mikroteknik asetolisis

17
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROTEKNIK METODE ASETOLISIS Disusun oleh: Nama : Arfenda Harum L NIM : K4312013 Kelas : A Kelompok 3 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 1

description

asetolisis bebarapa polen

Transcript of mikroteknik asetolisis

Page 1: mikroteknik asetolisis

LAPORAN RESMIPRAKTIKUM MIKROTEKNIK

METODE ASETOLISIS

Disusun oleh:Nama : Arfenda Harum LNIM : K4312013Kelas : AKelompok 3

PENDIDIKAN BIOLOGIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA

2015

1

Page 2: mikroteknik asetolisis

A. DATA PENGAMATANNon warna Fast green Safranin

Bauhinia purpurea Bauhinia purpurea Bauhinia purpurea

Hibiscus rosa-sinensis 40x Hibiscus rosa-sinensis Hibiscus rosasinensis

Hibiscus tiliaseus 40x

Acacia filiformis 40x

Muntingia10x 10x

Bunga terompet 40x

2

Page 3: mikroteknik asetolisis

B. TUJUAN mendapatkan soft skill tentang cara pembuatan preparat polen dengan metode asetolisis.C. ALAT DAN BAHAN Pada praktikum ini, diperlukan alat sebagai berikut:1. Botol flakon2. Pipet tetes3. Cuvet 4. Waterbath5. Kuas6. Gelas ukur7. Spatula

8. Bunsen9. Object glass10. Deg glass11. Mikroskop 12. Tabung reaksi dan rak tabung reaksi

Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut:1. Polen bunga bunga waru (Hibiscus tiliaceus), bunga akasia (Acacia sp.), bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea), kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), bunga talok (Muntingia calabura), dan bunga terompet.

2. Asam asetat glasial3. Asam sulfat pekat4. Safranin 1% dalam aquades5. Kristal violet6. Aquades7. Glycerin jelly8. Cutex

D. PRINSIP KERJALangkah kerja praktikum ini dilakukan dalam dua hari. Pada hari pertama

dilakukan fiksasi polen dan pada hari kedua dilakukan langkah selanjutnya hingga menghasilkan preparat awetan. Sebelum fiksasi, anter disisir menggunakan kuas kecil kemudian polen dimasukkan ke dalam botol flakon berisi Asam Asetat Glasial (AAG) 45%. Fiksasi dilakukan selama 24 jam. Fiksasi adalah suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan, dalam hal ini serbuk sari agar tetap pada tempatnya, dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif. Fiksasi umumnya memiliki kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel, sehingga bagian-bagian dalam sel tersebut mudah terlihat di bawah mikroskop. Tetapi tidaklah berarti banyak, karena tanpa diwarnai bagian-bagian jaringan tidak akan dapat jelas dibedakan satu sama lain, dan untungnya fiksatif mempunyai kemampuan untuk membuat jaringan mudah menerap zat warna. Dari proses fiksasi ini, fiksatif diharapkan akan:

Menghentikan proses metabolisme dengan cepat Mengawetkan elemen sitologis dan histologis Mengawetkan bentuk yang sebenarnya Mengeraskan atau memberi konsistensi material yang lunak biasanjya secara koagulasi,

dari protoplasma dan material-material yang dibentuk oleh protoplasmaAsam asetat dapat mengendapkan nukleoprotein, tetapi melarutkan histon dalam

nukleus, tidak melarutkan lemak, juga bukan pengawet karbohidrat. Daya penetrasinya cepat, tetapi dapat membengkakkan jaringan, ini disebabkan oleh bertambahnya diameter serabut-serabut dalam jaringan tersebut. Asam asetat memiliki dua fungsi dalam sitologi, yaitu mencegah pengerasan dan mengeraskan kromosom. Dalam konsentrasi tinggi, asam asetat dapat menghancurkan mitokondria dan apparatus golgi.

