Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

22
Metode Pemanenan Perkebunan teh 1. Analisis Petik dan Pucuk Untuk mengevaluasi pelaksanaan pemetikan setiap hari, baik cara pemetikan, bekas petikan maupun hasilnya, perlu dilaksanakan analisis pemetikan yang terdiri dari analisis pucuk dan analisis petik. Analisis pucuk dan analisis petik ini dilakukan setelah pembeberan. Analisis Petik Analisis petik adalah pemisahan menurut formula pucuk hasil petikan (tanpa potesan). Kegunaan analisis petik adalah untuk menilai ketepatan pelaksanaan kebijakan pemetikan dan kondisi tanaman, antara lain: a. Menilai kondisi tanaman, tanaman yang kurang sehat ditandai dengan banyaknya persentase pucuk burung. b. Menilai ketepatan pelaksanaan pemetikan, baik daur petik maupun cara pemetikannya: Daur pemetikan panjang akan tampak dalam analisis persentase pucuk kasar (p+4, b+1t, b+2t, b+3t). Daur petik yang pendek sesuai kondisi akan tampak persentase pucuk medium p+2, p+3, b+1m dan b+2m akan meningkat. Menilai ketelitian pemetik. Cara pelaksanaan analisis petik, yaitu: a. Analisis dilaksanakan setiap hari oleh petugas khusus kemudian dievaluasi oleh mandor besar dan sinder afdeling. 10

Transcript of Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

Page 1: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

Metode Pemanenan Perkebunan teh

1. Analisis Petik dan Pucuk

Untuk mengevaluasi pelaksanaan pemetikan setiap hari, baik cara pemetikan, bekas

petikan maupun hasilnya, perlu dilaksanakan analisis pemetikan yang terdiri dari analisis

pucuk dan analisis petik. Analisis pucuk dan analisis petik ini dilakukan setelah pembeberan.

Analisis Petik

Analisis petik adalah pemisahan menurut formula pucuk hasil petikan (tanpa potesan).

Kegunaan analisis petik adalah untuk menilai ketepatan pelaksanaan kebijakan pemetikan

dan kondisi tanaman, antara lain:

a. Menilai kondisi tanaman, tanaman yang kurang sehat ditandai dengan banyaknya

persentase pucuk burung.

b. Menilai ketepatan pelaksanaan pemetikan, baik daur petik maupun cara

pemetikannya:

Daur pemetikan panjang akan tampak dalam analisis persentase pucuk kasar

(p+4, b+1t, b+2t, b+3t).

Daur petik yang pendek sesuai kondisi akan tampak persentase pucuk medium

p+2, p+3, b+1m dan b+2m akan meningkat.

Menilai ketelitian pemetik.

Cara pelaksanaan analisis petik, yaitu:

a. Analisis dilaksanakan setiap hari oleh petugas khusus kemudian dievaluasi oleh mandor

besar dan sinder afdeling.

b. Dari setiap kemandoran diambil contoh (sampel) pucuk untuk kemudian dianalisis.

Analisis Pucuk

Analisis pucuk adalah pemisahan menurut formula keadaan pucuk muda-tua (dengan

potesan). Analisis pucuk bertujuan untuk mengevaluasi mutu pucuk yang merupakan dasar

pendugaan mutu hasil olahan, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Analisis pucuk dilaksanakan di pabrik oleh petugas khusus.

b. Kriteria pucuk medium :

Pucuk medium (p+2, p+3, b+1m, b+2m).

10

Page 2: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

Kondisi pucuk segar dan mulus.

Bebas dari bahan di luar pucuk yang dapat menimbulkan kontaminasi.

Cara pelaksanaan analisis pucuk, yaitu :

a. Contoh pucuk diambil sebanyak 1 kg, dari pucuk yang telah dibeberkan di atas trough,

secara acak per kemandoran, saat pucuk tiba di pabrik.

b. Dari 1 kg contoh pucuk diambil lebih kurang 100 g untuk dipisahkan sesuai formula

pucuknya.

c. Lembar daun yang terkena hama-penyakit dikeluarkan dari analisis.

d. Masing-masing kelompok formula pucuk hasil pemisahan ditimbang.

e. Angka persentase formula pucuk diperoleh dengan membandingkan berat dari kelompok

pucuk yang bersangkutan dengan berat total pucuk contoh dikalikan 100%.

2. Pelayuan

Pelayuan merupakan proses tahap awal dari rangkaian tahap pengolahan teh hitam.

