Modul Pembelajaran Pengolahan Minyak Kenari

download Modul Pembelajaran Pengolahan Minyak Kenari

of 63

description

minyak kenari

Transcript of Modul Pembelajaran Pengolahan Minyak Kenari

  • MODUL PEMBELAJARAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KENARI

    G.S.Suhartati Djarkasi

    Tropical Plant Curriculum Project Sam Ratulangi University

  • DISCLAIMERThis publicati on is made possible by the generous

    support of the American people through the United

    States Agency for Internati onal Development (USAID).

    The contents are the responsibility of Texas A&M University

    and Sam Ratulangi University as the USAID Tropical Plant

    Curriculum Project partners and do not necessarily refl ect

    the views of USAID or the United States Government.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University ii

    DAFTAR ISI

    Halaman Bab. I. Karakteristik tanaman kenari 1

    Pendahuluan 1

    Taksonomi dan morfologi 1

    Pemanenan 6

    Produksi 7

    Penggunaan biji kenari 7

    Daftar Pustaka 8

    Bab.II. Ekstraksi dan pemurnian minyak Kenari 10

    Pendahuluan 10

    Metode ekstraksi 11

    a. Rendering 11

    b. Pengepresan mekanik 11

    c. Ekstraksi dengan pelarut 13

    Pemurnian minyak 15

    Daftar Pustaka 16

    Bab. III. Komposisi dan sifat minyak kenari 18

    Pendahuluan 18

    Komposisi asam lemak minyak kenari 19

    Sifat fisik minyak kenari 24

    Sifat kimia minyak kenari 25

    Komponen minor minyak kenari 26

    Daftar Pustaka 27

    Bab.IV. Kerusakan minyak kenari 30

    Pendahuluan 30

    Kerusakan minyak 31

    a. Reaksi hidrolitik 31

    b. Reaksi oksidatif 34

    1). Autooksidasi 35

    2) Fotooksisdasi 39

    3) Reaksi yang dikatalisis oleh enzim 42

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University iii

    4) Faktor-faktor yang berpengaruh 43

    Daftar Pustaka 48

    Bab.V. Metode analisis minyak kenari 51

    Pendahuluan 51

    Metode ekstraksi minyak kenari 51

    a. Ekstraksi minyak kenari dengan metode pengepresan 51

    b. Ekstraksi minyak kenari dengan metode soxhlet 52

    c. Ekstraksi minyak kenari dengan metode maserasi 52

    Metode pengukuran sifat kimia minyak kenari 52

    Daftar Pustaka 57

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 1

    BAB I. KARAKTERISTIK TANAMAN KENARI

    Tujuan Instruksional Khusus (Pembelajaran)

    Setelah membaca bagian dari bab ini diharapkan mahasiswa/pembaca

    dapat menjelaskan tentang karakteristik tanaman, buah, dan biji kenari

    sebagai sumber minyak nabati.

    PENDAHULUAN Kenari merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak tumbuh di

    daerah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Utara, Maluku dan pulau

    Seram. Diduga, tanaman ini berasal dari Indonesia bagian timur. Beberapa

    sumber menyatakan bahwa tanaman kenari juga banyak dijumpai di

    beberapa negara seperti Thailand, Filipina, Kepulauan Fiji, dan Papua New

    Guinea. Penelitian intensif tentang asal-usul tanaman ini yang sebenarnya

    masih perlu dilakukan.

    Di Indonesia, tanaman ini masih merupakan tanaman hutan dan

    belum banyak dibudidayakan. Sumber lain menyatakan bahwa tanaman ini

    banyak dijumpai di daerah Malenesian (Kennedy dan Clarke, 2004, Thomson

    dan Evanz, 2004). Tanaman kenari diketahui juga sebagai Canarium nut

    (Keneddy dan Clarke, 2004).

    TAKSONOMI DAN MORFOLOGI Secara taksonomi, kenari memiliki nomenklatur: Kingdom Plantae,

    Subkingdom Tracheobionta, Superdivisi Spermatophyta, Divisi

    Magnoliophyta, Klas Magnoliopsida, Subklas Rosidae, Ordo Sapindales,

    Famili Burseraceae, Genus Canarium (Leenhouts, 1956, Anonimous, 2004,

    Keneddy dan Clarke, 2004). Genus Canarium merupakan genus terbesar

    dalam famili Burseraceae yang tersebar dari di Afrika, Asia, dan Kepulauan

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 2

    Pasifik (Sui, et al., 1997). Jadi, dari taksonomi dapat diketahui bahwa kenari

    merupakan tanaman vascular (mempunyai sistem jaringan pembuluh pada

    batangnya), berbunga, dan berbiji dikotil.

    Dari spesies yang ada, spesies yang terdapat di Pasifik Barat dapat

    diklasifikasikan menjadi 2 group, yaitu: (1) maluense (spesies: Canarium

    lamili, Canarium salomonense, Canarium harveyi) dan (2) vulgare (Canarium

    vulgare, Canarium indicum, Canarium ovatum) (Leenhouts, 1959, Yen, 1994,

    Keneddy dan Clarke, 2004). Kenyataan bahwa kemiripan ketiga spesies

    Canarium indicum, Canarium vulgare, dan Canarium ovatum yang termasuk

    dalam group vulgare juga dikemukakan oleh Coronel (1996) dan Thomson

    dan Evans (2004). Menurut Evans (1994) ketiga spesies yang dominan

    tersebut berbeda-beda asalnya Canarium vulgare dari Indonesia, Canarium

    ovatum dari Filipina, dan Canarium indicum berasal dari Indonesia, Papua

    New Guinea, Solomon, dan Vanuatu. Leenhouts (1959) mengemukakan

    bahwa Canarium indicum dan Canarium vulgare sangat mirip (overlap).

    Terutama jika didasarkan pada stipula dan morfologi buahnya (bentuk,

    ukuran, ketebalan shell, dan warna skin buah). Namun demikian, Canarium

    indicum mempunyai produksi lebih tinggi dari spesies yang lain dan ukuran

    lebih besar sehingga paling sesuai untuk dijadikan komoditi komersil (Yen,

    1994).

    Genus Canarium memiliki sekitar 100 spesies yang kebanyakan

    tumbuh di hutan lembab dataran rendah di daerah Melanesia (Kennedy dan

    Clarke, 2004). Namun demikian, spesies domestik yang paling banyak

    terdapat di Indonesia antara lain, Canarium lamili (Irian Jaya), Canarium

    vulgare (Sangihe Talaud, Sulawesi, Seram, Morotai, Tanimbar, dan Flores),

    dan Canarium indicum (Sulawesi utara, Ambon, Ternate, pulau Seram, dan

    Kai) (Leenhouts, 1959, Yen, 1994). Dari sebaran distribusi dan nilai

    komersial dari tiga spesies yang disebut diatas yang paling berpotensi

    adalah Canarium indicum. Canarium indicum ini dikenal juga dengan nama

    Canarium amboinense Hochr., Canarium commune L., Canarium.

    mehenbethene Gaertn., Canarium moluccanum Blume, dan

    Canariumanarium zephyrinum Rumphius (Thomson dan Evans, 2004).

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 3

    Tempat tumbuh tanaman kenari umumnya di hutan primer dengan

    kondisi tanah bervariasi; berkapur, berpasir, maupun tanah liat. Selain itu,

    tanaman ini tumbuh baik di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan

    ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (Thomson dan Evans, 2004).

    Pada kondisi dengan kesuburan optimal, tanaman ini bisa mencapai

    ketinggian 40 sampai 50 meter dan diameter batang bagian bawah 1 1,5

    meter (Gambar 1.1). Daunnya majemuk menyirip ganjil terdiri dari 6 8

    pasang berhadapan, lonjong, dan pangkal meruncing. Daun tanaman kenari

    berukuran panjang daun 7 28 cm dan lebar 3,5 11 cm. Tanaman ini

    termasuk tanaman berbunga. Bunganya kecil berwarna putih kekuning-

    kuningan dengan mahkota berbentuk segi tiga.

    Gambar 1. 1. Pohon Kenari (Canarium indicum)

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 4

    Tanaman ini menghasilkan buah dan biji (kernel) yang biasanya

    dimanfaatkan sebagai pangan camilan. Biji (kernel) tersebut mengandung

    lemak dan protein tinggi. Berdasarkan pada kandungan lemak dalam biji

    kenari, tanaman ini dapat dibandingkan dengan beberapa tanaman lain yang

    bijinya mengandung lemak tinggi yaitu almond, cashew, walnut, brazilnut,

    hazelnut, pecan, dan macadamia. Semua tanaman tersebut termasuk dalam

    golongan tree nut, yaitu tanaman kacang-kacangan sumber minyak yang

    dominan dalam perdagangan.

    Buah kenari berbentuk lonjong (ovoid) sampai agak bulat, dengan

    dimensi morfologi 2-4 x 3-6 cm, dan pada umumnya berwarna hijau pada

    saat masih mentah, berubah menjadi hijau tua agak kegelapan sampai

    kehitaman pada saat buah matang. Warna hitam terjadi karena degradasi

    klorofil pada kulit buah.

    Secara morfologi, buah kenari terdiri dari bagian kulit luar (exocarp),

    daging buah (mesocarp), dan bagian tempurung dan isinya (endocarp).

    Bagian kulit luar dan daging buah ada yang tebal dan ada yang tipis

    tergantung pada spesies kenari. Bagian tersebut biasanya dibuang begitu

    saja, belum banyak dimanfaatkan oleh manusia. Bagian endocarp, sering

    disebut sebagai nut-in-shell (NIS), terdiri dari tempurung dan biji yang

    dibungkus oleh kulit ari (testa). Tempurung biji kenari biasanya dimanfaatkan

    sebagai bahan bakar. Biji yang dipisahkan dari testa adalah bagian yang

    dapat dimakan (edible portion), inilah yang dimaksud dengan kenari yang

    biasa digunakan untuk makanan.

    Nut-in-shell (NIS) mempunyai 3 6 sisi atau bulat, biasanya memiliki

    2-3 biji, tergantung pada spesies dan kultivar (Gambar 1.2.). Dimensi

    morfologis dari NIS adalah panjang 28 62 mm, lebar 20 - 35 mm dengan

    berat basah 8 - 20 g (Gambar 1.3). Biji kenari dilindungi oleh kulit ari atau

    testa, yang dalam keadaan masih segar mudah sekali dilakukan

    pengupasan, tetapi pada biji yang telah kering, kulit ari menyatu dengan

    bagian bijinya (biji yang demikian disebut dengan nut in testa, (NIT). Bagian

    NIT lebih sulit dilakukan pengupasan, kecuali direndam dalam air hangat

    beberapa saat sebelumnya. Atau biasanya, biji kenari harus direndam dalam

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 5

    air dingin selama kurang lebih satu jam. Pemisahan biji kenari dari

    tempurung dan kulit ari memberikan bagian yang dapat dimakan (Gambar

    1.4). Bagian yang dapat dimakan dari biji kenari adalah 25 persen dari NIS

    kering (Thomson dan Evans, 2004).

    Komposisi kimia biji kenari sangat tergantung pada spesies, keadaan

    tanah, iklim, dan lokasi tumbuh. Berdasarkan pada komposisi kimia, biji

    kenari mengandung lemak (65 70%) sebagai komponen utamanya. Oleh

    sebab itu biji kenari dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati.

    Gambar 1.2. Kenari (Canarium indicum L. var. indicum), A: Cabang dan daun kenari. B: NIS (Nut in Shell) dari beberapa kultivar

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 6

    Gambar 1.3. Morfologi biji kenari spesies Canarium indicum, A adalah

    NIS dan B adalah NIT

    Gambar 1.4. Biji (kernel) kenari spesies Canarium indicum

    PEMANENAN

    Kenari adalah tanaman musiman, dengan musim panen pada bulan

    Maret sampai dengan Agustus..Selebihnya, tanaman berbuah sepanjang

    tahun tetapi sangat fluktuatif, tergantung pada musim hujan dan musim

    kemarau. Namun demikian, produk kenari dapat dijumpai sepanjang tahun

    A B

    B

    A

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 7

    karena biji kenari (NIS) yang sudah dikeringkan mempunyai umur simpan

    yang relatif lama.

