Modul 1 Endokrin (1)

101
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sistem endokrin adalah suatu proses dalam tubuh yang dapat memberikan rangsangan berupa rangsangan lambat, seperti pertumbuhan sel. Rangsangan yang cepat seperti pernafasan dan pergerakan tubuh yang dikontrol oleh sistem saraf. Tetapi dapat diketahui bahwa sistem saraf dan sistem endokrin adalah suatu sistem yang terpisah, tetapi kedua sistem tersebut akan bekerja sama terhadap setiap rangsangan fungsi tubuh. Diabetes mellitus, sering hanya diabetes, adalah sebuah sindrom yang ditandai oleh gangguan metabolisme dan Gula darah tinggi yang dihasilkan tidak tepat baik dari rendahnya tingkat hormon insulin atau dari resistensi abnormal efek insulin ditambah dengan rendahnya tingkat sekresi insulin untuk compensate. Karakteristik gejala adalah produksi urin berlebihan (poliuria), rasa haus berlebihan dan asupan cairan meningkat, dan penglihatan kabur, ini mungkin tidak ada gejala jika gula darah agak tinggi. 1.2 Tujuan pembelajaran Tujuan Instruksional umum (TIU) Setelah memepelajari sub-modul 1 ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang anatomi, histologi, fisiologi, patologi organ-organ endokrin yang berhubungan dengan penyakit DM, fisiologi dan biokimia hormone yang berhubungan dengan penyakit DM, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, cara penegakan diagnosis, pemeriksaan penunjang yang diperlukan, penatalaksanaan, komplikasi dan pencegahan dari penyakit dengan gejala banyak kencing(Polyyuria) dan banyak minum(Polydipsia). Tujuan Inttruksional Khusus (TIK)

description

Diabetes Melitus

Transcript of Modul 1 Endokrin (1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sistem endokrin adalah suatu proses dalam tubuh yang dapat memberikan rangsangan berupa rangsangan lambat, seperti pertumbuhan sel. Rangsangan yang cepat seperti pernafasan dan pergerakan tubuh yang dikontrol oleh sistem saraf. Tetapi dapat diketahui bahwa sistem saraf dan sistem endokrin adalah suatu sistem yang terpisah, tetapi kedua sistem tersebut akan bekerja sama terhadap setiap rangsangan fungsi tubuh.

Diabetes mellitus, sering hanya diabetes, adalah sebuah sindrom yang ditandai oleh gangguan metabolisme dan Gula darah tinggi yang dihasilkan tidak tepat baik dari rendahnya tingkat hormon insulin atau dari resistensi abnormal efek insulin ditambah dengan rendahnya tingkat sekresi insulin untuk compensate. Karakteristik gejala adalah produksi urin berlebihan (poliuria), rasa haus berlebihan dan asupan cairan meningkat, dan penglihatan kabur, ini mungkin tidak ada gejala jika gula darah agak tinggi.

1.2 Tujuan pembelajaran

Tujuan Instruksional umum (TIU)Setelah memepelajari sub-modul 1 ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang

anatomi, histologi, fisiologi, patologi organ-organ endokrin yang berhubungan dengan penyakit DM, fisiologi dan biokimia hormone yang berhubungan dengan penyakit DM, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, cara penegakan diagnosis, pemeriksaan penunjang yang diperlukan, penatalaksanaan, komplikasi dan pencegahan dari penyakit dengan gejala banyak kencing(Polyyuria) dan banyak minum(Polydipsia).

Tujuan Inttruksional Khusus (TIK)a.Untuk mengetahui gangguan-gangguan apa saja yang terdapat pada sistem endokrin.b.Untuk mengetahui penyakit-penyakit apa saja yang terdapat pada sistem endokrin.c.Untuk memahami apa saja tindakan yang harus dilakukan dokter kepada pasien sesuai skenario.

1.3 Skenario

Seorang perempuan berusia 20 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering kencing sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sering terbangun di malam hari untuk kencing, sering lapar, dan sering haus. Baju dan celana terasa longgar sejak 2 bulan terakhir. Tidak ada demam, batuk, pilek.

1.4 Klasifikasi kata/kalimat sulit

1.5 Klasifikasi kata/kalimat kunci

1. Seorang perempuan berusia 20 tahun.2. Sering kencing sejak 1 minggu yang lalu. 3. Sering terbangun di malam hari untuk kencing, sering lapar, dan sering haus.4. Nafsu makan menurun.5. Baju dan celana terasa longgar sejak 2 bulan terakhir.6. Tidak ada demam, batuk, pilek.

DATA TAMBAHAN = 1. GDP: 130 mg/dl GDS: 250 mg/dl2. TSH: 3,03. FTS : 4,03. Pasien jarang berolahraga.4. Pasien pernah melakukan pemeriksaan urinalisis5. Riwayat positif insulin, menderita DM sejak 5 tahun dan kontrol tidak teratur.

1.6 Identifikasi Masalah

1. Sebutkan penyakit-penyakit dengan gejala polifagia, polidipsi, dan polyuria dalam sistem endokrin!

2. Jelaskan anatomi, histologi, patohistologi dalam sistem endokrin!3. Jelaskan fisiologi dari sistem endokrin!4. Jelaskan subtansi biokimia hormone yang terlibat pada sistem endokrin!5. Jelaskan patomekanisme gejala-gejala pada skenario!6. Adakah hubungan antara gejala utama di skenario dengan penurunan berat badan?7. Apakah ada hubungan gejala dengan usia dan jenis kelamin?8. Sebutkan kisaran normal pada pemeriksaan penunjang di sistem endokrin!9. Jelaskan alur pemeriksaan untuk kasus pada skenario!10. DD 1 : Diabetes Melitus11. DD 2 : Hipertiroid 12. DD 3 : Diabetes insipidus13. Komplikasi dari skenario tersebut14. Cara kita sebagai dokter memberikan edukasi kepada pasien pada skenario?

1.7 Mind Map

GEJALA :

- BERAT BADAN MENURUN

- POLIDIPSIA

DD & WD

- DEFINISI- EPIDEMIOLOGI- ETIOLOGI- PATOFISIOLOGI- PENATALAKSANAAN- PREVENTIF- KOMPLIKASI- PROGNOSIS- KLASIFIKASI

SISTEM ENDOKRIN TAHUN

FISIOLOGI

HISTOLOGI

ANATOMI

PATOFISIOLOGI ANATOMI

BIOKIMIA ANATOMI

WANITA 20 TAHUN

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyakit - penyakit dengan gejala polifagia, polidipsi, dan polyuria dalam sistem endokrin.

A. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus Memiliki ketiga gejala tersebut. Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

B. Diabetes Insipidus

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus pernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.

C. Hipertiroid

Keadaan hipermatabolik karena meningkatnya T3 dan T4 bebas karena terutama disebabkan hiperfungsi kelenjar tiroid, maka tiroktoksikosis sering disebut dengan hipertiroidisme. Namun pada keadaan tertentu peningkatan tersebut berkaitan dengan pengeluaran berlebihan hormone tiroid yang sudah jadi (misalkan pada tiroiditis) atau yang berasal dari luar sumber tiroid dan bukan karena hiperfungsi jaringan.

D. Sindrom Chusing

Disebabkan oleh hiperplasia dari kelenjar pituitary. Kelenjar ini terletak di dasar otak. Penderita ini banyak memiliki ACTH. ACTH merangsang produksi dan pelepasan kortisol, hormone stress. ACTH terlalu banyak berarti kortisol terlalu banyak. Kortisol biasanya dilepaskan selama situasi stress. Ini mengontrol penggunaan tubuh dari karbohidrat, lemak, dan protein, dan juga membantu mengurangi respon sistem kekebalan tubuh terhadap pembengkakan (inflamasi).16

2.2 Anatomi dan histologi dari sistem endokrin.

- ANATOMI SISTEM ENDOKRIN

1.Glandula Pineal 2.Glandula Pituitary (Hypophysis) 3.Glandula Thyroid4.Glandula Parathyroid 5.Thymus 6.Glandula Suprarenal (Gld.Adrenal)7.Pancreas

1.GLANDULA PINEAL • Corpus Pineal / Pineal body • Kelenjar kecil (± 1 cm) seperti buah cemarayang berada antara colliculus superior. • Berada didasar dinding posterior ventriculustertius.• Lekuk kecil kecil pada ventrikulus → Recessus Pinealis, meluas ke dalam tangkai.• Fungsi : memproduksi melatonin → penglihatan, reproduksi dll• Usia pertengahan → terjadi perkapuran

2.HYPOPHYSIS • Glandula Pituitary• Berbentuk lonjong kecil yg melekat pada permukaan bawah otak melalui infundibulum• Terletak dalam sella turcica os.sphenoid• “Master endocrine gland “ • Terdiri dari 2 lobus : 1. Lobus Anterior → Adenohypophysis2. Lobus Posterior → Neurohypophysis 15

LOBUS ANTERIOR (ADENOHYPOPHYSIS)• Dibagi 3 bagian : • Pars distalis (anterior)Cleft → celah (sisa kantong embrional yang memisahkan pars distalis & intermedia• Pars intermedia • Pars tuberalis → juluran pars distalis,meluas keatas sepanjang anterior & lateral tangkai hypophysis• Memproduksi hormon :1. Adrenocorticotropin Hormon (ACTH) 2. Somatotropic Hormin (STH) /Growth Hormon (GH) 3. Thyroid Stimulating Hormon (TSH) 4. Gonadotropic Hormon :

• Follicle Stimulating Hormon FSH • Luteinizing Hormon (LH)

• Interstitial Cell Stimulating Hormon (ICSH)• Prolactin• Lobus anterior dipisahkan dari chiasma optikum oleh Diaphragma sellae

1. Growth hormon (GH) atau hormon pertumbuhan berfungsi:* Pertumbuhan sel dan tulang* Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.

2. Prolaktin (PRL) organ targetnya adalah payudara dan gonad. Fungsi:* Untuk perkembangan payudara dan laktasi * Pengatur organ reproduksi wanita dan pria

3. Thyroid-stimulating hormone ( TSH). Organ targetnya adalah kelenjar tiroid:* Perlu untuk pertumbuhan dan fungsi tiroid* Mengendalikan semua fungsi tiroid.

4. Adrenocorticotrophic hormone (ACTH)* Untuk pertumbuhan dan mempertahankan besarnya kortek adrenal* Mengendalikan keluarnya glukokortikoid dan adrenal androgen.

5. Gonadtropin: FSH dan LH: Gonad

LOBUS POSTERIOR (NEUROHYPOPHYSIS)• Neurohypophysis termasuk lobus posterior dan infundibulum• Memproduksi hormon : • Antidiuretik hormon (ADH) • Oxytocin

STRUKTUR DI SEKITAR HYPOPHYSIS• Superior → Diaphragma sellae memiliki lubang di bagiantengah, tempat lewatnya infundibulum.• Inferior → Corpus ossis sphenoidalis & sinus-sinus sphenoidalis• Lateral → Sinus cavernosus & isinya • Posterior → Dorsum sellae, a.basilaris& pons

PERDARAHAN• A.hypophysis superior → memperdarahi lobus anterior dan infundibulum• A.hypophysis inferior → memperdarahi lobus posterior• A.hypophysis superior dan inferior, cabang a.carotis interna• Vena-vena bermuara ke dalam sinus intercavernosi

3.GLANDULA THYROIDEA • Berbentuk buah alpukat puncak → sampai ke linea obliquacartilaginis thyroideabasis → setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5• Organ yang sangat vaskular• Dibungkus oleh selubung dari lamina pretrachealis → melekatkan kelenjar dengan larynx & trachea

• Terdiri dari 2-3 lobus • Lobus kiri dan kanan dihubungkan olehisthmus• Isthmus meluas lebih dari garis tengah di depan cincin trachea ke 2-4.• Kadang terdapat Lobus pyramidalis → ke atas isthmus, biasanya ke kiri garis tengah• Pita fibrosa / muskular yang menghubungkan lob.pyramidalis & os.hyoideum → bl muskular →m.levator glandulae thyroidea

STRUKTUR DISEKITAR LOBUS• Anterolateral → m.sternothyroideus, venter superior m.omohyoideus, m.sternohyoideus, & tepi anterior m.sternocleidomastoideus• Posterolateral → vagina carotica dgn a.carotis communis, v.jugularisinterna, & n.vagus • Medial → Larynx, trachea, m.constrictorpharyngis inferior & oesophagus• Posterior → Gland. Parathyroidea inferior & superior

PERDARAHAN• A.thyroidea superior → cabang a.carotis externa• A.thyroidea inferior → cabang truncus thyrocervicalis• A.thyroidea media → cabang a.brachiocephalica atauarcus aorta• V. thyroidea superior dan vv.thyroidea mediae mencurahkan isinya ke v.jugularis interna• V.thyroidea inferior • menampung cabang2 dari isthmus &polus bawah kelenjar • Kedua sisi akan beranastomose saatberjalan turun di depan trachea • Bermuara ke v.brachiocephalicasinistra

PEMBULUH LYMPH• Cairan lymph dicurahkan ke nl.cervicales profundi• Beberapa pembuluh lymph ke nl.paratrachealesHormon dari kelenjar tiroid dan fungsinya:

1. Hormon tiroksin ( T4) dan triiodotironin (T3):* Katabolisme protein, lemak, dan karbohidrat pada semua sel.* Mengatur kecepatan metabolisme semua sel* Mengatur produksi panas tubuh* Antagonis terhadap insulin* Mempertahankan sekresi hormon pertumbuhan dan pematangan tulang.* Mempertahankan mobilisasi kalsium

2. Hormon Kalsitonin* Mengurangi kalsium dan fosfat serum

* Mengurangi absorbsi kalsium dan fosfor oleh gastrointestinal.

KLINIS• Goiter → Pembesaran gld.thyroidea, hasil dari peningkatan aktivitas fungsinya karena penurunan kadar yodium dalam kelenjar.• Hypothyroidism → atropi gld. Thyroidea. - Creatism → atropi diusia muda - Myxedema → atropi di usia dewasa/tua• Hyperthyroidism → peningkatan aktivitas gld.thyriodea- Penyakit Grave adalah gangguan autoimun denganciri: goiter luas, hipertiroidisme, oftalmopati infiltratif.

- Goiter exophthalmus

Manifestasi klinis hipertiroidisme*Umum: Suhu tubuh meningkat dan itoleransi terhadap panas.* Kulit: Hangat dan basah.*Rambut: Sangat halus dan rapuh* Napsu makan meningkat, tetapi berat badan menurun, otot lemah dan cepat lelah* Peningkatan glukosa darah pada pasien diabetes melitus* Penurunan trigliserida dan kolesterol* Sering buang air besar* Takikardi, palpitasi, TD meningkat, dispnea, angina, fibrilasi atrial dan gagal jantung kongestif.*Hiperkalsemia,osteoporosis ringan, fraktur, kelemahan dan pengecilan otot proksimal* Prapubertas dan perkembangan sexsual terlambat* Pascapubertas: Libido meningkat, menstruasi terganggu, dan infertilitas.

