Mini Proooo

download Mini Proooo

of 36

description

mp

Transcript of Mini Proooo

LAPORAN KEGIATAN

MINI PROJECTANALISIS FAKTOR RISIKO GIZI KURANG

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKARAME

Pendamping:

dr. H. Dhama Widya PDisusun oleh:dr. Fajrul Munawar SodikPUSKESMAS SUKARAME

KABUPATEN TASIKMALAYA2015I. PendahuluanA. Latar BelakangMalnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita. Di Indonesia KEP dan defisiensi mikronutrien juga menjadi masalah kesehatan penting dan darurat di masyarakat terutama anak balita. Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali berulang, terjadi secara masif dengan wilayah sebaran yang hampir merata di seluruh tanah air. Sejauh pemantauan yang telah dilakukan temuan kasus tersebut terjadi setelah anak-anak mengalami fase kritis. Sementara itu, perawatan intensif baru dilakukan setelah anak-anak itu benar-benar tidak berdaya. Berarti sebelum anak-anak itu memasuki fase kritis, perhatian terhadap hak hidup dan kepentingan terbaiknya terabaikan. Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko yang erat dengan kejadian luar biasa gizi seperti campak dan diare melalui kegiatan surveilans (Krisnansari, 2010).Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Hasil Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk yaitu dari 10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3% pada tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali prevalensi gizi buruk dari 8,0% menjadi 8,3% pada tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi 8,8% pada tahun 2005. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan seluruh Indonesia terjadi penurunan kasus gizi buruk yaitu pada tahun 2005 terdata 76.178 kasus kemudian turun menjadi 50.106 kasus pada tahun 2006 dan 39.080 kasus pada tahun 2007. Penurunan kasus gizi buruk ini belum dapat dipastikan karena penurunan kasus yang terjadi kemungkinan juga disebabkan oleh adanya kasus yang tidak terlaporkan (under reported). Mencuatnya kembali pemberitaan di media massa akhir-akhir ini mengenai balita gizi buruk yang ditemukan dan meninggal menunjukkan sistem surveilans dan penanggulangan dari berbagai instansi terkait belum optimal (Krisnansari, 2010).

Pasienpasien yang masuk ke rumah sakit dalam kondisi status gizi buruk juga semakin meningkat. Umumnya pasienpasien tersebut adalah balita. Salah satu tanda gizi buruk balita adalah berat badan balita di bawah garis merah dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) balita. Masalah gizi buruk balita merupakan masalah yang sangat serius, apabila tidak ditangani secara cepat dan cermat dapat berakhir pada kematian. Gizi buruk lebih rentan pada penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan yang tidak optimal, sampai pada kematian yang akan menurunkan kualitas generasi muda mendatang (Krisnansari, 2010).Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Balita hidup penderita gizi buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga 10 persen. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya giziyang buruk atau kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Selain itu, penyakit rawan yang dapat diderita balita gizi buruk adalah diabetes (kencing manis) dan penyakit jantung koroner. Dampak paling buruk yang diterima adalah kematian pada umur yang sangat dini (Krisnansari, 2010).B. Tujuan Melakukan analisis faktor risiko dan intervensi terhadap balita gizi buruk di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Sukarame.

II. Tinjauan PustakaA. Definisi Gizi BurukGizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata. Hal ini merupakansuatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD. Keadaan balita dengan gizi buruk sering digambarkan dengan adanya busung lapar (Pudjiadi, 2005).B. Klasifikasi Gizi BurukGizi buruk dapat ditentukan secara klinis atau secara antropometrik. Penentuan gizi buruk secara klinis dilakukan dengan mengidentifikasi tanda dan gejala, sedangkan dengan antropometri menggunakan pengukuran usia, berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan atas, baik berupa indikator tunggal atapun kombinasi (Staf IKA FKUI, 2007).1. Gizi Buruk Secara KlinisBerdasarkan tanda, gejala klinis dan patofisiologi gizi buruk diklasifikasikan menjadi marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.

a. MarsmusMarasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang (Staf IKA FKUI, 2007).Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis. Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan.Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sistesis glukosa (Staf IKA FKUI, 2007).b. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat. Hal ini seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan mental, pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal, rambut kepala mudah dicabut, kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar, sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit, pembesaran hati, anemia ringan dan pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan (Staf IKA FKUI, 2007).Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan oedema (Staf IKA FKUI, 2007).c. Marasmus-Kwashiorkor

Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok (Staf IKA FKUI, 2007).2. Gizi Buruk Secara AntropometriPenilaian gizi buruk secara antropometri di Indonesia menganut pada growth chart z-score dari WHO. Terdapat tiga pengukuran antropometri yang banyak dipakai di Indonesia yaitu berat badan berdasarkan umur, berat berdasarkan tinggi/panjang, tinggi berdasarkan umur dan lingkar lengan atas (WHO, 2009).Buku bagan tatalaksana gizi buruk yang diterbitkan oleh Kementrian Kesehatan menggunakan pengukuran berat berdasarkan tinggi/panjang 2 SD.b. Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori:

Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.

Pendek jika hasil ukur 3 SD sampai dengan < -2 SD.

Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.

c. Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan:

Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.

Kurus jika hasil ukur 3 SD sampai dengan < -2 SD.

Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.

Kriteria anak gizi buruk berdasarkan bagan tatalaksana gizi buruk yang diterbitkan oleh kementrian kesehatan didasarkan pada pengukuran antropometri dan klinis yaitu (Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011):

Gizi Buruk Tanpa Komplikasia. BB/TB: < -3 SD dan atau;b. Terlihat sangat kurus dan atau;c. Adanya Edema dan atau;d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulanGizi Buruk dengan KomplikasiGizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda komplikasi medis berikut:a. Anoreksiab. Pneumonia beratc. Anemia berat d. Dehidrasi berate. Demam sangat tinggi f. Penurunan kesadaran C. Faktor Risiko Gizi BurukGizi buruk dapat disebabkan oleh berbagai hal, dapat berupa faktor tunggal ataupun multifaktor. Beberapa faktor risiko gizi buruk antara lain:1. Asupan makananAsupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori.Distribusi kalori dalam makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan 50% dari karbohidrat. Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu (Staf IKA FKUI, 2007).Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya pada golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun tidak perlu disaring.Hal ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila sudah berumur 2-2,5 tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan harus diatur dengan sebaik mungkin.Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang dikehendaki.Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah. Menurut penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi protein dan energi balita merupakan faktor risiko status gizi balita (Rumiasih, 2003).2. Status sosial ekonomi

Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup. Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi (Rumiasih, 2003).Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang mencari penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan terhadap anaknya.Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya (Depkes RI, 2002.

Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat.Pekerjaan dapat dibagi menjadi pekerjaan yang berstatus tinggi yaitu antara laintenaga administrasi tata usaha,tenaga ahli teknik dan ahli jenis, pemimpin,dan ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah maupun swasta dan pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat angkut.33 Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar Kepulauan Riau terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan kejadian gizi buruk p=0,0001 (Taruna, 2002)3. Pendidikan ibu

Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita (Rumiasih, 2003).Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak.Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, bangsa,dan negara.Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa saling melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan pendidikan menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan setelah pendidikan menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang (Rumiasih, 2003).4. Penyakit penyerta

Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap penyakit.Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut adalah (Rumiasih, 2003):

a. Diare persisten : sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop.b. Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.c. HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia terutama CD4 positif T-sel dan makrofag (komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk.26 Menurut penelitian yang dilakukan di Jogjakarta terdapat perbedaan penyakit yang bermakna antara balita KEP dengan balita yang tidak KEP(p=0,034) CI 95% (Razak et al, 2009).5. Pengetahuan ibu

Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita.Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga.Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari (Rumiasih, 2003).6. Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.15 Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang baik.Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ karena premature (Rumiasih, 2003).Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada di dalam kandungan.Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan. Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan faktor utama yang disebabkan oleh BBLR.37 Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk. Menurut penelitian yang dilakukan di KabupatenLombok Timur BBLR terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk (95%CI) p=0.02 (Anwar et al, 2005)7. Kelengkapan imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah dengan imunisasi. Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat (Staf IKA FKUI, 2007)Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa.Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit (Staf IKA FKUI, 2007).8. ASI

Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan.Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia periode 1997-2003 yang cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah. Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula (Staf IKA FKUI, 2007).Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur dua tahun.29 Memberi ASI kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena praktis, mudah, murah, sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi dan menjalin hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan alam atau natural, ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi (Staf IKA FKUI, 2007).Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi balita.Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare (Staf IKA FKUI, 2007).D. Dampak Gizi BurukGizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch up dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya (Staf IKA FKUI, 2007).Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak (Staf IKA FKUI, 2007).

E. Tatalaksana Balita Gizi BurukDalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase dan 1 fase lanjutan yaitu fase stabilisasi, transisi, rehabilitasi dan tindak lanjut. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit ada 10 langkah penting yaitu (Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011):1. Atasi/cegah hipoglikemi

2. Atasi/cegah hiportemia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5. Obati/cegah infeksi

6. Mulai pemberian makanan

7. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)

8. Koreksi defisiensi nutrient mikro

9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh

Fase stabilisasi dilakukan pada hari ke 1-2 perawatan, fase transisi hari ke3-7, fase rehabilitasi minggu ke 2-6 dan fase tindak lanjut minggu 7-26 (Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011).Sepuluh langkah tersebut dapat dilakukan di rumah ataupun di fasilitas pelayanan kesehatan, maka untuk dapat melakukan tatalaksana gizi buruk dengan tepat maka perlu ditentukan apakah anak tersebut bisa dirawat di rumah atau perlu dirawat di fasilitas kesehatan.Berdasarkan pedoman Depkes maka, anak yang perlu dirawat adalah anak gizi buruk dengan komplikasi dapat berupa infeksi, dehidrasi atau penurunan kesadaran (Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011).

