Modul 6-Kewirausahaan 1
-
Upload
yeyen-sannita-mandisa -
Category
Documents
-
view
52 -
download
0
Transcript of Modul 6-Kewirausahaan 1
MODUL VI
MORAL DAN ETIKA BISNIS KEWIRAUSAHAAN
6.1. Pendahuluan
Dalam melakukan kewirausahaan, setiap wirausahawan perlu mengetahui
norma dan etika bisnis. Hal ini penting agar wirausahawan dapat membedakan
perilaku positif yang perlu dipertahankan dan perilaku negatif yang perlu
dihindari bahkan dihilangkan demi menjaga keberlanjutan usaha.
Materi dalam Modul VI ini meliputi lima aspek, yaitu: 1) moral dan etika
dalam dunia bisnis/kewirausahaan, 2) etika dan norma-norma
bisnis/kewirausahaan, 3) prinsip-prinsip etika dan perilaku bisnis/kewirausahaan,
4) cara-cara mempertahankan standar etika, dan 5) tanggung jawab perusahaan
terhadap stakeholder. Manfaat/relevansi dari Modul VI ini adalah agar mahasiwa
dapat mempelajari tentang pentingnya aspek moral dan etika dalam
berbisnis/berwirausaha. Selanjutnya tujuan pembelajaran/Kompetensi dari
Modul VI ini adalah bahwa setelah mempelajari materi tersebut, mahasiswa/anda
diharapkan dapat dengan tepat: (1) menjelaskan pengertian moral dan etika bisnis,
(2) menjelaskan hubungan stakeholders satisfaction (kepuasan stakeholder) dan
stakeholder loyality (loyalitas stakeholder), (3) mengidentifikasi prinsip-prinsip
etika dan menggambarkan perilaku bisnis, (4) memahami bagaimana cara
mempertahankan standar etika bisnis, (5) memahami macam-macam
tanggungjawab perusahaan terhadap stakeholder. Dalam rangka memudahkan
anda mempelajari isi Modul VI ini serta mengetahui kaitan antara materi-
materinya, maka berikut ini dikemukakan urutan materi tersebut, yakni: moral
dan etika bisnis, etika dan norma-norma bisnis, prinsip-prinsip etika dan perilaku
bisnis, cara-cara mempertahankan standar etika dan tanggung jawab perusahaan.
Kelima aspek tersebut masing-masingnya diuraikan berikut ini.
122
6.2. Penyajian
6.2.1. Moral dan Etika dalam Dunia Bisnis/Kewirausahaan
a. Moral dalam Dunia Bisnis/Kewirausahaan
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka
Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik di tahun
2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas maka batas antar negara/belahan
dunia semakin "kabur" (borderless world). Hal ini jelas membuat semua kegiatan
saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan
keuntungan (profit). Kadangkala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan
tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara tanpa mengindahkan ada
pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu
dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan
perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah
yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih
ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling
"menindas" agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang
merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000-an, ada saatnya dunia
bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang
terlibat dalam perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan
menengah ke bawah dan pengusaha golongan menengah ke atas. Apakah hal ini
dapat diwujudkan ?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama
dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi
oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap
agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu
dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah
jelas merupakan suatu hal yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi
kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan
dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan
123
memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja
sama yang erat dan saling menguntungkan.
Moral dalam bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-
benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen.
Kenapa hal ini perlu dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa
diimbangi dengan dunia bisnis yang ber "moral". Dunia ini akan menjadi suatu
rimba modern dimana yang kuat menindas yang lemah sehingga apa yang
diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan
pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan
budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan
orang lain, sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya
pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis.
Berdasarkan hal ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan
dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu.
Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang
dianut dan budaya yang dimiliki yang harus mampu diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Etika Dalam Dunia Bisnis
Moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan
kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan
kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dengan demikian,
dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-
rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji
(good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis
sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis
serta kelompok yang terkait lainnya. Mengapa?
124
Dunia bisnis, tidak ada yang menyangkut hubungan antara pengusaha
dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional.
Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan
yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat
maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika
sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau
ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan
etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa
diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang
menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu
pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak
merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah:
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh
apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Di samping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang
dan menekan pihak lain serta menggunakan keuntungan tersebut walaupun
keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga
harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang
"etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis di sini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang
dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi
sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian
bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup
keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
125
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung
jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
Contoh: Agen-agen dan pengecer telur serta penjual daging di Kota Kupang
meningkatkan harga telur menjelang Bulan ramadhan, Idhul Fitri
maupun Tahun Baru, tanpa mempedulikan kondisi ekonomi
konumennya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing
oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi,
tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan
kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang
dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan
sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah ke bawah, sehingga dengan perkembangannya
perusahaan besar mampu memberikan spread effect / efek sebaran terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
Contoh: Toko Sudi Mampir di Kota Kupang sebagai toko pusat oleh-oleh
NTT yang menjual beragam produk penganan olahan khas NTT
bekerjasama dengan usaha kecil, mikro dan menengah serta
koperasi (UKMMK) dari beraneka produk tersebut. Jalinan
kerjasama yang terbentuk ini telah menumbuhkan dan memotivasi
pelaku UKMMK setempat dan di kabupaten lainnya untuk terus
berproduksi dan melestarikan produk penganan lokal serta
mengembangkan usaha ekonomi produktif di pedesaan.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat
sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa
mendatang. Berdasarkan hal ini, jelas pelaku bisnis dituntut tidak
126
mengeksploitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin
tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan di masa datang walaupun
saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
Contoh: Usaha se’i yang bertumbuh pesat di Kota Kupang dan sekitarnya
menggunakan kayu kusambi (Schleicera oleosa) sebagai sumber
utama kayu bakar dan daun kusambi segar sebagai penyedap dalam
proses pengasapannya. Di lain pihak, usaha kutu lak yang berinang
pada pohon kusambi juga tetap membutuhkan pohon ini.
Penggunaan yang terus menerus sebagai sumber kayu bakar dapat
menyebabkan kusambi tidak bisa berkembang biak, sehingga dapat
menyebabkan tumbuhan ini punah.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita
yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi
dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai
kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima
kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong"
dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan
“kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling
percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha
lemah agar pengusaha lemah pun mampu berkembang bersama dengan
pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini terjadi
adalah bahwa kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat;
sehingga saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada
pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
127
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati
bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat
terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan
etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua etika bisnis telah disepakati,
sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain
mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas
semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa
yang telah disepakati
Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semuanya akan
memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu
hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut,
seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis
yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat
diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan
globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran
semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi,
serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi
6.2.2. Etika dan Norma-Norma Bisnis
Salah satu aspek yang sangat populer dan perlu mendapat perhatian dalam
dunia bisnis sekarang ini adalah perlunya etika dan moral bisnis. Etika bisnis
selain dapat menjamin kepercayaan dan loyalitas dari semua unsur yang
berpengaruh pada perusahaan (stakeholder loyalty), juga sangat menentukan maju
atau mundurnya perusahaan. Dengan demikian, perlu kita perdalam pemahaman
kita tentang apa yang dimaksudkan dengan etika bisnis?
Menurut Zimerer (1996) dalam Suryana, 2000, etika bisnis adalah suatu
kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang
128
dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan dalam memecahkan persoalan-
persoalan yang dihadapi. Etika sendiri aslinya merupakan suatu komitmen untuk
melakukan apa yang benar dan menghindari apa yang tidak benar. Oleh karena
itu, perilaku etika berperan melakukan apa yang benar dan baik untuk menentang
apa yang salah dan buruk. Pendapat lainnya dari Ebert dan Griffin, etika bisnis
adalah suatu istilah yang sering dipergunakan untuk menunjukkan perilaku etika
dari seorang manajer atau karyawan suatu organisasi.
Etika bisnis sangat penting untuk mempertahankan loyalitas stakeholders
dalam membuat keputusan-keputusan perusahaan dan dalam memecahkan
persoalan-persoalan perusahaan. Mengapa demikian? Karena semua keputusan
perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi stakeholders.
Selanjutnya siapa yang dimaksudkan dengan stakeholders? Stakeholders
adalah semua individu atau kelompok yang berkepentingan dan berpengaruh
terhadap perusahaan. Dikenal dua jenis stakeholders, yaitu: internal stakeholders
dan eksternal stakeholders. Internal stakeholders meliputi: investor, manajer,
karyawan dan pimpinan perusahaan. Sedangkan eksternal stakeholders mencakup
konsumen, asosiasi dagang, kreditor, pemasok, pemerintah, masyarakat umum.
Kelompok-kelompok stakeholder yang mempengaruhi keputusan bisnis,
yaitu:
(1) Wirausahawan dan Mitra Usaha. Wirausahawan dapat bertindak sebagai
pesaing juga sebagai mitra usaha. Sebagai mitra, para wirausahawan merupakan
relasi usaha yang dapat bekerjasama menyediakan informasi atau sumber
peluang, misalnya akses pasar, akses bahan baku dllnya. Bahkan mitra usaha
dapat berperan sebagai pemasok, pemroses, dan pemasar. Mereka bersama-sama
menentukan harga jual atau harga beli, daerah pemasaran, dan standar barang
dan jasa. Loyalitas mitra usaha akan sangat tergantung pada kepuasan yang
mereka terima (bagian dari stakeholders satisfaction) dari perusahaan.