4.GLANDULA PARATHYROID • Berbentuk lonjong• Coklat kekuningan• Diameter paling besar 6 mm• Terdapat 4 buah• Berhubungan erat dgn ujung posterior gld.thyroidea• Terletak dalam kapsula fasia gld thyroidea• Posisi kedua gld.parathyroid superior lebih stabil → setinggi pertengahan tepi posterior gla.thyroidea.• Posisi kedua gld.parathyroid inferior dekat kutub bawah gld.thyroidea→ tertanam dalam substansi kelenjar thyroidea bersama v.thyroidea inferior, atau dapat terletak didalammediastinum superior• Perdarahan → a.thyroidea superior & a.thyroidea inferior

5.GLANDULA SUPRARENALIS • Glandula Adrenal• Berwarna kekuningan• Terletak retroperitoneal, pada kutub atas ginjal (Ren)

• 2 buah, Gld.Suprarenal dextra & sinistra• Dikelilingi oleh facia renalis, tetapi dipisahkan dari ginjal oleh lemak perirenalGld. Suprarenalis dextra→ bentuk seperti piramid menutup kutub atas ginjal kanan- anterior : lobus dextra hepar - medial : dibelakang v.cava inferior - posterior : diaphragmaGld. Suprarenal Sinistra→ bentuk seperti bulan sabit, disepanjang medial ginjal → dari kutub atassampai hilus - anterior : pancreas,bursa omentalis& gaster - posterior : diaphragma• Gld. Suprarenalis terdiri 2 lapisan :

♣ Cortex , mensekresi hormon :- Mineralokortikoid → mengatur keseimbangan elektrolit & cairan- Glukukortikoid → Mengatur metebolisme KH, lemak & protein- Hormon sex (sedikit) → perkembangan pubertas organ seksual

♣ Medula, mensekresi hormon : → Katekolamin, epinefrin, norepinefrin

• PERDARAHAN ♦ A.supra renalis superior → cabangA.phrenica♦ A.supra renalis media → cabang Aorta abdominalis♦ A.supra renalis inferior → cabang A.renalis♠ Vena-vena senama dengan arterinya dan bermuara ke V.cava inferior

• PEMBULUH LYMPH Menuju ln.aorta lateralis

• PERSARAFANSerabut preganglion simpatis & berasal dari n.splanchnicus

KLINIS• Hiperplasi cortex adrenal → Syndroma CushingEtiologi : adenoma / carcinoma • Insufisiensi cortex adrenal→ Etiologi : destruksi TBC / atropi bilateral• Tumor medula adrenal (Feokromositoma)SINDROMA CUSHINGDiakibatkan kadar glukokortikoid yang terlalu banyakCiri-ciri sindroma cushing: • Rambut kepala menjadi tipis • Berjerawat dan pipi kemerahan • Moon face• Bulu halus banyak pada wajah dan seluruh tubuh• Striae kemerahan pada abdobmen• Lengan dan kaki kurus dengan atropi otot

• Kulit cepat memar, dan penyembuhan luka sulit• Berat badan bertambah

6.THYMUSBagian superior cavum thoracis ( rongga dada ). Produksi Limfosit T salah satu limfosit yang berperan dalam system imun. Perkembangan timus lahir ( ada thymus ) lalu setelah pubertas akan membesar dan selanjutnya mengalami atrofi dan digantikan oleh jaringan lemak tetapi system imun nya tidak hilang begitu saja tetapi bisa diganti oleh organ yang lain.

7.PANCREA S• Lunak dan berlobus, • Berjalan miring menyilang dindingposterior abdomen pada regio epigastrium • Terletak menyilang bidang transpylorica,caput → dibawah kanan bid.transpylorica collum → pada bid.transpyloricacorpus & cauda →di atas kiri bidang transpylorica

BAGIAN-BAGIAN• Caput : cakram, pada bagian cekung duodenum, meluas ke kiri di belakangav.mesenterica superior → processus uncinatus• Collum : terletak di depan pangkal v.porta & a.mesenterica superior• Corpus : berjalan ke atas & kekiri menyilang garis tengah• Cauda : menuju Lig.lienorenalis → ke hilus limpa

BATAS-BATAS • Anterior : dari kanan ke kiricolon transversum, mesocolon transversum, bursa omentalis, gaster• Posterior : dari kanan ke kiriductus choledochus, v.porta, v.lienalis, v.cava inferior, aorta, pangkal a.mesenterica superior, m.psoas sinistra, gld.suprarenal sinistra, ren sinistra & hilus llienalis.

SALURAN KELENJAR PANCREAS 1. Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi)bersama ductus choledochus menembus posteromedial duodenum II dipertengahan→ ampula vateri 2. Ductus pancreaticus minor/acessorius(Santorini)sering tidak ada, bermuara ke duodenum II sedikit diatas muara ductus pancreaticus mayor

Sistim Endokrin terdiri atas :* Hipofisis Anterior * Hipofisis Posterior * Tiroid * Paratiroid* Kortek Adrenal

* Medula Adrenal * Pankreas* Gonad * Badan Pineal

Pulau-pulau Langerhans pancreas menghasilkan Hormon : • Insulin • Glukagon

PERDARAHAN – A. lienalis – A. pancreaticoduodenalis superior & inferiorVena-venanya senama dan bermuara ke V.porta

PEMBULUH LIMFEmelalui kelenjar limfe sepanjang arteri → nodi lymphatici coeliacus mesentericus superior

PERSARAFANN. Vagus (n.X) sifatnya simpatis & parasimpatis

HISTOLOGI SISTEM ENDOKRINSistem endokrin terdiri terutama dari kelenjar-kelenjar tanpa saluran keluar yang

sekretnya (hormone) dicurahkan langsung ke dalam sirkulasi darah atau limf. Sebagian besar kelenjar endokrin merupakan suatu organ tersendiri, contohnya hipofisis (kelenjar pituitary) dan tiroid. Akan tetapi beberapa diantaranya merupakan massa tersebar dalam suatu kelenjar eksokrin, misalnya pulau Langerhans pada pancreas, sel interstisial (leydig) pada testis dan corpora lutea pada ovarium. Organ-organ gabungan ini disebut kelenjar ganda. Hati juga merupakan kelenjar ganda, tetapi pada hati setiap sel hati menunjukkan fungsi endokrin maupun eksokrin. Hati mensekresi empedu ke dalam sistem saluran dan juga mencurahkan sekresi internal langsung ke dalam pembuluh darah.

Kelenjar endokrin merupakan suatu kelompok sel yang mempunytai susunan mikroskopik yang sangat sederhana, kelompok ini terdiri dari deretan sel (cords), lempengan atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat yang halus. Kelenjar jenis ini banyak mengandung pembuluh kapiler bertingkap atau sinusoid. Kelenjar ini mempunyai asal embriologik yang berbeda, kelompok kelenjar endokrin berasal dari ketiga lapisan embrional:

1. Hipofisis, medulla suprarenal dan badan kromafin berasal dari ectoderm2. Ovarium, testis dan korteks suprarenal berasal dari mesoderm3. Sel parenkim tiroid, paratiroid, dan pulau langerhans berasal dari endoderm

Setiap kelenjar endokrin mensekresikan satu atau lebih substansi khusus yang disebut hormone. Hormone dilepaskan dari sel kelenjar endokrin ke dalamm srikulasi darah dan limf dan kemudian didistribusikan ke cairan jaringan di seluruh tubuh. Suatu hormone mempunyai pengaruh pada suatu jaringan atau organ yang khusus, organ yang dipengaruhi disebut organ target, atau reseptor. Hanya sedikit hormone dibutuhkan untuk menghasilkan suatu pengaruh, yang biasanya berupa rangsangan atau aktivasi, kadang-kadang merupakan respons berupa

hambatan. Banyak hormone tidak memasuki sel target tetapi membentuk ikatan dengan reseptor pada membrane sel dan mengaktifkan suatu enzim, adenil siklase. Enzim membrane ini meningkatkan kosentrasi adenosine monofosfat siklikl’ cyclic Adenosine Monophosphate (cAMP) intrasel, yang berfungsi sebagai ‘penghantar kedua’ untuk memulai respons faali yang khusus dipogram untuk sel tersebut. Sel endokrin berinteraksi untuk mengatur dirinya dalam berbagai macam cara yang rumit. Tambahan pula banyak macam hormone menimbulkan pengaruh terhadap sistem saraf, dan beberapa kelenjar endokrin diatur oleh mekanisme persarafan (neural).

1. Hipofisis (kelenjar pituitary)Merupakan kelenjar endokrin yang paling rumit. Kelenjar ini terdiri dari dua jaringan yang berbeda:- Adenohipofisis

Bagian kelenjar yang berasal dari ectoderm oral, yang bermigrasi kea rah dorsal sebagai celah rathke untuk mengelilingi sebagian neurohipofisis. Dalam adenohipofisis terdiri dari:

a. Pars distalisMeliputi sekitar 75% hipofisis dan terbungkus hampir seluruhnya dalam

suatu kapsula fibrosa yang padat. Parenkimnya berbentuk korda yang saling anastomosis dan kelompok sel epithelial yang disokong oleh suatu jarring-jaring serat reticular yang di tepi melanjutkan diri/ berhubungan dengan unsure serat kapsula. Antara sel-sel parenkim terdapat kapiler sinusoid. 4

Parenkim terdiri atas 2 kategori utama sel, kromofob dan kromofil. Sel kromofil terbagi lagi menjadi asidofil dan basofil berdasarkan reaksi granula sitoplasmanya terhadap pewarnaan. Akan tetapi, pewarnaan yang dipakai untuk membedakan sel-sel ini adalah pewarna asam dan tak dapat membedakan sifat asam dan basa dari sel. Banyak pekerja telah menganut istilah yang netral (noncommittal) sel alfa untuk kedua jenis kromofil.

b. Pars intermedia

Pada manusia pars intermedia kurang berkembang baik dibandingkan dengan banyak hewan lain dan biasanya bagian ini kurang jelas bentuknya. Merupakan hanya sekitar 2% bagian hipofisis. Bagian ini terdiri dari sebuah lapisan tipis sel-sel dan vesikel-vesikel yang mengandung koloid. Letaknya dekat dengan lumen sisa, yang biasanya tertutup pada sebagian besar orang dewasa. Beberapa sel penyusunnya, berbentuk polygonal, kecil dan terwarna pucat, yang lainnya agak lebih besar dan bergranula, dan terwarna gelap dengan pewarna basa. Selnya yang basofil mempunyai inti yang letaknya eksentris, mirip kortikotrof pada pars distalis, dan seringkali menjulur sebagai korda-korda ke pars nervosa. Sel yang melapisi vesikel yang mengandung koloid seringkali bersilia, dan beberapa di antaranya bersekresi mukus.

c. Pars tuberalisMembentuk suatu lapisan terdiri atas sel sekeliling tangkai infudibulum.

Selnya, berhubungan erat dengan banyak pembuluh darah, tersusun memanjang dalam kelompok atau kprda yang pendek. Sel ini berbentuk kuboid, sitoplasmanya yang basofil lemah mengandung granula halus dan sejumlah glikogen. Vesikel kecil, yang mengandung koloid, kadang terlihat. Fungsi pars tuberalis kalaupun ada, belum diketahui.

- Neurohipofisis tuber sinereum, batang infundibulum, dan prosesus infundibularis (pars nervosa). Ketiga bagian ini mempunyai sel yang khas yang sama dan persarafan dan suplai darah yang sama dan mempunyai prinsip hormonal aktif yang sama pula. Sejumlah 100.000 serat saraf tak bermilelin, yang menyususn traktus hipotalamohipofisealis, berjalan sampai neurohipofisis. Bdan selnya terletak dalam nucleus supraoptikus dan para ventrikularis hipotalamus.

2. Kelenjar tiroid dan paratiroid- Kelenjar tiroid

-Berasal dari entoderm bagian sefalik saluran cerna, terdiri dari 2 lobus,

dihubungkan oleh isthmus dan terdiri dari ribuan folikel yang dibentuk oleh epitel selapis dan Bentuk berfariasi tergantung dari aktifitas fungsional, yaitu Folikel hipoaktif besar, penuh berisi koloid dan sel folikel gepeng atau kuboid dan Folikel aktif disusun oleh sel yang lebih tinggi (torak), koloid sedikit, lumen lebih kecil. Sedangkan lumen berisi substansi koloid. Sintesa, menyimpan dan mensekresi triiodothyronine (T3) dan thyroxine (tetraiodothyronine, T4).

Sel folikel

Memperlihatkan karakteristik sel yang mensintesa, sekresi, absorbsi, mencerna protein secara simultan

Inti bulat, didalam sitoplasma terdapat aparatus Golgi, mitokondria, lisosom, fagosom.

Pada membran sel terdapat sejumlah mikrovili

Sel parafolikular (sel C)

Diantara sel folikel ataupun dalam kelompokan sel diantara folikel Sel lebih besar dan kurang mengambil zat warna Mensekresi calcitonin

- Kelenjar paratiroid

-Terdiri dari 4 kelenjar kecil-kecil, terletak dibelakang kelenjar tiroid. Biasanya pada kapsula fibrosa yang membungkus kelenjar tiroid, serta kadang-kadang terbenam didalam kelenjar tiroid. Kelenjar paratiroid berasal dari kantong faringeal III dan IV. Kelenjar paratiroid terdiri dari:a. Chief cells

Sel prinsipal, true parenchymal cells Sel kecil poligonal, sitoplasma sedikit asidofil Terdapat granula sekretorik yang berisi hormon paratiroid (PTH)

b. Sel oksifil Jumlah lebih sedikit Sel besar, poligonal, didalam sitoplasma banyak terdapat mitokondria

asidofilik Modified chief cells

3. Glandula suprarenalis/ adrenal

Glandula supra renalis terdiri dari sepasang, terletak pada polus superior ginjal, dibungkus oleh jaringan lemak, dan terdiri atas korteks dan medulla. Korteks dan medula

merupakan 2 organ yang berbeda, baik asal, fungsi dan karakteristik morfologi. Yang kemudian menjadi satu selama perkembangan embrional. Histogenesisnya:

a. Korteks Berasal dari lapis benih mesodermal Terbagi atas 3 zona konsentris:

zona glomerulosaBerada dibawah kapsula fibrosa. Sel kecil-kecil tersusun dalam kelompokan berbentuk lingkaran. Nukleus bulat dan basofil, sedangkan sitoplasma eosinofilik. Didalam sitoplasma terdapat gumpalan basofilik dan lipid droplet. Menghasilkan mineralocorticoid (aldosteron)

zona fasikulataTerdiri dari untaian sel yang tersusun secara radier. Diantara untaian sel terdapat sinusoid yang juga tersusun radier. Sel besar, polihedral, nukleus ditengah, lebih terang. Banyak lipid droplet, terlihat seperti busa. Karena itu disebut juga spongyocytes. Mensekresi glukokortikoid dan androgen

zona retikularis Terdiri dari jaringan untaian sel yang saling berhubungan, dipisahkan oleh kapiler. Sel lebih kecil dari zona fasikulata, sitoplasma eosinofil. Nukleus pada beberapa sel relatif besar dan terang (light cells) sementara pada sel lain inti mengeriput dan berwarna gelap (dark cells). Mensekresi glukokortikoid dan androgen

b. Medula

Berasal dari neural crest, yang juga merupakan tempat asal sel ganglion simpatik. Terdiri dari untaian sel yang dipisahkan oleh kapiler dan venula. Untaian sel tersusun oleh sebaris sel torak, bagian apikal menghadap ke kapiler dan bagian basal ke venula. Medulla juga disebut sel chromaffin, mengandung granula yang berisi epinefrin dan nor epinefrin. Selain itu terdapat sel-sel ganglion simpatis, sendiri-sendiri ataupun berkelompok

2.3 Fisiologi Sistem Endokrin

Fisiologi Hormon

Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ, yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian besar hormon merupakan protein yang terdiri dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam jumlah yang sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas. 9

Hormon terikat kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara hormon dan reseptor akan mempercepat, memperlambat atau merubah fungsi sel. Pada akhirnya hormon mengendalikan fungsi dari organ secara keseluruhan:

Hormon mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan, perkembangbiakan dan ciri-ciri seksual.

