MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

69
MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ROKOK DI PT. HM. SAMPOERNA Tbk. Oleh: Achmad Kurniarso NIM: 004200700101 Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Mencapai Gelar Strata Satu pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Industri 2014

Transcript of MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

Page 1: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU

PADA PROSES PEMBUATAN ROKOK

DI PT. HM. SAMPOERNA Tbk.

Oleh:

Achmad Kurniarso

NIM: 004200700101

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik

Mencapai Gelar Strata Satu

pada Fakultas Teknik

Program Studi Teknik Industri

2014

Page 2: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

v

ABSTRAK

PT. HM. Sampoerna Tbk. memiliki beberapa departemen yang saling

berkaitan satu dengan lainnya, salah satunya adalah Secondary Processing. Salah

satu proses inti dari departemen ini yaitu lini pembuatan rokok yang berfungsi

menghasilkan batangan rokok dari berbagai input material. Latar belakang

penelitian ini adalah terdapat masalah besarnya jumlah waste dust tembakau

sebesar 4.39%, dan penelitian difokuskan pada waste dust tembakau yang berasal

dari mesin Protos 70 di lini tersebut. Perbaikan yang dilakukan menggunakan

metode PDCA (Plan-Do-Check-Action) dan ditekankan pada unit recycling belt

bagian depan dan belakang dimana terletak debu tembakau yang berjatuhan.

Empat aspek yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang ada adalah dengan

mengganti bahan belt dari yang semula berprofil / kasar menjadi halus.

Berikutnya adalah dengan membuat standar jarak scrapper terhadap belt yang

akan mengoptimalkan pembersihan belt oleh scrapper. Ketiga dengan melakukan

pengecekan kondisi belt dan scrapper secara rutin dengan cara memasukkannya

kedalam tasklist cleaning mingguan. Terakhir, untuk mengoptimalkan perbaikan

dibuatlah sebuah alat yang dapat me-recycle debu tembakau yang berjatuhan

sehingga dapat langsung diproses kembali oleh mesin. Dari keempat perbaikan ini

didapatkan penurunan dari bagian belakang belt dari 7.54 kg/shift menjadi 0

kg/shift, sedangkan bagian depan sebelumnya sebesar 4.79 kg/shift menjadi 0.33

kg/shift, atau jika di rata – rata terjadi penurunan sebesar 96%.

Kata kunci: Minimasi waste tembakau pada pembuatan rokok

Page 3: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan dunia industri yang semakin pesat, perbaikan yang

berkelanjutan atau yang lebih sering dikenal dengan continuous improvement, tidak

dapat dipisahkan dalam aktifitas di setiap sektornya. Hal ini bertujuan agar sebuah

industri dapat bertahan dan berkelanjutan dalam tempo yang panjang. Berbagai cara

pun ditempuh seperti, peningkatan produktifitas karyawan, optimasi kapasitas

produksi mesin, perbaikan sistem informasi, pemanfaatan material daur ulang, dan

salah satu yang juga menjadi fokus yaitu minimasi waste produksi. Minimasi waste,

jika tidak dilakukan akan berdampak pada tingginya biaya produksi yang digunakan

untuk penggantian material / produk yang telah diolah atau untuk proses pengerjaan

ulang (rework).

HM. Sampoerna sebagai salah satu industri rokok dengan skala besar di

Indonesia pun tak luput untuk melakukan proses perbaikan berkelanjutan dari lini atau

fungsi terendah di setiap departemennya. Hal ini ditempuh untuk mengurangi biaya,

meningkatkan hasil produksi yang pada ujungnya akan meningkatkan keuntungan

perusahaan tanpa mempengaruhi kualitas produk yang diberikan kepada konsumen.

Secara garis besar Sampoerna memiliki dua departemen utama dari proses

manufaktur sebuah rokok, yakni primary processing yang bertugas membuat

campuran tembakau (cutfiller) dan secondary processing yang fungsi utamanya

menghasilkan rokok dalam kemasan dengan lini produksi diantaranya lini pembuatan

filter, lini pembuatan rokok, dan lini pengepakan rokok. Permasalahan muncul saat

terjadi nilai waste secondary processing yang tinggi pada periode Januari 2010. Waste

pada secondary processing dibagi keempat kategori yakni dust (debu), MC loss,

over/underweight, dan unaccountable.

Page 4: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

2

Gambar 1.1 Waste Secondary Processing (Week 1–3, 2010)

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa waste tembakau Secondary Processing pada

minggu pertama sampai dengan minggu ketiga 2010 sebagai berikut dust sebesar

4.39%, MC Loss sebanyak 0.52%, Over/Underweight sebesar -1.51%, dan

Unaccountable sebesar 2.36 %. Data waste terbesar ada pada kategori dust dengan

4.39%. Untuk lebih detilnya data terdapat pada lampiran 1.

Waste dust adalah jenis waste dalam bentuk debu hasil proses produksi yang

terjadi di mesin. MC Loss kepanjangan dari Moisture Content Loss yakni terjadinya

penurunan kadar air dalam tembakau selama proses, yang tentunya menurunkan

tingkat berat dari tembakau, hal ini pun dijadikan salah satu jenis waste.

Over/Underweight adalah tingkat perbandingan dari berat aktual cigarette sebagai

produk jadi dibandingkan dengan targetnya, jika hasil nilainya plus maka produk yang

dihasilkan memiliki berat lebih dari target dan sebaliknya. Sedangkan waste

unaccountable adalah waste yang tidak teridentifikasi dari ketiga aspek sebelumnya.

Faktornya ini bisa disebabkan oleh waste dari proses lain yang tercampur dan

terakumulasi, kesalahan proses pengukuran waste, maupun pembacaan alat ukur yang

digunakan, dsb.

Dari data di atas maka akan dilakukan inisiatif untuk meminimasi waste

tembakau yang terletak pada lini pembuatan rokok untuk mengurangi besarnya waste

yang terjadi, dan ditekankan pada jenis waste dust tembakau sebagai waste dengan

jumlah yang dominan pada periode penelitian.

Page 5: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

3

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dirumuskan masalahnya pada aspek:

Apa yang menjadi penyebab terjadinya waste pada lini pembuatan rokok?

Bagaimana meminimasi waste yang timbul pada lini pembuatan rokok?

1.3. Tujuan Masalah

Mencari tahu penyebab terjadinya waste yang tinggi pada lini pembuatan

rokok di secondary processing

Meminimasi jumlah waste yang timbul di secondary processing, terutama

di lini pembuatan rokok

1.4. Batasan Masalah

Disebabkan terbatasnya waktu dan sumber daya selama penelitian, maka penelitian

ini akan dibatasi oleh beberapa hal berikut:

Jenis waste yang akan ditanggulangi adalah waste tembakau, yang

dominan muncul pada periode penelitian yakni Januari 2010

Lamanya pengamatan setelah perbaikan dilakukan selama bulan Mei 2010

Mesin yang akan dilakukan penelitian adalah Protos 70 sebagai mesin

dengan populasi terbanyak di lini cigarette making departemen Secondary

Processing.

1.5. Asumsi

Beberapa asumsi dibuat dalam rangka untuk menjalankan perbaikan ini dengan benar:

1. Mesin pada lini pembuatan rokok berjalan dalam proses normal (shift produksi

dan tanpa pergantian brand)

2. Tidak ada non-tobacco material selama proses

Page 6: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

4

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti,

rumusan masalah, tujuan masalah, batasan masalah, asumsi, serta

sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Mengurai tentang teori berbagai hasil kajian literatur yang mendukung

terbentuknya kerangka penelitian. Dijelaskan mengenai definisi waste,

proses produksi pada lini pembuatan rokok, penyelesaian masalah

dengan metode PDCA (Plan, Do, Check, Action) dan 7 tools, teori

pemilihan bahan, dan perancangan produk. Disertai pula dengan studi

literatur dari buku penunjang seperti buku manual mesin Protos 70,

untuk menunjang pengetahuan sehingga dapat melakukan analisis

perbaikan pada mesin yang digunakan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan tahapan-tahapan yang digunakan untuk menyelesaikan

masalah dalam penelitian secara sistematik & berdasarkan teori-teori

yang diuraikan pada Bab II.

BAB IV DATA DAN ANALISIS

Berisikan tahapan dan penjelasan mengenai penanganan masalah yakni

minimalisasi jumlah waste dilakukan. Dimulai dengan pengambilan data

awal sebagai latar belakang, dilanjutkan dengan analisa terkait penyebab

terjadi masalah tingginya jumlah waste di lini cigarette making. Langkah

selanjutnya adalah persiapan perbaikan dan implementasi tindakan

perbaikan tersebut di mesin. Langkah terakhir adalah mengambil data

setelah perbaikan, membandingkannya dengan data awal dan membuat

evaluasi hasil perbaikan.

Page 7: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

5

BAB V SIMPULAN & SARAN

Berisi tentang kesimpulan akhir dari penelitian ini, dengan melihat hasil

dari evaluasi perbaikan dan tujuan awal dari penelitian ini. Kemudian

diberikan pula saran agar hasil perbaikan dapat dipertahankan bahkan

ditingkatkan.

Page 8: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

6

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1. Definisi Waste

Dalam dunia industri, Lean manufacturing atau Lean production telah menjadi

sebuah best practices dalam dunia manufaktur. Sistem ini diperkenalkan oleh Toyota

dalam Toyota Production System (TPS) di era 1990-an. Konsep ini dapat diartikan

secara umum sebagai “doing more and more with less and less”, artinya memproduksi

semakin banyak dalam waktu yang semakin singkat, dengan ruang produksi yang

lebih kecil serta dengan mesin, tenaga kerja dan material yang lebih sedikit. Lean

memberi pendekatan sistematis untuk mengidentifikasikan dan mengeliminasi

pemborosan, yaitu kegiatan yang tidak memberi nilai tambah melalui aktifitas

peningkatan terus-menerus serta mengoptimalkan value stream.

Dalam prinsip Lean, salah satu aspek yang dilakukan adalah mengurangi waste.

Toyota mendefinisikan waste ke dalam tiga aspek yakni muda, muri, dan mura.

Dalam implementasinya aspek muda yang banyak diartikan sebagai waste secara

keseluruhan. Waste yang tergolong muda yakni: (Jeffrey, 2006)

Transportation, yang berarti aktivitas pemindahan produk atau material

yang sebenarnya kurang atau tidak diperlukan untuk melakukan

pemrosesan

Inventory, semua komponen, work in process dan finish product yang

belum diproses

Movement / Motion, gerakan dari orang atau peralatan yang berlebihan

untuk melakukan suatu proses

Waiting, aktivitas operator atau mesin menunggu langkah produksi

selanjutnya

Overproduction, jumlah produksi yang melebihi kebutuhan

Overprocessing, menghasilkan proses yang berlebihan dalam produksi

Defect, termasuk didalamnya upaya untuk mengecek dan memperbaiki

produk defect / cacat

Page 9: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

7

Sedangkan Muri berarti overwork atau manajemen yang memberi beban

pekerjaan ke pekerja atau mesin diluar batas kemampuannya seperti membawa beban

yang berat, mengerjakan tugas yang berbahaya, atau melakukan suatu pekerjaan yang

lebih cepat dari standar secara signifikan. Mura adalah inconsistency yang

menekankan pada bagaimana work design dibuat sehingga dapat mengurangi

fluktuasi baik dalam scheduling maupun proses produksinya.

2.2. Teori PDCA (Plan – Do – Check – Action)

PDCA diperkenalkan oleh W. Edwards Deming pada tahun 1950-an sebagai

suatu proses pemecahan masalah dengan empat langkah dalam rangka pengendalian

kualitas menuju perbaikan berkelanjutan (kaizen). Dari keempat komponen pada

PDCA tersebut terdapat tujuh langkah serta tujuh alat bantu yang digunakan.

Tabel 2.1 Tujuh Langkah dan Tujuh Alat PDCA

Gambar 2.1 Siklus Plan – Do – Check – Action

2.2.1 Plan

Dalam implementasinya, plan berfungsi menentukan sasaran dan tujuan untuk

proses dan perubahan yang diperlukan. Inti dari plan sendiri yakni meninjau antara

harapan dan aktual pencapaian (terjadinya penyimpangan) dengan pengumpulan data,

identifikasi masalah dan langkah solusinya. Langkah – langkah yang digunakan

dalam tahap plan ini diantaranya, yaitu:

Page 10: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

8

1. Menentukan tema dan sasaran perbaikan

Tema atau sasaran yang dibuat tentunya dilatarbelakangi adanya problem

dalam aktifitas maupun proses. Tema atau sasaran yang akan dikemukakan ini

harus dibuat secara “S-M-A-R-T” atau (Specific, Measurable, Achievable,

Reasonable, dan Timeline)

- Specific, berarti tujuan peningkatan harus bersifat spesifik, yang

dinyatakan secara tegas, jangan bersifat umum. Sebaiknya

menggunakan kata – kata seperti : menaikan, menurunkan,

menghilangkan, dan sejenisnya.

