Model Pembelajaran Inkuiri Full
-
Upload
ningtyas-saga -
Category
Documents
-
view
130 -
download
6
Transcript of Model Pembelajaran Inkuiri Full
MAKALAH PEMBELAJARAN INOVATIF II
“ INKUIRI ”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
1. NUNGGAL MUKTI P. (113174009)2. SULALAH (113174022)3. SAF’AR GALIH P. N (113174043)4. M. AUZA’I AQIB (113174044)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
2013
MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
A. STRATEGI PEMBELAJARAN
Proses pembelajaran berjalan secara optimal perlu adanya rencana pembuatan
strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran menurut Arthur L. Costa (1985) seperti yang
dikutip oleh Rustam (2003:3) merupakan pola kegiatan pembelajaran berurutan yang
diterapkan dari waktu ke waktu dan diarahkan untuk mencapai suatu hasil belajar siswa yang
diinginkan. Strategi pembelajaran juga untuk mencapai komponen yang ada dalam
pembelajaran. Subiyanto (1990:17) menyatakan komponen pembelajaran mencakup 3 hal,
yaitu tujuan, model, dan evaluasi. Ketiga komponen tersebut disebut tiga mata jangkar (three
archor points) yang merupakan suatu perpaduan atau kesatuan. Pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan memuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Gagne’, seperti yang dikutip oleh Dahar(1988: 163), bahwa hasil belajar yang dicapai
meliputi lima kemampuan, yaitu :
1) Kemampuan intelektual, kemampuan yang ditunjukkan oleh siswa tentang
operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukan, misalnya kemampuan
mendiskriminasi, konsep konkrit, dan konsep terdefinisi.
2) Informasi verbal; (pengetahuan deklaratif), pengetahuan yang disajikan dalam
bentuk proposisi (gagasan) dan bersifat statis, misalnya fakta, kejadian pribadi,
generalisasi.
3) Sikap, merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi
perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau makhluk
hidup lainnya.
4) Keterampilan motorik, kemampuan yang meliputi kegiatan fisikm penggabungan
motoric dengan keterampilan intelektual, misalnya menggunakan mikroskop dan
alat biuret.
5) Strategi kognitif, merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internal
yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan
perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir. Strategi kognitif meliputi :
a) Strategi menghafal (rehersal strategies), siswa melakukan latihan sendiri
tentang materi yang dipelajari dalam bentuk paling sederhana, yaitu
mengulang nama-nama dalam suatu urutan. Mempelajari tugas-tugas yang
lelbih kompleks, dapat dilakukan dengan menggarisbawahi atau menyalin
bagian teks tersebut.
b) Strategi elaborasi, siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan
bahan-bahan lain yang tersedia. Kegiatan elaborasi dapat berbentuk
pembuatan phrase, pembuatan ringkasan, pembuatan catatan, dan perumusan
pertanyaan dengan jawaban.
c) Strategi pengaturan (organizing strategies), menyusun materi yang akan
dipelajari ke dalam suatu kerangka yang teratur. Sekumpulan kata-kata yang
akan diingat diatur oelh siswa menjadi kategori bermakna.
d) Strategi metakognitif, kemampuan-kemampuan siswa untuk menentukan
tujuan-tujuan belajar, memiliih perkirann keberhasilan pencapaian tujuan itu,
dan memilih alternative untuk mencapai tujuan itu.
e) Strategi afektif, kemampuan siswa utnuk menusatkan dan mempertahanakan
perhatian, untuk mengendalikan kemarahan, dan menggunakan waktu secara
efektif.
