mklh MG

62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Myasthenia gravis merupakan penyakit yang menyerang mekanisme transmisi impuls neuromuskuler yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Penyakit ini cenderung menyerang orang-orang muda umumnya para wanita. Dugaan bahwa pathogenesis penyakit ini melibatkan sistem imun, didasarkan adanya kenyataan bahwa umumnya dibarengi dengan adanya timoma, hyperplasia timus, auto-antibodi atau penyakit-penyakit autoimun. Belakangan ini diketahui bahwa antibody anti- reseptor untuk asetilkolin yang ada akan menghambat transmisi neuromuskuler apabila auto-antibodi tersebut mengikat reseptor pada “motor endplate”. Hambatan transmisi disebabkan pula karena terjadinya peningkatan endositosis reseptor oleh sel otot disamping terjadinya kerusakan motor endplate oleh aktivitas komplemen karena terbentuknya kompleks imun 1 . Dengan adanya gangguan transmisi neuromuskuler tersebut maka penderita mengalami kelemahan pada otot- otot seran lintang, tidak saja pada otot-otot kerangka tetapi juga menyerang otot penggerak bola mata, otot wajah dan otot pengunyah, otot faring,ehingga individu tersebut mengalami penderitaan sebagai akibat kelemahan 1

Transcript of mklh MG

Page 1: mklh MG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Myasthenia gravis merupakan penyakit yang menyerang mekanisme

transmisi impuls neuromuskuler yang belum diketahui secara pasti penyebabnya.

Penyakit ini cenderung menyerang orang-orang muda umumnya para wanita.

Dugaan bahwa pathogenesis penyakit ini melibatkan sistem imun, didasarkan

adanya kenyataan bahwa umumnya dibarengi dengan adanya timoma, hyperplasia

timus, auto-antibodi atau penyakit-penyakit autoimun. Belakangan ini diketahui

bahwa antibody anti-reseptor untuk asetilkolin yang ada akan menghambat

transmisi neuromuskuler apabila auto-antibodi tersebut mengikat reseptor pada

“motor endplate”. Hambatan transmisi disebabkan pula karena terjadinya

peningkatan endositosis reseptor oleh sel otot disamping terjadinya kerusakan

motor endplate oleh aktivitas komplemen karena terbentuknya kompleks imun1.

Dengan adanya gangguan transmisi neuromuskuler tersebut maka

penderita mengalami kelemahan pada otot-otot seran lintang, tidak saja pada otot-

otot kerangka tetapi juga menyerang otot penggerak bola mata, otot wajah dan

otot pengunyah, otot faring,ehingga individu tersebut mengalami penderitaan

sebagai akibat kelemahan otot-otot bersangkutan. Hamper pada 90% dari

penderita MG diketemukan antibody anti-reseptor asetilkolin dalam serumnya1.

Sindrom klinis pertama kali dijelaskan pada tahun 1600. Pada akhirnya

tahun 1800-an, miastenia gravis (MG) dibedakan dari kelemahan otot akibat palsi

bulbaris sebenarnya. Pada tahun 1920-an, seorang dokter yang menderita MG

merasakan perbaikan setelah minum efedrin untuk mengatasi kejang perut saat

amenstruasi. Akhirnya pada tahun 1934, dokter lain dari Inggris (Mary Walker)

memperhatikan kemiripan gejala pada MG dan keracunan kurare. Dia

menggunakan fisotigmin antagonis kurare untuk mengobati MG dan mengamati

perbaikan yang terjadi2.

Usaha pengobatan terhadap penyakit ini yaitu pemberian obat-obatan anti-

cholinesterase (pyridogstimine dan neostigmine) dalam jangka panjang dan kalau

1

Page 2: mklh MG

perlu timektomi. Pemberian kortikosteroid dan obat imunosupresif sangat

memberikan harapan. Dengan adanya usaha pengobatan tersebut maka terjadi

perbaikan prognosis terhadap penyakit tersebut, karena dapat diharapkan sekitar

90% penderita yang diobati mengalami perbaikan selama 5 tahun1.

Kematian umumnya disebabkan oleh insufisiensi pernapasan, walaupun

dengan perkembangan dalam perawatan intensif pernapasan, komplikasi baru ini

lebih dapat ditangani. Remisi spontan dapat timbul pada 10% hingga 20% pasien

dan dapat disebabkan oleh timektomi elektif pada pasien tertentu. Perempuan

muda yang berada pada stadium dini penyakit ini (5 tahun pertama setelah awitan)

dan yang tidak merespons terapi obat dengan baik sebagian besar mendapat

keuntungan dari prosedur ini2.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :

a. Memahami tentang penyakit Miastenia Gravis

b. Memahami Epidemiologi Miastenia Gravis

c. Memahami patofisiologis Miastenia Gravis

d. Memahami klasifikasi Miastenia Gravis

e. Memahami manifestasi klinis Miastenia Gravis

f. Memahami pemeriksaan penunjang Miastenia Gravis

g. Memahami penatalaksanaan medis Miastenia Gravis

h. Memahami asuhan keperawatan untuk Miastenia Gravis

1.3 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain :

a. Apa pengertian Miastenia Gravis ?

b. Bagaimana Epidemiologi Miastenia Gravis ?

c. Bagaimana patofisiologis pada Miastenia Gravis ?

d. Apa saja jenis klasifikasi Miastenia Gravis ?

e. Bagaimana manifestasi klinis pada Miastenia Gravis ?

f. Bagaimana pemeriksaan penunjang Miastenia Gravis ?

2

Page 3: mklh MG

g. Bagaimana penatalaksanaan medis Miastenia Gravis ?

h. Bagaimana asuhan keperawatan Miastenia Gravis ?

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam makalah ini, yaitu:

a. Menjelaskan pengertian Miastenia Gravis

b. Bagaimana Epidemiologi Miastenia Gravis ?

c. Bagaimana patofisiologis pada Miastenia Gravis ?

d. Apa saja jenis klasifikasi Miastenia Gravis ?

e. Bagaimana manifestasi klinis pada Miastenia Gravis ?

f. Bagaimana pemeriksaan penunjang Miastenia Gravis ?

g. Bagaimana penatalaksanaan medis Miastenia Gravis ?

h. Bagaimana asuhan keperawatan Miastenia Gravis ?

3

Page 4: mklh MG

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit muscular miastenia

gravis adalah gangguan yang memengaaruhi transmisi neuromuskular pada otot

tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang(volunter). Miastenia gravis

merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuscular

dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunteer dan

lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal)

(price dan Wilson, 1995)3.

Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang secara bertahap

menyebabkan kehilangan kekuatan otot-otot dan fungsinya. Miastenia gravis

(MG) adalah penyakit autoimun yang melemahkan otot. Nama berasal dari kata

Yunani dan Latin yang berarti "kelemahan otot"4,5.

Miastenia gravis yang berarti “kelemahan otot yang serius” adalah satu-

satunya penyakit neuromuscular yang menggabungkan kelelahan ccepat otot

voluntary dan waktu penyembuhan yang lama (penyembuhan dapat butuh waktu

10 hingga 20 kali lebih lama daripada normal)2.

Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi

neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang

(volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan

umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh

fungsi saraf kranial6.

2.2 Etiologi

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan

transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan

unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel-partikel globuler

yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba

pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat

4

Page 5: mklh MG

memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR)

pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat

otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian

terjadilah kontraksi otot.1

Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak

diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau

kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang

berperanan.1

2.3 Faktor Resiko

Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya miastenia gravis diantaranya:

1.  Pengobatan

a.  Obatan-obatan antikolinesterase

b.  Laksative atau enema

c.   Tranq’uilizer atau sedatif

d.  Potasium depleting diuretic

e.  Antibiotik seperti aminoglikosid, tetrasiklin, polimiksin, antiaritmia,

prokainamide, quinine

f.    Narkotik analgetik

g.  diphenilhydramine

2.  Alkohol

3.  Perubahan hormonal

4.  Stress

5.  Infeksi

6.  Perubahan suhu/temperatur

7.  Panas

8.  pembedahan

2.4 Epidemiologi

Miastenia gravis banyak dijumpai pada orang berusia 10-30 tahun.

