Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

32
MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN DILEMA ETIK SECARA BERTANGGUNG JAWAB Nilai-nilai, keyakinan dan filosofi individu memainkan peranan penting pada pengambilan keputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat. Peran perawat ditantang ketika harus berhadapan dengan masalah dilema etik, untuk memutuskan mana yang benar dan salah; apa yang dilakukannya jika tak ada jawaban benar atau salah; dan apa yang dilakukan jika semua solusi tampak salah. Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria. Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional. Pada pasien dengan kasus-kasus terminal sering ditemui dilema etik, misalnya kematian batang otak, penyakit terminal misalnya gagal ginjal. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai dilema etik pada kasus pasien

Transcript of Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

Page 1: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN DILEMA ETIK

SECARA BERTANGGUNG JAWAB

Nilai-nilai, keyakinan dan filosofi individu memainkan peranan penting

pada pengambilan keputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat. Peran

perawat ditantang ketika harus berhadapan dengan masalah dilema etik, untuk

memutuskan mana yang benar dan salah; apa yang dilakukannya jika tak ada

jawaban benar atau salah; dan apa yang dilakukan jika semua solusi tampak salah.

Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema sulit dipecahkan

bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis.

Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang yang lain

menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan

keburukan apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria.

Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak

emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan

keputusan rasional.

Pada pasien dengan kasus-kasus terminal sering ditemui dilema etik,

misalnya kematian batang otak, penyakit terminal misalnya gagal ginjal. Pada

tulisan ini akan dibahas mengenai dilema etik pada kasus pasien dengan gagal

ginjal terimnal yang menuntut haknya untuk dilakukan transplantasi ginjal.

Prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan oleh perawat dalam

pendekatan penyelesaian masalah / dilema etis adalah :

a. Otonomi

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir

logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki

kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai

keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk

respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan tidak

memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak

kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.

Page 2: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak

hak pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

b. Benefisiensi

Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga

memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan

kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.

Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi

konflik dengan otonomi.

c. Keadilan (justice)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang

lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai

ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk

terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar

untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan

d. Nonmalefisien

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan

psikologik. Segala tindakan yang dilakukan pada klien.

e. Veracity (kejujuran)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh

pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap

pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip

veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan

kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat komprehensif dan

objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada,

dan mengatakan yang sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu yang

berhubungan dengan keadaan dirinya salama menjalani perawatan.

Walaupun demikian terdapat beberapa argument mengatakan adanya

batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis

pasien untuk pemulihan, atau adanya hubungan paternalistik bahwa “doctor

knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk

mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran adalah dasar

dalam membangun hubungan saling percaya

Page 3: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

f. Fidelity

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan

komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan

menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah

kewajiban seeorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.

Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang

menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk

meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan

meminimalkan penderitaan.

g. Kerahasiaan (confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien

harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan

kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada

satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan

oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area

pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien

dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.

.

Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2005) adalah :

a. Pengkajian

Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya terlibat

langsung dalam dilema?”. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan

menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya

data dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :

1. Apa yang menjadi fakta medik ?

2. Apa yang menjadi fakta psikososial ?

3. Apa yang menjadi keinginan klien ?

4. Apa nilai yang menjadi konflik ?

b. Perencanaan

Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat

dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and

Page 4: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun

terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :

1. Tentukan tujuan dari treatment.

2. Identifikasi pembuat keputusan

3. Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.

c. Implementasi

Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan

beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang

dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka

dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama implementasi

adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis

seringkali menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih / berduka,

marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan

kegagalan komunikasi pada para pengambil keputusan. Perawat harus ingat

“Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien”. Perawat harus

menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang

menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak

mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan harus

menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena semua pihak

tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, perawat

tak dapat menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien / keluarga

mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain

permintaan klien dapat dihormati.

d. Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang

ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan

treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang

situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para

pengambil keputusan masih harus dipelihara.

Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat bersifat

personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila

memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis.

Page 5: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang akan

diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat

berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa

marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang

harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan

komunikasi yang baik dari seorang perawat. Masalah pengambilan

keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga sering menimbulkan

dilema etis karena sangat berhubungan dengan hak asasi manusia,

pertimbangan tingkat keberhasilan tindakan dan keterbatasan sumber-sumber

organ tubuh yang dapat didonorkan kepada orang lain sehingga memerlukan

pertimbangan yang matang. Oleh karena itu sebagai perawat yang berperan

sebagai konselor dan pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa

keputusan akhir dari komite merupakan keputusan yang terbaik.

