Makalah Pengolahan Minyak Dan Lemak

82
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak sebagai bahan pangan yang dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1) lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat consumed uncooked) misalnya mentega, margarin serta lemak yang digunakan dalam kembang gula. 2) lemak yang dimasak bersama bahan pangan atau dijadikan sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan misalnya minyak goreng. Lemak dan minyak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan energi. Lemak dan minyak termasuk salah satu anggota lipid, yaitu lipid netral. Setelah minyak dan lemak dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen trigliserida yaitu: Lipid Kompleks (lesithin, cephalin, fosfatida, dan glikolipid) 1

description

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak asam lemak jenuh misalnya asam plamitat dan stearat yang memiliki titik cair lebih tinggi.

Transcript of Makalah Pengolahan Minyak Dan Lemak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lemak dan minyak sebagai bahan pangan yang dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1) lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat consumed uncooked) misalnya

mentega, margarin serta lemak yang digunakan dalam kembang gula.

2) lemak yang dimasak bersama bahan pangan atau dijadikan sebagai medium penghantar

panas dalam memasak bahan pangan misalnya minyak goreng.

Lemak dan minyak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam yang dapat

bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak tersebut berfungsi

sebagai sumber cadangan energi.

Lemak dan minyak termasuk salah satu anggota lipid, yaitu lipid netral. Setelah minyak

dan lemak dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen trigliserida

yaitu:

Lipid Kompleks (lesithin, cephalin, fosfatida, dan glikolipid)

Sterol, berada dalm keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak

Asam Lemak Bebas (ALB)

Lilin

Pigmen yang larut dalam lemak

Hidrokarbon

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, hal ini tergantung dari komposisi asam lemak

yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah

asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair yang

rendah. Lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak asam

lemak jenuh misalnya asam plamitat dan stearat yang memiliki titik cair lebih tinggi.

1

Trigliserida yang diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisik dan kimia yang

berbeda satu sama lain karena perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh dan

pengolahan, perbedaaan jumlah dan jenis ester yang terdapat didalam nya. Minyak dan lemak

tidak berbeda dalam bentuk trigliseridanya dan hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Disebut

lemak jika berbentuk padat dan minyak berbentuk cair pada suhu kamar.

Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah

kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid komplek (lesithin, cephalin, fosfatida dan

glikolipid); sterol berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak; asam lemak

bebas; lilin; pigmen yang larut dalam lemak dan hidrokarbon. Semua komponen tersebut akan

mempengaruhi warna dan flavor produk, serta berperan dalam proses ketengikan. Fosfolipid

dalam minyak yang berasal dari biji-bijian biasanya mengandung sejumlah fosfatida, yaitu

lesithin dan cephalin. Dalam minyak jagung dan kedelai, jumlah fosfatida sekitar 2 – 3 %, dan

dalam proses pemurniannya, senyawa ini dapat dipisahkan.

Minyak pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan tidak murni dan

bercampur dengan komponen-komponen lain yang disebut fraksi lipida. Fraksi lipida terdiri dari

minyak, lemak (edible fat/oil), malam (wax), fosfolipida, sterol, hidrokarbon dan pigmen.

Fraksi lipid dalam bahan pangan biasanya dipisahkan dari persenyawaan lain yang

terdapat dalam bahan pangan dengan ekstraksi menggunakan pelarut seperti petroleum eter, etil,

ester, kloroform atau benzena. Fraksi yang larut disebut “fraksi yang larut dalam eter” atau

lemak kasar (Ketaren, 1986). Untuk membedakan komponen-komponen fraksi lipida

dipergunakan NaOH. Minyak/ lemak pangan, malam dan fosfolipida dapat disabunkan dengan

NaOH sedangkan sterol, hidrokarbon dan pigmen adalah fraksi yang tidak tersabunkan.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui proses pengolahan lemak dan minyak.

2. Menjelaskan masing-masing tahapan pengolahan minyak dan lemak.

2

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan dilakukan tergantung pada sifat alami

minyak atau lemak tersebut dan juga tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki. Berikut

beberapa proses dalam produksi minyak secara umum :

1. Klasifikasi dan karakterisasi bahan baku (umpan)

2. Pemilihan metode ekstraksi yang tepat

3. Degumming (pemisahan gum)

4. Netralisasi

5. Bleaching (pemucatan) deodorisasi

6. Hidrogenasi, Interesterifikasi dan Winterisasi

EKSTRAKSI

PENJERNIHAN

PEMUCATAN

DEODORISASI HIDROGENASI WINTERISASI

PEMUCATAN DEODORISASI

DEODORISASI INTERESTERIFIKASI

PLASTICIZING PEMURNIAN

3

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Minyak nabati

Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan.Digunakan dalam

makanan dan memasak.Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak kelapa

sawit, jagung, zaitun kedelai, bunga matahari dll.

3.2 Klasifikasi Minyak Nabati

a. Berdasarkan Sumber Minyak Nabati

1) Biji-bijian palawija

Cth: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari.

2) Kulit buah tanaman tahunan

Cth: minyak zaitun dan kelapa sawit.

3) Biji-bijian dari tanaman tahunan

Cth: kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune, dan sebagainya.

b. Berdasarkan Sifat Mudah Mengering

1) Minyak tidak mengering

Cth: minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang tanah, almond, inti alpukat, inti plum,

jarak rape, dan mustard.

2) Minyak setengah mengering

Cth: minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum, biji bunga matahari, croton, dan

urgen.

3) Minyak mengering

Cth: minyak kacang kedelai, safflower, argemone, hemp, walnut, biji poppy, biji karet,

perilla, tung, linseed, dan candle nut.

4

c. Klasifikasi Lemak Nabati Berdasarkan Sifat Fisiknya

No Kelompok Lemak Jenis Lemak/ Minyak

1.

2.

Lemak (berwujud padat)

Minyak (berwujud cair)

a. Tidak mengering

(non drying oil)

b. Setengah mengering

(semi drying oil)

c. Mengering (drying

oil)

Lemak biji cokelat, inti sawit, cohune,

babassu, tengkawang, nutmeg butter,

mowwah butter dan shea butter

Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang

tanah, almond, inti alpukat, inti plum, jarak

rape dan mustard.

Minyak dari biji kapas, kapok, jagung,

gandum, biji bunga matahari, eroton dan

urgen.

Minyak kacang kedelai, safflower,

argemone, walnut, biji poppy, biji karet,

penilla, lin seed dan candle nut.

3.3 Karakteristik minyak nabati

Sifat fisik

1. Warna

a. Warna alamiah

b. Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat dalam minyak.

2. Bau

Lemak atau bahan pangan berlemak, dapat menghasilkan bau tidak enak yang mirip

dengan bau ikan yang sudah basi, yang disebabkan oleh interaksi trimetilamineoksida

dengan ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh.

3. Kelarutan

Kelarutan diengaruhi oleh nilai polaritas dari masing-masing minyak nabati.

4. Titik cair

5. Titik didih

5

Titik didih dari asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambahnya rantai karbon

asam lemak tersebut.

6. Titik lunak

Ditentukan dengan penggunaan tabung kapiler yang diisi dengan minyak.

7. Sliping point

Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan suatu silinder kuningan yang kecil,

yang diisi dengan leak padat, kemudian disimpan dalam bak yang tertutup dan

dihubungkan dengan termometer.

8. Sort melting point

Yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.

9. Bobot jenis

Bobot jenis ditentukan oleh temperatur kamar (25OC)

10. Indeks bias

Adalah derajar penyimpangan yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah.Ini

digunakan untuk pengujian kemurniaan minyak.

11. Titik asap, titik nyala, titik api.

Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap pada

pemanasan, titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan

udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan

pembakaran yang terus menerus

12. Titik kekeruhan

Ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak dengan pelarut

lemak.

Sifat kimia

1. Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan berubah menjadi asam lemak bebas dan

gliserol. Hal ini dapat merusak minyak karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak

atau lemak yang mengakibatkan ketengikan.

6

2. Oksidasi

Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan lemak

atau minyak, hal ini akan menyebabkan bau tengik pada lemak atau minyak.

3. Esterifikasi

Proses esterifikasi bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari trigliserida,menjadi

bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut

interifikasi atau penukaran ester yang didasarkan pada prinsip transesterifikasi Fiedel-

Craft.

4. penyabunan

Reaksi ini dilakukan dengan penambhan sejumlah larutan basa kepada trigliserida. Bila

penyabunan telah lengkap,lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan dan gliserol

dipulihkan dengan penyulingan.

7

5. Pembuatan keton

Keton dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.

3.4 TAHAPAN PENGOLAHAN LEMAK/MINYAK NABATI

3.4.1 Ekstraksi

Pengertian ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat

terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari

satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnyabahan

alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis

yang telah dibicarakan. Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur secara sangat erat,

peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang

terlalu rendah.

Dalam hal semacam. itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses yang dapat

digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh pembuatan ester (essence) untuk

bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji

8

kopi atau biji coklat dan yang dapat dilihat sehari-hari ialah pelarutan komponen-komponen kopi

dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling.

Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak

dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun ekstraksi minyak atau lemak

itu bermacam-macam,yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering),mechanical expression

dan solvent extraction.

Proses pengolahan minyak nabati dengan cara mengekstrak bahan bakunya.

Proses ekstraksi terbagi menjadi beberapa, jenis yakni mecanical expresion, solvent ekstraksi,

dan rendering. Proses diatas digunakan dengan menyesuaikan dengan bahan bakun. Ada

beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalm memilih ekstraksi jenis apa yang digunakan yaitu

sebagai berikut:

- berbentuk padat atau cair

- kadar minyak yang terkandung dalam bahan bakunya berdasarkan

referensi

Klasifikasi Ekstraksi

Berikut adalah klasifikasi ekstraksi yang digunakan dalam proses pengolahan minyak

nabati.

Minyak / Lemak

Trigliserida

Ekstraksi

Mechanical Expresion Solvent ekstraksi Rendering

Wet rendering dry rendering

9

Sokletasi Maserasi Perkolasi

1. Rendering

Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga

mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering,

penggunaan panas adalah sesuatu yang spesifik,yang bertujuan untuk menggumpalkan protein

pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus

oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya.

Menurut pengerjaannya rendering dibagi dengan dua cara,yaitu :

1. Wet rendering

2. Dry rendering

a. Wet Rendering

Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama

berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan

menggunakan temperature yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60psi).

