MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam...

91
LAPORAN AKHIR HIBAH BERSAING MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA BERDASARKAN WISATA RELIJI BAGI CIREBON Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Ketua Peneliti: DHINI DEWIYANTI TANTARTO, Ir.,MT NIDN. 421116601 Anggota: DINI ROSMALIA, ST., M.Si NIDN. 0303067002 JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA NOVEMBER 2014

Transcript of MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam...

Page 1: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

LAPORAN AKHIR

HIBAH BERSAING

MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA

BERDASARKAN WISATA RELIJI BAGI CIREBON

Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

Ketua Peneliti:

DHINI DEWIYANTI TANTARTO, Ir.,MT

NIDN. 421116601

Anggota:

DINI ROSMALIA, ST., M.Si

NIDN. 0303067002

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

NOVEMBER 2014

Page 2: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

ii

Page 3: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

iii

RINGKASAN

Suatu kebudayaan pada suatu masyarakat tidak terbentuk begitu saja, tetapi selalu

melalui proses kesejarahan yang panjang, lengkap dengan berbagai interaksi dan

perbaurannya sehingga membentuk suatu budaya yang khas dan mencirikan keunikan

lokalnya. Hasil interaksi antara budaya suatu masyarakat dengan lingkungannya dapat

menciptakan suatu kawasan yang unik, khas dan spesifik yang dapat disebut cultural

landscape atau lanskap budaya. Suatu lanskap budaya yang berada pada bentangan kota

merupakan gambaran konkrit dari suatu budaya yang terbentuk pada kawasan bahkan kota

tersebut. Keunikan dan kekhasan yang ditampilkan pada kawasan merupakan hasil dari

perkembangan peradaban manusia yang berlangsung dari waktu ke waktu dalam bentuk

kebudayaan sebagai suatu sumberdaya heritage yang perlu dijaga dan dilestarikan.

Menjaga dan melestarikan keberadaan lanskap budaya pada suatu kawasan berarti menjaga

warisan bangsa untuk generasi yang akan datang.

Salah satu kota di Indonesia yang berpotensi untuk memperlihatkan lanskap

budayanya adalah Cirebon. Keunikan dan kesejarahan kota muncul akibat adanya

akulturasi budaya yang berasal dari berbagai suku bangsa, agama, dan kepercayaan, di

antaranya yaitu Sunda, Jawa, China, dan Arab, serta adanya pengaruh Islam, Kristen,

Katholik, Budha, Hindu, dan Kong Hu Cu. Pencampuran budaya berkembang dan

membentuk fisik kota dan kehidupannya selama berabad-abad. Cirebon juga merupakan

salah satu kota yang disinggahi oleh salah satu wali penyebaran agama Islam yaitu Sunan

Kalijaga atau Syekh Syarif Hidayatullah, sehingga masjid-masjid yang ada di Cirebonpun

merupakan salah salah satu tujuan wisata reliji. Pencampuran budaya Islam dengan budaya

lain, menjadikan aktifitas masjidnyapun menjadi unik.

Potensi yang unik dan khas, serta bernilai konservasi dan preservasi kawasan ini

ternyata kurang disadari oleh Pemerintah Kota Cirebon. Padahal Cirebon sebagai salah

satu kota tujuan wisata, dimana aktivitas relijius belum dipertimbangkan dalam konsep

pariwisata kota sehingga dapat meningkatkan aset daerahnya. Apabila kekayaan wisata

reliji digabungkan dengan konsep wisata budaya lain dan ditata dengan baik, maka bukan

tidak mungkin, Cirebon akan tumbuh sebagai kota tujuan wisata yang handal. Untuk

itulah, maka penelitian ini dilakukan guna menggali potensi wisata reliji yang ada, guna

direalisasikan dalam konsep lanskap budaya Cirebon.

Untuk itu penelitian ini bertujuan (1) menggali dan mengidentifikasi potensi masjid

sebagai salah satu wisata reliji, termasuk menggali makna masjid itu sendiri berdasarkan

penggunanya; selanjutnya, (2) menggambarkan aspek spasial yang terbentuk akibat

aktifitas masjid sehingga membentuk wujud fisik dan ruang Kota Cirebon; (3) selanjutnya

menggali aspek dan nilai kesejarahan yang terbentuk dan membentuk kotanya, dan terakhir

Page 4: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

iv

(4) Menilai seberapa besar pengaruh wisata reliji terhadap morfologi Kota dalam

membentuk lanskap budaya Kota Cirebon.

Data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner tertutup terhadap responden.

Responden ditentukan secara acak bagi pengguna masjid dengan penyusunan pertanyaan

kuesioner yang disesuaikan. Hal ini dilakukan karena diasumsikan pemahaman mereka

terhadap kalimat-kalimat yang digunakan dalam kuesioner tersebut sangat beragam.

Operasional variabel dari kuesioner tersebut menggunakan kriteria – kriteria yang sudah

dipelajari sebelumnya dalam tinjauan pustaka, serta hasil wawancara kualitatif sebagai

awal langkah. Kuesioner yang sudah disebarkan tersebut akan diuji validitas dan

reliabilitasnya untuk memenuhi kriteria layak sebagai kuesioner penelitian. Selain

penyebaran kuestioner, juga akan dilakukan pemetaan spasial terhadap pengguna ruang

yang dilalui responden untuk mengetahui alur spasialnya, serta dikaitkan dengan nilai

historisnya. Karena itu penelitian ini memegang peran penting dalam upaya implementasi

pendekatan berbasis pemetaan lanskap budaya bagi pengembangan pariwisata di

Indonesia. Hasil penelitian diharapkan dapat dipublikasikan pada jurnal internasional serta

disampaikan dalam seminar-seminar nasional maupun internasional.

Page 5: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

v

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan YME, karena berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya kami

dapat menyelesaikan Laporan Kemajuan kegiatan Penelitian Hibah Bersaing berjudul:

MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA BERDASARKAN WISATA

RELIJI BAGI CIREBON ini dengan baik dan pada saat yang tepat, sehingga laporan ini

dapat segera digunakan bagi yang berkepentingan.

Besar harapan kami Laporan Kemajuan ini dapat memenuhi ketentuan yang disyaratkan

selain materi yang kami sampaikan sudah mencukupi sebagai pijakan bagi tahap

selanjutnya. Laporan Kemajuan ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa

bantuan penuh dari berbagai pihak yang tercantum di bawah ini, yang pantas mendapatkan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya :

1. Bapak Drs H Adin Imaduddin Nur dari Dinas Pemuda, Olah-raga, Kebudayaan, dan

Pariwisata (Disporbudpar) Kota Cirebon, beserta stafnya.

2. Sultan Sepuh XIV, P.R.A. Arief Natadiningrat, SE., beserta kerabat Kraton

3. Sultan Kanoman XII, Sultan Muhammad Emiruddin, beserta kerabat Kraton

4. Sultan Kacirebon IX, K.G.P.H. Abdul Gani Natadiningrat, SE., beserta kerabat Kraton.

5. Bapak Mustakim Asteja dari Komunitas Kendi Pertula

6. Bapak Drs. Rafan S Hasyim, MSi. (Bapak Opan)

7. Bapak Drs Askadi Sastra Suganda (Mamae Titin)

8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Seluruh rangkaian dan usaha dalam menyusun Laporan Kemajuan ini, tidak lepas dari

bimbingan Tuhan Y.M.E. Namun ketidaksempurnaan pastilah ada karena keterbatasan

ilmu dan pengalaman penyusun, oleh karenanya apabila ditemukan kesalahan kami mohon

maaf yang sebesar–besarnya dan kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang

membangun guna penyusunan selanjutnya. Akhir kata mudah-mudahan laporan ini dapat

bermanfaat baik bagi yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bandung, November 2014

Tim Peneliti

Page 6: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... vi

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

Latar belakang ....................................................................................................................... 1

Permasalahan ......................................................................................................................... 3

Urgensi (keutamaan) Penelitian............................................................................................. 3

Target Temuan/ Inovasi ......................................................................................................... 4

Penerapan Temuan ................................................................................................................ 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4

Lanskap Budaya Perkotaan ................................................................................................... 4

Kategori Lanskap Budaya ..................................................................................................... 6

Komponen Urban Cultural Landscape .................................................................................. 7

Elemen Fisik dan Non fisik Urban Cultural Landscape ........................................................ 8

Proses Transformasi Aktifitas ke dalam Bentuk Spasial ....................................................... 9

Masjid sebagai Sebuah Place ............................................................................................... 10

Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan ..................................................................... 12

Hasil yang Sudah Dicapai ................................................................................................... 12

Peta Jalan Penelitian ............................................................................................................ 14

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................................... 15

Tujuan Penelitian: ................................................................................................................ 15

Manfaat Penelitian: .............................................................................................................. 15

BAB IV. METODE PENELITIAN ................................................................................. 16

Kerangka Berpikir ............................................................................................................... 16

Tahapan Penelitian .............................................................................................................. 17

Populasi dan Sampel ............................................................................................................ 18

Metode Pengumpulan Data ................................................................................................. 18

Metode Pengolahan Data ..................................................................................................... 18

Metode Analisis ................................................................................................................... 19

Page 7: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

vii

BAB V. HASIL YANG DICAPAI ................................................................................. 20

Elemen Fisik ........................................................................................................................ 20

Elemen Non Fisik ................................................................................................................ 43

Lama Kunjungan Wisatawan dan Biaya yang dikeluarkan ................................................. 44

Waktu Ritual ........................................................................................................................ 44

Makna Masjid Bagi Masyarakat Cirebon dan Pendatang ................................................... 52

Potensi dan Kekuatan Lanskap Budaya Cirebon berdasar Wisata Reliji ............................ 53

Kelemahan Lanskap Budaya Cirebon berdasar Wisata Reliji ............................................. 54

Tantangan Lanskap Budaya Cirebon berdasar Wisata Reliji .............................................. 54

BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ........................................................ 58

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 59

LAMPIRAN ....................................................................................................................... 58

Lampiran 1 : Panduan Wawancara. ..................................................................................... 62

Lampiran 2 : Denah dan Tampak Masjid ............................................................................ 64

Lampiran 3 : Susunan Anggota Peneliti .............................................................................. 70

Lampiran 4 : MOU dengan Dinas Pariwisata. ..................................................................... 72

Lampiran 5 : Biodata Peneliti .............................................................................................. 73

Lampiran 6 : Draft Seminar. ....................................................................................................

Page 8: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

1

Page 9: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

1

BAB I. PENDAHULUAN

Latar belakang

Cirebon merupakan kota yang memiliki potensi kuat sebagai kota unik yang kaya akan

budaya termasuk di dalamnya kekayaan tradisi, ritual dan kesenian. Cirebon juga

merupakan kota yang terbentuk akibat akulturasi berbagai suku bangsa serta agama atau

dalam bahasa lokal disebut: Caruban Nagari. Dalam kesejarahannya Cirebon yang

merupakan kota dagang, juga merupakan pusat penyebaran dan pengembangan agama

Islam. Bahkan Cirebon juga identik dengan kota yang dibangun oleh Syekh Syarif

Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, dan disinggahi oleh Sunan Kalijaga.

Masjid, merupakan salah satu representasi arsitektur Islam, yang merupakan wujud

perpaduan antara kebudayaan manusia dan proses penghambaan diri seorang manusia

kepada Tuhannya, yang berada dalam keselarasan hubungan antara manusia, lingkungan

dan Penciptanya, termasuk disini adanya persepsi terhadap kehidupan, kematian, dan

akhirat (Omar, 2012). Masjid sebagai karya arsitektur Islam mengungkapkan hubungan

geometris yang kompleks, hirarki bentuk dan ornamen, serta makna simbolis yang sangat

dalam. Pengaruh nilai berbagai suku bangsa, ritual dan tradisi, pada akhirnya juga turut

mempengaruhi nilai ”ke-Islaman” pada masyarakat Cirebon. Akulturasi budaya yang

terjadi, pada akhirnya membawa nilai-nilai keIslaman tersebut berbaur dan turut

mempengaruhi kegiatan yang berlangsung pada masjid. Tidak heran apabila masjid yang

ada di Cirebon juga disinggahi oleh masyarakat yang ingin melakukan jiarah.

Topik ini menjadi menarik, mengingat Cirebon sering dikunjungi sebagai salah satu tujuan

wisata reliji bagi masyarakat, tidak saja bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga turis asing.

Di sisi lain, pemerintah kota Cirebon sendiri belum membenahi dan mempersiapkan

kotanya sebagai salah satu tujuan wisata reliji yang sebetulnya dapat meningkatkan nilai

pariwisata bagi kota tersebut. Cirebon perlu untuk segera memiliki gambaran lanskap

budaya pada kotanya agar perencanaan kawasannya dapat diarahkan pada konsep yang

jelas dan terarah.

Pentingnya keunikan dan kekhasan lanskap budaya suatu kawasan telah menjadi perhatian

dunia. Seperti disampaikan oleh ICOMOS (2009) melalui „Description of World Heritage

Cultural Landscape; lanskap budayamerupakan bukti fisik kekayaan dan keragaman

Page 10: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

2

budaya, religi, dan sosial masyarakat pada suatu kawasan. Menjaga dan mengintegrasikan

lanskap budaya pada kehidupan saat ini berarti pula menjaga warisan dunia. Hal senada

juga diungkapkan UNESCO (2002) dalam „Universal Declaration on Cultural Diversity‟;

menjaga keberadaan lanskap budaya berarti menjaga warisan bangsa untuk generasi yang

akan datang. Selanjutnya ICOMOS, (1994) juga menekankan bahwa menghargai lanskap

merupakan hal penting, karena cultural landscape mengandung nilai-nilai heritage.

Gambar I-1. Lanskap Budayasebagai Warisan Dunia menunjukan posisi lanskap budaya

sebagai bagian dari warisan dunia.

Gambar I-1. Lanskap Budayasebagai Warisan Dunia

Sumber: World Heritage Center (2008); UNESCO (2002)

Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa lanskap budaya telah menjadi isu penting

pada dekade ini, sehingga di tahun 1992 World Heritage Convention (WHC – UNESCO)

memasukkan lanskap budaya sebagai salah satu jenis heritage yang perlu diproteksi.

Kesempatan ini mendapat perhatian cukup besar dari seluruh negara di dunia, di mana

selama 17 tahun sejak tahun 1992 hingga 2009 telah terdaftar 72 kawasan dari 64 negara

sebagai World Heritage Cultural Landscape (WHCL) (Rӧssler, 2006; ICOMOS, 2009).

Dari 72 kawasan tersebut, 12 di antaranya merupakan kota dan hampir semuanya

merupakan kota bersejarah (historic town). Melihat kecenderungan ini, sejak tahun 2005

Page 11: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

3

hingga kini World Heritage Committee secara intensif mendiskusikan topik ini terutama

mengenai lanskap budaya yang merupakan kota bersejarah (O'Donnell, 2008).

Lanskap budaya yang berada pada kawasan perkotaan (urban landscape) dapat disebut

sebagai urban cultural landscape seperti yang disampaikan oleh Calcatinge (2010) dan

Hayden (1995). Lanskap budaya yang berada pada kawasan geografis dengan aktifitas

kehidupan perkotaan mencakup aktifitas politik, ekonomi, sosial, dan budaya disebut

sebagai urban cultural landscape. Definisi ini juga dipertegas oleh Fowler (2003), yang

menyatakan lanskap budaya pada urban landscape memberi gambaran peradaban manusia

yang paling maju, dengan teknologinya manusia merubah lingkungan alami menjadi suatu

lingkungan perkotaan yang unik, khas dan bernilai sejarah.

Permasalahan

Lanskap kota yang ada, belum mencerminkan bahwa Cirebon sudah mempertimbangkan

wisata reliji sebagai salah satu aset yang dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat

menaikkan pamor Cirebon sebagai salah satu tujuan wisata yang tertata baik.

Pengetahuan lanskap budaya yang terencana, belum membudaya bagi kalangan perencana

kota, bahkan perancang wisata, padahal dengan adanya lanskap budaya Cirebon, dapat

mempermudah melihat zona-zona wisata yang pada akhirnya akan lebih tepat sasaran

pada proses perencanaannya.

Urgensi (keutamaan) Penelitian.

