modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

45
MODUL 1 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Sebagian perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seseorang merupakan bagian dari pertumbuhan dan perkembangannya, sedangkan sebagian lagi dari perubahan-perubahan itu tidak ada kaitannya sama sekali. Seifert dan Haffnung membendakan tiga tipe (domain) perkembangan yaitu: Perkembangan fisik mencakup pertumbuhan biologis. Misalnya, pertumbuhan otak, otot, tulang serta penuaan dengan berkurangnya ketajaman pandangan mata dan berkurangnya kekuatan otot-otot. Perkembangan kognitif mencakup perubahan-perubahan dalam berpikir, kemampuan berbahasa yang terjadi melalui proses belajar. Perkembangan psikososial berkaitan dengan perubahan-perubahan emosi dan identitas pribadi individu, yaitu bagaimana seseorang berhubungan dengan keluarga, teman-teman dan guru-gurunya. Ketiga domain tersebut pada kenyataannya saling berhubungan dan saling berpengaruh. Sejak tahun 1980-an semakin diakui pengaruh keturunan terhadap perbedaan individu. Menurut Santrok (1992) semua aspek dalam perkembangan dipengaruhi oleh faktor genetik. Aspek-aspek yang paling banyak diteliti sehubungan dengan pengaruh genetik ini ialah kecerdasan dan temperamen. Arthur Jensen (1969) melontarkan pendapatnya bahwa kecerdasan itu diwariskan, dengan pengaruh yang sangat minimal dari lingkungan dan budaya. Menurut Jensen pengaruh keturunan terhadap kecerdasan sebesar 80 persen, sedangkan menurut ahli lain sebesar 50 persen. Temperamen adalah gaya perilaku atau karakteristik dalam merespons lingkungan. Ada bayi yang sangat aktif dengan menggerak-gerakan tangan, kaki dan mulutnya dengan keras, ada pula yang lebih tentang. Ada bayi yang merespons orang lain dengan hangat, ada pula yang pasif dan acuh tidak acuh. Menurut Thomas & Chess (1991) ada tiga dasar temperamen yaitu yang mudah, yang sulit dan yang lambat untuk dibangkitkan. Beberapa ahli perkembangan berpendapat bahwa temperamen adalah karakteristik bayi yang baru lahir yang akan dibentuk dan dimodifikasi oleh pengalaman-pengalaman masa kecil yang ditemui dalam lingkungannya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat interaksi antara keturunan dan lingkungan dalam terjadinya perkembangan.

Transcript of modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

Page 1: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

MODUL 1PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK

Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Sebagian perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seseorang merupakan bagian dari pertumbuhan dan perkembangannya, sedangkan sebagian lagi dari perubahan-perubahan itu tidak ada kaitannya sama sekali.

Seifert dan Haffnung membendakan tiga tipe (domain) perkembangan yaitu:

Perkembangan fisik mencakup pertumbuhan biologis. Misalnya, pertumbuhan otak, otot, tulang serta penuaan dengan berkurangnya ketajaman pandangan mata dan berkurangnya kekuatan otot-otot.

Perkembangan kognitif mencakup perubahan-perubahan dalam berpikir, kemampuan berbahasa yang terjadi melalui proses belajar.

Perkembangan psikososial berkaitan dengan perubahan-perubahan emosi dan identitas pribadi individu, yaitu bagaimana seseorang berhubungan dengan keluarga, teman-teman dan guru-gurunya. Ketiga domain tersebut pada kenyataannya saling berhubungan dan saling berpengaruh.

Sejak tahun 1980-an semakin diakui pengaruh keturunan terhadap perbedaan individu. Menurut Santrok (1992) semua aspek dalam perkembangan dipengaruhi oleh faktor genetik. Aspek-aspek yang paling banyak diteliti sehubungan dengan pengaruh genetik ini ialah kecerdasan dan temperamen.

Arthur Jensen (1969) melontarkan pendapatnya bahwa kecerdasan itu diwariskan, dengan pengaruh yang sangat minimal dari lingkungan dan budaya. Menurut Jensen pengaruh keturunan terhadap kecerdasan sebesar 80 persen, sedangkan menurut ahli lain sebesar 50 persen.

Temperamen adalah gaya perilaku atau karakteristik dalam merespons lingkungan. Ada bayi yang sangat aktif dengan menggerak-gerakan tangan, kaki dan mulutnya dengan keras, ada pula yang lebih tentang. Ada bayi yang merespons orang lain dengan hangat, ada pula yang pasif dan acuh tidak acuh.

Menurut Thomas & Chess (1991) ada tiga dasar temperamen yaitu yang mudah, yang sulit dan yang lambat untuk dibangkitkan. Beberapa ahli perkembangan berpendapat bahwa temperamen adalah karakteristik bayi yang baru lahir yang akan dibentuk dan dimodifikasi oleh pengalaman-pengalaman masa kecil yang ditemui dalam lingkungannya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat interaksi antara keturunan dan lingkungan dalam terjadinya perkembangan.

Menurut Santrok dan Yussen (1992) perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang dimulai sejak saat pembuahan dan berlangsung terus selama siklus kehidupan. Pola gerakan ini kompleks dan merupakan produk dari beberapa proses yaitu: biologis, kognitif dan sosial.

Pembagian waktu dalam perkembangan disebut fase-fase perkembangan. Santrok dan Yussen membaginya atas lima fase yaitu: fase pranatal (saat dalam kandungan); fase bayi (sejak lahir sampai umur 18 atau 24 bulan), fase kanak-kanak awal sampai umur 5 - 6 tahun, kadang-kadang disebut fase pra sekolah; fase kanak-kanak tengah dan akhir, sampai umur 11 tahun, sama dengan usia sekolah dasar terakhir fase remaja yang merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal, antara umur 10/13 sampai 18/22 tahun.

Erik H. Erikson yang melahirkan teori perkembangan afektif mengemukakan bahwa perkembangan manusia adalah sintesis dari tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Perkembangan afektif menurut Erikon terdiri dari delapan fase:

1. Trust vs, Mistrust/kepercayaan dasar (0;0 - 1;0) 2. Autonomy vs. Shame and Doubt/otonomi (1;0 - 3;0) 3. Initiative vs. Guilt/inisiatif (3;0 - 5;0) 4. Industry vs. Inferiority/produktivitas (5;0 - 11;0)

Page 2: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

5. Identity vs. Role Confusion/identitas(12;0 - 18;0) 6. Intimacy vs. Isolation/keakraban (19;0 - 25;0) 7. Generativiy vs. Self Absorption/generasi berikut (2;5 - 45;0) 8. Integrity vs. Despair/integritas (45;0 ...)

Jean Piaget membagi perkembangan kognitif atas empat fase:

1. Sensor motorik (0;0 - 2;0) 2. Pra operasional (2;0 - 7;0) 3. Operasional konkret (7;0 - 11;0) 4. Operasional formal (11;0 - 15;0)

Robert J. Havighurst mengemukakan bahwa pada usia-usia tertentu seseorang harus mampu melakukan tugas-tugas perkembangan. Kemampuan merupakan keberhasilan yang memberikan kebahagiaan serta memberi jalan bagi tugas-tugas berikutnya, dan terdiri dari tugas perkembangan;

1. Masa kanak-kanak (usia bayi dan usia TK) 2. Masa anak (usia SD) 3. Masa remaja 4. Masa dewasa awal 5. Masa setengah baya 6. Masa tua

Menurut Havighurst setiap tahap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek-aspek lainnya, yaitu fisik, psikis, emosional, moral dan sosial.

Hukum-Hukum Perkembangan

Dalam perkembangan manusia terdapat hukum-hukum yang diperoleh melalui penelitian, kajian teori dan praktek. Carol Gestwicki (1995) mengemukakan bahwa:

1. Dalam perkembangan terdapat urutan yang dapat diramalkan. 2. Perkembangan pada suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan berikutnya. 3. Dalam perkembangan terdapat waktu-waktu yang optimal. 4. Perkembangan itu maju berkelanjutan dan semua aspek-aspeknya merupakan kesatuan

yang saling mempengaruhi. 5. Perkembangan itu maju berkelanjutan dan semua aspek-aspeknya merupakan kesatuan

yang saling mempengaruhi. 6. Setiap individu berkembang sesuai dengan waktunya masing-masing. 7. Perkembangan berlangsung dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang umum

kepada yang khusus.

Menurut Sutterly Donnely (1973) terhadap 10 prinsip dasar pertumbuhan.

1. Pertumbuhan adalah kompleks, semua aspek-aspeknya berhubungan sangat erat. 2. Pertumbuhan mencakup hal-hal kuantitatif dan kualitatif. 3. Pertumbuhan adalah proses yang berkesinambungan dan terjadi secara teratur. 4. Pada pertumbuhan dan perkembangan terdapat keteraturan arah. 5. Tempo pertumbuhan tiap anak tidak sama. 6. Aspek-aspek berbeda dari pertumbuhan, berkembang pada waktu dan kecepatan berbeda. 7. Kecepatan dan pola pertumbuhan dapat dimodifikasikan oleh faktor intrinsik dan

ekstrinsik. 8. Pada pertumbuhan dan perkembangan terdapat masa-masa krisis. 9. Pada suatu organisme akan kecenderungan untuk mencapai potensi perkembangan yang

maksimum. 10. Setiap individu tumbuh dengan caranya sendiri yang unik.

Belajar adalah perubahan perilaku sebagai fungsi pengalaman. Di dalamnya tercakup perubahan-perubahan afektif, motorik dan kognitif yang tidak dihasilkan oleh sebab-sebab lain.

Page 3: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

Albert Bandura (1969) menjelaskan sistem pengendalian perilaku Belajar adalah perubahan perilaku sebagai fungsi pengalaman. Didalamnya tercakup perubahan-perubahan afektif, motorik dan kognitif yang tidak dihasilkan oleh sebab-sebab lain.

Albert Bandura (1969) menjelaskan sistem pengendalian perilaku. Stimulus control. Perilaku yang muncul di bawah pengendalian stimulus eksternal, seperti bersin, bernafas dan mengedipkan mata. Outcome control. Perilaku yang dilakukan untuk mencapai hasilnya, berorientasi pada hasil yang akan dicapai. Symbolic control. Perilaku yang diarahkan oleh kata-kata yang dirumuskan, atau diarahkan oleh antisipasi yang diimajinasikan dari hasil yang akan dicapai.

Beberapa ide umum tentang pengalaman belajar:

1. Keterlibatan dalam pengalaman belajar mempunyai pengaruh penting terhadap pembelajaran.

2. Suasana yang bebas dan penuh kepercayaan akan menunjang kehendak peserta didik untuk mau melaksanakan tugas sekalipun mengandung risiko.

3. Strategi yang mendalam dapat dipergunakan namun pengaruh penting terhadap beberapa aspek, seperti; usia, kematangan, kepercayaan dan penghargaan terhadap orang lain.

4. Pada umumnya pembelajaran berpengaruh kepada hal-hal khusus seperti menghargai orang lain dan bersikap hati-hati kepada yang baru dikenal.

5. Terdapat banyak pengaruh yang dapat dipelajari melalui model (orang tua dan guru) sedang peserta didik berusaha menirunya.

Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah dalam situasi-situasi antara pribadi. Kepada guru diharapkan untuk menyadari bahwa setiap orang mempunyai cara yang tertentu untuk mempelajari informasi baru agar tercapai semaksimum mungkin. Pengalaman belajar seseorang sangat erat kaitannya dengan gaya belajar, cara belajarnya, yang dipengaruhi oleh berbagai variabel, yaitu faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan.

Pada awal pengalaman belajar, langkah pertama yang perlu dilakukan ialah mengenali modalitas kita masing-masing yaitu bagaimana menyerap informasi dengan mudah. Apakah modalitas kita visual, yaitu belajar melalui apa yang dilihat, apakah auditorial yaitu belajar melalui apa yang didengar, apakah kinestetik, yaitu belajar melalui gerak dan sentuhan.

Dalam mengajar, guru hendaknya mampu mengomunikasikan materi dan menyampaikan informasi dengan menggunakan berbagai metode mengajar agar setiap anak dapat menyerap dan memahaminya untuk kemudian digunakan pada saat diperlukan. Hal ini hanya dapat dicapai bila guru mengetahui karakteristik murid-muridnya yang visual, yang auditorial maupun yang kinestik.

Konsepsi pengajaran tradisional yang mementingkan perkembangan intelektual kemudian berubah. Sekolah yang modern lebih memperhatikan seluruh pribadi anak itu, baik mengenai segi emosi, sosial, jasmani maupun segi intelektualnya. Sekolah berusaha dengan sengaja mengembangkan semua aspek pribadi anak dengan memberikan bahan pelajaran yang sesuai dan dengan cara penyampaian yang bervariasi.

Sebenarnya pribadi anak itu tidak dapat dipecah-pecah beberapa bagian yang terpisah-pisah. Dalam segala tindakannya manusia itu bersikap sebagai suatu keseluruhan yang utuh.

MODUL 2KARAKTERISTIK ANAK USIA SD

Pertumbuhan Fisik atau Jasmani

1. Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain, sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anak-anak berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang

Page 4: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

menyolok. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-lain.

2. Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak.

3. Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik anak. Anak yang kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita kegemukan atau kelebihan berat badan yang dapat mengganggu gerak dan kesehatan anak.