Penggunaan temperature rendah pada wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari

minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang diperlengkapi

dengan alat pangaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran dipanaskan perlahan-lahan

sampai suhu 50°C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik keatas akan naik keatas

dan kemudian dipisahkan. Proses wet rendering dengan menggunakan temperature rendah

kurang begitu popular, sedangkan proses wet rendering dengan mempergunakan temperature

yang tinggi disertai dengan tekanan uap air, dipergunkan untuk menghasilkan minyak atau lemak

dalam jumlah yang besar.Peralatan yang digunakan adalah autoclave atau digester. Air dan

bahan yang akan diekstraksi dimasukan kedalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40

sampai 60 pound selama 4-6 jam.

b. Dry Rendering

Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung.

Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan steam jacket serta alat

10

pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan

kedalam ketel tanpa penambahan air.Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk. Pemanasan dilakukan

pada suhu 220°F sampai 230°F (105°C-110°C).Ampas bahan yang telah diambil minyaknya

akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas

yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.

2. Pengepresan Mekanik (mechanical expression)

Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,terutama untuk

bahan bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari

bahan yang berkadar minyak tinggi(30-70%).Pada pengepresan mekanis ini diperlukan

perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan

pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering

atau pemasakan.

Dua cara umum dalam pengepresan mekanis,yaitu:

1. Pengepresan hidraulik (hydraulic pressing)

2. Pengepresan berulir (expeller pressing)

a. Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing)

Pada cara hydraulic pressing,bahan di pres dengan tekanan sekitar 2000pound/inch2

(140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung pada

lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal.

Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi antara 4 sampai 6 persen,

tergantung dari lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik.

11

Gambar.1 hydraulic press

Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan mekanis

dapat dilihat pada gambar

Gambar.2 Skema cara memperoleh minyak dengan pengepresan

b. Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)

Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses

pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada temperature 240°F (115,5°C)

dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar

12

Bahan yang mengandung minyak

perajangan penggilingan

Minyak kasar

Ampas/bungkil

pengepresan Pemasakan/ pemanasan

sekitar 2,5-3,5 persen, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak antara 4-5

persen.

Gambar.3 expeller pressing

Cara lain dalam mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak

atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering dengan pengepresan secara mekanik atau

dengan sentrifusi.

3. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent extraction)

Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak

dan lemak.Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1

persen atau lebih rendah,dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil

dari expeller pressing,karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi.Pelarut

minyak atau lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah

petroleum eter,gasoline carbon disulfide, karbon tetra klorida,benzene dan n-heksan.Perlu

perhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5 persen.Bila

lebih,seluruh system solvent extraction perlu diteliti lagi.

Salah satu contoh solvent extraction ini adalah metode sokletasi. Ekstraksi yang

dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejennis ekstraksi dengan pelarut organik yang

dilakukan secara berulang ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif konstan dengan

menggunakan alat soklet. Minyak nabati merupakan suatu senyawa trigliserida dengan rantai

13

karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak nabati umumnya larut dalam pelarut organik, seperti

heksan dan benzen. Untuk mendapatkan minyak nabati dari bahagian tumbuhannya, dapat

dilakukan dengan metoda sokletasi menggunakan pelarut yang sesuai.

Adapun prinsip sokletasi ini adalah Penyaringan yang berulang ulang sehingga hasil yang

didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai,

maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi

menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang

terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan.

Gambar.4 Rangkaian Alat Sokletasi

Metoda sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metoda maserasi dan

perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri ( distilasi uap ), tidak dapat digunakan

dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup

kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka

cara yang terbaik yang didapatkan untuk

pemisahan ini adalah sokletasi

14

Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan,sehingga uap

yang timbul setelah dingin secara kontunyu akan membasahi sampel,secara teratur pelarut

tersebut dimasukkan kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi

tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang diuapkan dengan

rotary evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila suatu campuran organik

berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan

menggunakan pelarut yang diinginkan.

Syarat syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi :

1. Pelarut yang mudah menguap Ex : heksan, eter, petroleum eter, metil klorida dan alkohol

2. Titik didih pelarut rendah.

3. Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.

4. Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.

5. Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.

6. Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar.

7. Ekstraksi sinambung dengan menggunakan alat soklet merupakan suatu prosedur ekstraksi

kontituen kimia tumbuhan dari jaringan tumbuhan yang telah dikeringkan.

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan secara berurutan pelarut – pelarut organik

dengan kepolaran yang semakin menigkat. Dimulai dengan pelarut heksana, eter, petroleum eter,

atau kloroform untuk memisahkan senyawa – senyawa trepenoid dan lipid – lipid, kemudian

dilanjutkan dengan alkohol dan etil asetat untuk memisahkan senyawa – senyawa yang lebih

polar. Walaupun demikian, cara ini seringkali tidak menghasilkan pemisahan yang sempurna

dari senyawa – senyawa yang diekstraksi.

Cara menghentikan sokletasi adalah dengan menghentikan pemanasan yang sedang

berlangsung. Sebagai catatan, sampel yang digunakan dalam sokletasi harus dihindarkan dari

sinar matahari langsung. Jika sampai terkena sinar matahari, senyawa dalam sampel akan

berfotosintesis hingga terjadi penguraian atau dekomposisi. Hal ini akan menimbulkan senyawa

baru yang disebut senyawa artefak,

15

hingga dikatakan sampel tidak alami lagi. Alat sokletasi tidak boleh lebih rendah dari pipa

kapiler, karena ada kemungkinan saluran pipa dasar akan tersumbat. Juga tidak boleh terlalu

tinggi dari pipa kapiler karena sampel tidak terendam seluruhnya.

Dibanding dengan cara terdahulu ( destilasi ), maka metoda sokletasi ini lebih efisien, karena:

1. Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara berulang kali.

2. Waktu yang digunakan lebih efisien.

3. Pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau perkolasi.

4. Pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik.

Keunggulan sokletasi :

1. Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang.

2. Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.

3. Proses sokletasi berlangsung cepat.

4. Jumlah sampel yang diperlukan sedikit.

5. Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik dalam bahan berulang kali.

Kelemahan sokletasi :

1. Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang mudah rusak atau

senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi penguraian.

2. Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan pereaksi meyer, Na,

wagner, dan reagen reagen lainnya.

3. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah menguap .

Pemurnian Minyak

Tujuan utama pada proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta

bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak

sebelum dikonsumsi atau digunakansebagai bahan mentah dalam industry.

Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai

berikut :

16

Pemisahan bahan berupa suspense dan disperse koloid dengan cara penguapan, degumming dan

pencucian dengan asam.

1. Pemisahan ALB dengan cara netralisasi

2. Dekolorisaasi dengan proses pemucatan

3. Deodorisasi

4. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling)

Disamping itu kadang-kadang dilakukan penambahan flavor dan zat warna sehingga didapatkan

minyak dengan rasa serta bau yang enak dan warna yang menarik.

Lemak hewan seperti lemak babi dan lemak susu (butter flat) yang diperoleh dengan proses

rendering atau sentrifusi, dapat dikonsumsi langsung tanpa melaluli proses pemurnian. Minyak

yangdihasilkan dengan cara pengepresan melalui flavor campuran dengan grade minyak yang

lebih rendah.

3.4.2 De-gumming

Degumming adalah suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari

fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas

dalam minyak. Getah-getah (gum) dalam minyak nabati perlu dihilangkan untuk menghindari

perubahan warna dan rasa selama langkah rafinasi berikutnya. Proses Pennwalt melibatkan

pengolahan asam fosfor satu tingkat dan pengolahan air panas satu tingkat diikuti oleh

penghilangan secara terus-menerus getah-getah terhidrat dalam super sentrifusi super

degumming. Aplikasi proses tersebut dapat digunakan untuk minyak kacang, minyak kapas,

minyak sawit, minyak jagung, dan lain-lain

Lemak dan minyak mengandung senyawa kompleks phospor organik yang berhubungan

dengan phospolipid (phospatida) atau biasanya gum. Phospatida dibuang dengan berbagai

macam pengolahan yang diikuti dengan pengendapan dengan sentrifugasi serta penyerapan

dengan filter.Secara teknis degumming berhubungan dengan operasi pemurnian minyak yang

mana normalnya mengandung kotoran dalam bentuk koloid maupun terlarut dalam minyak itu

sendiri.

Pemisahan gum merupakan proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari

fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin. Tujuan utama dari degumming adalah untuk

17

membuang gum yang tidak diinginkan yang akan mengganggu pada proses berikutnya.

Komponen utama dalam gum yang harus dibuang adalah phospatida. Kandungan phospatida

dibuang karena akan mengakibatkan bau dan warna yang tidak diinginkan serta memperpendek

umur minyak. Pembentukan emulsi phospatida merupakan penyebab utama terjadinya

ketidakstabilan oksidasi dari minyak.

Tujuan dari proses degumming adalah :

1. Memisahkan dan membuang asam

2. Mencegah crude oil tertinggal selama penyimpanan dan pemindahan

3. Mencegah pengasaman oleh gum

4. Pemurnian secara fisik

5. Mengurangi kehilangan minyak pada tahap netralisasi

Proses-Proses Degumming

Ada 6 tipe proses deguming dalam industri minyak nabati. Perbedaan dari masing-masing

tipe dalah pada metoda dari prosesnya, penggunaan bahan kimia dan kandungan dari phospatida

dalam crude minyak nabati. Tipe-tipe degumming adalah:

a. Dry Degumming

Proses dry degumming melibatkan pembuangan gum melalui proses presipitasi dalam

kondisi asam. Proses ini menggunakan minyak rendah phospatida dan cocok untuk persiapan

minyak untuk physical refining.

b. Water Degumming

Water degumming adalah proses dari pembuangan gum melalui proses presipitasi

menggunakan hidrasi air murni crude oil melalui pemisahan sentrifus. Metoda ini digunakan

untuk mengesktrak gum untuk produk lecithin, minyak kedelai dan crude oil yang mengandung

phospor dengan konsentrasi 200 ppm. Dalam proses ini air digunakan sebagai bahan utama

untuk menghilangkan phospatida yang dapat terhidrasi dari minyak nabati serta dapat dilakukan

pada kedaan batch atau continous tergantung pada tipe minyak yang akan dilakukan proses

degumming atau jumlah minyak yang akan diproses. Pada proses water degumming ini efek dari

penambahan air dan perbedaan level temperatur (pemanasan) akan sangat berpengaruh pada

kualitas pemurnian.