Kemampuan yang diungkapkan oleh Gagne’ tersebut telah digambarkan dalam
Kardi (2003: 1) dalam bentuk tabel di bawah ini :
KodeKategori Hasil
BelajarStrategi Pembelajaran
(1) (2) (3)
AKeterampilan
Intelektual
1. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang
telah ada dalam ingatan siswa
2. Mengorganisasikan keterampilan baru
3. Mendahulukan keterampilan prasyarat
4. Menentukan ciri-ciri khusus konsep, beberapa sifat-
sifat fisik, nilai, atau hubungan antar ciri
5. Memberi umpan balik
B Informasi Verbal 1. Menghubungkan informasi baru dengan yang sudah
dimiliki siswa (elaborasi)
2. Menunjukkan seperangkat informasi serupa dan
menjelaskan hubungan antar informasi tersebut
(organisasi)
3. Menggunakan alat pengikat, missal “mnemonic”
4. Memberi umpan balik
CKeterampilan
Motorik
1. Dihadapkan dengan keadaan nyata
2. Menentukan cara yang efektif untuk
mengelompokkan informasi tentang keterampilan
motoric
3. Memberi umpaan balik positif
4. Praktek nyata suatu keterampilan atau latihan
berulang
5. Memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi
dengan lingkungan nyata
6. Melakukan tes yang sesuai dengan indikator
D Sikap
1. Diberikan informasi atau contoh oleh seseorang
2. Memberi contoh tingkah laku yang tercakup dalam
sikap yang benar
3. Mempertimbangkan kondisi siswa
4. Memberikan umpan balik yang konsisten
5. Memberikan pertanyaan dan tugas kepada siswa
untuk didiskusikan bersama dalam kelompok
Menurut Slavin (1997), seperti yang dikutip oleh Nur(1998b:49) untuk membuat
pembelajaran relevan dan mengaktifkan pengatahuan sebelumnya digunakan strategi:
1. Advance Organizer
Advance organizer adalah strategi untuk mengorientasikan siswa pada
materi yang akan dipelajari dan membantu mereka untuk mengingat kembali
informasi-informasi yang berkaitan yang dapat digunakan untuk membantu dalam
menyatukan informasi baru yang akan dipelajari.
Sebagai contoh, di dalam salah satu studinya (Ausubel dan Youssef, 1963),
mahasiswa ditugasi membaca suatu bacaan tentang aliran Budha. Sebelum membaca
bacaan tersebut, beberapa mahasiswa diberi suatu advance organizer membandingkan
agama Budha dan aliran Kristiani, sementara yang lain disuruh membaca bacaan lain
yang tidak ada hubungannya. Mahasiswa yang diberi advance organizer memahami
lebih banyak materi tersebut daripada mahasiswa yang tidak mendapatkan advance
organizer. Ausubel dan Youssef berpendapat bahwa alasan untuk terjadinya
perbedaan ini adalah advance organizer mengaktifkan pengetahuan Kristiani sebagian
besar siswa, dan siswa-siswa itu dapat menggunakan pengetahuan tersebut untuk
menyatukan informai tentang agama Budha yang masih kurang begitu dikenal.
Sebagai tambahan, metode-metode yang mengaktifkan pengetahuan
terdahulu atau bekal belajar awal dapat gagal jika pengetahuan sebelumnya itu lemah
atau kurang. Jika mahasiswa hanya tahu sedikit tentang agama Kristiani,
menghubungkan agama Kristiani dengan Budha mungkin malah membuat mereka
bingung daripada membantu mereka. Penelitian tentang strategi advance organizer
menunjukkan suatu prinsip yang lebih luas dan sangat penting, yaitu: Pengaktifan
bekal ajar awal meningkatkan pemahaman dan pengendapan (Pressley et al, 1992b).
Penerapannya dalam pembelajaran matematika misalnya, bisa digunakan
pada materi geometri bangun ruang. Siswa diberikan advance organizer dengan
membandingkan materi geometri bangun datar (bekal awal siswa) datar dengan
bangun ruang (pengetahuan baru).
2. Analogi
Analogi adalah strategi yang membantu siswa mempelajari informai baru
dengan menghubungkan konsep-konsep yang telah dipunyai sebelumnya. Seperti
halnya advance organizer, penggunaan analogi dapat membantu siswa dalam
memahami suatu pelajaran atau bacaan yang diberikan. Sebagai contoh, seorang guru
dapat mengantarkan suatu pelajaran tentang operasi penjumlahan dan pengurangan
dengan meminta siswa membanyangkan permainan ular tangga. Aturannya tanda ‘+’
artinya maju dan tanda ‘-‘ artinya mundur, jika ada soal 2 + 3 =…, artinya siswa
berada pada kotak nomor 2 kemudian maju 3 sampai pada kotak nomor 5, dengan
demikian jawaban dari 2 + 3 = 5. jika ada soal 7 - 2 =…, artinya siswa berada pada
kotak nomor 7 kemudian mundur 2 langkah sampai pada kotak nomor 5, dengan
demikian jawaban dari 7 – 2 = 5.