OTONOMI PASIEN

Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UU ITE) sudah diterapkan, sudah memakan 'korban'  dan membawa

kasus ini sebagai kasus yang memperoleh perhatian luar biasa mulai dari

kelompok wartawan, ibu-ibu rumah tangga, kelompok pemuda, remaja bahkan

ketiga bakal capres, semuanya memberikan komentar dan opini sehingga

menjadikan kasus ini menjadi sangat populer dan menarik perhatian publik dari

segala lapisan. Kali ini terjadi pada seorang ibu rumah tangga bernama Prita

Mulyasari, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra

Tangerang. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai

penyakit serta rekam medis yang diperlukan pasien. Kemudian Prita Mulyasari

mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut lewat surat elektronik yang

kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak

Rumah Sakit Omni Internasional berang dan marah, dan merasa dicemarkan. Lalu

RS Omni International  mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya

Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Kejaksaan

Negeri Tangerang telah menahan Prita Mulyasari di Lembaga Pemasyarakatan

Wanita Tangerang sejak selama 21 hari karena dijerat pasal pencemaran nama

Page 6: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

(UU ITE). Banyak pihak yang menyayangkan penahanan Prita Mulyasari yang

dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena akan mengancam kebebasan

berekspresi.

Pasal ini menyebutkan : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Beberapa pakar hukum menilai: bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah

lentur dan bersifat keranjang sampah dan multi intrepretasi. Rumusan tersebut

tidak hanya menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan para moderator

milis, maupun individu yang melakukan forward ke alamat tertentu. Kasus ini

juga akan membawa preseden buruk dan membuat masyarakat takut

menyampaikan pendapat atau komentarnya di ranah dunia maya.  Pasal 27 ayat 3

ini yang juga sering disebut pasal karet, memiliki sanksi denda hingga Rp. 1

miliar dan penjara hingga enam tahun. Banyak masyarakat kemudian mulai

ketakutan  mengemukakan pendapat dan tulisan mereka di dunia maya, karena

pada kasus Prita Mulyasari ini yang semula niatnya hanya curhat malah kemudian

digugat. Padahal setiap warga Negara berhak berserikat berkumpul dan

mengeluarkan pendapat diatur dalam UUD 45, dan sebagai konsumen dilindungi

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

           Namun demikian tidak banyak yang membicarakan tentang kedalaman

perspektif etik dan hukum kesehatan kasus Prita Mulyasari ini. Apakah ada

perspektif yang lain bila kasus ini dibedah dari kacamata etik dan hukum

kesehatan?

           Hubungan antara dokter sebagai professional dengan pasien sebagai klien,

dari pendekatan hukum adalah hubungan kontraktual dimana keterikatannya

dinamakan kontrak terapetik atau kontrak medis. Dalam kontrak terapetik ini

medikpun tidak tertulis dokter berjanji akan memberikan asuhan medis kepada

pasiennya dan pasien akan berjanji mematuhi instruksi medis dari dokter. Kontrak

Page 7: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

terapetik ini membawa konsekwensi pengakuan hak, kewajiban, dan tanggung

jawab masing-masing pihak oleh pihak yang lain.

Di Indonesia hak-hak pasien ditetapkan dalam Undang-Undang No.23

Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang itu berbunyi "

Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi

standar profesi dan menghormati hak pasien" . Penjelasan pasal itu mengatakan,

bahwa yang dimaksud dengan hak pasien adalah: hak informasi, hak untuk

memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat

kedua. Dokter mempunyai kewajiban hukum untuk membuka informasi kepada

pasiennya, sehingga pihak pasien dapat melakukan pilihan pengobatan dan

persetujuan yang tepat. Hubungan dokter pasien sekarang ini sudah mulai

mengalami pergeseran. Sejak awal pertengahan kedua abad ke-20, mulai terjadi

banyak perubahan dalam pola hubungan dokter pasien. Paternalisme dokter mulai

menurun, sedangkan sebaliknya otonomi pasien makin meningkat. Otonomi

pasien adalah hak untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri tentang

masalah yang menyangkut kesehatannya sehingga pasien mempunyai hak

memperoleh informasi yang sejujur-jujurnya dari dokter yang merawat Dalam hal

memberikan informasi kepada pasien terdapat standar umum yang dapat

digunakan oleh dokter untuk menentukan seberapa jauh suatu informasi wajib

dibuka kepada pasiennya misalnya berdasarkan pada standar professional yaitu

apa yang sebenarnya ingin dokter sampaikan kepada pasien, kedua adalah standar

objektif yaitu apa yang pasien ingin ketahui tentang penyakitnya, dan ketiga

adalah standar subjektif yaitu apa yang orang banyak ingin ketahui tentang

penyakit tersebut.

