kepada

Satker dan K/L-nya.

2) Pengecekan kesesuaian dengan Cash Limits

- Apabila cash limits tidak diberlakukan, SPM yang telah divalidasi akan

diproses pembayarannya setelah proses peng-update-an AFP. Data

commitment yang telah tercatat (pada commitment management) akan diambil

untuk memastikan bahwa pembayaran tersebut telah diotorisasi.

− Dalam hal diberlakukannya cash limits, sistem akan memverifikasi bahwa

jumlah dana yang ada di SPM tidak melebihi cash limits bagi Satker tertentu

(pada tanggal transaksi).

− Setelah berhasil diverifikasi, sistem akan mengurangi nilai cash limit sesuai

dengan jumlah dana SPM yang telah disetujui. AFP akan di-update dan

transaksi akan antri (queue) untuk dilakukan pembayaran.

− Apabila jumlah dana di SPM melebihi cash limit yang ada/tersisa, sistem akan

menolak transaksi tersebut dan membuat exception report kepada Satker dan

K/L yang bersangkutan.

3) Pengecekan SPM dengan Annual Financial Plans (AFP)

− Sistem akan melakukan pengecekan terhadap SPM untuk melihat

kesesuaiannya dengan AFP. Setelah itu, transaksi akan antri untuk dilakukan

pembayaran.

− Apabila payment schedule dalam AFP tidak mengikat, maka atas

pembayaran yang melampaui payment schedules di dalam AFP, sistem akan

menyampaikan informasi tersebut agar Sakter dan Kementrian melakukan

koreksi atas AFP dengan merubah rencana pembayaran dari periode

selanjutnya.

− Apabila payment schedule dalam AFP bersifat mengikat maka sistem

memiliki kapasitas untuk melakukan suspend pembayaran apabila pembayaran

Page 168: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           160 

 

tersebut melampaui AFP, melalui fasilitas manual override khususnya untuk

pengguna tertentu.

4) Pengambilan dana dari TSA untuk pembayaran kepada suppliers

− Sistem menyediakan fasilitas untuk meng-queue SPM berdasarkan tanggal

jatuh tempo pembayaran dan berdasarkan user defined priorities. Selanjutnya

sistem akan men-generate SP2D.

− Sistem akan melakukan pengecekan apakah withdrawal ceiling (cash limit)

yang dibuat untuk KPPN sub-account (di Treasury main account) mampu

meng-cover pembayaran yang jatuh tempo.

− Sistem menyediakan fasilitas untuk melakukan interfacing dengan RTGS

system atau equivalent-nya yang ada di bank. Interface tersebut dapat me-

reformat SPM/SP2D sesuai dengan format yang diperlukan dalam clearing

system. Hal tersebut mencakup pengiriman text messages bersamaan dengan

pengiriman uang ke supplier’s bank agar supplier dapat mencocokan

pembayaran dengan invoice asli.

− Apabila pembayaran berada di dalam withdrawal ceiling, selanjutnya staff

yang memiliki otorisasi di KPPN dapat melakukan penarikan rekening

TSA (interface langsung dengan sub akun KPPN yang ada di Bank

Indonesia) dalam rangka pembayaran kepada supplier melalui RTGS.

− Apabila pembayaran melebihi withdrawal ceiling, sistem menyediakan

fasilitas untuk: (1) queue SPM/SP2D lagi sampai tersedianya withdrawal

limits untuk membayar SPM/SP2D tersebut (dilakukan oleh authorized user di

KPPN); (2) menolak pembayaran atas SPM/SP2D tersebut, me-reset data

commitment dan cash limits, dan men-generate exception report untuk

dikomunikasikan kepada Satker.

− Setelah memberikan unique reference number, sistem akan menyimpan semua

data SPM yang telah disetujui dan diproses. Data tersebut meliputi:

Satker identification code dan ledger account number-nya.

Nomor dan tanggal SPM.

Klasifikasi fungsi, program, dan economic transaksi dalam SPM.

Jumlah uang dalam SPM.

Page 169: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           161 

 

Kode akun dan jumlah pengurangan seperti pajak, iuran pensiun, sewa

rumah, dll.

fund code.

tanggal jatuh tempo pembayaran.

nomor dan tanggal invoice.

data rincian supplier.

Commitment Approval Number.

Data rincian SP2D.

Nomor SP2D.

Kode KPPN.

Kode bank sumber dan nomor rekeningnya.

Satu SPM dapat memuat beberapa jenis pengeluaran yang berbeda kode

klasifikasi anggaran dan fund codes-nya.

5) Rekonsiliasi Bank atas transaksi pembayaran

− Sistem men-support fasilitas interfacing dengan RTGS clearing system yang

ada di bank untuk downloading electronic confirmation of credit kepada

rekening bank supplier.

− Sistem secara otomatis akan menandingkan payment dengan confirmation of

credit, meng-extract semua pembayaran yang sesuai dari payment records dan

men-generate payment confirmation report untuk dikirimkan ke Satker.

Apabila identitas dan jumlahnya berbeda, sistem akan men-generate exception

report untuk dikirimkan ke RTGS administrator untuk dilakukan review.

− Payment records yang masih belum direkonsiliasi untuk user defined period

akan di-extract dan dikirimkan ke RTGS administrator untuk dilakukan

review.

Page 170: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           162 

 

b) Kerangka Mekanime pembayaran melalui Uang Persediaan (UP) (Gambar 4.19)

Gambar 4.19

Kerangka Mekanisme Pembayaran melalui UP (versi SPAN bidding document)

Uraian dari proses bisnis dalam gambar tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1) Untuk pembayaran dengan jumlah/skala kecil, terdapat mekanisme pembayaran

melalui Uang Persediaan, yang pelaksanaannya dilakukan oleh bendahara masing-

masing Satker. Pembayaran dapat dilakukan melalui penerbitan check oleh

bendahara yang membebani rekening bendahara, atau melalui debit cards yang

membebani rekening KPPN.

2) Pengeluaran dengan mekanisme UP dilakukan melalui Sub-akun dari rekening

KPPN di Bank Operasional mitra kerja KPPN. Masing-masing bendahara

pengeluaran memiliki sub-akun untuk Satker yang bersangkutan. Untuk

melakukan pengeluaran melalui sistem petty cash ini, bendahara dapat menarik

sejumlah uang, dengan limit tertentu, dari sub-akun tersebut dengan menggunakan

debit card/ATM. KPPN dan Bank Operasional akan membuat persetujuan terkait

dengan batas penarikan yang diperolehkan dalam jangka waktu tertentu untuk

Page 171: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           163 

 

masing-masing sub-akun (limit). Sub-akun tersebut merupakan zero balance

account, yang bersaldo nihil setiap saat. Pada awalnya bank akan melakukan

pembayaran dengan dana-nya masing-masing. Selanjutnya, Bank dapat

mengajukan penggantian (reimbursement) atas sejumlah dana yang ditarik oleh

bendahara dari sub-akun tersebut.

3) Atas dasar penarikan dana oleh Bendahara, Bank akan menerbitkan withdrawal

record yang selanjutnya menjadi dasar bagi KPPN untuk mengotorisasi

penggantian (reimbursement) dari TSA ke rekening tertentu sebagai penerima di

Bank Operasional. Rekening penerimaan ini, adalah rekening Bank, dan bukan

rekening milik KPPN.

4. Rekomendasi Dan Alternatif Future Vision Model Koneksitas Proses Bisnis Dengan Satker Terkait Manajemen Pembayaran

Terdapat beberapa hal penting dalam kerangka business process untuk

payment sebagaimana diuraikan tersebut di atas. Terkait dengan mekanisme

pembayaran secara langsung (LS), diantaranya meliputi:

a) Implikasi dari sifat penggunaan Annual Financial Plan (Hal 3 DIPA).

Kerangka bisnis proses dalam SPAN mengakomodasi kemungkinan

penerapan AFP baik yang bersifat mengikat maupun tidak mengikat. Implikasi

AFP bersifat mengikat adalah tidak disahkannya permintaan pembayaran yang

melebihi Rencana Penarikan Dana untuk periode tertentu. Dalam AFP yang

bersifat tidak mengikat, AFP berfungsi sepenuhnya sebagai alat perencanaan.

Pencairan anggaran dapat melebihi Rencana Penarikan Dana, disertai dengan

pemberitahuan ke pada Satker agar menyesuaikan AFP dengan rencana penarikan

periode selanjutnya.

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, permasalahan terkait AFP

pada saat ini adalah tidak berfungsinya Rencana Penarikan Dana karena ketiadaan

sistem untuk melakukan update sesuai dengan realisasi dan tidak dipatuhinya

Halman 3 DIPA sebagai alat perencanaan. Sifat AFP yang tidak mengikat

cenderung akan menghasilkan kondisi yang sama dengan saat ini, di mana

Halaman 3 DIPA tidak dapat digunakan secara efektif. AFP yang tidak mengikat

juga akan menambah business process baru, berupa koreksi atas AFP, yang tidak

memiliki nilai tambah.

Page 172: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           164 

 

AFP yang berfungsi sebagai Rencana Penarikan Dana yang bersifat

mengikat dan diupdate sesuai dengan realisasi pengeluaran lebih berpotensi untuk

diimplementasikan secara efektif. Opsi ini secara konseptual juga mendukung

pengembangan manajemen komitmen dan penggunaan data rencana penarikan

dana sebagai input untuk perencanaan kas (manajemen kas).

b) Penerapan withdrawal ceiling atas Rekening Kas Negara

Kerangka bisnis process dalam SPAN menghendaki adanya withdrawal

ceiling untuk penarikan dana dari Rekening Kas Negara dalam rangka

pembayaran. Penarikan dana yang melebihi withdrawal ceiling ini bahkan dapat

berimpliksai pada ditolaknya perintah transfer (SP2D). Hal tersebut kurang ideal

karena tanggung jawab penyediaan dana dalam rangka pembayaran ada pada

Ditjen Perbendaharaan dan seharusnya tidak berimplikasi pada penundaan

pembayaran. Di samping itu, tidak ditentukan dasar penentuan withdrawal ceiling

tersebut.

Secara konseptual terdapat dua model utama dari penerapan withdrawal

ceiling. Withdrawal ceiling yang bersifat statis akan cenderung tetap untuk

periode tertentu yang cukup panjang, jumlahnya ditentukan sesuai dengan tren

atas dana yang dibutuhkan, dan cenderung terdapat margin antara jumlah yang

dibutuhkan dengan ceiling yang ditentukan. Sedangkan withdrawal ceiling yang

bersifat dinamis cenderung memiliki periode yang lebih pendek (misalnya harian)

dan besarannya ditentukan atas input data terkait pengeluaran yang akan segera

terjadi.

Sejalan dengan pengembangan Treasury Single Account di Ditjen

Perbendaharaan, mekanisme penyediaan dana di rekening KPPN di Bank

Operasional pada saat ini cenderung pada penentuan withdrawal ceiling yang

bersifat dinamis. Sebagaimana diketahui, rekening bank operasional di KPPN

menerima transfer dari RPK-BUNP sebesar nilai SPD2 yang akan diterbitkan

pada hari yang bersangkutan. Rekening ini juga bernilai nihil (zero balance) di

akhir hari. Mekanisme ini cukup ideal bagi efisiensi kas. Namun dalam

prakteknya, memerlukan bisnis proses dan aplikasi yang terpisah yang selama ini

dijalakan dengan aplikasi E-kirana.

Page 173: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           165 

 

Sesuai dengan pengembangan TSA yang tengah dijalankan, idealnya

withdrawal ceiling di Rekening KPPN akan bersifat dinamis. Besaran ceiling

dapat ditetapkan secara sistem dengan mengintegrasikan bisnis proses

pembayaran dengan business process terkait manajemen komitmen dan akuntansi.

Besaran ceiling, misalnya dapat ditentukan atas dasar nilai account payable yang

jatuh tempo pada hari tertentu untuk KPPN tertentu. Data ini diharapkan dapat

dihasilkan dari modul manajemen komitmen atas dasar dokumen SPP. Data ini

akan akurat apabila terdapat cycle time yang jelas atas proses bisnis terkait dengan

penerbitan SPP dan SPM di Satker. Model dari cycle time ini adalah sebagai mana

telah dibahas pada bagian manajemen komitmen.

c) Pembayaran kepada Suplier melalui mekanisme Transfer dari Rekening Kas

negara di Bank Indonesia

Kerangka business process pembayaran dalam dokumen SPAN

menghendaki pelaksanaan pembayaran dilakukan melalui transfer dari sub-akun

KPPN di Bank Indonesia. Mekanisme tersebut identik dengan mekanisme

pembayaran melalui rekening khusus pada saat ini. Namun demikian, perlu

dipertimbangkan implikasinya bagi KPPN yang tidak satu lokasi dengan Kantor

Pusat/ Kantor Cabank BI. Di samping itu, mekanisme clearing dikhawatirkan

berpengaruh pada jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan transfer ke

rekening pihak ke-3. Penggunaan bank komersil sebagai Bank Operasional dalam

rangka pembayaran kiranya masih dibutuhkan hingga saat ini.

d) Otorisasi transfer dari rekening kas negara ke rekening pihak ke-tiga melalui

direct interface dengan RTGS di BI oleh pejabat di KPPN

Kerangka business process pembayaran dalam dokumen SPAN

menyarankan otorisasi transfer ke rekening pihak ke-3 oleh pejabat di KPPN

secara online melalui direct interface dengan sub-akun KPPN di Bank Indonesia.

Otorisasi secara online tersebut secara konseptual memperpanjang scope/ ruang

lingkup proses bisnis dari sekedar penerbitan perintah transfer (SP2D) menjadi

sampai pada eksekusi transfer ke rekening pihak ke-3. Kerangka ini secara ideal

akan mampu mengurangi fenomena black box atas aktifitas transfer pada business

process pembayaran di perbankan. Mekanisme ini juga dapat meningkatkan

kepastian layanan penyampaian dana anggaran ke pada yang berhak. Namun

Page 174: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           166 

 

demikian, keamanan dan kelancaran mekanisme ini memerlukan dukungan dan

pengembangan IT dalam hal software, dan khususnya jaringan. Gambar berikut

mengilustrasikan kerangka pengembangan manajemen pembayaran yang

diusulkan dalam rangka SPAN adalah sebagai berikut (Gambar 4.20):

Gambar 4.20

Kerangka Pengembangan Manajemen Pembayaran Langsung yang Diusulkan

Dalam Rangka SPAN

Terkait dengan rencana pengembangan SPAN, penyempurnaan mekanisme

pembayaran melalui Uang Pertanggungjawaban idealnya dilaksanakan secara

komprehensif. Penggunaan petty cash dalam bentuk Uang Pertanggungjawaban pada

hakekatnya merupakan mekanisme pembayaran/ bentuk dari manajemen pembayaran.

Namun demikian, mekanisme UP memilki dampak negatif terhadap tujuan dari

manajemen kas terkait dengan adanya idle cash di rekening bendahara pengeluaran.

Page 175: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           167 

 

Kerangka penyempurnaan UP dalam dokumen SPAN telah membahas beberapa hal

penting terkait dengan penggunaan debit/credit card sebagai alternatif mekanisme UP,

penggunaan sub-akun KPPN yang bersifat zero balance dan penerapan limit atas

pengeluaran yang diijinkan untuk dilakukan dari rekening tersebut. Beberapa aspek

penting yang masih memerlukan penentuan lebih lanjut, di antaranya meliputi:

a) Pilihan penggunaan debit card atau credit card; Penggunaan debit card relatif

lebih mudah, namun berpotensi menimbulkan idle cash dalam jumlah tertentu.

Sebaliknya, penggunaan credit card meniadakan keharusan untuk menyediakan

saldo kas dalam jumlah tertentu, dengan asumsi bahwa pembayaran atas sub-akun

KPPN dalam rangka UP dilakukan dengan sumberdaya (kas) milik bank. Namun

demikian, mekanisme ini berpotensi pada kewajiban negara untuk membayar

bunga atas penggunaan dana milik bank tersebut. Di samping itu, penggunaan

credit card relatif memerlukan aspek administrasi (perjanjian dengan pihak bank)

dan aspek pelaksanaan (tidak terbiasa dengan penggunaan credit card dan

ketiadaan infrastruktur) yang lebih kompleks. Secara konseptual, penggunaan

credit card lebih ideal (terkait dengan tujuan minimalisasi idle cash) apabila

tingkat bunga kredit (atas penggunaan dana bank) dapat diminimalkan.

b) Penggantian dana milik bank (reimbursement) atas penarikan sejumlah dana dari

sub-akun rekening KPPN. Mekanisme reimbursement harus dilakukan berasarkan

verifikasi atas catatan yang valid dari pihak bank. Mekanisme penggantian ini,

idealnya terpisah dari mekanisme pertanggungjawaban penggunaan UP. Salah

satu tujuannya adalah untuk mengurangi resiko tingginya tingkat bunga yang

harus dibayar (karena periode penggantian yang lebih lama) apabila penggantian

dilakukan atas dasar pertanggungjawaban penggunaan UP (SPM-GU). Namun

demikian, atas jumlah dana yang di-reimburse harus tetap dilakukan rekonsiliasi

dengan pertannggungjawaban penggunaan UP pada saat penerbitan SP2D-GU.

c) Penentuan limit pada sub-akun rekening KPPN dan pertanggungjawaban

penggunaan UP. Penentuan limit pengeluaran tidak harus dilakukan dengan

SP2D-UP, karena pada dasarnya penentuan limit ini tidak identik dengan

pengeluaran kas. Idealnya, KPPN dapat melakukan persetujuan dengan pihak

bank untuk menentukan limit UP bagi masing-masing Satker atas dasar jumlah

pagu belanja yang diijinkan untuk digunakan dengan mekanisme UP. Jumlah limit

Page 176: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           168 

 

ini harus berkurang seiring dengan ditariknya sejumlah dana oleh

bendahara/satker yang bersangkutan. Pengembalian jumlah limit (ke jumlah

semula) baru dapat dilakukan dengan apabila KPPN telah menerbitkan SP2D GU

atas pertanggungjawaban bendahara. SP2D-GU ini tidak hanya merupakan

pengesahan pertanggungjawaban penggunaan UP, tapi juga merupakan alat

pemberitahuan dari KPPN ke pada pihak bank untuk mengembalikan limit sub-

akun KPPN untuk bendahara/ satker dimaksud. Usalan kerangka pengembangan

business proses mekanisme pembayaran melalui UP adalah sebagai berikut

(Gambar 4.21):

Gambar 4.21

Kerangka Pengembangan Manajemen Pembayaran Langsung yang Diusulkan

Dalam Rangka SPAN

Terkait dengan proses bisnis pembayaran di Satker, terutama yang

berhubungan dengan penerbitan SPP dan SPM serta penyampaiannya ke KPPN,

beberapa hal yang kiranya dapat menjadi arahan penyempurnaan adalah sebagai

berikut:

Page 177: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           169 

 

a) Penentuan cycle time terkait proses penerbitan SPM di Satker. Cycle time nantinya

dapat memberikan kejelasan dan kepastian waktu penyelesaian proses

pembayaran di Satker. Informasi tersebut dapat digunakan oleh semua pihak, baik

itu supplier dalam memperkirakan kapan tagihannya di bayar, KPPN dapat

mengetahui kapan suatu SPM akan diajukan dan BUN dapat menyediakan dana

sesuai kebutuhan. Salah satu alternatif usulan untuk transparansi terkait dengan

jangka waktu peyelesaian proses bisnis di Satker adalah dengan membuat dan

menyertakan record entry dalam ADK SPP dan/atau SPM yang disampaikan ke

KPPN.

b) Besaran pengeluaran yang dapat dibayar dengan mekanisme UP diselaraskan

dengan ketentuan saat ini terkait kewajiban membuat dokumen kontrak (SPK) dan

rencana pengembangan manajemen komitmen. Pengeluaran untuk pengadaan

barang dan jasa yang dapat dilakukan melalui UP, misalnya, dapat dibatasi sesuai

dengan nilai pengeluaran yang tidak mempersyaratkan dokumen kontrak. Dengan

demikian, semua pengeluaran dalam rangka pengadaan barang dan jasa yang

mengharuskan pembuatan dokumen kontrak dibayarkan dengan mekanisme LS.

Kerangka ini diharapkan dapat mengurangi ekses dari penggunaan mekanisme UP

dan dapat mendukung pelaksanaan manajemen komitmen yang ideal.

E. Accounting dan Reporting

1. Tujuan dan Fungsi

Laporan keuangan dalam rangka pemenuhan akuntabilitas sangat diperlukan

untuk mewujudkan aspek transparansi dalam good governance. Terkait dengan

pelaksanaan anggaran di Satker, akuntansi dan pelaporan idealnya harus dapat

mencatat appropriasi dan penggunaannya pada tiap stages dalam pelaksanaan

anggaran (komitmen, verification dan payment), dan terutama sekali pada tahap

pembuatan komitmen. Konsep tersebut identik dengan istilah budgetary accounting

(OECD, 2001).

Sejalan dengan rencana penyempurnaan proses bisnis dalam rangka SPAN

perlu dilakukan kajian atas koneksitas dengan proses bisnis pelaporan dan

pertanggungjawaban keuangan di Satuan Kerja. Kerangka koneksitas tersebut

idealnya memperhatikan hal-hal prinsip diantaranya meliputi basis akuntansi, entitas

Page 178: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           170 

 

akuntansi dan terutama organisasi sistem akuntansi. Dari literatur yang ada, organisasi

sistem akuntansi dalam rangka penyusunan laporan keuangan, identik dengan

mekanisme rekonsiliasi dan konsolidasi dari catatan atas transaksi di tingkat agency

(Satker). Konsolidasi adalah proses untuk menyajikan laporan keuangan dari semua

entitas yang termasuk dalam entitas pelaporan sehingga mencerminkan laporan

keuangan dari satu kesatuan entitas pelaporan (financial statement of single entity)

(IFAC Public Sector Committee, 2002).

