MINGGU, - iai-jateng.org · Di New York, para penikmat kuliner jalanan rela antre di sepanjang...

1
MINGGU, 1 JULI 2018 Di New York, para penikmat kuliner jalanan rela antre di sepanjang trotoar untuk mendapatkan makanan favorit. Menyadari fenomena itu, para pengelola kota men- jadikan kuliner jalanan sebagai daya tarik wisata. Itulah yang berlangsung antara lain di Yogyakarta, Bangkok (Thailand), Singapura, dan di kota-kota di Eropa, Amerika, Australia, dan Afrika. Pemerintah Bangladesh, misalnya, memandang kuli- ner jalanan dengan konsep spesifik; kuliner jalanan menja- di bagian dari menu masyarakat sehari-hari seperti di Indonesia. Kuliner jalanan di Bangladesh diangkat sebagai bagian dari misi perbaikan gizi bagi masyarakat melalui program ”Melembagakan Sistem Makanan Jalanan yang Sehat di Bangladesh (Institutionalization of Healthy Street Food System in Bangladesh)” yang disupervisi Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organization of the United Nations/FAO) serta dukungan keuangan dari Masyarakat Uni Eropa dan The United States Agency for International Development (USAID). Program itu antara lain berupa pelatihan mengolah dan menyajikan makanan higienis dan bergizi, bekerja sama dengan para koki dari hotel berbin- tang dan Pemerintah Kota Dhaka sebagai percontohan. Dalam perspektif lebih luas, Pemerintah India mengakui hak hidup pedagang jalanan sebagai alternatif mata pencaharian bagi warga dan men- gangkatnya sebagai inisiatif program pengentasan kaum miskin. Pada 5 Maret 2014, Presiden India menyetujui Undang-Undang Perlindungan Mata Pencaharian dan Peraturan Perdagangan Jalanan (Street Vendors Protection of Livelihood and Regulation of Street Vending Act). Jaringan Internasional Para penjaja kuliner jalanan juga telah membangun jaringan internasional. Mereka menyelenggarakan pertemuan internasional tahunan organisasi penjaja kuliner jalanan. World Street Food Congress 2017 terselenggara di Manila, Filipina. Bila dikelola dengan baik, kuliner jalanan dapat memberikan nilai tambah bagi kota. Di beberapa kota di dunia bah- kan wisata kuliner jalanan menjadi objek wisata andalan yang dikemas dalam tur kuliner jalanan yang diorganisasi secara profesional. Sejalan dengan kemajuan teknologi, Pemerintah Kota New York dan pihak swasta memperkenalkan gerobak penja- ja makanan jalanan yang menerapkan teknologi mendukung konsep kota berkelanjutan. Sebanyak 500 penjaja kuliner jalanan di New York mendapat gerobak makanan baru yang ramah lingkungan. Mereka meliputi pedagang hot dogs hing- ga makanan halal. Kesepakatan gerobak gratis itu diumumkan, Senin (11 Mei 2014), oleh Move System dan Dewan Kota New York. Gerobak itu berpenampilan futuristik berpanel surya dan gen- erator gas alam. Gerobak itu juga dilengkapi sistem pemba- yaran mobil dari First Data, sehingga bisa menerima pemba- yaran kartu kredit untuk kali pertama. Dengan pemakaian tablet, penjual bisa menawarkan kartu hadiah elektronik dan fasilitas lain. Diperkirakan ge- robak baru itu menghasilkan gas rumah kaca 60% lebih sedi- kit dan 95% pengurangan polusi penyebab asap ketimbang gerobak tradisional. Kota-kota di Indonesia umumnya memiliki banyak kuliner jalanan khas dengan cita rasa yang dapat diandalkan dan pantas dipromosikan sebagai daya tarik wisata kuliner andalan. Seyogianya pengelola kota di Indonesia tak lagi alergi terhadap penjaja kuliner jalanan. Sebaliknya membina mereka secara selektif dengan meningkatkan standar pengolahan dan penya- jian yang higienis serta penampilan representatif. Belajar dari Dhaka, Bangladesh, pemerintah kota dapat bekerja sama dengan lembaga internasional seperti FAO, USAID, dan Masyarakat Uni Eropa atau lembaga internasio- nal lain. Belajar pula dari New York, pemerintah kota dapat bekerja sama dengan swasta untuk membina pedagang kuli- ner jalanan.