Pelayuan menggunakan aliran udara segar yang dialirkan melalui bagian bawah palung

dengan tujuan untuk: Menurunkan kandungan air bebas sampai kadar air tertentu, Membuat

daun menjadi lemas, tidak mudah patah dan mudah digulung,Mengurangi jumlah air yang

harus diuapkan dalam proses pengeringan,Memberi kesempatan terjadinya perubahan

senyawa kimia dalam daun. Perubahan kimia berlangsung setelah pucuk dipetik di kebun

sampai proses pelayuan. Dalam proses pelayuan ini terdapat 3 kegiatan, yaitu pembeberan,

pelayuan itu sendiri dan turun layu.

3. Pembeberan

Pembeberan berfungsi untuk meratakan pucuk segar di palung pelayu agar

ketebalannya merata. Penguapan air dipengaruhi oleh ketebalan dan kerataan beberan.

Beberan yang terlalu tebal akan mengahalangi aliran udara dari bagian bawah withering

trough ke pucuk yang terletak di bagian atas sehingga derajat layu tidak seragam.Pucuk segar

yang telah ditimbang diletakkan di atas monorail yang berjalan mengitari withering trough.

Kemudian pucuk segar diturunkan dari monorail, dimasukkan dalam withering trough dan

diratakan. Dengan batas maksimum setiap withering trough 1.500 kg. Tinggi hamparan

kurang lebih 30-40 cm.

Page 3: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

Pembeberan pucuk dilakukan dari ujung yang berlawanan arah dengan fan, agar udara

segar tertahan oleh pucuk yang telah dibeberkan di ujung withering trough. Kemudian

dilakukan pengkiraban dengan hamburan. Pengkiraban merupakan pembalikan pucuk.

Pembalikan ini bertujuan untuk memindahkan posisi pucuk yang semula di atas dipindahkan

ke bagian bawah sehingga pelayuan berlangsung sempurna, selain itu untuk memisahkan

pucuk yang masih lengket. Udara segar yang digunakan dialirkan dengan menggunakan fan.

Fungsi udara segar adalah untuk mempercepat proses pelayuan dan menghilangkan air di

permukaan daun. Setelah pembeberan, dilakukan analisis pucuk dan analisis petikan. Syarat

untuk analisis pucuk sekurang-kurangnya 65% dan optimalnya 70%, sementara untuk analisis

petik 70%.

4. Pelayuan

Pelayuan pada dasarnya menurunkan kadar air pucuk sampai 68-76% basis basah untuk

proses CTC. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pelayuan adalah 14-16 jam. Suhu pada

proses pelayuan di pabrik Ciater berkisar antara 20-22 ˚C tergantung dari cuaca luar, apabila

malam hari suhunya bisa di bawah 20 ˚C. Besarnya udara yang dialirkan pada withering

trough dari fan adalam sebesar 15-20 CFM/kg. Untuk mendapatkan hasil layu yang baik,

perlu dilakukan pembalikan pucuk 2-3 kali dan apabila pucuk terlalu kering, fan dihentikan

dan pintu withering trough dibuka sehingga kuantitas udara yang mengenai pucuk berkurang.

Prosentase kerataan layu di pabrik Ciater adalah berkisar 90%. Pelayuan dihentikan jika:

Pucuk layu sudah berwarna kekuningan;

Jika pucuk layu digenggam akan membentuk gumpalan, jika dilepas akan

mengembang secara perlahan; dan

Tangkai daun lentur, jika dibengkokkan tidak patah.

Namun, pada kenyataannya, sering dijumpai pucuk yang kadar airnya belum mencapai

kadar air yang ditentukan meskipun waktu pelayuannya melebihi 28 jam. Menurut

Kustamiyati (1982), selama proses pelayuan terjadi perubahan-perubahan kimia, antara lain:

Kandungan zat padat menurun; Kandungan pati dan gum menurun, kadar gula meningkat;

Kandungan protein menurun dan asam amino meningkat karena terjadi pembongkaran

protein menjadi asam-asam amino; Kadar katekin meningkat karena kandungan air turun;

dan Sebagian klorofil berubah menjadi feoforbid.

Page 4: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

5. Turun Layu

Merupakan proses pemindahan pucuk dari ruang pelayuan ke ruang penggilingan.

Pengambilan pucuk layu dengan menggunakan tong-tong yang dilewatkan monorail

berwarna kuning. Kemudian pucuk dimasukkan ke lorong menuju GLS. Selama proses

pelayuan, terdapat hal-hal yang mempengaruhi proses, antara lain:

Kondisi Pucuk Teh

Pucuk dapat berupa pucuk kasar, halus, tua, dan muda. Ditinjau dari keadaan airnya

terdapat pucuk kering dan pucuk basah. Pucuk teh yang muda dan halus, layunya

lebih cepat daripada pucuk kasar, sedangkan pucuk kering layunya lebih cepat

daripada pucuk teh basah.