2. International Best Practice dalam Organisasi Sistem Akuntansi

Secara umum dikenal dua model utama dari organisasi sistem akuntansi.

Variasi dari penerapan kedua model tersebut di suatu negara dipengaruhi oleh model

penyelenggaraan keuangan negara, dan terutama sistem pemerintahan (presidensiil

dan parlementer) yang selanjutnya mempengaruhi model akuntabilitas dari

pemerintah kepada publik. Sebagaimana diuraikan dalam Managing Public

Expenditure (OECD, 2001) berikut adalah dua sistem utama terkait dengan organisasi

sistem akuntansi.

a) Vertical model

Laporan keuangan pemerintah disiapkan di tingkat pusat secara tersentral

baik oleh institusi treasury maupun badan yang bertanggungjawab terhadap

pelaksanaan akuntansi. Model ini memiliki kelebihan dalam hal mendukung

mekanisme kontrol terhadap pelaksanaan anggaran. Manfaat lain adalah adanya

penyimpanan informasi keuangan yang tersentralisasi, yang pada umumnya sulit

diperoleh dalam lingkungan akuntansi yang belum terkomputerisasi. Namun

demikian, model ini memiliki beberapa kelemahan terutama karena informasi

keuangan (terkait pelaksanaan anggaran) baru disampaikan/diketahui oleh institusi

treasury pada saat permintaan pembayaran. Model ini juga tidak mendorong Satker

untuk memelihara catatan yang diperlukan untuk keperluan manajerial.

b) Consolidation model

Dalam model ini, laporan keuangan disusun oleh Satker (Spending Units)

untuk dikonsolidasikan di tingkat pusat. Model ini mampu mendukung kebutuhan

internal dalam rangka manajemen program dan Satker. Namun demikian, model

tersebut dapat mengarah pada tidak tercatatnya informasi apabila konsolidasi tidak

Page 179: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           171 

 

dilakukan dengan kurun waktu yang tepat. Di dalam lingkungan yang

terkomputerisasi monitoring atas transaksi anggaran yang comprehensive dan tepat

waktu dapat dilakukan dengan dukungan sistem informasi yang mencatat transaksi

di setiap stages dari siklus anggaran dan koneksi elektronik yang memadai antara

kementrian keuangan dengan kementrian teknis.

Sebagai contoh, organisasi dari sistem akuntansi di Australia, yang

pemerintahannya bersifat parlementer, cenderung pada model ini. Laporan keuangan

disusun di tingkat kementrian (line ministry) melalui Agency FMIS sistem yang

meliputi petty cash, payment dan receipt. Laporan keuangan sudah diaudit di tingkat

kementrian meliputi Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas dan

Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan tersebut selanjutnya dikonsolidasi oleh

kementrian keuangan (DOFAD) untuk menghasilkan laporan keuangan pemerintah

federal. Perlu ditegaskan bahwa audit hanya dilakukan ditingkat kementrian teknis

dan tidak dilakukan terhadap laporan konsolidasi yang dibuat kementrian keuangan

(Bahan Presentasi GPF-AIP, 2009).

3. Current State Assessment dan Problems terkait Accounting dan Reporting

Undang-Undang Keuangan Negara mengamanatkan pengelolaan keuangan

negara yang tertib, taat pada peraturan perundangan, efisien, ekonomis, efektif,

transparan dan bertanggung jawab. Penyampaian laporan pertanggungjawaban

keuangan pemerintah merupakan upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan

akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Dalam rangka pertanggungjawaban

pelaksanaan APBN tersebut, presiden berkewajiban menyampaikan laporan keuangan

kepada DPR. Laporan Keuangan tersebut meliputi Laporan realisasi APBN, Neraca,

Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan beserta laporan keuangan

perusahaan negara dan badan lainnya yang telah diaudit oleh BPK selambat-

lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Laporan Keuangan tersebut di atas dihasilkan melalui proses akuntansi.

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan Menteri/Pimpinan Lembaga

selaku Pengguna Anggaran masing-masing menyelenggarakan akuntansi. Sistem

Akuntansi Pusat (SiAP) yang diselenggarakan oleh Kementrian Keuangan dan Sistem

Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh Kementrian Negara/Lembaga

Page 180: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           172 

 

merupakan komponen yang membentuk Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP)

yang menghasilkan laporan keuangan pemerintah. Selaku Pengguna Anggaran,

Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang

meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan Atas Laporan Keuangan

beserta Laporan Keuangan Badan Layanan Umum di kementrian masing-masing

sebagai lampiran. Selaku Bendahara Umum Negara, Menteri Keuangan menyusun

Laporan Arus Kas pemerintah Pusat. Selanjutnya selaku pengelola fiskal, Menteri

keuangan bertanggung jawab untuk menyusun dan menyampaikan Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat sebagai pertanggungjawaban presiden atas pelaksanaan APBN.

Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun anggaran berakhir, Laporan

Keuangan tersebut disampaikan oleh Presiden kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Gambar 4.22 menggambarkan organisasi Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat.

Gambar 4.22

Organisasi Sistem Akuntansi pemerintah Pusat

Source: Materi Presentasi SAPP (Dit. APK)

Terkait dengan penyempurnaan koneksitas proses bisnis manajemen

pelaporan, perlu ditegaskan bahwa ruang lingkup akuntansi dan pelaporan pemerintah

Page 181: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           173 

 

pusat meliputi seluruh unit organisasi pada pemerintah pusat dan unit akuntansi pada

pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas

Pembantuan yang dananya bersumber dari APBN serta Pelaksanaan Anggaran

Pembiayaan dan Perhitungan. Satuan kerja merupakan kuasa pengguna

anggaran/pengguna barang yang merupakan bagian dari suatu unit organisasi pada

Kementrian Negara/Lembaga (Peraturan Menteri Keuangan Nomor

171/PMK.05/2007). Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 105/PMK.02/2008

dijelaskan jenis-jenis Satker terkait dengan pelaksanaan anggaran, yang meliputi:

a. Satker Pusat /Kantor Pusat: adalah satker yang mengelola anggaran kantor pusat

unit organisasi Kementrian Negara/ Lembaga, termasuk di dalamnya Satker

Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT).

Satker Pusat dapat berupa Satker yang dibentuk oleh Kementrian/Lembaga yang

berfungsi secara fungsional dan bukan merupakan instansi vertikal. Satuan Kerja

Kantor Pusat adalah Satker dalam lingkup Kantor Pusat suatu kementrian negara/

lembaga.

b. Satker Vertikal/ Unit Pelaksana Teknis adalah satker di daerah yang mengelola

anggaran Kementrian Negara/ Lembaga

c. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah satker yang mengelola anggaran

Kementrian Negara/ Lembaga dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi dan

tugas pembantuan. Sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan, Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan

bagian dari anggaran kementrian/lembaga yang dialokasikan berdasaran RKA K/L

(Pasal 88 dan 95). Gubernur, Bupati/Walikota yang menjalankan dekonsentrasi

dan tugas pembantuan (atas dasar laporan pelaksanaan tugas dari SKPD)

menyampaikan pertanggungjawaban kepada menteri negara/pimpinan lembaga.

Menteri Negara/pimpinan lembaga menyampaikan laporan pertanggungjawaban

kepada presiden (Pasal 90 & Pasal 97). Gambar 4.23 menunjukan secara garis

besar alur pertanggungjawaban Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

Page 182: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           174 

 

Gambar 4.23

Alur Pertanggungjawaban Dana Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan

d. Satker Khusus adalah satker yang mengelola dana yang bersumber dari bagian

anggaran di luar anggaran kementrian negara/ lembaga atau Bagian Anggaran

Pembiayaan dan Perhitungan.

Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, Satker-Satker tersebut merupakan entitas

akuntansi yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan

untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Akuntansi dan pelaporan di Satker

dilaksanakan oleh Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/ UAKPA yang

merupakan unit fungsional (KMK 171). Pelaksanaan akuntansi dan pelaporan di

Satker (UAKPA) merupakan bagian dari palaksanaan Mekanisme SAI, yang terdiri

dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan SiMAK-BMN (Sistem Akuntansi

Barang Milik Negara). Mekanisme pelaporan SAI dilaksanakan dengan membentuk

unit-unit akuntansi secara hierarkikal meliputi UAPPA-W di tingkat Wilayah,

UAPPA-E1 di tingkat Eselon 1 dan UAPA di tingkat kementrian lembaga. Dengan

mekanisme ini, data akuntansi dan laporan keuangan secara berkala disampaikan

kepada unit akuntansi di atasnya.

Selaku Bendahara Umum Negara, Menteri Keuangan menjalankan Sistem

Akuntansi Bendahara Umum Negara yang di antaranya meliputi Sistem Akuntansi

Page 183: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           175 

 

Pusat (SiAP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN) dan

Sistem Akuntansi Umum (SAU). Pelaksanaan SiAP melibatkan unit pemroses data

yang meliputi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai UAKBUN-

D, Kanwil Ditjen Perbendaharaan selaku UAKKBUN-Kanwil, Dit. APK selaku

UAPBUN dan Dit PKN selaku UAKBUN-Pusat. Proses akuntansi SiAP di KPPN

akan menghasilkan Laporan Keuangan tingkat KPPN yang terdiri dari LAK, Neraca

KUN, LRA dan Neraca SAU tingkat KPPN. LRA dan Neraca SAU tersebut berserta

data transaksinya merupakan bahan rekonsiliasi dengan Satker di wilayah kerja

KPPN dimaksud. Di tingkat UAKKBUN-Kanwil, LRA merupakan bahan rekonsiliasi

dengan UAPPA-Wilayah. Ditingkat UAPBUN, LRA yang dihasilkan oleh Ditjen

Perbendaharaan merupakan bahan rekonsiliasi dengan UAPPA-E1 dan UAPA.

Mekanisme rekonsiliasi menurut hierarki unit akuntansi dan konsolidasi

laporan keuangan di tingkat pusat merupakan koneksitas proses bisnis pelaporan

antara Kementrian Keuangan cq Ditjen Perbendaharaan selaku Bendahara Umum

Negara dan Kementrian/Lembaga selaku Pengguna Angaran. Gambar 4.24

menjelaskan mekanisme/ alur penyampaian data dan dan rekonsiliasi.

Gambar 4.24

Source: Modifikasi dari PMK 171

Page 184: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           176 

 

Terkait dengan alur dan mekanisme dalam gambar tersebut di atas, maka untuk

kementrian/lembaga yang tidak memiliki kantor wilayah dapat menunjuk satuan kerja

atau menunjuk salah satu satker di lingkup Eselon 1 sebagai koordinator UAPPA-W.

Bagi kementrian negara/ lembaga yang tidak memiliki kantor vertikal di daerah dan

bukan pengguna dana Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak perlu membentuk

UAPPA-W. Penggabungan data dan informasi akuntansi terkait dengan dana

dekonsentrasi atau tugas pembantuan dilakukan oleh UAPPA-E1 pada kementrian

negara/ lembaga yang mengalokasikan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Di

samping itu, Kementrian negara/ Lembaga yang menggunakan Anggaran Pembiayaan

dan Perhitungan, wajib menyusun Laporan Realisasi Anggaran Pembiayaan dan

Perhitungan secara terpisah.

Sesuai dengan perspektif international best practice, maka berdasarkan uraian

pada sub-bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa secara konseptual

pengorganisasian sistem akuntansi yang diterapkan pada saat ini lebih cenderung pada

model vertikal. Kementrian/lembaga dan treasury masing-masing berkewajiban untuk

menghasilkan elemen tertentu dari laporan keuangan dan menjalankan sistem

akuntansi yang berbeda. Namun demikian, proses konsolidasi dalam rangka

penyusunan laporan keuangan pemerintah merupakan tanggung jawab Kementrian

Keuangan selaku pengelola fiskal. Oleh karena itu, audit atas LKPP dilakukan

terutama hanya untuk laporan keuangan hasil konsolidasi oleh Menteri Keuangan.

Dari tinjauan sistem pemerintahan, maka sistem tersebut sesuai dengan sistem

pemerintahan presidensial di mana presiden yang sepenuhnya bertanggung jawab

kepada lembaga perwakilan rakyat.

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal terkait dengan organisasi sistem

akuntansi yang patut menjadi perhatian.

a) Hierarchical transfer of information dan enormous reconciliation effort

Penerapan sistem akuntansi saat ini sangat bergantung pada mekanisme

rekonsiliasi antara data transaksi yang dicatat melalui SAI dan SABUN.

Sebagaimana diketahui, mekanisme rekonsiliasi dilakukan secara berjenjang dari

unit yang terendah, antara UAKPA dan UAKBUN-D (KPPN), sampai dengan

tingkat kementrian/lembaga yaitu antara UAPA dengan UAKBUN. Mekanisme

ini diperlukan untuk menjamin kesesuaian data di antara ke dua entitas akuntansi

Page 185: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           177 

 

dan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menghindari loss of

information pada unit akuntansi di tingkat yang lebih tinggi.

Secara konseptual, dapat dipahami bahwa aktivitas rekonsiliasi dibutuhkan

tidak hanya karena ketiadaan tempat penyimpanan data yang sama (single data

base) untuk kepentingan pelaporan. Namun demikian, mekanisme ini tidak

sepenuhnya efektif. Pada saat ini, misalnya, Ditjen Perbendaharaan menetapkan

sanksi penundaan pembayaran/pengesahan Uang Persediaan (SP2D UP) apabila

Satuan Kerja tidak dapat menunjukkan Berita Acara Rekonsiliasi. Penerapan

sanksi ini cukup efektif bagi Satker yang banyak melakukan pengajuan

pembayaran melalui mekanisme UP tetapi tidak cukup efektif terkait dengan

pengajuan pembayaran melalui mekanisme LS.

b) Sistem akuntansi yang terfragmentasi

Sistem akuntansi di tingkat Kuasa Pengguna Anggaran dan KPPN pada

saat ini dilaksanakan dengan dukungan tools berupa software aplikasi, Aplikasi

SAKPA dan Aplikasi Vera. Kedua aplikasi tersebut terkait dengan beberapa

aplikasi lainnya yang digunakan diantaranya dalam rangka pengajuan dan

pengesahan pembayaran. Gambar 4.25 menunjukan mekanisme input/output data

dan informasi yang berkaitan dengan aplikasi yang digunakan dalam penyusunan

laporan keuangan.

Page 186: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           178 

 

Gambar4.25

Mekanisme input/output Data dan Informasi Antara Aplikasi Satker dan KPPN

Sources: Presentasi Satker Subdit TSA, DTP

Page 187: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           179 

 

Sebagaimana ditunjukan dalam gambar tersebut di atas, pada saat ini sistem

dan aplikasi yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan merupakan

bagian dari sebuah sistem yang sangat terfragmentasi. Aplikasi SAKPA di

satker, misalnya, di integrasikan dengan sistem lainnya dengan menerima input

dari Aplikasi SPM dan Aplikasi SIMAK-BMN. Aplikasi Vera menerima input

utama dari Aplikasi SP2D. Koneksitas di antara Aplikasi SAKPA dan Aplikasi

Vera terjadi terutama melalui mekanisme input/output pada Aplikasi SP2D dan

melalui aktivitas rekonsiliasi. Sistem aplikasi yang terfragmentasi pada saat ini

sangat potensial untuk mengakibatkan perbedaan data di antara sistem akuntansi

di Satker dan KPPN. Terlebih lagi, sistem aplikasi yang ada memungkinkan

terjadinya mulitiple entry point termasuk fasilitas untuk melakukan update

elemen data yang sama (misalnya data pagu) pada aplikasi yang berbeda

sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 4.26.

Gambar 4.26

Multiple Entry Point pada Aplikasi di Satker

Sources: Presentasi Satker Subdit TSA, DTP

Di samping itu, mekanisme perubahan dan perbaikan data pada saat ini

tidak memungkinkan tersedianya audit trail. Sebagaimana diketahui,

mekanisme koreksi data pada saat ini tidak ideal. Sebagian besar koreksi data

dilakukan dengan mengubah input atas data sumber dan melakukan posting ulang.

c) Perbedaan data antara SAI dan SABUN terkait dengan realisasi anggaran

Page 188: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           180 

 

Sebagaimana diatur dalam PMK. 171/PMK.05/2007, terkait dengan

pencatatan transaksi pengeluaran terdapat dua dokumen sumber yaitu SPM dan

SP2D. Secara teknis penggunaan ke-dua dokumen sumber tersebut dalam

penyusunan laporan SAI adalah sebagai berikut (Gambar 4.27):

Gambar 4.27

Penyusunan Laporan SAI

Sesuai gambar di atas, aplikasi SAKPA menggunakan database aplikasi

SPM untuk mencatat transaksi pengeluaran. Namun demikian, laporan atas

transaksi tersebut baru dapat dihasilkan setelah KPA memperoleh nomor SP2D.

Secara konseptual, Kuasa Pengguna Anggaran melalui laporan SAI mencatat data

transaksi terkait dengan realisasi anggaran yang dikuasainya (budgetary

accounting) dengan SPM sebagai dokumen sumber. Sedangkan KPPN sebagai

Kuasa BUN di daerah hanya akan mencatat pengeluaran setelah terjadi

pengeluaran dari kas negara (cash accounting) walaupun pada prakteknya

pencatatan dilakukan atas dasar perintah transfer sejumlah uang dari rekening kas

negara dengan SP2D sebagai dokumen sumber.

Praktek tersebut sangat potensial menimbulkan perbedaan data realisasi

penyerapan anggaran antara Pengguna Anggaran dan BUN, terutama di tingkat

unit akuntansi yang lebih tinggi. Sebagai laporan manajerial kepada unit yang

lebih tinggi, Satker akan cenderung melaporkan jumlah anggaran yang telah di-

kontrakkan (committed) dan valid sebagai tagihan (SPP/SPM) meskipun belum

Page 189: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           181 

 

dibayarkan/ disahkan sebagai pengeluaran oleh KPPN. Selain faktor terkait

penundaan penerapan akuntansi berbasis akrual, secara tradisional sistem

akuntansi yang ada belum mengakomodasi pencatatan komitmen sebagai bagian

dari siklus anggaran.

4. Fitur SPAN Terkait Accounting dan Reporting

Pengembangan SPAN identik dengan integrasi business process dalam

penyelenggaran keuangan negara yang dimungkinkan untuk direalisasi dengan

dukungan teknologi informasi. Model pengembangan yang terintegrasi ini sesuai

dengan kebutuhan institusi treasury secara umum yang memerlukan konsolidasi dari

data dalam jumlah (magnitude) yang besar, detail dan tersebar di beberapa lokasi dan

stakeholders. Dalam hal kebutuhan akuntansi dan pelaporan, core proses bisnis dari

sistem informasi yang terintegrasi setidaknya harus mampu melakukan konsolidasi

data keuangan pada institusi perbendaharaan, kementrian teknis dan Satker untuk

menghasilkan laporan akuntansi yang biasa digunakan secara umum (OECD, 2001).

Ruang lingkup pelaporan dalam rencana pengembangan SPAN meliputi baik

eksternal maupun internal reporting. Fitur utama dalam rencana pengembangan

SPAN yang berkaitan dengan pelaporan dan akuntansi antara lain meliputi:

a) “Capture data at source, with all data being entered once only, and online

transfer to centralized database”

b) “Provide a comprehensive reporting system that enables reliable management

reports on government financial operations to be generated in real time ….and

made available to all stakeholders”

c) “Provide comprehensive online capabilities to Line Ministries and other agencies

to….interrogate online centralized databases to access their information”

Tabel berikut mengilustrasikan daftar laporan yang diharapkan dapat dihasilkan

dalam rangka SPAN :

Scope Report

1. Budget a. Expenditure Estimates Summary

b. Revenue Estimates Summary

c. Allocation Analysis

2. Budget Execution a. Monthly Analysis of Expenditure

Page 190: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           182 

 

b. Monthly Analysis of Revenue Collections

c. Monthly Allocation of Revenue Shares

d. Monthly Comparison of Revenue Actual with Estimates

e. Monthly Comparison of Revenue Collections with Historical Data

f. Monthly Comparison of Expenditure with Budget Estimates

g. Monthly Comparison of Expenditure with Cash Flow Forecasts

h. Monthly Comparison of Expenditure with Historical Data

i. Monthly Receipt and Payment Schedule

3. Account Payable a. Daily Execution of Checks/Payment Orders

b. Completed SPM, Pending SPM and Rejected SPM

c. Credit Aging

d. Vendor Name and Adress Listing

e. Vendor Payment History

f. Payment Summary

g. Payment Detail

h. Bank Reconciliation

i. Daily Account Posting Summary

j. Daily Payment Reconciliation

k. Outstanding checks/payment orders

l. Audit Trail

4. Commitment a. Commitment Summary

b. Commitment/Expenditure Transaction Details

c. Commitment/Expenditure Summary YTD

d. Commitment/Expenditure Details by Period

e. Commitment/Expenditure Summary by Period

f. Outstanding Commitment Summary

5. Cash Management a. Forecast of Cash Outflows and Inflows

b. Monthly Revenue Forecasts

c. Monthly Expenditure Forecasts

d. Financial Position Statement

Page 191: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           183 

 

e. Monthly Fund Requirement

f. Monitoring of Revenue Collections against Projections

g. Comparison of Revenue Collections with Historical Trend Data

h. Comparison of Expenditure Estimates and Actuals with Historical Data

6. Revenue Management a. Revenue Collection Summary

b. Revenue Collection Details

c. Monthly Analysis of Revenue Collections

d. Monthly Comparison of Revenue Actuals and Estimates

e. Reconciliation of Revenue Collection with Bank Deposits

f. Monthly Debt Collections

g. Audit Trail

Treasury General Ledger (TGL) akan berfungsi sebagai backbone dari sistem

akuntansi. Masing-masing KPPN akan mempunyai General Ledger dalam central

database dan mempunyai akses elektronik untuk memposting traksaksi dan

menghasilkan laporan. Sistem buku besar ini (general ledger system) akan

berhubungan dengan modul-modul terkait, misalnya sistem manajemen komitmen,

manajemen pembayaran, manajemen penerimaan.