Pada kasus Prita Mulyasari ini pasien merasa tidak mendapat informasi

yang jelas dan jujur dari dokter yang merawatnya, ini dilihat ketika Prita

Mulyasari meminta hasil laboratorium tentang trombosit yang dikatakan oleh

dokter sebanyak 27.000 tersebut, yang pada kenyataannya hasil tersebut tidak

pernah ada karena tidak pernah di print out, sedangkan dokter jaga sudah terlanjur

melepas hasil tersebut kepada pasien walaupun belum diperoleh hasil yang

sebenarnya. Pihak rumah sakit mengatakan bahwa darah Prita menggumpal

Page 8: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

sehingga hasil laboratorium trombositnya tidak valid, sehingga keesokan harinya

diulang kembali dan didapatkan hasil trombosit 118.000.

Masalahnya rumah sakit tidak pernah jujur dan terbuka dalam memberikan

informasi kepada pasiennya hingga disalahartikan oleh pasien bahwa rumah sakit

tidak mau memberikan hasil laboratorium darahnya, seperti diketahui bahwa hasil

laboratorium yang berasal dari cairan biologis pasien adalah hak pasien 100% dan

pasien berhak memperoleh hasilnya. Keesokan harinya, dokter berinisial H yang

merawat Prita menginformasikan ada revisi hasil laboratorium. Yaitu jumlah

trombosit 181 ribu, bukan 27 ribu. Prita kaget dan menanyakan soal revisi. Tapi,

dokter malah menginstruksikan perawat memberi sejumlah suntikan. Selama

beberapa hari diberi berbagai suntikan, badan prita membengkak. Prita akhirnya

diberitahukan terkena virus udara dan kembali disuntik meski kedua tangannya

bengkak. Tapi, pihak rumah sakit tak juga menjelaskan nama penyakit yang

diderita Prita. Prita pun kesal dan menceritakan pengalaman buruknya itu pada

temannya di milis dan  kemudian menyebar dengan cepat dan terbaca oleh pihak

rumah sakit yang merawatnya, sementara pihak rumah sakit beserta dokter

menganggap bahwa keluhan prita sebagai pencemaran nama baik sesuai dengan

pasal 310 dan 311 KUHP tentang Penghinaan, ditambah lagi dengan adanya UU

ITE maka Prita Mulyasari dijerat dengan pasal 27 ayat 3 sebagaimana tertulis

diatas.

Kembali ke pokok permasalahan tentang hubungan dokter pasien, apakah

ketika Prita Mulyasari dipanggil dan diberi penjelasan tentang keluhannya terjadi

komunikasi yang baik antara dokter dan pasien? Siapa sebenarnya yang

menerangkan kepada pasien bahwa keluhannya sudah ditanggapi? Dokter yang

bersangkutan atau dari pihak humas rumah sakit, dan apakah kemudian informasi

yang diberikan sudah sejujur-jujurnya dan telah membuat pasien merasa puas?

Maka timbul pertanyaan lagi bila pasien merasa puas mengapa harus menulis

keluhannya di milis? Dapat ditarik kesimpulan bahwa ada gap yang lebar antara

hubungan dokter dan pasien terutama dalam pelepasan informasi yang menjadi

hak pasien dan adanya kesalahan dalam manajemen keluhan pelanggan dalam hal

ini adalah pasien, sehingga keluhan pasien yang seharusnya ditanggapi dengan

Page 9: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

positif malah dianggap sebagi pencemaran nama baik. Dengan kata lain RS Omni

International gagal menangani keluhan pasiennya dengan elegan.

Soal dokter tidak memberikan keterangan obat yang disuntikan merupakan

etika komunikasi  yang kerap menjadi bagian terlemah staf medis kepada pasien.

Dalam PERMENKES NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008 Persetujuan

tindakan kedokteran dalam pasal 1 ditulis bahwa Persetujuan tindakan kedokteran

adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah

mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Sedangkan di dalam pasal 3

ayat 1, setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus

memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak

memberikan persetujuan, dan ayat 2, tindakan kedokteran yang tidak termasuk

dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan

persetujuan lisan. Juga pasal 7 ayat 1, penjelasan tentang tindakan kedokteran

harus diberikan langsung kepada pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta

maupun tidak diminta.

Patient Safety atau Keselamatan Pasien adalah visi dan misi dari banyak

rumah sakit yang ada sekarang ini. Keselamatan  pasien ini mempunyai fokus

mendorong terbentuknya kepemimpinan dan budaya RS yang mencakup

keselamatan pasien dan peningkatan mutu pelayanan, mengembangkan standar

pedoman keselamatan pasien berbasis riset dan pengetahuan, dan bekerja sama

dengan berbagai lembaga yang bertujuan meningkatkan keselamatan pasien dan

mutu pelayanan RS. Secara mudah dikatakan bahwa bila dokter atau rumah sakit

ingin selamat maka pasien harus diselamatkan lebih dahulu. Penelitian di Amerika

Serikat menunjukkan 180.000 pasien meninggal setiap tahunnya sebagai akibat

medical errors, ini setara dengan 3 pesawat Jumbo jet mengalami kecelakaan

setiap tahunnya. Data dokter yang lalai dan menyebabkan kerugian digugat

sebanyak 3 dari 100 orang dokter sedangkan dokter yang tidak lalai dan digugat

adalah 113 dari 10.000 orang. Menurut data 28% dikarenakan diagnose yang

salah, 27 % adalah surgical errors dan 26% untuk penanganan perawatan medis

(obat reaksi, kesalahan anestesi, kelahiran cedera), hampir semua kesalahan ini

disebabkan oleh hubungan dokter pasien yang tidak baik.