Indonesia merupakan negara dengan penganut Islam terbesar di dunia. Dengan jumlah

penganut yang banyak, tanggung jawab masjid juga menjadi besar. Kegiatan masjid bukan

hanya sebagai pusat ibadah ritual saja tetapi juga sebagai pusat kebudayaan atau muamalat

yang melahirkan kebudayaan dalam Islam. Karena Cirebon termasuk peta penting dalam

penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah

satu tujuan wisata reliji bagi masyarakat Islam Indonesia, bahkan bukan tidak mengkin

menjadi tujuan wisata reliji bagai wisatawan asing. Oleh karena itulah, peta lanskap

budaya Cirebon menjadi suatu temuan penting yang harus segera direalisasikan.

Penelitian dibatasi hanya pada kebudayaan Islam, sebagai salah satu kekuatan budaya yang

terlihat jelas. Untuk kegiatan penelitian di masa depan, tidak tertutup kemungkinan untuk

Page 12: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

4

mencakup jangkuan pada wisata reliji ibadah agama lain yang juga muncul secara kuat

seperti: Kong Hu Cu dan Budha.

Target Temuan/ Inovasi

Pada tahap tahun pertama adalah: Pola aktifitas, termasuk pergerakan aksesibilitasnya

termasuk bagaimana masyarakat memaknai masjidnya yang pada akhirnya akan

menuntun arah penelitian pada penggambaran lanskap budayanya di tahun kedua.

Pada tahun kedua akan dibuat Model Lanskap Budaya Cirebon berdasarkan wisata

reliji, sebuah guidelines bagi kota guna mengembangkan konsep pariwisata beserta

sarana prasarananya yang harus disiapkan.

Output hasil temuan akan dipublikasikan melalui:

No. Nama/Jenis output Jumlah

1. Publikasi Jurnal Internasional 1

2. Publikasi pada Prosiding Konferensi Internasional 1

Penerapan Temuan

Temuan yang didapat berupa model lanskap budaya diharapkan dapat digunakan oleh

Dinas Pariwisata Cirebon sebagai acuan dalam mengembangkan konsep pariwisata kota.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Budaya Perkotaan

Konsep cultural landscape atau lanskap budaya pertama kali diperkenalkan oleh Sauer

dalam makalahnya yang berjudul „The Morphology of Landscape’ pada tahun 1925,

dimana ‘The cultural landscape is fashioned from the natural landscape by a cultural

group. Culture is the agent, the natural area is the medium, the cultural landscape the

result’. Untuk itu, Budaya merupakan produk hasil komunikasi antara manusia dengan

tempat tinggalnya dari waktu ke waktu, yang kemudian menghasilkan bentukan lanskap

alami. Lanskap sebagai media tidak lagi dipandang sebagai penentu arah transformasi,

tetapi menjadi bagian dari cultural lanscape (Sauer, 1963;Jain & Clancy, 2011). Proses

Page 13: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

5

terbentuknya cultural landscape dapat dilihat pada Gambar II-1. Proses Morfologi

Cultural landscape dibawah ini.

Gambar II-1. Proses Morfologi Cultural landscape

Sumber: Sauer (1963)

Proses interaksi antara manusia dengan lanskapnya pada suatu kawasan geografis akan

menimbulkan suatu kekhasan dan keunikan tersendiri. Kekhasan ini kemudian menjadi

karakter suatu cultural landscape, seperti yang disampaikan oleh Hough (1990) dan Kaya

(2002), bahwa interaksi manusia dengan lingkungannya menciptakan kekhasan yang

menjadi karakter kawasan. Proses bentukan manusia ini terjadi dari generasi ke generasi

dan terus berlanjut hingga saat ini. Selanjutnya, berdasarkan penelusuran Sauer dan Platt

dikatakan, bahwa proses interaksi tersebut juga merupakan kombinasi antara hubungan

sosial manusia dengan proses fisik lanskapnya, di mana keunikan yang dihasilkan

menggambarkan pola dan keteraturan, sedangkan hubungan sosial merupakan hasil

interaksi antara elemen masyarakat, melalui aktifitasnya, dengan lingkungan sebagai

wadahnya (Hough, 1990). Adapun World Heritage Center (2008) danCalcatinge (2010)

mengatakan, suatu kawasan dapat disebut sebagai cultural landscape bila ia

menggambarkan evolusi kehidupan manusia dan tempat tinggalnya dari waktu kewaktu,

yang dipengaruhi oleh potensi dan/ataupun hambatan fisikal, kekuatan eksternal dan

internal dari lingkungan alami, aspek sosial, ekonomi dan budaya, yang semuanya bernilai

sejarah serta berpotensi membentuk keindahan pemandangan kawasan (scenery).

Page 14: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

6

Gambar II-2. Posisi Cultural Landscape

Sumber: Kaya (2002)

Dari penelusuran teori-teori di atas, dapat dikatakan bahwa lanskap budaya merupakan

sumber daya spesifik hasil perpaduan karya alami dengan karya buatan manusia di dalam

suatu kawasan geografis. Morfologi sebagai gambaran evolusi interaksi manusia dengan

lanskapnya berlangsung secara terus menerus sepanjang waktu, menghasilkan bentukan

yang unik dan khas yang membedakan kawasan ini dengan lainnya. Calcatinge (2010) dan

Fowler (2003), mengatakan bahwa kota (urban area) merupakan kawasan yang unik dan

khas, sehingga dapat dikatakan sebagai bentuk cultural landscape yang sebenarnya.

Lanskap kota (urban landscape) bukan lagi bagian dari lanskap budaya, tapi lanskap kota

itu sendiri merupakan gambaran lanskap budaya yang paling maju dan

sophisticated,karena ia menjadi pusat perkembangan budaya, dan teknologi.

Sebagai gambaran peradaban manusia yang paling maju, para ahli (akademisi)

mempercayai bahwa bentangan kota (cityscape) sebagai bentuk terbaik dari lanskap

budaya (Fowler, 2003). Suatu bentangan kota merupakan hasil kombinasi kerja alam dan

budaya dari waktu ke waktu, di mana proses pembentukannya dipengaruhi oleh kekuatan

sosial, ekonomi, dan politik. Untuk itu suatu lanskap budaya yang berada dalam suatu

bentangan kota (cityscape) dapat dikatakan sebagai urban cultural landscape.

Kategori Lanskap Budaya

Lanskap budaya pada bentangan kota merupakan sumber daya yang perlu dipertahankan

karena berpotensi sebagai heritage. Untuk itu World Heritage Center (2008) mendefinikan

bahwa lanskap budaya merupakan “kekayaan budaya yang mempresentasikan hasil

kombinasi kerja alam dan manusia‟ seperti yang disampaikan pada Konvensi dalam artikel

Page 15: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

7

1, „lanskap budaya merupakan warisan budaya, yang di dalamnya mencakup monumen,

kumpulan bangunan, dan tapak (site), yang memiliki nilai universal luar biasa (outstanding

universal value) dari sudut pandang keindahan, kesejarahan, etnologi ataupun antropologi.

Penilaian tersebut di atas juga berlaku untuk urban cultural landscape.

Untuk masuk dan terdaftar sebagai World Heritage Cultural Landscape (WHCL), suatu

bentang kota lebih dahulu harus memiliki nilai universal yang luar biasa (OUV), setelah itu

ia dapat dimasukkan ke dalam 1 (satu) atau lebih kategori berikut:

a) Lanskap yang didesain/dibuat dengan sengaja oleh manusia, meliputi pembangunan

taman (garden) dan taman/kebun raya (parkland) untuk alasan estetika yang sering

(selalu) berhubungan dengan agama (religi) atau bangunan monumental.

b) Lanskap yang berevolusi secara organik atau alamiah. Hasil perubahan dari kondisi

sosial, ekonomi, administrasi, dan/atau hal-hal yang bersifat religius, dan hasil yang

terbentuk saat ini karena asosiasi dan respon terhadap lingkungan alaminya. Kategori

ini terbagi dalam dua sub-kategori:

c) Lanskap relict (fosil/bersejarah), bentukan lanskap hasil proses evolusi, yang

prosesnya telah berhenti beberapa waktu lalu sebelum masa saat ini. Bentuk khas

materialnya masih terlihat secara signifikan.

d) Lanskap, dimana proses evolusinya masih berlangsung dan mempertontonkan bentuk-

bentuk material yang merupakan bukti signifikan dari proses evolusi tersebut. Adapun

kehidupan sosial masyarakat lanskap ini, yang juga merupakan masyarakat

kontemporer masih secara aktif menggunakan, memelihara, dan mempertahankan

cara-cara hidup tradisional setempat.

e) Associative cultural landscape, merupakan lanskap budaya yang berasosiasi.

Pembentukannya dipengaruhi oleh agama, kesenian dan budaya setempat. Umumnya

lanskap ini termasuk dalam World Heritage List.

Komponen Urban Cultural Landscape

Urban cultural landscape merupakan bentuk visualisasi yang memiliki potensi ekonomi,

di mana suatu urban landscape dapat mengubah seorang pelancong (viewer) menjadi

seorang "flaneur". Selain mendapatkan sesuatu yang bersifat leisure, pelancong tersebut

juga memperoleh pengalaman (experience). Adanya flaneur, membuka peluang ekonomi

untuk masyarakat setempat (Greffe, 2009). Calcatinge (2010) menyampaikan 3 (tiga)

Page 16: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

8

komponen pembentuk urban cultural landscape, yaitu ideologi, individu, dan urban

morphology (Gambar II-3).

Urban spacesebagai simbol lanskap budaya yang mengekspresikan nilai-nilai masyarakat

moderen, di mana nilai-nilai spiritual dan ideologi individu, serta morfologi kota saling

berhubungan memberi tekanan terhadap pembentukan urban space. Nilai spiritual individu

terbentuk dari faktor-faktor kesukuan, agama, kepercayaan, bahasa, kelompok masyarakat,

dan latar belakang budayanya. Komponen kedua, nilai ideologi berupa politik, ekonomi,

dan sosial yang dipahami dan dijalankan oleh masyarakat maupun penguasa berfungsi

mengatur kehidupan kota. Terakhir, morfologi kota merupakan hasil proses dinamis dari

bentukan fisik kota, struktur spasial yang membentuk pola ruang kota, arsitektur sebagai

simbol dan wadah aktifitas serta sejarah yang menggambarkan peran setiap faktor dan

waktu yang dilaluinya. Untuk itu urbanspaceberfungsi sebagai media atau ruang

kehidupan, yang dapat menjadi simbol kehidupan kebudayaan yang unik di kawasan

tersebut.

Gambar II-3. Komponen Urban Cultural Landscape

Sumber: Calcatinge (2010)

Elemen Fisik dan Non fisik Urban Cultural Landscape

Urban cultural landscape merupakan ekspresi kebudayaan tradisional kota yang unik,

dimana keunikannya menjadi karakter yang memberi spirit pada kota tersebut. O'Donnell

Page 17: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

9

(2008) mengatakan bahwa ekspresi spirit suatu urban cultural landscape dapat ditentukan

dari hasil kombinasi nilai-nilai heritage yang terkandung dalam elemen fisik dan non

fisiknya. Untuk itu kedua elemen tersebut perlu didokumentasi dan dipreservasi.

Selanjutnya Calcatinge (2010) menambahkan bahwa elemen-elemen urban cultural

landscapemerupakan icon yang menjadi identitas lokal, regional, dan nasional.Error!

Reference source not found. menunjukan bentuk elemen fisik dan non fisik yang perlu

diidentifikasi pada suatu urban cultural landscape, di mana elemen ini bernilai heritage

dan berpotensi untuk dipreservasi.

Tabel II-1. Elemen Urban cultural landscape

Sumber: O'Donnell (2008)

Elemen Fisik Elemen Nonfisik

1. Sistem Alami 1. Festival

2. Land uses, land patterns, land clusters 2. Musik tradisional, pertunjukan tari

tradisional

3. Organisasi spasial 3. Ziarah

4. Visual relationships 4. Ibadah

5. Topografi, surface drainage 5. Ritual

6. Vegetasi 6. Upacara utk memperingati kejadian di

masa lalu

7. Sistem sirkulasi 7. Praktek/aktifitas tradisional

8. Water feature, water natural and

water constructed

8. Aktifitas untuk menjaga & mengumpulan

tanaman lokal/ endemik

9. Non habitable landscape structures

and buildings

9. Aktifitas untuk membuat kerajinan

lokal/tradisional

10. Karakterspasial, bentuk spasial,

skalaruang, & strukturhunian (&

pemukiman)

10. Cara komunitas mengenang sesuatu yang

ikonik dan masih berlangsung hingga

kini.

11. Obyek dan furnitur lanskap

Proses Transformasi Aktifitas ke dalam Bentuk Spasial

Salah satu cara mengidentifikasi urban cultural landscape pada suatu kawasan adalah

dengan melihat secara spasial suatu ruang wadah aktifitas yang berwujud tiga dimensi,

melibatkan tempat dan waktu. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan The Free

Dictionary, spasial merupakan hal yang bersifat memiliki atau berkenaan atau

berhubungan dengan ruang (space) atau tempat (place). Adapun space merupakan hasil

imaginasi dan pikiran manusia, yang diketahui dan dirasakan dengan menghubung-

hubungkan benda-benda nyata yang ada di sekitar lokasi pengamatan ke dalam imajinasi

seseorang (Lefebvre, 1998; Arisaka, 1995; Tuan, 2008). Selanjutnya ditambahkan oleh

Page 18: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

10

Arisaka (1995) melalui makalahnya mengenai „teori space dari Heidegger‟, bahwa aktifitas

dan waktu juga menjadi faktor penting dalam mengimajinasikan suatu space.

Berbeda dengan Arisaka, Tuan (2008) mengatakan bahwa ruang imajinasi terbentuk justru

berdasarkan pengetahuan yang didapat dari kebiasaan yang dilakukannya sehari-hari

(berhubungan dengan pengalaman manusia). Hal senada juga disampaikan oleh Hayden

(1995), bahwa proses merasakan ruang (space) terjadi karena adanya hubungan sosial, di

mana aktifitas berupa interaksi manusia dengan sesamanya dapat menciptakan space.

Sebagai contoh, aktifitas parade dan festival menciptakan rute yang kemudian membentuk

ruang imajinasi, yang berpotensi membentuk identitas kawasan. Untuk itu dapat dilihat

bahwa ruang (space), fungsi (yang menampung aktifitas), dan waktu merupakan

komponen yang saling terkait. Suatu ruang dapat dirasakan apabila pengguna melakukan

aktifitas di dalamnya pada suatu waktu tertentu. Untuk itu menurut Tuan (2008) proses

pembentukan ruang disebabkan oleh (1) pengetahuan mitologi dan kosmologi seseorang

atau suatu komunitas; pengalaman seseorang; (2) kebiasaan dan aktifitas yang dilakukan

sehari-hari oleh seorang individu dan komunitasnya; (3) mitos, di mana space merupakan

fuzzy area (ruang yang tidak jelas), batasan ruang dibangun atas pengetahuan yang

pragmatis. Space mitos (mythical space) ini merupakan komponen dari world view dan

kosmologi pada suatu masyarakat yang dapat ditransformasikan ke dalam wujud fisik

(nyata), seperti bangunan arsitektur, kuil, rumah, dan juga suatu kota.

Lefebvre (1998) mengatakan bahwa kondisi merasakan space dapat dibedakan berdasarkan

pembentukannya oleh (1) architectural space, yaitu ruang sosial yang terbentuk karena

pengalaman seseorang; (2) space of architects, manipulasi space yang terbentuk akibat

praktik arsitek, umumnya space ini sebagai wacana.

Masjid sebagai Sebuah Place

Place dibentuk oleh hubungan antara rona fisik lingkungan, aktivitas individu maupun

kelompok, serta makna yang terbentuknya. Berbagai istilah seperti: „PlaceAttachment‟,

„PlaceIdentity‟ dan „Sense ofPlace‟ merupakan konsep-konsep yang memperlihatkan

hubungan manusia dengan tempat dan lingkungannya. Konsep sense ofplace digunakan

untuk mempelajari ikatan antara manusia dan tempat, kedekatan emosional, serta

maknanya. Sense of Place juga digunakan untuk memberikan kesan utuh secara umum

Page 19: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

11

yang menunjukkan perasaan seseorang melalui indera, menyusun konsep serta menilai

lingkungannya (Altman, 1992).