- Measurable, berarti tujuan peningkatan harus dapat diukur dengan

indikator pengukuran yang tepat guna mengevaluasi

keberhasilannya. Pengukuran harus mampu memunculkan fakta –

fakta yang dinyatakan secara kuantitatif menggunakan angka –

angka.

- Achievable, memiliki arti bahwa tujuan peningkatan harus dapat

dicapai melalui usaha yang menantang dan optimis bisa dilakukan.

- Reasonable, memiliki maksud tujuan dari peningkatan kualitas

harus berfokus pada target yang telah ditetapkan melalui objektif

manajemen atau sasaran lain, dimana semua target tersebut dengan

alasan yang mendasar.

- Timeline, tujuan peningkatan harus menetapkan batas waktu

pencapaiannya.

Dalam memilih tema dari berbagai problem yang mungkin muncul, dapat

digunakan beberapa tools seperti:

- Pareto

- Histogram

- Check Sheet

- Control Chart

- Pie / Donut Chart

Page 11: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

9

2. Menganalisa penyebab permasalahan

Dari tema yang sudah dipilih untuk diselesaikan, kemudian dicari berbagai

penyebab yang mengakibatkannya dengan menggunakan tool berupa ishikawa

atau diagram tulang ikan atau fish bone. Diagram yang sering disebut diagram

sebab akibat ini mengelompokan penyebab ke dalam lima kategori yaitu Man

(Manusia), Machine (Mesin), Method (Metode), Material, dan Environment

(Lingkungan).

Setelah ditemukan berbagai penyebab kemudian dilakukan nominal group

technique (NGT) yaitu sebuah metode pengambilan keputusan pada grup yang

terdiri dari beberapa orang dan membutuhkan keputusan yang cepat namun

suara setiap anggota tetap diperhitungkan. Maka dilakukanlah voting dari tiap

anggota dengan memberikan prioritas pada penyebab – penyebab yang telah

ada sebagai urutan 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.

3. Menetapkan faktor penyebab dominan

Dari NGT yang telah dilakukan dan didapatkan penyebab dengan peringkat ke

1, 2, 3, dsb. kemudian dilakukan pengujian apakah peringkat tersebut memiliki

tingkat korelasi yang besar terhadap problem. Korelasi adalah istilah statistik

yang menyatakan derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih, yang

ditemukan oleh Karl Pearson pada awal 1900. Hubungan antara dua variabel

di dalam teknik korelasi bukanlah dalam arti hubungan sebab akibat (timbal

balik), melainkan hanya merupakan hubungan searah saja. Data penyebab atau

yang mempengaruhi disebut variabel bebas. Dan data akibat atau yang

dipengaruhi disebut variabel terikat. Istilah bebas disebut juga dengan

independen yang biasanya dilambangkan dengan huruf X atau X1, X2,

X3……Xn (tergantung banyaknya variabel bebas). Sedangkan istilah terikat

disebut juga dependen, yang biasanya dilambangkan dengan huruf Y.

Besarnya angka korelasi disebut koefisien korelasi dinyatakan dalam lambing

r. Nilai r terbesar adalah +1, dan terkecil adalah -1 sehingga dapat ditulis -1 ≤ r

≤ +1. Untuk r = +1 disebut hubungannya positif sempurna dan hubungannya

linier langsung sangat tinggi. Sebaliknya jika r = -1 disebut hubungannya

negatif sempurna dan hubungannya tidak langsung sangat tinggi, yang disebut

inverse. (Husaini, 2008)

Page 12: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

10

Tabel 2.2 Interpretasi dari nilai r

r Interpetrasi

0

0,01- 0,20

0,21 – 0,40

0,41 – 0,60

0,61 – 0,80

0,81 – 0,99

1

Tidak berkorelasi

Sangat rendah

Rendah

Agak rendah

Cukup

Tinggi

Sangat Tinggi

4. Menetapkan rencana perbaikan

Penyebab – penyebab dominan yang telah diketahui kemudian dilakukan

rencana perbaikannya meliputi lima aspek 5W2H yaitu:

- What, meliputi apa permasalahan yang terjadi

- Why, maksudnya bagaimana memperbaiki faktor tersebut

- When, kapan perbaikan tersebut akan dilakukan

- Where, dimana perbaikan tersebut akan dilaksanakan

- Who, siapa yang akan melakukan atau bertanggung jawab pada

faktor perbaikan tersebut

- How, berarti bagaimana data atau informasi yang perlu untuk

dikumpulkan

- How Much, berapa banyak biaya yang dibutuhkan

2.2.2 Do

Tahap ini merupakan tahap yang sama pentingnya dengan Plan, dimana akan

diimplementasikan perubahan yang telah direncanakan. Pada tahap ini pula akan

banyak interaksi langsung terhadap problem atau area yang akan diperbaiki, dimana

hal ini kurang dilakukan pada tahap Plan. Langkah yang digunakan dan merupakan

lanjutan dari empat langkah dari tahap Plan ini, yaitu:

5. Melaksanakan perbaikan

Dari rencana perbaikan yang telah dibuat, kemudian dilakukan tindakan

perbaikan. Didalamnya harus tercatat program atau proses perbaikan yang

Page 13: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

11

dilakukan (berdasarkan 5W2H), ilustrasi sebelum dan setelah dilakukan

perbaikan, perbandingan hasil antara sebelum dan sesudah perbaikan, dan

kesimpulan tim berdasarkan tiap program atau proses perbaikan yang

dilakukan.

2.2.3 Check

Walau tahap ini kadang dianggap sebagai anti-klimaks dari proses perubahan,

namun tahap ini sebenarnya tahap yang sama pentingnya dengan dua tahap

sebelumnya. Tahap ini akan banyak proses mengolah data dari sebelum dan sesudah

perbaikan. Langkah yang digunakan dan merupakan lanjutan dari lima langkah

sebelumnya ini, yaitu:

6. Evaluasi hasil

Hasil perbaikan yang telah dilaksanakan kemudian dievaluasi, yang pertama

yaitu terhadap tema / sasaran apakah tercapai atau tidak. Kemudian dilihat

juga ke lima aspek yang ada pada panca mutu yaitu faktor Quality, Cost,

Delivery, Safety, dan Morale. Tentunya perbaikan yang dilakukan terhadap

sasaran yang ditetapkan sebelumnya, juga harus mempertimbangkan faktor

lainnya, bahkan akan lebih baik jika dapat meningkatkan kelima faktor

tersebut.

2.2.4 Action

Tahap ini merupakan tindak lanjut dari evaluasi yang telah dibuat. Langkah

yang digunakan dan merupakan terakhir dari tujuh langkah ini, yaitu:

7. Tindak lanjut

Hasil perbaikan baik tercapai tujuannya terhadap sasaran atau tidak tetap perlu

dilakukan tindak lanjut. Tentunya jika menilik pada dasar continous

improvement, siklus PDCA akan terus berputar untuk mencapai suatu

manufaktur yang dikatakan “excellent”

Page 14: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

12

2.3. Quality Control 7 Tools

Quality Control 7 Tools adalah 7 alat dasar yang digunakan untuk

mengendalikan serta memperbaiki mutu atau kualitas. Dengan kata lain untuk dapat

melihat, mengontrol, memperbaiki kualitas produk dibutuhkan minimal satu

penggunaan dari ketujuh alat yang tersedia. Proses pengendalian mutu ini jika

dilakukan secara terus menerus maka dapat memenuhi kebutuhan dan harapan dari

konsumen. Ketujuh alat tersebut adalah check sheet (lembar pemeriksaan), cause and

effect diagram (diagram sebab akibat), diagram pareto, histogram, grafik, scatter

diagram (diagram sebaran), control chart (grafik kendali).

2.3.1 Check Sheet

Check sheet adalah sebuah lembaran berisi tentang data dari pencatatan

pengecekan kualitas pada satu atau beberapa produk. Check sheet pun terbagi

kedalam dua jenis yakni check sheet yang digunakan untuk pencatatan dan check

sheet untuk pemeriksaan. Dalam check sheet untuk pencatatan, yang dilakukan hanya

menentukan item dan memberikan tanda pada tabel atau form. Sementara untuk

pemeriksaan ditambahkan aktifitas menentukan kualitas data yang dipilih.

Check sheet biasanya digunakan sebagai data awal maupun data akhir.

Kumpulan check sheet dalam sebuah periode (harian, bulanan, atau tahunan)

menunjukan kondisi awal atau akhir dari suatu proses atau produk pada lini produksi

tertentu. Hal yang perlu diperhatikan adalah validitas data, dimana proses

pengambilan, kondisi pengambilan, orang yang mengambil data, dan lainnya perlu

terstandar dengan baik.

Tabel 2.3 Check sheet pencatatan

Page 15: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

13

Tabel 2.4 Check sheet pemeriksaan

2.3.2 Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab & Akibat)

Diagram sebab akibat yang dikenal juga dengan fishbone diagram, merupakan

diagram yang menggambarkan hubungan antara suatu hasil atau akibat dengan

berbagai faktor penyebab yang memungkinkan. Akibat disini merupakan

permasalahan dari hasil kerja atau dari proses inovasi, sedangkan sebab adalah

penyebab yang berpengaruh terhadap hasil kerja tersebut.

Dalam membuat diagram sebab akibat, setelah menemukan permasalahan yang

akan ditanggulangi, letakkan karakteristik yang dipermasalahkan tersebut disebelah

kanan dengan garis tebal dari sebelah kiri. Kemudian buatlah cabang besar yang

mewakili kelompok dari penyebab, seringkali kedalam empat atau lima kelompok

yakni, manusia (man), metode (method), material, mesin (machine), dan lingkungan

(environment). Dilanjutkan dengan membuat cabang – cabang kecil dari penyebab.

Untuk mempermudah menemukan penyebab – penyebabnya, kumpulkan dari

pendapat orang banyak (brainstorming), dan gunakan pertanyaan “why” 5 kali

sehingga penyebab benar benar menyentuh akar permasalahannya.

Page 16: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

14

Gambar 2.2 Fishbone diagram

2.3.3 Pareto chart (diagram pareto)

Diagram pareto menampilkan data – data dengan menyusunnya menurut

bagiannya dan diurut sesuai besarannya. Diagram pareto sama seperti check sheet,

biasanya digunakan sebagai data awal maupun data akhir. Sebagai data awal, hasilnya

digunakan untuk menentukan masalah yang akan ditanggulangi. Sedangkan sebagai

data akhir, digunakan untuk melihat data yang dominan di akhir perbaikan.

Gambar 2.3 Diagram Pareto

Page 17: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

15

2.3.4 Histogram

Grafik bentuk batang yang memperlihatkan data yang didapat dari suatu kondisi

dan dibagi atas beberapa bagian, serta dibuat sesuai nilai data yang ada dalam

bagiannya. Dalam menghasilkan produk yang bermutu baik, selalu terjadi

penyimpangan di dalam produksi, meskipun dibuat dengan proses, peralatan, standar

kerja, dan bahan yang sama. Karakteristik data mutu biasanya terpusat disekitar nilai

tertentu, dan perbandingan nilainya semakin berkurang jika menjauh dari pusatnya.

Hal ini dikatakan sebagai distribusi atau penyimpangan dari mutu produk, dan dengan

Histogram dapat memperlihatkan suatu karakteristik secara efektif dari kumpulan data

tersebut.

Tabel 2.5 Cara membaca histogram

Page 18: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

16

2.3.5 Grafik

Data disusun dan dibuat grafik agar terlihat dengan mudah perubahan dan

besarannya sesuai bagiannya. Beberapa jenis grafik yang rutin digunakan adalah

sebagai berikut:

Page 19: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

17

Grafik batang

Grafik yang membandingkan besarnya kuantitas berdasarkan panjang batang yang

disusun dengan lebar tertentu.