4. Orang tua harus selalu memperhatikan berbagai macam penyakit yang sering kali diderita anak, misalnya bertalian dengan kesehatan penglihatan (mata), gigi, panas, dan lain-lain. Oleh karena itu orang tua selalu memperhatikan kebutuhan utama anak, antara lain kebutuhan gizi, kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari sekalipun sederhana.

Perkembangan Intelektual dan Emosional

1. Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam berkomunikasi dengan teman-temannya.

2. Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan jenis kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan perkembangan emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan bangsa.

3. Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi keseimbangan emosional anak.

4. Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan emosional anak.

5. Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh orang tua dan anak, biasanya orang tua berkonsultasi dengan para ahli, misalnya dokter anak, psikiatri, psikolog dan sebagainya. Dengan berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat melakukan pembinaan anak dengan sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang dapat merugikan bahkan memperlambat perkembangan mental dan emosional anak.

6. Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran orang tua, keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang sering kali timbul. Sedangkan dari pihak orang tua yang menyebabkan stres pada anak biasanya kurang perhatian orang tua, sering kali mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak disuruh melakukan sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang bersifat positif selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam masyarakat.

Perkembangan Bahasa

Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 - 5 bulan. Orang tua yang bijak selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang sederhana sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa. Oleh karena itu bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya.

Fungsi dan tujuan berbicara antara lain: (a) sebagai pemuas kebutuhan, (b) sebagai alat untuk menarik orang lain, (c) sebagai alat untuk membina hubungan sosial, (d) sebagai alat untuk

Page 5: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

mengevaluasi diri sendiri, (e) untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain, (f) untuk mempengaruhi perilaku orang lain.

Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal. Yaitu: (a) kematangan alat berbicara, (b) kesiapan mental, (c) adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak, (d) kesempatan berlatih, (e) motivasi untuk belajar dan berlatih dan (f) bimbingan dari orang tua.

Di samping adanya berbagai dukungan tersebut juga terdapat gangguan perkembangan berbicara bagi anak, yaitu: (a) anak cengeng, (b) anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.

Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap

1. Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak, mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan memberikan penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau berperilaku yang positif.

2. Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada anak, yaitu yang berupa materiil dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan maksud agar pada kemudian hari anak berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam masyarakat luas.

3. Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: (a) memiliki nilai pendidikan, (b) memberikan motivasi kepada anak, (c) memperkuat perilaku dan (d) memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.

4. Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah: (a) fungsi restruktif, (b) fungsi pendidikan, (c) sebagai penguat motivasi.

5. Syarat pemberian hukuman adalah: (a) segera diberikan, (b) konsisten, (c) konstruktif, (d) impresional artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak melainkan kepada perbuatannya, (e) harus disertai alasan, (f) sebagai alat kontrol diri, (g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.

MODUL 3PERBEDAAN INDIVIDUAL DAN JENIS KEBUTUHAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Perbedaan Individual Anak Usia SD

1. Perbedaan individual seorang anak akan terjadi pada setiap aspek perkembangan anak itu. Aspek perkembangan tersebut di antaranya adalah pada aspek perkembangan fisik, intelektual, moral, maupun aspek kemampuan.

2. Perbedaan pada aspek perkembangan fisik jelas terlihat dari perbedaan bentuk, berat, dan tinggi badan. Selain itu, perbedaan fisik juga dapat diidentifikasi dari segi kesehatan anak. Sedangkan perbedaan pada aspek perkembangan intelektual dapat dilihat sejalan dengan tahapan usia, kemampuan anak pun meningkat. Namun demikian, karena pengaruh berbagai faktor, kemampuan di antara anak-anak tersebut bisa berbeda. Misalnya, si A pada usia 7 tahun sudah bisa membuat suatu karangan yang bersifat aplikasi dari suatu konsep, tetapi si B pada usia yang sama belum bisa melakukan hal yang dilakukan A.

3. Piaget dan Kohlberg masing-masing mempunyai pandangan tersendiri tentang perbedaan pada aspek perkembangan moral. Piaget mempunyai pandangan bahwa moralitas berkembang pada 2 tahap utama, yaitu tahap hambatan moralitas dan moralitas kerja sama sedangkan Kohlberg melukiskan 3 tingkatan alasan moral, yaitu pra-conventional morality, conventional morality dan post-conventional morality.

4. Perbedaan kemampuan seorang anak bisa mencakup perbedaan dalam berkomunikasi, bersosialisasi atau perbedaan kemampuan kognitif. Faktor yang menonjol dalam membentuk kemampuan kognitif adalah faktor pembentukan lingkungan alamiah dan yang dibuat.

Jenis-Jenis Kebutuhan Anak Usia SD

Page 6: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

1. Istilah "kebutuhan", "dorongan", atau "motif" pada kehidupan sehari-hari sering digunakan secara bergantian. Namun demikian, secara konsep ada perbedaan di antaranya. Kebutuhan lebih mengacu pada keadaan di mana seseorang terdorong melakukan sesuatu karena adanya kekurangan pada jaringan-jaringan di dalam dirinya yang lebih bersifat fisiologis. Sedangkan dorongan atau motif merupakan kebutuhan tingkat tinggi yang bersifat psikologis.

2. Banyak ahli di bidangnya melakukan penggolongan terhadap aspek-aspek kebutuhan, dan pada umumnya bisa dikatakan sama intinya. Cole dan Bruce (1959) membagi kebutuhan menjadi 2 golongan yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Sedangkan A. Maslow (1954) membagi kebutuhan menjadi 7 tingkatan atau jenjang dari yang mendasar hingga kebutuhan yang paling kompleks.

3. Dalam kaitannya dengan perbedaan individu pada anak usia SD, digunakan penggolongan kebutuhan oleh Lindgren (1980) berupa 4 tingkatan kebutuhan yaitu kebutuhan jasmaniah, perhatian, dan kasih sayang, kebutuhan untuk memiliki dan aktualisasi diri.

4. Hurlock (1978) menyatakan bahwa dalam pemenuhan beberapa kebutuhan anak, disiplin dapat digunakan. Sedangkan DeCecco dan Grawford (1974) mengajukan 4 sikap guru dalam memberikan dan meningkatkan motivasi siswa.

MODUL 4PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH MENENGAH

Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah Menengah

Ada beberapa butir penting yang dipaparkan dari Kegiatan Belajar 1 ini, yaitu:

1. Perkembangan fisik pada siswa usia sekolah menengah ditandai dengan adanya perubahan bentuk, berat, dan tinggi badan. Selain hal itu, perkembangan fisik pada usia ini ditandai pula dengan munculnya ciri-ciri kelamin primer dan sekunder. Hormon testoterone dan estrogen juga turut mempengaruhi perkembangan fisik.

2. Perkembangan intelektual siswa SLTP ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir formal operasional. Selain itu, kemampuan mengingat dan memproses informasi cukup kuat berkembang pada usia ini

3. Perkembangan pemikiran sosial dan moralitas nampak pada sikap berkurangnya egosentrisme. Siswa SLTP dan SMU juga telah mempunyai pemikiran politik dan keyakinan yang lebih rasional.

4. Terdapat berbagai mazhab atau aliran dalam pendidikan yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Di antaranya adalah aliran nativisme, empirisme, dan konvergensi.

5. Papalia dan Olds (1992:7-8) menyebutkan faktor internal dan eksternal yang telah memberi pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Urie Bronfenbrenner menyatakan ada 4 tingkatan pengaruh lingkungan seperti, sistem mikro, meso dan exo yang membentuk pribadi anak. Sedangkan pandangan konvensional menyatakan bahwa ada 3 faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan siswa SLTP dan SMU, yaitu pembawaan, lingkungan dan waktu.

Perbedaan Individu dan Kebutuhan Anak Usia Sekolah Menengah

1. Secara garis besar, perbedaan individu dikategorikan menjadi 2, yaitu perbedaan secara fisik, dan psikis. Perbedaan secara psikis meliputi perbedaan dalam tingkat intelektualitas, kepribadian, minat, sikap dan kebiasaan belajar.

2. Dalam pandangan yang lain, perbedaan individual siswa sekolah menengah dibedakan berdasarkan perbedaan dalam kemampuan potensial dan kemampuan nyata. Kemampuan nyata dapat disebut sebagai prestasi belajar.

3. Indikator perilaku intelegen menurut Witherington antara lain: a. Kemudahan dalam menggunakan bilangan. b. Efisiensi dalam berbahasa. c. Kecepatan dalam pengamatan. d. Kemudahan dalam mengingat.

Page 7: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

e. Kemudahan dalam memahami hubungan. f. Imajinasi.

4. Gage dan Berlinier (1984:165) mempunyai pandangan tentang kepribadian sebagai berikut. Personality is the integration of all of persons traits abilities, motives as well as his or her temperament, attitudes, opinios, beliefs, emotional responses, cognitive styles, characters and morals.

5. Menurut Murray, kebutuhan individu dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu viscerogenic dan psychogenic. Kemudian kebutuhan psychogenic dibagi lagi menjadi 20 kebutuhan.

6. Kebutuhan yang cenderung dominan pada siswa sekolah menengah berdasarkan 20 kebutuhan menurut konsep Murray, adalah seperti ini:

a. Need for affiliation b. Need for aggression c. Autonomy needs d. Conteraction e. Need for dominance f. Exhibition g. Sex.

MODUL 5PERKEMBANGAN ORANG DEWASA

Karakteristik Perkembangan Orang Dewasa

Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda terhadap materi yang telah Anda pelajari, bacalah rangkuman berikut ini.

1. Perkembangan fungsi aspek-aspek fisik orang dewasa terus berjalan sesuai dengan jenis pekerjaan, pendidikan dan latihan serta hobi-hobi aktivitas fisik. Usia dewasa merupakan usia yang secara fisik sangat sehat, kuat, dan cekatan dengan tenaga yang cukup besar. Kekuatan dan kesehatan ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi, kebiasaan hidup, kebiasaan makan, dan pemeliharaan kesehatan.

2. Kualitas kemampuan berpikir kelompok dewasa muda terus berkembang lebih meluas atau komprehensif dan mendalam. Perkembangan ini tergantung pada pengetahuan dan informasi yang dikuasai. Semakin tinggi dan luas ilmu pengetahuan, dan informasi yang dimiliki, semakin tinggi kualitas kemampuan berpikir.

3. Pada masa dewasa, berlangsung pengalaman moral. Melalui pengalaman moral, orang dewasa mengubah pemikiran-pemikiran moral menjadi perbuatan moral.

4. Bekerja untuk pengembangan karier merupakan tuntutan dan karakteristik utama dari masa dewasa.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Orang Dewasa

Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda terhadap materi yang dibahas kegiatan belajar ini, bacalah rangkuman berikut ini.

1. Menurut aliran nativisme, perkembangan orang dewasa ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir (pembawaan/hereditas).

2. Aliran empirisme, berpendapat bahwa perkembangan orang dewasa semata-mata tergantung pada faktor lingkungan.

3. Aliran konvergensi menyatakan bahwa perkembangan orang dewasa ditentukan oleh faktor pembawaan dan lingkungan.

4. Faktor-faktor yang mempermudah perkembangan orang dewasa adalah kekuatan fisik, kemampuan motorik, kemampuan mental, motivasi untuk berkembang, dan model peran.

Perbedaan individual Orang Dewasa

Page 8: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

Untuk meningkatkan pemahaman Anda terhadap materi yang disajikan dalam Kegiatan Belajar 3, bacalah rangkuman berikut ini.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan individual orang dewasa adalah faktor lingkungan, pembawaan dan pengalaman.

2. Unsur-unsur perbedaan individu yang disebabkan oleh perbedaan lingkungan dan pembawaan adalah perbedaan dalam minat, kepribadian, dan kecakapan (kecerdasan).

3. Penerimaan orang dewasa terhadap pengaruh lingkungan (pengalaman) ditentukan oleh: a. Kekuatan daya pendukung The IQ dan daya kendali dari super ego serta besarnya

dorongan kompleks terdesak (Freud); b. Cita-cita dan hasrat (Alfred Adler); c. Kadar rasa harga diri (Kunkel); d. Kesadaran pribadi dalam mempertahankan dan mengembangkan dirinya (Stern); e. Pandangan subjektif terhadap partisipasinya dengan lingkungan (Rullo May); f. Kemampuan membaca situasi atau kerangka berpikir (Lewin), serta g. Hubungan sosial di masa lalu (Rotter & Sullivan). h. Hubungan sosial di masa lalu (Rotter & Sullivan).

Kebutuhan-kebutuhan Orang-Orang Dewasa

Lima tingkatan kebutuhan menurut Maslow:

1. Kebutuhan Biologis 2. Kebutuhan Rasa Aman 3. Kebutuhan Sosial 4. Kebutuhan akan Harga Diri 5. Kebutuhan untuk Berbuat yang Terbaik.

Kebutuhan orang dewasa menurut Morgan:

1. Kebutuhan untuk melakukan aktivitas 2. Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain 3. Kebutuhan untuk mencapai hasil 4. Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan.

Kebutuhan orang dewasa menurut Murray dan Edwards.

1. Kebutuhan berprestrasi 2. Kebutuhan rasa hormat 3. Kebutuhan orang dewasa menurut Murray dan Edwards. 4. Kebutuhan berprestrasi 5. Kebutuhan rasa hormat 6. Kebutuhan keteraturan 7. Kebutuhan memperlihatkan diri 8. Kebutuhan otonomi 9. Kebutuhan afiliasi 10. Kebutuhan intrasepsi 11. Kebutuhan berlindung 12. Kebutuhan dominan 13. Kebutuhan merendah 14. Kebutuhan memberi bantuan 15. Kebutuhan perubahan 16. Kebutuhan ketekunan 17. Kebutuhan heteroseksual 18. Kebutuhan agresi.