Setelah fiksasi selama 24 jam, bahan dipindah ke dalam tabung reaksi dengan cara menggoyangkan flakon kemudian langsung dituangkan ke dalam cuvet agar polen tidak tertinggal di dalam flakon. Kemudian disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama ± 10 menit. Dalam mensentrifuge, tabung \ harus ditempatkan pada posisi yang seimbang. Langkah selanjutnya adalah mengganti cairan dengan campuran AAG

3

Page 4: mikroteknik asetolisis

45% dan asam sulfat pekat dengan perbandingan 9:1. Tujuan dari centrifuge ini adalah memisahkan serbuksari dan asam asetat glacial, karena serbuk sari berukuran kecil dan bercampur dengan asam asetat glacial sehingga serbuk sari susah untuk diambil, maka diperlukan centrifuge. Dari hasil centrifuge ini akan terbentuk supernatan asam asetat dan endapan serbuk sari. Asam asetat kemudian dibuang, sehingga didapatkan serbuk sari yang mengendap di dasar tabung centrifuge saja. Pembuangan asam asetat ini perlu kehati-hatian agar serbuk sari yang mengendap di dasar tabung tidak menyebar kembali dalam larutan asam asetat dan akan ikut terbuang. Penambahan H2SO4 dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:9 ini berfungsi untuk untuk melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari (asetolisis), sehingga setelah dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan terlihat lebih jelas dibandingkan dengan sebelum asetolisis. Selain itu, asetolisis ini juga berfungsi seperti proses fiksasi, yaitu memelihara atau mempertahankan struktur dari serbuk sari.

Kemudian dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 85o C selama 5 menit. Pemanasan larutan ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari. Selanjutnya didinginkan dan disentrifuge lagi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Cairan dibuang lalu dicuci dengan aquades, kemudian disentrifuge selama 3 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan diulangi sebanyak 2 kali. Hasil centrifuge adalah supernatan di bagian atas tabung centrifuge, yaitu larutan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat serta endapan di dasar tabung, yaitu serbuk sari yang telah terasetolisis. Supernatan kemudian dibuang secara hati-hati agar serbuk sari kyang sudah mengendap tidak menyebar kembali kedalam larutan dan ikut terbuang. Pencucian dilakukan dengan penambahan aquadesh ke dalam tabung centrifuge yang berisi serbuk sari kemudian melakukan centrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang sudah bersih. Perlakuan tersebut dilakukan untuk mendapatkan serbuk sari yang bersih tanpa ada sisa zat kimia seperti fiksatif dalam serbuk sari yang akan dibuat preparat

Kemudian bahan dipisahkan menjadi tiga tabung untuk dilakukan pewarnaan menggunakan safranin, Kristal violet, dan nonwarna. Pewarnaan adalah untuk meningkatkan kontras warna serbuk sari dengan sekitarnya sehingga memudahkan dalam pengamatan serbuk sari doi bawah mikroskop. Pewarnaan dapat memperjelas bentuk ornamen dinding sel serbuk sati serta mempermudah mengetahui ukuran serbuk sari. Safranin adalah suatu chlorida dan zat warna  basa yang kuat. Zat warna ini tergolong dalam zat warna golongan azine, yaitu zat warna yang mengandung cincin orthoquinonoid yang dihubungkan dengan bentuk cincin lainnya melalui 2 atom N. Untuk nonwarna, aquades dibuang dan diganti dengan glycerin jelly kemudian dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 70o C selama 5 menit. Glycerin jelly yang digunakan sangat sedikit agar polen tidak terlelu menyebar ketika diamati di bawah mikroskop. Selanjutnya dilakukan mounting dengan cara menuangkan bahan ke objek glass sebelum bahan dingin kemudian menutup dengan deg glass dan mengolesi tepi deg glass dengen cutex. Mounting atau penutupan ini merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat, dimana serbuk sari diambil dari dasar tabung centrifuge kemudian diletakkan pada salah satu sisi object glass. Kemudian, di masing-masing sisi dari serbuk sari yang diletakkan ini disusun empat potongan kecil parafin. Selanjutnya di atas serbuk sari diletakkan potongan lembaran gliserin jelli. Susunan tersebut perlu dipertimbangkan peletakannya agar dapat dihasilkan preparat yang rapi dan proporsional. Setelah penyusunan gliserin jelli, parafin, dan serbuk sari selesai, langkah berikutnya dalam mounting adalah penutupan susunan tersebut dengan cover glass. Pemanasan ditujukan untuk mencairkan parafin

4

Page 5: mikroteknik asetolisis

dan gliserin jelli agar dapat menutup serbuk sari, sehingga dihasilkanlah preparat serbuk sari yang tahan dalam selang beberapa waktu. Untuk pewarnaan safranin dan Kristal violet, dilakukan perlakuan yang sama seperti nonwarna, namun sebelumnya dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit terhadap bahan yang telah dicampur dengan 2 tetes safranin/ Kristal violet dan aquades. Langkah terakhir setelah diperoleh tiga preparat adalah mengamati dengan mikroskop dan mengambil gambarnya.