Suhu dan Kelembaban Udara

Suhu pelayuan dianjurkan tidak melebihi 28 °C karena pada suhu di atas 28 °C,

bagian protein dari enzim mulai terdenaturasi sehingga enzim menjadi inaktif dan hal

ini dapat menghambat reaksi oksidasi enzimatis pada tahap pengolahan berikutnya

atau bahkan dapat menyebabkan tidak terjadinya reaksi oksidasi enzimatis tersebut.

Tidak terjadinya atau terhambatnya reaksi oksidasi enzimatis akan menyebabkan

sifat-sifat khas (warna, rasa, dan aroma) teh hitam yang diinginkan tidak terbentuk

(Arifin, 1994). Kelembaban udara yang digunakan pada proses pelayuan di pabrik

Ciater adalah 90-98%.

Waktu Pelayuan

Pelayuan yang dilakukan di pabrik Ciater berkisar antara 14-16 jam. Pelayuan yang

terlalu cepat akan menghasilkan teh yang berbau harum tetapi sifat-sifat lainnya

kurang. Sedangkan pelayuan yang lama akan menghasilkan teh dengan air seduhan

berwarna gelap, rasa sepat, dan bau tidak enak.

Tebal Hamparan

Tebal hamparan pucuk di palung pelayuan di pabrik Ciater adalah sekitar 30-40 cm,

tergantung dari banyaknya produksi. Apabila produksi sedang banyak, maka biasanya

tebal hamparan lebih tebal dari 40 cm. Akan tetapi hamparan pucuk teh tidak boleh

Page 5: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

terlalu tebal karena dapat menyebabkan panas udara tidak merata sehingga pelayuan

menjadi lebih lama.

Untuk mengetahui kadar air pada saat pelayuan apakah sudah sesuai standar atau

belum, yaitu dengan cara mengambil sampel sebanyak ±100 g pucuk layu secara acak dari

withering trough setiap ±6 jam sekali pada awal pembeberan, pertengahan, dan menjelang

turun layu. Setelah itu dari sampel diambil 3-5 g kemudian diiris tipis-tipis dengan ketebalan

±1 mm dan diukur kadar airnya dengan alat Mettler Toledo. Apabila hasil pengukuran kadar

air sudah mencapai 69-73% basis basah, maka hasil pelayuan segera dimasukkan ke ruang

penggilingan. Sementara itu, jika daun teh tidak mencapai kadar layu yang ditentukan maka

waktu pelayuan akan ditambah.

6. Penggulungan dan Penggilingan

Proses ini merupakan proses penting karena proses pembentukan mutu teh secara fisik

dan kimiawi. Pada proses CTC, tidak dilakukan proses sortasi basah. Tetapi, sesuai dengan

namanya, yaitu Crushing, Tearing dan Curling, proses penggilingannya meliputi 3 hal, yaitu

perobekan (pemotongan), pengepresan dan penggulungan.

Tujuan penggilingan dan penggulungan yaitu:

a. Memperkecil ukuran pucuk teh layu;

b. Menggiling pucuk teh agar cairan sel keluar semaksimal mungkin sehingga terjadi

kontak dengan oksigen, enzim dan substrat sehingga terjadi oksidasi enzimatis; dan

c. Mengoptimalkan terbentuknya inner quality.

Untuk penggilingan awal digunakan mesin Rotorvane (RV) “15 dan jumlah mesin

CTC ada 4 buah. Penggilingan pada proses CTC ini dimulai dari ketika pucuk teh layu

diturunkan dari ruang pelayuan ke ruang penggilingan melalui corong menuju GLS (Green

Leaf Shifter). GLS digunakan untuk memisahkan pucuk layu dengan kotoran seperti tangkai,

pasir, logam sehingga kotoran tidak merusak pisau CTC dan membuat macet pisau CTC.

Dari GLS, masuk ke RV untuk dilakukan penggilingan awal. Pada alat ini, pucuk belum

sepenuhnya halus. Tujuan penggilingan awal ini untuk memudahkan penggilingan berikutnya

di mesin CTC. Setelah masuk CTC, potongan pucuk akan dirobek lagi, dipress dan digulung

sehingga dihasilkan bubuk teh yang sangat halus. Selanjutnya menuju CFU (Continuous

Fermenting Unit) untuk proses fermentasi.

Page 6: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

Dalam proses ini pucuk daun teh digulung menggunakan Rotorvane (RV). Pada proses

yang menggunakan gilingan persiapan BLC pucuk tergiling setelah melewati roll ke-3 masih

memiliki ukuran yang kurang seragam. Sementara pada proses yang menggunakan RV,

pucuk tergiling yang telah melewati pisau roll ke-3 telah memiliki ukuran yang seragam

sehingga dapat segera dilanjutkan pada tahap fermentasi. Singkatnya, untuk mendapatkan

hasil gilingan yang optimal, proses CTC dengan BLC memerlukan minimal 4 pisau roll CTC

sedangkan proses CTC dengan RV memerlukan minimal 3 pisau roll CTC.