    Sistem pemanenan buah kenari yaitu dilakukan pemanjatan pohon

    dengan bantuan galah, buah kenari dirontokkan kemudian dikumpulkan.

    Secara tradisional, pemanenan dilakukan setelah buah kenari jatuh.

    PRODUKSI

    Sampai sekarang, data produksi biji kenari yang akurat masih sulit

    dijumpai karena tanaman ini belum dibudidayakan. Namun demikian sebagai

    gambaran, satu hektar lahan dapat ditumbuhi kurang lebih 90 pohon kenari

    dan setiap pohon, mampu menghasilkan 50 kg biji kenari (Nut in Testa, NIT)

    per tahun (Thomson dan Evans, 2004). Dengan demikian, dalam satu hektar,

    tanaman kenari dapat menghasilkan sekitar 4,5 ton NIT per tahun. Meskipun

    belum dibudidayakan secara intensif, di beberapa propinsi di Indonesia, biji

    kenari setiap bulan dibutuhkan secara rutin. Di Sulawesi Utara, misalnya,

    sekitar 70-80 ton biji kenari (NIT) per tahun dimanfaatkan sebagai bahan

    tambahan pembuatan kue yang diperoleh dari daerah Minahasa, Sangihe

    Talaud, Ternate, dan Ambon (Eveline, 2006). Biji sebanyak itu, diperkirakan

    minimal diperoleh dari 1400 1600 pohon kenari, atau kalau dibudidayakan,

    diperoleh dari lahan kenari seluas 15 17 hektar.

    PENGGUNAAN BIJI KENARI

    Selama ini biji kenari dimanfaatkan untuk bahan pangan camilan

    (makanan ringan) yang memiliki nilai potensi komersial. Di Manado, biji

    kenari banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, misalnya halua kenari,

    ditambah dalam pembuatan roti, kue, dan klarpert tart. Makanan-makanan

    yang ditambah dengan biji kenari sangat digemari oleh masyarakat sehingga

    mempunyai nilai ekonomis tinggi. Makanan yang mengandung biji kenari

    tersebut menjadi makanan khas daerah sebagai oleh-oleh yang digemari

    oleh wisatawan. Makanan yang mengandung biji kenari digemari karena

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 8

    kontribusi protein dan lemaknya. Kedua komponen tersebut memberikan

    kontribusi rasa gurih pada makanan. Oleh sebab itu di daerah Manado biji

    kenari menjadi produk pangan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan

    sangat penting untuk dikembangkan secara komersial.

    Evaluasi Pembelajaran 1. Ada berapa spesies dari genus Canarium yang anda ketahui? Sebutkan!

    2. Sebutkan spesies yang sinonim dengan spesies Canarium indicum!

    3. Jelaskan deskripsi tanaman kenari!

    4. Apa perbedaan NIS dengan NIT?

    5. Sebutkan penggunaan biji kenari dalam pengolahan pangan!

    Daftar Pustaka

    Anonimous, 1999. Introducing the Molucca Nut. Project Bird Watch and Yayasan Wallacea. PO Box 110-P, Ubud, Bali-Indonesia.

    Anonimous, 2004. Plants Profil. Natural resources conservation service

    USDA. Coronel, R.E., 1996. Pili Nut (Canarium ovatum Engl.) International Plant

    Genetic Resources Institute. Rome, Italy. Evans, B., 1994. Overview of resource potential for indigenous nut

    production in South Pacific Indigenous Nuts. Edited by Steven, M.L., R.M. Bourke, and B.R. Evans. Proceedings of a workshop, 31 October 4 November, Vanuatu. Pp. 10-35.

    Kennedy, J and W.Clarke, 2004. Cultivated Landscapes of the Southwest

    Pasific. Resource Management in Asia-Pasific, Canberra. Version 1.1. Leenhout, P.W., 1956. Burseraceae. In Van Steenis, C.G.G.J. Ed. Flora

    Malesiana Series 1, vol. 5. Pp. 256-296. Noordhoff-Kolff N.V., Djakarta. Leenhout, P.W., 1959. Revision of the the Burseraceae of the Malaysian

    area in woder sense. Canarium Stickm. Blumea, 9(2):275-647.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 9

    Sui, L., F. Zee, R.M. Manshardt, Mallikarjuna, and K. Aradhya, 1997. Enzyme

    polymorphisms in Canarium. Scientia Horticulture, 68: 197-206. Thomson, L.A.J and Barry Evans, 2004. Canarium indicum var. indicum and

    C. harveyi (canarium nut) Burseraceae (torchwood family). Species Profiles for Pacific Island Agroforestry www.traditionaltree.org.

    Yen, D.E., 1994. Melanesian Arboriculture: Historical perspective with

    emphasis on genus Canarium in South Pacific Indigenous Nuts. Edited by Steven, M.L., R.M. Bourke, and B.R. Evans. Proceedings of a workshop, 31 October 4 November, Vanuatu. Pp. 36-44.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 10

    BAB II. EKSTRAKSI DAN PEMURNIAN MINYAK KENARI

    Tujuan Instruksional Khusus (Pembelajaran)

    Setelah membaca Bab 2 ini diharapkan mahasiswa/pembaca dapat

    menjelaskan tentang ekstraksi minyak kenari, baik secara mekanik maupun

    secara kimiawi dan dapat menjelaskan jenis-jenis impurities yang mungkin

    ada dalam minyak kenari serta pengaruhnya terhadap kualitas minyak.

    PENDAHULUAN

    Ekstraksi minyak dari bahan nabati merupakan suatu cabang ilmu

    khusus dari teknologi lemak dan minyak. Kebanyakan minyak nabati

    diperoleh dari kacang-kacangan atau biji-bijian, yang secara umum memberi

    dua komoditi yang bernilai yaitu minyak dan tepung kaya protein (Gunstone,

    2002). Pada pengolahan minyak, proses pengolahannya dilakukan

    berdasarkan pada sifat alami minyak tersebut dan juga tergantung pada hasil

    akhir yang dikehendaki. Perbedaan karakteristik bahan dari sumber yang

    bermacam-macam memerlukan penanganan yang berbeda pula (Norris,

    1982, Ketaren, 1986).

    Lipida alami bergabung dengan molekul lain melalui interaksi van der

    waals (interaksi beberapa molekul lipida dengan protein), elektrostatik, ikatan

    hidrogen, dan ikatan kovalen (Shahidi dan Wanasundara, 2002). Oleh

    karena itu, pemisahan dan isolasi lipida dari makro selular kompleks

    dilakukan dengan perlakuan fisik dan kimia. Ekstraksi adalah suatu cara

    untuk mendapatkan minyak dari bahan yang mengandung lipida. Tujuan

    umum proses ekstraksi sebagai berikut: untuk memperoleh minyak yang

    bebas dari kotoran (impurity) yang tidak diinginkan, memperoleh rendemen

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 11

    tinggi dengan proses yang ekonomis, dan menghasil residu atau bungkil

    yang masih bernilai tinggi (Norris, 1982).

    METODE EKSTRAKSI Cara ekstraksi minyak dan lemak dapat dilakukan dengan bermacam-

    macam cara, yaitu: rendering, pengepresan mekanik, dan ekstraksi dengan

    pelarut (Norris, 1982, Ketaren, 1986, Fils, 2000, Gunstone, 2002).

    a. Rendering Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari

    bahan yang mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi.

    Penggunaan panas pada proses ekstraksi adalah suatu hal yang spesifik,

    yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan

    untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh

    minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya. Pada umumnya rendering

    untuk ekstraksi minyak atau lemak dari jaringan hewan (Norris, 1982,

    Kataren, 1986).

    b. Pengepresan Mekanik Pengepresan mekanik merupakan suatu cara ekstraksi minyak

    terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian, termasuk biji kenari. Cara

    ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak

    tinggi sekitar 30-70% dan kadar air rendah yaitu lebih kecil dari 5 % (Ketaren,

    1986, Shahidi dan Wanasundara, 2002). Ekstraksi minyak dengan

    pengepresan dapat dibagi dalam dua tahap persiapan atau perlakuan

    pendahuluan dan ekstraksi. Tahap persiapan (perlakuan pendahuluan)

    meliputi, pembersihan, pengupasan, pengecilan ukuran (perajangan dan

    penggilingan), dan pemanasan atau pemasakan. Tahap ekstraksi dilakukan

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 12

    dengan pengepresan menggunakan kempa hidrolik atau berulir (Gambar 2.1.

    dan Gambar 2.2.) (Norris, 1982, Fils, 2000).

    Gambar 2.1. Kempa Hidrolik untuk pengepresan biji kenari

    Gambar 2.2. Expeller berulir

    Tahap pembersihan dilakukan untuk memisahkan biji-bijian dari bahan

    asing berupa kayu, batang, daun, dan pasir. Pembersihan biasanya

    menggunakan ayakan dengan ukuran pori-pori tertentu. Pengupasan kulit

    dilakukan karena kulit dapat menurunkan rendemen minyak yang dihasilkan.

    Minyak akan terserap pada kulit dan juga mempengaruhi warna dan flavor

    minyak. Hal tersebut juga berdampak pada residu atau bungkil. Perajangan

    dan penggilingan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel bahan yang

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 13

    akan diekstrak. Pemanasan atau pemasakan bertujuan untuk mengimbangi

    atau mengontrol kadar air yang bermacam-macam dari bahan mentah.

    Tujuan lain dari pemanasan sebagai berikut:

    (1) Menurunkan viskositas minyak sehingga mudah terekstrak

    (2) Memecahkan dinding sel

    (3) Mengkoagulasikan protein

    (4) Menginaktifkan enzim

    (5) Mencegah pertumbuhan bakteri atau jamur

    (6) Mendetoksifikasi racun

    Efisiensi ekstraksi minyak dengan pengepresan tergantung pada

    perlakuan pendahuluan atau tahap preparasi sebelum pengepresan. Residu

    atau bungkil hasil pengepresan mengandung minyak sekitar 2,5 5 %

    (Noris, 1982), 5 10 % (Gunstone dan Norris, 1982), dan 10 25% (Pokorny

    dan Parkanyiova, 2003). Kandungan minyak dalam residu tergantung pada

    tekanan dan waktu proses pengepresan.

    c. Ekstraksi dengan Pelarut

    Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut tergantung pada

    perbedaan kelarutan antara lipida dan komponen lain dalam bahan pangan.

    Perbedaan kelarutan terutama berhubungan dengan polaritas dan sifat

    alami antara lipida dan komponen lain dalam bahan yang akan diekstrak. Biji

    kenari dapat diesktrak minyaknya dengan menggunakan pelarut organik.

    Polaritas dari jenis lipida dan pelarut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

    Sifat lemak dan minyak yang tidak larut dalam air menyebabkan lemak

    dan minyak dapat dipisahkan dari protein, karbohidrat, dan air dalam bahan.

    Kelarutan lemak dan minyak dalam pelarut organik ditentukan oleh proporsi

    rantai hidrokarbon non polar dari asam lemak atau alifatik lain dan gugus

    fungsional lipida, seperti fosfat atau gula dalam molekulnya. Lemak dan

    minyak, mengandung gugus polar yang tidak dapat dibedakan (misalnya,

    trigliserida atau ester kolesterol), sangat larut dalam pelarut hidrokarbon

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 14

    (heksan, benzen atau sikloheksan) dan pada pelarut lebih polar (kloroform

    atau dietileter) tetapi tidak larut dalam pelarut polar (metanol) (Shahidi dan

    Wanasundara, 2002). Di sini berlaku kaidah like dissolves like, komponen zat

    yang direaksikan non polar akan larut dalam pelarut non polar dan kompoen

    zat yang direaksikan polar akan larut dalam pelarut polar.