Place seperti yang digambarkan oleh Canter tidak dapat diakui secara penuh sampai kita

mengetahui perilaku yang terkait dengan tempat itu, parameterfisikdari rona

lingkungannya, serta deskripsiatau konsepsi pengguna mengenai lingkungan fisiknya

(Canter, 1977). Mengamati perbedaan perilaku manusia dan konsep tempat memungkinkan

munculnya pemahaman tersembunyi mengenai makna tempat tersebut. Place juga dapat

dilihat sebagai wadah manusia untuk mengeksplorasikan kepentingan, perhatian, pengaruh,

perhatian, perubahan, dan kenikmatan. Place juga diyakini dapat membangkitkan emosi

orang,suasana hati,tanggapan, kendala, prestasi, kelangsungan hidup, dan

kesenangan(Steele, 1981).

Keterikatan emosional seseorang pada akhirnya akan membangun sense of place.

Seseorang akan membangun sense of place melalui cara yang berbeda tergantung dari rona

fisik dan karakter ruang (Schulz, 1980). Sense of place dapatdiciptakan olehrona

lingkungan yang menstimulasi seseorang(Steele, 1981). Reaksi sense of place merupakan

gabungan antara atribut rona lingkungan dan karakteristik personal. Pengalaman khusus

seseorang dalam suatu lingkungan tertentu akan mempengaruhi seseorang dalam menilai

pengalaman ruang yang baru dialaminya.

Masyarakat muslim sebagai salah satu peradaban terbesar di dunia pun tidak ketinggalan

dalam menyemarakkan peradaban dengan arsitektur yang mencerminkan worldview dan

nilai-nilai Islam sepanjang sejarah perkembangan dan perjalanannya di muka bumi ini.

Dalam Islam, arsitektur merupakan bagian dari karya seni yang tidak pernah lepas dari

keindahan yang merujuk pada kebesaran Allah sebagai Sang Maha Pencipta. Dimensi

ajaran Islam memberikan aturan bagaimana caranya berhubungan dengan Tuhan, serta

aturan bagaimana caranya berhubungan dengan sesama mahluk, termasuk di dalamnya

persoalan hubungan dengan alam sekitar atau lingkungan hidup. Pada akhirnya pedoman

yang dijadikan pegangan bagi umat Islam adalah Al Quran beserta hadistnya.

Masjid sebagai sebuah tempat dengan rona lingkungan tertentu, dengan beragam

pengguna di dalamnya serta kehidupan yang boleh dikatakan memiliki proses beradaptasi,

berorganisasi, bersosialisasi dan sebagainya, diyakini akan mampu membangun image bagi

siapapun penggunanya (usia, gender, etnis, pekerjaan, strata social, ekonomi dan

Page 20: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

12

sebagainya) yang mampu membangun keterikatan dengan tempat. Masjid sebagai sebuah

place, lengkap dengan interaksi manusianya, tentunya dapat dimaknai oleh penggunanya.

Kesadaran pengguna terhadap ajaran-ajaran Islam berdasarkan ajaran Al Quran dan

hadistnya pastinya juga akan turut mewarnai bagaimana masjid dan lingkungan sekitarnya

saling berinteraksi. Pengaruh ritual dan kegiatan yang ditampung di dalamnya tentu juga

akan mempengaruhi kota Cirebon itu sendiri.

Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan

PENELITI I

Sejarah Arsitektur Sejarah Masjid Kampus

Perilaku Lingkungan Makna Masjid bagi Pengguna

Fleksibilitas Masjid Kampus di

Indonesia

Place Making Masjid Kampus

Efek Ornamen dan Ruang

Interior pada Masjid

Makna Spiritual Masjid

Teritori dan Masjid dan

Pengembangannya

PENELITI II

Sejarah Arsitektur Sejarah dan Budaya yang

Terbentuk di Kota Cirebon

Arsitektur Lanskap Pengaruh Keraton Pada Lanskap

Budaya Kota Cirebon

Hasil yang Sudah Dicapai

Hasil yang didapatkan sebelumnya bahwa, masjid mampu menjadi identitas kawasan yang

membedakannya dengan kawasan lain, bahkan masjid yang memiliki konteks sejarah yang

kuat, „identitas dan sense of place’ ikut muncul dalam diri seseorang (Dewiyanti &

Kusuma, 2012).Identitas adalahbentuk sederhana dariakal dansejauh manaseseorang

dapatmengenaliatau mengingattempatsebagaiberbedadari tempat lain, dengan kata lain,

tempat yang unikakan memiliki karakter yang membedakannya dengan tempat lain. Hal ini

sejalan dengan munculnya rasa “self-efficacy” yang didefinisikan sebagai kemampuan

seseorang untuk berfungsi secara tepat dalam lingkungan fisik dan situasi sosial tertentu

yang dihubungkan dengan kebutuhan manusia untuk mengendalikan lingkungan.

MODEL

PENGEMBANGAN

LANSKAP

BUDAYA

BERDASARKAN

WISATA RELIJI

BAGI CIREBON

Page 21: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

13

Selanjutnya hasil dari rasa membedakan tersebut akan memberikan efek ”distinctiveness”,

yaitu keinginan untuk memelihara keberbedaan dari yang lain. Distinctiveness

berhubungan dengan persepsi positif terhadap keunikan suatu tempat, dan pemanfaatan

tempat yang berbeda dengan orang lain pada kawasan lain (Ross & Uzzel, 1996). Identitas

dengan teritori tertentu menyebabkan pengidentifikasian seseorang dengan orang-orang

lain yang hidup dalam ruang tersebut. Identitas juga mensyaratkan adanya kebutuhan untuk

keberlanjutan (prinsip continuity) dalam konteks waktu dan situasi. Bentuk kontinuitas

dalam hubungan dengan lingkungan, yaitu:

a. the ”place-referent continuity”, yaitu apabila tempat (place) bertindak sebagai acuan

masa lalu dan tindakan sehingga menghasilkan hubungan antara identitas masa lalu

dengan identitas masa kini.

b. the ”place-congruent continuity”, yaitu ketidakserasian antara lingkungan dan

keinginan serta nilai-nilai masyarakat setempat.

Adapun hasil mengenai lanskap budaya yang telah didapat sebelumnya yaitu, lanskap

budaya pada kawasan perkotaan terbentuk karena adanya kepercayaan yang dibentuk dari

pemahaman yang dipercaya secara turun-temurun oleh masyarakatnya. Kepercayaan ini

kemudian menjadi panduan untuk mewujudkan hal yang bersifat fisik dan nonfisik, yang

disebut sebagai elemen lanskap budaya (Rosmalia & Martokusumo, 2012). Elemen

lanskap budaya ini memiliki peran penting, karena secara signifikan dapat membangun

spirit dan membentuk karakter kawasan tersebut. Hal serupa disampaikan oleh O'Donnell

(2008), bahwa elemen fisik dan nonfisik pada suatu kawasan kota yang merupakan lanskap

budaya maka ia mengandung „spirit of space‟. Untuk kasus Kota Cirebon elemen lanskap

budayanya sebagai berikut:

a. elemen fisik berupa, keraton-keraton (Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan, dan

Kaprabonan), masjid-masjid (Sang Cipta Rasa, Panjunan, Jagasatru, dsb), Taman Gua

Sunyaragi, jalan raya, pelabuhan, sungai, dan lainnya,

b. elemen non fisiknya berupa, tradisi Muludan, Grebeg Syawal, Kliwonan, Nadran

(sedekah laut), seni wayang, seni batik, seni tari, dan sebagainya.

Keberadaan elemen lanskap budaya pada suatu kawasan perkotaan memiliki daya tarik

yang membuat seorang atau banyak pengunjung untuk datang dan melihat. Ketertarikan

pengunjung ini oleh Greffe (2009) disebut „flaneur‟, yaitu pengunjung yang datang tidak

hanya mendapatkan pengetahuan dari apa yang dilihatnya, tetapi juga dari keterlibatannya

Page 22: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

14

dalam aktifitas di kawasan tersebut seperti ritual tradisi. Dari ini kemudian suatu lanskap

budaya yang memiliki daya tarik tersebut dapat dikembangkan menjadi daerah tujuan

wisata.

Peta Jalan Penelitian

Gambar II-4 Peta Jalan Penelitian.

Place

Attachment

Lanskap

Budaya

Morfologi

Kota

Desain

berdasar

Tipologi

MODEL

PENGEMBANG-

AN LANSKAP

BUDAYA

BERDASARKAN

WISATA RELIJI

BAGI CIREBON

Universalis-

me Arsitektur

Arsitektur

Kontekstual

Pencampuran

Budaya

Arsitektur

Relijius

Arsitektur

Modern

Budaya Lokal

dan

Vernakular

Transformasi

dan

Akulturasi

Sejarah

Arsitektur

Arsitektur

dan Perilaku

Lingkungan Arsitektur

Lanskap

Arsitektur

Kota

Desain

Evakuasi dan

Mitigasi

Bencana

Manajemen

Konstruksi

Pasif Desain

Pembangunan

partisipasi

Rumah Susun

Kampung

Kota

Penelitian

Keilmuan di

FTIK

UNIKOM

Penelitian

Keilmuan

Kelompok

Riset

Pembangunan

Berkelanjutan

VISI

DAN MISI

UNIKOM

Sejarah dan

Teori Kritik

Budaya dan

Tradisi

Permukiman

Permukiman

berkelanjutan

Teknologi

Bangunan

Teknologi,

Struktur dan

Metode

Perancangan

Arsitektur

Konsep

Berkelanjutan

Page 23: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

15

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian:

Mengidentifikasi pengaruh masjid-masjid yang ada di Cirebon terhadap aktifitas dan

perkembangan Cirebon.

Mengetahui bagaimana aktifitas dan makna sebagai suatu elemen tak teraga mampu

membentuk wujud fisik dan ruang (spasial) di Kota Cirebon .

Menilai seberapa besar pengaruh masjid terhadap morfologi kota dalam membentuk

lanskapbudayaCirebon.

Manfaat Penelitian:

Hasil penelitian diharapkan akan menjadi masukan bagi pemerintah dan perancang dalam

merencanakan kota berbasis pemetaan lanskap budaya bagi pengembangan pariwisata di

Indonesia, dan Cirebon pada khususnya.

Page 24: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

16

BAB IV. METODE PENELITIAN

Kerangka Berpikir

Gambar IV-1. Kerangka Pikir

EMOTIONAL

FEELINGS

Page 25: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

17

Tahapan Penelitian

Gambar IV-2. Tahapan Berpikir

Page 26: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

18

Populasi dan Sampel

Populasi dalam metode penelitian digunakan untuk menyebutkan serumpun atau

sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Oleh karenanya populasi penelitian

merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang berupa manusia, hewan,

tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup dan lain sebagainya sehingga

objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. Populasi dilihat dari sumber data maka

populasi dapat dibedakan dalam populasi terbatas dan populasi tak hingga. Populasi

terbatas yaitu populasi yang jelas batas-batasnya secara kuantitatif sedangkan populasi tak

hingga yaitu populasi yang memiliki sumber data yang tidak dapat ditentukan batas-

batasnya secara kuantitatif. (Bungin M B, 2006). Pada penelitian ini yang menjadi objek

penelitiannya adalah pengguna masjid-masjid Cirebon yang dipilih secara random (acak)

dan memenuhi kriteria sebagai pengguna ruang.

Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui proses pengamatan, wawancara mendalam dan kemudian

dilanjutkan dengan penyebaran kuesioner tertutup terhadap responden. Responden

ditentukan secara acak dalam setiap kategori pengguna ruang masjidnya dengan

penyusunan pertanyaan kuesioner yang disesuaikan. Hal ini dilakukan karena diasumsikan

pemahaman mereka terhadap kalimat-kalimat yang digunakan dalam kuesioner tersebut

sangat beragam. Operasional variabel dari kuesioner tersebut menggunakan kriteria –

kriteria yang sudah dipelajari sebelumnya dalam tinjauan pustaka. Kuesioner yang sudah

disebarkan tersebut akan diuji validitas dan reliabilitasnya untuk memenuhi kriteria layak

sebagai kuesioner penelitian. Selain penyebaran kuestioner, juga akan dilakukan pemetaan

spasial terhadap ruang kota yang dilalui responden untuk mengetahui tingkat aksesibilitas,

dan penggunaan ruang kota tersebut menurut standar/konsep dan panduan desain.

Metode Pengolahan Data

Data yang didapat selanjutnya akan dilakukan:

Mencatat yang dibuat berupa catatan lapangan/buku harian dan rekaman, diberi kode

agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri

Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat

ikhtisar dan membuat indeksnya

Page 27: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

19

Membuat kategori data yang mempunyai makna, mencari dan menemukan pola,

hubungan-hubungan dan temuan-temuan umum

Kuesioner yang sudah disebarkan dalam proses pengumpulan data kemudian

dikelompokan berdasarkan kategori penggunanya dan dibuat rekapitulasi dalam bentuk

tabel untuk mempermudah pengolahan data dengan menggunaka software dengan tahapan

pengolahan data kuesioner tersebut adalah :

1. Uji validitas dan reliabilitas jawaban kuesioner keseluruhan

2. Uji validitas dan reliabilitas jawaban kuesioner berdasarkan kategori

3. Uji distribusi

4. Menghitung statistik deskriptif

5. Menghitung korelasi variabel penelitian

6. Analisis hasil

Selain melakukan pengolahan data kuesioner juga melakukan perbandingan data survei

ruang kota berdasarkan kategori tipologinya.

Metode Analisis

Pada analisis data kualitatif, kata-kata dibangun dari hasil wawancara dan diskusi

kelompok terfokus terhadap data yang dibutuhkan untuk dideskripsikan dan dirangkum.

Metode analisis data kualitatif mengikuti metode Stevick-Colaizzi-Keen (proses 4

langkah). Selanjutnya analisis deskriptif naratif yang didapatkan akan dibandingkan

dengan data empirik serta survei dengan studi lanskap budaya Cirebon yang akan

dilakukan di tahun kedua.

Page 28: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

20

BAB V. HASIL YANG DICAPAI

Elemen Fisik

Masjid di Cirebon dan Sekitarnya

Tabel V-1. Daftar Masjid yang menjadi Tujuan Wisata Religi

No Nama Masjid Lokasi Dibangun

tahun Foto

1 Masjid

Jagabayan

Jalan

Karanggetas,

Kelurahan

panjunan,

Kecamatan

Lemah

Wungkuk,

Kota Cirebon

Sekitar abad

ke-15

2 Masjid Agung

Kanoman

Kompleks

Kraton

Kanoman,

Kelurahan

Pekalipan,

Kecamatan

Lemah

Wungkuk Kota

Cirebon

tahun 1679

Masehi

4 Masjid At

Taqwa

Jalan Kartini,

Kelurahan

Kejaksaan,

Kecamatan

Kejaksaan,

Kota Cirebon

Tahun 1918

M

Tahun 1951

di renovasi

Tahun1963

diresmikan

sebagai

masjid

5 Masjid Gamel/

Nurul Karomah

Jalan Sekh

Datu Kahfi,

Blok Kauman,

Kelurahan

Gamel,

Kecamatan

Weru,

Kabupaten

Cirebon.

Sekitar abad

ke-17.

Rehabilitasi

I

Tahun 1995-

1996

Rehabilitasi

I

Tahun 1996-

1997

Page 29: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

21

6 Masjid Gunung

Sembung/ Sang

Saka Ratu/ Dog

Jumeneng

Kompleks

Astana

Gunung

Sembung

Desa Astana,

Kecamatan

Cirebon Utara,

Kabupaten

Cirebon

Sekitar abad

ke-15

7 Masjid

Kaliwulu

Desa

Kaliwulu,

Kecamatan

Weru,

Kabupaten

Cirebon

Sebelum

direhabilitasi

tahun 1826

Masehi.