(2) Petani dan Pemasok Bahan Baku (Supplier). Petani dan pengusaha
berperan dalam menyediakan bahan baku. Pasokan bahan baku yang kurang
bermutu dan pasokan yang lambat dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.
Oleh sebab itu petani dan perusahaan yang memasok bahan baku merupakan
129
faktor yang langsung mempengaruhi keputusan bisnis. Keputusan dalam
menentukan kualitas barang dan jasa sangat tergantung juga pada pemasok
bahan baku. Bahan baku yang berkualitas sangat tergantung pada loyalitas para
petani dalam menghasilkan bahan baku. Sebaliknya loyalitas petani penghasil
bahan baku yang tinggi sangat tergantung kepada tingkat kepuasan yang mereka
terima dari perusahaan baik dalam menentukan keputusan harga jual bahan baku
maupun dalam bentuk insentif lainnya.
(3) Organisasi Pekerja. Organisasi pekerja dapat mempengaruhi keputusan
melalui proses tawar menawar secara kolektif, seperti: tawar menawar tingkat
upah, jaminan sosial, konvensasi, dan jaminan hari tua. Perusahaan yang tidak
melibatkan organisasi pekerja dalam organisasi sering menimbulkan protes-
protes yang mengganggu jalannya perusahaan. Ketidakloyalan para pekerja
dan protes buruh adalah akibat dari ketidakpuasan mereka terhadap keputusan
yang diambil perusahaan.
(4) Pemerintah. Pemerintah dapat mengatur kelancran aktivitas usaha melalui
serangkaian kebijaksanaan yang dibuatnya. Peraturan dan perundang-
undangan pemerintah sangat berpengaruh terhadap iklim usaha Undang-
undang (UU) monopoli, UU hak paten, hak cipta, dan peraturan melindungi
dan mengatur jalannya usaha sangat besar pengaruhnya terhadap dunia usaha.
(5) Bank. Bank selain befungsi sebagai jantungnya perekonomian secara makro
juga sebagai lembaga yang dapat menyediakan dana perusahaan. Neraca-
neraca perbankan yang kurang likuid dapat mempengaruhi neraca-neraca
perusahaan yang tidak likuid juga. Sebaliknya, neraca perusahaan yang kurang
likuid dapat mempengauhi keputusan bank dalam menyediakan dana bagi
perusahaan. Bunga kredit bank dan persyaratan-persyaratanya yang dibuat
bank penyandang dana sangat besar pengaruhnya terhadap keputusan yang
diambil dalam bisnis.
(6) Investor. Investor penyandang dana dapat mempengaruhi perusahaan melalui
serangkaian persyaratan yang diajukannya. Persyaratan tersebut akan
mengikat dan sangat besar pengaruhnya dalam pengambilan keputusan..
Misalnya, investor hanya bersedia menanam modalnya di Indonesia apabila
130
modal yang diinvestasikannya menjamin pengembalian investasi (return on
investment) yang besar. Untuk itu para investor seringkali menerapkan
persyaratan manajemen mereka, misalnya standar tenaga kerja, standar bahan
baku, standar produk dan aturan lainnya. Jadi loyalitas investor sangat
tergantung pada tingkat kepuasan investor dalam menanam modalnya.
(7) Masyarakat Umum. Masyarakat umum yang dilayani dapat mempengaruhi
keputusan bisnis. Mereka akan meresons dan memberi informasi tentang
bisnis kita. Mereka juga merupakan konsumen yang akan menentukan
keputusan-keputusan perusahaan baik dalam menentukan produk barang dan
jasa yang dihasilkan maupun alam menentukan teknik yang digunakan.
Respons terhadap operasi perusahaan, kualitas barang, harga barang, jumlah
barang dan pelayanan perusahaan mempengaruhi keputusan-keputusan
perusahaan. Harga dan kualitas barang barang serta pelayanan yang kurang
memuaskan akan merusak citra perusahaan. Ini berarti loyalitas masyarakat
(sebagai bagian dari stakeholders) terhadap perusahaan menjai sangat rendah
sebagai akibat dari rendahnya kepuasan yang diterimanya dari perusahaan.
(8) Pelanggan dan Konsumen. Pelanggan dan konsumen yang membeli produk
secara langsung dapat mempengaruhi keputusan bisnis. Barang dan jasa apa
yang akan dihasilkan, berapa jumlahnya dan bagaimanakah teknologi yang
diperlukan sangat ditentukan oleh pelanggan dan konsumen da mempengaruhi
keputusan-keputusan bisnis.