Gambar 2.4 Grafik batang

Grafik garis

Grafik yang membandingkan perubahan data yang bergerak terhadap jangka waktu

tertentu dengan kurva garis. Dengan grafik ini akan lebih mudah melihat perubahan

tren data sesuai waktunya.

Gambar 2.5 Grafik garis

Grafik lingkaran

Menampilkan data dengan gambar berupa lingkaran, dan memberi tanda daerah

bagian potongan (Pie) sesuai jumlah yang diwakilkan oleh tiap bagian.

Gambar 2.6 Grafik lingkaran

Page 20: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

18

Grafik pita

Grafik ini menyerupai grafik batang, hanya saja data ditiap sumbu X dapat terbagi ke

beberapa kriteria pada sumbu Y. Dibuat untuk membantu membandingkan tiap bagian

berdasarkan batasan yang dikehendaki.

Gambar 2.7 Grafik pita

Grafik gambar

Grafik yang mengungkapkan nilai data sesuai jumlah atau besaran gambarnya

(panjangnya, jumlahnya, daerahnya), dengan menggunakan gambar yang serupa

dengan barang sesungguhnya.

Gambar 2.8 Grafik gambar

2. 3. 6 Scatter Diagram (Gambar Sebaran)

Adalah diagram dengan menunjukan data sebagi titik – titik yang akan

menunjukan hubungan keterkaitan antara dua variabel axisnya. Hubungan yang

terjadi dapat merupakan hubungan sebab akibat, hubungan antara suatu karakteristik

Page 21: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

19

dengan karakteristik lainnya, maupun hubungan dua penyebab terhadap suatu

karakteristik.

Gambar 2.9 Pembacaan scatter diagram

2.3.7 Control chart

Control chart menampilkan data – data dalam batasan toleransi yang disepakati.

Bagan ini dapat mengendalikan sebuah proses sehingga jika terjadi penyimpangan

baik yang normal / alamiah maupun penyimpangan yang tidak normal dapat dengan

mudah terlihat. Batas atas kendali disebut Upper Control Limit (UCL) dan batas

bawah kendali disebut Lower Control Limit (LCL). Batas kendali ditentukan sebagai 3

kali standar deviasi dari garis tengah.

Page 22: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

20

Gambar 2.10 Control chart

2.4. Engineering Design

2.4.1 Desain

Dalam memulai sebuah perancangan teknik, dibutuhkan pengetahuan mengenai

desain atau rancangan – rancangan yang sudah ada. Hal ini dikarenakan, produk baru

sebenarnya bukanlah penemuan baru namun hanyalah aplikasi dan kombinasi baru

dari teknologi – teknologi yang sudah ada (Hurst, 2006). Sisi positif dari memulainya

dengan langkah ini adalah didapatnya informasi sehingga mengurangi potensi

kesalahan desain pada desain yang terdahulu.

Engineering design adalah seluruh aktifitas untuk membangun dan

mendefinisikan solusi bagi masalah – masalah yang tidak dapat dipecahkan

sebelumnya, atau solusi baru bagi berbagai masalah yang sebelumnya telah

dipecahkan namun dengan cara yang berbeda. Perancang teknik menggunakan

kemampuan intelektual untuk mengaplikasikan pengetahuan ilmiah dan memastikan

agar produknya sesuai dengan kebutuhan pasar serta spesifikasi desain produk yang

disepakati , namun tetap dapat dipabrikasi dengan metode yang optimum. Aktifitas

desain tidak dapat dikatakan selesai sebelum hasil akhir produk dapat dipergunakan

dengan tingkat performa yang dapat diterima dan dengan metode kerja yang

terdefinisi dengan jelas. (Hurst, 2006)

Engineering design dapat diartikan sebagai proses untuk mengaplikasikan

berbagai prinsip teknik dan ilmiah untuk tujuan menetapkan sebuah peralatan, proses,

atau sistem dengan cukup detail sehingga dapat terealisasi. (Norton, 2006)

Berdasarkan definisi di atas dapat dimengerti jika sebuah desain berasal dari

berbagai disiplin ilmu sebagai contoh dalam membuat sebuah mesin perkakas

dibutuhkan pertimbangan dari ilmu teknik mesin, elektronika, material/bahan,

pneumatik, hidrolik, dan sebagainya. Tentunya hingga hasil akhir dari sebuah desain

Page 23: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

21

yang sangat kompleks tersebut dapat menunjukan performa sesuai yang diharapkan

dibutuhkan kerjasama dari berbagai bidang tersebut dari mulai rancangan awal hingga

pembuatan prototipe hingga pebaikan selama percobaan dilangsungkan.

Faktor biaya yang berujung pada keuntungan (jika produk akan dijual), memang

tidak masuk dalam faktor yang ditentukan dalam desain karena tidak memberi

pengaruh yang signifikan seperti halnya tingkat presisi ukuran, kesesuaian fungsi

kerja, kemudahan suku cadang dan pemeliharaan, umur penggunaan produk, dan lain

lain. Namun faktor ini menentukan dalam keberhasilan penjualan jika produk dari

produsen lain memiliki fitur yang sama namun harga yang lebih rendah.

Dalam kaitannya untuk mendesain sebuah mesin atau peralatan pada mesin,

desain yang akan diimplementasikan secara nyata harus dapat bekerja secara aman,

andal, serta baik. Gerakan, gaya, tekanan, dan tarikan harus dapat diidentifikasi oleh

desainer secara detail agar mengurangi potensi kegagalan. Dapat dipahami jika

mendefinisikan faktor – faktor tersebut yang datang dari internal mesin lebih mudah

dibanding faktor yang datang dari luar atau lingkungan.

Proses dalam mendesain meliputi tahapan sebagai berikut: (Norton, 2006)

1. Mengidentifikasi kebutuhan, biasanya merupakan tindakan menyusun

pernyataan yang belum teridentifikasi dan problem yang masih samar

2. Riset latar belakang, dilakukan dengan mengembangkan informasi untuk

menjawab satu per satu kebutuhan yang belum teridentifikasi dan problem

yang masih samar sehingga dapat menuju ke tujuan apa yang akan di desain

3. Pernyataan tujuan, tujuan yang dimaksud harus realistis dan beralasan dari

problem yang sebelumnya dihadapi

4. Rincian tugas, menyusun detail tahapan dalam mendesain mempertimbangkan

dengan problem awal dan batasan yang dimiliki seperti waktu pengerjaan,

sumber daya yang dimiliki, biaya yang akan muncul, dan sebagainya.

5. Sintesis, adalah langkah mencari desain awal dan pada tahap ini belum

mempertimbangkan nilai atau kualitasnya. Biasanya di tahap ini akan muncul

banyak sekali alternatif desain untuk satu buah tujuan.

6. Analisis, pada tahap ini desain yang banyak sekali muncul pada tahap

sebelumnya akan diterima, ditolak, atau perlu dimodifikasi.

7. Seleksi, desain yang paling banyak diterima akan dipilih pada fase ini

Page 24: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

22

8. Desain detail, setelah salah satu desain akhirnya dipilih langkah berikutnya

adalah membuat gambar tekniknya, penentuan vendor yang mengerjakan,

menetapkan spesifikasi pada proses manufaktur, dan sebagainya.

9. Prototipe dan test, konstruksi awal yang telah dibuat dinamakan prototipe yang

akan diuji performanya secara utuh

10. Produksi, langkah ini dilakukan setelah prototipe dinyatakan lolos dari

pengujian. Produksi dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan seperti jumlah

pesanan, kapasitas produksi, dan lain lain.

Pada tahapan diatas terlihat langkah yang linear dalam mendesain sebuah

produk atau mesin, namun dalam kenyataannya proses tersebut bisa dilakukan

bersamaan, melompat dari satu tahap ke tahap yang lain dan bahkan memungkinkan

pula untuk dilakukan pengulangan tahapan.

2.4.2 Material

Apa dan bagaimana desain yang akan dibuat, akan membutuhkan material

sebagai media untuk mengimplementasikannya menjadi benda yang riil. Pemahaman

yang baik mengenai karakter material, perlakuan, dan proses manufakturnya akan

mendukung desain yang baik. Dan salah satu langkah penting dalam mendesain

adalah menentukan material apa yang akan digunakan. Penentuannya tergantung dari

desainer berdasarkan pengalaman, pengetahuan akan bahan, dan situasi benda desain.

Material secara dasar dapat dibagi keenam kelas yakni metal, keramik, polimer

(solid atau foam), elastomer, kaca, dan komposit (termasuk didalamnya adalah kayu)

(Ashby, 1999). Metal merupakan material yang paling sering digunakan dalam

engineering design, dan metal terbagi lagi kedalam jenis lainnya yakni magnesium,

aluminium, gray cast iron, brass, bronze, titanium, ductile cast iron, stainless steel,

dan steel. Gambar menunjukan young modulus dari berbagai material metal.

Gambar 2.11 Young modulus material metal

Page 25: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

23

Cast iron

Keunggulan utama dari cast iron adalah harga yang murah dan mudah

difabrikasi. Disisi lain, material ini memiliki kelemahan dalam tarikan dibandingkan

dengan steel, namun seperti kebanyakan material casting, memiliki ketahanan

terhadap tekanan yang tinggi. Kepadatan / berat jenisnya sedikit lebih rendah dari

steel pada sekitar 0.25 lb/in3 (920 kg/m3).

Gray cast iron adalah jenis dari cast iron yang paling sering digunakan. Gray

berasal dari kepingan grafit yang ditambahkan. Campuran ini mudah dituang, di

proses mesin, dan menawarkan ketahanan suara yang baik. Sehingga sering

digunakan pada engine block, rangka mesin, brake rotor dan drum, dan lain lain.

Grafit juga memberikan kemampuan melumasi dan tahan aus.

Nodular (ductile) cast iron memiliki tensile strength yang paling tinggi pada

cast iron, berada pada 70 s/d 135 kpsi (480 hingga 930 MPa). Ductile cast iron

memiliki elastisitas yang lebih tinggi dari gray cast iron sehingga lebih keras, kokoh,

dan elastis, serta kurang berpori dari gray cast iron. Biasanya digunakan pada

crankshaft, pistons, dan cam agar part tidak mudah fatigue.

Aluminium

Aluminium adalah material non-ferrous yang paling banyak digunakan.

Aluminium dapat digunakan secara murni atau campuran. Keunggulan aluminium

adalah berat jenis yang rendah, rasio kekuatan dan berat yang baik, kelenturan,

kemampuan kerja yang baik, mampu tuang, dan mampu dilas, tahan karat, daya

konduksi yang baik, dan harga yang kompetitif. Beberapa aluminium dapat di-

hardening dengan proses heat treatment dan strain hardening atau diendapkan dan di-

aging.

Magnesium

Magnesium adalah material metal paling ringan dan cenderung lunak. Sangat

mudah untuk di tuang dan di proses mesin namun lebih getas dari aluminium dan

sulit di bentuk dalam kondisi dingin. Memiliki ketahanan karat yang lebih baik dari

steel namun tidak sebaik aluminium. Material ini adalah jenis material non magnetic.

Page 26: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

24

Titanium

Material ini ditemukan pada 1971, namun baru diproduksi sekitar tahun 1940-

an. Merupakan material non magnetic dan memiliki kekakuan yang lebih baik dari

steel. Material ini juga memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap karat dan non

toxic. Namun material ini lebih mahal dari steel dan aluminium. Sering digunakan

pada industry penerbangan baik komersil maupun militer. Secara umum material ini

adalah perpaduan antara kekuatan, berat yang ringan, tahan temperatur tinggi dan

tahan karat.

Tembaga dan campurannya

Tembaga murni memiliki sifat lunak, lemah, dan mudah ditempa dan

dibentuk. Penggunaannya kebanyakan pada pipa, konduktor elektrik, dan motor.

Campuran dari material tembaga sangat banyak, yang paling umum adalah kuningan

dan perunggu.

Kuningan adalah campuran antara tembaga dengan zinc dengan berbagai

komposisi. Bahan ini banyak sekali digunakan seperti pada perhiasan, senjata, dan

peralatan militer.

Perunggu merupakan campuran antara tembaga dengan timah, namun bisa

juga menggunakan material lain selain timah seperti silicon bronze, atau aluminium

bronze.

Steel

Plain carbon steel, disebut juga baja bebas machining yang hanya mengandung

karbon didalamnya. Ada yang dicampur dengan sulfur untuk memperbaiki

kemampuan machining. Tensile strength dari plain carbon steel berkisar antara 60 ke

150 kpsi tergantung pada heat treatment yang dilakukan.