8 Masjid Megu

Gede/ Kramat

Ki Megu Gede

Desa Megu

Gede,

Kecamatan

Weru,

Kabupaten

Cirebo

sekitar abad

ke-14/15

9 Masjid Merah

Panjunan/Abang

Kelurahan

Panjunan,

Kecamatan

Lemah

Wungkuk,

Kota Cirebon

tahun 1480

Masehi

10 Masjid

Pejaglarahan

Kampung Sitti

Mulya,

Kelurahan

kasepuhan,

Kecamatan

Lemah

Wungkuk,

Kota Cirebon

tahun 1450

Masehi

11 Masjid

Pesalakan

Kelurahan

Pesalakan,

Kecamatan

Sumber,

Kabupaten

Cirebon

Page 30: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

22

12 Masjid Sang

Cipta Rasa

Jalan Keraton

Kasepuhan,

Kelurahan

Kasepuhan,

Kecamatan

Lemah

Wungkuk,

Kota Cirebon

tahun 1480

Masehi

13 Masjid Trusmi Kampung

Dalem,

Kelurahan

Trusmi Wetan,

Kecamatan

Weru,

Kabupaten

Cirebon

tahun 1481

M

14 Masjid Kramat

Depok/ Al-

Karomah

Desa Depok,

Kecamatan

Depok,

Kabupaten

Cirebon

15 Masjid Buntet

Kompleks

Buntet

Pesantren,

Kecamatan

Mertapada

Kulon,

Kabupaten

Cirebon

Sekitar

tahun 1758

M

Sejarah Masjid-Masjid di Cirebon

Pada pada kejayaan Kerajaan Cerbon, yaitu abad ke-15 hingga abad ke-18, Cirebon

dikenal sebagai pusat penyebaran dan perkembangan agama Islam terutama untuk wilayah

Jawa Barat dan sekitarnya. Oleh sebab itu pada wilayah ini banyak terdapat masjid- masjid

yang berusia lebih dari 5 (lima) abad, dan beberapa masjid tersebut bahkan ada yang

berdiri sebelum adanya kerajaan Cirebon. Masjid-masjid tua tersebut berjumlah lebih dari

13 masjid, yang sejarah berdirinya seperti diungkapkan dibawah ini:

1. Masjid Jagabayan,

Masjid ini terletak di Kota Cirebon, tepatnya di Jalan Karanggetas, Kelurahan panjunan,

Kecamatan Lemah Wungkuk, Kotamadya Cirebon. Masjid ini berukuran 8,5 x 6 meter

Page 31: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

23

persegi (Nugroho, 20121). Posisi masjid berada diantara pertokoan, jalan raya, dan

pemukiman.

Pada awalnya masjid Jagabayan ini merupakan pos jaga, yang berfungsi sebagi tempat

pelaporan setiap pengunjung akan masuk ke area Kraton. Pada sekitar pos dibangun

langgar dan sumur. Pos jaga ini didirikan pada sekitar 600 tahun yang lalu, yaitu pada

masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah, Raja I Kerajaan Cerbon. Selnjutnya pada

tahun 1972, langgar Jagabayan ini diresmikan menjadi masjid oleh Pemerintah Kota

Cirebon.

Kata Jagabayan itu sendiri berasal dari nama Pangeran Jagabayan, utusan Pabu Siliwangi

dari Kerajaan Pakuan-Pajajaran, yang kemudian menetap di Cirebon (Nugroho, 20122).

Dilain pihak Jagabayan memiliki arti „jaga bahaya‟, yaitu menjaga tamu yang akan masuk

ke wilayah Kraton.

2. Masjid (Langgar) Kraton Kanoman

Masjid ini merupakan bagian dari kompleks Kraton Kanoman, yang terletak di Kelurahan

Pekalipan, Kecamatan Lemah Wungkuk Kota Cirebon, tepatnya di sebelah timur kompleks

Keraton. Adapun masjid ini didirikan pada tahun 1930 oleh Sultan Zurkanain dan Sultan

Nurbuat atas prakasa Belanda.

Masjid Kraton Kanoman ini hampir berbentuk bujur sangkar, yaitu 6 x 8 meter persegi.

Selain sebagai tempat ibadah, pada waktu aritual Maulid Nabi, masjid ini sebagai tempat

upacara pencucian benda-benda pusaka Kraton Kanoman, dan upacara Panjang Jimat.

3. Masjid Agung Kanoman

Masjid ini terletak di luar kompleks Kraton Kanoman, tepatnya di sebelah timur alun-alun,

yang berlokasi di Kelurahan Pekalipan, Kecamatan Lemah Wungkuk Kota Cirebon.

Masjid ini dibangun pada tahun 1679 Masehi, tidak lama setelahKraton Kanoman didirikan

oleh Sultan Kanoman I atau Pangeran Badridin atau Pangeran Kertawijaya. Adapun luas

masjid ini sekitar 1000 meter persegi

1Nugroho, YA. 2012. Mustaka pada Bangunan Islam Kuno di Cirebon. Depok: Program Studi Arkeologi,

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (skripsi)

2Nugroho, YA. 2012. Mustaka pada Bangunan Islam Kuno di Cirebon. Depok: Program Studi Arkeologi,

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (skripsi)

Page 32: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

24

4. Masjid At-Taqwa

Pada awalnya Masjid At-Taqwa berupa tajug agung atau mushalla yang didirikan pada

tahun 1918 Masehi oleh pemerintah Belanda di Jalan Kartini, Kelurahan Kejaksaan,

Kecamatan Kejaksaan, Kota Cirebon. Selanjutnya pada tahun 1951 atas prakarsa RM.

Arhtha, Kepala Koordinator Urusan Agama Kota Cirebon direnovasi untuk memperbaiki

arah kiblatnya yang dianggap kurang tepat. Pada tahun 1963 tajug agung ini resmi bernama

Masjid At Taqwa. Keseluruhan lahan kompleks masjid ini berukuran 8000 meter persegi

dengan bangunan masjid seluas 5000 meter persegi yang dapat menampung 20.000

jamaah.

5. Masjid Gamel

(sumber: http://sejarah.kompasiana.com/2012/01/03/masjid-tua-gamel-cirebon-

426991.html)

Masjid Gamel atau Masjid Sir Budi Rasa, atau disebut juga Masjid Nurul Karomah terletak

di Jalan Sekh Datu Kahfi, Blok Kauman, Kelurahan Gamel, Kecamatan Weru, Kabupaten

Cirebon. Posisi masjid berada di tengah pemukiman penduduk yang berbatasan dengan

Kali Cikananga. Berdasarkan inskripsi huruf palawa pada tiangnya, Masjid Gamel

didirikan pada abad ke-17 Masehi oleh Ki Buyut Gamel. Bangunan asli Masjid Gamel

berukuran 9 x 9 meter persegi. Pada tahun 1960 luas bangunan bertambah di bagian

serambi. Selanjutnya masjid ini telah direhabilitasi sebanyak dua kali yaitu pada tahun

1995-1996 oleh Suaka peninggalan Sejarah dan Purbakala Wilayah Propinsi Jawa Barat,

DKI Jakarta, dan Lampung, sedangkan pada tahun 1996-1997 oleh masyarakat setempat.

Sejarah masjid ini lebih dikenal dengan sebutan Masjid Gamel karen terletak di Desa

Gamel. Pada awalnya desa ini merupakan wilayah yang bernama Kedokan, kemudian

berubah menjadi Desa Maja, dan selanjutnya berubah menjadi Desa Gamel setelah Ki

Suradinata, utusan Sultan Kanoman, membawa hadiah gamelan dari Sultan Mataram III ke

desanya. Keunikan gamelan ini karena cara membawanya dengan cara ditusuk dan dipikul

menggunakan batang padidian (sejenis kayu untuk memancing).

6. Masjid Sang Saka Ratu / Dog Jumeneng (Gunung Sembung)

Masjid ini merupakan bagian dari kompleks Astana Gunung Sembung, kompleks makam

Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan GunungJati beserta turunannya. Terletak di Desa

Page 33: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

25

Astana, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon. Masjid ini didirikan tidak lama

setelah Astana gunungjati dibangun, yaitu sekitar abad ke-15 (Tahun 1470 Masehi).

Nama Dog jumeneng berasal adari dog yang memiliki arti „anteng‟ (bahasa Jawa) atau

„tenang‟, sedangkan jumeneng berarti „menjadi diri sendiri dengan kesejatian insani‟,

sehingga dog jumeneng mengandung makna dalam memperoleh keagungan tertinggi

dilakukan oleh diri sendiri dengan jiwa yang tenang dan istiqomah.

7. Masjid Kaliwulu

Masjid Kaliwulu terletak pada Desa Kaliwulu, Kecamatan Weru, Kabupaten

Cirebon pada lahan seluas 350 meter persegi. Tahun berdirinya masjid ini tidak diketahui

secara jelas, akan tetapi berdasarkan inkripsi yang tertatah di bagian atas pintu masuk

masjid, diketahui bahwa masjid ini pernah diperbaiki pada tahun 1227 Hijriah atau 1826

Masehi, sehingga dapat diprediksi bahwa masjid ini telah berdiri lebih dari 188 tahun.

Berdasarkan cerita legenda pertama kali masjid ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati, yaitu

pada perjalanannya menuju Galuh. Saat itu telah masuk waktu shalat sehingga Sunan

berhenti di tepi sungai untuk berwudhu dan menunaikan shalat. Selanjutnya tempat dimana

Sunan berhenti dibangun masjid, dan kemudian sekitar masjid berkembang menjadi Desa

Kaliwulu. Adapun asal kata Kaliwulu berasal dari „kali’ dan „wulu’ atau wudhu‟.

8. Masjid Megu Gede

Masjid Megu Gede yang biasa disebut juga masjid Kramat Ki Megu Gede berada di Desa

Megu Gede, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Bangunan masjid ini didirikan pada

sekitar abad ke-14/15 oleh Ki Buyut Atas Angin, panglima perang Kerajaan Pajajaran. Ki

Buyut Atas Angin ini menetap di daerah Megu setelah kalah saat tanding dengan Pangeran

Cakrabuana, dan memeluk Agama Islam (Nugroho, 2012).

Posisi Kompleks masjid ini berada ditengah-tengah pemukiman penduduk, dengan ukuran

40 x 28 meter persegi. Kompleks ini terdiri dari beberapa bangunan, yang semuanya

berfungsi menunjang kegiatan masjid.

9. Masjid Merah Panjunan

Masjid Merah Panjunan atau dikenal juga dengan sebutan Masjid abang berada di

Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemah Wungkuk, Kotamadya Cirebon. Posisi masjid

berada ditengah pemukiman penduduk, dan tidak jauh dari Kraton Kasepuhan dan Kraton

Page 34: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

26

Kanoman. Luas masjid ini berukuran 80 x 125 meter persegi, dengan ruang utama seluas 7

x 10 meter persegi.

Pada awal masjid ini berupa tajug atau mushala yang bernama Al-Athya. Mushala ini

didirikan pada tahun 1480 Masehi oleh Syarif Abdurahman atau Pangeran Panjunan

Pangeran Panjunan, seorang pemimpin rombongan Arab yang datang ke Cirebon, dan

kemudian berguru kepada Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Mushalla ini

berfungsi sebagai tempat bertemunya pada pedagang dari berbagai suku banngsa. Melihat

perkembangan tersebut, maka pada tahun 1549 Masehi mushalla diperluas menjadi masjid

oleh Panembahan Ratu (Raja II Kerajaan Cerbon). Pembangunan masjid menggunakan

gaya arsitektur Hindu-Budha, dengan pagar keliling berupa tumpukan bata merah

(tembikar atau jun) yang diekspos. Oleh sebab itu masjid ini kemudian lebih dikenal

sebagai masjid merah Panjunan

10. Masjid Pejlagrahan

Masjid Pejlagrahan merupakan masjid pertama yang didirikan di Kota Cirebon, letaknya di

Kampung Sitti Mulya, Kelurahan kasepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk, Kotamadya

Cirebon. Posisi masjid berada di tengah pemukiman magersari Kraton Kasepuhan. Tidak

diketahui dengan pasti kapan Masjid ini didirikan, akan tetapi berdasarkan cerita legenda,

masjid ini didirikan tidak lama setelah Kraton Pakungwati dibangun pada tahun 1450

Masehi. Masjid ini berukuran 5,25 x 6,80 meter persegi..

Awalnya masjid ini sebagai tempat pertemuan dan musyawarah para alim ulama dan tokoh

Agama Islam pada saat itu, sebelum mereka membangun Masjid Sang Cipta Rasa. Letak

masjid pada awalnya berada diatas air, sehingga disebut sebagai bangunan di atas air (jala-

graha yang artinya rumah di atas laut).

11. Masjid Pesalakan

Masjid ini terletak di Kelurahan Pesalakan, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon. Posisi

masjid ini berada di tengah-tengah pemukiman warga desa. Waktu pembangunan masjid

tidak diketahui, konon masjid ini dibangun sebelum Masjid Sang Cipta Rasa oleh Habib

Syarif Abdurahman al-Usmani atau Habib Usman al Usmani.

Berdasarkan legenda, pada awalnya masjid ini terletak di sebelah timur sungai yang

membentang desa Pesalakan, tepatnya disebelah timur „Balong Kramat‟ yang berfungsi

Page 35: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

27

sebagai tempat wudhu‟, akan tetapi setelah dipertimbangkan bahwa bahwa balong tersebut

juga sebagai tempat buang hajat, kemudian masjid dipindahkan menjauh dari balong.

12. Masjid Sang Cipta Rasa

Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun oleh pada wali pada tahun 1480 Masehi. Adapun

arsitek masjid ini yaitu Sunan Kalijaga dan Raden Sepat dari Majapahit. Saat

pembangunannya masjid ini melibatkan sekitar 500 orang.

Lokasi masjid berada jalan Keraton Kasepuhan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemah

Wungkuk, Kotamadya Cirebon. tepatnya sebelah barat alun-alun, di depan Kraton

Kasepuhan. Nama masjid ini terdiri dari kata „sang‟ yang berartikan keagungan, „cipta‟

yang artinya dibangun, dan „rasa‟ yang artinya digunakan.

Total luas Kompleks Masjid Sang Cipta Rasa berukuran 25 x 25 meter persegi, terdiri dari

bangunan utama dan serambi yang mengelilingi bangunan aslinya. Bangunan masjid itu

sendiri telah mengalami beberapa penambahan dan renovasi, yaitu pada tahun 1936-1937,

1957, 1965-1967, 1976-1978, dan terakhir tahun 19913

13. Masjid Trusmi

Masjid trusmi merupakan bagian bangunan Kompleks Ki Buyut trusmi, terletak di

Kampung Dalem, Kelurahan Trusmi Wetan, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.

Adapun luas bangunan masjid itu sendiri yaitu 12 x 7 meter persegi. Kompleks Masjid ini

berada di tengah-tengah pemukiman penduduk. Pada kompleks masjid ini terdapat

pemakaman, sumur dan balong, yang oleh masyarakat setempat dikramatkan.

Masjid ini didirikan pada tahun 1481 M oleh Pangeran Cakrabuwana (Ki Buyut Trusmi),

anak pertama Prabu Siliwangi, yang menyebarkan ajaran agama Islam di wilayah Cirebon

pada saat itu. Trusmi itu sendiri berasal dari istilah „terus bersemi‟. Istilah ini muncul

konon berdasarkan cerita legenda, yaitu berdasarkan kejadian dimana setiap tanaman yang

dirusak oleh Bung Cikal secara otomatis akan tumbuh kembali. Bung Cikal atau Pangeran

Manggarajati adalah anak dari Pangeran Carbon Girang, yang kemudian diangkat anak

oleh Syekh Syarif Hidayatullah.

3Sudjana, TD. 2003. Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Muatan Mistiknya. Bandung: Humaniora Utama

Press.

Page 36: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

28

14. Masjid Kramat Depok

Masjid Al-Karomah yang lebih dikenal dengan nama Masjid Kramat Depok, berada di

Desa Depok, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon. Dipercaya bahwa masjid ini

memiliki karomah, karena letak mihrabnya yang menjorok ke arah sungai tidak rubuh

walaupun terkena terpaan aliran air saat meluap atau banjir. Masjid ini dibangun pada awal

abad ke-15 Masehi oleh para ulama sebelum Sunan Gunungjati.

15.Masjid Buntet

Masjid ini ini didirikan pada sekitar tahun 1758 M oleh Mbah Muqoyyim, turunan

keluarga Kesultanan Kasepuhan. Lokasi masjid terletak di Jalan Buntet Pesantren,

Kecamatan Mertapada Kulon, Kabupaten Cirebon.

Pada awalnya bangunan masjid hanya berukuran 8 x 12 meter persegi. Bangunan masjid

ini seusia dengan masjid Kanoman, sehingga bentuk masjid memiliki kemiripan.

