MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ......

9

Click here to load reader

Transcript of MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ......

Page 1: MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ... berlangsung dalam waktu yang relatif lama atau ... terlibat akan mengalami apa yang

http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=260:tinjauan-psikologi&catid=42:widyaiswara&Itemid=203

MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN PSIKOLOGI

oleh:

*Fawziana Ratna Mustika

Pendahuluan

Kondisi sebelum abad 21 menampilkan komunikasi antar bangsa, negara, wilayah yang

tidak mudah dilakukan. Banyak keterbatasan yang dihadapi, sehingga peristiwa yang

terjadi di satu tempat tidaklah mudah diketahui oleh orang-orang yang tinggal di tempat

lain. Dunia menjadi terpisah-pisah dalam ruang dan waktu. Keterbatasan komunikasi juga

mengisolir peristiwa yang berlangsung di wilayah tertentu. Peristiwa di Jakarta, misalnya,

akan lama sekali sampai pemberitaannya di Sulawesi.

Namun, berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjelang abad 21, jarak

tampaknya tidak lagi menjadi masalah. Menit ini peristiwanya terjadi, menit berikutnya

seluruh dunia bisa mengetahuinya. Ditemukannya satelit membuat komunikasi menjadi

lebih mudah. Kemudahan komunikasi inilah yang membawa penghuni dunia ke dalam

kehidupan bersama, yang memungkinkan mereka saling berinteraksi, mempengaruhi dan

dipengaruhi, juga dalam memilih dan menentukan pandangan serta gaya hidup.

Abad 21 ditandai dengan semakin membaurnya bangsa-bangsa warga masyarakat dunia

dalam satu tatanan kehidupan masyarakat luas yang beraneka ragam tetapi sekaligus juga

terbuka untuk semua warga. Gaya hidup yang menyangkut pilihan pekerjaan, kesibukan,

makanan, mode pakaian, dan kesenangan telah mengalami perubahan, dengan kepastian

mengalirnya pengaruh kota-kota besar terhadap kota-kota kecil, bahkan sampai ke desa.

Bentuk-bentuk tradisional bergeser, diganti dengan gaya hidup global. Kesenangan

bergaya hidup internasional mulai melanda. Perbincangan mengenai pengembangan

hubungan antar negara menjadi mirip pembahasan tentang pengembangan komunikasi

antar kota dan desa. Secara psikologis kondisi tersebut akan membawa manusia pada

perubahan peta kognitif, pengembangan dan kemajemukan kebutuhan, pergeseran

prioritas dalam tata nilainya.

Kondisi dan Situasi di Abad 21

Seiring dengan perubahan jaman, masyarakat pun mengembangkan norma-norma,

pandangan dan kebiasaan baru dalam berperilaku. Era globalisasi yang mewarnai abad 21

telah memunculkan pandangan baru tentang arti bekerja. Ada yang lebih luas dari sekadar

makna mencari nafkah dan ukuran kecukupan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Orang cenderung mengejar kesempatan untuk bisa memuaskan kebutuhan aktualisasi

diri, sekaligus tampil sebagai pemenang dalam persaingan untuk memperoleh yang

terbaik, tertinggi, terbanyak.

Page 2: MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ... berlangsung dalam waktu yang relatif lama atau ... terlibat akan mengalami apa yang

http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=260:tinjauan-psikologi&catid=42:widyaiswara&Itemid=203

Perkembangan kehidupan keluarga yang mewarnai abad 21 memunculkan penampilan

ibu yang berbeda dalam peran dan fungsinya selaku penyelenggara rumah tangga dan

pendidik anak. Seiring dengan pemunculan ibu dalam kegiatan di luar rumah (bekerja,

melakukan kegiatan sosial-budaya), kehadiran ibu yang tidak lagi 24 jam di rumah

menimbulkan pertanyaan tentang hasil yang bisa diharapkan dari pola asuhan dan

pendidikan dalam situasi seperti itu. Padahal, kehadiran itu sangat diperlukan anak, tak

peduli berapapun umurnya, sebab proses pendidikan berlangsung selama masa

perkembangannya, sejak kanak-kanak sampai dewasa. Jadi, bukan hanya balita (anak

berumur di bawah lima tahun) yang memerlukan kehadiran bapak dan ibu, tetapi juga

anak pada tahapan perkembangan selanjutnya, yakni mereka yang berada dalam tahap

perkembangan kanak-kanak, pra remaja, remaja, dewasa muda, dewasa.