Ruang lingkup sistem akuntansi dalam SPAN akan meliputi akuntansi

anggaran (budgetary accounting) dan akuntansi keuangan (financial accounting). Di

lingkup treasury, akuntansi akan meliputi akuntansi anggaran dan komponen cash

(cash account) dari akuntansi keuangan. Akuntansi anggaran setidaknya akan

meliputi:

a. Registrasi dan penyampaian appropriasi anggaran tahunan

b. Registrasi dan penyampaian allotment anggaran tahunan

c. Registrasi dan penyampaian rencana penarikan dana (annual financial plan)

d. Registrasi dan penyampaian cash limit

e. Komitmen.

Page 192: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           184 

 

Akuntansi di Satuan Kerja akan meliputi baik akun-akun anggaran maupun

akun-akun financial meliputi aset, kewajiban, penerimaan dan pengeluaran. Satker

akan menyampaikan laporan meliputi aset dan kewajiban (akun neraca) dan

penerimaan dan pengeluaran (laporan kinerja keuangan) kepada Kementrian

Keuangan melalui kementrian/lembaga. Kementrian Keuangan akan menerima

laporan konsolidasi untuk masing-masing kementrian teknis dan selanjutnya

mengkonsolidasikan laporan-laporan tersebut untuk menghasilkan laporan keuangan

pemerintah. Treasury akan mencatat komitmen pada saat penyampaian Request for

Commitment (RFC) dan mencatat pengeluaran pada saat memproses dan

mengotorisasi SPM yang diterima dari Satker. Satuan Kerja juga diharuskan untuk

menyampaikan laporan setiap bulan kepada KPPN untuk selanjutnya di upload ke

dalam SPAN, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 4.28 berikut ini (sumber SPAN

Request For Proposal).

Gambar 4.28

Penyempurnaan Akuntansi dan Pelaporan

Dalam Rangka SPAN

Page 193: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           185 

 

5. Rekomendasi Dan Alternatif Future Vision Model Koneksitas Proses Bisnis

Dengan Satker Terkait Accounting dan Reporting

Sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya, rencana pengembangan

SPAN diharapkan mampu mewujudkan sistem yang terintegrasi dengan fitur single

entry point untuk semua data. Fitur tersebut diharapkan dapat mengatasi

permasalahan terkait dengan fragmentasi sistem pada saat ini. Di samping itu

diharapkan terdapat kemampuan untuk menyimpan dan meng-query audit trail. Salah

satunya adalah dengan melakukan update data dengan fasilitas reversing jurnal dan

menyimpan data perubahan sebagai data baru (bukan sebagai perbaikan).

Terkait dengan mekanisme penyampaian data dan konsolidasi, beberapa hal

berikut ini kiranya patut menjadi perhatian untuk penyempurnaan.

a) Kerangka pengembangan SPAN dalam bidding document mengedepankan proses

verifikasi pada saat konsolidasi laporan keuangan di tingkat kementrian/lembaga.

Hal tersebut bertentangan dengan praktek saat ini di mana proses rekonsiliasi data

dilakukan sejak unit akuntansi terendah di tingkat UAKPA (satker) dan

UAKBUN-Daerah (KPPN). Untuk menjamin konsistensi data di antara masing-

masing sistem akuntansi (SAI dan SiAP) idealnya mekanisme rekonsiliasi di

tingkat Satker tetap diperlukan.

b) Kerangka pengembangan SPAN dalam bidding document meniadakan proses

penyampaian data secara berjenjang dan rekonsiliasi di tingkat kantor wilayah.

Pada saat ini mekanisme tersebut dilaksanakan antara unit akuntansi wilayah

kementrian/ lembaga (UAKPA-W) dengan Kanwil Ditjen Perbendaharaan

(UAKBUN-W). Salah satu keterbatasan saat ini adalah terkait dengan Satker yang

tidak memiliki kantor wilayah dan mengelola dana Dekonsentrasi dan Tugas

Perbantuan. Dalam prakteknya, sebagaimana diatur dalam ketentuan yang

berlaku, unit akuntansi wilayah dijalankan oleh salah satu Eselon 1 atau salah satu

Satker sebagai koordinator. Kerangka pengembangan yang ada dalam dokumen

SPAN dapat mengatasi keterbatasan kerangka organisasi, sepanjang terdapat

peraturan dan kontrol yang dapat menjamin dilaksanakannya penyampaian data

secara tepat waktu. Hal tersebut harus diantisipasi sejak dini untuk mencegah loss

of information.

Page 194: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           186 

 

c) Kerangka pengembangan SPAN mengusulkan penyampaian Laporan Keuangan

ke unit akuntansi yang lebih tinggi, termasuk penyampaian laporan ke KPPN

untuk di-upload ke dalam database SPAN. Kerangka ini membutuhkan unit-unit

akuntansi terendah atau pihak yang melakukan transaksi keuangan untuk

menyimpan data elektronik dari dokumen sumber. Kerangka ini identik dengan

yang diterapkan pada saat ini. Gambar 4.29 merupakan visualisasi dari organisasi

data dan informasi menurut SPAN:

Gambar 4.29

Organisasi Data Dan Informasi Pelaporan (1)

Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar tersebut di atas, data transaksi di

simpan di unit-unit akuntansi terendah sedangkan unit akuntansi di tingkat pusat

hanya menerima dan menyimpan data buku besar. Kerangka ini ideal untuk

menerapkan single entry point. Termasuk di dalamnya adalah bahwa koreksi

pembukuan (melalui jurnal entry) hanya dilakukan di Satker. Namun demikian,

laporan internal di Kementrian/Lembaga lebih terbatas karena hanya memiliki data

buku besar. Oleh karena itu, laporan manajerial yang kiranya dibutuhkan harus

Page 195: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           187 

 

diantisipasi sejak awal, sehingga struktur data dalam buku besar (GL) bisa

mengantisipasi laporan yang nantinya dibutuhkan dalam rangka manajerial. Perbaikan

laporan atas kesesuaian laporan di tingkat pusat apabila dilakukan secara ideal dengan

melakukan koreksi di tingkat Satker akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Di

samping itu, mekanisme ini memerlukan proses rekonsiliasi yang handal di unit

akuntansi terendah.

Alternatif lain adalah dengan membuat kerangka pelaporan yang berbeda

sehingga unit akuntansi di tingkat pusat dapat memiliki data transaksi sebagai

dokumen sumber sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 4.30.

Gambar 4.30

Organisasi Data Dan Informasi Pelaporan (2)

Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar tersebut di atas, mekanisme pelaporan

berjenjang dilakukan dengan melaporkan data transaksi atau dokumen sumber.

Kerangka tersebut memungkinkan laporan manajerial yang lebih fleksibel di unit

akuntansi kantor pusat karena memiliki data yang lebih lengkap. Serta memungkinkan

dilakukan koreksi pembukuan yang lebih cepat dengan melakukan perbaikan berupa

posting ulang di tingkat pusat. Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan konsep

single entry point dan memungkinkan adanya discrepansi data di antara unit-unit

akuntansi karena perbaikan dapat dilakukan di unit yang lebih tinggi. Dengan kata

Page 196: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           188 

 

lain, mekanisme ini akan ideal jika perbaikan data di tingkat pusat didukung dengan

mekanisme untuk menginformasikan koreksi data ke unit akuntansi terendah dengan

cepat.

Atas dasar pembahasan tersebut di atas, gambar 4.31 mem-visualisasikan

alternatif penyempurnaan kerangka pengembangan akuntansi dan pelaporan dalam

rangka SPAN.

Gambar 4.31

Alternatif Penyempurnaan Akuntansi dan Pelaporan

dalam rangka SPAN

Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar tersebut di atas, idealnya

pengembangan SPAN dapat mengakomodasi beberapa kebutuhan penting, di

antaranya:

a) Mekanisme rekonsiliasi laporan keuangan pemerintah di tingkat Satker dan KPPN

tetap diperlukan untuk menjamin validitas dan kesesuaian data di antara SAI dan

SiAP. Sebaliknya, laporan yang diterima oleh KPPN dari Satker tidak perlu untuk

di-upload ke database SPAN.

b) KPPN idealnya dapat memperoleh data dari Satker terkait dengan pengelolaan

anggaran di tahap komitmen meskipun KPPN tetap melaporkan pengeluaran

Page 197: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           189 

 

berbasis kas. Catatan tentang komitmen akan mendukung keakuratan data terkait

dengan status anggaran yang dikelola Satker. KPPN tetap harus meng-capture

data baik yang berkaitan penerbitan perintah transfer (SP2D) atas pengajuan

pembayaran oleh Satker.

c) Data-data transaksi tersebut disimpan dalam SPAN database yang dapat diakses

oleh KPPN dan MoF. KPPN akan melakukan rekonsiliasi data transaksi dan

laporan dengan Satker. Termasuk didalamnya melakukan jurnal koreksi/

perbaikan laporan yang hanya dapat dilakukan di tingkat Satker dan KPPN.

d) Satker menyampaikan laporan langsung ke Kementrian/lembaga untuk

selanjutnya dikonsolidasikan dengan laporan dari Satker lainnya dalam rangka

menyusun laporan keuangan Menteri / Ketua Lembaga selaku PA.

Dipertimbangkan untuk mengeliminasi laporan ke unit akuntansi wilayah

disamping untuk menyederhanakan prosedur juga untuk mengatasi kendala

organisasi terkait dengan Kementrian/ Lembaga yang tidak memiliki kantor

wilayah.

e) Dalam jangka panjang harus diupayakan agar Kementrian/Lembaga dapat

memiliki database untuk menyimpan data transaksi dari Satuan Kerja. Dengan

memiliki data transaksi, diharapkan Kementrian/Lembaga akan memiliki

kemampuan untuk menghasilkan laporan internal (manajerial) yang lebih dapat

disesuaikan dengan kebutuhan.

f) Konsolidasi dan penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat dilakukan oleh

Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal sebagaimana diamanatkan dalam

ketentuan perundangan.

Terkait dengan perbedaan catatan atas status dana anggaran di Satker dengan

di KPPN, hal tersebut bukan semata-mata karena penggunaan dokumen sumber yang

berbeda. Gambar 4.32 menunjukkan tahapan yang secara umum terdapat dalam siklus

anggaran, terutama terkait dengan pengeluaran.

Page 198: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           190 

 

Gambar 4.32

Tahapan dalam Siklus Anggaran Terkait dengan Pengeluaran

Source : Modified from tracking expenditure flows ( United Nations, 1999) 

Sebagaiamana ditunjukkan dalam gambar di atas, maka dalam perspektif

tahapan dalam siklus anggaran dapat dianalogikan bahwa catatan/record atas

pengeluaran yang dibuat oleh Satker (SAI) berdasarkan SPM merupakan bagian dari

fund control system. Meskipun pada saat ini belum diaplikasikan akuntansi berbasis

akrual, catatan pengeluaran di Satker pada dasarnya merupakan tagihan (invoice)

yang menimbulkan kewajiban (obligation) bagi pemerintah (BUN) untuk dilunasi

apabila memenuhi kriteria tertentu. Dengan kata lain, secara accrual SPM sebagai

dokumen sumber pada dasarnya bagi Satker merupakan pengurangan dari dana

anggaran yang dialokasikan dan bagi BUN merupakan kewajiban.

Permasalahan akan timbul apabila basis kas (pada saat pembayaran oleh

treasury) dijadikan dasar penentuan status dana anggaran tanpa dilengkapi rincian

atas tahapan dari siklus anggaran yang telah terjadi di Satker. Misalnya, terjadi

perbedaan terkait penyerapan anggaran menurut Satker dengan BUN. Kerangka

pengembangan SPAN, terutama melalui pengembangan modul manajemen DIPA dan

manajemen komitmen diharapkan dapat mengatasi kesenjangan data terkait dengan

status dana anggaran yang dikelola Satker. Praktek pada saat ini di mana satker

membukukan perubahan status dana anggaran berdasarkan SPM dan KPPN

membukukan pengeluaran berdasarkan SP2D merupakan salah satu alternatif dari

pengembangan modul manajemen DIPA dan manajemen komitmen yang telah

dibahas pada bagian sebelumnya sebagaimana diindikasikan dalam gambar 4.33

Page 199: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           191 

 

(pembahasan selengkapnya dapat dilihat pada sub bagian manajemen DIPA dan

manajemen Komitmen).

Gambar 4.33

Kesesuaian Modul dalam SPAN

dengan Tahapan dalam Siklus Anggaran

Page 200: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           192 

 

F. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Bendahara Atas pelaksanaan Tugas

Kebendaharaan di Satuan Kerja

Bendahara Penerimaan/Pengeluaran adalah pejabat perbendaharaan negara. UU

Perbendaharaan Negara dalam BAB III Pejabat Perbendaharaan Negara, Bagian III, pasal

10 secara implisit mengamanatkan hal tersebut. Salah satu semangat yang terkandung

dalam UU Perbendaharaan Negara adalah penyelenggaraan keuangan negara yang

mengedepankan profesionalitas, terbuka dan bertanggungjawab. Hal tersebut diwujudkan,

salah satunya, melalui pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif

(ordonateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable) yang telah mengalami

deformasi sehingga kurang efektif untuk mencegah dan/atau meminimalkan terjadinya

penyimpangan dalam pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara (Penjelasan UU

Perbendaharaan Negara).

Secara konseptual, governance dalam rangka mewujudkan internal control dan

mekanisme saling uji dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara

ditunjukkan dalam gambar 4.34:

Gambar 4.34

Governance dalam Pengelolaan

dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara

Page 201: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           193 

 

Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar tersebut di atas, Bendahara adalah Pejabat

Fungsional yang diangkat oleh Menteri/ Ketua Lembaga untuk melaksanakan tugas

kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan/atau anggaran

belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementrian negara/ lembaga. Persyaratan

pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh Bendahara Umum Negara

selaku Pembina Nasional Jabatan Fungsional Bendahara.

Tugas kebendaharaan meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau

menyerahkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga

yang berada dalam pengelolaannya (Pasal 10 UU Perbendaharaan Negara dan

Penjelasannya). Sebagaimana diatur dalam PP 39 tahun 2007, untuk membiayai kegiatan

operasional sehari-hari dapat diberikan uang persediaan sebagai uang muka yang dikelola

dan harus dipertanggungjawabkan oleh Bendahara Pengeluaran pada Satuan Kerja (Pasal

28). Di samping Uang Persediaan (UP) Bendahara Pengeluaran juga mengelola uang

lainnya yang meliputi:

1. uang yang berasal dari Kas Negara, melalui SPM-LS/SP2D yang ditujukan kepadanya

2. uang yang berasal dari potongan pembayaran yang dilakukan Bendahara selaku wajib

pungut

3. uang dari sumber lainnya yang menjadi hak negara

Ruang lingkup uang dan/atau surat berharga yang menjadi tanggung jawab

bendahara tersebut sejalan dengan definisi Uang Negara sebagaimana diatur dalam pasal

10 PP 39 tahun 2007 yang meliputi uang dalam Kas Negara dan uang pada Bendahara

Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran kementrian negara/ lembaga. Uang bagi

keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/ satuan kerja

tersebut ditampung pada Rekening Bendahara Pengeluaran yang dikuasai oleh Bendahara

Pengeluaran (PMK 61/ PMK. 05/2009).

Kedudukan Bendahara selaku pejabat fungsional mengindikasikan kemandirian

bendahara dalam pelaksanaan tugasnya. Dalam ketentuan perundangan cukup jelas

disebutkan bahwa bendahara (penerimaan/ pengeluaran) tidak boleh dirangkap oleh

Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara (Pasal 10 UU

Perbendaharaan Negara) dan juga tidak boleh dirangkap oleh Pejabat Pembuat Komitmen

dan Pejabat Penandantangan SPM (implisit dalam Pasal 2 ayat 6 Perdirjen 66/PB.1/2005).

Dalam PMK No 73/PMK. 05/2008 ditegaskan bahwa:

Page 202: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           194 

 

1. tanggung jawab bendahara terbatas atas uang yang dikelolanya dalam rangka

pelaksanaan APBN (Pasal 3 ayat 12).

2. Bendahara pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang

dilaksanakannya (Pasal 9 ayat 4)

Terlebih lagi, meskipun pelaksanaan pembayaran oleh bendahara hanya dapat dilakukan

atas perintah Kuasa Pengguna Anggaran (Pasal 9 ayat 1), Bendahara Pengeluaran wajib

menolak perintah pembayaran dari Kuasa Pengguna Anggaran apabila tidak memenuhi

syarat:

1. Kelengkapan perintah pembayaran yang menjadi dasar hak tagih (misalnya kuitansi)

2. Kebenaran perhitungan tagihan

3. Ketersediaan dana dan kecukupan pagu DIPA yang dimintakan pembayarannya

Bendahara hanya dapat melakukan pembayaran setelah meneliti dan menguji pemenuhan

persyaratan tersebut di atas (Pasal 9 ayat dan 2). Namun demikian, Kuasa Pengguna

Anggaran

Sesuai dengan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan

bendahara selaku pejabat fungsional berimplikasi pada kemandirian bendahara

(khususnya bendahara pengeluaran) dalam pelaksanaan tugas pengelolaan uang dan surat

berharga milik negara. Bendahara bertugas secara mandiri dalam arti tidak hanya terbatas

sebagai kasir yang melaksanakan perintah Pengguna Anggaran. Secara fungsional

bendahara bertanggung jawab secara pribadi atas kelengkapan hak tagih, kebenaran

perhitungan dan ketersediaan dana dari pengeluaran yang dilakukannya.

Selanjutnya dapat disimpulkan pula bahwa meskipun pengelolaan uang negara yang

menjadi tugas bendahara (pengeluaran) identik dengan pengelolaan Uang Persediaan,

ruang lingkup tanggung jawab bendahara (pengeluaran) juga meliputi uang lainnya yang

ditampung dalam Rekening Bendahara Pengeluaran. Uang yang dikelola bendahara,

setidaknya meliputi uang yang berasal dari Kas Negara melalui SP2D-LS yang

ditampung dalam Rekening Bendahara Pengeluaran yang dikuasainya.

Sejalan dengan kemandirian bendahara selaku pejabat fungsional, maka Bendahara

Penerimaan/Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional atas

pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa Bendahara Umum

Negara (UU No.1/2004 pasal 53). Sebagai pertanggungjawaban atas pengelolaan uang

tersebut, Bendahara wajib menatausahakan dan menyusun Laporan Pertanggungjawaban

Page 203: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           195 

 

(LPJ). Laporan Pertanggungjawaban tersebut disusun berdasarkan Buku Kas Umum,

buku-buku pembantu dan Buku Pengawasan Anggaran menurut tata cara dan model

sebagaimana diatur dalam Perdirjen 47/PB/2009. LPJ tersebut disampaikan kepada

Kepala KPPN di wilayah kerja Satker bersangkutan, Menteri Pimpinan Lembaga masing-

masing dan Badan Pemeriksa Keuangan. LPJ-LPJ yang telah diverifikasi, oleh KPPN

direkapitulasi dan dilaporkan secara berjenjang kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan

dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Perdirjen 47/PB/2009).

Mekanisme ini sejalan dengan amanat UU Perbendaharaan (pasal 53) bahwa terkait

dengan tugas fungsional bendahara (penerimaan/pengeluaran) Kuasa BUN

bertanggungjawab kepada Menteri Keuangan dan Menteri Keuangan bertanggung jawab

kepada Presiden dari segi “hak dan ketaatan kepada peraturan atas penerimaan dan

pengeluaran yang dilakukannya”.

Berkaitan dengan kedudukan dan ruang lingkup tanggung jawab bendahara

(pengeluaran dan/atau penerimaan) serta mekanisme pertanggungjawaban yang berlaku

saat ini, berikut adalah beberapa hal yang dapat dijadikan bahan kajian untuk

penyempurnaannya di masa yang akan datang:

1. Pada saat ini di samping mekanisme pertanggungjawaban bendaharawan, di Satuan

Kerja terdapat mekanisme pelaporan dalam rangka akuntanbiltas sebagaimana di atur

dalam PMK 171/PMK.05/2007 tentang Pelaporan Sistem Akuntansi dan Pelaporan

Keuangan Pemerintah Pusat. Sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut, selaku

Kuasa Pengguna Anggaran, Satker merupakan bagian dari unit akuntansi

Kementrian/Lembaga yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan

keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Pada prakteknya, kegiatan

pelaporan dan akuntansi di tingkat Satker dilaksanakan oleh Unit Akuntansi Kuasa

Pengguna Anggaran (UAKPA) yang bersifat fungsional.

Berdasarkan ketentuan sebagaimana dalam uraian tersebut di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa laporan keuangan tingkat Satuan Kerja yand dihasilkan oleh

UAKPA adalah laporan atas pelaksanaan kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran.

