MINGGU, - iai-jateng.orgiai-jateng.org/wp-content/uploads/2018/08/20180520_hal_14.pdfMINGGU, 20 MEI...

1
MINGGU, 20 MEI 2018 DI era ekonomi desruptif ini model kegiatan usaha telah berkembang pesat melompat dari pola ekonomi yang dianggap kon- vensional yang telah selama ini berkembang sebelumnya. Bisnis online yang telah berkembang pesat dengan keragamannya, diten- garai sebagai penyebab melesunya keramaian masyarakat untuk belanja di mall. Fenomena ini telah terjadi di seluruh dunia. Masyarakat mulai beralih ke aktivi- tas outdoor dan tidak terkonsentrasi seperti mall, tetapi pada spot-spot bisnis leasure seperti bisnis kuliner yang menjamur saat ini. Akibat dari kondisi ini diperlukan bentuk usaha bisnis baru, yang membuka pelu- ang terhadap modal dan aset dari suatu kota yang dimiliki serta motivasi pebisnis untuk investasi pada jenis usaha yang masih mem- beri peluang untuk sukses dan berkelanjutan. Kota-kota besar di Indonesia terdapat banyak peninggalan bangunan kolonial dengan berba- gai fungsinya. Salah satunya kota Semarang memiliki peninggalan bangunan kolonial khususnya untuk fungsi sebagai bangunan perkantoran, perdagang- an, gereja, sekolah dan rumah ting- gal. Sementara dibagian wilayah lain seperti daerah Candi di kawasan kota atas semarang terda- pat banyak peninggalan bangunan Belanda antara lain Sekolah, Rumah Sakit dan tinggal. Bangunan kolonial bangun- an jenis perkantoran, bangunan perdagangan dan bangunan rumah tinggal saat ini, beberapa telah dialih fungsikan untuk kegiatan ekonomi. Di tengah upaya Pemerintah Kota Semarang untuk melestarikan bangun- an kolonial di Semarang, ter- catat beberapa bangunan yang telah dikonservasi seperti pasar Peterongan, salah satu pasar tertua dengan teknologi beton yang dibangun 1916, gedung PTPN XV, Gereja Blenduk, gedung Oudetrap, Semarang Creative Gallery di Kota Lama, teater Sobokkarti dan lain-lain, berapa anggota masyarakat pemilik bangunan kuno O leh karena itu sudah semestinya keberadaan halte harus dapat mem- berikan kenyamanan kepada pejalan kaki baik ketika melakukan aktivitas naik-turun bus maupun ketika menunggu kedatangan bus yang akan ditumpanginya. Agar halte bus dapat benar-benar berperan mem- berikan kemudahan dan kenyamanan bagi pejalan kaki maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian. Paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menghadirkan halte yang berpihak kepada pejalan kaki, yaitu penentuan lokasi yang benar dan desain halte yang sesuai dengan kebutuhan pejalan kaki. Dimana dua hal tesebut harus tunduk pada kaidah- kaidah teknis sistem transportasi. Secara fungsional keberadaan halte ditinjau dari aspek lokasi dan desain teknis memberikan penga- ruh pada kelancaran proses perpindahan penumpang naik dan turun transportasi publik serta kelancaran mobilitas bus dalam beroperasi dan selanjutnya berkontribusi pada kelancaran per- jalanan sepanjang rute serta kelancaran sistem jaringan transportasi publik secara keseluruhan dalam skala kota.Lokasi halte harus mudah diak- sespejalan kaki, maka sebaiknya mudah dijangkau dari area yang potensial terjadi kerumunan pejalan kaki seperti antara lain mal, pasar, pertokoan, seko- lahan, universitas, dan kawasan perumahan. Desain teknis dan desain arsitektur suatu halte memberi pengaruh pada pengalaman penggunaan transportasi publik. Pengalaman penumpang menunggu serta naik-turun bus di halte memberikan kontribusi pada penilaian pengalaman perjalanan secara keseluruhan dan selanjutnyaakan berdampak pada preferensi penggunaan transportasi publik secara umum. Apabila mendapatkan pengalaman yang baik maka akan memperkuat preferensi peng- gunaan transportasi publik, dan sebaliknya. Desain teknis adalah berkaitan dengan kemudahan bus untuk bermanuver di halte, menaikkan dan menu- runkan penumpang serta berangkat lagi.Sedangkan desain arsitektur berkaitan dengan penampilan artistik halte. Desain arsitektur secara visualmenjadikan haltese- bagai elemen artistikstreet furniture di ruang publik perkotaan serta memberi kontribusi pada minat pejalan kaki untuk menggunakannya. Sebaliknya desain arsitek- tur yang buruk juga memberikan citra buruk pada keber- adaan halte serta memberikan pengalaman visual yang buruk kepada para pengguna ruang publik serta menu- runkan minat untuk memanfaatkannya bahkan mungkin menghindarinya. Maka para arsitek di negara-negara dimana trans- portasi publik menjadi andalan mobilitas warga kotanya telahmengembangkan desain arsitektur halte sedemikian rupa, sehingga eksistensi halte tidak lagi semata sebagai elemen fungsional transportasi publik namun juga bisa menjadi elemen artistik di ruang publik perkotaan serta memberikan kontribusi pada citra visual kota. Kota-kota di Indonesia sedang beru- paya terus meningkatkan pelayanan trans- portasi publik dengan memperbaiki kualitas sarana transportasinya.Akan lebih menarik minat masyarakat sekiranya disediakan fasilitas halte yang unik dan arstistik tanpa meninggalkan kaidah teknis dan kenyamanan. (53) —Gatoet Wardianto, Dosen Universitas Pandanaran Semarang; Pengamat Ruang Publik Perkotaan HALTE adalah sarana penghubung (konektivitas) antara moda trans- portasi berjalan kaki dengan moda transportasi publik khususnya bus. Keberadaan halte dimaksudkan untuk memberi kemudahan kepada pejalan kaki untuk naik-turun trans- portasi publik. yang dibangun di masa kolonial telah pula beru- paya melestarikan bangunan kolonial untuk usaha mandiri. Baik di kawasan Kota Lama yang merupakan konsentrasi dari bangunan kolonial di Semarang maupun di wilayah lain di kota Semarang. Pelestarian bangunan kolonial dengan upaya alih fungsi bangunan untuk usaha mandiri dapat dikatagorikan sebagai bagian dari usaha ekonomi kreatif. (53) – Dr. Ir. Antonius Ardiyanto, MT, IAI, Ketua Program Magister Arsitektur Fakultas Arsitektur Dan Desain Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Oleh Gatoet Wardianto Oleh Dr. Ir. Antonius Ardiyanto, MT, IAI