Hormon mempengaruhi cara tubuh dalam menggunakan dan menyimpan energy. Hormon juga mengendalikan volume cairan dan kadar air dan garam di dalam darah.

Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang lainnya mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya, TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan hanya mempengaruhi kelenjar tiroid. Sedangkan hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi hormon ini mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-sel pulau pankreas dan mempengaruhi metabolisme gula, protein, serta lemak di seluruh tubuh. 9

HORMON UTAMA9

Hormon Yang menghasilkan

Fungsi

Aldosteron Kelenjar adrenal

Membantu mengatur keseimbangan garam dan air dengan cara menahan garam dan air serta membuang kalium

Hormon antidiuretik (vasopresin)

Kelenjar hipofisa

Menyebabkan ginjal menahan air

Bersama dengan aldosteron, membantu mengendalikan tekanan darah

Kortikosteroid Kelenjar adrenal

Memiliki efek yang luas di seluruh tubuh, terutama sebagai: Anti peradangan

Mempertahankan kadar gula darah, tekanan darah dan kekuatan otot

Membantu mengendalikan keseimbangan garam dan air

Kortikotropin Kelenjar hipofisa

Mengendalikan pembentukan dan pelepasan hormon oleh korteks adrenal

Eritropoietin Ginjal Merangsang pembentukan sel darah merahEstrogen Indung telur Mengendalikan perkembangan ciri seksual dan sistem

reproduksi wanitaGlukagon Pankreas Meningkatkan kadar gula darahHormon pertumbuhan

Kelenjar hipofisa

Mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan

Meningkatkan pembentukan protein

Insulin Pankreas Menurunkan kadar gula darah

Mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak di seluruh tubuh

LH (luteinizing hormone) FSH (follicle-stimulating hormone)

Kelenjar hipofisa

Mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan sperma dan sementum, pematangan sel telur, siklus menstruasi

Mengendalikan ciri seksual pria dan wanita (penyebaran rambut, pembentukan otot, tekstur dan ketebalan kulit, suara dan bahkan mungkin sifat kepribadian)

Oksitosin Kelenjar hipofisa

Menyebabkan kontraksi otot rahim dan saluran susu di payudara

Hormon paratiroid Kelenjar paratiroid

Mengendalikan pembentukan tulang

Mengendalikan pelepasan kalsium dan fosfat

Progesteron Indung telur Mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel telur yang telah dibuahi

Mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu

Polaktin Kelenjar hipofisa

Memulai dan mempertahankan pembentukan susu di kelenjar susu

Renin dan angiotensin

Ginjal Mengendalikan tekanan darah

Hormon tiroid Kelenjar tiroid Mengatur pertumbuhan, pematangan dan kecepatan metabolisme

TSH (tyroid-stimulating hormone)

Kelenjar hipofisa

Merangsang pembentukan dan pelepasan hormon oleh kelenjar tiroid

Pengendalian Hormon

Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat. Tubuh perlu merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon.

Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya jika mereka merasakan bahwa kadar hormon lainnya yang mereka kontrol terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Hormon hipofisa lalu masuk ke dalam aliran darah untuk merangsang aktivitas di kelenjar target. Jika kadar hormon kelenjar target dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjar hipofisa mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan mereka berhenti melepaskan hormon. Sistem umpan balik ini mengatur semua kelenjar yang berada dibawah kendali hipofisa.

Hormon tertentu yang berada dibawah kendali hipofisa memiliki fungsi yang memiliki jadwal tertentu. Misalnya, suatu siklus menstruasi wanita melibatkan peningkatan sekresi LH dan FSH oleh kelenjar hipofisa setiap bulannya. Hormon estrogen dan progesteron pada indung telur juga kadarnya mengalami turun-naik setiap bulannya.

Mekanisme pasti dari pengendalian oleh hipotalamus dan hipofisa terhadap bioritmik ini masih belum dapat dimengerti. Tetapi jelas terlihat bahwa organ memberikan respon terhadap semacam jam biologis.

Faktor-faktor lainnya juga merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa) menyebabkan kelenjar susu di payudara menghasilkan susu. Isapan bayi pada puting susu merangsang hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak prolaktin. Isapan bayi juga meningkatkan pelepasan oksitosin yang menyebabkan mengkerutnya saluran susu sehingga susu bisa dialirkan ke mulut bayi.

Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada di bawah kendali hipofisa. Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah makan karena tubuh harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula darah akan turun sampai sangat rendah. 9

2.4 Biokimia Sistem Endokrin

A. PERAN SENTRAL RESEPTOR HORMON

Reseptor Melakukan Diskriminasi Secara Tepat

Salah satu tantangan besar yang dihadapi dalam membuat system kerja komunikasi berbasis hormon dijelaskan sebagai berikut.

Penentu konsentrasi suatu hormone di sel target

a. Laju sintesis dan sekresi hormon.b. Kedekatan letak sel target dengan sumber hormon (efek pengenceran).c. Konstanta disosiasi hormon dengan protein pengangkut spesifik di plasma (bila ada).d. Perubahan bentuk inaktif atau aktif suboptimal hormon menjadi bentuk aktif penuh.e. Laju bersihan hormon dari plasma oleh jaringan lain atau melalui proses pencernaan,

metabolism, atau ekskresi.

Hormon terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah di cairan ekstrasel, umumnya dalam kisaran 10-15 sampai 10-3 mol/L. oleh sebab itu, sel target harus membedakan tidak saja antara berbagai hormone yang terdapat dalam jumlah kecil, tetapi juga antara satu hormon dan molekul-molekul serupa yang konsentrasinya 106 sampai 109 kali lebih banyak. Derajat diskriminasi yang tinggi ini dihasilkan oleh molekul-molekul pengenal yang berkaitan dengan sel yang disebut reseptor. Hormon memulai efek biologisnya dengan mengikat reseptor spesifik, dan karena setiap control yang efektif juga harus memiliki cara untuk menghentikan suatu respon, efek yang dipicu oleh hormone umumnya berhenti jika efektor terlepas dari reseptornya.

Sel target didefinisikan berdasarkan kemampuannya untuk mengikat hormone tertentu melalui reseptornya secara selektif. Agar interaksi hormon-reseptor relevan secara fisiologi, beberapa ciri biokimiawi pada interaksi ini berperan sangat penting.

1. Pengikat harus spesifik, yang dapat digeser oleh agonis atau antagonis.2. Pengikatan harus dapat menjadi jenuh3. Pengikatan harus terjadi dalam rentang konsentrasi dari respons biologis yang diharapkan.

Terdapat Domain Pengenal & Domain Penggabung Di Reseptor

Semua reseptor memiliki paling sedikit dua domain fungsional. Domain pengenal (recognition domain) mengikat ligan hormon dan regio kedua menghasilkan sinyal yang menggabungkan/ menghubungkan pengenalan hormon tersebut dengan beberapa fungsi intrasel. Penggabungan (coupling, transduksi sinyal) terjadi melalui dua cara umum. Hormon protein dan polipeptida serta katekolamin berikatan dengan reseptor yang ada di membran plasma lalu menghasilkan sinyal yang mengatur berbagai fungsi intrasel, sering dengan mengubah enzim. Sebaliknya, hormon steroid, retinoid, dan kompleks reseptor-ligan inilah yang secara langsung menghasilkan sinyal yang umumnya memengaruhi laju transkripsi gen-gen tertentu.

Domain yang berperan dalam pengenalan hormone dan pembentukan sinyal telah dikenali di reseptor hormon polipeptida protein dan katekolamin. Reseptor hormon steroid, tiroid, dan retinoid memiliki beberapa domain fungsional: satu domain mengikat hormon; yang lain menyebabkan pengaktifan (atau penekanan) transkripsi gen; dan domain keempat mungkin menentukan pengikatan ke satu atau lebih protein lain yang mempengaruhi lalu lintas reseptor di dalam sel.

Fungsi ganda pengikatan dan penggabungan ini mendefinisikan suatu reseptor, dan penggabungan pengikatan hormon dengan transduksi sinyal –sehingga disebut sebagai receptor-effector coupling (penggabungan/ penyambungan reseptor dengan efektor)- inilah yang merupakan langkah pertama dalam amplifikasi respon hormon. Peran ganda ini juga membedakan reseptor sel target dari protein pembawa di plasma yang mengikat hormon tetapi tidak menghasilkan sinyal.

Reseptor Adalah Protein

Beberapa kelas reseptor hormon peptide telah didefinisikan. Contohnya, reseptor insulin adalah suatu heterotetrameter (α2β2) yang disatukan oleh banyak ikatan disulfide tempat subunit α ekstrasel mengikat insulin dan subunit β (yang menembus membran) menyalurkan sinyal melalui tirosin protein kinase di bagian subunit yang berada di sitoplasma polipeptida ini. Reseptor untuk factor pertumbuhan mirip insulin I (IGF-I) dan faktor pertumbuhan epidermis (EGF) umumnya memiliki struktur serupa dengan reseptor insulin. Reseptor hormon pertumbuhan dan prolaktin juga menembus membran plasma sel target, tetapi tidak memiliki aktivitas protein kinase spesifik. Namun, terkaitnya ligan pada reseptor ini menyebabkan asosiasi dan aktivasi jalur protein kinase yang sama sekali berbeda, yaitu jalur Jak-Stat. Reseptor hormon polipeptida dan katekolamin yang menyalurkan sinyal dengan mengubah laju produksi cAMP melalui G-Protein, ditandai oleh adanya tujuh domain yang menembus membran plasma. Pengaktivan protein kinase dan pembentukan AMP siklik (cAMP, asam 3’5’-adenilat) adalah efek lanjutan dari reseptor kelas ini.

Studi perbandingan beberapa reseptor steroid yang berbeda-beda dengan reseptor hormon tiroid mengungkapkan adanya konservasi sekuens asam amino di region tertentu, terutama di bagian domain yang mengikat DNA. Hal ini menyadarkan kita bahwa reseptor tipe steroid atau tiroid adalah anggota dari suatu superfamili besar reseptor nukleus. Banyak anggota dari famili ini belum diketahui ligannya sampai saat ini sehingga disebut reseptor yatim (orphan receptor). Superfamili reseptor nucleus ini berperan penting dalam mengatur transkripsi gen oleh hormon.

B. KLASIFIKASI HORMON

Hormon dapat diklasifisikasikan sesuai komposisi kimia, sifat kelarutan, letak reseptor, dan jenis sinyal yang digunakan untuk menyampaikan efek hormone di dalam sel.

Hormon di kelompok pertama bersifat lipofilik. Setelah disekresikan, hormon ini berikatan dengan protein pembawa/ pengangkut di plasma, suatu proses yang mengatasi masalah kelarutan sambil memperlama waktu-paruh hormon dalam plasma. Presentase relatif hormon bentuk terikat dan bentuk bebas ditentukan oleh afinitas pengikatan dan kapasitas pengikatan protein pengangkut. Hormon bebas, yaitu bentuk yang secara biologis aktif, mudah menembus membran plasma lipofilik semua sel dan bertemu dengan reseptor di sitosol atau nukleus sel target. Kompleks ligan reseptor diaggap sebagai perantara intrasel pada kelompok ini.

Kelompok utama kedua terdiri dari hormon larut air yang berikatan dengan membran plasma sel sasaran. Hormon yang berikatan dengan permukaan sel berkomunikasi dengan proses metabolik intrasel melalui molekul perantara yang disebut second messenger (hormon itu sendiri adalah perantara pertama), yang dihasilkan sebagai konsekuensi dari interaksi ligan reseptor. Konsep second messenger berasal dari pengamatan bahwa epinefrin berikatan dengan membran plasma sel tertentu dan meningkatkan cAMP intrasel. Hal ini diikuti oleh serangkaian eksperimen bahwa

cAMP dibuktikan merantai efek sejumlah besar hormon. Sampai saat ini, hanya satu hormon, faktor natriuretik atrium (atrial natriuretic factor, ANF) yang menggunakan cGMP sebagai second messenger. Beberapa hormon yang banyak di antaranya semula diperkirakan memengaruhi cAMP, tampaknya menggunakan ion kalsium (Ca2+) atau metabolit fosfoinositida kompleks (atau keduanya) sebagai sinyal intrasel. Beberapa hormon dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kategori, dan pengelompokan ini dapat berubah dengan munculnya informasi-informasi baru.

C. KERAGAMAN SISTEM ENDOKRIN

Hormon Disintesis di Berbagai Susunan Sel

Hormon disintesis di organ-organ yang dirancang semata-mata untuk tujuan spesifik ini, misalnya tiroid (triiodotironin), adrenal (glukokortikoid serta mineralokortikoid), dan hipofisis (TSH, FSH, LH, hormone pertumbuhan, prolactin, ACTH). Sebagian organ dirancang untuk melakukan dua fungsi berbeda, tetapi berkaitan erat. Contohnya, ovarium menghasilkan oosit matang dan hormone reproduktif estradiol dan progesteron. Testis menghasilkan spermatozoa matang dan testoteron. Hormon juga diproduksi sel khusus di dalam organ lain, misalnya usus halus (peptide mirip glucagon), tiroid (kalsitonin), dan ginjal (angiotensin II) sehingga sintesis sebagian hormon memerlukan sel parenkim lebih dari satu organ, misalnya kulit, hati, dan ginjal diperlukan untuk menghasilkan 1,25 (OH)2-D3 (kalsitrol).

Hormon Secara Kimiawi Beragam

Hormone disintesis dari beraneka ragam bahan dasar kimiawi. Banyak yang berasal dari kolesterol. Hormon-hormon ini menckup glukortikoid, mineralokortikoid, estrogen, progestin, dan 1,25 (OH)2-D3. Pada sebagian kasus, hormone steroid menjadi molekul precursor bagi hormone lain. Contohnya, progesterone adalah hormon sejati, tetapi juga merupakan precursor dalam membentuk glukokortikoid, mineralokortikoid, testoteron, dan estrogen. Testoteron adalah zat antara obligatorik dalam biosintesis estradiol dan dalam pembentukan dihidrotestoteron (DHT).

Asam amino tirosin adalah titik awal pembentukan katekolamin dan hormone tiroid, yakni tetraiodotironin (tiroksin T4) dan triiodotironin (tiroksin T3). T4 dan T3 bersifat unik karena kedua hormon ini memerlukan penambahan iodium (I) untuk bioaktivitasnya. Karena iodium dalam makanan sangat sedikit di banyak belahan dunia, dikembangkanlah mekanisme rumit untuk menimbun dan mempertahankan I.

Banyak hormone yang berupa polipeptida atau glikoprotein. Hormon-hormon ini memilki ukuran bervariasi dari thyrotropin-releasing hormone (TRH), suatu tripeptida hingga polipeptida rantai tunggal, seperti hormon adrenokortikotropik (ACTH; 39 asam amino), hormon paratiroid (PTH; 84 asam amino); dan hormon pertumbuhan (GH;191 asam amino). Insulin adalah suatu heterodimer rantai AB masing-masing dari 21 dan 30 asam amino. Follicle-stimulating hormone (FSH), Luteinizing-hormone (LH), thyroid-stimulating hormone (TSH), dan gonadotropin korion (CG) adalah hormon glikoprotein dengan struktur heterodimetrik αβ. Rantai α di semua hormon ini identik, dan rantai β menentukan keunikan masing-masing. Hormone-hormon ini memiliki massa molecular dan kisaran 25-30 kDa bergantung pada derajat glikosilasi dan panjang rantai β.