Alloy steel menambahkan material lain dengan tujuan memperbaiki kekuatan,

kekerasan, ketahanan temperatur, ketahanan korosi, dan lainnya.

Page 27: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

25

Tool steel memiliki kombinasi antara ketahanan aus, kemampuan yang baik

dalam menahan beban kejut yang dibutuhkan untuk pembuatan cutting tool, dies, dan

mold.

Stainless steel adalah campuran steel yang mengandung minimal 10% krom dan

menawarkan ketahanan karat yang lebih baik dari plain atau alloy steel. Stainless steel

akan mulai berkarat pada beberapa kondisi lingkungan seperti air laut. Stainless steel

juga memiliki ketahanan terhadap suhu. Terdapat empat jenis stainless steel yakni

martensitic, ferritic, austenitic, dan precipitation hardening.

2.5. Mesin Protos 70

Mesin Protos 70 adalah salah satu jenis mesin yang digunakan pada lini

cigarette making yang berfungsi menghasilkan rokok dari berbagai material yang

dibutuhkan. Mesin ini diproduksi oleh perusahaan yang bernama Hauni dan berasal

dari Jerman. Kapasitas mesin ini dalam menghasilkan rokok sebesar 7000 batang per

menit. Dengan format produk yang dapat dihasilkan antara panjang 60 – 90 mm dan

diameter 6,9 – 9,0 mm (Operations Training Department).

Gambar 2.12 Mesin Protos 70

Protos 70 terdiri dari 3 unit mesin utama, yakni unit VE70, SE 70, dan MAX 70.

Unit VE70 menerima dan mengolah material cutfiller (campuran tembakau) dan

menjadikannya endless tobacco rod (batangan tembakau yang belum terbungkus).

Page 28: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

26

Sedangkan unit SE70 menerima endless tobacco rod dari unit VE70 dan

menggabungkannya dengan cigarette paper (kertas rokok) dan glue (lem) sehingga

menjadi double length tobacco rod (batangan tembakau yang sudah terbungkus

dengan panjang ganda). Unit MAX70 menerima double length tobacco rod dari unit

SE70 dan menggabungkannya dengan filter rod, tipping paper, dan glue sehingga

terbentuk rokok dengan filter sebagai produk akhir mesin Protos 70.

2.5.1 Unit VE70

Unit VE70 memiliki lima grup besar yang digunakan untuk menerima dan

mengolah material cutfiller. Pertama, unit tobacco feed, disini cutfiller yang akan

masuk ke mesin diatur agar dapat masuk secara otomatis dan kontinyu. Prinsip utama

cutfiller dapat masuk ke mesin ada dua jenis, yakni dengan conveyor belt atau dengan

bantuan hisapan. Dan mesin dapat memfasilitasi kedua jenis tersebut agar dapat

otomatis dan kontinyu. Pada grup inipun dimungkinkan untuk menghentikan mesin

jika supplai tembakau habis. Komponen yang terdapat pada grup ini yaitu

predistributor, metering roller, dan tobacco reservoir.

Grup kedua adalah tobacco distribution yang berfungsi mengatur cutfiller yang

masuk untuk diproses menjadi endless tobacco rod. Disini, tembakau akan dibawa

dengan belt conveyor, diratakan, dan diambil partikel logamnya (jika ada).

Komponen yang terdapat pada grup ini adalah step angle conveyor, top paddle roller,

bottom paddle roller, magnetic rail, dan bulking chute.

Grup ketiga adalah tobacco metering. Disini, jumlah cutfiller akan diatur agar

sesuai dengan kebutuhan produksi berdasarkan kecepatan mesin. Komponen pada

grup ini yaitu smoothing rail, needle roller, picker roller, dan apron. Grup berikutnya

adalah stem separation yang berfungsi memisahkan gagang – gagang (stem)

tembakau dari cutfiller. Hal ini dilakukan karena stem dapat mengganggu jalannya

cutfiller saat diproses dan juga mempengaruhi rasa dari rokok. Komponen yang ada

didalamnya adalah upper air jet chamber, stem deflector plate, stem worm conveyor,

dan secondary separator.

Page 29: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

27

Grup terakhir adalah endless tobacco rod formation yang akan membentuk

cutfiller menjadi batangan yang akhirnya menghasilkan endless tobacco rod. Disini

cutfiller akan melewati accelerator roller, lower air jet chamber dan pneumatic duct

menuju suction rod conveyor. Di suction rod conveyor cutfiller akan berjalan pada

belt dengan bantuan hisapan, kemudian melewati trimmer disk untuk dipotong sesuai

berat target tiap rokok. Sisa potongan akan jatuh pada recycling belt dan dibawa untuk

diolah lagi pada bottom paddle roller di grup tobacco distribution. Sedangkan

cutfiller yang telah terpotong akan menjadi endless tobacco rod dan menjadi input

unit SE70.

Gambar 2.13 Flow Process Unit VE70

2.5.2 Unit SE70

Terdiri dari empat grup yang akan menerima material cutfiller, menggabung dan

membentuk dengan cigarette paper dan glue serta memotongnya dengan panjang

ganda. Grup pertama adalah paper run and printing, disini cigarette paper disiapkan

dan diatur jalannya selama produksi. Pada grup ini juga dimungkinkan untuk

melakukan pencetakan pada cigarette paper jika diinginkan terdapat logo atau simbol.

Page 30: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

28

Komponen yang terdapat pada grup ini adalah bobbin swivel plate, splicer, paper

tension, printer unit, dan bronzing unit.

Grup kedua adalah endless cigarette rod formation yang berfungsi

menggabungkan cigarette paper dengan cutfiller, membungkusnya, dan mengatur

diameternya. Aplikasi glue juga diberikan pada tepi cigarette paper agar menempel

dan membungkus cutfiller dengan baik. Komponen pada grup ini adalah garniture

unit, gluing unit, seam sealer, dan rod deflector.

Grup ketiga adalah endless cigarette rod cutting yang berfungsi memotong rod

menjadi double length tobacco rod (batangan tembakau yang sudah terbungkus

dengan panjang ganda). Komponen pada grup ini adalah knife carrier, grinding unit,

dan cutting ledger. Grup terakhir adalah tobacco rod transfer yang berfungsi

mentransfer double length tobacco rod menuju ke unit MAX70. Komponen pada grup

ini adalah transfer unit dan V-Way.

Gambar 2.14 Flow Process Unit SE70

Page 31: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

29

2.5.3 Unit MAX70

Hasil akhir dari unit MAX70 adalah rokok dengan filter. Grup yang terdapat

pada unit ini sebanyak enam. Pertama adalah tobacco rod feed yang berfungsi

menerima double length dari unit SE70, memotongnya sama panjang dan

memisahkan antar kedua rod-nya agar bisa disisipkan potongan filter ditengahnya.

Komponen pada grup ini adalah take over drum, tobacco cutting drum, dan

separating drum.

Grup kedua adalah filter supply, yang berfungsi menerima suplai filter dari lini

filter making line, memotongnya menjadi double filter, membuatnya bertingkat,

menyusun secara center serta disisipkan diantara dua buah tobacco rod. Komponen

dari grup ini adalah filter hopper, filter cutting drum, grading drum, shifting drum,

dan accelerating drum.

Berikutnya adalah tipping material feed berfungsi mensuplai material tipping

paper. Tipping paper berfungsi menggulung dan menyatukan antara tobacco rod

dengan filter rod. Pada grup ini tipping paper disiapkan dan diatur jalannya selama

produksi. Komponen pada grup ini terdiri dari bobbin swivel plate, splicer, feed

roller, tipping curler, gluing unit, tipping drum, dan tipping knife.

Grup berikutnya adalah filter cigarette production yang akan menggabungkan

antara tobacco rod, filter rod, dan tipping paper. Pada awalnya rokok akan terbentuk

2 buah rokok yang saling membelakangi, kemudian di potong dibagian tengah dan

diputar salah satu rokok, sehingga menjadi rokok dengan arah yang sama. Kemudian

akan masuk ke grup filter cigarette inspection yang akan mengecek cacat yang

mungkin terjadi pada rokok. Terakhir menuju ke grup filter cigarette discharge untuk

dilanjutkan keluar mesin.

Setelah keluar dari mesin, rokok dapat ditampung dalam baki atau yang disebut

tray yang dilakukan oleh mesin HCF dan Magomat. Hal ini digunakan untuk stok

agar jika mesin protos 70 memiliki problem, lini berikutnya tidak terganggu. Adapula

yang langsung dialirkan menuju lini cigarette packing untuk di packaging.

Page 32: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

30

Gambar 2.15 Flow Process Unit MAX70

Page 33: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah suatu cara atau metode yang digunakan untuk

untuk melakukan suatu tindakan ilmiah, sehingga tercipta pemahaman atau gagasan

yang terstruktur, beraturan, terarah yang relevan dengan tujuan penelitian.

Observasi Awal

1. Pengamatan terhadap alur proses pada Secondary

Processing khususnya lini pembuatan rokok

2. Diskusi dan wawancara dengan pihak produksi

Identifikasi Masalah

1. Merumuskan masalah yang akan dilakukan

tindakan perbaikan

2. Menetapkan tujuan dari perbaikan tersebut

3. Memberikan batasan penelitian yang dilakukan

Studi Literatur

Studi literatur dari buku teks yang berkaitan dengan

proses perbaikan, dan buku penunjang lainnya

Pengambilan Data

Pengambilan data aktual di mesin dimana terjadi

permasalahan

Analisis Permasalahan dan Tindakan Perbaikan

1. Mencari penyebab – penyebab permasalahan

2. Menetapkan rencana perbaikan

3. Melaksanakan perbaikan

4. Melakukan evaluasi perbaikan

Simpulan dan Saran

1. Membuat simpulan berdasarkan evaluasi hasil

perbaikan

2. Masukan untuk evaluasi perbaikan ke depan

Observasi Awal

Identifikasi Masalah

Pengambilan data

Simpulan dan Saran

Studi Literatur

Analisis Masalah dan

Tindakan Perbaikan

Page 34: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

32

3.1. Observasi Awal

Observasi awal dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proses secara garis

besar, dengan melakukan pengamatan langsung pada lini di departemen terkait

maupun pada mesin produksi yang digunakan. Dilakukan pula diskusi dan wawancara

langsung dengan operator, supervisor dan manager departemen terkait agar

memperoleh gambaran detail mengenai proses pembuatan rokok di lini cigarette

making, material yang dibutuhkan, juga kualitas produk akhir yang diharapkan.

3.2. Identifikasi Masalah

Setelah melakukan observasi awal kemudian dilakukan identifikasi masalah

berdasarkan data dan fakta yang ada dilapangan. Identifikasi masalah berfungsi untuk

mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi selama proses pembuatan rokok pada

lini pembuatan rokok tersebut, dari sana kemudian ditetapkan masalah apa yang akan

diperbaiki sehingga dapat meningkatkan produktifitas pihak produksi pada

departemen dan lini tersebut. Masalah yang ditemui dalam proses ini adalah tingginya

waste material tembakau pada lini pembuatan rokok di mesin Protos 70.

3.3. Studi Literatur

Dari permasalahan yang telah ditentukan, kemudian dilakukan studi literatur

dari buku teks yang berkaitan dengan bidang keilmuan teknik industri diantaranya

penyelesaian masalah dengan metode PDCA (Plan, Do, Check, Action) dan 7 tools,

teori pemilihan bahan, dan perancangan produk. Disertai pula dengan studi literatur

dari buku penunjang seperti buku manual mesin Protos 70, untuk menunjang

pengetahuan sehingga dapat melakukan analisis perbaikan mesin yang digunakan.

3.4. Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan sebagai dasar proses analisa dan perbaikan

masalah. Data yang diambil adalah data aktual di mesin Protos 70 dan selain

pengambilan data utama, juga data penunjang baik pada sebelum perbaikan dan juga

setelah perbaikan. Hal ini bertujuan agar setelah perbaikan dapat di evaluasi apakah

hasil perbaikan tersebut dinyatakan berhasil atau tidak.

Page 35: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

33

3.5. Analisis Masalah dan Tindakan Perbaikan

Langkah berikutnya adalah mencari penyebab permasalahan tingginya jumlah

waste tersebut, pertama dengan mengumpulkan kemungkinan penyebab – penyebab

yang mengakibatkan masalah tersebut dengan menggunakan diagram tulang ikan.