Page 10: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

Kasus Prita Mulyasari bukanlah kasus dimana pasien menuntut dokter

akan tetapi adalah kasus pertama di Indonesia dimana dokter menuntut kepada

pasiennya. Masalah yang timbul adalah apakah etik seorang dokter menuntut

pasien yang seharusnya ditolong? Apakah ada problem etik dan disiplin pada

kasus ini? Seperti diketahui Pasal 2 KODEKI: Seorang dokter harus senantiasa

melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi, Pasal 7 KODEKI: Seorang

dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yg telah dibuktikan

kebenarannya, maka pada kasus Prita Mulyasari ini dimana dokter memberikan

hasil laboratorium yang belum pasti itu dapat dikenakan pelanggaran KODEKI

pasal 2, dan 7.

Apa kemudian dampaknya bila kasus ini dimenangkan oleh pihak dokter

dan rumah sakit? Maka rumah sakit hanya menang di mata pengadilan dan akan

kalah dimata publik sehingga pasien tidak akan berobat ke rumah sakit yang akan

memenjarakan pasiennya. Seharusnya keluhan pasien ini ditanggapi positif dan

diselesaikan secara bijak oleh dokter dan rumah sakit dengan cerdas hukum dan

pendekatan yang baik kepada pasien. Bisa dibayangkan bila semua rumah sakit di

Indonesia seperti RS Omni International ini maka tidak dapat disalahkan bila

pasien kita berobat ke Ponari, Singapore atau Malaysia.

SIKAP TERHADAP KEMATIAN

Perawat dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap tindakannya

khususnya selama melaksanakan tugas di rumah sakit, puskesmas, panti, klinik

atau masyarakat. Meskipun tidakdalam rangka tugas atau tidak sedang

meklaksanakan dinas, perawat dituntut untuk bertangungjawab dalam tugas-tugas

yang melekat dalam diri perawat. Perawat memiliki peran dan fungsiyang sudah

disepakati. Perawat sudah berjanji dengan sumpah perawat bahwa ia akan

senantiasamelaksanakan tugas-tugasnya. Contoh bentuk tanggung jawab perawat

selama dinas; mengenal kondisi kliennya,melakukan operan, memberikan

perawatan selama jam dinas, tanggung jawab dalammendokumentasikan,

bertanggungjawab dalam menjaga keselamatan klien, jumlah klien yangsesuai

dengan catatan dan pengawasannya, kadang-kadang ada klien pulang paksa atau

Page 11: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

pulangtanpa pemberitahuan, bertanggung jawab bila ada klien tiba-tiba tensinya

drop tanpa sepengetahuan perawat.

Tanggung jawab perawat erat kaitanya dengan tugas-tugas perawat. Tugas

perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar. Peran penting perawat

adalah memberikan pelayananperawatan (care) atau memberikan perawatan

(caring). Tugas perawat bukan untuk mengobati(cure). Dalam pelaksanaan tugas

di lapangan adakalanya perawat melakukan tugas dari profesi lain seperti dokter,

farmasi, ahli gizi, atau fisioterapi. Untuk tugas-tugas yang bukan tugas

perwatseperti pemberian obat maka tanggung jawab tersebut seringkali dikaitkan

dengan siapa yang memberikan tugas tersebut atau dengan siapa ia berkolaborasi.

Dalam kasus kesalahan pemberian obat maka perawat harus turut bertanggung-

jawab, meskipun tanggung jawab utama ada pada pemberi tugas atau atasan

perawat, dalam istilah etika dikenal dengan Respondeath Superior.Istilah tersebut

merujuk pada tanggung jawab atasan terhadap perilaku salah yang dibuat

bawahannya sebagai akibat dari kesalahan dalam pendelegasian. Sebelum

melakukan pendelegasian seorang pimpinan atau ketua tim yang ditunjuk

misalnya dokter harus melihat pendidikan, skill, loyalitas, pengalaman dan

kompetensi perawat agar tidak melakukan kesalahan dan bisa bertanggung jawab

bila salah melaksanakan pendelegasian.

Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar

mampu memahamitanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep

kebutuhan dasar manusia. Konsep Kebutuhan dasar yang paling terkenal salah

satunya menurut Maslow sebagai berikut : etika keperawatan perawat memilki

tanggung jawab (responsibility) terhadap-tugas tugasnya terutama keharusan

memandang manusia sebagai mahluk yang utuh dan unik. Utuh artinya memiliki

kebutuhan dasar yang kompleks dan saling berkaitan antara kebutuhan satu

dengan lainnya, unik artinya setiap individu bersipat khas dan tidak bisa

disamakan dengan individu lainnya sehingga memerlukan pendekatan khusus

kasus per kasus, karena klien memiliki riwayat kelahiran, riwayat masa anak,

pendidikan, hobby, pola asuh, lingkungan, pengalaman traumatik, dan cita-cita

yang berbeda. Kemampuan perawat memahami riwayat hidup klien yang berbeda-

beda dikenal dengan Ability to know Life span History dan kemampuan perawat

Page 12: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

dalam memandang individu dalam rentang yang panjang dan berlainan dikenal

dengan Holistic.

TANGGUNG GUGAT (ACCOUNTABILITY)

Akontabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam

membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-

konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada

pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama

yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya. Perawat harus.

1. Determination of clinical death (perkiraan kematian klinis)

Masalah etik yang sering terjadi adalah penentuan meninggalnya

seseorang secara klinis. Banyak kontroversi cirri-ciri dalam menentukan mati

klinis. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan organorgan klien yang dianggap

sudah meninggal secra klinis. Menurut rosdahl (1999), kriteria kematian

klinis (brain death) di beberapa Negara Amerika ditentukan sebagai berikut :

a. Penghentian nafas setlah berhentinya pernafasan artifisalselama 3 menit

(inspirasi-ekspiorsai)

b. Berhentinya denyut jantung tanpa stikulus eksternal

c. Tidak ada respon verbal dan non verbal terhadap sti,ulus eksternal

d. Hilangnya refleks-refleks (cephalic reflexes)

e. Pupil dilatasi

f. Hilangnya fungsi seluruh otak yang bisa dibuktikan dengan EEG

2. Quality of Life (kualitas dalam kehidupan)

Masalah kulitas kehidupan sering kali menjadi masalah etik. Hal ini

mendasari tim kesehtan untuk mengambil keputusan etis. Apakah seorang

klien harus mendapatkan intervensi atau tidak. Sebagai contoh bagaiamana

bila di suatu tempat tidak ada donor yang bersedia dan tidak ada tenaga ahli

yang dapat memberikan tindakan tertentu? Siapa yang berhak memutuskan

tindakan keperawatan pada klien yang mengalami koma. Siapa boleh

memutuskan untuk menghentikan resusitasi? Beberapa hal berikut dapat

dijadikan pertimbngan misalnya apabila klien sudah memapu untk bekerja,

apabila klien sudah berfungsi secra fisik, berdasarkan usia, berdasarkan

Page 13: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

mafaat terhadap masyarakat, berdasarkan kepuasaan atau kegembiraan klien,

kemaampuan untuk menolong dirinya sendiri, pendapat keluarga klien

terdekat atau penaggung jawab klien.

Contoh kasus apakah klien TBC tetap klita Bantu untuk minum obat

padahal ia masih mampu untuk bekerja? kalau ada dua klien bersamaan yang

membutuhkan satu alat siapa yang didahulukan ? Apabila banyak klien lain

membutuhkan alat tetapi alat tersebut sedang digunakan oleh klien orang

kaya yang tidak ada harapan sembuh apa yang harus dilakukan perawat ?

apabila klien kanker merasa gembira untuk tidak meneruskan pengobatan

bagaiaman sikap perawat? Bila klien harus segera amputasi tetapi klien tidak

sadar siapakah yang harus memutuskan?

3. Ethical issues in treatment (isu masalah etik dalam tindakan keperawatan)

Apabila ada tindakan yang membutuhkan biaya besar apakah tindakan

tersebut tetap dilakukan meslipun klien tersebut tidak mampu dan tidak mau ?

apabila tim kesehatan yang memutuskan maka hal ini dikenal dengan mencari

keuntungan atau berbuat kerusakan (Beneficience), Apabila klien yang

memutuskan maka hal ini mungkin termasuk hak otonomi klien (autonomy),

dapatkah klien menolak sesuatu. Masalah-masalah etik yang sering muncul

seperti :

a. Klien menolak pengobatan atau tindakan yang direkomendasikan (refusal

of treatment) misalnya menolak fototerapi, menolak operasi, menolak

NGT, menolak dipasang kateter

b. Klien menghentikan pengobatan yang sedang berlangsung (withdrawl of

treatment)misalnya DO berobat pada TBC, DO kemoterapi pada kanker

c. Witholding treatment misalnya menunda pengobatan karena tidak akada

donor atau keluarga menolak misalnya transplantasi ginjal aatau cangkok

jantung.