Laporan keuangan pemerintah tingkat Satker ini berbeda dengan penyampaian

laporan pertanggjungjawaban atas pelaksanaan tugas fungsional bendahara

sebagaimana diamanatkan dalam pasal 10 dan penjelasannya, dan diatur lebih lanjut

Page 204: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           196 

 

dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 73/PMK.05/2008 dan Perdirjen No.

47/PB/2009.

2. Ruang lingkup tugas bendahara menyangkut pengelolaan uang yang identik namun

tidak terbatas pada pengelolaan Uang Persediaan. Rekening bendahara (pengeluaran)

menampung pula pembayaran yang ditujukan kepada yang berhak melalui rekening

bendahara (pengeluaran), misalnya SP2D LS untuk pembayaran Gaji Pegawai dan

sejenisnya.

3. Laporan keuangan pemerintah yang dihasilkan SAI untuk tingkat UAKPA (Satker)

dan SAKUN untuk tingkat UAKBUN-D (KPPN) juga mencatat pemberian Uang

Persediaan yang dikelola Bendahara (Pengeluaran) melalui penjurnalan sebagai

berikut:

No Uraian Debit Kredit

Jurnal SAI

1. Kas di Bendahara Pengeluaran 100

Uang Muka dari KUN 100

Jurnal SAKUN

2. Pengeluaran Transito 100

Kas di KPPN 100

Realisasi anggaran dengan pembayaran melalui Uang Persediaan dicatat sebagaimana

halnya pengeluaran atas beban rekening kas negara yang dibayarkan secara langsung

kepada yang berhak (LS) sebagai berikut:

No Uraian Debit Kredit

Jurnal SAI

1. Belanja 60

Piutang dari KUN 60

Jurnal SAKUN

2. Belanja 60

Kas di KPPN 60

Pengurangan atas nilai akun terkait Uang Persediaan (SAI: Kas di Bendahara

Pengeluaran) dan (SAKUN: Pengeluaran Transito) terjadi diantaranya pada saat

pengembalian uang persediaan melualui setoran dan pada saat penerbitan SP2D-GU

Nihil yang dicatat sebagai berikut:

Page 205: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           197 

 

No Uraian Debit Kredit

Jurnal SAI

1. Uang Muka dari KUN 100

Kas di bendahara Pembayar 100

Jurnal SAKUN

2. Kas di KUN 100

Penerimaan transito 100

Sources: Perdirjen No. PER 01/PB/2005

4. Sebagaimana diilustrasikan pada mekanisme pencatatan sebagaimana pada huruf c,

maka akan cenderung terdapat selisih di antara catatan SAI untuk akun transito (Kas

di Bendahara Pembayar) dengan nominal uang yang menjadi tanggung jawab

bendahara pengeluaran (tunai dan di rekening bendahara pengeluaran) apabila

terdapat pembayaran SP2D-LS yang ditujukan ke rekening bendahara pengeluaran.

Perbedaan pencatatan tersebut dijelaskan melalui mekanisme rekonsiliasi antara

mitigasi dengan cara rekonsiliasi antara LPJ dengan UAKPA (Pasal 19 PMK No.

73/PMK.05/2008 dan Pasal 10 ayat 4 Perdirjen No. 47/PB/2009). Di dalam Perdirjen

No. 47/PB/2009 Pasal 10 dinyatakan bahwa yang berkewajiban melakukan

rekonsiliasi internal antara LPJ dengan Laporan Keuangan UAKPA adalah Kuasa

Pengguna Anggaran (ayat 3).

5. Pencatatan Laporan Keuangan dilakukan dengan menggunakan model double entry

sedangkan model dan tata cara penyusunan LPJ pada dasarnya bersifat single entry.

Namun demikian, detail pencatatan yang dikehendaki dalam LPJ Bendahara melalui

pencatatan pada buku pembantu dan buku pengawasan anggaran pada dasarnya sama

dengan pencatatan akun belanja pada laporan keuangan UAKPA.

Dari pembahasan pada item-item tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

kebutuhan akan masing-masing laporan, laporan keuangan UAKPA dan LPJ Bendahara,

didasarkan pada kerangka tanggung jawab yang berbeda antara KPA dan Bendahara.

Intersection (irisan) di antara tanggung jawab keduanya dalam hal pencatatan adalah

terkait dengan pengelolaan Uang Persediaan. Praktek saat ini (dua mekanisme pelaporan)

tidak efisien karena meskipun bendahara bertugas secara mandiri dan secara fungsional

bertanggung jawab kepada Kuasa BUN, namun karena uang yang dikelola bendahara

terkait dengan pelaksanaan anggaran yang menjadi Kuasa PA maka dalam prakteknya

Page 206: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           198 

 

Kuasa PA tetap merupakan pihak yang bertanggung jawab secara internal terhadap

kebenaran pembukuan bendahara (sebagaimana diindikasikan dalam ayat 3 pasal 10

Perdirjen 47/PB/2009). Di samping itu, substansi pencatatan terkait dengan

penatausahaan Uang Persediaan dalam rangka pencairan anggaran, baik dalam Laporan

Keuangan UAKPA maupun dalam LPJ Bendahara, pada dasarnya sama. Perbedaan

catatan terjadi karena praktek saat ini memungkinkan pembayaran kepada yang berhak

melalui rekening bendahara. Beberapa alternatif untuk penyempurnaan adalah sebagai

berikut:

Alternatif 1

1. Salah satu alternatif penyempurnaan adalah dengan mengikuti mekanisme yang telah

dipraktekkan pada saat ini, dimana bendahara hanya bertanggung jawab atas uang

persediaan dan uang yang ada di rekening bendahara pengeluaran

2. Bendahara (pengeluaran) hanya berwenang mengajukan SPP-UP sedangkan SPP-LS

diajukan oleh PPK.

3. Bendahara pengeluaran adalah entitas yang terpisah dan dengan UAKPA.

4. Terdapat dua mekanisme pelaporan ke KPPN, yaitu penyampaian laporan UAKPA

dalam rangka rekon dan LPJ Bendahara dalam rangka pertanggungjawaban tugas

fungsional bendahara.

5. Namun demikian, LPJ Bendahara diusulkan untuk disusun dari sub-ledger kas

laporan keuangan UAKPA disertai catatan. Catatan tersebut dapat berupa

perbedaan antara saldo akun “uang muka di bendahara pengeluaran” pada

laporan SAI dengan nominal uang yang dikelolanya akibat pelaksanaan tugas

kebendaharaan lainnya, misalnya selaku wajib pungut.

6. Gambar 4.35 mengilustrasikan kerangka mekanisme sebagaimana dijelaskan dalam

alternatif 1.

Page 207: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           199 

 

Gambar 4.35

Alternatif (1) Governance dalam Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Keuangan Negara terkait Tanggungjawab Bendahara 

Alternatif 2

Penyempurnaan atas fungsi bendahara (pengeluaran) dan bisnis proses yang

berkaitan dengan tugas kebendaharaan dapat pula dilakukan secara komprehensif,

sebagaimana diusulkan dalam uraian berikut:

1. Mempertegas tugas fungsional bendahara (terutama bendahara pengeluaran)

dalam penyelenggaraan keuangan negara sesuai dengan semangat yang

diamanatkan dalam UU Perbendaharaan Negara, terutama dalam Pasal 10 dan

penjelasannya. Ruang lingkup tugas bendahara harus dipahami dan dibangun

mengikuti kerangka pemisahan kewenangan yang komprehensif dalam

penyelenggaraan keuangan negara sebagaimana diamanatkan Undang-Undang.

Sebagaimana diketahui, UU mengamanatkan pemisahan kewenangan pihak-pihak

selaku COO dan CFO. Pembagian tersebut salah satunya ditujukan untuk

mewujudkan penegasan pemisahan antara pemegang kewenangan administrative

(ordonateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptabel) (Penjelasan UU

Page 208: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           200 

 

Perbendaharaan Negara). Dalam ruang lingkup penyelenggaraan keuangan negara di

Satker, maka fungsi comptabel bendahara (pengeluaran) atau tugas kebendaharaan

terkait dengan uang dan surat berharga dalam pengelolaan bendahara idealnya

dipahami secara komprehensif bahwa pengelolaan uang tersebut adalah dalam rangka

pelaksanaan fungsi pembayaran atas dana anggaran yang dikuasakan kepada

KPA. Oleh karena itu, tugas kebendaharaan sebagaimana diamanatkan dalam pasal

10 seharusnya tidak terbatas pada Uang Persediaan dan/ atau (dalam prakteknya) uang

yang ada dalam rekening bendahara pengeluaran. Tugas kebendaharaan bendahara

(pengeluaran) idealnya dijalankan secara utuh meliputi seluruh pengeluaran

dana anggaran yang dikuasakan kepada KPA.

2. Terkait dengan pembentukan unit akuntansi, sebagaimana di atur dalam PMK

171/PMK.05/2008, maka idealnya bendaharawan berkedudukan selaku pejabat yang

mengepalai UAKPA. Dalam rangka pemenuhan akuntabilitas, laporan keuangan

UAKPA pada dasarnya tetap merupakan pertanggungjawaban KPA dan harus

disetujui terlebih dahulu oleh KPA sebelum disampaikan ke unit yang lebih tinggi.

3. Selaku pejabat fungsional bendahara, maka bendahara menyusun LPJ melalui sub-

ledger kas dari aplikasi UAKPA disertai catatan dan penjelasan apabila terdapat

perbedaan nominal kas terkait dengan pelaksanaan tugas kebendaharaan lainnya,

misalnya selaku wajib pungut. Terhadap laporan ini, maka bendahara

bertanggungjawab secara pribadi dan secara fungsional kepada Kuasa BUN.

4. Mekanisme penyampaian laporan ke Kuasa BUN cukup dilakukan satu kali, yaitu

dalam rangka rekonsiliasi laporan UAKPA dan sebagai penyampaian laporan LPJ

Bendahara.

5. Gambar 4.36 mengilustrasikan kerangka mekanisme sebagaimana dijelaskan dalam

alternatif 2 tersebut di atas.

Page 209: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           201 

 

Gambar 4.36

Alternatif (2) Governance dalam Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Keuangan Negara terkait Tanggungjawab Bendahara

Penyempurnaan proses bisnis dalam penerbitan dokumen otorisasi yang

berkaitan dengan pembayaran.

Pada saat ini, Surat Permintaan Pembayaran secara langsung (SPP-LS) diajukan

oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) (PMK 73/PMK.05/2008). Sedangkan Surat

Permintaan Pembayaran melalui mekanisme UP (SPP-UP dan/atau SPP-GUP) diajukan

oleh Bendahara Pengeluaran (Pasal 7 Perdirjen 66/PB/2005). Namun demikian, dalam

PMK 73/PMK.05/2008, SPP (tanpa membatasi mekanisme pembayaran melalui UP

dan/atau LS) adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitment

(PPK). Oleh karena itu dalam konteks PMK No. 73/PMK.05/2008, pengajuan SPP

yang berkaitan dengan Uang Persediaan tetap merupakan kewenangan PPK (Pasal 15

(1) dan Pasal 17 (5)) meskipun definisi SPP merujuk pada adanya permintaan/ perintah

membayar untuk “beban bagian anggaran” dan pemenuhan persyaratan dalam

“dokumen perikatan” (Pasal 1 angka 20). Uraian sebagaimana tersebut di atas

Page 210: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           202 

 

menunjukkan kurangnya konsistensi terkait dengan standard proses bisnis dan

kewenangan dari masing-masing pejabat perbendaharaan negara di Satker. Beberapa

usulan untuk penyempurnaan proses bisnis dalam kerangka alternatif 2 sebagaimana

tersebut di atas adalah sebagai berikut:

Alternatif 2a

Mempertegas kewenangan bendahara untuk menerbitkan semua Surat Permintaan

Pembayaran (SPP)

Ketentuan dalam Pasal 4 (e) UU Perbendaharaan Negara mengatur tentang

kewenangan PA untuk melakukan “tindakan yang mengakibatkan pengeluaran

anggaran belanja”. Hal tersebut di atas sejalan dengan ketentuan yang mengatur tentang

pejabat pengguna anggaran dalam Perdirjen No 66/PB/2005. Didalam pasal 2 dan

pasal-pasal lainnya, kewenangan pejabat yang ditunjuk untuk “melakukan tindakan

yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/ penanggung jawab kegiatan/

pembuat komitmen”. Esensi dari kewenangan PPK sebagaimana dalam dua peraturan

tersebut adalah untuk membuat (atau pada saat dibuatnya) perikatan/ komitmen/

kontrak dengan pihak yang akan menerima pembayaran atas beban anggaran negara.

Hal tersebut di atas sejalan dengan ketentuan yang mengatur tentang pejabat

pengguna anggaran dalam Perdirjen No 66/PB/2005. Didalam pasal 2 dan pasal-pasal

lainnya, kewenangan pejabat yang ditunjuk untuk “melakukan tindakan yang

mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/ penanggung jawab kegiatan/ pembuat

komitmen” tidak secara tegas disebutkan dan/atau identik dengan kewenangan pejabat

tersebut untuk mengajukan Surat Permintaan Pembayaran. Oleh karena itu, apabila

ruang lingkup tugas kebendaharaan bendahara pengeluaran tidak terbatas pada uang

persediaan dan/atau uang yang ada di rekening bendahara pengeluaran, maka idealnya

semua Surat Permintaan Pembayaran (SPP) diajukan oleh bendahara pengeluaran.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) hanya bertanggung jawab atas dibuatnya perikatan/

kontrak/ komitmen dengan pihak yang akan menerima pembayaran. Gambar 4.37

mengilustrasikan proses bisnis di Satker sebagaimana dalam Alternatif 2a tersebut di

atas.

Page 211: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           203 

 

Gambar 4.37

Alternatif (2a) Proses Bisnis Pembayaran di Satker

terkait Kewenangan Bendahara

Alternatif 2b

Mempertegas bahwa kewenangan PPK untuk menerbitkan Surat Permintaan

Pembayaran (SPP) sebagai implementasi kewenangan PA/KPA untuk “melakukan

tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja”

Ketentuan dalam PMK 73/PMK.05/2008 menentukan kewenangan PPK secara

luas untuk menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) baik melalui mekanisme

LS ataupun UP. Alternatif yang sejalan dengan kerangka kewenangan PPK tersebut

adalah dengan mempertegas kewenangan PPK untuk menerbitkan SPP baik LS maupun

UP. Namun demikian, untuk tetap dapat menjalankan kewenangan bendahara secara

utuh (selaku pemegang fungsi pembayaran dan kewenangan sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 10 dan Penjelasan UU Perbendaharaan Negara), maka seluruh permintaan

pembayaran dari Pejabat Penerbit SPM harus disampaikan untuk diketahui bendahara

Page 212: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           204 

 

sebelum disampaikan ke KPPN. Untuk pembayaran melalui mekanisme UP, maka SPP

UP dan/atau GUP berlaku sebagai dokumen resmi dari KPA untuk melakukan

pembayaran dengan menggunakan Uang Persediaan (merujuk pada ketentuan dalam

Pasal 9 ayat 1 PMK 73/PMK.05/2008). SPM-SPM tersebut di atas, baik LS dan/atau

UP yang diterima oleh Bendahara dari Pejabat Penerbit SPM merupakan dasar

Bendahara untuk melakukan pembukuan pada Laporan Keuangan UAKPA (merujuk

ketentuan dalam pasal 15 ayat 4 dan 5 dalam PMK 73/PMK.05/2008). Dari sub ledger

cash laporan tersebut, bendahara akan menyusun Laporan Pertanggungjawaban

pelaksanaan kewenangan fungsi pembayaran atas dana yang dikuasakan kepada Kuasa

PA. Gambar 4.38 mengilustrasikan proses bisnis di Satker sebagaimana dalam

Alternatif 2b tersebut di atas.

Gambar 4.38

Alternatif (2b) Proses Bisnis Pembayaran di Satker

terkait Kewenangan Bendahara

Kuasa PenggunaAnggaran

PejabatPembuat

Komitmen (PPK)

PejabatPenandatanganSPM (PPSPM)

Bendahara

SPP-UP & GUP

SPP UP & GUP

Pihak ke-3

BuktiPembayaran

(UP)

Kontrak & Invoice

(LS)

KPPN

Ordonateur

Comptabel

SPM

Unit AkuntansiKuasa

PenggunaAnggaran(UAKPA)

SPM

SPP-LS

Pelaksanaan atas pilihan alternatif-alternatif idealnya memperhatikan pengembangan

struktur rekening yang berkaitan dengan rekening bendahara pengeluaran.

Page 213: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           205 

 

G. MANAJEMEN KAS

1. Tujuan dan Fungsi

Manajemen kas pada dasarnya adalah serangkaian proses yang dijalankan

sebuah entitas organisasi untuk memperoleh kemanfaatan yang maksimal dari arus

kas (ANAO, 1999). Williams (2004) mendifinisikan manajemen kas sebagai ”… the

strategy and associated process for managing cost-effectively government’s short-

term cash flows and cash balances, both within government, and between government

and other sectors”. Pengertian tersebut menekankan pentingnya proses bisnis yang

secara rutin dijalankan dalam manajemen kas di samping hal-hal yang berkaitan

dengan alternatif kebijakan.

Dalam rangka pelaksanaan anggaran, tujuan manajemen kas setidaknya

meliputi pengendalian atas total pengeluaran (aggregate spending), implementasi

anggaran yang efisien, meminimalkan biaya berkaitan dengan pinjaman,

memaksimalkan hasil dari kelebihan kas. Untuk pelaksanaan anggaran yang efisien,

pemerintah harus memastikan bahwa tagihan dan penerimaan dapat dibayarkan dan

diterima tepat waktu. Untuk dapat melaksanakan pembayaran yang tepat waktu,

idealnya terdapat mekanisme untuk mengetahui arus kas yang dibutuhkan pada saat

pembayaran jatuh tempo (World Bank, 2007).

Berkaitan dengan penyempurnaan koneksitas proses bisnis manajemen kas di

Satker, maka peran Satker dalam hal perencanaan kas sangatlah penting. Dalam

Modernizing Cash Management (Lienert, 2009), disebutkan bahwa manajemen kas

yang efektif memerlukan perencanaan arus kas jangka pendek yang akurat dan tepat

waktu. Aktifitas perencanaan dan proyeksi kas ini, diantaranya meliputi pertukaran

informasi antara Kementrian Keuangan dengan kementrian teknis di tingkat

operasional. Institusi treasury idealnya dapat memperoleh informasi dari agency

(Satker) selaku entitas yang melakukan transaksi termasuk di dalamnya perikatan/

komitmen serta proyeksi kas yang dibutuhkan untuk melunasinya (p.9).

Peran dan tanggung jawab Satker dalam manajemen kas diantaranya

dipengaruhi oleh model sistem perbendaharaan dan mekanisme pembayaran dalam

rangka pelaksanaan anggaran di suatu negara. Sedangkan mekanisme yang ditempuh

institusi perbendaharaan untuk menjamin ketersediaan kas pada saat pembayaran

Page 214: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           206 

 

jatuh tempo dipengaruhi pula oleh struktur rekening pemerintah di mana uang negara

ditempatkan.

2. International Best Practice terkait Manajemen Kas

Sebagai acuan best practices terkait dengan peran dan tanggung jawab Satker

dalam manajemen kas, berikut adalah tinjauan atas pelaksanaan manajemen kas di

Spending Agency (Satker) di Perancis dan Australia. Model yang ada di kedua negara

tersebut, selain sudah cukup maju juga dapat mewakili dua model utama dalam sistem

perbendaharaan. Sistem treasury di Perancis pada dasarnya bersifat ter-sentralisasi

sedangkan sistem treasury di Australia lebih ter-desentralisasi. Manajemen kas di

Satker yang diterapkan di masing-masing negara sangat berlawanan.

Kas pemerintah Perancis terdiri dari saldo atas transaksi keuangan yang

dilakukan oleh public accountants yang masing-masing bertanggung jawab atas satu

atau beberapa rekening operasional. Rekening operasional public accountant

merupakan sub-akun dari rekening utama AFT di Bank Sentral (la Banque de France)

yang melakukan sentralisasi transaksi secara real time. Atas dasar informasi tentang

pola cash flow dan pemberitahuan atas transaksi, AFT melakukan:

a) menentukan jumlah penerbitan Treasury Bills

b) menentukan proporsi dari kas yang ditempatkan di TSA untuk keperluan

manajemen kas pemerintah pusat

c) menginvestasikan kelebihan kas (Lienert & Chailloux, 2009)

Di Perancis, kewenangan COO dilakukan oleh Satker atau disebut Authorising

Officer, sedangkan CFO secara penuh dilakukan oleh Departemen Keuangan yang

dalam hal ini diwakili oleh Public Accountants yang ditempatkan di masing-masing

Satker. Institusi perbendaharaan, Agence France Tresor (AFT), bertanggung jawab

terutama menangani manajemen hutang dan perbendaharaan.

Authorising Officer memiliki wewenang untuk membuat komitmen,

memverifikasi barang, membuat invoices dan claims, dan membuat payment order.

Pemisahan jabatan dilakukan untuk tiap wewenang diatas yang bertujuan sebagai

mekanisme check and balance. Jika melihat wewenang dari Authorising Officer

diatas, di Indonesia Authorising Officer dapat di analogikan sebagai KPA.