Dari beberapa penyebab yang muncul, kemudian dilakukan penentuan penyebab

mana yang akan ditanggulangi untuk mengurangi jumlah waste.

Tindakan perbaikan dilakukan untuk meminimisasi jumlah waste yang timbul

dengan melakukan perbaikan pada keempat penyebab dominan yang telah ditentukan.

Tahap awal dengan membuat sebuah perencanaan yang menerapkan aspek 5W2H

(What, Why, Who, When, Where, How, dan How Much) sehingga seluruh aspek dapat

terukur termasuk dari segi biaya. Dari sana baru kemudian dilaksanakan tindakan

perbaikan sesuai dengan target pada tahap perencanaan.

Untuk mengukur keefektifan tindakan perbaikan yang telah dilaksanakan, maka

dilakukanlah evaluasi. Dimulai dengan mengambil data dimesin setelah perbaikan

kemudian membandingkan antara data sebelum dan sesudah perbaikan sehingga dapat

ditarik kesimpulan apakah perbaikan yang telah dilakukan tepat sasaran atau perlu

dilakukan perbaikan lebih lanjut.

3.6. Simpulan dan Saran

Berisi tentang simpulan akhir dari penelitian ini, dengan melihat hasil dari

evaluasi perbaikan dan tujuan awal dari penelitian ini. Kemudian diberikan pula saran

agar hasil perbaikan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan.

Page 36: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

34

BAB IV

DATA DAN ANALISIS

4.1. Pengambilan data awal

4.1.1 Proses Produksi Rokok

PT. HM. Sampoerna Tbk. adalah salah satu perusahaan rokok terbesar di

Indonesia. Dalam prosesnya, sesuai Gambar 4.1 Diagram Alir Manufaktur Rokok,

proses primary (pengolahan tembakau) merupakan proses pencampuran tiga material

utama dari produksi rokok yakni tembakau, cengkeh, dan flavor and casing. Flavor

and casing digunakan sebagai material tambahan untuk aroma dan rasa. Untuk

material tembakau dan cengkeh didapatkan dari petani atau suppliers, kemudian akan

melalui proses permesinan dan penyimpanan di departemen tersendiri. Setelah

menjadi campuran tembakau untuk berbagai brand, kemudian produk ada yang

dikirimkan untuk diekspor, atau ke SKT untuk diproduksi menjadi rokok dengan

proses manual dengan tangan, atau ke SKM untuk diproduksi menjadi rokok dengan

mesin. untuk proses di SKM dan SKT, produk jadi akan ditujukan ke pasar domestik.

TobaccoFarmers/Suppliers

TobaccoProcessing

Long Term Storage

Flavor & CasingSuppliers

CloveFarmers/Suppliers

CloveStorage

CloveProcessing

PrimaryProcessing

Special TobaccoBlend

Global / Export

Secondary ProcessingSigaret Kretek Tangan

(SKT)

Secondary ProcessingSigaret Kretek Mesin (SKM)

Domestic

Gambar 4.1 Diagram Alir Manufaktur Rokok

Page 37: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

35

Gambar 4.2 Proses pada Secondary Processing Sigaret Kretek Mesin (SKM)

Pada Gambar 4.2 Proses pada Secondary Processing Sigaret Kretek Mesin

(SKM), proses dimulai dari lini pembuatan filter (Filter Maker) dimana terjadi proses

pembuatan batangan filter yang akan digunakan sebagai penyaring asap rokok dari

material acetate tow, plasticizer, plugwrap, dan glue. Lini berikutnya adalah lini

pembuatan rokok (Cigarette Maker) yang menggabungkan material

tembakau/cutfiller dari Primary Processing, kertas rokok, kertas tipping, glue, serta

batangan filter dari lini Filter Maker. Hasil akhir dari lini Cigarette Maker adalah

batangan rokok dengan filter. Kemudian akan masuk ke lini Cigarette Packer yang

berfungsi melakukan pengemasan rokok sesuai jumlah dan kemasan yang ditentukan.

Material yang digunakan pada lini ini adalah blank/etiket, inner frame, alufoil, OPP

pack, OPP sloft, dan TTR. Terakhir, produk sloft akan masuk ke case packer untuk

dikemas dalam boks dan disusun dalam palet – palet produk jadi.

Jenis mesin yang digunakan pada SKM di Karawang Plant adalah untuk lini

Filter Maker adalah AF/KDF2ER, AF/KDF2EU, dan AF/KDF4. Sedangkan untuk

lini Cigarette Maker adalah Protos 70 dan GD121. Lini Cigarette Packer

menggunakan mesin Focke 350, Focke 550, GDX3, dan GDX2.

Page 38: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

36

4.1.2 Data Awal

Gambar 4.3 Waste Secondary Processing (Week 1–3, 2010)

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa waste tembakau secondary processing pada

minggu pertama sampai dengan minggu ketiga 2010 sebagai berikut, dust sebesar

4.39%, MC Loss sebanyak 0.52%, Over/Underweight sebesar -1.51%, dan

Unaccountable sebesar 2.36 %. Untuk lebih detilnya data terdapat pada lampiran 1.

Hal ini menunjukkan dalam proses produksinya, SKM memiliki masalah – masalah

yang dihadapi, salah satunya waste, dan jenis waste yang dominan muncul pada

periode ini adalah waste dust.

Waste dust adalah jenis waste dalam bentuk debu hasil proses produksi yang

terjadi di mesin. MC Loss kepanjangan dari Moisture Content Loss yakni terjadinya

penurunan kadar air dalam tembakau selama proses, sehingga menurunkan berat dari

tembakau. MC Loss digolongkan ke dalam waste dikarenakan merupakan salah satu

penyebab hilangnya tembakau selama proses sehingga mengurangi kemampuan untuk

memproduksi lebih. Over/Underweight adalah tingkat perbandingan dari berat aktual

cigarette sebagai produk jadi dibandingkan dengan targetnya, jika hasil nilainya plus

maka produk yang dihasilkan memiliki berat lebih dari target dan sebaliknya.

Sedangkan waste unaccountable adalah waste yang tidak teridentifikasi dari ketiga

aspek sebelumnya. Faktornya ini bisa disebabkan oleh waste dari proses lain yang

tercampur dan terakumulasi, kesalahan proses pengukuran waste, maupun pembacaan

alat ukur yang digunakan, dan sebagainya.

Page 39: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

37

Gambar 4.4 Waste Dust Secondary Processing

Waste dust terbagi lagi atas tiga jenis yakni debu tembakau, debu halus

tembakau dan debu sapon. Berdasarkan data pada Gambar 4.4 Waste Dust Secondary

Processing, urutan jumlah waste berturut – turut dari yang terbesar adalah sebagai

berikut: debu tembakau, debu halus tembakau dan debu sapon sebesar 8.340 kg/week,

2.539,67 kg/week, dan 777,47 kg/week. Untuk lebih detilnya data terdapat pada

lampiran 2.

Debu tembakau dihasilkan dari debu mesin Protos 70 selama proses produksi

pada unit VE, yang nantinya debu tembakau akan menjadi input proses RTC. Proses

RTC memungkinkan mengubah debu tembakau menjadi lembaran, kemudian akan

dicacah sehingga bentuknya akan menyerupai tembakau dan dimasukkan dalam

campuran tembakau/cutfiller. Sementara debu halus tembakau berasal dari hasil

proses cleaning mesin dust collector. Debu sapon adalah debu hasil sapuan tembakau

di lantai. Debu halus dan sapon akan dibuang.

Dari penjelasan diatas, Mesin Protos 70 dalam proses produksinya

menghasilkan debu yang tergolong debu tembakau sehingga meningkatkan waste

dust. Mesin Protos 70 adalah salah satu jenis mesin pada lini Cigarette Maker yang

berfungsi menghasilkan rokok dengan beberapa material seperti tembakau, batangan

filter, kertas rokok, kertas tipping dan lem.

Page 40: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

38

Gambar 4.5 Mesin Protos 70 dan Material Lini Cigarette Maker

Unit VE di mesin Protos 70 menghasilkan debu tembakau di grup recycling belt

pada bagian depan dan bagian belakang belt-nya. Debu pada bagian depan

menghasilkan debu yang akan dibuang karena disapu dalam handling-nya, sedangkan

debu bagian belakang menghasilkan debu yang akan digabung dengan debu tembakau

yang akan menjadi input proses RTC.

Gambar 4.6 Recycling Belt pada Unit VE Mesin Protos 70

Setelah berkoordinasi dengan Departemen Quality Assurance bahwa ternyata

waste yang keluar pada unit VE tersebut (recycling belt) sebenarnya adalah material

tembakau yang masih layak proses seperti material awal yang digunakan, dan jika

diidentifikasi sebagai dust yang akan di proses ulang (RTC) maka akan menjadi

pemborosan proses apalagi jika di-dispose (sapon). Untuk lebih detilnya data terdapat

pada lampiran 3. Pembahasan selanjutnya akan ditekankan untuk mengurangi material

tembakau yang menjadi waste pada unit recycling belt mesin Protos 70 di lini

cigarette maker.

Page 41: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

39

4.2. Analisis Data

Berdasarkan permasalahan waste material tembakau pada lini pembuatan rokok

yang muncul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data awal yang ada

dengan mencari penyebab permasalahannya. Dalam mencari penyebab ini alat yang

biasa digunakan adalah diagram tulang ikan atau fishbone diagram atau ishikawa.

Penggunaan diagram tulang ikan akan membantu menemukan satu atau lebih akar

penyebab permasalahan.

Gambar 4.7 Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram)

Dalam diagram tulang ikan di atas empat aspek yang dicari akar penyebabnya

yakni faktor mesin, metode, material, dan man (manusia). Dari empat aspek,

perbaikan akan difokuskan pada aspek mesin dan metode dikarenakan dua aspek

tersebut berkenaan langsung dengan kondisi aktual di mesin sehingga diyakini

perbaikan yang akan dilakukan akan lebih efektif dan efisien. Aspek lainnya yaitu

manusia dan material, jika akan dilakukan perbaikan berupa perubahan atau

modifikasi membutuhkan persetujuan yang lebih kompleks yakni atasan dari operator,

manager produksi, proses engineer, pihak maintenance, dan untuk aspek material

merupakan tanggung jawab dari departemen lain yakni primary processing sebagai

pemasok material tembakau ke secondary processing.

Page 42: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

40

Aspek mesin dan metode, memiliki empat akar permasalah yang menyebabkan

tingginya tembakau yang menjadi waste pada lini pembuatan rokok terutama di mesin

Protos 70. Pertama, belt yang digunakan berprofil/kasar sehingga partikel tembakau

yang seharusnya hanya dibawa kemudian ditransfer akan menjadi tetap menempel

pada belt dan jatuh dipermukaan bagian bawahnya. Kedua, setting gap scraper tidak

tepat. Dalam hal ini diindikasikan melalui tingginya frekuensi keausan dari scraper

yang digunakan sebagai pengikis dari belt sehingga material tidak terbawa kembali

oleh belt.

Gambar 4.8 Scraper pada Recycling Belt

Dua akar permasalahan lainnya berada pada aspek metode. Pertama, belum ada

pengecekan belt dan scraper secara rutin pada tasklist maintenance sehingga dapat

mengakibatkan keausan belt dan scraper tidak teridentifikasi lebih awal. Kedua,

kesalahan handling waste tembakau, yaitu tembakau yang selama ini menjadi waste

sebenarnya masih layak untuk masuk mesin untuk diproses, berdasarkan koordinasi

dengan departemen Quality Assurance pada lampiran 3, namun selama ini di proses

ulang untuk waste dari bagian belakang belt, dan bahkan di-dispose (dibuang) untuk

waste dari bagian depan belt, karena handling untuk pengambilan waste dari mesin

menggunakan sapu (waste sapon).

Sehingga perbaikan ke depan akan ditekankan ke empat penyebab tersebut

yakni, belt yang digunakan berprofil, setting gap pada scrapper yang belum standar,

belum ada pengecekan belt dan scrapper, terakhir kesalahan handling waste

tembakau.

Page 43: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

41

4.3. Menetapkan Rencana Perbaikan

Menetapkan rencana perbaikan terdiri atas pembuatan rencana penanggulangan

dengan 5W2H, melaksanakan perbaikan sesuai rencana, dan mencatat hasil perbaikan

serta memantau pelaksanaan perbaikan. 5W2H adalah alat yang digunakan dalam

membuat perencanaan perbaikan dengan mempertimbangkan tujuh aspek what (apa

masalahnya), why (kenapa), where (dimana), when (kapan), who (oleh siapa), how

(bagaimana caranya), how much (berapa besar).