Dibawah 40 tahun, miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita.

Sementara di atas 40 tahun banyak pada pria dengan puncak usia awitan adalah 20

5

Page 6: mklh MG

tahun, dengan rasio perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 3:1.

Puncak kedua walaupun lebih rendah daripada yang pertama, terjadi pada laki-laki

tua usia dalam decade tujuh puluhan atau delapan puluhan2, 7.

Prevalensi miastenia gravis diperkirakan 14 per 100.000 populasi, namun

ada juga yang mengatakan 15 per 100.000 populasi, dengan insidensi kasus baru 1

per 100.000 populasi per tahun. Dan 36.000 kasus terjadi di Amerika Serikat2, 8.

2.5 Patofisiologis

Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermielin yang

berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini

mengirim keluar aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer.

Nervus yang bersangkutan bercabang berkali-kali dan mampu merangsang 2000

serabut otot yang dipersarafinya disebut unit motorik. Walaupun masing-masing

neuron motorik mempersarafi banyak serabut otot, namun masing-masing serabut

otot dipersarafi oleh neuron motorik2.

Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut

otot disebut sinaps atau taut neuromuscular. Taut neuromuscular adalah sinaps

kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: elemaen

parasinaptik, elemen pascasinaptik, dan celah sinaptik dengan lebar sekitar 200 Ǻ

diantara dua elemen. Elemen prasinaptik terdiri dari akson terminal yang berisi

vesikel sinaptik dengan neurotransmitter asetilkolin. Asetilkolin disintesis dan

disimpan dalam akson terminal (buoton). Membrane plasma akson terminal

disebut membrane prasinaps. Elemen pascasinaps (membran pasca enghubung),

atau ujung lempeng motorik dari serat otot. Membrane pascasinaps dibentuk oleh

invaginasi yang disebut saluran sinaps membrane otot atau sarkolema ke dalam

tonjolan banyak lipatan (celah subneural), yang sangat meningkatkan luas

permukaan. Membrane pascasinaps juga mengandung reseptor asetilkolin dan

mampu membangkitkan lempeng potensial aksi otot. Asetilkolinesterase yaitu

enzim yang merusak asetilkolin juga terdapat dalam membrane pascasinaps.

Celah sinaptik mengacu pada ruangan antara membrane prasinaptik. Ruang

6

Page 7: mklh MG

tersebut terisi oleh bahan gelatin yang dapat menyebar melalui cairan ekstraselular

(CSF)2.

Apabila inpuls saraf mencapai taut neuromuscular, membrane akson

prasinaptik terminal terpolarisasi, menyebabkan pelepasan asetilkolin ke dalam

celah sinaptik. Asetilkolin menyeberangi celah sinaptik secara difus dan menyatu

dengan bagian reseptor asetilkolin dalam membrane pascasinaptik. Masuknya ion

Na secara mendadak dan keluarnya ion K menyebabkan depolarisasi ujung

lempeng yang diketahui sebagai ujung lempeng potensial (end-plate potential,

EPP). Ketika EPP mencapai puncak membrane otot tidak bertaut yang menyebar

sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini merangkai serangkaian reaksi yang

menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu terjadi transmisi melewati celah

penghubung neuromuscular, asetilkolin akan dirusak oleh enzim

asetilkolinesterase. Pada orang normal, jumlah asetilkolin yang dilepaskan lebih

dari cukup untuk menyebabkan suatu potensial aksi2.

Dalam MG, konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah reseptor

asetilkolin normal menjadi menurun yang diyakini terjadi akibat cedera autoimun.

Antibody terhadap protein reseptor asetilkolin telah ditemukan dalam serum

banyak penderita MG. penentuan bahwa hal ini akibat kerusakan reseptor primer

atau sekunder yang disebabkan oleh agen primer yang tidak diketahui akan sangat

bermanfaat dalam menentukan pathogenesis pasti dari MG2.

7

Page 8: mklh MG

Gambar 1. Proses pada neuromuscular junction

8

Page 9: mklh MG

Gambar 2. Perbedaan dari neuromuscular junction normal dan neuromuscular

junction pada miastenia gravis

Pada penderita MG, otot tampaknya normal secara makroskopik,

walaupun mungkin terdapat atrofi disuse. Atrofi terjadi akibat kurangnya latihan

atau aktivitas. Secara mikroskopik, pada beberapa pasien dapat ditemukan

infiltrate limfosit dalam otot dan organ lain namun kelainan tidak selalu

ditemukan dalam otot rangka2.

Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan

pada transmisi implus saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan

atau hilangnya reseptor normal membaran postsinaps pada sambungan

9

Page 10: mklh MG

neuromuskular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70% sampai 90%

reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskular setiap individu. Miastenia

gravis dipertimbangkan sebagai penyakit aut oimun yang bersikap melawan

reseptot asetilkolin (AchR) yang merusak transmisi neuromuskular6.

Antibodi anti asetilkolin reseptor ditemukan pada 80-90% penderita

miastenia gravis. Mekanisme pasti hilangnya toleransi imunologis terhadap

reseptor asetilkolin belum dapat di pahami. Miastenia gravis dapat dianggap

penyakit yang dimediasi sel B, sebagai antibodi (produk B) yang melawan

reseptor asetilkolin adalah penyebab penyakit ini. Meski demikian, peran sel T

dalam patogenesis Miastenia gravis menjadi semakin jelas. Timus adalah organ

pusat dalam imunitas yang dimediasi sel T. Abnormalitas timus seperti hiperplasia

timus atau timoma,terlihat jelas pada penderita miastenia gravis7.

Pengikatan antibodi reseptor asetilkolin terhadap reseptor tersebut,

menyebabkan gangguan transmisi neuromuskular melalui beberapa jalan.

Hubungan silang 2 reseptor asetilkolin berdekatan dengan antibodi anti reseptor

asetilkolin, mempercepat internalisasi dan degradasi molekul reseptor asetilkolin,

menyebabkan kerusakan pada lipatan junction dari membran post sinapsis. Jalan

lainnya adalah dengan menghambat pengikatan asetilkolin pada reseptor

asetilkolin, dan menurunkan jumlah reseptor asetilkolin reseptor pada

neuromuskular junction dengan merusak lipatan junction pada membran

postsinapsis, yang akhirnya menyebabkan penurunan daerah permukaan yang

tersedia untukinseri reseptor asetilkolin yang baru disintesa7.

Pasien tanpa antibodi anti-reseptor asetilkolin, dikenal sebagai miastenia

gravis seronegatif. Banyak dari pasien-pasien ini dengan SNMG yang memiliki

antibodi terhadap muscle-specific-kinase (MuSK). MuSK berperan penting dalam

diferensiasi postsinaps dan mengumpulkan reseptor asetilkolin. Pasien dengan

antibodi anti-MuSK sebagian besar adalh perempuan,dan sering mengenai otot

respirasi dan bulbar. Penelitian lain melaporkan, beberapa pasien mengalami

kelemahan respirasi, bahu dan leher yang dominan7.

