modul

download modul

of 27

description

modul

Transcript of modul

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 TINJAUAN MENGENAI KANKER

    Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan sel-sel jaringan

    tubuh yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Dalam keadaan normal, sel

    hanya akan membelah diri bila tubuh membutuhkannya seperti mengganti sel-sel

    yang rusak atau mati. Sebaliknya, sel kanker akan membelah diri meskipun tidak

    dibutuhkan sehingga terjadi kelebihan sel-sel baru. Kanker dapat tumbuh disemua

    sel jaringan tubuh, seperti sel kulit, sel hati, sel darah, sel otak, sel lambung, sel

    usus, sel paru, sel saluran kencing dan beberapa sel bagian tubuh lainnya. Oleh

    karena itu dikenal macam-macam jenis kanker menurut sel atau jaringan asalnya.

    Dikenal beberapa jenis kanker, seperti karsinoma, sarkoma, limfosa

    (neoplasma sistem limfatik) atau leukimia (neoplasma ganas sel darah putih).

    Karsinoma merupakan tumor ganas yang berasal dari sel epitel, misalnya kanker

    payudara, kanker kulit, dan kanker lambung. Adapun sarkoma merupakan tumor

    ganas yang berasal dari jaringan mesodermal, misalnya fibrosarkoma (tumor

    ganas jaringan ikat), limfosarkoma (tumor ganas sistem limfatik), dan

    osteosarkoma (tumor ganas pada tulang). (Dalimartha, 2003)

  • 6

    Sel kanker dapat dibedakan dengan sel normal antara lain: sel kanker tidak

    mempunyai kontrol pertumbuhan, daya lekat sel kanker berkurang atau bahkan

    sudah tidak ada, inhibisi kontak sel kanker berkurang atau bahkan sudah tidak ada

    sehingga jika ditanam pada media kultur jaringan akan diperoleh pertumbuhan

    yang berlapis-lapis dan tidak teratur, sistem enzim lebih sedikit

    jumlahnya/macamnya, misalnya sel kanker tidak mempunyai asparagin sintase

    sehingga tidak bisa mensintesis asparagin, enzim-enzim untuk pertumbuhan sel

    kanker lebih besar (Mulyadi, 1997).

    Sifat umum dari kanker adalah sebagai berikut:

    1. Pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor;

    2. Gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan sehingga mirip jaringan mudigah;

    3. Bersifat invasif, mampu tumbuh di jaringan sekitarnya;

    4. Bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain dan menyebabkan pertumbuhan

    baru;

    5. Memiliki hereditas bawaan (acquired heredity) yaitu turunan sel kanker juga

    dapat menimbulkan kanker; dan

    6. Pergeseran metabolisme ke arah pembentukan makromolekul dari nukleosida

    dan asam amino serta peningkatan katabolisme karbohidrat untuk energi sel

    (Ganiswara, 1995).

    Penyebab tumbuhnya kanker antara lain:

    1. Faktor keturunan

    2. Sinar ultraviolet dan radioaktif

    3. Infeksi menahun

  • 7

    4. Pencemaran lingkungan

    5. Minuman beralkohol

    6. Asap rokok

    7. Diet jangka panjang yang salah

    8. Makanan berlemak

    9. Berganti-ganti pasangan seksual

    10. Bahan karsinogen seperti senyawa kimia (bahan sisa industri, zat pewarna,

    bahan tambahan pada makanan dan minuman), faktor fisika (bahan pembawa

    radiasi seperti bom atom), virus onkogenik (virus yang bersifat menyebabkan

    timbulnya tumbuh ganda), hormon (Dalimartha, 2003)

    Pencegahan kanker merupakan upaya untuk mengenali berbagai faktor

    yang dapat menyebabkan timbulnya kanker dan menjadikan faktor-faktor tersebut

    menjadi tidak efektif. Pencegahan kanker ini dapat bersifat primer atau sekunder.

    Pencegahan primer merupakan tindakan untuk menghindari berbagai

    faktor yang dapat menimbulkan kanker, antara lain:

    1. Mengenai makanan, usahakan:

    a. Mengurangi makanan berlemak,

    b. Lebih banyak makan makanan berserat,

    c. Lebih banyak makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau

    karena banyak mengandung vitamin seperti beta karoten, vitamin C,

    mineral, dan phytonutrient,

    d. Usahakan makan makanan segar,

    e. Hindari makan makanan yang telah disimpan terlalu lama,

  • 8

    f. Kurangi makan makanan yang telah diawetkan, seperti diasinkan,

    dibakar, diasap, atau yang ditambah bahan pengawet, serta

    g. Batasi minum alkohol.

    2. Hindarkan diri dari penyakit akibat hubungan seksual.

    3. Hindari kebiasaan merokok. Berhenti merokok bagi perokok.

    4. Hindari kontak dengan sinar matahari yang berlebihan.

    5. Upayakan kehidupan seimbang dan hindari stres.

    6. Periksa kesehatan secara berkala dan teratur.

    Pencegahan sekunder merupakan istilah yang lebih umum dipakai oleh

    para petugas kesehatan, terutama yang bergerak dalam penanggulangan kanker.