Kondisi Kota Cirebon

Cirebon merupakan Daerah Pengembangan Wilayah III Jawa Barat, yang meliputi:

Wilayah Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan

(Ciayumajakuning) . Wilayah Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, adalah Eks-Karesidenan

Cirebon yang merupakan bagian paling timur dari wilayah Provinsi Jawa Barat di

Indonesia. Pada awalnya, wilayah ini termasuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan

Cireboni, akan tetapi setalah pemerintah kolonial Belanda masuk dibawah pimpinan

Gubernur Jenderal H.W. Daendels (1808 M), wilayah ini menjadi salah satu wilayah

administrasi yang berbentuk Prefectur. Kemudian pada tahun 1809, istilah Prefectur

diganti menjadi Landdrostambten, dimana Ciayumajakuning pada masa itu termasuk

dalam Landdrostambt der Cheribonche Preanger - Regentschappen yang terdiri dari

Kesultanan Cirebon, Limbangan, Sukapura, dan Galuh. Pada masa ini kedudukan Bupati

dan Sultan Cirebon berada dibawah pengawasan Landdsrostii. Selanjutnya pada masa

pemerintahan Raffles (1811 M) istilah Landdrostambten berganti lagi menjadi Residen.

Selanjutnya pada tahun 1922, Karesidenan Cirebon dibagi atas 2 (dua) Afdelingiii, 4

(empat) Kabupaten, 20 Distrik, dan 1206 Desa. Di masa kekuasaan kolonial Jepang, pada

tahun 1943 M, Karesidenan Cirebon menjadi Syuu Cirebon dibawah pimpinan Syutyokan.

Setelah masa kemerdekaan Republik Indonesia, pada tahun 1974, Karesidenan tidak lagi

menjadi daerah administrasi, dan residen hanya berfungsi sebagai penghubung antara

Gubernur dan Bupati/Walikota untuk urusan pertanahan, perangkat pemerintahan wilayah

Page 37: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

29

dan desa, dan catatan sipil. Selanjutnya pada tahun 2007 terjadi reorganisasi Karesidenan

ini menjadi wilayah dibawah Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah

III Provinsi Jawa Barativ

Wilayah Cirebon terletak pada 108o33

‟ - 108

o48‟ BT dan 6°30‟– 7°00‟ LS. Luas

wilayahnya sebesar 1.108,41 km2 (Kota Cirebon 37.36 Km

2 dan Kabupaten Cirebon

1.071,05 km2), mencakup 45 Kecamatan dan 434 Kelurahan (Error! Reference source

not found.). Wilayah ini memiliki batas administrasi sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Indramayu.

Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Brebes.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuningan.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka

Gambar V-1. Posisi Wilayah Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon

Secara umum wilayah Cirebon terbagi dua bagian, yaitu kawasan utara hingga timur dan

kawasan selatan hingga barat. Kawasan utara hingga timur wilayah ini merupakan daerah

pantai dan dataran rendah, sedangkan kawasan selatan hingga barat merupakan dataran

tinggi pegunungan yang berbukit-bukit dengan puncaknya berupa kaki Gunung Ciremai

Peta Wilayah Kota Cirebon, Kabupaten

Cirebon, Indramayu, Majalengka &

Page 38: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

30

(3084 m dpl). Adapun sebagian besar lahan Cirebon mengandung endapan vulkanis, untuk

itu sebagian besar wilayah ini digunakan sebagai lahan pertanianv.

Tabel V-2. Jumlah Kecamatan, Kelurahan dan Desa Wilayah Ciayumajakuning

Tahun 2012

No. Kabupaten/Kota Jumlah

Kecamatan

Jumlah Kelurahan &

Desa

1. Kota Cirebon 5 22

2. Kabupaten Cirebon 40 412

Jumlah 45 434

Sumber: Provinsi Jawa Baratvi

Tabel V-3. Kondisi Geografi dan Topografi Wilayah Ciayumajakuning

No. Kabupaten/Kota Luas

Wilayah

(Km²)

Ketinggian

mdpl

Kemiringan Lahan

(%)

1. Kota Cirebon 37,33 0-5 0-40 %

2. Kabupaten Cirebon 990,32 0-200 0-40 %

78,43 % luas wilayah:

kemiringan 0-3%

Sumber: Bappeda Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon (antara Tahun 2010 hingga Tahun 2013)

Wilayah Cirebon memiliki iklim yang cukup bervariasi, yaitu suhu terendah dan dan

kelembaban tertinggi di kawasan pegunungan, serta suhu tertinggi dengan kelembaban

terendah di kawasan pesisir. Curah hujan, curah hujan tertinggi ada di wilayah

pegunungan, dan curah Hujan terendah ada di wilayah pesisir, yaitu Kota Cirebon, dan

bagian utaraKabupaten Cirebon .

Page 39: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

31

Tabel V-4. Kondisi Iklim Wilayah Ciayumajakuning

No. Kabupaten/Kota Suhu

Rata-rata

Kelembaban

Rata-rata

Curah

Hujan

mm/tahun

Jumlah

hari hujan

1. Kota Cirebon 22,3-33 ºC 48-93 % 1.351 155 hari/th

2. Kabupaten Cirebon 24-33 ºC 56,06 % 1500-4000

Sumber: Bappeda Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, (antara Tahun 2010 hingga Tahun 2013)

Pada Tahun 2011 jumlah penduduk wilayah Cirebon dapat dilihat pada Error! Reference

source not found., yang mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai

nelayan dan petani.

Tabel V-5. Kondisi Demografi Wilayah Ciayumajakuning.

No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk

(jiwa/km2)

1. Kota Cirebon 329.669 8831

2. Kabupaten Cirebon 2.388.562 2412

Sumber: Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah III Provinsi Jawa Barat

(2009)vii

; Database SIAK Provinsi Jawa Barat Tahun 2011viii

Page 40: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

32

Gambar V-2. Suasana Kraton Kasepuhan dan Kawasan Sekitarnya

Sumber: Rosmalia (2014)

Gambar V-3. Suasana Kraton Kanoman dan Kawasan Sekitarnya

Sumber: Rosmalia (2014)

Page 41: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

33

Gambar V-4. Suasana Kraton Kacirebonan dan Kawasan Sekitarnya

Sumber: Rosmalia (2014)

Gambar V-5. Suasana Kraton Kaprabonan dan Kawasan Sekitarnya

Sumber: Rosmalia (2014)

Page 42: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

34

Gambar V-6. Suasana Kota Cirebon (Stasiun Kejaksaan, Jalan Gunung Sahari,

Pelabuhan, Pesisir Cangkol, Sungai Kasunean, Siliwangi)

Sumber: Rosmalia (2014)

Page 43: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

35

Sistem Sirkulasi

Jalan sirkulasi yang ada di Kota Cirebon, cukup menunjang sarana kota, tetapi memang,

kondisi pasar dan keramaian warga seringkali menghambat kelancaran sirkulasi.

Gambar V-7. Suasana Kabupaten Cirebon (sekitar kompleks pemakaman Talun,

Mertasinga, Sungai Bondet, Desa Cangkring)

Sumber: Rosmalia (2014)

Page 44: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

36

Karakter Spasial Kota dan Kawasan Wisata

1. Karakter Jalan

Gambar V-8. Peta Jalan wilayah Cirebon dan sekitarnya

Gambar V-9. Suasana Kota Cirebon

Sumber: Rosmalia (2013)

Kondisi jalan di Kota dan sekitar Cirebon cukup baik. Lebar jalan di pusat kota, rata-rata

antara 12 sampai 18 meter, sedangkan jalan menuju masjid sekitar 4 hingga 6 meter. Pada

umumnya jalan-jalan tersebut dapat dilalui kendaraan dari dua arah. Kualitas jalan cukup

Page 45: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

37

baik, sebagian besar (>70%) telah di aspal, tetapi beberapa ada juga yang menggunakan

benton. Kondisi jalan cukup terawat.

Gambar V-10. Jalan RA. Kartini di Kota Cirebon (Kiri); Jalan Kraton Kasepuhan

menuju Masjid Sang Cipta Rasa (Kanan)

Sumber: Rosmalia (2013)

Pada jalan-jalan tertentu, kondisi lalu lantas cukup padat, sehingga Dinas Perhubungan

baik di Kota Cirebon maupun di Kabupaten Cirebon memberlakukan kondisi lalu lintas

satu arah. Gambar dibawah ini menunjukan jalur satu arah disekitar Masjid Jagabayan.

Page 46: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

38

Gambar V-11. Peta jalur satu arah di Kota Cirebon.

2. Kondisi Sungai

Hampir 90 persen sungai di Kota dan Kabupaten Cirebon sudah di atas ambang batas

kotor. Ketidakpedulian masyarakat memperparah kondisi sungai saat ini. Tingkat

kekotoran sungai tersebut bisa dilihat dari tumpukan sampah yang menumpuk di beberapa

titik sungai. Air yang tidak mengalir dan endapan lumpur yang tebal menyebabkan air

sungai tidak mengalir termasuk menimbulkan bau tidak sedap yang berasal dari sungai.

Kota Cirebon dikelilingi oleh sejumlah sungai. Salah satunya, Sungai Sukakalila yang

membelah Kota Cirebon.

Masjid Jagabayan

Page 47: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

39

Gambar V-12. Peta posisi sungai

Page 48: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

40

3. Pola Tata Letak

Gambar V-13. Peta Posisi Masjid di Cirebon

Page 49: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

41

Masjid-masjid yang dikunjungi para wisatawan reliji ini tersebar di wilayah pesisir

Cirebon (Gambar 18). Pengaruh Cirebon sebagai bandar perdagangan, bagian dari jalur

sutra pada masa pembangunannya (abad ke-15-18), mempengaruhi tata letak masjid-

masjid ini. Para pengguna masjid pada masa itu pada umumnya merupakan pedagang yang

datang ke Cirebon melalui jalur laut.

Jarak antar masjid satu dengan lainnya tidak terlalu jauh, sekitar 1 hingga 2 km untuk yang

didalam Kota Cirebon, dan sekitar 5 hingga 30 km untuk masjid yang berada di Kabupaten

Cirebon. Dari letak masjid ini dapat disimpulkan bahwa masjid-masjid tersebut didirikan

disesuaikan dengan waktu perjalanan seseorang dari pesisir ka pedalaman, dimana pada

saat waktu shalat tiba mereka dapat shalat dan beristirahat di masjid tersebut.

Gambar V-14. Posisi Masjid-Masjid

Sumber: Hasil analisis (2014)

Page 50: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

42

Pemanfaatan Lahan di Wilayah Cirebon

Gambar V-15. Peta Pemanfaatan Lahan di wilayah Cirebon

Page 51: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

43

Elemen Non Fisik

Tabel V-6. Daftar Asal Pengunjung di Masjid

No Nama Masjid

Rata-Rata

Jumlah

Pengunjung/bulan

Rata-Rata Asal Pendatang

1. Masjid Jagabayan 200 Cirebon, Indramayu,

Majalengka Kuningan

2. Masjid Kanoman 100 Cirebon, Kuningan, Majalengka,

Indramayu, Jakarta, Bekasi,

Bogor

3. Masjid At Taqwa 200 Cirebon, Kuningan, Majalengka,

Indramayu

4. Masjid Gamel 50 Cirebon, Indramayu,

Majalengka Kuningan

5. Masjid Gunung Jati 1000 Cirebon, Kuningan, Indramayu,

Majalengka, Jabodetabek,

Bandung, Jawa Tengah, Jawa

Timur, Sumatra, Sulawesi

6. Masjid Kaliwulu 100 Cirebon, Bandung, Jakarta,

Subang

7. Masjid Megu 50 Cirebon, Indramayu,

Majalengka Kuningan

8. Masjid Merah Panjunan 100 Cirebon, Indramayu,

Majalengka Kuningan

9. Masjid Pejaglarahan 20 Cirebon

10. Masjid Pesalakan 100 Cirebon, Jakarta, Garut,

Sumatra, Jawa Timur, Jawa

Tengah

11. Masjid Sang Cipta Rasa 400 Cirebon, Majalengka, Kuningan,

Indramayu, Jakarta, Bandung,

Subang, Jawa Tegah, Jawa

Timur.

12. Masjid Trusmi 200 Cirebon, Indramayu,

Majalengka, Kuningan,

Karawang, Subang, Jakarta,

Bandung, Sumatra

Page 52: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

44

Lama Kunjungan Wisatawan dan Biaya yang dikeluarkan

Tabel V-7. Lama Kunjungan dan Biaya yang dikeluarkan Wisatawan

No Nama Masjid Rata-Rata Jumlah Hari Rata-Rata Biaya

1. Masjid Jagabayan 1-2 20.000-50.000

2. Masjid Kanoman 1 50.000- 100.000

3. Masjid At Taqwa 1 < 50.000

4. Masjid Gamel 1 <50.000

5. Masjid Gunung Jati 1-30 200.000-500.000

6. Masjid Kaliwulu 1 < 50.000

7. Masjid Megu 1 < 50.000

8. Masjid Merah Panjunan 1 < 50.000

9. Masjid Pejaglarahan 1 < 100.000

10. Masjid Pesalakan 1-2 < 400.000

11. Masjid Sang Cipta Rasa 1-2 < 200.000

12. Masjid Trusmi 2-30 < 300.000

Waktu Ritual

Tabel V-8. Waktu dan Lama Ritual

No Nama Masjid Waktu/ Momen Ritual

Lamanya Waktu

Ibadah Tiap

Kedatangan

1. Masjid Jagabayan Sore, malam- kliwonan

(dzikir, tahlil, sodaqoh)

1-5 jam

2. Masjid Kanoman Sore, malam – kliwonan

ritual (dzikir, tahlil)

< 10 jam

3. Masjid At Taqwa Tiap waktu solat < 2 jam

4. Masjid Gamel Kliwonan < 2 jam

5. Masjid Gunung Jati Kliwonan, Muludan,

Syawalan

< 15 jam

6. Masjid Kaliwulu Kliwonan < 5 jam

7. Masjid Megu Kliwonan < 1 jam

8. Masjid Merah Panjunan Dini hari Kliwonan < 3 jam

9. Masjid Pejaglarahan Kliwonan < 2 jam

10. Masjid Pesalakan Kliwonan < 15 jam

11. Masjid Sang Cipta Rasa Kliwonan < 15 jam

12. Masjid Trusmi Kliwonan <15 jam

Page 53: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

45

Kebutuhan Selama Ibadah

Tabel V-9. Sarana dan Prasarana Wisata yang dibutuhkan

No Nama Masjid Akomodasi Transportasi Logistik

1. Masjid Jagabayan Sepeda motor, mobil

2. Masjid Kanoman Menginap di

Masjid

Mobil, sepeda

motor, angkutan

umum

Membawa bekal

makanan

3. Masjid At Taqwa Mobil , sepeda

motor

4. Masjid Gamel Mobil, sepeda motor

5. Masjid Gunung

Jati

Menginap di

Masjid

Mobil, sepeda

motor, angkutan

umum, kereta

Membawa bekal

makanan, mendapat

jatah makan dari

pengurus masjid,

membeli makanan di

sekitar masjid

6. Masjid Kaliwulu Menginap di

masjid

Sepeda motor, mobil Membawa bekal

makanan

7. Masjid Megu Sepeda motor, mobil

8. Masjid Merah

Panjunan

Mobil, angkutan

umum, sepeda

motor.