10

Page 11: mklh MG

Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal

membran postsinaps pada sambungan neuromuskular

Penurunan hubungan neuromuskular

Gangguan autoimun yang merusak reseptor asetilkolin

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membran postsinaps

Kelemahan otot-otot

11

Kematian

Krisis miastenia

Otot-otot okular Otot wajah, laring, faring

Otot volunter Otot pernapasan

Kelemahan otot-otot rangka

Gangguan otot levator palpebra Regurgitasi

makanan ke hidung pada saat menelan, suara

abnormal, ketidakmampuan menutup rahang

Ketidakmampuan batuk efektif,

kelemahan otot-otot pernapasan

Ptosis dan diplopia

Page 12: mklh MG

2.6 Klasifikasi

Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi 4, yaitu7:

1. Kelompok I: Miastenia okular. Hanya menyerang otot-otot okular, disertai

ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus kematian.

2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan. Awitan lambat, biasanya pada mata,

lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak

terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah.

3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang. Awitan bertahap, seing disertai

gejala-gejala okular, berlanjut semaki berat dengan terserangnya seluruh

otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia dan sukar mengunyah lebih

nyata dibanding miastenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena.

Respon terhadap trapi obat kurng memuaskan dan aktivitas pasien terbatas,

tetapi angka kematian rendah.

4. Kelompok III: Miastenia berat akut. Awitan yang cepat dengan kelemahan

otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai mulai trserangnya otot-otot

pernafasan. Biasany penyakit berkembang maksimal dala 6 bulan. Respon

terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun krisis

gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.

5. Kelompok V: Miastenia berat lanjut. Miastenia gravis berat lanjut timbul

paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala kelompok I& II. Miastenia gravis

berkembang perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Respn terhadap obat dan

prognosis buruk.

Disamping klasifikasi tersebut, dikenal pula adanya beberapa bentuk

varian miastenia gravis, yaitu9:

a. Miastenia neonatus

Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari satu bulan. Jenis

ini terjadi pada bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan

kemungkinan 1:8 dan disebabkan oleh masuknya antibodi anti-reseptor asetilkolin

ke dalam janin melalui plasenta.

12

Page 13: mklh MG

b. Miastenia anak-anak (juvenile myasthenia)

Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis

pada dewasa.

c. Miastenia kongenital

Biasanya muncul pada saat atau tak lama setelah bayi lahir. Tak ada

kelainan imunologik dan antibodi anti-reeptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis

ini tidak progresif.

d. Miastenia familial

Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas.

Biasa terjadi pada miastenia kogenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis

dewasa.

e. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert syndrome)

Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh

terganggunya pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Seringkali berkaitan

dengan karsinoma bronkus (small-cell carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda

dengan miastenia gravis. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan otot-

otot proksimal tanpa disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan ocular tidak

mencolok, dan reflex tendo menurun atau negative. Sering kali penderita

mengeluh mulutnya kering.

f. Miastenia gravis antibodi-negatif

Kurang dari ¼ dari para penderita miastenia gravis tidak menunjukkan

adanya antibodi. Pada umumnya keadaan demikian ini terdapat pada pria dari

golongan I (okular) dan IIB. Tiadanya antibodi tidak menunjukkan bahwa

penderita tidak akan memberi respon terhadap pemberian prednison, obat

sitostatik, plasmaferesis, atau timektomi.

g. Miastenia gravis terinduksi penisilamin

D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis rheumatoid,

penyakit Wilson, dan sistinuria. Setelah penderita menerima D-P beberapa bulan,

penderita dapat mengalami miastenia gravis yang secara perlahan-lahan akan

menghilang setelah D-P dihentikan.

13

Page 14: mklh MG

h. Botulisme

Botulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob, Clostridium botulinum,

yang menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf mmotorik. Akibatnbya

adalahparalisis berat otot-otot skelet dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin

botulinum, tipe A dan B paling sering menimbulkan kasus botulisme. Tipe E

terdapat pada ikan laut (sea food). Intotoksikasi biasanya terjadi sesudah makan

makanan dalam kaleng yang tidak sterilisasi secara sempurna.

Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36 jam sesudah terkena toksin.

Kemudian muncul pandangan kabur, disfagia dan disartri. Pupil dapat dilatasi

maksimal. Kelemahan terjadi pola desenden selama 4-5 hari, kemudian mencapai

taha stabil (plateau). Paralisis otot penafasan dapat terjadi begitu cepat dan

bersifat fatal. Pada kasus yang berat biasanya terjadi kelemahan otot ocular dan

lidah. Sebagian besar penderita mengalami disfungsi otonom (mulut kering,

konstipasi, retensi urin).

2.7 Manifestasi Klinis

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat hipotesis terbaru

bahwa MG adalah suatu gangguan autoimun yang mengganggu fungsi reseptor

asetilkolin dan menurunkan efisiensi taut neuromuscular. MG paling sering timbul

sebagai penyakit tersembunyi bersifat progresif, yang ditandai oleh kelemahan

dan kelelahan otot. Namun keadaan tersebut tetap terbatas pada kelompok otot

tertentu. Perjalanan penyakit sangat bervariasi pada setiap pasien sehingga sulit

untuk menentukan prognosis2.

Tanda dan gejala yang terdapat pada penderita miastenia gravis antara lain,

sebagai berikut 4,7,10,11,12:

- Kelemahan otot

Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah

mengalami kelelahan, yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang

setelah istirahat. Pasien dengan penyakit ini mengalami kelelahan hanya karena

penggunaan tenaga yang sedikit seperti menyisir rambut, mengunyah dan

14

Page 15: mklh MG

berbicara, dan harus menghentikan segalanya untuk istirahat. Gejala yang muncul

sesuai dengan otot yang terpengaruh. Otot-otot simetris terkena, umumnya itu

dihubungkan dengan saraf kranial.

- Terkulai/turunnya salah satu atau kedua kelopak mata(ptosis)

Gambar 3. Ptosis (drooping eyelid)

Pada 90% pasien gejala awal melibatkan otot okular yang menyebabkan

ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot

levator palpebra kelopak mata. Bila penyakit terbatas pada otot mata, perjalanan

penyakit sangat ringan dan tidak meningkatkan angka mortalitas. Mata terlihat

tidak terbuka sepenuhnya, jika kelopak mata kemudian penglihatan akan

terhalang., hal ini disebut dengan ptosis.

- Penglihatan kabur atau penglihatan ganda (diplopia) karena kelemahan otot

mengendalikan pergerakan mata

Penglihatan terhadap gambar lebih dari satu, akibat dari kelemahan otot-

otot yang menggerakkan mata bersama-sama secara sejajar. Sebagian orang

mengalami penglihatan yang samar (kabur) dibandingkan penglihatan ganda

ketika mata melihat.

- Kelemahan dalam pelukan, tangan, jari, kaki, leher, dan anggota gerak,

masalah berjalan dan kesulitan duduk

Juga mengenai otot-otot yang mengendalikan pernapasan, leher, dan

anggota gerak. Gelang bahu dan pelvis dapat terkena pada kasus berat; dapat

terjadi kelemahan umum pada otot skelet. Beberapa pasien sekitar 15% sampai

20% meneluh lemah pada tangan dan otot-otot lengan, dan biasanya berkurang,

15

Page 16: mklh MG

pada otot kaki mengalami kelemahan, yang membuat pasien jatuh. Berdiri,

berjalan, atau bahkan menahan lengan di atas kepala (misal, ketika menyisir

rambut) dapat sulit dilakukan.