Euthanasia (masalah mengakhiri kehidupan dengan maksud menolong)

Euthanasia sering disebut dengan “Mercy Killing” yang diartikan sebagai

sutu cara mengambil kehidupan klien untuk menghentikan penderitaan yang

dihadapi klien tersebut. Hal ini dapat pula diartikan sebagai proses pengunduran

Page 14: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

diri atau menghentikan intervensi tertentu dalam keadaan kritis dengan maksud

untuk mengurangi penderitaan klien. Terminology lain yang digunakan adalah

“assited suicide” dimana pandangan hokum di Negara barat terhadap kasus ini

berbeda-beda. Di Indonesia euthanasia Killing mutlak tidak diperbolehkan dengan

alas an apapun. Sebenaranya dalam pandangan etika normatif, kelahiran,

kematian, jodoh, rezeki adalah ketetapan Allah. Hal ini sesuai dengan firman

Allah dalam surat Al-Baqarah (2) : 28 “Mengapa kamu ingkar kepada Allah,

padahal kamu tadinya benda mati, lalu Allah menghidupkanmu, kemudian kamu

dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, selanjutnya kepada-Nya lah kamu

dikembalikan”

As-Sajdah (32) : 9 “Lalu disempurnakan-Nya kejadiannya, ditiupkan-Nya

ruh ciptaan-Nya kepada tubuh dan dilengkapi-Nya kamu dengan pendengaran,

penglihatan dan pemikiran. Namun sedikit sekali kamu yang bersyukur”

Dalam pandangan etika normative, Masalah kematian dan hidup manusia

telah diprogram oleh Allah. Manusia asalnya segumpal darah kemudian berubah

sebagai janin hidup dalam kandungan ibu sampai mencapai waktu lahir (36/37

minggu). Kemudian Allah menetapkan kelahirannya.Selanjutnya dipelihara dan

dibesarkan (diberi rizki) oleh Allah, ditetapkan jodohnya menjadi orang tua

menuju kematian. Melakukan bunuh diri atau mengakhiri hidup di luar ketentuan

Allah adalah dosa besar yang bertentangan dengan etika formal dan etika

normatif.

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIK DALAM KEMAJUAN

BIOTEKNOLOGI

Akhir tahun 2002 dunia kesehatan dan ilmu pengetahuan dihebohkan oleh

klaim Clonaid, badan usaha milik kelompok keagamaan Raelian di Kanada bahwa

mereka berhasil melakukan klon seorang manusia.

Bayi yang sudah dilahirkan oleh ibunya itu diberi nama kode Eve, diklaim

berasal dari inti sel kulit sang ibu. Jadi, inti sel ibunya diisolasi, lalu dimasukkan

ke sel telur sang ibu yang inti selnya sudah diambil. Di dalam inti sel terletak

semua informasi genetik makhluk hidup. Proses selanjutnya adalah seperti proses

bayi tabung yang sudah lebih dari tiga puluh tahun dilakukan. Sel telur yang

Page 15: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

sudah berisi informasi genetik itu dimasukkan ke dalam rahim dan tumbuh besar

menjadi janin di dalam rahim ibunya. Bayi Eve akan menjadi sangat mirip seperti

ibunya.

Itu yang akan terjadi bila klaim yang diajukan CEO Clonaid Brigitte

Boisselier bukan sekadar sensasi. Masalahnya, pemimpin kelompok Raelian yang

menyebut dirinya Rael, sampai akhir pekan lalu menolak melakukan tes DNA

(asam deoksiribonukleat yang merupakan penyusun materi genetik) pada bayi Eve

untuk membuktikan bahwa Eve adalah benar kopi dari ibunya.

Dalam acara Crossfire di jaringan televisi kabel CNN Rael mengatakan dia

telah berbicara dengan Boisselier bahwa bila ada risiko bayi Eve akan diambil

dari keluarganya, lebih baik Boisselier kehilangan kredibilitas (dengan tidak

melakukan tes DNA). Rael mengatakan, dia mengambil keputusan itu setelah

hakim di Florida menandatangani surat yang mengharuskan bayi Eve diambil dari

keluarganya, dari ibunya, untuk membuktikan klaim bahwa Eve lahir melalui

proses kloning. Clonaid mengadakan jumpa pers di Hollywood, Florida,

mengumumkan kelahiran Eve dan seorang pengacara dari Florida, Bernard F

Siegel, meminta Pengadilan Florida agar memerintahkan bayi itu diserahkan

kepada negara bila ada indikasi keselamatannya terancam.

Clonaid yang didirikan anggota gerakan Raelian yang mempercayai bahwa

manusia adalah ciptaan makhluk di luar Bumi (extraterrestrial) mengatakan Eve

lahir tanggal 26 Desember di luar Amerika, dan akan tiba di Amerika Serikat pada

hari Senin pekan lalu. Clonaid mengatakan bahwa Eve lahir dari seorang ibu

Amerika berusia 31 tahun yang baik sang ibu maupun suaminya tidak subur.

Apakah bayi Eve benar-benar ada atau hanya karangan gerakan Raelian,

sampai sekarang masih belum bisa dibuktikan. Tetapi, hal ini membangkitkan

kembali perdebatan mengenai masalah etik yang sudah dipicu sejak kelahiran

domba Dolly tahun 1997.