    Pencegahan ini seperti:

    a. Mengidentifikasikan kelompok populasi beresiko tinggi terhadap kanker,

    b. Skrining populasi tertentu,

    c. Deteksi dini kanker pada individu yang tanpa gejala (asimptomatik), dan

    d. Mengubah perilaku manusia. (Dalimartha, 2003)

    Pengobatan kanker yang digunakan pada dasarnya sama, yaitu dengan:

    1. Pembedahan (operasi)

    2. Penyinaran/radiasi (radioterapi)

    3. Obat-obat pembunuh sel kanker/sitostatika (khemoterapi)

    4. Obat-obat yang meningkatkan daya tahan tubuh (imunoterapi)

    5. Endokrinoterapi, merupakan bagian dari kemoterapi, yaitu penggunaan

    hormon tertentu untuk pengobatan tumor pada organ yang proliferasinya

    tergantung pada hormon, seperti karsinoma payudara.

  • 9

    6. Tumbuhan obat, simplisia dari binatang dan mineral lainnya

    Pengobatan dilakukan dengan salah satu jenis atau kombinasi cara-cara

    diatas (multimodalitas). Pengobatan multimodalitas misalnya pembedahan dengan

    penyinaran atau penyinaran dengan sitostatika. Hasil pengobatannya tentu

    tergantung dari tingkat (stadium) penyakit. Apabila kanker stadium dini cepat

    diobati dan dilakukan dengan cepat maka penderita dapat disembuhkan.

    (Dalimartha, 1999)

    2.2 TINJAUAN MENGENAI Oryza sativa L.

    2.2.1 Klasifikasi

    Klasifikasi dari tanaman Oryza saliva L. adalah sebagai berikut:

    Divisi: Spermatophyta; Anak divisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledonae;

    Bangsa: Glumiflorae; Suku: Poaceae (Gramineae); Marga: Oryza; Jenis: Oryza

    sativa L (Wilkipedia Indonesia, 2008)

    2.2.2 Nama lokal

    Jawa: Padi, pari, pare, pantun ; Inggris: Rice (Dalimartha, 1993)

    2.2.3 Morfologi Tumbuhan

    Rumput berumpun kuat, berumur 1 tahun, dari ruas keluar banyak batang

    tang berakar tinggi, tinggi 1,5-2 m. lidah tumbuh kuat, panjang 1-4 mm,

    bercangap 2. Helaian daun berbentuk garis, kebanyakan dengan tepi kasar. Malai

    panjang 15-40 cm, tumbuh ke atas akhirnya ujung menggantung. Cabang malai

  • 10

    kasar. Pada waktu masak buah kuning rontok atau tidak. Buah berbeda, kadang

    kaya pati, kadang kaya perekat (ketan).

    (Steenis et al, 2006)

    2.2.4 Kegunaan

    Akar berkhasiat menghilangkan keringat, membunuh cacing (antelmentik),

    dan sebagai penawar racun. Selaput biji (kulit ari) berkhasiat untuk memelihara

    lambung, memperkuat limpa, meningkatkan nafsu makan dan antineuritis.

    Tangkai beras berkhasiat untuk mengatasi: rambut kotor dan keguguran.

    (Dalimartha, 1993)

    2.2.5 Kandungan Kimia

    Biji mengandung karbohidrat, dekstrin, arabanoxylan, xylan, phytin, glutein,

    enzim (phytase, lipase, diastase) dan vitamin B1 (Dalimartha, 1993)

    2.3 TINJAUAN TENTANG Brine Shrimp Lethality Test (BST)

    Uji Brine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan uji pendahuluan

    (praskrining) yang sederhana untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas

    biologis senyawa tertentu. (Mc Laughlin et al., 1991)

    Keuntungan pemakaian metode kematian anak udang atau BST adalah:

    Waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, pengerjaan sederhana, tidak

    memerlukan teknik aseptik, tidak memerlukan perawatan khusus, menggunakan

    sampel yang relatif sedikit, tidak memerlukan serum hewan (Anderson et al,

    1991). Selain itu telur larva Artemia salina Leach cukup banyak tersedia dalam

  • 11

    keadaan siap pakai ditoko-toko ikan. Dengan menempatkan sejumlah telur udang

    tersebut dalam air laut, maka setelah 48 jam telur menetas menjadi larva yang

    disebut nauplii dalam jumlah besar yang dapat dipakai dalam penelitian. (MC

    Laughlin, 1991).

    Hasil uji menggunakan larva Artemia salina Leach memiliki korelasi yang

    baik dengan uji anti kanker menggunakan metode 9 ps (sel leukemia in vivo).

    Penelitian tersebut menyeleksi ekstrak etanol biji-bijian dari 4 jenis tumbuhan

    suku Euphorbiaceae, dimana 24 ekstrak aktif terhadap uji antikanker

    menggunakan metode 9 ps dan 14 diantara 24 macam ekstrak tersebut juga aktif

    pada uji terhadap larva Artemia salina Leach. (Mayer et al, 1982)

    Pada penelitian yang dilakukan oleh MC Laughlin (1991) terhadap sejumlah

    alkaloid kaktus dari derivat dihydroisoquinolin, berhasil dibuktikan bahwa uji

    dengan larva Artemia salina Leach memiliki korelasi yang baik dengan uji anti

    kanker dengan menggunakan metode 9 KB (sel karsinoma nasofaring).