Transcript of MINGGU, - iai-jateng.orgiai-jateng.org/wp-content/uploads/2018/08/20180520_hal_14.pdfMINGGU, 20 MEI...

Page 1: MINGGU, - iai-jateng.orgiai-jateng.org/wp-content/uploads/2018/08/20180520_hal_14.pdfMINGGU, 20 MEI 2018 DI era ekonomi desruptif ini model kegiatan usaha telah berkembang pesat melompat

MINGGU, 20 MEI 2018

DIera ekonomi desruptif inimodel kegiatan usaha telahberkembang pesat melompat daripola ekonomi yang dianggap kon-vensional yang telah selama iniberkembang sebelumnya. Bisnisonlineyang telah berkembangpesat dengan keragamannya, diten-garai sebagai penyebab melesunyakeramaian masyarakat untukbelanja di mall. Fenomena ini telahterjadi di seluruh dunia.Masyarakat mulai beralih ke aktivi-tas outdoor dan tidak terkonsentrasiseperti mall, tetapi pada spot-spotbisnis leasure seperti bisnis kulineryang menjamur saat ini. Akibat darikondisi ini diperlukan bentuk usahabisnis baru, yang membuka pelu-ang terhadap modal dan aset darisuatu kota yang dimiliki sertamotivasi pebisnis untuk investasipada jenis usaha yang masih mem-beri peluang untuk sukses danberkelanjutan.

Kota-kota besar di Indonesiaterdapat banyak peninggalanbangunan kolonial dengan berba-gai fungsinya. Salah satunyakota Semarangmemiliki

peninggalan bangunan kolonialkhususnya untuk fungsi sebagaibangunan perkantoran, perdagang-an, gereja, sekolah dan rumah ting-gal. Sementara dibagian wilayahlain seperti daerah Candi dikawasan kota atas semarang terda-pat banyak peninggalan bangunanBelanda antara lain Sekolah,Rumah Sakit dan tinggal.Bangunan kolonial bangun-an jenis perkantoran,bangunan perdagangan danbangunan rumah tinggal saatini, beberapa telah dialihfungsikan untuk kegiatanekonomi.