Gambar 1 Bagan Penanganan Gizi Buruk(Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011)1. Formula Cairan Dalam Tatalaksana Gizi BurukCairan dalam tatalaksana gizi buruk yang telah diformulasikan oleh WHO ada tiga cairan utama. Cairan ReSoMal (Rehidration Solution for Malnutrition), cairan F-75 dan cairan F-100. Cairan ReSoMal diberikan pada anak gizi buruk dengan diare atau dehidrasi. Cairan F-75 digunakan pada fase stabilisasi, sedangkan cairan F-100 digunakan pada fase transisi dan rehabilitasi. Cairan F-75 lebih banyak mengandung glukosa, sedangkan protein dan lemak cenderung rendah, sedangkan F-100 kadar glukosa lebih rendah dan protein dan lemak cenderung tinggi (Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011).

Tabel 1 Cara Membuat Formula WHO(Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011)

Cara Membuat Formula WHO

CairanF-75F-100ReSoMal

Susu skim (g)2585-

Gula pasir (g)1005025

Minyak sayur (g)3060-

Oralit (sachet)202020

Mineral mix (ml)202020

AirSampai dengan 1 liter (1.000 cc)

FaseStabilisasiTransisiGibur + diare/dehidrasi

2. Gizi Buruk Dengan RenjatanBalita gizi buruk dengan renjatan harus dirawat di fasilitas kesehatan yang memadai.Rehidrasi harus segera dilakukan (Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011):a. Dipasang oksigen 1-2 L/m, infus RL + D 10% 1:1 15cc/kgBB selama 1 jam, bolus D10% iv 5cc/kgBb dan ReSoMal 5cc/kgBBmelalui NGT. Hal ini dilakukan pada 1 jam pertama. Observasi dilakukan terhadap tanda-tanda vitasl setiap 10 menit.b. Apabila respon baik (dilihat melalui tanda vital dan kesadaran), maka rehidrasi diteruskan pada 1 jam berikutnya. Apabila anak minta minum beri ReSoMal sesuai kemampuan anak.

Apabila respon buruk, maka harus segera dirujuk ke Rumah Sakit untuk diberikan transfuse PRC (bila terdapat tanda gagal jantung) atau darah segar (bila tidak terdapat tanda gagal jantung).

c. 10 jam berikutnya anak diberikan ReSoMal dan F-75 setiap jam selang-seling.

d. Bila anak tidak diare, hentikan pemberian ReSoMal dan diberikan F-75 setiap 2 jam dan bertahap frekuensi diturunkan dan volume dinaikan setiap pemberian hingga pemberian setiap 4 jam.

Bila anak diare maka berikan ReSoMal 50 100 cc/diare (anak < 2 tahun), 100 200 cc/diare (anak > 2 tahun).Setelah diare berkurang maka ReSoMal dihentikan dan diberikan F-75 setiap 3-4 jam.3. Gizi Buruk Dengan Letargis/Diare/Muntah/DehidrasiAdanya letargis mengindikasikan adanya kondisi hipoglikemi pada bayi gizi buruk.Kondisi diare dan muntah dapat menyebabkan dehidrasi.Kedua kondisi ini dapat dialami hanya salah satu atau keduanya (Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011).a. Bila terdapat kondisi letargis maka segera berikan D10% IV 5cc/kgBB bolus dilanjutkan dengan D10% oral (NGT) sebanyak 50cc. Bila terdapat dehidrasi/muntah/diare maka diberikan ReSoMal secara oral 5cc/kgBB setiap 30 menit selama 2 jam. Bila tidak terdapat diare/muntah/dehidrasi pada 2 jam pertama dapat langsung diberikan F-75 setiap 30 menit.b. 10 jam berikutnya diberikan ReSoMal 5-10 cc/kgBB dan F-75 selang-seling setiap 1 jam. Bila tidak terdapat diare/muntah/dehidrasi maka tidak perlu diberikan ReSoMal, diberikan F-75 setiap 30 menit selama 2 jam dilanjutkan F-75 setiap 2 jam selama 10 jam.c. Setelah 10 jam, maka pemberian F-75 diberikan semakin jarang (setiap 3-4 jam) dengan volume disesuaikan. Apabila masih terdapat diare/muntah maka diberikan ReSoMal 50-100 cc setiap BAB pada anak < 2 tahun dan 100-200 cc setiap BAB pada anak >2 tahun.4. Gizi Buruk Tanpa Letargis/Dehidrasi/Diare/MuntahPada anak dengan gizi buruk tanpa ditemukan adanya letargis/dehidrasi/diare/muntah dapat diberikan 50cc D10% secara oral.Setelah itu diberikan F-75 setiap 30 menit selama 2 jam.Setelah itu diberikan F-75 setiap 2 jam selama 10 jam.Apabila respon baik maka pemberian F-75 dapat semakin jarang (setiap 3-4 jam) dengan volume disesuaikan (Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011).5. Fase Transisi Dan RehabilitasiTanda bahwa anak dapat memulai fase transisi adalah diberikan F-75 setiap 4 jam dan dihabiskan. Pada 2 hari awal fase transisi diberikan F-100 setiap 4 jam dengan dosis F-75. Hari ketiga fase transisi mulai diberikan dengan dosis F-100 dan dinaikkan 10 cc setiap 4 jam sampai anak tidak mampu menghabiskan jumlah yang diberikan, namun tidak boleh melebihi dosis maksimal dosis F-100 (Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011).