    Prinsip metode uji kematian anak udang adalah sifat toksisitas senyawa

    bioaktif dari tanaman pada dosis tinggi, sehingga dapat diartikan kematian hewan

    sederhana seperti anak udang laut (Artemia salina) secara in vivo yang dapat

    digunakan sebagai alat pantau yang tepat untuk proses skrining dan fraksinasi

    pada penelitian bioaktif baru dari sumber alam. (Mayer et al, 1982)

    Ekstrak atau komponen murni yang di uji dibuat dalam berbagai konsentrasi

    yaitu: 10 g/ml,100 g/ml,1000 g/ml dalam vial yang telah dikalibrasi 5ml yang

    kemudian diisikan 10 ekor larva artemia salina leach. Setelah 24 jam jumlah larva

    Artemia salina yang masih hidup dihitung dalam jumlah prosentase kematian

  • 12

    masing-masing. Setelah itu data di analisis dengan Probit Analyze Program untuk

    mengetahui harga LC50 (Lethal Concentration 50% yaitu konsentrasi yang

    menyebabkan kematian 50 % pada hewan coba) dengan derajat kepercayaan 95%.

    (MC Laughlin et al, 1991).

    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan metode ini antara lain:

    ekstrak yang dipakai harus bebas dari pelarut, vial yang dipakai harus dikalibrasi

    dahulu, pada perhitungan larva Artemia yang mati harus benar teliti, larva Artemia

    yang mati bila tidak menunjukan gerakan sama sekali pada saat pengamatan. Bila

    pada larutan kontrol ada larva Artemia yang mati maka jumlah larva Artemia yang

    mati pada masing-masing larutan uji dikurangi dengan jumlah larva Artemia yang

    mati pada kontrol. (Anderson et al, 1991)

    2.4 TINJAUAN TENTANG Artemia salina Leach

    Menurut Mudjiman (1989), nama ilmiah dan klasifikasi Artemia Salina

    adalah: Filum: Arthropoda; Kelas: Crustacea; Sub kelas: Brachipoda; Ordo:

    Anostrace ; Familia: Arthemiida; Genus: Artemia; Spesies: Artemia salina

    Artemia salina Leach merupakan kelompok udang-udangan dari philum

    Arthropoda. Artemia salina Leach hidup didanau-danau garam (berair asin) yang

    ada diseluruh dunia (Purwakusuma, 2002). Air laut alami (sekitar 35 g garam

    perliter) merupakan media yang dipilih, media ini harus disterilkan dengan

    pemanasan 30 menit dan disaring melalui penyaringan yang terbuat dari sintered

    glass. Air yang hilang pada waktu pemanasan digantikan oleh aquadestilata.

    Udara yang disaring dilewatkan melalui larutan pendingin untuk memberikan

    oksigen pada media. Jika air laut tidak tersedia maka media tiruan dapat disiapkan

  • 13

    seperti pada formula di bawah ini, pH harus disesuaikan pada pH 7 8 dengan

    Natrium bicarbonat, laju penetasan dan kelangsungan hidup nauplii pada air laut

    alami hampir sama atau serupa dengan air laut buatan.

    Formula air laut buatan: NaCl 24.0 g/l; CaCl2.2H2O 1.5 g/l; KBr 0.1 g/l; KCl

    0.7 g/l; Na2SO4 4.0 g/l; NaHCO3 0.2 g/l; MgCl2.6H2O 11.0 g/l; Total garam 41.5

    g/l (Colegate and Molyneux, 1993)

    Siklus hidup Artemia salina Leach dimulai dari saat menetasnya telur. Setelah

    24 jam, membran luar kista pecah dan keluar embrio. Beberapa jam kemudian

    keluar embrio masih tetap menempel pada kulit kista untuk berkembang biak

    menjadi nauplii dan mampu berkembang bebas dalam air. (Harefa, 2003)

    Pada awalnya nauplii akan berwarna orange kecoklatan karena akibat masih

    mengandung telur (Purwakusuma, 2002). Telur ini digunakan sebagai sumber

    energi karena mulut dan alat pencernaannya masih belum sempurna (Drewes,

    2002). Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya

    masih belum terbentuk sempurna. Setelah 12 jam menetas, mereka akan ganti

    kulit dan memasuki tahap larva ke-dua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan

    dengan pakan berupa mikrialga, bakteri dan detritus organik lainnya. Pada

    dasarnya mereka tidak memilih jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan

    tersebut tersedia dalam air dengan ukuran yang sesuai. Nauplii akan berganti kulit

    sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari (Purwakusuma,

    2002) dan mencapai kedewasaan seksual dalam waktu 20-35 hari (Colegate dan

    Molyneux, 1993).