    Tabel 2.1. Polaritas dari jenis lipida dan pelarut

    Lipida Non polar Pelarut

    Hidrokarbon

    Ester lilin

    Aldehid

    Triasilgliserol

    Alkohol lemak

    Asam lemak

    Sterol

    Diasilgliserol

    Monoasilgliserol

    Fosfolipida

    Polar

    Heksan

    Sikloheksan

    Dietil eter

    Kloroform

    Aseton

    Asetonitril

    Etanol

    Metanol

    Sumber: Nichols dan Sanderson, 2002

    Komponen non polar atau lipida seperti hidrokarbon, ester sterol,

    asilgliserol, dan karotenoid dapat diekstrak dengan pelarut non polar seperti

    kloroform atau dietil eter. Sedangkan komponen lipida polar seperti

    fosfolipida atau glikolipida diekstrak dengan pelarut yang lebih polar seperti

    methanol atau etanol. Campuran pelarut organik dengan berbagai polaritas

    dapat juga digunakan untuk mengekstrak minyak. Namun, penggunaan

    pelarut yang lebih polar misalnya methanol, hasil ekstrak tercampur dengan

    komponen lain seperti gula, asam amino, atau garam.

    Prinsip dari ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah proses

    ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut organik. Pada cara ini

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 15

    dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1% (Fils,

    2000), 2 3 % (Pokorny dan Parkanyiova, 2003). Namun demikian, hasil

    minyak yang diperoleh mempunyai mutu sama seperti hasil pengepresan,

    karena sebagian fraksi bukan minyak yang dapat larut pada pelarut non polar

    akan ikut terekstrak. Oleh sebab itu, proses pemurniaan perlu dilakukan

    untuk meningkatkan kualitas dan memperpanjang daya simpan minyak.

    PEMURNIAN MINYAK

    Lemak dan minyak kasar yang dihasilkan dengan metode rendering,

    pengepresan, atau ekstraksi pelarut mengandung sejumlah komponen

    minor yang merupakan komponen pengotor (impurities) non gliserida.

    Komponen minor tersebut ada yang disukai keberadaannya dan ada yang

    tidak disukai. Beberapa komponen yang disukai seperti tokoferol karena

    dapat melindungi minyak dari proses oksidasi dan dapat meningkatkan daya

    simpan. Sedangkan komponen minor yang tidak disukai karena

    mengakibatkan efek merugikan seperti warna minyak menjadi gelap,

    menurunkan titik asap, atau mengendapkan ketika minyak dipanaskan. Pada

    umumnya komponen pengotor (impurities) pada minyak adalah asam lemak

    bebas, yang dapat mempengaruhi citarasa, off-flavor, dan penurunan daya

    simpan minyak. Hal ini juga terjadi pada minyak kenari terdapat komponen

    minor, antara lain tokoferol dan asam lemak bebas.

    Komponen pengotor yang tidak diinginkan dapat dihilangkan melalui

    proses pemurnian. Proses pemurnian dirancang untuk menghilangkan asam

    lemak bebas, fosfatida, atau penghilangan aroma yang tidak dikehendaki

    (deodorization).

    Minyak biji kenari kasar (hasil ekstraksi dengan metoda pengepresan)

    dapat dimurnikan dengan metoda kromatografi kolom sistem adsorpsi

    menggunakan kolom dengan ukuran diameter 4,0 cm dan panjang 45 cm,

    diisi dengan empat macam adsorben kemudian kolom dihubungkan dengan

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 16

    pompa vakum menurut metoda yang dilakukan oleh Khan dan Shahidi

    (2001) dengan sedikit modifikasi. Bagian paling bawah kolom diisi 40 g asam

    silisat yang diaktifkan, kemudian 20 g campuran celite 545 dan arang aktif

    (1:2) dan 80 g campuran celite 545 dan sukrosa (1:2), dan paling atas adalah

    40 g asam silisat yang diaktifkan. Semua adsorben dilarutkan dalam heksan.

    Sebanyak 100 ml minyak biji kenari kasar (hasil ekstraksi dengan

    metoda pengepresan) dilarutkan dalam heksan dengan volume yang sama

    kemudian minyak tersebut dilewatkan dalam kromatografi kolom. Hasilnya

    ditampung dan pelarut diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan

    suhu 30C selanjutnya dialiri gas N2 untuk menghilangkan sisa pelarut.

    Evaluasi Pembelajaran 1. Jelaskan tujuan dari rendering dalam proses ekstraksi minyak kenari!

    2. Ekstraksi dengan pelarut mendasarkan teori like-dissolves-like. Mengapa

    hal ini dipertimbangan sangat penting?

    3. Selain minyak, kemungkinan terlarutnya senyawa non-polar menjadi

    lebih tinggi pada ekstraksi minyak dengan pelarut organik. Mengapa?

    4. Apa kelebihan ekstraksi dengan solven dibanding dengan pengepresan?

    5. Pemurnian minyak pada umumnya memisahkan minyak dari impurities

    lain. Haruskan semua impurities dihilangkan?

    Daftar Pustaka

    DeMan, J.M., 1999. Principles of Food Chemistry. 3rd Ed. Aspen Pub. Inc. Gaithersbury, Maryland.

    Fils, J.M., 2000. The Production of Oils. In: Hamm, W. and R.J. Hamilton. Ed.

    Edible Oil Processing. Sheffield, CRC Press, Canada. Pp. 47 78.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 17

    Gunstone, F.D., 2002. Production and Trade of Vegetable oils. In: Gunstone, F.D. Ed. Vegetable Oils in Food Technology, Composition, Properties, and Uses.Blackwell, CRC Press, Dundee. Pp. 1- 17.

    Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-

    Press, Jakarta Nawar, W.W. 1985. Lipids. In: Fennema, O.R., Ed. Food Chemistry. Second

    edition, revised and expanded. Marcel Dekker, Inc. New York and Basel. Pp. 139-244.

    Nichols, D.S. dan K. Sanderson, 2003. The Nomenclature, Structure, and

    Properties of Food Lipids. In: Sikorski, Z.E and A. Kolakowska, Ed. Chemical and Functional Properties of Food Lipids. CRC Press Washington. Pp. 29-59.

    Norris, F.A., 1982. Extraction of Fats and Oils. In: Allen, R.R., M.W. Formo,

    R.G. Krishnamurthy, G.N. McDermott, F.A. Norris, and N.O.V. Sonntag. Ed. Baileys Industrial Oil and Fat Products, Volume 2. A Wiley-Interscience Publication, New York.

    Pokorny, J. and L. Parkanyiova, 2003. Plant Lipids and Oils. In: Sikorski, Z.E

    and A. Kolakowska, Ed. Chemical and Functional Properties of Food Lipids. CRC Press Washington. Pp. 205-220.

    Shahidi, F. and P.K.J.P.D. Wanasundara, 2002a. Extraction and Analysis of

    Lipids. In: Akoh, C.C. and D.B. Min. Ed. Food Lipids Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Marcel Dekker, New York. Pp. 133-168.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 18

    BAB III. KOMPOSISI DAN SIFAT MINYAK KENARI

    Tujuan Instruksional Khusus (Pembelajaran)

    Setelah selesai membaca Bab III ini diharapkan mahasiswa/pembaca dapat

    menjelaskan jenis-jenis asam lemak penyusun minyak kenari dan

    pengaruhnya terhadap kualitas minyak yang diekspresikan ke dalam sifat

    baik sifat fisik maupun sifat kimia.

    PENDAHULUAN

    Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang

    tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti heksan dan

    kloroform Lipida dapat dikelompokkan menjadi lipida sederhana, lipida

    komposit, spingolipida, dan lipida turunan. Lemak dan minyak

    merupakan bagian dari kelompok lipida sederhana yang disusun oleh

    dua komponen utama, yaitu asam lemak dan gliserin.

    Minyak kenari diperoleh dari hasil ekstraksi biji (kernel) kenari,

    baik dengan metode pengepresan maupun ekstraksi dengan pelarut

    organik. Komposisi minyak kenari terdiri dari trigliserida, asam lemak,

    dan non gliserida sebagai komponen minor. Pada umumnya komponen

    minor minyak nabati adalah fosfolipida, tokoferol, flavonoid, komponen

    fenolik, pigmen (karotenoid dan klorofil), sterol, asam lemak bebas,

    digliserida, dan monogliserida (Hamilton, 1989). Beberapa komponen

    minor penting untuk stabilitas dan flavor minyak kenari.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 19

    KOMPOSISI ASAM LEMAK MINYAK KENARI

    Asam lemak adalah asam karboksilat alifatik, bersama-sama dengan

    gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak. Asam

    lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam

    lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh meliputi asam lemak tidak jenuh

    tunggal atau lebih dikenal dengan MUFA (mono unsaturated fatty acid) dan

    asam lemak tidak jenuh majemuk yang biasa disebut PUFA (poly

    unsaturated fatty acid) (Gunstobe, 2000). Pada umumnya asam-asam lemak

    mempunyai jumlah atom C genap dari C2 sampai dengan C24 dan dalam

    bentuk bebas atau ester dengan gliserol.

    Asam lemak jenuh merupakan asam lemak tidak mempunyai ikatan

    rangkap dan biasanya lurus. Asam lemak jenuh biasanya dibagi menjadi

    asam lemak jenuh rantai pendek, asam lemak jenuh rantai sedang/medium,

    dan asam lemak jenuh rantai panjang. Nama umum asam lemak jenuh

    dapat dilihat pada Tabel 3.1.

    Tabel 3.1. Nama umum dan struktur kimia asam lemak jenuh

    Jumlah atom C Nama umum Struktur kimia

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    18

    20

    22

    24

    Asam asetat

    Asam butirat

    Asam kaproat

    Asam kaprilat

    Asam kaprat

    Asam laurat

    Asam miristat

    Asam palmitat

    Asam stearat

    Asam arakidat

    Asam behenat

    Asam lignoserat

    CH3COOH

    CH3(CH2)2COOH

    CH3(CH2)6COOH

    CH3(CH2)8COOH

    CH3(CH2)10COOH

    CH3(CH2)12COOH

    CH3(CH2)14COOH

    CH3(CH2)16COOH

    CH3(CH2)18COOH

    CH3(CH2)20COOH

    CH3(CH2)22COOH

    CH3(CH2)24COOH

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 20

    Minyak nabati sebagian besar mengandung asam lemak tidak jenuh,

    demikian juga minyak kenari. Adanya ikatan rangkap pada asam lemak tidak

    jenuh menimbulkan kemungkinan terjadinya isomer. Isomer-isomer terjadi

    dapat disebabkan oleh (1) banyaknya ikatan rangkap, (2) kedudukan ikatan

    rangkap di dalam rantai, dan (3) konfirgurasi cis dan trans. Asam lemak

    tidak jenuh yang penting dapat dilihat pada Tabel 3.2.

    Tabel 3.2. Beberapa asam lemak tidak jenuh

    Jumlah atom C

    Nama Umum

    Struktur kimia Sumber

    18:1 Asam

    oleat

    CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH Minyak zaitun,

    minyak kenari

    18:2 Asam

    linoleat

    CH3(CH2)4(CH=CHCH2)2(CH2)6COOH Biji rami,

    kedelai

    18:3 Asam

    linolenat

    CH3CH2(CH=CHCH2)3(CH2)6COOH Bii rami

    20:4 Asam

    arakidonat

    CH3(CH2)4(CH=CHCH2)4(CH2)2COOH Minyak

    kacang tanah

    Komposisi asam lemak minyak kenari (Canarium indicum) hasil

    analisis dengan kromatografi gas adalah laurat (C12:0), miristat (C14:0),

    palmitat (C16:0), stearat (C!8:0), oleat (C18:1), linoleat (C18:2), dan linolenat

    (C18:3) data selengkapnya disajikan pada Tabel 3.3. Asam lemak dalam

    minyak kenari adalah asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal,

    dan asam lemak tidak jenuh majemuk. Perbandingan antara asam lemak

    jenuh dan asam lemak tidak jenuh hampir sama.