Page 215: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           207 

 

Public Accountant merupakan staf Departemen Keuangan yang secara

fungsional berada dibawah General Directorate of Public Accounting yang

berkedudukan di Satker dan bertugas untuk melakukan kontrol (regulatory control)

terhadap payment order yang dibuat oleh Authorising Officer. Public Accountant

memiliki kewenangan untuk menolak payment order yang diajukan oleh Authorising

Officer. Public Accountant bertanggung jawab untuk menyalurkan pembayaran

melalui TSA atau melalui rekening Satker di Treasury. Dalam hal ini Authorising

Officer tidak memiliki rekening sendiri. Public Accountant juga bertugas untuk

membuat Laporan Keuangan Tahunan Satker. Laporan Keuangan tersebut di sahkan

oleh Authorising Officer sebelum disampaikan kepada Court of Accounts untuk

dilakukan audit.

Selain Authorising Officer dan Public Accountant terdapat pula pejabat

perbendaharaan yang disebut Official Controller. Official Controller merupakan staf

Departemen Keuangan yang berada di Satker yang memiliki fungsi untuk melakukan

kontrol berupa regulatory control terhadap perikatan/komitmen atau keputusan lain

yang akan mengakibatkan pengeluaran yang dibuat oleh Authorising Officer apakah

telah sesuai dengan appropriation yang diberikan. (Sigma, 2001; Lienert &

Chailloux, 2009).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Public Accountant

melakukan fungsi manajemen kas dan accounting di Satker sedangkan Official

Controller melakukan fungsi kontrol terhadap anggaran. Kedua pejabat tersebut

menyampaikan pertanggungjawaban kepada kementrian Keuangan bukan kepada

Authorising Officer di Satker. Berikut ini dalam gambar 4.39 ditunjukan struktur dan

kelembagaan Satker di Perancis dalam penyelenggaraan keuangan negara.

Page 216: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           208 

 

Gambar 4.39

Struktur kelembagaan dan Pelaksanaan Anggaran

di Satker (Perancis)

Page 217: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           209 

 

Model manajemen kas di Satuan Kerja di Australia sejalan dengan sistem

perbendaharaan Australia yang ter-desentralisasi. Tugas-tugas terkait dengan

penyelenggaraan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan anggaran dijalankan

oleh Accountable Officers, yaitu Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial

Officer (CFO), yang ada di masing-masing Agency (Satker). Chief Executive Officer

(CEO) memiliki kewenangan dan tanggung jawab khusus terkait dengan pengelolaan

dan pembayaran atas beban anggaran negara, meliputi:

a) menangani, membayar dan mencatat uang negara dalam rangka pelaksanaan

anggaran;

b) membuat perikatan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran;

c) membuat kebijakan dan praktek pengelolaan keuangan sesuai dengan kebutuhan

Satuan Kerja.

Dengan demikian, manajemen kas dan perbankan merupakan salah satu

tanggung jawab utama yang dijalankan di tingkat Agency. Sejak tahun 1999, Agency

diwajibkan dan bertanggungjawab untuk:

a) membuka dan mengatur rekening di bank dalam rangka pelaksanaan anggaran;

b) memenuhi biaya-biaya yang ditimbulkan dari rekening bank milik Agency;

c) manajemen atas dana yang diterima sebagai bagian dari anggaran (negara);

d) menerima dan membayar bunga (bank) berdasarkan saldo kas untuk masing-

masing departemen.

Kewenangan yang dimiliki oleh CEO tersebut di atas dapat didelegasikan

kepada staf di lingkungan Agency yang bersangkutan. Pada prakteknya, kewenangan

yang terkait manajemen kas dijalankan oleh Chief Financial Officer (CFO). Chief

Financial Officer (CFO) adalah pejabat yang bertanggung jawab atas strategi dan

operasional atas perencanaan dan manajemen keuangan Agency. Dalam melaksanakan

tugasnya, CFO idealnya memiliki akses secara langsung terhadap CEO sehingga dapat

menjalankan advisory role bagi CEO. CFO tidak hanya bertanggung untuk

terlaksananya kerangka manajemen keuangan yang memadai dan melaksanakan

tanggung jawab atas manajemen keuangan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

CFO juga bertanggungjawab atas atas pelaporan terkait dengan penggunaan sumber

daya keuangan (Auditor General Victoria, 2005).

Page 218: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           210 

 

Elemen utama dari manajemen kas yang dilaksanakan di tingkat Agency

meliputi:

a) menyusun anggaran yang terintegrasi meliputi kegiatan operasional, belanja

modal dan rencana penerimaan dan pengeluaran secara periodik untuk jangka

waktu 12 bulan;

b) melakukan review dan perbaikan secara rutin terhadap perencanaan arus kas,

termasuk penjelasan atas realisasi yang tidak sesuai rencana;

c) memahami pattern dari arus kas untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang

mempengaruhinya, termasuk komponen yang bersifat musiman atau periodik,

sehingga dapat dihasilkan perencanaan kas dengan fleksibilitas yang maksimal.

Institusi treasury di tingkat pusat (Commonwealth treasury)

bertanggungjawab akan ketersediaan kas pada saat dibutuhkan melalui aktivitas

terkait dengan pengelolaan hutang dan pinjaman. Dalam rangka memenuhi tanggung

jawabnya tersebut, treasury diantaranya melakukan:

a) perencanaan (forecast) penerimaan dan pengeluaran harian untuk jangka waktu

satu tahun guna mengetahui tingkat kebutuhan kas harian;

b) memperkirakan saldo kas terendah dalam periode satu minggu (ke-depan) untuk

mendukung keputusan pembuatan pinjaman jangka pendek apabila diperlukan;

Dalam kerangka tanggungjawab penyelenggaraan keuangan negara yang ter-

desentralisasi ini, manajemen kas di Agency menjadi bagian integral dari manajemen

kas institusi treasury. Termasuk diantaranya adalah penerapan aturan terkait jangka

waktu pelunasan invoice, pemilihan mekanisme pembayaran dan metode penarikan

dari dan penyediaan kas melalui rekening ”overdraft” account yand ada di Reserve

Bank of Australia (RBA). Terlebih lagi, kinerja Commonwealth Treasury sangat

ditentukan oleh informasi yang diperoleh dari Agency untuk melengkapi perencanaan

kas.

Mekanisme information-sharing dijalankan dengan mewajibkan Agency untuk

menyampaikan kepada treasury perkiraan penerimaan dan penarikan dana (draw-

down pattern schedule) pada hari Senin untuk jangka waktu sampai dengan hari Rabu

pada minggu berikutnya. Perkiraan tersebut merupakan salah satu dasar untuk

menentukan keputusan perlu atau tidaknya melakukan pinjaman untuk memenuhi

kebutuhan kas. Mekanisme tersebut ditujukan untuk mendukung Commonwealth

Page 219: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           211 

 

Treasury untuk meminimalisasi biaya pinjaman (net cost of borrowing). Biaya

pinjaman merupakan selisih antara bunga pinjaman dengan remunerasi dari saldo

positif yang ada di rekening treasury di Reserve Bank of Australia (ANAO, 1999).

Merujuk pada istilah yang digunakan Ian Lienert dalam Modernsing Cash

Management (Lienert, 2009), model manajemen kas yang ada di Australia merupakan

two-tier cash management system. Pada sistem tersebut, spending agency tidak hanya

bertanggung jawab atas otorisasi pengeluaran dan internal control, tetapi juga

bertanggung jawab atas manajemen internal kas. Meskipun transaksi keuangan

dilakukan melalui rekening Agency, saldo rekening tersebut pada akhir hari akan

dilimpahkan ke rekening TSA di RBA. Dengan kata lain, terdapat dua level

manajemen kas; yaitu di tingkat Agency dan manajemen kas terkonsolidasi di tingkat

pusat (federal).

Dari pembahasan komparatif atas model manajemen kas di Perancis dan di

Australia, dapat disimpulkan bahwa peran Satker sangatlah krusial untuk manajemen

kas yang efektif. Beberapa fitur dari kedua model tersebut yang patut mendapat

perhatian untuk pengembangan manajemen kas diantaranya meliputi pentingnya

pemahaman atas pola arus kas di masing-masing Satker dan mekanisme information

sharing antara Kementrian Keuangan dengan Satuan Kerja tentang proyeksi

penerimaan dan pengeluaran untuk jangka waktu tertentu.

3. Current State Assesment dan Problems terkait Manajemen Kas

Paket undang-undang keuangan negara merupakan kerangka konseptual yang

komprehensif dalam rangka penyelenggaraan keuangan negara yang ekonomis,

terbuka, bertanggung jawab dan berorientasi dalam hasil. Salah satu pilar utama

dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan keuangan negara yang ideal tersebut

adalah pengelolaan kas yang merupakan bagian dari lingkup perbendaharaan

sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 UU No. 1 tahun 2004 tentang

perbendaharaan negara. Terkait dengan dengan pengelolaan kas tersebut, Menteri

Keuangan dalam kedudukannya selaku Bendahara Umum Negara (BUN) adalah

Chief Financial Officer yang berperan selaku pengelola fiskal dan manajer keuangan

dalam arti yang sesungguhnya. Selaku BUN Menteri Keuangan berwenang menunjuk

pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan

Page 220: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           212 

 

dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang ditetapkan (PP 39

tahun 2007). Di dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 218/PMK.05/2007, telah

ditentukan kewenangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat

Pengelolaan Kas Negara selaku Kuasa BUN Pusat dan KPPN selaku Kuasa BUN

Daerah (Pasal 1). Kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan Selaku

Bendahara Umum Negara atau Kuasa BUN Pusat yang terkait dengan pengelolaan

kas setidaknya meliputi:

a) menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;

b) mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran

negara;

c) menyimpan uang negara (Pasal 7 UU No. 1 th 2004);

d) membuat perencanaan (arus) kas;

e) menetapkan saldo kas minimal;

f) menentukan strategi untuk mengatasi kekurangan kas dan memanfaatkan

kelebihan kas;

g) memastikan ketersediaan kas guna memenuhi kewajiban pembayaran.

Dalam hal koneksitas proses bisnis dengan Satker, upaya untuk membangun

manajemen dan perencanaan kas yang baik dilaksanakan tidak hanya menjelang saat

pelaksanaan pembayaran, tapi juga telah dimulai sejak prosess allotment anggaran

(penerbitan DIPA). Sebagaimana diamanatkan dalam UU Perbendaharaan Negara,

dokumen pelaksanaan anggaran memuat ”rencana penarikan dana tiap-tiap satuan

kerja, serta pendapatan yang diperkirakan” (Pasal 14 ayat 3). Tujuan dari

pencantuman rencana penarikan dana adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi

manajemen kas pemerintah melalui optimalisasi fungsi DIPA (PMK 105/).

Untuk mendukung fungsi manajemen kas tersebut, telah di-inisiasi mekanisme

penyampaian Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Kas (Cash Forecasting) Satuan

Kerja sesuai dengan SE Dirjen Perbendaharaan No. SE-02/PB/2006 tanggal 6 Januari

2006. Terkait dengan hal tersebut, secara khusus telah diinstruksikan pula kepada

Satuan Kerja untuk menyampaikan Laporan Realisasi dan Perkiraan Belanja

Kementrian Negara/ Lembaga pada akhir tahun 2008 melalui SE-38/PB/2008 tanggal

9 Oktober 2008.

Page 221: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           213 

 

Di samping itu, sejak bulan Maret 2009, telah diterapkan mekanisme treasury

notional pooling pada rekening bendahara pengeluaran secara bertahap. Treasury

Notional Pooling merupakan sistem untuk mengetahui saldo rekening bendahara

pengeluaran di Kantor Cabang Bank Umum setelah di konsolidasikan tanpa harus

melakukan perpindahan dana antar rekening. Dengan penerapan mekanisme ini, Uang

Negara yang berada pada rekening bendahara pengeluaran mendapatkan remunerasi.

Sebelumnya, uang negara yang ada pada rekening bendahara pengeluaran menerima

jasa giro yang harus di setor ke rekening kas negara oleh bendahara pengeluaran.

Secara internal, manajemen pengelolaan kas di Ditjen Perbendaharaan

khususnya di KPPN juga dijalankan dalam kaitan pelaksanaan Treasury Single

Account. Sebagaimana diatur dalam SE-12/PB/2009, dalam rangka menjamin

ketersediaan dana dalam Rekening Pengeluaran Kuasa Bendahara Umum Negara

Pusat (RPK-BUN-P) Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) diwajibkan

mengajukan Permintaan Kebutuhan Dana ke Direktorat Pengelolaan Kas Negara.

Mekanisme penyampaian Permintaan Kebutuhan Dana tersebut pada dasarnya

merupakan antisipasi dari jumlah kas yang dibutuhkan untuk membayar tagihan pada

tanggal tertentu berdasarkan nilai SP2D yang diterbitkan (pada esok hari dan hari

yang bersangkutan).

Atas dasar pembahasan international practice dan review perundangan

sebagai mana tersebut di atas, praktek manajemen kas di Indonesia menunjukkan

adanya sebuah hybrid model. Dalam hal kerangka organisasi dan distribusi

kewenangan dalam penyelenggaraan keuangan negara, maka manajemen kas di

Indonesia lebih cenderung pada system ter-sentralisasi sebagaimana di terapkan di

Perancis. Ditjen Perbendaharaan selaku Kuasa Bendahara Umum negara merupakan

satu-satunya institusi yang secara eksplisit bertanggung jawab atas pencapaian tujuan-

tujuan dari manajemen kas yang dilakukan secara tersentralisasi. Penerapan

mekanisme TSA dan penyediaan dana di RPK-BUNP (sesuai SE-12/PB/2009)

menunjukkan peran sentral Ditjen Perbendaharaan dalam manajemen kas.

Namun demikian, dalam hal yang bersifat operasional terdapat pula beberapa

fitur yang identik dengan praktek yang dilaksanakan di Australia. Walaupun Satker

tidak memiliki tanggung jawab terkait dengan perencanaan kas, Satker pada saat ini

terlibat dalam aktivitas perencanaan kas. Selain penyusunan rencana penarikan dana

Page 222: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           214 

 

yang bersifat tahunan (halaman 3 DIPA), mekanisme penyampaian informasi untuk

perencanaan kas yang diinstruksikan SE-02/PB/2006 dan SE-38/PB/3008 identik

dengan penyampaian draw-down pattern schedule yang diwajibkan kepada seluruh

Spending Agency di Australia setiap minggunya.

Dalam prakteknya di Indonesia, ketiadaan kerangka konseptual atas tanggung

jawab Satker terkait dengan manajemen kas berkontribusi kepada tidak efektifnya

mekanisme information sharing antara Satker dengan Ditjen Perbendaharaan untuk

keperluan perencanaan kas. Sebagaimana diketahui, peran serta Satker untuk

perencanaan kas melalui sebagaimana diinstuksikan dalam kedua Surat Edaran

tersebut di atas tidak seperti yang diharapkan. Meskipun format dan jenis informasi

yang dibutuhkan dari Satker sangat mungkin mempengaruhi kesiapan dan

kemampuan Satker, pada dasarnya tidak terdapat kerangka organisasi dan/atau

insentif bagi Satker untuk berkontribusi dalam sebuah sistem perencanaan kas yang

efektif. Misalnya, tidak terdapat kejelasan tentang pejabat dalam koordinasi KPA

(PPK, PPSPM dan Bendahara) yang harus bertanggung jawab atas penyusunan

rencana penerimaan dan pengeluaran dan/atau laporan rencana belanja di Satuan

Kerja. Ketiadaan mekanisme rutin dalam periode jangka pendek ini, tidak

memungkinkan review dan update atas rencana penarikan dana dalam halaman 3

DIPA sehingga rencana tahunan ini menjadi tidak efektif dalam pelaksanaannya.

Patut menjadi catatan bahwa kedudukan bendahara (penerimaan dan/atau

pengeluaran) di Indonesia secara organisasional berbeda dengan kedudukan para

public accountant di Perancis. Dalam hal manajemen kas, kedudukan public

accountant selaku pegawai Kementrian Keuangan Perancis memudahkan koordinasi

terkait dengan konfigurasi rekening dan penyampaian informasi yang berkaitan

dengan kas manajemen. Sebagai perbandingan, kedudukan public accountant di

Prancis memudahkan pengelolaan rekening para public accountants sebagai sub-akun

dari rekening utama yang dimiliki AFT. Kondisi ini memudahkan mekanisme

pelimpahan saldo di sub-rekening ke rekening utama, (sebagaimana diterapkan di

Perancis) untuk melaksanakan model Treasury Single Account.

Mekanisme pengelolaan TSA yang ideal tersebut di atas tidak mudah

dijalankan di Indonesia, karena rekening bendahara (pengeluaran dan/atau

penerimaan) di Satker adalah rekening yang terpisah dari rekening kas negara yang

Page 223: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           215 

 

dikelola Ditjen Perbendaharaan selaku Kuasa BUN. Mekanisme pooling atas

rekening bendahara, sebagaimana dijalankan saat ini, merupakan alternatif yang

paling memungkinkan dengan struktur rekening yang ada saat ini. Meskipun tetap

memberi peluang bagi Ditjen Perbendaharaan untuk memperoleh kemanfaatan atas

saldo kas menganggur di rekening bendahara, Ditjen Perbendaharaan tidak memiliki

kontrol atas saldo di rekening-rekening bendahara tersebut. Misalnya, apabila Ditjen

Perbendaharaan memerlukan saldo di rekening-rekening bendahara untuk keperluan

lain yang mendesak. Ditjen Perbendaharaan juga tidak memiliki alternatif investasi

lain atas saldo-saldo di rekening tersebut selain memperoleh remunerasi dengan

presentase yang tidak fleksibel.

4. Fitur SPAN terkait Manajemen Kas

Sebagai sebuah sistem yang terintegrasi, rencana pengembangan modul

manajemen kas dalam SPAN berkaitan erat dengan pengembangan modul lainnya,

terutama modul manajemen DIPA, manajemen komitmen dan General Ledger.

Keterkaitan modul SPAN dengan modul lainnya diantaranya meliputi:

a) update dan revisi atas Annual Financial Plan, sepanjang tidak melebihi pagu

anggaran;

b) penerapan cash-limit apabila diperkirakan tidak terdapat cukup kas untuk membayar

tagihan atas beban negara.

c) penggunaan data komitmen untuk proyeksi arus kas yang dibutuhkan untuk

pelunasan sebuah komitmen.

Rencana pengembangan SPAN untuk modul manajemen kas juga secara

khusus mengantisipasi peran Satker yang krusial terkait dengan penyusunan

penyampaian rencana pengeluaran/ belanja sebagaimana ditunjukkan dalam gambar

4.40.

Page 224: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           216 

 

Gambar 4.40

Rencana Pengembangan SPAN

untuk Modul Manajemen Kas (Bidding Document) MANAJEMEN KAS

Mnj. Kas (Direktorat PKN) Mnj. Penerimaan Mnj. Utang Mnj. Satker

Mnj. Komitmen

Mnj. Pembayaran

Perbaikan rencana penempatan kas, penerimaan dan pengeluaran

Penentuan persyaratan pinjaman

Penentuan batas pengeluaran yang baru dan menyampaikannya ke satker

Data Penerimaan

Negara

Memperkiraan pendapatan

Perkiraan Pendapatan

Kegiatan Penempatan

Kas

1. Pagu APBN 2. Rencana

Pengeluaran& enerimaan

3. Akuntansi Kas Umum Negara

4. Saldo Kas 5. Profil Utang

DMFAS

Memperoleh informasi pinjaman

Mempersiapkan perkiraan hutang dan hibah

Perkiraan hutang dan hibah

Merencanakan strategi/ persyaratan pinjaman

DIPA Cash Planning Commitment Cash Limit SAI

Mempersiapkan Cash Planning

Memperbaharui Cash Limit

Cash Planning

Rencana pengembangan modul manajemen kas, dalam kerangka sistem yang

terintergrasi dengan modul-modul lainnya dalam SPAN adalah sebagai mana

ditunjukkan dalam gambar 4.41:

Page 225: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           217 

 

Gambar 4.41

Rencana Pengembangan SPAN untuk Modul Manajemen Kas

Terkait Dengan Modul-Modul Lainnya

Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar tersebut di atas, elemen dari

manajemen kas akan memperoleh input dari manajemen DIPA, manajemen komitmen,

dan General Ledger untuk penyusunan dan update dari perencanaan kas. Annual

Financial Plan dalam halaman 3 DIPA yang merupakan proyeksi kebutuhan kas untuk

jangka panjang dan menengah adalah bagian dari modul manajemen DIPA.

Mekanisme manajemen komitmen akan menghasilkan data untuk update proyeksi

tersebut, terutama melalui jumlah dan saat pelunasan komitmen yang telah diregistrasi

ke Ditjen Perbendaharaan (CAN). Bagian dari pelaksanaan mekanisme manajemen

komitmen yang dicatat dalam General Ledger sebagai hutang (payables) merupakan

input untuk kebutuhan kas dalam jangka pendek. Kedua informasi tersebut dapat

digunakan sebagai bagian dari mekanisme atas pembayaran pada saat penerbitan SP2D

atau digunakan murni sebagai informasi dalam rangka pelaksanaan kas.

Page 226: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           218 

 

5. Rekomendasi dan alternatif Future Vision Model koneksitas proses bisnis dengan

Satker terkait Manajemen Kas

Rencana pengembangan manajemen kas dalam SPAN telah cukup

komprehensif dan mencerminkan penerapan best practice. Meskipun ruang lingkup

pengembangan SPAN berfokus pada proses bisnis di lingkungan internal Ditjen

Perbendaharaan dan Ditjen Anggaran, rencana pengembangan SPAN yang ada saat

ini telah mengindikasikan antisipasi atas peran para stakeholder, termasuk Satker.