Masalah pendidikan anak yang mewarnai abad 21 perlu disikapi sungguh-sungguh sejak

sekarang. Bekal untuk anak agar bisa tumbuh dan berkembang sebagai sosok pribadi

yang sehat jasmani dan rohani, tangguh dan mandiri serta mampu beradaptasi dalam era

globalisasi ini menjadi semakin perlu diperhatikan kualitasnya. Kondisi abad 21 yang

memberi peluang besar bagi bangsa-bangsa di dunia untuk saling berinteraksi, sekaligus

membawa ke suasana kompetisi atau persaingan yang semakin ketat dalam memperoleh

kesempatan untuk mengisi kehidupan dan membuatnya menjadi bermakna (bisa sekolah,

bisa bekerja dan mencari nafkah, dan sebagainya). Persaingan ini memerlukan

ketangguhan dan keuletan dalam menghadapinya. Kebutuhan untuk "menjadi seseorang"

dan "menjadi bagian" yang jelas kedudukannya bisa menjadi landasan untuk

menumbuhkan motivasi pengembangan diri dan kemampuan beradaptasi. Kebutuhan ini

erat kaitannya dengan pembentukan rasa percaya diri dan menumbuhkan motivasi untuk

berusaha dan meraih kesempatan agar dapat senantiasa meningkatkan diri. Sikap yang

mandiri, tak gentar menghadapi rintangan, mampu berpikir kreatif dan bertindak inovatif

tapi juga peduli lingkungan adalah sosok yang diperlukan untuk menjalani kehidupan

dalam era globalisasi. Jelas bahwa pengembangan sikap dan perilaku tersebut merupakan

tuntutan yang lebih berat daripada hasil pendidikan yang menjadi tanggung jawab

generasi sebelumnya. Kemampuan mengantisipasi masa depan dengan berbagai alternatif

untuk mengatasi permasalahannya menjadi sangat penting untuk diperhatikan dalam

proses pengasuhan dan pendidikan anak. Situasi ini tidak hanya merupakan masalah

keluarga, melainkan juga seluruh pendukung proses pendidikan anak, yaitu masyarakat,

bangsa dan negara.

Pembentukan Perilaku di Abad 21

Hukum dapat mengarahkan masyarakat ke arah pembaruan perilaku yang sesuai dengan

kebutuhan mereka untuk dapat menghadapi berbagai tantangan, sekarang dan di masa

yang akan datang. Ditinjau dari segi budaya hukum, yaitu bagaimana masyarakat

mempersepsikan hukum, maka secara umum hukum dipersepsikan sebagai: suatu tatanan

normatif dalam kehidupan bernegara berfungsi mengatur kehidupan warganegara dengan

memberikan batasan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh

dilakukan bertujuan untuk melindungi tiap warganegara dengan mengacu pada nilai-nilai

dasar seperti kemanusiaan dan keadilan ditetapkan oleh otoritas yang legitimasinya

diakui oleh seluruh warganegara.

Page 3: MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ... berlangsung dalam waktu yang relatif lama atau ... terlibat akan mengalami apa yang

http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=260:tinjauan-psikologi&catid=42:widyaiswara&Itemid=203

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari sudut perilaku masyarakat, maka hukum

memiliki dua fungsi, yaitu: memantapkan pola perilaku masyarakat yang sudah ada dan

ingin dipertahankan dan/atau mengubah pola perilaku masyarakat yang ada saat ini ke

arah perilaku baru yang dicita-citakan.

Setiap anggota masyarakat diharapkan bisa secara mandiri memahami makna dan tujuan

ditegakkannya hukum, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terlalu memerlukan

pengawasan. Dengan demikian jumlah aparat yang diperlukan untuk pengawasan dalam

pelaksanaan hukum bisa lebih efisien. Salah satu ciri kemandirian adalah kemampuan

memilih yang benar dari yang salah berdasarkan norma atau aturan yang berlaku di satu

tempat dalam kurun waktu tertentu. Kesiapan seseorang untuk bisa mandiri dalam

membedakan yang benar dan salah berdasarkan norma yang diyakininya dan

dijadikannya sebagai pegangan dalam berperilaku memerlukan proses yang bertahap.