    Komposisi asam lemak minyak kenari (Canarium indicum) ini selaras

    dengan hasil penelitian Kakauda et al (2000), pada pili nut (Canarium

    ovatum) asam oleat (44,7 %) yang tertinggi diikuti asam palmitat (33,3 %),

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 21

    asam stearat (10,9 %), dan asam linoleat (10,1 %). Berbeda dari hasil yang

    diperoleh He dan Xia (2007), pada Chinese olive (Canarium album) asam

    linoleat yang tertinggi (41,80,08 %), asam oleat (30,50,16 %), asam

    palmitat (18,00,06 %), dan asam stearat (7,830,02 %).

    Pada umumnya minyak nabati mengandung asam palmitat, oleat, dan

    linoleat sebagai komponen utama meskipun seringkali asam lemak lain

    menjadi signifikan. Biasanya kandungan nasam palmitat pada minyak nabati

    adalah dibawah 20% dan ada juga kurang dari 10%, tetapi pada minyak

    kelapa asawit kandungan asam palmitat (44%) dan pada minyak biji kapas

    (27%). Sisanya merupakan asam oleat dan linoleat (>80%). Sebagai contoh,

    asam oleat yang dominan pada minyak olive (zaitun) yaitu 78%, minyak

    safflower (74%), dan minyak bunga matahari (81%). Asam linoleat tinggi

    pada minyak kedelai (53%), minyak jagung (52%), minyak biji kapas (57%),

    minyak wijen (45%), dan minyak kacang tanah (41%) (Gunstone, 1996).

    Tabel 3.3. Komposisi asam lemak minyak kenari (Canarium indicum)

    yang diperoleh dengan metode pengepresan

    Jenis asam lemak Jumlah (%)

    Asam laurat

    Asam miristat

    Asam palmitat

    Asam stearat

    Asam oleat

    Asam linoleat

    Asam linolenat

    1,16

    0,48

    24,69

    13,67

    46,86

    11,35

    0,43

    Sumber: Djarkasi, et al., (2007)

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 22

    Jenis asam lemak minyak kenari pada posisi Sn-2

    Komposisi posisi sn-2 trigliserida dapat ditentukan dengan

    menggunakan enzim lipase pancreas (Brockerhoff dan Jensen, 1974). Enzim

    tersebut menghidrolisis trigliserida pada posisi alfa (sn-1 dan sn-3) sehingga

    tinggal sn-2 pada molekul monogliserida dan asam lemak bebas. Asam

    lemak 2-monogliserida hasil hidrolisis dapat diisolasi dan ditransesterifikasi

    untuk menentukan asam lemaknya dengan menggunakan kromatografi gas

    (Gunstone dan Norris, 1983).

    Minyak kenari yang telah mengalami hidrolisis dengan enzim lipase

    dapat dilakukan pemisahan fraksi dari 2-monogliserida, digliserida,

    trigliserida, dan asam lemak bebas dengan Thin Layer Chromatography

    (TLC). Caranya, minyak kenari (produk hidrolisis) diteteskanpada plat TLC (20 x 20 cm), kemudian dikembangkan dengan menggunakan larutan

    heksan, dietileter, dan asam asetat dengan perbandingan 70:30:1 (Gambar

    3.1). Setelah plat kering discan menggunakan scanner CAMAG 3, hasil scan

    dapat dilihat pada Gambar 3.2.

    Gambar 3.1. Hasil TLC produk hidrolisa minyak biji kenari menggunakan enzim lipase pankreas (P) dan standar asam lemak 2-monooleat (S)

    P S

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 23

    Dari Gambar 3.1. dapat diketahui bahwa produk hidrolisis terdiri dari

    empat fraksi. Berdasarkan asam lemak standar (2-monooleat) dapat

    diketahui fraksi 2-monogliserida dari produk hidrolisis. Hasil yang diperoleh

    ini sama dengan hasil scan plat menggunakan scanner CAMAG 3 diketahui

    bahwa Rf (Reterdation factor) asam lemak 2-monooleat (standar) adalah

    0,029-0,041 (Gambar 3.2a). Hal ini sesuai dengan pustaka bahwa Rf untuk

    2-monogliserida (0,035), digliserida (0,18), asam lemak bebas (0,42), dan

    trigliserida (0,66).

    Gambar 3.2. Kromatogram pemisahan produk hidrolisa minyak kenari dengan

    menggunakan TLC (A) standar 2-monogliserida (2-monooleat) dan (B) produk hidrolisa (Puncak 1-5 adalah fraksi 2-monogliserida, puncak 6 adalah digliserida, puncak 10 adalah asam lemak bebas, dan puncak 12 13 adalah trigliserida)

    B

    A

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 24

    Analisis asam lemak pada posisi Sn-2 ditentukan dengan

    menggunakan enzim lipase pankreas. Enzim ini spesifik memutuskan ikatan

    ester alfa gliserida. Komposisi asam lemak posisi Sn-2 pada trigliserida

    minyak biji kenari dari spesies Canarium indicum yang dianalisis dengan

    kromatografi gas komposisinya disajikan pada Tabel 3.4,

    Tabel 3.4. Komposisi asam lemak posisi Sn-2 pada minyak kenari

    (Canarium indicum)

    Jenis asam lemak Jumlah (%)

    Asam palmitat

    Asam stearat

    Asam oleat

    26,83

    9,77

    59,05

    Sumber: Djarkasi, et al., (2008)

    SIFAT FISIK MINYAK KENARI

    Densitas relatif minyak biji kenari pada suhu 30C adalah berkisar 0,904 0,912. Densitas diperoleh dari perbandingan berat dan volume

    minyak, sedangkan densitas relatif adalah perbandingan antara densitas

    minyak dan densitas air (Gaman dan Sherrington, 1996). Setiap jenis minyak

    mempunyai nilai densitas relatif yang khas, tergantung pada jenis asam

    lemak penyusun minyak tersebut. Kenyataan ini seperti yang dikemukakan

    oleh Nichols dan Sanderson (2003), densitas relatif dari suatu minyak

    meningkat dengan meningkatnya berat molekul dari komponen asam lemak

    dan proporsi asam lemak tidak jenuh. Namun demikian, densitas suatu

    minyak juga tergantung pada suhu, yaitu nilai densitas akan menurun

    dengan meningkatnya suhu (Eskin, et. al, 1996).

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 25

    Indeks bias minyak biji kenari pada suhu 30C adalah berkisar 1,463 1,464. Indeks bias akan meningkat pada minyak yang mempunyai rantai

    panjang dan adanya ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak akan

    bertambah dengan meningkatnya berat molekul, selain dengan naiknya

    derajat ketidakjenuhan dari asam lemak tersebut (Ketaren, 1986, Gunstone,

    2000).

    Titik cair minyak biji kenari adalah 22,3 22,6C. Titik cair suatu minyak mempunyai kisaran tertentu tergantung pada asal atau sumbernya.

    Hal ini disebabkan bahwa titik cair minyak atau lemak dipengaruhi sifat asam

    lemak, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam kristal.

    Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai karbon, jumlah ikatan rangkap, dan

    bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Sebagai contoh, titik cair

    akan menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Hal ini dapat

    diterangkan bahwa ikatan antarmolekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat,

    sebab rantai pada ikatan rangkap (cis) tidak lurus. Makin banyak ikatan

    rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan lebih rendah. Demikian

    pula dapat dimengerti bahwa asam lemak jenuh mempunyai titik cair lebih

    tinggi dari pada asam lemak tidak jenuh. Adanya bentuk trans pada asam

    lemak akan menyebabkan lemak mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari

    pada adanya bentuk cis (Winarno, 2002).

    SIFAT KIMIA MINYAK KENARI

    Angka penyabunan minyak biji kenari adalah 169 194 mg KOH. Angka penyabunan tersebut dapat menunjukkan berat molekul asam lemak.

    Pada trigliserida dengan asam lemak yang rantai karbonnya pendek, angka

    penyabunan lebih tinggi dari pada asam lemak dengan rantai karbon

    panjang. Berat molekul dari trigliserida dalam minyak kira-kira sama dengan

    tiga kali angka penyabunan (Rossell, 1986).

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 26

    Angka iodin minyak kenari adalah 57,1 60,7 gram iod/100 gram minyak. Angka iodin merupakan parameter penting dalam perdagangan yang

    dapat menentukan kualitas minyak berdasarkan banyaknya ikatan rangkap

    dalam asam lemaknya (Nichols dan Sanderson, 2003). Semakin besar

    angka iodin, maka semakin banyak ikatan rangkap yang ada dalam asam

    lemak suatu minyak. Sedangkan semakin banyak ikatan rangkap dalam

    suatu minyak, maka minyak tersebut akan semakin mudah rusak, karena

    sifatnya yang mudah teroksidasi oleh oksigen dari udara, senyawa kimia,

    atau proses pemanasan (Nawar, 1985).

    Selain itu, angka iodin dapat digunakan untuk klasifikasi minyak

    berdasarkan sifat mengering. Berdasarkan sifat mengering, minyak dapat

    diklasifikasikan sebagai beriukut: (1) minyak tidak mengering (non drying oil)

    adalah minyak yang tidak mengeras ketika terekspose udara, minyak ini

    mempunyai angka iodin lebih kecil dari 100, (2) minyak setengah mengering

    (semi drying oil) adalah minyak yang mempunyai daya mengering lambat

    (parsial), minyak ini mempunyai angka iodin berkisar 100 130, dan (3)

    minyak mudah mengering (drying oil) adalah minyak yang mempunyai sifat

    dapat mengering ketika terekspose udara dan akan berubah menjadi lapisan

    tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara

    terbuka, minyak ini mempunyai angka iodin lebih besar dari 130 (Ketaren,

    1985). Minyak biji kenari tergolong pada minyak tidak mengering (non drying

    oil) karena mempunyai angka iodin lebih kecil 100.

    KOMPONEN MINOR MINYAK KENARI Kandungan tokoferol dan karotenoid dalam minyak kenari adalah

    parameter kualitas yang penting karena bisa berpengaruh terhadap

    resistensi minyak dari oksidasi. Diketahui, tokoferol dan karoten adalah

    senyawa antioksidan, yang dapat melindungi minyak dari proses oksidasi.

    Minyak kenari memiliki kandungan tokoferol berkisar 710 1140 ppm dan

    total karoten 292 619 g/100g. Komponen tersebut bersifat non polar dan

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 27

    larut dalam minyak. Pada saat minyak diekstraksi dengan pelarut nonpolar

    maka tokoferol dan karoten juga ikut teresktrak karena sifat polaritasnya

    sama. Berdasarkan pada kaidah like dissolves like senyawa polar akan larut

    dalam pelarut polar, senyawa nonpolar larut dalam pelarut nonpolar. Oleh

    sebab itu, kandungan total tokoferol dan karoten tinggi pada minyak yang

    diekstraksi menggunakan pelarut non polar.

    EALUASI PEMBELAJARAN 1. Apa yang dimaksud dengan asam lemak?

    2. Sebutkan jenis asam lemak yang terdapat dalam minyak kenari!

    3. Komponen utama asam lemak dalam minyak kenari adalah oleat.

    Konsekuensi kandungan asam lemak ini terhadap stabilitas minyak

    bagaimana?

    4. Jelaskan sifat fisikokimia dari minyak kenari! Bagaimana kualitasnya?

    5. Asam lemak pada posisi Sn-2 adalah 18:1. Apa artinya?

    Daftar Pustaka

    Brockerhoff, H. and R.G. Jensen, 1974. Lipolytic Enzymes, Academic Press, New York.

    DeMan, J.M., 1999. Principles of Food Chemistry. 3rd Ed. Aspen Pub. Inc.

    Gaithersbury, Maryland. Djarkasi, G.S.S., Slamet Sudarmadji, Zuheid Noor, dan Sri Raharjo 2007.

    Sifat Fisik dan kimia Minyak Kenari. Agritech, Volume 27 (4):165-170

    Djarkasi, G.S.S., Slamet Sudarmadji, Zuheid Noor, dan Sri Raharjo 2008.

    Distribusi dan posisi sn-2 asam lemak minyak biji kenari (Canarium indicum dan Canarium vulgare). Jurnal Agribisnis dan Industri Pertanian, Volume 7 (1):108-113.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 28

    Eskin, N.A.M., B.E. McDonald, R. Przybylski, L.J. Malcolmson, R. Scarth, K.Ward, and D. Adolph, 1996. Canola Oil. In: Y.H. Hui. Ed. Baileys Industrial Oil and Fat Products. A Wiley-Interscience Publication, New York

    Gaman, P.M. and K.B. Sherrington, 1996. The Science of Food, 4th ed.