Namun demikian, terdapat beberapa hal yang patut menjadi perhatian untuk

penyempurnaan dan implementasi SPAN khususnya terkait dengan manajemen kas

dan koneksitasnya dengan proses bisnis di Satker. Di antaranya adalah sebagai

berikut:

a) Penerapan SPAN dapat mendukung perencanaan kas jangka menengah dan

tahunan melalui Annual Financial Plan (DIPA hal. 3). Pengembangan sistem

informasi yang terintegrasi memungkinkan tersedianya mekanisme review dan

update terhadap rencana tersebut. Akan tetapi untuk implementasinya, masih

diperlukan kejelasan tidak hanya terkait sifat dari AFP, tetapi juga sumber data

untuk keperluan updating rencana tersebut. Proses bisnis di Satker yang berkaitan

dengan manajemen komitmen memiliki sumber data yang potensial untuk

keperluan tersebut di atas. Mekanisme registrasi data kontrak/ komitmen pada saat

pengajuan Request For Commitment (RFC) idealnya dapat digunakan untuk

meningkatkan akurasi AFP melalui update rencana pengeluaran atas dasar

sejumlah dana anggaran yang telah di kontrakkan.

b) Proses bisnis di Satker yang berkaitan dengan pengajuan pembayaran juga

idealnya dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan cash forecasting untuk

jangka pendek. Catatan atas hutang (liabilities) yang dibuat atas dasar tagihan

yang divalidasi (SPP) dapat menjadi dasar untuk memperkirakan kebutuhan kas

untuk hari tertentu. Fitur ini apabila diterapkan, dapat menggantikan atau

melengkapi mekanisme yang saat ini digunakan Ditjen Perbendaharaan dalam

pengisian RPK-BUN-P. Mekanisme yang saat ini digunakan untuk menentukan

jumlah alokasi saldo harian di sub-akun RPK-BUN P milik KPPN tertentu pada

umumnya cukup efektif. Akan tetapi, mekanisme yang didukung dengan aplikasi

software (e-kirana) ini dalam prakteknya masih memerlukan pertukaran informasi

Page 227: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           219 

 

secara informal melalui telepon dan/atau faximile. Idealnya, mekanisme tersebut

merupakan bagian dari sistem yang secara terintegrasi merupakan bagian dari

proses pembayaran (penerbitan SP2D). Pembahasan selengkapnya atas fitur dalam

manajemen komitmen yang berkaitan dengan manajemen kas dapat dilihat pada

sub-bagian manajemen komitmen dalam modul ini.

c) Manajemen kas idealnya sejalan dengan kerangka dan konfigurasi rekening,

terutama yang berkaitan dengan penyediaan dana petty cash/ imprest fund.

Rekening bendahara pengeluaran yang digunakan untuk menempatkan dana petty

cash merupakan rekening yang mandiri dan terpisah dari rekening yang dikelola

Ditjen Perbendaharaan selaku Kuasa BUN. Merujuk pada model sentralisasi

manajemen kas yang ada di Perancis, rekening bendahara pengeluaran idealnya

merupakan sub akun dari rekening Kuasa BUN. Struktur rekening yang ada saat

ini kurang ideal bagi perencanaan kas karena tidak adanya kontrol penuh Kuasa

BUN terhadap saldo di rekening-rekening tersebut di akhir hari. Sentralisasi

rekening bendahara terhadap rekening yang dimiliki Ditjen Perbendaharaan

memungkin penerapan alternatif investasi terbaik dari idle cash (jika ada) dan

tidak terbatas pada perolehan remunerasi atas saldo total rekening-rekening

tersebut sebagaimana dijalankan melalui mekanisme Treasury National Pooling

pada saat ini. Sentralisasi rekening bendahara juga lebih ideal untuk penerapan

mekanisme pembayaran petty cash melalui credit card melalui rekening yang

memiliki fasilitas overdraft sebagaimana dijalankan di Australia.

d) Kejelasan wewenang dan tanggung jawab atas penyelenggaraan manajemen kas di

Satker sangat diperlukan. Meskipun telah terdapat mekanisme yang mewajibkan

Satker untuk menyampaikan informasi dalam rangka perencanaan kas, tidak

terdapat kejelasan tentang pejabat perbendaharaan yang bertanggungjawab atas

rencana penarikan dana tersebut. Idealnya, terdapat ketentuan yang mengatur

tugas dan tanggung pihak-pihak tertentu berkaitan dengan rencana penarikan dana

dari Satuan Kerja. Dalam kerangka dasar penyelenggaraan keuangan negara

sebagaimana di Satker tidak terdapat ketentuan yang mengatur kewajiban pejabat

perbendaharaan di Satker berkaitan dengan manajemen kas. Hal tersebut dapat

dimaklumi karena sistem perbendaharaan Indonesia lebih cenderung pada model

sentralisasi manajemen kas pada Kementrian Keuangan sebagaimana halnya di

Page 228: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           220 

 

Perancis. Namun demikian, apabila Satker pada prakteknya kemudian diharuskan

menyampaikan informasi dalam rangka perencanaan kas (sebagaimana

dilaksanakan di Australia), kejelasan akan tugas dan tanggung jawab pihak

tertentu terhadap informasi tersebut harus segera ditentukan. Merujuk pada

kerangka tanggung jawab manajemen kas di Satker yang diterapkan di Australia,

maka informasi terkait dengan rencana penarikan dana dalam rangka perencanaan

kas idealnya menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawab bendahara

(pengeluaran). Hal ini juga sejalan dengan pembahasan terkait dengan manajemen

uang persediaan di Satker pada sub bagian sebelumnya.

Gambar 4.42

Proses Bisnis Pembayaran di Satker

terkait dengan Cash Forecasting

Kuasa PenggunaAnggaran

PejabatPembuat

Komitmen (PPK)

PejabatPenandatanganSPM (PPSPM)

Bendahara

SPP UP & GUP

SPP UP & GUP

Pihak ke-3

BuktiPembayaran

(UP)

Kontrak & Invoice (LS)

KPPN

Ordonateur

Comptabel

SPM

Unit AkuntansiKuasa

PenggunaAnggaran(UAKPA)

RencanaPenarikan

Dana

SPM

SPP-LS

Sebagaimana ditunjukkan dalam model proses bisnis di Satker sebagaimana

diusulkan dalam gambar 4.42, maka bendahara pengeluaran merupakan pihak yang

bertanggung jawab tidak hanya pada pelaksanaan fungsi pembayaran secara utuh

(mengetahui semua permintaan pembayaran baik SPP LS maupun SPP UP).

Page 229: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           221 

 

Bendahara, idealnya juga memiliki akses terhadap informasi akuntansi dan

pembukuan atas transaksi-transaksi pengeluaran tersebut. Dengan pelaksanaan kedua

fungsi tersebut, maka bendahara merupakan pihak yang memiliki akses memadai

untuk menyusun rencana penarikan dana sebagai input informasi dari Satker untuk

perencanaan kas. Untuk melaksanakan fungsi perencanaan kas tersebut, idealnya

terdapat mekanisme di mana bendahara dapat mengetahui pagu anggaran yang telah

dikontrakkan dengan menerima tembusan kontrak dari Pejabat Pembuat Komitmen.

Pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat mendukung pelaksanaan fungsi

bendahara secara utuh dan sesuai kerangka peraturan perundangan sebagaimana

diamanatkan dalam peraturan perundangan.

H. Penutup

Dari uraian pada beberapa sub-bab tersebut di atas, berikut ini adalah beberapa

pokok pikiran yang dapat disarikan:

1. Sebagaimana framework penulisan modul yang telah dijelaskan pada Bab I,

pembahasan pada BAB IV ini difokuskan pada penentuan model koneksitas proses

bisnis di masa yang akan datang (future). Susunan substansi materi yang dibahas

dalam modul ini mengikuti struktur yang telah dibahas dalam Bab III (current state

assessment), yang meliputi tahapan-tahapan dalam siklus APBN yang telah dipetakan

secara modular sejalan dengan rencana pengembangan SPAN

2. Untuk masing-masing proses bisnis di Satker yang terkait dengan pelaksanaan

tahapan dalam siklus APBN, sedapat mungkin telah diupayakan agar bab ini memuat

pembahasan secara komprehensif. Pembahasan untuk masing-masing tahapan

(modul) setidaknya meliputi tinjauan atas international best practice, review atas

landasan hukum dalam kerangka international best practice, assessment atas praktek

pelaksanaan selama ini, rencana pengembangan dan implementasi SPAN dan analisis

alternatif dan serta rekomendasi untuk penyempurnaan.

3. Pembahasan model koneksitas proses bisnis di Satker untuk masing-masing modul

diupayakan untuk mewujudkan integrasi antara suatu modul sebagai sub-sistem dari

sebuah sistem modular yang terintegrasi. Misalnya, merujuk pada international best

practice dan rencana pengembangan SPAN, terdapat keterkaitan yang erat antara

manajemen DIPA, manajemen kas, manajemen pelaporan dan manajemen

Page 230: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP                                                                                                                                           222 

 

pembayaran, diantaranya melalui pengakuan, pencatatan dan registrasi terkait

komitmen (manajemen komitmen).

4. Disadari sepenuhnya bahwa paket undang-undang di bidang keuangan negara telah

mengamanatkan kerangka pengelolaan keuangan negara yang komprehensif, yang

tidak hanya mencerminkan international best practice tetapi juga mempertimbangkan

kondisi spesifik di Indonesia. Oleh karena itu pembahasan, kajian, penentuan

alternatif dan rekomendasi dalam rangka penyempurnaan proses bisnis di Satker dan

koneksitasnya senantiasa diupayakan kesesuaiannya dengan kerangka dasar

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang telah ada.

5. Mengingat peran penting dan kedudukan bendahara (di Satker) yang unik dalam

struktur dan gorvenance penyelenggaraan keuangan negara, bab ini juga memuat

kajian atas peran bendahara di Satker- khususnya bendahara pengeluaran- pada saat

ini dan alternatif penyempurnaan pelaksanaan tugas kebendaharaan oleh bendahara di

masa yang akan datang.

6. Pembahasan dalam bab ini pada dasarnya merupakan blue-print untuk

penyempurnaan model koneksitas proses bisnis dengan Satker. Blue print tersebut

diperlukan sebagai bahan kajian dan acuan untuk penyusunan desain rinci (detail-

design) proses bisnis di Satker dan koneksitasnya, yang idealnya dilakukan bersama-

sama dengan unit-unit teknis di lingkungan Ditjen Perbendaharaan.

Page 231: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  223 

 

BAB V

Strategi dan Taktik Pencapaian Model Koneksitas

Mengikuti kerangka penulisan sebagaimana dijelaskan dalam Bab I, bab ini difokuskan pada pembahasan tentang strategi dan taktik pencapaian model koneksitas. Termasuk dibahas dalam bab ini adalah cakupan implementasi SPAN Project dan kaitannya dengan pengembangan proses bisnis dan IT di satker, mitigasi resiko terkait dengan diversitas kondisi dan jumlah satker, serta perlunya berbagai perubahan dalam regulasi dan change managament untuk memperlancar penerapan proses binnis dan IT yang baru. Dibahas pula dalam bab ini adalah perlunya kesesuaian time line penyempurnaan proses bisnis dan IT satker dengan time line SPAN Project. Hal-hal yang dibahas dalam bab ini akan menjadi fokus bahasan diskusi awal tahun 2010.

Pada bab-bab sebelumnya, telah dibahas proses bisnis penyelenggaraan keuangan

negara di Satker, permasalahan dan beberapa usulan sebagai alternatif penyempurnaannya.

Penerapan alternatif pilihan penyempurnaan tersebut memerlukan strategi yang sesuai agar

dapat diimplementasikan secara efektif. Penyusunan strategi dalam rangka penyempurnaan

proses bisnis penyelenggaraan keuangan negara di Satker dan koneksitasnya dengan proses

bisnis di Ditjen Perbendaharaan setidaknya harus memperhatikan beberapa hal sebagai

berikut:

a. Keterkaitan antara penyempurnaan proses bisnis di Satker dalam kerangka SPAN;

b. Mitigasi terhadap inherent risk dari aktivitas yang berkaitan dengan Business Process

Improvement, khususnya di lingkungan instansi pemerintah;

c. Magnitude dan diversitas dari Satuan Kerja sebagai client utama dari Ditjen

Perbendaharaan, khususnya terkait dengan pengeluaran anggaran, serta permasalahan

terkait kondisi geografis Indonesia yang unik;

d. Peran Sumber Daya Manusia (baik di Ditjen Perbendaharaan maupun para pejabat

perbendaharaan di Satker) selaku agent of change untuk terwujudnya penyempurnaan

yang berkesinambungan;

e. Kepastian hukum dan kelengkapan peraturan pelaksanaan untuk mendukung governance,

check and balance dan evaluasi atas proses bisnis terkait penyelenggaraan keuangan

negara di Satker;

Page 232: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  224 

 

f. Koordinasi dan sosialisasi, baik di lingkungan internal Ditjen Perbendaharaan maupun

secara lebih luas yang melibatkan Satker, perbankan, DJA, aparat pengawasan dan

stakeholders utama lainnya;

g. Kesesuaian dengan time-line dan road map pengembangan proses bisnis dalam rangka

SPAN.

A. Penyempurnaan proses bisnis di Satker dalam kerangka pengembangan SPAN

Dalam kerangka pengembangan SPAN, cukup jelas disebutkan bahwa pada

dasarnya ruang lingkup pengembangan SPAN tidak mencakup Satker. Bersama dengan

proses bisnis yang terkait dengan institusi perbankan dan pengelolaan aset, investasi dan

hutang, proses bisnis Satker tidak termasuk ruang lingkup dari komponen utama SPAN

sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 5.1.

Gambar 5.1

Namun demikian, sejumlah Satker akan diikutkan dalam tahap piloting yang

khususnya lebih berkaitan dengan konfigurasi teknologi informasi. Sesuai dengan

keterangan dalam SPAN Dokumen (RFP), maka Kementrian Keuangan bertanggung

jawab untuk membangun sistem aplikasi dan interface untuk mentransfer data dari

Satker ke Ditjen Perbendaharaan. Sedangkan interface untuk mentransfer data dari

Ditjen Perbendaharaan ke Satker akan menjadi bagian dari SPAN. Atas dasar

uraian tersebut maka cukup jelas bahwa COTS nantinya hanya terdapat di

Page 233: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  225 

 

Kementrian Keuangan, sedangkan Kementrian/ Lembaga merupakan entitas yang

menyediakan data bagi COTS/ modul SPAN yang ada di sistem Kementrian

Keuangan.

Tahap pilot phase 1 akan melibatkan 5 Kantor Pusat Kementrian/Lembaga, yang

terdiri dari Kementrian Keuangan, Kementrian Kesehatan, Kementrian Pendidikan

Nasional, Kementrian Pekerjaan Umum dan Kementrian Pertanian. Ruang lingkup

selama pilot phase yang melibatkan Sekertariat Jenderal kementrian/lembaga adalah

sebagai berikut (sesuai dengan SPAN Bid Document/RFP):

1. Electronic transfer of RKA-KL data from LM Head Office to DGB;

2. Electronic transfer of draft DIPA data from LM SU to DGT;

3. Electronic transfer of commitment data from LM SU to DGT;

4. Electronic transfer of SPM data from LM SU to DGT;

5. Electronic transfer accounting data (GL, fixed asset data, and other financial data

from LMHO & SU to DGT);

6. Electronic transfer of confirmation of DIPA approval from DGT to LMHO & SU;

7. Confirmation of SP2D from DGT to LM SU;

8. Notification of SPM which could not be processed from DGT to LM SU.

Selama tahap piloting direncanakan akan terdapat 55 koneksi untuk lima

kementrian/lembaga yang ikut serta dalam tahap piloting dengan rincian sebagai berikut:

5 nodes Kantor Pusat Kementrian/Lembaga

50 nodes Spending Unit

(source: SPAN RFP)

Agar sesuai dengan ruang lingkup dari rencana implementasi selama pilot phase,

maka ditetapkan institusi Kantor Pusat Kementrian/ Lembaga yang ideal untuk

dilibatkan dalam pilot phase 1 adalah Sekertariat Jenderal. Untuk aktivitas yang

berkaitan dengan manajemen komitmen, manajemen pembayaran dan akuntansi (item

c,d,e g dan h) Sekertariat Jenderal berperan murni sebagai Satuan Kerja. Sedangkan

untuk aktivitas yang berkaitan dengan budget preparation (a,b,f) dan penerbitan dokumen

pelaksanaan anggaran Sekertariat Jenderal berperan sebagai head offices/kantor pusat dari

Satker-satker yang menjadi unit vertikalnya (sub-ordinate budgetary institutions).

Page 234: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  226 

 

Sejumlah 10 nodes untuk masing-masing Kementrian/Lembaga akan disediakan bagi

Satuan Kerja Kantor Pusat di lingkungan Kementrian/Lembaga.

Pada tahap awal Satker (SU) tidak terkoneksi secara online. Ruang lingkup SPAN

adalah koneksi dengan 178 KPPN dengan 5 kementrian/lembaga sebagaimana tersebut di

atas. SPAN diharapkan memiliki fitur diantaranya centralized database, single entry

point, real time, electronic submission of information, online access to centralized

database, automatic updating to all information. Koneksitas dengan kementrian/lembaga

akan dilakukan melalui koneksi dial up dengan Remote Access Server yang ada di

Kanwil/KPPN. Konfigurasi IT dan sistem informasi yang melibatkan Satker dalam tahap

piloting adalah sebagai berikut:

Gambar 5.2

  Lini Ministry Head Offices as/or Spending U i

Echelon 1

Spending Unit

 DG Treasury 

   

Head Offices 

DG Budget

Remote Access Server 

 

Central Database 

Kanwil 

KPPN 

 

Eselon 1 (Setjen) 

Bureau 1/ SU 1 

Preparation 

Execution 

Bureau 2/ SU 2 

Bureau 2/ SU 2 

Bureau 10/ SU 10 

Page 235: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  227 

 

Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar tersebut di atas, terdapat beberapa

alternatif dalam rangka implementasi SPAN khususnya pada tahap piloting 1 sebagai

berikut:

1. Line Ministry Head Office dan Spending Unit tidak memiliki koneksi/ akses secara

langsung terhadap central data base. Akses Satker terhadap central database

dilakukan melalui KPPN/ Kanwil sebagai Remote Access Centre;

2. Line Ministry Head Office (dan Spending Unit apabila memungkinkan) memiliki

akses langsung terhadap central database. Akses Satker terhadap central data base

yang dilakukan melalui KPPN/ Kanwil sebagai Remote Access Server hanya

diperuntukkan bagi Satker-Satker tertentu di daerah terpencil yang tidak

memungkinkan koneksi/ akses secara langsung terhadap database, misalnya melalui

dial up.

Sebagaimana tersebut di atas, dalam rangka pengembangan SPAN aplikasi

kementrian/lembaga dan interface untuk mentransfer data dari kementrian/lembaga

kepada Ditjen Perbendaharaan akan menjadi tanggung jawab Departemen Keuangan. Saat

ini telah terdapat kajian awal terkait dengan inventarisasi aplikasi-aplikasi yang

digunakan di Satker pada saat ini dan kemungkinan penyempurnaan/ integrasi aplikasi

tersebut di masa yang akan datang. Namun demikian, sampai saat ini belum terdapat

kejelasan perihal aplikasi-aplikasi apa saja yang diperlukan Satker dalam rangka SPAN.

Sebagai contoh, terkait dengan penerapan manajemen komitmen di masa yang akan

datang, belum terdapat kejelasan bagaimana informasi terkait kontrak/komitmen dalam

Request for Commitment (RFC) disampaikan ke KPPN. Pada saat ini ADK kontrak

dihasilkan dari aplikasi yang berkaitan dengan manajemen pembayaran, yaitu aplikasi

SPM. Sebagai catatan, di dalam SPAN Bid Document/RFP terdapat beberapa alternatif

untuk meregistrasi data komitmen (BC001) yang struktur datanya cukup kompleks (BC)

misalnya dengan input secara manual dan atau menggunakan file/ ADK.

Di samping itu, meskipun terdapat beberapa Satker yang bagian dari pilot phase,

dalam pelaksanaanya tidak ada parallel run dari sistem di KPPN. Parallel run hanya

mungkin terjadi dalam satu Kantor Wilayah di mana terdapat KPPN yang menggunakan

sistem yang baru dan yang lama. Terkait hal tersebut sangat mungkin diperlukan program

aplikasi untuk mengkonfersi data dari sistem yang lama (di satker) ke sistem yang baru

Page 236: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  228 

 

(di KPPN), khususnya bagi Satker yang tidak termasuk ke dalam entitas dalam rangka

piloting.

B. Mitigasi terhadap inherent risk berkaitan dengan Business Process Improvement

Semenjak diperkenalkan dengan tema reengineering, upaya penyempurnaan proses

bisnis (business process improvement) cenderung identik dengan resiko yang tidak kecil.

Hal tersebut karena secara konseptual, business process improvement menganjurkan suatu

perubahan yang besar (dramatic improvement) dengan dukungan kemajuan teknologi

informasi (see Hammer, 1990; Davenport & Short, 1990; Grover & Malhotra, 1996).

Khususnya bagi instansi pemerintah, upaya terkait penyempurnaan proses bisnis juga

sering terkendala oleh peraturan sebagai dasar hukum dan keharusan mempertahankan

aktivitas yang berkaitan dengan otorisasi dan verifikasi, pendanaan dan ketiadaan profit

untuk menjustifikasi investasi, dan hubungan industrial yang lebih kaku jika terdapat

konsekuensi lay-off (see MacIntosh, 2003; Hesson, 2007). Secara lebih spesifik,

pengalaman otomasi dan integrasi sistem informasi yang berkaitan dengan

penyelenggaraan keuangan negara (Government Financial Management and Information

System) juga tidak selalu berhasil baik karena ketiadaan landasan hukum, kurangnya

proses improvement maupun masalah yang lebih teknis, misalnya terkait kodifikasi akun

(USAID, 2008).