Menurut Lawrence Kohlberg ada tiga tahapan pokok yang dilalui seseorang untuk

mampu bersikap adil dan mengembangkan sikap dan perbuatan berdasarkan

pertimbangan moral., yaitu: Moralitas Prakonvensional. Pada tahapan ini dasar yang

menjadi pegangan dalam bersikap dan bertingkah laku adalah pujian dan hukuman yang

diberikan oleh lingkungan. Tingkah laku yang diancam hukuman tidak akan dilakukan

lagi. Sebaliknya, perbuatan yang mendatangkan pujian atau hadiah akan cenderung

diulang.

Moralitas Konvensional. Pada tahapan ini perilaku sudah lebih disesuaikan dengan norma

yang dianut dalam lingkungan sosial tertentu. Sikap dan perilaku diarahkan supaya bisa

dikelompokkan sebagai perbuatan seorang anggota atau warga masyarakat yang baik.

Moralitas Pascakonvensional. Pada tahapan ini prinsip-prinsip moral digunakan dalam

arti luas, tidak sekadar hitam putih dan tidak mengacu pada batasan-batasan sempit yang

berlaku hanya untuk kalangan masyarakat tertentu.

Perilaku masyarakat terbagi dalam tiga kelompok tersebut, yang dipengaruhi oleh proses

perkembangannya. Tingkat kematangan pribadi sangat menentukan moralitas yang

mendasari perilakunya. Ada dua mekanisme belajar yang utama dalam membentuk

perilaku manusia, yaitu: cara belajar instrumental dan cara belajar observasional.

Belajar instrumental pada dasarnya mengatakan bahwa suatu perilaku yang diikuti oleh

konsekuensi yang positif (reinforcement) akan diulangi, sedangkan perilaku yang diikuti

oleh konsekuensi negatif (punishment) tidak akan diulangi. Contoh: Bila dalam

pengalaman sehari-hari seseorang selalu mengalami bahwa "mengurus pembuatan Paspor

dengan mengikuti prosedur yang berlaku" (perbuatan menaati peraturan) membuat dia

kehilangan jam kerja berhari-hari, sedangkan dengan "mengurus pembuatan Paspor

dengan memberi uang pelicin" (perbuatan melanggar peraturan), maka menurut belajar

instrumental, dia akan cenderung memberi uang pelicin setiap kali harus mengurus

pembuatan Paspor di masa yang akan datang, walaupun perbuatan itu melanggar hukum.

Menurut persepsinya, perbuatan itulah yang menghasilkan reinforcement sedangkan

menaati hukum justru menghasilkan punishment.

Belajar observasional mengatakan bahwa seseorang dapat mempelajari perilaku baru atau

memperkuat perilaku yang sudah dimilikinya hanya dengan mengamati orang lain

(model) melaksanakan perilaku tersebut. Besarnya pengaruh perilaku model terhadap

perilaku si pengamat tergantung pada tiga hal, yaitu: penilaian pengamat tentang

Page 4: MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ... berlangsung dalam waktu yang relatif lama atau ... terlibat akan mengalami apa yang

http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=260:tinjauan-psikologi&catid=42:widyaiswara&Itemid=203

kemampuannya untuk dapat melaksanakan perilaku yang ditunjukkan oleh model

persepsi pengamat tentang hasil perilaku yang ditunjukkan model, yaitu apakah

menghasilkan konsekuensi positif atau negatif perkiraan pengamat, apakah ia akan

menghasilkan konsekuensi yang sama bila ia juga melaksanakan perilaku yang

ditunjukkan model. Misalnya, Bulan belum pernah mangkir dari pekerjaan karena hal

tersebut melanggat peraturan kerja yang ada. Namun Bulan mengamati bahwa atasan dan

rekan kerjanya yang sering mangkir tidak pernah ditegur atau dihukum, malahan dapat

menikmati uang dari hasil pekerjaan sampingan (reinforcement) yang dilakukan pada saat

mangkir kerja. Dalam situasi ini si Bulan pun akan cenderung untuk ikut mangkir kerja

dan melakukan pekerjaan sampingan, sesuai dengan perilaku model yang diamatinya.

Menurut Bandura (1986) belajar observasional dari model ini telah terbukti sebagai

sarana yang ampuh untuk meneruskan nilai-nilai, sikap dan pola perilaku dalam

masyarakat. Bila persepsi masyarakat tentang peranan hukum dikaitkan dengan kedua

mekanisme belajar tadi, maka hukum sebenarnya merupakan suatu instruksi atau

pemberitahuan dari otoritas yang diakui kewenangannya mengenai: a) perilaku yang

diharapkan dari semua individu yang dikenai oleh hukum tersebut; b) konsekuensi yang

akan dialami individu pelaku bila ia melaksanakan atau menolak melaksanakan perilaku

yang dimaksud.