  • 14

    Variable yang berpengaruh pada siklus hidup Artemia salina Leach, antara

    lain:

    1. Temperatur

    Temperatur yang sesuai dengan siklus hidup Artemia salina Leach adalah

    25oC-30oC (Purwakusuma, 2002)

    2. Salinitas

    Salah satu keunggulan Artemia salina Leach adalah kemampuannya dalam

    beradaptasi dalam berbagai lingkungan, khususnya terhadap salinitas. Artemia

    salina Leach mampu hidup dalam rentang salinitas 5-150 ppm, bahkan ada

    yang mampu hidup diperairan dengan salinitas sampai 350 ppm, namun

    sangat jarang dijumpai, hanya beberapa strain saja (Harefa, 2003)

    3. Aerasi yang cukup; untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm

    (Puwakusuma, 2002). Bila kadar oksigen rendah dan air banyak yang

    mengandung bahan organik, Artemia salina akan memakannya. Apabila

    keadaan ini terus berlanjut, mereka akan tumbuh dan beranak pinak dengan

    cepat

    4. Cahaya

    Pengaruh cahaya terhadap Artemia salina Leach berkaitan dengan tingkat

    keberhasilan penetasan hanya mencapai 50%. Lampu standart Grow-lite sudah

    cukup untuk keperluan Artemia salina Leach (Harefa, 2003; Purwakusuma,

    2002)

    5. Keasaman media cair

  • 15

    Kondisi yang tidak dapat ditolerir oleh Artemia salina Leach adalah

    keasaman (pH) pada media air. Artemia salina Leach hidup dalam rentang

    kisaran 7-8. Penurunan pH sampai dibawah 7 dapat mengakibatkan kematian.

    Senyawa-senyawa ammonium (NH4), Nitrit (NO2), dan Nitrat (NO3) dapat

    menyebabkan kematian Artemia salina Leach. (Harefa, 2003)

    2.5 TINJAUAN TENTANG EKSTRAKSI

    Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

    sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dalam pelarut cair. Simplisia

    yang diekstrak mengandung senyawa yang dapat larut seperti serat, karbohidrat,

    protein, dll. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

    digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dll (Depkes RI,

    2000)

    Pada proses ekstraksi ini pada dasarnya dibedakan menjadi dua fase, yaitu:

    1. Fase pencucian

    Terjadi pada saat penyatuan cairan ekstraksi dengan meterial simplisia,

    maka sel-sel yang dirusak dengan penghalusan langsung kontak dengan bahan

    pelarut. Komponen sel yang terdapat disini dengan demikian lebih mudah

    diambil dan dicuci. Dalan fase ini sebagian bahan aktif tiba-tiba berpindah ke

    dalam bahan pelarut.

  • 16

    2. Fase ekstraksi

    Bahan pelarut untuk melarutkan komponen dalam sel yang tidak terluka

    harus mendesak masuk ke dalamnya. Membran sel yang mengering dan

    menciut yang terdapat dalam simplisia mula-mula harus diubah dalam suatu

    keadaan, yang memungkinkan suatu pelintasan bahan pelarut ke dalam bagian

    sel. Hal itu terjadi mulai pembengkakan, dengan demikian membran

    mengalami suatu pembesaran volume melaui pengambilan molekul bahan

    pelarut. Kemampuan untuk mengikat zat perancah selulose terhadap molekul

    cairan, menyebabkan bahwa struktur perancak tersebut menjadi longgar,

    sehingga terbentuk ruang antarmiselar, yang memungkinkan bahan ekstraksi

    mencapai ke dalam ruang dalam sel. (Voigt, 1994)

    Proses pembuatan ekstrak meliputi:

    1. Penyiapan bahan

    Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk

    simplisia kering (penyerbukan). Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak.

    Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efisien,

    namun makin halus serbuk, makin rumit secara teknologi peralatan untuk

    tahapan filtrasi. (Depkes RI, 2000)

    2. Pembasahan serbuk simplisia

    Pada simplisia kering terbentuk pori-pori yang berisi udara. Agar

    penguraian dapat berjalan dengan baik, maka udara yang terdapat dalam pori-

    pori harus dihilangkan dan digantikan oleh cairan penyari. Bila serbuk

    dibasahi, akan terjadi pembengkakan kembali. Pembasahan serbuk sebelum

  • 17

    dilakukan penyarian dimaksudkan memberi kesempatan sebesar-besarnya

    kepada cairan penyari untuk memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia

    untuk mempermudah penyarian (Depkes RI, 1986)

    3. Penyarian kandungan kimia

    Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria: murah dan mudah

    diperoleh; stabil secara fisika dan kimia; bersifat netral; tidak mudah menguap

    dan tidak mudah terbakar; selektif, yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang

    dikehendaki; tidak mempengaruhi zat berkhasiat; diperbolehkan oleh

    peraturan (Depkes RI, 1986)

    4. Penanganan hasil ekstraksi

    Pemekatan berarti peningkatan jumlah partikel solut (senyawa terlarut)

    secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya

    menjadi kental atau pekat (Depkes RI, 2000)

    Pada prinsipnya cairan pelarut harus memenuhi syarat kefarmasian dan atau

    dalam perdagangan dikenal dengan kelompok spesifikasi Pharmaceutical

    Grade. (DepKes RI, 1986) Ada dua macam pelarut yang umumnya digunakan

    pada ekstraksi, yaitu air dan pelarut organik (DepKes RI, 1986). Menurut Sidik

    dan Mudahar (2000), sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang

    diperbolehkan adalah air atau alkohol (etanol) serta campurannya. Jenis pelarut

    lain seperti metanol, heksana, toluen, kloroform, aseton, dan lain-lain, umumnya

    digunakan sebagai pelarut untuk tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi).