- Kelemahan otot wajah, perubahan dalam ekspresi wajah

Ekpresi wajah pasien yang sedang tidur terlihat seperti patung, hal ini

disebabkan karena otot-otot wajah terkena. Otot wajah, laring, dan faring juga

sering terlibat dalam MG. keterlibatan ini dapat mengakibatkan regurgitasi

melalui hidung ketika berusaha menelan (otot patum); bicara hidung yang

abnormal; dan tidak dapat menutup mulut, yang disebut sebagai tanda rahang

menggantung (hanging jaw sign). Dengan terkenanya otot wajah, pasien akan

terlihat seperti menggeram bila mencoba tersenyum

- Sulit menelan

Kelemahan pada otot-otot bulbar menyebabkan masalah menguyah dan

menelan dan adanya bahaya tersedak dan aspirasi.

- Gangguan berbicara (dysarthia)

Pengaruhnya pada laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam

membentuk bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata-kata.

- Sesak napas (merasa seperti Anda tidak bisa mendapatkan cukup udara)

Tingkat kelemahan otot yang terjadi pada miastenia gravis, berbeda antara

pasien satu dengan pasien yang lain. Mulai dari terlokalisasi yang melibatkan

banyak otot, termasuk otot yang mengendalikan pernapasan. Kelemahan

diafragma dan otot-otot interkostal progresif menyebabkan gawat napas, yang

merupakan keadaan darurat akut. Keterlibatan otot pernapasan dibuktikan dengan

batuk lemah, dan akhirnya serangan dispnea, dan ketidakmampuan untuk

membersihkan mucus dari cabang trakheobronkial.

Secara umum, beristirahat dan agen antikolinesterase dapat meringankan

gejala MG. gejala diperberat oleh (1) peubahan keseimbangan hormonal (missal,

selama kehamilan, fluktuasi dalam siklus menstruasi, atau gangguan fungsi

tiroid); (2) penyakit yang terjadi pada waktu yang bersamaan khususnya infeksi

traktus pernapasan atas dan yang berkaitan dengan diare dan demam; (3) emosi

kekecewaan, sebagian besar pasien mengalami kelemahan otot yang lebih ketika

16

Page 17: mklh MG

kecewa; (4) alcohol (khususnya dengan air tonik yang terdiri dari kuinin, yaitu

obat yang meningkatkan kelemahan otot) dan obat-obat lain2.

2.8 Komplikasi

Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi

bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat

menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan

respirator untuk membantu pernapasan selama krisis berlangsung. Komplikasi

lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi makanan, dan pneumonia.

Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat

penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi,

pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih

(terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.

2.9 Diagnostik

1. Penegakan diagnostik Miastenia Gravis

Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis

suatu miastenia gravis. Kelemahan otot dapat muncul dalam berbagai derajat yang

berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal dari tubuh serta simetris di

kedua anggota gerak kanan dan kiri. Refleks tendon biasanya masih ada dalam

batas normal4.

Miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot

wajah. Kelemahan otot wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya a mask-like

face dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal4.

Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia

gravis. Pada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang

menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the voice)

serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain

itu, penderita miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah serta

menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang menyebabbkan

penderita batuk dan tersedak saat minum. Kelemahan otot-otot rahang pada

miastenia gravis menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga

17

Page 18: mklh MG

dagu penderita harus terus ditopang dengan tangan. Otot-otot leher juga

mengalami kelemahan, sehingga terjadi gangguan pada saat fleksi serta ekstensi

dari leher4.

Otot-otot anggota tubuh tertentu mengalami kelemahan lebih sering

dibandingkan otot-otot anggota tubuh yang lain, dimana otot-otot anggota tubuh

atas lebih sering mengalami kelemahan dibandingkan otot-otot anggota tubuh

bawah. Deltoid serta fungsi ekstensi dari otot-otot pergelangan tangan serta jari-

jari tangan sering kali mengalami kelemahan. Otot trisep lebih sering terpengaruh

dibandingkan otot bisep. Pada ekstremitas bawah, sering kali terjadi kelemahan

saat melakukan fleksi panggul, serta melakukan dorsofleksi jari-jari kaki

dibandingkan dengan melakukan plantarfleksi jari-jari kaki4.

Kelemahan otot-otot pernapasan dapat dapat menyebabkan gagal napas akut,

dimana hal ini merupakan suatu keadaan gawat darurat dan tindakan intubasi

cepat sangat diperlukan. Kelemahan otot-otot interkostal serta diafragma dapat

menyebabkan retensi karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya

hipoventilasi. Kelemahan otot-otot faring dapat menyebabkan kolapsnya saluran

napas atas, pengawasan yang ketat terhadap fungsi respirasi pada pasien miastenia

gravis fase akut sangat diperlukan4.

Biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara asimetris.

Kelemahan sering kali mempengaruhi lebih dari satu otot ekstraokular, dan tidak

hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh satu nervus cranialis. Hal ini

merupakan tanda yang sangat penting untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis.

Kelemahan pada muskulus rektus lateralis dan medialis akan menyebabkan

terjadinya suatu pseudointernuclear ophthalmoplegia, yang ditandai dengan

terbatasnya kemampuan adduksi salah satu mata yang disertai nistagmus pada

mata yang melakukan abduksi4.

Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan

sebagai berikut3 :

18

Page 19: mklh MG

Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama

kelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi

kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis.

Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus.

Lama kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau

atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat. Kemudian

tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.

Untuk memastikan diagnosis miastenia gravis,dapat dilakukan beberapa

tes antara lain3 :

Uji Tensilon (edrophonium chloride)

Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak

terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara

intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-

otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis.

Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu

akan segera lenyap. Pada uiji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan

dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat.

Uji Prostigmin (neostigmin)

Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin merhylsulfat secara

intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila

kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala

seperti misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian

akan lenyap.

Uji Kinin

Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3

tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar

disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan

lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi

prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.

19

Page 20: mklh MG

2.10 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis miastenia gravis pada awalnya didasarkan pada gambaran klinis

sebagai berikut: bangun tidur merasa segar atau tidak merasakan gangguan apa-

apa, makan siang (penderita melakukan aktivitas tertentu sebagai suatu aktivitas

tertentu sebagai suatu aktivitas rutin) penderita merasa makin lemah atau mudah

lelah, pandangan ganda (diplopia), atau suara makin lemah dan kesulitan menelan.

Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnosis sebagai berikut6,7,9:

a. Tes tensilon (edrofonium klorida) atau Acetylcholinesterase Inhibitor

Obat-obat aksi pendek seperti endrophonium atau neostigmine, diberikan

untuk menegakkan apakah paresis disebabkan difesiensi aktivasi reseptor

asetilkolin postsinapsis. Dengan menghambat asetilkolinestarase pada synaptic

cleft.usia hidup transmitter asetilkolinyang dilepaskan dari terminal presinapsis

menjadi lebih lama, meningkatkan kemungkinan interaksi dengan reseptor post

sinapsis7.

Pada subyek normal, usia asetilkolin sinaps lebih dari cukup untuk

melakukan interaksi yang memadai agar otot dapat bekerja, sehingga

memperpanjang usia asetilkolin lebih jauh tidak meningkatkan kekuatan otot. Ada

beberapa bukti bahwa dosis standar edrophonium sebesar 10 mg melemahkan otot

normal, kemungkinan melalui hambatan depolarisasi ringan. Sensifitas uji

edrophonium sekitar 95% pada myasthenia tergeneralisasi, dan di laporkan serupa

pada myasthenia okuler dengan ptosi7.

Meski begitu, diplopia gagal merespon pada sekitar sepertiga pasien.

Myasthenia yang telah berlangsung lama, mungkin tidak merespon sama

sekali.hasil positif palsu juga ditemukan pada kondisi neuromuscular, neuropatik

dan sentral lainnya, meliputi brain stem gliomas dan tumor lain7.