9. Masjid

Pejaglarahan

Mobil, sepeda

motor, angkutan

umum

10. Masjid Pesalakan Menginap di

masjid

Mobil, sepeda

motor, kereta

Membawa bekal

makanan, membeli

makanan di sekitar

masjid

11. Masjid Sang

Cipta Rasa

Meginap di

masjid

Mobil, sepeda

motor, angkutan

umum

Membawa bekal

makanan, membeli

makanan di sekitar

masjid

12. Masjid Trusmi Menginap di

masjid

Mobil, angkutan

umum

Membawa bekal dari

masjid, mendapat

jatah makanan dari

pengurus masjid,

membeli makanan di

sekitar masjid

Page 54: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

46

Keluhan Selama Proses Ibadah

Tabel V-10. Keluhan Wisatawan Selama Ritual

No Nama Masjid Jenis Keluhan

1. Masjid Jagabayan Fenomena pengemis

2. Masjid Kanoman Akses jalan menuju masjid tertutup pasar

3. Masjid At Taqwa Tidak ada permasalahan berarti

4. Masjid Gamel Kualitas jalan menuju kurang memadai

5. Masjid Gunung Jati Fenomena pengemis, dan tarif masuk yang tidak

paten

6. Masjid Kaliwulu Tidak ada permasalahan berarti

7. Masjid Megu Fenomena pengemis

8. Masjid Merah Panjunan Tempat parkir yang terbatas

9. Masjid Pejaglarahan Lokasi yang sulit dijangkau, karena berada di

pemukiman warga yang padat

10. Masjid Pesalakan Kulaitas akses menuju lokasi masjid kurang

memadai

11. Masjid Sang Cipta Rasa Tidak ada permasalahan berarti

12. Masjid Trusmi Tidak ada permasalahan berarti

Page 55: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

47

Kegiatan Ibadah dan Ritual

Tabel V-11. Jenis Ritual

MASJID

Kegiatan: RITUAL IBADAH Kegiatan: RITUAL TRADISI Keterangan3

Shalat 5

Waktu

Berjamaah

Shalat

Jumat

Shalat

Ied

Pengajian

Rutin

warga

Kliwonan Muludan Grebeg 1 Suro/1

Muharam

1. Waktu kegiatan Setiap

waktu

shalat

Setiap

minggu

Setiap

Tahun

Setiap

bulan

Setiap

tahun

Setiap

tahun

Setiap

tahun

1. Masjid

Jagabayan

Ada, Biasa Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Ramai

Ada,

Biasa

Tidak ada Ada, Biasa

2. Masjid Agung

Kanoman

Ada, Biasa Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Biasa

Ada,

Biasa

Tidak ada Ada, Biasa

3. Masjid At

Taqwa

Ada, Ramai Ada,

Ramai

Ada,

Ramai

Ada Tidak ada Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Ramai

Sebelumdirenovasi, masjid

ini merupakan masjid tua

yang juga dikramatkan

oleh warga Cirebon.

4. Masjid Gamel/

Nurul Karomah

Ada, Sepi Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Biasa

Ada,

Biasa

Tidak ada Ada, Biasa

5. Masjid Gunung

Sembung/ Sang

Saka Ratu/ Dog

Jumeneng

Ada, Sepi Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Ramai

Ada,

Ramai

Ada,

Ramai

Ada,

Ramai

Pada lokasi ini terdapat

makam para Raja

Kerajaan Cirebon, dan

merupakan pusat

kegiatan ritual budaya

terkait Kraton Cirebon

Page 56: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

48

MASJID

Kegiatan: RITUAL IBADAH Kegiatan: RITUAL TRADISI Keterangan3

Shalat 5

Waktu

Berjamaah

Shalat

Jumat

Shalat

Ied

Pengajian

Rutin

warga

Kliwonan Muludan Grebeg 1 Suro/1

Muharam

6. Masjid Kaliwulu Ada, Sepi Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Biasa

Ada,

Biasa

Tidak ada Ada, Biasa

7. Masjid Megu

Gede/ Kramat

Ki Megu Gede

Ada, Sepi Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Biasa

Ada,

Biasa

Tidak ada Ada, Biasa

8. Masjid Merah

Panjunan/Abang

Ada, Sepi Ada,

Biasa

Tidak ada Tidak ada Ada,

Biasa

Ada,

Biasa

Tidak ada Ada, Biasa

9. Masjid

Pejaglarahan

Ada, Sepi Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Biasa

Ada,

Biasa

Tidak ada Ada, Biasa Masjid pertama di

Cirebon

10. Masjid

Pesalakan

Ada, Sepi Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Biasa

Ada,

Biasa

Tidak ada Ada, Biasa

11. Masjid Sang

Cipta Rasa

Ada, Ramai Ada,

Ramai

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Ramai

Ada,

Ramai

Ada

Ramai

Ada,

Ramai

Menjadi Pusat

penyebaran dan

pengembangan Agama

Islam utk wilayah jawa

Barat dan sekitarnya

pada Abad ke-5 s/d 18

12. Masjid Trusmi Ada, Sepi Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Ramai

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada, Biasa Kompleks Ki Buyut

Trusmi telah ada sebelum

abad ke-5.

13. Masjid Kramat

Depok/ Al-

Karomah

Ada, Sepi Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Biasa

Ada,

Biasa

Tidak ada Ada, Biasa

Page 57: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

49

MASJID

Kegiatan: RITUAL IBADAH Kegiatan: RITUAL TRADISI Keterangan3

Shalat 5

Waktu

Berjamaah

Shalat

Jumat

Shalat

Ied

Pengajian

Rutin

warga

Kliwonan Muludan Grebeg 1 Suro/1

Muharam

14. Masjid Buntet Ada, Ramai Ada,

Ramai

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada,

Biasa

Ada,

Ramai

Tidak ada Ada, Biasa Pesantren Buntet adl.

pesantren terbesar di

Wilayah Cirebon,

Indramayu, Majalengka

dan Kuningan

Kategori:

1. Penyelenggaraan Kegiatan : Ada/Tidak ada

2. Suasana Kegiatan : Ramai/biasa/Sepi

3. Keterangan : keunikan/kekhususan yang berbeda dengan yang ada dimesjid lainnya

Kegiatan Ziarah

Tabel V-12. Suasana Ritual Ziarah Makam

MASJID Kegiatan: ZIARAH MAKAM

Ada makam Situasi Ziarah

1. Masjid Jagabayan Tidak ada makam Ramai

2. Masjid Agung Kanoman Tidak ada makam -

3. Masjid At Taqwa Tidak ada makam -

4. Masjid Gamel/ Nurul Karomah Ada makam Ramai

5. Masjid Gunung Sembung/ Sang Saka Ratu/ Dog Jumeneng Ada makam Sangat ramai

6. Masjid Kaliwulu Ada makam Ramai

7. Masjid Megu Gede/ Kramat Ki Megu Gede Ada makam Ramai

8. Masjid Merah Panjunan/Abang Ada makam Ramai

9. Masjid Pejaglarahan Tidak ada makam -

10. Masjid Pesalakan Ada makam Ramai

11. Masjid Sang Cipta Rasa Tidak ada makam -

12. Masjid Trusmi Ada makam Ramai

13. Masjid Kramat Depok/ Al-Karomah Ada makam Ramai

14. Masjid Buntet Ada makam Ramai

Page 58: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

50

Pola Aktivitas Wisata Reliji

Adapun aktivitas yang dilakukan seseorang saat melakukan wisata reliji adalah sebagai

berikut:

a. Kegiatan ritual ibadah di Masjid

b. Kegiatan ziarah ke situs kramat

c. Kegiatan ziarah ke makam Wali, tokoh, dan orang suci (aulia)

d. Kegiatan kuliner

e. Kegiatan wisata belanja

Kegiatan tersebut biasanya dilakukan bersama-sama dengan kerabat, rekan pengajian,

ataupun anggota keluarga. Lama rata-rata wisata religi ini antara satu hingga dua hari,

tetapi ada juga yang hingga 30 hari, tergantung kepentingan dari pengunjung.

Pergerakan Wisata Reliji

Para pengunjung pada umumnya tidak hanya mendatangi satu lokasi masjid saja, tetapi

juga ke masjid-masjid lainnya yang lainnya yang dianggap penting untuk mereka kunjungi.

Ada beberapa masjid utama yang harus mereka kunjungi pada saat wisata religi ini yaitu

Masjid Gunung Sembung/Sang Saka Ratu/Dog Jumeneng, Masjid Sang Cipta Rasa, dan

Masjid Trusmi. Masjid ini dianggap penting oleh pengunjung karena terkait dengan tokoh

yang mendirikan masjid-masjid tersebut.

Masjid Sang Cipta Rasa yang didirikan oleh para Wali penyebar agama Islam. Adapun

masjid Gunung Sembung merupakan masjid yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati, dan

juga dilokasi ini juga terdapat makam para Sultan Kraton Cirebon, sedangkan Masjid

Trusmi sebagai masjid yang didirikan oleh Ki Buyut Trusmi, yaitu Raja pertama Kerajaan

Cirebon.

Page 59: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

51

Gambar V-16. Pergerakan Pengunjung berdasarkan Posisi Tujuan Wisata

Page 60: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

52

Makna Masjid Bagi Masyarakat Cirebon dan Pendatang

Masjid bagi masyarakat Cirebon merupakan bangunan yang menjadi tujuan kedatangan di

Cirebon. Sebagai bagian dari penyebaran agama Islam di Indonesia, minat masyarakat

begitu tinggi. Adapun makna-makna dapat terbagi sebagai berikut:

PERAN MAKNA BAGI

MASYARAKAT

CIREBON

MAKNA BAGI

PENDATANG

Peran ibadah Masjid menjadi tempat

ibadah

Masjid menjadi tujuan

wisata reliji

Peran ekonomi Masjid membantu

peningkatan perekonomian

bahkan menjadi nafkah

utama

Merupakan ajang yang

dianggap sebagai zakat dan

infaq bagi sesama.

Peran sosial Menyatukan berbagai

elemen masyarakat terutama

saat adanya kegiatan yang

berkaitan dengan budaya.

Menyatu dengan masyarakat

kota. Perbauran ini

membawa lekatnya

hubungan masyarakat

dengan pendatang terutama

pada penginapan dan MCK

rakyat.

Secara diagram batang dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar V-17. Makna Masjid Bagi Pendatang

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

sebagaitempat

beribadah

sebagaisalah satu

tujuanwisata

tempatyang

membuattenang

tempatyang

membuatkita

merefleksidiri

tempatkeseimba

ngandunia dan

akhirat

tempatsupaya

mengetahui sejarah

tempatutk

bersosial

Series1 44 32 9 3 4 3 5

Pro

sen

tase

Page 61: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

53

Gambar V-18Makna Masjid Bagi Masyarakat Cirebon

Potensi dan Kekuatan Lanskap Budaya Cirebon berdasar Wisata Reliji

Dari hasil analisis mengenai pemaknaan masjid oleh pengunjung dan masyarakat Cirebon

bahwa masjid-masjid tersebut dapat dikategorikan berdasarkan (1) sejarah dari pendirian

masjid tersebut, (2) tokoh pendiri masjid, dan (3) ritual yang yang diselenggarakan

dimasjid tersebut.

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

sebagaitempat

beribadah

sebagaitempat

tambahan rejeki

sebagaitempatbekerja

sebagaitempat

beristirahat

sebagaitempat

yangmengandung nilaisejarah

tempatpenting

bagiCirebon

Series1 31 24 11 8 12 14

Pro

sen

tase

Page 62: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

54

Terlihat bahwa Masjid rusmi, Sang Cipta Rasa dan Gunung Sembung memiliki makna

yang berbeda bagi pengunjung dan masyarakat Cirebon sehingga ketiga masjid ini menjadi

daya tarik utama para wisatawan religi yang datang ke Cirebon. Pada umumnya perjalanan

wisata religi mereka dimulai dari ketiga masjid ini sebelum menuju masjid-masjid lainnya.

Kelemahan Lanskap Budaya Cirebon berdasar Wisata Reliji

Minat yang besar dari pengunjung untuk berkunjung ke masjid-masjid di wilayah Cirebon

ternyata memiliki beberapa kendala terutama pada infrastrukturnya. Beberapa lokasi

masjid tidak didukung oleh infrastruktur yang mamadai. Tetapi ada juga lokasi-laokasi

yang telah mencukupi terutama seperti dalam hal aksesibilitas, seperti menuju Masjid Sang

Cipta Rasa dan Gunung Sembung, sedangkan menuju masjid-masjid lainnya walau

beberpa memiliki prasarana jalan yang cukup memadai tetapi daya dukungnya kurang

memenuhi, terutama disaat-saat diselenggarakan ritual-ritual.

Kelemahan lainnya yang harus diperbaiki adalah perubahan image masjid yang pada

umumnya berkesan kumuh, selain karena bangunan dan lingkunngan masjid yang kurang

terawat, juga karena banyaknya pengemis yang meminta-minta terkadang cukup

mengganggu sehingga membuat pengunjung menjadi tidak nyaman. Suasana yang

mengganggu ini yang kemudian membuat nilai kesakralan masjid-masjid ini menjadi

berkurang.

Tantangan Lanskap Budaya Cirebon berdasar Wisata Reliji

Berdasarkan kriteria penilaian dari World Heritage Center (2008), dimana kelayakan

sebuah tempat dapat disebut sebagai tempat yang mengandung lanskap budaya,

berdasarkan kriteria yang ada:

1) Merupakan hasil karya manusia yang jenius;

2) Menunjukan suatu persimpangan nilai-nilai manusia yang penting dalam suatu rentang

waktu dalam suatu area budaya tertentu, yang di dalamnya mengandung unsur

arsitektur, teknologi, seni monumental, perencanaan kota dan disain lanskap;

3) Merupakan bukti keunikan yang luar biasa dari suatu tradisi budaya atau peradaban

yang sudah hilang, maupun yang masih berlangsung hingga kini.

4) Merupakan gambaran yang luar biasa dari suatu permukiman tradisional, penggunaan

lahan, sea use, dan semuanya merepresentasikan nilai-nilai kebudayaan yang

Page 63: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

55

merupakan hasil interaksi manusia dengan lingkungan alaminya. Nilainya menjadi

tinggi ketika kondisinya menjadi rentan terhadap dampak perubahan;

5) Mempunyai kaitan secara fisik dengan peristiwa, tradisi sehari-hari, gagasan,

kepercayaan, karya seni dan sastra yang bernilai luar biasa;

6) Mengandung fenomena alam, atau keindahan alam dengan estetika sangat luar biasa;

7) Merupakan gambaran dari tahap perubahan sejarah bumi, rekaman kehidupan alam,

proses geologi (sedang berlangsung), dan menjadi bagian dari perkembangan

landform, atau geomorfik, atau fitur fisiografi;

8) Merupakan gambaran signifikan dari proses ekologis dan biologis yang sedang

berlangsung (bagian dari proses evolusi) dalam perkembangan kehidupan komunitas

(berupa tumbuhan dan hewan) di darat, air tawar, pesisir, maupun di laut;

9) Mengandung unsur-unsur habitat alam yang penting dan signifikan untuk di

konservasi (in-situ biodiversity), termasuk di dalamnya spesies yang terancam punah

(dilihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan dan konservasi).

Penilaian diatas memiliki ketentuan, bahwa suatu lokasi atau properti beserta komponen

yang terkandung didalamnya, dapat memenuhi outstanding universal value bila

mengandung 1 (satu) atau lebih parameter outstanding universal value tersebut. Lainnya

adalah, penilaian ini dianggap outstanding bila memenuhi syarat integritas dan/atau

keaslian (otentik), dan memiliki perlindungan serta sistem pengelolaan yang memadai.

Cara yang kedua berupa penilaian dengan menggunakan kriteria cultural significant yang

diperkenalkan oleh (The Burra Charter, 1999). Dalam penilaian ini sejarah berperan

penting dalam menentukan nilai signifikansi suatu lanskap, dimana lanskap ataupun

komponennya terkait kuat dengan tema sejarah yang merupakan gambaran dari masa lalu.

Adapun kriteria penilaiannya sama dengan penilaian outstanding universal value, bahwa

suatu kawasan beserta elemennya paling tidak mengandung 1 (satu) atau lebih kriteria

cultural significant berikut:

i) nilai estetika, merupakan persepsi yang diterima oleh indera sensorik dalam

memahami bentuk, skala, warna, tekstur dari bahan/material, bebauan, dan suara yang

terkait dengan tempat dan penggunaannya;

ii) nilai kesejarahan, mencakup sejarah, estetika, ilmu pengetahuan, kemasyarakatan,

yang mungkin dipengaruhi oleh tokoh, peristiwa, periode/fase atau aktifitas

bersejarah;

Page 64: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

56

iii) nilai keilmiahan dan riset yang tergantung pada keterlibatan data, dilihat dari tingkat

kelangkaan, kualitas, dan keterwakilannya yang memberi informasi yang substansial;

iv) nilai sosial, mencakup kualitas suatu tempat yang peka terhadap spiritualitas,

kebudayaan, politikal, dan nasionalitas di dalam kelompok besar maupun kecil;

v) pendekatan lainnya, atau hal-hal lain yang dapat meningkatkan kualitas suatu tempat.