Selain kelompok tersebut ada juga kelompok lainnya yaitu para stakeholder
kunci (key stakeholders), seperti: manajer, direktur dan kelompok khusus.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa loyalitas para stakeholder
sangat tergantung pada kepuasan stakeholder (stakeholder satisfication). Menurut
Ebert J.R. (2000) dalam Suryana, 2000, jika seseorang menyenangi suatu
pekerjaan maka ia akan merasa puas. Bila telah merasa puas akan pekerjaannya
maka dengan sendirinya akan memiliki sikap yang sempurna, loyal, komitmen
dan kerja keras yang berarti memiliki moral yang tinggi. Loyalitas stakeholders
dapat menciptakan diferensiasi, sehingga loyalitas ini dapat menjadi
hambatan/barrier bagi para pesaing untuk memenangkan persaingan Jelaslah
131
bahwa etika bisnis merupakan landasan penting untuk menciptakan dan
melindungi reputasi (goodwill) perusahaan. Etika bisnis merupakan masalah yang
sensitif dan kompleks karena membangun etika untuk mempertahankan reputasi
lebih sukar ketimbang menghancurkannya.
Selain etika dan perilaku, tidak kalah pentingnya adalah norma etika.
Menurut Zimerer (1996) dalam Suryana, 2000, ada tiga tingkatan norma etika,
yaitu:
(1) Hukum. Hukum berlaku bagi masyarakat secara umum yang mengatur
mana perbuatan yang baik dan boleh dilakukan dan mana yang tidak
boleh dilakukan. Hukum hanya mengatur standar perilaku minimum.
(2) Kebijakan dan Prosedur Organisasi. Kebijakan dan prosedur organisasi
memberi arahan khusus bagi setiap orang dalam organisasi untuk
memenuhi keputusan sehari-harinya.
(3) Moral Sikap Mental individual. Sikap mental individual sangat penting
untuk menghadapi suatu keputusan yang tidak diatur oleh aturan formal.
Nilai moral dan sikap mental individual biasanya berasal dari keluarga,
agama dan sekolah. Sebagian lagi yang menentukan etika perilaku adalah
pendidikan, pelatihan dan pengalaman.
Masih menurut Zimerer (1996) dalam Suryana, 2000, kerangka kerja etika
dapat dikembangkan melalui empat (4) tahap, yaitu:
Tahap Pertama: Mengakui dimensi-dimensi etika yang ada sebagai suatu
alternatif atau suatu keputusan. Artinya, sebelum wirausaha
menginformasikan suatu keputusan etika yang dibuat, lebih
dahulu dia harus mengakui etika yang ada.
Tahap Ke dua: Mengidentifikasikan stakeholder kunci yang terlibat dalam
pengambilan keputusan. Setiap keputusan bisnis akan
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai stakeholder.
Karena konflik dalam stakeholder dapat mempengaruhi
pembuatan keputusan, maka sebelum keputusan itu dibuat
terlebih dahulu harus dihindari konflik antara stakeholders.
132
Tahap Ke tiga: Membuat pilihan alternatif dan membedakan antara respons
etika dan bukan etika. Ketika membuat pilihan alternatif
respons etika dan bukan etika, serta mengevaluasi mana
dampak negatif dan positifnya, manajer akan menemukan
beberapa hal sebagai berikut: (a) prinsip-prinsip dan etika
perilaku, (b) hak-hak moral, (c) keadilan, (d) konsekuensi dan
hasil, (e) pembenaran publik, serta (f) institusi dan
pengertian/wawasan.
Tahap Ke empat. Memilih respons etika yang terbik dan
mengimplementasikannya. Pilihan tersebut harus konsisten
deng an tujuan, budaya, dan sistem nilai perusahaan serta
dengan keputusan individu-individu.
Selanjutnya, siapakah pihak yang bertanggungjawab terhadap moral etika
dalam perusahaan? Jawabannya adalah manajer. Dikenal ada tiga (3) tipe
manajer dilihat dari sudut etikanya, yaitu:
(1) Manajer Immoral. Manajer yang bertindak untuk kepentingan dirinya
sendiri, demi keuntungan sendiri atau perusahaannya. Kekuatan
pendorong manajer immoral adalah kerakusan/ketamakan, yaitu
berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal. Manajer
immoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajer beretika.
Contoh: Pengusaha yang menggaji karyawannya di bawah standar
upah minimum, perusahaan yang meniru produk perusahaan lain,
perusahaan yang memperbanyak cetakan melebih kesepakatan dengan
pemegang hak cipta.