Fase rehabilitasi dilanjutkan dengan perawatan di rumah.Harus dipastikan anak memenuhi kriteria pemulangan dan ibu siap untuk merawat anak di rumah. Kriteria pemulangan (Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi, 2011):

a. Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif

b. BB/TB > -3 SD

c. Komplikasi teratasi

d. Ibu mendapatkan konseling gizi

e. Ada kenaikan 50g/kgBB selama 2 minggu berturut-turutf. Selera makan baik, makanan dapat dihabiskan.

III. Metode Mini ProjectA. Rancangan Mini Project

Mini project ini dilakukan dengan metode visite dan interfensi kepada balita dengan berat badan rendah. Data anak berat badan rendah didapat dari koordinator gizi Puskesmas Sukarame (Hadi, AMG). Setelah didapat maka dokter internship mengunjungi rumah yang terdapat balita dengan berat berat badan rendah tersebut.

Dalam kegiatan kunjungan tersebut dokter internship melakukan anamnesis dan pemeriksaan guna menganalisis risiko, penyebab dan intervensi yang dapat dilakukan pada balita tersebut. B. Waktu danTempat Mini ProjectKegiatan mini project dilaksanakn selama bulan Januari sampai Februari 2015 di wilayah kerja Puskesmas Sukarame.C. Subjek Mini Project Subjek mini project adalah anak balita dengan berat badan rendah di wialayah kerja Puskesmas Sukarame pada bulan Januari 2015.IV. Hasil Mini ProjectA. Data Demografi

Kecamatan Sukarame merupakan salah satu dari 39 Kecamatan di Wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Kecamatan Sukarame terbentuk melalui Peraturan Daerah Nomor : 6 tahun 2001 yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Singaparna.Kecamatan Sukarame terletak di ketinggian 475 meter dari permukaan laut. Letaknya yang strategis karena berbatasan langsung dengan Wilayah Kota Tasikmalaya dan Ibukota Kabupaten Tasikmalaya.

Kecamatan Sukarame terdiri dari 6 Desa diantaranya: Sukarame, Sukamenak, Sukarapih, Wargakerta, Padasuka, Sukakarsa

B. Karakteristik RespondenBerdasarkan data yang didapat dari Koordinator Bagian Gizi Puskesmas Sukarame pada bulan Januari 2015 didapatkan 6 anak yang memiliki berat badan rendah.Tabel 2 Karakteristik Responden Mini Project

Nama Anak/ Jenis kelaminDesaUsiaZ-ScoreGizi

An. Rama / laki-lakiCihaur

Sukamenak30 bln

BB 9,1 kg, TB 77 cm

WAZ: -2,9

WHZ: -0,8Gizi Kurang

An. Dita / perempuanCihaur

Sukamenak21 blnBB 7,3 kg

TB 72 cm

WAZ: -2,5WHZ: -11Gizi Kurang

An. Fani / perempuanSirung22 blnBB10,35kg

TB 86 cm

WAZ: -0,8WHZ:-1,31Normal

An. Azura / perempuanSirung31 blnBB 11,3 kg

TB 87 cm

WAZ: -1,1WHZ: -0,3Normal

An. Tasya / perempuanSirung35 blnBB 10,5 kg

TB 90,5 cm

WAZ: -2,2WHZ:-1,75Gizi Kurang

An. Noval / laki-lakiLembur

Desa36 blnBB 9,35 kg

TB 73WAZ:-2,74

WHZ:-0,18GiziKurang

Berdasarkan hasil penghitungan dapat dilihat bahwa dari 6 anak terdapat 4 orang anak dinyatakan gizi kurang dilihat dari nilai Z score BB/U (-3SD sampai -2SD). Dari 4 orang anak tersebut setelah dihitung kembali menggunakan Z score BB/TB (BB/TB) dinyatakan Normal. Hal ini dikarenakan perbedaan cara penghitungan Z-score berat berdasarkan umur dan berat berdasarkan panjang/tinggi. Berat berdasarkan umur WAZ dipakai di KMS untuk memudahkan kader dan bidan desa untuk mengidentifikasi secara cepat, sedangkan untuk diagnosis gizi WHZ menggunakan Z-score berat berdasarkan panjang/tinggi.1. An. Ramaa. Asupan Makanan

Saat lahir langsung menetek, asi lancar sejak lahir, saat umur 6 bulan mulai diberi air putih, setelah itu bayi jadi jarang mau minum susu. MPASI tidak diberikan anak langsung diberikan makan keluarga tapi tidak pernah dimakan. Setelah itu bayi jadi tidak mau makan dan minum susu.b. Sosial Ekonomi dan PendidikanAyah(meninggal)Ibu

Pendidikan-SD

Penghasilan-Tidak tentu

Usia-26 thn

Pekerjaan-Serabutan

c. Penyakit Penyerta dan Riwayat Penyakit KeluargaTidak terdapat penyakit serius ataupun riwayat penyakit keluarga yang mungkin diturunkan.d. Riwayat Persalinan