18

c. Acid Degumming

Dalam proses ini gum dipresipitasi dengan prose beberapa kondisi asam dan

dihilangkan dengan pemisahan dengan metoda sentrifus. Pada metoda ini gum bisa dihidrasi

pada suhu tinggi dari 40°C. Dlam proses kilang organik asam sitrat sering digunakan dan

pembuangan phospatida sisa melaui bleaching menggunakan silika hydrogel.

d. Enzymatic Degumming

Enzymatic degumming adalah degumming khusus yang dipertinggi dengan

menggunakan beberapa enzim makanan. Tipe minyak yang digunakan pada proses ini adalah

minyak kacang kedelai dan minyak lobak. Keuntungan dari enzymatic degumming tidak ada

busa yang terbentuk sehingga tidak ada minyak yang hilang yang melalui pemisahan busa.

e. EDTA-degumming

EDTA degumming proses kimia-fisika degumming. Proses ini melibatkan pemisahan

sempurna phospatida dengan bahan pengkelat yaitu ethylene diamine tetra acetic acid(EDTA).

f. Membran degumming

Proses membran degumming biasanya digunakan dalam industri ekstraksi. Pemisahan

dengan membran merupakan pemisahan ukuran eklusi dan tekanan. Proses ini membagi

komponen-komponen yang berbeda menurut berat molekulnya atau ukuran partikel serta

bergantung pada interaksi dengan permukaan membran dengan campuran komponen minyak.

Phospatida dapat dibuang dari trigleserida di dalam bentuk miscell menggunakan membran

permeabel yang sesuai dengan proses degumming.

Proses ini umumnya digunakan Phospatida, protein, karbohidrat dan komponen koloid

memiliki pengaruh buruk untuk menjaga kemurnian minyak. Bahan-bahan tersebut merupakan

senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dalam suatu kilang. Ada 2 jenis phospatida yaitu yang

dapat dihidrasi dan yang tidak dapat dihidrasi. Phospatida yang dapat dihidrasi bisa dihilangkan

dengan mudah dengan menambahkan air pada proses dengan menggunakan aliran cepat pada

suhu yang terus meningkat atau aliran lambat pada suhu rendah.

19

Gambar 3. Blok Diagram Proses Degumming

3.4.3 Netralisasi

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas (ALB) dari minyak

atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya

sehinggga membentuk sabun (soap stock) dengan tujuan memurnikan minyak. Pemisahan asam

lemak bebas juga dapat dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-

asidifikasi. Proses Netralisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara,yaitu :

a. Netralisasi dengan Kaustik Soda (NaOH)

Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih

efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan

kaustik soda membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir

dalam minyak.Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah

sebagai berikut:

Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida

dan protein, dengan cara membentuk emulsi sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan

dari minyak dengan cara sentrifuce.

20

Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis maka

netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, resin ,

dan suspensi dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum.

Komponen minor dalam minyak berupa sterol, khlorofil, vitamin E, dan karotenoid hanya

sebagian kecil dapat dikurangi dengan netralisasi.

Netralisasi menggunakan kaustik soda akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida.

Molekul mono dan digliserida lebih mudah bereaksi dengan persenyawaan alkali. Reaksi

penyabunan mono dan digliserida dalam minyak terjadi sebagai berikut :

Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu perbandingan antara

kehilangan total karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas dalam lemak kasar. Sebagai

contoh ialah netralisasi minyak kasar yang mengandung 3 persen asam lemak bebas,

menghasilkan minyak netral dengan rendemen sebesar 94 persen, maka kana mengalami

kehilangan total (total loss) sebesar (100-94) persen = 6 persen

Refining factor = = = 2

21

Makin kecil nilai refining factor, maka efisiensi netralisasi makin tinggi.

Pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi terlalu tinggi akan bereaksi sebagian

dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang

terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk

menyabunkan asam lemak dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan

terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan

rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih konsentrasi larutan alkali yang

digunakan dalam netralisasi adalah sebagai berikut :

1. Konsentrasi dari Minyak Kasar

Konsentrasi dari alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak bebas atau

derajat keasaman minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas, makin besar pula

konsentrasi alkali yang digunakan

2. Jumlah minyak netral (Trigliserida) yang tersabunkan diusahakan serendah mungkin

makin besar konsentrasi larutan alkali yang digunakan, maka kemungkinan jumlah

trigliserida yang tersabunkan semakin besar pula sehingga angka refinning factor

bertambah besar.

3. Jumlah Minyak Netral yang Terdapat dalam Soap Stock

Makin encer larutan kaustik soda, makin besar tendensi larutan sabun untuk

membentuk emulsi dengan trigliserida. Dengan menggunakan larutan alkali encer,

kemungkinan terjadinya penyabunan trigliserida dapat diperkecil, akan tetapi

kehilangan minyak bertambah besar karena sabun dalam minyak akan membentuk

emulsi.

4. Suhu Netralisasi

Suhu netralisasi dipilih sedemikian rupa sehingga sabun (soap stock) yang terbentuk

dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat.

Pengendapan yang lambat akan memperbesar kehilangan minyak karena sebagian

minyak akan diserap oleh sabun.

22

5. Warna Minyak Netral

Makin encer larutan alkali yang digunakan, makin besar jumlah larutan yang

dibutuhkan untuk netralisasi dan minyak netral yang dihasilkan berwarna lebih cepat.

b. Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)

Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah trigliserida tidak ikut

tersabunkan, sehingga nilai refining factor dapat diperkecil. Suatu kelemahan dari pemakaian

senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena gas

CO2 yang dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan busa dalam minyak.

Netralisasi menggunakan natrium karbonat biasanya disusul dengan pencucian

menggunakan kaustik soda encer, sehingga memperbaiki mutu terutama warna minyak. Hal ini

akan mengurangi jumlah adsorben yang dibutuhkan pada proses pemucatan.

Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat dilakukan di bawah

suhu 500C, sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium karbonat akan

membentuk sabun dan asam karbonat, dengan reaksi sebagai berikut :

Pada pemanasan asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas CO2 dan H2O.

Gas CO2 yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun yang terbentuk dan mengapung

partikel sabun di atas permukaan minyak. Gas tersebut dapat dihilangkan dengan cara

mengalirkan uap panas atau dengan cara menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak

dengan pompa vakum.

Cara Netralisasi :

23

Minyak yang akan dinetralkan , dipanaskan pada suhu 35-400C dengan tekanan lebih

rendah dari atmosfir. Selanjutnya ditambahkan larutan natrium karbonat, kemudian diaduk

selama 10-15 menit dengan kecepatan pengadukan 65-75 rpm. Kemudian kecepatan pengadukan

dikurangi 15-20 rpm dan tekanan vakum diperkecil selama 20-30 menit. Dengan cara tersebut

gas CO2 yang terbentuk akan menguap dan asam lemak bebas yang tinggal dalam minyak kurang

lebih sebesar 0,05 persen. Sabun yang terbentuk dapat diendapkan dengan menambahkan garam,

misalnya natrium sulfat atau natrium silikat, atau mencucinya dengan air panas. Setelah

dipisahkan dari minyak selanjutnya dilakukan proses pemucatan.

Minyak dalam sabun yang telah mengendap dapat dipisahkan dengan cara menyaring

menggunakan filter press. Asam lemak bebas yang telah membentuk sabun (soap stock) dapat

diperoleh kembali jika sabun tersebut direaksikan dengan asam mineral.

Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat adalah sabun yang terbentuk

bersifat pekat dan dapat dipakai langsung untuk pembuatan sabun bermutu baik. Minyak yang

dihasilkan mutunya lebih baik, terutama setelah mengalami proses deodorisasi. Di samping itu

trigliserida tidak ikut tersabunkan sehingga rendemen minyak netral yang dihasilkan lebih besar.

24

Kelemahannya adalah karena cara tersebut sukar dilaksanakan dalam praktek, dan di

samping itu untuk minyak semi drying oil seperti minyak kedelai, sabun yang terbentuk sukar

disaring karena adanya busa yang disebabkan oleh gas CO2.

c. Netralisasi minyak dalam bentuk “miscella”

Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan menggunakan pelarut

menguap (solvent extraction). Hasil ekstraksi merupakan campuran antara pelarut dan minyak

disebut miscella.

Asam lemak bebas dalam miscella dapat dinetralkan dengan menggunakan kaustik soda

atau natrium karbonat. Penambahan bahan kimia tersebut ke dalam miscella yang mengalir

dalam ketel ekstraksi, dilakukan pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut. Sabun yang

terbentuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan garam, sedangkan minyak netral dapat

dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan.

d. Netralisasi dengan etanol amin dan amonia

Etanol amin dan amonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada proses

ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan trigliserida, sedangkan amonia yang

digunakan dapat diperoleh kembali dari soap stock dengan cara penyulingan dalam ruangan

vakum.

e. Pemisahan asam (de-ecidification) dengan cara penyulingan

Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan asam lemak

bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikan dengan larutan basa, sehingga asam lemak yang

terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling terlebih dahulu dipanaskan dalam alat

25

penukar kalor (heat exchanger). Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu ke dalam

alat penyulingan dengan letak horizontal.

Di sepanjang dasar ketel terdapat pipa-pipa berlubang tempat menginjeksikan uap air ke

dalam minyak yang sudah dipanaskan pada suhu kurang lebih 2400C.

Kadang-kadang ke dalam ketel disemprotkan superheated steam bersama air, yang akan berubah

menjadi uap air panas pada tekanan rendah (kurang lebih 25 mmHg), sehingga asam lemak

bebas menguap bersama-sama dengan uap panas tersebut. Hasil sulingan berupa campuran uap

air dan asam lemak bebas untuk menghindari kerusakan minyak selama proses penyulingan

karena suhu yang terlalu tinggi, maka asam lemak bebas yang tertinggal dalam minyak dengan

kadar lebih rendah dari 1 persen harus dinetralkan dengan menggunakan persenyawaan basa.

Minyak kasar dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi umumnya mengandung fraksi mono

dan digliserida yang terbentuk dari hasil hidrolisa sebagian molekul trigliserida.

3.4.4 BLEACHING

Pemucatan (bleaching) adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna

yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan cara fisika yang

menggunakan berbagai absorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated

clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Selain warna, pemucatan juga

berperan mengurangi komponen minor lainnya seperti aroma, senyawa bersulfur dan logam-

logam berat. Selain itu, pemucatan juga dapat mengurangi produk hasil oksidasi lemak seperti

peroksida, aldehida dan keton. Pada proses pemucatan hanya sedikit komponen yang

dihilangkan. Biasanya pemucatan dilakukan setelah proses pemurnian alkali.

a. Zat-Zat Pengotor yang sering terdapat dalam minyak bumi

1. Senyawaan Sulfur

Crude oil yang densitynya lebih tinggi mempunyai kandungan Sulfur yang lebih tinggu pula.

Keberadaan Sulfur dalam minyak bumi sering banyak menimbulkan akibat, misalnya dalam

gasoline dapat menyebabkan korosi (khususnya dalam keadaan dingin atau berair), karena

terbentuknya asam yang dihasilkan dari oksida sulfur (sebagai hasil pembakaran gasoline) dan

air.