Agar hukum ini dapat berfungsi secara efektif, ada dua syarat yang perlu dipenuhi, yaitu:

hukum tersebut harus dimengerti oleh individu yang melaksanakannya dan oleh individu

yang akan dikenai oleh hukum tersebut konsekuensi dari dipatuhi atau tidak dipatuhinya

hukum tersebut harus dijalankan secara konsisten dan berlaku umum tanpa pengecualian.

Dengan perkataan lain, hukum tertulis yang berisikan instruksi atau pemberitahuan

mengenai perilaku yang diharapkan dan sanksi yang merupakan konsekuensinya tidak

efektif karena tidak dapat dilaksanakan secara konsisten dan berlaku umum tanpa

pengecualian. Di sisi lain, hal-hal yang ingin dicegah oleh hukum, yaitu adanya perlakuan

yang berbeda pada orang dengan status yang berbeda, justru menjadi semakin tumbuh

subur di antara para pemegang kekuasaan. Hal ini disebabkan oleh karena mereka

mengamati banyak sekali teladan dari penguasa yang lebih tinggi, yang menunjukkan

bahwa "tidak menaati hukum secara konsisten dan tanpa pengecualian" justru

memberikan konsekuensi positif (reinforcement) pada mereka. Dalam kondisi demikian

kiranya akan sangat sulit untuk berharap bahwa pelaksanaan hukum secara konsisten

tanpa pengecualian akan dapat ditegakkan.

Namun, yang tidak kalah pentingnya untuk direnungkan adalah konsekuensi yang

mungkin terjadi bila keadaan seperti ini terus berlanjut. Dalam hal ini ada beberapa hal

yang mungkin terjadi yakni mereka yang merasa dirugikan akan berusaha untuk

memperjuangkan perbaikan melalui cara-cara yang dimungkinkan oleh hukum. Alternatif

ini semakin mungkin untuk dipilih bila situasi dan kondisi memungkinkan dan cukup

banyak anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan dan mau bertindak asertif untuk

mengupayakan perubahan (memiliki self-efficacy tinggi).

Bila situasi dan kondisi tidak memungkinkan alternatif di atas atau alternatif tersebut

sudah diusahakan tetapi tidak membuahkan hasil maka akan muncul perasaan frustrasi.

Dengan adanya stimulus tertentu sebagai pemicu, frustrasi ini dapat dengan mudah

menjelma menjadi perilaku agresif. Pengamatan terhadap pengalaman di masa lalu

Page 5: MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ... berlangsung dalam waktu yang relatif lama atau ... terlibat akan mengalami apa yang

http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=260:tinjauan-psikologi&catid=42:widyaiswara&Itemid=203

menunjukkan bahwa dalam pola budaya yang berorientasi kekuasaan, orang-orang yang

berstatus rendah lazimnya mencari perlindungan dalam kolektivitas (Lev, 1991). Bandura

(1986) menemukan hal yang kurang lebih sama, yaitu bila cukup banyak orang yang

memiliki self-efficacy tinggi, maka mereka cenderung untuk melakukan protes dan usaha

kolektif untuk mengubah keadaan.

Bila perasaan frustrasi yang diakibatkan oleh tidak adanya kemungkinan untuk

melakukan tindakan perbaikan berlangsung dalam waktu yang relatif lama atau bila

berbagai upaya yang telah dilakukan berkali-kali tidak memberikan hasil nyata, maka

sebagian besar kemungkinan mereka yang terlibat akan mengalami apa yang disebut

sebagai "learned helplessness". Artinya, proses panjang dari berbagai upaya yang telah

dilakukan namun tidak membuahkan perubahan yang diinginkan menyebabkan orang-

orang ini belajar menjadi tidak berdaya dan tidak mau lagi berusaha, karena mereka tidak

lagi percaya akan adanya hubungan antara usaha mereka dengan hasil yang ingin dicapai

(bersikap apatis). Bila hal ini terjadi pada cukup banyak anggota masyarakat kita,

khususnya orang muda, kiranya akan sulit bagi bangsa kita untuk dapat bersaing secara

global di abad 21 dan menjadi bangsa yang percaya akan kemampuan diri sendiri.