    Khusus untuk metanol, dihindari penggunaannya. (Depkes RI, 2000)

  • 18

    Kelebihan dari pelarut air sebagai cairan ekstraksi adalah murah dan mudah

    diperoleh, stabil, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun,

    dan alamiah; sedangkan kekurangannya adalah tidak selektif, mempercepat proses

    hidrolisis senyawa, ekstrak dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak,

    dan penguapannya membutuhkan waktu lama karena titik didihnya 1000C.

    Kelebihan pelarut etanol adalah lebih selektif, kapang dan kuman sulit

    tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, dan

    panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Sedang kekurangannya

    adalah mahal harganya. Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan

    campuran antara etanol dan air (DepKes RI, 1986).

    Penyarian dipengaruhi oleh derajat perbedaan konsentrasi serbuk simplisia

    mulai dari butir sampai kepermukaannya dan kehalusan serbuk. Makin besar

    pebedaan konsentrasi makin besar gaya dorong sehingga makin cepat

    penyariannya. Makin kasar serbuk simplisia makin panjang jarak, sehingga beda

    konsentrasi zat aktif yang terlarut dan tertinggal dalam sel makin besar. (Depkes

    RI, 1986)

    Atas dasar sifatnya, Ekstrak dibagi menjadi:

    1. Ekstrak encer (Extraktum Tenue)

    Sediaan ini memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang

    2. Ekstrak kental (Extraktum Spissum)

    Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang, kandungan

    airnya sekitar 30%. Tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan

  • 19

    sediaan obat (cemaran bakteri) dan bahan aktifnya (penguraian secara kimia)

    dan ekstrak ini sulit ditampung.

    3. Ekstrak kering (Extraktum Siccum)

    Sediaan ini mempunyai konsistensi kering, memiliki kandungan lembab tidak

    lebih dari 5%

    4. Ekstrak cair (Extraktum Fluidum)

    Ekstrak yang dibuat sedemikian rupa sehingga satu bagian simplisia sesuai

    dengan dua bagian (kadang-kadang juga satu bagian) ekstrak cair

    (Voigt, 1994)

    Pemilihan cara ekstraksi bergantung pada:

    1. Sifat fisik bahan

    Bila sifatnya keras seperti biji-bijian, kulit kayu dan kulir akar diekstraksi

    secara panas. Bila sifatnya lunak diekstraksi secara dingin

    2. Kadar air bahan

    Pada bahan segar (kandungan air besar) dapat digunakan pelarut yang

    mengandung air/etanol/pelarut yang dapat bercampur dengan air

    3. Stabilitas senyawa yang diisolasi

    Untuk senyawa termolabil diekstraksi secara dingin, senyawa termostabil

    diekstraksi secara panas (dapat memperbesar kelarutan) dan untuk senyawa

    yang belum diketahui kelarutannya diekstraksi secara dingin

    (Depkes RI, 1986)

  • 20

    Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

    a. Berdasarkan suhu

    1. Ekstraksi cara panas

    Dengan pelarut air: perebusan, infudasi, seduhan. Dengan pelarut organik: soxhletasi, refluks.

    2. Ekstraksi cara dingin

    Maserasi: bahan tumbuhan direndam dengan pelarut. Maserasi kinetik: maserasi dengan pengadukan pada suhu kamar untuk

    meningkatkan kelarutan.

    Perasan/penekanan: untuk simplisia yang berupa buah, rhizoma, umbi. Perkolasi: dengan alat perkolator dimana pelarut ditambahkan terus

    sampai semua zat terekstraksi.

    b. Berdasarkan hasil ekstrak yang diperoleh

    1. Ekstraksi sampai habis (ekshaustive), seperti perkolasi dan soxhletasi.

    2. Ekstraksi sampai terjadi keseimbangan, seperti perebusan, seduhan,

    refluks. Metode ekstraksi seperti ini menggunakan pelarut dalam jumlah

    tertentu. Bila pelarut sudah jenuh, tidak dapat melarutkan senyawa yang

    ada dalam tumbuhan.

    c. Berdasarkan bahan yang diekstraksi dan pelarutnya

    1. Ekstraksi padat-cair, yaitu bahan yang diekstraksi padat dan pelarut yang

    digunakan cair.

    2. Ekstraksi cair-cair, yaitu bila yang diekstraksi terlarut dalam cairan atau

    pelarut atau bahan yang diekstraksi cair dan pelarut yang digunakan cair.