26

a. Senyawaan Oksigen

Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalah kurang dari 2 % dan menaik dengan

naiknya titik didih fraksi. Kandungan oksigen bisa menaik apabila produk itu lama berhubungan

dengan udara. Oksigen dalam minyak bumi berada dalam bentuk ikatan sebagai asam

karboksilat, keton, ester, eter, anhidrida, senyawa monosiklo dan disiklo dan phenol. Sebagai

asam karboksilat berupa asam Naphthenat (asam alisiklik) dan asam alifatik.

b. Senyawaan Nitrogen

Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumi sangat rendah, yaitu 0,1-0,%. Kandungan

tertinggi terdapat pada tipe Asphalitik. Nitrogen mempunyai sifat racun terhadap katalis dan

dapat membentuk gum / getah pada fuel oil. Kandungan nitrogen terbanyak terdapat pada fraksi

titik didih tinggi. Nitrogen klas dasar yang mempunyai berat molekul yang relatif rendah dapat

diekstrak dengan asam mineral encer, sedangkan yang mempunyai berat molekul yang tinggi

tidak dapat diekstrak dengan asam mineral encer.

c. Konstituen Metalik

Logam-logam seperti besi, tembaga, terutama nikel dan vanadium pada proses catalytic cracking

mempengaruhi aktifitas katalis, sebab dapat menurunkan produk gasoline, menghasilkan banyak

gas dan pembentukkan coke. Pada power generator temperatur tinggi, misalnya oil-fired gas

turbine, adanya konstituen logam terutama vanadium dapat membentuk kerak pada rotor turbine.

Abu yang dihasilkan dari pembakaran fuel yang mengandung natrium dan terutama vanadium

dapat bereaksi dengan refactory furnace (bata tahan api), menyebabkan turunnya titik lebur

campuran sehingga merusakkan refractory itu.

b. Klasifikasi Proses Pemucatan

Proses pemucatan terbagi dua, yaitu :

Pemucatan Secara Fisika

1. Pemucatan Minyak dengan Adsorben

Ada dua bentuk adsorbsi yaitu :

a. Adsorbsi positip, yaitu penyerapan substart yang tidak diinginkan sehingga bahan relatif

tidak mengandung substart tersebut.

27

b. Adsorbsi negatip, yaitu proses penyerapan pelarut dari substart yang tidak diinginkan

Dalam hal ini pelarutannya yang dipisahkan dari substart yang tidak diinginkan cara ini

jarang dilakukan karena dianggap tidak efektif.

Adsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleaching

earth) dan arang (bleaching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan

adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak,

misalnya peroksida

Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi

dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 105oC, selama

1jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70-80oC, dan jumlah

adsorben kurang lebih sebanyak 1,0-1,5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak

dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara

pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0,2-0,5

persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

Macam-macam Adsorben:

Adsorben yang biasa digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari bleaching clay, arang dan

arang aktif.

a. Bleaching Clay (bleaching earth)

Bleaching Clay pertama kali ditemukan pada abad ke-19 di Inggris dan Amerika. Dalam

perdagangan Bleaching Clay mempunyai nama dan komposisi kimia yang berbeda. Sebagai

contoh ialah Bleaching Clay yang berasal dari Rusia, Kanada dan Jepang dikenal dengan nama

gluchower kaolin.

Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3,

air terikat serta ion kalsium, magnesium oksida dan besi oksida. Perbandingan komposisi antara

2 jenis bleaching. Perbandingan komposisi antara dua jenis Bleaching Clay dapat dilihat pada

tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi kimia adsorben “landau raw clay” dan “florida clay”

28

Komponen

Kimia (%)

Jenis adsorben

Landau raw clay Florida clay 8

SiO2 59,0 56,5

AL2O3 22,9 11,6

Fe2O3 3,4 3,3

CaO 0,9 3,1

MgO 1,2 6,3

Sumber: Andersen A.C.J. dan P.N. William (1962)

Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam

dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan.

Daya pemucat bleaching clay disebabkan karena ion Al3+ pada permukaan partikel adsorben,

yang dapat mengadsorbsi partikel zat warna. Daya pemucat tersebut tergantung dari

perbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 dalam bleaching clay. Adsorben yang terlalu kering

menyebabkan daya kombinasinya dengan air telah hilang, sehingga mengurangi daya

penyerapan terhadap zat warna.

Aktivitas adsorben dengan asam mineral (HCl atau H2SO4) akan mempertinggi daya pemucat

karena asam mineral tersebut larut atau bereaksi dengan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg

yang menutupi pori-pori adsorben. Disamping itu asam mineral melarutkan Al2O3 sehingga dapat

menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2-3) : 1 menjadi (5-6) : 1.

Aktivasi menggunakan asam mineral akan menimbulkan 3 macam reaksi, sebagai berikut:

1. Mula-mula asam akan melarutkan komponen Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang mengisi

pori-pori adsorben. Hal ini ,mengakibatkan terbukanya pori-pori yang tertutup sehingga

menambah luas permukaan adsorben.

29

2. Selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben secara

berangsur-aangsur diganti oleh ion H+ dari asam mineral.

3. Sebagian ion H+ yang telah menggantikan ion Ca2+ dan Mg2+ akan ditukar oleh ion Al3+ yang

telah larut dalam asam

Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut mempunyai bobot

jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH adsorben mendekati netral.

Pemakaian asam mineral untuk mengaktifkan adsorben bleaching clay menimbulkan bau lapuk

pada minyak, tetapi bau lapuk tersebut akan hilang pada proses deodorisasi. Disamping itu

activated clay yang bersifat asam akan menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak dan

mengurangi daya tahan kain saring yang digunakan untuk memisahkan minyak dari adsorben.

b. Arang (Bleaching Carbon)

Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan pada umunya diperoleh dari hasil

pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon. Umumnya arang mempunyai

daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar

dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau bahan kimia. Komposisi kimia arang

kayu keras dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Arang Kayu Keras

Komponen (%) Kering Udara Kering Oven

Air 9,9 -

Bahan menguap 8,1 9,0

Abu 2,0 2,2

“fixed carbon” 80,0 88,8

Sumber: Andersen A.C.J. dan P.N. William (1962)

Sumber lain dari arang berasal dari bahan nabati atau hewani antara lain serbuk gergaji, ampas

tebu, tempurung, tongkol jagung, dan tulang. Pada umumnya pengarangan dilakukan pada suhu

300-500 °C. Suhu pengarangan pada ruangan tanpa udara dilakukan pada suhu 600-700 °C. Pada

30

proses pengarangan akan terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas CO2 dan

selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses pengarangan.

Pengarangan dianggap sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan arang yang bermutu baik

adalah arang yang mengandung kadar karbon tinggi.

c. Arang Aktif (Aktivated Carbon)

Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-

pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas adsorbsi terhadap zat warna. Pori-pori dalam

arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari fixed

carbon,abu,air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Bahan kimia yang dapat

digunakan sebagai pengaktif adalah HNO3, H3PO4, sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca3(PO4)2, NaOH,

Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3, dan uap air pada suhu tinggi.

Unsur-unsur kimia dari persenyawaan yang ditambahkan akan meresap ke dalam arang dan

membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia sehingga luas permukaan

yang aktif bertambah besar. Persenyawaan hidrokarbon yang menutupi pori-pori yang dapat

dihilangkan dengan cara oksidasi menggunakan oksidator lemah sperti CO2 yang disertai dengan

air. Dengan cara tersebut atom karbon tidak mengalami proses oksidasi.

Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luas permukaan partikel, ukuran partikel,

volume dan luas penampang kapiler, sifat kimia permukaan arang, sifat arang secara alamiah,

jenis bahan pengaktif yang digunakan dan kadar air.

Mekanisme Adsorbsi Zat Warna oleh Arang

Adsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan, yang tergantung dari

specifik affinity antara adsorben dan zat yang diadsorbsi. Daya adsorbsi arang aktif disebabkan

karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya

perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap.

Berdasarkan adanya perbedaan energi potensial, maka jenis adsorbsi terdiri dari adsorbsi

listrik, adsorbsi mekanis, adsorbsi kimia dan adsorbsi termis. Sifat adsorbsi tersebut masing-

31

masing disebabkan karena perbedaan muatan listrik, perbedaan tegangan permukaan, perbedaan

potensial sifat kimia dan perbedaan potensial karena panas.

Efisiensi adsorbsi oleh arang tergantung dari perbedaan muatan listrik antara arang dan zat

atau ion yang diserap. Bahan yang mempunyai muatan listrik positif akan diserap lebih efektif

oleh arang dalam larutan yang bersifat basa dan sebaliknya, sedangkan penyerapan terhadap

bahan non-elektrolit tidak dipengaruhi oleh keasaman atau sifat kebasaan arang sebagai

adsorben. Jumlah arang aktif yang digunakan untuk menyerap warna berpengaruh terhadap

jumlah warna yang diserap (gambar 2.2).

Perbandingan daya pemucat antara arang aktif dan activated clay pada proses pemucatan

minyak kelapa seperti tercantum dalam gambar 2.3. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa

daya pemucat arang aktif lebih baik dari activated clay, karena arang aktif dapat menyerap zat

warna sebanyak 95-97 persen dari total zat warna yang terdapat dalam minyak.

Keuntungan penggunaan arang aktif sebgai bahan pemucat minyak ialah kerena lebih efektif

untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay, sehingga arang aktif dapat

digunakan sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah lebih kurang 0,1-0,2 persen dari berat

minyak. Arang aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi

jumlah peroksida sehingga memperbaiki mutu minyak.

Arang aktif

32

Gambar 2.2 Hubungan Antara Arang Aktif Yang Ditambahkan Dengan Jumlah Warna

Yang Diserap (hassler, 1953).

Jumlah warna yang diserap (%)

Gambar 2.3 Perbedan Antara Daya Pemucatan

Antara Arang Aktif Dan Activated Clay (Anderson,

1953)

Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif jumlahnya lebih

besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal dalam activated clay, dan proses otooksidasi

terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan dengan menggunakan arang aktif (activated

carbon).

Adsorben yang telah bercampur dengan minyak dapat dipisahkan dengan cara penyaringan

menggunakan filter press. Biasanya dalam filter press terdapat dua macam kain saring, yaitu kain

goni (jute) pada bagian bawah dan kain katun (kapas) atau nilon pada bagian atas filter, dengan

tekanan dalam filter press kurang lebih 3,0-3,5 kg/cm2.

Pemucatan minyak dengan bahan kimia

Cara pemucatan ini banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan bahan pangan

(edible fat), karena pemucatan secara kimia lebih baik dibandingkan dengan menggunakan

adsorben. Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai bahan pemucat adalah karena hilangnya

sebagian minyak yang dapat dihindarkan dan zat warna diubah menjadi zat tidak berwarna, yang

tetap tinggal dalam minyak. Kerugiannya ialah karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan

kimia dan trigliserida, sehingga menurunkan flavor minyak.