MODUL 6IMPLIKASI KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Page 9: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

Kegiatan Belajar 1Pendidikan Bagi Anak Usia Sekolah Dasar

Untuk memantapkan pemahaman Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1, bacalah rangkuman berikut!

1. Karakteristik anak usia SD adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, serta senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung. Oleh karena itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, memungkinkan siswa berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.

2. Menurut Havighurst tugas perkembangan anak usia SD adalah sebagai berikut: a. menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas

fisik, b. membina hidup sehat, c. belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok, d. belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin e. belajar membaca, menulis, dan menghitung agar mampu berpartisipasi dalam

masyarakat, f. memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif, g. mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai h. mencapai kemandirian pribadi.

Tugas perkembangan tersebut menurut guru untuk:

i. menciptkaan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik, j. melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya sehingga kepribadian sosialnya berkembang,

k. mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun konsep; serta

l. melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.

3. Pendidikan di SD merupakan jenjang pendidikan yang mempunyai peranan sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, pemerintah menetapkan pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Program wajib belajar ini bertujuan untuk meningkatkan pemerataan kesempatan bagi setiap anak yang berusia 7 - 15 tahun untuk memperoleh pendidikan serta untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia hingga mencapai minimal kelas 3 SLTP.

4. Jenis penyelenggaraan pendidikan pada jenjang sekolah dasar meliputi Sekolah Dasar (SD) baik negeri maupun swasta, SD Kecil, SD Pamong, SD Luar Biasa baik negeri maupun swasta, SD Terpadu, dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) baik negeri maupun swasta.

Pendidikan Bagi Anak Usia Sekolah Menengah

Karakteristik yang menonjol pada anak usia sekolah menengah adalah sebagai berikut.

1. Adanya kekurangseimbangan proporsi tinggi dan berat badan.. 2. Mulai timbulnya ciri-ciri sekunder. 3. Timbulnya keinginan untuk mempelajari dan menggunakan bahasa asing. 4. Kecenderungan ambivalensi antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul

dengan orang banyak serta antara keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua.

5. Senang membandingkan kaidah-kaidah, nilai-nilai etika, atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.

6. Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi (keberadaan) dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan.

7. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.

Page 10: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

8. Kepribadiannya sudah menunjukkan pola tetapi belum terpadu. 9. Kecenderungan minat dan pilihan karier sudah relatif lebih jelas.

Karakteristik tersebut menuntut guru untuk:

a. Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan siswa pria dan wanita ketika membahas topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi;

b. Menyalurkan hobi dan minat siswa melalui kegiatan-kegiatan yang positif; c. Menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual atau

kelompok kecil; d. Meningkatkan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat untuk mengembangkan

potensi siswa; e. Menjadi teladan atau contoh, serta f. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggung jawab.

Satuan pendidikan pada tingkat SLTP meliputi rumpun SLTP (SLTP negeri dan swasta, Madrasah Tsanawiyah (Mts) negeri dan swasta, SMP Kecil, dan SLTP Terbuka), SLTP Luar Biasa (Sekolah Luar Biasa dan SLTP Terpadu), dan Pendidikan Luar Sekolah (Paket B, Ujian Persamaan SLTP, Diniyah Wustho, dan Pondok Pesantren).

Satuan pendidikan pada tingkat SLTA meliputi Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah negeri dan swasta, serta Pondok Pesantren.

Satuan pendidikan pada tingkat SLTP meliputi rumpun SLTP (SLTP negeri dan swasta, Madrasah Tsanawiyah (Mts) negeri dan swasta, SMP Kecil, dan SLTP Terbuka), SLTP Luar Biasa (Sekolah Luar Biasa dan SLTP Terpadu), dan Pendidi

Di sini kita akan mempertimbangkan apakah perbedaan temperamental terkait dengan aspek lain dari perkembangan anak-anak. It must be emphasized that temperament is concerned with individual differences and therefore the impact on development centres on associations between temperament and variations in children's cognitive and social development. Harus ditekankan bahwa temperamen berkaitan dengan perbedaan individu dan oleh karena itu berdampak pada pusat-pusat pengembangan hubungan antara temperamen dan variasi dalam pengembangan kognitif anak-anak dan sosial. There are several ways in which this can occur and these will be considered in turn. Ada beberapa cara di mana ini bisa terjadi dan ini akan dipertimbangkan secara bergantian.

Direct effect of temperament on development Langsung pengaruh temperamen terhadap perkembangan A child with a short attention span and who is very impulsive is likely to experience difficulties in learning situations either at home or at pre-school groups (Tizard and Hughes, 1984). Seorang anak dengan rentang perhatian yang pendek dan yang sangat impulsif kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam situasi belajar baik di rumah atau di kelompok pra-sekolah (Tizard dan Hughes, 1984). This example shows that temperamental differences may have a pervasive effect on children's cognitive and social development through their impact on behavioural control and responsivity. Contoh ini menunjukkan bahwa perbedaan temperamental mungkin memiliki dampak luas pada perkembangan kognitif anak-anak dan sosial melalui dampaknya terhadap kontrol perilaku dan responsivitas. In older children Keogh (1982) has identified a three factor model of temperament that is related to behaviour in school and which has implications for learning. Pada anak yang lebih tua Keogh (1982) telah mengidentifikasi model tiga faktor temperamen yang berhubungan dengan perilaku di sekolah dan yang memiliki implikasi untuk belajar. The factors are Task Orientation, Personal-Social Flexibility and Reactivity. Faktor-faktor yang Tugas Orientasi, Personal-Sosial Fleksibilitas dan Reaktivitas.

Clearly factors such as task orientation will have a direct impact on the child's ability to gain from learning experiences. Jelas faktor-faktor seperti orientasi tugas akan berdampak langsung pada kemampuan anak untuk memperoleh hasil dari pengalaman belajar. Other temperamental influences will have more indirect effects on academic attainment. pengaruh temperamental lain akan memiliki efek yang lebih langsung pada pencapaian akademis. For example, reactivity is more likely to influence pupil–teacher and pupil–pupil interaction and thereby the social context within which learning takes place. Sebagai contoh, reaktivitas lebih mungkin untuk mempengaruhi murid-guru dan interaksi murid-murid dan dengan demikian konteks sosial di

Page 11: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

mana pembelajaran terjadi.

Direct effect of child temperament on parents Langsung pengaruh temperamen anak pada orang tua One of the central concepts in current thinking about child development is that of the child influencing its own development, ie not just being a passive receiver of externally determined experiences. Salah satu konsep sentral dalam pemikiran terkini tentang perkembangan anak adalah bahwa anak yang mempengaruhi perkembangannya sendiri, yaitu tidak hanya menjadi penerima pasif dari pengalaman eksternal ditentukan. Bell (1968) and Sameroff and Chandler (1975) are widely recognized as bringing this transactional model to the fore. Bell (1968) dan Sameroff dan Chandler (1975) secara luas diakui sebagai membawa model transaksional kedepan. Under this model the child plays a significant role in producing its own experiences both directly by its own selection of activities but, more importantly for the young child, by the influence its behaviour has upon caretakers (Sameroff and Fiese, 1990). Dengan model ini anak memainkan peran penting dalam memproduksi pengalaman sendiri baik secara langsung melalui seleksi sendiri kegiatan tetapi, yang lebih penting untuk anak muda, oleh pengaruh perilaku perusahaan telah pada pengasuh (Sameroff dan Fiese, 1990).

Indirect effect via 'goodness of fit' Efek tidak langsung 'via' baik kecocokan There has been a strand of thinking linked with the study of temperament that has emphasized that the significance of individual differences in temperament has to be considered in relation to specific environments. Ada seuntai pemikiran terkait dengan studi temperamen yang telah menekankan bahwa pentingnya perbedaan individu dalam temperamen harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan lingkungan tertentu. A child who is very low on adaptability and very high on rhythmicity using will have a more aversive experience if cared for by parents who are very erratic in their pattern of child care. Seorang anak yang sangat rendah pada adaptasi dan sangat tinggi pada rhythmicity menggunakan akan memiliki pengalaman yang lebih tidak menyenangkan jika dirawat oleh orang tua yang sangat tidak menentu dalam pola pengasuhan anak mereka. The same child will be well suited to parents who are more regular in their routines of eating and sleeping. Anak yang sama akan cocok untuk orang tua yang lebih teratur dalam rutinitas mereka makan dan tidur. This suggests that the impact of temperament on development has to be analysed as an interaction between the child's characteristics and features of the environment including parenting. Hal ini menunjukkan bahwa dampak dari temperamen terhadap pembangunan harus dianalisis sebagai interaksi antara karakteristik anak dan fitur dari lingkungan, termasuk orangtua. There have been several temperament theorists who have taken this position. Ada beberapa teori temperamen yang telah mengambil posisi ini.

One of the most extensive research studies with this goodness of fit orientation is that of Lerner and colleagues: Salah satu studi penelitian yang paling luas dengan orientasi kebaikan fit adalah bahwa dari Lerner dan rekan:

The 'goodness of fit' concept emphasizes the need to consider both the characteristics of individuality of the person and the demands of the social environment, as indexed for instance by expectations or attitudes of key significant others with whom the person interacts (eg parents, peers or teachers). The 'baik kecocokan konsep menekankan kebutuhan untuk mempertimbangkan baik karakteristik individualitas orang tersebut dan tuntutan lingkungan sosial, sebagai diindeks misalnya dengan harapan atau sikap orang lain yang signifikan kunci dengan siapa orang berinteraksi (orang tua misalnya, rekan-rekan atau guru). If a person's characteristics of individuality match, or fit, the demands of a particular social context then positive interactions and adjustment are expected. Jika karakteristik seseorang pertandingan individualitas, atau pas, tuntutan konteks sosial tertentu maka interaksi positif dan penyesuaian yang diharapkan. In contrast, negative adjustment is expected to occur when there is a poor fit between the demands of a particular social context and the person's characteristics of individuality. Sebaliknya, selisih negatif diperkirakan akan terjadi ketika ada kecocokan miskin antara tuntutan konteks sosial tertentu dan karakteristik seseorang individualitas. (Lerner, et al., 1989, p. 510) (Lerner, et al, 1989, hal 510.)

As an illustration of this notion of the goodness of fit between the child's temperament and parental behaviour Lerner et al. Sebagai ilustrasi dari pengertian tentang kebaikan kesesuaian antara temperamen anak dan perilaku orangtua et al Lerner. (1989) discussed some of the evidence concerning temperament and maternal employment outside the home. (1989)

Page 12: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

membahas beberapa bukti tentang temperamen dan kerja ibu di luar rumah. Of course a wide variety of social and economic pressures will be influencing the decision to work outside the home. Tentu saja berbagai macam tekanan sosial dan ekonomi akan mempengaruhi keputusan untuk bekerja di luar rumah. However, in addition they suggest that there could be two plausible routes whereby difficult temperament could influence mothers' decisions on whether to work outside the home. Namun, di samping mereka menyarankan bahwa mungkin ada dua rute yang masuk akal dimana temperamen sulit bisa mempengaruhi keputusan ibu apakah akan bekerja di luar rumah. The first could be that mothers find the problems of rearing the child with difficult temperament too aversive and therefore opt to go out to work to avoid the hassles of daily child care. Yang pertama bahwa ibu bisa menemukan masalah membesarkan anak dengan temperamen sulit juga permusuhan dan karenanya memilih untuk pergi keluar untuk bekerja untuk menghindari kerepotan pengasuhan anak sehari-hari.

The second route could be that the difficult child is so unpredictable in its eating and sleeping habits and protests intensely when left with unfamiliar people that the mother feels constrained not to go out to work because the child cannot fit in with the externally required constraints of the mother attending the work place at fixed times for fixed periods. Rute kedua bisa bahwa anak sulit sangat tidak terduga dalam Surat makan dan tidur kebiasaan dan protes intens ketika dibiarkan dengan orang asing bahwa ibu merasa dibatasi untuk tidak pergi keluar untuk bekerja karena anak tidak bisa cocok dengan kendala eksternal yang diperlukan dari ibu menghadiri tempat kerja pada waktu yang tetap untuk jangka waktu tetap.

The goodness of fit approach suggests that which of these processes operates will depend on the fit between the child's temperament and the mother's tolerance. Kebaikan menyarankan pendekatan fit yang beroperasi proses ini akan tergantung pada kesesuaian antara temperamen anak dan toleransi ibu. It will not be possible to predict the consequences of difficult temperament on the mother's decision to return to work with knowledge of her attitudes towards child rearing and towards time keeping at work. Tidak akan mungkin untuk memprediksi konsekuensi dari temperamen sulit pada keputusan ibu untuk kembali bekerja dengan pengetahuan tentang sikap ke arah membesarkan anak dan menjaga terhadap waktu di tempat kerja.

Lerner and Galambos (1985) found that mothers of children with difficult temperament tended to have more restricted work histories than other children. Lerner dan Galambos (1985) menemukan bahwa ibu dari anak-anak dengan temperamen sulit cenderung memiliki sejarah bekerja lebih terbatas daripada anak-anak lainnya.