  • 21

    d. Ekstraksi khusus

    1. Destilasi uap-air: ekstraksi dengan cara penyulingan simplisia.

    2. Enfleurasi: ekstraksi dengan menggunakan lemak padat.

    3. Ekstraksi cairan super kritik: ekstraksi dengan menggunakan gas

    berbentuk cair.

    (Voigt, 1994)

    2.5.1 Metode Maserasi

    Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

    dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

    menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

    aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan

    zat aktif yang didalam dan diluar sel. Peristiwa ini berulang dan terjadi

    keseimbangan antar larutan diluar sel dan didalam sel

    Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif

    yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah

    mangembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, sitrak, dan lain-

    lain. Kelebihan cara maserasi ini adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

    digunakan sederhana, mudah diusahakan, dan senyawa yang terdapat dalam

    simplisia dapat tetap stabil karena umumnya tidak menggunakan suhu tinggi.

    Meskipun memiliki kekurangan berupa pengerjaannya yang lama dan

    penyariannya kurang sempurna.

    Pada penyarian dengan maserasi, perlu dilakukan pengadukan untuk

    meratakan konsentrasi larutan diluar butir serbuk simplisia, sehingga dengan

  • 22

    pengadukan tersebut tetap terjaga adanya perbedaan derajat konsentrasi yang

    sekecil-kecilnya antar larutan didalam dan diluar sel.

    Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu

    tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak

    diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari seperti malam dan lain-lain.

    (Depkes RI, 1986)

    Metode maserasi dapat dilakukan modifikasi, misalnya:

    1. Remaserasi

    Cairan ekstraksi dibagi dua bagian. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi

    dengan cairan ekstraksi pertama, setelah dienap tuangkan dan diperas,

    ampas dimaserasi kembali lagi dengan cairan ekstraksi kedua. Hasilnya

    digabung.

    2. Digesti

    Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,

    yaitu 400 500C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia

    yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Pemanasan dimaksudkan

    untuk mengurangi kekentalan cairan ekstraksi sehingga meningkatkan

    kecepatan difusi dan untuk meningkatkan kelarutan zat dalam cairan

    pengekstrak.

    3. Maserasi kinetik

    Maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan mesin pengaduk

    terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai

    24 jam dan dilakukan pada suhu kamar.

  • 23

    4. Maserasi melingkar

    Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan

    pengekstrak selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini, cairan

    pengekstrak selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui

    serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya. Aliran cairan pengekstraksi

    dapat mengurangi lapisan batas, cairan pengekstrak akan didistribusikan

    secara seragam sehingga memperkecil kepekatan setempat, dan waktu

    yang diperlukan lebih pendek.

    5. Maserasi Melingkar Bertingkat

    Cara maserasi ini dapat mengatasi masalah pada maserasi melingkar

    yang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa

    akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi.

    Pada maserasi melingkar bertingkat serbuk simplisia mengalami proses

    penyarian beberapa kali dengan sejumlah cairan pengekstrak, sehingga

    akan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada yang dilakukan sekali

    dengan jumlah pelarut yang sama (Depkes RI, 1986; Voigt, 1994).

    2.6 TINJAUAN TENTANG KROMATOGRAFI

    Kromatografi adalah suatu metode untuk memisahkan komponen berdasarkan

    perbedaan afinitas terhadap fase gerak dan fase diamnya. Pada dasarnya semua

    cairan kromatografi menggunakan dua fase, yaitu fase gerak (stationary) dan fase

    diam (mobile). Pemisahan bergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. Cara-

    cara kromatografi dapat digolongkan berdasarkan afinitas terhadap fase gerak dan

    fase diam. Semua proses tersebut dapat digolongkan dalam proses adsorpsi dan

  • 24

    partisi. Kromatografi yang proses pemisahannya secara adsorbsi disebut

    kromatografi jerapan (adsorption chromatography), fase diam yang digunakan

    berupa zat padat; sedangkan kromatografi yang proses pemisahannya secara

    partisi disebut kromatografi partisi (partition chromatography), fase diam yang

    digunakan berupa zat cair.

    Pemisahan berdasarkan proses adsorbsi ini terletak pada keseimbangan

    distribusi dari beberapa macam komponen yang dilarutkan pada fase diam, yang

    kekuatannya tergantung dari daya adsorpsi gugus fungsinya. Kekuatan adsorbsi

    diantara molekul zat dengan fase diam berbeda-beda, maka apabila dilewatkan

    fase gerak, untuk molekul zat yang paling lemah adsorbsinya akan tereluasi

    terlebih dahulu sehingga noda akan terbentuk paling atas dan diikuti noda lainnya

    yang teradsorbsi lebih kuat oleh fase diam dan akan membentuk noda paling

    bawah atau lebih rendah. Contoh, pada kromatografi lapis tipis (fase gerak zat

    cair, fase diam zat padat).