Untuk mendukung proses ini, suhu udara ruangan adalah 18-24 °C dan kelembaban

relatif udaranya adalah 90-98%. Kadar air bubuk teh hasil penggilingan adalah 72,4% basis

basah. Untuk mempertahankan suhu udara dan kelembaban relatif udara yang dipersyaratkan

dan dapat menghasilkan teh yang baik maka dipasang humidifier untuk menjaga kelembaban

udara dan suhu ruangan. Selama proses penggilingan dan penggulungan, terjadi perubahan

fisik maupun kimia pada pucuk yang sudah tergiling.

7. Perubahan Fisik

Perubahan fisik yang terjadi pada pucuk teh layu pada proses CTC adalah (1) Pucuk teh

layu akan terpisah dari kotoran seperti tangkai, pasir dan logam menggunakan GLS; (2)

Pucuk teh akan mengalami pengecilan ukuran menjadi bubuk kasar teh menggunakan

Rotorvane; (3) Bubuk kasar teh akan mengalami perobekan, pengepresan dan penggulungan

menjadi bubuk teh halus menggunakan CTC; dan (4) Bubuk halus teh akan mengalami

perubahan warna menjadi hijau kecoklatan.

8. Perubahan Kimia

Perubahan kimia selama proses penggilingan ini yaitu terjadinya peristiwa oksidasi

enzimatis yaitu karena adanya kontak antara substrat polifenol dengan enzim polifenol

oksidase yang dibantu dengan oksigen. Reaksi ini akan membuat warna bubuk teh menjadi

kecoklatan karena hasil dari reaksi ini adalah senyawa quinon yang menyebabkan bubuk

berwarna coklat.

9. Fermentasi (Oksidasi Enzimatis)

Fermentasi merupakan proses pembentukan sifat-sifat teh yang paling penting dalam

pengolahan teh hitam. Proses ini lebih tepat jika disebut sebagai proses oksidasi enzimatis,

karena reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasi senyawa polifenol dengan enzim polifenol

Page 7: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

oksidase dengan adanya oksigen. Sifat-sifat teh hitam yang terpenting seperti warna, aroma,

rasa, dan warna air seduhan timbul selama proses ini.

Fermentasi dalam pabrik teh ialah bercampurnya zat-zat yang terdapat di dalam cairan

sel yang terperas keluar selama proses penggilingan yang selanjutnya mengalami perubahan

kimiawi dengan bantuan enzim-enzim dan oksigen dari udara (Lehninger et al, 1951;

Adiprayoga, 1971; Eden, 1958). Tujuan dari oksidasi enzimatis ini adalah untuk memberikan

kesempatan terjadinya reaksi oksidasi enzimatis antara substrat polifenol dengan enzim

polifenol oksidase pada pucuk teh yang dibantu oleh oksigen.

Oksidasi senyawa polifenol, terutama epigalochatekin dan galatnya akan menghasilkan

quinon-quinon yang kemudian akan mengkondensasi lebih lanjut menjadi senyawa-senyawa

bisflavanol, teaflavin dan tearubigin. Proses kondensasi dan polimerasi berjalan membentuk

substansi-substansi tidak larut.

Jumlah total antara teaflavin dan tearubigin mempengaruhi rasa teh (Roberts, 1958).

Untuk teh kering yang berkualitas baik, yaitu baik kekuatan dan kesegarannya, maka jumlah

teaflavin dan tearubigin kemungkinan mempunyai perbandingan 1 : 10 atau 1 : 12. Tetapi

untuk teh yang kekurangan kesegaran dan kekuatan, kemungkinan mempunyai perbandingan

1 : 20 atau lebih (Harler, 1970). Teaflavin berhubungan erat dengan karakteristik air seduhan

(liquor) seperti kecerahan (brightness), kesegaran (briskness), dan kekuatan (strength).

Sedangkan tearubigin berhubungan dengan penampakan terutama warna air seduhan.

Pada sistem CTC, proses fermentasi dilakukan pada CFU (Continuous Fermenting

Unit). CFU merupakan conveyor berjalan. Setelah keluar dari mesin CTC, bubuk teh segera

masuk ke CFU melalui conveyor. Pada CFU terdapat alat penggaru yang berfungsi untuk

meratakan bubuk teh yang melalui CFU sehingga tebal hamparan bubuk merata. Selain itu

ada pembalik yang berfungsi untuk membalik bubuk teh yang berada di CFU sehingga bubuk

yang awalnya berada di bawah berpindah ke atas dan yang berada di atas berpindah ke

bawah. Sepanjang bubuk teh bergerak melalui conveyor pada CFU, bubuk sedikit demi

sedikit berubah warna menjadi kecoklatan.