Saat hamil trimester awal pernah mual dan muntah, lahir normal di bidan, langsung menangis, BBL 2700 gr, ibu tidak ada riwayat penyakit apapun saat hamil.e. Kelengkapan Imunisasi

Lengkap sesuai umur.2. An. Ditaa. Asupan Makanan

Sampai usia 6 bulan pasien masih mendapatkan asi tetapi juga sering diberikan air putih dan bubur. Tidak diberikan MPASI, anak sering diberikan makanan seadanya sehingga nafsu makan menjadi berkurang.

b. Sosial Ekonomi dan PendidikanPasien tinggal dirumah berukuran 3x5 meter yang dihuni oleh 4 orang yaitu Kakak perempuannya, keponakan dan anaknya, Sedangkan suaminya jarang ada di rumah. Rumah terdiri dari ruang tamu, dua kamar tidur. Berlantaikan semen dan tanah, dinding tembok dan sebagian masih pakai bambu, atap genting, tidak ada jamban di dalam rumah dan sumber air berasal dari sumur tetangga. Ayah pasien sering memarahi istrinya tanpa sebab sedangkan ibu pasien tidak bekerja dan sering sakit-sakitan.c. Penyakit Penyerta dan Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak terdapat penyakit serius ataupun riwayat penyakit keluarga yang mungkin diturunkan.d. Riwayat Persalinan

Pasien merupakan anak ke dua dari pernikahannya yang kedua. Selama hamil Ibu sering menderita penyakit dan sering dimarahi oleh Suaminya, Indek Masa Tubuh ibu hanya mencapai 15, 78 kg/m2 yang termasuk kategori kurus sampai usia kehamilan trimester kedua. Selama kehamilan ibu sering periksa dibidan tetapi tidak rutin yaitu hanya pada usia kehamilan 10 minggu dan 38 minggu.

Proses persalinan ditolong oleh bidan. Lahir secara normal spontan dalam usia kehamilan 38 minggu. Ketika lahir bayi langsung menangis dengan berat badan lahir 1900 gr dan panjang badan 49 cm.

Setelah proses persalinan ibu dan bayi sehat tidak mengalami suatu kelainan apapun.e. Kelengkapan Imunisasi

Vaksinasi dasar lengkap pasien sesuai usia dan selalu ditimbang diposyandu setiap bulan.3. An. Fania. Asupan Makanan

Dari lahir hingga usia 6 bulan pasien mendapat asi eksklusif, tetapi jumlahnya sangat sedikit, yaitu hanya 5-7 kali pemberian ASI setiap hari dengan jumlah kurang dari 200 cc ASI setiap kali pemberian dikarenakan Ibunya yang sibuk bekerja. Mulai usia 6 bulan pasien mendapat makanan tambahan sehari 3 kali, tetapi dari segi gizi dan jumlah pemberian masih kurang. Jenis makanan tambahan yang diberikan setiap hari seperti nasi tim dengan jumlah pemberian kurang dari 300 gram setiap pemberian.

b. Sosial Ekonomi dan Pendidikan

AyahIbu

PendidikanSDSD

PenghasilanRp. 500.000/bulanRp. 500.000/bulan

Usia45 tahun30 tahun

PekerjaanBuruhBuruh

c. Penyakit Penyerta dan Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam perkembangannya pasien jarang sakit.d. Riwayat Persalinan

Pasien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, lahir aterm/ cukup bulan , pada saat usia kehamilan ibu 37 minggu. Pada saat hamil ibu rajin melakukan pemeriksaan ke bidan. Selama hamil ibu juga jarang ada keluhan, keluhan masih dalam batas normal seperti pusing dan mual.Tekanan darah juga dalam batas normal. Berat badan ketika lahir 3100 gram, dengan panjang badan lahir 47 cm. Lahir di rumah bidan, dengan persalinan normal dan langsung menangis.e. Kelengkapan Imunisasi

Vaksinasi dasar lengkap pasien sesuai usia dan selalu ditimbang diposyandu setiap bulan.4. An. Azuraa. Asupan Makanan

Anak mempunyai nafsu makan yang kurang, dikarenakan Ibu nya sering memberikan jajanan dari warung. Dari mulai umur anak Azura berumur 6 bulan sudah dikenalkan dengan jajanan warung sehingga ia tidak suka makan makanan dirumah. Begitu juga Ibunya sering sibuk mengurusi pekerjaan rumah dan membiarkan anaknya jajan supaya tidak rewel.b. Sosial Ekonomi dan Pendidikan

AyahIbu

PendidikanSMPSD

PenghasilanRp. 1.500.000 / bulan-

Usia40 tahun33 tahun

PekerjaanBuruhIRT

c. Penyakit Penyerta dan Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak memiliki penyakit yang dapat diturunkan maupun dapat menular. d. Riwayat Persalinan

Anak lahir spontan di bidan dengan BBL 3000gr.e. Kelengkapan Imunisasi

Vaksinasi dasar lengkap pasien sesuai usia dan selalu ditimbang diposyandu setiap bulan.5. An. Tasyaa. Asupan Makanan