Dalam menilai cultural significant dari The Burra Charter (1999), suatu lokasi harus

mengandung informasi tentang:

1. Periode perkembangan lokasi dan hubungannya dengan situs/benda yang dinilai;

2. Kondisi keaslian, kelengkapan, atau ada bagian yang hilang dari fabric (situs/benda)

yang dinilai;

3. Kelangkaan, dan secara teknis menjadi bagian dari kawasan/tempat yang dinilai;

4. Nilai fungsional, dan menjadi bagian dari kawasan/tempat yang dinilai.

5. Hubungan dengan tempat/komponen yang dinilai, dan menjadi bagian dari settingnya;

6. Nilai kebudayaan berpengaruh pada bentuk komponen dan fabric (situs/benda

/material)-nya;

7. Nilai penting kawasan, masyarakat kawasan menganggap penting dan telah menjadi

bagiannya secara turun temurun;

8. Nilai kesejarahannya menjadi bagian fabric (dipengaruhi kekuatan & perjalanan

sejarah);

9. Nilai ilmiah dan riset dari lokasi/komponen yang dinilai;

10. Hubungan lokasi yang dinilai dengan lokasi lainnya, berhubungan dengan disain,

penggunaan teknologi, unsur lokalitas atau keaslian;

11. Faktor lainnya yang mempunyai hubungan dalam menilai lokasi/komponen.

Masjid-masjid yang merupakan bagian dari lanskap budaya Cirebon harus dikembangkan

sebagai bagian dari warisan pendahulu. Pengembangan tersebut harus berdasarkan potensi

yang telah ada, dan juga memperbaiki kelemahan-kelemahan yang dapat mengurangi

minat pengunjung untuk datang kembali ke lokasi ini. Dari hasil analisis diatas,

pengembangan kawasan wisata religi dapat terbagi dalam dua hirarki, yaitu area inti wisata

dan area pendukung. Pada area inti terdapat Masjid Trusmi, Sang Cipta Rasa, dan Gunung

Sembung, sedangkan pada area pendukung terdapat masjid-masjid lainnya yang menjadi

tujuan pengunjung setelah mengunjungi masjid-masjid lain di area inti.

Page 65: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

57

Pengembangan lebih kearah revitalisasi bangunan dan sosial masyarakat, dengan merubah penambilan fisik dan membangun image sebagai

tujuan wisata yang nyaman, aman, dan bebas dari pengemis yang seakan-akan mempertontonkan kemiskinan kawasan.

Page 66: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

58

BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Page 67: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

59

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, karakter lanskap budaya kota Cirebon sangat

ditentukan oleh:

1) Tradisi budaya dari kegiatan masyarakat Cirebon. Tradisi ini bercampur antara

kegiatan turun temurun dari nenek moyang yang berkaitan dengan budaya, kebiasaan

atau tradisi yang apabila tidak dipahami dengan baik akan memberikan konotasi pada

kegiatan yang bagi masyarakat dapat dikatakan negatif. Cirebon sebagai basis jalur

penyebaran agama Islam juga memiliki aura yang yang sangat kuat.

2) Mempunyai kaitan secara fisik dengan peristiwa, tradisi sehari-hari, gagasan,

kepercayaan, karya seni dan sastra yang bernilai luar biasa. Nilai-nilai ini terlihat dari

peninggalan fisik masjid di Cirebon yang bercampur dengan budaya Cina, Arab serta

nilai lokalitas dari Cirebon itu sendiri.

3) Mengandung fenomena alam, atau keindahan alam.

Percampuran budaya dari lokalitas tradisi serta agama Islam hendaknya menjadi dasar bagi

perencanaan kawasan wisata di Cirebon. Perencanaan yang baik akan memberikan

pendidikan bagi masyarakat dalam membedakan antara ritual agama yang sesuai dengan

kaidah Islam, dengan ritual tradisi yang hanya merupakan faktor budaya.

Saran bagi penelitian lanjut adalah penelitian yang berkaitan dengan wisata reliji bagi

budaya Cina, mengingat pengaruh budaya Cina yang terlihat kental pada jejak fisik masjid-

masjid di Cirebon.

DAFTAR PUSTAKA

Altman, I. (1980). Environmental and Culture. New York: Plenum Press.

Altman, I. (1992). Place Attachment. New York: Plenum Press.

Arisaka, Y. (1995). On Heidegger's Theory of Space: A Critique of Dreyfus. Inquiry, 38 (4), 445-

467.

Calcatinge, A. (2010). Vision of the Real in Contemporay City. International Journal of Art and

Science, 3 (8), 320-342.

Canter, D. (1977). The Psychology of Place. London: Architecture Press.

Page 68: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

60

Dewiyanti, D., & Kusuma, H. (2012). Spaces for Muslims Spiritual Meaning. dAcE-Bs 2012.

Bangkok.

Fowler, P. (2003). World Heritage Cultural Landscape, 1992-2002: a Review and Prospect.

Cultural Landscape: the Challenges of Conservation. World Heritage 2002 Shared Legacy,

Common Responsibility Associated Worldshops (hal. 16-32). Ferara: UNESCO, World

Heritage Centre.

Greffe, X. (2009). Urban Cultural Landscapes: an Economic Approach. International Centre for

Research on the Economics of Culture, Institutions, and Creativity (EBLA), Centro Studi

Silvia Santagata (CSS), Dipartimento di Economia “S. Cognetti de Martiis”. Torino:

Departement of Economics “S. Cognetti de Martiis”.

Hayden, D. (1995). The Power of Place: Urban Landscape as Public History. Cambridge &

London: The MIT Press.

Hough, M. (1990). Out of Place: Restoring Identity to Regional Landscape. New Haven &

London: Yale University Press.

ICOMOS. (1994). Nara Document on Authenticity. ICOMOS.

ICOMOS. (2009). World Heritage Cultural Landscape: Description of World Heritage Cultural

Landscape with a Bilbliography Based on Dokument Available at the UNESCO-ICOMOS

Document Center. Paris: ICOMOS.

Jain, P., & Clancy, G. (2011). Preserving Cultural Landscape: A Cross-Cultural Analysis. The

Alliance for Historic Landscape Preservation (Exploring the Boundaries of Historic

Landscape Preservation), 15-29.

Kaya, L. G. (2002). Cultural Landscape for Tourism. ZKÜ Bartin Orman Fakültesi Dergisi, 4 (4),

54-60.

Lefebvre, H. (1998). The Production of Space (Cetak ulang ke-10 ed.). (D. Nicholson-Smith,

Penerj.) Oxford UK & Cambridge USA: Blackwell Publishers Ltd.

O'Donnell, P. M. (2008). Urban Cultural Landscape and the Spirit of Place. ICOMOS 16th General

Assembly & Scientific Symposium (hal. 1-8). Quebec: ICOMOS.

Omar, S. (2012). The Concept of God Man, and the Environment in Islam: Implications for Islamic

Architecture. Journal of Islamic Architecture .

Rosmalia, D., & Martokusumo, W. (2012). The Notion on Urban Cultural Landscape from the

Perspective of Landscape Architecture. Case Study: Cirebon City, West Java. Artepolis 4

International Conference. Creative connectivity and the making of place: living smart by

Page 69: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

61

design.2, hal. 719-728. Bandung: Architecture program. School of Architecture, Planning

and Policy Development.

Ross, C. L., & Uzzel, D. L. (1996). Place and Identity Processes. Journal of Environmental

Psychology, 16, 205-220.

Rӧssler, M. (2006). World Heritage Cultural Landscapes: A UNESCO Flagship Proggramme 1992-

2006. Landscape Research, 31 (4), 333-353.

Sauer, C. O. (1963). The Morphology of Landscape. Dalam C. O. Sauer, & J. Leighly, Land and

Life: A Selection From the Writing of Carl Ortwin Sauer (hal. 315-350). Berkley: University

of California Press.

Schulz, C. N. (1980). Genius Loci: Towards a Phenomenology of Architecture. New York: Rizzoli.

Schulz, C. N. (1974). Intentions in Architecture. MIT Press.

Schulz, C. N. (1984). The Concept of Dwelling. Rizolli.

Steele, F. (1981). Sense of Place. Massachusetts: CBI Publishing Company, Inc.

The Burra Charter. (1999). The Australia ICOMOS Charter for Places of Cultural Significance.

Burwood: Australia ICOMOS Incorporated.

Tuan, Y. F. (2008). Space and Place: The Perspektif of Experience (8 ed.). London: University of

Minnesota Press.

World Heritage Center. (2008). Operating Guidelines for the Implementation of the World Heritage

Convention. Intergovernmental Committee for The Protection of the World Cultural and

Natural Heritage. Paris: UNESCO World Heritage Center.

Page 70: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

62

LAMPIRAN 1. Panduan Wawancara

1. PANDUAN WAWANCARA

PANDUAN WAWANCARA

PENELITIAN HIBAH BERSAING 2014

MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA

BERDASARKAN WISATA RELIJI BAGI CIREBON

BUTIR PENGETAHUAN DAFTAR PERTANYAAN

1. KARAKTERISTIK

PENGUNJUNG

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Datang bersama siapa

d. Asal Daerah

e. Sudah pernah berkunjung ke masjid tsb?

f. Jika sudah pernah: siapa yang dulu

menunjukkan masjid tsb?.

g. Apakah orang tua pernah mengajak?

2. TUJUAN KEDATANGAN a. Tujuan datang ke masjid: sholat wajib atau

ada tujuan lain?

b. Jika bertujuan selain sholat wajib: kenapa

harus dilakukan di masjid tersebut?

3. FREKWENSI a. Seberapa sering datang ke Cirebon?

b. Seberapa sering memakai masjid tersebut?

4. WAKTU a. Ketika sedang di Cirebon, dan berkunjung ke

mesjid tsb, berapa lama waktunya? (waktu di

mesjid dan waktu kunjungan di Cirebon)

b. Adakah waktu2 tertentu yang menjadi favorit

ketika datang ke Cirebon?

c. Adakah waktu2 favorit ketika berkunjung ke

masjid tersebut?

5. KEGIATAN a. Apa saja yang dilakukan di masjid tersebut?

b. Mengapa dilakukan? Dan mengapa harus di

masjid lain?

6. PENGALAMAN LAIN a. Pernah datang ke masjid lain di Cirebon?

b. Pernah datang ke masjid mana saja di

Indonesia?

c. Ada pengalaman berkesan? Ketika di masjid

mana? Mengapa?

7. AKSESIBILITAS a. Naik apa datang ke Cirebon?

b. Naik apa selama berada di Cirebon?

c. Mudah/sulit?

8. KEBUTUHAN SELAMA

KUNJUNGAN

a. Selama berada di Cirebon, tujuan lain

kemana saja?

b. Apa saja yang dibutuhkan selama berada di

Cirebon?. (misal: hotel yang bagaimana?,

tempat makan yg bagaimana?, rekreasi lain

Page 71: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

63

BUTIR PENGETAHUAN DAFTAR PERTANYAAN

yang bagaimana? Tempat oleh2 seperti apa?

c. Kebutuhan selama wisata religi berkaitan

dengan ibadah: peralatan solat, peralatan

ziarah?

d. Apakah butuh informasi wisata?

e. Mudah tidak dicari di Cirebon?

9. KESAN SELAMA KUNJUNGAN a. Kesan selama kunjungan di Cirebon?

b. Kesan selama kunjungan di masjid?

10. WILLINGNESS TO PAY

(KERELAAN UNTUK

MEMBAYAR)

a. Berapa total biaya yang rela dikeluarkan

untuk kebutuhan wisata religi?

b. Kerelaan tersebut, untuk biaya apa saja?

Page 72: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

64

Lampiran 2. Gambar-gambar Denah Masjid

2. GAMBAR MASJID

a. MASJID GUNUNG JATI

Page 73: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

65

b. MASJID KALIWULU

Page 74: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

66

c. MASJID KRAMAT MEGU

Page 75: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

67

d. MASJID PESALAKAN

Page 76: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

68

Lampiran

Page 77: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

69

e. MASJID TRUSMI

Page 78: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

70

LLampiran 3. Susunan Anggota Peneliti

Susunan Organisasi Tim Peneliti/Pelaksana dan Pembagian Tugas

No. Nama / NIDN Instansi

Asal

Bidang

Ilmu

Alokasi

Waktu

(jam/minggu)

Uraian Tugas

1 Dhini

Dewiyanti

Tantarto/

0421116601

Universitas

Komputer

Indonesia

Arsitektur

Perilaku

8 - Ketua Tim

- Bertanggung jawab

terhadap hal-hal

yang berhubungan

dengan masalah

manusia pengguna

lingkungan

- Bersama anggota tim

merumuskan temuan

dan menganalisis

serta membuat

sintesa

2 Dini

Rosmalia/

0303067002

Universitas

Pancasila

Arsitektur

Lanskap

8 - Bertanggung jawab

terhadap hal-hal

yang berhubungan

dengan masalah fisik

lanskap Cirebon

- Bersama ketua dan

anggota tim

merumuskan temuan

dan menganalisis

serta membuat

sintesa

Page 79: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

71

No. Nama / NIDN Instansi

Asal

Bidang

Ilmu

Alokasi

Waktu

(jam/minggu)

Uraian Tugas

3 Tri Widianti

Natalia/

0425128504

Universitas

Komputer

Indonesia

Perancangan

dan

Komputer

Arsitektur

6 - Bertanggung jawab

terhadap hal-hal

yang berhubungan

dengan perancangan

dan penggambaran

- Bersama ketua dan

anggota tim

merumuskan temuan

dan menganalisis

serta membuat

sintesa

Page 80: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

72

Lampiran 1. Nota kesepahaman MOU atau pernyataan kesediaan dari mitra

Page 81: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

73

Lampiran 2. Biodata Ketua/Anggota Tim Peneliti/Pelaksana

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar) : Ir. Dhini Dewiyanti, MT

2. Jenis Kelamin : L / P

3. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

4. NIP/NIK/Identitas lainnya : 04127 70 12 010

5. NIDN : 421116601

6. Tempat dan Tanggal Lahir : Singapore, 21 November 1966

7. E-mail : [email protected]

8. Nomor Telepon/HP : 08122184048

9. Alamat Kantor : Universitas Komputer Indonesia

Jl. Dipati Ukur 112- 117. Bandung 40132

10. Nomor Telepon/Faks : (022) 2504119/ (022) 2533754

11. Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 112 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang

12. Mata Kuliah yg Diampu 1. Teori Arsitektur 1, 2 SKS

2. Teori Arsitektur 2, 2 SKS

3. Studio Perancangan Arsitektur 1, 4 SKS

4. Studio Perancangan Arsitektur 2, 4 SKS

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Univ. Katolik

Parahyangan

Institut Teknologi

Bandung

Bidang Ilmu

Teknik Arsitektur Arsitektur

Tahun Masuk-Lulus 1985 - 1991 1998 -2000

Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Re-Desain Pasar

Simpang Dago,

Bandung

Karakteristik Ruang

Bermain Sebagai

Tanggapan Anak

Terhadap

Lingkungan

Nama

Pembimbing/Promotor

Ir. Suhartono Susilo,

Dr. Ir., Abang

Winarwan, MSA

Dr. Ir. Baskoro

Tedjo,, Ir. Rini

Reksadjaya, MSA

Page 82: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

74

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jml (Juta Rp)

1. 2014 Model Pengembangan Lanskap Budaya

Kota Cirebon, Tahun I.

Hibah

Bersaing

DIKTI 2014

57.500.000

2. 2011 Model Lingkungan Permukiman Yang

Tanggap Terhadap Kebutuhan Anak

Studi Kasus: Lingkungan Permukiman

Nelayan Karangantu, Kabupaten

Serang, Banten

Hibah

Bersaing

DIKTI 2011

43.000.000

3. 2007 -

2008

Strategi Pengembangan Kampus

Berbasis IAIN di bawah Departemen

Agama Menjadi Sebuah Institusi

Pendidikan di Bawah Naungan

Kementrian Pendidikan Nasional

Rektorat

IAIN, Sultan

Maulana

Hasanudin

98.000.000

4. 2008 Islamic Center, Kota Prabumulih Pemerintah

Provinsi

Sumatera

Selatan

60.000.000

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Pengabdian Kepada

Masyarakat

Pendanaan

Sumber Jml (Juta Rp)

1. 2008 Perancangan Balai Rukun

Warga 07. Kelurahan

Cigadung

RW 07 Kelurahan

Cigadung, Kecamatan

Cibeunying Kaler,

Kompleks UNPAD,

Cigadung.