D. BANYAK HORMON DIBUAT DARI KOLESTEROL

Streroidogenesis Adrenal

Hormon steroid adrenal disintesis dari kolesterol. Kolesterol sebagian besar berasal dari plasma, tetapi sebagian kecil disintesis in situ dari asetil-KoA melalui mevalonat dan skualen. Banyak dari kolesterol di adrenal mengalami estertifikasi dan disimpan dalam butiran lipid di sitoplasma. Jika adrenal mendapat rangsangan dari ACTH, terjadi pengaktifan esterase, dan kolesterol bebas yang terbentuk diangkut ke dalam mitokondria, tempat enzim pemutus rantai samping sitokrom P450 (P450scc) mengubah kolesterol menjadi pregnolon. Pemutusan rantai samping melibatkan serangkaian hidroksilasi, mulai-mula di C22 dan kemudian di C20, dan diikuti oleh pemutusan rantai samping (pengeluaran fragmen enam karbon). Untuk memindahkan kolesterol ke P450scc di membran dalam mitokondria diperlukan protein regulatorik akut steroidogenik (steroidogenic acute regulatory protein StAR) yang dependen ACTH.

Semua hormon steroid mamalia dibentuk oleh kolesterol via pregnenolon melalui serangkaian reaksi yang terjadi di mitokondria atau retikulum endoplasma sel pembentuk. Reaksi tersebut membutuhkan hidroksilase yang memerlukan oksigen molekular dan NADPH, sedangkan reaksi dehydrogenase, isomerase, dan liase juga dibutuhkan untuk tahap-tahap tertentu. Dalam steroidogenesis adrenal terdapat spesifitas sel. Contohnya, 18-hidroksilase dan 19-hidroksisteroid dehodrogenase yang diperlukan untuk sintesis aldosterone, ditemukan hanya di sel-sel zona glomerulosa (bagian luar korteks adrenal), sehingga biosintesis mineralokortikoid ini terbatas di bagian ini.

Sintesis Mineralokortikoid

Pembentukan aldosteron mengikuti jalur mineralkortikoid dan terjadi di zona glomerulosa. Pregnenolon diubah menjadi progesterone oleh kerja dua enzim reticulum endoplasma halus, 3β-hidroksisteroid dehydrogenase (3β-OHSD) dan Δ5,4-isomerase. Progesteron mengalami hidroksilasi di posisi C21 untuk membentuk 11-deoksikortikosteron (DOHC), yaitu suatu mineralokortikoid (perensi Na+) aktif. Hidroksilasi selanjutnya, di C11, menghasilkan kortikosteron yang memiliki aktivitas glukokortikoid dan merupakan mineralokortikoid lemah (memiliki kurang dari 5% potensi aldosteron). Pada beberapa spesies (missal hewan pengerat), senyawa ini adalah glukokortikoid dapat beraktivitas diperlukan hidroksilasi C21, tetapi kebanyakan steroid dengan gugus hidroksil C17 lebih banyak memiliki aktivitas gukokortikoid dan lebih sedikit aktivitas mineralokortikoid. Di zona glomerulosa yang tidak memiliki enzim retikulum endoplasma halus 17α-hidroksilase, terdapat suatu enzim mitokondria 18-hidroksilase. 18-Hidroksilase (aldosterone sintase) bekerja pada kortikosteron untuk membentuk 18-hidroksikortikosteron yang diubah menjadi aldosterone melalui konversi 18-alkohol menjadi aldehida. Distribusi enzim yang unik ini dan regulasi khusus zona glomerulasa oleh K+ dan angiotensin II mendorong beberapa peneliti berpendapat bahwa, selain adrenal terdiri atas dua kelenjar, korteks adrenal sebenarnya adalah dua organ yang terpisah

Hormon Terbentuk Dari Prekursor Peptida

Pembentukan jembatan disulfida dalam insulin mengharuskan hormon ini disintesis mula-mula sebagai bagian dari sebuah molekul precursor besar, yaitu proinsulin. Hal ini secara konseptual serupa dengan contoh pada hormon tiroid yang hanya dapat dibentuk dalam konteks molekul yang lebih besar. Beberapa hormon lain disintesis sebagai bagian dari molekul precursor besar, bukan karena kebutuhan struktural khusus, tetapi lebih sebagai mekanisme untuk mengontrol

jumlah hormon aktif yang tersedia. PTH dan angiotensin II adalah contoh dari regulasi jenis ini. Contoh menarik lain adalah protein POMC yang dapat diproses menjadi berbagai hormon dengan cara yang spesifik di setiap jaringan.

Insulin

Insulin memiliki suatu struktur heterodimer AB dengan satu jembatan disulfide dalam rantai (intrhain) (A6-A11) dan dua jembatan disulfide antar rantai (A7-B7 dan A20-B19). Rantai A dan B disintesis di laboratorium, tetapi upaya-upaya untuk menyintesis secara biokimiawi molekul insulin yang matur kurang memberi hasil. Penyebab hal ini menjadi jelas ketika diketahui bahwa insulin disintesis sebagai suatu praprohormon (berat molekul sekitar 11.500), yaitu protipe untuk peptida yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar.

Sekuens pra- atau leader yang hidrofobik dan terdiri dari 23 asam amino mengarahkan molekul ke dalam sisterna retikulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan BM 9.000, yang membentuk konformasi yang dibutuhkan untuk membuat jembatan disulfide yang sesuai dengan efisien.

Angiotensin II

Sistem renin-angiotensin berperan dalam mengatur tekanan darah dan metabolism elektrolit (melalui pembentukan aldosteron). Hormon primer yang terlibat dalam proses ini adalah angiotensin II, suatu oktapeptida yang dibentuk dari angiotensinogen. Angiotensinogen, sebuah α2-globulin besar yang dibuat di hati, adalah subrat renin, yakni suatu enzim yang dihasilkan di sel jukstaglomerulus arteriol aferen ginjal. Posisi sel jukstaglomerulus menyebabkan sel-sel ini sangat peka terhadap perubahan tekanan darah dan banyak regulator faal pelepasan renin yang bekerja melalui baroreseptor ginjal. Sel jukstaglomelurus juga peka terhadap konsentrasi Na+ dan Cl- di cairan tubulus ginjal; jadi, setiap kombinasi faktor yang menurunkan volume cairan (dehidrasi, penurunan tekanan darah, kehilangan cairan atau darah) atau mengurangi konsentrasi NaCl akan merangsang pelepasan renin. Saraf simpatis ginjal yang berakhir di sel jukstaglomerulus memperantai efek postural dan susunan saraf pusat pada pelepasan renin tanpa bergantung pada efek baroreseptor dan garam, yakni suatu mekanisme yang melibatkan reseptor β-adrenergik. Renin bekerja pada substrat angiotensinogen untuk menghasilkan dekapeptida angiotensin I.

Angiotensin-converting enzyme (ACE, enzim pengubah angiotensin), suatu glikoprotein yang ditemukan di paru, sel endotel, dan plasma, mengeluarkan dua asam amino terminal karboksil dari dekapeptida angiotensin I untuk membentuk angiotensin II dalam suatu langkah yang dianggap tidak menentukan laju biosintesis. Berbagai analog nonapetida dari angiotensin I dan senyawa lain bekerja sebagai inhibitor kompetitif ACE dan digunakan untuk mengobati hipetensi yang `dependen renin. Berbagai analog ini dinamai inhibitor angiotensin converting enzyme (inhibitor ACE). Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan menyebabkan vasokonstriksi arteriol dan merupakan suatu zat vasoaktif yang sangat poten. Senyawa ini menghambat pelepasan renin dari sel jukstaglomerulus dan merupakan perangsang kuat pembentukan aldosteron. Hal ini menyebabkan retensi Na+, ekspansi volume, dan peningkatan tekanan darah. 10

Pada sebagian spesies, angiotensin II diubah menjadi heptapeptida angiotensin III, yakni suatu stimulator produksi aldosterone yang sama potennya. Pada manusia, kadar angiotensin II plasma empat kali lebih besar dibandingkan dengan kadar angiotensin III sehingga sebagian besar efek ditimbulkan oleh oktapeptida angiotensin II. Angiotensin II dan III cepat diaktifkan oleh angiotensinase.

Angiotensin II berikatan dengan reseptor spesifik di sel glomerulus korteks adrenal. Interaksi hormone-hormon reseptor tidak mengaktifkan adenilil siklase dan cAMP tampaknya tidak memerantarai kerja hormon ini. Kerja angiotensin II, yaitu merangsang perubahan kolesterol menjadi pregnenolon dan perubahan kortikosteron menjadi 18-hidroksikortikosteron serta aldosterone, dapat melibatkan perubahan-perubahan konsentrasi kalsium intrasel dan metabolit fosfolipid.

Biokimia Pada Diabetes Melitus

a. Etiologi Defisiensi insulin Reseptor insulin pada membran sel tidak berfungsi

b. Homeostasis Hiperglikemia

• Glukosa darah meningkat Hiperglikemia Glikosuria

• Glukosa sel menurun Glikolisis menurun Energi dalam bentuk ATP berkurang Oksidasi lemak meningkat Asetil KoA meningkat, sebagian asetil KoA diubah menjadi benda-benda keton

• Benda-benda keton darah meningkat Ketonemia

• Benda-benda keton di urin meningkat Keton uria = Ketosis

• Asidosis Ketoasidosis Diabetik

1.1 Gambar Glikolisis Anaerobik

1.2. Gamabar Ketogenesis

1.3. Gambar Cara Kerja Hormon

2.5. Patomekanisme gejala pada skenario.

Pada skenario disebutkan gejala-gejala pada pasien tersebut adalah keluhan dengan sering kencing (polyuria), sering lapar (polifagia), sering haus (polydipsia) dan terjadi penurunan berat badan.

Sebelum mengetahui Patomekanisme dari gejala –gejala tersebut maka kita harus tau terlebih dahulu fungsi dari hormone insulin karena hormon insulin berkaitan erat dengan penyakit pada scenario akan dibahas.

Insulin menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam aminodarah serta mendorong penyimpanannya.

Insulin memiliki efek penting pada metabolism karbohidrat, lemak, dan protein. Hormone ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino darah serta mendorong penyimpanan bahan bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrien ini masuk ke darah selama keadaan absorptive, insulin mendorong penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing menjadi glikogen, trigliserida, dan protein. Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan mempengaruhi transport nutriendarah spesifik masuk ke dalam sel atau mengubah aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam jalur-jalur metabolik tertentu.

Efek pada karbohidrat

Memelihara homesotastis glukosa darah merupakan salah satu fungsi penting pancreas. Konsentrasi glukosa dalam darah ditentukan oleh keseimbangan antara proses-proses.

Penyerapan glukosa dari saluran cerna, pemindahan glukosa ke dalam sel, produksi glukosa oleh hati, dan (secara abnormal) ekskresi glukosa di urin.

Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan mendorong penyimpanan karbohidrat :

1. Insulin mempermudah transport glukosa ke dalam sebagian besar el. (mekanisme peningkatan penyerapan glukosa ini dijelaskan setelah efek lain insulin dalam menurunkan glukosa darah dicantumkan).

2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, di otot rangka dan hati.

3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi menjadi glukosa. Dengan menghambat penguraian glikogen menjadi glukosa maka insulin cenderung menyebabkan penyimpanan karbohidrat dan mengurangi pengeluaran glukosa oleh hati.

4. Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat gluconeogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insuin melakukannya dengan mengurangi jumlah asam amino didarah yang tersedia bagi hati untuk gluconeogenesis dan dengan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam amino menjadi glukosa.

Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan mendorong penyerapan glukosa oleh sel darah untuk digunakan dan disimpan dan secara bersamaan menghambat dua mekanisme pembebasan glukosa oleh hati ke dalam darag (glikogenolisis dan gluconeogenesis). Insulin adalah satu-satunya hormin yang mampu menurunkan kadar glukosa darah.

Insulin juga memiliki efek penting pada lemak dan protein

Efek pada Lemak

Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan asam lemak darah dan mendorong penyimpanan trigliserida :

1. Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan lemak.2. Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalm sel jaringan lemak melalui rekrutment

GLUT-4. Glukosa berfungsi sebagai prekusor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida (sintesis lemak atau lipogensis)

3. Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia yang akhirnya menggunakan turunan asam lemak dan glukosa untuk sistesis trigliserida.

4. Insulin menghambat lipolysis (penguraian lemak), mengurangi pembebasan asam lemak dari jaringan lemak ke dalam darah.

Secara kolektif, efek-efek ini cenderung mengeluarkan asam lemak dan glukosa dari darah dan mendorong penyimpanan keduanya sebagai trigliserida.

Efek pada protein

Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein melalui beberapa efek :

1. Insulin mendorong transport aktif asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain. efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menyediakan bahan-bahan untuk membentuk protein didalam sel.

2. Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam amino menjadi protein oleh perangkat pembentuk protein yang ada di sel.

3. Insulin menghambat penguraian protein.

Hasil keseluruhan dari efek-efek ini adalah efek anabolic protein. Karena itu insulin esensial bagi pertumbuhan normal.

Setelah mengetahui fungsi dari kerja insulin, pada scenario gejala-gejala tersebut mengarah pada gejala Diabetes Mellitus. Gejala-gejala akut diabtes mellitus disebabkan oleh kurang adekuatnya kerja insulin. Karena insulin adalah satu-satunya hormone yang mampu menurunkan kadar glukosa darah maka salah satu gambaran menonjol pada DM adalah peningkatan kadar glukosa darah, atau hiperglikemia.

Konsekuensi diabetes mellitus dapat dikelompokkan sesuai efek kurangnya kerja insulin pada metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang nanti akan berkaitan dengan gejala gejala pada scenario.

1. Hiperglikemik adalah adalah tanda utama diabetes mellitus terjadi karena berkurangnya penyerapan glukosa oleh sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Karena proses-proses glikogenolisis dan gluconeogenesis yang menghasilkan glukosa berlangsung tanpa kendali karena tidak adanya insulin maka pengeluaran glukosa

meningkat. Karena banyak sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin maka terjadi kelebihan glukosa intrasel bersamaan dengan defisiensi glukosa intrasel yang ironis.

2. Ketika glukosa darah meningkat ke kadar dimana jumlah glukosa yang tersaring melebihi kemampuan sel tubulus melakukan reabsorpsi maka glukosa muncul di urin (glukosuria)

3. Glukosuria di urin menimbulkan efek osmotic yang menarik H2O bersamanya, menyebabkan diuresis osmotic yang ditandai oleh polyuria (sering berkemih)

4. Besarnya cairan yang keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi 5. Yang selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena berkurangnya

volume darah secara mencolok. 6. Kegagalan sirkulasi ini jika tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian karena

berkurangnya aliran darah ke otak 7. Gagal ginjal sekunder akibat kurangnya tekanan filtrasi 8. Lebih lanjut, sel-sel kehilangan air sewaktu tubuh mengalami dehidrasi akibat pergeseran

osmotic air dari sel kedalam cairan ekstrasel yang hipertonik9. Sel-sel otak sangat peka terhadap penciutan sehingga dapat terjadi malfungsi system saraf10. gejala khas lain pada DM adalah polidpsia (rasa haus yang berlebihan) yang sebenernya

adalah mekanisme kompensasi untuk melawan dehidrasi. 11. pada defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan meningkat sehingga terjadi polifagia

(asupan makanan yang berlebihan) namun, meskipun asupan makanan bertambah terjadi penurunan berat akibat efek defisiensi insulin pada metabolism lemak dan protein.