Pemucatan dengan bahan kimia pada umumnya dibagi atas dua macam reaksi pemucatan,

yaitu:

a. Pemucatan dengan cara oksidasi

33

Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan tetapi asam lemak

tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil karena proses oksidasi dan

polimerisasi. Bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pemucat adalah persenyawaan

peroksida dikromat, ozon, klorin dan klorin dioksida.

Pemucatan dengan peroksida: konsentrasi larutan peroksida yang digunakan biasanya 30-

40 persen dan jika konsentrasi peroksida lebih tinggi, maka minyak cendrung akan mengalami

kerusakan karena proses oksidasi. Minyak yang dipucatkan dengan peroksida tidak perlu

disaring: perosida baik digunakan untuk memucatkan minyak kacang tanah, minyak wijen, rape

oil dan minyak ikan.

Hidrogen peroksida dapat bereaksi dengan ion logam, sehingga wadah yang digunakan pada

proses pemucatan harus dilapisi dengan email, aluminium, atau stainless steel. Jenis peroksida

yang sering digunakan ialah natrium peroksida, kalsium peroksida atau benzoil peroksida.

b. Pemucatan dengan dikromat dan asam

Bahan kimia yang digunakan ialah natrium atau kalium dikromat dalam asam mineral (an-

organik). Reaksi antara dikromat dan asam akan membebaskan oksigen. Oksigen bebas bereaksi

dengan asam klorida (HCl) akan menghasilkan klor (Cl2) yang berfungsi sebagai bahan pemucat,

dengan reaksi sebagai berikut:

Na2Cr2O7 + 4 H2SO4 NaSO4 + Cr2(SO4)3 + 4H2O + 3O

Atau

Na2Cr2O7 + 8HCl 2 NaCl + 2CrCl3 + 4 H2O + 3O

3 O + 6 HCl 3 H2O + 3 Cl2

Setelah pereaksi ditambahkan, selanjutnya diaduk. Zat warna akan mengendap setelah

pengadukan dihentikan. Pada umumnya warna ungu dalam minyak tidak dapat hilang, sehingga

cara pemucatan dikromat banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan pembuatan sabun.

Tangki pemucat yang terbuat dari logam harus diberi pelapis anti karat, karena pereaksi tersebut

dapat menimbulkan karat pada logam.

34

c. Pemucatan dengan pemanasan

Pemanasan minyak dalam ruangan vakum pada suhu relatif tinggi, mempunyai pengaruh

pemucatan. Cara ini kurang efektif terhadap minyak yang mengandung pigmen klorofil. Sebelum

dilakukan pemanasan, sebaiknya minyak terlebih dahulu dibebaskan dari ion logam terutama ion

besi, sabun, (soap stock) dan hasil-hasil oksidasi seperti peroksida, karena pemanasan terhadap

bahan-bahan tersebut merupakan katalisator dalam proses oksidasi.

d. Pemucatan dengan cara reduksi

Pemucatan dengan cara reduksi kurang efektif karena warna yang hilang dapat timbul

kembali jika minyak tersebut terkena udara. Bahan kimia yang dapat mereduksi zat warna terdiri

dari garam-garam natrium bisulfit atau natrium hidrosulfit yang dikenal dengan nama blankite.

Pemakaian zat pereduksi ini biasanya dicampur dengan bahan kimia lain dengan perbandingan

tertentu. Sebagai contoh ialah penggunaan campuran larutan natrium bisulfit 1,0 - 1,5 % dan

larutan asam sulfat. Cara pemucatan ini umumnya dilakukan terhadap minyak yang digunakan

untuk pembuatan sabun.

Ekstraksi minyak yang tertinggal dalam adsorben

Cara yang sederhana untuk mengestraksi minyak yang tertinggal dalam adsorben ialah

mencampurkan adsorben tersebut dengan bahan yang akan diekstraksi minyaknya. Umumnya

ada dua cara yang dapat digunakan untuk memperoleh kembali minyak yang tertinggal dalam

adsorben yaitu sebagai berikut:

a. Pemisahan minyak dengan Menggunakan Surface Active Agent

Surface Active Agent yang digunakan adalah larutan alkali. Lemak dipisahkan dari adsorben

dengan menggunakan larutan alkali encer yang dipanaskan pada suhu air mendidih (kira-kira

100oC) dengan tekanan 1 atmosfer. Larutan alkali dengan tegangan permukaan yang lebih rendah

dan daya pembasah yang lebih besar akan mencuci minyak yang tergabung dalam adsorben.

Minyak yang diperoleh lebih kurang sebanyak 70-75 persen dari jumlah minyak yang terdapat

dalam adsorben.

b. Ekstraksi dengan Pelarut Organik

Pelarut organik dapat melarutkan dan mencuci minyak yang terdapat dalam adsorben,

selanjutnya pelarut organik tersebut dipisahkan dari minyak dengan cara penyulingan pada suhu

35

titik didih pelarut organik yang digunakan. Jika dibandingkan dengan cara pemisahan minyak

menggunakan Surface Active Agent, maka penggunaan pelarut organik mempunyai beberapa

keuntungan, yaitu sebagai berikut:

Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik dan kadar minyak yng diperoleh mencapai

90-95 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.

Pengaruh uap air dan oksigen udara dapat dihindarkan sehingga kecil kemungkinan

terjadinya proses hidrolisa dan oksidasi minyak.

Kontak minyak dengan oksigen udara perlu dihindarkan terutama pada minyak yang mudah

mengering ( drying oil), karena minyak tersebut jika dioksidasi pada suhu tinggi akan

membentuk persenyawaan polimer yang berwarna gelap.

Gambar 2.4 Skema dari Proses Bleaching

c. Kelebihan dan Kelemahan Proses Pemucatan

1. Kelemahan dan kelebihan proses pemucatan dengan adsorben

36

Adanya kehilangan minyak dan daya pemucatannya kurang bagus jika dibandingkan dengan

proses kimia. Kelebihannya tidak ada reaksi samping antara adsorben dan minyak, karena

adsorben hanya bertindak sebagai zat penjerap.

2. Kelemahan dan kelebihan proses pemucatan dengan bahan kimia

Kelemahannya adanya kemungkinan terjadinya reaksi antara bahan kimia dan trigliserida

sehingga menurunkan flavor minyak. Kelebihan penggunaan bahan kimia dapat menghindari

hilangnya sebagian minyak dan zat warna dapat dihilangkan mnjadi zat tidak berwarna.

Blok diagram Bleaching

Umpan berupa CPO yang telah melewati tahap pemurnian yaitu degumming masuk

ke dalam mixer static sebanyak 20 %. Didalam mixer static tersebut ditambah bleaching earth

sebagai absorben yang berfungsi menghilangkan impurities. Kemudian didalam mixer di aduk

semapai CPO tersebut bercampur merata dengan absorben bleaching earth yang telah

ditambahkan. Pada alat mixer tersebut suhu yang digunakan sekitar 40-60oC. Kemudian umpan

sebanyak 80 % dimasukkan ke dalam Heat Exchanger agar suhu dari CPO tersebut meningkat

menjadi 90-130oC. Kemudian hasil dari alat mixer dan HE dilanjutkan ke dalam alat bleacher.

Dalam alat ini suhu berkisar antara 100-130oC untuk mendapatkan proses bleaching yang

optimum. Kemudian setelah bleacher, CPO dan absorben yang telah bercampur dipisah kan

melalui fliter niagra. Temperatur dijaga pada 80 – 120 oC untuk proses filtrasi yang baik. Pada

filter Niagara, slurry melewati lembaran filter dan bleaching earth terjebak dalam lembaran filter.

Sebenarnya, bleaching earth harus bersih dari filter Niagara setelah 45 menit operasi untuk

37

mendapatkan filtrasi yang baik. Setelah dipisahkan akan terbentuk akan terbentuk BPO

(bleached palm oil).

3.4.5 DEODORISASI

Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk

menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi

yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfir atau keadaan vakum.

Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang akan digunakan untuk bahan

pangan. Beberapa jenis minyak yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan

bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi ; misalnya lemak susu, lemak babi,

lemak coklat, dan minyak olive.

1. Flavor dalam Minyak

Senyawa yang menimbulkan flavor dalam minyak terdiri dari dua golongan, yaitu flavor

alamiah (natural flavor) dan flavor yang dihasilkan dari kerusakan minyak atau bahan yang

mengandung minyak.

a. Flavor Alamiah (natural flavor)

Flavor tersebut secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut

terekstrak pada pproses pemisahan minyak dengan cara pengepresan, rendering atau dengan

ekstraksi menggunakan pelarut menguap. Senyawa tersebut terdiri dari hidrokarbon tidak jenuh,

pigmen karotenoid, terpene, sterol dan tokoferol.

Minyak yang berbau sengit (pungent odor) dan rasa getir disebaban oleh glukosida dan

allyl thio sianoida. Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak yang berasal dari biji-bijian,

misalnya minyak brassica, rape seed, colza dan mustard.

b. Flavor yang Dihasilkan dari Kerusakan Minyak atau Bahan yang Mengandung

Minyak

Kerusakan tersebut terjadi selama pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, adanya

kotoran dalam minyak dan pada proses pemurnian. Senyawa yang terbentuk merupakan hasil

degradasi trigliserida dalam minyak, yang menghasilkan asam lemak bebas, aldehida dan keton,

dikarbonil, alkohol dan sebagainya. Bau tengik dan rasa getir mulai dapat dirasakan jika

38

komponen tersebut terdapat dalam minyak dengan jumlah lebih dari 0,1 persen dari berat

minyak.

Cara Deodorisasi

Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan dipasang vertikal.

Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak ke dalam ketel deodorisasi.

Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200-250oC pada tekanan 1 atmosfer (gauge)

dan selanjutnya pada tekanan rendah (lebih kurang 10 mmHg) sambil dialiri dengan uap panas

selama 4-6 jam untuk mengangkut senyawa yang dapat menguap. Jika masih ada uap air yang

tertinggal dalam minyak setelah pengaliran uap selesai, maka minyak tersebut perlu divakumkan

pada tekanan yang turun lebih rendah.

Pada suhu yang lebih tinggi, komponen yang menimbulkan bau dalam minyak akan lebih

mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut dari minyak bersama-sama uap panas.

Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi jumlah uap yang digunakan dan

mencegah hidrolisa minyak oleh uap air.