E. PEMBAHASANMetode asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari

dengan menggunakan prinsip melisiskan sel serbuk sari dengan AAG dan H2SO4

sehingga mendapatkan hasil informasi berupa morfologi dinding serbuk sari dan ornamenasi dari serbuk sari tersebut (Modul Praktikum). Asetolisis merupakan reaksi kimia untuk menurunkan polimer selulosa dan bahan organik melalui pergantian grup hidroksil dengan grup asetil (Winantris, Syafri, & Rahardjo, 2012). Keuntungan dari metode ini adalah menghasilkan polen lebih bersih sehingga morfologi polen dapat terlihat lebih jelas di bawah mikroskop cahaya (Hense dkk, 2009, Jones & Rowe, 1999) (Winantris, Syafri, & Rahardjo, 2012).

Berikut ini deskripsi pollen menurut Septina (2004) dalam skripsi berjudul Hubungan Kekerabatan Beberapa Tanaman Murbei (Morus sp) Berdasarkan Morfologi Polen. Butir polen adalah mikrospora tumbuhan berbiji yang mengandung mikrogametofit masak atau belum masak (Abercrombie et al., 1993). Serbuk sari berada dalam kepala sari (antera) tepatnya dalam kantung yang disebut ruang serbuk sari (theca). Menurut Kapp (1969), Faegri dan Iversen (1989) ukuran polen bervariasi antara 5 µ sampai lebih dari 200 µ. Sebagian besar polen berukuran antara 20 – 50 µ. Menurut Faegri dan Iversen (1989) polen mempunyai dua lapis dinding sel, yaitu lapisan dalam (intine) dan lapisan luar (exine). Intine adalah dinding pektoselulosa yang tipis yang mengelilingi butir polen yang masak dan exine merupakan lapisan di luar intine yang komponen utamanya adalah sporopolenin, suatu substansi keras yang memberikan daya tahan yang hebat kepada dinding butir polen (Fahn, 1991). Sifat polen yang penting dalam mempelajari polen yaitu unit polen, polaritas polen, simetri polen, bentuk polen, tipe dan jenis aperture serta ornamenasi exine (Erdtman, 1952). Sebagian besar tanaman memiliki bentuk unit polen monad, pada beberapa genus ada yang tetrad, diad, dan poliad (Faegri & Iversen, 1989). Polaritas polen ditentukan dari kutub distal yang terletak pada permukaan distal dan kutub proksimal yang terletak pada kutub proksimal. Polen dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu isopolar (bidang equatorialnya membagi polen menjadi belahan yang sama) dan heteropolar (mempunyai aksis polar yang tidak sama). Simetri polen dibagi menjadi dua tipe yaitu radial dan bilateral. Menurut Kapp (1969), berdasarkan tipe aperturanya, butir polen diklasifikasikan sebagai berikut: inaperture, monoporate, diporate, triporate, stephanoporate, periporate, monocolpate, dicolpate, tripcolpate, stephanocolpate, heterocolpate, syncolpate, stephanocolporate, pericolporate, dan tricomocolporate. Beberapa tipe ornamentasi exine menurut Kremp (1965) antara lain: regulate, striate, reticulate, foveolate, verrucate, pilate, capillate, baculate, dan echinate.

5

Page 6: mikroteknik asetolisis

1. Bauhinia purpureaGambar praktikum Gambar searching

Safranin

Berikut karakteristik polen Bauhinia purpurea berdasarkan Bahan Ajar Paleobotani (halaman 42). Memiliki unit polen monad; tipe aperture trikolpat, trikolporat, 3-6 porat, atau heteroporat; bentuk oblat sampai prolat; ukuran 15-75 x 11-63 µm; struktur dinding tektat, tektum psilat (unsur ornamentasi seperti pada klavat, tetapi bagian apikalnya menggembung), skabrat (unsur ornamentasi berbentuk isodiametrik, ukuran tidak lebih besar dari 1µm), verukat (unsur ornamentasi berbentuk isodiametrik, dan tingginya lebih dari 1µm), atau gemat (unsur ornamnetasi berbentuk isodiametrik, dan besarnya lebih dari 1µm). Polen bunga yang kami dapatkan kemarin terlalu kecil sehingga hasilnya kuraang jelas untuk di amati pada pewarnaan maupun non warna.