    Butterworth-Heinemann, Oxford Gunstone and Norris, 1983. Lipids in foods: chemistry, biochemistry, and

    technology. Pergamon Press Gunstone, F. D., 1996. Fatty Acid and Lipid Chemistry. Blackie Academic &

    Professional. London, Glasgow, Weinheim, New York, Tokyo, Melbourne, Madras.

    Gunstone, F.D., 2000. Composition and Properties of Edible Oils. In: Hamm,

    W. and R.J. Hamilton. Ed. Edible Oil Processing. Sheffield, CRC Press, Canada. Pp. 1 33.

    Gunstone, F.D., 2002. Production and Trade of Vegetable oils. In: Gunstone,

    F.D. Ed. Vegetable Oils in Food Technology, Composition, Properties, and Uses.Blackwell, CRC Press, Dundee. Pp. 1- 17.

    Hamilton, R.J., 1989. The Chemistry of Rancidity in Foods. In: Allen, J.C and

    R.J. Hamilton. Ed. Rancidity in Foods. Elsevier Applied Science, London and New York. Pp. 1-21.

    He, Z. dan W.Xia (2007). Nutritional Composition of the Kernels from

    Canarium album L. Food Chem, 102:808-811. Kakuda, Y., F. Jahaniaval, M.F. Marcone, L. Montevirgen, Q. Montevirgen,

    and J. Umali. 2000. Characterization of Pili Nut (Canarium ovatum) Oil: Fatty Acid and Triacylglycerol Composition and Physicochemical Propeties. J. Am. Oil Chem. Soc. 77(9): 991-996.

    Ketaren, 1986. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan, Penerbit

    Universitas Indonesia (UI-Press) Nawar, W.W. 1985. Lipids. In: Fennema, O.R., Ed. Food Chemistry. Second

    edition, revised and expanded. Marcel Dekker, Inc. New York and Basel. Pp. 139-244.

    Nichols, D.S. dan K. Sanderson, 2003. The Nomenclature, Structure, and

    Properties of Food Lipids. In: Sikorski, Z.E and A. Kolakowska, Ed. Chemical and Functional Properties of Food Lipids. CRC Press Washington. Pp. 29-59.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 29

    Pokorny, J. and L. Parkanyiova, 2003. Plant Lipids and Oils. In: Sikorski, Z.E and A. Kolakowska, Ed. Chemical and Functional Properties of Food Lipids. CRC Press Washington. Pp. 205-220.

    Rossell, J.B., 1986. Classical Analysis of Oils and Fats. In: Hamilton, R.J.

    and J.B. Rossell, Ed. Analysis of Oils and Fats. Elsevier Applied Science, London and New York. Pp. 1-90.

    Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,

    Jakarta.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 30

    BAB IV. KERUSAKAN MINYAK KENARI

    Tujuan Instruksional Khusus (Pembelajaran)

    Setelah membaca bab IV ini diharapkan mahasiswa//pembaca dapat

    menjelaskan tentang stabilitas minyak kenari dan kerusakan yang terjadi

    selama penyimpanan.

    PENDAHULUAN

    Minyak nabati pada umumnya terdiri atas triasilgliserida (95%) dan

    non-triasilgliserida sebagai komponen minor (5%). Komponen minor dari

    minyak nabati adalah fosfolipida, tokoferol, flavonoid, komponen fenolik lain,

    pigment (karotenoid, klorofil), sterol, asam lemak bebas, diasilgliserida, dan

    monoasilgliserida (Hamilton, 1989). Asam lemak utama terdapat dalam

    minyak kenari adalah asam oleat (46,860,04), asam palmitat (24,690,14),

    asam stearat (13,670,27), dan asam linoleat (11,350,003) (Djarkasi, et al.,

    2007).

    Minyak dan lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh yang

    peka mengalami oksidasi. Proses oksidasi minyak dan lemak dapat

    menyebabkan flavor dan rasa yang tidak disukai serta penurunan sifat

    fungsional dan zat gizi (Min dan Boff, 2002). Mekanisme oksidasi asam

    lemak yang menghasilkan peroksida lemak dapat terjadi dengan beberapa

    reaksi, yaitu: autooksidasi oleh radikal bebas, foto-oksidasi, dan reaksi yang

    melibatkan enzim (Frankel, 1998; Min dan Boff, 2002; Raharjo, 2006). Laju

    oksidasi lemak meningkat secara signifikan pada peningkatan suhu dan

    tergantung pada jumlah dan jenis oksigen yang ada (Crapiste, et al., 1999).

    Oksigen singlet lebih reaktif daripada oksigen triplet (Raharjo, 2006). Produk

    oksidatif primer dapat dilihat pada angka peroksida (PV), sedangkan produk

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 31

    oksidatif sekunder dapat dilihat pada jumlah malonaldehid yang merupakan

    indikator tingkat kerusakan oksidatif. Banyaknya malonaldehid ini dapat

    ditera dengan mereaksikannya dengan 2-asam tiobarbiturat (TBA).

    Stabilitas oksidasi minyak dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor

    eksternal, seperti komposisi asam lemak, kandungan dan aktivitas

    prooksidan dan antioksidan, irradiasi, suhu, oksigen, luas permukaan kontak

    dengan oksigen, tingkat pengolahan, dan kondisi penyimpanan (Kolakwska,

    2003).

    Biasanya, stabilitas minyak nabati sangat dipengaruhi oleh kandungan

    asam lemak bebas sebagai trigger penyebab kerusakan. Asam lemak bebas

    terjadi karena proses hidrolisis minyak atau lemak. Sehingga, kerusakan

    minyak biasanya didahului oleh kerusakan hidrolitik.

    KERUSAKAN MINYAK

    Pada umumnya bahan yang mengandung minyak, kerusakan dapat

    terjadi melalui dua reaksi yaitu reaksi hidrolitik dan reaksi oksidatif. Reaksi

    hidrolitik, yang membebaskan asam lemak dari molekul trigliserida, dapat

    menjadi pemicu (trigger) terjadinya reaksi oksidatif yang menjurus kearah

    perusakan minyak.

    a. Reaksi Hidrolitik

    Bahan pangan sumber minyak, termasuk biji kenari, biasanya

    mengandung enzim lipase. Lipase berperan dalam hidrolisis trigliserida

    menghasilkan digliserida, monogliserida, asam lemak bebas, dan gliserol.

    Hidrolisis ini dikenal dengan hidrolisis enzimatik. Hidrolisis enzimatik oleh

    lipase terjadi secara selektif pada posisi alfa () menghasilkan 1,2 dan 2,3-

    digliserida, senyawa 2-monogliserida, dan dua asam lemak bebas (Gambar

    4.1, Frankel, 1998).

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 32

    Pada umumnya pH optimal untuk lipase adalah pH 8 9, meskipun

    beberapa lipase memerlukan pH optimal tertentu. Sebagai contoh, lipase dari

    biji jarak aktif pada pH 4,2, lipase liposom pH optimal di bawah 5, dan lipase

    mikroorganisme Mucor pussilus pH optimal antara 5 6. Enzim lipolitik

    memiliki kisaran aktivitas suhu yang relatif luas. Pada umumnya suhu

    optimum enzim lipase 30 40 C. Enzim lipase yang diekstrak dari biji

    kenari mempunyai suhu optimum 40C. Namun, beberapa lipase mikrobia

    masih aktif pada suhu -20 C, dan lipase dari biji-bijian tertentu dapat

    mencapai 65C (Brockerhoff dan Jensen, 1974).

    Gambar 4.1. Mekanisme hidrolisis triasilgliserol oleh lipase (Frankel, 1998)

    Spesifitas substrat didefinisikan sebagai spesifisitas posisional, yaitu

    kemampuan menghidrolisis hanya ikatan ester primer atau keduanya primer

    dan sekunder pada molekul trigliserida, dengan stereospesifitasnya, yaitu

    kemampuan untuk menghidrolisis hanya ester 1 atau hanya ester 3 atau

    trigliserida; dengan kesukaannya untuk asam lemak lebih panjang atau lebih

    CH2OCOR1

    R2COOCH

    CH2OCOR3

    CH2OCOR1

    R2COOCH

    R2COOCH

    CH2OH

    R2COOCH

    CH2OCOR3

    CH2OH

    +

    CH2OH

    CH2OH

    + 2 Asam lemak

    2-monoasilgliserol

    Triasilgliserol (Trigliserida)1,2-diasilgliserol 2,3-diasilgliserol

    lipase

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 33

    pendek, jenuh atau tidak jenuh, atau secara umum, dengan ketergantungan

    pada laju reaksi pada struktur substrat.

    Selain oleh enzim, hidrolisis ikatan ester pada lemak dapat

    disebabkan karena panas dan kimiawi, misalnya oleh suhu dan pH ekstrim

    (Nawar, 1985). Pada bahan segar yang mengandung minyak, seperti halnya

    biji kenari, ransiditas hidrolitik terjadi sebagai hasil akumulasi asam lemak

    bebas selama hidrolisis dengan adanya air yang dikatalisa oleh enzim lipolitik

    seperti lipase (Rossell, 1989 dan Gunstone, 1996). Oleh sebab itu, kadar air

    dalam sistem bahan yang mengandung enzim lipase indigenous, menjadi hal

    yang paling kritis dalam menunjang terjadinya proses ransiditas.

    Selama hidrolisis, golongan aldehid, alkohol, dan hidrokarbon

    meningkat dari hidroperoksida yang dihasilkan melalui autoksidasi atau

    fotooksidasi. Metil keton, lakton, dan ester dapat terbentuk melalui reaksi

    hidrolitik. Jadi molekul gliserida, pada keadaan panas dan kadar air cukup,

    dapat terpisahkan menjadi asam-asam keto dengan melepaskan CO2. Pelepasan asam lemak hidroksi dapat sebagai prekusor untuk atau lakton

    (Gambar 4.2). Ini diyakini bahwa reaksi hidrolitik, termasuk lipolisis,

    memberikan asam oleat, asam linoleat atau linolenat bebas yang dapat

    mempercepat autooksidasi (Hamilton, 1989).

    Pentingnya kadar air dalam memacu proses hidrolisis minyak dan

    lemak telah banyak diteliti. Calavetto et. al, (1966) dalam Kaijser et. al

    (2000) mengemukakan bahwa Macadamia nuts cenderung mengalami

    ransiditas secara cepat selama penyimpanan pada kadar air dan suhu

    berbeda. Diketahui, bahwa faktor kadar air berperan lebih dominan dari pada

    faktor suhu. Pada waktu panen, biji kenari segar mempunyai kandungan air

    30-35% (Maima, 1994). Kadar air setinggi itu sangat berperan pada reaksi

    hidrolitik apabila tidak dilakukan penanganan dengan tepat.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 34

    Gambar 4.2. Reaksi hidrolisa minyak hingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol serta terbentuknya senyawa prekursor lakton (Hamilton, 1989)

    Sebagai hasil hidrolisis, asam lemak bebas jumlahnya meningkat.