(2) Manajer Amoral. Tujuan utama dari manajer amoral adalah profit
serta bertindak secara tidak dengan sengaja melanggar hukum atau
norma etika. Bahkan, manajer ini bertindak bebas kendali dalam
mengambil keputusan (tanpa etika). Misalnya penggunaan ‘lie detector
test’ bagi calon karyawan.
(3) Manajer Moral. Manajer moral juga bertujuan untuk meraih
keberhasilan tetapi dengan mengunakan aspek legal dan prinsip-
133
prinsip etika. Filosofi manajer moral selalu melihat hukum sebagai
standar minimum untuk beretika dalam perilaku.
6.2.3. Prinsip-Prinsip Etika dan Perilaku Bisnis
Menurut pendapat Michael Josephson (1988) yang dikutip oleh Zimerer
(1996) dalam Suryana, 2000, secara universal ada 10 prinsip etika yang
mengarahkan perilaku, yaitu:
(1) Kejujuran (Honesty), yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur, sungguh-
sungguh, blak-blakan, terus terang (tidak curang, tidak mencuri, tidak
menggelapkan dan tidak berbohong).
(2) Integritas (Integrity), yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan yang
terhornat, tulus hati, berani dan penuh pendirian/keyakinan, tidak bermuka
dua, tidak berbuat jahat dan saling percaya.
(3) Memelihara janji (Promise Keeping), yaitu selalu mentaati janji, patut
dipercaya, penuh komitmen, patuh, jangan menginterpretasikan
persetujuan dalam bentuk teknikal atau legalistik dengan dalih
ketidakrelaan.
(4) Kesetiaan (Fidelity), yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman,
karyawan dan negara, jangan menggunakan atau memperlihatkan
informasi yang diperoleh dalam kerahasiaan, begitu juga dalam suatu
konteks profesional, jaga/lindungi kemampuan untuk membuat keputusan
profesional yang bebas dan teliti, hindari hal yang tidak pantas dan konflik
kepentingan.
(5) Kewajaran/keadilan (Fairness), yaitu berlaku adil dan berbudi luhur,
bersedia untuk mengakui kesalahan, dan perlihatkan komitmen keadilan,
persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaan, jangan
bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas
dari kesalahan atau kemalangan orang lain.
(6) Suka Membantu orang lain (Caring for Others), yaitu saling membantu,
berbaik hati, belaskasihan, tolong menolong, kebersamaan, dan
menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
134
(7) Hormat kepada Orang lain (Respect for Others), menghormati martabat
manusia, menghormti kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri
bagi semua orang, bersopan santun, jangan merendahkan diri seseorang,
jangan mempermalukan seseorang dan jangan merendahkan martabat
orang lain.
(8) Kewarganegaraan yang bertanggungjawab (Responsibility Citizenship),
selalu mentaati hukum/aturan, penuh kesadaran sosial, menghormati
proses demokrasi dalam mengambil keputusan.
(9) Mengejar keunggulan (Pursuit of Excellence), yaitu mengejar keunggulan
dalam segala hal, baik dalam pertemuan personal maupun
pertanggungjawaban profesional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin,
getol, dan penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan yang terbaik
berdasarkan kemampuan, mengembangkan dan mempertahankan tingkat
kompetensi yang tinggi.
(10) Dapat dipertanggungjawabkan (Accountability), yaitu memiliki tanggung
jawab, menerima tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya, dan
selalu memberi contoh.
6.2.4. Cara-Cara Mempertahankan Standar Etika
1) Ciptakan Kepercayaan Perusahaan. Kepercayaan perusahaan dalam
menetapkan nilai-nilai perusahaan yang mendasari tanggungjawab etika
bagi stakeholder.
2) Kembangkan Kode Etik. Kode etik merupakan suatu catatan standar
tingkah laku dan prinsip-prinsip etika yang diharapkan perusahaan dan
karyawan. Topik-topik khas yang ada pada suatu kode etik biasanya
memuat tentang:
a. Ketulusan hati secara fundamental dan ketaatan pada hukum.
b. Kualitas dan keamanan produk.
c. Kesehatan dan keamanan tempat kerja.
d. Konflik kepentingan (conflict of interest).
e. Praktek dan latihan karyawan.
f. Praktek pemasaran dan penjualan.
135
g. Keamanan dan kebebasan.
h. Kegiatan berpolitik.
i. Pelaporan finansial.
j. Hubungan dengan pemasok (supplier)
k. Penentuan harga, pengajuan rekening, dan kontrak.
l. Jaminan dagang/insider information.
m. Pembayaran untuk mendapatkan usaha.
n. Perlindungan lingkungan.
o. Imformasi pemilikan.
p. Keamanan kemasan.