(53) - Gatoet Wardianto, dosen Universitas Pandanaran Semarang, pengamat ruang publik perkotaan Oleh Gatoet Wardianto WISATA kuliner telah menjadi gaya hidup global. Para gastronom dari berbagai kelas memburu kuliner lokal atau yang unik, baik di restoran paling eksklusif maupun di trotoar. Ke mana pun Anda berkunjung ke seluruh kota di dunia, kemungkinan besar akan menemui penjual makanan di trotoar. D I Indonesia, khususnya Jawa Tengah, bambu atau pring sudah sangat lekat dengan kebudayaan dan tradisi masyarakat. Bambu mudah diolah menjadi berbagai benda untuk memenuhi kebutuhan kesehari- an, seperti bahan makanan, perabotan, keraji- nan, bahkan material konstruksi. Salah satu cara masyarakat mengolah bambu adalah dengan menganyam. Menganyam adalah keahlian asli orang Asia, termasuk Indonesia. Bambu berkarak- teristik elastic, sehingga mudah dibentuk dengan teknik anyaman. Menganyam meru- pakan cara paling dasar dan serbaguna untuk menyusun bilah bambu menjadi lembaran atau bentuk yang diinginkan. Menganyam melalui cara menyilangkan bilah bambu mengikuti pola, sehingga tumpang-tindih dan tidak mudah lepas. Seiring perkembangan, anyaman bambu bisa dibuat dengan berbagai macam pola me- narik secara estetika. Berbagai pola anyaman bambu saat ini dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu pola dua sumbu (biaksial), tiga sumbu (triaksial), dan empat sumbu atau lebih (multiaksial). Pola-pola itu dalam praktik menghasilkan tingkat kerapatan dan ketebalan berbeda dan untuk fungsi berbeda pula. Pada konstruksi bangunan, misalnya, anyaman bambu berbilah tebal dan sedikit renggang dapat digunakan sebagai dinding luar atau gedhek. Anyaman berbilah tipis dan rapat atau kepang sering untuk partisi kamar dan plafon. Sebagai elemen arsitektural, dinding anya- man bambu memiliki kelebihan sebagai kom- ponen prefabrikasi, yaitu kecepatan waktu konstruksi. Percepatan waktu diperoleh karena komponen dinding anyaman bambu dapat dibuat lebih dahulu sebelum atau bersamaan lagi memberikan insulasi dan privasi bagi penghuni. Selain itu dinding anyaman bambu rentan sekali terbakar dan mudah menyim- pan debu di sela-selanya. Perubahan selera masyarakat juga ber- pengaruh besar terhadap penurunan minat terhadap dinding anyaman bambu. Apalagi ada stigma negatif yang mengidentikkan rumah anyaman bambu dengan bangunan tidak permanen dan hunian keluarga tidak mampu. Itulah yang menyebabkan masyarakat di pedesa- an beralih menggunakan dinding batu bata. Celakanya, masyarakat sering membangun din- ding batu bata di bawah standar karena kekurangan biaya. Ada dua faktor penyebab masyarakat meninggalkan dinding anyaman bambu. Pertama, kurangnya insulasi. Kedua, tampilan dinding anyaman bambu dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Menghadapi kedua masalah itu, telah banyak kajian dan upaya meningkatkan kinerja dinding anyaman bambu, baik secara tradisional maupun lebih modern. Upaya secara tradisional dengan melapisi atau memplester anyaman bambu dengan kapur atau campuran tanah liat dan serat tanaman sisa kotoran sapi. Teknik itu dikembangkan dengan mengganti adonan tanah liat dan campuran semen atau bam- bu plester. Metode konstruksi bambu plester mu- rah dengan karakter konstruksi “dinding tembok” yang memanfaatkan potensi anyaman bambu. Keseluruhan dinding dari anyaman dan rang- ka bambu diplester, sehingga menghasilkan kekuatan lebih baik ketimbang dinding anyaman bambu biasa. Teknik bambu plester dengan semen di Indonesia kali pertama dijumpai pada bangunan perumahan bagi pegawai pada masa kolonial Belanda. (53) Gustav Anandhita ST MT, pengurus IAI Jawa Tengah, pegiat Komunitas Arsitektur Semarang, dosen Arsitektur FAD Unika Soegijapranata Oleh Gustav Anandhita waktu pembuatan fondasi dan struktur. Pada konstruksi konvensional seperti dinding batu bata, dinding tak bisa dibangun selama proses pembuatan fondasi belum selesai. Eksekusi dinding anyaman di lapangan jauh lebih cepat dan memperpendek jangka waktu pembangunan, sehingga menghemat biaya. Selain bermanfaat dalam program peng- adaan hunian yang hemat dan terjangkau, kecepatan kons- truksi menjadi kriteria ideal dalam proses rekonstruksi huni- an pascabencana. Sebab, kecepatan pengerjaan shelter atau hunian sementara menjadi prioritas dalam tanggap bencana. Itu terbukti efektif ketika diterapkan saat pembuatan shelter pengungsi bencana erupsi Gunung Merapi dan gempa bumi di Yogyakarta, beberapa tahun silam. Kendala dan Kekurangan Awalnya, dinding anyaman bambu cukup ideal bagi masyarakat di pedesaaan. Selain murah, celah udara pada anyaman memungkinkan tercipta penghawaan alami yang bagus bagi iklim tropis. Namun seiring perkembangan zaman, dinding anyaman bambu kini dianggap kurang lagi optimal untuk mendukung hunian masyarakat. Dahulu jarak antar-rumah di pedesaan cukup jauh, sehingga insulasi suara tak begitu dipermasalahkan. Namun dengan peningkatan kepadatan hunian, tinggi polusi suara dan udara, dinding anyaman yang relatif tipis dirasa tidak