Asupan makan anak cukup baik, diberi ASI Eksklusif hingga 4 bulan. Sejak usia 3 bulan nafsu makan berkurang dan Ibunya selalu memberikan jajan warung kepada anaknya.b. Sosial Ekonomi dan Pendidikan

Ayah dan ibu anak seorang pedagang di pasar Singaparna. Orangtua anak enggan memberitahu penghasilan setiap bulan. c. Penyakit Penyerta dan Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam perkembangannya pasien jarang sakit.d. Riwayat Persalinan

Riwayat kehamilan dan persalinan baik. Saat hamil tidak mengalami penyakit serius. Persalinan dilakukan di bidan, BBL 3000 gram, anak langsung menangis dan dilakukan IMD

e. Kelengkapan Imunisasi

Imunisasi dasar lengkap dilakukan di Posyandu

6. An. Novala. Asupan Makanan

Sampai usia 4 bulan pasien masih mendapatkan ASI tetapi juga sering diberikan air putih dan buah pisang. Sejak usia 12 bulan sampai 15 bulan nafsu makan cukup baik akan tetapi menginjak 16 bulan nafsu makan kurang dan cenderung pilih-pilih makanan. Dengan demikian kualitas dan kuantitas nutrisis pasien tergolong kurang baik.b. Sosial Ekonomi dan Pendidikan

Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan adiknya. Rumah terdiri dari ruang tamu, dua kamar tidur dan dapur. Berlantaikan semen dan tanah, dinding tembok yang belum selesai di cat, atap genting, tidak ada jamban di dalam rumah dan sumber air berasal dari sungai. Ayah pasien bekerja sebagai buruh serabutan dengan pendapatan yang tidak tetap setiap bulannya. Pendapatan ayah pasien perbulan jika dijumlahkan Rp 700.000,00. Sedangkan ibu pasien menjadi ibu rumah tangga.c. Penyakit Penyerta dan Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak terdapat penyakit serius ataupun riwayat penyakit keluarga yang mungkin diturunkan.Perkembangan motorik kasar, halus, bahasa dan sosial tidak mengalami keterlambatan.d. Riwayat Persalinan

Pasien merupakan anak pertama. Selama hamil Ibu tidak menderita penyakit dan mengalami trauma apapun. Selama kehamilan ibu sering periksa dibidan tetapi tidak rutin yaitu hanya pada usia kehamilan 12 minggu, 22 minggu, 30 minggu dan 41 minggu.

Proses persalinan ditolong oleh bidan di puskesmas dengan BBL 2900 grame. Kelengkapan Imunisasi

Imunisasi dasar lengkap.C. Analisis Faktor Risiko Responden dan IntervensiBerdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapati beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab kurangnya berat badan balita dengan berat BGM di Kecamatan Sukarame, dengan begitu dapat dilakukan intervensi yang sesuai.

1. An. RamaBerdasarkan Z-score didapati bahwa anak Rama termasuk gizi kurang (Z-score -2,9). Penyebab utama gizi kurang tersebut diperkirakan karena pengetahuan ibu yang kurang dalam cara mengasuh dan memberi makan anak. Berdasarkan anamnesis anak sering diberi air putih, sehingga merasa kenyang sedangkan air putih sendiri tidak memiliki gizi yang cukup. Faktor sosial ekonomi keluarga anak Rama sangat mempengaruhi terhadap status gizinya, Ayah yang sudah meninggal dan Ibu yang tidak memiliki pekerjaan mengakibatkan asupan nutrisinya kurang baik untuk Ibu yang mepangaruhi ASI yang diberikan kepada anak tersebut.Berdasarkan analisis tersebut ditengarai penyebab utama kurangnya gizi adalah faktor pengetahuan Ibu dan sosial ekonomi. Ibu anak Rama diberi tahu mengenai bahaya gizi buruk, cara mencegah dan bagaimana sebaiknya dalam hal memberi makan anak. Anak Rama juga diberikan bantuan berupa susu skim sebagai motivasi dan makanan tambahan.2. An. DitaBerdasarkan hasil penghitungan Z-score didapatkan bahwa anak Dita memiliki gizi kurang. Hal ini dikarenakan asupan makan dari sejak lahir hanya tergantung dari ASI dan tidak diberikan makan tambahan. Ibu yang tidak bekerja dan Ayahnya yang kerja serabutan mempengaruhi faktor ekonomi keluarga sehingga tidak bisa mencukupi untuk memberikan makanan tambahan. Ibu diberikan konseling mengenai cara membuat makanan balita yang murah dan beraneka ragam. Selain konseling anak Dita juga diberikan bantuan susu skim sebagai makanan tambahan.3. An. FaniBerdasarkan penghitungn Z-score anak Fani termasuk dalam gizi normal. Namun keterangan dari kader posyandu anak Fani dulunya berstatus gizi kurang, hal ini disebakan karena kedua sibuk bekerja dan jarang memperhatikan asupan makan untuk anaknya. Dengan arahan dari puskesmas dan bantuan berupa susu skim perlahan berat badn Fani naik. Tetapi kunjungan terakhir berat badan anak Fani turun 250 gram, keadaan ini terjadi karena Ibu anak Fani hanya tergantung dari bantuan susu skim yang diberikan dari puskesmas jika bantuan susu skim dari puskesmas habis maka berat badan anak Fani akan turun. Dari kunjungan tersebut kurangnya pengetahuan Ibu dan ketidakpedulian Ibu menjadi faktor utama yang mempengaruhi status Gizi. Diberikan penyuluhan mengenai pentingnya asupan makanan di usia tersebut, Ibu diajari cara membuat makan yang mudah, murah sekaligus menarik untuk anaknya supaya tidak selalu tergantung dari susu skim pemberian puskesmas