Peranan Keluarga dalam Pembentukan Perilaku

Suasana pembangunan yang lebih terfokus di bidang ekonomi ditingkah dengan era

globalisasi telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Tawaran untuk menikmati

gaya hidup global telah mendorong semua orang untuk sibuk mencari uang, dengan

berbagai cara. Menurut Newman & Newman (1981) menyebutkan tiga unsur pendukung

kemampuan seseorang untuk bisa menyesuaikan diri dengan baik, yaitu dirinya sendiri,

lingkungan dan situasi krisis dalam pengalaman hidupnya yang sangat membekas dalam

dirinya. Pada unsur pribadi (diri sendiri) tercakup kemampuan untuk bisa merasa,

berpikir, memberikan alasan, kemauan belajar, identifikasi, kesediaan menerima

kenyataan, dan kemampuan memberikan respon sosial. Kemampuan tersebut didasari

oleh tingkat kecerdasan yang dimiliki, temperamen, bakat, dan aspek genetika.

Berdasarkan konsep tersebut maka proses penyesuaian diri bagi anggota masyarakat

merupakan keterkaitan yang sangat erat antara kondisi pribadi, situasi lingkungan dan

kemampuan mengelola pengalaman.

Pembentukan perilaku normatif dimulai dari pengenalan terhadap aturan yang berlaku

dan terapannya dalam kehidupan sehari-hari, yang kemudian menjadi pengalaman yang

terekam dalam kehidupan seseorang. Selanjutnya, dengan bekal kemampuan yang

dimilikinya, terjadi proses pengambilalihan norma di luar diri menjadi pengembangan

nilai-nilai yang dijadikan pegangan dalam berperilaku (internalisasi). Tergantung dari

tingkat kematangan pribadinya, pengembangan nilai dalam diri sendiri bisa dilakukan

secara mandiri, bahkan bernuansa luas, dan mampu dipertahankan secara tangguh dalam

berbagai kondisi dan situasi. Pada tingkat seperti ini orang tersebut tidak akan mudah

terpengaruh atau terbawa suasana lingkungan. Dia tahu memilih yang benar, yang perlu,

yang bermanfaat dan bisa dengan mudah membedakannya dari hal-hal yang bisa

merugikan pribadi maupun lingkungannya. Pengalamannya berpadu dengan penalaran

pikirnya, menghasilkan dialog yang terus menerus sebelum memutuskan sikap dan

perilaku dengan kesadaran terhadap konsekuensinya, baik untuk diri sendiri maupun

lingkungan.

Page 6: MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ... berlangsung dalam waktu yang relatif lama atau ... terlibat akan mengalami apa yang

http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=260:tinjauan-psikologi&catid=42:widyaiswara&Itemid=203

Ketidakpastian dalam penegakan hukum berdampak pula pada perilaku yang ditampilkan

orang tua dan anggota masyarakat lainnya dalam bekerja dan berorganisasi, yang

selanjutnya bisa dijadikan acuan oleh anak dalam mengembangkan dirinya. Tindakan

yang lebih suka memilih jalan pintas untuk mencapai tujuan, tidak tepat waktu, unjuk

kerja seadanya, lebih menuntut fasilitas daripada tanggung jawab adalah melunturnya

etos kerja yang diamati anak dengan leluasa, di dalam maupun di luar rumah (orang

tuanya sendiri maupun orang tua lainnya). Sikap mau menang sendiri, tidak adanya

kepatuhan terhadap hukum, pelanggaran terhadap tata tertib yang berlaku adalah

ketidakdisiplinan pribadi yang bisa ditangkap anak dari orang tua dan lingkungannya.

Tindak kejahatan dengan kekerasan, baik yang berupa pengrusakan, perampokan,

penyiksaan, perkosaan juga pertikaian yang diakhiri dengan pembunuhan, walaupun

penyebabnya mungkin sepele, adalah agresivitas yang masuk dalam benak anak dan bisa

menjadi referensi dalam menjalani kehidupannya. Kesibukan kota besar yang segera

merambah pelosok lainnya dengan gerak hidup cepat, bertubinya rangsangan kegiatan

dan mobilitas pribadi yang tinggi menempatkan individu dalam situasi yang dilematis.

Situasi tersebut membuat individu harus memilih antara pencarian kegiatan yang didasari

oleh minat pribadi dengan pelestarian ikatan dan fungsi utama keluarga sebagai sarana

dalam menyiapkan anggotanya untuk hidup bermasyarakat.