Berdasarkan metode di atas maka dibuatlah sebuah rencana perbaikan untuk

mengurangi waste pada lini pembuatan rokok yang difokuskan pada keempat

penyebab yang telah dianalisis sebelumnya, yakni belt yang digunakan pada unit

recycling belt berprofil, setting gap pada scrapper yang belum standar, belum ada

pengecekan belt dan scrapper, terakhir kesalahan handling waste tembakau.

Tabel 4.1 Tabel Rencana Perbaikan

Page 44: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

42

Gambar 4.9 Waste tembakau tiap link-up

Lokasi dilakukannya perbaikan akan dilakukan pada mesin Protos 70 dimana

merupakan mesin dengan tipe terbanyak pada lini pembuatan rokok, yakni dengan

jumlah 6 mesin sedangkan untuk tipe lainnya yakni GD121 hanya terdapat 3 mesin.

Dari keenam mesin Protos 70 dipilihlah mesin link-up 25, karena memiliki rata-rata

waste yang paling tinggi, yang terlihat pada Gambar 4.9 Waste tembakau tiap link-up.

Waktu perbaikan dilakukan antara week 8 – 11 tahun 2010.

4.4. Melaksanakan Perbaikan

Tindakan perbaikan yang dilakukan akan mengacu pada rencana perbaikan yang

telah dibuat. Empat aspek yang akan difokuskan dalam perbaikan, yakni:

1. Belt recycling berprofil

Dalam hal ini akan dilakukan percobaan untuk mengganti belt pada unit

recycling belt dengan tipe yang tidak berpofil (lebih halus), kemudian akan

dilakukan pencatatan apakah terjadi penurunan jumlah tembakau yang menjadi

waste atau tidak.

Gambar 4.10 Penggantian Belt Recycling

Profil

(Kasar)

Non-profil

(Halus)

Page 45: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

43

Berdasarkan Tabel 4.2 Data sebelum dan sesudah pengujian Belt Berprofil dan

Non-profil pada Mesin 2.5, dapat diketahui bahwa dari aspek pertama perbaikan

didapatkan penurunan waste dari rata-rata 19.72 kg/shift menjadi 10.78 kg/shift

atau sekitar 54.67 %. Waste yang diambil untuk langkah perbaikan pertama ini

diambil pada bagian belakang recycling belt.

Tabel 4.2 Data pengujian Belt Berprofil dan Non-profil pada Mesin 2.5

Week Shift 1 Shift 2 Shift 3 TOTAL Rata-rata

(shift) %

Belt Profil

20 Januari 18 3.1 9.5 30.6

19.72

54.67

21 Januari 6.5 7.3 6.6 20.4

22 Januari 1.8 7.3 6.3 15.4

23 Januari 2.8 5.2 13.9 21.9

24 Januari 6.2 7.5 7.5 21.2

25 Januari 0 4.5 6.2 10.7

26 Januari 0 6.6 11.2 17.8

Belt Non-profil

5 Februari 2 7 3 12

10.78

6 Februari 1.8 4.1 3.45 9.35

7 Februari 4 6.9 2 12.9

8 Februari 2 2.2 3.7 7.9

9 Februari 1.6 4 3.6 9.2

10 Februari 3.6 4 2.5 10.1

11 Februari 3 3 3 9

2. Setting scraper yang tidak tepat

Dalam hal ini akan dilakukan percobaan untuk mencari berapa ukuran gap untuk

scraper yang paling optimal sehingga dapat meminimisasi jumlah tembakau

yang menjadi waste dikarenakan masuk kedalam celah scrapper dan terjatuh di

bawah belt. Pengujian dilakukan menggunakan alat berupa feeler gauge

Gambar 4.11 Optimalisasi Gap Scraper

Gap Scraper

Page 46: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

44

Berdasarkan Tabel 4.3 Data pengujian jarak scrapper terhadap belt pada Mesin

2.5, dapat diketahui bahwa perbaikan pada aspek kedua didapatkan jarak

optimal untuk scrapper recycling belt yakni 0,1 mm. Hal ini diputuskan dengan

alasan pada jarak 0.05 mm telah terjadi keausan pada scrapper.

Tabel 4.3 Data pengujian scrapper pada Mesin 2.5

3. Belum adanya pengecekan belt dan gap scraper pada recycling belt

Dalam hal ini akan dilakukan konsolidasi dengan tim produksi dan maintenance

untuk dapat memasukan pengecekan kondisi belt dan gap scraper dalam

schedule weekly maintenance karena kedua hal tersebut akan dapat memberikan

informasi lebih awal jika terjadi kerusakan atau kondisi abnormal yang dapat

mempengaruhi jumlah tembakau yang menjadi waste. Lebih jelasnya terdapat

pada Lampiran 5 Tasklist weekly maintenance.

Gambar 4.12 Pengajuan tasklist weekly maintenance

GAP Scrapper (mm)

Waste (kg/day)

1.5 22.8

1 20.1

0.75 19.3

0.5 18.50

0.25 15.10

0.1 12.90

0.05 13.50

Page 47: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

45

4. Kesalahan proses handling tembakau

Pada langkah berikutnya, untuk melengkapi perbaikan yang telah dilakukan

dalam langkah pertama hingga ketiga, akan dibuat sebuah alat untuk me-recycle

tembakau, prinsipnya jika sebelumnya tembakau yang menjadi waste pada

recycling belt bagian depan jatuh ke lantai dan akan menjadi waste sapon

(tembakau sapuan) dan pada recycling belt bagian belakang ditampung di bak

dan akan menjadi waste debu halus, selanjutnya akan dibuat sebuah alat untuk

mentransfernya sehingga dapat masuk kembali ke mesin untuk di proses. Desain

alat bantu terletak pada Lampiran 6 Alat untuk Recycling Belt Belakang dan

Lampiran 7 Alat untuk Recycling Belt Depan.

Gambar 4.13 Alat untuk Recycling Belt Depan

Untuk debu bagian depan dari recycling belt akan dibuatkan penampung /

hopper yang dibagian bawahnya terhubung dengan mesin dust collector dimana

nantinya debu tersebut akan bergabung dengan klasifikasi debu tembakau

lainnya dan akan masuk ke proses RTC di primary processing. Proses RTC

memungkinkan mengubah debu tembakau menjadi lembaran kemudian akan

dicacah sehingga bentuknya akan menyerupai tembakau cutfiller. Desain dari

hopper menyesuaikan dengan ruang yang terdapat pada bagian bawah recycling

belt. Bagian kiri dan kanannya sudah terletak plat penopang sehingga hopper

dapat dengan mudah diletakkan serta diambil untuk dibersihkan. Sebelum dan

sesudah pemasangan hopper tobacco return tersebut akan dicatat data jumlah

waste-nya dan dibandingkan.

Sebelum (Depan) Sesudah (Depan)

Page 48: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

46

Berdasarkan Tabel 4.4 Pengujian debu depan dengan hopper tobacco return (20

– 27 Mei 2010), terjadi penurunan jumlah waste antara sebelum dan sesudah

pemasangan hopper tobacco return dari rata–rata 1.6 kg/shift menjadi 0.33

kg/shift atau 79.4%.

Tabel 4.4 Pengujian debu depan dengan hopper tobacco return (20 – 27 Mei 2010)

Untuk debu bagian belakang dari recycling belt, seperti Gambar 4.13 Alat untuk

recycling belt belakang, akan dibuatkan juga hopper penampung debu seperti

yang dilakukan pada bagian depan. Namun perbedaan terletak pada bagian

bawah yang terdapat venturi untuk mentransfer tembakau sehingga dapat

langsung masuk kembali ke mesin untuk di proses. Desain dari hopper

menyesuaikan dengan ruang yang terdapat pada bagian bawah recycling belt

dan cover penutup. Bagian kiri dan kanannya sudah dibuatkan plat penopang

sehingga hopper dapat dengan mudah didorong masuk atau ditarik keluar untuk

dibersihkan. Sebelum dan sesudah pemasangan hopper tobacco return tersebut

juga akan dicatat data jumlah wastenya dan dibandingkan.

Gambar 4.14 Alat untuk Recycling Belt Belakang

Tanpa Hopper

Dengan Hopper

Shift ke-1 1.46 0.33

Shift ke-2 2.46 0.21

Shift ke-3 1.46 0.56

Shift ke-4 1.5 0.31

Shift ke-5 1.33 0.26

Shift ke-6 1.36 0.43

Shift ke-7 1.63 0.22

TOTAL 11.2 2.32

RATA2 1.6 0.33

Sebelum (Belakang) Sesudah (Belakang)

Page 49: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

47

Berdasarkan Tabel 4.5 Pengujian debu belakang dengan hopper tobacco return

(2 – 23 Mei 2010), terjadi penurunan jumlah waste antara sebelum dan sesudah

pemasangan hopper tobacco return dari rata – rata 7.66 kg/shift menjadi 0

kg/shift atau 100%.

Tabel 4.5 Pengujian debu belakang dengan hopper tobacco return (2 – 23 Mei 2010)

Perbaikan yang dilakukan dengan membuatkan alat recycle baik pada bagian

depan maupun belakang unit recycling belt, dapat mengurangi waste tembakau

yang terjadi. Selain itu perbaikan ini juga menghilangkan aktifitas handling

material yang sebelumnya dilakukan. Pada bagian depan, kondisi sebelumnya

waste tembakau yang berjatuhan disapu oleh operator kemudian waste tersebut

dibuang. Sedangkan dengan improvement ini kegiatan tersebut dapat

dihilangkan. Untuk bagian belakang, kondisi sebelumnya waste ditampung pada

bak plastik, diakhir shift dikumpulkan dengan waste mesin lainnya, ditimbang

kemudian dibawa ke departemen primary processing untuk digabung dengan

cutfiller yang diproses. Namun dengan improvement ini kegiatan tersebut dapat

dihilangkan.

Tanggal Shift Waste

19-May-10 18-May-10 18-May-10 17-May-10 16-May-10 16-May-10 15-May-10 15-May-10 15-May-10 14-May-10 14-May-10 12-May-10 12-May-10 12-May-10 11-May-10 11-May-10 10-May-10 9-May-10 9-May-10 9-May-10 8-May-10 8-May-10 8-May-10 5-May-10 4-May-10 3-May-10 2-May-10

1 2 1 2 2 1 3 2 1 3 1 3 2 1 3 2 3 3 2 1 3 2 1 3 3 3 3

7.5 9.2 6.2 7.4 8.6 8.5 9.7 8.7 8.7 4.2 10.7 8.5 6.56 8.1 8.9 6

7.6 8.8 8.3 9.7 8.5 8.8 3.4 5.5 6.72 4.8 7.3

TOTAL 206.88

Rata-rata 7.66

Tanggal Shift Waste

23-May-10 22-May-10

22-May-10 22-May-10 21-May-10

21-May-10 19-May-10

3 3

2 1 3

2 2

0 0

0 0 0

0 0

TOTAL 0

Rata-rata 0

Page 50: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

48

Berdasarkan tindakan pada keempat aspek di atas maka didapatlah sebuah tabel

yang menunjukan hasil perbaikan sebagai berikut. Untuk lebih jelasnya terdapat pada

Lampiran 8 Tabel hasil perbaikan.

Tabel 4.6 Tabel Hasil Perbaikan

Sebelum Sesudah1. Dilakukan pergantian

belt dengan yang non

profil permukaannya

1

2

3

4

Penurunan jumlah

tembakau setelah

dipasang alat

recycle pada bagian

depan sebesar

79.4% dan belakang

VE sebesar 100% sebagai optimalisasi

ini.