Konsekuensi yang berkaitan dengan efek pada metabolism lemak

12. Sintesis trigliserida berkurang sementara lipolysis meningkat menyebabkan mobilisasi besar-besaran asam-asam lemak dari simpanan trigliserida

13. peningkatan asam lemak darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energy alternative. Peningkatan pemakaian asam lemak oleh hati menyebabkan pelepasan badan-badan keton secara berlebihan kedalam darah, menyebabkan ketosis

14. badan-badan keton mencakup beberapa jenis asam, misalnya asam asetoasetat, yang terbentuk karena penguraian lemak secara tidak sempurna sewaktu produksi energy oleh hati. Karena itu, ketosis yang terjadi ini menyebabkan asidosis metabolik progresif.

15. asidosis menekan otak dan jika cukup parah dapat menyebabkan koma diabetes dan kematian

16. tindakan kompensatorik untuk asidosis metabolik adalah meningkatakan ventilasi untuk mengeluarkan lebih banyak CO2 pembentuk asam.

Konsekuensi yang berkaitan dengan efek pada metabolism protein

17. Efek kurangnya insulin pada metabolism protein adalah pergeseran netto menuju katabolisme protein. penguraian protein-protein oto yang menyebabkan otot rangka lisut dan lemah,yang menyebabkan penurunan berat badan dan pada anak yang mengidap diabetes, penurunan pertumbuhan secara keseluruhan.

18. Berkurangnya pengambilan asam amino disertai meningkatnya penguraian protein menyebabkan jumlah asam amino dalam darah berlebih.

19. peningkatan asam amino darah ini dapat digunakan untuk gluconeogenesis sehingga hiperglikemika menjadi bertambah parah

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit rumit yang dapat menganggu metabolism karbohidrat, lemak, dan protein serta keseimbangan cairan dan asam basa. Penyakit ini juga dampak berdampak pada system pernapasan, ginjal, system sirkulasi dan system saraf. 9

2.6. Hubungan dari penurunan berat badan dengan gejala yang ada pada skenario.

Ya, ada hubungan nya yaitu gejala dari pada scenario tersebut masuk kedalam salah satu efek dari defisiensi insulin. Defisiensi insulin itu sendiri yang terdiri dari peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati, penurunan penyerapan glukosa oleh sel, penurunan sintesis trigliserida, peningkatan lipolysis, penurunan penyerapan asam amino oleh sel serta peningkatan pengurangan protein. Peningkatan pengurangan protein lah yang menyebabkan penciutan pada otot (lemah dan lisut) maka dari itu terjadilah penurunan berat badan. Kenapa terjadinya peningkatan pengurangan protein ? karena adanya pergeseran jumlah menuju katabolisme protein. Yang kita ketahui bahwa fungsi insulin berguna untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah.9

2.7. Hubungan gejala dengan jenis kelamin dan usia pada skenario.

Jenis kelaminMungkin tidak ada hubungan pada scenario. Kecuali pada scenario disebutkan bahwa pasien ada riwayat penyakit hipertiroid. Seperti kita ketahui bahwa penyakit hipertiroid lebih sering terjadi pada wanita25

UsiaSecara garis besar, individu yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita penyakit Diabetes Mellitus antara lain25 : 1. kelompok usia tua (>40 tahun)

2. kegemukan3. tekanan darah tinggi4. riwayat keluarga DM5. riwayat lahir dengan berat badan >4000gr6. riwayat DM pada kehamilan7. dislipidemia8. radang pancreas

2.8 Kisaran normal pada pemeriksaan penunjang di sistem endokrin.

Pemeriksaan endokrin :

1. Pemeriksaan glukosa18

Tes Sample Bukan DM(mg/dl)

Belum pasti DM(mg/dl)

DM (mg/dl)

GDS Plasma vena <100 110-199 ≥ 200Darah kapiler <90 90-199 ≥200

GDP Plasma vena <100 110-125 ≥126Darah kapiler <90 90-109 ≥110

GD2PP Darah vena <140 140-200 >200Darah kapiler <120 120-200 >200

a. Tes Toleransi Glukosa Oral

Kriteria GDP (mg/dl) 2 jam TTGO (mg/dl)GDPT ≥110 serta <126 <140TGT <126 ≥140 serta >200DM ≥126 ≥200

b. Tes HbA1c

Kriteria pengendalian Kriteria A1c (%)Baik <6,5

Sedang 6,5-8Buruk >8

2. Tes urin (Mikroalbuminuria), Nilai rujukan : <20 mg/L (, 0,02 g/L) atau ≤30 mg/24 jam (≤0,03 g/24 jam)

3. Tes tiroid-stimulating hormonea. Tes T4

Nilai rujukan : - Dewasa : 50-113 ng/L (4,5 mg/dl)- Anak-anak : diatas 15,0 mg/dl- Usia lanju : menurun sesuai penurunan kadar protein plasma- Wanita hamil, pemeberian kontrasepsi oral : 16,5 mg/dl

b. Tes T3 Nilai rujukan :- Dewasa : 0,8-2,0 ng/ml (60-118 ng/dl)- Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral, infant dan anak-anak : meningkat

c. Tes FT4 (Free Thyroxin), nilai rujukan : 10-27 pmol/Ld. Tes FT3 (Free Triiodotironin), nilai rujukan : 4,4-9,3 pmol/Le. Tes TSH (Tiroid Stimulating Hormone), nilai rujukan : 0,4-5,5 mIU/lf. Tes TSHs (TSH 3rd Generation), nilai rujukan : 0,4-5,5 mIU/l

2.9 ALUR DIAGNOSIS DIABETES MELITUS1. Anamnesis1 :

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia(PERKENI) membagi alur diagnosis DM menjadi 2 bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM.1Gejala khas dari DM terdiri dari:

Polidipsia Poliuria Polifagia Berat badan turun tanpa sebab yang jelas

1Gejala tidak khas DM diantaranya: Lemas Kesemutan Luka yang sulit sembuh Gatal Mata kabur Disfungsi ereksi(pria) Pruritus vulva(wanita)

Maka perlu ditanyakan :a. Keluhan utama : sering kencing sejak 1 minggu yang lalub. Keluhan tambahan :

- Apakah sering merasa lapar?- Apakah sering merasa haus?- Apakah pengihatan kabur ?- Apakah tangan dan kaki merasa seperti menggunakan stocking (ba’al)?- Apakah buang air besar lancar?- Apakah pernah trauma dibagian perut?- Adakah rasa gatal pada lipatan paha?- Apakah pernah mengalami luka yang sulit sembuh ?- Berat badan bagaimana ? mengalami penurun atau tidak ? jika iya, apakah

sedang mengkonsumsi obat pelangsing?- Pria : Bagaimana hubungan dengan istri? Masihkan harmonis? (Disfungsi

ereksi)- Wanita : Bagaimana mentruasinya? Pernahkah melahirkan sebelumnya?

Jika pernah berapa BB anak? Dan pernahkan abortus (keguguran)? Apakah sering mengalami keputihan?

c. Riwayat penyakit dahulu- Pernahkah menderita penyakit diabetes melitus?- Pernahkah trauma bagian perut?- Pernahkah melakukan operasi bagian perut?

d. Riwayat penyakit keluarga- Apakah dikeluarga ada yang menderita dengan gejala yang sama?

- Apakah ada riwayat penyakit keturunan ; seperti Diabetes Melitus, Hipertensi?

- Apakah dikeluarga ada yang berbadan gemuk (obesitas)?e. Riwayat psikososial

- Bagaimana pola makan dan minum?- Apakah perokok?- Apakah peminum kopi?- Apakah peminum alkohol?- Bagaimana aktifitas kesehariannya??- Apakah sering berolah raga?- Apakah mempunyai alergi?

f. Riwayat pengobatan- Apakah sudah pernah pergi ke dokter?- Apakah pernah diobati? obat warung- Apakah pernah pengguna obat-obatan kortikosteroid (asam mefenamat,

methil prednisolon, dll)?

2. 1Pemeriksaan FisikDiabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh tubuh. Maka dalam pemeriksaan fisik harus dialkukan pemeriksaan secara lengkap.

3. 1,2Pemeriksaan PenunjangDiagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegkkan hanya aatas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena tetapi bisa juga kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria disgnosis yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.

Ada perbedaan antara uji diagnosik DM dan pemeriksaan penyaring .Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala /tanda DM, sedangkan pemeriksaan poenyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Jika hasil uji penyaring positif dan dilanjutkan uji diagnostik, untuk memastikan diagnosis definitif.

Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut:

1. Usia > 45 tahun2. Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2.3. Kebiasaan tidak aktif 4. Hipertensi (> 140/90 mmHg)5. Riwayat DM dalam keluarga6. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram7. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau TG ≥ 250 mg/dl8. Menderita polycyctic ovarial syndrome(PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait

dengan resistensi insulin9. Ada riwayat toleransi glukosa yang terganggu(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu

(GDPT) sebelumnya10. Memeiliki riwayat penyakit kardiovaskuler.

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahap sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkindan penegahan primer dan skunder dapat segera diterapkan.

Pemeriksaan penyaring dapat dialakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM.

Bukan DM Belum pasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)

Plasma Vena < 110 110-199 ≥200

Plasma Kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)

Plasma Vena < 110 110-125 ≥126

Plasma Kapiler < 90 90-109 ≥110

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus dan gangguan tolerannsi glukosa

Cara pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral): Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa. Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari). Glukosa darah puasa diperiksa. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan

dalam air 250 ml, dan diminum dalam waktu 5 menit. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai. Diperiksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa. Selama pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan Toleransi Glukosa1,2

Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali aja cukup untuk menegakan diagnosis

Apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan glukosa darah abnormal

Kriteria diagnosis DM1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl

(Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir)

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (puasa sedikitnya 8 jam)

(Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 ajam)3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl

(mengunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa yang dilarutkan didalam air)

2.10. DD 1 : DIABETES MELITUS

Definisi

Diabetes Melitus adalah kumpulan gejala-gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatarbelakangi oleh resistensi insulin (Penatalaksanaan DM Terpadu FKUI)19

Diabetes Melitus adalah suatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas namun secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana terdapat defisiensi insulin dan gangguan fungsi insulin (WHO)16

Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin atau kerja insulin (ADA, American Diabetic Association)19

Etiologi & Patogenesis 19

Diabetes Melitus Tipe I adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap pengerusakkan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.

Pemicunya diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibodi terhadap sel-sel beta yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Pada DM yang berat, biasanya sel-sel beta telah dirusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolic yang berkaitan dengan defisiensi insulin.

Pemicu yang menentukan proses autoimun yang peka secara genetic dapat berupa infeksi virus coxsackai B4, Rubella, CMV, Herpes dan virus lain hingga timbul peradangan pada sel beta (Insulitis) yang akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta. Yang diserang pada insulitis hanya sel beta, biasanya sel alfa dan sel delta tetap utuh.

Patofisiologi 19

Hiperglikemia, tanda utama DM, terjadi akibat penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel disertai peningkatan glukosa oleh hati. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisisensi glukosa intrasel.

Kadar glukosa darah meningkat pada saat jumlah glukosa yang di filtrasi melebihi kapasitas sel-sel melakukan rearbsorpsi, sehingga glukosa akan timbul dalam urin. Glukosa akan

mengikat air sehingga ginjal akan membuang air lebih banyak untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa tersebut. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita menjadi lebih sering berkemih dengan air kemih yang lebih banyak (poliuri). Akibat poliuri penderita akan merasa haus yang berlebihan sehingga akan lebih banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori akan hilang di dalam air kemih, sehingga penderita akan mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali akan merasa sangat lapar sehingga menjadi lebih banyak makan (polifagi).

Prevalensi & Epidemiologi 19

Meningkatnya prevalensi DM di beberapa Negara berkembang diakibatkan peningkatan kemakmuran di Negara tersebut. Di Indonesia sendiri, penyandang DM Tipe 1 sangat jarang. Demikian pula di Negara tropis lain. Semakin jauh letaknya dengan garis Khatulistiwa , makin tinggi prevalensi DM Tipe 1 nya. Ini bisa dilihat bahwa di Eropa prevalensi DM Tipe 1 lenih tinggi. Seperti di Eropa Utara di Skandinavia yang merupakan insiden tertinggi di dunia. Faktor genetik juga ikut mendukung terjadinya DM. Di Indonesia mungkin juga karena diagnosis DM Tipe 1 yang terlambat, hingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum didiagnosis.

Hasil penelitian epidemiologi Diabetes di Indonesia, pada tahun 1982 prevalensi DM di Jakarta hanya 1,7% dan pada tahun 1993 meningkat jadi 5,7%. Pada tahun 2001 di Depok, dan Jakarta Selatan menjadi 12,8%. Sedangkan di Ujung Pandang, pada tahun 1981 hanya 1,5% lalu pada 1998 meningkat jadi 3,5% dan terakhir pada 2005 sebesar 12,5%.

Klasifikasi 19

DIABETES MELITUS

DM Tipe 1 Destruksi Sel Beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin secara absolut

Autoimun Idiopati Pengobatan harus dengan insulin Onset akut Biasanya menyerang usia muda Biasanya penderita berbadan kurus Riwayat keluarga diabetes 10%

DM Tipe 2 Bervariasi. Dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin secara relaitf sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.

Pengobatan tidak harus dengan insulin Onset lambat Gemuk atau tidak gemuk Biasanya usia >45 tahun Riwayat keluarga diabetes 30%

DM Gestasional Terjadi selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua

kehamilan. Faktor resiko : usia ibu tua, obesitas, herediter, riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormone yang berefek metabolik terhadap toleransi glukosa. Pada kriteria diagnosis biokimia diabetes gestasional terjadi apabila 2 atau lebih dari nilai berikut dilampaui sesudah pemberian glukosa 75gr glukosa oral :Puasa 105 mg/dl, 1 jam 190 mg/dl, 2 jam 165 mg/dl, 3 jam 145 ,g/dl.Karena penderita beresiko tingggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai frekuensi kematian janin viable yang lebih tinggi. Kebanyakan wanita hamil harus menjalani pencegahan diabetes selama usia kehamilan 24-28 minggu.

Tipe Lain Defek genetik Sel Beta Defek genetik kerja insulin → sindroma resistensi

insulin berat Peny. Eksokrin pada pankreas → pankreatitis kronik Infeksi Obat-obat yang bersifat toksik bagi sel Beta

Manifestasi Klinis 19

Poliuria Polidipsi Polifagi Letih, Lesu, Lemah badan BB turun Parastesi Pruritus

Kriteria Diagnosis DM 19

Diagnosis DM akan dipikirkan apabila muncul gejala-gejala DM berupa poliuria, polidipsi, polifagia, BB turun tanpa sebab. Keluhan lain yang mungkin ditrmukan seperti badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pia serta pruritus vulvae pada wanita.

1. Pemeriksaan Darah

Jika keluhan khas, lalu Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu ≥ 200 mg/dl maka cukup untuk menegakkan diagnosis DM

Hasil Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa ≥ 126 mg/dl dapat digunakan untuk patokan diagnosis DM

Hasil Tes Toleransi Glukosa Oral 2 jam, didapatkan glukosa darah ≥ 200 mg/dl

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru 1 kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan 1 kali lagi angka abnormal, baik kadar Glukosa Darah Puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar Glukosa Darah Sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain.

2. Pemeriksaan Urine

P e m e r i k s a a n   d i d a p a t k a n   a d a n y a   g l u k o s a   d a l a m  u r i n . P e meriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :hijau ( + ),kuning ( ++ ), merah ( +++), dan merah bata ( ++++ ).