Kecenderungan ini oleh para ahli dianggap sebagai melunturnya fungsi utama keluarga.

Fokus perhatian yang lebih mengarah pada tugas-tugas di luar rumah agar tak kalah

bersaing kemudian menjadi pilihan orang tua dan sekaligus menempatkan anak dalam

kekosongan yang cukup bermakna, terutama dalam upaya pembentukan hati nurani yang

akan menjadi pemandunya kelak, sebagai orang yang tangguh, mandiri, tapi juga peduli

lingkungan dengan warna spiritual yang kental dan luwes. Apakah orang tua dan

masyarakat menyadari kepentingan ini, juga bahwa masa depan bangsa dan negara ada di

tangan anak-anak yang sekarang menjadi penonton dan pengamat perilaku orang tua,

baik yang ada di rumahnya maupun di masyarakat, apapun peran dan fungsinya?

Seberapa jauh kita menyiapkan anak-anak agar bisa berkualitas tinggi dalam abad 21

nanti?

Pendidikan adalah upaya membekali anak dengan ilmu dan iman agar ia mampu

menghadapi dan menjalani kehidupannya dengan baik, serta mampu mengatasi

permasalahannya secara mandiri. Bekal itu diperlukan karena orang tua tidak mungkin

mendampingi anak terus menerus, melindungi dan membantunya dari berbagai keadaan

dan kesulitan yang dihadapinya. Anak tidak akan selamanya menjadi anak. Dia akan

berkembang menjadi manusia dewasa. Kalau perkembangan fisiknya secara umum

berjalan sesuai dengan pertambahan umurnya, maka kemampuan kecerdasan dan

perkembangan emosi serta proses adaptasi atau penyesuaian diri dan ketakwaannya

sangat memerlukan asuhan dan pendidikan untuk bisa berkembang optimal. Melalui

bekal pendidikan dan proses perkembangan yang dialaminya selama mendapatkan asuhan

dari lingkungannya, diharapkan anak akan mampu menyongsong dan menjalani masa

depannya dengan baik.

Latar belakang pengertian tersebut hendaknya menjadi dasar pengembangan pola asuhan

dan pendidikan untuk anak. Biasanya pendidikan diberikan berdasarkan pengalaman

masa lalu, yakni ketika yang menjadi orang tua masih berstatus kanak-kanak, yang

menerima pendidikan dari orang tuanya. Pengalaman masa lalu ini kerap kali cukup

Page 7: MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ... berlangsung dalam waktu yang relatif lama atau ... terlibat akan mengalami apa yang

http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=260:tinjauan-psikologi&catid=42:widyaiswara&Itemid=203

mewarnai pola asuhan dan pendidikan anak. Pemanfaatan pengalaman memang selalu

ada gunanya. Akan tetapi sikap yang mampu mengantisipasi ke depan juga sangat

penting, karena anak tidak akan hidup di masa lalu, tetapi menapak ke masa depan.

Dengan demikian posisi pengalaman ketika menerima didikan dan asuhan orang tua di

masa lalu hanyalah pantas sebagai acuan atau referensi, terutama dalam rangka

mengembangkan empati (penghayatan, kemampuan merabarasakan dari sudut pandang

atau posisi orang lain) agar komunikasinya bisa berjalan seperti yang diharapkan.

Terapan pengalaman masa lalu ayah ibu, ketika dididik dan diasuh orang tuanya, perlu

disesuaikan dengan kondisi dan situasi perkembangan jaman. Tanpa penyesuaian, pola

asuh dan pendidikan yang dilakukan akan cenderung menyulitkan anak dalam

perkembangannya, sehingga iapun akan tumbuh menjadi sosok pribadi yang sukar

menemukan konsep diri, sulit menyesuaikan diri dan tentunya sulit mengaktualisasikan

diri.

Proses pendidikan berlangsung dinamis, sesuai dengan kondisi perkembangan pribadi

anak dan situasi lingkungan. Era globalisasi yang menandai abad 21 seyogianya tidak

hanya dilihat sebagai hal yang mengancam, dengan dampak kecemasan atau

kekhawatiran dalam mendidik anak, yang mungkin hanya akan menghasilkan kondisi

perkembangan yang kurang menguntungkan. Kecemasan dan kekhawatiran biasanya

akan menyebabkan orang tua menjadi tegang dan tertekan sehingga kurang mampu

melihat alternatif, lalu justru menekan anak padahal tindakan itu lebih ditujukan untuk

dapat menenteramkan dirinya sendiri.