One problem with this finding is that mothers' reports on their infants' 'difficulty' may be biased by factors that also affect work performance, such as depression. Satu masalah dengan temuan ini adalah bahwa 'laporan pada bayi mereka' ibu 'kesulitan' mungkin bias oleh faktor-faktor yang juga mempengaruhi kinerja kerja, seperti depresi. Hyde et al. Hyde et al. (2004) examined this possibility in a study which found that the consensus infant temperament judgements of fathers and mothers were still a good predictor of mothers' work outcomes. (2004) meneliti kemungkinan ini dalam sebuah studi yang menemukan bahwa keputusan konsensus temperamen bayi dari ayah dan ibu masih merupakan prediksi yang baik dari hasil kerja ibu. This study also found evidence that a mediating factor between infant temperament and maternal work outcome is maternal mood: difficult infants are likely to make mothers more depressed and diminish their sense of competence, thus affecting their work performance. Penelitian ini juga menemukan bukti bahwa faktor mediasi antara temperamen bayi dan hasil kerja ibu adalah suasana hati ibu: bayi sulit cenderung membuat ibu lebih tertekan dan mengurangi rasa kompetensi mereka, sehingga mempengaruhi kinerja mereka. The Lerner and Galambos (1985) study also found that it seemed to be harder for parents to make satisfactory day-care arrangements for difficult infants. Para Lerner dan Galambos (1985) studi juga menemukan bahwa tampaknya lebih sulit bagi orang tua untuk membuat perjanjian penitipan memuaskan untuk bayi sulit.

Indirect effect via susceptibility to psychosocial adversity Efek tidak langsung melalui kerentanan terhadap kesulitan psikososial Temperament may also be related to differences in vulnerability to stress. Temperamen juga mungkin berhubungan dengan perbedaan dalam kerentanan terhadap stres. Not all children are adversely affected by the experience of specific stresses, such as admission to hospital. Tidak semua anak-anak sangat dipengaruhi oleh pengalaman spesifik menekankan, seperti masuk ke rumah sakit. Pre-school children repeatedly hospitalized are at risk for later educational and

Page 13: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

behavioural difficulties but only if they come from socially disadvantaged backgrounds (Quinton and Rutter, 1976). Pra-sekolah anak-anak berulang kali dirawat beresiko untuk kesulitan kemudian pendidikan dan perilaku, tetapi hanya jika mereka datang dari latar belakang sosial yang kurang beruntung (Quinton dan Rutter, 1976).

It has proved more difficult to establish whether temperament does influence susceptibility to adverse experiences. Hal ini terbukti lebih sulit untuk menentukan apakah temperamen tidak kerentanan pengaruh terhadap pengalaman buruk. Dunn and Kendrick (1982) have shown that an older child's response to the arrival of a new sibling is systematically related to their temperament as measured whilst their mother was pregnant. Dunn dan Kendrick (1982) telah menunjukkan bahwa respon anak yang lebih tua untuk kedatangan saudara baru secara sistematis berkaitan dengan temperamen mereka sebagai diukur sementara ibu mereka sedang hamil.

Most children respond to this event with some upsurge of behavioural disturbance, such as an increase in demands for parental attention or in crying. Kebanyakan anak merespons acara ini dengan beberapa munculnya gangguan perilaku, seperti peningkatan permintaan untuk perhatian orang tua atau menangis. Which behavioural response is shown is related to prior temperament. Respon perilaku yang ditampilkan berhubungan dengan temperamen sebelumnya. Unfortunately their data do not suggest any clear pattern of any one aspect of temperament being more significant than any other. Sayangnya data mereka tidak menyarankan ada pola yang jelas dari satu aspek dari temperamen yang lebih penting dari yang lain. However, there were indications that increases in fears, worries and 'ritual' behaviours were associated with a high degree of temperamental Intensity and Negative Mood measured before the arrival of the second child. Namun, ada indikasi bahwa perilaku 'ritual' kenaikan ketakutan, kekhawatiran dan dikaitkan dengan tingkat tinggi Intensitas temperamental dan Mood Negatif diukur sebelum kedatangan anak kedua.

Indirect effect on range of experiences Tidak langsung berpengaruh pada berbagai pengalaman An important aspect of the transactional model of development is that as children become older they increasingly come to influence the range of environments they encounter and the experiences these create. Sebuah aspek penting dari model transaksional pembangunan adalah bahwa sebagai anak-anak menjadi semakin tua mereka datang untuk mempengaruhi berbagai lingkungan yang mereka hadapi dan pengalaman ini menciptakan. During infancy, children with different temperament styles evoke different responses from the people they encounter, for example, active, smiling infants are more likely to be smiled at and played with than passive unresponsive infants. Selama masa kanak-kanak, anak-anak dengan gaya temperamen yang berbeda menimbulkan tanggapan yang berbeda dari orang yang mereka temui, misalnya, aktif, bayi tersenyum lebih cenderung tersenyum dan bermain dengan bayi tidak responsif daripada pasif. As children become more mobile and more independent they are able to select for themselves between alternative experiences, for example, a shy, behaviourally-inhibited child may avoid social encounters. Sebagai anak-anak menjadi lebih mobile dan lebih mandiri mereka dapat memilih untuk diri mereka sendiri antara pengalaman alternatif, misalnya, pemalu, perilaku '-menghambat anak mungkin menghindari pertemuan sosial. This may accentuate temperamental characteristics: the avoidance of meeting other people prevents the child from becoming socially skilled and therefore more reluctant to engage in social behaviour in the future. Ini mungkin menonjolkan karakteristik temperamental: menghindari bertemu orang lain mencegah anak dari sosial menjadi terampil dan karena itu lebih enggan untuk terlibat dalam perilaku sosial di masa depan. This may have a wider impact on their development. Ini mungkin memiliki dampak yang lebih luas pada pembangunan mereka. For example, Rutter (1982) has demonstrated the way impulsive, active children are more likely to experience accidents, presumably as a result of their selecting more risky environments to play in. Sebagai contoh, Rutter (1982) telah menunjukkan jalan impulsif, anak-anak yang aktif lebih mungkin mengalami kecelakaan, mungkin sebagai akibat dari lingkungan memilih mereka lebih berisiko untuk bermain masuk

These alternative mechanisms for the impact of temperament on the environments the child experiences can be classified into three types of gene-environment correlation. Mekanisme alternatif ini dampak dari temperamen terhadap lingkungan pengalaman anak dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis korelasi gen-lingkungan. Scarr and McCartney (1983) have suggested that children's genetic make-up comes to influence the environments they experience through three routes. Scarr dan McCartney (1983) telah menyarankan bahwa anak-anak genetik

Page 14: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

make-up datang untuk mempengaruhi lingkungan yang mereka alami melalui tiga rute. These can be illustrated for temperament. Ini dapat digambarkan untuk temperamen. One is passive gene-environment correlations which are produced when the child is being cared for by parents who share similar temperaments to the child. Salah satunya adalah pasif gen-lingkungan korelasi yang dihasilkan ketika anak sedang dirawat oleh orang tua yang berbagi temperamen mirip dengan anak. A child with a high intensity of reaction is more likely than other children to be cared for by a parent who has a similarly high intensity of reaction. Seorang anak dengan intensitas tinggi reaksi lebih mungkin daripada anak-anak lain yang akan dirawat oleh orang tua yang memiliki intensitas yang sama tinggi reaksi. Such parent–child pairs are likely to be creating experiences for the child which will be eliciting much aversive stimulation for the child. Seperti orang tua-anak pasangan mungkin akan menciptakan pengalaman untuk anak yang akan memunculkan rangsangan permusuhan banyak untuk anak. Evocative gene environment correlations are created when the child's behaviour evokes specific types of responses from carers. korelasi gen menggugah lingkungan tercipta saat perilaku anak jenis tertentu membangkitkan tanggapan dari wali. This was illustrated in the earlier example of sociable children evoking more social stimulation from carers. Hal ini diilustrasikan dalam contoh sebelumnya anak-anak bergaul membangkitkan rangsangan sosial yang lebih dari penjaga. The third type is active gene-environment correlation which arises from the child actively seeking environments that suit its behavioural predispositions. Jenis ketiga adalah aktif gen-lingkungan korelasi yang timbul dari anak aktif mencari lingkungan yang sesuai dengan kecenderungan perilaku tersebut. Children with a low threshold of responsiveness are likely to seek less extreme and more predictable environments. Anak-anak dengan ambang rendah tanggap cenderung mencari lingkungan yang lebih ekstrim dan lebih mudah diprediksi.

An important feature of the Scarr and McCartney theory is that they propose that as the child becomes older the mix of these correlations will change. Sebuah fitur penting dari teori Scarr dan McCartney adalah bahwa mereka mengusulkan bahwa sebagai anak menjadi lebih tua campuran korelasi ini akan berubah. Initially the passive and evocative correlations will dominate. Awalnya korelasi pasif dan menggugah akan mendominasi. The evocative effects will remain fairly constant. Efek menggugah akan tetap cukup konstan. The significance of passive effects decline in importance as the child encounters a wider range of people than just primarily the parents. Signifikansi penurunan efek pasif pentingnya dengan anak bertemu dengan jangkauan yang lebih luas dari sekedar orang terutama orang tua. Clearly active gene-environment effects are likely to become dominant as the child has greater and greater freedom to select its own activities. Jelas aktif gen-pengaruh lingkungan cenderung menjadi dominan sebagai anak memiliki kebebasan lebih besar dan lebih besar untuk memilih kegiatan sendiri.

Lampiran dan temperamen An important aspect of children's early development is the quality of their attachment to their caregiver. Sebuah aspek penting dari perkembangan awal anak-anak adalah kualitas keterikatan mereka terhadap pengasuh mereka. A widely-used, standardised way of assessing this is a laboratory procedure called the 'Strange Situation Test' (SST; Ainsworth et al., 1978), consisting of a series of separations and reunions of child, caregiver and a stranger. Cara, secara luas digunakan standar menilai ini adalah prosedur laboratorium yang disebut 'Aneh Situasi Test' (SST; Ainsworth et al, 1978.), Yang terdiri dari serangkaian perpisahan dan reuni anak, pengasuh dan orang asing. Depending on how children behave during these episodes, their attachment is classified as either 'secure' or 'insecure'. Tergantung pada bagaimana anak-anak berperilaku selama episode, lampiran mereka digolongkan sebagai 'aman' atau 'tidak aman'. Insecure classifications are further subdivided into 'avoidant' or 'ambivalent' categories. klasifikasi tidak aman kemudian dibagi lagi menjadi kategori 'avoidant' atau 'ambivalen'.

These different attachment styles are seen as important because they are associated with variations in children's subsequent development; secure attachment is generally associated with more positive outcomes. Gaya ini lampiran yang berbeda yang dianggap penting karena mereka berhubungan dengan variasi dalam perkembangan selanjutnya anak-anak; lampiran aman umumnya dikaitkan dengan hasil yang lebih positif. Since the formation of attachment is bound up with how an infant behaves towards the caregiver during the first year of life it would seem likely that infant temperament is a significant element. Karena pembentukan lampiran terikat dengan bagaimana bayi berperilaku terhadap pengasuh selama tahun pertama kehidupan tampaknya mungkin bahwa temperamen bayi adalah elemen yang signifikan. It is surprising,

Page 15: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

then, that although some research has found that infant irritability and negative emotionality are linked with the avoidant type of insecure attachment, numerous studies have found no evidence that infant temperamental differences are associated directly with secure versus insecure attachment classifications in typical development (Goldsmith and Alansky, 1987). Hal ini mengejutkan, kemudian, bahwa meskipun beberapa penelitian telah menemukan bahwa bayi lekas marah dan emosi negatif yang terkait dengan jenis avoidant dari lampiran tidak aman, banyak penelitian tidak menemukan bukti bahwa perbedaan temperamental bayi berhubungan langsung dengan mengelompokkan lampiran aman versus tidak aman dalam pembangunan khas (Goldsmith dan Alansky, 1987).

One feature of caregiver behaviour during child's first year that has been widely found to influence attachment quality is 'sensitivity' (De Wolff and Van IJzendoorn, 1997), namely, the extent to which the caregiver is attentive to the infant's state, behaviour and communication, and responds appropriately. Salah satu fitur perilaku pengasuh selama tahun pertama anak yang telah banyak ditemukan untuk mempengaruhi kualitas lampiran adalah 'kepekaan' (De Wolff dan Van IJzendoorn, 1997), yaitu, sejauh mana pengasuh yang memperhatikan, perilaku negara bayi dan komunikasi , dan merespon dengan tepat. It might be expected that caregiver personality differences would thus be found to be associated with infant attachment security, but here again few direct effects have been found (Egeland and Farber, 1984). Mungkin diharapkan bahwa pengasuh perbedaan kepribadian demikian akan ditemukan terkait dengan keamanan bayi lampiran, tetapi efek langsung di sini lagi beberapa telah ditemukan (Egeland dan Farber, 1984).

What has been found, however, is that the combination of child and caregiver individual characteristics does predict attachment security (Belsky and Isabella, 1988; Notaro and Volling, 1999) lending support to a transactional model of the process. Apa yang telah ditemukan, bagaimanapun, adalah bahwa kombinasi dari karakteristik anak dan pengasuh individu tidak memprediksi keamanan lampiran (Belsky dan Isabella, 1988; Notaro dan Volling, 1999) dukungan pinjaman kepada sebuah model transaksional proses.