4. An. AzuraBerdadarkan perhitungan Z score anak Azuran termasuk gizi normal. Akan tetapi kualitas makan yang didapatkan tidak baik yang seringnya anak diberi jajan dari warung. Faktor utama kualitas asupan makan yang tidak baik adalah pengetahuan Ibu yang kurang mengenai makanan-makan yang bernilai gizi baik, sehingga diberikan penyuluhan berupa konseling cara membuat makan yan menarik sekaligus bernilai gizi baik. 5. An. TasyaBerdasarkan perhitungan Z-score anak Tasya termasuk ke dalam gizi kurang. Faktor utama gizi kurang anak tersebut adalah pengetahuan dan kepedulian Ibu untuk menjaga asupan makanan anaknya, Hal ini dapat dilihat dengan senanya anak Tasya jajan diwarung berupa permen dan makanan ringan, Tasya selalu tertarik untuk jajan karena kemasan jajanan yang beraneka macam baik dari segi warna dan rasa. Ditambah lagi dengan kesibukan Ibu dan Ayahnya yang seorang pedagang dipasar.

Ibu anak Tasya diberikan konseling bagaimana cara membuat makanan yang menarik dan mudah supaya anaknya tertarik makan dirmah daripada jajan di warung. Selain itu diberikan pemahaman pentingnya asupan makanan yang bergizi untuk menunjang tumbuh kembang anaknya.6. An. NovalBerdasarkan penghitungan Z-score, anak Noval berstatus gizi kurang, hal ini dikarenakan sejak usia 6 bulan anak Noval sering memilih-milih makanan dan Ibu yang sibuk bekerja mengurus pekerjaan rumah sehingga tidak terlalu memperhatikan asupan makan untuk anaknya.Tabel 3 Analisis Faktor Risiko

AnakAsupan MakananSosial Ekonomi, PendidikanPenyakit PenyertaRiwayat PersalinanImunisasi

An. RamaHanya diberi ASI dan Sering diberi air putihPendidikan baik, pengetahuan ibu kurang, Pendapatan rendah-baikLengkap

An. DitaHanya diberi ASI dan sering diberi air putihPengetahuan Ibu, Pendidikan Ibu, Pendapatan rendah-BaikLengkap

An. FaniMakanan tambahan kurang bergizi, sering jajanPendapatan rendahPendidikan rendahKepedulian kurang-BaikLengkap

An. AzuraMakanan tambahan kurang bergizi, sering jajanPendapatan rendahPendidikan rendah-BaikLengkap

An. TasyaSulit makan karena sering jajanPendapatan rendah

Pendidikan rendah

Kepedulian kurang-BaikLengkap

An. NovalCenderung pilih-pilih makananPengetahuan Ibu, Pendidikan Ibu rendah-BaikLengkap

Tabel 4 Faktor Risiko dan Intervensi

AnakFaktor Risiko UtamaIntervensi

An. RamaSoial Ekonomi dan kurangnya pengetahuan dan kepedulian.Konseling gizi buruk, imunisasi pemberian susu skim sebagai motivasi dan vitamin, cara pembuatan makanan balita yang mudah dan murah

An. DitaSoial Ekonomi dan kurangnya pengetahuan dan kepedulian.Konseling gizi buruk, imunisasi pemberian susu skim sebagai motivasi dan vitamin, cara pembuatan makanan balita yang mudah dan murah

An. FaniRendahnya pendidikan orangtua, ketidak pedulian orang tuaKonseling cara membuat makanan, pemberian susu dan vitamin

An. AzuraRendahnya pendidikan orangtua, ketidak pedulian orang tuaPemberian susu skim

Konseling cara pembuatan makanan balita yang murah dan mudah.

An. TasyaRendahnya pendidikan orangtua, ketidak pedulian orang tuaKonseling cara membuat makanan, pemberian susu dan vitamin

An. NovalRendahnya pendidikan orangtua, ketidak pedulian orang tuaKonseling membuat makanan balita yang murah dan bervariasi, pemberian makanan tambahan

D. Pengukuran Z-score Setelah IntervensiPengukuran Z-score dilakukan 1 bulan setelah intervensi. Dari 6 anak yang dilakukan intervensi 2 anak tidak ada dirumah sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran Z-score.Tabel 5 Antropometri Setelah Intervensi