Gambar 2.6 Penampang alat deodorisasi minyak (keratren,1986)

Keterangan :

1. Ketel deodorisasi

2. Tedeng (sekat)

3. Katup pengeluarab udara dari

dalam minyak

4. Corong pengeluaran minyak

5. Pipa penghubung antara ruang

kosong di atas permukaan minya

7. Corong pemasukan uap ke

dalam kondensor

8. Pipa pemasukan air dingin dari

bagian atas kondensor

9. Pipa pengeluaran air kondensasi

10. Ujung pipa condenser yang

39

dengan ad. 3

6. Pipa uap ke kondensor

terendam air

11. Pipa penghubung ke pompa

vakum

Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus cepat didinginkan dengan mengalirkan

air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak turun menjadi lebih kurang 84oC dan

selanjutnya ketel dibuka dan minyak dikeluarkan dari ketel.

Asam lemak bebas yang dapat menguap dan peroksida akan berkurang dan jumlah yang

tertinggal lebih kurang 0,015 – 0,030 persen. Fraksi tidak tersabunkan yang terdiri dari klorofil,

vitamin E, hidrokarbon (terutama sequalene dan sterol) akan berkurang sebanyak kira-kira 60

persen dari jumlah fraksi tidak tersabunkan.

Kerusakan minyak yang telah mengalami proses deodorisasi dapat disebakan oleh proses

oksidasi, hidrolisa, mikroba, dan ion logam seperti Cu, Mg, Zn yang merupakan katalisator

dalam proses oksidasi minyak. Logam tersebut dapat membentuk persenyawaan kompleks

dengan hasil oksidasi asam lemak ddan berubah menjadi radikal bebas, dengan reaksi sebagai

berikut:

Gambar 2.7 Persenyawaan Kompleks Dengan Hasil Oksidasi Asam Lemak

(Anderse C.J dan P.N Wiliam, 1962)

Dengan menambahkan metal inactivator seperti asam sitrat, asam tartarat dan asam fosfat,

maka akan terbentuk kompleks dengan ion logam, sehingga logam tidak dapat aktif dalam proses

pembentukan radikal bebas.

40

Gambar 2.8 Proses pembentukan radikal bebas

(Anderse C.J dan P.N Wiliam, 1962)

Block diagram Deodorisasi

BPO dari tahap Bleaching dimasukkan ke dalam heat exchanger dengan suhu awal 80-120 oC menjadi 210-250oC. Setelah itu masuk ke dalam deodorizer, dilakukan dengan status tinggi.

Setelah itu di masukkan kedalam kolom vakum pad suhu 240-280oC dengan tekanan dibawah 10

torr, Panas bleaching minyak terjadi pada temperatur ini melalui perusakan termal pigmen

karotenoid. Penggunaan steam langsung (direct steam) menjamin pembuangan residu FFA,

aldehida dan keton yang tidak diharapkan rasa dan baunya. Berat molekul yang lebih rendah dari

fatty acid yang teruapkan naik ke kolom dan tertarik keluar oleh sistem yang vakum. Lalu

dihasilkan minyak nabti yang telah hilang rasa dan baunya.

Hasil minyak yang telah dimurnikan sedapat mungkin dijaga agar tidak banyak mengalami

kerusakan dengan memperhatikan faktor-faktor suhu, cara penanganan dan kemasan yang

dipakai.

c. Pengaruh Deodorisasi Terhadap Komposisi Minyak Den Lemak

Jika minyak mengandung asam lemak bebas, maka setelah dproses deodorisasi jumlah asam

lemak bebas tersebut sekitar 0,015-0,03 persen. Pada batas nilai ini, kecepatan hidrolisa dari

41

minyak sama dengan kecepatan penguapan asam lemak pada waktu dialiri uap. Bila komponen

yang tidak tersabunkan dari minyak atau lemak nabati telah terpisah sebelumnya, maka setelah

proses deodorisasi kandungan dari sterol, klorofil dan vitamin E akan berkurang dalam jumlah

kecil. Pada proses deodorisasi, hidrokarbon dan zat warna terutama karotenoid dapat terpisah

dalam jumlah besar. Peroksida dan peroksidan yang terdapat pada minyak akan turut terpisah,

sehingga menambah daya tahan minyak dan lemak terhadap proses oksidasi.

Untuk mempertinggi mutu minyak yang dihasilkan, maka pada waktu proses deodorisasi,

ditambahkan antioksidan seperti asam fosfat, asam sitrat, asam tartrat sehingga minyak tersebut

lebih tahan terhadap oksidasi.

Kontaminasi logam yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak, karena logam dan

lemak akan mempersingkat waktu penyimpanan

Tabel 2.3 Hubungan Antara Konsentrasi Logam yang Terdapat dalam Lemak Babi, dengan Lama

Penyimpanannya

Jenis Logam Konsentrasi (ppm) Pengurangan waktu

penyimpanan

Tembaga 0.05 Mengurangi waktu

penyimpanan

setengahnya

Mangan 0.6 Mengurangi waktu

penyimpanan

setengahnya

Besi 0.6 Mengurangi waktu

penyimpanan

setengahnya

Kromium 1.2 Mengurangi waktu

penyimpanan

setengahnya

42

Nikel 2.2 Mengurangi waktu

penyimpanan

setengahnya

Seng 19.6 Mengurangi waktu

penyimpanan

setengahnya

Alumunium 50.0 Mengurangi waktu

penyimpanan

setengahnya

Penggunaan anti-oksidan sangat penting dalam pengolahan minyak untuk mencegah

kehilangan flavor dari minyak. Akan tetapi anti-oksidan jarang ditambahkan ditambahkan pada

minyak nabati, karena secara alamiah minyak nabati mengandung anti-oksidan (vitamin E dan

anti-oksidan lainnya).

Proses deodorisasi biasanya dilakukan dengan memanaskan minyak paa temperatur

200oC-250oCdengan tekanan sebesar 1-6 mmHg, dan dialiri uap selam 0,3-12 jam. Suhu rendah

dan tekanan tinggi diperlukan pada waktu pengaliran uap untuk mencegah proses polimerisasi

oleh panas (proses deodorisasi dilakukan pada temperatur yang lebih redah, yaitu pada 200oC).

Minyak yang telah mengalami deodorisasi tidak lagi mengandung senyawa polimer atau

masih terdapat dalam jumlah yang tidak berarti. Selama proses deodorisasi, komponen

monogliserida dan digliserida yang terdapat pada minyak akan diubah menjadi trigliserida.

3.4.6 HIDROGENASI

Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan

hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi ketidakjenuhan

minyak atau lemak, dan membuat lemak bersifat plastis. Proses hidrogenasi bertujuan untuk

menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Adanya

penambahan hydrogen pada ikatan rangkap minyak dan lemak akan mengakibatkan kenaikan

43

titik cair. Juga dengan hilangnya ikatan rangkap, akan menjadikan minyak atau lemak tersebut

tahan terhadap proses oksidasi. Proses hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan hydrogen

murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator.

Mekanisme proses Hidrogenasi adalah sebagai berikut:

R – CH = CH – CH2 – COOHR H2 R - CH2 – CH2 – CH2 – COOH

Asam lemak tidak jenuh Ni / Pt asam lemak jenuh

Gambar 6. Mekanisme proses hidrogenasi

Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan

reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Nikel merupakan katalis yang

sering digunakan dalam proses hidrogenasi daripada katalis yang lain (palladium, platina, copper

chromite). Hal ini karena nikel lebih ekonomis dan lebih efisien daripada logam lainnya. Nikel

juga mengandung sejumlah kecil Al dan Cu yang berfungsi sebagai promoter dalam proses

hidrogenasi minyak. Hidrogenasi suatu lemak bersifat selektif, yaitu lemak dengan derajat

ketidakjenuhan lebih tinggi akan lebih mudah terhidrogenasi. Misalnya hidrogenasi lemak yang

mengandung linoleat, konversi linoleat menjadi oleat atau isomer – isomernya lebih banyak

daripada konversi asam olet menjadi asam stearat.

Hidrogenasi akan mengakibatkan hilangnya ikatan rangkap, yang akan menjadikan

minyak atau lemak tersebut tahan terhadap proses oksidasi dan juga bersifat plastis. Proses

hidrogenasi akan merubah asam linolenat menjadi asam linoleat, serta asam linoleat diubah

menjadi asam oleat. Tahap hidrogenasi juga akan menurunkan kadar asam lemak bebas sampai

sekitar 0,1-0,3 %.(Ketaren,1986)

Linolenat Linoleat Oleat

Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon asam lemak

pada lemak atau minyak . setelah proses hidrogenasi selesai , minyak didinginkan dan katalisator

dipisahkan dengan disaring . Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras , tergantung

pada derajat kejenuhan. Minyak-minyak nabati sering memiliki kandungan lemak (minyak) tak-

jenuh-tunggal (mono-unsaturated) dan tak-jenuh-majemuk (polyunsaturated) yang tinggi,

olehnya itu minyak-minyak nabati berwujud cair pada suhu kamar. Kandungan lemak dan

minyak yang tinggi ini membuat minyak-minyak nabati mudah tersebar tidak beraturan pada

44

bahan makanan seperti roti, dan tidak cocok digunakan untuk pemanggangan kue (baking

powder).

Minyak bisa dikeraskan (ditingkatkan titik lebur) dengan cara menghidrogenasinya

dengan bantuan katalis nikel. Beberapa kondisi (seperti suhu yang tepat, atau lamanya waktu

hidrogen dilewatkan ke dalam minyak) harus dikontrol dengan hati-hati sehingga beberapa (tidak

harus semua) ikatan karbon-karbon rangkap mengalami hidrogenasi. Prosedur ini menghasilkan

sebuah "minyak yang terhidrogenasi parsial" atau "lemak yang terhidrogenasi parsial". Untuk

memperoleh tekstur akhir yang diinginkan, anda perlu menghidrogenasi cukup banyak ikatan.

Akan tetapi, ada manfaat kesehatan yang mungkin diperoleh ketika memakan lemak atau minyak

tak-jenuh-tunggal atau tak-jenuh-majemuk ketimbang lemak atau minyak yang jenuh, sehingga

semua ikatan karbon-karbon rangkap yang ada dalam minyak tersebut tidak perlu dihidrogeasi

semuanya. Proses hidrogenasi pada minyak juga bertujuan untuk menstabilkan minyak sehingga

masa simpannya lebih panjang. Proses oksidasi pada minyak terjadi karena aksi oksigen dari

udara terhadap minyak. Dalam bahan yang mengandung minyak/lemak, konstituen yang paling

mudah mengalami oksidasi adalah asam lemak tidak jenuh. Semakin tinggi suhu pemanasan

maka terjadinya oksidasi minyak akan semakin cepat. Selain itu oksidasi juga akan dipercepat

oleh adanya radiasi misalnya oleh panas atau cahaya, adanya katalis atau bahan pengoksidasi

seperti peroksida, perasid, ozon, asam nitrat dan beberapa senyawa organic nitro dan aldehid

aromatic.