Research Summary Ringkasan Penelitian Mangelsdorf et al. Mangelsdorf et al. (2000) studied 102 mother-infant dyads in Michigan, USA, to examine the contributions of maternal and infant characteristics to infant attachment. (2000) mempelajari 102 diad ibu-bayi di Michigan, Amerika Serikat, untuk menguji kontribusi karakteristik ibu dan bayi ke lampiran bayi. When the infants were 8 months old, their temperaments were assessed in a laboratory-based set of tasks, their mothers completed personality questionnaires (MPQ) for themselves and IBQ questionnaires on their infants, and then completed a brief teaching task with their infants. Ketika bayi 8 bulan, temperamen mereka dinilai dalam satu set laboratorium berbasis tugas, ibu-ibu mereka menyelesaikan kuesioner kepribadian (MPQ) untuk diri mereka sendiri dan kuesioner IBQ pada bayi mereka, dan kemudian menyelesaikan tugas mengajar singkat dengan bayi mereka. At twelve months of age, each infant's attachment security was assessed with the SST. Pada usia dua belas bulan, keamanan setiap lampiran bayi dinilai dengan SST ini.

Neither mothers' nor infants' characteristics, taken alone, were good predictors of infants' attachment classification. Baik ibu maupun bayi karakteristik, diambil sendiri, adalah prediktor baik klasifikasi lampiran bayi '. However, when the joint effects of both mother and infant factors were examined, it was found that infants were classed as securely attached if they showed more positive emotions and fewer fearful reactions in the temperament assessments, but only if their mothers also showed more positive emotionality. Namun, ketika efek gabungan dari kedua faktor ibu dan bayi yang diperiksa, ditemukan bahwa bayi yang diklasifikasikan sebagai terpasang jika mereka menunjukkan lebih emosi positif dan reaksi takut sedikit dalam penilaian temperamen, tetapi hanya jika ibu mereka juga menunjukkan emosi yang lebih positif . These secure infants were also rated low in the IBQ on activity level and the amount of distress they showed to novelty but, again, only if their mothers also rated high on Constraint (self-control, conventionality) in the MPQ. Bayi ini aman juga dinilai rendah dalam IBQ pada tingkat aktivitas dan jumlah kesusahan mereka menunjukkan untuk hal-hal baru tapi, sekali lagi, hanya jika ibu mereka juga dinilai tinggi pada Kendala (pengendalian diri, konvensionalitas) di MPQ.

The researchers comment on these findings that: Para peneliti mengomentari temuan ini bahwa: The results of this investigation suggest that any individual characteristic of either child or mother may be less important than the relationship context within which that characteristic occurs. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik individu baik anak atau ibu

Page 16: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

mungkin kurang penting daripada konteks hubungan di mana karakteristik yang terjadi. Mangelsdorf et al. Mangelsdorf et al. (2000) p. (2000) p. 188. 188.

Summary Ringkasan

Temperament can directly influence other aspects of development, for example, attentional variation has an impact on cognitive development. Temperamen langsung dapat mempengaruhi aspek lain dari pembangunan, misalnya, variasi attentional memiliki dampak pada perkembangan kognitif.

Temperamental variation influences the parent's response to the child. variasi temperamental mempengaruhi respon orangtua untuk anak.

The goodness of fit between a child's temperament and parental style can have an impact on the child's attachment and long-term social adjustment. Kebaikan kesesuaian antara temperamen anak dan gaya orangtua dapat memiliki dampak pada lampiran anak dan penyesuaian sosial jangka panjang.

Temperament can influence a child's vulnerability to the adverse effects of life events. Temperamen dapat mempengaruhi kerentanan anak untuk dampak buruk dari peristiwa kehidupan.

Temperament can have a marked effect on the type and range of experiences to which the child is exposed. Temperamen dapat memiliki efek yang ditandai pada jenis dan berbagai pengalaman yang anak terkena.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN    Mon 11 May 2009, 16:33

1. FAKTOR TURUNAN (WARISAN)Turunan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia lahir ke dunia ini membawa berbagai ragam warisan yang berasal dari kedua Ibu-Bapak atau nenek dan kakek. Warisan (turunan atau pembawaan) tersebut yang terpenting, antara lain bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, inteligensi, bakat, sifat-sifat atau watak dan penyakit.Warisan atau turunan yang dibawa anak sejak lahir dari kandungan sebagian besar berasal dari kedua orang tuanya dan selebihnya berasal dari nenek dan moyangnya dari kedua belah pihak (ibu dan ayahnya). Hal ini sesuai dengan hukum Mendel yang dicetuskan Gregor Mendel (1857).

a. Bentuk Tubuh dan Warna KulitSalah satu warisan yang dibawa oleh anak sejak lahir adalah mengenai bentuk tubuh dan warna kulit. Misalnya ada anak yang memiliki bentuk tubuh gemuk seperti ibunya, wajah seperti ayahnya, rambut keriting dan berwarna kulit putih seperti ibunya. Bila anak yang berpembawaan gemuk seperti ini, bagaimanapun susah hidupnya nanti, dia sukar menjadi kurus, tetapi sebaliknya sedikit saja ia makan, akan mudah menjadi gemuk. Demikian juga dengan rambut keriting, bagaimanapun berusaha untuk meluruskannya akhirnya akan kembali menjadi keriting.

b. Sifat-SifatSifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang adalah salah satu aspek yang diwarisi dari ibu, ayah atau nenek dan kakek. Bermacam-macam sifat yang dimiliki manusia, misalnya: penyabar, pemarah, kikir, pemboros, hemat dan sebagainya.Sifat-sifat tersebut dibawa manusia sejak lahir. Ada yang dapat dilihat atau diketahui selagi anak masih kecil dan ada pula yang diketahui sesudah ia besar. Misalnya sifat keras (pelawan atau bandel) sudah dapat dilihat sewaktu masih berumur kurang dari satu tahun, sedangkan sifat pemawah baru dapat diketahui setelah anak lanar berbicara, yaitu sekitar 5 tahun.

c. BakatBakat adalah kemampuan khusus yang menonjol di antara berbagai jenis kemampuan yang dimiliki seseorang. Kemampuan khusus itu biasanya berbentuk keterampilan atau suatu bidang ilmu, misalnya kemampuan khusus (bakat) dalam bidang seni musik, seni suara, olahraga, matematika, bahasa, ekonomi, teknik, keguruan, sosial, agama, dan sebagainya. Seseorang umumnya memiliki bakat tertentu yang terdiri dari satu atau lebih kemampuan khusus yang menonjol dari bidang lainnya. Tetapi ada juga yang tidak memiliki bakat sama sekali, artinya dalam semua bidang ilmu dan keterampilan dia lemah. Ada pula sebagian orang memiliki bakat serba ada, artinya hampir semua bidang ilmu dan keterampilan, dia mampu dan menonjol. Ornag

Page 17: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

seperti itu tergolong istimewa dan sanggup hidup di mana saja.Bakat (kemampuan khusus) sebagaimana halnya dengan inteligensi merupakan warisan dari orang tua, nenek, kakek dari pihak ibu dan bapak. Warisan dapat dipupuk dan dikembangkan dengan bermacam cara terutama dengan pelatihan dan didukung dana yang memadai. Seseorang yang memiliki bakat tertentu sejak kecilnya, namun tidak memperoleh kesempatan untuk mengembangkannya sebab tidak memiliki dana untuk latihan, maka bakatnya tidak dapat berkembang. Hal seperti ini dikatakan bakat terpendam.Pada umumnya anak-anak mempunyai bakat dapat diketahui orang tuanya dengan memperhatikan tingkah laku dan kegiatan anaknya sejak dari kecil. Biasanya anak yang memiliki bakat dalam suatu bidang dia akan gemar melakukan atau membicarakan bidang tersebut.

d. Penyakit atau Cacat TubuhBeberapa penyakit atau cacat tubuh bisa berasal dari keturunan, seperti penyakit kebutuhan, syaraf dan luka yang sulit kering (darah terus keluar).Penyakit yang dibawa sejak lahir akan terus mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak.

AKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN    Mon 11 May 2009, 16:34

2. ILMU WATAK (KARAKTEROLOGI)Karakterologi adalah istilah Belanda, berasal dari kata karakter, yang berarti watak dan logos, yang berarti ilmu. Jadi karkaterologi dapat kita terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ilmu watak.Kata Belanda karakter, itu berasal dari kata Yunani charassein, yang berarti (mula-mula) coretan, atau gorasan. Kemudian berarti stempel atau gambaran yang ditinggalkan oleh stempel itu.Jadi di sini kita menganggap bahwa tingkah laku manusia adalah pencerminan dari seluruh pribadinya. Ini telah lama sekali dikenal oleh manusia.a) Ilmu ini memang telah lama sekali dikenal oleh manusia. Yaitu telah sejak Plato, seorang ahli ilmu jiwa pada zaman Yunani kuno, ± 400 tahun sebelum Masehi. Ia adalah seorang murid Socrates, seorang ahli filsafat terbesar di zamannya.b) Sebenarnya ada perbedaan-perbedaan prinsipil yang sering dikacaukan saja. Yaitu pengertian tentang:1. Konstitusi jasmani,2. Temperamen, dan3. WatakKarenaitu, di dalam menggolong-golongkan (mentipe) nanti juga atas tiga golongan ini. Jadi tipe-tipe manusia menurut konstitusi jasmaninya, menurut temperamennya, dan menurut wataknya.1) Konstitusi jasmani ialah, keadaan jasmani yang secara fisiologis merupakan sifat-sifat bawaan sejak lahir. Konstitusi jasmani ini berpengaruh juga pada tingkah laku orang itu, dan merupakan sifat-sifat yang khas, asli dan tidak dapat diubah. Misalnya sifat-sifat orang bertubuh langsing, tentu berbeda dengan sifat-sifat orang bertubuh gemuk dan sebagainya.2) Temperamen, ini dari kata temper, artinya campuran. Temperamen adalah sifat-sifat seseorang yang disebabkan adanya campuran-campuran zat di dalam tubuhnya yang juga mempengaruhi tingkah laku orang itu. Jadi temperamen berarti sifat laku jiwa, dalam hubungannya dengan sifat-sifat kejasmanian. Temperamen jiga merupakan sifat-sifat yang tetap tidak dapat dididik.3) Watak ialah pribadi jiwa yang menyatakan dirinya dalam segala tindakan dan pernyataan dalam hubungannya dengan:BakatPendidikanPengalaman danAlam sekitarnyaAda beberapa tokoh yang membagi manusia menurut konstitusi jasmani, temperamen dan watak yaitu:a. Yang menurut konstitusi jasmani, dapat kita sebut antara lain:1. Johann Gasper Lavater, seorang Jerman2. Gall, juga ornag Jermanb. Yang menurut temperamen, dapat kita sebut antara lain:1. Galenus

Page 18: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

2. Kretschmerc. Yang menurut watak antara lain:Tipe manusia menurut Galenus:a. Disebut penggolongan temperamen karena Galenus membagi atas dasar campuran dari zat-zat cair yang terdapat pada tubuh manusia.b. Menurut Galenus, di dalam tubuh manusia terdapat:1. darah (sangai)2. lendir (flegma)3. empedu kuning (choleri), dan4. empedu hitam (melanchole).c. Berdasarkan 4 macam zat cair itu Galenus menggolongkan manusia ini juga atas 4 tipe:1) Orang yang selalu banyak darah di dalam tubuhnya, disebut orang sanguinisi. Sifat orang itu disebut sanguinis. Yaitu: lincah, selalu riang, optimis, mudah tersenyum, dan sebagainya.2) Orang yang terlalu banyak lendir di dalam tubuhnya disebut orang flegmentisi. Sifatnya disebut fragmatis. Yaitu tenang, bersikap dingin, sabar dan sebagainya.3) Orang yang terlalu banyak empedu kuning di dalam tubuhnya, disebut cholerisi. Sifatnya disebut choleris yaitu garang, lekas marah, mudah tersinggung dna sebagainya4) Ornag yang terlalu banyak empedu hitam di dalam tubuhnya disebut melancholerisi. Sifatnya disebut melancholis. Yaitu: takut-takut, mutah, pesimis, selalu khawatir dan sebagainya.Dasar pembagian GalenusDasar pembagiannya itu didapat dari Hypocrates, seorang tabib pada zaman Yunani, yang menyelidiki dan menyimpulkan adanya zat-zat cair di dalam tubuh manusia. Menurut Hypocrates di dalam tubuh manusia hanya terdapat zat cair tersebut. Yang masing-masing punya sifat-sifat sendiri-sendiri yaitu:1. darah bersifat panas2. lendir bersifat dingin3. empedu kuning bersifat kering, dan4. empedu hitam bersifat basah.

INTELIGENSI (KECERDASAN)a. Pengertian tentang inteligensi:Andaikata pikiran kita umpamakan sebagai senjata, bagaimanakah kualitas dari senjata itu, tajam atau tidakkah? Membicarakan tentang tajam atau tidaknya kemampuan berpikir tidak lain kita membicarakan inteligensi (kecerdasan). Sehubungan dengan ini perlu diketahui lebih dahulu apakah intelek dan apakah inteligensi itu.Intelek : (pikiran) dengan intelek ornag dapat menimbang, menguraikan, menghubung-hubungkan pengertian satu dengan yang lain dan menarik kesimpulan.Inteligensi : (kecerdasan pikiran), dengan inteligensi fungsi pikir dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi/untuk memecahkan suatu masalah. Dengan lain perkataan inteligensi adalah situasi kecerdasan berpikir, sifat-sifat perbuatan cerdas (inteligen). Pada umumnya inteligen ini dapat dilihat dari kesanggupannya bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah, dengan keadaan di luar dirinya yang biasa maupun yang baru. Jadi perbuatan cerdas dicirikan dengan adanya kesanggupan bereaksi terhadap situasi dengan kelakuan baru yang sesuai dengan keadaan baru.

b. Tingkat-tingkat Kecerdasan :Kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru tidak sama untuk tiap-tiap makhluk.Tiap-tiap orang mempunyai cara-cara sendiri. Maka dapat dikatakan, bahwa kecerdasan beringkat-tingkat. Mungkin ada berbagai-bagai tingkatan kecerdasan, tetapi dalam uraian ini hanya akan diutarakan beberapa tingkat kecerdasan anak kecil yang belum dapat berbahasa dan tingkat kecerdasan manusia.1) Kecerdasan binatangPada mulanya banyak orang berkeberatan digunakan istilah inteligensi pada binatang, karena mereka hanya mau menggunakan istilah itu pada manusia saja. Menurut hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa kecerdasan itu bertingkat-tingkat.