    Pemisahan berdasarkan proses partisi ini terjadi bila campuran didistribusikan

    antara dua fase yang saling tidak campur, berdasarkan kelarutan relatif antara

    masing-masing komponen dalam fase diam dan fase gerak. Bertindak sebagai fase

    diam adalah cairan dan fase gerak adalah cairan. Contoh kromatografi kertas (fase

    diam zat cair dan fase gerak zat cair) (Srivastava, 1976; Satrohamidjojo, 1985)

    2.6.1 Tinjauan tentang Kromatografi Lapis Tipis

    Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode analisa untuk pemisahan

    komponen zat-zat dari campurannya dengan cara melewatkan campuran tersebut

    dengan melalui sistem dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Jenis kromatografi

  • 25

    berdasarkan pemisahannya antara lain adsorpsi, partisi, pertukaran ion,

    penyaringan molekul, afinitas, dan elektroforesa

    Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam)

    ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok.

    Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan yang akan ditotolkan berupa

    bercak atau pita (awal). Setelah itu plat atau lapisan diletakkan dalam bejana

    tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak)

    Fase gerak yang dapat digunakan, ialah:

    n-Heksana Heptan Sikloheksana Karbontetraklorida makin Benzena polar Kloroform Eter (dietil eter) Etil asetat Piridina Aseton Etanol Metanol Air (Stahl, 1985)

    Fase diam yang digunakan pada umumnya yaitu adsorben berupa lapisan tipis

    zat penjerap yang tersebar merata pada pendukung yang berupa plat, lempeng

    kaca, plastik, atau alluminium. Empat macam adsorben yang umum dipakai

    adalah silika gel (asam silikat), alumina (alluminium oxyde), kieselguhr

    (diatomeous earth) dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut yang paling

    banyak dipakai adalah silika gel (Adnan, 1997). Fase gerak dapat berupa pelarut

    campuran atau pelarut tunggal yang akan merambat pada arah tertentu

    disepanjang lapisan tipis fase diam. Warna noda yang terbentuk dapat diamati

  • 26

    pada sinar ultraviolet atau dengan pereaksi penampak noda yang sesuai sehingga

    didapat kromatogram.

    Beberapa keuntungan KLT adalah: Biaya yang kecil, waktu singkat untuk

    analisis, jumlah cuplikan kecil, kebutuhan ruang minimum, pananganannya

    sederhana. Sehingga KLT adalah yang paling cocok untuk analisis dilaboratorium

    farmasi. (Stahl, 1985)

    Menurut Sastrohamidjojo (1985) harga Rf dipengaruhi oleh beberapa faktor,

    yaitu:

    1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan

    2. Sifat dari penjerap dan derajat aktivitasnya

    3. Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap

    4. Jenis pelarut dan kemurniannya

    5. Derajat kejenuhan dari bejana pengembang yang digunakan

    6. Teknik percobaan

    7. Jumlah cuplikan yang digunakan

    8. Suhu

    9. Kesetimbangan

    2.7 TINJAUAN SKRINING GOLONGAN SENYAWA DALAM

    TUMBUHAN SECARA KLT Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang

    terdapat dalam suatu tanaman. Skrining golongan senyawa dapat dilakukan antara

    lain dengan cara KLT.

  • 27

    2.7.1 Golongan Senyawa Minyak Atsiri

    Minyak atsiri dapat ditentukan dengan menggunakan:

    Fase diam : Silika gel GF 254

    Fase gerak : Toluen:Etilasetat (93:7)

    Penampak noda : Pereaksi vanilin-H2SO4 pekat (110C, 5-10 menit)

    Suatu simplisia dikatakan mengandung minyak atsiri apabila setelah

    dilakukan penyemprotan dengan penampak noda vanilin-H2SO4 pekat

    memberikan noda warna biru, hijau, merah, atau coklat pada sinar tampak.

    Beberapa senyawa juga berfluoresensi dibawah sinar UV 365 nm (Wagner et al,

    1984).

    2.7.2 Golongan Senyawa Terpenoid Bebas

    Golongan senyawa terpenoid bebas ini dapat ditentukan dengan

    menggunakan:

    Fase diam : Silika gel GF 254

    Fase gerak : Kloroform:Metanol (10:1)

    Penampak noda : Antimon (III) Klorida dalam kloroform (100C, 10 menit)

    Suatu simplisia dikatakan mengandung terpenoid bebas apabila setelah

    dilakukan penyemprotan dengan penampakan noda Antinom (III) Klorida dalam

    kloroform pekat memberikan noda yang berwarna merah-ungu atau biru.

    Beberapa diantaranya berfluoresensi hijau dibawah sinar UV 365 nm

    (Harborne, 1987).

  • 28

    2.7.3 Golongan Senyawa Alkaloid

    Golongan senyawa alkaloid dapat ditentukan dengan menggunakan:

    Fase diam : Silika gel GF 254

    Fase gerak : Etilasetat:Metanol:Air (100:13,5:10)

    Penampak noda : - UV 365 nm (tanpa penampakan noda) berfluoresensi

    biru atau kuning

    - Pereaksi Dragendorff

    Suatu simplisia dikatakan mengandung alkaloid apabila setelah dilakukan

    penyemprotan dengan pereaksi Dragendorff memberikan noda yang berwarna

    coklat jingga berlatar belakang kuning pada sinar tampak, biasanya tidak stabil

    (Wagner et al, 1984).