3) Jalankan Kode Etik Secara Adil dan Konsisten. Manajer harus
mengambil tindakan apabila peraturan dilanggar. Bila diketahui sesama
karyawan bahwa yang melanggar etika tidak dihukum maka kode etik
menjadi tidak berarti apa-apa.
4) Lindungi Hak Perorangan.Akhir dari setiap keputusan etika sangat
tergantung pda individu. Melindungi seseorang dengan kekuatan prinsip-
prinsip moral dan nilai-nilainya merupakan jaminan yang terbaik untuk
menghindari penyimpangan etika. Untuk membuat keputusan etika,
seseorang harus memiliki tiga hal, yakni:
a. Komitmen etika, yaitu tekad seseorang untuk untuk bertindak secara
etis dan melakukan sesuatu yang benar.
b. Kesadaran etika, yaitu kemampuan untuk merasakan implikasi etika
dari suatu situasi.
c. Kemampuan kompetensi, yaitu kemampuan untuk menggunakan
suara pikiran moral dn mengembangkan strategi pemecahan masalah
secara praktis.
5) Adakan Pelatihan Etika. Balai kerja (workshop) merupakan media dan
alat untuk meningkatkan kesadaran para karyawan.
6) Lakukan Audit Etika Secara Periodik. Audit merupakan cara terbaik
untuk mengevaluasi efektivitas sistem etika. Hasil evaluasi tersebut akan
136
memberikan suatu sinyal kepada karyawan bahwa etika bukan sekedar
iseng belaka.
7) Pertahankan Standar yang Tinggi tentang Tingkah Laku, Jangan
Hanya Aturan. Tidak seorangpun yang dapat mengatur etika dan moral.
Akan tetapi, manajer bisa saja membolehkan orang untuk mengetahui
tingkat penampilan yang mereka harapkan. Standar tingkah laku sangat
penting untuk menekankan bahwa betapa pentingnya etika dalam
organisasi. Setiap karyawan harus mengetahui bahwa etika tidak bisa
dinegosiasi atau ditawar-tawar.
8) Hindari Contoh Etika yang Tercela setiap Saat. Etika diawali dari
Atasan. Atasan harus memberi contoh dan menaruh kepercayaan kepada
bawahannya.
9) Ciptakan Budaya yang Menekanan Komunikasi Dua Arah.
Komunikasi dua arah sangat penting, yaitu untuk menginformasikan
barang dan jasa yang kita hasilkan dan untuk menerima aspirasi bagi
perbaikan perusahaan.
10) Libatkan Karyawan dalam mempertahankan Standar Etika. Para
karyawan diberi kesempatan untuk memberikan umpan balik tentang
bagaimana standar etika dipertahankan.
6.2.5. Tanggung Jawab Perusahaan
Selain etika, yang tidak kalah pentingnya adalah pertanggungjawaban
sosial perusahaan. Etika sangat berpengaruh pada tingkah laku individual.
Tanggungjawab sosial yang mencoba menjembatani komitmen individu dan
kelompok dalam suatu lingkungan sosial, seperti: pelanggan, perusahaan lain,
karyawan, dan investor. Tanggung jawab sosial menyeimbangkan komitmen-
komitmen yang berbeda-beda. Ada lima (5) macam pertanggungjawaban
perusahaan, yaitu:
(1) Tanggung Jawab terhadap Lingkungan. Perusahaan harus ramah
lingkungan artinya perusahaan harus memperhatikan, melestarikan dan
menjaga lingkungan, misalnya tidak membuang limbah yang mencemari
137
lingkungan, berusaha mendaur ulang limbah yang merusak lingkungan,
menjalin komunikasi dengan kelompok masyarakat yang ada di lingkungan
sekitarnya.
(2) Tanggung Jawab terhadap Karyawan. Semua aktivitas manajemen
sumberdaya manusia, seperti: pengrekrutan, pengupahan, pelatihan,
promosi, dan kompensasi kesemuanya dalam rangka tanggung jawab
perusahaan terhadap karyawan. Tanggung jawab perusahaan terhadap
karyawan dapat dilakukan dengan cara:
Dengarkan para karyawan dan hormati pendapat mereka.
Minta input kepada karyawan.
Berikan umpan balik baik yang positif maupun negatif.
Ceritakan selalu kepada mereka tentang kepercayaan.
Biarkan mereka mengetahui sebenar-benarnya apa yang mereka
harapkan.
Berilah hadiah kepada karyawan yang bekerja dengan baik.
Percayakanlah mereka.
(3) Tanggung Jawab terhadap Pelanggan. Tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap pelanggan memiliki 2 kategori, yaitu: (1) menyediakan barang dan
jasa yang berkualitas, (2) memberikan harga produk dan jasa yang adil dan
wajar. Tanggung jawab sosial perusahaan juga termasuk melindungi hak-
hak pelanggan. Menurut Ebert (2008), ada empat hak pelanggan, yaitu:
Hak untuk mendapatkan produk yang aman.