Tatalaksana 19

Medikamentosa 1. Pemicu Sekresi Insulin :

SULFONILUREA : Meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Merupakan pilihan kedua setelah Metfomin untuk pasien diabetes dewasa baru tanpa menghiraukan BB. Sebaiknya tidak diberikan pada pasien penyakit ginjal, hati, dan tiroid. Yang termasuk golongan obat ini :

i. Khlorpropamid : Seluruhnya di ekskresikan melalui ginjal jadi tidak dipakai pada pasien gangguin faal ginjal. Lama kerja > 24 jam. Diberikan dosis tunggal. Tidak dianjurkan bagi pasian geriatric.

ii. Glibenklamid : Punya efek hipoglikemik potensial jadi pasien perlu melakukan jadwal makan yang ketat.

iii. Glikasid : Punya efek hipoglikemik sedang jadi tidak begitu sering menyebabkan hipoglikemia. Dapat diberikan pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal yang ringan.

iv. Glikuidon :Punya efek hipoglikemik sedang dan jarang menyebabkan hipoglikemia. Hamper seutuhnya di ekskresikan melalui empedu dan usus. Dapat diberikan ke pasien gangguan fungsi hati dan ginjal yang lebih berat.

v. Glipsid : Punya efek lebih lama dari Glibenklamid tetapi lebih pendek dari Khlorpropamid dan menekan produksi glukosa hati

vi. Glimepirid : Waktu mulai kerjanya cepat dan lama kerja yang panjang dengan memberikan dosis tunggal atau 2 kali/hari. Mensekresi insulin bila terdapat asupan makanan sehingga lebih jarang berdampak hipoglikemia. Dapat diberikan pada pasien usia lanjut, gangguan ginjal atau beraktifitas berat. Lebih jarang menimbulkan efek hipoglikemia dibandingkan Glibenklamid pada awal pengobatan.

GLINID : Obat generasi baru dengan cara kerja sama dengan Sulfonilurea yaitu meningkatkan sekresi insulin.

i. Repaglinid : Derivat asam benzoate. Punya efek hipoglikemik ringan – sedang. Di absorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan di ekskresikan cepat melalui hati. Efek sampingnya keluhan gastrointestinal.

ii. Nateglinid : Derivat fenilalanin. Cara kerja hampir mirip dengan Repaglinid. Di absorpsi cepat setelah pemberian oran dan di ekskresikan melalui urine. Efek sampingnya keluhan infeksi saluran napas atas.

2. Penambah Sensitivitas terhadap Insulin BIGUANID : Tidak merangsang sekresi insulin. Terutama bekerja di hati

dengan mengurangi ekskresi glukosa hati dan menurunkan kadar glukosa darah sampai normal. Tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Banyak dipakai sebagai terapi awal diabetes.

Metformin : o Menurunkan glukosa darah dengan memperbaiki transport

glukosa ke dalam sel otot yang dirangsang insulin, mengambil glukosa 10-40%.

o Kadang dapat menurunkan BB. Menurunkan kadar glukosa puasaa 60 mg/dl, hampir sama efektif seperti Sulfonilurea.

o Efek sampingnya nausea, muntah-muntah, kadang diare. Lebih baik diberikan pada pasien gemuk sebab tidak merangssang insulin jadi tidak punya efek anabolic.

o Penggunaan harus dihentikan sementara selama 48 jam bila akan dilakukan pemeriksaan radiologi menggunakan kontras intravena. Obat bisa digunakan lagi bila keadaan sudah stabil dan dibolehkan makan dan pemeriksaan fungsi ginjal baik

o Sebaiknya diberikan bersamaan makanan terutama saat makan malam.

o Dosis optimal 2000 mg/hari dan tidak memberikan hasil lebih baik dengan dosis lebih tinggi.

THIAZOLIDINDION / GLITAZON : memperbaikin sensitifitas terhadap insulin dengan memperbaiki glukosa ke dalam sel.

i. Pioglitazon (Actoz) : menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah transport glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer

ii. Rosiglitazon (Avandia) : o Cara kerja mirip Pioglitazon. Di ekskresikan lewat urin dan

feses.o Punya efek hipoglikemik cukup baik jika dikombinasikan

dengan Metformino Kontraindikasi pada pasien gagal jantung karena dapat

memperparah edema dan pada gangguan faal hati.

Kedua obat ini dapat menyebabkan pertambahan BB dan edema tungkai terutama pada dosis besar bila digunakan bersama insulin.

3. Insulin Pemberian insulin secara konvensional 3 kali/hari dengan memakai insulin kerja

cepat. Insulin keja menengah diberikan 2 kali/hari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat sesuai dengan respon kadar glukosa darahnya. Umumnya pasien diberikan campuran insulin kerja cepat dan menengah 2 kali/hari.

Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur dengan Sulfonilurea memberikan hasil lebih baik daripada insulin saja. Keuntungannya pasien tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu lebih besar.

NON-Medikamentosa Terapi gizi : ditetapkan perencanaan makan berdasarkan asupan makan sehari-

hari untuk mengintegrasikan terapi insulin dengan pola makan dan latihan jasmani. Pasien juga harus memantau kadar glukosa daeah sesuai dengan dosis insulin dan jumlah makanan yang biasa dimakan.

Menurunkan BB khususnya pada DM Tipe 2 Olahraga. Pada pasien DM Tipe 1 derajat pengaturan kadar gluksoa darah akibat

olahraga sangat bervariasi dan bersifat individual. Meskipun efek olahraga tidak besar mempengaruhi control glikemik pada DM Tipe 1 tetapi ada keuntungan lain seperti mengetahui resiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah perifer dan syaraf pada DM Tipe 1 lebih tinggi. Dengan berolahraga diharapkan mengurangi resiko tersebut. Namun pada pasien DM Tipe 1 dengan defisiensi insulin berat olahraga akan menyebabkan gangguan metabolik makin buruk.

Faktor Resiko 19

Keturunan Infeksi virus (pada DM Tipe 1) Obesitas Pola makan yang kurang baik Usia Stress

Komplikasi 19

Komplikasi jangka panjang meliputi gangguan kardiovaskular (Aterosklerosis, Infark Miokard) Gagal kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina (Glaukoma, Katarak, kebutaan) serta kerusakan syaraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan resiko amputasi.

2.11 HIPERTIROIDISME

Definisi Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang

hiperaktif. Dimana tirotoksikosis itu sendiri adalah manifestasi klinis kelebihan tiroid yang beredar dalam sirkulasi. 3

Etiologi Tabel 13

Penyebab Tirotoksikosis Penyebab Tirotoksikosis

Hipertiroidisme PrimerTirotoksikosis tanpa

HipertiroidismeHipertiroidisme Sekunder

a. Penyakit Gravesb. Struma multinodulatoksikc. Adenoma toksikd. Obat : yodium lebih,

litiume. Karsinoma tiroid yang

berfungsif. Struma ovarii (ektopik)

a. Hormone tiroid berlebihb. Tiroiditis subakutc. Silent thyroiditisd. Destruksi kelenjar :

radiasi, adenoma, infark

a. TSH-secreting tumorb. Tirotoksikosis gestasic. Resistensi hormone tiroid

Dari tabel diatas hipertiroidisme didominasi oleh penyakit graves, struma multinodular toksik dan adenoma toksik. Penyakit graves adalah suatu penyakit otoimun dimana tubuh secara salah menghasilkan long-acting thyroid stimulator (LATS). Suatu antibody yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid.9

Manifestasi KlinisManifestasi klinis pada hipertiroidisme khususnya pada penyakit Graves dikenal dengan

istilah TRIAD, yang terdiri dari :a. Hipertiroidisme

Biasanya gejalanya tidak tahan panas, keringat bertambah, penurunan berat badan ringan sampai berat, berbagai derajat diare, kelemahan otot, gelisah atau gangguan psikis lain, kelelahan berlebihan dengan tidak dapat tidur dan tremor pada tangan.5

b. Oftalmopati

Terjadi penojolan bola mata (eksoftalmus) karena pembengkakan edematosa jaringan retroorbital dan pengendapan mukopolisakarida dalam jumlah besar pada ruang-ruang ekstrasel, disamping itu juga ditandai dengan lid lag, lakrimasi, eye pain.5

c. DermopatiPada kulit biasanya ditandai dengan kulit hangat, halus, lembab , rambut halus, onycholysis vitiligo, alopecia, pretibial myxoedema (thyroid dermopathy).5

Gambaran utama penyakit Graves secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Tiroidal

1) Adanya goiter2) Hipertiroidisme

b. Ekstratiroidal1) Oftalmopati2) Infiltrasi Kulit lokal.14

Pathogenesis Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai berikut:

Hipotalamus Hipofisis(menerima TRH/TIH)

Tiroid

Kurang Lebih Pengeluaran TIH (tiroid inhibiting hormon)

Reseptor TSH/TIH merangsang kelenjar tiroid

Kadar hormon tiroid di tubuh

Sekresi hormone tiroid ke pembuluh darah dan jaringan

Pengeluaran hormon tiroid dihentikan

Pengeluaran hormon tiroid (T3& T4)

Gambar 1

Regulasi sekresi hormone tiroid

*Keterangan:

Panah hitam : umpan balik positif

Panah merah : umpan balik negative

Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi suatu peningkatan kadar hormone tiroid didalam tubuh maka akan terjadi feedback negative menuju hipotalamus. Ketika feedback negative diterima oleh hipotalamus, maka akan terjadi pengeluaran hormone inhibiting yang akan menurunkan sekresi/pembuatan hormone tiroid. Proses ini terjadi ketika tiroid tidak mengalami suatu kelainan, apabila terjadi suatu kelainan pada tiroid maka proses yang akan terjadi adalah sebagai berikut.5

hipotalamus Hipofisis(menerima TRH/TIH)

Tiroid

Lebih Pengeluaran TIH (Tiroid inhibiting hormon)

Reseptor TSH/TIH ditutupi oleh TSI (Tiroid

Stimulating Imunoglobulin)

Kadar hormon tiroid di tubuh

Sekresi hormone tiroid ke pembuluh darah dan jaringan makin meningkat

Pengeluaran hormon tiroid tidak dihentikan

Pengeluaran hormon tiroid (T3&T4)

Gambar 2Regulasi sekresi hormone tiroid yang tidak normal

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan hormone tiroid. Hal ini disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan TIH oleh Tiroid Stimulating Inhibitor yang akan merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormone tiroid secara terus menerus. Ketika produksi hormone tiroid telah dirasa cukup oleh tubuh, maka tubuh akan memberikan umpan

balik negative kepada hipotalamus untuk mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting hormone) yang akan menurunkan produksi hormone tiroid. Dalam kejadian ini, TIH tidak akan memberikan efek kepada kelenjar tiroid karena reseptornya ditutupi oleh TSI sehingga kelenjar tiroid akan melanjutkan proses produksi hormone tiroidnya.5

Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar hormone tiroid, maka akan didapatkan hasil berupa peningkatan hormone T3 dan T4 tanpa adanya peningkatan hormone TSH.5 Kejadian ini didapatkan pada kasus penderita hipertiroidisme, yang akan menyebabkan peningkatan kadar metabolism di dalam tubuh dan peningkatan tmbuh kembang dari penderita tersebut.

Patofisiologi

TSI yang diproduksi rupanya dapat menembus plasenta pada kasus kehamilan, sehingga menyebabkan torotoksikosis neonatus. Selain itu antibodi ini akan mengaktivasi sel T, misalnya T Helper dan T cytotoxic. T Helper akan menginfiltrasi musculus extraocular pada daerah orbita kemudian mensekresikan sitokin (antara lain IFNγ, TNF, dan IL-1). Infiltrasi sel TH dan sitokin pada daerah orbita akan menyebabkan aktivasi fibroblas sehingga terjadi fibrosis. Selain itu, sitokin tersebut akan menyebabkan sintesis glukosaminoglikans yang meningkat, dimana ia akan menjebak air di otot dan menyebabkan kasus pembengkakan sehingga terjadi manifestasi oftalmopati berupa exoftalmus atau proptosis.23

TSI dapat mengaktivasi reseptor TSH sedemikian rupa sehingga menyebabkan hiperaktivitas glandula thyroid. Hal ini disebut sebagai tirotoksikosis hipertiroidisme, dimana ia akan meningkatkan Basal Metabolic Rate (BMR) disertai peningkatan sensitivitas sel tubuh terhadap cathecolamin, terutama sel myokard. Adanya peningkatan BMR dapat menyebabkan hipermetabolisme yang ditunjukkan dengan kegelisahan, iritabilitas, fatigue, insomnia, penurunan konsentrasi, suhu tubuh meningkat, nafsu makan pun meningkat.23

Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) merupakan hormon sekaligus neurotransmitter yang digunakan pada sistem saraf simpatis. Sedangkan aktivasi saraf simpatis (flight or fight) yang berlebihan dapat menyebabkan aktivasi neuron perifer yang ditunjukkan dengan tremor, hipereflexia, muscle wasting, dan myopati proksimal. Selain itu akan terjadi peningkatan aktivitas myocardial yang ditandai dengan fibrilasi Arteri, sinus takikardi, palpitasi meningkat, curah jantung meningkat yang menyebabkan bissing murmur saat auskultasi), dan memperburuk gejala angina pektoris. Selain itu aktivasi saraf simpatis akan menyebabkan retraksi palpebrae yang menyebabkan lid lag.23

Hormon thyroid sendiri dapat menyebabkan berbagai kelainan jika kadarnya berlebihan dalam tubuh. Di tulang ia akan meningkatkan resorpsi calsium dari tulang sehingga terjadi hiperkalsemia di plasma darah hingga berujung pada hiperkalsiuria. Di tractus digestivus ia akan menurunkan waktu transit makanan sehingga absorpsi nutrien menurun dan defekasi meningkat. Hal inilah yang menyebabkan pasien mengalami penurunan berat badan. Di gonad, ia akan menyebabkan hipomenore hingga amenore pada wanita dan ginekomastia pada pria. Kemudian di kulit hormon thyroid akan menyebabkan kulit hangat dan lembut, sekresi keringat meningkat pada telapak tangan dan ketiak (hiperhidrosis), intoleransi panas, pruritus, urtikaria, dan hiperpigmentasi kulit. Bahkan pada rambut ia menyebabkan rambut yang menjadi lebih halus dan rentan, berisiko untuk terjadi allopecia.23

GEJALA

Pada hipertiroidisme, apapun penyebabnya, terjadi peningkatan fungsi tubuh:

Jantung berdetak lebih cepat dan bisa terjadi kelainan irama jantung, yang bisa menyebabkan palpitasi (jantung berdebar-debar)

Tekanan darah cenderung meningkat Penderita merasakan hangat meskipun berada dalam ruangan yang sejuk Kulit menjadi lembab dan cenderung mengeluarkan keringat yang berlebihan Tangan memperlihatkan tremor (gemetaran) halus Penderita merasa gugup, letih dan lemah meskipun tidak melakukan kegiatan yang berat Nafsu makan bertambah, tetapi berat badan berkurang Sulit tidur Sering buang air besar, kadang disertai diare -Terjadi perubahan pada mata : bengkak di sekitar mata, bertambahnya pembentukan air

mata, iritasi dan peka terhadap cahaya.

Gejala ini akan segera menghilang setelah pelepasan hormon tiroid terkendali, kecuali pada penyakit Graves yang menyebabkan gangguan mata khusus.

Badai tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang terjadi secara tiba-tiba. Badai tiroid bisa menyebakan: - demam - kelemahan dan pengkisutan otot yang luar biasa - kegelisahan - perubahan suasana hati - kebingungan - perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma) - pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan.