2) Kecerdasan anak-anakYang dimaksudkan anak-anak di sini adalah anak-anak kecil lebih kurang umur 1 tahun dan belum dapat

Page 19: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

berbahasa. Kecerdasan anak-anak dipelajari terutama berdasarkan percobaan yang telah dipraktekkan dalam menyelidiki kecerdasan binatang.Usaha-usaha memperbandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak.

3) Kecerdasan manusiaSesudah anak dapat berbahasa tingkat kecerdasan anak lebih tinggi daripada kera. Tingkat kecerdasan mausia (bukan anak-anak) tidak sama dengan jera dan anak-anak. Beberapa hal yang merupakan ciri kecerdasan manusia antara lain:a) Pengguna bahasaKemampuan berbahasa mempunyai faedah yang besar terhadap perkembangan pribadi.- Dengan bahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi, pendapat, perasaan dan sebagainya).- Dengan bahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesama, tingkat hubungannya selalu maju dan masalahnya selalu meningkat- Dengan bahasa, manusia dapat membeberkan segala sesuatu, baik yang lalu, yang sedang dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang yang konkret maupun hal-hal yang abstrak- Dengan bahasa, manusia dapat membangun kebudayaan.

b) Penggunaan perkakasKata Bergson, perkakas adalah merupakan sifat terpenting daripada kecerdasan manusia, dengan kata lain: perkataan, perbuatan cerdas manusia dicirikan dengan bagaimana mendapatkan, bagaimana membuat dan bagaimana mempergunakan perkakas.Perkakas adalah sifat, tetapi semua alat merupakan perkakas. Alat merupakan perantara antara makhluk yang berbuat atau objek yang diperbuat. Perkakas mempunyai fungsi yang sama, tetapi mempunyai pengertian yang lebih luas. Perkakas adalah objek yang telah dibuat/dibulatkan dan diubah sedemikian rupa sehingga dengan mudah dan dengan cara yang tepat dapat dipakai untuk mengatasi kesulitan atau mencapai suatu maksud.

HASIL PENELITIANAda beberapa anak yang bernama Tuti Lestari dan 5 orang lagi adiknya. 4 orang diantaranya mempunyai wajah yang kurang normal seperti manusia biasanya. Faktor tersebut terjadi karena adanya turunan dari gen sang ayah yang berwajah kera (monyet), tapi sang Ibu berwajah normal seperti biasanya. Tapi 2 orang lagi berwajah normal selayaknya manusia biasa. Mereka mempunyai watak sikap yang sangat jauh berbeda apalagi dalam bidang IQ (kecerdasan). Yang berwajah kkurang normal sifatnya rendah diri, ada rasa malu, baik dan juga suka menolong. Dan IQ mereka bisa dikatakan cukup bagus, diosekolah mereka selalu mendapatkan juara kelas. Kalau mengaji suaranya juga bagus dan mereka juga rajin menolong ibunya. Dibandingkan yang berwajah normal sngat lain, wataknya keras kepala, pelawan dan juga malas. iQnya juga rendah. Masyarakat sekitar juga kurang suka pada sifat dan tingkah laku mereka.

Objek PenelitianNama : TUTI LESTARISekolah : MAN KisaranKelas : 2 SMAUmur : 17 tahunAnak dari : Danil Nainggolan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN    Mon 11 May 2009, 16:37

KEPRIBADIAN DAN PERKEMBANGAN

1. PERBEDAAN PENGERTIAN KEPRIBADIANKalau kita mempelajari pengertian kepribadian, ternyata banyak sekali perbedaan pendapat para ahli psikologi mengenai isi dan batas-batas atau definisi kepribadian. Gordon W. Allport menemukan 49 definisi kepribadian, kemudian ia sendiri membuat satu definisi sehingga

Page 20: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

lengkap menjadi 50 definisi. Tidak hanya keseragaman dalam definisi dan terminologi kepribadian menimbulkan kesangsian pada beberapa pihak mengenai kemungkinan adanya satu ilmu pengetahuan tentang psikologi kepribadian. Di pihak lain, sebagian besar ahli psikologis justru berpendapat bahwa ketidakseragaman pengertian kepribadian merupakan dorongan kuat untuk mengadakan penyelidikan dan penelitian dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai psikologi kepribadian. Kenyataan adanya keanekaragaman justru menunjukkan kekayaan jiwa manusia.Para ahli psikologi kepribadian berbeda pendapat mengenai bagian mana dari kepribadian itu yang paling hakiki atau terpenting. Pendapat tersebut hanya dapat dijelaskan sepenuhnya dengan menelaah terlebih dahulu filsafat antropologi yang mendasarinya. Dengan kata lain menelaah jawaban atas pertanyaan: “Apakah sesungguhnya manusia itu?”. Pandangan filsafat mengenai manusia akan mewarnai pendapat seseorang mengenai bagian yang dianggap hakiki dari kepribadian dan pada akhirnya menentukan pengertian tentang kepribadian.Hal ini menyebabkan pesatnya penilaian kepribadian melalui tes-tes proyeksi, yaitu kenyataan atau ekspresi kepribadian seseorang dipancing melalui gambar-gambar, baik disuruh menggambar atau disuruh menafsirkan gambar-gambar maupun melalui ekspresi tulisna dan karangan. Riwayat hidup seseorang dianalisis secara mendalam sejak lahir, bahkan sebelum lahir untuk mendapatkan ciri kepribadiannya. Klien atau orang berkonsultasi psikologi disuruh berbaring santai sambil menggunakan segala sesuatu yang terlintas dalam pikirannya. Kalau perlu diberi rangsangan dengan kata-kata tertentu. Ucapak klien dianalisis secara mendalam untuk memahami dinamika kepribadiannya.Kepribadian adalah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi juga sesuatu yang terbuka terhadap dunia sekitarnya. Pandangan filsafat Asia mengenai kepribadian, terkesan lebih mendekati pandangan G.W. Leibniz. Agama Islam mengenal istilah fitrah sebagai potensi dasar kejiwaan manusia yang mempunyai arti hampir sama dengan konsep monade dari G.W.Leibniz. Apakah Leibniz dipengaruhi oleh pandangan Islam? Mungkin saja, karena pengaruh Islam pada abad pertengahan cukup besar di kalangan intelektual Barat. Aktualisasi, realisasi dan perkembangan fitrah itu diwarnai oleh pengaruh ornag tua, pendidikan, masyarakat serta situasi dan kondisi lingkungan. Fitrah manusia selain berkembang dengan sendirinya juga dipengaruhi oleh nilai-nilai dri lingkungannya, sehingga menjadi tidak bersih. Dengan melaksanakan ajaran Islam, fitrah yang telah dikotori oleh lingkungan dapat menjadi suci kembali.Pandangan Asia ini lebih menekankan segi etika dan rohaniah, sedangkan segi fisik kurang mendapat perhatian. Dalam kepribadian selalu termuat pula elemen etis dan moral, yakni suatu perasaan keharusan pada manusia untuk berlaku susila. Hal ini tidak terlepas dari pandangan hidup yang terdapat di Asia, bahwa manusia merupakan sebagian dari kosmos atau makhluk Tuhan, yang pada hakikatnya Tuhanlah yang akan menentukan sikap dan nasib manusia.

2. DEFINISI KEPRIBADIANPada dasarnya istilah kepribadian digunakan untuk pengertian yang ditujukan pada individu atau perorangan. Artinya, yang mempunyai kepribadian adalah individu. Kemudian istilah kepribadian digunakan pula untuk kelompok individu atau masyarakat, selain dikenal adanya kepribadian si Fulan, juga dikenal dengan adanya kepribadian Minangkabau, kepribadian Jawa, kepribadian pegawai negeri, kepribadian Indoneis, dan sebagainya.Kepribadian Indonesia disamakan pengertiannya dengan manusia Indonesia, ukuran satuan atau unitnya dalam pengertian sifat, ciri, karakter, watak, jiwa, moral, semangat, kebiasaan, tingkah laku, dan lain-lain.Gordon W. Allport (1937) memberikan definisi kepribadian sebagai berikut :Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system that determine his unique adjustment to his environment.“Kepribadian ialah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya”.Kalau definisi tersebut dianalisis, maka kepribadian adalah:a. Merupakan suatu organisasi dinamis, yaitu suatu kebulatan keutuhan, organisasi atau sistem yang mengikat dan mengaitkan berbagai macam aspek atau komponen kepribadian. Organisasi tersebut dalam keadaan berproses, selalu mengalami perubahan dan perkembangan.b. Organisasi itu terdiri atas sistem-sistem psychiphysical atau jiwa raga. Term ini menunjukkan bahwa kepribadian itu tidak hanya terdiri atas mental, rohani, jiwa atau hanya jasmani saja tetapi organisasi itu mencakup semua kegiatan badan dan mental yang menyatu kedalam kesatuan pribadi yang berbeda dalam individu.c. Organisasi itu menentukan penyesuaian dirinya, artinya menunjukkan bahwa kepribadian dibentuk oleh kecenderungan yang berperan secara aktif dalam menentukan tingkah laku individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan lingkungan masyarakat. Kepribadian

Page 21: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

adalah sesuatu yang terletak di belakang perbuatan khas yang berbeda dalam individu.d. Penyesuaian diri dalam hubungan dengan lingkungan itu bersifat unik, khas, atau khusus, yakni mempunyai ciri-ciri tersendiri dan tidak ada yang menyamainya. Tiap penyesuaian kepribadian tidak ada dua yang sama dan karena itu berbeda dengan penyesuaian kepribadian yang lain, walaupun seandainya dua kepribadian anak kembar berasal dari satu telur. Tiap-tiap penyesuaian terarah pada diri sendiri, lingkungan masyarakat, ataupun kebudayaan.Dari definisi diatas diperoleh pengertian sebagai berikut:a. Bahwa kepribadian adalah organisasi yang dinamis, artinya suatu organisasi yang terdiri dari sejumlah aspek/unsur yang terus tumbuh dan berkembang sepanjang hidup manusia.b. Aspek-aspek tersebut adalah mengenai psiko-fisik (rohani dan jasmani) antara lain sifat-sifat, kebiasaan, sikap, tingkah laku, bentuk-bentuk tubuh, ukuran, warna kulit dan sebagainya. Semuanya tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi yang dimiliki seseorang.c. Semua Aspek kepribadian, baik sifat-sifat maupun kebiasaan, sikap, tingkah laku, bentuk tubuh, dan sebagainya, merupakan suatu sistem (totalitas) dalam menentukan cara yang khas dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Ini mengandung arti bahwa setiap orang memiliki cara yang khas atau penampilan yang berbeda dalanm bertindak atau bereaksi terhadap lingkungannya.Dengan kata lain dapat dikatakan kepribadian yang mencakup semua aktualisasi dari (penampilan) yang selalu tampak pada diri seseorang, merupakan bagian yang khas atau ciri-ciri dari seseorang. Misalnya ada orang yang memiliki sifat pemarah tetapi jujur, tekun bekerja, suka menolong, rajin bekerja, senang berolahraga, suka berpakaian yang sederhana dan sebagainya.

TEMPERAMEN, WATAK DAN KEPRIBADIANTemperamen adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan Emosi (perasaan), misalnya pemarah, penyabar, periang, pemurung, introvern, ekstravert dan sebagainya. Sifat-sifat emosional adalah bawaan (warisan/turunan), sehingga bersifat permanen dan tipis kemungkinan untuk dapat berubah.Watak (karakter, tabiat) adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan nilai-nilai, misalnya jujur, pembohong, rajin, pemalas, pembersih, penjorok dan sebagainyaKepribadian adalah keseluruhan aspek yang terdapat di dalam diri seseorang, termasuk di dalam temperamen dan watak. Di samping itu, termasuk juga ke dalam kepribadian semua pola tingkah laku, kebiasaan, sikap kecakapan, serta semua hal yang selalu muncul dari seseorang. Dengan demikian kepribadian mengandung arti yang lebih luas dari temperamen dan watak, karena temperamen dan watak adalah sebagian dari kepribadian.