Di tengah upayaPemerintah Kota Semaranguntuk melestarikan bangun-an kolonial di Semarang, ter-catat beberapa bangunanyang telah dikonservasiseperti pasar Peterongan,salah satu pasar tertuadengan

teknologi beton yang dibangun1916, gedung PTPN XV, GerejaBlenduk, gedung Oudetrap,Semarang Creative Gallery di KotaLama, teater Sobokkarti danlain-lain, berapa anggotamasyarakat pemilikbangunankuno

Oleh karena itu sudahsemestinya keberadaanhalte harus dapat mem-berikan kenyamanan

kepada pejalan kaki baik ketikamelakukan aktivitas naik-turun busmaupun ketika menunggu kedatanganbus yang akan ditumpanginya. Agar haltebus dapat benar-benar berperan mem-berikan kemudahan dan kenyamananbagi pejalan kaki maka ada beberapa halyang perlu mendapatkan perhatian. Palingtidak ada dua hal yang perlu diperhatikan dalammenghadirkan halte yang berpihak kepada pejalankaki, yaitu penentuan lokasi yang benar dan desainhalte yang sesuai dengan kebutuhan pejalan kaki.Dimana dua hal tesebut harus tunduk pada kaidah-kaidah teknis sistem transportasi.

Secara fungsional keberadaan halte ditinjau dari

aspek lokasi dan desain teknis memberikan penga-ruh pada kelancaran proses perpindahanpenumpang naik dan turun transportasi publik sertakelancaran mobilitas bus dalam beroperasi danselanjutnya berkontribusi pada kelancaran per-jalanan sepanjang rute serta kelancaran sistemjaringan transportasi publik secara keseluruhandalam skala kota.Lokasi halte harus mudah diak-sespejalan kaki, maka sebaiknya mudah dijangkaudari area yang potensial terjadi kerumunan pejalankaki seperti antara lain mal, pasar, pertokoan, seko-lahan, universitas, dan kawasan perumahan.

Desain teknis dan desain arsitektur suatu haltememberi pengaruh pada pengalaman penggunaantransportasi publik. Pengalaman penumpangmenunggu serta naik-turun bus di halte memberikankontribusi pada penilaian pengalaman perjalanansecara keseluruhan dan selanjutnyaakan berdampakpada preferensi penggunaan transportasi publiksecara umum. Apabila mendapatkan pengalamanyang baik maka akan memperkuat preferensi peng-gunaan transportasi publik, dan sebaliknya.

Desain teknis adalah berkaitan dengan kemudahanbus untuk bermanuver di halte, menaikkan dan menu-

runkan penumpang serta berangkat lagi.Sedangkandesain arsitektur berkaitan dengan penampilan artistikhalte. Desain arsitektur secara visualmenjadikan haltese-bagai elemen artistikstreet furniture di ruang publikperkotaan serta memberi kontribusi pada minat pejalankaki untuk menggunakannya. Sebaliknya desain arsitek-tur yang buruk juga memberikan citra buruk pada keber-adaan halte serta memberikan pengalaman visual yangburuk kepada para pengguna ruang publik serta menu-runkan minat untuk memanfaatkannya bahkanmungkin menghindarinya.

Maka para arsitek di negara-negara dimana trans-portasi publik menjadi andalan mobilitaswarga kotanya telahmengembangkandesain arsitektur halte sedemikian rupa,sehingga eksistensi halte tidak lagi sematasebagai elemen fungsional transportasipublik namun juga bisa menjadi elemenartistik di ruang publik perkotaan sertamemberikan kontribusi pada citra visualkota. Kota-kota di Indonesia sedang beru-paya terus meningkatkan pelayanan trans-

portasi publik dengan memperbaiki kualitassarana transportasinya. Akan lebih menarik

minat masyarakat sekiranya disediakan fasilitashalte yang unik dan arstistik tanpa meninggalkan

kaidah teknis dan kenyamanan. (53)—Gatoet Wardianto, Dosen Universitas

Pandanaran Semarang; Pengamat Ruang PublikPerkotaan

HALTE adalah sarana penghubung(konektivitas) antara moda trans-portasi berjalan kaki dengan modatransportasi publik khususnya bus.Keberadaan halte dimaksudkanuntuk memberi kemudahan kepadapejalan kaki untuk naik-turun trans-portasi publik.

yang dibangun di masa kolonial telah pula beru-paya melestarikan bangunan kolonial untukusaha mandiri. Baik di kawasan Kota Lamayang merupakan konsentrasi dari bangunankolonial di Semarang maupun di wilayah lain dikota Semarang.

Pelestarian bangunan kolonial denganupaya alih fungsi bangunan untuk usahamandiri dapat dikatagorikan sebagai bagian

dari usaha ekonomi kreatif. (53)

– Dr. Ir. Antonius Ardiyanto, MT, IAI,Ketua ProgramMagister Arsitektur Fakultas Arsitektur Dan Desain Universitas

Katolik Soegijapranata Semarang.

Oleh Gatoet Wardianto

Oleh Dr. Ir. Antonius Ardiyanto, MT, IAI