    Asam lemak bebas, selanjutnya dapat mengalami oksidasi, baik auto-

    oksidasi maupun foto-oksidasi (Nawar, 1985, Robards et al., 1988). Reaksi

    auto-oksidasi dan foto-oksidasi masing-masing dipengaruhi oleh faktor luar

    seperti oksigen dan cahaya.

    b. Reaksi Oksidatif

    Oksidasi lemak dalam sistem minyak merupakan proses yang

    merugikan karena reaksi tersebut dapat menurunkan kualitas, nilai gizi, dan

    membentuk senyawa toksik. Oksidasi lemak dipengaruhi oleh faktor intrinsik

    dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain meliputi komposisi asam lemak dan

    senyawa prooksidan dan antioksidan. Faktor ekstrinsik terdiri dari iradiasi,

    suhu, oksigen, luas permukaan yang kontak dengan oksigen, dan aktivitas

    air (Aw) (Nawar, 1985, Belitz dan Grosch, 1987, Nichols dan Sanderson,

    CH2OCO(CH2)16CH3

    CH2OCO(CH2)16CH3

    CHOCO(CH2)16CH3

    HO2C(CH2)2CHOH(CH2)13CH3 + HO2C(CH2)3CHOH(CH2)12CH3 +

    CH2OH

    CH2OH

    CHOH

    2. H2O/Lipase

    1. Oksidasi

    O C CH(CH2)13CH3 +

    O

    (CH2)2

    O C

    O

    (CH2)3

    CH(CH2)12CH3

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 35

    2003). Hasil dari oksidasi adalah senyawa hidroperoksida. Mekanisme

    oksidasi lemak dapat terjadi melalui beberapa reaksi yaitu: autooksidasi oleh

    radikal bebas, fotooksidasi yang melibatkan oksigen singlet, dan reaksi yang

    dikatalisa oleh enzim.

    1). Autooksidasi

    Menurut Jadhav et al., 1996, Frankel, 1998, Gordon, 2001, dan Sri-

    Raharjo, 2006, mekanisme reaksi autooksidasi ada tiga tahap, yaitu inisiasi,

    propagasi, dan terminasi (Gambar 4.3). Inisiasi dan propagasi adalah reaksi

    pembentukan radikal, sedang terminasi adalah penetralan atau penghilangan

    radikal.

    Gambar 4.3. Mekanisme autooksidasi lipida (Gordon, 2001)

    Inisiasi RH + H

    Propagasi + O2

    RH ROOH +

    Terminasi

    +

    + ROOR + O2

    + ROOR

    + RR

    R

    ROOR

    ROO R

    ROO ROO

    ROO R

    R R

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 36

    a). Tahap Inisiasi

    Pada tahap inisiasi, terjadi pembentukan radikal dari molekul lipida

    atau trigliserida. Pengurangan atom hidrogen oleh spesies reaktif, seperti

    hidroksi radikal dapat menyebabkan reaksi inisisasi. Tetapi, dalam minyak

    nabati, ada hidroperoksida dalam jumlah sedikit yang kemungkinan dibentuk

    oleh aktivitas lipoksigenase dalam tanaman sebelum atau selama ekstraksi

    minyak berlangsung. Inisiasi selanjutnya merupakan pemecahan secara

    homolitik dari hidroperoksida yang pada umumnya merupakan reaksi rendah

    energi, dan reaksi ini biasanya dikatakan sebagai reaksi inisiasi utama dalam

    minyak makan. Semua reaksi itu pada umumnya dikatalisa oleh ion logam

    (Gordon, 2001).

    Pada tahap inisiasi, pengambilan hidrogen dari asam lemak terjadi

    pada atom karbon yang bersebelahan dengan ikatan rangkap dua dan hal ini

    terjadi karena bantuan prooksidan seperti logam hingga terbentuk radikal

    bebas. Reaksi inisiasi dan interelasinya dengan tahap reaksi lainnya dapat

    dilihat pada Gambar 4.3 (Jadhav et al, 1996 dan Gordon, 2001).

    b). Tahap Propagasi

    Prinsipnya, reaksi tahap propagasi terjadi dimana satu radikal lipida

    dikonversi menjadi radikal lipida berbeda. Pada saat radikal bebas sudah

    terbentuk, senyawa tersebut akan bereaksi dengan oksigen membentuk

    radikal peroksi dan selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak

    jenuh yang lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas baru. Atau, reaksi

    propagasi terjadi karena penambahan oksigen pada radikal alkil. Dengan

    demikian mulai terjadi reaksi penyebaran (spread reaction). Reaksi dapat

    diulangi sampai beberapa ribu kali dan mempunyai sifat sebagai reaksi

    berantai. Reaksi penyebaran yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 4.3

    (Nawar, 1985; Jadhav et al., 1996; DeMan 1999; dan Gordon, 2001).

    Radikal peroksi (ROO) akan bereaksi dengan molekul-molekul lain

    dan membentuk hidroperoksida dan radikal bebas. Hidroperoksida (ROOH)

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 37

    yang terbentuk pada bagian reaksi penyebaran merupakan produk oksidasi

    primer (Gambar 4.4). Produk oksidasi ini biasanya tidak stabil dan segera

    terurai menjadi produk oksidasi sekunder, yang mencakup berbagai senyawa

    seperti karbonil dan lain-lain. Reaksi penyebaran merupakan proses yang

    berlangsung terus menerus selama tersedia asam lemak tidak jenuh dalam

    sistem pangan atau dalam minyak makan.

    Gambar 4.4. Mekanisme Pembentukan Hidroperoksida (Sri-Raharjo, 2006)

    c). Tahap Terminasi

    Reaksi penyebaran dapat diikuti oleh penghentian jika antar radikal

    bebas bereaksi sendiri menghasilkan produk yang tidak aktif. Jadi, pada

    tahap terminasi, semua radikal bereaksi membentuk molekul dengan

    pasangan elektron. Reaksi ini adalah reaksi energi rendah, tetapi dibatasi

    oleh konsentrasi radikal.

    Menurut DeMan (1999), pada tahap reaksi terminasi akan terjadi

    kenaikan kandungan peroksida secara tiba-tiba. Karena peroksida mudah

    H

    O-O

    H

    HH

    O-O-H

    H Abstraksi hidrogen (-H )

    Pengaturan kembali ikatan rangkap

    Reaksi dengan oksigen (triplet)

    Asam lemak belum teroksidasi Asam lemak mulai teroksidasi

    Hidroperoksida

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 38

    ditentukan kadarnya dalam lemak, maka angka peroksida sering digunakan

    untuk mengukur perkembangan oksidasi (sudah sampai tahap terminasi atau

    belum).

    Perubahan secara organoleptik lebih erat kaitannya dengan produk

    oksidasi sekunder, yang dapat diukur dengan berbagai cara, termasuk

    dengan menentukan nilai benzidina yang berkaitan dengan hasil urai

    aldehida. Pada saat itulah mulai terbentuk flavor ransid yang menunjukkan

    bahwa minyak telah mengalami kerusakan.

    Sebagai fungsi waktu reaksi autooksidasi dari lipida tidak jenuh

    (PUFA) dapat dilihat pada Gambar 4.5. Dari Gambar 4.5 dapat diketahui,

    bahwa asam lemak tidak jenuh mulai mengalami penurunan kuantitas pada

    tahap inisiasi, dan penurunan drastis pada tahap propagasi. Penurunan itu

    terjadi karena PUFA mengalami reaksi menjadi senyawa hidroperoksida

    terutama pada tahap propagasi. Pembentukan hidroperoksida diikuti juga

    oleh pembentukan senyawa radikal bebas. Pada tahap terminasi, PUFA

    akan mengalami penurunan hingga mendekati titik terendah. Sejalan

    dengan itu, semua gugus radikal saling bereaksi menjadi senyawa dimer

    yang bersifat netral yang merupakan produk akhir oksidasi, baik yang

    bersifat volatil maupun non-volatil.

    Senyawa volatil antara lain adalah alkohol dan aldehid. Aldehid volatil

    ini yang berperan pada penyimpangan bau (off-flavor) minyak yang telah

    mengalami oksidasi, dan heksanal adalah senyawa produk oksidasi

    sekunder dominan selama minyak mengalami reaksi oksidasi (Gordon,

    2001). Alkohol dan keton non-volatil juga terbentuk selama proses oksidasi

    sekunder.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 39

    Gambar 4.5. Berbagai reaksi autooksidasi dari lipida tidak jenuh sebagai fungsi waktu, tampak berbagai tahap reaksi (Whitaker, 1991)

    2). Fotooksidasi

    Mekanisme lain pembentukan senyawa hidroperoksida yang tanpa

    melalui mekanisme jalur pembentukan radikal bebas adalah melalui jalur

    fotooksidasi. Dalam hal ini, eksitasi lipida (fotooksidasi tipe-1) atau eksitasi

    oksigen (fotooksidasi tipe-2) dapat terjadi dengan adanya cahaya dan

    sensitiser. Pada jalur fotooksidasi, tidak terdapat periode induksi.

    a). Fotooksidasi tipe-1 Dengan adanya sensitiser, seperti klorofil, mioglobin, eritrosin,

    riboflavin, dan ion logam berat, fotooksidasi tipe-1 dapat segera terjadi. Tipe

    oksidasi ini ditandai dengan transfer atom hidrogen atau transfer elektron

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 40

    antara sensitiser triplet tereksitasi dengan substrat, seperti asam lemak tidak

    jenuh, menghasilkan radikal bebas atau radikal ion. Mekanisme foto-oksidasi

    tipe-1 dapat dilihat pada Gambar 4.6.

    Gambar 4.6. Mekanisme foto-oksidasi tipe-1 (Frankel, 1998 dan Gordon,

    2001) Dari Gambar 4.6 dapat diketahui, dengan adanya cahaya, sensitizer

    tereksitasi menjadi sensitizer radikal yang labil, dan senyawa ini segera

    berubah menjadi sensitizer triplet. Sensitiser triplet akan bereaksi dengan

    rantai karbon asam lemak, membentuk senyawa intermediet. Senyawa

    tersebut dengan oksigen akan bereaksi membentuk sensitizer dan

    hidroperoksida.

    Jika dalam suatu sistem pangan atau minyak makan terdapat

    sensitiser, maka dengan adanya cahaya, senyawa tersebut akan tereksitasi

    membentuk senyawa radikal yang tereksitasi. Senyawa ini, dengan lipida

    atau aseptor elektron membentuk senyawa kompleks intermediat. Senyawa

    terakhir dengan oksigen triplet membentuk senyawa teroksidasi dan

    sensitiser. Sebagaimana pada autooksidasi, hasil dari proses fotooksidasi

    juga bisa berupa senyawa penyebab penyimpangan citarasa minyak (off-

    flavor).

    1Sens + hv 1Sens 3Sens

    3Sens + (aseptor) [Intermediat-I]RH

    [Intermediat-I] + 1Sens + Hidroperoksida3O2

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 41

    b). Fotooksidasi tipe-2

    Oksigen yang berada dalam udara terutama terdapat dalam bentuk

    elektronik triplet, 3O2. Senyawa ini dalam keadaan energi terendah, dimana

    dua energi elektron tertinggi memiliki spin paralel dan terdapat di dalam

    orbital molekular berbeda. Reaksi secara langsung antara 3O2 dengan

    molekul lipida akan menghasilkan perubahan momentum angular spin.

    Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 4.7a.

    Gambar 4.7a.Mekanisme reaksi foto-oksidasi tipe-2. Reaksi secara langsung antara oksigen dengan molekul lipida (Gordon, 2001)

    Tetapi, oksigen triplet dapat dieksitasi oleh cahaya menjadi oksigen

    singlet dengan adanya sensitiser seperti klorofil (Gambar 4.7b). Oksigen

    singlet bereaksi lebih cepat dari pada oksigen triplet dengan lipida tidak

    jenuh melalui reaksi ene menghasilkan alil hidroperoksida. Dengan

    demikian, selain sangat dipengaruhi oleh sensitizer, reaksi ini juga

    dipengaruhi oleh adanya senyawa O2 dari udara. Minyak yang terkena

    cahaya akan mengalami reaksi seperti dikemukakan sebelumnya.

    R H R O O H3O 2 +

    (Spin elektron)

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 42

    Gambar 4.7b.Mekanisme reaksi foto-oksidasi tipe-2. Reaksi yang diawali

    dengan perubahan oksigen triplet ke oksigen singlet (Gordon, 2001)

    3). Reaksi yang dikatalisa oleh enzim

    Enzim yang berperan dalam reaksi oksidasi adalah enzim

    lipoksigenase (linoleat oksigen oksidoreduktase, EC 1.13.11.12). Aktivitas

    enzim ini memerlukan asam lemak tidak jenuh bebas. Substrat enzim

    tersebut adalah asam linoleat, linolenat, dan arakhidonat tetapi tidak untuk

    asam oleat (Jadhav, et al., 1996). Enzim ini terdapat dalam beberapa

    isoenzim yang sangat bervariasi pH optimumnya sebagaimana spesifitas

    produk dan substratnya.