Endrophonium intervena diberikan dengan dosis awal 2 mg, diikuti setelah

satu menit oleh dosis 3-4 mg. Efeknya mulai dirasakan dalam 30-40 detik dan

menghilangkan setelah 8-10 menit. Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-

2 mg intravena, mka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Dosis pada anak-anak

adalah 1 mg untuk pasien dibawah 34 kg dan 2 mg untuk pasien di atas berat

20

Page 21: mklh MG

tersebut. Efek samping yang umum terjadi adalah aktivitas muskarinik yang

berlebihan termasuk keluarnya air mata, air liur, berkeringat, keram perut dan

mual. Bradikardi, hipotensi dan sinkope dapat terjadi. Untuk mengatasinya

biasanya digunakan atropine. Tes ini berkontarindikasi pada penderita asma dan

penyakit kardiak. Sebagai gantinya dapat dilakukan tes tidur7,9.

Penilaian efek endrophonium pada myasthenia okuler, harus dilakukan

dengan cermat. perbaikan ptosis adalah tanda yang paling meyakinkan. Untuk otot

ekstra okuler, pemeriksaan posisi yand digunakan, terkadang disertai Lancaster

red-green test atau skrining Hess. Meski begitu, posisi okuler pada sekitar 25%

pasien dengan myasthenia akan memburuk dengan penggunaan endrophonium7.

Tes ini akan bermanfaat apabila pemeriksaan antibody antireseptor

asetilkkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negative sementara

secara kllinis masih tetap diduga adanya miastenia gravis. Injeksi endrofonium

(Tensilon), merupakan medikasi yang memudahkan transmisi impuls sambungan

mioneural, yang digunakan untuk menentukan diagnosa. Dalam 30 detik setelah

injeksi intarvena endrofonium, pada banyak pasien miastenia mengalami

peningkatan yang banyak sekali tetapi hanya sementara waktu. Peningkatan

kekuatan otot muncul setelah pengobatan agens-agens yang menggambarkan tes

positif ini dan selalu digunakan dalam menentukan diagnosis6,9.

Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas

(misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangkan ptosis, lengan dapat

dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas vital.

Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit. Tes ini dapat

dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG9.

a. Elektrofisiologis

Ini digunakan untuk menunjukkan dan menilai kelelahan dan variabIlitas.

Penurunan amplitude campuran sebesar 10% setelah diberikan stimulasi repetitif

terhadap saraf motorik pada 2-5Hz, dianggap kelemahan abnormal. Stimulasi

repetitif menunjukkan hasil positif pada sebagaian besar pasien dengan

21

Page 22: mklh MG

myastenian tergeneralisasi, tetapi bisa normal pada 50% pasien myasthenia

okuler7.

Single-fibre EMG memungkinkan dilakukan pemeriksaan hubungan

temporal, antara aksi dua serat berbeda dalam satu otot selama kontraksi. Pada

penderita myasthenia ketidakstabian trasmisi neuromuscular di tunjukkan oleh

variabilitas jitter interval ini. Sensifitas lebih dari 90% pada myasthenia

tergeneralisasi dan sekitar 85% pada myasthenia okuler. Karenanya, cara ini lebih

baik dari pada stimulasi saraf secara berulang untuk pasien dengan temuan okuler

saja. Jitter pada single fiber EMG dalam otot anggota gerak, hanya menunjukkan

hasil positif pada 63% pasien dengan myasthenia okuler7.

b. Pemeriksaan antibody reseptor asetilkolin

Ini mengkonfirmasi imunopatologis pada penyakit ini, dan muncul pada 80-

90% pasien dengan myasthenia tergeneralisasi dan pada sekitar 50-75% pasien

dengan myasthenia gravis okuler. Beberapa pasien denga myasthenia okuler dan

titer antibody normal, akan mengalami titer positif yang rendah setelah beberapa

bulan. Titer antibody actual tidak berhubungan dengan severitas penyakit, meski

perubahan severitas penyakit berhubungan dengan perubahan titer antibody7.

Beberpa penelitian menunjukkan titer antibodi positif lebih rendah pada

pasien dengan myasthenia okuler, meski penelitian ain tidak menunjukan

perbedaan. Antibody pada myasthenia okuler juga dapat berbeda secara kualitatif

dari mereka dengan myasthenia tergeneralisasi. Hasil antibody positif palsu tidak

biasa, tetapi dapat terjadi pada anggota keluarga pasien myasthenia dan pasien

dengan kondisi otoimun lain, seperti systemic lupus erythematosis dan Grave’s

ophthalmopathy7.

c. Foto dada

Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk

melihat apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan scan

tomografik9.

d. Tes Wartenberg

22

Page 23: mklh MG

Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg.

Penderita diminta menatap mata tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas

bidang kedua mata beberapa lamanya. Pada miastenia gravis kelopak mata yang

terkenaa akan menujukkan ptosis9.

e. Tes prostigmin

Prostigmin 0.5-1.0 mg dicampur dengan 0.1 mg atropine sulfas disuntikkan

intramuskularis atau subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala

menghilang dan tenaga membaik9.

2.11 Diagnosa Banding

Beberapa diagnosis banding untuk menegakkan diagnosis miastenia

gravis, antara lain3,4:

Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III

pada beberapa penyakit selain miastenia gravis, antara lain :

o Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika)

o Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring

o Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii

o Paralisis pasca difteri

o Pseudoptosis pada trachoma

Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan adanya

suatu sklerosis multipleks.

Sindrom Eaton-Lambert (Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome)

2.12 Penatalaksaan Medis

Tujuan dari pengobatan dari penyakit ini yaitu adalah untuk mengeleminasi

atau setidaknya meminimalisasikan gejala. Perlemahan otot yang berat, diobati

dengan plasmaferesis atau terapi immunoglobulin intervena (IVIg) dengan onset

kerja cepat, terapi berdurasi pendek. Modalitas ini terkadang digunakan secara

teru-menerus, jika pasien tidak dapat mentoleransi dengan baik terapi

imunosupresan standar. Timektomi dapat meningkatlkan remisi pasien MG7.

23

Page 24: mklh MG

a. Antikonesterase

Obat ini beraksi dengan meningkatkan konsentrasi asetilkolin yang relatif

tersedia pada persimpangan neuromuskular. Mereka diberikan untuk

meningkatkan respons otot-otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan

otot. Kadang-kadang mereka diberikan hanya mengurangi simtomatik6,7.

Obat-obatan dalam pengobatan digunakan piridostigmin bromida (Mestinon),

ambenonium khlorida (Mytelase), dan neostigmin bromida (Prostigmine)6.

Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin

bromide 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara

lambat. Terapi kombinasi tidak menunjukkan hasil yang mencolok. Apabila

diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat diberikan secara subkutan atau

intramuskularis (15 mg per oral settara dengan 1 mg subkutan/intramuskularis),

didahului dengan pemberian atripin 0.5-1.0 mg. pemberian antikolinesterase akan

sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB7.

Banyak pasien lebih suka dengan piridostigmin karena obat ini menghasilkan

efek samping yang sedikit. Dosis ditingkatkan berangsur-angsur sampai tercapai

hasil maksimal yang diinginkan (bertambahnya kekuatan, berkurangnya

kelelahan), walaupun kekuatan otot normal tidak dapat tercapai dan pasien akan

mempunyai kekuatan beradaptasi terhadap beberapa ketidakmampuan6.

Obat-obat anti kolinesterase diberikan dengan susu, krekers, atau substansi

penyangga makanan lainnya. Efek samping pemberian antikolinesterase

disebabkan oleh stimulasi parasimpatis, termasuk konstriksi pupil, kolik, kram

abdominal, mual, muntah, diare, salivasi berlebihan, berkeringat, lakrimasi, dan

sekresi bronchial berlebihan. Efek samping gastro-intestinal dapat dilatasi dengan

pemberian propantelin bromide atau atropine.Dosis kecil atrofin, diberikan satu

atau dua kali sehari, dapat menurunkan atau mencegah efek samping. Efek

samping lain dari terapi antikolinesterase mencakup efek samping pada otot-otot

skelet, seperti adanya fasikulasi (kedutan halus), spasme otot dan kelemahan.

