Mini Paper Trib
-
Upload
dynna-amalia -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
description
Transcript of Mini Paper Trib
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1980-an secara besar besaran dimulailah kebijakan persilangan sapi potong
dengan memasukkan berbagai bangsa (breed) sapi, baik yang berasal dari daerah tropis
(Brahman) maupun dari daerah subtropis (Simental, Limousine, Santa Gertrudis, Charolais,
Angus, Hereford, Shorthorn). Tidak kurang dari 10 bangsa sapi potong, baik berupa ternak
maupun semen beku, telah diimpor dengan tujuan yang tidak jelas (Hardjosubroto,2002).
Kebijakan ini dilanjutkan dengan program IB secara nasional, pengenalan teknologi
transfer embrio (TE), yang selanjutnya pada tahun 1994 dibentuklah Balai Embrio Ternak di
Cipelang, Bogor. Kebijakan dan program tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa: (1) sapi
lokal Indonesia ukurannya kecil sehingga tidak ekonomis untuk dikembangkan dan harus
diganti dengan sapi yang ukurannya besar, dan (2) aplikasi teknologi modern seperti IB dan
TE secara meluas dapat dikembangkan untuk mendorong perkembangan sapi potong di
Indonesia.
Teknologi IB telah diaplikasikan sangat meluas dan dimulai sejak 60 tahun yang lalu.
Secara alami, seekor pejantan hanya mampu melayani 20-30 ekor betina, tetapi dengan
teknologi IB kemampuannya meningkat ribuan kali. Teknologi IB dapat digunakan untuk
membantu pelaksanaan program seleksi pada sapi potong, karena akan meningkatkan
intensitas seleksi.
Perkawinan secara alam diduga menghasilkan tingkat kebuntingan yang rendah karena
berbagai alasan antara lain kurangnya kontrol terhadap manajemen estrus, ratio ternak jantan
dan betina yang tidak seimbang, adanya beberapa ekor ternak betina yang tidak mampu untuk
bunting dan lain-lain. Selanjutnya perkawinan dengan inseminasi buatan merupakan
teknologi yang dimodifikasi diharapkan mempunyai peran besar dalam meningkatkan
keberhasilan kebuntingan. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaan inseminasi buatan
selain inseminator mempunyai keterampilan baik dalam menginseminasi, juga ternak betina
yang diinseminasi benar-benar dalam keadaan estrus dan siap untuk menerima sperma
(Sumaryadi, 2004).
Perkawinan dengan inseminasi buatan dapat meningkatkan keberhasilan kebuntingan,
karena inseminasi buatan merupakan salah satu teknologi reproduksi dalam pengembangan
ternak yang dapat memberikan gambaran bahwa penggunaan pejantan dapat lebih efisien dan
lebih efektif. Inseminasi Buatan merupakan salah satu metode yang umum digunakan dalam
rangka perbaikan mutu genetik dan peningkatan populasi ternak. Laju reproduksi yang tinggi
sangat esensial untuk mendapatkan keuntungan (Ezekwe and Lovin, 1996).
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan IB (Inseminasi Buatan) ?
Apa saja teknik IB (inseminasi buatan) ?
Apa tujuan IB (Inseminasi Buatan) ?
Apa saja peralatan yang digunakan untuk IB (Inseminasi Buatan) ?
Bagaimana prosedur IB (Inseminasi Buatan) pada Sapi ?
Apa dampak dari IB (Inseminasi Buatan) pada Sapi ?
1.3 Tujuan
Untuk memahami pengertian dari Inseminasi Buatan.
Untuk mengetahui teknik Inseminasi Buatan.
Untuk mengetahui tujuan Inseminasi Buatan.
Untuk mengetahui peralatan yang digunakan untuk Inseminasi Buatan.
Untuk mengetahui prosedur Inseminasi Buatan pada Sapi.
Untuk mengetahui dampak dari Inseminasi Buatan pada Sapi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-
abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam
keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar
cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, jantan mencuri semen
dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang
dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya
sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah
kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisah awal tentang IB, dan setelah
itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan
teknik tersebut.
Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter
hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu
cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih
banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu,
Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan
alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan dengan spuit diambil
semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan
tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan.
Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknologi
pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes dari
Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu panjang dengan
membekukan sampai -79 0C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan
gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya
nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya simpan yang lebih lama dan
lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C (Thibier, 1998)
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun
limapuluhan oleh Prof.B.Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian
Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa
satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa
Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan
LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya,
Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi
kepercayaan masyarakat.
Kurangnya keberhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan
karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat
simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi
perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat
perhatian.
2.2 Inseminasi Buatan
Teknologi modern pada zaman sekarang telah mampu mengatasi masalah kemandulan
(bagi manusia) dan menghasilkan bibit-bibit unggul (bagi hewan yang dapat menguntungkan
manusia), khususnya dalam bidang bioteknologi. Hal tersebut dapat dilakukan diantaranya
dengan melalui inseminasi buatan.