Sebenarnya reaksi oksidasi enzimatis sudah terjadi sejak pucuk layu dirobek oleh

Rotorvane. Sejak pucuk layu jatuh dari GLS dan masuk ke Rotorvane atau BLC, cairan sel

pucuk keluar. Cairan sel tersebut mengandung senyawa polifenol. Senyawa tersebut

kemudian bereaksi dengan enzim polifenol oksidase pada daun. Karena kontak dengan udara

sekitar (oksigen), maka terjadi reaksi oksidasi enzimatis. Kemudian bubuk teh menuju ke

pengeringan.

24

Page 8: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

Proses fermentasi harus didukung dengan adanya kondisi yang dapat menjamin

keberhasilan proses tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengendalian proses

maupun pengendalian mutu.

10. Pengendalian Proses

Pengendalian suhu dan kelembaban menggunakan humidifier agar suhu terjaga pada

range 18 – 24 °C. Apabila suhu di bawah 18 °C, maka proses fermentasi akan berjalan

lambat. Sedangkan apabila suhu terlalu tinggi, maka enzim akan rusak. Sementara

kelembaban udara yang dipersyaratkan adalah 90 – 98%. Apabila kelembaban udara di

bawah 90%, maka menyebabkan bubuk yang diproses akan mengalami penguapan air dan

menurunkan mutu teh. Pada Proses CTC, pengendalian waktu sudah diatur oleh alat.

Berjalannya CFU sudah diset sehingga waktu untuk fermentasi sudah diatur. Waktu

fermentasi pada sistem CTC adalah 60 – 120 menit. Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi

pada sistem CTC cukup singkat, karena pada sistem CTC prosesnya continue.

Pengaturan keadaan bubuk selama proses fermentasi berlangsung. Yang dimaksud

keadaan bubuk adalah keadaan bubuk selama proses fermentasi. Meliputi suhu bubuk,

ketebalan bubuk, kerataan bubuk dan kadar air bubuk. Suhu bubuk selama proses fermentasi

diupayakan 26,7 °C. Ketebalan bubuk diatur 6 – 10 cm, dan diupayakan bubuk rata pada

setiap tray. Pengaturan ketebalan bubuk dengan garu dan pembalik. Pengaturan kadar air

bubuk terfermentasi adalah 72,4 % basis basah (untuk CTC).

11. Pengendalian Mutu

Pemeriksaan mutu hasil fermentasi secara visual dengan cara di lihat, diraba dan

dihirup aroma bubuk tehnya. Pemeriksaan mutu hasil fermentasi dengan Green Dhool Test.

Selama oksidasi enzimatis, terjadi perubahan pada senyawa polifenol yaitu katekin. Katekin

yang mengalami perubahan adalah epigalokatekin dan epigalokatekin galat, yang dengan

adanya O2 dari udara dan polifenol oksidase, katekin akan mengalami reaksi oksidasi

enzimatis membentuk ortoquinon. Sebagian ortoquinon akan diendapkan oleh protein

(Harler, 1963). Ortoquinon akan berkondensasi membentuk bisflavanol, kemudian

mengalami kondensasi lagi membentuk teaflavin yang berwarna kuning dan akan mengalami

kondensasi membentuk teharubigin yang berwarna merah dan coklat (Kirk dan Othmer,

1965). Tearubigin bersama protein yang tersedia membentuk senyawa tidak larut.

25

Page 9: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

Menurut Pintauro (1997), teaflavin akan terbentuk dalam jumlah maksimal pada jam

kesatu dan kedua dari tahap fermentasi. Pada jam berikutnya, senyawa ini akan turun dan

disusul naiknya senyawa tearubigin. Perbedaan keduanya juga akan menentukan sifat

seduhan teh seperti briskness (kesegaran), kualitas, warna dan strength (kekuatan rasa).

Teaflavin lebih banyak terbentuk pada suhu rendah.

Perubahan fisik yang terjadi selama proses oksidasi enzimatis adalah dihasilkannya

panas sebagai akibat reaksi oksidasi enzimatis dan kondensasi. Selain itu juga terjadi

perubahan warna bubuk teh dari berwarna hijau menjadi merah tembaga sebagai akibat

pembentukan tehaflavin yang berwarna kuning cerah dan teharubigin yang berwarna merah

coklat. Senyawa yang menimbulkan aroma pada teh adalah senyawa-senyawa aldehid yang

merupakan hasil oksidasi dari senyawa karotenoid. Oksidasi senyawa karotenoid

menghasilkan substansi volatil yang menimbulkan aroma pada teh (Stahl, 1969). Menurut