Pengaruh terhadap sistem saraf terdiri dari pasien cepat marah, cemas, insomnia

(tidak dapat tidur), sakit kepala, disartria (gangguan pengucapan), sinkope, atau

pusing, kejang dan koma. Peningkatan ekskresi saliva dan keringat, meningkatnya

24

Page 25: mklh MG

sekresi bronkhial dan kulit lembab, dan gejala-gejala ini sebaiknya juga dicatat.

Perawat (dan pasien) memprioritaskan untuk memberi obat-obatan yang

ditentukan menurut jadwal waktu pemberian, hal ini untuk mengontrol gejala-

gejala pasien. Pemberian obat-obatan dapat menyebabkan pasien tidak mampu

untuk menelan obat-obat oral dan ini menjadi masalah. Meningkatnya kekuatan

otot dalam satu jam setelah pemberian obat antikolinesterase merupakan hasil

yang diharapkan6,7.

Setelah dosis medikasi telah ditetapkan, pasien mempelajari untuk mengambil

obat sesuai dengan kebutuhan individu dan rencena waktu yang ditentukan.

Penyesuaian lebih lanjut diperlukan dalam stress fisik atau emosional dan

terhadap infeksi baru yang muncul sepanjang perjalanan penyakit6.

b. Steroid

Di antara preparat steroid, prednisolon sesuai uuntuk miastenia gravis, dan

diberkan sekali sehari secara selang-seling (alternatedays) untuk menghindari efek

samping. Dosis awalnya harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap 5-10

mg/minggu) untuk menghindari eksaserbasi sebagaiman halnya apabila obat

dimulai dengan dosis tinggi. Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol

tatau dosis mencapai 120 mg secara selang-seling. Pada kasus yang berat,

prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari. Hal ini

untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi

tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosis

diturunkan secara perlahan-lahan (5mg/bulan) dengan tujuan memperokeh dosis

minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak harus

dihindari7.

Prednison, digunakan dalam beberapa hari untuk menurunkan insiden efek

samping, dan terlihat dengan akses adanya penekanan penyakit. Kadang-kadang

pasien memperlihatkan adanya penurunan kekuatan otot setelah terapi dimulai,

tetapi ini biasanya hanya sementara. Pada perawatan dirumah sakit, pasien dapat

diberikan bel pemanggil yyang digunakan dalam situasi darurat dan harus

dipantau ketat tentang adanya tanda-tanda gagal napas6.

c. Plasmaferesis

25

Page 26: mklh MG

Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis

50ml/KgBB. Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu

singkat. Plasmaferesis bila dikombinasikan dengan pemberian obat

imunosupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang berat. Namun demikian

belum ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini dapat member hasil yang

baik sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di rumah7.

d. Penatalaksanaan Pembedahan13,14,15

Pada pasien miastenia gravis timus tampak terlibat dalam proses produksi

antibodi AChR. Timektomi (pembedahan mengangkat timus) menyebabkan

pengurangan penyakit substansial, terutama pada pasien dengan tumor atau

hiperplasia kelenjar timus. Timektomi yaitu membuka sternum karena seluruh

timus harus dibuang13.

Hal ini dianggap bahwa timektomi pada awal perjalanan penyakit adalah

terapi spesifik, sehingga tindakan ini mencegah pembentukan antireseptor

antibodi. Setelah pembedahan, pasien dipantau diruang perawatan intensif untuk

memberikan perhatian khusus dalam fungsi pernapasan13.

Thymectomy telah digunakan untuk mengobati pasien dengan miastenia

gravis sejak tahun 1940dan untuk pengobatanthymomadenga atau tanpa miastenia

gravis sejak awal tahun 1900. Telah banyak dilakukan penelitian tentang

hubungan antara kelenjar timus dengan kejadian miastenia gravis1.

Germinal center hiperplasia timus dianggap sebagai penyebab yang mungkin

bertanggung jawab terhadap kejadian miastenia gravis. Penelitian terbaru

menyebutkan bahwa terdapat faktor lain sehingga timus kemungkinan

berpengaruh terhadap perkembangan dan inisiasi imunologi pada miastenia

gravis13.

Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan

signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi

pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari pasien13.

Banyak ahli saraf memiliki pengalaman meyakinkan bahwa thymektomi

memiliki peranan yang penting untuk terapi miastenia gravis, walaupun

kentungannya bervariasi, sulit untuk dijelaskandan masih tidak dapat dibuktikan

26

Page 27: mklh MG

oleh standar yang seksama. Secara umum, kebanyakan pasienmulai mengalami

perbaikan dalam waktu satu tahun setelah thymektomi dan tidak sedikit

yangmenunjukkan remisi yang permanen (tidak ada lagi kelemahan serta obat-

obatan). Beberapa ahli percaya besarnya angka resmi setelah pembedahan adalah

antara 20-40% tergantung dari jenis thymektomi yang dilakukan. Ahli lainnya

percaya bahwa remisi yang tergantung dari semakin banyaknya prosedur ekstensif

adalah antara 40-60% lima hingga sepuluh tahun setelah pembedahan13.

Gambar 4. Letak Kelenjar Timus

Krisis miastenik adalah awitan tiba-tiba kelemahan otot pada pasien miastenia

dan biasanya akibat dari kurangnya medikasi atau tanpa medikasi kolinergik sama

sekali. Selain itu krisis miastenik akibat dari progresi penyakit itu sendiri,

gangguan emosional, infeksi sistemik, medikasi khusus, pembedahan atau trauma.

Krisis ini bermanifestasi dengan awitan tiba-tiba berupa gawat napas akut dan

ketidakmampuan menelan atau bicara. Kelemahan respirasi, laring, dan bulbar

muskulatur dapat menyebabkan depresi pernapasan, dan obstruksi jalan napas jika

tidak diobati dengan tepat6.

Krisis miastenik dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara

cukup dan dapat dicetuskan oleh infeksi. Tindakan terhadap kasus demikian ini

adalah sebagai berikut7:

27

Page 28: mklh MG

- Kontrol jalan nafas

- Pemberian antikolinesterase

- Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis

Krisis kolinergik disebabkan oleh kelebihan obat-obatan kolinergik atau agens

antikholinesterase. Selain itu kelemahan otot dan depresi pernapasan pada krisis

miastenik, pasien ini mengalami bervariasi gejala gastrointestinal, yang mencakup

mual, muntah dan diare, demikian pula berkeringat, peningkatan produksi saliva

dan bradikardi6.

Krisis kolinergik disebabkan oleh pemberian antikolinesterase yang

berlebihan. Tindakan terhadap kasus demikian ini adalah sebagai berikut:

- Kontrol jalan napas

- Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, kemudian diberikan

lagi dengan dosis yang lebih rendah

- Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis

Kewaspadaan medikasi. Sejumlah medikasi memperberat miastenia gravis,

dan pasien dianjurkan untuk konsul dengan dokter sebleum, mengkonsumsi

medikasi apa pun termasuk antibiotik, obat kardiovaskuler, antikejang, obat

psikotropik, morfin, quinin, dan agens-agens yang berhubungan, penyakit beta

dan obat yang tidak diresepkan. Novokain harus dihindari dan juga nasehat pada

pasien dengan gangguan gigi6.