Lemak yang dikandung minyak atau margarin merupakan trigliserida yang tersusun atas

lemak jenuh (saturated fat) dan tak jenuh. Lemak trans lebih sering dijumpai dalam margarin.

Lemak trans merupakan minyak yang diolah melalui proses hidrogenasi parsial (yakni dengan

menambahkan hidrogen ke dalamnya). Pengolahan ini dilakukan untuk meningkatkan stabilitas

oksidatif agar tak mudah mengalami proses oksidasi.

Sebetulnya proses hidrogenasi parsial dilakukan industri pangan untuk membuat

margarin. Secara natural, lemak trans juga terbentuk dalam rumen atau lambung ternak besar

seperti sapi. Jadi, produk-produk seperti mentega atau susu mengandung lemak trans dalam

jumlah 2-5%. Dan pada proses hidrogenasi ikatan rangkap minyak tadi mengalami isomerisasi

dari konfigurasi cis menjadi trans. Ini membuat susunan kimiawinya yang sejajar menjadi

berseberangan dan berbahaya bagi kesehatan. Sehingga akan menimbulkan beberapa risiko

kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat memakan lemak atau minyak yang terhidrogenasi.

45

Para konsumen mulai menyadari hal ini, dan pabrik-pabrik yang memproduksi makanan juga

terus mencari cara-cara alternatif untuk mengubah minyak menjadi padatan yang bisa dioleskan

pada makanan.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Hidrogenasi

Hidrogenasi asam-asam lemak dalam trigliserida tidak merupakan suatu fungsi dari letak

asam leamk tersebut. Persentase berat dari asam lemak dalam 2 posisi tidak berubah selama

hidrogenasi. Persentase berat asam lemak pada 2 posisi sedikit berubah, jika dilakukan proses

hidrogenasi berlebih yang bertujuan untuk mengeliminir asam linoleat dan mereduksi asam

linoleat hingga berkurang 25 persen dari jumlah semula. Asam lemak tidak jenuh yang

terpenting dari minyak makan adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Proses

hidrogenasi mengubah asam lemak linolenat menjadi asam linoneat, serta asam linoleat diubah

menjadi asam oleat. Sebelum asam oleat tesebut diubah menjadi asam stearat, asam oleat

cenderung akan membentuk asam isooleat, tetapi pada kondisi hidrogenasi yang sesuai,

terbentuknya asam isooleat dapat dihindarkan. Biasanya pada pembutan mentega putih dengan

cara hidrogenasi ini, asam yang terdapat pada minyak sebagai sisa dari proses pengolahan

sebelumnya, akan dihidrogenasi terlebih dahulu. Pemisahan dan pembentukan asam isooleat

akan dibantu dengan pemanasan pada suhu tinggi, konsentrasi katalisator yang tinggi serta

pengadukan dan penggunaan tekanan yang rendah.

Kecepatan reaksi tergantung pada sifat alamiah substansi yang dihidrogenasi, sifat dan

konsentrasi katalis, konsentrasi hidrogen, suhu, tekanan, dan frekuensi pengadukan.

Pada pembuatan mentega putih, kondisi dipilih sedemikian rupa sehingga akan

menghasilkan asam stearat dengan jumlah maksimum dan asam isooleat berjumlah minimum.

Katalisator yang Digunakan pada Proses Hidrogenasi

Nikel merupakan katalis yang sering digunakan dalam proses hidrogenasi daripada

katalis yang lain (palladium, platina, copper chromite). Hal ini karena nikel lebih ekonomis dan

lebih efisien daripada logam lainnya. Nikel juga mengandung sejumlah kecil Al dan Cu yang

berfungsi sebagai promoter alam proses hidrogenasi minyak.

46

Proses Hidrogenasi pada Pembuatan Margarin dan Mentega

Mentega merupakan produk industri susu karena bahan utama pembuatannya berasal dari

lemak hewani atau susu (80-82 %) dan ditambah dengan bahan pendukung lainnya seperti air,

garam, padatan susu (curd) dan sejumlah kecil protein sebagai zat pengemulsi. Selain itu

mentega diperkaya dengan vitamin A, D, E dan K yang tidak larut dalam air. Mentega mampu

memberikan rasa kenyang yang lebih lama dan lebih memberikan rasa gurih serta aroma yang

lebih tajam pada masakan, karena itu dapat dimengerti kalau harga mentega jauh lebih mahal

daripada margarin. Margarin terbuat dari minyak atau lemak nabati, dan bahan tambahan seperti

susu bubuk skim atau lemak hewani, air, garam, esens, pewarna dan zat anti tengik. Umumnya

margarin memiliki kandungan lemak yang sedikit tetapi kandungan airnya sangat banyak.

Margarin atau oleo margarine merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau,

kosistensi, rasa, dan nilai gizi yang hamper sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam

minyak dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80 % lemak. Lemak yang digunakan

dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Lemak hewani yang digunakan biasanya

plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan segera dapat mencair lemak

babi dan lemak sapi, sedangkan lemak nabati yang digunakan adalah minyak kelapa, minyak

kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak biji kapas. Karena minyak nabati umumnya dalam

bentuk cair, maka harus dihidrogenasi dahulu menjadi lemak padat, yang berarti margarin harus

bersifat dalam mulut.

Minyak-minyak nabati sering memiliki kandungan lemak (minyak) tak-jenuh-tunggal

(mono-unsaturated) dan tak-jenuh-majemuk (polyunsaturated) yang tinggi, olehnya itu minyak-

minyak nabati berwujud cair pada suhu kamar. Kandungan lemak dan minyak yang tinggi ini

membuat minyak-minyak nabati mudah tersebar tidak beraturan pada bahan makanan seperti

roti, dan tidak cocok digunakan untuk pemanggangan kue (baking powder). Kita dapat

"mengeraskan" (meningkatkan titik lebur) minyak dengan cara menghidrogenasinya dengan

bantuan katalis nikel. Beberapa kondisi (seperti suhu yang tepat, atau lamanya waktu hidrogen

dilewatk an ke dalam minyak) harus dikontrol dengan hati-hati sehingga beberapa (tidak harus

semua) ikatan karbon-karbon rangkap mengalami hidrogenasi.Prosedur ini menghasilkan sebuah

"minyak yang terhidrogenasi parsial" atau "lemak yang terhidrogenasi parsial".

3.4.7 WINTERISASI

47

Winterisasi adalah proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari

trigliserida bertitik cair rendah. Winterisasi merupakan bentuk dari fraksinasi atau pemindahan

materi padat pada suhu yang diatur. Hal ini termasuk pemindahan jumlah kecil dari materi

terkristalisasi dari minyak yang dapat dimakan dengan filtrasi untuk mencegah cairan fraksi

mengeruh pada suhu pendinginan. Minyak didinginkan secara perlahan pada suhu sekitar 6oC

selama 24 jam. Pendinginan dihentikan dan minyak atau campuran kristal didiamkan selama 6-8

jam. Kemudian minyak disaring sehingga akan menghasilkan 75-80% minyak dan produk

stearine yang akan digunukan untuk shortening pada industri.

Bermacam-macam lemak berwujud cair pada musim panas, sedangkan pada musim

dingin akan kelihatan seperti susu yang umumnya mengandung sejumlah tristearin. Gliserida

bertitik cair tinggi kadang-kadang mengandung sejumlah asam stearat dan dapat terpisah pada

suhu rendah (pendinginan), dan dikenal dengan nama stearin. Stearin atau tristearin, adalah

trigliserida sebuah glyceryl ester dari asam stearat, berasal dari lemak hewan diciptakan sebagai

produk sampingan dari pengolahan daging sapi. Ini juga dapat ditemukan dalam tanaman tropis

seperti kelapa.Bagian yang membeku pada suhu rendah (disebut stearin) dipisahkan melalui

penyaringan (dilakukan dalam chill room) sedangkan minyak yang tetap cair disebut winter oil.

Trigliserida atau gliserida yang terbentuk dari asam lemak jenuh dengan rantai yang

panjang, memiliki titik didih atau titik cair lebih tinggi daripada asam-asam lemak jenuh rantai

pendek. Demikian juga dengan asam-asam lemak tak jenuh

Asam lemak jenuh lebih stabil dibandingkan asam lemak tidak jenuh, akibatnya titik

leleh asam lemak jenuh lebih tinggi. Kestabilan asam lemak jenuh mudah dipengaruhi oleh

temperatur. Jenis minyak yang memiliki asam lemak tidak jenuh yang tinggi memiliki sifat

mengering yang kuat bila dibandingkan dengan minyak memiliki asam lemak tidak jenuh yang

tinggi tetapi tidak berkonjugasi.

Contoh proses winterisasi yang terjadi pada pembuatan minyak kedelai

Pembuatan minyak kedelai dilakukan dalam beberapa tahap. Salah satu proses

pembuatan minyak kedelai yaitu dengan proses winterisasi yang merupakan salah satu dari tahap

48

pemurnian. Minyak kedelai kasar terdiri dari kotoran tidak terlarut dalam minyak dan yang

terlarut dalam minyak. Kotoran ini harus dibuang dengan cara pemurnian. Tujuan utama dalam

proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna

yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau

digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.

Kotoran yang tidak terlarut dalam minyak dapat dibuang dengan menggunakan filtrasi.

Sedangkan yang terlarut dalam minyak dapat dibuang dengan beberapa teknik dibawah ini

dimana sering digunakan dalam industri untuk memproduksi minyak kedelai yang dapat

digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Winterisasi merupakan bentuk dari fraksinasi atau pemindahan materi padat pada suhu

yang diatur. Hal ini termasuk pemindahan jumlah kecil dari materi terkristalisasi dari minyak

yang dapat dimakan dengan filtrasi untuk mencegah cairan fraksi mengeruh pada suhu

pendinginan. Minyak didinginkan secara perlahan pada suhu sekitar 6oC selama 24 jam.

Pendinginan dihentikan dan minyak atau campuran kristal didiamkan selama 6-8 jam. Kemudian

minyak disaring sehingga akan menghasilkan 75-80% minyak dan produk stearine yang akan

digunukan untuk shortening pada industri.

Titik cair yang dimiliki minyak kedelai sangat tinggi, yaitu sekitar -16oC dan biasanya

berbentuk padat (solid) pada ruang yang mempunyai suhu tinggi.

49

Gambar 9. Flowchart pembuatan margarine menggunakan proses winterisasi

Keterangan :

D= deodorization, W= winterization, S= solidification, H2= hydrogenation

Pada pengolahan minyak jagung, fungsi winterisasi adalah proses untuk menghilangkan

lilin yang mungkin terdapat di dalam minyak jagung kasar dengan jalan mendinginkan karena

lilin akan membeku lebih dahulu kemudian lilinnya diambil dengan cara penyaringan.