Transcript of MINGGU, - iai-jateng.org · Di New York, para penikmat kuliner jalanan rela antre di sepanjang...

Page 1: MINGGU, - iai-jateng.org · Di New York, para penikmat kuliner jalanan rela antre di sepanjang trotoar untuk mendapatkan makanan favorit. Menyadari fenomena itu, para pengelola kota

MINGGU, 1 JULI 2018

Di New York, para penikmat kuliner jalanan rela antredi sepanjang trotoar untuk mendapatkan makanan favorit.

Menyadari fenomena itu, para pengelola kota men-jadikan kuliner jalanan sebagai daya tarik wisata. Itulahyang berlangsung antara lain di Yogyakarta, Bangkok(Thailand), Singapura, dan di kota-kota di Eropa, Amerika,Australia, dan Afrika.

Pemerintah Bangladesh, misalnya, memandang kuli-ner jalanan dengan konsep spesifik; kuliner jalanan menja-di bagian dari menu masyarakat sehari-hari seperti diIndonesia. Kuliner jalanan di Bangladesh diangkat sebagaibagian dari misi perbaikan gizi bagi masyarakat melaluiprogram ”Melembagakan Sistem Makanan Jalanan yangSehat di Bangladesh (Institutionalization of Healthy StreetFood System in Bangladesh)” yang disupervisi OrganisasiPangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Foodand Agriculture Organization of the United Nations/FAO)serta dukungan keuangan dari Masyarakat Uni Eropa danThe United States Agency for International Development

(USAID). Program itu antara lain berupapelatihan mengolah dan menyajikanmakanan higienis dan bergizi, bekerjasama dengan para koki dari hotel berbin-tang dan Pemerintah Kota Dhaka sebagaipercontohan.

Dalam perspektif lebih luas,Pemerintah India mengakui hak hiduppedagang jalanan sebagai alternatif matapencaharian bagi warga dan men-gangkatnya sebagai inisiatif programpengentasan kaum miskin. Pada 5 Maret2014, Presiden India menyetujuiUndang-Undang Perlindungan MataPencaharian dan Peraturan Perdagangan

Jalanan (Street Vendors Protection ofLivelihood and Regulation of StreetVending Act).Jaringan Internasional

Para penjaja kuliner jalanan juga telahmembangun jaringan internasional.Mereka menyelenggarakan pertemuaninternasional tahunan organisasi penjajakuliner jalanan. World Street FoodCongress 2017 terselenggara di Manila,Filipina.