Kondisi jaman dalam era globalisasi justru bisa dimanfaatkan untuk membangun sosok-

sosok pribadi yang tangguh dan mandiri, antara lain karena terbiasa menghadapi

persaingan yang ketat dan mampu memanfaatkan fasilitas dan peluang yang dibukakan

oleh "pintu globalisasi." Untuk itu orang tua sangat perlu menyadari, bahwa kehidupan

terus berkembang sesuai perputaran dunia, jaman pun berubah. Sangat diperlukan

kemampuan dan kemauan untuk mengikuti perubahan dan senantiasa menyesuaikan diri.

Perubahan kondisi dan situasi orang tua dalam menjalankan peran dan fungsinya selaku

pengasuh dan pendidik anak perlu diikuti dengan upaya menambah pengetahuan,

meluaskan wawasan, dan meningkatkan keterampilan. Dengan sikap ini maka orang tua

pun bisa diharapkan melaksanakan tugasnya dalam mengarahkan, membimbing,

mendorong, membantu anak serta mengusahakan peluang/kesempatan untuk berprestasi

optimal, sesuai dengan kemampuannya. Berpikir positif dan bersikap adaptif adalah sikap

yang diharapkan dari para orang tua yang kini tengah mendidik dan mengasuh anak-anak

yang akan memasuki era globalisasi. Tugas ini tentunya tidak hanya menjadi tanggung

jawab ibu. Bersama, ayah dan ibu menyikapi perubahan jaman dalam kondisi yang lebih

menguntungkan bagi anak, sehingga ia mampu menyongsong era globalisasi dengan

keyakinan diri yang kuat, berdasarkan bekal yang diperolehnya dan kepercayaan akan

rakhmat dan karunia-NYA.

Penutup

Page 8: MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ... berlangsung dalam waktu yang relatif lama atau ... terlibat akan mengalami apa yang

http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=260:tinjauan-psikologi&catid=42:widyaiswara&Itemid=203

John J. Macionis (1996) mengemukakan bahwa abad 21 menyiratkan ketidakjelasan

terhadap ukuran keberhasilan yang bisa dijadikan keteladanan. Sukar sekali menutupi

kejadian yang tak ingin disebarluaskan, baik untuk pertimbangan menghormati hak asasi

manusia maupun kecanggihan teknologi komunikasi. Banyak masalah yang masih harus

dijawab dalam memasuki abad 21, antara lain merumuskan makna kehidupan,

pemecahan sengketa/konflik antar bangsa/negara, pengentasan kemiskinan yang tidak

hanya terkait dengan masalah populasi (pertambahan penduduk) dalam hubungannya

dengan ketersediaan sumber daya alam yang makin terbatas. Abad 21 mengisaratkan

perlunya wawasan pikir yang lebih luas, imajinasi, rasa kasihan atau simpati, dan

keteguhan hati. Pemahaman yang luas terhadap kehidupan bersama akan menjadi dasar

yang kuat bagi upaya membantu manusia memasuki abad 21 dengan sikap optimis.

Psikologi sebagai ilmu yang kajian utamanya adalah perilaku manusia terkait erat dengan

telaah proses pembentukan perilaku, yang hasilnya bisa disumbangkan sebagai intervensi

dalam pembentukan perilaku Manusia Indonesia Abad 21 Yang Berkualitas Tinggi.

Keterlibatan dalam upaya rekayasa tingkah laku, baik dalam kapasitas sebagai sarana

belajar maupun bimbingan dan penyuluhan, perlu dilakukan untuk mendapatkan

wawasan tentang konteks dan lingkungan serta eksistensi manusia. Cara yang bisa

ditempuh dalam upaya rekayasa ini adalah melakukan usaha yang berkesinambungan

dengan memperhitungkan dukungan kelompok maupun dukungan masyarakat. Untuk itu

kerjasama dengan berbagai disiplin ilmu lainnya terasa sangat bermakna. Psikologi akan

memfokuskan pada upaya pembangkitan kebutuhan untuk berubah agar bisa menjadi

pendorong (motivasi) dalam proses perubahan tingkah laku yang diharapkan.