Bila proses kloning pada tanaman sudah berpuluh tahun lebih awal

berhasil dilakukan dan telah mencapai tahapan komersial, kloning pada hewan

menimbulkan pertanyaan etis akan sampai di mana batas penggunaan ilmu

pengetahuan bila kemudian kloning terjadi pada manusia. Persoalannya, bila

ternyata bayi kloning mengalami cacat atau kekurangan yang disebabkan proses

Page 16: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

kloning, apa yang akan dilakukan pada bayi manusia itu. Bila terjadi pada

tanaman, tanaman yang tidak memiliki sifat seperti yang diinginkan, akan dengan

mudah dimusnahkan.

Dalam dunia ilmiah, terdapat dua jenis kloning yang berbeda secara

mendasar yaitu kloning reproduktif dan kloning pengobatan.

Kloning reproduktif adalah kreasi embrio dengan menggunakan teknik

yang disebut transfer sel somatik. Dalam proses ini inti sel dari orang dewasa

dipindahkan ke sel telur yang intinya sudah diambil dengan tujuan embrio ini

akan tumbuh dan lahir menjadi bayi. Sedangkan pada kloning pengobatan, embrio

dikreasikan sama seperti proses kloning reproduktif tetapi tujuannya adalah

mengambil sel-sel tunas dari janin ini dan menghasilkan terapi medis baru untuk

penyakit-penyakit tertentu seperti parkinson.

Selain Clonaid, seorang dokter di AS dan seorang lagi dari Italia, juga

mengklaim bahwa mereka memiliki pasien yang menunggu kelahiran bayi yang

berasal dari teknik kloning.

Dr Antinori dari Italia mendapatkan reputasi internasionalnya ketika pada

tahun 1993 dia berhasil menolong seorang perempuan berusia 62 tahun hamil

melalui teknik inseminasi buatan. Sedangkan dr Panos Zavos dari AS yang tahun

lalu bersaksi di depan DPR AS menyebut bahwa kloning reproduktif adalah

sebuah teknologi yang sangat baik untuk menolong pasangan tidak subur

"menyelesaikan siklus kehidupan biologis" mereka.

Berbeda dari Clonaid yang terdaftar di Bahamas, dan yang tidak memiliki

sejarah tentang penelitian kloning yang telah mereka lakukan sebelumnya

sehingga menimbulkan rasa skeptis tentang klaim mereka, Antinori dianggap

memiliki kemampuan teknis melakukan kloning reproduktif.

Lalu dimana posisi perempuan dalam perkembangan bioteknologi yang

begitu cepat? Ibarat sebuah perjalanan, pencapaian sekarang barulah titik awal.

Hanya membicarakan kloning reproduktif saja dan mendengar klaim Clonaid,

sangat banyak kemungkinan perkembangan dan penggunaan kloning reproduktif

ini.

Menurut washingtonpost.com tanggal 28 Desember 2002, Boisselier

mengatakan bahwa sebetulnya ada 10 perempuan yang hamil melalui teknik

Page 17: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

kloning, namun separuhnya mengalami keguguran spontan pada usia kehamilan

tiga minggu. Kelima kehamilan ini melalui metode kloning yang berbeda-beda,

dengan dua di antaranya menggunakan DNA yang berasal dari anak-anak yang

sudah meninggal. Keempat perempuan itu akan melahirkan bayi mereka pada

akhir bulan Januari ini atau awal Februari.

Hal yang paling menyangkut kepentingan perempuan dalam hal ini adalah

kenyataan bahwa perkembangan bioteknologi akan memungkinkan perempuan

hamil tanpa sperma. Bila klaim gerakan Raelian benar, bayi Eve sepenuhnya

berasal dari sang ibu. Materi genetik DNA diambil dari sang ibu dan sel telurnya

berasal dari ibu yang sama. Dalam sejarah gerakan perempuan, para filsuf

perempuan telah memainkan peran penting dalam pembuatan peraturan yang

berpihak kepada perempuan di banyak negara yaitu antara lain dibolehkannya

aborsi aman dengan alasan medis yang jelas.

Mereka, demikian Sophia Poca dan Rebeca Wright, juga dengan aktif ikut

dalam wacana etika yang paling penting dan menentukan saat ini yaitu penentuan

biologis, perbedaan jender, hak-hak anak-anak, etika lingkungan, etika ilmu

pengetahuan, dan embriologi.

Mereka mempertanyakan apakah seorang perempuan yang telah memasuki

usia post-menopaus memiliki hak untuk hamil, seperti yang dialami oleh

perempuan berusia 62 tahun yang berhasil hamil melalui inseminasi buatan

dengan bentuan dr Antinori.