Bokuchava dan Skobeleva (1969), yang menimbulkan aroma teh adalah senyawa aldehid

sebagai hasil oksidasi senyawa asam amino dengan quinon dan sebagai hasil reaksi asam

amino dengan gula sederhana. Sedangkan menurut Deuss (1915) dalam Bokuchava dan

Skobeleva (1969), mengatakan bahwa aroma teh dihasilkan dari hasil dekomposisi rantai

glikosida tanin teh, menghasilkan tanin sederhana dan karbohidrat, yang selanjutnya

mengalami transformasi menjadi ester-ester. Pamaswamy (1958) mengemukakan bahwa

aroma akan bertambah baik bila kadar padatan yang larut, total zat yang dapat dioksidasi,

tehaflavin dan zat yang larut dalam asam dan dioksidasi, terbentuk dalam jumlah yang

banyak. Tetapi ada batas tertentu agar diperoleh aroma yang baik, karena aroma dapat hilang

jika oksidasi enzimatis terlalu lama.

Hasil oksidasi enzimatis yang diharapkan adalah apabila bubuk teh telah memiliki

warna merah kecoklatan (coklat tembaga) dan beraroma khas (harum). Pemeriksaan mutu

hasil fermentasi dilakukan dengan Green Dhool Test, yang bertujuan untuk memberikan

penilaian bubuk teh hasil oksidasi enzimatis untuk menentukan lamanya oksidasi enzimatis

yang optimal. Penilaian rasa dilakukan dengan menimbang 2,8 g dan diseduh dengan air

panas selama 6 menit. Selanjutnya air dituang dalam mangkuk seduhan. Penilaian rasa

dilakukan dengan mencicipi air seduhan. Kriteria penilaiannya adalah warna air (colory),

kesegaran (briskness), kekuatan (strength) dan warna ampas. Warna ampas seduhan

dilakukan dengan cara memindahkan ampas seduhan ke atas tutup cangkir, dan diamati

warna ampasnya.

26

Page 10: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

12. Pengeringan

Pengeringan merupakan proses pengaliran udara panas pada bubuk hasil fermentasi

sehingga diperoleh bubuk yang kering. Pengeringan pada pengolahan teh hitam di pabrik

Ciater dilakukan dengan VFBD (Vibro Fluid Bed Dryer). Udara panas yang digunakan untuk

pengeringan berasal dari udara luar yang dipanaskan dengan Heat Exchanger yang

menggunakan bahan bakar bahan padat berupa kayu bakar. Udara panas yang dimaksud

disini merupakan panas rambatan hasil dari pembakaran.

Udara panas yang dihasilkan kemudian masuk melaui lorong (ducting) di sebelah

bawah FVBD akibat adanya tarikan dari main fan. Selanjutnya udara panas bersih dialirkan

menuju FVBD dan udara panas kotor dibuang ke lingkungan akibat hisapan ID fan melalui

ducting. Di dalam FVBD terdapat blower yang membuat bubuk teh bergerak dancing selama

proses pengeringan. Selama proses pengeringan, akan ada serat-serat dari bubuk teh yang

terhisap ke cyclone kering dan cyclone basah. Serat yang terhisap oleh cylone basah

dikembalikan ke unit fermentasi karena serat tersebut masih dapat diproses. Sedangkan untuk

serat yang terhisap cyclone kering masuk ke karung dan dibuang karena biasanya yang

terhisap cyclone kering berupa debu dan tidak dapat diproses.

Menurut Arifin (1994), pengeringan pada pengolahan teh hitam memiliki tujuan, yaitu :

a. Menghentikan proses oksidasi enzimatis;

b. Menjaga sifat-sifat spesifik teh pada saat teh mencapai kualitas optimum; dan

c. Menurunkan kadar air sampai mencapai 2,0 – 3,5% basis basah, sehingga teh hitam

mempunyai daya simpan yang lama.

Selain itu, pengeringan pada pengolahan teh hitam juga dapat membunuh adanya

mikroba karena pada suhu tinggi mikrobia tidak tahan dan mati. Kadar air yang dapat dicapai

proses pengeringan di pabrik Ciater adalah 3% basis basah. Pengeringan pada sistem CTC

dengan menggunakan alat Vibro Fluid Bed Dryer (VFBD). Setelah proses penggilingan dan

oksidasi enzimatis, bubuk teh segera masuk ke pengeringan melalui conveyor. Suhu udara

yang masuk ke dalam mesin pengering VFBD (suhu inlet) adalah sebesar 110 – 120 ˚C dan

suhu udara yang keluar (suhu outlet) 85 – 90 ˚C.

Waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan sistem CTC di Pabrik Teh Ciater

adalah 18-24 menit. Pengeringan pada CTC lebih lama dan suhunya lebih tinggi daripada

pada pengeringan di Orthodoks. Hal ini karena kadar air dari bubuk teh pada sistem CTC

27

Page 11: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

lebih tinggi daripada sistem Orthodoks sehingga perlu waktu dan suhu yang lebih tinggi

untuk bisa mendapatkan kadar air yang rendah.

Bubuk teh masuk ke pada plat/tray VFBD. Udara panas akan mengenai bubuk teh dari

bagian bawah VFBD dengan bantuan blower. Pada VFBD, juga terdapat ball breaker yang

berfungsi untuk menghancurkan gumpalan bubuk teh. Berbeda dengan sistem Orthodoks,

pada VFBD tidak terdapat osilator yang digunakan untuk meratakan bubuk pada plat

pengering. Pada VFBD, plat pengeringnya bergerak secara vibro (getaran), sehingga bubuk

bergerak secara dancing di atas plat pengering dan menjadikan tebal bubuk merata. Jadi tidak

perlu osilator lagi untuk meratakan bubuk. Pada VFBD, juga terdapat tiga cyclone yang

prinsip kerjanya sama dengan pada FBD.

Perubahan Fisik

1. Terjadi pengurangan kadar air pada bubuk teh menjadi 2,5 – 3,5% basis basah.

2. Warna bubuk teh menjadi coklat kehitaman setelah proses pengeringan.

Perubahan Kimiawi

a. Reaksi oksidasi enzimatis terhenti karena enzim polifenol oksidase

terdenaturasi.

b. Lapisan gel pectin di permukaan bubuk teh akan mengering sehingga

permukaan bubuk teh menjadi mengkilap.

c. Pembentukan teaflavin dan tearubigin terhenti.

d. Terjadi karamelisasi karbohidrat.

Selain itu juga diperlukan adanya pengendalian mutu dalam proses ini. Pengendalian

mutu tersebut antara lain:

a. Dilakukan pengujian suhu bubuk hasil pengeringan sebelum masuk ruang sortasi.

b. Inner Test untuk pengujian teh kering yang meliputi pengujian kenampakan, rasa,

aroma, dan warna air seduhan.

c. Pengujian kadar air basis kering bubuk teh dilakukan 2 jam sekali dengan sasaran

kadar air 2,0-3,5% basis basah.

d. Bubuk teh yang diinginkan setelah pengeringan adalah yang memenuhi kriteria:

e. Bubuk teh kering berwarna coklat mengkilap.

f. Partikel bubuk teh ringan dan saling terpisah.

Page 12: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

g. Terbentuknya aroma yang kuat.

13. Sortasi Kering

Sortasi kering pada dasarnya merupakan upaya untuk memperoleh produk teh hitam

yang seragam dan baik ukurannya, bentuknya maupun beratnya, di samping teh tersebut

harus bersih dari kotoran, tulang, atau serat-serat daun. Berdasarkan dasar tersebut, maka

pelaksanaan sortasi kering meliputi: memotong/mengecilkan ukuran, mengayak,

membersihkan dari kotoran, dan menghembus teh untuk mendapatkan berat partikel yang

seragam. Bubuk halus minimal harus 70%, BP harus 5%. Jangan terlalu banyak perlakuan di

bagian sortasi karena dapat menyebabkan warna menjadi kusam

Bubuk teh hasil pengeringan dipindahkan ke ruang sortasi kering dengan conveyor.

Pemisahan berdasarkan ukuran partikel menggunakan mesin chota shifter. Pemisahan

berdasarkan kandungan tulang atau serat menggunakan midleton dan vibrex. Pemisahan

berdasarkan berat jenis menggunakan winnower. Dalam sortasi kering ini juga dilakukan

pengecilan ukuran bagian-bagian teh yang belum memenuhi standar dengan menggunakan

alat pemotong dan peremuk (druckroll dan crusher). Menurut Arifin (1994), sortasi kering

bertujuan untuk mendapatkan ukuran dan warna partikel teh yang seragam sesuai dengan

standar yang diinginkan oleh konsumen, meliputi:

a) Memisahkan teh kering menjadi beberapa grade yang sesuai dengan standar

perdagangan teh.

b) Membersihkan teh kering dari partikel-partikel lainnya seperti serat, tangkai,

batu, partikel kayu dan sebagainya.

c) Menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna pada masing-masing grade.

Untuk mendapatkan hasil sortasi yang baik dan sesuai dengan kualitas yang diinginkan,

perlu dilakukan pengendalian proses, antara lain:

1) Pengaturan Suhu Udara

Di ruang sortasi pabrik Ciater, suhu bola kering udara t(db) 22 °C dan suhu bola

basah t(wb) adalah 21 °C. Dengan suhu ini, diharapkan dapat mempertahankan

kadar air bubuk teh sehingga kadar air bubuk teh tidak naik selama proses

sortasi. Namun, untuk menjaga suhu tetap konstan sangat sulit karena

banyaknya ventilasi di ruang sortasi tersebut.