Idealnya terdapat suatu mekanisme untuk me-mitigasi resiko yang identik dengan

penyempurnaan proses bisnis sebagai mana tersebut di atas. Pada saat ini, governance dan

koordinasi dalam rangka proyek SPAN melalui Tim Reformasi Perbendaharaan dan

Penganggaran Negara (Tim RPPN) dan Tim Koordinasi Teknis telah secara rutin

menangangi isu-isu terkait SPAN, termasuk keterkaitannya dengan penyempurnaan

proses bisnis di Satker. Pada saat ini juga terdapat beberapa tim yang secara khusus

bertugas menangani aspek tertentu terkait dengan pengembangan SPAN, misalnya Tim

Penyempurnaan Framework Chart of Account. Di samping itu, meskipun ruang lingkup

SPAN tidak sepenuhnya mencakup Satker, di Direktorat Transformasi Perbendaharaan

yang merupakan counterpart dalam rangka pengembangan SPAN telah terdapat unit

struktural yang secara khusus bertanggung jawab atas penyempurnaan proses bisnis di

Satker. Tata kelola sebagaimana tersebut di atas, diharapkan dapat me-mitigasi resiko-

resiko yang secara identik dengan upaya penyempurnaan proses bisnis. Beberapa aspek

Page 237: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  229 

 

lain yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia akan dibahas pada bagian

berikutnya.

C. Magnitude dan diversitas dari Satuan Kerja serta permasalahan terkait kondisi

geografis Indonesia yang unik.

Jumlah Satker yang menjadi mitra kerja Ditjen Perbendaharaan terhitung sangat

besar dengan diversitas yang sangat signikan. Pada saat ini (akhir tahun 2009) Kantor

Pusat Ditjen Perbendaharaan dan unit vertikal dilingkungannya melayani sekitar 21.000

Satuan Kerja. Dari jumlah tersebut, sekitar 836 Satker memiliki pagu kurang dari 100

juta, sedangkan Satker yang memiliki pagu lebih dari 2 milyar tidak kurang dari 10.514

Satker. Figur selengkapnya adalah sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 5.3.

Gambar 5.3

Sources: Diolah dari data DIPA 2009 Dit. PA

Page 238: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  230 

 

Dari sekitar 21.000 Satker tersebut di atas, hanya 55, 9% yang memiliki belanja

modal, sedangkan sisanya tidak memiliki belanja modal. Pada saat ini terdapat 178 KPPN

yang melayani Satker-Satker yang tersebar di 33 propinsi tersebut. Dengan kondisi

geografis kepulauan di Indonesia yang unik, dapat dipastikan tantangan penyempurnaan

proses bisnis dan pelayanan di masa yang akan datang tidaklah mudah.

Merujuk pada figur dan sebaran dari Satker sebagai mana tersebut di atas,

mekanisme piloting yang rencananya akan diterapkan selama tahap implementasi SPAN

sudah cukup tepat. Demikian pula dengan pemilihan Kementrian/ Lembaga yang menjadi

bagian dari tahap piloting sudah mewakili kondisi/ figure dari Satker pada saat ini.

Namun demikian, idealnya selama implementasi SPAN dapat dilakukan sosialisasi

kepada seluruh Kementrian/ Lembaga terkait dengan penyempurnaan proses bisnis di

Satker terlepas dari rencana implementasi SPAN. Hal tersebut diperlukan karena pada

dasarnya penyempurnaan proses bisnis di Satker tidak terbatas pada beberapa

Kementrian/ Lembaga yang menjadi bagian tahap piloting.

D. Peran Sumber Daya Manusia selaku agent of change

Penyempurnaan proses bisnis tidak terlepas dari peran sumber daya manusia di

suatu organisasi untuk mewujudkan perubahan. Literatur business process improvement,

secara umum mengenalkan paradoks terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia

selama menjalani business process improvement. Di satu sisi, business process

improvement mengandalkan konsep empowerment untuk merealisasikan perubahan dalam

pengelolaan organisasi yang berbasis proses. Di sisi lain, secara konseptual business

process improvement menganjurkan pengelolaan organisasi yang cost-efisien dan

mengantisipasi kemungkinan melakukan stream-lining terhadap organisasi.

Ditjen Perbendaharaan menyadari sepenuhnya peran sentral SDM dalam

merealisasikan perubahan. Implementasi SPAN, nantinya akan didukung oleh badan/

konsultan yang melaksanakan advisory role terkait dengan komunikasi dan manajemen

perubahan (communication and change management). Di samping hal-hal terkait dengan

perubahan di lingkungan internal Ditjen Perbendaharaan, badan tersebut idealnya dapat

berperan penting dalam penentuan stragtegi komunikasi penyempurnaan proses bisnis

pengelolaan keuangan negara, termasuk kepada Kementrian/ Lembaga.

Page 239: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  231 

 

Di lingkungan internal Ditjen Perbendaharaan, stream-lining terhadap organisasi

pada saat ini bukan wacana yang populer. Di samping itu, penyempurnaan proses bisnis

tidak selalu identik dengan opsi pengurangan jumlah SDM. Campion. et al (2005).

misalnya, berpendapat bahwa reengineering juga membawa peluang untuk berinovasi

terhadap aktivitas yang menjadi bagian proses bisnis. Sedangkan di lingkungan Satker,

sangat dimungkinkan untuk melakukan stream-lining terhadap jumlah Satker. Namun

demikian opsi untuk mengurangi jumlah Satker tersebut, setidaknya harus memperhatikan

sikap dan kesiapan Satker terhadap opsi tersebut.

E. Kelengkapan landasan hukum dan peraturan pelaksanaan

Untuk mendukung governance, check and balance dan evaluasi atas proses bisnis di

Satker sangat diperlukan kelengkapan landasan hukum dan peraturan pelaksanaan.

Sebagai mana diamanatkan Undang-Undang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan

selaku BUN memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan

anggaran (Pasal 7 angka 2 huruf a). Dengan demikian, cukup jelas bahwa kewenangan

untuk menetapkan proses bisnis terkait dengan penyelenggaraan keuangan negara di

Satker merupakan wewenang Ditjen Perbendaharaan selaku Kuasa BUN.

Pada bab 2 telah disebutkan pentingnya kelengkapan landasan hukum dan peraturan

pelaksanaan sebagai authorizing environment bagi sebuah institusi pemerintah. Paket

undang-undang di bidang keuangan negara telah menyediakan landasan hukum sekaligus

mandat untuk penyelenggaraan keuangan negara yang lebih baik. Namun demikian, dari

telaah atas beberapa peraturan pelaksanaan terdapat indikasi ketidaksesuaian di antara

ketentuan-ketentuan yang mengatur pelaksanaan proses bisnis di Satker. Misalnya,

ketidaksesuaian antara Perdirjen 66/PB/2005 dengan PMK 73/PMK.05/2008 terkait

dengan kewenangan penerbitan Surat Permintaan Pembayaran di Satker.

Patut disebutkan pula, kewenangan BUN atas pelaksanaan standar tersebut terbatas

pada saat dikeluarkannya uang dari rekening kas negara (penjelasan UU Perbendaharaan

Negara). Dengan kata lain, Ditjen Perbendaharaan tidak memiliki kewenangan untuk

menguji dan mengevaluasi ketaatan (compliance) Satker dalam melaksanakan standar

tersebut di Satker. Kewenangan tersebut pada saat ini ada pada aparat pengawasan

fungsional baik internal Kementrian/ Lembaga maupun eksternal.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka strategi penyempurnaan proses bisnis di

Satker harus mengutamakan ketersediaan landasan hukum, dengan memperhatikan

Page 240: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  232 

 

konsistensi peraturan dan evaluasi atas praktek pelaksanaan standar selama ini. Idealnya,

penyempurnaan landasan hukum dilakukan dengan koordinasi yang baik tidak hanya antar

unit-unit di lingkungan Ditjen Perbendaharaan tetapi juga dengan aparat pengawasan

fungsional.

F. Koordinasi dan sosialisasi yang tidak terbatas pada lingkungan internal Ditjen

Perbendaharaan

Dalam rangka pelaksanaan undang-undang, khususnya melalui integrasi antara

proses bisnis, IT dan sistem informasi, peran Direktorat Transformasi Perbendaharaan

sangatlah penting. Sebagai direktorat baru yang dibentuk melalui PMK 100/PMK/2008,

Direktorat Transformasi Perbendaharaan hadir untuk melengkapi dan mendukung

pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Penyempurnaan proses bisnis, khususnya di Satker, harus dilaksanakan dalam kerangka

koordinasi dengan unit-unit lain dilingkungan Ditjen Perbendaharaan. Gambar 5.4

menunjukkan pola koordinasi dan kerja sama di lingkungan Ditjen Perbendaharaan dalam

rangka penyempurnaan proses bisnis, termasuk yang berkaitan dengan Satker.

Gambar 5.4

Sumber: Bahan Presentasi Sosialisasi DTP

Page 241: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  233 

 

Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar tersebut di atas, aktivitas penyempurnaan

proses bisnis juga dilaksanakan dengan mempertimbangkan pendapat dan saran dari Satker

dan pihak-pihak eksternal lainnya.

G. Kesesuaian dengan time-line dan road map pengembangan proses bisnis dalam

rangka SPAN

Meskipun tidak termasuk dalam ruang lingkup core proses bisnis/ modul,

penyempurnaan proses bisnis di Satker berkaitan erat dengan pengembangan SPAN. Oleh

karena itu, aktivitas penyempurnaan proses bisnis di satker memperhatikan kesesuaian

dengan time line dan road map pengembangan SPAN. Sebagai mana diketahui, MoF

bertanggung jawab untuk membangun interface (dan proses bisnis) dengan Satker untuk

mendukung pelaksanaan tahap piloting.

Gambar 5.5

Source: modified from Project Initiation Report, LG

CRP 3: Standar Proses Bisnis  Satker idealnya dapat ditetapkan 

Akhir fase design: selambat‐lambatnya standar Proses Bisnis  Satker sudahditetapkan 

Awal Fase piloting: standar Proses Bisnis  Satker dan aplikasi pendukung sudah ditetapkan 

Pengembangan dan finalisasi aplikasi software pendukung proses bisnis di Satker 

Page 242: Modul Satker Complete

Subdit. TPBE, DTP  234 

 

Sebagai mana ditunjukkan dalam gambar 5.5, methodology pengembangan SPAN

diantaranya meliputi fase design, build dan test sebelum fase piloting. Fase piloting,

sesuai gambar tersebut di atas, direncanakan untuk dimulai pada April 2011. Pada tahap

tersebut, idealnya, Kementrian Keuangan telah memiliki standar proses bisnis dan

aplikasi pendukung di Satker yang sesuai dengan proses bisnis yang baru di Ditjen

Perbendaharaan yang baru dalam rangka SPAN. Paralel dengan time-line SPAN, standar

proses bisnis di Satker yang baru idealnya dapat ditetapkan pada tahap Conference Room

Pilot (CRP) yang ketiga pada Juni 2009, atau selambat-lambatnya pada akhir fase design

pada September 2010. Sejak Oktober 2010 sampai dengan awal tahap piloting (April

2011) merupakan periode untuk persiapan dan finalisasi aplikasi/software pendukung di

Satker yang diperlukan dalam rangka pengembangan SPAN.

H. Penutup

Dari uraian pada beberapa sub-bab tersebut di atas, berikut ini adalah beberapa

pokok pikiran yang dapat disarikan:

1. Sebagaimana framework penulisan modul yang telah dijelaskan pada Bab I, pembahasan

pada Bab V difokuskan pada strategi dan taktik pencapaian model koneksitas. Strategi

dan taktik tersebut pada dasarnya merupakan road-map untuk penyusunan dan penetapan

desain rinci (detail design) dari kajian, alternatif dan rekomendasi yang telah dibahas

pada bab sebelumnya.

2. Beberapa acuan dalam penyusunan strategi dan taktik pencapaian model koneksitas

diantaranya meliputi kerangka rencana pengembangan SPAN, k, mitigasi resiko, fitur

Satker, dan peran penting SDM.

3. Sebagai sebuah standar proses bisnis yang nantinya akn menjadi acuan Satker dalam

penyelenggaraan keuangan negara, maka model koneksitas proses bisnis di Satker

nantinya harus merupakan bagian dari dan ditetapkan dengan peraturan perundangan.

Untuk itu, kerjas sama dan koordinasi dengan unit-unit teknis lain di lingkungan Ditjen

Perbendaharaan merupakan bagian dari strategi dan taktik penentuan model koneksitas

yang harus diikuti.

4. Mengingat keterkaitan yang erat antara standar proses bisnis dan ketersediaan sistem

informasi dan aplikasi/ software pendukung, maka pengembangan aplikasi/ software

merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam upaya penyempurnaan model

koneksitas proses bisnis dengan Satker di masa yang akan datang.

Page 243: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  235  

BAB VI

Penutup

Bab ini membahas dua hal utama yaitu (i) penutup dan (ii) rencana kedepan. Penutup merupakan summary terhadap hal-hal yang telah dibahas dalam keseluruhan draft modul ini. Sedangkan rencana kedepan, memuat secara ringkas rencana pelaksanaan berbagai kegiatan dalam rangka menyempurnakan draft modul ini sejalan dengan framework ITIL v.3 yang dianut dalam penulisan draft modul ini.

Penyempurnaan proses bisnis di Satker dan koneksitasnya dengan Ditjen

Perbendaharaaan merupakan upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan keuangan negara

sebagaimana diamanatkan Undang-undang. Di samping itu, penyusunan modul ini sejalan

dengan rencana pengembangan SPAN, meskipun proses bisnis di Satker tidak tercakup dalam

ruang lingkup SPAN. Alternatif dan usulan penyempurnaan proses bisnis di Satker

sebagaimana dimuat dalam modul ini juga diharapkan dapat menjadi bahan diskusi dan

pembahasan dalam rangka menetapkan standar proses bisnis di Satker untuk mendukung

pengembangan SPAN. Ringkasan beberapa pokok pikiran yang kiranya dapat bermanfaat

bagi penyempurnaan proses bisnis di Satker adalah sebagai berikut:

A. Penyempurnaan proses bisnis di Satker harus didasarkan pada visi, misi dan idealnya

tujuan bersama dari para stakeholders dalam rangka penyelenggaraan keuangan negara.

Di samping itu, aktivitas penyempurnaan proses bisnis harus di dasarkan pada kerangka

kerja (framework) yang comprehensive dan memadai, yang setidaknya memperhatikan

strategi organisasi, proses bisnis, teknologi informasi, sistem aplikasi dan manajemen

perubahan.

B. Penyempurnaan proses bisnis di Satker sedapat mungkin dilaksanakan dengan

memperhatikan sifat-sifat inherent dari institusi pemerintah yang dalam beberapa hal

penting berbeda dengan organisasi bisnis yang berorientasi pada penciptaan keuntungan.

Kerangka pembahasan penyempurnaan proses bisnis di Satker, idealnya didasarkan pada

landasan hukum, kapasitas operasional dan nilai tambah (value added) dari aktivitas

penyempurnaan proses bisnis.

C. Paket Undang-undang di bidang keuangan negara telah menyediakan landasan hukum

sekaligus mandat untuk terwujudnya penyelenggaraan keuangan negara yang baik.

Penyempurnaan proses bisnis, terutama di Satker, harus dilaksanakan dalam kerangka

dasar perundangan yang telah ada.

Page 244: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  236  

D. Rencana pengembangan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN)

merupakan upaya nyata untuk mewujudkan penyelenggaraan keuangan negara

sebagaimana diamanatkan Undang-undang. Dalam pelaksanaanya, rencana

pengembangan SPAN berkaitan erat dengan penyempurnaan proses bisnis di Satker

selaku salah satu stakeholders utama.

E. SPAN merupakan integrasi tidak hanya terkait dengan IT dan data base, namun juga

mengupayakan integrasi dari tahapan penyelenggaraan keuangan negara. Komponen

utama SPAN yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran (budget execution) meliputi

manajemen DIPA, manajemen komitmen, manajemen pembayaran, manajemen kas, dan

akuntansi dan pelaporan.

F. Sejalan dengan pengembangan SPAN, penyempurnaan proses bisnis di Satker ditujukan

untuk mendukung integrasi dari modul-modul tersebut pada point (E). Misalnya dengan

mengupayakan integrasi melalui pencatatan dan penggunaan informasi terkait komitmen/

kontrak sebagai komponen utama dalam pengembangan modul manajemen DIPA,

manajemen pembayaran, manajemen kas, pelaporan.

G. Pengembangan proses bisnis di Satker, idealnya didukung dengan penyempurnaan

implementasi dari ketentuan dalam paket undang-undang di bidang keuangan negara.

Misalnya dengan menyempurnakan tugas dan tanggung jawab para pejabat

perbendaharaan negara di satker dan menjadikannya sebagai bagian dari proses bisnis

yang efektif dan mendukung terciptanya tata kelola yang memadai.

H. Kedudukan bendahara (penerima dan/atau pengeluaran) yang menjalankan tugas secara

fungsional patut mendapat perhatian khusus dalam penyempurnaan proses bisnis di

Satker. Penyempurnaan peran bendahara, idealnya ditujukan untuk mendukung

pelaksanaan tugas kebendaharaan secara utuh sebagai mana diamanatkan dalam peraturan

perundangan.

I. Penyempurnaan proses bisnis di Satker sedapat mungkin memanfaatkan kemajuan

teknologi, khususnya perbankan, sehingga terdapat mekanisme pembayaran dalam rangka

pelaksanaan anggaran yang lebih cost-efisien. Misalnya dengan memanfaatkan teknologi

perbankan untuk mendukung pelaksanaan mekanisme Uang Persediaan melalui

penggunaan debit/ credit card.

J. Pengelolaan kas di Ditjen Perbendaharaan telah maju pesat dibandingkan dengan sebelum

penetapan paket undang-undang di bidang keuangan negara, terutama melalui

pelaksanaan Treasury Single Account. Penyempurnaan proses bisnis harus sejalan dengan

upaya yang telah dirintis. Misalnya dengan mengkaji kemungkinan organisasi dan

Page 245: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  237  

strukturisasi yang lebih baik dan cost-efisien terhadap rekening bendahara (pengeluaran

dan/ atau penerimaan).

K. Dalam rangka akuntabilitas, pelaksanaan akuntansi dan pelaporan merupakan suatu

keharusan dalam pengelolaan keuangan negara yang baik. Aktivitas terkait akuntansi dan

pelaporan di Satker harus ditujukan untuk menjamin tersedianya laporan yang akurat dan

tepat waktu. Di samping itu, kiranya tidak berlebihan jika aktivitas akuntansi dan

pelaporan juga sedapat mungkin dilaksanakan secara efisien dengan memperhatikan

kerangka pembagian tugas dan kewenangan para pejabat perbendaharaan di Satker.

L. Dari literatur yang berkaitan dengan pengembangan SPAN, cukup jelas bahwa

implementasi COTS terbatas pada institusi di lingkungan Ditjen Perbendaharaan. Oleh

karena itu, kedudukan Satker dalam tahap awal implementasi SPAN adalah sebagai

penyedia data, yang terutama akan menjadi bagian dari proses pengujian dalam rangka

penyaluran dana anggaran. Oleh karena itu, sesuai dengan bagian yang menjadi tanggung

jawab Kementrian Keuangan dalam rangka SPAN, idealnya penyempurnaan proses bisnis

di Satker dapat berjalan secara paralel dengan pengembangan SPAN di Ditjen

Perbendaharaan.

M. Dalam rangka pelaksanaan SPAN, standar proses bisnis di Satker yang telah

disempurnakan idealnya telah ditetapkan sebelum pelaksanaan tahap pilot 1. Gambar

berikut menunjukkan rencana kerja, tentative, penyempurnaan proses bisnis di Satker:

Page 246: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  238  

N. Modul ini memuat blue print dalam rangka penyempurnaan proses bisnis di Satker dan

koneksinya dengan proses bisnis di Ditjen Perbendaharaan. Detail desain dari proses

bisnis tersebut, misalnya terkait dengan jenis dan struktur data, format formulir dan

element lainnya sebagai bagian dari mekanisme input-output akan diselesaikan selama

tahun 2010.

Sebagaimana telah disampaikan didepan, sejalan dengan framework ITIL v.3, akan

dilakukan pembahasan-pembahasan dengan stakeholder terkait untuk perbaikan draft modul

ini. Secara paralel, akan dilakukan piloting pada satker terpilih dan penyusunan IT yang

dikoordinir oleh Direktorat TP dan Direktorat SP. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa

ketika dilaksanakan pilot project Penerapan SPAN pada tahun 2011, sudah terdapat integrasi

yang memadai terkait proses bisnis, dukungan IT dan SDM dari satker-staker yang ikut

dalam pilot project dimaksud.