2.13 Pencegahan

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan suatu bentuk pencegahan yang dilakukan pada

saat individu belum menderita sakit. Bentuk upaya yang dilakukan yaitu

dengan cara promosi kesehatan atau penyuluhan degan cara memberikan

pengetahuan bagaimana penanggulangan dari penyakit Miastenia gravis yang

dapat dilakukan dengan;

a. Memberi pengetahuan untuk tidak mengkonsumsi minum minuman

beralkohol, khususnya apabila minuman keras tersebut dicampur dengan

air soda yang mengandung kuinin. Kuinin ini merupakan suatu obat yang

memudahkan terjadinya kelemahan otot.

28

Page 29: mklh MG

b. Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan dan

menjaga kondisi untuk tidak stres. Karena kebanyakan pasien-pasien

Miastenia gravis ini terjadi pada saat mereka dalam kondisi yang lelah dan

tegang.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai sakit dan menunjukkan

adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang dapat dilakukan adalah dengan cara

pengobatan antara lain dengan mempengaruhi proses imunologik pada tubuh

individu, yang bisa dilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid,

Imunosupresif yang biasanya menggunakan Azathioprine.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan ini mengusahakan agar

penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan bagi individu serta tidak terjadi

komplikasi pada individu. Yang dapat dilakukan dengan;

a. Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan.

Karena hal ini dapat memperburuk kelemahan otot yang diderita

oleh individu.

b. Istirahat yang cukup

c. Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikan

kacamata khusus yang dilengkapi dengan pengait kelopak mata.

d. Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obat

antikolinesterase secara berlebihan.

2.14 Prognosis

Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada

orang dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang,

terutama otot-otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravis tetap terbatas pada

otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasan yang dapat fatal,

10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot. Progresi penyakit lambat,

mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian berangsur-angsur baik dalam 15-

20 tahun dan ± 20% antaranya mengalami remisi. Remisi spontan pada awal

penyakit terjadi pada 10% Miastenia gravis. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)

29

Page 30: mklh MG

2.14 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pasien miastenia gravis selalu dikelola sebagai paien di luar rumah sakit yang

membutuhkan tes diagnostik atau untuk menatalaksanakan gejala atau komplikasi.

Riwayat kesehatan dan pengkajian berfokus pada pasien dan pengetahuan

keluarga tentang penyakit dan program pengobatan perlu dikembangkan. Makin

mereka banyak mengetahui, makin kecil pasien mengalami komplikasi6.

- Riwayat Penyakit Saat Ini

Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Keadaan

ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien mencoba menelan

(otot-otot palatum); menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal; dank lien

tak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung3.

Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah dan

akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan klien tak lagi mampu membersihkan

lendir dari trachea dan cabang-cabangnya3.

Pertanyaan yang diajukan dapat berupa8:

Apa yang diperhatikan oleh pasien atau orang lain?

Kapan kelemahan tampak paling jelas: setelah aktivitas; menjelang malam

hari?

Adakah kelelahan?

Pernahkah ada penglihatan ganda?

Adakah msalah bicara, menelan, atau bernapas?

Peernahkah pasien menjalani terpai; imunosupresi; anti-kolinergik, atau

plasmaferesis?

- Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang memperberat

kondisi miastenia gravis seperti hipertensi dan diabetes mellitus3.

Pertanyaan yang diajukan dapat berupa8:

Adakah riwayat kondisi autoimiun lain?

Adakah riwayta timoma atau timektomi?

30

Page 31: mklh MG

- Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan

dengan keluhan klien saat ini3.

Pengkajian Psikososiokultural

Klien miastenia gravis sering mengalami gangguan emosi pada kebanyakan

klien kelemahan otot jika mereka berada dalam keadaan tegang. Adanya

kelemahan pada kelopak mata ptosis, diplopia, dan kerusakan dalam komunikasi

verbal menyebabkan klien sering mengalami gangguan citra diri3.

Pengkajian Fisik

Seperti telah disebutkan sebelumnya, akhir-akhir ini miastenia gravis diduga

merupakan gangguan autoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan

mengurangi efisiensi hubungan neuro muscular. Keadaan ini sering

bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat. Penyakit ini

dapat tetap terlokalisasi pada sekelompok otot tertentu saja. Oleh karena

perjalanan penyakitnya sangat berbeda pada masing-masing klien, maka

prognosisnya sulit ditentukan3.

Pengkajian yang dapat dilakukan berupa8:

Adakah kelemahan otot?

Periksa setelah gerakan berulang.

Periksa gerakan mata

Cari ptosis dan gerakan mata abnormal

Minta pasien melihat ke atas

Apakah bicara pasien normal atau melemah saat bicara panjang?

Minta pasien menghitung sampai 100

Jika ada dugaan gejala pernapasan atau kelemahan, nilai fungsi pernapasan

dengan spirometri dan analisa gas darah.

B1 (Breathing)

31

Page 32: mklh MG

Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif,

produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan

frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang disertai adanya

kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi

atau stridor pada klien, menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas

dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan3.

B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskular terutama dilakukan untuk memantau

perkembangan dari status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan darah

yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya

status pernapasan3.

B3 (Brain)

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pengkajian yang paling banyak di antara

pengkajian lain pada system persarafan3.

Pengkajian Saraf Kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf I-XII.

Saraf I. Biasanya pada klien epilepsy tidak ada kelainan, terutama pada fungsi

penciuman.

Saraf II. Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh

adanya penglihatan ganda.

Saraf III, IV, dan VI. Sring didapatkan adanya ptosis. Adanya oftalmoplegia,

mimik dari pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan motorik pada

nervus VI.

Pengkajian Refleks. Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon,

ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal3.

Pengkajian Sistem Sensorik. Pemeriksaan sensorik pada epilepsy biasanya

didapatkan sensasi raba dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di

permukaan tubuh3.

B4 (Bladder)

32

Page 33: mklh MG

Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal

membran postsinaps pada sambungan neuromuskular

Penurunan hubungan neuromuskular

Gangguan autoimun yang merusak reseptor asetilkolin

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membran postsinaps

Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya menunjukkan berkurangnya

volume pengeluaran urin, yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan

penurunan curah jantung ke ginjal3.

B5 (Bowel)

Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan

nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena ketidakmampuan menelan

makanan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan3.

B6 (Bone)

Adanya kelemahan otot-otot volunteer memberikan hambatan pada mobilitas

dan mengganggu aktivitas perawatan diri3.

33

Page 34: mklh MG

Otot-otot okular Otot wajah, laring, faring

Otot volunter Otot pernapasan

Kelemahan otot-otot rangka

Gangguan otot levator palpebra Regurgitasi

makanan ke hidung pada saat menelan, suara

abnormal, ketidakmampuan menutup rahang

Ketidakmampuan batuk efektif,

kelemahan otot-otot pernapasan

Ptosis dan diplopia

Kelemahan otot-otot

Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif b.d kelemahan otot pernapasan

2. Jalan napas tidak efektif b.d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun

3. Risiko tinggi aspirasi b.d penurunan control tersedak dan batuk efektif

4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan menelan

5. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan otot-otot volunteer

6. Intoleransi aktifitas

7. Gangguan komunikasi verbal b.d disfonia, gangguan bicara

8. Gangguan citra diri b.d ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal

34

5. Hambatan mobilitas fisik

6. Intoleransi aktivitas8. Gangguan

citra diri

1. Ketidakefektifan pola napas

2. Ketidakefektifdan bersihan jalan napas3. Risiko tinggi

aspirasi4. Gangguan

pemenuhan nutrisi

7. Kerusakan komunikasi verbal

Kematian

Krisis miastenia

Page 35: mklh MG

Perencanaan

Sasaran pada klien ini meliputi kemampuan klien untuk berkomunikasi dan klien

mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi yang dihadapi.