2) Pengaturan Kelembaban Udara

Page 13: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

Kelembaban udara yang dipersyaratkan selama proses sortasi adalah 80%.

Kondisi ini sesuai dengan ruangan sortasi di pabrik Ciater. Kelembaban ini

sangat penting untuk dipertahankan untuk menjaga agar bubuk teh tidak

menyerap uap air dari udara yang dapat menimbulkan kadar air bubuk

meningkat.

14. Pengepakan

Pengepakan merupakan penuangan bubuk teh ke dalam kemasan sesuai dengan berat

yang sudah ditentukan setiap grade-nya. Berat untuk setiap grade berbeda dalam setiap paper

sack. Kemasan yang digunakan adalah sack yang terbuat dari kertas namun di bagian dalam

dilapisi aluminium foil. Pengepakan mempunyai tujuan:

a) Melindungi bubuk teh dari kontaminasi mikroba ataupun kotoran fisik;

b) Memudahkan di dalam pengangkutan dan pemasaran;

c) Memperbaiki penampilan dalam rangka kepentingan penjualan; dan

d) Memudahkan di dalam penyimpanan dalam gudang (efektivitas tempat).

selanjutnya dikirim ke pabrik seinduk untuk kemudian nantinya dicampur dengan

produk dari sana dan komposisinya diatur oleh bagian teknologi. Hasil teh jadi yang

dihasilkan rasa dan aromanya tidak bisa bersaing seperti hasil teh jadi dari dataran tinggi

sehingga perlu dilakukan pencampuran di pabrik seinduk.

15. Penyimpanan

Meskipun tahap pengolahan teh terakhir adalah pengepakan, tetapi setelah dikemas, teh

dilakukan penyimpanan di gudang penyimpanan. Ruang penyimpanan sama dengan ruang

pengepakan. Hal ini untuk memudahkan penataan, sehingga setelah dilakukan pengepakan,

teh dalam sack dapat dilakukan pengechopan dan langsung ditata di ruangan tersebut.

Penyimpanan dalam bentuk chop-chop. Satu chop terdiri atas 1 bottom pallet, 1 bottom

pallet terdiri atas 20 sack. Ketinggian bottom pallet maksimal 220 cm. Hal ini untuk menjaga

agar teh yang berada di bagian bawah tidak tergencet dan tidak rusak. Kemudian, ditutup

plastik sungkup yang sebelumnya diikat dengan strapping plastik. Akhirnya, untuk chop

yang siap dipasarkan diberi tulisan “OK”.

Page 14: Metode Pemanenan Perkebunan teh.doc

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Pengaruh Wadah dan Jumlah Pengisian Pucuk Teh Terhadap Mutu Daun Segar. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Dana ARM. Pusat Penelitian Perkebunan Gambung.

Adiprayoga. 1971. Bercocok Tanam & Fabrikasi Teh. Lembaga Pendidikan Perkebunan Yogyakarta.

Arifin, S. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gembong. Bandung.

Bokuchava, M. A. and N. I. Skobeleva. 1969. The Chemistry and Biochemistry of Tea and Tea Manufacture. Advances in Food Research. USSR Academy of Science. Moscow.

Darmawan, O. 2011. Standard Operating Procedure (SOP) Aplikasi Bahan Bakar Padat (BBP) di Pabrik Teh. PT. Perkebunan Nusantara VIII (Persero).

Eden, T. 1958. Tea. 1st Edition. Longmars green and Co. London. New York. Toronto.

Halik, H. A. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Teh. PT. Perkebunana Nusantara VIII (Persero).

Harler, C. R. 1963. Tea Manufacture. Oxford University Press London.

Lehninger, H. A., H. R. Break., and E. Verhaan. 1951. Harleiding Veor de Tehe Bereiding. Deel II. De Centrale Vereniging Tot Beneer Proefstations Voor de Over Jarige culture in Indonesia Jakarta.

Kirk, R. E. and P. F. Othmer, 1965. Chemistry of Tea. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 13 2nd. John Wiley and Sons Inc. New York.

Kustamiyati, B., Ratna B., Saripah H., dan Betty D. 1987. Warna dan Rasa Seduhan Teh Hitam dengan Berbagai Macam Air Penyeduh. Buletin Penelitian Teh dan Kina. Vol 2 (1) : 29-38.

Putratama, M. 2009. Pengolahan Teh Hitam Secara CTC di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Kertamanah Pangalengan-Bandung. Universitas Gadjah Mada

Rachmat, E. 2008. Standar Operasional Prosedur Pengolahan Teh Hitam CTC. PT. Perkebunan Nusantara VIII (Persero).