2. Pollen Hibiscus rosasinensisGambar praktikum Gambar searchingSafranin

Non warna ------------------fast green

6

aperturaeksin

intin

polenkit

Non

warna

Fast

green

polen

polenapertura

eksin

Polenkit

intin

eksin

ornamentasi

intin

Page 7: mikroteknik asetolisis

DeskripsiHibiscus rosasinensis termasuk dalam famili Malvaceae. polen Hibiscus rosasinensis berdasarkan Bahan Ajar Paleobotani (halaman 43). Memiliki tipe apertura pantoporat, trikolporat, atau triporat; bentuk sferoidal atau sub-oblat; lebar 60-220 µm atau 50-60 x 50- 65 µm; struktur dinding serbuk sari tektat, tektum ekinat (unsur ornamenasi berbentuk seperti duri), unsur ornamentasi berupa spina atau bakula, panjang spina 4-30 µm, bakula terdapat dalam dua ukuran: 4-30 µm daTI 1-2 µm; seksin granulat.Pada semua jenis pewarnaan, polen ini terlihat jelas bentuknya.

3. Pollen Hibiscus tiliaceusGambar praktikum Gambar searchingSafranin 40x

Non warna 40x

Fast green 40x

1. Ornamentasi exine2. Intine3. Exine

7

1

2

3

2

1

1

3

2

ornamentasiornamentasi

eksineksin

intinintin

Page 8: mikroteknik asetolisis

1. Ornamentasi exine2. Intine3. ExineDeskripsi

Hibiscus tiliaceus termasuk dalam famili Malvaceae. Deskripsi polen Hibiscus tiliaceus berdasarkan Bahan Ajar Paleobotani (halaman 43). Memiliki tipe apertura pantoporat, trikolporat, atau triporat; bentuk sferoidal atau sub-oblat; lebar 60-220 µm atau 50-60 x 50- 65 µm; struktur dinding serbuk sari tektat, tektum ekinat (unsur ornamenasi berbentuk seperti duri), unsur ornamentasi berupa spina atau bakula, panjang spina 4-30 µm, bakula terdapat dalam dua ukuran: 4-30 µm daTI 1-2 µm; seksin granulat. Morfologi polen Hibiscus tiliaceus memiliki ciri sebagai berikut:

a. Simetri: Radialb. Bentuk: Sferoidalc. Polaritas: Isopolard. Apertura: Pantoporatee. Tipe ornamen exine: Echinate (Praphakar dan H. Ramakrisna, 2014)f. panjang polen lebih dari 6 um dan diameter lebih dari 100 um.g. jumlah apertur lebih dari 6 atau banyak pada permukaan yang disebut poly

Tipe apertur disebut porat karena apertur berbentuk bulat (port) serta posisi aperture yang sering disebut dengan awalan panto karena aperture tersebar di seluruh permukaan butir polen. Posisi apertur terdapat di daerah ekuatorial. Sehingga secara umum apertur sering disebut polypantoporat. Sedangkan untuk tipe ornamentasi yang dikenal dengan tipe ekinat artinya unsur ornamentasi berbentuk seperti dun. Dari hasil pengamatan terlihat polen Hibiscus tilaceus berupa polen tunggal. Sebagian besar polen Angiospermae merupakan polen yang soliter dan bebas, masing-masing berkembang dari mikrospora tunggal. Berdasarkan indeks P/E bentuk polen Hibiscus tilaceus yang diamati sebagian besar termasuk kelas bentuk prolat sferoidal.