Silberman (1996) dalam aplikasi strategi pembelajaran aktif dikelompokkan menjadi
3 bagian, yaitu:
a. Bagaimana membantu siswa aktif sejak awal, misalnya strategi tim membangun,
penilaian memdadak, dan keterlibatan langsung.
b. Bagaimana membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang aktif, misalnya strategi pembelajaran kelas, diskusi kelas,
kolaborasi, dan peer teaching.
c. Bagaimana membuat pembelajaran yang tidak terlupakan, misalnya review, penilaian
dini, dan perencanaan masa depan.
Menurut Zaini (2002a) strategi pembelajaran aktif bertujuan untuk menumbuhkan
jiwa kemandirian dan kreatifitas dalam belajar sehingga siswa mampu membuat inovasi-
inovasi. Ada kalanya suatu tujuan pembelajaran menginginkan siswa menemukan konsep
palajaran untuk mereka sendiri melalui percobaan. Tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa
diantaranya membuat laporan dan mengkomunikasikannya. Dengan demikian siswa
diharapkan untuk mengerti, mengingat, dan menetapkan konsep pengetahuan. selaian itu juga
dapat menembah pembendaharaan ilmu, membentuk performen dalam menulis dan berpikir
disiplin.
Bentuk laporan penulisan menunjukkan cara berpikir dan belajar, misalnya:
1. Menulis sebuah ringkasan mendorong pemahaman dan ingatan tentang konsep kunci.
2. Menulis antara membandingkan atau klasifikasi belajar informasi akan mempertajam
pengertian anak terhadap hubungan antar sesuatu.
3. Menulis untuk “membujuk (persuade)” masih mengaktifkan keterampilan berpikir
yang lain, seperti menata ulang dan menyusun informasi.
B. MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI: DARI FAKTA MENUJU TEORI
Menurut Indrawati (1999:9), suatu pembalajaran pada umumnya akan lebih efektif
bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan
informasi. Hal ini dikarenaan model-model pemrosesan informasi menekankan pada
bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengelola
informasi. Salah satu model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inkuiri.
1. PENGERTIAN PEMBELAJARAN INKUIRI
Seperti yang dikutip oleh Suryosubroto (Sund, 1993:193), menyatakan bahwa
discovery merupaka bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan dari
konsep discovery yang digunakan lebih mendalam. Gulo (2002) menyatakan strategi
inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, analitos, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penenmuan dengan
percaya diri.
Sasaran utama pembelajaran inkuiri:
a. Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar
b. Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran
c. Mengembangkan sikap percaya pada diri sendiri tentang apa yang ditemukan
dalam proses inkuiri.
Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah:
1. Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi
2. Inkuiri berfokus pada hipotesis
3. Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi fakta)
Untuk mencipkatan kondisi seperti itu, ada beberapa peran yang harus dilakukan
oleh guru, seperti hal berikut ini:
- Motovator, memberi rangsangan agar siswa aktif dan bergairan berpikir
- Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan
- Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruhan yang mereka buat
- Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh egiatan kelas
- Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan
- Manager, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas
- Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Schlenker, dalam Joyce dan Weil(1992:198),
menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapat meningkatan pemahaman sains, produktif dalam
berpikir, kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi
Munandar (1990: 47) mengemukakan beberapa perumusan kreativitas adalah
sebagai berikut :
“Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) yang tersedia, menemukan
banyak kemungkinan jawaban terhadap sesuatu masalah dimana penekanannya pada
kuantitas, ketepatgunaan, dan beragam jawaban, dan beragam jawaban”. Makin
banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah
menunjukkan makin kreatif seseorang. Tentu saja saja jawaban itu harus sesuai
dengan masalahnya. Jadi tidak semata-mata banyaknya jawaban yang dapat diberikan
yang menentukan kreativitas seseorang, tetapi juga kualitas atau mutu dari
jawabannya”.
Lebih lanjut Munandar memberikan alas an bahwa kreativitas pada anak perlu
dikembangkan karena :
“dengan berkreasi anak dapat mewujudkan dirinya sebagai kemampuan untuk melihat
bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, memberikan
kepuasan kepada individu, dan memungkinkan meningkatnya kualitas hidupnya”.
Ciri perkembangan afektif yaitu menyangkut sikap dan perasaan, motivasi atau
dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu misalnya rasa ingin tahu, tertarik terhadap tugas-
tugas majemuk yang dirasakan siswa sebagai tantangan, berani mengambil resiko untuk
membuat kesalahan atau dikritik oleh siswa lain, tidak mudah putus asa, menghargai diri
sendiri maupun orang lain (Munandar, 1990: 51)
2. PROSES INKUIRI
Gulo (2002) menyatakan, bahwa inkuiri tidak hanya mengembangkan
kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan
emosional dan keterampilan inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dari
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis
data, dan membuat kesimpulan.
3. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN INKUIRI
Gulo (2002) menyatakan, bahwa kemampuan yang diperlukan untuk
melaksanakan pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan
Untuk meyakinkan bahwa permasalahan sudah jelas, pertanyaan tersebut
dituliskan di papan tulis, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis
b. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solui permasalahan
yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru
menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis yang mungkin.Dari
semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan
permasalahan yang diberikan.
c. Mengumpulkan data
Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data yang
dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.
d. Analisis data
Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran ‘’benar’’ atau
‘’salah’’ setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat
menguji hipotesis yang dirumuskan
e. Membuat kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan
sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.
4. PEMBELAJARAN DENGAN METODE INKUIRI SUCHMAN
Dalam menangggapi permasalahan pembelajaran, Richard Suchman
mengembangkan suatu pembelajaran inkuiri yang telah dimodifikasi.Hasil penelitian
yang telah dilakukan Richard Suchman tentang model inkuiri ini menunjukkan bahwa
keterampilan inkuiri siswa meningkat dan motivasi belajarnya juga meningkat.
Dahlan (1990:35) menyatakan bahwa Suchman berkeyakinan bahwa siswa akan
lebih menyadari tentang proses penyelidikannya dan mereka dapat diajarkan tentang
prosedur ilmiah secara langsung.Selanjutnya, Suchman berpendapat tentang
pentingnya membawa siswa pada sikap bahwa semua pengetahuan bersifat tentatif.
Joyce (1992:199) menyatakan, bahwa teori Suchman dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1) Mengajak siswa membayangkan seakan-akan dalam kondisi yang sebenarnya.
2) Mengidentifikasi komponenn-komponen yang berada di sekeliling kondisi
tersebut
3) Merumuskan permasalahan dan membuat hipotesis pada kondisi tersebut.
4) Memperoleh data dari kondisi tersebut dengan membuat pertanyaan dan
jawabannya’’ya’’ atau ‘’tidak’’.
5) Membuat kesimpulan dari data-data yang diperoleh.
Inkuiri Suchman yang dikutip oleh Kardi (2003c:10) mempunya 2 kelebihan,
yaitu:
Penelitan dapat diselesaikan dalam waktu satu periode penemuan. Waktu
yang singkat ini memungkinkan siswa dapat mengalami siklus inkuiri dengan
cepat, dan dengan pelatihan mereka akan terampil melakukan inkuiri
Lebih efektif dalam semua bidang di dalam kurikulum
Perbedaan utama antara inkuiri Suchman dengan inkuiri umum adalah pada
proses pengumpulan data, Suchman mengembangkan suatu metode penemuan baru
yang memnuntun siswa mengumpulkan data melalui bertanya.
5. STRUKTUR SOSIAL PEMBELAJARAN
Suasana kelas yang nyaman merupakan hal yang penting dalam pembelajaran
inkuiri schuman. Selain itu pertanyaan harus berasal dari siswa agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Kerjasama guru dan juga siswa, siswa dengan
siswa diperlukan juga adanya dorongan secara aktif dari guru dan teman.
6. PERAN GURU
Peran guru adalah memonitor pertanyaan siswa untuk mencegah agar proses
inkuiri tidak sama dengan permainan tebakan.
Dua aturan penting dalam pemonitoran yang dilakukan guru, antara lain :
a. Pertanyaan harus dapat dijawab “ya” atau “tidak” dan harus diucapkan dengan suatu cara siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan pengamatan.
b. Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan guru memberikan jawaban tersebut, tetapi mengarahkan siswa untuk menemukan jawabanya sendiri.
7. SINTAKS PEMBELAJARAN INKUIRI
Berikut ini adalah tahapan pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen
& Kauchak (1996).
No Fase Perilaku guru
1Menyajikan
pertanyaan atau masalah
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa
dalam kelompok.
2 Membuat hipotesis
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang
menjadi prioritas penyelidikan
3Merancang percobaan
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis
yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.
4
Melakukan percobaan untuk
memperoleh informasi
Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan
5Mengumpulkan dan menganalisis data
Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.
6 Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
Menurut Sudjana (1989) ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan
pembelajaran inkuiri, yaitu :
1. Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa
2. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis
3. Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis
atau permasalahan.
4. Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi, dan
5. Mengaplikasikan kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Nur, P. D. (1998). Teori Pembelajaran Kognitif. Surabaya: Unipress.