Produk Winterisasi

Setelah menjalani proses winterisasi, produk yang diperoleh adalah bentuk lemak baru

yang terdiri dari triglisserida yang komposisinya lebih seragam daripada campuran yang

diperoleh dengan jalan mencampur lemak asalnya.

50

Proses tersebut memerlukan lemak netral anhidrat dengan kandungan perosida minimum.

Esterifikasi tidak mempengaruhi nilai nutrisi zat penyusunnya. Setelah mengalami proses

winterisasi, diharapkan produk:

1. Tahan terhadap suhu rendah dalam jangka waktu yang lama

2. Kandungan asam lemak jenuhnya berkurang

Tujuan Proses Winterisasi

Proses Winterisasi ini dilakukan dengan tujuan supaya pada saat minyak disimpan pada

suhu rendah tidak mengalami pembekuan.

Prinsip dari Proses Winterisasi

Winterisasi merupakan pemisahan thermomechanical proses dimana komponen

trigliserida dari lemak dan minyak dikristalkan dari bentuk cairnya.

Kristalisasi terbagi dalam 2 tahap:

a. Nucleation

Berdasarkan komposisi trigliserida pada minyak yang ingin diwinterisasi

b. Crystal growth

Berdasarkan temperature kristalisasi, waktu, dan mechanichal power input/agitation

Proses Winterisasi Pada Minyak Biji Kapas

1. Refined dan bleached minyak biji kapas ditransfer ke chilling unit pada 70-800F (21,1-

26,70C)

2. Didinginkan ke 550F (12,80C) dalam waktu 6-12 jam (pada saat kristal pertama biasanya

terbentuk)

3. Didinginkan ke 450F (7,20C) dalam waktu 12-18 jam dengan mengurangi cooling rate.

Pada titik ini, 2-40F(1,1-2,20C) panas yang meningkat harus diamati

4. Setelah temperatur minyak turun sedikit demi sedikit, sekitar 420F(5,60C) dipertahankan

51

3.4.8 INTER-ESTERIFIKASI

Interesterifikasi dapat digambarkan sebagai pertukaran gugusan antara dua buah ester

dimana hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat katalis. Katalis yang sering digunakan untuk

reaksi ini adalah logam natrium atau kalium dalam bentuk metoksilat atau etoksilat. Dalam

reaksi ini ion logam natrium atau kalium akan menyebabkan terbentuknya ion enolat yang

selanjutnya diikuti dengan pertukaran gugus alkil. Interesterifikasi banyak digunakan oleh

industri untuk menggantikan proses hidrogenasi dalam menurunkan asam lemak trans.

Interesterifikasi (penukaran ester atau tran esterifikasi) menyangkut pertukaran gugus asil

antara trigliserida. Karena trigliserida mengandung 3 gugus ester per molekul, maka peluang

untuk pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus asil dapat bertukar posisinya dalam 1 molekul

trigliserida, atau diantara molekul trigliserida.

Gambar 10. Proses Interesterifikasi

Ester asam lemak dialam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak

ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan tidak dengan asam lemak tetapi

dengan phospat seperti pada phospolipid. Disamping itu ada juga ester antara asam lemak

dengan alkoholnya yang membentuk monoester seperti terdapat pada minyak jojoba Ester asam

52

lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makan maupun untuk bahan surfaktan, aditif,

detergen dan lain sebagainya.

Ester asam lemak dalam bentuk trigliserida sering dilakukan reaksi interesterifikasi antara

2 lemak yang padat dengan minyak yang cair untuk mengubah posisi asam lemak tersebut yang

teresterkan pada gugus hidroksil dari C1,2,3 gliserol, sehingga dengan demikian kandungan

padatan minyak / lemak tersebut yang terukur secara pulsa NMR akan menurun. Hal ini dapat

terjadi karena asam lemak tidak jenuh yang tadinya berada pada posisi C2 serta diapit oleh asam

lemak jenuh pada posisi C1,3 dan berbentuk padat akan menjadi lebih cair apabila pada posisi

C1 atau C3 berupa asam lemak tidak jenuh. Hal ini telah dibuktikan untuk mempertukarkan

posisi Eikosapentanoat dari posisi C1 atau C3 ke posisi C2 atau sebaliknya.

Perubahan letak posisi asam lemak secara reaksi interesterifikasi akhirnya digunakan

untuk merekayasa lipida yang tersabunkan menjadi sumber bahan makan yang bermanfaat bagi

kesehatan. Trigliserida di dalam tubuh manusia hanya terhidrolisa oleh enzim pankreas pada

posisi C1 dan C3 sedangkan C2 tetap dalam bentuk esternya. Ester yang masih terikat dengan

gliserol pada posisi C2 biar bagaimanapun panjang rantainya tetap dapat diserap oleh tubuh

sebagai sumber energi, sedangkan asam lemak bebas hasil hidrolisa pada posisi C1 dan C3

apabila berantai panjang sulit terabsorbsi oleh tubuh.

Dalam hubungan ini telah disintesis trigiliserida yang pada posisi C1 dan C3 berupa asam

lemak rantai pendek seperti C8 dan C10 yang banyak terdapat pada minyak kelapa. Lipida

seperti ini disebut sebagai Medium Chain Triglicerides (MCT), yang mana dapat digunakan

untuk mengobati pasien pengidap penyakit HIV, gagal pencernaan, liver ataupun bagi seseorang

yang dalam proses penyembuhan dari pembedahan serta dapat juga digunakan untuk orang yang

memiliki permasalahan alergi terhadap bahan makan tertentu.

53

Trigliserida juga banyak diubah menjadi monogliserida dan digliserida, karena baik

monogliserida dan digliserida luas penggunaannya sebagai bahan pengemulsi.

Oleh karena itu trigliserida melalui reaksi transesterifikasi dengan gliserol diubah

menjadi monogliserida dan digliserida dengan bantuan katalis seperti natrium metoksida dan

basa Lewis lainnya. Hanya saja proses ini menghasilkan campuran yang terdiri atas 40 - 80%

monogliserida, 30 - 40% digliserida, 5 - 10% trigliserida, 0,2 - 9% asam lemak bebas dan 4 - 8%

gliserol. Untuk mendapatkan monogliserida yang murni yang akan digunakan dalam bahan

makan, farmasi dan kosmetika maka harus dilakukan destilasi molekuler. Dalam hubungan untuk

meningkatkan perolehan hasil monogliserida maka dilakukan reaksi bertingkat secara

transesterifikasi dengan gliserol yang kemudian diikuti dengan reaksi interesterifikasi dengan

metil ester asam lemak, sehingga monogliserida yang diperoleh dapat mencapai 60 - 70%.

Interesterifikasi pada hakikatnya merupakan proses perbaikan kualitas dari produksi

minyak nabati yang mana memiliki tujuan untuk mengubah titik cair lemak dengan

menggunakan prinsip jika lemak dipanaskan dengan adanya suatu katalisator (biasanya Natrium

Ethoxida atau Natrium Methoxida) sampai temperatur 110 – 1600C, maka gugusan asam lemak

dapat berubah posisi. Dengan interesterifkasi ini ,maka asam lemak jenuhnya dapat diubah

menjadi asam lemak tak jenuh.

Reaksi interesterifikasi dilakukan secara kontinyu dengan menggunakan reaktor packed bed.

Gambar 11. Sistem reaktor untuk reaksi interesterifikasi menggunakan reaktor packed bed

54

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Ekstraksi merupakan cara untuk mengambil suatu zat dari suatu bahan dengan cara

pengekstrakan yang dapat berupa rendering, pengepresan, maupun dengan pelarut.

Sehingga didapatkan minyak atau lemak yang dibutuhkan.

Ada beberapa tahap pemurnian minyak antara lain : pemisahan bahan berupa suspensi

dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming, dan pencucian asam, netralisasi,

dekolorisasi, deodorisasi dan chilling.

Untuk bisa mendapatkan minyak atau lemak yang murni harus dilakukan pemisahan

asam lemak bebas yang terkandung di dalamnya. Pemisahan tersebut antara lain dengan

netralisasi dengan kaustik soda, netralisasi dengan menggunakan natrium karbonat,

netralisasi minyak dalam bentuk miscella, netralisasi dengan etanol amin dan amonia,

dengan cara penyulingan, dan pemisahan menggunakan pelarut organik.

Proses degumming dilakukan dengan cara dehidrasi gum dan dilanjutkan dengan proses

pemisahan (sentrifusi)

Bleaching (pemucatan) yaitu suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat

warna yang tidak disukai dalam minyak.

Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk

menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak.

Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan

atmosfir atau keadaan vakum.

Pemucatan dapat dilakukan dengan menggunakan adsorben dan bahan kimia,Bleaching

clay, arang, dan arang aktif.

Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan

hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi

ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan membuat lemak bersifat plastis. Proses

hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap darirantai karbon asam lemak

55

pada minyak atau lemak. Proses hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan hydrogen

murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator.

Winterisasi adalah proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari

trigliserida bertitik cair rendah. Pada suhu rendah, trigliserida padat tidak dapat larut

dalam trigliserida cair. Gliserida bertitik cair tinggi kadang-kadang mengandung

sejumlah asam stearat dan dapat terpisah pada suhu rendah (pendinginan), dan dikenal

dengan nama stearin. Faktor yang sangat berperan penting pada proses ini adalah

pengaturan Temperatur.

Interesterifikasi digambarkan sebagai pertukaran gugusan antara dua buah ester dimana

hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat katalis.

4.2 Saran

1. Bagi pembaca

Agar bisa memberi masukkan apabila terdapat kekurangan atau ketidakjelasan dari isi

makalah ini.

2. Bagi Penulis

Agar dapat memaparkan semua bahan dan juga keterangan tentang kebenaran sumber

DAFTAR PUSTAKA

56

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta;Universitas

Indonensia Press.

Fatimah. 1998. Penyediaan Asam Eikosapentanoat (EPA) dan Asam Dokosaheksanoat (DHA)

Melalui Transesterifikasi Minyak Ikan Dengan Eetanol yang Dikatalisis oleh Lipase.

<http://library.usu.ac.id/download/fmipa/kimia-fatimah%20.pdf>. Diakses pada 26

November 2011.

.2009. http://sekotheng.wordpress.com/2009/08/14/proses-pemurnian-minyak-nabati-

secara-fisika-dalam-industri/. Diakses pada 29 November 2011.

Galuh. 2009. Proses Pemurnian Minyak Nabati secara Fisika dalam Industri. http://politeknik citrawidyaedukasi.wordpress.com/2010/01/18/proses-pemurnian-minyak-nabati-secara-fisika-dalam-industri/, diakses pada 28 November 2011.

57