    Sebagai kofaktor, lipoksigenase memiliki satu atom ferum. Atom ferum

    terdapat dalam spin tinggi Fe(II), dan atom ini harus dioksidasi membentuk

    Fe(III) dengan produk reaksi asam lemak hidroperoksida atau hidrogen

    peroksida sebelum aktif sebagai katalis oksidasi. Dalam kondisi aerob, enzim

    aktif dioksidasi oleh molekul oksigen membentuk kompleks enzim-alkil

    radikal sebelum transfer elektron dari atom fero ke gugus peroksi terjadi.

    Protonasi dan disosiasi dari enzim ini menyebabkan terbentuknya

    hidroperoksida yang merupakan produk dari oksidasi aerob.

    1O2

    1Sens 1Sens (tereksitasi)hv

    3Sens (tereksitasi) 1Sens +3O2

    silang antar sistem

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 43

    Sebaliknya, dalam kondisi anaerob, alkil radikal mengalami disosiasi

    dari kompleks enzim-alkil radikal menghasilkan campuran produk yang

    meliputi dimer, senyawa golongan keton dan epoksi. Senyawa-senyawa

    tersebut dihasilkan oleh reaksi radikal, sebagai indikasi telah terjadi reaksi

    anaerobik (Gordon, 2001). Mekanisme reaksi oksidasi yang dikatalisa oleh

    enzim lipoksigenase dapat dilihat pada Gambar 4.8.

    Reaksi oksidasi enzimatis dapat terjadi pada suatu sistem pangan

    yang mengandung minyak dan enzim lipoksigenase aktif, seperti kedelai,

    kacang tanah, kacang merah, dan biji bunga matahari. Dalam biji kenari,

    kemungkinan terjadinya reaksi ini sangat kecil karena asam linoleat dan

    asam linolenat dalam biji kenari jumlahnya relatif kecil.

    Gambar 4.8. Jalur oksidasi yang dikatalisa oleh lipoksigenase yang meliputi reaksi aerob dan anaerob (Whitaker, 1991)

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 44

    4. Faktor-Faktor yang Berpengaruh

    Terjadinya proses deteriorasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

    lain: komposisi asam lemak, asam lemak bebas versus asilgliserol yang

    berhubungan, konsentrasi oksigen, suhu, luas permukaan, kadar air,

    antioksidan dan pro-oksidan (Nawar, 1985). Faktor-faktor tersebut dapat

    mempercepat atau memperlambat terjadinya kerusakan minyak serta

    berpengaruh secara individu maupun secara sinergis.

    a. Jenis Asam Lemak

    Jenis asam lemak, posisi, dan geometri dari ikatan rangkap asam

    lemak dalam trigliserida mempengaruhi laju oksidasi. Sebagai contoh, laju

    oksidasi relatif untuk asam arakidonat, asam linolenat, asam linoleat, dan

    asam oleat secara berurut-urut adalah 40:20:10:1 (Nawar, 1985, Maskan dan

    Karatas, 1999). Data tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak ikatan

    rangkap pada suatu minyak semakin mudah mengalami oksidasi. Lebih

    lanjut, Bonvehi dan Rosua (1996) mengemukakan bahwa kandungan asam

    oleat dan asam linoleat yang tinggi memungkinkan terjadinya auto-oksidasi

    lebih cepat. Ini berarti bahwa faktor geometri berpengaruh pada reaksi

    oksidasi. Faktor geometri berhubungan langsung dengan aktivitas enzim

    lipase, seperti yang dikemukakan oleh kedua peneliti tersebut bahwa

    aktivitas enzim pada asam lemak C18:2 (linoleat) menjadi kunci pada reaksi

    oksidasi minyak hazelnuts. Namun demikian, aktivitas lipase masih

    tergantung pada faktor lain terutama faktor lingkungan, seperti suhu, kadar

    air, dan aktivitas air (Aw).

    Bentuk cis dan trans asam lemak juga mempengaruhi reaksi oksidasi.

    Diketahui, bentuk cis lebih mudah dioksidasi dari pada bentuk isomernya,

    trans. Ikatan rangkap terkonjugasi lebih mudah mengalami oksidasi dari

    pada ikatan rangkap tak terkonjugasi. Asam lemak jenuh pada suhu ruang

    relatif lebih tahan terhadap oksidasi dari pada ketahananya pada suhu lebih

    tinggi. Diketahui, apabila terdapat pada lingkungan bersuhu tinggi, asam

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 45

    lemak jenuh juga dapat mengalami perubahan reaksi oksidasi secara

    signifikan.

    b. Asam Lemak Bebas versus Asilgliserol yang Berhubungan

    Asam lemak bebas lebih mudah teroksidasi dari pada asam lemak

    yang terikat dalam bentuk ester atau terikat pada gliserol. Dalam minyak atau

    makanan berlemak, adanya asam lemak bebas dalam jumlah kecil, tidak

    berpengaruh secara signifikan pada stabilitas oksidasi. Dalam minyak

    komersial, adanya asam lemak bebas dalam jumlah besar dan ditunjang

    cukup adanya katalitik logam, dapat memacu laju oksidasi (Nawar, 1985).

    c. Konsentrasi Oksigen

    Oksigen berperan dalam auto-oksidasi lemak. Dalam perannya,

    oksigen ada hubungannya dengan tekanan. Pada tekanan oksigen sangat

    rendah, laju oksidasi lambat (Maskan dan Karatas, 1999), dan sebaliknya.

    Selain tekanan, pengaruh oksigen juga sangat tergantung pada faktor lain

    seperti suhu dan luas permukaan (Nawar, 1985).

    d. Suhu Secara umum, laju reaksi akan meningkat dengan meningkatnya

    suhu. Demikian juga, untuk reaksi oksidasi akan sangat dipengaruhi oleh

    suhu, sehingga semakin tinggi suhu, semakin cepat proses oksidasi dan

    proses ransiditas. Sebagai contoh, macadamia nut cenderung mengalami

    ransiditas dengan cepat selama penyimpanan pada suhu kamar (Kaijser et

    al., 2000). Tetapi, semua itu ditentukan oleh oksigen yang tersedia.

    Meningkatnya suhu tidak menyebabkan peningkatan laju oksidasi meskipun

    konsentarsi oksigen meningkat kalau oksigen itu tidak terlarut dalam sistem

    minyak atau bahan yang mengandung minyak.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 46

    e. Luas Permukaan

    Oksidasi meningkat dengan semakin besarnya porsi luas permukaan

    yang kontak dengan udara. Tetapi, begitu rasio permukaan-volume

    meningkat, penurunan tekanan parsial oksigen menjadi kurang efektif dalam

    penurunan laju oksidasi. Pada sistem emulsi minyak dalam air, laju oksidasi

    dikendalikan oleh laju dimana oksigen terdifusi dalam fase minyak (Nawar,

    1985).

    f. Kadar Air

    Oksidasi lemak sangat tergantung pada kadar air atau aktivitas air

    (Aw). Calavetto et al. (1966) dalam Kaijser et al. (2000) mengemukakan

    bahwa Macadamia nuts cenderung mengalami ransiditas secara cepat

    selama penyimpanan pada kadar air dan suhu relatif tinggi. Diketahui, bahwa

    faktor kadar air berperan lebih dominan terhadap proses oksidasi dari pada

    faktor suhu.

    Dalam sistem pangan kering, seperti biji-bijian yang mengandung

    kadar minyak tinggi dan memiliki nilai Aw lebih kecil dari 0,1, oksidasi

    berlangsung sangat cepat. Pada peningkatan Aw sampai 0,3, laju oksidasi

    dihambat atau terjadi pada kecepatan minimum. Sifat protektif dari air

    diyakini karena menurunkan aktivitas katalitik dari katalis logam. Dalam

    beberapa hal, pada nilai Aw sebesar 0,55-0,85, laju oksidasi meningkat lagi,

    kenyataan ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan mobilitas katalis.

    g. Antioksidan

    Antioksidan adalah suatu senyawa yang mudah mengalami oksidasi, sehingga apabila berada dalam suatu sistem yang mengandung minyak

    tinggi senyawa tersebut dapat berperan sebagai protektan terjadinya

    oksidasi pada minyak. Dalam biji-bijian, beberapa antioksidan yang biasa

    dikenal adalah senyawa golongan fenol, tokoferol, dan beta karoten.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 47

    Antioksidan berdasarkan pada mekanisme kerjanya dapat

    diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu antioksidan primer dan

    antioksidan sekunder. Antioksidan primer adalah senyawa yang berfungsi

    sebagai akseptor radikal bebas atau senyawa yang mampu menghentikan

    reaksi berantai radikal bebas dengan membentuk produk yang lebih stabil.

    Senyawa-senyawa yang tergolong antioksidan primer, antara lain: tokoferol,

    BHA, BHT, katekin, dan galat. Sedangkan antioksidan sekunder adalah

    senyawa yang berfungsi sebagai pengkelat prooksidan (ion logam) atau

    pengurai peroksida-peroksida. Senyawa-senyawa yang tergolong

    antioksidan sekunder, antara lain: asam sitrat, asam askorbat, dan asam

    tartarat (Gunstone dan Norris, 1982; Gordon, 1990).

    Dalam sistem pangan, antioksidan (AH) yang berfungsi

    menghentikan reaksi berantai dengan bertindak sebagai donor hidrogen atau

    akseptor radikal bebas bereaksi dengan radikal peroksi (ROO). Pada reaksi

    ini, antioksidan memberi atom hidrogennya pada radikal peroksi (ROO)

    menjadi hidroperoksida (ROOH) dan radikal bebas antioksidan (A ). Radikal

    bebas antioksidan dalam reaksi berantai membentuk senyawa antioksidan

    peroksi yang bersifat netral (Gambar 4.9) (Reische, et al., 2002).

    Gambar 4.9. Mekanisme reaksi antioksidan dengan radikal peroksi

    (Reische, et al., 2002).

    h. Pro-oksidan

    Pro-oksidan pada umumnya adalah logam-logam bervalensi satu dan

    dua. Logam-logam yang dimaksud adalah Co (kobalt), Cu (tembaga), Fe

    AH ROO+ ROOH + A

    A + ROO ROOA

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 48

    (besi), Mn (mangan), dan Ni (nikel). Jika dalam sistem minyak atau bahan

    pangan yang mengandung minyak terdapat logam-logam itu, meskipun

    konsentrasinya hanya 0,1 ppm, keberadaannya akan meningkatkan laju

    oksidasi.

    Beberapa mekanisme reaksi prooksidasi dari logam telah

    dikemukakan, antara lain mempercepat dekomposisi hidroperoksida,

    bereaksi langsung dengan substrat takteroksidasi, dan aktivasi molekul

    oksigen hingga menghasilkan oksigen singlet dan radikal peroksi.

    Evaluasi Pembelajaran

    1. Stabilitas minyak kenari ditentukan oleh asam lemak bebas, baik yang

    terbentuk secara enzimatik maupun yang terbentuk oleh hidrolisis.

    Mengapa demikian?

    2. Kerusakan minyak kenari meliputi kerusakan hidrolitik dan kerusakan

    oksidatif. Jelaskan masing-masing jenis kerusakan tersebut!

    3. Jelaskan mekanisme reaksi oksidasi secara autooksidasi!

    4. Faktor apa saja yang berpengaruh pada kerusakan minyak nabati,

    terutama kerusakan oksidatif?

    5. Kerusakan minyak erat sekali dengan penyimpangan flavor pada minyak,

    Jelaskan hubungan antara kerusakan kimiawi dan perubahan flavor!

    Daftar Pustaka

    Belitz, H.D. and W. Grosch, 1987. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin, Heidelberg, Germany.

    Bonvehi, J.S. dan N.S. Rosua. 1996. Enzymatic Activities in the Varieties of

    Hazelnuts (Corylus Avellana L.) Grown In Tarragona, Spain. Food Chem. 56 (1): 39-44.