Badai tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan segera. Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia) dan syok.

Badai tiroid biasanya terjadi karena hipertiroidisme tidak diobati atau karena pengobatan yang tidak adekuat, dan bisa dipicu oleh: - infeksi - trauma - pembedahan - diabetes yang kurang terkendali - ketakutan - kehamilan atau persalinan - tidak melanjutkan pengobatan tiroid - stres lainnya. Badai tiroid jarang terjadi pada anak-anak.3

Penegakan Diagnosisa. Pemeriksaan klinis

Klinis dengan indeks wayne dan index new castle

1. Indeks Wayne

Gejala yang baru timbul atau bertambah berat

ada tidak Tanda-tanda ada tidak

Sesak bila bekerjaBerdebar-debarKelelahanLebih suka udara panasLebih suka udara dinginTak dipengaruhi suhuKeringat berlebihanKeguguranNafsu makan bertambahNafsu makan berkurangBerat badan naikBerat badan menurun

+1+2+2

+5-+3+2+3

+3

-5

-

-3-3

Kelenjar tiroid terabaBising kelenjar tiroidEksoftalmosKelopak mata ketinggalanGerakan hiperkinetikTremor halus pada jariTangan yang panasTangan yang basahAtrium fibrilasiNadi yang teratur:<80/menit80-90/menit>90/menit

+3+2+2+1+4+1+2+1+4

0+3

-3-2

-2

-2-1

-30

Klinis dianggap ada hipertiroidi bila skor 20 atau lebih. Bila kurang 10, dianggap tidak ada hipertiroidi klinis dan 10 – 19 meragukan.

2. Indeks New Castle

Item Grade Score

Age of onset

Psychological precipitant

Frequent checking

Severe anticipatory ancienty

Increased appetite

Goiter

Thyroid bruit

Exophthalmos

Lid retraction

Hyperkenesia

Fine finger tremor

Pulse rate

15 – 2425 – 3435 – 4445 – 55

>55PresentAbsentPresentAbsentPresentAbsentPresentAbsentPresentAbsentPresentAbsentPresentAbsentPresentAbsentPresentAbsentPresentAbsent

>90/menit80 – 90 /menit

<80/menit

0481216-50-30-305030180902040701680

Interpretasi : Meragukan : 24-39Toksik : 40-80

b. Pemeriksaan Penunjang Laboratorik1) TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

Pemeriksaan kadar TSH berfungsi untuk mengetahui besar kadar TSH. TSH merupakan hormon yang berperan dalam stimulasi produksi hormone tyroid (T3 dan T4). Pada Grave’s Disease, kadar TSH cenderung rendah.

2) T3 (Triiodotironine)Pemeriksaan T3 juga digunakan untuk mengukur seberapa besar T3 yang

diproduksi terutama pada kelainan kelenjar thyroid seperti Grave’s Disease. Pada penyakit ini, kadar T3 cenderung tinggi.

3) T4 (Tiroxin)Tiroksin berhubungan dan selalu bekerjasama dengan hormone T3. Sehingga,

seiring peningkatan hormone T3, maka hormone T4 juga akan meningkat. Peningkatan hormone T3 dan T4 diakibatkan hiperaktifitas sel – sel kelenjar thyroid.

c. Pemeriksaan Penunjang Non – Laboratorik

1) Radioactive Iodine UptakePada tes ini, kapsul yang mengandung sejumlah iodine radioaktif membesar.

Iodine merupakan komponen kritikal pada kelenjar thyroid. Iodine pada penyakit Grave’s Disease berjumlah sangat banyak dan terakumulasi terutama apabila kelenjar thyroid mengalami hiperaktivitas.2

KOMPLIKASI

Krisis tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang terjadi secara tiba-tiba.Badai tiroid bisa menyebakan:

Demam Kelemahan dan pengkisutan otot yang luar biasa Kegelisahan Perubahan suasana hati Kebingungan Perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma) Pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan.

Kriaia tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan segera.Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia) dan syok.

Krisis tiroid biasanya terjadi karena hipertiroidisme tidak diobati atau karena pengobatan yang tidak adekuat, dan bisa dipicu oleh:

Infeksi Trauma Pembedahan Diabetes yang kurang terkendali Ketakutan Kehamilan atau persalinan Tidak melanjutkan pengobatan tiroid Stres lainnya. Badai tiroid jarang terjadi pada anak-anak.3

Penatalaksanaana. Non farmakologi

1) Menghindari panas2) Olahraga teratur3) Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori per

hari baik dari makanan maupun dari suplemen.4) Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg berat badan ) per hari untuk

mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur.5) Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme

b. Farmakologi1) Obat Anti Tiroid

a) Propiltiourasil (PTU)Propiltiourasil tersedia dalam bentuk tablet 50 mg. biasanya diberikan dengan dosis 100 mg setiap 8 jam, bila perlu dosis dapat ditingkatkan sampai 600 mg sehari.24

b) MetimazolTersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan 10 mg. Dosis dianjurkan 5 mg sampai 10 mg setiap 8 jam.24

c) KarbimazolSuatu derivate metimazol. Tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan 10 mg. Dosis dianjurkan 5 mg sampai 10 mg setiap 8 jam .24

d) MetiltiourasilTerdapat dalam bentuk tablet 25 mg dan 50 mg. dosisnya sehari 200 mg terbagi dalam 2 atau 4 dosis .24

Obat anti tiroid ini memiliki efek menghambat sintesis hormone tiroid dan berefek imunosupresif . PTU juga menghambat konversi T4 T3. Indikasi nya pengobatan ini pertama pada Graves. Obat jangka pendek prabedah.3

2) Obat golongan penyekat betaa) Propranolol hidroklorida (80 mg/hari)

Untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (Hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergikEfek Samping

- Memberikan efek antiadrenergik- Menurunkan kadar T3 melalui penghambatannya terhadap konversi T4 ke

T3.14 b) Atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari

dan nadolol 40mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.3) Terapi Yodium Radioaktif

Pengobatan dengan yodium radioaktif (131I). Radionuklida 131I akan mengablasi kelenjartiroid melalui efek ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2mm, menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme.

Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis. Makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makintinggi angka kejadian hipotiroidisme. Oleh karena itu setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3 sampai 6 bulan pertama. Setelah keadaan eutiroid tercapai fungsitiroid cukup dipantau setiap 6 sampai 12 bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya hipotiroidisme.24

2.12 Diabetes Insipidus

DefinisiDiabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan

oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.(Khaidir Muhaj, 2009).23

Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output urin abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti frekuensi kemih, nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis (buang air kecil disengaja selama tidur atau "ngompol") Urin output.ditingkatkan karena tidak terkonsentrasi biasanya,. Akibatnya bukannya warna kuning, urin yang pucat, tidak berwarna atau berair tampilan dan konsentrasi diukur (osmolalitas atau berat jenis) rendah.(Zulkifli, 2007). 23

Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri).Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak.Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran darah oleh hipofisa posterior. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik normal tetapi ginjal t1idak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik). (Brunner Suddarth, 2007). 232

Diabetes inspidius merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh defisiensi ADH. Biasanya terjadi akibat trauma atau tumor yang mengenai hipofisisposterior dan merupakan idiopatik ( hamcock,1999 ). 23

Diabetes insipidus di tandai dengan kurangnya ADH sekunder terhadap lesi yang menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau hipofise posterior. Kondisi ini dapat disebabkan oleh tumor, infeksi otak atau meningen, hemoragi intracranial, atau trauma yang mengenai tulang bagian dasar tengkorak. 23

Etiologi Diabetes InsipidusBerikut ini adalah beberapa penyabab terjadinya diabetes insipidus (Batticaca, 2008):

1. Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik.1 3Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

2

Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular, dan filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/ vasopresin, menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormon ADH. Kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitari posterior karena familial atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus – pituitary, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat. 23

2. Diabetes insipidus NephrogenikGinjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer.Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:a. Penyakit ginjal kronik: ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.b. Gangguang elektrolit: Hipokalemia, hiperkalsemia. c. Obat-obatan: litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen.d. Penyakit sickle cell23

Manifestasi Klinis Diabetes InsipidusDiabetes inspisidus 3mempunyai beberapa gejala klinis yaitu (Batticaca, 2008) :a. Poliuria: urin yang dikeluarkan mencapai 20 L.b. Polidipsia karena rasa haus yang berlebihan.c. Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005d. Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kge. Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kgKeluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah produksi urin maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya baru yang timbul akibat dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut yang timbul akibat gangguan rangsang haus.Diabetes insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia. Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih yang berlebihan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika kompens4asi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok. (Brunner Suddarth, 2007) 23

Patofisiologi Vasopresin arginin merupakan suatu hormone antidieretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventikular dan filiformis, bersama dengan peningkatnya yaitu neurofisin II.Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatnya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neuropressin yang tidak aktif akan desekresikan bila ada rangsangan tertentu. Sekresi vasopressin di atur oleh rangsang yang

3 23Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

4 2

meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolaritas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intraseluler akan merangsang sekresi vasopressin. Vassopresin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik.Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolaritas serum menurun. 23

Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing. Selain itu, peningkatan osmolaritas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolaritas plasma akan menekan pusat haus. 23

Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan dengan ambang rangsang sekresi vasopressin. Sehingga apabila osmolaritas plasma meningkat, maka tubuh akan mengatasinya dengan mensekresi vasopressin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut banyak minum. 23

Diabetes inspidius hipofisis terjadi akibat kurangnya ADH. Penyebabnya bisa tumor hipofisis,trauma kapitis, ensefalitis, meningitis, hipofisektomi, atau pembedahan pada otak (bedah otak ). Diabetes inspidius nefrogenik merupakan salah satu diabetes inspidius yang diakibatkan oleh kegagalan tubula renal untuk member respon terhadapa ADH. Diabetes inspidius bisa transien ( sementara ) atau permanen. Diabetes insipidus transien berkaitan dengan kehamilan yang disebabkanoleh terlalu banyak vasopresinase yang dikeluarkan plasenta.Vasopresinase ini dapat menetralisasi efek ADH. (Beradero,etc 2005). 23

Kurangnnya ADH atau ginjal tidak mampu merespon ADH mengakibatkan tubula renal tidak bisa mereabsorpsi air yang diperlukan. Hilangnya banyak air melalui urin ( poliuria ) merangsang rasa haus( polidipsia ).apabila masalah ini menjadi kronis,bisa timbul perubahan pada ginjal,pelvis ginjal,dan vesika urinaria akibat volume urin yang banya5k. (Beradero, etc 2005). 23

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan diagnostik pada diabetes insipidus yaitu : (Supriyanto, 2009)1. Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.Jumlah irun biasanya didapatkan lebih dari 4 – 10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001 – 1,005 (normal=1,003-1,03) dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urine 300-450 mOsml/l. urin pucat atau jernih.Kadar natrium urine rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natriu6m yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal. 23

Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes 7insipidus dengan polydipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilekukan pagi hari. Hitung BB anak dan periksa kadar osmolalitas plasma maupum urin tiap 2 jam. Pada individu normal, osmolalitas akan naik(<300) namun output urin akan berkurang dengan berat jenis yang naik (800-1200). 23

2. Radioimunnoassay untuk vasopressin

5 23Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

6

7 23Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

Kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes insipidus neurogenic berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai menunujukkan diabetes insipidus neurogenic parsial.Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan polydipsia primer. 23

3. Rontgen CraniumRontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura. 23

4. MRIMRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.Gambaran dengan T1 dapat membedakan kelenjar pituitary anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau yang disebut titik terang/ isyarat terang.Titik terang muncul pada MRI kebanyakan penderita normal namun tidak tampak pada penderita dengan lesi jaras hipotalamik-neurohipofise.Penderita dengan diabetes insipidus autosom dominan, titik terang biasanya muncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai kelenjar pituitary dapat terlihat dengan MRI penderita dengan diabetes insipidus dan histiositosis Langerhans(LCH)/ infiltrasi limfosit. Pada beberapa abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan sebelum bukti klinis LCH lain ada. 23

Penatalaksanaana. Manajemen kolaboratif Obat pilihan untuk klien diabetes inspidius adalah vasopressin. Diabet8es insipidus transien akibat trauma kapitis atau bedah transfenoidal juga diberi obat vasopresin5-10 IU intramuscular (IM) atau subkutan.Vasopressin mempunyai efek antidiuretik. 23

Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes insipidusne frogenik adalah diet rendah natrium,rendah protein, dan obat diuretic (Thiaside ). Diet yang rendah garam dengan obet diuretic diharapkan dapat mengurangi sedikit pengurangan volume cairan.Sedikit pengurangan volume cairan dapat meningkatkan rebsorpsi natrium klorida dan air pada tubulla renal sehingga sedikit air yang diekskresikan. 23

9Diuretic dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang interstistial medular sehingga lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi lain yang diberikan untuk diabetes inspidius nefrogenik adalah pemberian obat anti –inflamasi nonsteroid. Obat ini mencegah produksi prostaglandin oleh ginjaldan bisa menambah kemampuan ginjal untuk mengonsentrasi urin. 23

Apabila pasien menunjukkan tanda hipernatremia disertai dengan tanda-tanda SSP misalntua letargi,disorientasi, hipertermia, pasien dapat diberikan dekstrosa dalam air atau minum air biasa kalau ia bisa minum. Penggantian air yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa menyebabkan edema serebral dan kematian. (Beradero, etc 2005). 23

b. Manajemen keperawatanFokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan keseimbangan cairandan elektrolit, istirahat, dan penyuluhan mengenai (Beradero, etc 2005):1) pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

8

9 23Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

a) Pantau asupan dan haluaran, berat badan setiap hari, berat jenis urin, tanda vital ( ortostatik ), turgor kulit, status neurologis setiap 1-2 jamselama fase akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai pasien pulan10g.b) Harus ada air yang selalu siap diminum oleh pasien.letakkan air dekat dengan pasien.2) Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu tidurnya karena poliuri dan nokturia.3) Penyuluhan pasien :a) Uji diagnostic: tujuan, prosedur, dan pemantauan yang diperlukan.

2.13 Komplikasi

AKUT

I. HiperglikemiaHiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana jumlah yang berlebihan glukosa beredar dalam plasma darah. Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah <200mg/dl.17. Kelompok hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan, penghetian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Terdapat subkelompok hiperglikemik yaitu ketoasidosis diabetes (KAD) Hiperglikemik nin ketotik (HNK).12

a. Ketoasidosis diabeticMerupakan defisisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. KAD merupakan ancaman kematian bagi penyandang DM.12

b. Hiperglikemik non ketotik (HNK).Hiperglikemia berat akibat permulaan sel beta pancreas gagal atau terhambat oleh beberapa keadaan stress yang menyebabnkan sekfresi insulin menjadi tidak adekuat.12

 Etiologi Hiperglikemia

Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui defisiensi insulin.3 Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans,Faktor predisposisi herediter, obesitas, stress, kurang olah raga,asupan makanan berlebihan. Faktor imunologi; pada penderita hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing.17

  Patofisiologi

Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh  proses autoimun, kerja pancreas yang berlebih, dan herediter. Insulin yang menurun mengakibatkan glukosa

10

sedikit yang masuk kedalam sel. Hal itu bisa menyebabkan lemas dengan kadar glukosa dalam darah meningkat. Kompensasi tubuh dengan meningkatkan glucagon sehingga terjadi proses glukoneogenesis. Selain itu tubuh akan menurunkan penggunaan glukosa oleh otot, lemak dan hati serta peningkatan  produksi glukosa oleh hati dengan pemecahan lemak terhadap kelaparan sel. Dengan menurunnya insulin dalam darah asupan nutrisi akan meningkat sebagai akibat kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel menyebabkan sel mudah terinfeksi. Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan penimbunan glukosa pada dinding pembuluh darah yang membentuk plak sehingga pembuluh darah menjadi keras (arterisklerosis) dan bila plak itu telepas akan menyebabkan terjadinya thrombus. Manifestasi klinis Hiperglikemia Gejala awal umumnya yaitu ( akibat tingginya kadar glukosa darah) polipagi,  polidipsi, dan poliuri. - Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering. Rasa kesemutan, kram otot - Penurunan berat badan. 11

   

II. HipoglikemiaKeadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah hingga berat berupa koma disertai kejang.Tanda hipoglikemiamilai muncul bila glukosa darah kurang dari 50mg/dl.12

Patofisiologi

Pertahanan fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia adalah penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes melitus tipe 1 yang menerima terapi substitusi insulin tidak memiliki penurunan sekresi insulin fisiologis (sekresi insulin berkurang saat kadar gula darah rendah) karena insulin yag beredar dalam tubuh merupakan insulin penggantui yang berasal dari luar (eksogen).