Belakang

1. Hasil perbaikan

masih belum

optimal,tembakau

pada recycling belt

masih bisa

direcycle kembali

( tembakau

belakang VE di

recyle langsung ke

mesin

menggunakan

venturi

sistem,sedangkan

yang depan VE di

hisap dust collector

sebagai input

proses RTC)

1. Membuat alat recycle

tembakau untuk bagian

depan dan belakang di

VE

Ke

sa

lah

an

pro

se

s h

an

dli

ng

te

mb

ak

au

Depan

1. Melakukan trial dengan

settingan GAP scrapper

yang bervariasi

1.5mm,1mm,0.75mm,0.5m

m,0.25 mm dan 0.1 mm

Penurunan jumlah

tembakau yang

menjadi waste

sebesar 54,67%

Be

lum

ad

an

ya

pe

ng

ec

ek

an

be

lt d

an

GA

P s

cra

pp

er

Se

ttin

ga

n s

cra

pp

er

tid

ak

tep

at

1. GAP scrapper

tidak mempunyai

standart, terlalu

lebar atau sempit

Proses perbaikan

yang dilakukanNo. Factor

Sebelum

perbaikan

Penurunan jumlah

tembakau cukup

signifikan dengan

settingan GAP

scrapper yang

direkomendasikan

adalah 0.1 mm.

Gambar

1. Permukaan belt

berprofil

Be

lt R

ec

yc

lin

g b

erp

rofi

l

Dengan adanya

penambahan task

list weekly maka

kondisi belt dan GAP

scrapper tetap

terjaga.

1. Tidak adanya

jadwal pengecekan

kondisi belt dan

GAP Scrapper

pada task list job

1. Menambahkan

pengecekan kondisi belt

dan GAP Scrapper pada

task list weekly mekanik

HasilMonitoring

Page 51: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

49

4.5. Analisis Hasil Perbaikan

Setelah program perbaikan dilakukan dan dilakukan pencatatan hasil dari

perbaikan tersebut, langkah selanjutnya yaitu mengevaluasi hasil. Disini akan

dilakukan perbandingan hasil perbaikan dengan kondisi / data awal dan juga akan

dilakukan analisis dari aspek panca mutu QCDSM (Quality, Cost, Delivery, Safety &

Environment, dan Morale).

4.5.1 Evaluasi terhadap Data Awal

Gambar 4.15 Evaluasi Terhadap Data Awal

Proses perbaikan yang telah dilakukan akan dibandingkan dengan data awal dan

ditentukan apakah perbaikan tersebut dinyatakan berhasil atau tidak. Dari

pengolahan data berdasarkan Gambar 4.15 Evaluasi terhadap data awal, dapat

dinyatakan bahwa perbaikan dianggap berhasil. Berdasarkan data akhir, terjadi

penurunan jumlah tembakau pada recycling belt unit VE Mesin Protos 70.

Sebelumnya rata-rata tembakau yang menjadi waste di bagian belakang

recycling belt yaitu 7.54 kg/shift (data awal) turun menjadi 0 kg/shift atau 100%.

Sedangkan bagian depan, sebelumnya rata-rata tembakau yang menjadi waste

yaitu 4.79 kg/shift menjadi 0.33 kg/shift atau 93%. Atau jika di rata – rata terjadi

penurunan sebesar 96%.

Page 52: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

50

4.5.2 Evaluasi terhadap Panca Mutu

1. Quality

Poin yang akan di cek dalam aspek quality ini adalah apakah angka reject loose

end pada produk meningkat. Jika meningkat berarti perbaikan yang telah

dilakukan di atas tidak dapat dinyatakan berhasil sepenuhnya. Reject loose end

adalah salah satu defect / cacat dimana pada bagian ujung bakar terjadi keropos

tembakaunya salah satunya karena partikel tembakau yang terlalu kecil. Terkait

dengan perbaikan yang dilakukan dikhawatirkan penggunaan venturi untuk

memindahkan tembakau dapat menjadikan pecahnya partikel tembakau ketika

dihisap maupun ditiupkan.

Gambar 4.16 Reject Loose End

Tabel 4.7 Tabel Reject Loose End Sebelum dan Sesudah Perbaikan

Berdasarkan Tabel 4.7 Tabel Reject Loose End Sebelum dan Sesudah

Perbaikan, nilai reject loose end setelah perbaikan tidak lebih banyak dari

sebelum improvement, selain itu juga angka indeks kualitas visual (VQI) reject

loose end per week tidak mengalami kenaikan. Kesimpulannya perbaikan pun

dianggap berhasil dilihat dari segi quality.

Page 53: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

51

2. Cost

Poin yang akan di cek adalah apakah terjadi penurunan biaya produksi, jika

benar maka perbaikan dianggap berhasil begitu pula sebaliknya. Setelah

dilakukan improvement terjadi penurunan jumlah tembakau yang menjadi waste

pada recycling belt. Penurunan jumlah tembakau tersebut terjadi pada dua area

yaitu bagian depan recycling belt yang sebelumnya di jadikan tembakau sapon,

kini berubah menjadi inputan untuk proses RTC. Sedangkan pada bagian

belakang recycling belt yang sebelumnya menjadi inputan RTC, sekarang di

recycle langsung ke mesin. Dari hasil penurunan jumlah tembakau tersebut tentu

saja mendatangkan keuntungan dari segi cost sebagai berikut:

Keuntungan untuk tembakau yang berada di depan VE :

Tembakau sebelum – Tembakau sesudah = Benefit

4,79 kg – 0,33 kg = 4,46 kg per shift/ mesin

Dengan asumsi harga tembakau $ 4 per kg, maka potensial keuntungan

dari segi cost:

4,46 kg x $ 4 = $ 17,84 per mesin/shift; untuk 3 shift = $ 17,84 X 3

shift = $ 53,52 per hari/mesin.

Keuntungan untuk tembakau yang berada di belakang VE :

Tembakau sebelum – Tembakau sesudah = Benefit

7,54 kg – 0 kg = 7,54 kg per shift/ mesin

Dengan asumsi harga tembakau $ 4 per kg, maka potensial

keuntungan dari segi cost:

7,54 X $ 4 = $ 30,16 per mesin/shift; untuk 3 shift = $ 30,16 X 3 shift

= $ 90,48 per hari/mesin.

Page 54: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

52

Maka total potensial cost benefit yang didapat dari perbaikan ini adalah

$53,52 + $ 90,48 = $ 144 per hari/mesin

Jika diterapkan pada semua lini Protos 70 yang ada yakni 6 lini, maka

didapatkan benefit sebesar :

$ 144 X 6 Lini = $ 864 per hari, atau $ 864 X 30 hari = $ 25.920 per bulan

atau $ 25.920 X 12 bulan = $ 311.040 per tahun

3. Delivery

Poin yang akan dilihat adalah apakah perbaikan ini dapat mengurangi tugas

personel untuk handling tembakau yang menjadi waste. Dari perbaikan yang

dilakukan di atas bahwa waste bagian belakang yang sebelumnya menjadi

inputan RTC yang membutuhkan man power untuk mengumpulkan waste setiap

mesin, menimbang kemudian di bawa ke proses RTC, sekarang di recycle

langsung ke mesin. Begitu pula untuk waste yang berada pada bagian depan

sebelumnya perlu tugas personel untuk disapu, dan dengan perbaikan ini tentu

saja mengurangi tugas dari personel untuk pekerjaan tersebut di akhir shift.

Dengan ini maka perbaikan pun dianggap berhasil dari sisi delivery.

4. Safety & Environment

Poin yang diangkat yakni minimalisir potensi kecelakaan kerja. Dapat dilihat

dari hasil perbaikan ini membuat area recycling belt menjadi lebih bersih dan

tentunya mengurangi potensi kecelakaan kerja.

5. Morale

Poinnya yaitu mengurangi beban kerja operator ataupun operation support

untuk membersihkan waste di area recycling belt. Dapat dilihat dari hasil

perbaikan ini membuat area recycling belt menjadi lebih bersih dan tentunya

tidak perlu pekerjaan tambahan untuk membersihkannya.

Page 55: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

53

4.6. Tindak Lanjut

Aktifitas selanjutnya setelah program perbaikan dilakukan dan dievaluasi

hasilnya adalah melakukan tindak lanjut. Tindak lanjut sendiri bisa dilakukan ke

dalam program perbaikan yang telah dilakukan maupun melakukan tindak lanjut ke

perbaikan selanjutnya. Disini yang akan dilakukan tindak lanjut ke dalam proses

perbaikan yang telah dilakukan.

1. Melakukan sosialisasi terhadap tasklist maintenance yang telah ditambahkan

Gambar 4.17 Tasklist Maintenance Setelah Perbaikan

2. Membuatkan One Point Lesson untuk pemasangan scraper, alat bagian

depan dan bagian belakang sebagai standar prosedur operasi. Hal ini untuk

memastikan dan mensosialisasikan pemasangan scrapper dapat dilakukan

dengan benar, siapapun petugas yang melakukan penggantian atau

perbaikan. Hal inipun dapat memudahkan proses transfer informasi karena

OPL akan diletakkan dekat dengan area recycling belt.

Page 56: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

54

Gambar 4.18 One Point Lesson Pemasangan Scraper

Page 57: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

55

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Kesimpulan yang diambil pada penelitian ini terkait pada aktivitas perbaikan yang

dilakukan untuk minimasasi waste material tembakau pada proses pembuatan rokok,

pertama, penyebab tingginya waste terletak pada kondisi belt yang berprofil, setting

gap scrapper yang belum tepat, belum ada pengecekan belt dan scrapper secara rutin

dan kesalahan handling tembakau.

Kedua, dari penanganan empat penyebab tersebut dihasilkan penurunan waste sebesar

96%, dari yang sebelumnya 4.79 kg pada bagian depan belt menjadi 0,33 kg, dan 7,54

kg pada bagian belakang belt menjadi 0 kg. Hasil perbaikan ini akan diajukan kepada

pihak produksi agar ditindaklanjuti dengan melakukan hal yang sama ke semua mesin

yang ada.

5.2 Saran

Untuk dapat lebih mengoptimalkan perbaikan diatas perlu diperbaiki sistem transfer

pada alat bantu recycling belt bagian depan agar tembakau dapat diproses kembali

seperti recycling belt bagian belakang.

***

Page 58: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

56

REFERENSI

Ashby, M.F., Material Selection in Mechanical Design, Butterworth and

Heinemann, 1999

Department, Operations Training, Modul Training Operator Protos 70, Surabaya,

2013.

Dunlop, Fenner, Conveyor Belt Maintenance, USA, retrieved from

http://www.fennerdunlopamericas.com/pdf/MaintenanceFDA0105.pdf

Liker, Jeffrey K., and Meier, David, The Toyota Way Fieldbook, McGraw-Hill,

USA, 2006. pp 33-37

Norton, Robert L, Machine Design an Integrated Approach, Pearson International

Edition, 2006.

Usman, Husaini, dan Akbar, Purnomo Setiady, Pengantar Statistika, Penerbit

Bumi Aksara, Jakarta, 2008, pp. 197-202.

Page 59: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

57

LAMPIRAN

% Dust MC Loss Over / Underweight Unaccountable

Day 1 4.13 0.55 -1.32 3.69

Day 2 4.63 0.59 -1.25 3.83

Day 3 4.19 0.59 -1.23 3.74

Day 4 4.42 0.59 -1.19 3.78

Day 5 4.50 0.66 -1.30 3.86

Day 6 4.52 0.62 -1.43 3.75

Day 7 4.41 0.63 -1.35 3.79 Week 1 (Avg) 4.40 0.60 -1.30 3.78

Day 1 4.17 0.60 -1.44 2.21

Day 2 4.44 0.55 -1.40 1.61

Day 3 4.60 0.51 -1.59 1.03

Day 4 4.47 0.50 -1.60 1.11

Day 5 4.56 0.56 -1.70 1.01

Day 6 4.60 0.60 -1.61 1.10

Day 7 4.62 0.43 -1.50 0.92 Week 2 (Avg) 4.49 0.54 -1.55 1.28

Day 1 4.28 0.52 -1.53 1.44

Day 2 4.33 0.44 -1.55 1.63

Day 3 4.12 0.42 -1.64 2.13

Day 4 4.27 0.40 -1.68 2.08

Day 5 4.03 0.45 -1.70 2.36

Day 6 4.38 0.42 -1.71 2.19

Day 7 4.52 0.37 -1.78 2.35 Week 3 (Avg) 4.28 0.43 -1.66 2.03

Rata -Rata 4.39 0.52 -1.51 2.36

Lampiran 1 Data Waste Secondary Processing Dept. 2010 (week 1 – week 3)

Page 60: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

58

Lampiran 2. Data waste klasifikasi dust 2010 (week 1 – week 3)

TOTAL DEBU

TEMBAKAU

Debu Tembakau (Dust Maker)

Debu Halus

Tembakau (Dust Collector)

Debu Sapon KIRIM

Debu Tembakau ke RTC

KIRIM Debu Halus

Tembakau ke Furnace

KIRIM Debu Sapon ke Furnace

TOTAL KIRIM KE FURNACE

Total Kirim

Week1 11,123.6 8,460.0 1,939.0 724.6 8,460.0 1,939.0 724.6 2,663.6 11,123.6

Week2 12,485.6 8,820.0 2,854.6 811.0 8,820.0 2,854.6 811.0 3,665.6 12,485.6

Week3 11,362.2 7,740.0 2,825.4 796.8 7,740.0 2,825.4 796.8 3,622.2 11,362.2

Average 11,657.13 8,340 2,539.67 777.47 8,340 2,539.67 777.47 9,951.4 34,971.4

Page 61: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

59

Lampiran 3 Hasil Pengujian Waste Tembakau oleh Quality Assurance Dept.