Hak untuk mendapatkan informasi segala aspek produk.
Hak untuk didengar.
Hak untuk memilih apa-apa yang mereka beli.
Sedangkan menurut Zimerer (1996), hak-hak pelanggan yang harus
dilindungi, yaitu:
Hak keamanan. Barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan
harus berkualitas dan memberikan rasa aman, demikian juga
kemasannya.
138
Hak untuk mengetahui. Konsumen berhak untuk mengetahui
barang dan jasa yang mereka beli termasuk perusahaan yang
menghasilkan barang tersebut.
Hak untuk didengar. Komunikasi dua arah harus dibentuk, yaitu
untuk menyalurkan keluhan produk dan jasa dari konsumen dan
untuk menyampaikan berbagai informasi barang dan jasa dari
perusahaan.
Hak atas pendidikan. Pelanggan berhak atas pendidikan.
Misalnya, pendidikan tentang bagaimana menggunakan dan
memelihara produk. Perusahaan harus menyediakan program
pendidikan agar mereka tahu informasi barang dan jasa yang akan
dibelinya.
Hak untuk Memilih. Hal terpenting dalam persaingan adalah
memberikan hak untuk memilih barang dan jasa yang mereka
perlukan. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tidak
mengganggu persaingan dan mengabaikan undang-undang
antitrust (ketidakpercayaan).
(4) Tanggung Jawab terhadap investor. Tanggung jawab perusahaan
terhadap investor adalah menyediakan pengembalian (return) investasi yang
menarik di antaranya dengan memaksimumkan laba. Selain itu, perusahaan
juga bertnggung jawab untuk melaporkan kinerja keuangannya kepada
investor seakurat dan setepat mungkin.
(5) Tanggung jawab terhadap masyarakat. Perusahaan harus bertanggung
jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Misalnya menyediakan pekerjaan
dan menciptakan kesehatan serta menyediakan berbagai kontribusi terhadap
masyarakat yang berada di lokasi tersebut.
6.3. Penutup
6.3.1. Rangkuman
Etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan
nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat
keputusan dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Etika, asalnya
139
adalah suatu komitmen untuk melakukan apa yang benar dan menghindari apa
yang tidak benar.
Etika harus dikembangkan oleh perusahaan dengan memperhatikan
para stakeholder. Ada dua jenis stakeholder yang mempengaruhi keputusan
perusahaan yaitu internal stakeholders dan eksternal stakeholders. Beberapa
kelompok stakeholder di antaranya para pengusaha/mitra usaha, petani, dan
pemasok bahan baku (supplier), organisasi pekerja, pemerintah, bank,
investor, masyarakat umum, pelanggan dan konsumen. Di samping itu ada
beberapa stakeholder kunci (key stakeholders ), yaitu manajer, direktur, dan
kelompok khusus lainnya. Loyalitas para stakeholder (stakeholders loyalty)
tersebut sangat tergantung pada kepuasan para stakeholder (stakeholders
satisfication).
Secara universal, ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku,
yaitu: kejujuran, integritas, memelihara janji, kesetiaan, keadilan, suka
membantu orang lain, menghormati orang lain, kewarganegaraan yang
bertanggung jawab, mengejar keunggulan, dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mempertahankan standar etika dapat dilakukan dengan cara: ciptakan
kepercayaan, kembangkan kode etik, jalankan kode etik secara adil dan
konsisten, lindungi hak-hak perorangan, adakan pelatihan etika, lakukan audit
etika secara periodik, pertahankan standar etika yang tinggi hindari etika yang
tercela, ciptakan komunikasi dua arah, dan libatkan karyawan dalam
mempertahankan etika. Selain etika, ada beberapa pertanggungjawaban
perusahaan, yaitu: (1) tanggung jawab terhadap lingkungan, (2) tanggung
jawab terhadap karyawan, (3) tanggung jawab terhadap pelanggan, (4)
tanggung jawab terhadap investor, dan (5) tanggung jawab terhadap
masyarakat umum.
6.3.2. Tes Mandiri
1. Jelaskan dengan benar perbedaan norma dan etika, dan bagaimana cara
mempertahankan etika bisnis itu?
140
2. Identifikasi beberapa prinsip etika dan bagaimana etika diwujudkan dalam
perilaku bisnis? Berikan contoh perilaku berdasarkan dua prinsip etika!
3. Siapa saja stakeholders internal dan stakeholders eksternal itu? Mengapa
mereka harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan perusahaan?