Pembekalan individu dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup harus dilakukan

agar ia mampu melaksanakan perubahan tingkah laku yang diharapkan, yang sudah

beralih menjadi kebutuhan pribadi dan bukan kebutuhan yang bersifat eksternal.

Ada lima cara yang dikemukakan Macionis dalam pembentukan perilaku yang

mencerminkan pemahaman sosialisasi, yaitu:

teori Id, Ego, Superego dari Sigmund Freud (1856-1939)

teori Perkembangan Kognitif dari Jean Piaget (1896-1980)

teori Perkembangan Moral dari Lawrence Kohlberg (1981)

teori Gender dari Carol Gilligan (1982)

teori "Social Self" dari George Herbert Mead (1863-1931)

Sehingga Manusia Indonesia Abad 21 Yang Berkualitas Tinggi ditandai oleh lima ciri

utama dari aspek-aspek perkembangan yang berlangsung secara seimbang dan selaras,

yaitu perkembangan tubuh (fisik), kecerdasan (inteligensi), emosional (afeksi),

sosialisasi, spiritual. Pola perawatan, asuhan, dan pendidikan anak hendaknya mengacu

pada upaya pengembangan kelima aspek tersebut secara harmonis dan seimbang agar

terbentuk pribadi yang sehat, cerdas, peka (sensitif), luwes beradaptasi dan bersandar

pada hati nurani dalam bersikap dan bertindak. Penegakan hukum dan contoh yang

diperlukan sebagai model pembentukan perilaku, baik yang ditunjukkan orang tua

maupun masyarakat, menjadi penting.

Kerjasama antar disiplin ilmu dalam memecahkan masalah yang dihadapi saat ini sangat

diperlukan. Pembangunan harus diarahkan pada cita-cita bangsa dan negara ketika

republik ini didirikan. Kebersamaan menjadi penting untuk dapat menjaga kesatuan dan

Page 9: MENYONGSONG ABAD 21 DALAM TINJAUAN … Abad 21 dala… · yang dianut dalam lingkungan sosial ... berlangsung dalam waktu yang relatif lama atau ... terlibat akan mengalami apa yang

http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=260:tinjauan-psikologi&catid=42:widyaiswara&Itemid=203

persatuan. Menyadari keterbatasan kemampuan diri sebagai individu dan kelebihan

bekerja sama akan dapat menghindarkan suasana yang saling tuding, saling hujat, saling

mencemooh, saling menepuk dada, saling melecehkan, adu kuasa dan adu kekuatan

seperti yang tampak sekarang ini. Selain merugikan kehidupan bangsa dan negara,

memunculkan ancaman perpecahan, perilaku tersebut tidak akan menempatkan individu

dalam proses belajar memahami dan mentaati hukum. Padahal, era globalisasi di abad 21

akan menghadapkan manusia Indonesia pada hukum dan tatanan kehidupan bersama

yang lebih luas, tidak hanya dalam batas wilayah Republik Indonesia. Perilaku sadar

hukum adalah sebagian dari persyaratan yang diajukan abad 21.

*Penulis adalah Widyaiswara LPMP Lampung

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive

Theory. Englewood, New Jersey: Prentice Hall, Inc

Deaux, K., Dane, F.C., Wrightsman, L.S., In association with Sigelman, C.K. (1993).

Social Psychology in the ‘90s (6th Ed.). Pacific Groove, California: Brooks/Cole

Publishing Company.

Feldman, R.S. (1990): Understanding Psychology (2nd Ed). Mc Graw Hill Publishing

Company.

Friedman, L.M. (1984). Legal Culture: Legitimacy and Morality. In American Law.

London: W.W. Norton Company.

Himpsi (1991): Membangun Manusia Tangguh Dalam Era Globalisasi, kumpulan

makalah Kongres V dan Temu Ilmiah ISPSI (sekarang Himpsi), Semarang 4-7 Desember

1991. Himpsi Pusat.

Himpsi (1998): Pokok-Pokok Pemikiran Himpsi tentang Upaya Penegakan Hukum di

Indonesia Dalam Rangka Memulihkan Kepercayaan Masyarakat Kepada Pemerintah,

konsep masukan kepada pemerintah. Himpsi Pusat, Agustus 1998.

Macionis, J.J. (1996): Society, The Basics (3rd Ed). Upper Saddle River, New Jersey.

Prentice Hall, Inc.

Martin, G. & Pear, J. (1992). Behavior Modification (4th Ed.). Englewood, New Jersey:

Prentice Hall, Inc.