300.000

2. 2013 Penanaman 1000 pohon di

Majalengka

LPPM UNIKOM 5.000.000

Page 83: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

75

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/ Nomor/Tahun

1. Flexibility of Form on Campus

Mosques in Indonesia

International Vol. 2/2/2013

2. The Spatial Pattern of Ritual and

Non Ritual Activities in Salman

Mosque, Bandung.

Journal of Islamic

Architecture, UIN

Malang

September 2014

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No Nama Pertemuan Ilmiah /

Seminar Judul Artikel Ilmiah

Waktu dan

Tempat

1 Seminar Nasional : SAINTIK

teknologi hijau, membangun masa

kini merawat masa depan

Penerapan Konsep

Ecotecture pada Masjid:

Komparasi Transformatif

Teori Desain Ekologis

23 Oktober 2014,

Unikom,

Bandung

2 Seminar DARK ITB 1 Production and

Reproduction of Space

SAPPK ITB. 22

September 2014.

3 Seri seminar nasional arsitektur

merah-putih. Ruang dan Tempat

dalam Latar Indonesia

Produksi dan Re-Produksi

Ruang Masjid Salman,

Bandung

UKDW

Yogyakarta, 23

Mei 2014.

4 Seminar Nasional. Manusia dan

Ruang dalam Arsitektur dan

Perencanaan. SERAP 3

Sense of Place Dalam

Konteks Antar Generasi

Pengguna. Studi Kasus:

Masjid Kampus Salman,

Bandung

UGM.

Yogyakarta, 22-

23 Agustus 2014.

5 Seminar Arsitektur Islam 3 Pola Ruang Aktivitas

Ritual dan Non Ritual Pada

Masjid Salman, Bandung.

Universitas Malik

Ibrahim, Malang,

7 November 2013

6 Prosiding dalam Arte-Polis 4 Intl

Conference - Creative Connectivity

and the Making of Place: Living Smart

by Design

The Place Making of

Salman Mosque.

Institut Teknologi

Bandung,

Bandung 5-6 Juli

2012.

7 Seminar DARK ITB 1 Space Segregation on

Mosque Transition Area.

Case Study: Mosque

Salman, ITB.

SAPPK ITB. 2

September 2013.

Page 84: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

76

8 First International Conference on

Islamic Built Environmet Towards

an Understanding of The Islamic

Built Environment

The Effects of Ornaments

in the Interior Space of

Mosque on the Level of

Concentration of its

Congregations.

March 28-29,

2012, UNISBA.

9 dAcE-Bs 2012 Bangkok, ASEAN

Conference on Environment-

Behaviour Studies

Spaces for Muslims

Spiritual Meanings.

16-18 July 2012,

Bangkok,

Thailand.

10 International Seminar on Livable

Space – Creating Space for Better

Life, Department of Architecture –

Faculty of Civil Engineering and

Planning Trisakti University.

The Mosque Territories

and Its Development as

Manifestation of Changes

in The Function.

Jakarta, 16 - 17

Februari 2012,

Trisakti

11 Arte-Polis 4 Intl Conference -

Creative Connectivity and the

Making of Place: Living Smart by

Design, Institut Teknologi

Bandung,

The Place Making of

Salman Mosque.

Bandung 5-6 Juli

2012, ITB.

12 International The Second

International Conference on

Sustainable Architecture and

Urban Development, Jordan and

the University of Dundee,School of

Architecture, UK

Sustainable Living

Community In Urban

Kampung. Case Study:

Kampung Sekeloa,

Bandung, Indonesia.

12 – 14 July

2010, Amman,

Jordan.

13 Seminar Nasional Metodologi

Riset dalam Arsitektur:Menunju

Pendidikan Arsitektur Indonesia

Berbasis Riset

Penerapan Metode

Naturalistik Pada Kasus

Anak Sebagai Subyek

Penelitian Arsitektur

3 Juni 2010,

Unud,

Denpasar, Bali.

14 Seminar Nasional

Humanisme dan Perencanaan

Perancangan.

Pola Bermain Anak

Sebagai Pertimbangan

Perencanaan Lingkungan

16 Januari 2009,

Universitas Gajah

Mada

Yogyakarta.

15 Seminar Nasional ASJI (Asosiasi

Studi Jepang di Indonesia).

Tokyo: Kota Organik

Terencana

11 Desember

2009, Banana Inn,

Bandung

16 Seminar Nasional Pola Kearifan

Lokal Universitas

Merdeka Malang

Pola Kearifan Lokal

Permukiman Kampung

Kota Sekeloa dalam

6 Agustus 2009,

Unmer

Malang.

Page 85: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

77

Menghadapi Pembangunan

Jl. Dipati Ukur, Bandung

17 Seminar SNUBL 2009 Universitas

Budi Luhur.

Kampung Kota Sebentuk

Pola Keberlanjutan

Berwawasan Kearifan

Lokal yang Mulai

Kehilangan Jati Diri

14 Agustus 2009,

Universitas Budi

Luhur. Jakarta.

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit

1 -

H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir

No Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

1 -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5

Tahun Terakhir

No

Judul/Tema/Jenis

Rekayasa Sosial

Lainnya yang Telah

Diterapkan

Tahun

Tempat Penerapan

Respon

Masyarakat

1 Pedoman Teknis

Bangunan Gedung Fungsi

Khusus

2007 Nasional Digunakan

sebagai

acuan

2 Rancangan Akademis

Perda Bangunan Gedung

Kota Tangerang Selatan

2011 Nasional Sudah

disahkan

DPRD

Rancangan Akademis

Perda Bangunan Gedung

Kabupaten OKU Timur

2011 Nasional Baru

digodok

DPRD

Rancangan Akademis

Perda Bangunan Gedung

Kabupaten OKU Selatan

2012 Nasional Baru

digodok

DPRD

Rancangan Akademis

Perda Bangunan Gedung

Kota Lubuk Linggau

2013 Nasional Baru

digodok

DPRD

Rancangan Akademis

Perda Bangunan Gedung

Kabupaten PALI

2014 Nasional Baru dikaji

Page 86: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

78

J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi

lainnya)

No Jenis Penghargaan

Institusi Pemberi

Penghargaan

Tahun

1 Dosen Teladan III Tingkat

Fakultas

UNIKOM 2007

2 Juara II Desain Islamic Centre

di Tebet Barat, JakSel

DKM Masjid Tebet Barat 1998

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai

ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam pengajuan Hibah Bersaing tahun 2014

Bandung, 24 Oktober 2014

Pengusul,

( Dhini Dewiyanti )

Page 87: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

79

Biodata Ketua/Anggota Tim Peneliti/Pelaksana

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar) Dini Rosmalia, ST, MSi.

2. Jenis Kelamin L / P

3. Jabatan Fungsional Lektor

4. NIP/NIK/Identitas lainnya 4109211081

5. NIDN 0303067002

6. Tempat dan Tanggal Lahir Bogor, 03 Juni 1970

7. E-mail [email protected]

8. Nomor Telepon/HP 08129206903

9. Alamat Kantor Universitas Pancasila

Jl. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan

12640

10. Nomor Telepon/Faks

11. Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 14

12. Mata Kuliah yg Diampu Studio Perancangan Arsitektur 1, 4 SKS

Studio Perancangan Arsitektur 2, 4 SKS

Perancangan Tapak, 4 SKS

Perancangan Ruang Dalam, 3 SKS

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Univ. Pancasila Institut Pertanian Bogor

Bidang Ilmu

Teknik Arsitektur Arsitektur Lanskap

Tahun Masuk-Lulus 1989 - 1994 2005 – 2008

Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Perancangan Taman

Rekreasi Danau Lido

di Bogor

Perencanaan Koridor

Sungai Ciliwung sebagai

Ekowisata Perkotaan di

Jakarta

Nama

Pembimbing/Promotor

Ir. Gustaf Abbas

M.Arch; Ir. Ahmad

Husaini, M.Arch.

Dr. Ir. Siti Nurisyah,

MLA; Dr. Ir. Setiahadi,

MS

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No Tahun Judul Penelitian

Pendanaan

Sumber Jml (Juta

Rp)

1. 2013 Ruang Lanskap Budaya Kota Cirebon Universitas

Pancasila

10.000.000

2. 2012 Perencanaan Tata Ruang Wisata Budaya

Betawi Kota Jakarta

Univ. Pancasila 5.000.000

3. 2009 Konsep Pengembangan Sistem Wisata

Budaya Kota Jakarta

PHK A2 DIKTI-

Univ. Pancasila

17.500.000

Page 88: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

80

4. 2009 Pengembangan Model Belajar Mengajar

Perancangan Tapak Guna Meningkatkan

Kemampuan Mahasiswa Dalam

Merancang Tapak Sebagai Bagian Dari

Perancangan Arsitektur

PHK A2 DIKTI-

Univ. Pancasila

12.500.000

5. 2009 Rencana Induk Penataan Lanskap

Kawasan Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Lingkungan Hidup di Kayu Gadis-

Paninggahan, Kabupaten Solok, Provinsi

Sumatera Barat.

ICRAF-Program

RUPES.

78.000.000

6. 2008 Evaluasi Perencanaan Taman Interaksi

Sosial

Dinas Pertamanan

Prov. DKI Jakarta

50.000.000

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber Jml (Juta

Rp)

1. - -

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/ Nomor/Tahun

1 The Kesunean River Revisited: Some

Notion on the Role of Urban Landscape

Elements in Cirebon, West Java,

Indonesia

Nakhara Journal,

Thailand

Vol.10. tahun 2014

(sedang tahap cetak)

2. Studi Evaluasi Tata Hijau Jalan Raya

Bebas Hambatan Jagorawi, Kota Bogor.

Jurnal Teknik

Padmasana

Vol. 2 No. 1 Januari 2010,

hal 3-12.

3 Evaluasi Penerapan Metode

Pembelajaran Kognitif-

Konstruktivistik dalam Mata Kuliah

Tapak.

Jurnal Hirarchi Vol. 08 No. 01 Maret

2011, hal 1-10.

4 Penelusuran Konsep Urban Cultural

Landscape dari Perspektif Arsitektur

Lanskap. Studi Kasus Kota Cirebon

di Jawa Barat.

Jurnal Lanskap

Indonesia

Sudah diterima, sedang

dalam pencetakan.

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan Ilmiah /

Seminar Judul Artikel Ilmiah

Waktu dan

Tempat

1 2014 International Symposium of The Influence of 7-9 Oktober 2014.

Page 89: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

81

ACLA. Tema: Waterfront Asian

Cultural Landscape”

Mauludan Tradition

on the Ritual Scape of

Cirebon Cultural

Landscape in

Indonesia

Urban Grening

Institute, Seoul

National University-

Korea Selatan.

2 Seminar Nasional SERAP 3.

Tema: Manusia dan Ruang dalam

Arsitektur dan Perencanaan

Pola Spasial Lanskap

Budaya Kota Cirebon

Berdasarkan Elemen

Fisik Kraton

22-23 Agustus

2014. Jurusan

Teknik Arsitektur

dan Perencanaan

UGM-Yogyakarta

3 Seri Seminar Nasional Arsitektur

Merah-Putih. Tema: Ruang dan

Tempat dalam Latar indonesia

Identifikasi Pola

Spasial sebagai

Wadah Aktifitas

Budaya pada Lanskap

Budaya Kota Cirebon

23 Mei 2014.

Gedung Gnosis,

UKDW-Yogyakarta

4 The International Conference

„Arte-Polis 4. Tema: Creative

Connectivity and the Making

Place: Living Smart by Design‟

The Notion on Urban

Cultural Landscape

from the Perspective

of Landscape

Architecture. Case

Study: Cirebon City,

West Java

5-6 Juli 2012.

SAPPK-ITB,

Bandung

5 Simposium Ilmiah Nasional

Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia

2010. Tema: Pemberdayaan Peran

Serta Profesi Arsitek Lanskap

dalam Mengatasi Masalah

Kerusakan Lingkungan dan

Bencana Alam melalui

Pendekatan Konservasi dan

Penataan Ruang.

Pengembangan

Kawasan Berbasis

Kondisi Fisik Lokal.

Studi Kasus: Kawasan

Paninggahan Solok,

Sumatera Barat.

10 November 2010.

IPB International

Convention Center,

Bogor.

6 International Conference on

Informal Settlement and

Affordable Housing: Sustainable

Slum Upgrading in Urban Area.

River Corridor Spatial

Planning For Urban

Ecotouring

Development at

Ciliwung – Jakarta.

16 April 2009.

Surakarta

7 Seminar Nasional, Penelitian

Arsitektur, Metode dan

Penerapannya Seri ke-2

Metode Partisipatori

Dalam Perencanaan

Setting Taman

16 Mei 2009.

Magister Teknik

Arsitektur

Universitas

Page 90: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

82

Interaksi Sosial di

Jakarta.

Diponegoro,

Semarang.

8 International Symposium of

Green City.

Urban Ecotourism

Development

Planning Area at

Ciliwung Corridor.

10-11 Agustus

2009. IPB

International

Convention Center

Bogor.

9 4th

International Symposium of

Nusantara Urban Research

Institute (NURI), Tema: Change

and Heritage in Architecture and

Urban Development.

Designing an

Ecocomm park for

revitalizing densely

populated area in

Jakarta.

7 November 2009.

Departemen

Arsitektur

Universitas

Diponegoro,

Semarang.

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit

1 Development Planning for

Ecotourism. Case Study:

Ciliwung River Corridor,

Jakarta

2012 89 LAP Lambert

Academic

Publishing, Jerman

H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir

No Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

1 -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5

Tahun Terakhir

No

Judul/Tema/Jenis

Rekayasa Sosial Lainnya

yang Telah Diterapkan

Tahun

Tempat Penerapan

Respon

Masyarakat

1 Panduan Perencanaan

Teknis Taman Interaksi

Sosial di Permukiman Padat

Penduduk

2008 Provinsi DKI Jakarta Digunakan

sebagai acuan

2 Pemaduserasian RTH Hulu-

Hilir untuk Keseimbangan

Iklim di Jabodetabekjur

2011 Jabodetabekjur Digunakan

sebagai acuan

J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi

lainnya)

Page 91: MODEL PENGEMBANGAN LANSKAP BUDAYA ...dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...penyebaran agama Islam di Indonesia, maka mau tidak mau Cirebon akan menjadi salah satu tujuan wisata reliji

83

No Jenis Penghargaan

Institusi Pemberi

Penghargaan

Tahun

1

2

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai

ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam pengajuan Hibah Bersaing tahun 2014

Bandung, 25 Oktober 2014

Pengusul,

( Dini Rosmalia )

i Cek sejarah & sumber Unang Sunarjo & adeng

ii Landdrost adalah pejabat Landdrostambten yang merupakan wakil pemerintah kolonial di daerah

administratif yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Jenderal. iii

http://bakorpembang-

wilcrb.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri=340&idMenu=436: Tahun 1922

Karesidenan Cirebon dibagi menjadi 2 Afdeling yang dipimpin oleh Asisten Residen

(1) Afdeling Cirebon: Kabupaten Cirebon & Kuningan

(2) Afdeling Indramayu: Kabupaten Indramayu & Majalengka iv UU No, 32 Th. 2004, tentang Pemerintahan Daerah; PP No. 41 Th.2007, tentang Organisasi Perangkat

Daerah; Perda Provinsi Jawa Barat No. 22 Th. 2008 tentang perangkat BAKORWIL menjadi Badan

Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (BAKORPEMBANG) Wilayah III Provinsi Jawa Barat, sebagai

lembaga koordinasi antara Kabupaten dan Kota untuk penguatan kewilayahan. v(cek land use & aspek ekonomi masyarakat).

vihttp://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1263 (diunduh 31/3/2014, pukul 15:58)

viihttp://bakorpembang-wilcrb.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri=340&idMenu=358. Edit Terakhir :

24-08-2010 17:26:44. (diunduh 31/3/2014 pukul 10:02) viii

Data penduduk. http://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/75 (diunduh 31/3/2014, pukul 14:58)