Pertahanan fisiologis yang kedua terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon meningkatkan produksi glukosa di hepar dengan memacu glikogenolisis. Pertahanan fisiologis yang ketiga terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi epinefrin adrenomedullar. Sekresi ini terjadi apabila sekresi glukagon tidak cukup untuk meningkatkan kadar gula darah. Sekresi epinefrin adrenomedullar meningkatkan kadar gula darah dengan cara stimulasi hepar dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi penyerapan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, perpindahan substrat glukoneogenik (laktat dan asam amino dari otot, dan gliserol dari jaringan lemak). Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula darah dalam pulau Langerhans di pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin (aktivitas simpatoadrenal) dikendalikan secara langsung oleh sistem saraf pusat.

Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal yang 10 lebih hebat yang menyebabkan gejala neurogenik sehingga penderita hipoglikemia menyadari keadaan hipoglikemia dan bertujuan agar penderita segera mengkonsumsi karbohidrat. Seluruh mekanisme pertahanan ini berkurang pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada advanced diabetes mellitus tipe 2.11

Insidensi komplikasi

Menurut laporan UKPDS, Komplikasi kronis paling utama adalah Penyakit kardiovaskuler dan strone, Diabeteic foot, Retinopati, srta nefropati diabetika, Dengan demikian sebetulnya kematian pada Diabetes terjadi tidak secara Iangsung akibat hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Apabila dibandingkan dengan orang normal, maka penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan.Selain komplikasi-komplikasi yang disebutkan di atas, penderita DM juga memiliki risiko penyakit kardio-sebrovaskular seperti stroke, hipertensi dan serangan jantung yang jauh Iebih tinggi daripada populasi normal. OIeh sebab itu penderita diabetes perlu diobati agar dapat terhindar dan berbagai komplikasi yang menyebabkan angka harapan hidup menurun.Kadar gula darah yang tinggi dan terus menerus dapat menyebabkan suatu keadaan gangguan pada berbagai organ tubuh. Akibat keracunan yang menetap ini, timbul perubahan-perubahan pada organ-organ tubuh sehingga timbul berbagai komplikasi. Jadi komplikasi umumnya timbul pada semuapenderita baik dalam derajat ringan atau berat setelah penyakit berjalan 10-15 tahun.

KOMPLIKASI KRONIK

Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu:• Komplikasi mikrovaskular• Komplikasi makrovaskular Infeksi• Komplikasi neurologis/neuropati12

1. Komplikasi Mikrovaskular

Nefropati Retinopati

Kerusakan ginjal (Nefropati)Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakanginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf. Prevalensi mikroalbuminuria dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 4.3% s/d 37.6% pada populasi klinis dan 12.3% s/d 27.2% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi mikroalbuminuria pada populasi klinik berkisar 2.5% s/d 57.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 18.9% s/d 42.1%. Prevalensi overt nephropathy dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 0.7% s/d 27% pada populasi klinis dan 0.3% s/d 24% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM

tipe 2 prevalensi overt nephropathy pada populasi klinik berkisar 5.4% s/d 20.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 9.2% s/d 32.9%.22

Kerusakan mata (Retinopati)Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadipenyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: 1) retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darahyang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina;

2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan

3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata. Prevalensi retinopati dengan penyakit DM tipe 1 berkisar10.8% s/d 60.0% pada polpulasi klinik dan 14.5% s/d 79.0% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada populasi klinik berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 10.1% s/d 55.0%.22

2. MakrovaskulerPenyakit jantung koroner (PJK)Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dindingyang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi.Prevalensi Penyakit jantung koroner dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 25.2% pada polpulasi klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi penyakit jantung koroner berkisar 0.5% s/d 8.7% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 9.8% s/d 22.3% dengan Diabetes tipe 2.22

StrokePrevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 11.3% pada populasiklinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensistroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2.22

HipertensiHipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhanyang dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi.22

Penyakit pembuluh darah periferKerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.22

Gangguan pada hatiBanyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa bisa mengalamikerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudahterserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harusmenjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karenainfeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.22

Penyakit paruPasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberculosis paru dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan glukosa darah.22

Gangguan saluran cernaGangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darahyang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat- obatan yangdiminum.22

3. InfeksiGlukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak system saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi.22

4. Kerusakan saraf (Neuropati)Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsun sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal,terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya

kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena. Prevalensi Neuropati pada pasien DM tipe 1 pada populasi klinik berkisar 3% s/d 65.8% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 12.8% s/d 54%. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi neuropati pada populasi klinik berkisar 7.6% s/d 68.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 13.1% s/d 45.0%.22

Penatalaksanaan

Menurut PERKENI terdapat dua macam penatalaksanaan DM, yaitu :a. Terapi tanpa obat

Pengaturan diet, diet yang baik merupakan kunci keberhasilan terapi diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang terkait dengan karbohidrat, protein, danlemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan fisik yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badanideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel beta terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitianUniversitas Sumatera Utara dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangikadar HbA1c sebanyak 0,6% dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian diluar negeri bahwa diet tinggi karbohidrat bentuk kompleks (bukan disakarida atau monoakarida) dan dalam dosis terbagi dapat meningkatkan atau memperbaiki pembakaran glukosa dijaringan perifer dan memperbaiki kepekaan sel beta di pankreas.13

OlahragaBerolah raga secara teratur akan menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat Continuous, Rhymical,Interval, Progressive, Endurance Training dan disesuaikan dengan kemampuan serta kondisi penderita. Beberapa olahraga yang disarankan antara lain jalan, lari, bersepeda dan berenang,dengan latihan ringan teratur setiap hari, dapat memperbaiki metabolisme glukosa, asam lemak, ketone bodies, dan merangsang sintesis glikogen.13

 Pengaturan makan/diet

Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.13

Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein. Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.13

-          Serat makanan

Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.

Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan yang melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat.

Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.13

 Edukasi

kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat 1

Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan.8 Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.13

 Pemantauan mandiri/home monitoring

Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin). 13

b. Terapi obat, apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat belum berhasilmengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukanlangkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat. Terapi obatdapat dilakukan dengan antidiabetik oral, terapi insulin atau kombinasi

keduanya (PERKENI, 2006).

penatalaksanaan DM tipe 1   meliputi:

1.      Pemberian insulin

Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.

Penatalaksanaan Terapi Insulin.

·        Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin

·        Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin.

·        Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll

Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin.Tujuan terapi ini terutama untuk :

Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes. Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan

olahraga secara teratur.20

 2. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)

Pemicu sekresi insulin:a. Sulfonilurea• Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas• Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang• Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisib. Glinid• Terdiri dari repaglinid dan nateglinid• Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi insulin fase pertama.• Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia Postprandial20

Peningkat sensitivitas insulin:a. Biguanid• Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkatseluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati.

• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.20

1. Tiazolidindion

• Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkancjumlah protein pengangkut glukosa sehinggac meningkatkan ambilan glukosa perifer.• Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan retensi cairan.20

2.14 Cara kita sebagai dokter memberikan edukasi kepada pasien pada skenario.

Dalam hal antisipasi untuk pencegahan Diabetes Melitus (DM) ini yang sangat perlu diperhatikan adalah dengan memberikan penyuluhan kesehatan pada penderita DM.

Penyuluhan kesehatan pada penderita DM merupakan suatu hal yang amat penting dalam regulasi gula darah penderita DM dan mencegah atau setidaknya menghambat munculnya penyulit akut maupun penyulit kronik yang ditakuti oleh penderita. Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara penderita DM dan keluarganya dengan para pengelola/penyuluh yang dapat terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga lain.

Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes berhubungan dengan gaya hidup seseorang. Pengobatan diabetes memerlukan keseimbangan antara beberapa kegiatan yang merupakan bagian integral dari kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur, bekerja, pengaturan jumlah serta jenis makanan, serta olah raga pasien dan komunikasi dengan keluarganya. Berhasilnya pengobatan diabetes tergantung pada kerjasama antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Pasien yang mempunyai pengetahuan cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih lama.

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan diabetes antara lain :

1. Agar pasien dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan. Kualitas hidup sudah merupakan kebutuhan bagi seseorang. Bukan hanya kuantitas seseorang yang bertahan hidup, tetapi dalam keadaan tidak sehat akan mengganggu kebahagiaan dan kestabilan keluarga.

2. Untuk membantu pasien agar mereka dapat merawat dirinya sendiri, sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi.

3. Agar pasien dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya didalam masyarakat.4. Agar penderita dapat lebih produktif dan bermanfaat.5. Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi, keluarga ataupun secara

nasional.Penyuluhan diabetes dapat dilakukan untuk pencegahan primer, sekunder, dan

tersier. Adapun pada penyuluhan pencegahan Primer, dilakukan terhadap orang-orang yang belum menderita DM tetapi potensial untuk menderita.

Untuk pencegahan primer ini tentu saja kita harus mengenal factor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan berusaha mengeliminasi factor tersebut.Penyuluhan dalam hal pencegahan sekunder adalah dalam mengelola pasien DM, sejak awal kita harus sudah waspada akan kemungkinan komplikasi-komplikasi kronik yang mungkin timbul. Sejauh mungkin kita harus berusaha mencegah timbulnya komplikasi tersebut. Berobat pasien yang baik dan teratur. Pengaturan system rujukan yang baik menjadi sangat penting untuk memback up pelayanan kesehatan primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM.Pencegahan tersier perlu dilakukan pada pasien DM, kalau komplikasi kronik DM ternyata timbul juga, sehingga dalam hal ini pihak pengelola harus mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dengan usaha pengelolaan komplikasi sebaik-baiknya dan usaha merehabilitasi pasien sedini mungkin sebelum kecacatan menjadi menetap dan tidak dapat lagi diperbaiki7.

PENYULUHAN PENCEGAHAN PRIMERPerlu dilakukan pada masyarakat untuk meningkatkan kepeduliannya (awareness) bahwa diabetes merupakan suatu problem kesehatan masyarakat dan dapat dicegah dengan mengontrol berat badan dan meningkatkan kesehatan jasmani, terutama pada individu beresiko tinggi. Pada penyuluhan tingkat primer ini yang menjadi sasaran adalah orang sehat yang belum terdiagnosa diabetes, tetapi beresiko tinggi untuk terkena diabetes. Biasanya pada orang yang mempunyai riwayat penyakit diabetes pada orang tuanya7.

PENYULUHAN PENCEGAHAN SEKUNDERPenyuluhan untuk pencegahan sekunder perlu diberikan pada mereka yang baru terdiagnosa diabetes, kelompok pasien diabetes ini masih sangat perlu diberi pengertian mengenai penyakit diabetes supaya mereka dapat mengendalikan penyakitnya dan mengontrol gula darah, mengatur makanan, dan melakukan aktivitas olah raga seusai dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya pasien merasa nyaman, karena bisa mengendalikan gula darahnya. Materi edukasi pada tingkat pertama adalah7 :

Diabetes : apakah itu Diabetes Melitus. Penatalaksanaan diabetes secara umum. Obat-obat untuk mengontrol glukosa dalam darah (tablet dan insulin). Perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar. Diabetes dan kegiatan jasmani.

Materi edukasi pada tingkat lanjutan adalah :

Mengenal dan mencegah komplikasi akut diabetes. Pengetahuan mengenai komplikasi kronik diabetes. Penatalaksanaan diabetes selama menderita penyakit lain. Pemeliharaan kaki diabetes.

PENYULUHAN PENCEGAHAN TERSIER

Pada penyuluhan untuk pencegahan tersier subyek yang menjadi sasaran adalah mereka yang sudah mengalami komplikasi. Jadi dalam hal ini yang sangat perlu diedukasi pada pasien adalah:

Maksud, tujuan, dan cara pengobatan pada komplikasi kronik diabetes.

Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan. Kesabaran dan ketaqwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup

dengan komplikasi kronik.Dalam hal pengobatan pasien yang sudah mengalami komplikasi kronik, untuk

mencapai tujuan pengobatan pasien harus bekerja sama dengan tim yang terdiri dari dokter, perawat khusus, dan ahli gizi. Setiap anggota tim bertanggung jawab atas keputusannya dalam bidang masing-masing demi tercapainya tujuan pengobatan pasien.

Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi7.

BAB IIIPENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

1ADA, Standards of Medical Care in Diabetes—2007. Diabetes Care 30:S4-S41, 2007.

2American Association for Clinical Chemistry. 2011. Grave Disease; Tests. America: AACC.

3Djokomoeljanto, R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, Dan Hipertiroidisme: Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing

4Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi Difiore. Jakarta : EGC.

5Guyton, Arthur C. 2008. Hormon Tiroid: Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC

6http://dokter-alwi.com/diabetes.html

7http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3665/1/fkm-hiswani3.pdf

8Konsesus Pencegahan dan Pengelolaan Nasional Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia, Perkeni, 2006.

9Lauralee, sherwood. 2009. fisiologi kedokteran dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta; EGC

10Murray, Robert K., Daryl K. Granner, Victor W. Rodwell.2013.Biokimia Harper.Jakarta:EGC

11Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC

12Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu 2011. Jakarta: FKUI.

13PERKENI. 2011.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Militus tipe 2 di Indonesia. Rudianto A, Editor.Jakarta :PERKENI.

14Price, S.A. & Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi, KonsepKlinisProses-Proses Penyakit Volume 2, Ed 6.

Jakarta: EGC

15Scanlon, Valerie V. Buku ajar Anatomi & Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

16Setiyohadi, Bambang. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.

17Smeltzer & Bare. 2003

18Soegondo, S, Soewondo, Pradana. Subekti Imam. Editors. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Edisi II. Jakarta : Badan Penerbit FKUI

19Soegondo S. dkk.2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Diagnosis dan Kalsifikasi Diabetes Mellitus Terkini.Jakarta:FKUI

20Sugondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe 2. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

21Sustrani Lanny Dkk. 2004. Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

22Tapp R, Shaw J, Zimmet P. Complications of Diabetes. Dalam: Gan D, Allgot B, King H, Lefebvre P, Mbanya JC, Silink M, penyunting. Diabetes Atlas. Edisi ke-2. Belgium: International Diabetes Federation; 2003:h.72-112

23Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta:

Balia Penerbit FKUI

24Wardhini dan B. Suharto. 2003. Hormon Tiroid dan Antitiroid: Farmakologi Dan Terapi.

Jakarta: FKUI

25Waspadji Sarwono. Gambaran Klinis Diabetes Melitus, dalam : Noer S. penyunting Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta. Balai Penerbit FK UI 2006.