Page 62: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

60

M/C Maker

Shift Data

Tanggal Average

Depan

Average

Belakang

Total

Average 2-Jan-10 3-Jan-10 4-Jan-10 5-Jan-10 8-Jan-10 9-Jan-10 10-Jan-10 11-Jan-10 12-Jan-10 14-Jan-10 15-Jan-10 16-Jan-10 17-Jan-10 18-Jan-10 19-Jan-10

1.4

1

Debu depan 2.1 7.3 4.5 6.2 8.5 2.5 3.1

4.26 1.72 2.99

Debu belakang 2.4 1.2 1 2.3 1.5 1.8 1.5

2 Debu depan 1.2 6.8 8.5 2.5 3.2 2.1 3.2 4.2

3

Debu depan 7.7 3.2 3.8 5 4.2 4.1 4.5 3.2 4.3 1.8 3.2

Debu belakang 2.3 2.1 2.5 2.9 1 1.8 3.2 1.5 1 2.1 1.4

1.5

1

Debu depan 4.1 12.2 2.6 5.2 7.3 11.3 2.9

3.90 1.66 2.78 Debu belakang 6.3 0.6 0.2 0.2 0.4

2 Debu depan 2.2 7.2 2 4.32 0.2 0.2 3.5 3.8

1.6

1

Debu depan 6.1 4.8 4.3 1.3 3.5 3.6 14.5 6.8

5.14 5.07 5.10

Debu belakang 2.5 2.2 2.7 2.6 2.8 3.2 3.9 7.5

2 Debu depan 3.6 4.1 13.12 3.86

3

Debu depan 2.2 0.8 2.6 7.2 7 3.2

Debu belakang 1.8 2 6.2 6.5 5.52 3.94 10.02 12.24 5.5

2.5

1

Debu depan 2.2 1.4 2 4.6 7.7 8.1 2.2 6.8

4.79 7.54 6.17 Debu belakang 3.4 9.7 8.1 10.7 8.7 8.5 6.2 7.5

2

Debu depan 6.9 8.7 2.76 3.8 4.3 5.6 4.8

Debu belakang 7.3 4.8 6.72 5.5 8.5 8.8 7.6 8.9 8.5 4.2 9.7

2.6

1

Debu depan 6.2 5.6 2.6 4.6 6.2 1.2 4

3.49 5.40 4.45

Debu belakang 5.4 2.2 1.3 0.6 5.5 5.1 5.9

2

Debu depan 4 3.4 2.5 2 2.8 4.6 3.8 4.5

Debu belakang 7.7 10.2 7 10.5 4.2 5.7 4.3 5.9

3

Debu depan 4.5 2.6 5 3.5 3.2 1.1 2.4 1.4 2.1

Debu belakang 4.8 5.5 4.2 5.5 8.5 2.3 5.3 6.3 5.8

2.7

1

Debu depan 3.2 14.2 3.4 7.2 6.8 2

3.96 2.66 3.31

Debu belakang 1.3 1.8 1.2 3.4 0.5 4

2

Debu depan 3.4 4.2 2.26 2.4 1.8 3.4 1.8

Debu belakang 2.6 1.8 2 1.5 2.3 2.1 2.1

3

Debu depan 6.5 1.8 1.5 4.8 1.3 5.7 2.3 3.2

Debu belakang 3.2 4.3 2.8 6.6 2.5 4.6 3.1 2.1

Lampiran 4 Data awal waste debu tiap mesin

Page 63: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

61

TANGGAL WAKTU PENGERJAAN

MESIN NO. LOKASI SKM -

Prod Tech : Ttd Ok

Dip

erb

aik

i

Dig

anti

- Bersihkan Mesin dari debu dan tembakau disekitar mesin dan didalam mesin menggunakan vacuum cleaner.

Unit : VE70- Metering Roller predistributor

- Bersikan sensor B31, B30 pada predistributor

- Tobacco Reservoir- Bersihkan sensor B17 dan B29 pada tobacco reservoir

- Bersihkan debu tembakau menggunakan vacuum cleaner

- Steep Angle Conveyor- Bersihkan sisa tembakau dan debu pada Interior Step Angle Conveyor dengan vacuum cleaner

- Bersihkan stem/tembakau pada Comb Step Angle Conveyor

- Cek sisir steep angle conveyor, ganti bila perlu

- Magnetic Rail- Bersihkan Magnetic Rail

- Bulk Chute- Bersihkan sensor B20 pada bulking chute

- Needle Roller- Bersihkan needle roller

- Periksa pin pada needle roller bila ada yang rusak diganti

- Picker Roller- Bersihkan picker roller

- Periksa pin pada picker roller bila ada yang rusak diganti

- Accelerator Roller- Bersihkan Accelerator roller

- Periksa pin pada Accelerator roller bila ada yang rusak diganti

- Recycling Belt Tobacco Return- Bersihkan belt recycling dan cek kondisi belt

- Periksa gap antara scraper dan belt recycling (0.1 mm)

- Suction Rod Conveyor- Bersihkan Sisa Casing pada scrapper

- Bersihkan roller dan scrapper suction tape

- Periksa gerakan roller suction tape

- Periksa gap antara scraper dan roller suction tape setting ulang jika perlu

- Periksa seal pada suction conveyor unit, ganti bila perlu

- Trimmer Disk- Periksa gap end densing pocket dengan paddle wheel,setting ulang jika perlu

- Periksa gap end densing dengan scraper, setting ulang jika perlu

- Peiksa gap antara end densing satu dengan yang lainnya, setting ulang jika perlu

- Cleaning- Bersihkan debu/sisa tembakau pada daerah Transformer, low pressure fan & trimmer disk drive

- Bersihkan debu tembakau pada Recycling Belt dan unit vibro

- Bersihkan Filter udara pada trafo

- Bersihkan Filter udara pada switch cabinet

- Bersihkan Filter udara dibelakang MR2

Unit SE70- Garniture Unit

- Bersihkan deposit glue dan debu pada garniture guide roller

- Bersihkan depsosit glue dan debu pada garniture cover rail

- Seam sealer & Scanner- Bersihkan deposit glue dan debu pada sealing chamber

- Bersihkan scanner dari debu dan sisa glue

- Cut off knife, V-Way, dan Transfer Unit- Periksa kondisi leaf spring pada cutting ledger drive

- Periksa kondisi grinding wheel pada cut-off, ganti bila rusak

- Periksa axial play dari grinding wheel, setting ulang jika perlu

- Bersihkan Deposit lem dan debu pada Cutting ledger hole

- Bersihkan Deposit lem dan debu pada inlet guide

DIKERJAKAN

OLEH

WEEKLY MAINTENANCE MAKER

Page 64: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

62

Lampiran 5 Tasklist weekly maintenance

Page 65: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

63

Lampiran 6 Alat untuk Recycling Belt Belakang

Page 66: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

64

Lampiran 7 Alat untuk Recycling Belt Depan

Page 67: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

65

Sebelum Sesudah1. Dilakukan pergantian

belt dengan yang non

profil permukaannya

1

2

3

4

Penurunan jumlah

tembakau setelah

dipasang alat

recycle pada bagian

depan sebesar

79.4% dan belakang

VE sebesar 100% sebagai optimalisasi

ini.

Belakang

1. Hasil perbaikan

masih belum

optimal,tembakau

pada recycling belt

masih bisa

direcycle kembali

( tembakau

belakang VE di

recyle langsung ke

mesin

menggunakan

venturi

sistem,sedangkan

yang depan VE di

hisap dust collector

sebagai input

proses RTC)

1. Membuat alat recycle

tembakau untuk bagian

depan dan belakang di

VE

Ke

sa

lah

an

pro

se

s h

an

dli

ng

te

mb

ak

au

Depan

1. Melakukan trial dengan

settingan GAP scrapper

yang bervariasi

1.5mm,1mm,0.75mm,0.5m

m,0.25 mm dan 0.1 mm

Penurunan jumlah

tembakau yang

menjadi waste

sebesar 54,67% B

elu

m a

da

ny

a

pe

ng

ec

ek

an

be

lt d

an

GA

P s

cra

pp

er

Se

ttin

ga

n s

cra

pp

er

tid

ak

tep

at

1. GAP scrapper

tidak mempunyai

standart, terlalu

lebar atau sempit

Proses perbaikan

yang dilakukanNo. Factor

Sebelum

perbaikan

Penurunan jumlah

tembakau cukup

signifikan dengan

settingan GAP

scrapper yang

direkomendasikan

adalah 0.1 mm.

Gambar

1. Permukaan belt

berprofil

Be

lt R

ec

yc

lin

g b

erp

rofi

l

Dengan adanya

penambahan task

list weekly maka

kondisi belt dan GAP

scrapper tetap

terjaga.

1. Tidak adanya

jadwal pengecekan

kondisi belt dan

GAP Scrapper

pada task list job

1. Menambahkan

pengecekan kondisi belt

dan GAP Scrapper pada

task list weekly mekanik

HasilMonitoring

Lampiran 8 Tabel hasil perbaikan

Page 68: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

66

Periode Tgl Shift Mesin Dust

Depan Dust

Belakang

after 23-May-10 3 1.4 1.2 4.7

after 23-May-10 3 1.5 2 5

after 23-May-10 3 1.6 8.6 6.4

after 23-May-10 3 1.7

after 23-May-10 3 2.5 0.33 0

after 23-May-10 3 2.6 2.5 4.5

after 23-May-10 3 2.7 1.2 0.3

after 22-May-10 3 1.4 6.2 2.1

after 22-May-10 3 1.5 15.3 1.6

after 22-May-10 3 1.6 3.4 2.8

after 22-May-10 3 1.7

after 22-May-10 3 2.5 0.21 0

after 22-May-10 3 2.6 5.4 3.9

after 22-May-10 3 2.7 9.2 4.1

after 22-May-10 2 1.4 1.6 1.5

after 22-May-10 2 1.5 2.1 0.4

after 22-May-10 2 1.6 1.8 4.4

after 22-May-10 2 1.7

after 22-May-10 2 2.5 0.56 0

after 22-May-10 2 2.6 2.5 2.1

after 22-May-10 2 2.7 2 3

after 22-May-10 1 1.4 4.5 0.1

after 22-May-10 1 1.5 4.3 0.2

after 22-May-10 1 1.6 3.44 2.7

after 22-May-10 1 1.7

after 22-May-10 1 2.5 0.31 0

after 22-May-10 1 2.6 1.9 4

after 22-May-10 1 2.7 2.3 1.8

after 21-May-10 3 1.4 4.5 2.3

after 21-May-10 3 1.5 3.4 3.8

after 21-May-10 3 1.6 2.6 3.7

after 21-May-10 3 1.7

after 21-May-10 3 2.5 0.26 0

after 21-May-10 3 2.6 4.9 5.4

after 21-May-10 3 2.7 3.2 0.9

after 21-May-10 2 1.4 2.3 1.5

after 21-May-10 2 1.5 4.2 0.6

after 21-May-10 2 1.6 2 5.3

after 21-May-10 2 1.7

after 21-May-10 2 2.5 0.43 0

after 21-May-10 2 2.6 3.1 5.2

after 21-May-10 2 2.7 2.4 4.2

after 19-May-10 2 1.4 3.2 1.3

after 19-May-10 2 1.5 2.1 1

after 19-May-10 2 1.6 2.94

after 19-May-10 2 1.7

after 19-May-10 2 2.5 0.22 0

after 19-May-10 2 2.6 5.5 5.8

after 19-May-10 2 2.7 1.4 2.3

Lampiran 9 Data Akhir

Page 69: MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU PADA PROSES PEMBUATAN ...

67

G

Lampiran 10 One Point Lesson Pemasangan Scrapper