Nama Anak/ Jenis kelaminKenaikan BBZ-Score 1Z-score 2

An. Rama / perempuan200 gramBB 9,1 kg, TB 77 cm

WHZ: -2,83BB 9,3 kg

WHZ: -2

An. Dita / perempuan450 gramBB 7,3 kg

TB 72 cm

WHZ: -1,3BB 7,75 kg

WHZ: -1

An. Fani / perempuan-250 gramBB 10,35 kg

TB 86 cm

WHZ: -4,5BB 10,1 kgWHZ-4,1

An. Azura/ perempuanLost to Follow up BB 11,3 kg

TB 87 cm

WHZ: -3,8Lost to Follow up

An. Tasya / perempuan250BB 10,5 kg

TB 90,5 cm

WHZ: -2,4BB10,75 Kg

TB 90,5 cm

WHZ: -0,8

An. Noval / laki-lakiLost to Follow upBB 9,3 kg

TB 74 cm

WAZ: -2,4

WHZ: -1,6Lost to Follow up

V. Diskusi

Beberapa hal perlu diperhatikan pada mini project ini, baik dari awal penegakan diagnosis gizi kurang hingga konseling dan pengukuran z-score setelah intervensi.Penegakkan diagnosis pada buku tatalaksana gizi buruk berdasarkan Depkes menggunakan standar Z-score berat berdasarkan tinggi/panjang badan, sedangkan pada KMS menggunakan kurva Z-score berat berdasarkan umur, hal ini dapat menyebabkan overdiagnosis atau underdiagnosis bayi dengan gizi buruk. Instrumen penelusuran faktor risiko sendiri perlu diperhatikan. Dalam mini project ini peneliti cukup banyak memakai subjektifitas dalam menilai faktor risiko, sehingga sangat mungkin terjadi bias saat analisis faktor risiko. Sebagai contoh pada penelususran asupan makanan, hal ini sangat sulit dilakukan karena seringkali orangtua anak tidak begitu memperhatikan takaran dan lupa jumlah makanan yang telah diberikan kepada anak. Beberapa faktor risiko bahkan tidak mungkin kita intervensi, meskipun hal itu menjadi penyebab utama, sebagai contoh tingkat pendidikan dan pendapatan. Hal ini membuktikan bahwa masalah kesehatan khususnya masalah gizi bukan hanya masalah kesehatan semata, tetapi lebih pada masalah multidisipliner.Bias pada analisis faktor risiko tentu dapat menyebabkan intervensi yang tidak tepat, karena target dari mini project ini adalah intervensi pada faktor risiko yang ada pada anak dengan berat rendah. Meskipun begitu hasil pengukuran setelah intervensi cukup baik rata-rata anak mengalami kenaikan berat badan 200-500 gram dalam 1 bulan. Hal yang harus menjadi perhatian selanjutnya adalah konsistensi orangtua dalam mengasuh anak tersebut.

VI. Kesimpulan dan SaranA. Kesimpulan

1. Di wilayah kerja kecamatan Sukarame pada bulan Januari 2015 terdapat 6 balita dengan berat badan rendah.2. Analisis faktor risiko pada mini project ini kurang objektif sehingga sangat mungkin terjadi bias.

3. Faktor risiko gizi kurang seringkali multifaktor dan permasalahannya merupakan masalah multidisipliner, sehingga penanganannya pun bersifat multidisipliner.

4. Dari 6 anak yang menjadi responden 3 anak mengalami kenaikan berat badan 200-500 gram setelah intervensi, 1 anak yang mengalami penurunan dan 2 anak tidak bisa di follow up pada bulan kedua sehingga tidak dapat diukur Z-score setelah intervensi.

B. Saran

1. Gap antara diagnosis KMS dan pedoman Depkes perlu dikaji ulang, karena dapat menjadikan program pemerintah tidak tepat dan kurang efektif.2. Analisis faktor risiko perlu dibuat instrument yang lebih baik dan objektif sehingga analisis lebih tepat dan manajemen lebih baik.3. Perlu adanya koordinasi lintas disiplin untuk mengurangi kejadian gizi buruk.4. Intervensi dan pengukuran dalam mini project hanya dilakukan dalam waktu 1 bulan, sehingga kontinuitas konseling dan intervensi tidak terjamin.DAFTAR PUSTAKA

Anwar K,Juffrie M,Julia M. 2005. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].[cited 2014 Oktober 14]:2(3):81-85.Available from:http://ijcn.or.id/v2/content/view/33/40/Departemen Kesehatan RI. 2002. Program Gizi Makro.Jakarta:Depkes RI

Kemenkes RI dan Direktorat Bina Gizi. 2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta:Direktoran Bina Gizi

Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health:61-8. PurwokertoPudjiadi S. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru

Razak AA,Gunawan IMA,Budiningsari RD. 2009. Pola Asuh Ibu Sebagai Faktor Risiko Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita.Jurnal Gizi Klinik Indonesia[Internet].[cited 2014 Oktober 14]:6(2):95-103.Available from: http://www.i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=10761Rumiasih. 2003. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Magelang[karya tulis ilmiah].Semarang: Universitas DiponegoroStaf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:InfomedikaTaruna J. 2002. Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Terjadinya Kasus Gizi Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Kampar Provinsi Riau Tahun 2002[karya tulis ilmiah].Jakarta:Universitas Indonesia

World Health Organisation. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.Jakarta: WHO Indonesia