Bila dikelola dengan baik, kulinerjalanan dapat memberikan nilai tambahbagi kota. Di beberapa kota di dunia bah-kan wisata kuliner jalanan menjadi objek

wisata andalan yang dikemas dalam tur kuliner jalanan yangdiorganisasi secara profesional.

Sejalan dengan kemajuan teknologi, Pemerintah KotaNew York dan pihak swasta memperkenalkan gerobak penja-ja makanan jalanan yang menerapkan teknologi mendukungkonsep kota berkelanjutan. Sebanyak 500 penjaja kulinerjalanan di New York mendapat gerobak makanan baru yangramah lingkungan. Mereka meliputi pedagang hot dogs hing-ga makanan halal.

Kesepakatan gerobak gratis itu diumumkan, Senin (11Mei 2014), oleh Move System dan Dewan Kota New York.Gerobak itu berpenampilan futuristik berpanel surya dan gen-erator gas alam. Gerobak itu juga dilengkapi sistem pemba-yaran mobil dari First Data, sehingga bisa menerima pemba-yaran kartu kredit untuk kali pertama.

Dengan pemakaian tablet, penjual bisa menawarkankartu hadiah elektronik dan fasilitas lain. Diperkirakan ge-robak baru itu menghasilkan gas rumah kaca 60% lebih sedi-kit dan 95% pengurangan polusi penyebab asap ketimbanggerobak tradisional.

Kota-kota di Indonesia umumnya memiliki banyak kulinerjalanan khas dengan cita rasa yang dapat diandalkan dan pantasdipromosikan sebagai daya tarik wisata kuliner andalan.Seyogianya pengelola kota di Indonesia tak lagi alergi terhadappenjaja kuliner jalanan. Sebaliknya membina mereka secaraselektif dengan meningkatkan standar pengolahan dan penya-jian yang higienis serta penampilan representatif.

Belajar dari Dhaka, Bangladesh, pemerintah kota dapatbekerja sama dengan lembaga internasional seperti FAO,USAID, dan Masyarakat Uni Eropa atau lembaga internasio-nal lain. Belajar pula dari New York, pemerintah kota dapatbekerja sama dengan swasta untuk membina pedagang kuli-ner jalanan.(53)

- Gatoet Wardianto, dosen Universitas PandanaranSemarang, pengamat ruang publik perkotaan

Oleh Gatoet Wardianto

WISATAkuliner telah menjadi gaya hidupglobal. Para gastronom dari berbagaikelas memburu kuliner lokal atau yangunik, baik di restoran paling eksklusif maupun di trotoar. Ke mana pun Andaberkunjung ke seluruh kota di dunia,kemungkinan besar akan menemui penjual makanan di trotoar.

D I Indonesia, khususnya JawaTengah, bambu atau pringsudah sangat lekat dengan

kebudayaan dan tradisi masyarakat.Bambu mudah diolah menjadi berbagaibenda untuk memenuhi kebutuhan kesehari-an, seperti bahan makanan, perabotan, keraji-nan, bahkan material konstruksi. Salah satucara masyarakat mengolah bambu adalahdengan menganyam.

Menganyam adalah keahlian asli orangAsia, termasuk Indonesia. Bambu berkarak-teristik elastic, sehingga mudah dibentukdengan teknik anyaman. Menganyam meru-pakan cara paling dasar dan serbaguna untukmenyusun bilah bambu menjadi lembaranatau bentuk yang diinginkan. Menganyammelalui cara menyilangkan bilah bambumengikuti pola, sehingga tumpang-tindih dantidak mudah lepas.

Seiring perkembangan, anyaman bambubisa dibuat dengan berbagai macam pola me-narik secara estetika. Berbagai pola anyamanbambu saat ini dapat dikelompokkan menjaditiga jenis, yaitu pola dua sumbu (biaksial), tigasumbu (triaksial), dan empat sumbu atau lebih(multiaksial). Pola-pola itu dalam praktikmenghasilkan tingkat kerapatan dan ketebalanberbeda dan untuk fungsi berbeda pula.