    Brockerhoff, H. and R.G. Jensen, 1974. Lipolytic Enzymes, Academic Press,

    New York.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 49

    Crapiste, G.H., M.I.V. Brevedan, dan A.A. Carelli, 1999. Oxidation of Sunflower Oil During Storage. J. Am. Oil Chem. Soc. 76 (12): 1437-1443.

    DeMan, J.M., 1999. Principles of Food Chemistry. 3rd Ed. Aspen Pub. Inc.

    Gaithersbury, Maryland. Djarkasi, G.S.S., Slamet Sudarmadji, Zuheid Noor, dan Sri Raharjo 2007.

    Sifat Fisik dan kimia Minyak Kenari. Agritech, Volume 27 (4):165-170

    Frankel, E.N., 1998. Lipid Oxidation. The Oily Press Ltd. Dundee, Scotland Gordon, M.H., 1990. The Mechanism of Antioxidant Action in vitro. In:

    Hudson, B.J.F. Ed. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London and New York. Pp. 1-18.

    Gordon, M.H., 2001. The development of oxidative rancidity in foods. In:

    Pokorny, J., N. Yanishlieva, and M. Gordon, Ed. Antioxidants in Food Practical Applications. CRC Press, Boca, Raton, Boston, New York, Washington. Pp. 7-21.

    Hamilton, R.J., 1989. The Chemistry of Rancidity in Foods. In: Allen, J.C and

    R.J. Hamilton. Ed. Rancidity in Foods. Elsevier Applied Science, London and New York. Pp. 1-21.

    Jadhav, S.J., S.S. Nimbalkar, A.D. Kulkarni, and D.L. Madhavi, 1996. Lipid

    Oxidation in Biological and Food Systems, In: Madhavi, D.L., S.S. Deshpande, and D.K. Salunkhe, Ed., Food Antioxidants: Technological, Toxicological, and Health Perspectives. Marcel Dekker, Inc. New York, Basel, HongKong. Pp. 5-63.

    Kaijser, A., P. Dutta, and G. Savage. 2000. Oxidative Stability and Lipid

    Composition of Macadamia Nuts Grown in New Zealand. Food Chem. 71: 67-70.

    Kolalowska, A. 2003. Lipid Oxidation in Food Systems. In: Sikosrski, Z.E and

    A. Kolalowska. Ed. Chemical and Functional Properties of Food Lipids. CRC Pres, Boka, Raton, London, New York, Washington DC. Pp. 133-166.

    Maima, M., 1994. Processing of Galip (Canarium indicum) in Papua New

    Guinea in South Pacific Indigenous Nuts, Proceedings of a workshop 31 October 4 November, Vanuatu. Pp. 118-121.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 50

    Maskan, M. and S. Karatas. 1999. Storage stability of whole-split pistachio nuts (Pistachia vera L.) at various conditions. Food Chem. 66: 227-233

    Min, D.B and J.M. Boff, 2002. Lipid Oxidation of Edible Oil. In: Akoh, C.C and

    D.B. Min. Ed. Food Lipids: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Marcel Dekker, Inc. New York, Basel.

    Nawar, W.W. 1985. Lipids. In: Fennema, O.R., Ed. Food Chemistry. Second

    edition, revised and expanded. Marcel Dekker, Inc. New York and Basel. Pp. 139-244.

    Nichols, D.S. dan K. Sanderson, 2003. The Nomenclature, Structure, and

    Properties of Food Lipids. In: Sikorski, Z.E and A. Kolakowska, Ed. Chemical and Functional Properties of Food Lipids. CRC Press Washington. Pp. 29-59.

    Reische, D.W., D.A. Lillard, and R.R. Eitenmiller, 2002. Antioxidants. In:

    Akoh, C.C and D.B. Min. Ed. Food Lipids: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Marcel Dekker, Inc. New York, Basel.Pp. 489 516.

    Robards, K., A.F. Kerr, and E. Patsalides, 1988. Rancidity and its

    measurement in edible oils and snack food. Rev. Analyst. 113(2): 213-225.

    Rossell, J.B., 1989. Measurement of Rancidity in Food. In: Allen, J.C. and

    R.J. Hamilton, Ed., Rancidity in Foods, Second Edition, Elsevier Applied Science. Pp. 23-52.

    Sri-Raharjo, 2006. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Gadjah Mada

    University Press, Yogyakarta. Whitaker, J.R., 1991. Lipoxygenases, In: Robinson, D.S. and N.A.M. Eskin,

    Ed. Oxidative Enzymes in Foods, Elsevier Applied Science, New York. Pp. 175-215.

    Whitaker, J.R., 1994. Principles of Enzymology for the Food Sciences.

    Marcel Dekker, New York, Basel, Hongkong

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 51

    BAB V. METODA ANALISIS MINYAK KENARI

    Tujuan Instruksional Khusus (Pembelajaran)

    Setelah membaca Bab V ini diharapkan /pembaca dapat melakukan analisis

    minyak kenari, terutama karakteristik biologi, kimia, dan fisik serta

    organoleptik.

    PENDAHULUAN

    Sebelum menganalisis karakteristik minyak, perlu dikemukakan

    metoda untuk memperoleh minyak biji kenari. Ada beberapa metoda yang

    bisa diaplikasikan, terangkum pada sub-bab berikutnya.

    METODE EKSTRAKSI MINYAK KENARI

    Buah kenari segar dikupas kulitnya untuk memperoleh Nut-in-shell

    (NIS). NIS dipecah temperungnya (shell) sehingga diperoleh kernel atau biji

    kenari. Biji kenari dikeringkan dengan menggunakan alat pengering kabinet

    pada suhu 60C selama 10 jam. Selanjutnya biji kenari kering diekstrak

    minyaknya menggunakan metoda pengepresan dengan kempa hidrolik,

    sedangkan soxhlet dan maserasi menggunakan pelarut heksan.

    a. Ekstraksi minyak biji kenari dengan metoda pengepresan

    Biji kenari kering dikupas kulit arinya (testa) dan dibersihkan dari bahan

    ikutan lain. Sebanyak 500 gram biji kenari bersih dipanaskan menggunakan

    oven pada suhu 70C selama satu jam. Dalam keadaan panas, biji kenari

    dibungkus dengan kain saring dan dimasukkan dalam rumah pres yang

    berbentuk tabung silinder pada alat pengepres. Selanjutnya biji kenari dipres

    menggunakan kempa hidrolik secara bertahap, hingga mencapai tekanan

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 52

    200 kg/cm dan dipertahankan selama 5 menit. Minyak yang diperoleh

    disaring menggunakan kain saring lalu dimasukkan dalam wadah berwarna

    gelap.

    b. Ekstraksi minyak biji kenari dengan metoda Soxhlet

    Biji kenari kering dikupas kulit arinya (testa) dan dibersihkan dari

    bahan ikutan lain. Biji kenari bersih dihaluskan dengan menggunakan

    grinder, hingga berbentuk pasta (homogenat). Sebanyak 25 g pasta biji

    kenari ditimbang dan dimasukkan dalam wadah sampel (timble). Timble yang

    berisi sampel dimasukkan dalam tabung Soxhlet. Labu Soxhlet diisi dengan

    pelarut heksan sebanyak 250 mL. Unit Soxhlet dilengkapi dengan pendingin

    balik, selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu 70-80C selama 5 jam.

    Hasil ekstraksi selanjutnya dipisahkan antara minyak dan pelarut heksan

    menggunakan rotary evaporator dengan suhu 40C. Minyak yang diperoleh

    dialiri gas N2 untuk menghilangkan sisa pelarut kemudian dimasukkan dalam

    wadah berwarna gelap.

    c. Ekstraksi minyak biji kenari dengan metoda maserasi

    Biji kenari kering dikupas kulit arinya (testa) dan dibersihkan dari

    bahan ikutan lain. Biji kenari bersih sebanyak 100 g dihaluskan dengan

    menggunakan grinder. Biji kenari yang digiling halus hingga berbentuk pasta.

    Selanjutnya pasta biji kenari dimasukkan dalam labu Erlenmeyer dan

    ditambahkan pelarut heksan 1: 5 (b//v). Campuran diaduk hingga homogen

    kemudian dimaserasi selama 24 jam pada suhu ruang (suhu 28 - 30C).

    Setelah 24 jam, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring

    Whatman No. 1. Minyak dan pelarut dipisahkan menggunakan rotary

    evaporator dengan suhu 40C. Minyak yang diperoleh dialiri gas N2 untuk

    menghilangkan sisa pelarut kemudian dimasukkan dalam wadah berwarna

    gelap.

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 53

    METODE PENGUKURAN SIFAT KIMIA MINYAK KENARI Mutu minyak sangat dipengaruhi oleh jenis produk oksidasi dan

    jumlahnya pada konsentrasi yang signifikan. Kerusakan minyak

    berhubungan dengan tingkat penerimaan konsumen terhadap minyak

    tersebut. Metoda pengukuran deteriorasi menjadi penting apabila mutu

    minyak harus ditentukan tingkat kelayakan bagi konsumen. Banyak metoda

    yang tersedia untuk penentuan deteriorasi oksidatif pada minyak baik secara

    kualitatif maupun kuantitatif. Penentuan dengan tujuan mengukur secara

    kuantitatif tingkat oksidasi asam lemak pada minyak antara lain, angka

    peroksida, angka TBA, angka anisidin, asam lemak bebas, dan uji sensoris

    terhadap flavor (Sri-Rahardjo, 2006).

    a. Angka Peroksida

    Pada umumnya penyebab deteriorasi minyak adalah oksidasi. Produk

    primer yang dibentuk oleh oksidasi minyak adalah hidroperoksida. Metoda

    pengukuran tingkat oksidasi minyak yang umum yaitu menentukan angka

    peroksida yang dinyatakan sebagai unit mili-ekuivalen oksigen per kg minyak

    (meq O2/kg minyak).

    Beberapa prosedur analisa dapat dilakukan untuk pengukuran angka

    peroksida dalam minyak. Menurut Rossell (1982) dan Frankel (1998),

    metoda yang umum adalah iodometri dengan cara titrasi, kalorimetri, atau

    elektrometri. Metoda tersebut dilakukan berdasarkan pada pengukuran

    sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodida melalui reaksi oksidasi oleh

    peroksida dalam minyak yang dilarutkan dalam medium campuran asetat

    dan kloroform. Iod bebas dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.

    Sensitivitas cara titrasi adalah 0,5 meq/kg. Namun demikian, sensitivitas

    dapat ditingkatkan dengan penentuan cara kalorimetri dengan penambahan

    pati dalam larutan HCl 0,01 N atau cara elektrometri.

    Pengukuran angka peroksida dapat juga dilakukan dengan metoda

    lain, yaitu metoda feritiosianat (ferric thiocyanate). Metoda tersebut disusun

  • TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 54

    berdasarkan pada oksidasi ion fero menjadi feri, dan pengukuran dilakukan

    terhadap senyawa feritiosianat dengan kalorimetri. Metoda feritiosianat lebih

    sensitif dan sampel yang digunakan untuk analisa lebih sedikit (0,1 g) dari

    pada metoda iodometri yang menggunakan sampel sebanyak 5 g. Namun,

    angka yang diperoleh dengan metoda feritiosianat lebih tinggi dari pada

    metoda iodometri. Pada umumnya metoda feritiosianat digunakan untuk

    produk-produk susu yang angka peroksidanya relatif rendah.

    b. Angka TBA (Thiobarbituric acid)

    Analisa TBA digunakan untuk mengukur produk sekunder dari

    oksidasi lemak. Analisa tersebut disusun berdasarkan pada terbentuknya

    pigmen berwarna merah sebagai hasil reaksi kondensasi antara dua molekul

    TBA dengan satu molekul malonaldehid, produk dekomposisi hidroksida

    lemak di bawah kondisi asam dan panas. Intensitas warna dapat dilakukan

    pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 535

    nm. Karena reaksi tidak spesifik dan dihasilkan oleh produk sekunder

    oksidasi, maka produk itu disebut sebagai TBA-reactive substances

    (TBARS). Larutan standar met