Pertanyaan-pertanyaan lain pun menyusul bermunculan seperti apakah

sebaiknya perempuan memiliki hak untuk mengklon dirinya sendiri bila dia dan

pasangan hidupnya tidak subur. Sejauh ini sudah 12 negara yang melarang proses

kloning reproduktif, sementara Amerika Serikat masih berdebat soal ini. Usulan

untuk melarang kloning reproduktif ditolak Senat dan klaim Clonaid

membangkitkan lagi desakan kepada Senat untuk menyetujui usulan pelarangan

kloning reproduktif yang pasti akan berseberangan dengan kepentingan industri

bioteknologi yang investasinya jutaan dollar AS.

Pertanyaan paling penting berikutnya adalah apakah konsekuensi kloning

berarti sperma tidak lagi diperlukan untuk prokreasi melahirkan manusia baru.

Page 18: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

Hal ini pada akhirnya akan membuat tamatnya spesies laki-laki di dalam proses

evolusi.

Pada masa mendatang-yang sudah tidak terlalu lama lagi-tuntutan filosofi

untuk menjawab dilema etis akan semakin bertambah, seiring dengan masuknya

rekayasa genetika dalam kehidupan kita sehari-hari. Hambatan biologis pada

perempuan untuk terjadinya prokreasi sudah berbeda, dan kini etika fertilisasi dan

kloning manusia telah menjadi perdebatan ideologis dan moral. PERSOALAN

yang sebenarnya juga telah muncul dalam gerakan perempuan dan telah

menimbulkan perbedaan pandangan di antara para aktivis maupun filsuf

perempuan adalah apakah menjadi ibu adalah sebuah tugas seorang perempuan

ataukah seorang perempuan merasa hidupnya belum sempurna bila belum

melahirkan anak sebagai sebuah konstruksi sosial. Perdebatan lebih lanjut adalah

apakah seorang perempuan yang hamil dan melahirkan seorang anak wajib

mengasuh anak yang dia lahirkan.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut lahir sejalan dengan berkembangnya

teknologi kedokteran yang melahirkan bayi tabung yang kemudian memunculkan

perempuan-perempuan yang bersedia memberikan rahimnya untuk ditempati sel

telur yang telah dibuahi milik pasangan suami-istri yang tidak dia ketahui

identitasnya. Bahkan, pertanyaan yang lebih kritis lagi adalah apakah etis seorang

perempuan menyewakan rahimnya secara komersial?

Namun, kemampuan perempuan untuk hamil dengan rahimnya yang

kompleks dan memiliki segala peralatan untuk membesarkan seorang bakal

manusia dari sel telur yang telah memiliki inti sel dewasa, juga dipandang sebagai

sebuah kekuatan perempuan.

Adrienne Rich, misalnya, seperti dikutip Rosemarie Putnam Tong

(Feminist Thought, A More Comprehensive Introduction, 1988) ada beda besar

antara seorang perempuan yang membuat keputusan independen tentang siapa

yang akan menjadi sumber materi genetik anak yang akan dilahirkannya,

bagaimana, kapan, dan di mana dia akan menjadi ibu, dibandingkan bila

keputusan itu bukan ditentukan oleh dirinya secara sadar dan independen.

Meskipun pada satu sisi teknologi kedokteran akan memberi perempuan

kebebasan untuk menentukan tujuan biologisnya, namun hal ini bukan tidak

Page 19: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

mungkin akan membuat perempuan menjadi semacam bagian dari alat produksi

yang kontrolnya bukan di tangan perempuan. Genea Corea, misalnya,

membayangkan seorang perempuan yang secara genetika superior akan menjadi

donor bayi tabung, seorang perempuan lain yang kuat akan membesarkan embrio

tersebut di dalam rahimnya, dan perempuan yang dipandang memiliki

temperamen penyabar akan disewa untuk mengasuh bayi yang dilahirkan.

Di sini, sekali lagi terjadi pembagian kerja. Bedanya dengan pembagian

kerja berdasarkan teori Marx, pembagian kerja ini berdasarkan "kelas" biologis

perempuan. Sungguh sebuah tantangan ilmu pengetahuan yang harus dijawab, dan

perempuan bisa memberikan sumbangan pemikirannya karena dia adalah pemilik

rahim yang menyemai kehidupa

Page 20: Model Pengambilan Keputusan Di Dilema Etik Secara Bertanggung Jawab Edited

DAFTAR PUSTAKA

Jaringan Epidemiologi Nasional. (1995). AIDS dan Hukum / Etika. Seri

Monogragi No:05. Jakarta : Jaringan Epidemi Nasional bekerja sama

dengan The Ford Foundation.

Jaringan Epidemiologi Nasional. (1995). AIDS dan Hukum / Etika. Seri 3

Barbara kozier, 1983, Fundamental of nursing.

Cholil Uman, 1994, Agama menjawab tentang berbagai masalah Abad modern,

Surabaya : Ampel Suci