1. Pola napas tidak efektif

Pola napas tidak efektif b.d kelemahan otot pernapasan

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi pola pernapasan klien

kembali efektif

Kriteria hasil : irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal, bunyi

napas terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal

Intervensi Rasionalisasi

Kaji kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan kapasitas

ventilasi, perawat mengkaji frekuensi

pernapasan, kedalaman, dan bunyi napas,

pantau hasil tes fungsi paru-paru (volume

tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi),

dengan interval yang sering dalam

mendeteksi masalah paru-paru, sebelum

perubahan kadar gas darah arteri dan

sebelum tampak gejala klinik

Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman

pernapasan, laporkan setiap perubahan yang

terjadi

Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan

kedalaman pernapasan, kita dapat

mengetahui sejauh mana perubahan

kondisi klien

Baringkan klien dalam posisi yang nyaman

dalam posisi duduk

Penurunan diafragma memperluas daerah

dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal

Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR) Peningkatan RR dan takikardia merupakan

indikasi adanya penurunan fungsi paru

Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam Auskultasi dapat menentukan kelainan

suara napas paru-paru

Kemungkinan akibat dari berkurangnya

atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan

35

Page 36: mklh MG

salah satu dari paru-paru

Pada daerah kolaps paru suara pernapasan

tidak terdengar dengan jelas

Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru

yang baik dan ada tidaknya atelektasis

paru.

Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan

napas dalam yang efektif

Menekan daerah yang nyeri ketika batuk

atau napas dalam. Penekanan otot-otot

dada serta abdomen membuat batuk lebih

efektif

Kolaborasi untuk pemasangan respirator Respirator mengambil alih fungsi ventilasi

yang terganggu akibat kelemahan dari otot-

otot pernapasan

2. Intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik secara umum, keletihan

Tujuan: infeksi brunkhopulmonal dapat dkendalikan untuk mengendalikan edema

inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernafasan minor

yang tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru normal

Kriteria hasil: frekuensi nafas 16-0x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan kemampuan

batuk efektif dapat optimal, tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji kemampuan klien dalam melakukan

aktivitas

Menjadi data dasar dalam melakuakn

itervensi selanjutnya.

Atur cara beraktivitas klien sesuai

kemampuan

Sasaran klien adalah memperbaiki

kekuatan dan daya tahan. Menjadi

partisipan dalam pengobatan, klen harus

belajar tentang fakta-fakta dasar mengenai

agen-agen antikolineserase-kerja, waktu,

penyesuaian dosis, dan efek toksik. Dan

yang terpenting pada penggunaan medikasi

36

Page 37: mklh MG

dengan tepat waktu adalah ketegasan.

Evaluasi kemampauan aktivitas motorik Menilai tingkat keberhasilan dn terapi yang

telah diberikan.

3. Gangguan citra diri

Gangguan citra diri b.d adanya ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal

Tujuan : citra diri klien meningkat

Kriteria : mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang

situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap

situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang

akurat tanpa harga diri yang negative.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan

hubungan dengan derajat ketidakmampuan

Menentukan bantuan individual dalam

menyusun rencana perawatan atau

pemelihara intervensi

Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi

pada klien

Beberapa klien dapat menerima dan

mengatur perubahan fungsi secara efektif

dengan sedikit penyesuaian diri,

sedangkan yang lain mempunyai

kesulitan membandingkan mengenal dan

mengatur kekurangan

Catat ketika klien menyatakan terpengaruh

seperti sekarat atau mengingkari dan

menyatakan inilah kematian

Mendukung penolakan terhadap bagian

tubuh atau perasaan negative terhadap

gambaran tubuh dan kemampuan yang

menunjukkan kebutuhan dan intervensi

serta dukungan emosional

Pernyataan pengakuan terhadap penolakan

tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian

tentang realitas bahwa masih dapat

menggunakan sisi yang sakit dan belajar

mengontrol sisi yang sehat

Membantu klien untuk melihat bahwa

perawat menerima kedua bagian sebagai

bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan

klien untuk merasakan adanya harapan

dan mulai menerima situasi baru

37

Page 38: mklh MG

Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan

memperbaiki kebiasaan

Membantu meningkatkan perasaan harga

diri dan mengontrol lebih dari satu area

kehidupan

Anjurkan orang yang terdekat mengizinkan

klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal

untuk dirinya

Menghidupkan kembali perasaan

kemandirian dan membantu

perkembangan harga diri serta

mempengaruhi proses rehabilitasi

Dukung perilaku atau usaha seperti

peningkatan minat atau partisipasi dalam

aktivitas rehabilitasi

Klien dapat beradaptasi terhadap

perubahan dan pengertian tentang peran

individu masa mendatang

Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan

konsentrasi lethargi, dan menarik diri

Dapat mengindikasikan terjadinya

depresi umunya terjadi sebagai pengaruh

dari stroke di mana memerlukan

intervensi dan evaluasi lebih lanjut

Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi

dan konseling bila ada indikasi

Dapat memfasilitasi perubahan peran

yang penting untuk perkembangan

perasaan

BAB III

38

Page 39: mklh MG

PENUTUP

A. Kesimpulan

Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi

neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang

(volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan

umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh

fungsi saraf kranial.

Tanda dan gejala yang terdapat pada penderita miastenia gravis antara lain,

sebagai berikut:Kelemahan otot, terkulai/turunnya salah satu atau kedua kelopak

mata(ptosis), penglihatan kabur atau penglihatan ganda (diplopia) karena

kelemahan otot mengendalikan pergerakan mata, masalah berjalan, cara berjalan

yang tidak stabil, kelemahan dalam pelukan, tangan, jari, kaki, leher, dan anggota

gerak, kelemahan otot wajah, perubahan dalam ekspresi wajah ,sulit menelan,

gangguan berbicara (dysarthia),sesak napas (merasa seperti Anda tidak bisa

mendapatkan cukup udara),kesulitan duduk.

Diagnosa Keperawatan yang muncul yaitu;Pola napas tidak efektif b.d

kelemahan otot pernapasan,jalan napas tidak efektif b.d akumulasi secret,

kemampuan batuk menurun,risiko tinggi aspirasi b.d penurunan control tersedak

dan batuk efektif, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan menelan,kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan otot-otot

volunteer,intoleransi aktifitas,gangguan komunikasi verbal b.d disfonia, gangguan

bicara, gangguan citra diri b.d ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal.

B. Saran

Guna menyempurnakan makalah ini, diharapkan adanya masukan saran dan

kritik dari para pembaca. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis

maupun pembaca agar dapat memahami lebih lanjut tentang asuhan keperawatan

untuk penyakit miastenia gravis. Untuk dosen yang mengampu atau dosen yang

memberikan tugas dalam pembuatan makalah ini agar dapat menjelaskan pada

39

Page 40: mklh MG

mahasiswa lebih detail lagi pada bagian yang masih kurang pada pembahasan

yang dilakukan pada saat diskusi.

DAFTAR PUSTAKA

40

Page 41: mklh MG

1. Prof. Subowo, dr.MSc., PhD. Imunologi klinik edisi ke-2. Bandung: Sagung Setoy. 2010.

2. Price SA, Lorraine MW. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC, 2005.

3. Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. 2008.

4. Torpy JM., Tiffany JG., Richard MG. Myasthenia Gravis. The Journal of the American Medical Association. 2005; 293(15).

5. Penn AS., Henry JK. Myasthenia Gravis. U.S. Department of Health and Human Services, Office on Women’s Health. 2008; 1-5.

6. Brunner, Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3 Edisi 8. Jakarta: EGC. 2002.

7. Anonymous. Gangguan Otoimun Pada Otot. Ethical Digest. 2008;49.

8. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2005.

9. Jonathan Gleadle.At a glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : penerbit Erlangga. 2007.

41