TIPE-TIPE KEPRIBADIANBerdasarkan persamaan aspek kepribadian pada sejumlah orang tertentu, maka para ahli mengadakan pembagian/penggolongan kepribadian manusia bermacam-macam tipe. Beberapa macam pembagiannya ialah:a. Menurut GalenusGalenus seorang dokter bangsa Romawi (129 – 199 M) membagi temperamen manusia menjadi 4 tipe berdasarkan jenis cairan yang paling berpengaruh pada tubuh manusia.Pembagian tersebut adalah:1) Cholericus : Empedu kuning (chole) yang paling berpengaruh. Orang ini besar dan kuat tubuhnya, penarik darah, sukar mengendalikan diri.2) Sanguinicus: darah (sanguis) yang lebih besar pengaruhnya. Orang ini wajahnya selalu berseri-seri, periang, dan berjiwa kekanak-kanakan3) Flegmeticus: lendis (flegma) yang paling berpengaruh. Orang ini pembawaannya tenang, pemalas, pesimis, dan wajahnya selalu pucat4) Melancholicus: empedu hitam (melanchole) yang lebih berpengaruh. Orang-orang dengan tipe ini selalu bersikap murung dan mudah menaruh syak (curiga).

b. Menurut HeymansHeymans memperoleh 7 macam tipe manusia yaitu:1) Gapasioneerden (orang hebat): orang yang aktif dan emosional serta fungsi sekundernya kuat.2) Cholerici (orang garang): orang aktif dan emosional tetapi fungsi sekundernya lemah3) Sentimentil (orang perayu): orang yang tidak aktif, emosional dan fungsi sekundernya kuat.4) Nerveuzen (orang penggugup): orang yang tidak aktif dan fungsi sekundernya lemah tetapi emosinya kuat.5) Flegmaciti (orang tenang): orang yang tak aktif dan fungsi sekundernya kuat.6) Sanguinici (orang kekanak-kanakan): orang yang tidak aktif, tidak emosional, tetapi fungsi sekundernya kuat.

Page 22: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

7) Amorfrn (orang tak berbentuk): orang-orang yang tidak aktif, tidak emosional dan fungsi sekundernya lemah.

c. Menurut SprangerBerdasarkan kuat lemahnya nilai-nilai dalam diri seseorang, R. Spranger membagi watak/kepribadian manusia menjadi 6 tipe, yaitu:1) Manusia teoriOrang-orang ini berpendapat ilmu pengetahuan paling penting, berada di atas segala-galanya.2) Manusia EkonomiNilai yang paling penting bagi orang ini ialah uang (ekonomi)3) Manusia sosialBagi orang ini, nilai-nilai sosial paling mempengaruhi jiwanya.4) Manusia politikNilai yang terpenting bagi orang ini ialah politik5) Manusia seniJiwa orang ini selalu dipengaruhi oleh nilai-nilai kesenian6) Manusia salehOrang ini pecinta nilai-nilai agama

MENGUKUR KEPRIBADIANCara mengukur.menyelidiki kepribadian ada bermacam-macam antara lain:1) ObservasiMenilai kepribadian dengan observasi yaitu dengan cara mengamati/memperhatikan langsung tingkah laku serta kegiatan yang dilakukan oleh yang bersangkutan terutama sikapnya, caranya, bicara, kerja dan juga hasilnya.2) Wawancara (interview)Menilai kepribadian dengan wawancara, berarti mengadakan tatap muka dan berbicara dari hati-hati dengan orang yang dinilai.3) InventoryInventory adalah sejenis kuesiner (pertanyaan tertulis) yang harus dijawab oleh responden secara ringkas, biasanya mengisi kolom jawaban dengan tanda cek.4) Teknik ProyektifCara lain mengukur/menilai kepribadian dengan menggunakan teknik proyektif. Si anak/orang yang dinilai akan memproyeksikan pribadinya melalui gambar atau hal-hal lain yang dilakukannya.5) Biografi dan AutobiografiRiwayat hidup yang ditulis orang lain (biografi) dan ditulis sendiri (autobiografi) dapat juga digunakan untuk menilai kepribadian6) Catatan HarianCatatan harian seseorang berisikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehari-hari, dapat juga dianalisis dan dijadikan bahan penelitian kepribadian seseorang.

3. ASPEK-ASPEK KEPRIBADIANTingkah laku manusia dianalisis ke dalam tiga spek atau fungsi yaitu:a) Aspek kognitif (pengenalan) yaitu pemikiran, ingatan hayalan, daya bayang, inisiatif, kreativitas, pengamatan dan penginderaan. Fungsi aspek kognitif adalah menunjukkan jalan, mengarahkan dan mengendalikan tingkah laku.b) Aspek afektif yaitu bagian kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan alam perasaan atau emosi, sedangkan hasrat, kehendak, kemauan, keinginan, kebutuhan, dorongan, dan elemen motivasi lainnya disebut aspek konatif atau psi-motorik (kecenderungan atau niat tidak) yang tidak dapat dipisahkan dengan aspek afektif.c) Aspek motorik yaitu berfungsi sebagai pelaksana tingkah laku manusia seperti perbuatan dan gerakan jasmaniah lainnya.

OBJEK PENELITIANSaya mengetahui bahwa dilingkungan sekitar saya ada seorang anak yang prilakunya bandal jadi orang tuanya nggak perhatian sama dia karena sibuk kerja.Jadi dia terpengaruh oleh lingkungannya namanya : Adi dia mengikut tingkah laku temannya sehingga orang tuanyapun nggak peduli lagi sama dia berulang-ulang dinasehati dia nggak mau dengarin nasehat orang tuanya mungkin kepribadiannya belum menuju arah kebaikan

Page 23: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

Konsep Diri Ditulis oleh Rizki Mulya Rahman    Rabu, 17 Juni 2009 22:00 Pengertian Konsep Diri

Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Menurut Rogers konsep diri merupakan konseptual yang terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat dari ’diri subjek’ atau ’diri objek’ dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antar ’diri subjek’ diri objek’ dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-perseepsi ini (Lindzey & Hall, 1993;201).

Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberi arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya sendiri, hal ini menunjukan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya untuk melihat dirinya sebaimana ia lakukan terhadap objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami ini disebut sebagai konsep diri (Fitts, dalam Agustiani, 2006:139).

Menurut Hurlock (1978:237), pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain.

Menurut Hurlock (1978:238), konsep diri yang positif akan berkembang jika seseorang mengembangkan sifat-sifat yang berkaitan dengan ‘good self esteem’, ‘good self confidence’, dan kemampuan melihat diri secara realistik. Sifat-sifat ini memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain secara akurat dan mengarah pada penyesuaian diri yang baik. Seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positip terhadap segala sesuatu.

Sebaliknya konsep diri yang negatif menurut Hurlock (1978:238) akan muncul jika seseorang mengembangkan perasaan rendah diri, merasa ragu, kurang pasti serta kurang percaya diri. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan tidak memiliki daya tarik terhadap hidup.Jadi konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya secara menyeluruh. Konsep diri penting dalam mengarahkan interaksi seseorang dengan lingkungannya mempengaruhi pembentukan konsep diri orang tersebut.

 

Pembentukan Konsep Diri

Konsep diri tidak dibawa sejak lahir tetapi secara bertahap sedikit demi sedikit  timbul sejalan dengan berkembangnya kemampuan persepsi individu. Konsep diri manusia terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang dari kecil hingga dewasa. Bayi yang baru lahir tidak memiliki konsep diri karena mereka tidak dapat membedakan antara dirinya dengan lingkungannya. Menurut Allport (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21) bayi yang baru lahir tidak mengetahuui tentang dirinya.

Rahmat (2000: 100), menjelaskan bahwa konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tapi juga penilaian diri anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Adanya proses perkembangan konsep diri menunjukan bahwa konsep diri seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi merupakan suatu keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan masih dapat  berubah.

Page 24: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

 

Faktor-faktor Pembentukan Konsep Diri

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri, antara lain:

a.    UsiaKonsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial (Syaiful, 2008).

b.    InteligensiInteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya (Syaiful, 2008).

c.    PendidikanSeseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).

d.    Status Sosial EkonomiStatus sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah.

Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21).

e.    Hubungan KeluargaSeseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.

f.    Orang LainKita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya. Miyamoto dan Dornbusch (dalam Rakhmat, 2005:101) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang palin jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.

Page 25: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

g.    Kelompok Rujukan (Reference Group)Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. Menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2005:105), ciri orang yang memiliki konsep diri negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenagi orang lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi.Sebaliknya, orang yang memilikii konsep diri positif ditandai dengan lima hal:

1)    Kemampuan mengatasi masalah.2)    Merasa setara dengan orang lain.3)    Menerima pujian tanpa rasa malu.4)    Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.5)    Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Hamachek (dalam Rahmat, 2000: 106) menyebutkan 11 karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif:1.    Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-psinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tapi ia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.

2.    Mampu bertindak berdasarkan penelitian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

3.    Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.

4.    Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kagagalan atau kemunduran.

5.    Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.

6.    Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.

7.    Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.

8.    Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

9.    Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.

10.    Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.

11.    Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.

 

* Penulis adalah mahasiswa fakultas psikologi UIN Jakarta. Saat ini beliau menjabat sebagai Ketua Komisariat Fakultas Psikologi(Komfapsi) PMII Cabang Ciputat.

Memahami Konsep Diri

Page 26: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

Beberapa Terminologi Penting tentangKonsep Diri

Konsep diri berkaitan erat dengan individu termasuk ide, pikiran, kepercayaan serta

keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan dengan orang lain. Setiap orang akan mendasarkan, membanding, merepon dan bentuk perlaku sesuai dengan konsep dirinya. Konsep diri terbentuk melalui proses yang terjadi sejak lahir kemudian secara bertahap mengalami perubahan seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembanga individu. Pembentukan konsep diri sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Konsep diri juga akan dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai tekanan yang dialami individu. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian terhadap pengalaman akan situasi tertentu. Berikut ini beberapa pengertian yang yang perlu dipahami berkaitan dengan konsep diri dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

... Apa Konsep Diri itu?Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998). Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuan, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Beck, Willian dan Rawlin (1986) menyatakan bahwa konsep diri merupakan cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisik, emosional intelektual, sosial dan spiritual.Konsep diri merupakan suatu ukuran kualitas yang memungkinkan seseorang dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki keunikan sendiri sebagai manusia, tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial, yaitu berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan membawa kepribadian tetapi dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya. Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri (kepribadian), tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa yang telah terjadi pada diri pribadinya. Kesadaran terhadap diri pribadi merupakan suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep DiriPerkembanganKonsep diri bukan bawaan (hereditas) sejak lahir, tetapi berkembang melalui tahapan tertentu karena interaksi dengan lingkungan. Sejak lahir seseorang mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Dengan demikian pembentukan konsep diri melalui suatu proses belajar. Dalam melakukan kegiatannya seseorang memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan, penggunaan bahasa, suara, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya, interaksi sosia, hubungan interpersonal, kemampuan dalam bidang terntentu yang dinilai oleh diri, kelompok atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasikan potensi yang dimilikinya.Orang terpenting atau yang Terdekat (Significant Other) Pembentukan konsep diri terjadi melalui kedekatan dan hubungan personal dengan orang terdekat disekitarnya. Hal ini dipelajari melalui kontak dan pengalaman pribadi dengan orang lain. Belajar melalui cermin orang lain dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri atas pandangan orang lain erhadap dirinya. Ketika anak mulai tumbuh dewasa akan sangat dipengaruhi oleh orang tua (ayah dan ibunya), dimana perilakunya akan banyak dibentuk dengan ukuran dan interpretasi dengan tindakan—perilaku orang tuanya. Demikian halnya, pada saat remaja dipengaruhi oleh teman di lingkungan bermain, sekolah, atau orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budayadan sosialisasi akan membentuk konsep diri seseorang.Persepsi Terhadap Diri Pribadi (Self-Perception)Proses psikologis diasosiasikan dengan interpretasi dan pemberian makna terhadap orang atau objek tertentu yang dikenal dengan persepsi. Menurut Fisher, persepsi didefenisikan sebagi interpretasi terhadap berbagai sensasi sebagai representasi dari objek eksternal. Dengan demikian persepsi merupakan pengetahuan yang dapat ditangkap oleh panca indera. Oleh karena itu. persepsi mensyaratkan: (a) adanya objek eksternal yang dapat ditangkap oleh indera, (b) adanya informasi untuk diinterpretasikan, dan (c) menyangkut sifat representatif dari penginderaan. Karenanya persepsi tidak lebih dari sekedar pengetahuan mengenai apa yang tampak sebagai realitas seseorang. Realitas yang dipersepsikan seringkali sesuatu yang jelas, bersifat pribadi, penting, utama dan dapat dipercaya. Sementara indera manusia mempunyai keterbatasan, karenanya bisa jadi pengetahuan yang disimpulkan bukanlah suatu kenyataan yang sebenarnya.

Gambaran diri (Body Image)

Page 27: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

Gambaran diri (body image) merupakan sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1991). Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan (Keliat,1992). Gambaran diri berhubungan dengan kepribadian, cara individu memandang dirinya memiliki dampak terhadap perkembangan psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya dengan menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan terhindar dari rasa cemas anmeningkatkan harga diri (Keliat, 1992). Individu yang stabil, realistis dan onsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap aktualisasi diri dalam rangka memperbaiki hubungan dengan orang lain, enerimaan diri dan menjadi pemicu sukses dalam kehidupannya. Ideal Diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dirinya harus berperilaku dan bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart and Sundeen, 1991). Standar diri terkait dengan tipe orang yang akan diinginkan—patokan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang ingin di capai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan harapan dan cita-cita pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) serta kepada siapa ingin dilakukan. Ideal diri sebagai cermin dari konsep diri mulai berkembang sejak masa kanak–kanak yang di pengaruh orang-orang terdekat—penting dalam hidupnya yang memberikan keuntungan dan harapan pada perkembangan berikutnya. Ideal diri akan di bentuk melalui proses identifikasi pada oranglian seperti, teman, guru, pemimpin, orang tua, dan sebagainya.Identitas dan Kesadaran Diri Identitas diri adalah cara-cara yang digunakan untuk membedakan individu satu dengan individu-individu lainnya. Dengan demikian diri adalah suatu pengertian yang mengacu pada identitas spesifik dari individu. Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat engatur dan menerima dirinya.