4. Acacia filiformis

Gambar praktikum Gambar searchingNon warna

Safranin

1. Dinding theca2. Ruangan polen3. Plasenta

8

Ornamentasi

Eksin

Intine

Sitoplasma

Pollen tetrad

Page 9: mikroteknik asetolisis

Fast green

DeskripsiAcacia sptermasuk ke dalam famili Mimosaceae (Elias, 1981). Boulos L,

1983; Elias (1981) menjelaskan karakteristik pollen yang terlihat adalah tepat berupa bentuk individual unit, sebagai tetrad, octad, atau polyad, yang kebanyakan terdiri dari 16 dan 32 monad. Menurut Guinet (1981) sebagian besar pola struktural dari butir pollen adalah granular dengan lubang apertura yang biasa, meskipun begitu butir pollen dengan colporate dan extraporate apertura dapat terlihat, namun colpate apertura tidak terdapat pada butir pollen Mimosoidae.

Berdasarkan jurnal Berdasarkan jurnal Palynological Study Of Soil Sample Collected From An Archaeological Site (Gulabi Bagh) In Lahore, Pakistan, diketahui bahwa palynomorph dari Acacia sp yaitu Polyad butir pollen sebanyak 16, 8 butir pollen terletak di tepi dan 8 butir yang lain berada di tengah yang terbagi menjadi dua bagian, dimana tiap bagian memiliki 4 butir pollen, ukuran sedang hingga besar. Individual sel berbentuk subglobose. Tipe ornamen verrucate.

Di bagian tepidan kotak di bagian tengah, butir pollen memiliki tipe 3 porate,prolate menuju subspherical permukaan pada bagian periferal melingkar butir pollen.Prilate memiliki tipe granulate, testat, memiliki ukuran pori yang berbeda,diameter pori 1.8μm, ukuran periferal butir pollen 8.4μm. Heteropolar,dengan tebal exine 2.8μm.

5. Muntingia calaburaGambar praktikum Gambar searching

9

Pollen tetrad

Sitoplasma

eksin

intin

Ornamentasi

Page 10: mikroteknik asetolisis

Fast green 40 x

Non warna 10x

Safranin 10x

Deskripsibagian yang terlihat adalah kotak sari atau theca dari bunga talok, dan bukan

merupakan polen dari bunga talok itu sendiri. Pada preparat non warna, theca berwarna kehitaman yang mana pada satu theca tersebut memiliki 2 ruangan. Pada pewarnaan safranin, theca berwarna merah dan terdiri atas 2 ruangan. Terdapat juga pada preparat fast green yang memiliki 2 ruangan dengan warna theca biru kehijauan. Di dalam ruang theca tersimpan banyak polen, yang mana saat polen sudah masak theca akan pecah dan polen berhamburan keluar theca untuk melakukan polinasi. Masing-masing theca terlihat sedikit terpisah, dan dihubungan oleh struktur sempit yang disebut plasenta.

6. Bunga terompet GAMBAR PRAKTIKUM GAMBAR SEARCHING

10

Dinding kotak polen

Page 11: mikroteknik asetolisis

Fast green 40x

Non warna 20x

Safranin 40x

1. Ornamentasi exine2. Exine3. Intine4. Apertura berbentuk pori

DeskripsiPolen mempunyai dua lapisan dinding sel, yaitu intin lapisan yang di dalam dan

eksin yang di bagian luar (Septina, 2004). Intin adalah dinding sel yang terdapat pada bagian dalam dan mengelilingi protoplasma, dengan zat penyusun sebagian besar adalah selulosa. Lapisan intin bersifat seperti selaput, tipis dan lunak. Pada bagian luar terdapat lapisan dinding yang disebut eksin, memiliki sifat keras dan tebal, serta daya tahan yang luar biasa terhadap suhu yang tinggi dan pemberian asam dan basa. Pada permukaan eksin terdapat lubang-lubang kecil (pori) yang digunakan untuk berkecambah (Kapp, 1969) (http://bio.unsoed.ac.id/sites/default/files/B1J010075-10.pdf).

Polen iniberbentuk bulat dan bersimetri radial. Memiliki unit polen monad. Memiliki tipe aperture pantoporate. Sedangkan menurut Erdtman (1952) dalam Mulyani (2006), tipe aperture adalah porus, yaitu tipe aperture/ tingkap yang berbentuk melingkar. Butir polen oblate, sumb kutun yang pendek dari diameter tengah. Indeks P/E : 0,5 – 0,75 mikro. Area tertragonal dibentuk oleh duri dan punggung bacula disekitar daerah ekstrapolar. Tipe ornamen exin echinate denganduri yang ramping yang bagian akhirnya tumpul dan bentuk sferoidal dan polaritas berupa isopolar. Jumlah apertura banyak pada permukaan pollen.