Inseminasi Buatan adalah salah Bioteknologi dalam bidang reproduksi ternak yang
memungkinkan manusia mengawinkan ternak betina tanpa perlu seekor pejantan. Inseminasi
Buatan merupakan suatu rangkain proses terencana dan terpogram karena menyangkut
kualitas genetik ternak di masa yang akan datang. Pelaksanaan dan penerapan teknologi
Inseminasi Buatan di lapangan dimulai dengan langkah pemilihan pejantan unggul sehingga
akan lahir anak yang kualitasnya lebih baik dari induknya selanjutnya dari pejantan tersebut
dilakukan penampungan semen, penilaian kelayakan semen, pengelolahan dan pengawetan
semen dalam bentuk cair dan beku, serta teknik inseminasi ke dalam saluran reproduksi
ternak betina (Dirjen Peternakan,2008).
2.3 Teknik Inseminasi Buatan
1. Teknik IUI (Intrauterine Insemination) : Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma
diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim).
2. Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination) : Teknik DIPI telah dilakukan sejak
awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke
peritoneal (rongga peritoneum).
Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bivalve
speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan mempunyai 2 cabang, dimana
salah satu ujungnya sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang
lain dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik
DIPI dimasukkan kedalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang
lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan
perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit (Dirjen
Peternakan, 2008).
2.3 Tujuan Inseminasi Buatan
1. Memperbaiki mutu genetika ternak.
2. Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga
mengurangi biaya.
3. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu
yang lebih lama.
4. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur.
5. Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
2.4 Peralatan Inseminasi Buatan pada Sapi
Termos transport (bisa juga dengan termos air ukuran kecil), digunakan inseminator
untuk membawa bibit ke lokasi ternak sapi yang akan dikawinkan.
Gunting, sebaiknya gunting yang digunakan adalah gunting steril, gunting digunakan
untuk memotong ujung straw semen beku.
Gun, ini merupakan alat utama untuk menghantarkan semen beku ke dalam uterus sapi
betina.
Glove, sarung tangan dari plastik digunakan untuk melindungi tangan dari kotoran sapi,
selain itu untuk menghindari penyakit menular baik yang zoonosis sekalipun.
Plastic sheet, plastik perupa pipet yang digunakan untuk membungkus gun yang telah
diisi dengan straw semen beku.
Pinset, digunakan untuk mengambil straw dari dalam termos.
Air, sebaiknya air hangat digunakan untuk mencairkan semen beku.
2.5 Prosedur Inseminasi Buatan pada Sapi
1. Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB), semen harus dicairkan
(thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan
memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannya dibawah air yang mengalir.
Suhu untuk thawing yang baik adalah 37oC.
2. Jadi semen/straw tersebut dimasukkan dalam air dengan suhu badan 37oC, selama 7-
18 detik.
3. Setelah dithawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan tissue.
4. Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong dengan
menggunakan gunting bersih.
5. Setelah itu Plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen beku/straw.
6. Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat.
7. Petugas Inseminasi Buatan (IB) memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang
akan dimasukkan ke dalam rektum.
8. Tangan petugas Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat
menjangkau dan memegang leher rahim (servix), apabila dalam rektum banyak
kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu.
9. Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang disebut
dengan 'posisi ke empat'.
10. Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan
servix dengan perlahan-lahan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inseminasi buatan harus berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun juga
perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai
agen moral dan subjek moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan
bioteknologi serta perkembangannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan
merugikan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Dan yang penting perlu diterapkannya
aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada
pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan
bioteknologi.
3.2 Saran
Sapi yang telah diinseminasi, sebaiknya tidak dilepas dahulu kedalam kelompok,
untuk mencegah kegagalan inseminasi buatan. Peternak diharapkan mengetahui dengan baik
gejala-gejala timbulnya birahi pada sapi, dan segera melaporkan pada inseminator agar tidak
terjadi keterlambatan inseminasi buatan. Penyuluhan diharapkan dilakukan kepada
masyrakat, agar lebih menegetahui dan lebih paham dengan inseminasi buatan.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Peternakan, 2008. Statistik Peternakan 2008. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian. Jakarta. pp: 69-99
Ezekwe, M.O, and J. Lovin, 1996. A Seasonal Reproductive Performance Of Virginia Brush
Goats Used For Meat Production. Journal of Animal Science.74 : 245
Hardjosubroto, W. 2002. Arah dan Sasaran Penelitian dan Pengembangan Sapi Potong di
Indonesia: Tinjauan dari segi pemuliaan ternak. Disampaikan dalam
Workshop Sapi Potong di Malang, 11- 12 April 2002. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor.
Sumaryadi, M.Y., 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Biologis Folikel untuk Memperbaiki
Kinerja Reproduksi Induk Resipien. Dalam Prosiding: Koordinasi dan
Evaluasi Produksi, Transfer Embrio dan Progeny Test. Dirjen Bina
Produksi Peternakan. Deptan. Jakarta. pp. 109-113.
Thibier, M. 1998. The 1997 statistics on the world embryo transfer industry. Embryo Transfer Newsletter 16(4): 17-20.
MINI PAPER TEKNOLOGI REPRODUKSI DAN INSEMINASI
BUATAN
TENTANG INSEMINASI BUATAN
Oleh:Dina Amalia I.
1251301011110102012-A
PROGRAM KEDOKTERAN HEWANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2014