CRP 3: Standar Proses Bisnis  Satker idealnya 

dapat ditetapkan 

Akhir fase design: selambat‐lambatnya standar Proses Bisnis  

Satker sudahditetapkan 

Awal Fase piloting: standar Proses Bisnis  Satker dan aplikasi pendukung sudah 

ditetapkan 

Pengembangan dan finalisasi aplikasi 

software pendukung proses bisnis di 

Satker 

Johan Pandu Asa
Note
CRP 3: Standar Proses Bisnis Satker idealnya dapat ditetapkan
Johan Pandu Asa
Note
Akhir fase design: selambat-lambatnya standar Proses Bisnis Satker sudahditetapkan
Johan Pandu Asa
Note
Fase Design s.d. Test: Pengembangan dan finalisasi aplikasi software pendukung proses bisnis di Satker
Johan Pandu Asa
Note
Awal Fase piloting: standar Proses Bisnis Satker dan aplikasi pendukung sudah ditetapkan
Page 247: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP   239  

Daftar Pustaka A. Peraturan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, KPMK, Departemen Keuangan RI

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara / Lembaga

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/Jasa Pemerintah

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 91/PMK.06/2007 tentang bagan Akun Standar

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 73/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementrian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 105/PMK.02/2008 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara / Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2009

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 06/PMK.02/2009 tentang Tata Cara Perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Perubahan daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2009

Page 248: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP   240  

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-35/PB/2007 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Rekening Milik Kementrian Negara / Lembaga / Kantor / Satuan Kerja

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER 66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-02/PB/2006 tentang Penyampaian Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Kas (Cash Forecasting) Instansi / Satuan Kerja Pemerintah Pusat / Daerah

Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-38/PB/2008 tentang penyampaian Laporan Realisasi dan Perkiraan Belanja Kementrian Negara/Lembaga tahun Anggaran 2008

Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-297/PB/2007 tentang Standara Prosedur Operasi / SOP di lingkungan Ditjen Perbendaharaan

B. Literatur

BAB II

Moore, Mark. H. (1995), “Creating public value: Strategic management in government”, Harvard University Press

Moore, Mark. H. & Khagram, Sanjeev (2004), “On creating public value: What business might learn from government abaout strategic management” , A working paper for the Corporate Social Responsibility Initiative, March 2004, Working Paper No. 3

Moore, Mark H. (2006), “Recognizing public value: The challenge of measuring performance in government”, Lecture presented 9 November 2006

Andrew, M & Campos, J. E. (2003), “The management of public expenditure and its implications for service delivery”

Schick, Allen (1999), “A contemporary approach to public expenditure management”, World Bank Institute, Governance, Regulation and Finance Division

Hassim, A & Allan, B (2001), “Treasury Reference Model”, World Bank

Lienert, Ian (2008), “Cash management”, PFM Technical Guidance Note No. 5, IMF

ANAO (1999), “Cash management”, Auditor General, March 1999

Auditor General Victoria (2004), “Chief Finance Officer: Role and responsibility”, Good Practice Guide

FSIO (2009), “Standard business process”, Financial Management System: Standard business process for U. S. Agencies

UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, KPMK, Departemen Keuangan RI

Page 249: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP   241  

Hughes, Owen (2003), “Public Management and administration: An Introduction”, Palgrave, Maclmillan

Allison, G. T (1986), “Public and private management: Are they fundamentally alike in all unimportant respects”, in Lane, Frederick S, Current issues in public administration, 3rd edition, St Martin Press, New York

Frye, Douglas. W & Gulledge, Thomas R (2007), “End-to-end business process scenario”, Industrial Management & Data Systems, Vol. 107, No. 6, 2007. Pp. 749-761

Davenport, Thomas H & Short, James E (1990), “The new industrial engineering: Information technology and business process redesign”, Sloan Management Review No. 11, Summer 1990

Hammer, Michael (1990), “Reengineering work” Don’t automate, obliterate”, Harvard Business Review, July-August 1990

Grover, Varun & Malhotra, Manoj K (1996), “Business process reengineering: A tutorial on the concept, evaluation, method, technology and application”, Journal of Operation Management, No. 15. Pp 193-213

Bab III

Hunt, V.D. (1996), “Process mapping: How to reengineer your business processes”, John Wiley & Sons. Chapter 1 & 3.

Hammer, M & Champy, J. (1993), “Reengineering the corporation: A manifesto for

business revolution, HarperCollins, Newyork, NY”.

Paper, D.J., Rodger, J.A., & Pendharkar P.C. (2001), “A BPR case study at Honeywell”, Business Process Management Journal Vol 7 No. 2, pp. 85-99.

Radev, Dimitar & Khemani, Pokar (2007), “Commitment control”, PFM Technical

Guidance Note No. 3

Williams, Mike (2004), “Government cash management: Good and bad Practice”, August 2004

BAB IV

Manajemen DIPA

OECD (2001), “Managing Public Expenditure”, A reference book for transition countries, Ch. 7 The budget execution cycle, Government Finance”, Ed. Richard Allen & Daniel Tommasi

World Bank (2007), “Budgeting and Budgetary Institutions”, Public Sector Governance

and Accountability Series, Ed. Anwar Shah

SPAN “Request for Proposal; Technical Requirement”

Page 250: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP   242  

Manajemen Komitmen Radev, Dimitar & Khemani, Pokar (2007), “Commitment control”, PFM Technical

Guidance Note No. 3 SPAN “Request For Proposal, Technical Requirement”

OECD (2001), “Managing Public Expenditure”, A reference book for transition countries,

Ch. 7 The budget execution cycle, Government Finance”, Ed. Richard Allen & Daniel Tommasi

World Bank (2007), “Budgeting and Budgetary Institutions”, Public Sector Governance

and Accountability Series, Ed. Anwar Shah FSIO (2009), “Standard business process”, Financial Management System: Standard

business process for U. S. Agencies

Manajemen Pembayaran

Hashim, Ali & Moon, Allister J (2004), “Treasury diagnostic toolkit”, World Bank, Working

SPAN “Request For Proposal: Technical Requirement”

Pelaporan dan Pertanggungjawaban

OECD (2001), “Managing Public Expenditure”, A reference book for transition countries, Ch. 7 The budget execution cycle, Government Finance”, Ed. Richard Allen & Daniel Tommasi

IFAC Public Sector Committee (2002), “Transitions to accrual basis of accounting:

Guidance for government and government entities”, International Federations of Accountant, Study 14

Bahan Presentasi GPF-AIP (2009), dipresentasikan pada “Comparative Study of Treasury

System”, DTP, Ditjen Perbendaharaan, Jakarta, 2009

SPAN “Request For Proposal”

United Nations (1999), “Integrated Financial Management in Least Developed Countries”, Departement of Economic and Social Affair, Division for Public Economics and Public Administrations

Manajemen Kas

Williams, Mike (2004), “Government cash management: Good and bad Practice”, August 2004

ANAO (1999), “Cash management”, Auditor General, March 1999

World Bank (2007), “Budgeting and Budgetary Institutions”, Public Sector Governance

and Accountability Series, Ed. Anwar Shah

Page 251: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP   243  

Lienert, Ian (2009), “Modernizing cash management”, Technical Notes and Manuals,

Fiscal Affairs Departement, International Monetary Fund Sigma (2001), “Financial management and control of public agencies”, Sigma Papers No.

32, OECD Lienert, Ian & Chailloux, Alexandre (2009), “Government cash management during

financial market turmoil”, PFM Blog, dapat diakses di http://blog-pfm.imf.org/pfmblog/2009/12/government-cash-management-during-financial-market-turmoil.html

Auditor General Victoria (2004), “Chief Finance Officer: Role and responsibility”, Good

Practice Guide

SPAN “Request For Proposal: Technical Requirement”

Bab V

SPAN “Request for Proposal: Technical Requirement” Davenport, Thomas H & Short, James E (1990), “The new industrial engineering:

Information technology and business process redesign”, Sloan Management Review No. 11, Summer 1990

Hammer, Michael (1990), “Reengineering work” Don’t automate, obliterate”, Harvard Business Review, July-August 1990

Grover, Varun & Malhotra, Manoj K (1996), “Business process reengineering: A tutorial on the concept, evaluation, method, technology and application”, Journal of Operation Management, No. 15. Pp 193-213

Hesson, M (2007), “Business process reengineering in UAE public sector: A naturalization and residency case study”, Business Process Management Journal, Vol. 13, No. 5, 2007, pp. 707-727, Available on ProQuest

MacIntosh, R. (2003), ‘BPR: alive and well in the public sector’, International Journal of

Operation & Production Management, Vol. 23, No. 3, pp. 327-344. USAID (2008), “Integrated Financial Management Information System: A practical

guide”, USAID Campion, M. A., Mumford T.V, Morgeson, F.P., Nahrgang J.D. (2005), “Work redesign:

Eight obstacles and opportunities”, Human Resource Management, Winter 2005, Vil 44 No. 4 pp. 367-390

SPAN-“Project Initiation Report”, LG

Catatan: Untuk tujuan penulisan modul ini, penyusunan daftar pustaka tidak mengikuti tata cara urutan penyusunan referensi secara konvensional.

Page 252: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  244  

Dokumentasi Usulan

Dalam rangka penyusunan modul telah dimintakan tanggapan dan usulan dari unit

eselon II dilingkungan Ditjen Perbendaharaan (pusat dan daerah) melalui Surat Direktur

Jenderal Perbendaharaan No. 1289/PB/2009 tanggal 12 Maret 2009 dan No. 2510/PB/2009

tanggal 1 Mei 2009. Berikut ini dokumentasi atas ringkasan tanggapan dan usulan dari pihak-

pihak sebagaimana tersebut diatas.

A. Konfirmasi hasil identifikasi atas permasalahan saat ini dan usulan perbaikan:

1. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi Nusa Tenggara Barat

a. RKA-KL yang diusulkan tidak sesuai dengan SAPSK.

b. Perihal terjadinya usulan revisi DIPA di awal tahun anggaran.

c. Belum adanya pejabat perbendaharaan untuk DIPA Tugas Perbantuan.

d. Perlunya mengefektifkan format dan informasi dalam DIPA (hal.3) untuk keperluan

perencanaan kas.

2. Kanwil Ditjen Perbendaharaan XXVII Manado

a. perlunya informasi tentang perikatan/komitmen yang dibuat satker untuk mendukung

perencanaan arus kas yang meyertai pelunasan sebuah komitmen

b. perlu mencari alternatif untuk pemberian uang muka kerja melalui UP/TUP untuk

mengurangi idle cash

c. Menyederhnakan kelengkapan pencairan dana ke KPPN (misalnya cukup

melampirkan SPM dan SKTJM), [sepanjang masih sesuai dengan konsep dasar dan

ketentuan perundangan yang berlaku]

d. Perlunya mengoptimalkan halaman III DIPA untuk perencanaan penarikan dana, yang

didukung formula dan pedoman bagi satker untuk melakukan perencanaan

penyerapan anggaran yang realistis

e. Pemahaman atas proses akuntansi dan tidak mengandalkan aplikasi, untuk

mendukung kemampuan analisa dalam penyusunan laporan keuangan

f. Kondisi geografis yang berpengaruh pada kemampuan jaringan IT dalam

penyebaran/pengumpulan informasi.

3. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Jambi

a. Kelancaran proses penyusunan dan pengesahan dokumen anggaran berpengaruh pada

penyerapan anggaran, sehingga perlu beberapa upaya diantaranya penentuan pejabat

perbendaharaan dilakukan sebelum tahun anggaran berjalan

Page 253: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  245  

b. Perlunya data terkait dengan perikatan yang dibuat satker untuk di input sebagai salah

satu input untuk manajemen kas

c. Jangka waktu penyelesaian SPP menjadi SPM perlu di atur untuk mendukung

penyerapan

d. Jangka waktu penyaluran dana dari bank ke rekening yang berhak perlu di atur

e. Meninjau kembali PMK 73/PMK.05/2008 terkait dengan pemberian UP agar lebih

selektif, serta dipertimbangkan agar akun untuk UP cukup satu saja, tidak perlu

dibedakan antara PNBP dan RM

f. Revitalisasi penatausahaan dan pelaporan PNBP oleh Ditjen Perbendaharaan

g. Penihilan di akhir hari kerja pada rekening bendahara instansi di akhir hari kerja, dan

diisi kembali sesuai saldo yang ada keesokan harinya.

4. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatra Utara

a. Perlunya data/informasi tentang komitmen yang dibuat Satker sebagai salah satu input

untuk perencanaan kas

b. Pengintegrasian data dan informasi dalam halaman III DIPA untuk perencanaan kas.

c. Perlu dikaji upaya mengurangi ketergantungan terhadap perbankan dalam hal

pencairan dana, misalnya dengan menerapkan mobile banking di Seksi Bendum di

mana Kasi Bendum memiliki otorisasi untuk secara langsung memindahkan dana ke

rekening pihak ke-tiga [bagaimana dengan hilangnya mekanisme kontrol di bank?

Apakah program IT yang ada cukup bisa diandalkan dan aman? Bagaimana jika

terjadi error [as variance to fraud]? Perlu dikaji kembali]

d. Penyempurnaan integrasi aplikasi untuk keperluan rekonsiliasi

e. Perlu media elektronik yang handal untuk sarana rujukan terhadap ketentuan terkait

pelaksanaan tugas perbendaharaan

f. Pengaturan jangka waktu untuk penerbitan SPP menjadi SPM

5. Direktorat Pengelolaan Kas Negara

a. Standard biaya umum yang ada masih berbasis input dan belum sepenuhnya

mendukung rencana penerapan PBB

b. Integrasi antara alikasi RKA/KL, SPM dan SAKPA untuk mendukung PBB

c. Bagan Akun Standard agar lebih sederhana

d. Perlunya SOP dalam mekanisme pengelolaan APBN di Satker, yang mengatur cycle

time dan clarity of role dari pejabat perbendaharaan

Page 254: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  246  

e. Revitalisasi fungsi halaman III DIPA agar dapat menjadi rencana penarikan yang

realistis, misalnya dengan menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan dan rencana

penarikan dana sejak penyusunan RKA/KL.

f. Laporan Pertanggungjawaban Bendaharawan agar merupakan bagian dari laporan

keuangan pemerintah. Diusulkan agar LPJ ini direkonsiliasi dengan data/informasi

akuntansi secara berjenjang hingga ke kantor pusat KL dan Ditjen Perbendaharaan

agar dapat dijadikan laporan manajerial (managerial report) yang baik dan

mendukung kualitas laporan akuntansi pemerintah (accountability report).

B. Ringkasan Tanggapan sebagai bahan penyempurnaan/revisi Bab I:

1. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi Nusa Tenggara Barat

Perlu memasukkan peran Kanwil Ditjen Perbendaharaan ke dalam identifikasi koneksitas

proses bisnis.

2. Kanwil Ditjen Perbendaharaan XXVII Manado

Teknologi informasi dan aplikasi dalam siklus APBN masih sangat terfragmentasi (tingkat

integrasinya rendah) sehingga tidak dapat mendukung mekanisme saling uji (check

balance), saling kontrol dan saling melengkapi.

3. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Jambi

a. Perlu dikaji landasan hukum khususnya dalam hal kepentingan perbendaharaan untuk

memperoleh informasi tentang sisa dana secara online (dalam hal manajemen

komitmen) pada khususnya dan untuk penyempurnaan proses bisnis di Satker pada

umumnya.

b. Perlu dilakukan identifikasi dan kajian atas peran Kanwil Ditjen Perbendaharaan

dalam penyempurnaan proses bisnis di Satker.

4. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Medan

a. Pelu dikaji perlunya ketentuan/landasan hukum yang mengatur hubungan dan kaitan

proses bisnis antara BUN dengan Kementrian/Lembaga, misalnya dalam bentuk

PMK.

b. Penyempurnaan proses bisnis di Satker agar dilakukan secara hati-hati agar tidak

kontra produktif, mengutamakan solusi bukan sanksi

5. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Yogyakarta [Bapak. Iskandar]

a. Perlunya penggunaan istilah yang berkaitan dengan perbendaharaan negara secara taat

asas.

Page 255: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  247  

b. Revisi judul menjadi “Koneksitas Proses Bisnis Perbendaharaan pada Bendahara

Umum Negara dengan Satker selaku Pelaksana Pengguna Anggaran “

6. Direktorat Pengelolaan Kas Negara

a. Manajemen Kas yang dijalankan oleh Ditjen PBN mencakup, payment management

dan liquidity management. Peran Satker sebagai Customer dan user dalam payment

management dan DJPBN sebagai Regulator.

b. Peran satker sebagai counterpart dalam liquidity management, terkait dengan

perencanaan kas.

7. Direktorat Sistem Perbendaharaan (Bapak Budisan)

a. Penyusunan relationship matriks tidak konsisten antara siklus APBN, rencana

pengembangan SPAN dan Treasury Reference Model; Tanggapan: Untuk lebih

memudahkan pemahaman, relationship matriks atas dasar siklus APBN dan rencana

pengembangan SPAN akan digambarkan secara terpisah.

b. Pengggunaan istilah yang lebih hati-hati agar tidak menggunakan istilah yang berbeda

untuk hal yang sama.

c. Pembahasan untuk IT agar terpisah dari proses bisnis, misalnya dibahas dalam Bab I.3

d. Penulisan judul dan sub-judul pada halaman 8 s.d. 13 secara lebih konsisten

e. Perubahan Judul Bab I menjadi Pendahuluan.

C. Tanggapan atas beberapa masukan/usulan perihal kekurangan dan

ketidaklengkapan dalam pembahasan BAB I

1. Direktorat PKN:

Modul koneksitas yang disusun kurang lengkap karena belum memasukkan aset dan liability

management:

Tanggapan: Modul ini hanya berfokus pada koneksitas proses bisnis dengan Satker terutama

terkait dengan tahapan dalam siklus APBN yang secara difokuskan lagi pada

siklus sejak pelaksanaan anggaran. Mengingat ruang lingkup yang luas dan

tingkat pembahasan yang cukup mendalam/rumit, pembahasan terkait dengan

investasi, dan asset liability management direncanakan akan disusun dalam

modul terpisah.

2. Direktorat Sistem Perbendaharaan (Bapak Budisan)

a. Agar dipertegas ruang lingkup dan cakupan koneksitas yang akan dibahas dalam modul

Page 256: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  248  

Tanggapan: Ruang lingkup yang dibahas dalam modul ini akan mengikuti metode yang

lazim digunakan dalam aktivitas Penyempurnaan Proses Bisnis (Business

Process Improvement-BPI). Metode BPI lazimnya membahas proses bisnis

dan IT secara bersama-sama. Salah satu referensi yang menurut kami cukup

ideal adalah model penyempurnaan proses bisnis yang ada dalam Frye &

Gulledge (2007), yang gambar/kerangkanya kami gunakan dalam penulisan

BAB II. Namun demikian, unsur IT yang dibahas nantinya hanya secara

umum dengan mempelajari key media input/output (input-output utama dari

sebuah proses atau sub-proses) yang bermanfaat dalam menentukan tingkat

integrasi atau fragmentasi dari sistem informasi yang ada. Oleh karena itu,

pembahasan dalam modul ini tidak membahas secara mendalam program

aplikasi/software, yang diharapkan akan dibahas lebih jauh secara terpisah.

Ruang lingkup proses bisnis nantinya akan mengikuti hasil identifikasi akhir

dalam relationship matrix sebagaimana dapat dilihat di BAB I. Dengan

demikian sistem akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban idealnya akan

termasuk dalam ruang lingkup koneksitas proses bisnis.

b. Koneksitas proses bisnis dalam relationship matriks berbeda dengan best practice dalam

Treasury Reference Model.

Tanggapan: Relationship matrix dibuat dan disusun dengan mengacu pada rencana

pengembangan SPAN dan menggunakan istilah yang digunakan dalam

modul/fungsi keuangan dalam SPAN (misalnya: management DIPA).

Menurut hemat kami, fungsi-fungsi keuangan dalam SPAN tetap merujuk

pada model best practice pada TRM, namun sudah mempertimbangkan

kondisi dan praktek yang ada di Indonesia.

c. Tidak ada pembahasan mengenai receipt management, terutama mengingat pentingnya

MPN

Tanggapan: Mengingat kompleksitasnya dan permasalahan yang cukup rumit,

pembahasan terkait MPN dilakukan dalam pembahasan tersendiri. Saat ini

telah dibentuk tim kerja untuk penyempurnaan MPN dan tengah menyiapkan

modul serupa dengan modul koneksitas proses bisnis Satker.

d. Penulisan ringkasan dan latar belakang agar dipisah.

Tanggapan: Isi BAB I adalah ringkasan penulisan yang juga menjelaskan kilasan

/overview dari kondisi saat ini yang melatar belakangi penulisan modul ini

Page 257: Modul Satker Complete

Subdit TPBE, DTP  249  

D. Usulan Lainnya

Usulan lain terutama berkaitan dengan Surat S-2510/PB/2009 tanggal 1 Mei

diantaranya diterima dari (permintaan tanggapan ditujukan untuk Bab II (visi, misi) dan bab

III (current state assesment) namun banyak yang memberikan masukan terkait dengan bab I

Pendahuluan):

a. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kalimantan Timur: Sependapat dengan inisiatif

penyusunan Modul Satker.

b. Kanwil XXVII Manado: Materi usulan sebagaimana disarikan pada huruf A sampai

dengan D tersebut diatas.

c. Direktorat PK BLU: terdapat keterkaitan antara Ditjen Perbendaharaan, Ditjen

Anggaran dan Satker. Koneksitas Ditjen Anggaran dan Satker sangat mempengaruhi

kinerja Ditjen Perbendaharaan contoh dalam mekanisme revisi DIPA.

d. Kanwil Propinsi Riau: Menekankan pentingnya aspek “mewujudkan pelayanan publik

yang profesional” dalam penyelenggaraan keuangan negara.

e. Kanwil Nusa Tenggara Barat: Detail dokumen yang terkait dengan proses bisnis

termasuk didalamnya pembahasan terkait akuntansi barang milik negara.

f. Direktorat Sistem Perbendaharaan: Koreksi typo dan substansi pengawasan atas

keterlambatan pemrosesan SPM di KPPN.