F. KESIMPULAN

11

Ornamentasi

eksin

intin

Page 12: mikroteknik asetolisis

Metode asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari dengan menggunakan prinsip melisiskan sel serbuk sari dengan AAG dan H2SO4 sehingga mendapatkan hasil informasi berupa morfologi dinding serbuk sari dan ornamenasi dari serbuk sari tersebut. Tahapan : - Fiksasi : usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan, dalam hal ini

serbuk sari agar tetap pada tempatnya, dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif. Fiksasi umumnya memiliki kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel, sehingga bagian-bagian dalam sel tersebut mudah terlihat di bawah mikroskop. Tetapi tidaklah berarti banyak, karena tanpa diwarnai bagian-bagian jaringan tidak akan dapat jelas dibedakan satu sama lain, dan untungnya fiksatif mempunyai kemampuan untuk membuat jaringan mudah menerap zat warna. Menggunakan AAG 45%. Asam asetat dapat mengendapkan nukleoprotein, tetapi melarutkan histon dalam nukleus, tidak melarutkan lemak, juga bukan pengawet karbohidrat. Daya penetrasinya cepat, tetapi dapat membengkakkan jaringan.

- Sentrifugasi : memisahkan larutan dengan serbuk sari- Penggantian larutan dengan campuran AAG 45% dengan asama sulfat pekat : penambahan

H2SO4 dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:9 ini berfungsi melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari (asetolisis), sehingga setelah dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan terlihat lebih jelas dibandingkan dengan sebelum asetolisis. Selain itu, asetolisis ini juga berfungsi seperti proses fiksasiPemanasan : mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari. 

- Pencucian : mendapatkan serbuk sari yang bersih tanpa ada sisa zat kimia seperti fiksatif dalam serbuk sari yang akan dibuat preparat 

- pewarnaan (Staining ) : memperjelas bentuk ornamen dinding sel serbuk sati serta mempermudah mengetahui ukuran serbuk sari

- Penutupan ( Mounting ) : Dipertimbangkan peletakannya agar dapat dihasilkan preparat yang rapi dan proporsional

- Labelling : pemberian nama spesies dan sesuai zat warnaDigunakan 3 macam pewarnaan preparat, yaitu non warna, safranin, dan fast

green. Preparat non warna umumnya menghasilkan polen berwarna coklat, safranin berwarna merah, dan fast green berwarna hijau kebiruan. Dari hasil praktikum, dapat dilihat morfologi dan ornamenasi dinding polen dari berbagai bunga yang digunakan, meski pada beberapa polen hanya terlihat bagian thecanya saja.Sifat polen yang penting dalam mempelajari polen yaitu unit polen, polaritas polen,

simetri polen, bentuk polen, tipe dan jenis aperture serta ornamenasi exine

G. DAFTAR PUSTAKAhttp://bio.unsoed.ac.id/sites/default/files/B1J010075-10.pdfBahan Ajar Paleobotani dari:http://elisa1.ugm.ac.id/files/susandarini/1ySjRED5/Pengantar%20Paleobotani.pdfhttp://blogs.unpad.ac.id/beaver2009/2011/01/ diakses 29 Oktober 2015 Francisco Hilder Magalha. 2009. Pollen morphology of the shrub and arboreal flora of

mangroves of Northeastern Brazil. Wetlands Ecol Manage 17:423–443 R. Praphakar dan H. Ramakrisna. 2014. Palynodiversity in Boat Mandal Forest Division of

Addilabad District, Telangana State, India. International Journal of Pharmacy and Life Science

Septina, Sendy. 2004. Hubungan Kekerabatan Beberapa Tanaman Murbei (Morus sp) Berdasarkan Morfologi Polen. Semarang: Universitas Diponegoro

Winantris, Syafri, I., & Rahardjo, A. (2012). Oncosperma Tigillarium Merupakan Bagian Palino Karakter Delta Plain di Delta Mahakam, Kalimantan. Bionatura, 232-240.

12

Page 13: mikroteknik asetolisis

H. LAMPIRAN- Dokumentasi praktikum

Surakarta, 29 Oktober 2015

Mengetahui,Asisten

. NIM.

Praktikan

ARFENDA HL NIM. K4313013

13

Page 14: mikroteknik asetolisis

14