Fisher menyebutkan ada beberapa elemen dari kesadaran diri, yaitu konsep diri,self-esteem, dan multiple selves.1. Konsep diri merupakan cara pandang tentang diri sendiri. Umumnya orang

menggolongkan diri sendiri dalam tiga kategori;Karakteristik atau sifat pribadi atau sifat yang dimiliki, seperti fisik (lakilaki,

perempuan, tinggi, rendah, cantik, tampan, gemuk, dsb). Atau kemampuan tertentu (pandai, pendiam, rajin, cermat dsb)

Karakteristik atau sifat sosial, misalnya introvert atau ekstrovert, ramah atau ketus, periang atau pendiam.

Peran sosial, contohnya ayah, ibu, guru, militer, polisi dan lain-lain.2. Self esteem, merupakan bagian yang inherent dari konsep diri. Self esteem kita adalah

bagian dari interpretasi atau penyimpulan dari persepsi diri. Self-esteem berpengaruh pada perilaku komunikasi. Jika self-esteem tinggi, biasanya akan lebih percaya diri, mandiri dan merasa kompeten.

3. Multiselves mencakup pengertian bahwa setiap orang terkadang memiliki identitas yang berbeda dalam berbagai situasi atau kondisi. Misalnya di kelas sebagai guru, di rumah ebagai ayah, dan di kantor sebagai manajer.

Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat,1992). Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut. Perasaan dan perilaku yang kuat akan identitas diri individu dapat ditandai dengan:

Memandang dirinya secara unik.Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain.Merasakan otonomi: menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri dan

mampu mengontrol diri.Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri.

... Pembentukan Konsep DiriWuryanano (2007) menguraikan bagaimana membentuk konsep diri menjadi lebih baik,maka terlebih dahulu Anda harus mengetahui hal-hal yang mempengaruhi Konsep Diri,yaitu: (a) cita-cita diri, (b) citra diri, dan (c) harga diri.Cita-cita diri adalah keinginan untuk mencapai sesuatu tujuan, harapan, dankeinginan pribadi yang dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya seperti, orang tua,teman atau tetangga. Hal ini biasanya sangat kuat mempengaruhi kehidupan seseorangdi masa depan. Seringkali terjadi cita-cita diri bukanlah harapan pribadi, tetapi sudahterjadi dan dijalani saat ini, tidaklah mungkin mengubah secara fisik apa yang saat ini

Page 28: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

sudah terjadi. Misalnya, Anda tidak bercita-cita untuk menjadi seorang guru, tetapikarena orang tua sangat menginginkan punya anak seorang guru, maka akhirnya didalam perjalanan pendidikan Anda sudah terarah untuk menjadi pendidik. Hal ini secarafisik sangat sulit untuk dirubah. Seseorang akan tetap menjadi seorang guru, dokter,insinyur atau pengacara. Hal ini sebenarnya tidak begitu berpengaruh pada kehidupanpribadi. Tetapi yang penting di pahami, bahwa kehidupan pribadi sangat dipengaruhioleh sesuatu yang lebih prinsip, sesuatu dari dalam diri yang diyakini, yaitu citra diri.Citra Diri merupakan suatu produk dari pengalaman masa lalu beserta sukses dankegagalannya. Citra diri dibangun oleh sebuah gambaran tentang diri yang menurutkeyakinan dianggap benar. Citra Diri sebenarnya muncul sebagai "Konsepsi dirimengenai seperti apakah diri Anda sebenarnya". Seringkali keyakinan tentang diri tidaktepat atau memang salah. Tetapi yang sering terjadi seseorang menganggap hal itusesuatu yang sesungguhya. Seseorang bisa menjadikan pengalaman hidup danaktualisasi dirinya sebagai sebuah kisah sukses, atau sebaliknya suatu kisah penuhkegagalan, keburukan, keterpurukan, dan kesulitan. Semuanya tergantung pada apayang akan dilakukan terhadap citra dalam dirinya. Dengan kata lain citra diri merupakanalat penting untuk mencapai kebaikan atau keburukan. Upaya mengubah, memperbaikidan meningkatkan citra diri harus menggunakan kekuatan pikiran super, bekerja kerasdengan sebuah wawasan—cara pandang dan berfikir baru.Semua tindakan dan emosi akan selalu konsisten dengan citra diri. Anda akanbertindak sesuai dengan diri yang menurut pikiran menunjukkan keberadaan dirinya.Anda tidak bisa bertindak selain dari itu, meskipun mungkin melatih seluruh dayakemampuannya. Jika orang berpikir dengan keyakinan bahwa dirinya sebagai "tipe

orang gagal", maka dirinya akan menemukan cara untuk mendekati kegagalan; biarpundia sudah berusaha keras sekali agar berhasil. Orang yang berpikir dirinya "tidakberuntung" seperti itu akan mendapatkan bukti bahwa dia memang selalu ditimpakemalangan dalam hidupnya, meskipun dia selalu mencoba berusaha agar berhasil. Halpenting yang perlu ditekankan bahwa citra diri sebagai landasan sekaligus pilar yangmenyangga seluruh kepribadian seseorang. Hal ini menandakan bahwa citra diri dapatdirubah atau masih mungkin untuk diperbaiki sesuai kehendak dirinya.Harga diri merupakan penilaian diri terhadap hasil yang dicapai denganmenganalisis seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen, 1991).Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diriyang tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diridiperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerimapenghargaan dari orang lain (Keliat, 1992). Biasanya harga diri sangat rentan terganggupada saat remaja dan usia lanjut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalahkesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga Diri merupakan ukuran seberapabesar seseorang bisa memberikan penghargaan terhadap diri sendiri akan menentukanseberapa tinggi harga dirinya. Jika seseorang kerapkali tidak mampu menghargai dirisendiri, menganggap remeh dirinya, maka orang lainpun dipastikan tidak akanmenghargai dirinya sebagaimana mestinya. Citra Diri juga sangat kuat pengaruhnyaterhadap harga diri. Oleh karena itu, langkah awal yang harus diperhatikan bagaimanamembentuk citra diri lebih baik, sehingga menentukan tingkat harga diri yangdiharapkan.Satu hal yang mendasar bahwa citra diri dapat diubah. Orang tidak pernah terlalumuda atau terlalu tua untuk bisa mengubah citra dirinya. Individu memulai hidup barusecara lebih produktif, kreatif, inovatif serta berani mengambil risiko. Seseorangmemungkinkan untuk mengubah citra dirinya. Kebanyakan orang kurang menyadaribahwa kesulitan terletak pada penilaian atas diri sendiri. Begitu banyak di antara kitayang kurang menghargai diri sendiri. Keberhasilan seseorang dalam memperbaiki ataumembentuk kembali konsep diri yang benar sesuai keinginan, sangat ditentukan olehsikap pribadinya. Sikap tidak lebih dari kebiasaan berpikir dan kebiasaan yang dapatdibentuk dan dipelajari. Sikap yang sehat secara pasti akan membimbing menujukesuksesan. Sikap yang sehat harus terus menerus dipupuk dan dibiasakan dalamkehidupan sehari-hari.Hasil penelitian yang dilakukan di Amerika oleh Dr. Eli Ginzberg beserta timnyayang melibatkan 342 subyek penelitian yang merupakan lulusan dari berbagai disiplinilmu. Subyek penelitian ini mahasiswa yang berhasil mendapatkan beasiswa dariColombia University. Dr. Ginzberg dan timnya meneliti seberapa sukses 342 mahasiswaitu dalam hidup mereka, lima belas tahun setelah mereka menyelesaikan studi. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian yang lulus dengan mendapatpenghargaan (predikat memuaskan, cum laude atau summa cum laude), mereka yangmendapatkan penghargaan atas prestasi akademiknya, mereka yang berhasil masukdalam Phi Beta Kappa ternyata lebih cenderung berprestasi biasa-biasa saja—tidakistimewa. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan langsung antarakeberhasilan akademik dan keberhasilan hidup atau kesuksesan. Lalu faktor apa yangmenjadi kunci keberhasilan atau kesuksesan seseorang.Dengan demikian, disimpulkan bahwa kunci keberhasilan hidup adalah konsep diripositif. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilanhidup seseorang, karena konsep diri dapat dianalogikan sebagai suatu “operatingsystem” yang menjalankan suatu komputer. Terlepas sebaik apapun perangkat keraskomputer dan program yang di-install, apabila sistem operasinya tidak baik dan banyak

Page 29: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

kesalahan, maka komputer tidak dapat bekerja dengan maksimal. Hal yang samaberlaku bagi manusia. Konsep diri merupakan sistem operasi yang menjalankankomputer mental, yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Konsep dirisetelah terinstall akan masuk di pikiran bawah sadar dan mempunyai bobot pengaruhsebesar 88% terhadap tingkat kesadaran seseorang dalam suatu saat. Semakin baikkonsep diri, maka akan semakin mudah seseorang untuk berhasil .

Pembelajaran Berbasis Pembentukan Konsep Diri

Anna MarianaGuru TPA Al-Hanif Cihanjung, Cimahi, Jabar

Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 menyatakan, pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun jika kita melihat kenyataannya, realisasi dari tujuan tersebut masih jauh dari harapan.

Betapa tidak, sederet tindakan 'amoral' hampir setiap hari kita dengar bahkan kita saksikan. Ironisnya, itu semua terjadi dilakukan oleh orang-orang yang pernah atau sedang bergelut dengan bangku sekolah. Kesannya, pendidikan seolah justru melahirkan permasalahan bukan memberikan solusi. Padahal seharusnya, pendidikan menjadi kekuatan untuk mengubah ketidakberaturan ke arah keteraturan, kebobrokan moral menuju makarimal akhlak, kekeringan spiritualkearahpower of spiritualism dan seterusnya.

Karena itu, patut kita ambil hikmah untuk kemudian mencarikan solusinya. Salah satu tawarannya adalah, dengan mengoptimalkan kegiatan pembelajaran yang mampu mendorong pada pembentukan karakter (character building) siswa. Mata pelajaran agama pada khususnya dan umumnya pelajaran yang lain jangan sampai terjebak pada orientasi nilai-nilai angka semata tanpa diimbangi perubahan karakter pada diri siswa.

Dalam khazanah Islam, kita kenal kalimat mutiara : ''Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dari zaman-mu''. Artinya, anak didik kita hari ini adalah calon pemimpin yang akan datang. Oleh karena itu, salah satu hikmahnya adalah bagaimana kita mampu menanamkan konsep diri pada anak didik kita dalam rangka menghasilkan anak didik yang berkarakter (berakhlak) dan kelak mampu menjadi generasi yang mampu memimpin bangsa ini dengan peradaban yang tinggi dan dihiasi oleh kemuliaan akhlaknya (karakter yang luhur).

Menurut William Kitpatrick (1992), sebuah karakter akan tercipta dalam pribadi seseorang memerlukan tiga komponen (components of good character). Yaitu pengetahuan tentang kebaikan (moral knowing), perasaan tentang moral atau kebaikan (moral feeling), dan aplikasi kebaikan (moral action).

Oleh karena itu, optimalisasi pembinaan semacam ini harus continue dan efektif, terlebih saat ini virus-virus zaman semakin marak merongrong moralitas anak melalui berbagai media. Karenanya, sekolah sebagai salah satu persinggahan sekaligus 'kawah candra di muka' bagi anak, harus mampu tampil menangkap fenomena dewasaini.

Dalam diri anak harus tertanam konsep diri yang kuat. Karenanya sekolah sebagai lembaga pendidikan kedua setelah di keluarga, harus mampu membentengi diri anak dari berbagai ekses negatif lingkungan, baik yang datang melalui media ataupun pergaulan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Pembentukan karakter (character building) melalui penguatan konsep diri merupakan salah satu solusi yang efektif. Ikhtiar tersebut dapat dilakukan di antaranya melalui beberapa hal berikut ini.

Pertama, mempermudah pujian dan penghargaan yang proporsional sebagai upaya membangun afirmasi positif pada pikiran dan jiwa anak yang diharapkan dapat menghembuskan semangat yang positif. Kedua, memfasilitasi akses dengan orang yang potensial menjadi idola. Artinya, para pendidik harus mampu menggiring siswa untuk mengidolakan sosok yang baik, dan sebagai

Page 30: modul perkembangan Peserta didik (temperamen)

umat Islam, Rasulullah SAW adalah teladan utama.

Ketiga, mengadakan kunjungan kepada orang yang keadaannya jauh di bawah ataupun yang lebih maju. Hal ini bertujuan untuk membangun semangat bersyukur, empati, simpati dan rangsangan positif. Keempat, membangun semangat berlomba sehingga terbangun jiwa yang kompetitif dalam kehidupan. Kelima, pembinaan iman dan taqwa dalam bentuk pembiasaan shalat berjamaah, pelaksanaan shalat sunah tahajud dan dhuha, ataupun dzikir asmaul husna sebelum belajar.

Bila itu semua telah mampu ditanamkan, maka ada faktor yang tidak bisa ditinggalkan yakni keteladanan. Guru adalah orang yang digugu dan ditiru. Oleh karenanya, pastikan diri kita menjadi tokoh panutan bagi siswa. Mustahil suatu karakter yang mulia akan terjadi dengan baik, manakala keteladanan tidak tampak dalam diri kita sebagai guru.