4. Jelaskan bagaimana hubungan antara diferensiasi dan stakeholders satisfication
dengan stakeholders loyalty?
5. Tanggung jawab apa saja yang harus dipikul perusahaan terhadap stakeholders?
Ada lima (5) macam pertanggungjawaban perusahaan, yaitu:
6.3.3. Umpan Balik
1. a) Perbedaan antara norma dan etika adalah sebagai berikut:
- Norma adalah suatu hal yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif
bagi kedua belah pihak, dilakukan dengan jujur dan konsekwen agar terjalin
kerja sama yang erat dan saling menguntungkan serta benar-benar menjamin
tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen.
- Etika adalah: Etika merupakan suatu komitmen untuk melakukan apa yang
benar dan menghindari apa yang tidak benar; sedangkan etika bisnis
menunjukkan perilaku etika dari seorang manajer atau karyawan suatu
organisasi, yang sangat penting untuk mempertahankan loyalitas
stakeholders dalam membuat keputusan-keputusan perusahaan dan dalam
memecahkan persoalan-persoalan perusahaan, karena semua keputusan
perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi stakeholders.
b) Cara mempertahankan etika bisnis adalah dengan menciptakan kepercayaan,
mengembangkan kode etik, menjalankan kode etik secara adil dan konsisten,
melindungi hak-hak perorangan, mengadakan pelatihan etika, melakukan audit
etika secara periodik, mempertahankan standar etika yang tinggi hindari etika
yang tercela, menciptakan komunikasi dua arah, dan melibatkan karyawan
dalam mempertahankan etika.
2. Identifikasi beberapa prinsip etika dan bagaimana etika diwujudkan dalam
perilaku bisnis?Berikan contoh berdasarkan dua prinsip etika!
141
a) Ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu: 1) kejujuran
(Honesty), 2) integritas (Integrity), 3) memelihara janji (Promise Keeping),
4) kesetiaan (Fidelity), 5) kewajaran/keadilan (Fairness), 6) suka membantu
orang lain (Caring for Others), 7) hormat kepada orang lain, 8)
kewarganegaraan yang bertanggungjawab (Responsibility Citizenship), 9)
mengejar keunggulan (Pursuit of Excellence), dan 10) dapat
dipertanggungjawabkan (Accountability).
b) Contoh:
Kewajaran/keadilan (Fairness), yaitu berlaku adil dan berbudi
luhur, bersedia untuk mengakui kesalahan, dan perlihatkan komitmen
keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap
perbedaan, jangan bertindak melampaui batas atau mengambil
keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang
lain.
Suka Membantu orang lain (Caring for Others), yaitu saling
membantu, berbaik hati, belaskasihan, tolong menolong, kebersamaan,
dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
3. - Internal stakeholders meliputi: investor, manajer, karyawan dan pimpinan
perusahaan; sedangkan eksternal stakeholders mencakup konsumen, asosiasi
dagang, kreditor, pemasok, pemerintah, masyarakat umum.
- Internal stakeholders dan eksternal stakeholders harus dilibatkan dalam
pengambilan keputusan perusahaan karena semua keputusan perusahaan
mempengaruhi dan dipengaruhi stakeholders.
4. Hubungan antara diferensiasi dengan stakeholders satisfication dan
stakeholders loyalty adalah sebagai berikut:
- Loyalitas stakeholders dapat menciptakan diferensiasi, sehingga loyalitas ini
dapat menjadi hambatan/barrier bagi para pesaing untuk memenangkan
persaingan.Selanjutnya, loyalitas para stakeholder sangat tergantung pada
kepuasan stakeholder (stakeholder satisfication), karena jika seseorang
menyenangi suatu pekerjaan maka ia akan merasa puas. Bila telah merasa
puas akan pekerjaannya maka dengan sendirinya akan memiliki sikap yang
142
sempurna, loyal, komitmen dan kerja keras yang berarti memiliki moral
yang tinggi.
5. Tanggung jawab yang harus dipikul perusahaan terhadap stakeholders ada lima
(5) macam, yaitu: a) tanggung jawab terhadap lingkungan, b) tanggung jawab
terhadap karyawan, c) tanggung jawab terhadap pelanggan, d) tanggung
jawab sosial perusahaan dan tanggung jawab terhadap investor, 5) tanggung
jawab terhadap masyarakat. Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap
masyarakat sekitarnya. Misalnya menyediakan pekerjaan dan menciptakan
kesehatan serta menyediakan berbagai kontribusi terhadap masyarakat yang
berada di lokasi tersebut.
Daftar Pustaka
Kasmir dan Jakfar, 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi I. Prenada Media, Jakarta.
Suryana, 2000. Kewirausahaan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
143
144