    2.7.4 Golongan Senyawa Antrakinon

    Golongan senyawa antrakinon dapat ditentukan dengan menggunakan:

    Fase diam : Silika gel GF 254

    Fase gerak : n-Propanol:Etilasetat:Air (40:40:30)

    Penampak noda : Larutan 5% KOH dalam Metanol

    Suatu simplisia dikatakan mengandung antrakinon apabila setelah

    dilakukan penyemprotan dengan larutan 5% KOH dalam Metanol memberikan

    noda berwarna merah pada sinar tampak dan berfluoresensi merah dibawah sinar

    UV 365 nm. Antron dan antranol memberikan noda berwarna kuning dengan

    berfluoresensi kuning dibawah UV 365 nm (Wagner et al, 1984).

  • 29

    2.7.5 Golongan Senyawa Flavonoid Bebas

    Golongan senyawa flavonoid bebas dapat ditentukan dengan

    menggunakan:

    Fase diam : Silika gel GF 254

    Fase gerak : Kloroform:Etilasetat (60:40)

    Penampak noda : - Pereaksi uap amonia (warna kuning cepat memudar)

    - UV 254 nm memberikan pemadaman fluoresensi (biru

    gelap)

    - UV 365 nm memberikan fluoresensi kuning, biru atau

    hijau

    Suatu simplisia dikatakan mengandung flavonoid bebas apabila

    memberikan noda dengan gambaran seperti yang diatas (Wagner et al, 1984).

    2.7.6 Golongan Senyawa Glikosida Jantung

    Senyawa glikosida jantung dapat ditentukan dengan menggunakan:

    Fase diam : Silika gel GF 254

    Fase gerak : Etilasetat:Metanol:Air (81:11:8)

    Penampak noda : Pereaksi Raymond

    Suatu simplisia dikatakan mengandung glikosida jantung apabila setelah

    dilakukan penyemprotan dengan pereaksi Raymond akan memberikan noda yang

    berwarna merah, merah jingga atau violet (Wagner et al, 1984).

  • 30

    2.7.7 Golongan Senyawa Saponin

    Senyawa saponin dapat ditentukan dengan menggunakan:

    Fase diam : Silika gel GF 254

    Fase gerak : Kloroform:Metanol:Air (64:50:10)

    Penampak noda : Liebermann Burchard (110C, 5-10 menit)

    Suatu simplisia dikatakan mengandung saponin apabila dilakukan

    penyemprotan dengan Liebermann Burchard memberikan noda berwarna biru,

    biru vioelet, kadang-kadang merah atau kuning coklat pada sinar tampak. Bila

    diamati dengan sinar UV 365 nm umumnya menunjukkan bercak berpendar violet

    biru dan hijau (Wagner et al, 1984).

    2.7.8 Golongan Senyawa Glikosida Flavonoid

    Senyawa glikosida flavonoid dapat ditentukan dengan menggunakan:

    Fase diam : Selulosa (diaktifkan 105C selama 30 menit)

    Fase gerak : Asam asetat 15%

    Penampak noda : Uap amonia

    Suatu simplisia dikatakan mengandung glikosida flavonoid apabila setelah

    diberi uap amonia memberikan noda yang berwarna kuning (cepat memudar) dan

    dibawah sinar UV 365 nm berfluoresensi. (Markham, 1988).

  • 31

    2.8 UJI FITOKIMIA DENGAN REAKSI WARNA DAN PENGENDAPAN

    2.8.1 Tahap Pengujian Glikosida sianogenik atau glikosida HCN

    Contoh bahan dimasukkan dalam Erlenmeyer lalu diberi asam sulfat encer

    dan mulut Erlenmeyer ditutup rapat dengan gabus. Dibawah gabus penutup

    digantungkan selembar kertas pikrat. Erlenmeyer kemudian dipanaskan pelan-

    pelan sehingga uap yang menggandung HCN akan menyentuh kertas pikrat yang

    berwarna kuning dan segera akan berubah menjadi coklat kemerahan (merah

    bata). Dalam reaksi ini, natrium pikrat yang berwarna kuning akan diubah menjadi

    natrium isopurpurat yang berwarna coklat kemerahan (merah bata) (Mulyani dan

    Gunawan, 2004).

    2.8.2 Uji Golongan Senyawa Tannin

    Uji untuk tannin dilakukan berdasarkan sifat:

    1. Tannin dapat mengendapkan protein, sebagai pereaksi digunakan larutan

    gelatin 1% atau tannin gelatin-NaCl

    2. Tannin dengan pereaksi FeCl3 memberikan warna biru kehitaman karena

    terjadi pembentukkan tannin galat atau perubahan warna hijau kehitaman

    karena pembentukkan tannin kathecol

    (Fong et al, 1978)

    2.8.3 Uji Golongan Senyawa Saponin

    Uji untuk saponin yang sering dilakukan adalah berdasarkan sifat saponin

    yaitu bila dikocok dengan air akan berbuih (Fong et al, 1977)