Pada konstruksi bangunan, misalnya,anyaman bambu berbilah tebal dan sedikitrenggang dapat digunakan sebagai dindingluar atau gedhek. Anyaman berbilah tipis danrapat atau kepang sering untuk partisi kamardan plafon.

Sebagai elemen arsitektural, dinding anya-man bambu memiliki kelebihan sebagai kom-ponen prefabrikasi, yaitu kecepatan waktukonstruksi. Percepatan waktu diperoleh karenakomponen dinding anyaman bambu dapatdibuat lebih dahulu sebelum atau bersamaan

lagi memberikan insulasi dan privasi bagipenghuni. Selain itu dinding anyaman bambu

rentan sekali terbakar dan mudah menyim-pan debu di sela-selanya.

Perubahan selera masyarakat juga ber-pengaruh besar terhadap penurunan minatterhadap dinding anyaman bambu. Apalagiada stigma negatif yang mengidentikkan

rumah anyaman bambu dengan bangunan tidakpermanen dan hunian keluarga tidak mampu.Itulah yang menyebabkan masyarakat di pedesa-an beralih menggunakan dinding batu bata.Celakanya, masyarakat sering membangun din-ding batu bata di bawah standar karenakekurangan biaya.

Ada dua faktor penyebab masyarakatmeninggalkan dinding anyaman bambu.Pertama, kurangnya insulasi. Kedua, tampilandinding anyaman bambu dianggap tidak lagisesuai dengan perkembangan zaman.Menghadapi kedua masalah itu, telah banyakkajian dan upaya meningkatkan kinerja dindinganyaman bambu, baik secara tradisional maupunlebih modern.

Upaya secara tradisional dengan melapisi ataumemplester anyaman bambu dengan kapur ataucampuran tanah liat dan serat tanaman sisa kotoransapi. Teknik itu dikembangkan dengan menggantiadonan tanah liat dan campuran semen atau bam-bu plester. Metode konstruksi bambu plester mu-rah dengan karakter konstruksi “dinding tembok”yang memanfaatkan potensi anyaman bambu.

Keseluruhan dinding dari anyaman dan rang-ka bambu diplester, sehingga menghasilkankekuatan lebih baik ketimbang dinding anyamanbambu biasa. Teknik bambu plester dengansemen di Indonesia kali pertama dijumpai padabangunan perumahan bagi pegawai pada masakolonial Belanda. (53)

—Gustav Anandhita STMT, pengurus IAIJawa Tengah, pegiat Komunitas ArsitekturSemarang, dosen Arsitektur FAD UnikaSoegijapranata

Oleh Gustav Anandhita

waktu pembuatan fondasi dan struktur. Pada konstruksikonvensional seperti dinding batu bata, dinding tak bisadibangun selama proses pembuatan fondasi belum selesai.

Eksekusi dinding anyaman di lapangan jauh lebih cepatdan memperpendek jangka waktu pembangunan, sehinggamenghemat biaya. Selain bermanfaat dalam program peng-adaan hunian yang hemat dan terjangkau, kecepatan kons-truksi menjadi kriteria ideal dalam proses rekonstruksi huni-an pascabencana. Sebab, kecepatan pengerjaan shelter atauhunian sementara menjadi prioritas dalam tanggap bencana.Itu terbukti efektif ketika diterapkan saat pembuatan shelterpengungsi bencana erupsi Gunung Merapi dan gempa bumi

di Yogyakarta, beberapa tahun silam.Kendala dan Kekurangan

Awalnya, dinding anyaman bambu cukup ideal bagimasyarakat di pedesaaan. Selain murah, celah udara padaanyaman memungkinkan tercipta penghawaan alami yangbagus bagi iklim tropis. Namun seiring perkembanganzaman, dinding anyaman bambu kini dianggap kurang lagioptimal untuk mendukung hunian masyarakat.

Dahulu jarak antar-rumah di pedesaan cukup jauh,sehingga insulasi suara tak begitu dipermasalahkan. Namundengan peningkatan kepadatan hunian, tinggi polusi suaradan udara, dinding anyaman yang relatif tipis dirasa tidak